PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA TANAMAN BELUNTAS

advertisement
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
TANAMAN BELUNTAS UNTUK MENGOBATI
PENYAKIT SCABIES
BIDANG KEGIATAN:
PKM GAGASAN TERTULIS (PKM-GT)
Diusulkan Oleh:
Jauharuddin Luthfi A.
(115090200111016)/2011
Bagus Nurkam Ramadhan
(115090200111006)/2011
Ni Luh Ayu Suwandewi
(115090201111016)/2011
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011
i
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan
: Tanaman Beluntas Untuk Mengobati Penyakit
scabies
2. Bidang Kegiatan
: ( )PKM-AI
( V ) PKM-GT
3. Ketua Pelaksana Kegiatan/ Penulis Utama
a. Nama Lengkap
: Jauharuddin Luthfi A
b. NIM
: 115090200111006
c. Jurusan
: Kimia
d. Universitas/Institut/Politeknik
: Universitas Brawijaya
e. Alamat Rumah dan No Tel./HP
: Jl. Dieng AA No. 22 Perum. Sekar
Indah
II
Bakalan
Pasuruan/
085331083935
f. Alamat email
4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis
: [email protected]
: 2 (dua) orang
5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar
b.NIP
c. Alamat Rumah dan No Tel./HP
: Zubaidah Ningsih AS, S.Si, M.Phil
: 197905242002122002
: Jl. Rogonoto gang Merdeka no.69
RT 5 RW 4 Kelurahan Losari
Singosari
Malang/
081283803936
Malang, 20 Desember 2011
Menyetujui
Ketua Jurusan Kimia
Ketua Pelaksana Kegiatan
(Dr. Sasangka Prasetyawan, MS.)
NIP. 196304041987011001
(Jauharuddin Luthfi A.)
NIM. 115090200111016
Pembantu atau Wakil Rektor Bidang
Kemahasiswaan
Dosen Pendamping
(Ir. H. RB. Ainurrasjid, MS.)
NIP. 195506181981031002
(Zubaidah Ningsih AS, S.Si, M.Phil)
NIP. 197905242002122002
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena limpahan
rahmat, karunia,
hidayah, inayah dan magfirah-Nya, karya tulis berjudul Tanaman Bluntas Untuk
Mengobati Penyakit Scabies ini dapat kami selesaikan.
Penulisan karya ilmiah ini telah mendapat bantuan dari berbagai pihak
oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Orang tua tercinta yang telah memberikan do’a dan motivasi agar kami
semangat dalam penulisan karya ilmiah ini
2. Ibu Zubaidah sebagai dosen pendamping yang dengan sabar memberikan
bimbingan kepada kami
3. Teman-teman jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Brawijaya dan
pihak – pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu
Penulis menyadari penyusunan program kreatif mahasiswa gagasan tertulis
ini masih jauh dari sempurna ,oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun agar gagasan tertulis ini dapat membantu
menambah wawasan untuk kita semua dan dapat bermanfaat bagi siap saja yang
membutuhkan.
Malang, 21 Desember 2011
Tim Penyusun
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................
i
Halaman Pengesahan .....................................................................................
ii
Kata Pengantar ................................................................................................ iii
Daftar Isi …………………………………………..…………………….…...
iv
Daftar Gambar ...............................................................................................
v
Ringkasan ……………………………………………………………………
vi
Pendahuluan ……………………………………………………………….....
1
Latar Belakang ……………………………………………….……....
1
Rumusan Masalah ……………………………………………..……..
3
Tujuan ………………………………………………………..…….…
3
Gagasan ………………………………………………………..………….….. 3
Mekanisme Zat Aktif Dalam Beluntas ……………………………...... 3
Potensi Beluntas Sebagai Obat Anti Scabies …………………………. 4
Implementasi Obat Anti Scabies Dari Beluntas di Masyarakat ……….. 5
Kesimpulan …………………………………………….………………….….. 5
Daftar Pustaka …………………………………………………………….......
6
Daftar Riwayat Hidup ………………………………………………...….…...
8
iv
Daftar Gambar
Gambar 1. Scabies …………………………………………………………
3
Gambar 2. Beluntas ………………………………………………………..
4
Gambar 3. Pagar tanaman beluntas ………………………………………..
5
v
Ringkasan
Scabies adalah penyakit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes Scabiei.Penyakit
ini bersifat menular karena bila salah satu anggota keluarga terkena, maka
biasanya anggota keluarga lain akan ikut tertular juga. Cara penularannya yaitu
melalui kontak langsung maupun kontak tak langsung. Skabies ditularkan oleh
kutu betina yang telah dibuahi, melalui kontak fisik yang erat penularan melalui
pakaian dalam, tempat tidur, handuk, setelah itu kutu betina akan menggali lobang
kedalam epidermis kemudian membentu terowongan didalam stratum korneum.
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan
lingkungan. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan
masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam melayani
kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan kesehatan
oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air bersih, serta
kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan
menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada.
Untuk pencegahan penyakit scabies, yaitu mencuci bersih, bahkan sebagian ahli
menganjurkan dengan cara direbus, handuk, seprai maupun baju penderita
skabies, kemudian menjemurnya hingga kering. Menghindari pemakaian baju,
handuk, seprai secara bersama-sama. Mengobati seluruh anggota keluarga, atau
masyarakat yang terinfeksi untuk memutuskan rantai penularan. Cara
mengobatinya yaitu menggunakan tumbuhan beluntas karena tumbuhan ini mudah
didapat dan lebih bersifat alamiah jika dibandingkan dengan obat – obat lain yang
mengandung bahan – bahan kimia.
Cara penggunaannya yaitu Daun atau akar sebanyak 10-15 gram direbus, lalu
diminum. Untuk pemakaian luar, daun dilumatkan lalu dibalutkan untuk pegal
linu, luka, scabies, kudis, dan borok.
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Skabies atau Scabies adalah penyakit menular yang bersifat zoonosis dan
disebabkan oleh Sarcoptes Scabiei. Kejadian skabies pada manusia banyak
dijumpai pada daerah tropis terutama di kalangan anak-anak dari lingkungan
masyarakat yang hidup berkelompok dalam kondisi berdesak-desakan dengan
tingkat higienes, sanitasi dan sosial ekonomi yang relatif rendah.Gejala klinis
akibat infestasi tungau Sarcoptes Scabiei akan menimbulkan ruam-ruam dan rasa
gatal yang parah terutama pada malam hari atau setelah mandi. Kegatalan tersebut
mengakibatkan timbulnya bintik-bintik merah, papula dan vesikula. Penyakit kulit
skabies merupakan penyakit yang mudah menular.
Penyakit skabies ini dapat ditularkan secara langsung (kontak kulit dengan
kulit) misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan melalui hubungan seksual.
Penularan secara tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei,
bantal, dan selimut (Djuanda, 2007).
Menurut Sudirman (2006), penyakit skabies pada umumnya menyerang
individu yang hidup berkelompok seperti di asrama, pesantren, lembaga
pemasyarakatan, perkampungan padat, dan rumah jompo. Anggota tubuh yang
biasanya diserang oleh tungau Sarcoptes Scabiei adalah lapisan kulit yang tipis,
seperti di sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipatan ketiak
depan, pinggang, punggung, pusar, dada termasuk daerah sekitar alat kelamin
pada pria dan daerah periareolar pada wanita.
Penyakit skabies ini di Indonesia cukup tinggi ,ketika zaman penjajahan
Jepang berlangsung. Penduduk kesulitan memperoleh makanan, pakaian dan
sarana pembersih tubuh pada saat itu, sehingga kasus scabies cepat menular dari
anak-anak hingga dewasa. Sebanyak 915 dari 1008 (90,8%) orang terserang
skabies di Desa Sudimoro, Kecamatan Turen, Malang dilaporkan oleh Poeranto
tahun 1997. Perbandingan penderita laki-laki dan perempuan adalah 83,7% :
18,3%. Data penderita skabies yang terhimpun dari klinik Penyakit Kulit dan
Kelamin, Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (RS PMI) Bogor dari tahun 2000
- 2004, masing-masing enam belas pasien (2000); delapan belas pasien (2001);
tujuh pasien (2002); delapan pasien (2003) dan lima pasien (2004). Data-data di
atas menunjukkan bahwa penderita skabies di Indonesia masih cukup tinggi.
Penularan skabies pada manusia sama seperti cara penularan skabies pada
hewan, yaitu secara kontak langsung dengan penderita . Pakaian, handuk, sprai
dan barang-barang lainnya yang pernah digunakan oleh penderita juga merupakan
sumber penularan yang harus dihindari (CURRIE et al ., 2004; DRAGOS et al.,
2004 ; WALTON et al ., 2004a) . Jumlah rata-rata tungau pada awal infestasi
sekitar lima sampai sepuluh ekor, namun pada kasus scabies Krustasi, penderita
dapat terinfestasi hingga jutaan ekor tungau (WENDEL dan RoMPALO, 2002) .
Masa inkubasi skabies pada manusia yang belum pernah terinfestasi tungau
adalah dua sampai enam minggu tetapi bagi penderita yang pernah terserang
skabies sekitar satu hingga empat hari . Satu bulan pascainfestasi, jumlah tungau
di dalam lapisan kulit mengalami peningkatan . Sebanyak 25 ekor tungau betina
dewasa ditemukan pada lima puluh hari pascainfestasi dan menjadi lima ratus
ekor setelah seratus hari kemudian (Mc CARTHY et al ., 2004) .
2
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa penyebaran
penyakit skabies ini mudah sekali terjadi karena penyakit ini mudah
menular,dengan demikian kami mencoba untuk mencari solusi dengan
cara mencari bahan alternatif yang mudah didapat dan tidak sulit cara
menggunakannya serta bersifat alami.Bahan tersebut yang kami gunakan
yaitu tumbuhan beluntas (Puchea Indica).Pada setiap daerah di Indonesia
nama tumbuhan ini berbeda – beda yaitu Sumatra: beluntas (Melayu).
Jawa:
baluntas,
baruntas
(Sunda),
luntas
(Jawa),baluntas
(Madura).Sulawesi:
lamutasa
(Makasar).
Nusa
Tenggara:
lenabou
(Timor). Berdasarkan hidupnya tumbuhan ini sering ditemukan di daerah
kering pada tanah yang keras dan berbatu.Tumbuhan ini di Indonesia
ditemukan cukup banyak terutama di daerah pedesaan yang biasanya
ditanam dihalaman rumah dan juga sering
digunakan sebagai tanaman
pagar.
Beluntas dikategorikan sebagai tumbuhan obat karena didalam
tumbuhan ini terdapat kandungan kimia yaitu senyawa bioaktif.Tanpa
adanya senyawa bioaktif dalam tumbuhan, secara umum tumbuhan itu
tidak dapat digunakan sebagai obat. Senyawa bioaktif yang terdapat dalam
tumbuhan biasanya merupakan senyawa metabolit sekunder seperti
alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid, saponin dll.Sedangkan untuk
tumbuhan beluntas ini kandungan kimianya ,yaitu : pada daun
mengandung
alkaloid,
flavonoida
tannin,
minyak
atsiri,
asam
chlorogenik, natrium, kalium, aluminium, kalsium, magnesiaum, dan
fosfor tetapi, tidak mengandung saponin.Pada Akar mengandung
flavonoid dan tannin. (Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, jilid 1 :19). Pada
tumbuhan beluntas ini terdapat banyak khasiatnya baik pada daun
maupun akarnya. Sesuai dengan objek yang kami cari yaitu bahan
alternatif yang mudah didapat dan bersifat alami Objek tersebut ternyata
terdapat pada tumbuhan beluntas.Tumbuhan beluntas ini dapat mengobati
penyakit scabies.Namun, sekarang ini masih banyak masyarakat yang
belum mengerti manfaat dari tumbuhan beluntas ini.Untuk itu kami
mencoba untuk lebih memanfaatkan tumbuhan ini sebagai obat penyakit
scabies karena sifatnya penyakit ini mudah sekali menular.Dengan
demikian, untuk menghindari penularan tersebut hal yang baik dilakukan
adalah dengan mengobatinya terlebih dahulu bagi yang terkena penyakit
scabies tersebut.
Pengobatan dengan memakai tumbuhan beluntas lebih efesien dan
mudah didapatkan terutama di daerah pedesaan tumbuhan ini banyak
digunakan sebagai tanaman pagar.Untuk lebih memanfaatkan tumbuhan
tersebut alangkah baiknya digunakan sebagai bahan alternatif untuk
mengobati penyakit scabies .Pengobatan lain selain tumbuhan beluntas
seperti salep atau krim yang mengandung Sulfur presipitatum 4-20%
memiliki kelemahan diantaranya selain berbau apabila terkena pakaian
akan menimbulkan noda, terkadang menimbulkan iritasi namun masih
dalam batas normal serta aman digunakan pada bayi,hal ini kurang
efesien.Adapun
bahan
lain
yang
digunakan
obat
seperti
krim
Gamabenzenheksaklorida atau gameksan (GBH) 1% yaitu memiliki
kekurangan yaitu tidak dianjurkan pada anak berusia kurang dari 6 tahun
3
dan wanita hamil karena bersifat toksik terhadap system saraf pusat.Ada
juga bahan yang digunakan sebagai obat anti scabies yaitu menggunakan
permetrin 5 % krim kelebihannya toksisitasnya lebih rendah jika
dibandingkan Gameksan namun,kekurangannya hanya digunakan satu
kali pemakaian selama 10 jam. Akan tetapi obat ini tidak dianjurkan
untuk bayi < 2 bulan.( Armini,2011).
Rumusan Masalah
Berdasarkan judul yang kami ambil timbul rumusan masalah yang akan
dibahas yaitu :
1. Bagaimana mekanisme zat aktif dalam beluntas dalam membunuh kuman
scabies?
2. Bagaimanakah potensi beluntas sebagai obat anti scabies?
3. Bagaimanakah implementasi obat anti scabies dari beluntas di masyarakat?
Tujuan Penulisan
Tujuan diangkatnya permasalahan penyakit scabies yang terjadi di
masyarakat adalah :
1) Memberikan solusi agar penyakit scabies yang terjadi di masyarakat bisa
teratasi.
2) Menunjukkan bahan alternatif yang lebih mudah didapat dan bersifat
alamiah.
GAGASAN
Mekanisme Zat Aktif Dalam Beluntas
Skabies atau Scabies adalah penyakit menular yang bersifat zoonosis dan
disebabkan oleh Sarcoptes Scabiei. Gejala klinis akibat infestasi tungau Sarcoptes
Scabiei akan menimbulkan ruam-ruam dan rasa gatal yang parah terutama pada
malam hari atau setelah mandi. Kegatalan tersebut mengakibatkan timbulnya
bintik-bintik merah, papula dan vesikula. Penyakit kulit skabies merupakan
penyakit yang mudah menular.
Gambar 1. Scabies. (Sandhy, 2011).
Obat yang beredar di masyarakat untuk menyembuhkan penyakit
ini yaitu benzil benzoat, sulfur presipitatum 4-20% salep atau krim,
gamabenzenheksaklorida atau gameksan (GBH) 1% krim atau lotion,
krotamiton 10% krim atau lotion, dan permetrin 5% krim. Pada obat
tersebut terdapat kandungan yang sama yaitu benzil benzoat. Kami
memberikan obat alternatif yaitu tanaman beluntas. Tanaman beluntas
memilki kandungan Senyawa bioaktif yang merupakan senyawa
4
metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, steroid, minyak atsiri,
terpenoid, dan saponin. Pada tanaman beluntas zat yang berperan dalam
pengobatan scabies, yaitu flavonoid dan minyak atsiri. Flavonoid dan
minyak atsiri ini membentuk senyawa benzil benzoat.
\
Gambar 2. Beluntas. (Bumi Herbal Dago, 2011)
Menurut Purnomo (2001), flavonoid dalam daun beluntas
memiliki
aktifitas
antibakteri
terhadap
Staphylococcus
sp,
Propionobacterium sp dan Corynebacterium. Di dalam flavonoid
mengandung suatu senyawa fenol. Fenol merupakan suatu alkohol yang
bersifat asam sehingga disebut juga asam karbolat.
Kandungan minyak atsiri dari daun beluntas mengandung benzil
alkohol, benzil asetat, eugenol dan linolol (Rasmehuli, 1986). Cara kerja
dari minyak atsiri itu sendiri sebagai antibakteri hingga kini belum begitu
jelas diketahui. Kemungkinan aktifitas antibakteri ekstrak etanol daun
beluntas didapatkan dari kandungan benzil alkohol yang merupakan suatu
turunan alkohol. Cara kerja dari benzil alkohol hampir sama dengan
alkohol. Alkohol memiliki sifat pelarut lemak yang mendenaturasikan
protein secara dehidrasi sehingga membran sel akan rusak dan terjadi
inaktivasi enzim-enzim (Binarupa Aksara, 1993).
Potensi Beluntas Sebagai Obat Anti Scabies
Obat yang beredar di masyarakat memiliki beberapa kelemahan,
yaitu harganya mahal, menimbulkan efek panas pada kulit, berbau,
mengotori pakaian dan dapat menimbulkan iritasi. Sedangkan
Tanaman
beluntas memiliki keunggulan yaitu mudah di dapat, lebih murah, tidak
menimbulkan efek panas, dan tidak menimbulkan bau yang tajam.
Menurut Juliantina (2000), bahwa minyak atsiri, tannin dan alkaloid daun
Beluntas ( Pluchea indica L. ) memiliki daya antibakteri terhadap
Staphylococcus
aureus.
Merupakan
bakteri
penyebab
impetigo
(pembengkakan pada lapisan epidermis kulit).
Pada saat ini tumbuhan beluntas masih berkembang di masyarakat
pedesaan.
Masyarakat
pedesaan
menggunakannya
untuk
makanan.
Sedangkan potensi yang dapat di kembangkan
dari tanaman beluntas
cukup banyak salah satunya di bidang kesehatan.
Tanamn ini dapat
tumbuh liar di tanah dengan kelembaban tinggi. Di beberapa tempat
tanaman ini digunakan
guludan di perkebunan.
sebagai
tanaman
pagar
dan
pembatas
5
antar
Gambar 3. Pagar tanaman beluntas.
(Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura, 2009)
Implementasi Obat Anti Scabies Dari Beluntas di Masyarakat
Secara tradisional daun beluntas digunakan sebagai obat untuk
menghilangkan bau badan, obat turun panas, obat batuk, dan obat diare.
Daun beluntas yang telah direbus sangat baik untuk mengobati sakit kulit.
Dari hasil penelitian yang telah dijelaskan, sudah banyak manfaat
dari tumbuhan beluntas. Namun masyarakat masih belum mengerti akan
adanya manfaat dari tumbuhan tersebut. Sehingga para peneliti perlu
adanya sosialisasi kepada masyarakat melalui pihak – pihak tertentu, yaitu
tokoh masyarakat dan puskesmas atau klinik daerah.
Gagasan peningkatan manfaat beluntas ini dapat diimplementaskan dengan
baik apabila didukung oleh hal-hal strategis sebagai berikut :
1. Adanya riset berkelanjutan dalam pengembangan pemanfaatan beluntas
Indonesia.
2. Pemerintah menggandeng lembaga surveyor untuk mendapatkan data
spesifik karakteristik keinginan green consumers.
3. Adanya pertimbangan pembuatan UU yang mengatur bahwa penemuan
yang bermanfaat bagi hajat hidup orang banyak dapat dikelola oleh
Negara, dengan tidak mengabaikan kompensasi untuk penemunya.
4. Komitmen antara pemerintah dan peneliti untuk menjadikan Indonesia
mampu mengolah beluntas menjadi tanaman yang mempunyai manfaat
lain.
5. Diperlukan riset atau cost and benefit analysis untuk memperjelas tujuan,
biaya, manfaat, dan dampak dari tanaman beluntas
KESIMPULAN
Gagasan peningkatan tumbuhan beluntas secara efesien dapat
menggunakan teknologi lokal karya anak bangsa secara menyeluruh, adanya
6
kesadaran dari pemerintah terhadap kesejahteraan para peneliti dan ilmuan yang
berada di Indonesia, dan pencitraan potensi tanaman beluntas yang secara alami
tumbuh di Indonesia.
Langkah-langkah implementasi untuk mewujudkan gagasan peningkatan
tumbuhan beluntas ini adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Identifikasi potensi pengembangan daerah sesuai skala prioritas tiap
propinsi
Melakukan pendekatan secara gradual (bertahap) kepada tokoh
masyarakat sebagai awal pelaksanaan kerjasama dengan masyarakat
Penanaman kepercayaan kepada masyarakat (trust) agar menjadi lebih
baik jika dilakukan community development
Melakukan mekanisme koordinasi dengan membagi tugas secara jelas,
termasuk pembagian keuntungan yang tidak merugikan salah satu pihak
Melakukan Pemetaan daerah potensial pengembangan dalam daerah yang
dituju
Mobilisasi warga untuk melaksanakan program yang di sepakati bersama
Melakukan mekanisme evaluasi secara periodik dan profesional.
DAFTAR PUSTAKA
Armini, Ni Ketut Alit.2011.E.Learning Penanganan Masalah Sistem Integumen
(Kulit, Rambut, Kuku).Surabaya: Universitas Airlangga.
Atika, Erawati. 1992. Pengaruh Ekstrak Daun Beluntas Terhadap Proses
Spermatogenesis Pada Mencit. Yogyakarta : Farmasi UGM.
Bumi Herbal Dago. 2011. Herbal Untuk Hidup Sehat – Herbs for Healthy Life.
http://bumi-herbal.com/b/. 21 Desember 2011.
Currie, B.J ., P. Harumal, M . Mckinnon and S .F. Walton.2004 . First document
of in vivo and in vitro ivermectin resistance in Sarcoptes scabiei .
CID. 39 : 98- 112 .
Dalimartha, S. 2005. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 1. Trubus Agriwidya.
Jakarta. hlm 19:170.
Djuanda. A. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima, cetakan kedua.
Jakarta : FKUI
Dragos, V ., N . Kecelj and B. Zgavec. 2004 . Crusted scabies in an 8-year-old
child. Ac . Dermatoven APA 13(2) :66-70.
Habib, Rengganis Krisna Putri, Inayati.2007.
Daya Antifungsi Ekstrak
Etanol.Mutiara Medika : Jakarta
Mc Carthy, J .S ., D .J . Kemp, S .P. Walton and B .J . Currie.2004 . Scabies :
More than just an irritation . Postgrad.Med. J . 80 : 382 – 387.
7
Poeranto, S ., T. W. Sardjono, L . Hakim, P . Sanjoto dan S .Raharjoe. 1997 .
Pengobatan dengan gamexan pada penderita scabiosis di pondok
pesantren Al Munawwariyyah Sudimoro, Malang. Majalah
Kedokteran Unibraw . 13(2) : 69 - 73 .
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. 2009. Rumah Pangan Lestari.
http://hortikultura.litbang.deptan.go.id/index.php?bawaan=publikas
i/isi_informasi&kod=ARTIKEL&kd=&id=410. 21 Desember 2011
Sandhy. 2011. Tentang Scabies.
http://meongnanavu.blogspot.com/2011/04/tentang-scabies.html.
21 Desember 2011.
Sudirman, T. 2006. Scabies : Masalah Diagmosis dan Pengobatan. Majalah
Kesehatan Damianus. Vol. 5, No. 3. September 2006. Hal : 177190
Walton, S.F ., C.H. Deborah, B .J . Currie and D .J . Kemp . 2004a . Scabies : new
future for a neglected disease .Adv. Parasitol . 57 : 309 - 376 .
Wendel, J . and A . Rompam.2002. Scabies and pediculosis pubis : an update of
treatment regimens and general review . CID 35 (Suppl . 2) : S 146
- S 151.
Winarno, Wien dn Sundari, Dian. 1997. Informasi tanaman Obat Untuk
Kontrasepsi
Tradisional
Cermin
Dunia
Kedokteran.
No.120.1997.26. Jakarta : pusat Penelitian dan pengembangan
kesehatan departemen Kesehatan RI.
8
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Ketua kelompok
Nama
: Jauharuddin Luthfi A.
NIM
: 115090200111016
Jurusan / Fakultas
: Kimia / MIPA
Tempat, tanggal lahir
: Pasuruan, 08 April 1993
Universitas
: Universitas Brawijaya
HP
: 085331083935
Alamat
: Jl. Dieng AA No. 22 Perum Sekar
Indah II, Bakalan, Pasuruan, Jawa
Timur
Email
: [email protected]
Karya ilmiah yang pernah dibuat
:-
Prestasi yang pernah diraih
:-
Anggota
Nama
: Bagus Nurkam Ramadhan
NIM
: 115090200111006
Jurusan / Fakultas
: Kimia/MIPA
Tempat, tanggal lahir
: Lumajang,20 Februari 1994
Universitas
: Universitas Brawijaya
HP
: 087757353214
Alamat
:
Ds.Kedungmoro
Kab.Lumajang, Jawa Timur
Email
: [email protected]
Karya ilmiah yang pernah dibuat
:-
Prestasi yang pernah diraih
:-
Nama
: Ni Luh Ayu Suwandewi
NIM
: 115090201111016
Jurusan / Fakultas
: KIMIA/MIPA
Tempat, tanggal lahir
: Negara, 14 Mei 1993
Kec.Kunir
9
Universitas
: Universitas Brawijaya
HP
: 081936279223
Alamat
: Jln. Nusa
Jembrana, Bali
Indah
Email
: [email protected]
Karya ilmiah yang pernah dibuat
:-
Prestasi yang pernah diraih
:-
XIV
No.
22,
Download