BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Saham
1. Pengertian Saham
Saham adalah tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau
badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham
adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut
adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi
kepemiikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di
perusahaan tersebut. (Tjiptono Darmaji dan Hendy M Fakhrudin, 2001: 5).
Pengertian saham menurut Sutrisno (2005:108) adalah, “Surat bukti
kepemilikan perusahaan yang memberikan penghasilan tidak tetap”.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa saham merupakan
tanda bukti kepemilikan seseorang atau badan terhdap suatu perusahaan
sesuai denan proporsinya. Dengan memiliki saham, seseorang atau suatu
badan mempunyai kepentingan langsung terhadap tujuan atau misi
perusahaan. Pemegang saham juga mempunyai hak-hak tertentu, antara
lain hak untuk menerima dividen dan memperoleh keuntungan atas selisih
harga saham apabila saham tersebut dijual. Selain itu seseorang atau badan
yang mempunyai saham memiliki hak suara dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS)
7
2. Jenis-jenis saham
Ditinjau dari kemampuan dalam hak tagih atau klaim, saham
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Saham Biasa (Common Stock), yaitu hak residu perusahaan yang
menanggung risiko terbatas bila terjadi kerugian dan menerima
manfaat bila terjadi keuntungan. Saham ini tidak dijamin akan
menerima dividen atau pembagian aktiva bila peusahaan dilikuidasi.
Namun pemegang saham biasa umumnya mengendalikan manajemen
perusahaan dan memperoleh laba yang lebih besar apabila perusahaan
sukses. Apabila perusahaan hanya memiliki satu terbitan saham yang
diotorisasi, maka menurut definisinya terbitan itu disebut sebagai
saham biasa, apakah disebutkan dalam anggaran dasar atau tidak.
(Kieso, Weygandt, dan Warfield: 2002: 309). Investor yang membeli
saham biasa akan mengambil risiko yang paling besar dalam
perseroan, karena perseroan tidak pernah berjanji untuk membayar
mereka. Jika perusahaan memiliki kinerja yang buruk, maka pemegang
saham dapat kehilangan bagian setelah terpenuhinya kewjiban
perusahaan kepada kreditor, karyawan, pemerintah dan pemegang
saham preferen. Sebaliknya, jika kinerja perusahaan baik, pemegang
saham biasa akan mempeoleh bagian yang lebih besar karena
pemegang saham biasa berhak atas seluruh keuntungan setelah
dikurangi oleh seluruh kewajiban kepada pihak lainnya. Singkatnya,
pemegang saham biasa memiliki risiko yang lebih besar tetapi
memiliki potensi keuntungan yang lebih besar.
b. Saham Preferen (Preferred Stock), adalah saham dengan kelas khusus
yang ditetapkan sebaga “preferen” (istimewa) karena saham ini
memiliki beberapa preferensi atau kelebihan yang tidak dimiliki oleh
saham biasa. Karakteristik berikut adalah yang paling sering berkaitan
dengan penerbitan saham preferen: preferensi atas dividen; preferensi
atas aktiva pada saat dilikuidasi; dapat dikonversi menjadi saham
biasa; dapat ditebus pada opsi perseroan; tidak mempunyai hak suara.
Adapun karakteristik yang membedakan saham preferen dengan saham
biasa mungkin terletak pada sifatnya yang lebih tertutup dan negative
di samping preferensinya; misalnya, saham preferen tidak memiliki
hak suara, tidak kumulatif, dan nonpartisipasi. (Kieso, Weygandt, dan
Warfield: 2002: 325-326). Sementara pengertian saham preferen
menurut Skousen (2001: 734): “Saham preferen adalah jenis saham
dimana pemegang saham melepas hak suaranya sebagai ganti hak
khusus seperti hak untuk mendapatkan dividen terlebih dahulu”.
Saham preferen serupa dengan saham biasa karena dua hal yaitu
mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh
tempo yang tertulis di atas lembaran saham tersebut, dan membayar
dividen. Oleh
karena saham preferen diperdagangkan berdasarkan
hasil yang ditawarkan kepada investor, maka secara praktis saham
preferen dipandang sebagai surat berharga dengan pendapatan tetap.
Investor yang membeli saham preferen akan dihadapkan pada risiko
yang lebih kecil dibandingkan dengan pemegang saham biasa. Salah
satu faktor mengapa investor membeli saham preferen karena
pemegang saham preferen memperoleh dividen dalam jumlah yang
tetap.
Ditinjau dari kinerja perdagangan, maka saham dikategorikan atas:
a. Blue-chips stocks, yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang
memiliki reputasi tinggi, sebagai leader di industri sejenis, memiliki
pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen
b. Income Stocks, yaitu saham dari suatu emiten yang memiliki
kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang
dibayarkan pada tahun sebelumnya. Emiten seperti ini biasanya
mampu menciptakan pendapatan lebih tinggi dan secara teratur
membagikan dividen tunai. Emiten ini tidak suka menekan laba dan
tidak mementingkan potensi pertumbuhan harga saham.
c. Growth Stocks, yaitu saham-saham dari emiten yang memiliki
pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai leader di industri sejenis
yang mempunyai reputasi tinggi. Selain itu, terdapat juga growth
stocks (lessor-known), yaitu saham dari emiten yang tidak sebagai
leader dalam industri namun memiliki end growth stocks. Umumnya
saham ini berasal dari daerah dan kurang populer di kalangan emiten.
d. Speculative Stocks, yaitu saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara
konsisten mempeoleh penghasilan dari tahun ke tahun akan tetapi
mempunyai kemu ngkinan penghasilan yang tinggi di masa mendatang
meskipun belum pasti.
e. Counter Cyelical Stocks, yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh
kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat
resesi ekonomi harga saham ini tetap tinggi, dimana emitennya mampu
memberikan dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuan
emiten dalam memperoleh penghasilan yang tinggi pada masa resesi.
Emiten seperti ini biasanya bergerak dalam produk yang sangat dan
selalu dibutuhkan masyarakat seperti rokok dan consumer goods.
Ditinjau dari cara peralihannya, saham dibedakan atas:
a. Saham Atas Tunjuk (bearer stock), artinya pada saham tersebut tidak
tertulis nama pemiliknya, agar mudah dipindahtangankan dari investor
yang satu ke investor yang lainnya. Secara hukum, siapa yang
memegang saham tersebut, maka dialah yang diakui sebagai
pemiliknya dan mempunyai hak untuk hadir dalam RUPS.
b. Saham Atas Nama (Registred Stock), merupakan saham yang ditulis
dengan jelas siapa nama pemiliknya, dimana cara peralihannya harus
melalui prosedur tertentu.
3. Penerbitan Saham
Dalam penerbitan saham, prosedur berikut ini harus dilakukan oleh
perusahaan (Jogiyanto, 2003:88), antara lain:
a.
Saham harus diotorisasi oleh negara bagian (pemerintah), umunya
dalam suatu sertifikat atau akta perusahaan.
b. Saham ditawarkan (di pasar bursa) untuk dijual dan dibuat kontrak
untuk menjual saham itu.
c. Dana dari saham dikumpulkan dan saham diterbitkan.
4. Nilai Saham
Saham memiliki tiga macam nilai yaitu nilai nominal (par value),
nilai efektif (market value) dan nilai intrinsik (Anoraga dan Pakarti,
2001:56)
Nilai buku merupakan nilai saham menurut pembukuan perusahaan.
Nilai buku ini ditunjukkan dalam bentuk nilai nominal (par value), agio
saham, nilai modal yang disetor (additional paid-in capital) dan laba yang
ditahan (retained earnings). Nilai nominal dari suatu saham merupakan
nilai kewajiban yang ditetapkan untuk tiap-tiap lembar. Agio saham
merupakan selisih yang dibayar oleh pemegang saham kepada perusahaan
dengan nilai nominal sahamnya. Nilai modal yang disetor merupakan total
yang dibayar oleh pemegang saham kepada perusahaan emiten untuk
ditukarkan dengan saham preferen atau saham biasa. Laba ditahan
merupakan laba perusahaan yang tidak dibagikan kepada pemegang
saham.
Nilai pasar adalah harga yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu
yang ditentukan oleh pelaku pasar yaitu permintaan dan penawaran saham
bersangkutan di pasar bursa.
Nilai intrinsik atau sering disebut juga nilai fundamental merupakan
nilai yang sebenarnya dari suatu saham (Idris: 2005: 13).
Analisis terhadap harga pasar saham pada umumnya bertujuan untuk
memperkirakan nilai yang layak bagi saham tersebut. Tentunya jika nilai
yang seharusnya dari suatu saham (nilai intrinsik) tersebut lebih besar dari
harga pasar saham itu, maka saham tersebut dinilai undervalued (harga
saham lebih rendah) jika sebaliknya maka saham tersebut dinilai
overvalued (harga saham lebih tinggi).
Setiap lembar saham hanya diterbitkan sekali oleh perusahaan dan
setelah itu dapat diperdagangkan oleh investor beberapa kali. Biasanya
saham dibeli secara tunai oleh masyarakat dan perusahaan melalui bursa
saham seperti Bursa Efek Indonesia (BEI) dan dari investor perorangan
dan lembaga keuangan yang bukan merupakan perusahaan yang
mengeluarkan saham itu sendiri. Investasi dicatat pada jumlah yang
dibayar yang sudah termasuk komisi pialang, pajak dan biaya-biaya
lainnya yang berkaitan dengan harga pembelian.
Saham-saham
meningkatkan
yang
nilainya,
berasal
akan
dari
perusahaan
menyebabkan
yang
investor
berhasil
menikmati
keuntungan dari penjualan saham yang dimiliki pada harga yang tinggi.
Setiap investor dihadapkan pada risiko akan adanya penurunan harga
saham yang mengakibatkan mereka tidak dapat menerima pembagian
dividen yang besar. Jika perusahaan tidak dapat memenuhi keinginan
mereka untuk mendapatkan tingkat pengembalian seperti yang mereka
harapkan, maka mereka akan menjual saham yang mereka miliki dan akan
menyebabkan harga saham perusahaan akan turun.
B. Risiko dan Return Saham
Ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan oleh investor dalam
pengambilan keputusan untuk berinvestasi, yaitu risiko (risk) dan tingkat
pengembalian (return) suatu keputusan investasi yang lebih berisiko tentu
diharapkan memberikan imbalan yang lebih besar, yang dalam keuangan lebih
dikenal “High Risk High Return”. Ada trade off antara risk dan return,
sehingga dalam pemilihan berbagai alternatif keputusan investasi yang
mempunyai risiko dan tingkat pengembalian yang berbeda-beda, investor
perlu memperhitungkan risiko atas keputusan yang diambilnya.
1. Definisi Risiko
Risiko adalah peluang bahwa beberapa kejadian yang tidak
menguntungkan akan terjadi.
Menurut Keown, Scott, Marten dan Petty (1999:199): Risiko adalah
penyimpangan arus kas yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
Semakin besar rentang penyimpangan yang mungkin terjadi, maka akan
semakin besar risikonya.
Risiko investasi menurut Hartono dalam tesis Sriwahyuni (2002:8)
dapat dibagi dua, yaitu:
a.
Diversifiable Risk (Unique Risk / Unsystematic Risk) adalah bagian
dari risiko yang dapat diperhitungkan dengan membentuk portofolio.
Risiko jenis ini adalah risiko yang melekat pada suatu perusahaan
sehingga hal buruk yang terjadi dalam suatu perusahaan dapat
diimbangi dengan hal baik yang terjadi di perusahaan lain.
b. Nondiversifiable Risk (Market Risk / Systematic Risk) adalah risiko
yang tidak dapat dikurangi dengan cara diversifikasi. Risiko ini adalah
risiko yang terjadi karena kejadian-kejadian di luar kegiatan
perusahaan.
Dengan bertambahnya saham atau sekuritas di dalam suatu portofolio
maka tingkat risiko yang ada semakin menurun. Hal ini trjadi karena
dilakukan diversifikasi resiko (Non-systematic Risk). Namun ada juga
risiko yang tidak dapat di diversifikasi yang disebut nondiversifiable risk
(Systematic Risk), setelah non systematic risk dieliminasi, maka yang
tersisa adalah systematic risk. Risiko ini tidak dapt dihindari, karena
bagaimanapun pandainya investor mendiversifikasi, risiko pasar secara
keseluruhan tidak dapat dihindari. (Andi Wijaya: 2002: 101).
Agar risiko bisa dikendalikan, maka investor harus melakukan
penyebaran risiko atau spreading of risk. Untuk menyebarkan risiko,
investor perlu memperbanyak jenis saham yang dimiliki. Jika hanya
memiliki satu jenis saham saja maka risiko yang dihadap relatif besar,
sehingga apabila perusahaan yang mengeluarkan saham bangkrut, maka
investor juga akan ikut bangkrut. Oleh karena itu perlu mempunyai
beberapa jenis saham, sehingga apabila satu saham mengalami kerugian,
saham yang lainnya masih mendapatkan keuntungan. Kombinasi beberapa
jenis saham disebut portofolio saham (Sutrisno: 2005: 334).
Dengan melakukan diversifikasi investasi maka risiko dapat
dikurangi tanpa mengorbankan tingkat pengembalian yang diharapkan,
atau dapat ditingkatkan pengembalian yang diharapkan tanpa harus
menanggung risiko yang lebih besar. Akan tetapi ada risiko yang tidak
dapat dieliminasi dalam diversifikasi portofolio, yaitu risiko pasar atau
risiko sistematis (disimbolkan dengan beta). (Bringham dan Houston:
2001: 199).
2. Definisi Return Saham
Tingkat pengembalian yang selanjutnya disebut return saham
merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return merupakan hasil
yang diharapkan oleh para investor atas investasinya. Return dapat berupa
return realisasi yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum
terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa yang akan datang.
Return Realisasi (Realize Return) merupakan return yang telah
terjadi. Return realisasi dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi
penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari
perusahaan. Return historis ini juga berguna sebagai dasar penentuan
return ekspektasi (expected return) dan risiko di masa yang akan datang.
Return realisasi merupakan selisih harga sekarang relatif terhadap harga
saham sebelumnya atau dapat dihitung dengan rumus: Pt – Pt-1 /Pt-1
Return ekspektasi adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh
para investor di masa yang akan datang. Berbeda dengan return realisasi
yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi sifatnya belum terjadi. Retur
ekspektasi merupakan return yang harus diestimasi.
Menurut Brown dan Worner (1985) ada 3 (tiga) model yang dapat
diganakan untuk mengestimasi return ekspektasi, antara lain:
a. Model Disesuaikan Rata-Rata (Mean Adjusted Model)
Model ini menganggap bahwa return ekspektasi bernilai konstan
(tetap) yang sama dengan rata-rata return realisasi sebelumnya selama
periode estimasi.
b. Model Pasar (Market Model)
Model ini mengansumsikan bahwa return suatu saham akan
dipengeruhi oleh return pasar. Besarnya pengaruh tersebut dicerminkan
oleh nilai beta dari sekuritas tersebut. Model iini melalui 2 (dua) tahap,
yaitu:
1) Membentuk model ekspektasi dengan menggunakan data realisasi
selama periode estimasi;
2) Menggunakan model ekspektasi ini untuk mengestimasi return
ekspektasi di periode jendela.
3) Model Pasar Disesuaikan (Market Adjusted Model)
Model ini menganggap bahwa penduga terbaik untuk mengestimasi
return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat tersebut.
Walaupun sama-sama menggunakan return indeks pasar sabagai
penduga, namun model ini tidak menggunakan periode estimasi untuk
membentuk model esyimasi sebagaimana digunakan dalam model
pasar (Market Model). (Idris: 2005:15).
Lebih jauh lagi mengenai return saham menurut Agnes Sawir
(2004:3) : Tingkat pengembalian adalah imbalan yang diharapkan akan
diperoleh di masa mendatang, sedangkan risiko diartikan sebagai
ketidakpastian dari imbalan yang diharapkan. Risiko adalah kemungkinan
terjadinya penyimpangan dari rara-rata tingkat pengembalian yang
diharapkan
yang
dapat
diukur
dengan
standar
deviasi
dengan
menggunakan statistika.
Menurut Keown, Scott, Marten, Petty (1999: 203): Tingkat
pengembalian yang diinginkan investor dapat didefinisikan sebagai tingkat
pengembalian minimum yang dibutuhkan yang dapat menarik para
investor untuk membeli atau memiliki sekuritas.
Sedangkan menurut (Bringham dan Houston: 2001: 181): Tingkat
pengembalian yang diharapkan (expected rate of return) adalah tingkat
pengembalian yang diharapkan akan direalisasi dari investasi; rata-rata
tertimbang dari distribusi probabilitas atas hasil yang mungkin.
C. Dividend Yield
1. Pengertian Dividen
Istilah dividen menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
sebagai:
a. Bagian laba atau pendapatan perusahaan yang besarnya ditetapkan oleh
direksi serta disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
untuk dibagikan kepada para pemegang saham;
b. Sejumlah uang yang berasal dari hasil keuntungan yang dibayarkan
kepada pemegang saham sebuah perseroan.
“Dividen merupakan pembagian sisa laba bersih perusahaan yang di
distrubusikan kepada pemegang saham melalui RUPS” (Tjiptono Darmadji
dan Hendi M, 2001: 127)
Sedangkan pengertian dividen menurut Skousen K. Red. dkk (2001:
757): “Dividen adalah pendistribusian laba secara proporsional kepada
para pemegang saham sesuai jumlah saham yang dimiliki”. Dari berbagai
pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa dividen merupakan pembagian
laba yang diterima oleh pemegang saham sesuai dengan proporsi saham
yang dimilikinya dalam suatu perusahaan yang diputuskan melalui Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS).
2. Pengungkapan Dividen
PSAK No. 21 mengenai Akuntansi Ekuitas paragraf 22 menjelaskan
bahwa kewajiban perusahaan untuk membagikan dividen timbul pada saat
deklarasi dividen, dan dengan demikian pada saat tersebut saldo laba akan
dibebani dengan jumlah dividen termaksud. Kewajiban yang timbul
lazimnya disajikan dalam kelompok kewajiban lancar. Bila dividen
dibagikan dalam bentuk aset bukan kas, maka saldo laba akan di debit
sebesar nilai wajar aset yang diserahkan. Dasar pencatatan untuk
pembagian dividen dalam bentuk aset bukan kas dan saham harus
diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
Pengungkapan dividen meliputi:
a. Jumlah dividen;
b. Dividen per lembar saham;
c. Bentuk dividen;
d. Batasan saldo laba minimum dalam kaitan dengan ketersediaan
dividen;
e. Utang dividen;
f. Utang dividen per lembar saham;
g. Pengumuman pembagian dividen;
h. Jumlah kapitalisasi dividen saham dan pecah-saham, per lembar dan
jumlah keseuruhan; dan
i. Laba per saham perlu disaji ulang (restated) berdasarkan jumlah saham
yang setara setelah pecah-saham agar dapat diperbandingkan.
3. Pengukuran Dividen
Dalam melihat besaran dividen yang dibagikan, investor dapat
menggunakan berbagai ukuran dari rasio keuangan antara lain dividend
coverage ratio dan dividend yield. Dividend coverage ratio mengukur
kemampuan
perusahaan
untuk
membayar
dividen
yaitu
dengan
membandingkan antara pendapatan perusahaan dan pembayaran bersih
dividen kepada pemegang saham. Rasio ini digunakan untuk mengukur
apakah perusahaan memiliki pendapatan yang cukup untuk membayar
dividen. rasio dihitung dengan membagi earning per share dengan
dividend per share. Nilai rasio yang kecil atau berkurang, akan
berpengaruh terhadap ekspektasi investor atas dividen yang akan diterima.
Ukuran dividen lain yang sering digunakan adalah dividend yield
yang proporsi jumlah pendapatan yang diterima investor terhadap harga
saham. Rasio dihitung dari jumlah dividen per saham yang diberikan
kepada pemegang saham dalam setahun dibagi dengan harga pasar per
lembar saham. Rasio ini dapat menjadi sinyal atas fundamental perusahaan
kepada investor. Namun investor perlu berhati-hati dalam melihat dividend
yield sebagai sinyal kesehatan perusahaan.
Dividend yield dapat memberikan sinyal yang memiliki dua makna
yang bertolak belakang. Perusahaan yang memiliki dividend yield rendah
dibandingkan dengan perusahaan lain dengan dividend yield yang tidak
rendah pada sektor yang sama, bisa berarti ada dua hal:
a. Harga saham perusahaan tinggi karena pasar menganggap perusahaan
memilki prospek yang impresif dan tidak terlalu khawatir tentang
pembayaran dividen perusahaan.
b. Perusahaan dalam masalah dan tidak mampu membayar dividen yang
wajar.
Sementara dividend yield yang tinggi dapat mengindikasikan
perusahaan yang “sakit” yang memilki harga saham tertekan (depressed
share price) sehingga harga saham terlalu kecil dan dividend yield besar.
4. Jenis-jenis Dividen
Adapun bentuk pembagian dividen menurut Kiesso Donald. E dkk
(2002) dapat berupa:
a. Dividen Tunai (Cash Dividend) adalah dividen yang dibayarkan dalam
bentuk kas. Hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan adalah jumlah
kas yang akan digunakan untuk membagikan dividen tersebut
mencukupi atau tidak. Membayarkan dividen berupa kas dapat
menyebabkan jumlah kas dan laba ditahan perusahaan.
b. Dividen Aktiva selain Kas (Property Dividend) adalah dividen yang
dibagikan dalam bentuk aktiva selain kas. Aktiva yang dibagikan bisa
berbentuk surat-surat berharga perusahaan, barang dagangan atau
aktiva lainnya.
c. Dividen Skrip (Script Dividend) adalah dividen yang terjadi apabila
peerusahaan tidak membayar dividen pada saat ini, tetapi dibayarkan
pada masa yang akan datang. Dividen skrip ini mungkin berbunga,
mungkin juga tidak.
d. Dividen Likuidasi (Liquidation Dividend) adalah dividen yang
sebagian merupakan pengembalian modal (pengembalian dari investasi
pemegang saham) dan bukan dari laba.
e. Dividen Saham (Stock Dividend) adalah pembagian dividen dalam
bentuk saham. Pembayaran dividen kepada para pemegang saham
tidak harus selalu berupa uang kas (cash dividend) tetapi bisa juga
dalam bentuk saham yang disebut dengan dividend stock (dividen
saham). Jadi pemberian dividend stock ini dilakukan dengan cara
mengubah sebagian dari laba ditahan (retained earnings) menjadi
modal saham yang pada dasarnya tidak akan mengubah jumlah modal
sendiri. Pemberian dividen dalam bentuk saham akan berdampak pada
meningkatnya jumlah saham yang beredar sehingga mengurangi nilai
per saham. Pembayaran dividen dalam bentuk dividen saham bertujuan
untuk menahan kas dalam membiayai aktivitas perusahaan yang
dihubungkan dengan pertumbuhan perusahaan.
5. Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen merupakan kebijakan yang kontroversial, karena
bila kebijakan ditingkatkan, arus kas masuk untuk investor akan
meningkat, maka akan menguntungkan investor. Bila dividen ditingkatkan,
laba ditahan yang direinvestasi dan pertumbuhan masa depan akan
menurun, sehingga merugikan investor, (Agnes Sawir: 2004: 137).
Kebijakan dividen akan sangat mempengaruhi nilai perusahaan.
Semakin tinggi dividen yang dibagikan kepada pemegang saham akan
mengurangi kesempatan perusahaan untuk mendapatkan sumber dana
intern dalam rangka meniadakan reinvestasi, sehingga dalam jangka
panjang akan menurunkan nilai perusahaan.
Ada beberapa bentuk pemberian dividen secara tunai atau cash
dividend yang dapat diberikan oleh perusahaan kepada pemegang saham
menurut Sutrisno (2005: 287), antara lain:
a. Kebijakan pemberian dividen stabil, artinya dividen akan diberikan
secara tetap per lembarnya untuk jangka waktu tertentu walaupun laba
yang diperoleh perusahaan berfluktuasi. Alasan perusahaan untuk
menjalankan kebijakan ini antara lain: bisa meningkatkan harga saham,
sebab dividen yang stabil dan dapat diprediksi dianggap mempunyai
risiko yang kecil; bisa memberikan kesan kepada para investor bahwa
perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang;
akan menarik investor yang memanfaatkan dividen untuk keperluan
konsumsi, sebab dividen selalu dibayarkan.
b. Kebijakan dividen yang meningkat. Perusahaan akan membayarkan
dividen kepada para pemegang saham dengan jumlah yang selalu
meningkat, dengan pertumbuhan yang stabil.
c. Kebijakan dividen dengan rasio yang konstan. Kebijakan ini
memberikan dividen yang besarnya mengikuti besar laba yang
diperoleh oleh perusahaan.
d. Kebijakan pemberian dividen reguler yang rendah ditambah ekstra.
Kebijakan pemberian dividen dengan cara ini, perusahaan menentukan
jumlah pembayaran dividen per lembar yang ditentukan kecil,
kemudian dtambahkan dengan ekstra dividen bila keuntungan
mencapai jumlah yang telah ditentukan oleh perusahaan.
Kebijakan dividen yang optimal menyeimbangkan dividen pada saat
ini dan pertumbuhan di masa yang akan datang yang memaksimumkan
harga saham perusahaan.
6. Mekanisme Pembayaran Dividen
Dalam mekanisme pembagian dividen terdapat tanggal-tanggal
penting yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Tanggal pengumuman (delaration date) yaitu tanggal dimana dewan
direksi mengumumkan hasil pengumuman Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) tentang adanya pembayaran dividen kepada pemegang
saham. Pada tanggal ini, perusahaan akan mencatat total dividen yang
dibagikan sebagai utang dalam neraca dalam perusahaan.
b. Tanggal ex-dividen (ex-dividend date) yaitu tanggal dimana investor
sudah tidak ada hak lagi atas pembagian dividen. Artinya investor yang
baru memperoleh saham perusahaan yang membagikan dividen pada
tanggal ini atau setelah tanggal ini tidak akan memperoleh dividen
yang dibagikan tersebut. Biasanya jangka waktunya adalah empat hari
kerja sebelum tanggal pencatatan pemilik saham yang berhak
memperoleh dividen.
c. Tanggal pencatatan (date of record) yaitu tanggal pencatatan
pemegang saham yang berhak menerima dividen. Investor yang
tercatat pada tanggal ini akan memperoleh dividen walaupun kemudian
tidak memegang saham yang dibagikan dividen tersebut.
d. Tanggal pembayaran (date of payment) merupakan mekanisme akhir
dalam
proses
pembayaran
dividen
dimana
perusahaan
akan
membayarkan dividen kepada para pemegang saham sesuai dengan
persyaratan melalui cek atau pembayaran lain.
Menurut Agnes Sawir (2004: 139), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibayarkan oleh
perusahaan kepada para pemegang saham, antara lain:
a. Posisi kas atau likuiditas perusahaan;
b. Kebutuhan pembayaran kembali utang perusahaan;
c. Tingkat ekspektasi yang tinggi memerlukan dana yang besar, sehingga
laba yang diperoleh lebih baik ditahan;
d. Akses perusahaan ke pasar bursa;
e. Posisi perusahaan dalam kelompok pajak. Jika pemegang saham
termasuk dalam kelompok pembayar pajak besar, mereka akan lebih
suka mempertahankan pay out ratio yang rendah. Keputusan
pemberian dividen dilakukan dalam RUPS yang diumumkan di media
massa.
7. Definisi Dividend Yield
Bagi pemegang saham (investor), arus kas yang akan diterimanya
sebagai trade off dari risiko atas investasi yang dilakukan adalah dalam
bentuk dividen. Dividend yield merupakan rasio dividen per lembar saham
terhadap harga saham. Hasil dividen (dividend yield) mengindikasikan
tingkat pengembalian kepada pemegang saham dari segi distribusi dividen
tunai. (Niswonger, Warren, Reeve, Fess: 1999: 506-507).
Dividend yield is a profitability measure that is computed by dividing
the annual dividends paid per share of common stock by the market price
per share on a specific date. (Warren: 2004: 344).
Walaupun hasil dividen dapat dihitung, baik untuk saham preferen
maupun saham biasa, namun biasanya hanya dihitung untuk saham biasa.
Hal ini karena sebagian besar saham preferen memiliki jumlah atau tingkat
dividen yang tetap. Sebaliknya jumlah dividen saham biasa umumnya
bervariasi dengan profitabilitas perusahaan.
Hasil dividen dapat diperoleh dengan cara membagi antara annual
dividend income per share terhadap current share price sebagai ukuran
jumlah income yang diterima investor dalam proporsi terhadap saham.
Variabel hasil dividen terkait dengan dividend per share, namun bedanya
adalah dengan menggunakan hasil dividen ini dapat mengetahui proporsi
dividen yang dibagikan dibandingkan harga saham pada saat tersebut.
Dividend yield digunakan untuk mengukur jumlah per saham relatif
terhadap harga pasar yang dinyatakan dalam persentase. Semakin besar
dividend yield, maka semakin baik.
Hasil dividen atas saham biasa merupakan fokus utama dari investor
yang tujuan utamanya adalah mendapatkan pengembalian dalam bentuk
dividen atas investasinya.
8. Hubungan antara Dividen dengan Return Saham
Kebijakan dividen akan selalu berhubungan dengan keputusan
pembagian earning perusahaan, dimana perusahaan harus mengambil
keputusan pembagian pendapatan seberapa besar earning tersebut yang
akan dibagikan sebagai dividen kepada para pemegang saham dan
seberapa besar pendapatan yang harus ditahan untuk reinvestasi.
Kebijakan dividen sebaiknya memperhitungkan kandungan informasi
dari dividen (pengisyaratan) dan pengaruh klientele. Kandungan informasi
atau
pengisyaratan,
berkaitan
dengan
kenyataan
bahwa
investor
menganggap perubahan dividen yang tidak diharapkan sebagai suatu
isyarat dari perkiraan manajemen atas laba di masa mendatang. Pengaruh
klientele menyatakan bahwa suatu perusahaan akan menarik bagi investor
yang menyukai kebijakan dividen perusahaan tersebut. Kedua faktor
tersebut harus dipertimbangkan perusahaan dalam kebijakan dividennya
(Brigham dan Houston: 2001: 104).
Dalam praktiknya, kebanyakan perusahaan mencoba mengikuti
kebijakan untuk membayar dividen yang naik secara mantap. Kebijakan
ini memberi investor suatu pendapatan yang stabil dan dapat diandalkan,
juga memberikan isyarat kepada para investor tentang harapan manajemen
akan laba di masa yang akan datang.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Idris (2005),
dimana pengumuman kenaikan dividen merupakan “kabar baik” bagi
investor dan implikasinya akan menyebabkan kenaikan harga saham
perusahaan. Sebaliknya, pengumuman penurunan dividen merupakan
“kabar buruk” bagi investor dan akan menyebabkan penurunan harga
saham, hal itu tidak terbukti.
Sedangkan menurut Agnes (2004: 137), ada bukti empiris bahwa
kenaikan dividen sering diikuti dengan kenaikan harga saham, sebaliknya
bahwa penurunan dividen sering diikuti dengan penurunan harga saham
(teori signaling hypothesis). Fenomena ini setidaknya memperlihatkan
bahwa investor lebih menyukai dividen dari pada capital gain. Sementara
Modigliani dan Miller berpandapat bahwa kenaikan dividen ini merupakan
suatu sinyal kepada para investor bahwa manajemen perusahaan
meramalkan suatu pengasilan yang baik di masa yang akan datang.
Sebaliknya, suatu penurunan dividen atau kenaikan dividen dibawah
kenaikan normal (biasanya) diyakini oleh para investor sebagai sinyal
bahwa perusahaan akan menghadapi masa sulit di masa mendatang.
Berbagai penelitian sebelumnya menunjukkan pengaruh positif atas
pembagian dividen. Penelitian Fuller dan Goldstein (2003) menunjukkan
bahwa pembagian dividen mempengaruhi return saham, dimana saham
perusahaan yang membagikan dividen menghasilkan return yang lebih
tinggi.
Penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa secara rata-rata terjadi
kenaikkan volume perdagangan pada sekitar tanggal pengumuman dividen
(Schleicher dkk. 2003). Penelitian ini akan mencoba melihat apakah
keputusan suatu perusahaan membagikan dividen tunai berhubungan
dengan keputusan investor dalam melakukan investasi yang dilihat dari
besaran frekuensi perdagangan dengan mempertimbangkan variable
lainnya.
Hal yang paling sulit yang harus dilakukan oleh perusahaan yaitu
apabila suatu perusahaan sudah menaikkan pembagian dividen dengan
tingkat yang cukup tinggi, maka perusahaan tersebut harus mampu
menjaga agar pembagian dividen pada waktu berikutnya harus teteap
tinggi, karena jika tidak, maka nilai perusahaan akan turun.
D Cash Flow Yield
1. Pengertian Cash Flow
PSAK No.2 (par.5) menyatakan pengertian arus kas sebagai berikut:
“ Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas atau setara kas”. Kas
terdiri dari saldo kas (cash on hand) dan rekening giro, sedangkan setara
kas (cash equivalent) adalah investasi yang sifatnya sangat likuid,
berjangka pendek, dan yang dengan cepat dijadikan kas dalam jumlah
tertentu tanpa menghadapi risiko perubahan nilai yang signifikan.
Menurut Kieso, Weygandt dan Warfield (2002: 237), Cash flow
statement (laporan arus kas) merupakan laporan yang menyajikan ikhtisar
terinci mengenai semua arus kas, baik arus kas masuk maupun arus kas
keluar, atau sumber dan penggunaan kas selama suatu periode tertentu.
Adapun tujuan utama laporan arus kas adalah menyediakan informasi
yang relevan mengenai penerimaan dan pembayaran kas sebuah
perusahaan selama peride tertentu. Untuk meraih tujuan ini, laporan arus
kas melaporkan:
a. Kas yang mempengaruhi operasi selama suatu periode.
b. Transaksi Investasi.
c. Transaksi pembiayaan.
d. Kenaikan atau penurunan bersih kas selama satu periode.
Sofyan (2005: 242) serta Govindrajan (1998) menilai bahwa dari
seluruh sistem pelaporan keuangan yang ada, cash flow accounting adalah
salah satu sistem yang lebih objektif dan mudah dimengerti. Laporan ini
mencoba menyatakan fakta dalam indikator akuntansi keuangan tanpa
harus ada taksiran atau pertimbangan subjektif dari akuntan pada suatu
periode.
Para investor biasanya melihat laba bersih sebagai indicator penting
dari kesehatan keungan dan prospek masa depan perusahaan. Walaupun
laba bersih menyediakan ukuran jangka panjang menyangkut keberhasilan
atau kegagalan perusahaan, namun kas merupakan hal terpenting bagi
seuah perusahaan.
2. Kegunaan Cash Flow
Kegunaan informasi yang terkandung dalam laporan arus kas (PASK
No.2) adalah:
a. Untuk membantu pengguna laporan menilai kemampuan suatu
perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas.
b. Memungkinkan untuk dikembangkannya model yang dapat menilai
dan membandingkan nilai sekarang dari arus kas masa depan (future
cash flow) dari berbagai perusahaan.
c. Dapat meningkatkan daya banding pelaporan kinerja operasi dari
berbagai perusahaan karena dapat meniadakan pengaruh penggunaan
perlakuan akuntansi yang berbeda terhadap transaksi dan peristiwa
yang sama.
d. Sebagai indikator dari jumlah, waktu dan kepastian arus kas masa
depan.
e. Untuk meneliti kecermatan dari estimasi arus kas masa depan yang
sudah dibuat sebelumnya dan dalam menentukan hubungan antara
profitabilitas dan arus kas bersih serta dampak perubahan harga.
3. Isi dan Format Cash Flow
Penerimaan kas dan pembayaran kas selama suatu periode
diklasifikasikan dalam laporan arus kas menjadi 3 (tiga) aktivitas berbeda.
Klisifikasi ini didefinisikan sebagai berikut:
a. Aktivitas operasi (operating activities) meliputi pengaruh kas dari
transaksi yang digunakan untuk menentukan laba bersih.
b. Aktivitas investasi (investing activities) meliputi pemberian dan
penagihan pinjaman serta perolehan dan pelepasan investasi (baik
hutang maupun ekuitas) serta properti, prabik, dan peralatan.
c. Aktivitas pembiayaan (financing activities) melibatkan pos-pos
kewajiban dan ekuitas pemilik. Aktivitas ini meliputi (a) perolehan
sumber daya dari pemilik dan komposisinya kepada mereka dengan
pengembalian atas dan dari investasinya, dan (b) peminjaman uang
dari kreditor serta pelunasannya.
Karena arus kas diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori seperti
diatas, maka laporan arus kas memilki format dasar sebagai berikut:
Laporan Arus Kas
Arus kas dari aktivitas operasi
$XXX
Arus kas dari aktivitas investasi
XXX
Arus kas dari aktivitas pembiayaan
XXX
Kenaikan (penurunan) bersih kas
XXX
Kas awal tahun
XXX
Kas akhir tahun
$XXX
Cara yang lebih canggih untuk memeriksa fleksibilitas keuangan
perusahaan adalah mengembangkan analisis arus kas bebas. Analisis ini
dimulai dengan kas bersih yang disediakan oleh aktivitas operasi dan
berakhir pada arus kas bebas (free cash flow), yang dihitung sebagai kas
bersih yang disediakan oleh aktivitas operasi dikurangi pengeluaran modal
dan dividen.
Arus kas bebas adalah jumlah arus kas diskresioner
perusahaan
untuk membeli investasi tambahan, melunasi hutangnya, membeli saham
treasuri, atau menaikkan likuiditasnya. Ukuran ini mengindikasikan tingkat
fleksibilitas keuangan perusahaan.
Dalam penelitian ini, penulis menghitung cash flow yield dengan cara
membagi arus kas yang disediakan oleh arus kas operasi dengan harga
saham selama satu periode tertentu.
Download