BAB II LANDASAN TEORI A. Saham 1. Pengertian Saham Saham adalah tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemiikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut. (Tjiptono Darmaji dan Hendy M Fakhrudin, 2001: 5). Pengertian saham menurut Sutrisno (2005:108) adalah, “Surat bukti kepemilikan perusahaan yang memberikan penghasilan tidak tetap”. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa saham merupakan tanda bukti kepemilikan seseorang atau badan terhdap suatu perusahaan sesuai denan proporsinya. Dengan memiliki saham, seseorang atau suatu badan mempunyai kepentingan langsung terhadap tujuan atau misi perusahaan. Pemegang saham juga mempunyai hak-hak tertentu, antara lain hak untuk menerima dividen dan memperoleh keuntungan atas selisih harga saham apabila saham tersebut dijual. Selain itu seseorang atau badan yang mempunyai saham memiliki hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 7 2. Jenis-jenis saham Ditinjau dari kemampuan dalam hak tagih atau klaim, saham dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: a. Saham Biasa (Common Stock), yaitu hak residu perusahaan yang menanggung risiko terbatas bila terjadi kerugian dan menerima manfaat bila terjadi keuntungan. Saham ini tidak dijamin akan menerima dividen atau pembagian aktiva bila peusahaan dilikuidasi. Namun pemegang saham biasa umumnya mengendalikan manajemen perusahaan dan memperoleh laba yang lebih besar apabila perusahaan sukses. Apabila perusahaan hanya memiliki satu terbitan saham yang diotorisasi, maka menurut definisinya terbitan itu disebut sebagai saham biasa, apakah disebutkan dalam anggaran dasar atau tidak. (Kieso, Weygandt, dan Warfield: 2002: 309). Investor yang membeli saham biasa akan mengambil risiko yang paling besar dalam perseroan, karena perseroan tidak pernah berjanji untuk membayar mereka. Jika perusahaan memiliki kinerja yang buruk, maka pemegang saham dapat kehilangan bagian setelah terpenuhinya kewjiban perusahaan kepada kreditor, karyawan, pemerintah dan pemegang saham preferen. Sebaliknya, jika kinerja perusahaan baik, pemegang saham biasa akan mempeoleh bagian yang lebih besar karena pemegang saham biasa berhak atas seluruh keuntungan setelah dikurangi oleh seluruh kewajiban kepada pihak lainnya. Singkatnya, pemegang saham biasa memiliki risiko yang lebih besar tetapi memiliki potensi keuntungan yang lebih besar. b. Saham Preferen (Preferred Stock), adalah saham dengan kelas khusus yang ditetapkan sebaga “preferen” (istimewa) karena saham ini memiliki beberapa preferensi atau kelebihan yang tidak dimiliki oleh saham biasa. Karakteristik berikut adalah yang paling sering berkaitan dengan penerbitan saham preferen: preferensi atas dividen; preferensi atas aktiva pada saat dilikuidasi; dapat dikonversi menjadi saham biasa; dapat ditebus pada opsi perseroan; tidak mempunyai hak suara. Adapun karakteristik yang membedakan saham preferen dengan saham biasa mungkin terletak pada sifatnya yang lebih tertutup dan negative di samping preferensinya; misalnya, saham preferen tidak memiliki hak suara, tidak kumulatif, dan nonpartisipasi. (Kieso, Weygandt, dan Warfield: 2002: 325-326). Sementara pengertian saham preferen menurut Skousen (2001: 734): “Saham preferen adalah jenis saham dimana pemegang saham melepas hak suaranya sebagai ganti hak khusus seperti hak untuk mendapatkan dividen terlebih dahulu”. Saham preferen serupa dengan saham biasa karena dua hal yaitu mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo yang tertulis di atas lembaran saham tersebut, dan membayar dividen. Oleh karena saham preferen diperdagangkan berdasarkan hasil yang ditawarkan kepada investor, maka secara praktis saham preferen dipandang sebagai surat berharga dengan pendapatan tetap. Investor yang membeli saham preferen akan dihadapkan pada risiko yang lebih kecil dibandingkan dengan pemegang saham biasa. Salah satu faktor mengapa investor membeli saham preferen karena pemegang saham preferen memperoleh dividen dalam jumlah yang tetap. Ditinjau dari kinerja perdagangan, maka saham dikategorikan atas: a. Blue-chips stocks, yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai leader di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen b. Income Stocks, yaitu saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya. Emiten seperti ini biasanya mampu menciptakan pendapatan lebih tinggi dan secara teratur membagikan dividen tunai. Emiten ini tidak suka menekan laba dan tidak mementingkan potensi pertumbuhan harga saham. c. Growth Stocks, yaitu saham-saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai leader di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi. Selain itu, terdapat juga growth stocks (lessor-known), yaitu saham dari emiten yang tidak sebagai leader dalam industri namun memiliki end growth stocks. Umumnya saham ini berasal dari daerah dan kurang populer di kalangan emiten. d. Speculative Stocks, yaitu saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsisten mempeoleh penghasilan dari tahun ke tahun akan tetapi mempunyai kemu ngkinan penghasilan yang tinggi di masa mendatang meskipun belum pasti. e. Counter Cyelical Stocks, yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi ekonomi harga saham ini tetap tinggi, dimana emitennya mampu memberikan dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuan emiten dalam memperoleh penghasilan yang tinggi pada masa resesi. Emiten seperti ini biasanya bergerak dalam produk yang sangat dan selalu dibutuhkan masyarakat seperti rokok dan consumer goods. Ditinjau dari cara peralihannya, saham dibedakan atas: a. Saham Atas Tunjuk (bearer stock), artinya pada saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya, agar mudah dipindahtangankan dari investor yang satu ke investor yang lainnya. Secara hukum, siapa yang memegang saham tersebut, maka dialah yang diakui sebagai pemiliknya dan mempunyai hak untuk hadir dalam RUPS. b. Saham Atas Nama (Registred Stock), merupakan saham yang ditulis dengan jelas siapa nama pemiliknya, dimana cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu. 3. Penerbitan Saham Dalam penerbitan saham, prosedur berikut ini harus dilakukan oleh perusahaan (Jogiyanto, 2003:88), antara lain: a. Saham harus diotorisasi oleh negara bagian (pemerintah), umunya dalam suatu sertifikat atau akta perusahaan. b. Saham ditawarkan (di pasar bursa) untuk dijual dan dibuat kontrak untuk menjual saham itu. c. Dana dari saham dikumpulkan dan saham diterbitkan. 4. Nilai Saham Saham memiliki tiga macam nilai yaitu nilai nominal (par value), nilai efektif (market value) dan nilai intrinsik (Anoraga dan Pakarti, 2001:56) Nilai buku merupakan nilai saham menurut pembukuan perusahaan. Nilai buku ini ditunjukkan dalam bentuk nilai nominal (par value), agio saham, nilai modal yang disetor (additional paid-in capital) dan laba yang ditahan (retained earnings). Nilai nominal dari suatu saham merupakan nilai kewajiban yang ditetapkan untuk tiap-tiap lembar. Agio saham merupakan selisih yang dibayar oleh pemegang saham kepada perusahaan dengan nilai nominal sahamnya. Nilai modal yang disetor merupakan total yang dibayar oleh pemegang saham kepada perusahaan emiten untuk ditukarkan dengan saham preferen atau saham biasa. Laba ditahan merupakan laba perusahaan yang tidak dibagikan kepada pemegang saham. Nilai pasar adalah harga yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar yaitu permintaan dan penawaran saham bersangkutan di pasar bursa. Nilai intrinsik atau sering disebut juga nilai fundamental merupakan nilai yang sebenarnya dari suatu saham (Idris: 2005: 13). Analisis terhadap harga pasar saham pada umumnya bertujuan untuk memperkirakan nilai yang layak bagi saham tersebut. Tentunya jika nilai yang seharusnya dari suatu saham (nilai intrinsik) tersebut lebih besar dari harga pasar saham itu, maka saham tersebut dinilai undervalued (harga saham lebih rendah) jika sebaliknya maka saham tersebut dinilai overvalued (harga saham lebih tinggi). Setiap lembar saham hanya diterbitkan sekali oleh perusahaan dan setelah itu dapat diperdagangkan oleh investor beberapa kali. Biasanya saham dibeli secara tunai oleh masyarakat dan perusahaan melalui bursa saham seperti Bursa Efek Indonesia (BEI) dan dari investor perorangan dan lembaga keuangan yang bukan merupakan perusahaan yang mengeluarkan saham itu sendiri. Investasi dicatat pada jumlah yang dibayar yang sudah termasuk komisi pialang, pajak dan biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan harga pembelian. Saham-saham meningkatkan yang nilainya, berasal akan dari perusahaan menyebabkan yang investor berhasil menikmati keuntungan dari penjualan saham yang dimiliki pada harga yang tinggi. Setiap investor dihadapkan pada risiko akan adanya penurunan harga saham yang mengakibatkan mereka tidak dapat menerima pembagian dividen yang besar. Jika perusahaan tidak dapat memenuhi keinginan mereka untuk mendapatkan tingkat pengembalian seperti yang mereka harapkan, maka mereka akan menjual saham yang mereka miliki dan akan menyebabkan harga saham perusahaan akan turun. B. Risiko dan Return Saham Ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan oleh investor dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi, yaitu risiko (risk) dan tingkat pengembalian (return) suatu keputusan investasi yang lebih berisiko tentu diharapkan memberikan imbalan yang lebih besar, yang dalam keuangan lebih dikenal “High Risk High Return”. Ada trade off antara risk dan return, sehingga dalam pemilihan berbagai alternatif keputusan investasi yang mempunyai risiko dan tingkat pengembalian yang berbeda-beda, investor perlu memperhitungkan risiko atas keputusan yang diambilnya. 1. Definisi Risiko Risiko adalah peluang bahwa beberapa kejadian yang tidak menguntungkan akan terjadi. Menurut Keown, Scott, Marten dan Petty (1999:199): Risiko adalah penyimpangan arus kas yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Semakin besar rentang penyimpangan yang mungkin terjadi, maka akan semakin besar risikonya. Risiko investasi menurut Hartono dalam tesis Sriwahyuni (2002:8) dapat dibagi dua, yaitu: a. Diversifiable Risk (Unique Risk / Unsystematic Risk) adalah bagian dari risiko yang dapat diperhitungkan dengan membentuk portofolio. Risiko jenis ini adalah risiko yang melekat pada suatu perusahaan sehingga hal buruk yang terjadi dalam suatu perusahaan dapat diimbangi dengan hal baik yang terjadi di perusahaan lain. b. Nondiversifiable Risk (Market Risk / Systematic Risk) adalah risiko yang tidak dapat dikurangi dengan cara diversifikasi. Risiko ini adalah risiko yang terjadi karena kejadian-kejadian di luar kegiatan perusahaan. Dengan bertambahnya saham atau sekuritas di dalam suatu portofolio maka tingkat risiko yang ada semakin menurun. Hal ini trjadi karena dilakukan diversifikasi resiko (Non-systematic Risk). Namun ada juga risiko yang tidak dapat di diversifikasi yang disebut nondiversifiable risk (Systematic Risk), setelah non systematic risk dieliminasi, maka yang tersisa adalah systematic risk. Risiko ini tidak dapt dihindari, karena bagaimanapun pandainya investor mendiversifikasi, risiko pasar secara keseluruhan tidak dapat dihindari. (Andi Wijaya: 2002: 101). Agar risiko bisa dikendalikan, maka investor harus melakukan penyebaran risiko atau spreading of risk. Untuk menyebarkan risiko, investor perlu memperbanyak jenis saham yang dimiliki. Jika hanya memiliki satu jenis saham saja maka risiko yang dihadap relatif besar, sehingga apabila perusahaan yang mengeluarkan saham bangkrut, maka investor juga akan ikut bangkrut. Oleh karena itu perlu mempunyai beberapa jenis saham, sehingga apabila satu saham mengalami kerugian, saham yang lainnya masih mendapatkan keuntungan. Kombinasi beberapa jenis saham disebut portofolio saham (Sutrisno: 2005: 334). Dengan melakukan diversifikasi investasi maka risiko dapat dikurangi tanpa mengorbankan tingkat pengembalian yang diharapkan, atau dapat ditingkatkan pengembalian yang diharapkan tanpa harus menanggung risiko yang lebih besar. Akan tetapi ada risiko yang tidak dapat dieliminasi dalam diversifikasi portofolio, yaitu risiko pasar atau risiko sistematis (disimbolkan dengan beta). (Bringham dan Houston: 2001: 199). 2. Definisi Return Saham Tingkat pengembalian yang selanjutnya disebut return saham merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return merupakan hasil yang diharapkan oleh para investor atas investasinya. Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa yang akan datang. Return Realisasi (Realize Return) merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan. Return historis ini juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) dan risiko di masa yang akan datang. Return realisasi merupakan selisih harga sekarang relatif terhadap harga saham sebelumnya atau dapat dihitung dengan rumus: Pt – Pt-1 /Pt-1 Return ekspektasi adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh para investor di masa yang akan datang. Berbeda dengan return realisasi yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi sifatnya belum terjadi. Retur ekspektasi merupakan return yang harus diestimasi. Menurut Brown dan Worner (1985) ada 3 (tiga) model yang dapat diganakan untuk mengestimasi return ekspektasi, antara lain: a. Model Disesuaikan Rata-Rata (Mean Adjusted Model) Model ini menganggap bahwa return ekspektasi bernilai konstan (tetap) yang sama dengan rata-rata return realisasi sebelumnya selama periode estimasi. b. Model Pasar (Market Model) Model ini mengansumsikan bahwa return suatu saham akan dipengeruhi oleh return pasar. Besarnya pengaruh tersebut dicerminkan oleh nilai beta dari sekuritas tersebut. Model iini melalui 2 (dua) tahap, yaitu: 1) Membentuk model ekspektasi dengan menggunakan data realisasi selama periode estimasi; 2) Menggunakan model ekspektasi ini untuk mengestimasi return ekspektasi di periode jendela. 3) Model Pasar Disesuaikan (Market Adjusted Model) Model ini menganggap bahwa penduga terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat tersebut. Walaupun sama-sama menggunakan return indeks pasar sabagai penduga, namun model ini tidak menggunakan periode estimasi untuk membentuk model esyimasi sebagaimana digunakan dalam model pasar (Market Model). (Idris: 2005:15). Lebih jauh lagi mengenai return saham menurut Agnes Sawir (2004:3) : Tingkat pengembalian adalah imbalan yang diharapkan akan diperoleh di masa mendatang, sedangkan risiko diartikan sebagai ketidakpastian dari imbalan yang diharapkan. Risiko adalah kemungkinan terjadinya penyimpangan dari rara-rata tingkat pengembalian yang diharapkan yang dapat diukur dengan standar deviasi dengan menggunakan statistika. Menurut Keown, Scott, Marten, Petty (1999: 203): Tingkat pengembalian yang diinginkan investor dapat didefinisikan sebagai tingkat pengembalian minimum yang dibutuhkan yang dapat menarik para investor untuk membeli atau memiliki sekuritas. Sedangkan menurut (Bringham dan Houston: 2001: 181): Tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of return) adalah tingkat pengembalian yang diharapkan akan direalisasi dari investasi; rata-rata tertimbang dari distribusi probabilitas atas hasil yang mungkin. C. Dividend Yield 1. Pengertian Dividen Istilah dividen menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sebagai: a. Bagian laba atau pendapatan perusahaan yang besarnya ditetapkan oleh direksi serta disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk dibagikan kepada para pemegang saham; b. Sejumlah uang yang berasal dari hasil keuntungan yang dibayarkan kepada pemegang saham sebuah perseroan. “Dividen merupakan pembagian sisa laba bersih perusahaan yang di distrubusikan kepada pemegang saham melalui RUPS” (Tjiptono Darmadji dan Hendi M, 2001: 127) Sedangkan pengertian dividen menurut Skousen K. Red. dkk (2001: 757): “Dividen adalah pendistribusian laba secara proporsional kepada para pemegang saham sesuai jumlah saham yang dimiliki”. Dari berbagai pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa dividen merupakan pembagian laba yang diterima oleh pemegang saham sesuai dengan proporsi saham yang dimilikinya dalam suatu perusahaan yang diputuskan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 2. Pengungkapan Dividen PSAK No. 21 mengenai Akuntansi Ekuitas paragraf 22 menjelaskan bahwa kewajiban perusahaan untuk membagikan dividen timbul pada saat deklarasi dividen, dan dengan demikian pada saat tersebut saldo laba akan dibebani dengan jumlah dividen termaksud. Kewajiban yang timbul lazimnya disajikan dalam kelompok kewajiban lancar. Bila dividen dibagikan dalam bentuk aset bukan kas, maka saldo laba akan di debit sebesar nilai wajar aset yang diserahkan. Dasar pencatatan untuk pembagian dividen dalam bentuk aset bukan kas dan saham harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Pengungkapan dividen meliputi: a. Jumlah dividen; b. Dividen per lembar saham; c. Bentuk dividen; d. Batasan saldo laba minimum dalam kaitan dengan ketersediaan dividen; e. Utang dividen; f. Utang dividen per lembar saham; g. Pengumuman pembagian dividen; h. Jumlah kapitalisasi dividen saham dan pecah-saham, per lembar dan jumlah keseuruhan; dan i. Laba per saham perlu disaji ulang (restated) berdasarkan jumlah saham yang setara setelah pecah-saham agar dapat diperbandingkan. 3. Pengukuran Dividen Dalam melihat besaran dividen yang dibagikan, investor dapat menggunakan berbagai ukuran dari rasio keuangan antara lain dividend coverage ratio dan dividend yield. Dividend coverage ratio mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar dividen yaitu dengan membandingkan antara pendapatan perusahaan dan pembayaran bersih dividen kepada pemegang saham. Rasio ini digunakan untuk mengukur apakah perusahaan memiliki pendapatan yang cukup untuk membayar dividen. rasio dihitung dengan membagi earning per share dengan dividend per share. Nilai rasio yang kecil atau berkurang, akan berpengaruh terhadap ekspektasi investor atas dividen yang akan diterima. Ukuran dividen lain yang sering digunakan adalah dividend yield yang proporsi jumlah pendapatan yang diterima investor terhadap harga saham. Rasio dihitung dari jumlah dividen per saham yang diberikan kepada pemegang saham dalam setahun dibagi dengan harga pasar per lembar saham. Rasio ini dapat menjadi sinyal atas fundamental perusahaan kepada investor. Namun investor perlu berhati-hati dalam melihat dividend yield sebagai sinyal kesehatan perusahaan. Dividend yield dapat memberikan sinyal yang memiliki dua makna yang bertolak belakang. Perusahaan yang memiliki dividend yield rendah dibandingkan dengan perusahaan lain dengan dividend yield yang tidak rendah pada sektor yang sama, bisa berarti ada dua hal: a. Harga saham perusahaan tinggi karena pasar menganggap perusahaan memilki prospek yang impresif dan tidak terlalu khawatir tentang pembayaran dividen perusahaan. b. Perusahaan dalam masalah dan tidak mampu membayar dividen yang wajar. Sementara dividend yield yang tinggi dapat mengindikasikan perusahaan yang “sakit” yang memilki harga saham tertekan (depressed share price) sehingga harga saham terlalu kecil dan dividend yield besar. 4. Jenis-jenis Dividen Adapun bentuk pembagian dividen menurut Kiesso Donald. E dkk (2002) dapat berupa: a. Dividen Tunai (Cash Dividend) adalah dividen yang dibayarkan dalam bentuk kas. Hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan adalah jumlah kas yang akan digunakan untuk membagikan dividen tersebut mencukupi atau tidak. Membayarkan dividen berupa kas dapat menyebabkan jumlah kas dan laba ditahan perusahaan. b. Dividen Aktiva selain Kas (Property Dividend) adalah dividen yang dibagikan dalam bentuk aktiva selain kas. Aktiva yang dibagikan bisa berbentuk surat-surat berharga perusahaan, barang dagangan atau aktiva lainnya. c. Dividen Skrip (Script Dividend) adalah dividen yang terjadi apabila peerusahaan tidak membayar dividen pada saat ini, tetapi dibayarkan pada masa yang akan datang. Dividen skrip ini mungkin berbunga, mungkin juga tidak. d. Dividen Likuidasi (Liquidation Dividend) adalah dividen yang sebagian merupakan pengembalian modal (pengembalian dari investasi pemegang saham) dan bukan dari laba. e. Dividen Saham (Stock Dividend) adalah pembagian dividen dalam bentuk saham. Pembayaran dividen kepada para pemegang saham tidak harus selalu berupa uang kas (cash dividend) tetapi bisa juga dalam bentuk saham yang disebut dengan dividend stock (dividen saham). Jadi pemberian dividend stock ini dilakukan dengan cara mengubah sebagian dari laba ditahan (retained earnings) menjadi modal saham yang pada dasarnya tidak akan mengubah jumlah modal sendiri. Pemberian dividen dalam bentuk saham akan berdampak pada meningkatnya jumlah saham yang beredar sehingga mengurangi nilai per saham. Pembayaran dividen dalam bentuk dividen saham bertujuan untuk menahan kas dalam membiayai aktivitas perusahaan yang dihubungkan dengan pertumbuhan perusahaan. 5. Kebijakan Dividen Kebijakan dividen merupakan kebijakan yang kontroversial, karena bila kebijakan ditingkatkan, arus kas masuk untuk investor akan meningkat, maka akan menguntungkan investor. Bila dividen ditingkatkan, laba ditahan yang direinvestasi dan pertumbuhan masa depan akan menurun, sehingga merugikan investor, (Agnes Sawir: 2004: 137). Kebijakan dividen akan sangat mempengaruhi nilai perusahaan. Semakin tinggi dividen yang dibagikan kepada pemegang saham akan mengurangi kesempatan perusahaan untuk mendapatkan sumber dana intern dalam rangka meniadakan reinvestasi, sehingga dalam jangka panjang akan menurunkan nilai perusahaan. Ada beberapa bentuk pemberian dividen secara tunai atau cash dividend yang dapat diberikan oleh perusahaan kepada pemegang saham menurut Sutrisno (2005: 287), antara lain: a. Kebijakan pemberian dividen stabil, artinya dividen akan diberikan secara tetap per lembarnya untuk jangka waktu tertentu walaupun laba yang diperoleh perusahaan berfluktuasi. Alasan perusahaan untuk menjalankan kebijakan ini antara lain: bisa meningkatkan harga saham, sebab dividen yang stabil dan dapat diprediksi dianggap mempunyai risiko yang kecil; bisa memberikan kesan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang; akan menarik investor yang memanfaatkan dividen untuk keperluan konsumsi, sebab dividen selalu dibayarkan. b. Kebijakan dividen yang meningkat. Perusahaan akan membayarkan dividen kepada para pemegang saham dengan jumlah yang selalu meningkat, dengan pertumbuhan yang stabil. c. Kebijakan dividen dengan rasio yang konstan. Kebijakan ini memberikan dividen yang besarnya mengikuti besar laba yang diperoleh oleh perusahaan. d. Kebijakan pemberian dividen reguler yang rendah ditambah ekstra. Kebijakan pemberian dividen dengan cara ini, perusahaan menentukan jumlah pembayaran dividen per lembar yang ditentukan kecil, kemudian dtambahkan dengan ekstra dividen bila keuntungan mencapai jumlah yang telah ditentukan oleh perusahaan. Kebijakan dividen yang optimal menyeimbangkan dividen pada saat ini dan pertumbuhan di masa yang akan datang yang memaksimumkan harga saham perusahaan. 6. Mekanisme Pembayaran Dividen Dalam mekanisme pembagian dividen terdapat tanggal-tanggal penting yang harus diperhatikan, yaitu: a. Tanggal pengumuman (delaration date) yaitu tanggal dimana dewan direksi mengumumkan hasil pengumuman Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tentang adanya pembayaran dividen kepada pemegang saham. Pada tanggal ini, perusahaan akan mencatat total dividen yang dibagikan sebagai utang dalam neraca dalam perusahaan. b. Tanggal ex-dividen (ex-dividend date) yaitu tanggal dimana investor sudah tidak ada hak lagi atas pembagian dividen. Artinya investor yang baru memperoleh saham perusahaan yang membagikan dividen pada tanggal ini atau setelah tanggal ini tidak akan memperoleh dividen yang dibagikan tersebut. Biasanya jangka waktunya adalah empat hari kerja sebelum tanggal pencatatan pemilik saham yang berhak memperoleh dividen. c. Tanggal pencatatan (date of record) yaitu tanggal pencatatan pemegang saham yang berhak menerima dividen. Investor yang tercatat pada tanggal ini akan memperoleh dividen walaupun kemudian tidak memegang saham yang dibagikan dividen tersebut. d. Tanggal pembayaran (date of payment) merupakan mekanisme akhir dalam proses pembayaran dividen dimana perusahaan akan membayarkan dividen kepada para pemegang saham sesuai dengan persyaratan melalui cek atau pembayaran lain. Menurut Agnes Sawir (2004: 139), ada beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibayarkan oleh perusahaan kepada para pemegang saham, antara lain: a. Posisi kas atau likuiditas perusahaan; b. Kebutuhan pembayaran kembali utang perusahaan; c. Tingkat ekspektasi yang tinggi memerlukan dana yang besar, sehingga laba yang diperoleh lebih baik ditahan; d. Akses perusahaan ke pasar bursa; e. Posisi perusahaan dalam kelompok pajak. Jika pemegang saham termasuk dalam kelompok pembayar pajak besar, mereka akan lebih suka mempertahankan pay out ratio yang rendah. Keputusan pemberian dividen dilakukan dalam RUPS yang diumumkan di media massa. 7. Definisi Dividend Yield Bagi pemegang saham (investor), arus kas yang akan diterimanya sebagai trade off dari risiko atas investasi yang dilakukan adalah dalam bentuk dividen. Dividend yield merupakan rasio dividen per lembar saham terhadap harga saham. Hasil dividen (dividend yield) mengindikasikan tingkat pengembalian kepada pemegang saham dari segi distribusi dividen tunai. (Niswonger, Warren, Reeve, Fess: 1999: 506-507). Dividend yield is a profitability measure that is computed by dividing the annual dividends paid per share of common stock by the market price per share on a specific date. (Warren: 2004: 344). Walaupun hasil dividen dapat dihitung, baik untuk saham preferen maupun saham biasa, namun biasanya hanya dihitung untuk saham biasa. Hal ini karena sebagian besar saham preferen memiliki jumlah atau tingkat dividen yang tetap. Sebaliknya jumlah dividen saham biasa umumnya bervariasi dengan profitabilitas perusahaan. Hasil dividen dapat diperoleh dengan cara membagi antara annual dividend income per share terhadap current share price sebagai ukuran jumlah income yang diterima investor dalam proporsi terhadap saham. Variabel hasil dividen terkait dengan dividend per share, namun bedanya adalah dengan menggunakan hasil dividen ini dapat mengetahui proporsi dividen yang dibagikan dibandingkan harga saham pada saat tersebut. Dividend yield digunakan untuk mengukur jumlah per saham relatif terhadap harga pasar yang dinyatakan dalam persentase. Semakin besar dividend yield, maka semakin baik. Hasil dividen atas saham biasa merupakan fokus utama dari investor yang tujuan utamanya adalah mendapatkan pengembalian dalam bentuk dividen atas investasinya. 8. Hubungan antara Dividen dengan Return Saham Kebijakan dividen akan selalu berhubungan dengan keputusan pembagian earning perusahaan, dimana perusahaan harus mengambil keputusan pembagian pendapatan seberapa besar earning tersebut yang akan dibagikan sebagai dividen kepada para pemegang saham dan seberapa besar pendapatan yang harus ditahan untuk reinvestasi. Kebijakan dividen sebaiknya memperhitungkan kandungan informasi dari dividen (pengisyaratan) dan pengaruh klientele. Kandungan informasi atau pengisyaratan, berkaitan dengan kenyataan bahwa investor menganggap perubahan dividen yang tidak diharapkan sebagai suatu isyarat dari perkiraan manajemen atas laba di masa mendatang. Pengaruh klientele menyatakan bahwa suatu perusahaan akan menarik bagi investor yang menyukai kebijakan dividen perusahaan tersebut. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan perusahaan dalam kebijakan dividennya (Brigham dan Houston: 2001: 104). Dalam praktiknya, kebanyakan perusahaan mencoba mengikuti kebijakan untuk membayar dividen yang naik secara mantap. Kebijakan ini memberi investor suatu pendapatan yang stabil dan dapat diandalkan, juga memberikan isyarat kepada para investor tentang harapan manajemen akan laba di masa yang akan datang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Idris (2005), dimana pengumuman kenaikan dividen merupakan “kabar baik” bagi investor dan implikasinya akan menyebabkan kenaikan harga saham perusahaan. Sebaliknya, pengumuman penurunan dividen merupakan “kabar buruk” bagi investor dan akan menyebabkan penurunan harga saham, hal itu tidak terbukti. Sedangkan menurut Agnes (2004: 137), ada bukti empiris bahwa kenaikan dividen sering diikuti dengan kenaikan harga saham, sebaliknya bahwa penurunan dividen sering diikuti dengan penurunan harga saham (teori signaling hypothesis). Fenomena ini setidaknya memperlihatkan bahwa investor lebih menyukai dividen dari pada capital gain. Sementara Modigliani dan Miller berpandapat bahwa kenaikan dividen ini merupakan suatu sinyal kepada para investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu pengasilan yang baik di masa yang akan datang. Sebaliknya, suatu penurunan dividen atau kenaikan dividen dibawah kenaikan normal (biasanya) diyakini oleh para investor sebagai sinyal bahwa perusahaan akan menghadapi masa sulit di masa mendatang. Berbagai penelitian sebelumnya menunjukkan pengaruh positif atas pembagian dividen. Penelitian Fuller dan Goldstein (2003) menunjukkan bahwa pembagian dividen mempengaruhi return saham, dimana saham perusahaan yang membagikan dividen menghasilkan return yang lebih tinggi. Penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa secara rata-rata terjadi kenaikkan volume perdagangan pada sekitar tanggal pengumuman dividen (Schleicher dkk. 2003). Penelitian ini akan mencoba melihat apakah keputusan suatu perusahaan membagikan dividen tunai berhubungan dengan keputusan investor dalam melakukan investasi yang dilihat dari besaran frekuensi perdagangan dengan mempertimbangkan variable lainnya. Hal yang paling sulit yang harus dilakukan oleh perusahaan yaitu apabila suatu perusahaan sudah menaikkan pembagian dividen dengan tingkat yang cukup tinggi, maka perusahaan tersebut harus mampu menjaga agar pembagian dividen pada waktu berikutnya harus teteap tinggi, karena jika tidak, maka nilai perusahaan akan turun. D Cash Flow Yield 1. Pengertian Cash Flow PSAK No.2 (par.5) menyatakan pengertian arus kas sebagai berikut: “ Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas atau setara kas”. Kas terdiri dari saldo kas (cash on hand) dan rekening giro, sedangkan setara kas (cash equivalent) adalah investasi yang sifatnya sangat likuid, berjangka pendek, dan yang dengan cepat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi risiko perubahan nilai yang signifikan. Menurut Kieso, Weygandt dan Warfield (2002: 237), Cash flow statement (laporan arus kas) merupakan laporan yang menyajikan ikhtisar terinci mengenai semua arus kas, baik arus kas masuk maupun arus kas keluar, atau sumber dan penggunaan kas selama suatu periode tertentu. Adapun tujuan utama laporan arus kas adalah menyediakan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pembayaran kas sebuah perusahaan selama peride tertentu. Untuk meraih tujuan ini, laporan arus kas melaporkan: a. Kas yang mempengaruhi operasi selama suatu periode. b. Transaksi Investasi. c. Transaksi pembiayaan. d. Kenaikan atau penurunan bersih kas selama satu periode. Sofyan (2005: 242) serta Govindrajan (1998) menilai bahwa dari seluruh sistem pelaporan keuangan yang ada, cash flow accounting adalah salah satu sistem yang lebih objektif dan mudah dimengerti. Laporan ini mencoba menyatakan fakta dalam indikator akuntansi keuangan tanpa harus ada taksiran atau pertimbangan subjektif dari akuntan pada suatu periode. Para investor biasanya melihat laba bersih sebagai indicator penting dari kesehatan keungan dan prospek masa depan perusahaan. Walaupun laba bersih menyediakan ukuran jangka panjang menyangkut keberhasilan atau kegagalan perusahaan, namun kas merupakan hal terpenting bagi seuah perusahaan. 2. Kegunaan Cash Flow Kegunaan informasi yang terkandung dalam laporan arus kas (PASK No.2) adalah: a. Untuk membantu pengguna laporan menilai kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas. b. Memungkinkan untuk dikembangkannya model yang dapat menilai dan membandingkan nilai sekarang dari arus kas masa depan (future cash flow) dari berbagai perusahaan. c. Dapat meningkatkan daya banding pelaporan kinerja operasi dari berbagai perusahaan karena dapat meniadakan pengaruh penggunaan perlakuan akuntansi yang berbeda terhadap transaksi dan peristiwa yang sama. d. Sebagai indikator dari jumlah, waktu dan kepastian arus kas masa depan. e. Untuk meneliti kecermatan dari estimasi arus kas masa depan yang sudah dibuat sebelumnya dan dalam menentukan hubungan antara profitabilitas dan arus kas bersih serta dampak perubahan harga. 3. Isi dan Format Cash Flow Penerimaan kas dan pembayaran kas selama suatu periode diklasifikasikan dalam laporan arus kas menjadi 3 (tiga) aktivitas berbeda. Klisifikasi ini didefinisikan sebagai berikut: a. Aktivitas operasi (operating activities) meliputi pengaruh kas dari transaksi yang digunakan untuk menentukan laba bersih. b. Aktivitas investasi (investing activities) meliputi pemberian dan penagihan pinjaman serta perolehan dan pelepasan investasi (baik hutang maupun ekuitas) serta properti, prabik, dan peralatan. c. Aktivitas pembiayaan (financing activities) melibatkan pos-pos kewajiban dan ekuitas pemilik. Aktivitas ini meliputi (a) perolehan sumber daya dari pemilik dan komposisinya kepada mereka dengan pengembalian atas dan dari investasinya, dan (b) peminjaman uang dari kreditor serta pelunasannya. Karena arus kas diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori seperti diatas, maka laporan arus kas memilki format dasar sebagai berikut: Laporan Arus Kas Arus kas dari aktivitas operasi $XXX Arus kas dari aktivitas investasi XXX Arus kas dari aktivitas pembiayaan XXX Kenaikan (penurunan) bersih kas XXX Kas awal tahun XXX Kas akhir tahun $XXX Cara yang lebih canggih untuk memeriksa fleksibilitas keuangan perusahaan adalah mengembangkan analisis arus kas bebas. Analisis ini dimulai dengan kas bersih yang disediakan oleh aktivitas operasi dan berakhir pada arus kas bebas (free cash flow), yang dihitung sebagai kas bersih yang disediakan oleh aktivitas operasi dikurangi pengeluaran modal dan dividen. Arus kas bebas adalah jumlah arus kas diskresioner perusahaan untuk membeli investasi tambahan, melunasi hutangnya, membeli saham treasuri, atau menaikkan likuiditasnya. Ukuran ini mengindikasikan tingkat fleksibilitas keuangan perusahaan. Dalam penelitian ini, penulis menghitung cash flow yield dengan cara membagi arus kas yang disediakan oleh arus kas operasi dengan harga saham selama satu periode tertentu.