komunikasi organisasi internal pada proses sosialisasi budaya

advertisement
KOMUNIKASI ORGANISASI INTERNAL
PADA PROSES SOSIALISASI BUDAYA
ORGANISASI (STUDI KASUS: PT
PERTAMINA (PERSERO) KANTOR PUSAT
PADA DIVISI CORPORATE SECRETARY)
Nabila Priyanka
Jalan Kesehatan XIV No. 1 Bintaro 12330, telepon 0217363151
Email [email protected]
Dosen Pembimbing, Sari Ramadanty, S.Sos, M.Si
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses sosialisasi budaya organisasi yang
dilakukan oleh karyawan pada saat baru masuk kerja, yang berlangsung pada divisi Corporate Secretary
di PT PERTAMINA (PERSERO) dan seperti apa komunikasi organisasi internal dalam membantu proses
sosialisasi karyawan. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.
Pengumpulan data diperoleh dengan observasi dan wawancara semistruktur sebagai data primer serta
data sekunder dari studi kepustakaan dan dokumen perusahaan. Analisis data menggunakan model Miles
dan Huberman dan teknik keabsahan data yang digunakan adalah triangulasi sumber data. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah komunikasi organisasi internal yang membantu proses sosialisasi budaya
organisasi terdapat diberbagai kegiatan formal dan informal seperti interaksi antar karyawan pada
kegiatan rutin HSE Meeting dan gathering.
Kata kunci: budaya organisasi, proses sosialisasi, komunikasi organisasi internal
ABSTRACT
This study aims to determine how the organizational culture socialization process performed by the
employee at the time of entering new work, which took place at Corporate Secretary division in PT
Pertamina (Persero) and what kind of internal organizational communication in helping the process of
socialization of employees. The methodology used in this research is descriptive qualitative method. The
collection of data obtained by observation and semi-structured interviews as the primary data and
secondary data from the study of literature and documents of the company. Analysis of data using models
and techniques from Miles and Huberman, validity of the data used is triangulation of data sources. The
conclusion from this study is the internal organizational communication that helps the socialization
process of organizational culture happens in various formal and informal activities, such as the
interactions between employees on routine activities HSE Meeting and gathering.
Keywords: corporate culture, socialization process, internal organizational communication
PENDAHULUAN
Budaya yang ada pada sebuah organisasi memiliki peran penting dalam perkembangan organisasi,
memiliki fungsi yang diantaranya adalah sebagai pedoman dalam menjalankan kegiatan organisasi dan
sebagai panduan tata cara untuk menyelesaikan masalah-masalah organisasi. Budaya organisasi meliputi
nilai-nilai dan aturan-aturan yang wajib ditaati oleh para anggota organisasi, kegiatan-kegiatan rutin yang
harus diikuti oleh semua anggota demi kelancaran dalam mengerjakan setiap tugas sehingga dapat
mencapai target atau visi dan misi yang telah ditentukan organisasi atau perusahaan. Peran anggota
organisasi atau perusahaan (karyawan) sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi, budaya
organisasi yang diterapkan dan dijalankan dapat membantu memberikan arahan para karyawan dalam
berperilaku dan menyelesaikan pekerjaannya.
Berbicara mengenai sumber daya manusia atau karyawan, setiap orang yang bekerja pada sebuah
perusahaan pasti mengalami tahap awal pada saat menjadi karyawan baru, dimana mereka mempunyai
pengalaman pada saat perekrutan karyawan, mengikuti pengarahan kerja, mengetahui kebijakan-kebijakan
yang ada di perusahaan dan sebagainya. Setiap individu memiliki budaya yang berbeda dan pada saat
menjadi karyawan baru, karyawan harus mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungan. Lingkungan
tersebut termasuk dengan karyawan lainnya di perusahaan dan budaya perusahaannya. Maka dari itu
karyawan baru perlu melakukan adaptasi agar dapat berbaur dengan lingkungannya. Proses adaptasi ini
dinamakan juga proses sosialisasi. Interaksi yang baik harus dilakukan antara diri sendiri dengan budaya
perusahaan atau tempat dimana karyawan baru bekerja, seperti mengetahui peraturan-peraturan yang
berlaku, mematuhinya dan siap menjalankan sanksi jika melakukan sebuah pelanggaran. Proses sosialisasi
dilakukan agar karyawan dapat bertahan dengan lingkungannya yang baru serta dengan tujuan mengenal
dengan baik suatu budaya perusahaan untuk mengurangi bahkan menghilangkan potensi munculnya
masalah atau hambatan yang dapat membuat karyawan baru merasa kurang nyaman dan menggangu
kelancaran pekerjaan.
Proses sosialisasi tidak luput dari komunikasi. Ketika karyawan melakukan sosialisasi dengan
budaya organisasi, terjadi interaksi atau komunikasi dengan karyawan lain dengan tujuan mencari
informasi tambahan maupun melakukan pendekatan dengan karyawan tersebut. Komunikasi yang terjadi
ini termasuk ke dalam komunikasi organisasi internal, karena dilakukan oleh para anggota internal
perusahaan dan pesannya seputar perusahaan. Komunikasi organisasi internal juga dapat membantu proses
sosialisasi karyawan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nurul Qudsi H. (2014) terdapat peranan
komunikasi organisasi internal pada proses sosialiasi budaya organisasi. Penelitian tersebut mengatakan
bahwa sebuah perusahaan dalam kegiatan sosialisasi budaya memiliki strategi pendekatan komunikasi
dalam penerapannya, yaitu melalui komunikasi organisasi internal. Contoh dari komunikasi yang
membantu proses sosialiasi seperti melalui pertemuan langsung dalam acara tertentu atau rapat, dengan
menggunakan media website dan pada website tersebut terdapat berbagai macam informasi seperti
informasi gathering, training dan lain-lain. Komunikasi organisasi internal juga dapat membantu proses
sosialisasi melalui sharing atau ”ngobrol” santai pada saat berkumpul.
PT PERTAMINA (PERSERO) adalah perusahaan milik negara yang bergerak di bidang energi
meliputi minyak, gas serta energi baru dan terbarukan. PT PERTAMINA (PERSERO) merupakan salah
satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terbesar di Indonesia dan memiliki karyawan dengan jumlah
hampir mencapai 15.000 orang. Semua karyawan tersebut berasal dari berbagai macam daerah yang ada di
Indonesia, bahkan dari luar negeri atau ekspatriat. PT PERTAMINA (PERSERO) menerapkan beberapa
tata nilai lain pada semua divisi termasuk Corporate Secretary, yaitu clean, confident, competitive,
costumer focus, commercial dan capable. Dari tata nilai yang sudah disebutkan, dapat dilihat bahwa
karyawan PT PERTAMINA (PERSERO) memiliki pedoman berperilaku dan dalam mengerjakan
tugasnya, ini termasuk ke dalam budaya organisasi.
Penelitian ini memilih PT PERTAMINA (PERSERO) Kantor Pusat sebagai objek penelitian dengan
subjek penelitiannya yaitu karyawan-karyawan pada divisi Corporate Secretary karena budaya yang
diterapkan pada divisi tersebut memiliki keunikan tersendiri, memiliki cara-cara atau kegiatan dalam
implementasi internal (employee engagement). Selain itu, perusahaan tersebut memiliki jumlah karyawan
yang sangat banyak, terdiri dari berbagai macam divisi, berasal dari berbagai macam daerah dan budaya,
masing-masing memiliki perilaku dan pemikiran yang berbeda. Serta di perusahaan ini sering
diberlakukan rolling jabatan atau karyawan, yaitu penempatan karyawan (pindah) ke divisi lain.
Perpindahan ini membuat karyawan menemui hal-hal baru dan memiliki beberapa perbedaan dari divisi
sebelumnya, mengharuskan karyawan untuk belajar lagi beradaptasi dengan lingkungan barunya. Hal ini
menarik untuk diteliti sesuai dengan topik “proses sosialisasi”. Landasan konseptual peneletian ini adalah
sebagai berikut:
Komunikasi Organisasi
Komunikasi Organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok
formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005). Wiryanto juga menjelaskan komunikasi
dalam organisasi memiliki 2 sifat, yaitu formal dan informal. Komunikasi formal adalah segala bentuk
komunikasi yang telah mendapatkan persetujuan oleh organisasi itu sendiri dan berorientasi pada
organisasi, isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas dan berbagai pekerjaan yang harus
dilakukan dalam organisasi seperti memo, jumpa pers dan surat-surat resmi. Sedangkan komunikasi
informal berkaitan dengan apa yang telah disetujui secara sosial dan berorientasi pada anggota organisasi
secara individual. Semakin besar organisasi maka semakin kompleks pula proses komunikasinya.
Komunikasi Organisasi Internal
Romli (2014) dalam bukunya mendefinisikan komunikasi internal sebagai dimensi komunikasi dalam
kehidupan organisasi. Komunikasi internal organisasi adalah proses penyampaian pesan antara anggotaanggota organisasi yang terjadi untuk kepentingan organisasi, seperti komunikasi antara pimpinan dan
bawahan, antara sesama bawahan, dsb. Proses komunikasi internal ini bisa berwujud komunikasi
antarpribadi ataupun komunikasi kelompok, juga komunikasi bisa merupakan proses komunikasi primer
ataupun sekunder. Komunikasi internal dibagi menjadi dua:
1.
Komunikasi vertikal. Komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Poerwanto (2006)
menjelaskan bahwa transformasi informasi dari manajer dalam semua level ke bawahan
merupakan komunikasi dari atas ke bawah. Seorang manajer yang menggunakan jalur
komunikasi ke bawah memiliki tujan untuk menyampaikan informasi, mengarahkan,
mengordinasikan, memotivasi, memimpin dan mengendalikan berbagai kergiatan yang ada di
level bawah. Sedangkan komunikasi dari bawah ke atas berarti alur pesan yang disampaikan
berasal dari bawah (karyawan) menuju ke atasan (manajer).
2.
Komunikasi horizontal. Komunikasi antar sesama seperti karyawan pada karyawan, manajer pada
manajer. Poerwanto (2006) juga menjelaskan komunikasi horizontal atau bisa disebut juga
dengan komunikasi lateral, yaitu komunikasi yang terjadi antara bagian-bagian yang memiliki
posisi sejajar atau sederajat dalam suatu organisasi. Tujuan komunikasi ini antara lain untuk
melakukan persuasi, mempengaruhi dan memberikan informasi kepada bagian yang memiliki
kedudukan sejajar.
Selain komunikasi vertikal dan horizontal, terdapat pula komunikasi diagonal (Poerwanto, 2006), yaitu
komunikasi yang melibatkan komunikasi antara dua tingkat (level) organisasi yang berbeda. Contohnya
yaitu komunikasi antara manajer pemasaran dengan bagian pabrik, manajer produksi dengan bagian
promosi dan
Komunikasi Verbal dan Non-Verbal
Fungsi bahasa yang mendasar adalah untuk menamai atau menjuluki orang, objek dan peristiwa.
Menurut Larry L.Barker (Mulyana, 2010), bahasa memiliki tiga fungsi yaitu:
1. Penamaan. Penamaan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan, atau orang dengan
menyebut namanya sehigga dapat dirujuk dalam komunikasi.
2. Interaksi. Fungsi ini menekankan berbagai gagasan dan emosi (dapat mengundang simpati,
kemarahan, kebingungan dan lain-lain).
3. Transmisi informasi. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan dan diterima oleh individu. Tanpa
bahasa, tidak mungkin adanya pertukaran infomasi.
Mulyana (2010), pesan non-verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut Larry A.
Samovar dan Richard E. Porter komunikasi non-verbal mencakup semua ransangan (kecuali ransangan
verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh
individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima; jadi definisi ini mencakup
perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan;
individu mengirim pesan non-verbal tanpa menyadari pesan tersebut bermakna bagi orang lain.
Komunikasi non-verbal dapat terbentuk dari bahasa tubuh, intonasi, ekspresi wajah dan physical distance
(jarak fisik) seperti jika lawan bicara berdiri dengan jarak yang dekat maka dapat diartikan bahwa ia
tertarik dalam merespon perbincangan; jika berdiri dengan jarak yang cukup jauh mungkin itu sebuah
tanda bahwa ia tidak tertarik dengan perbincangan yang sedang terjadi (Robbins, 2013).
Budaya Organisasi
Robbins (2013) mendefinisikan budaya organisasi, “Organizational culture refers to a system of
shared meaning held by members that distinguishes the organization from other organizations.” Unsurunsur pembentuk budaya organisasi Deal & Kennedy (Tika, 2012):
1.
Lingkungan usaha.
Lingkungan usaha merupakan unsur yang menentukan terhadap apa yang harus dilakukan
perusahaan agar bisa berhasil. Lingkungan usaha yang berpengaruh antara lain meliputi produk
yang dihasilkan, pesaing, pelanggan, teknologi, pemasok, kebijakan pemerintah dan lain-lain.
2.
Nilai-nilai.
Nilai-nilai adalah keyakinan dasar yang dianut oleh sebuah organisasi. Setiap perusahaan
memiliki nilai-nilai inti sebagai pedoman berpikir dan bertindak bagi semua warga dalam
mencapai tujuan organisasi. Nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh anggota organisasi antara
lain dapat berupa slogan atau moto yang dapat berfungsi sebagai: (1) jati diri, rasa istimewa yang
berbeda dengan perusahaan lainnya; (2) harapan konsumen, dapat berupa ungkapan padat yang
penuh makna bagi konsumen dan sekaligus merupakan harapan baginya terhadap perusahaan
tersebut seperti kualitas produk, sistem pelayanan yang baik dan sebagainya.
3.
Pahlawan
Pahlawan adalah tokoh yang dipandang berhasil mewujudkan nilai-nilai budaya dalam kehidupan
nyata. Pahlawan bisa berasal dari pendiri perusahaan, para manajer, kelompok organisasi atau
perorangan yang berhasil menciptakan nilai-nilai organisasi.
4.
Ritual
Robbins mendefinisikan ritual sebagai deretan berulang dari kegiatan yang mengungkapkan dan
memperkuat nilai-nilai utama organisasi itu, tujuan apakah yang paling penting, orang-orang
manakah yang paling penting dan mana yang dapat dikorbankan.
5.
Jaringan budaya.
Jaringan budaya adalah jaringan komunikasi informal yang pada dasarnya merupakan saluran
komunikasi primer. Fungsinya menyalurkan informasi dan memberi interpretasi terhadap
informasi. Jaringan komunikasi ini dilakukan dengan efektif untuk menyelesaikan sesuatu atau
memahami apa yang terjadi dalam perusahaan.
Fungsi utama budaya organisasi sebuah perusahaan, yaitu (Tika, 2012):
1.
Sebagai pembeda terhadap lingkungan, organisasi, maupun kelompok lain.
2.
Sebagai perekat bagi karyawan dalam suatu organisasi.
3.
Mempromosikan stabilitas sistem sosial.
4.
Sebagai mekanisme kontrol dalam memadu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
5.
Sebagai integrator.
6.
Membentuk perilaku para karyawan.
7.
Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok di dalam organisasi.
8.
Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan.
Proses Sosialisasi
Robbins (2013), mengemukakan arti dari sosialisasi, “Socialization is a process that adapts
employees to the organization’s culture”, atau dapat diartikan sebagai sosialisasi merupakan proses
adaptasi karyawan terhadap budaya yang dimiliki organisasi.
Tahap sosialisasi menurut Gibson (2012):
1.
Anticipatory Socialization.
Tahap ini mengaitkan semua kegiatan individu sebelum memasuki sebuah organisasi atau
mengambil pekerjaan yang berbeda namun di organisasi yang sama. Tujuan utama dalam
kegiatan-kegiatan yang dilakukan individu ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai
organisasi baru tersebut, pekerjaan barunya atau bahkan keduanya. Pencarian informasi bisa
dilakukan dengan membaca apapun mengenai organisasi, berbicara atau berinteraksi dengan
orang lain yang sudah menjadi seorang karyawan dan sebagainya.
2.
Accomodation.
Tahap ini dimulai ketika individu menjadi seorang anggota organisasi. Individu melihat
organisasi dan pekerjaannya yang sebenarnya. Individu berusaha menjadi partisipan yang aktif di
organisasi dan pekerja yang kompeten. Individu bisa saja merasa stress karena menghadapi
situasi baru atau berbeda dengan yang biasanya mereka hadapi.
3.
Role Management.
Role management membahas tentang isu dan masalah karena pada tahap ini individu merasakan
timbulnya konflik. Konflik umum yang biasa terjadi yaitu konflik antara pekerjaan individu
dengan kehidupan rumah. Sumber masalah lain yaitu antara individu dengan anggota lain di
organisasi. Bisa saja terjadi perbedaan pendapat antara individu dengan individu atau kelompok
lain. Individu harus mencari jalan keluar atas semua masalah yang mereka hadapi, organisasi
juga dapat membantu dengan memberikan konseling profesional kepada karyawan yang memiliki
masalah.
Miller (2012) pada bukunya menjelaskan lebih rinci mengenai tahap role management atau role
development. Proses ini fokus pada bagaimana individu berinteraksi untuk menentukan dan
mengembangkan peran organisasi mereka, yaitu:
1.
Role-Taking Phase.
Fase ini adalah fase percobaan dimana atasan ingin melihat kemampuan dan motivasi dari
karyawan baru tersebut.Atasan dapat memberikan beberapa aktivitas atau tugas kepada
karyawan, dengan melihat respon dari karyawan tersebut, atasan dapat menilai kemampuan,
talenta dan motivasi yang dimiliki oleh karyawan atau bawahannya.
2.
Role-Making Phase.
Pada fase ini terdapat negosiasi. Pada fase pertama hanya terjadi aktivitas satu arah (atasan
memberikan tugas kepada bawahan dan bawahan menerimanya), namun pada fase ini terjadi
proses dimana bawahan melakukan negosiasi terhadap tugas-tugas yang diminta oleh atasan.
Bawahan dapat memberikan masukan kepada atasan, jadi mereka pun dapat saling bertukar
informasi dalam pekerjaan. Fase ini semua pihak harus menghargai pihak lainnya dan bersikap
adil. Bawahan dapat menawarkan kemampuan atau keahlian dan waktu. Sedangkan atasan dapat
menawarkan informasi, semangat dan perhatian.
3.
Role-Routinization Phase.
Fase terakhir ini menjelaskan bahwa peran dari bawahan dengan perilaku yang diharapkan oleh
atasan telah dimengerti oleh kedua pihak. Fase pertama dan kedua mengarahkan atau telah
membentuk hubungan antara atasan dengan bawahan dan pada fase ini hubungan tersebut
dikategorikan menjadi dua yaitu; In-Group (tingkat kepercayaan tinggi, penghargaan dan
dukungan tinggi) dan Out-Group (tingkat kepercayaan rendah, penghargaan dan dukungan
rendah).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, dimana pendekatan ini membutuhkan
kedalaman data atau pemikiran. Kedalaman ini mencirikhaskan metode kualitatif (Raco, 2010). Creswell
(Raco, 2010) mendefinisikan metode penelitian kualitatif sebagai suatu pendekatan atau penelusuran
untuk mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral. Untuk mengerti gejala sentral tersebut peneliti
mewawancarai peserta penelitian atau partisipan dengan mengajukan pertanyaan umum dan agak luas.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini akan
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau teks dari informan terkait komunikasi
organisasi internal, budaya organisasi dan sosialisasi pada divisi Corporate Secretary PT Pertamina
(Persero). Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi kasus. Studi kasus (Daymon & Holloway,
2008) adalah pengujian intensif, menggunakan berbagai sumber bukti terhadap satu entitas tunggal yang
dibatas oleh ruang dan waktu. Tujuan studi kasus adalah meningkatkan pengetahuan mengenai peristiwaperistiwa komunikasi kontemporer yang nyata, dalam konteksnya. Seperti definisi diatas, penelitian ini
meneliti sebuah peristiwa atau proses yang memiliki lokasi pada sebuah organisasi, yakni pada PT
Pertamina (Persero) divisi Corporate Secretary. Penelitian ini meneliti mengenai proses sosialisasi yang
dilakukan oleh karyawan, dimana fokus ini masih jarang ditemui di penelitian lain karena penelitian lain
lebih banyak meneliti proses sosialisasi budaya organisasi yang dilakukan oleh manajemen perusahaan
untuk para karyawan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer;
wawancara semi-struktur dan observasi selama tiga bulan di PT Pertamina (Persero) sedangkan data
sekunder; studi pustaka dan dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu:
reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Sekaran, 2013). Teknik keabsahan data dilakukan
didalam penelitian ini adalah triangulasi sumber, yaitu untuk mendapatkan data dari sumber yang berbedabeda dengan teknik yang sama (Sugiyono, 2011).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Budaya sebuah organisasi terbentuk dari lima unsur, unsur-unsur pembentuk budaya organisasi menurut
Deal & Kennedy (Tika, 2012) yaitu:
1. Nilai-nilai
Nilai-nilai yang diterapkan untuk para karyawan di Pertamina berbeda dengan yang ada di
perusahaan lain, yaitu 6C. Clean yaitu dikelola secara profesional, menghindari benturan
kepentingan, tidak menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas. Berpedoman
pada asas-asas tata kelola koperasi yang baik, Confident yaitu berperan dalam pembangunan
ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam reformasi BUMN dan membangun kebanggaan bangsa,
Competitive yaitu mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong
pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja, Costumer
Focus yaitu berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan
pelayanan terbaik kepada pelanggan, Commercial yaitu mencipatkan nilai tambah dengan orientasi
komersial, mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat serta Capable yaitu
dikelola oleh Pemimpin dan pekerja yang profesional dan memiliki talenta dan penguasaan teknis
tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan.
2. Lingkungan usaha
Hal yang dilakukan Pertamina dalam menghadapi lingkungan usaha dari segi sumber daya manusia
yaitu dengan memperkuat nilai-nilai perusahaan, 6C. Para karyawan harus membenahi diri mereka
dengan menguatkan nilai-nilai perusahaan yaitu Clean, Confident, Competitive, Costumer Focus,
Commercial dan Capable. Hal ini akan membuat semua karyawan berdedikasi tinggi dalam bekerja
dan berdampak baik terhadap kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan pun akan semakin baik dan
membuat perusahaan berkembang.
3. Pahlawan
Di Pertamina, seseorang yang dijadikan pahlawan atau tokoh panutan yaitu Ibu K. Ibu K adalah
seorang pemimpin tertinggi di Pertamina, namun beliau baru saja digantikan posisinya oleh
pemimpin yang baru karena memang masa jabatannya sudah selesai. Ibu K dianggap sebagai
pemimpin yang kuat, disiplin dan pandai dalam membagi waktunya antara urusan keluarga dengan
urusan kantor. Dengan memiliki pengalaman sebagai orang yang bekerja pada perusahaan minyak,
Ibu K dipandang memiliki kebijakan-kebijakan yang matang sehingga apapun yang menjadi
keputusannya akan dipercaya oleh setiap karyawannya.
4. Ritual
Ritual atau kegiatan rutin di Pertamina terbagi dalam dua macam kegiatan, yakni formal dan
informal. Kegiatan formal yang ada di Pertamina adalah HSE Meeting. HSE Meeting adalah rapat
bulanan yang dibuat dan dihadiri oleh karyawan pada divisi CorSec untuk membicarakan seputar
health, safety dan environment. Pada HSE Meeting ini terdapat kegiatan sarapan bersama juga
sebagai bentuk interaksi antar karyawan. Selain itu juga diadakan gathering CorSec tiap tahunnya
yang dihadiri oleh karyawan CorSec. Gathering yang diadakan oleh CorSec memiliki yang berbeda
setiap penyelenggaraannya dan semua karyawan yang hadir diberikan dresscode atau tema pakaian.
Biasanya, sebelum gathering dilaksanakan terlebih dahulu rapat koordinasi (rakor). Maka dari itu,
gathering yang diadakan setelah rakor ini dapat dikatakan bersifat formal. Kegiatan informal yang
rutin diadakan pada CorSec yaitu jogging di Monas setelah jam kerja yang diadakan setiap hari
Rabu. Kegiatan lari ini diikuti oleh karyawan CorSec, dengan tujuan menjaga kesehatan dan internal
engagement. Kegiatan lainnya yaitu setiap divisi bisa mengadakan kegiatan-kegiatan yang bisa
mengundang divisi-divisi lain. Seperti misalnya divisi media yang rutin mengadakan acara nonton
bareng bersama wartawan dari media luar perusahaan, namun juga mengajak karyawan internal
CorSec untuk ikut bergabung.
5. Jaringan budaya
Jaringan budaya ini atau komunikasi informal CorSec dapat terjadi di berbagai kesempatan. Seperti
misalnya pada saat waktu kosong atau karyawan tersebut sedang tidak terlalu banyak pekerjaan, mereka
biasa pergi ke tempat karyawan lainnya yang merupakan teman dekatnya. Lalu setelah sampai di ruangan,
mereka saling mengobrol dan ada beberapa kesempatan mereka saling bertukar makanan yang mereka
bawa masing-masing. Topik yang dibicarakan juga seputar perusahaan, apa yang sedang mereka kerjakan
dan sebagainya. Sering juga mereka mengobrol dengan topik diluar perusahaan, seperti mengenai keluarga
masing-masing dan lain-lain. Kemudian pada saat kegiatan makan siang bersama, kegiatan HSE Meeting
pada saat sarapan bersama dan pada acara informal lain seperti pada saat jogging. Topik yang dibicarakan
beragam, dapat seputar perusahaan atau diluar pekerjaan seperti isu yang sedang hangat dibicarakan
masyarakat. Jaringan komunikasi informal di Pertamina khususnya CorSec dapat dikatakan berfungsi
dengan baik. Meskipun terkadang topik obrolan pada saat komunikasi informal ini diluar perusahaan,
namun karyawan juga masih sering membicarakan seputar perusahaan. Hal ini sesuai dengan fungsi
jaringan komunikasi, yaitu untuk menyelesaikan sesuatu atau memahami apa yang terjadi dalam
perusahaan.
Proses sosialisasi adalah proses adaptasi karyawan terhadap budaya organisasi (Robbins, 2013).
Tahap pertama untuk bergabung dengan organisasi dinamakan anticipatory socialization. Tujuan utama
dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan individu ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai
organisasi baru tersebut (Gibson, 2012). Di Pertamina, individu yang belum menjadi karyawan akan
mencari informasi mengenai perusahaan melalui berbagai media. Media yang digunakan adalah media
massa seperti koran dan internet. Selain itu, mereka juga memanfaatkan teman-teman atau keluarganya
yang sudah menjadi karyawan di Pertamina. Mereka bertanya kepada rekan-rekannya tersebut untuk
mendapatkan informasi mengenai Pertamina dan pekerjaan yang akan mereka terima. Pencarian informasi
ini dapat dikatakan sudah dilakukan dengan baik karena telah menggunakan banyak media sebagai sumber
informasi dan dapat memanfaaatkan rekan yang menjadi karyawan Pertamina.
Karyawan yang akan memasuki perusahaan dan mendapat tanggung jawab penuh harus mengikuti
pelatihan terlebih dahulu. Pelatihan ini dinamakan Bimbingan Profesi Sarjana (BPS) yang di dalamnya
terdapat kegiatan classroom dan On the Job Training (OJT). Pada classroom ini, calon karyawan
diberikan wawasan mengenai perusahaan, mulai dari proses bisnis perusahaan, tugas per divisi hingga
budaya organisasi. Mereka dikenalkan dengan tata nilai perusahaan yang diterapkan di Pertamina, dimana
nilai ini juga diterapkan pada divisi CorSec juga, agar para anggota dapat melaksanakan tugas dengan
berpedoman tata nilai 6C tersebut demi mencapai visi dan misi perusahaan. Sedangkan pada OJT, calon
karyawan akan dikirim ke unit perusahaan untuk merasakan langsung bekerja di lapangan, mereka
diberikan tugas selayaknya karyawan tetap namun belum memiliki tanggung jawab penuh. Setelah
mengikuti program BPS selama setahun, akhirnya mereka pun diangkat menjadi karyawan tetap
Pertamina.
Tahap selanjutnya yaitu tahap accomodation. Tahap ini dimulai ketika individu menjadi seorang
anggota organisasi. Individu melihat organisasi dan pekerjaannya yang sebenarnya. Individu berusaha
menjadi partisipan yang aktif di organisasi dan pekerja yang kompeten (Gibson, 2012). Setelah menjadi
karyawan tetap, para BPS ini akan memasuki divisinya masing-masing. Untuk para karyawan baru pada
divisi CorSec, setelah masuk ke perusahaan mereka akan bertemu orang-orang baru, melihat tugas mereka
yang sebenarnya dan mengetahui kegiatan-kegiatan apa saja yang ada pada divisi ini. Di sinilah mereka
belajar budaya organisasi. Karyawan akan mulai menerapkan tata nilai perusahaan dan mengikuti
serangkaian kegiatan rutin yang dilakukan pada divisi CorSec. Kegiatan rutin tersebut seperti HSE
Meeting, gathering, jogging bersama setelah jam kantor pada hari Rabu dan kegiatan informal lainnya
seperti nonton bareng di bioskop.
Selain belajar menerapkan tata nilai perusahaan dan mengikui kegiatan-kegiatan rutin yang
merupakan budaya organisasi, karyawan juga belajar beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Mereka
belajar memahami tugas-tugas yang harus dikerjakan dan belajar berinteraksi dengan karyawan lain.
Karyawan baru akan belajar mengenai pekerjaan yang harus mereka lakukan, seperti pada divisi CorSec,
karyawan akan belajar mengenai bagaimana Humas bekerja seperti pada bidang branding, bagaimana
mengurus sponsorship, cara menggunakan media sebagai alat publikasi kegiatan perusahaan, bagaimana
kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan dan sebagainya.
Karyawan yang belum mengetahui apa yang harus mereka lakukan untuk menyelesaikan tugasnya,
akan aktif bertanya atau melakukan interaksi dengan karyawan yang lebih mengetahui operasional
perusahaan. Dalam berinteraksi, mereka belajar memahai karakter karyawan lain yang menjadi rekan
kerjanya. Setelah memahaminya, mereka bisa tahu bagaimana caranya menempatkan dirinya agar bisa
bergabung dengan rekan-rekannya. Selain dengan karyawan di internal perusahaan, mereka juga belajar
berhubungan dengan eksternal perusahaan seperti para stakeholders.
Konflik juga dirasakan oleh karyawan Pertamina divisi CorSec. Tahap ini termasuk ke dalam tahap
ketiga yaitu role management dimana karyawan mulai merasakan timbulnya konflik, konflik umum yang
biasa terjadi yaitu konflik antara pekerjaan individu dengan kehidupan rumah dan antara individu dengan
anggota lain di organisasi. Bisa saja terjadi perbedaan pendapat antara individu dengan individu atau
kelompok lain (Gisbon, 2012). Adanya konflik antara pekerjaan kantor dengan pekerjaan rumah. Terlalu
banyaknya pekerjaan kantor terkadang membuat karyawan jadi kurang fokus dalam mengurus
keluarganya. Solusi yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah memberikan pengertian
kepada anggota keluarga bahwa karyawan tersebut juga mempunyai tanggung jawab atas pekerjaan
kantornya dan pintar dalam membagi porsi antara urusan keluarga dan kantor.
Konflik lain yang muncul yaitu konflik antar karyawan karena adanya kesalahpahaman ataupun
perbedaan pendapat. Solusi yang mereka lakukan adalah dengan memberikan penjelasan mengenai apa
yang sebenarnya terjadi atau melakukan klarifikasi. Selain itu karyawan juga dapat meminta bantuan
atasannya dalam memberikan keputusan atas solusi untuk konflik tersebut.
Konflik semacam itu memang tak terelakkan pada setiap perusahaan. Penanganan konflik yang
terjadi seperti yang disebutkan diatas sudah cukup baik. Dengan membagi porsi yang adil untuk masingmasing pekerjaan rumah dan kantor serta memberikan penjelasan atas kesalahpahaman memang hal yang
baik dilakukan untuk mengatasi konflik-konflik umum seperti itu. Seperti yang dikatakan Gibson (2012),
organisasi juga dapat membantu dengan memberikan konseling profesional kepada karyawan yang
memiliki masalah. Maka dari itu keputusan karyawan untuk menyerahkan solusi atas konflik kepada
atasan juga dapat dikatakan sebagai cara yang tepat.
Selanjutnya tahap role-taking phase, di mana atasan ingin melihat kemampuan dan motivasi dari
karyawan baru tersebut. Atasan dapat memberikan beberapa aktivitas atau tugas kepada karyawan, dengan
melihat respon dari karyawan tersebut (Miller, 2012). Pada saat karyawan CorSec diberikan tugas pertama
kali oleh atasan, yang mereka rasakan adalah gugup dan bingung. Meskipun begitu, mereka tidak
menyerah begitu saja dan malah berupaya memberikan yang terbaik untuk menyelesaikan tugas
pertamanya itu. Dengan hal tersebut, karyawan menunjukkan ke atasan bahwa mereka memiliki motivasi
dan semangat dalam pekerjaan. Mereka akan berinisiatif bertanya kepada karyawan lain, memperlihatkan
kesungguhan dan kemampuan mereka dalam menyelesaikan tugas.
Karyawan pada divisi CorSec juga melakukan negosiasi atau komunikasi dua arah pada saat
pemberian tugas. Atasan dan bawahan dapat berdiskusi mengenai tugas yang diberikan, jika atasan
memberikan banyak tugas kepada karyawan, karyawan tersebut dapat melakukan negosiasi. Mereka dapat
bertanya kepada atasan mengenai prioritas dari masing-masing tugas, mana yang harus selesai lebih dulu,
maka karyawan akan mendahulukan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Karyawan juga dapat
mengatakan kepada atasannya bila mereka membutuhkan bantuan dari karyawan lain untuk
menyelesaikan tugas. Hal ini masuk ke tahap role-making phase, proses dimana bawahan melakukan
negosiasi terhadap tugas-tugas yang diminta oleh atasan. Bawahan dapat memberikan masukan kepada
atasan, jadi mereka pun dapat saling bertukar informasi dalam pekerjaan. Fase ini semua pihak harus
menghargai pihak lainnya dan bersikap adil (Miller, 2012).
Dengan adanya negoisasi ini, maka kedua pihak akan saling mengerti satu sama lain. Karyawan yang
merasa butuh bantuan akan bilang ke atasannya, dan atasan yang terbuka dalam berkomunikasi pun juga
akan membantu karyawan tersebut. Disini akan timbul kerjasama yang baik antara atasan dengan
bawahannya sehingga tugas pun dapat terselesaikan dengan baik pula. Pada fase ini hubungan karyawan
dengan atasan dikategorikan menjadi dua yaitu; In-Group (tingkat kepercayaan tinggi, penghargaan dan
dukungan tinggi) dan Out-Group (tingkat kepercayaan rendah, penghargaan dan dukungan rendah).
Tahap akhir, role-routinization phase. Fase ini hubungan tersebut dikategorikan menjadi dua yaitu;
In-Group (tingkat kepercayaan tinggi, penghargaan dan dukungan tinggi) dan Out-Group (tingkat
kepercayaan rendah, penghargaan dan dukungan rendah) (Miller, 2012). Negosiasi atau masukkan dari
karyawan pada tahap sebelumnya, membuat atasan menjadi mengerti para karyawannya dalam
memberikan tugas kepada mereka. Atasan dapat melihat adanya motivasi dari karyawan terhadap
tanggung jawab dalam bertugas, hal ini membangun kepercayaan atasan kepada para bawahannya. Maka
dari itu, karyawan pada divisi CorSec ini dapat dimasukkan kedalam kategori In-Group. Karyawan
mendapatkan tingkat kepercayaan yang tinggi serta dukungan dari atasan.
Komunikasi organisasi internal yang terjadi pada divisi CorSec Pertamina yaitu antara atasan
dengan bawahan, seperti misalnya pada saat Manager Internal Communication masuk ke ruangan anak
buahnya dan saling mengobrol. Topik obrolannya pun beragam, bisa seputar pekerjaan yang diminta
Manager untuk dikerjakan oleh anak buahnya maupun mengenai kebijakan-kebijakan perusahaan atau
mengenai pemerintahan yang menyangkut perusahaan. Komunikasi juga terjadi antar sesama karyawan,
seperti misalnya para karyawan pada divisi Media. Para karyawan sering membagi tugas untuk tugas
liputan sebuah acara dan saling memberi masukan dan bertukar informasi.
Tidak hanya itu, komunikasi juga terjadi pada karyawan antar divisi. Seperti contohnya pada
rapat rutin yang diadakan oleh CorSec. Karyawan dari divisi Internal Communication, Brand
Management, CSR, Media dan Eksternal Communication berkumpul disuatu ruangan dan saling
berinteraksi. Selain itu, antar divisi juga sering meminta bantuan satu sama lainnya. Bahkan sering pula
karyawan diluar CorSec menelepon ke nomor ekstension karyawan CorSec dalam memberikan informasi
atau ingin menanyakan suatu hal. Dapat disimpulkan bahwa komunikasi organisasi internal yang ada pada
divisi CorSec ini berjalan dengan baik. Semua karyawan terlibat dalam komunikasi, baik itu atasan dengan
bawahan, sesama karyawan serta karyawan antar divisi. Dalam berkomunikasi yang menjadi bahan
obrolan juga seputar perusahaan, jadi komunikasi digunakan sebagai proses penyampaian pesan untuk
kepentingan perusahaan.
Pada divisi Corsec di Pertamina, komunikasi verbal dilakukan secara langsung dan tidak
langsung, baik itu lisan maupun tulisan. Komunikasi langsung adalah dengan tatap muka dan secara lisan.
Terjadi pada saat berinteraksi langsung atau mengobrol. Pada saat mengobrol ini juga karyawan sering
menggunakan bahasa daerah tempat mereka berasal, seperti bahasa Medan, Sunda dan Jawa. Terdapat
pula panggilan khusus untuk beberapa karyawan CorSec, seperti panggilan “Abah” untuk Manager
Internal Communication.
Untuk komunikasi verbal tidak langsung, karyawan biasa menggunakan media. Media yang
dipakai seperti telepon, memo atau post it, social messanger seperti grup WhatsApp dan social media
seperti Path. Pada grup WhatsApp tersebut terdapat grup CorSec yang diramaikan oleh seluruh karyawan
CorSec. Penggunaan komunikasi verbal disini dirasa sudah berjalan cukup baik. Karena karyawan CorSec
dapat memanfaatkan berbagai media untuk saling berkomunikasi pada saat tidak bisa berkomunikasi
secara langsung. Dengan adanya panggilan khusus ke beberapa karyawan, dapat menunjukkan bahwa
hubungan antar karyawan tersebut sangat dekat bahkan tidak hanya sekedar hubungan pekerjaan.
Komunikasi non-verbal dapat terbentuk dari bahasa tubuh, intonasi, ekspresi wajah dan physical
distance (jarak fisik). Komunikasi non-verbal dapat menjadi isyarat ataupun dapat mendukung komunikasi
verbal yang dilakukan karyawan. Intonasi, bahasa tubuh dan ekspersi wajah juga dilakukan oleh karyawan
CorSec dapat dikenali dan diartikan oleh lawan bicaranya. Seperti contohnya, ada karyawan yang terlihat
murung, karyawan lainnya akan menghampiri dan bertanya apakah ada masalah. Jika benar ada masalah
maka karyawan lainnya akan mencoba membantu dengan memberkan masukan atau menjadi tempat
bercerita karyawan yang sedang bermasalah tersebut.
Komunikasi organisasi internal dapat membantu proses sosialisasi yang dilakukan karyawan.
Dengan adanya komunikasi atau berinteraksi dengan karyawan lain, karyawan baru tersebut mendapatkan
informasi mengenai perusahaan ataupun pekerjaan.Komunikasi yang dapat membantu proses sosialisasi
ini terjadi di berbagai kesempatan. Dapat terjadi pada saat karyawan sedang berkumpul di kegiatan formal
maupun informal. Kegiatan formal seperti pada saat rapat, dalam rapat pasti ada interaksi yang terjadi.
Disini karyawan baru tersebut akan mendapatkan informasi tambahan mengenai perusahaan maupun
budaya organisasi dengan mendengarkan pembicaraan karyawan lain atau ikut bertanya.Pada kegiatan
informal yaitu seperti pada kegiatan jogging bareng atau kegiatan outing lainnya. Dengan mengobrol
dengan karyawan lainnya, ini akan membantu karyawan tersebut menjadi lebih dekat hubungannya
dengan lawan bicaranya (beradaptasi dengan lingkungan). Karyawan baru tersebut juga dapat bertanya
atau mengobrol mengenai perusahaan, baik itu dengan atasan ataupun sesama karyawan.
SIMPULAN DAN SARAN
Dari data yang telah dikumpulkan selama tiga bulan terhitung dari bulan Maret sampai Mei 2015,
serta berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
budaya organisasi yang ada di Pertamina khususnya CorSec yaitu 6C. 6C adalah clean, confident,
competitive, capable, costumer focus dan commercial. Selain itu, terdapat budaya organisasi berupa
kegiatan rutin yang ada di divisi CorSec yaitu HSE Meeting, gathering, jogging setiap hari Rabu setelah
jam kantor dan nonton bersama di bioskop.
Proses sosialisasi karyawan CorSec meliputi tiga tahap, pertama yaitu anticipatory socialization.
Pencarian informasi mengenai perusahaan dan budaya organisasi sebelum menjadi karyawan dilakukan
melalui beberapa media seperti internet, koran dan bertanya kepada rekan yang merupakan karyawan
Pertamina. Tahap kedua adalah accomodation, individu menjadi karyawan tetap dan belajar mengenai
pekerjaan di divisinya, belajar menerapkan tata nilai perusahaan dan belajar berinteraksi dengan
lingkungan perusahaan, baik itu internal maupun eksternal perusahaan. Tahap role management, konflik
yang dirasakan karyawan adalah konflik antar tugas kantor dengan tugas rumah dan konflik antar
karyawan yang terjadi karena kesalahpahaman atau perbedaan pendapat. Terdapat tiga fase dalam role
development yaitu role taking phase, karyawan mendapat tugas pertama dan merasa gugup namun
berusaha yang terbaik dalam menyelesaikan tugasmya. Kemudian role making phase, karyawan
melakukan negosiasi dengan atasan atas tugas yang diberikan. Terakhir role routinization phase,
karyawan dengan atasan saling mengerti dan karyawan dimasukkan ke dalam kategori In-Group yaitu
memiliki motivasi yang tinggi dan diberikan kepercayaan oleh atasan.
Komunikasi organisasi internal dapat membantu proses sosialisasi yang dilakukan karyawan.
Komunikasi dapat dilakukan di berbagai kesempatan, kegiatan formal maupun informal. Kegiatan formal
seperti pada saat rapat, sedangkan kegiatan informal seperti pada saat kegiatan olahraga bersama.
Karyawan berkomunikasi atau melakukan interaksi dengan karyawan lainnya, karyawan baru tersebut
dapat bertanya dan mendapatkan informasi mengenai perusahaan dan budaya perusahaan. Komunikasi
sudah dilakukan dengan baik karena terjadi di berbagai kegiatan.
Setelah mendapatkan hasil penelitian, beberapa hal yang dapat disarankan peneliti adalah Bagi
peneliti selanjutnya, disarankan untuk meneliti mengenai proses sosialisasi yang dilakukan oleh
manajemen perusahaan dalam menerapkan budaya organisasi kepada karyawan. Peneliti selanjutnya dapat
menggunakan metode kuantitatif untuk mengukur keberhasilan budaya organisasi yang telah diterapkan di
Pertamina. Kemudian budaya organisasi yang di terapkan di Pertamina dan pada divisi CorSec agar di
pertahankan. Diharapkan bagi seluruh karyawan, budaya organisasi ini tidak hanya dianggap sebagai
warisan perusahaan saja tetapi juga di terapkan secara nyata agar semua anggota perusahaan bersikap
sesuai dengan nilai-nilai yang telah ditetapkan demi tercapainya visi dan misi perusahaan. Pada budaya
organisasi dalam kegiatan rutin seperti jogging bersama di Monas setelah pulang kantor setiap hari Rabu
agar semua karyawan CorSec dapat selalu ikut serta, karena kegiatan seperti ini sangat bermanfaat untuk
internal engagement. Untuk masyarakat, yang ingin memasuki suatu organisasi atau perusahaan harus bisa
beradaptasi dengan lingkungan perusahaan yang meliputi pekerjaan, budaya organisasi dan interaksi
dengan karyawan lainnya. Menerapkan budaya organisasi sangat penting agar dapat bertahan di
perusahaan tersebut.
REFERENSI
Buku.
Daymon, C., Immy Holloway. (2008). Metode-Metode Riset Kualitatif: Dalam Public Relations &
Marketing Communication. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka
Gibson, L.J., John M. Ivancavich., James H. Donnelly Jr., Robert Konopaske. (2012). Organizatonal
Behavior, Structure, Process. 14th Edition. New York, USA: Mc.Graw-Hill
Miller, K. (2012). Organizational Communication: Approaches and Processes. 6th Edition. Wadsworth:
Lyn Uhl
Mulyana, D. (2010). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Purwanto, D. (2006). Komunikasi Bisnis. 3rd Edition. Jakarta: Erlangga
Raco. R.J. (2010). Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya. Jakarta: PT
Gramedia Widiasarana Indonesia
Robbins, P.S., Timothy A. Judge. (2013). Organizational Behavior. USA: Pearson Education, Inc.
Publishing as Prentice Hall
Romli, K. (2014). Komunikasi Organisasi Lengkap. Jakarta: PT. Grasindo
Sekaran, U., Roger Bougie. (2013). Research Methods for Business. A skill Building Approach. 6th
Edition. Sother Gate: John Wiley & Son Ltd.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta
Tika, P.M. (2012). Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Wiryanto. (2005). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Gramedia Wiasarana Indonesia
Jurnal.
Hardjana. A.A. (2010). Sosialisasi dan Dampak Budaya Organisasi. Jurnal Ilmu Komunikasi. 7 (1): 11,
15-16
Skripsi.
Hidayah, Q.N. (2014). Peranan Komunikasi Internal Dalam Sosialisasi Budaya Kopi Pada PT. Media
Televisi Indonesia/Metro TV.Komunikasi Pemasaran. Skripsi S1. Universitas Bina Nusantara,
Jakarta
RIWAYAT PENULIS
Nabila Priyanka, lahir di Jakarta pada 17 Juni 1994. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Bina Nusantara
University jurusan Marketing Communication dengan bidang Public Relations pada tahun 2015. Penulis
sempat aktif di Himpunan Mahasiswa Marketing Communication (HIMMARCOMM) menjadi Public
Relations periode 2013.
Download