KOMUNIKASI ORGANISASI INTERNAL PADA PROSES SOSIALISASI BUDAYA ORGANISASI (STUDI KASUS: PT PERTAMINA (PERSERO) KANTOR PUSAT PADA DIVISI CORPORATE SECRETARY) Nabila Priyanka Jalan Kesehatan XIV No. 1 Bintaro 12330, telepon 0217363151 Email [email protected] Dosen Pembimbing, Sari Ramadanty, S.Sos, M.Si ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses sosialisasi budaya organisasi yang dilakukan oleh karyawan pada saat baru masuk kerja, yang berlangsung pada divisi Corporate Secretary di PT PERTAMINA (PERSERO) dan seperti apa komunikasi organisasi internal dalam membantu proses sosialisasi karyawan. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Pengumpulan data diperoleh dengan observasi dan wawancara semistruktur sebagai data primer serta data sekunder dari studi kepustakaan dan dokumen perusahaan. Analisis data menggunakan model Miles dan Huberman dan teknik keabsahan data yang digunakan adalah triangulasi sumber data. Kesimpulan dari penelitian ini adalah komunikasi organisasi internal yang membantu proses sosialisasi budaya organisasi terdapat diberbagai kegiatan formal dan informal seperti interaksi antar karyawan pada kegiatan rutin HSE Meeting dan gathering. Kata kunci: budaya organisasi, proses sosialisasi, komunikasi organisasi internal ABSTRACT This study aims to determine how the organizational culture socialization process performed by the employee at the time of entering new work, which took place at Corporate Secretary division in PT Pertamina (Persero) and what kind of internal organizational communication in helping the process of socialization of employees. The methodology used in this research is descriptive qualitative method. The collection of data obtained by observation and semi-structured interviews as the primary data and secondary data from the study of literature and documents of the company. Analysis of data using models and techniques from Miles and Huberman, validity of the data used is triangulation of data sources. The conclusion from this study is the internal organizational communication that helps the socialization process of organizational culture happens in various formal and informal activities, such as the interactions between employees on routine activities HSE Meeting and gathering. Keywords: corporate culture, socialization process, internal organizational communication PENDAHULUAN Budaya yang ada pada sebuah organisasi memiliki peran penting dalam perkembangan organisasi, memiliki fungsi yang diantaranya adalah sebagai pedoman dalam menjalankan kegiatan organisasi dan sebagai panduan tata cara untuk menyelesaikan masalah-masalah organisasi. Budaya organisasi meliputi nilai-nilai dan aturan-aturan yang wajib ditaati oleh para anggota organisasi, kegiatan-kegiatan rutin yang harus diikuti oleh semua anggota demi kelancaran dalam mengerjakan setiap tugas sehingga dapat mencapai target atau visi dan misi yang telah ditentukan organisasi atau perusahaan. Peran anggota organisasi atau perusahaan (karyawan) sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi, budaya organisasi yang diterapkan dan dijalankan dapat membantu memberikan arahan para karyawan dalam berperilaku dan menyelesaikan pekerjaannya. Berbicara mengenai sumber daya manusia atau karyawan, setiap orang yang bekerja pada sebuah perusahaan pasti mengalami tahap awal pada saat menjadi karyawan baru, dimana mereka mempunyai pengalaman pada saat perekrutan karyawan, mengikuti pengarahan kerja, mengetahui kebijakan-kebijakan yang ada di perusahaan dan sebagainya. Setiap individu memiliki budaya yang berbeda dan pada saat menjadi karyawan baru, karyawan harus mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungan. Lingkungan tersebut termasuk dengan karyawan lainnya di perusahaan dan budaya perusahaannya. Maka dari itu karyawan baru perlu melakukan adaptasi agar dapat berbaur dengan lingkungannya. Proses adaptasi ini dinamakan juga proses sosialisasi. Interaksi yang baik harus dilakukan antara diri sendiri dengan budaya perusahaan atau tempat dimana karyawan baru bekerja, seperti mengetahui peraturan-peraturan yang berlaku, mematuhinya dan siap menjalankan sanksi jika melakukan sebuah pelanggaran. Proses sosialisasi dilakukan agar karyawan dapat bertahan dengan lingkungannya yang baru serta dengan tujuan mengenal dengan baik suatu budaya perusahaan untuk mengurangi bahkan menghilangkan potensi munculnya masalah atau hambatan yang dapat membuat karyawan baru merasa kurang nyaman dan menggangu kelancaran pekerjaan. Proses sosialisasi tidak luput dari komunikasi. Ketika karyawan melakukan sosialisasi dengan budaya organisasi, terjadi interaksi atau komunikasi dengan karyawan lain dengan tujuan mencari informasi tambahan maupun melakukan pendekatan dengan karyawan tersebut. Komunikasi yang terjadi ini termasuk ke dalam komunikasi organisasi internal, karena dilakukan oleh para anggota internal perusahaan dan pesannya seputar perusahaan. Komunikasi organisasi internal juga dapat membantu proses sosialisasi karyawan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nurul Qudsi H. (2014) terdapat peranan komunikasi organisasi internal pada proses sosialiasi budaya organisasi. Penelitian tersebut mengatakan bahwa sebuah perusahaan dalam kegiatan sosialisasi budaya memiliki strategi pendekatan komunikasi dalam penerapannya, yaitu melalui komunikasi organisasi internal. Contoh dari komunikasi yang membantu proses sosialiasi seperti melalui pertemuan langsung dalam acara tertentu atau rapat, dengan menggunakan media website dan pada website tersebut terdapat berbagai macam informasi seperti informasi gathering, training dan lain-lain. Komunikasi organisasi internal juga dapat membantu proses sosialisasi melalui sharing atau ”ngobrol” santai pada saat berkumpul. PT PERTAMINA (PERSERO) adalah perusahaan milik negara yang bergerak di bidang energi meliputi minyak, gas serta energi baru dan terbarukan. PT PERTAMINA (PERSERO) merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terbesar di Indonesia dan memiliki karyawan dengan jumlah hampir mencapai 15.000 orang. Semua karyawan tersebut berasal dari berbagai macam daerah yang ada di Indonesia, bahkan dari luar negeri atau ekspatriat. PT PERTAMINA (PERSERO) menerapkan beberapa tata nilai lain pada semua divisi termasuk Corporate Secretary, yaitu clean, confident, competitive, costumer focus, commercial dan capable. Dari tata nilai yang sudah disebutkan, dapat dilihat bahwa karyawan PT PERTAMINA (PERSERO) memiliki pedoman berperilaku dan dalam mengerjakan tugasnya, ini termasuk ke dalam budaya organisasi. Penelitian ini memilih PT PERTAMINA (PERSERO) Kantor Pusat sebagai objek penelitian dengan subjek penelitiannya yaitu karyawan-karyawan pada divisi Corporate Secretary karena budaya yang diterapkan pada divisi tersebut memiliki keunikan tersendiri, memiliki cara-cara atau kegiatan dalam implementasi internal (employee engagement). Selain itu, perusahaan tersebut memiliki jumlah karyawan yang sangat banyak, terdiri dari berbagai macam divisi, berasal dari berbagai macam daerah dan budaya, masing-masing memiliki perilaku dan pemikiran yang berbeda. Serta di perusahaan ini sering diberlakukan rolling jabatan atau karyawan, yaitu penempatan karyawan (pindah) ke divisi lain. Perpindahan ini membuat karyawan menemui hal-hal baru dan memiliki beberapa perbedaan dari divisi sebelumnya, mengharuskan karyawan untuk belajar lagi beradaptasi dengan lingkungan barunya. Hal ini menarik untuk diteliti sesuai dengan topik “proses sosialisasi”. Landasan konseptual peneletian ini adalah sebagai berikut: Komunikasi Organisasi Komunikasi Organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005). Wiryanto juga menjelaskan komunikasi dalam organisasi memiliki 2 sifat, yaitu formal dan informal. Komunikasi formal adalah segala bentuk komunikasi yang telah mendapatkan persetujuan oleh organisasi itu sendiri dan berorientasi pada organisasi, isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi seperti memo, jumpa pers dan surat-surat resmi. Sedangkan komunikasi informal berkaitan dengan apa yang telah disetujui secara sosial dan berorientasi pada anggota organisasi secara individual. Semakin besar organisasi maka semakin kompleks pula proses komunikasinya. Komunikasi Organisasi Internal Romli (2014) dalam bukunya mendefinisikan komunikasi internal sebagai dimensi komunikasi dalam kehidupan organisasi. Komunikasi internal organisasi adalah proses penyampaian pesan antara anggotaanggota organisasi yang terjadi untuk kepentingan organisasi, seperti komunikasi antara pimpinan dan bawahan, antara sesama bawahan, dsb. Proses komunikasi internal ini bisa berwujud komunikasi antarpribadi ataupun komunikasi kelompok, juga komunikasi bisa merupakan proses komunikasi primer ataupun sekunder. Komunikasi internal dibagi menjadi dua: 1. Komunikasi vertikal. Komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Poerwanto (2006) menjelaskan bahwa transformasi informasi dari manajer dalam semua level ke bawahan merupakan komunikasi dari atas ke bawah. Seorang manajer yang menggunakan jalur komunikasi ke bawah memiliki tujan untuk menyampaikan informasi, mengarahkan, mengordinasikan, memotivasi, memimpin dan mengendalikan berbagai kergiatan yang ada di level bawah. Sedangkan komunikasi dari bawah ke atas berarti alur pesan yang disampaikan berasal dari bawah (karyawan) menuju ke atasan (manajer). 2. Komunikasi horizontal. Komunikasi antar sesama seperti karyawan pada karyawan, manajer pada manajer. Poerwanto (2006) juga menjelaskan komunikasi horizontal atau bisa disebut juga dengan komunikasi lateral, yaitu komunikasi yang terjadi antara bagian-bagian yang memiliki posisi sejajar atau sederajat dalam suatu organisasi. Tujuan komunikasi ini antara lain untuk melakukan persuasi, mempengaruhi dan memberikan informasi kepada bagian yang memiliki kedudukan sejajar. Selain komunikasi vertikal dan horizontal, terdapat pula komunikasi diagonal (Poerwanto, 2006), yaitu komunikasi yang melibatkan komunikasi antara dua tingkat (level) organisasi yang berbeda. Contohnya yaitu komunikasi antara manajer pemasaran dengan bagian pabrik, manajer produksi dengan bagian promosi dan Komunikasi Verbal dan Non-Verbal Fungsi bahasa yang mendasar adalah untuk menamai atau menjuluki orang, objek dan peristiwa. Menurut Larry L.Barker (Mulyana, 2010), bahasa memiliki tiga fungsi yaitu: 1. Penamaan. Penamaan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehigga dapat dirujuk dalam komunikasi. 2. Interaksi. Fungsi ini menekankan berbagai gagasan dan emosi (dapat mengundang simpati, kemarahan, kebingungan dan lain-lain). 3. Transmisi informasi. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan dan diterima oleh individu. Tanpa bahasa, tidak mungkin adanya pertukaran infomasi. Mulyana (2010), pesan non-verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter komunikasi non-verbal mencakup semua ransangan (kecuali ransangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima; jadi definisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan; individu mengirim pesan non-verbal tanpa menyadari pesan tersebut bermakna bagi orang lain. Komunikasi non-verbal dapat terbentuk dari bahasa tubuh, intonasi, ekspresi wajah dan physical distance (jarak fisik) seperti jika lawan bicara berdiri dengan jarak yang dekat maka dapat diartikan bahwa ia tertarik dalam merespon perbincangan; jika berdiri dengan jarak yang cukup jauh mungkin itu sebuah tanda bahwa ia tidak tertarik dengan perbincangan yang sedang terjadi (Robbins, 2013). Budaya Organisasi Robbins (2013) mendefinisikan budaya organisasi, “Organizational culture refers to a system of shared meaning held by members that distinguishes the organization from other organizations.” Unsurunsur pembentuk budaya organisasi Deal & Kennedy (Tika, 2012): 1. Lingkungan usaha. Lingkungan usaha merupakan unsur yang menentukan terhadap apa yang harus dilakukan perusahaan agar bisa berhasil. Lingkungan usaha yang berpengaruh antara lain meliputi produk yang dihasilkan, pesaing, pelanggan, teknologi, pemasok, kebijakan pemerintah dan lain-lain. 2. Nilai-nilai. Nilai-nilai adalah keyakinan dasar yang dianut oleh sebuah organisasi. Setiap perusahaan memiliki nilai-nilai inti sebagai pedoman berpikir dan bertindak bagi semua warga dalam mencapai tujuan organisasi. Nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh anggota organisasi antara lain dapat berupa slogan atau moto yang dapat berfungsi sebagai: (1) jati diri, rasa istimewa yang berbeda dengan perusahaan lainnya; (2) harapan konsumen, dapat berupa ungkapan padat yang penuh makna bagi konsumen dan sekaligus merupakan harapan baginya terhadap perusahaan tersebut seperti kualitas produk, sistem pelayanan yang baik dan sebagainya. 3. Pahlawan Pahlawan adalah tokoh yang dipandang berhasil mewujudkan nilai-nilai budaya dalam kehidupan nyata. Pahlawan bisa berasal dari pendiri perusahaan, para manajer, kelompok organisasi atau perorangan yang berhasil menciptakan nilai-nilai organisasi. 4. Ritual Robbins mendefinisikan ritual sebagai deretan berulang dari kegiatan yang mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi itu, tujuan apakah yang paling penting, orang-orang manakah yang paling penting dan mana yang dapat dikorbankan. 5. Jaringan budaya. Jaringan budaya adalah jaringan komunikasi informal yang pada dasarnya merupakan saluran komunikasi primer. Fungsinya menyalurkan informasi dan memberi interpretasi terhadap informasi. Jaringan komunikasi ini dilakukan dengan efektif untuk menyelesaikan sesuatu atau memahami apa yang terjadi dalam perusahaan. Fungsi utama budaya organisasi sebuah perusahaan, yaitu (Tika, 2012): 1. Sebagai pembeda terhadap lingkungan, organisasi, maupun kelompok lain. 2. Sebagai perekat bagi karyawan dalam suatu organisasi. 3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial. 4. Sebagai mekanisme kontrol dalam memadu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. 5. Sebagai integrator. 6. Membentuk perilaku para karyawan. 7. Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok di dalam organisasi. 8. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan. Proses Sosialisasi Robbins (2013), mengemukakan arti dari sosialisasi, “Socialization is a process that adapts employees to the organization’s culture”, atau dapat diartikan sebagai sosialisasi merupakan proses adaptasi karyawan terhadap budaya yang dimiliki organisasi. Tahap sosialisasi menurut Gibson (2012): 1. Anticipatory Socialization. Tahap ini mengaitkan semua kegiatan individu sebelum memasuki sebuah organisasi atau mengambil pekerjaan yang berbeda namun di organisasi yang sama. Tujuan utama dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan individu ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai organisasi baru tersebut, pekerjaan barunya atau bahkan keduanya. Pencarian informasi bisa dilakukan dengan membaca apapun mengenai organisasi, berbicara atau berinteraksi dengan orang lain yang sudah menjadi seorang karyawan dan sebagainya. 2. Accomodation. Tahap ini dimulai ketika individu menjadi seorang anggota organisasi. Individu melihat organisasi dan pekerjaannya yang sebenarnya. Individu berusaha menjadi partisipan yang aktif di organisasi dan pekerja yang kompeten. Individu bisa saja merasa stress karena menghadapi situasi baru atau berbeda dengan yang biasanya mereka hadapi. 3. Role Management. Role management membahas tentang isu dan masalah karena pada tahap ini individu merasakan timbulnya konflik. Konflik umum yang biasa terjadi yaitu konflik antara pekerjaan individu dengan kehidupan rumah. Sumber masalah lain yaitu antara individu dengan anggota lain di organisasi. Bisa saja terjadi perbedaan pendapat antara individu dengan individu atau kelompok lain. Individu harus mencari jalan keluar atas semua masalah yang mereka hadapi, organisasi juga dapat membantu dengan memberikan konseling profesional kepada karyawan yang memiliki masalah. Miller (2012) pada bukunya menjelaskan lebih rinci mengenai tahap role management atau role development. Proses ini fokus pada bagaimana individu berinteraksi untuk menentukan dan mengembangkan peran organisasi mereka, yaitu: 1. Role-Taking Phase. Fase ini adalah fase percobaan dimana atasan ingin melihat kemampuan dan motivasi dari karyawan baru tersebut.Atasan dapat memberikan beberapa aktivitas atau tugas kepada karyawan, dengan melihat respon dari karyawan tersebut, atasan dapat menilai kemampuan, talenta dan motivasi yang dimiliki oleh karyawan atau bawahannya. 2. Role-Making Phase. Pada fase ini terdapat negosiasi. Pada fase pertama hanya terjadi aktivitas satu arah (atasan memberikan tugas kepada bawahan dan bawahan menerimanya), namun pada fase ini terjadi proses dimana bawahan melakukan negosiasi terhadap tugas-tugas yang diminta oleh atasan. Bawahan dapat memberikan masukan kepada atasan, jadi mereka pun dapat saling bertukar informasi dalam pekerjaan. Fase ini semua pihak harus menghargai pihak lainnya dan bersikap adil. Bawahan dapat menawarkan kemampuan atau keahlian dan waktu. Sedangkan atasan dapat menawarkan informasi, semangat dan perhatian. 3. Role-Routinization Phase. Fase terakhir ini menjelaskan bahwa peran dari bawahan dengan perilaku yang diharapkan oleh atasan telah dimengerti oleh kedua pihak. Fase pertama dan kedua mengarahkan atau telah membentuk hubungan antara atasan dengan bawahan dan pada fase ini hubungan tersebut dikategorikan menjadi dua yaitu; In-Group (tingkat kepercayaan tinggi, penghargaan dan dukungan tinggi) dan Out-Group (tingkat kepercayaan rendah, penghargaan dan dukungan rendah). METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, dimana pendekatan ini membutuhkan kedalaman data atau pemikiran. Kedalaman ini mencirikhaskan metode kualitatif (Raco, 2010). Creswell (Raco, 2010) mendefinisikan metode penelitian kualitatif sebagai suatu pendekatan atau penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral. Untuk mengerti gejala sentral tersebut peneliti mewawancarai peserta penelitian atau partisipan dengan mengajukan pertanyaan umum dan agak luas. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau teks dari informan terkait komunikasi organisasi internal, budaya organisasi dan sosialisasi pada divisi Corporate Secretary PT Pertamina (Persero). Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi kasus. Studi kasus (Daymon & Holloway, 2008) adalah pengujian intensif, menggunakan berbagai sumber bukti terhadap satu entitas tunggal yang dibatas oleh ruang dan waktu. Tujuan studi kasus adalah meningkatkan pengetahuan mengenai peristiwaperistiwa komunikasi kontemporer yang nyata, dalam konteksnya. Seperti definisi diatas, penelitian ini meneliti sebuah peristiwa atau proses yang memiliki lokasi pada sebuah organisasi, yakni pada PT Pertamina (Persero) divisi Corporate Secretary. Penelitian ini meneliti mengenai proses sosialisasi yang dilakukan oleh karyawan, dimana fokus ini masih jarang ditemui di penelitian lain karena penelitian lain lebih banyak meneliti proses sosialisasi budaya organisasi yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk para karyawan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer; wawancara semi-struktur dan observasi selama tiga bulan di PT Pertamina (Persero) sedangkan data sekunder; studi pustaka dan dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Sekaran, 2013). Teknik keabsahan data dilakukan didalam penelitian ini adalah triangulasi sumber, yaitu untuk mendapatkan data dari sumber yang berbedabeda dengan teknik yang sama (Sugiyono, 2011). HASIL DAN PEMBAHASAN Budaya sebuah organisasi terbentuk dari lima unsur, unsur-unsur pembentuk budaya organisasi menurut Deal & Kennedy (Tika, 2012) yaitu: 1. Nilai-nilai Nilai-nilai yang diterapkan untuk para karyawan di Pertamina berbeda dengan yang ada di perusahaan lain, yaitu 6C. Clean yaitu dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan, tidak menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas. Berpedoman pada asas-asas tata kelola koperasi yang baik, Confident yaitu berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam reformasi BUMN dan membangun kebanggaan bangsa, Competitive yaitu mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja, Costumer Focus yaitu berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan, Commercial yaitu mencipatkan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat serta Capable yaitu dikelola oleh Pemimpin dan pekerja yang profesional dan memiliki talenta dan penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan. 2. Lingkungan usaha Hal yang dilakukan Pertamina dalam menghadapi lingkungan usaha dari segi sumber daya manusia yaitu dengan memperkuat nilai-nilai perusahaan, 6C. Para karyawan harus membenahi diri mereka dengan menguatkan nilai-nilai perusahaan yaitu Clean, Confident, Competitive, Costumer Focus, Commercial dan Capable. Hal ini akan membuat semua karyawan berdedikasi tinggi dalam bekerja dan berdampak baik terhadap kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan pun akan semakin baik dan membuat perusahaan berkembang. 3. Pahlawan Di Pertamina, seseorang yang dijadikan pahlawan atau tokoh panutan yaitu Ibu K. Ibu K adalah seorang pemimpin tertinggi di Pertamina, namun beliau baru saja digantikan posisinya oleh pemimpin yang baru karena memang masa jabatannya sudah selesai. Ibu K dianggap sebagai pemimpin yang kuat, disiplin dan pandai dalam membagi waktunya antara urusan keluarga dengan urusan kantor. Dengan memiliki pengalaman sebagai orang yang bekerja pada perusahaan minyak, Ibu K dipandang memiliki kebijakan-kebijakan yang matang sehingga apapun yang menjadi keputusannya akan dipercaya oleh setiap karyawannya. 4. Ritual Ritual atau kegiatan rutin di Pertamina terbagi dalam dua macam kegiatan, yakni formal dan informal. Kegiatan formal yang ada di Pertamina adalah HSE Meeting. HSE Meeting adalah rapat bulanan yang dibuat dan dihadiri oleh karyawan pada divisi CorSec untuk membicarakan seputar health, safety dan environment. Pada HSE Meeting ini terdapat kegiatan sarapan bersama juga sebagai bentuk interaksi antar karyawan. Selain itu juga diadakan gathering CorSec tiap tahunnya yang dihadiri oleh karyawan CorSec. Gathering yang diadakan oleh CorSec memiliki yang berbeda setiap penyelenggaraannya dan semua karyawan yang hadir diberikan dresscode atau tema pakaian. Biasanya, sebelum gathering dilaksanakan terlebih dahulu rapat koordinasi (rakor). Maka dari itu, gathering yang diadakan setelah rakor ini dapat dikatakan bersifat formal. Kegiatan informal yang rutin diadakan pada CorSec yaitu jogging di Monas setelah jam kerja yang diadakan setiap hari Rabu. Kegiatan lari ini diikuti oleh karyawan CorSec, dengan tujuan menjaga kesehatan dan internal engagement. Kegiatan lainnya yaitu setiap divisi bisa mengadakan kegiatan-kegiatan yang bisa mengundang divisi-divisi lain. Seperti misalnya divisi media yang rutin mengadakan acara nonton bareng bersama wartawan dari media luar perusahaan, namun juga mengajak karyawan internal CorSec untuk ikut bergabung. 5. Jaringan budaya Jaringan budaya ini atau komunikasi informal CorSec dapat terjadi di berbagai kesempatan. Seperti misalnya pada saat waktu kosong atau karyawan tersebut sedang tidak terlalu banyak pekerjaan, mereka biasa pergi ke tempat karyawan lainnya yang merupakan teman dekatnya. Lalu setelah sampai di ruangan, mereka saling mengobrol dan ada beberapa kesempatan mereka saling bertukar makanan yang mereka bawa masing-masing. Topik yang dibicarakan juga seputar perusahaan, apa yang sedang mereka kerjakan dan sebagainya. Sering juga mereka mengobrol dengan topik diluar perusahaan, seperti mengenai keluarga masing-masing dan lain-lain. Kemudian pada saat kegiatan makan siang bersama, kegiatan HSE Meeting pada saat sarapan bersama dan pada acara informal lain seperti pada saat jogging. Topik yang dibicarakan beragam, dapat seputar perusahaan atau diluar pekerjaan seperti isu yang sedang hangat dibicarakan masyarakat. Jaringan komunikasi informal di Pertamina khususnya CorSec dapat dikatakan berfungsi dengan baik. Meskipun terkadang topik obrolan pada saat komunikasi informal ini diluar perusahaan, namun karyawan juga masih sering membicarakan seputar perusahaan. Hal ini sesuai dengan fungsi jaringan komunikasi, yaitu untuk menyelesaikan sesuatu atau memahami apa yang terjadi dalam perusahaan. Proses sosialisasi adalah proses adaptasi karyawan terhadap budaya organisasi (Robbins, 2013). Tahap pertama untuk bergabung dengan organisasi dinamakan anticipatory socialization. Tujuan utama dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan individu ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai organisasi baru tersebut (Gibson, 2012). Di Pertamina, individu yang belum menjadi karyawan akan mencari informasi mengenai perusahaan melalui berbagai media. Media yang digunakan adalah media massa seperti koran dan internet. Selain itu, mereka juga memanfaatkan teman-teman atau keluarganya yang sudah menjadi karyawan di Pertamina. Mereka bertanya kepada rekan-rekannya tersebut untuk mendapatkan informasi mengenai Pertamina dan pekerjaan yang akan mereka terima. Pencarian informasi ini dapat dikatakan sudah dilakukan dengan baik karena telah menggunakan banyak media sebagai sumber informasi dan dapat memanfaaatkan rekan yang menjadi karyawan Pertamina. Karyawan yang akan memasuki perusahaan dan mendapat tanggung jawab penuh harus mengikuti pelatihan terlebih dahulu. Pelatihan ini dinamakan Bimbingan Profesi Sarjana (BPS) yang di dalamnya terdapat kegiatan classroom dan On the Job Training (OJT). Pada classroom ini, calon karyawan diberikan wawasan mengenai perusahaan, mulai dari proses bisnis perusahaan, tugas per divisi hingga budaya organisasi. Mereka dikenalkan dengan tata nilai perusahaan yang diterapkan di Pertamina, dimana nilai ini juga diterapkan pada divisi CorSec juga, agar para anggota dapat melaksanakan tugas dengan berpedoman tata nilai 6C tersebut demi mencapai visi dan misi perusahaan. Sedangkan pada OJT, calon karyawan akan dikirim ke unit perusahaan untuk merasakan langsung bekerja di lapangan, mereka diberikan tugas selayaknya karyawan tetap namun belum memiliki tanggung jawab penuh. Setelah mengikuti program BPS selama setahun, akhirnya mereka pun diangkat menjadi karyawan tetap Pertamina. Tahap selanjutnya yaitu tahap accomodation. Tahap ini dimulai ketika individu menjadi seorang anggota organisasi. Individu melihat organisasi dan pekerjaannya yang sebenarnya. Individu berusaha menjadi partisipan yang aktif di organisasi dan pekerja yang kompeten (Gibson, 2012). Setelah menjadi karyawan tetap, para BPS ini akan memasuki divisinya masing-masing. Untuk para karyawan baru pada divisi CorSec, setelah masuk ke perusahaan mereka akan bertemu orang-orang baru, melihat tugas mereka yang sebenarnya dan mengetahui kegiatan-kegiatan apa saja yang ada pada divisi ini. Di sinilah mereka belajar budaya organisasi. Karyawan akan mulai menerapkan tata nilai perusahaan dan mengikuti serangkaian kegiatan rutin yang dilakukan pada divisi CorSec. Kegiatan rutin tersebut seperti HSE Meeting, gathering, jogging bersama setelah jam kantor pada hari Rabu dan kegiatan informal lainnya seperti nonton bareng di bioskop. Selain belajar menerapkan tata nilai perusahaan dan mengikui kegiatan-kegiatan rutin yang merupakan budaya organisasi, karyawan juga belajar beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Mereka belajar memahami tugas-tugas yang harus dikerjakan dan belajar berinteraksi dengan karyawan lain. Karyawan baru akan belajar mengenai pekerjaan yang harus mereka lakukan, seperti pada divisi CorSec, karyawan akan belajar mengenai bagaimana Humas bekerja seperti pada bidang branding, bagaimana mengurus sponsorship, cara menggunakan media sebagai alat publikasi kegiatan perusahaan, bagaimana kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan dan sebagainya. Karyawan yang belum mengetahui apa yang harus mereka lakukan untuk menyelesaikan tugasnya, akan aktif bertanya atau melakukan interaksi dengan karyawan yang lebih mengetahui operasional perusahaan. Dalam berinteraksi, mereka belajar memahai karakter karyawan lain yang menjadi rekan kerjanya. Setelah memahaminya, mereka bisa tahu bagaimana caranya menempatkan dirinya agar bisa bergabung dengan rekan-rekannya. Selain dengan karyawan di internal perusahaan, mereka juga belajar berhubungan dengan eksternal perusahaan seperti para stakeholders. Konflik juga dirasakan oleh karyawan Pertamina divisi CorSec. Tahap ini termasuk ke dalam tahap ketiga yaitu role management dimana karyawan mulai merasakan timbulnya konflik, konflik umum yang biasa terjadi yaitu konflik antara pekerjaan individu dengan kehidupan rumah dan antara individu dengan anggota lain di organisasi. Bisa saja terjadi perbedaan pendapat antara individu dengan individu atau kelompok lain (Gisbon, 2012). Adanya konflik antara pekerjaan kantor dengan pekerjaan rumah. Terlalu banyaknya pekerjaan kantor terkadang membuat karyawan jadi kurang fokus dalam mengurus keluarganya. Solusi yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah memberikan pengertian kepada anggota keluarga bahwa karyawan tersebut juga mempunyai tanggung jawab atas pekerjaan kantornya dan pintar dalam membagi porsi antara urusan keluarga dan kantor. Konflik lain yang muncul yaitu konflik antar karyawan karena adanya kesalahpahaman ataupun perbedaan pendapat. Solusi yang mereka lakukan adalah dengan memberikan penjelasan mengenai apa yang sebenarnya terjadi atau melakukan klarifikasi. Selain itu karyawan juga dapat meminta bantuan atasannya dalam memberikan keputusan atas solusi untuk konflik tersebut. Konflik semacam itu memang tak terelakkan pada setiap perusahaan. Penanganan konflik yang terjadi seperti yang disebutkan diatas sudah cukup baik. Dengan membagi porsi yang adil untuk masingmasing pekerjaan rumah dan kantor serta memberikan penjelasan atas kesalahpahaman memang hal yang baik dilakukan untuk mengatasi konflik-konflik umum seperti itu. Seperti yang dikatakan Gibson (2012), organisasi juga dapat membantu dengan memberikan konseling profesional kepada karyawan yang memiliki masalah. Maka dari itu keputusan karyawan untuk menyerahkan solusi atas konflik kepada atasan juga dapat dikatakan sebagai cara yang tepat. Selanjutnya tahap role-taking phase, di mana atasan ingin melihat kemampuan dan motivasi dari karyawan baru tersebut. Atasan dapat memberikan beberapa aktivitas atau tugas kepada karyawan, dengan melihat respon dari karyawan tersebut (Miller, 2012). Pada saat karyawan CorSec diberikan tugas pertama kali oleh atasan, yang mereka rasakan adalah gugup dan bingung. Meskipun begitu, mereka tidak menyerah begitu saja dan malah berupaya memberikan yang terbaik untuk menyelesaikan tugas pertamanya itu. Dengan hal tersebut, karyawan menunjukkan ke atasan bahwa mereka memiliki motivasi dan semangat dalam pekerjaan. Mereka akan berinisiatif bertanya kepada karyawan lain, memperlihatkan kesungguhan dan kemampuan mereka dalam menyelesaikan tugas. Karyawan pada divisi CorSec juga melakukan negosiasi atau komunikasi dua arah pada saat pemberian tugas. Atasan dan bawahan dapat berdiskusi mengenai tugas yang diberikan, jika atasan memberikan banyak tugas kepada karyawan, karyawan tersebut dapat melakukan negosiasi. Mereka dapat bertanya kepada atasan mengenai prioritas dari masing-masing tugas, mana yang harus selesai lebih dulu, maka karyawan akan mendahulukan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Karyawan juga dapat mengatakan kepada atasannya bila mereka membutuhkan bantuan dari karyawan lain untuk menyelesaikan tugas. Hal ini masuk ke tahap role-making phase, proses dimana bawahan melakukan negosiasi terhadap tugas-tugas yang diminta oleh atasan. Bawahan dapat memberikan masukan kepada atasan, jadi mereka pun dapat saling bertukar informasi dalam pekerjaan. Fase ini semua pihak harus menghargai pihak lainnya dan bersikap adil (Miller, 2012). Dengan adanya negoisasi ini, maka kedua pihak akan saling mengerti satu sama lain. Karyawan yang merasa butuh bantuan akan bilang ke atasannya, dan atasan yang terbuka dalam berkomunikasi pun juga akan membantu karyawan tersebut. Disini akan timbul kerjasama yang baik antara atasan dengan bawahannya sehingga tugas pun dapat terselesaikan dengan baik pula. Pada fase ini hubungan karyawan dengan atasan dikategorikan menjadi dua yaitu; In-Group (tingkat kepercayaan tinggi, penghargaan dan dukungan tinggi) dan Out-Group (tingkat kepercayaan rendah, penghargaan dan dukungan rendah). Tahap akhir, role-routinization phase. Fase ini hubungan tersebut dikategorikan menjadi dua yaitu; In-Group (tingkat kepercayaan tinggi, penghargaan dan dukungan tinggi) dan Out-Group (tingkat kepercayaan rendah, penghargaan dan dukungan rendah) (Miller, 2012). Negosiasi atau masukkan dari karyawan pada tahap sebelumnya, membuat atasan menjadi mengerti para karyawannya dalam memberikan tugas kepada mereka. Atasan dapat melihat adanya motivasi dari karyawan terhadap tanggung jawab dalam bertugas, hal ini membangun kepercayaan atasan kepada para bawahannya. Maka dari itu, karyawan pada divisi CorSec ini dapat dimasukkan kedalam kategori In-Group. Karyawan mendapatkan tingkat kepercayaan yang tinggi serta dukungan dari atasan. Komunikasi organisasi internal yang terjadi pada divisi CorSec Pertamina yaitu antara atasan dengan bawahan, seperti misalnya pada saat Manager Internal Communication masuk ke ruangan anak buahnya dan saling mengobrol. Topik obrolannya pun beragam, bisa seputar pekerjaan yang diminta Manager untuk dikerjakan oleh anak buahnya maupun mengenai kebijakan-kebijakan perusahaan atau mengenai pemerintahan yang menyangkut perusahaan. Komunikasi juga terjadi antar sesama karyawan, seperti misalnya para karyawan pada divisi Media. Para karyawan sering membagi tugas untuk tugas liputan sebuah acara dan saling memberi masukan dan bertukar informasi. Tidak hanya itu, komunikasi juga terjadi pada karyawan antar divisi. Seperti contohnya pada rapat rutin yang diadakan oleh CorSec. Karyawan dari divisi Internal Communication, Brand Management, CSR, Media dan Eksternal Communication berkumpul disuatu ruangan dan saling berinteraksi. Selain itu, antar divisi juga sering meminta bantuan satu sama lainnya. Bahkan sering pula karyawan diluar CorSec menelepon ke nomor ekstension karyawan CorSec dalam memberikan informasi atau ingin menanyakan suatu hal. Dapat disimpulkan bahwa komunikasi organisasi internal yang ada pada divisi CorSec ini berjalan dengan baik. Semua karyawan terlibat dalam komunikasi, baik itu atasan dengan bawahan, sesama karyawan serta karyawan antar divisi. Dalam berkomunikasi yang menjadi bahan obrolan juga seputar perusahaan, jadi komunikasi digunakan sebagai proses penyampaian pesan untuk kepentingan perusahaan. Pada divisi Corsec di Pertamina, komunikasi verbal dilakukan secara langsung dan tidak langsung, baik itu lisan maupun tulisan. Komunikasi langsung adalah dengan tatap muka dan secara lisan. Terjadi pada saat berinteraksi langsung atau mengobrol. Pada saat mengobrol ini juga karyawan sering menggunakan bahasa daerah tempat mereka berasal, seperti bahasa Medan, Sunda dan Jawa. Terdapat pula panggilan khusus untuk beberapa karyawan CorSec, seperti panggilan “Abah” untuk Manager Internal Communication. Untuk komunikasi verbal tidak langsung, karyawan biasa menggunakan media. Media yang dipakai seperti telepon, memo atau post it, social messanger seperti grup WhatsApp dan social media seperti Path. Pada grup WhatsApp tersebut terdapat grup CorSec yang diramaikan oleh seluruh karyawan CorSec. Penggunaan komunikasi verbal disini dirasa sudah berjalan cukup baik. Karena karyawan CorSec dapat memanfaatkan berbagai media untuk saling berkomunikasi pada saat tidak bisa berkomunikasi secara langsung. Dengan adanya panggilan khusus ke beberapa karyawan, dapat menunjukkan bahwa hubungan antar karyawan tersebut sangat dekat bahkan tidak hanya sekedar hubungan pekerjaan. Komunikasi non-verbal dapat terbentuk dari bahasa tubuh, intonasi, ekspresi wajah dan physical distance (jarak fisik). Komunikasi non-verbal dapat menjadi isyarat ataupun dapat mendukung komunikasi verbal yang dilakukan karyawan. Intonasi, bahasa tubuh dan ekspersi wajah juga dilakukan oleh karyawan CorSec dapat dikenali dan diartikan oleh lawan bicaranya. Seperti contohnya, ada karyawan yang terlihat murung, karyawan lainnya akan menghampiri dan bertanya apakah ada masalah. Jika benar ada masalah maka karyawan lainnya akan mencoba membantu dengan memberkan masukan atau menjadi tempat bercerita karyawan yang sedang bermasalah tersebut. Komunikasi organisasi internal dapat membantu proses sosialisasi yang dilakukan karyawan. Dengan adanya komunikasi atau berinteraksi dengan karyawan lain, karyawan baru tersebut mendapatkan informasi mengenai perusahaan ataupun pekerjaan.Komunikasi yang dapat membantu proses sosialisasi ini terjadi di berbagai kesempatan. Dapat terjadi pada saat karyawan sedang berkumpul di kegiatan formal maupun informal. Kegiatan formal seperti pada saat rapat, dalam rapat pasti ada interaksi yang terjadi. Disini karyawan baru tersebut akan mendapatkan informasi tambahan mengenai perusahaan maupun budaya organisasi dengan mendengarkan pembicaraan karyawan lain atau ikut bertanya.Pada kegiatan informal yaitu seperti pada kegiatan jogging bareng atau kegiatan outing lainnya. Dengan mengobrol dengan karyawan lainnya, ini akan membantu karyawan tersebut menjadi lebih dekat hubungannya dengan lawan bicaranya (beradaptasi dengan lingkungan). Karyawan baru tersebut juga dapat bertanya atau mengobrol mengenai perusahaan, baik itu dengan atasan ataupun sesama karyawan. SIMPULAN DAN SARAN Dari data yang telah dikumpulkan selama tiga bulan terhitung dari bulan Maret sampai Mei 2015, serta berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi yang ada di Pertamina khususnya CorSec yaitu 6C. 6C adalah clean, confident, competitive, capable, costumer focus dan commercial. Selain itu, terdapat budaya organisasi berupa kegiatan rutin yang ada di divisi CorSec yaitu HSE Meeting, gathering, jogging setiap hari Rabu setelah jam kantor dan nonton bersama di bioskop. Proses sosialisasi karyawan CorSec meliputi tiga tahap, pertama yaitu anticipatory socialization. Pencarian informasi mengenai perusahaan dan budaya organisasi sebelum menjadi karyawan dilakukan melalui beberapa media seperti internet, koran dan bertanya kepada rekan yang merupakan karyawan Pertamina. Tahap kedua adalah accomodation, individu menjadi karyawan tetap dan belajar mengenai pekerjaan di divisinya, belajar menerapkan tata nilai perusahaan dan belajar berinteraksi dengan lingkungan perusahaan, baik itu internal maupun eksternal perusahaan. Tahap role management, konflik yang dirasakan karyawan adalah konflik antar tugas kantor dengan tugas rumah dan konflik antar karyawan yang terjadi karena kesalahpahaman atau perbedaan pendapat. Terdapat tiga fase dalam role development yaitu role taking phase, karyawan mendapat tugas pertama dan merasa gugup namun berusaha yang terbaik dalam menyelesaikan tugasmya. Kemudian role making phase, karyawan melakukan negosiasi dengan atasan atas tugas yang diberikan. Terakhir role routinization phase, karyawan dengan atasan saling mengerti dan karyawan dimasukkan ke dalam kategori In-Group yaitu memiliki motivasi yang tinggi dan diberikan kepercayaan oleh atasan. Komunikasi organisasi internal dapat membantu proses sosialisasi yang dilakukan karyawan. Komunikasi dapat dilakukan di berbagai kesempatan, kegiatan formal maupun informal. Kegiatan formal seperti pada saat rapat, sedangkan kegiatan informal seperti pada saat kegiatan olahraga bersama. Karyawan berkomunikasi atau melakukan interaksi dengan karyawan lainnya, karyawan baru tersebut dapat bertanya dan mendapatkan informasi mengenai perusahaan dan budaya perusahaan. Komunikasi sudah dilakukan dengan baik karena terjadi di berbagai kegiatan. Setelah mendapatkan hasil penelitian, beberapa hal yang dapat disarankan peneliti adalah Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk meneliti mengenai proses sosialisasi yang dilakukan oleh manajemen perusahaan dalam menerapkan budaya organisasi kepada karyawan. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan metode kuantitatif untuk mengukur keberhasilan budaya organisasi yang telah diterapkan di Pertamina. Kemudian budaya organisasi yang di terapkan di Pertamina dan pada divisi CorSec agar di pertahankan. Diharapkan bagi seluruh karyawan, budaya organisasi ini tidak hanya dianggap sebagai warisan perusahaan saja tetapi juga di terapkan secara nyata agar semua anggota perusahaan bersikap sesuai dengan nilai-nilai yang telah ditetapkan demi tercapainya visi dan misi perusahaan. Pada budaya organisasi dalam kegiatan rutin seperti jogging bersama di Monas setelah pulang kantor setiap hari Rabu agar semua karyawan CorSec dapat selalu ikut serta, karena kegiatan seperti ini sangat bermanfaat untuk internal engagement. Untuk masyarakat, yang ingin memasuki suatu organisasi atau perusahaan harus bisa beradaptasi dengan lingkungan perusahaan yang meliputi pekerjaan, budaya organisasi dan interaksi dengan karyawan lainnya. Menerapkan budaya organisasi sangat penting agar dapat bertahan di perusahaan tersebut. REFERENSI Buku. Daymon, C., Immy Holloway. (2008). Metode-Metode Riset Kualitatif: Dalam Public Relations & Marketing Communication. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka Gibson, L.J., John M. Ivancavich., James H. Donnelly Jr., Robert Konopaske. (2012). Organizatonal Behavior, Structure, Process. 14th Edition. New York, USA: Mc.Graw-Hill Miller, K. (2012). Organizational Communication: Approaches and Processes. 6th Edition. Wadsworth: Lyn Uhl Mulyana, D. (2010). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Purwanto, D. (2006). Komunikasi Bisnis. 3rd Edition. Jakarta: Erlangga Raco. R.J. (2010). Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia Robbins, P.S., Timothy A. Judge. (2013). Organizational Behavior. USA: Pearson Education, Inc. Publishing as Prentice Hall Romli, K. (2014). Komunikasi Organisasi Lengkap. Jakarta: PT. Grasindo Sekaran, U., Roger Bougie. (2013). Research Methods for Business. A skill Building Approach. 6th Edition. Sother Gate: John Wiley & Son Ltd. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta Tika, P.M. (2012). Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta: PT. Bumi Aksara Wiryanto. (2005). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Gramedia Wiasarana Indonesia Jurnal. Hardjana. A.A. (2010). Sosialisasi dan Dampak Budaya Organisasi. Jurnal Ilmu Komunikasi. 7 (1): 11, 15-16 Skripsi. Hidayah, Q.N. (2014). Peranan Komunikasi Internal Dalam Sosialisasi Budaya Kopi Pada PT. Media Televisi Indonesia/Metro TV.Komunikasi Pemasaran. Skripsi S1. Universitas Bina Nusantara, Jakarta RIWAYAT PENULIS Nabila Priyanka, lahir di Jakarta pada 17 Juni 1994. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Bina Nusantara University jurusan Marketing Communication dengan bidang Public Relations pada tahun 2015. Penulis sempat aktif di Himpunan Mahasiswa Marketing Communication (HIMMARCOMM) menjadi Public Relations periode 2013.