pencegahan autis pada anak

advertisement
PENCEGAHAN AUTIS PADA ANAK
Oleh:
Dr Widodo Judarwanto SpA
telp : (021) 70081995 - 4264126 - 31922005
email : [email protected]
htpp://www.alergianak.bravehost.com
ABSTRAK
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya
gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi
sosial.
Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang
ditemukan terkena Autis akan semakin meningkat pesat. Jumlah penyandang autis semakin
mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autis masih misterius dan menjadi bahan
perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia. Autis adalah gangguan yang dipengaruhi oleh
multifaktorial. Tetapi sejauh ini masih belum terdapat kejelasan secara pasti mengenai penyebab
dan faktor resikonya.
Dalam keadaan seperti ini, strategi pencegahan yang dilakukan masih belum optimal. Sehingga
saat ini tujuan pencegahan mungkin hanya sebatas untuk mencegah agar gangguan yang terjadi
tidak lebih berat lagi, bukan untuk menghindari kejadian autis.
PENDAHULUAN
Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang ditujukanpada seseorang yang
menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya sendiri". Pada umumnya penyandang autisma
mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi
biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka
menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih
sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya).
Pemakaian istilah autis kepada penyandang diperkenalkan pertama kali oleh Leo Kanner, seorang
psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic Disturbance of Affective Contact) pada tahun 1943
berdasarkan pengamatan terhadap 11 penyandang yang menunjukkan gejala kesulitan
berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak biasa dan cara
berkomunikasi yang aneh.
Dr Widodo Judarwanto SpA - Puterakembara
Autis dapat terjadipada semua kelompok masyarakat kaya miskin, di desa dikota, berpendidikan
maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Sekalipun demikian anakanak di negara maju pada umumnya memiliki kesempatan terdiagnosis lebih awal sehingga
memungkinkan tatalaksana yang lebih dini dengan hasil yang lebih baik.
Jumlah anak yang terkena autis makin bertambah. Di Kanada dan Jepang pertambahan ini
mencapai 40 persen sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 di-simpulkan terdapat 9
kasus autis per-harinya. Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir
dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autisme akan semakin besar. Jumlah tersebut di
atas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autisme masih misterius dan
menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia.Di Amerika Serikat disebutkan
autis terjadi pada 60.000 - 15.000 anak dibawah 15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan
prevalens autisme 10-20 kasus dalam 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan 1 diantara
1000 anak. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autisma meningkat
sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autis. Perbandingan antara laki dan
perempuan adalah 2,6 - 4 : 1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala
yang lebih berat. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa
persisnya jumlah penyandang namun diperkirakan jumlah anak austima dapat mencapai 150 -200 ribu orang.
PENYEBAB AUTIS
Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis disebabkan
karena multifaktorial. Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat gangguan biokimia, ahli lain
berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa. Ahli lainnya berpendapat
bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang
terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang
mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.
Beberapa teori yang didasari beberapa penelitian ilmiah telah dikemukakan untuk mencari
penyebab dan proses terjadinya autis. Beberapa teori penyebab autis adalah : Genetik (heriditer),
teori kelebihan Opioid, teori Gulten-Casein (celiac), kolokistokinin, teori oksitosin Dan Vasopressin,
teori metilation, teori Imunitas, teori Autoimun dan Alergi makanan, teori Zat darah penyerang
kuman ke Myelin Protein Basis dasar, teori Infeksi karena virus Vaksinasi, teori Sekretin, teori
kelainan saluran cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky Gut), teori paparan Aspartame, teori
kekurangan Vitamin, mineral nutrisi tertentu dan teori orphanin Protein: Orphanin
Tabel 1. Beberapa teori penyebab Autis
1. Genetik dan heriditer
2. Teori Kelebihan Opioid
Dr Widodo Judarwanto SpA - Puterakembara
•
•
•
•
•
•
Unsur Opioid-like
Kekurangan enzyme Dipeptidyl peptidase
Dermorphin Dan Sauvagine
Opioids dan secretin
Opioids dan glutathione
Opioids dan immunosuppression
3. Gluten/Casein Teori Dan Hubungan gangguan Celiac
• IgA urine
• Teori Gamma Interferon
• Teori Metabolisme Sulfat
4. Kolokistokinin
5. Oksitosin Dan Vasopressin
6. Metilation
7. Imunitas Teori Autoimun dan Alergi makanan
8. Zat darah penyerang kuman ke Myelin Protein Basis dasar
9. Teori Infeksi Karena virus Vaksinasi
10.Teori Sekretin
11.Teori kelainan saluran cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky Gut)
12.Paparan Aspartame
13.Kekurangan Vitamin, mineral nutrisi tertentu
14.Orphanin Protein: Orphanin FQ/NOCICEPTIN ( OFQ/N)
Walaupun paparan logam berat (air raksa) terjadi pada setiap anak, namun hanya
sebagian kecil saja yang mengalami gejala autism. Hal ini mungkin berkaitan dengan
teori genetik, salah satunya berkaitan dengan teori Metalotionin. Beberapa penelitian
anak autism tampaknya didapatkan ditemukan adanya gangguan netabolisme
metalotionin.
Metalotionon adalah merupakan sistem yang utama yang dimiliki oleh tubuh dalam
mendetoksifikasi air raksa, timbal dan logam berat lainnya. Setiap logam berat
memiliki afinitas yang berbeda terhada metalotionin. Berdasarkan afinitas tersebut
air raksa memiliki afinitas yang paling kuar dengan terhadam metalotianin
dibandingkan logam berat lainnya seperti tenbaga, perak atau zinc.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilaporkan para ahli menunjukkan
bahwa gangguan metalotianin disebabkan oleh beberapa hal di antaranya adalah :
defisiensi Zinc, jumlah logam berat yang berlebihan, defisiensi sistein, malfungsi
regulasi element Logam dan kelainan genetik, antara lain pada gen pembentuk
netalotianin
Perdebatan yang terjadi akhir akhir ini berkisar pada kemungkinan penyebab autis
Dr Widodo Judarwanto SpA - Puterakembara
yang disebabkan oleh vaksinasi anak. Peneliti dari Inggris Andrew Wakefield,
Bernard Rimland dari Amerika mengadakan penelitian mengenai hubungan antara
vaksinasi terutama MMR (measles, mumps rubella ) dan autisme. Banyak penelitian
lainnya yang dilakukan dengan populasi yang lebih besar dan luas memastikan
bahwa imunisasi MMR tidak menyebabkan Autis. Beberapa orang tua anak
penyandang autisme tidak puas dengan bantahan tersebut. Bahkan Jeane Smith
seorang warga negara Amerika bersaksi didepan kongres Amerika : kelainan autis
dinegeri ini sudah menjadi epidemi, dia dan banyak orang tua anak penderta autisme
percaya bahwa anak mereka yang terkena autis disebabkan oleh reaksi dari
vaksinasi.
Penelitian dalam jumlah besar dan luas tentunya lebih bisa dipercaya dibandingkan
laporan beberapa kasus yang jumlahnya relatif tidak bermakna secara umum. Namun
penelitian secara khusus pada penyandang autis, memang menunjukkan hubungan
tersebut meskipun bukan merupakan sebab akibat..
Banyak pula ahli melakukan penelitian dan menyatakan bahwa bibit autis telah ada
jauh hari sebelum bayi dilahirkan bahkan sebelum vaksinasi dilakukan. Kelainan ini
dikonfirmasikan dalam hasil pengamatan beberapa keluarga melalui gen autisme.
Patricia Rodier, ahli embrio dari Amerika bahwa korelasi antara autisme dan cacat
lahir yang disebabkan oleh thalidomide menyimpulkan bahwa kerusakan jaringan
otak dapat terjadi paling awal 20 hari pada saat pembentukan janin. Peneliti lainnya,
Minshew menemukan bahwa pada anak yang terkena autisme bagian otak yang
mengendalikan pusat memory dan emosi menjadi lebih kecil dari pada anak normal.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa gangguan perkembangan otak telah terjadi pada
semester ketiga saat kehamilan atau pada saat kelahiran bayi.
Karin Nelson, ahli neorology Amerika mengadakan menyelidiki terhadap protein otak
dari contoh darah bayi yang baru lahir. Empat sampel protein dari bayi normal
mempunyai kadar protein yang kecil tetapi empat sampel berikutnya mempunyai
kadar protein tinggi yang kemudian ditemukan bahwa bayi dengan kadar protein otak
tinggi ini berkembang menjadi autis dan keterbelakangan mental. Nelson
menyimpulkan autis terjadi sebelum kelahiran bayi.
Saat ini, para pakar kesehatan di negara besar semakin menaruh perhatian terhadap
kelainan autis pada anak. Sehingga penelitian terhadap autism semakin pesat dan
berkembang. Sebelumnya, kelainan autis hanya dianggap sebagai akibat dari
perlakuan orang tua yang otoriter terhadap anaknya. Kemajuan teknologi
memungkinkan untuk melakukan penelitian mengenai penyebab autis secara genetik,
neuroimunologi dan metabolik. Pada bulan Mei 2000 para peneliti di Amerika
menemukan adanya tumpukan protein didalam otak bayi yang baru lahir yang
kemudian bayi tersebut berkembang menjadi anak autis. Temuan ini mungkin dapat
menjadi kunci dalam menemukan penyebab utama autis sehingga dapat dilakukan
tindakan pencegahannya.
Dr Widodo Judarwanto SpA - Puterakembara
MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan
adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang komunikasi, gangguan dalam
bermain, bahasa, perilaku, gangguan perasaan dan emosi, interaksi sosial, perasaan
sosial dan gangguan dalam perasaan sensoris.
Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal meliputi kemampuan
berbahasa mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak dapat berbicara.
Menggunakan kata kata tanpa menghubungkannya dengan arti yang lazim
digunakan.Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat
berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-kata yang tidak dapat dimengerti orang lain
("bahasa planet"). Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks
yang sesuai. nEkolalia (meniru atau membeo), menirukan kata, kalimat atau lagu
tanpa tahu artinya. Bicaranya monoton seperti robot. Bicara tidak digunakan untuk
komunikasi dan imik datar
Gangguan dalam bidang interaksi sosial meliputi gangguan menolak atau menghindar
untuk bertatap muka. Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli.
Merasa tidak senang atau menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik
tangan tangan orang yang terdekat dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu
untuknya. Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain. Saat bermain bila didekati
malah menjauh. Bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan orang lain dan
mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya.
Gangguan dalam bermain diantaranya adalah bermain sangat monoton dan aneh
misalnya menderetkan sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada
mainan mobil dan mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama. Ada
kelekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus
dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan
lainnya. Tidak menyukai boneka, tetapi lebih menyukai benda yang kurang menarik
seperti botol, gelang karet, baterai atau benda lainnya Tidak spontan / reflek dan
tidak dapat berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru tindakan temannya dan
tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura pura. Sering memperhatikan jarijarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau angin yang bergerak. Perilaku yang
ritualistik sering terjadi sulit mengubah rutinitas sehari hari, misalnya bila bermain
harus melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang sama.
Gangguan perilaku dilihat dari gejala sering dianggap sebagai anak yang senang
kerapian harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat
hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datang, ia
akan membuka semua pintu, berjalan kesana kemari, berlari-lari tak tentu arah.
Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya seperti burung
terbang). Ia juga sering menyakiti diri sendiri seperti memukul kepala atau
membenturkan kepala di dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif
Dr Widodo Judarwanto SpA - Puterakembara
(pendiam), duduk diam bengong dengan tatap mata kosong. Marah tanpa alasan
yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas
ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke
orang lain atau dirinya sendiri. Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan
gangguan perilaku lainnya.
Gangguan perasaan dan emosi dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri,
menangis atau marah tanpa sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper
tantrum), terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Sering
mengamuk tak terkendali (temper tantrum)bila keinginannya tidak didapatkannya,
bahkan bisa menjadi agresif dan merusak.. Tidak dapat berbagi perasaan (empati)
dengan anak lain
Gangguan dalam persepsi sensoris meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya,
pendengaran, sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat.
Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja. Bila mendengar
suara keras, menutup telinga. Menangis setiap kali dicuci rambutnya. Meraskan tidak
nyaman bila diberi pakaian tertentu. Tidak menyukai rabaan atau pelukan, Bila
digendong sering merosot atau melepaskan diri dari pelukan. Tidak menyukai rabaan
atau pelukan, Bila digendong sering merosot atau melepaskan diri dari pelukan.
Menegakkan diagnosis autis memang tidaklah mudah karena membutuhkan
kecermatan, pengalaman dan mungkin perlu waktu yang tidak sebentar untuk
pengamatan. Sejauh ini tidak ditemukan tes klinis yang dapat mendiagnosis langsung
autis. Diagnosis Autis hanyalah melalui diagnosis klinis bukan dengan pemeriksaan
laboratorium. Gangguan Autism didiagnosis berdasarkan DSM-IV. Banyak tanda dan
gejala perilaku seperti autis yang disebabkan oleh adanya gangguan selain autis.
Pemeriksaan klinis dan penunjang lainnya mungkin diperlukan untuk memastikan
kemungkinan adanya penyebab lain tersebut.
FAKTOR RESIKO
Karena penyebab Autis adalah multifaktorial sehingga banyak faktor yang
mempengaruhi.Sehingga banyak teori penyebab yang telah diajukan oleh banyak
ahli. Hal ini yang menyulitkan untuk memastikan secara tajam faktor resiko gangguan
autis. Faktor resiko disusun oleh para ahli berdasarkan banyak teori penyebab autris
yang telah berkembang. Terdapat beberapa hal dan keadaan yang membuat resiko
anak menjadi autis lebih besar. Dengan diketahui resiko tersebut tentunya dapat
dilakukan tindakan untuk mencegah dan melakukan intervensi sejak dini pada anak
yang beresiko. Adapun beberapa resiko tersebut dapat diikelompokkan dalam
beberapa periode, seperti periode kehamilan, persalinan dan periode usia bayi.
Dr Widodo Judarwanto SpA - Puterakembara
PERIODE KEHAMILAN
Perkembangan janin dalam kehamilan sangat banyak yang mempengaruhinya.
Pertumbuhan dan perkembangan otak atau sistem susunan saraf otak sangat pesat
terjadi pada periode ini, sehingga segala sesuatu gangguan atau gangguan pada ibu
tentunya sangat berpengaruh. Gangguan pada otak inilah nantinya akan
mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko
terjadinya autisme.
Beberapa keadaan ibu dan bayi dalam kandungan yang harus lebih diwaspadai dapat
berkembang jadi autism adalah infeksi selama persalinan terutama infeksi virus.
Peradarahan selama kehamilan harus diperhatikan sebagai keadaan yang berpotensi
mengganggu fungsi otak janin. Perdarahan selama kehamilan paling sering
disebabkan karena placental complications, diantaranya placenta previa, abruptio
placentae, vasa previa, circumvallate placenta, and rupture of the marginal sinus.
Kondisi tersebut mengakibatkan gangguan transportasi oksigen dan nutrisi ke bayi
yang mengakibatkan gangguan pada otak janin. Perdarahan awal kehamilan juga
berhubungan dengan kelahiran prematur dan bayi lahir berat rendah. Prematur dan
berat bayi lahir rendah tampaknya juga merupakan resiko tinggi terjadinya autis
perilaku lain yang berpotensi membahayakan adalah pemakaian obat-obatan yang
diminum, merokok dan stres selama kehamilan terutama trimester pertama. Adanya
Fetal Atopi atau Maternal Atopi, yaitu kondisi alergi pada janin yang diakibatkan
masuknya bahan penyebab alergi melalui ibu. Menurut pengamatan penulis, hal ini
dapat dilihat adanya Gerakan bayi gerakan refluks oesefagial (hiccupps/cegukan)
yang berlebihan sejak dalam kandungan terutama terjadi malam hari. Diduga dalam
kedaaan tersebut bayi terpengaruh pencernaan dan aktifitasnya oleh penyebab
tertentu termasuk alergi ataupun bahan-bahan toksik lainnya selama kehamilan.
Infeksi saluran kencing, panas tinggi dan Depresi. Wilkerson dkk telah melakukan
penelitian terhadap riwayat ibu hamil pada 183 anak autism dibandingkan 209 tanpa
autism. Ditemukan kejadian infeksi saluran kencing, panas tinggi dan depresi pada
ibu tampak jumlahnya bermakna pada kelompok ibu dengan anak autism.
PERIODE PERSALINAN
Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam kehidupan bayi
selanjutnya. Beberapa komplikasi yang timbul selama periode ini sangat menentukan
kondisi bayi yang akan dilahirkan. Bila terjadi gangguan dalam persalinan maka yang
paling berbahaya adalah hambatan aliran darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh
bayi termasuk otak. Organ otak adalah organ yang paling sensitif dan peka terhadap
gangguan ini, kalau otak terganggu maka sangat mempengaruhi kualitas hidup anak
baik dalam perkembangan dan perilaku anak nantinya.
Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya autism adalah :
Dr Widodo Judarwanto SpA - Puterakembara
pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah
< 6 ), komplikasi selama persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat
lahir dan erat lahir rendah ( < 2500 gram).
PERIODE USIA BAYI
Dalam kehidupan awal di usia bayi, beberapa kondisi awal atau gangguan yang
terjadi dapat mengakibatkan gangguan pada optak yang akhirnya dapat beresiko
untuk terjadinya gangguan autism. Kondisi atau gangguan yang beresiko untuk
terjadinya autism adalah prematuritas, alergi makanan, kegagalan kenaikan berat
badan, kelainan bawaan : kelainan jantung bawaan, kelainan genetik, kelainan
metabolik, gangguan pencernaan : sering muntah, kolik, sulit buang air besar, sering
buang air besar dan gangguan neurologI/saraf : trauma kepala, kejang, otot atipikal,
kelemahan otot.
PENCEGAHAN
Tindakan pencegahan adalah yang paling utama dalam menghindari resiko terjadinya
gangguan atau gangguan pada organ tubuh kita. Banyak gangguan dapat dilakukan
strategi pencegahan dengan baik, karena faktor etiologi dan faktor resiko dapat
diketahui dengan jelas. Berbeda dengan kelainan autis, karena teori penyebab dan
faktor resiko belum masih belum jelas maka strategi pencegahan mungkin tidak bisa
dilakukan secara optimal. Dalam kondisi seperti ini upaya pencegahan tampaknya
hanya bertujuan agar gangguan perilaku yang terjadi tidak semakin parah bukan
untuk mencegah terjadinya autis. Upaya pencegahan tersebut berdasarkan teori
penyebab ataupun penelitian faktor resiko autis.
Pencegahan ini dapat dilakukan sedini mungkin sejak merencanakan kehamilan, saat
kehamilan, persalinan dan periode usia anak.
PENCEGAHAN SEJAK KEHAMILAN
Untuk mencegah gangguan perkembangan sejak kehamilan , kita harus melihat dan
mengamati penyebab dan faktor resiko terjadinya gangguan perkembangan sejak
dalam kehamilan. Untuk mengurangi atau menghindari resiko yang bisa timbul dalam
kehamilan tersebut dapat melalui beberapa cara.
Adapun cara untuk mencegah terjadinya gangguan tumbuh kembang sejak dalam
kehamilan tersebut diantaranya adalah periksa dan konsultasi ke dokter spesialis
kebidanan dan kandungan lebih awal, kalu perlu berkonsultasi sejak merencanakan
kehamilan. Melakukan pemeriksaan skrening secara lengkap terutama infeksi virus
Dr Widodo Judarwanto SpA - Puterakembara
TORCH (Toxoplasma, Rubela, Citomegalovirus, herpes atau hepatitis). Periksa dan
konsultasi ke dokter spesialis kebidanan dan kandungan secara rutin dan berkala,
dan selalu mengikuti nasehat dan petunjuk dokter dengan baik.
Bila terdapat peradarahan selama kehamilan segera periksa ke dokter kandungan.
Perdarahan selama kehamilan paling sering disebabkan karena kelainan plasenta.
Kondisi tersebut mengakibatkan gangguan transportasi oksigen dan nutrisi ke bayi
yang mengakibatkan gangguan pada otak janin. Perdarahan pada awal kehamilan
juga berhubungan dengan kelahiran prematur dan bayi lahir berat rendah. Prematur
dan berat bayi lahir rendah juga merupakan resiko tinggi terjadinya autism dan
gangguan bahasa lainnya.
Berhati-hatilah minum obat selama kehamilan, bila perlu harus konsultasi ke dokter
terlebih dahulu. Obat-obatan yang diminum selama kehamilan terutama trimester
pertama. Peneliti di Swedia melaporkan pemberian obat Thaliodomide pada awal
kehamilan dapat mengganggu pembentukan sistem susunan saraf pusat yang
mengakibatkan autism dan gangguan perkembangan lainnya termasuk gangguan
berbicara. Bila bayi beresiko alergi sebaiknya ibu mulai menghindari paparan alergi
berupa asap rokok, debu atau makanan penyebab alergi sejak usia di atas 3 bulan.
Hindari paparan makanan atau bahan kimiawi atau toksik lainnya selama kehamilan.
Jaga higiene, sanitasi dan kebersihan diri dan lingkungan. Konsumsilah makanan
yang bergizi baik dan dalam jumlah yang cukup. Sekaligus konsumsi vitamin dan
mineral tertentu sesuai anjuran dokter secara teratur.
Adanya Fetal Atopi atau Maternal Atopi, yaitu kondisi alergi pada janin yang
diakibatkan masuknya bahan penyebab alergi melalui ibu. Menurut pengamatan
penulis, bila dilihat adanya gerakan bayi gerakan refluks oesefagial
(hiccupps/cegukan) yang berlebihan sejak dalam kandungan terutama terjadi malam
hari. Diduga dalam kedaaan tersebut bayi terpengaruh pencernaan dan aktifitasnya
oleh penyebab tertentu termasuk alergi ataupun bahan-bahan toksik lainnya selama
kehamilan. Bila gerakan bayi dan gerakan hiccups/cegukan pada janin yang
berlebihan terutama pada malam hari serta terdapat gejala alergi atau sensitif
pencernaan salah satu atau kedua orang tua. Sebaiknya ibu menghindari atau
mengurangi makanan penyebab alergi sejak usia kehamilan di atas 3 bulan. Hindari
asap rokok, baik secara langsung atau jauhi ruangan yang dipenuhi asap rokok.
Beristirahatlah yang cukup, hindari keadaan stres dan depresi serta selalu
mendekatkan diri dengan Tuhan.
PENCEGAHAN SAAT PERSALINAN
Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam kehidupan bayi
selanjutnya. Beberapa komplikasi yang timbul selama periode ini sangat menentukan
kondisi bayi yang akan dilahirkan. Bila terjadi gangguan dalam persalinan maka yang
paling berbahaya adalah hambatan aliran darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh
Dr Widodo Judarwanto SpA - Puterakembara
bayi termasuk otak. Organ otak adalah organ yang paling sensitif dan peka terhadap
gangguan ini, kalau otak terganggu maka sangat mempengaruhi kualitas hidup anak
baik dalam perkembangan dan perilaku anak nantinya
Beberapa hal yang terjadi saat persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya
perkembangan dan perilaku pada anak, sehingga harus diperhatikan beberapa hal
penting. Melakukan konsultasi dengan dokter spesialis kandungan dan kebidanan
tentang rencana persalinan. Dapatkan informasi secara jelas dan lengkap tentang
resiko yang bisa terjadi selama persalinan. Bila terdapat resiko dalam persalinan
harus diantisipasi kalau terjadi sesuatu. Baik dalam hal bantuan dokter spesialis
anak saat persalinan atau sarana perawatan NICU (Neonatologi Intensive Care Unit)
bila dibutuhkan.
Bila terdapat faktor resiko persalinan seperti : pemotongan tali pusat terlalu cepat,
asfiksia pada bayi baru lahir (bayi tidak menangis atau nilai APGAR SCORE rendah
< 6 ), komplikasi selama persalinan, persalinan lama, letak presentasi bayi saat lahir
tidak normal, berat lahir rendah ( < 2500 gram) maka sebaiknya dilakukan
pemantauan perkembangan secara cermat sejak usia dini.
PENCEGAHAN SEJAK USIA BAYI
Setelah memasuki usia bayi terdapat beberapa faktor resiko yang harus diwaspadai
dan dilakukan upaya pencegahannya. Bila perlu dilakukan terapi dan intervensi
secara dini bila sudah mulai dicurigai terdapat gejala atau tanda gangguan
perkembangan. Adapun beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukanl
Amati gangguan saluran cerna pada bayi sejak lahir. Gangguan teresebut meliputi :
sering muntah, tidak buang besar setiap hari, buang air besar sering (di atas usia 2
minggu lebih 3 kali perhari), buang air besar sulit (mengejan), sering kembung, rewel
malam hari (kolik), hiccup (cegukan) berlebihan, sering buang angin. Bila terdapat
keluhan tersebut maka penyebabnya yang paling sering adalah alergi makanan dan
intoleransi makanan. Jalan terbaik mengatasi ganggguan tersebut bukan dengan
obat tetapi dengan mencari dan menghindari makanan penyebab keluhan tersebut.
Gangguan saluran cerna yang berkepanjangan akan dapat mengganggu fungsi otak
yang akhirnya mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak.
Bila terdapat kesulitan kenaikkan berat badan, harus diwaspadai. Pemberian vitamin
nafsu makan bukan jalan terbaik dalam mengobati penyandang, tetapi harus dicari
penyebabnya. Bila terdapat kelainan bawaan : kelainan jantung bawaan, kelainan
genetik, kelainan metabolik, maka harus dilakukan perawatan oleh dokter ahli. Harus
diamati tanda dan gejala autism secara cermat sejak dini.
Demikian pula bila terjadi gangguan neurologi atau saraf seperti trauma kepala,
kejang (bukan kejang demam sederhana) atau gangguan kelemahan otot maka kita
Dr Widodo Judarwanto SpA - Puterakembara
harus lebih cermat mendeteksi secara dini gangguan perkembangan.
Pada bayi prematur, bayi dengan riwayat kuning tinggi (hiperbilirubinemi), infeksi
berat saat usia bayi (sepsis dll) atau pemberian antibiotika tertentu saat bayi harus
dilakukan monitoring tumbuh kembangnya secara rutin dan cermat terutama
gangguan perkembangan dan perilaku pada anak.
Bila didapatkan penyimpangan gangguan perkembangan khususnya yang mengarah
pada gangguan perkembangan dan perilaku maka sebaiknya dilakukan konsultasi
sejak dini kepada ahlinya untuk menegakkan diagnosis dan intervensi sejak dini.
Pada bayi dengan gangguan pencernaan yang disertai gejala alergi atau terdapat
riwayat alergi pada orang tua, sebaiknya menunda pemberian makanan yang
beresiko alergi hingga usia diatas 2 atau 3 tahun. Makanan yang harus ditunda
adalah telor, ikan laut, kacang tanah, buah-buahan tertentu, keju dan sebagainya.
Bayi yang mengalami gangguan pencernaan sebaiknya juga harus menghindari
monosodium glutamat (MSG), amines, tartarzine (zat warna makanan), Bila
gangguan pencernaan dicurigai sebagai Celiac Disease atau Intoleransi Casein dan
Gluten maka diet harus bebas casein dan Gluten, Ciptakan lingkungan keluarga yang
penuh kasih sayang baik secara kualitas dan kuantitas, hindari rasa permusuhan,
pertentangan, emosi dan kekerasan.
Bila terdapat faktor resiko tersebut pada periode kehamilan atau persalinan maka
kita harus lebih waspada. Menurut beberapa penelitian resiko tersebut akan semakin
besar kemungkinan terjadi autism. Selanjutnya kita harus mengamati secara cermat
tanda dan gejala autism sejak usia 0 bulan. Bila didapatkan gejala autism pada usia
dini, kalau perlu dilakukan intervensi sejak dini dalam hal pencegahan dan
pengobatan. Lebih dini kita melakukan intervensi kejadian autism dapat kita cegah
atau paling tidak kita minimalkan keluhan yang akan timbul. Bila resiko itu sudah
tampak pada usia bayi maka kondisi tersebut harus kita minimalkan bahkan kalau
perlu kita hilangkan. Misal kegagalan kenaikkan berat badan harus betul-betul dicari
penyebabnya, pemberian vitamin bukan jalan terbaik untuk mencari penyebab
kelainan tersebut.
Demikan pula gangguan alergi makanan dan gangguan pencernaan pada bayi, harus
segera dicari penyebabnya. Yang paling sering adalah karena alergi makanan atau
intoleransi makan, penyebabnya jenis makanan tertentu termasuk susu bayi.
Pemberian obat-obat bukanlah cara terbaik untuk mencari penyebab gangguan alergi
atau gangguan pencernaan tersebut. Yang paling ideal adalah kita harus
menghindari makanan penyebab gangguan tersebut tanpa bantuan obat-obatan.
Obat-obatan dapat diberikan sementara bila keluhan yang terjadi cukup berat, bukan
untuk selamanya.
Dr Widodo Judarwanto SpA - Puterakembara
PENUTUP
Autis adalah gangguan yang dipengaruhi oleh multifaktorial. Tetapi sejauh ini masih
belum terdapat kejelasan secara pasti mengenai penyebab dan faktor resikonya.
Sehingga strategi pencegahan yang dilakukan masih belum optimal. Saat ini tujuan
pencegahan mungkin hanya sebatas untuk mencegah agar gangguan yang terjadi
tidak lebih berat lagi, bukan untuk menghindari kejadian autis. Diperlukan penelitian
lebih lanjut untuk mengungkap secara jelas misteri penyebab gangguan autis
sehingga nantinya dapat dilakukan strategi pencegahan agar seorang anak dapat
tercegah gangguan autis.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
American of Pediatrics, Committee on Children With Disabilities. Technical Report : The
Pediatrician's Role in Diagnosis and Management of Autistic Spectrum Disorder in
Children. Pediatrics !107 : 5, May 2001)
Anderson S, Romanczyk R: Early intervention for young children with autism: A
continuum-based behavioral models. JASH 1999; 24: 162-173.
APA: Diagnostic and statistic manual of mental disorders. 4th ed. Washington, DC:
American Psychiatric Association; 1994.
Bettelheim B: The Empty Fortress: Infantile Autism and the Birth of the Self. New York,
NY: Free Press; 1977.
Brett EM: Paediatric Neurology. 2nd ed. London: Churchill Livingstone; 1991.
British Medical Journal: Childhood autism and related conditions. Br Med J 1980 Sep
20; 281(6243): 761-2.
Buka SL, Tsuang MT, Lipsitt LP: Pregnancy/delivery complications and psychiatric
diagnosis. A prospective study. Arch Gen Psychiatry 1993 Feb; 50(2): 151-6.
8.
Burd L, Kerbeshian J: Psychogenic and neurodevelopmental factors in autism. J Am
Acad Child Adolesc Psychiatry 1988 Mar; 27(2): 252-3.
9.
Burd L, Severud R, Kerbeshian J, Klug MG: Prenatal and perinatal risk factors for
autism. J Perinat Med 1999; 27(6): 441-50.
10.
Cohen DJ, Volkmar FR: Handbood of Autism and Pervasive Developmental Disorders.
NY: Wiley; 1996.
11.
Horvath K, Papadimitriou JC, Rabsztyn A, et al: Gastrointestinal abnormalities in
children with autistic disorder. J Pediatr 1999 Nov; 135(5): 559-63.
12.
Hoshino Y, Yashima Y, Tachibana R, et al: Sex chromosome abnormalities in autistic
children--long Y chromosome. Fukushima J Med Sci 1979; 26(1-2): 31-42.
13.
Hutt SJ, Hutt C, Lee D, Dunstead C: A behavioural and electroencephalographic study
of autistic children. J Psychiatr Res 1965 Oct; 3(3): 181-97.
Dr Widodo Judarwanto SpA - Puterakembara
14.
Johnson MH, Siddons F, Frith U, Morton J: Can autism be predicted on the basis of
infant screening tests? Dev Med Child Neurol 1992 Apr; 34(4): 316-20.
15.
Lainhart JE, Piven J: Diagnosis, treatment, and neurobiology of autism in children. Curr
Opin Pediatr 1995 Aug; 7(4): 392-400.
16.
Lamb JA, Moore J, Bailey A: Autism: recent molecular genetic advances. Hum Mol
Genet 2000 Apr 12; 9(6): 861-8.
17.
Lovaas I: The Autistic Child: Language Development through Behavior Modification. NY:
Irvington Press; 1977.
18.
Lovaas OI, Koegel RL, Schreibman L: Stimulus overselectivity in autism: a review of
research. Psychol Bull 1979 Nov; 86(6): 1236-54.
19.
Martineau J, Barthelemy C, Garreau B, Lelord G: Vitamin B6, magnesium, and
combined B6-Mg: therapeutic effects in childhood autism. Biol Psychiatry 1985 May;
20(5): 467-78.
20.
Poustka F, Lisch S, Ruhl D, et al: The standardized diagnosis of autism, Autism
Diagnostic Interview- Revised: interrater reliability of the German form of the interview.
Psychopathology 1996; 29(3): 145-53.
21.
Prior MR, Tress B, Hoffman WL, Boldt D: Computed tomographic study of children with
classic autism. Arch Neurol 1984 May; 41(5): 482-4.
22.
Singer HS: Pediatric movement disorders: new developments. Mov Disord 1998; 13
(Suppl 2): 17.
23.
Skjeldal OH, Sponheim E, Ganes T, et al: Childhood autism: the need for physical
investigations. Brain Dev 1998 Jun; 20(4): 227-33.
24.
Stern JS, Robertson MM: Tics associated with autistic and pervasive developmental
disorders. Neurol Clin 1997 May; 15(2): 345-55.
25.
Taylor B, Miller E, Farrington CP, et al: Autism and measles, mumps, and rubella
vaccine: no epidemiological evidence for a causal association. Lancet 1999 Jun 12;
353(9169): 2026-9.
26.
Teitelbaum P, Teitelbaum O, Nye J, et al: Movement analysis in infancy may be useful
for early diagnosis of autism. Proc Natl Acad Sci U S A 1998 Nov 10; 95(23): 13982-7.
27.
Volkmar FR: DSM-IV in progress. Autism and the pervasive developmental disorders.
Hosp Community Psychiatry 1991 Jan; 42(1): 33-5.
28.
Volkmar FR, Cicchetti DV, Dykens E, et al: An evaluation of the Autism Behavior
Checklist. J Autism Dev Disord 1988 Mar; 18(1): 81-97.
Dr Widodo Judarwanto SpA - Puterakembara
29.
Volkmar FR, Cohen DJ: Neurobiologic aspects of autism. N Engl J Med 1988 May 26;
318(21): 1390-2.
30.
Vostanis P, Smith B, Chung MC, Corbett J: Early detection of childhood autism: a
review of screening instruments and rating scales. Child Care Health Dev 1994 MayJun; 20(3): 165-77.
31.
Vostanis P, Nicholls J, Harrington R: Maternal expressed emotion in conduct and
emotional disorders of childhood. J Child Psychol Psychiatry 1994 Feb; 35(2): 365-76.
32.
Vrono MS, Bashina VM: [Problem of adaptation of patients with the syndrome of early
childhood autism]. Zh Nevropatol Psikhiatr Im S S Korsakova 1987; 87(10): 1511-6.
33.
Werner E, Dawson G, Osterling J, Dinno N: Brief report: Recognition of autism spectrum
disorder before one year of age: a retrospective study based on home videotapes. J
Autism Dev Disord 2000 Apr; 30(2): 157-62.
34.
Wilkerson DS, Volpe AG, Dean RS, Titus JB. Perinatal complications as predictors of
infantile autism. Int J Neurosci 2002 Sep;112(9):1085-98
35.
Wolraich M, Bzostek B, Neu RL, Gardner LI: Lack of chromosome aberrations in autism.
N Engl J Med 1970 Nov 26; 283(22): 1231.
36.
Yirmiya N, Sigman M, Freeman BJ: Comparison between diagnostic instruments for
identifying high- functioning children with autism. J Autism Dev Disord 1994 Jun; 24(3):
281-91.
37.
Zeanah CH, Davis S, Silverman M: The question of autism in an atypical infant. Am J
Psychother 1988 Jan; 42(1): 135-50.
38.
Zwaigenbaum L, Szatmari P, Jones MB: Decreased obstetric optimality in autism is a
function of genetic liability to the broader autism phenotype. J Dev Behav Pediatr 1999;
20 (5): 398-399
Dr Widodo Judarwanto SpA - Puterakembara
Download