PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA TANAMAN BELUNTAS UNTUK MENGOBATI PENYAKIT SCABIES BIDANG KEGIATAN: PKM GAGASAN TERTULIS (PKM-GT) Diusulkan Oleh: Jauharuddin Luthfi A. (115090200111016)/2011 Bagus Nurkam Ramadhan (115090200111006)/2011 Ni Luh Ayu Suwandewi (115090201111016)/2011 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2011 i LEMBAR PENGESAHAN 1. Judul Kegiatan : Tanaman Beluntas Untuk Mengobati Penyakit scabies 2. Bidang Kegiatan : ( )PKM-AI ( V ) PKM-GT 3. Ketua Pelaksana Kegiatan/ Penulis Utama a. Nama Lengkap : Jauharuddin Luthfi A b. NIM : 115090200111006 c. Jurusan : Kimia d. Universitas/Institut/Politeknik : Universitas Brawijaya e. Alamat Rumah dan No Tel./HP : Jl. Dieng AA No. 22 Perum. Sekar Indah II Bakalan Pasuruan/ 085331083935 f. Alamat email 4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : [email protected] : 2 (dua) orang 5. Dosen Pendamping a. Nama Lengkap dan Gelar b.NIP c. Alamat Rumah dan No Tel./HP : Zubaidah Ningsih AS, S.Si, M.Phil : 197905242002122002 : Jl. Rogonoto gang Merdeka no.69 RT 5 RW 4 Kelurahan Losari Singosari Malang/ 081283803936 Malang, 20 Desember 2011 Menyetujui Ketua Jurusan Kimia Ketua Pelaksana Kegiatan (Dr. Sasangka Prasetyawan, MS.) NIP. 196304041987011001 (Jauharuddin Luthfi A.) NIM. 115090200111016 Pembantu atau Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Dosen Pendamping (Ir. H. RB. Ainurrasjid, MS.) NIP. 195506181981031002 (Zubaidah Ningsih AS, S.Si, M.Phil) NIP. 197905242002122002 ii KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena limpahan rahmat, karunia, hidayah, inayah dan magfirah-Nya, karya tulis berjudul Tanaman Bluntas Untuk Mengobati Penyakit Scabies ini dapat kami selesaikan. Penulisan karya ilmiah ini telah mendapat bantuan dari berbagai pihak oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada : 1. Orang tua tercinta yang telah memberikan do’a dan motivasi agar kami semangat dalam penulisan karya ilmiah ini 2. Ibu Zubaidah sebagai dosen pendamping yang dengan sabar memberikan bimbingan kepada kami 3. Teman-teman jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Brawijaya dan pihak – pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu Penulis menyadari penyusunan program kreatif mahasiswa gagasan tertulis ini masih jauh dari sempurna ,oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar gagasan tertulis ini dapat membantu menambah wawasan untuk kita semua dan dapat bermanfaat bagi siap saja yang membutuhkan. Malang, 21 Desember 2011 Tim Penyusun iii DAFTAR ISI Halaman Judul ................................................................................................ i Halaman Pengesahan ..................................................................................... ii Kata Pengantar ................................................................................................ iii Daftar Isi …………………………………………..…………………….…... iv Daftar Gambar ............................................................................................... v Ringkasan …………………………………………………………………… vi Pendahuluan ………………………………………………………………..... 1 Latar Belakang ……………………………………………….…….... 1 Rumusan Masalah ……………………………………………..…….. 3 Tujuan ………………………………………………………..…….… 3 Gagasan ………………………………………………………..………….….. 3 Mekanisme Zat Aktif Dalam Beluntas ……………………………...... 3 Potensi Beluntas Sebagai Obat Anti Scabies …………………………. 4 Implementasi Obat Anti Scabies Dari Beluntas di Masyarakat ……….. 5 Kesimpulan …………………………………………….………………….….. 5 Daftar Pustaka ……………………………………………………………....... 6 Daftar Riwayat Hidup ………………………………………………...….…... 8 iv Daftar Gambar Gambar 1. Scabies ………………………………………………………… 3 Gambar 2. Beluntas ……………………………………………………….. 4 Gambar 3. Pagar tanaman beluntas ……………………………………….. 5 v Ringkasan Scabies adalah penyakit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes Scabiei.Penyakit ini bersifat menular karena bila salah satu anggota keluarga terkena, maka biasanya anggota keluarga lain akan ikut tertular juga. Cara penularannya yaitu melalui kontak langsung maupun kontak tak langsung. Skabies ditularkan oleh kutu betina yang telah dibuahi, melalui kontak fisik yang erat penularan melalui pakaian dalam, tempat tidur, handuk, setelah itu kutu betina akan menggali lobang kedalam epidermis kemudian membentu terowongan didalam stratum korneum. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada. Untuk pencegahan penyakit scabies, yaitu mencuci bersih, bahkan sebagian ahli menganjurkan dengan cara direbus, handuk, seprai maupun baju penderita skabies, kemudian menjemurnya hingga kering. Menghindari pemakaian baju, handuk, seprai secara bersama-sama. Mengobati seluruh anggota keluarga, atau masyarakat yang terinfeksi untuk memutuskan rantai penularan. Cara mengobatinya yaitu menggunakan tumbuhan beluntas karena tumbuhan ini mudah didapat dan lebih bersifat alamiah jika dibandingkan dengan obat – obat lain yang mengandung bahan – bahan kimia. Cara penggunaannya yaitu Daun atau akar sebanyak 10-15 gram direbus, lalu diminum. Untuk pemakaian luar, daun dilumatkan lalu dibalutkan untuk pegal linu, luka, scabies, kudis, dan borok. vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Skabies atau Scabies adalah penyakit menular yang bersifat zoonosis dan disebabkan oleh Sarcoptes Scabiei. Kejadian skabies pada manusia banyak dijumpai pada daerah tropis terutama di kalangan anak-anak dari lingkungan masyarakat yang hidup berkelompok dalam kondisi berdesak-desakan dengan tingkat higienes, sanitasi dan sosial ekonomi yang relatif rendah.Gejala klinis akibat infestasi tungau Sarcoptes Scabiei akan menimbulkan ruam-ruam dan rasa gatal yang parah terutama pada malam hari atau setelah mandi. Kegatalan tersebut mengakibatkan timbulnya bintik-bintik merah, papula dan vesikula. Penyakit kulit skabies merupakan penyakit yang mudah menular. Penyakit skabies ini dapat ditularkan secara langsung (kontak kulit dengan kulit) misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan melalui hubungan seksual. Penularan secara tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan selimut (Djuanda, 2007). Menurut Sudirman (2006), penyakit skabies pada umumnya menyerang individu yang hidup berkelompok seperti di asrama, pesantren, lembaga pemasyarakatan, perkampungan padat, dan rumah jompo. Anggota tubuh yang biasanya diserang oleh tungau Sarcoptes Scabiei adalah lapisan kulit yang tipis, seperti di sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipatan ketiak depan, pinggang, punggung, pusar, dada termasuk daerah sekitar alat kelamin pada pria dan daerah periareolar pada wanita. Penyakit skabies ini di Indonesia cukup tinggi ,ketika zaman penjajahan Jepang berlangsung. Penduduk kesulitan memperoleh makanan, pakaian dan sarana pembersih tubuh pada saat itu, sehingga kasus scabies cepat menular dari anak-anak hingga dewasa. Sebanyak 915 dari 1008 (90,8%) orang terserang skabies di Desa Sudimoro, Kecamatan Turen, Malang dilaporkan oleh Poeranto tahun 1997. Perbandingan penderita laki-laki dan perempuan adalah 83,7% : 18,3%. Data penderita skabies yang terhimpun dari klinik Penyakit Kulit dan Kelamin, Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (RS PMI) Bogor dari tahun 2000 - 2004, masing-masing enam belas pasien (2000); delapan belas pasien (2001); tujuh pasien (2002); delapan pasien (2003) dan lima pasien (2004). Data-data di atas menunjukkan bahwa penderita skabies di Indonesia masih cukup tinggi. Penularan skabies pada manusia sama seperti cara penularan skabies pada hewan, yaitu secara kontak langsung dengan penderita . Pakaian, handuk, sprai dan barang-barang lainnya yang pernah digunakan oleh penderita juga merupakan sumber penularan yang harus dihindari (CURRIE et al ., 2004; DRAGOS et al., 2004 ; WALTON et al ., 2004a) . Jumlah rata-rata tungau pada awal infestasi sekitar lima sampai sepuluh ekor, namun pada kasus scabies Krustasi, penderita dapat terinfestasi hingga jutaan ekor tungau (WENDEL dan RoMPALO, 2002) . Masa inkubasi skabies pada manusia yang belum pernah terinfestasi tungau adalah dua sampai enam minggu tetapi bagi penderita yang pernah terserang skabies sekitar satu hingga empat hari . Satu bulan pascainfestasi, jumlah tungau di dalam lapisan kulit mengalami peningkatan . Sebanyak 25 ekor tungau betina dewasa ditemukan pada lima puluh hari pascainfestasi dan menjadi lima ratus ekor setelah seratus hari kemudian (Mc CARTHY et al ., 2004) . 2 Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa penyebaran penyakit skabies ini mudah sekali terjadi karena penyakit ini mudah menular,dengan demikian kami mencoba untuk mencari solusi dengan cara mencari bahan alternatif yang mudah didapat dan tidak sulit cara menggunakannya serta bersifat alami.Bahan tersebut yang kami gunakan yaitu tumbuhan beluntas (Puchea Indica).Pada setiap daerah di Indonesia nama tumbuhan ini berbeda – beda yaitu Sumatra: beluntas (Melayu). Jawa: baluntas, baruntas (Sunda), luntas (Jawa),baluntas (Madura).Sulawesi: lamutasa (Makasar). Nusa Tenggara: lenabou (Timor). Berdasarkan hidupnya tumbuhan ini sering ditemukan di daerah kering pada tanah yang keras dan berbatu.Tumbuhan ini di Indonesia ditemukan cukup banyak terutama di daerah pedesaan yang biasanya ditanam dihalaman rumah dan juga sering digunakan sebagai tanaman pagar. Beluntas dikategorikan sebagai tumbuhan obat karena didalam tumbuhan ini terdapat kandungan kimia yaitu senyawa bioaktif.Tanpa adanya senyawa bioaktif dalam tumbuhan, secara umum tumbuhan itu tidak dapat digunakan sebagai obat. Senyawa bioaktif yang terdapat dalam tumbuhan biasanya merupakan senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid, saponin dll.Sedangkan untuk tumbuhan beluntas ini kandungan kimianya ,yaitu : pada daun mengandung alkaloid, flavonoida tannin, minyak atsiri, asam chlorogenik, natrium, kalium, aluminium, kalsium, magnesiaum, dan fosfor tetapi, tidak mengandung saponin.Pada Akar mengandung flavonoid dan tannin. (Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, jilid 1 :19). Pada tumbuhan beluntas ini terdapat banyak khasiatnya baik pada daun maupun akarnya. Sesuai dengan objek yang kami cari yaitu bahan alternatif yang mudah didapat dan bersifat alami Objek tersebut ternyata terdapat pada tumbuhan beluntas.Tumbuhan beluntas ini dapat mengobati penyakit scabies.Namun, sekarang ini masih banyak masyarakat yang belum mengerti manfaat dari tumbuhan beluntas ini.Untuk itu kami mencoba untuk lebih memanfaatkan tumbuhan ini sebagai obat penyakit scabies karena sifatnya penyakit ini mudah sekali menular.Dengan demikian, untuk menghindari penularan tersebut hal yang baik dilakukan adalah dengan mengobatinya terlebih dahulu bagi yang terkena penyakit scabies tersebut. Pengobatan dengan memakai tumbuhan beluntas lebih efesien dan mudah didapatkan terutama di daerah pedesaan tumbuhan ini banyak digunakan sebagai tanaman pagar.Untuk lebih memanfaatkan tumbuhan tersebut alangkah baiknya digunakan sebagai bahan alternatif untuk mengobati penyakit scabies .Pengobatan lain selain tumbuhan beluntas seperti salep atau krim yang mengandung Sulfur presipitatum 4-20% memiliki kelemahan diantaranya selain berbau apabila terkena pakaian akan menimbulkan noda, terkadang menimbulkan iritasi namun masih dalam batas normal serta aman digunakan pada bayi,hal ini kurang efesien.Adapun bahan lain yang digunakan obat seperti krim Gamabenzenheksaklorida atau gameksan (GBH) 1% yaitu memiliki kekurangan yaitu tidak dianjurkan pada anak berusia kurang dari 6 tahun 3 dan wanita hamil karena bersifat toksik terhadap system saraf pusat.Ada juga bahan yang digunakan sebagai obat anti scabies yaitu menggunakan permetrin 5 % krim kelebihannya toksisitasnya lebih rendah jika dibandingkan Gameksan namun,kekurangannya hanya digunakan satu kali pemakaian selama 10 jam. Akan tetapi obat ini tidak dianjurkan untuk bayi < 2 bulan.( Armini,2011). Rumusan Masalah Berdasarkan judul yang kami ambil timbul rumusan masalah yang akan dibahas yaitu : 1. Bagaimana mekanisme zat aktif dalam beluntas dalam membunuh kuman scabies? 2. Bagaimanakah potensi beluntas sebagai obat anti scabies? 3. Bagaimanakah implementasi obat anti scabies dari beluntas di masyarakat? Tujuan Penulisan Tujuan diangkatnya permasalahan penyakit scabies yang terjadi di masyarakat adalah : 1) Memberikan solusi agar penyakit scabies yang terjadi di masyarakat bisa teratasi. 2) Menunjukkan bahan alternatif yang lebih mudah didapat dan bersifat alamiah. GAGASAN Mekanisme Zat Aktif Dalam Beluntas Skabies atau Scabies adalah penyakit menular yang bersifat zoonosis dan disebabkan oleh Sarcoptes Scabiei. Gejala klinis akibat infestasi tungau Sarcoptes Scabiei akan menimbulkan ruam-ruam dan rasa gatal yang parah terutama pada malam hari atau setelah mandi. Kegatalan tersebut mengakibatkan timbulnya bintik-bintik merah, papula dan vesikula. Penyakit kulit skabies merupakan penyakit yang mudah menular. Gambar 1. Scabies. (Sandhy, 2011). Obat yang beredar di masyarakat untuk menyembuhkan penyakit ini yaitu benzil benzoat, sulfur presipitatum 4-20% salep atau krim, gamabenzenheksaklorida atau gameksan (GBH) 1% krim atau lotion, krotamiton 10% krim atau lotion, dan permetrin 5% krim. Pada obat tersebut terdapat kandungan yang sama yaitu benzil benzoat. Kami memberikan obat alternatif yaitu tanaman beluntas. Tanaman beluntas memilki kandungan Senyawa bioaktif yang merupakan senyawa 4 metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, steroid, minyak atsiri, terpenoid, dan saponin. Pada tanaman beluntas zat yang berperan dalam pengobatan scabies, yaitu flavonoid dan minyak atsiri. Flavonoid dan minyak atsiri ini membentuk senyawa benzil benzoat. \ Gambar 2. Beluntas. (Bumi Herbal Dago, 2011) Menurut Purnomo (2001), flavonoid dalam daun beluntas memiliki aktifitas antibakteri terhadap Staphylococcus sp, Propionobacterium sp dan Corynebacterium. Di dalam flavonoid mengandung suatu senyawa fenol. Fenol merupakan suatu alkohol yang bersifat asam sehingga disebut juga asam karbolat. Kandungan minyak atsiri dari daun beluntas mengandung benzil alkohol, benzil asetat, eugenol dan linolol (Rasmehuli, 1986). Cara kerja dari minyak atsiri itu sendiri sebagai antibakteri hingga kini belum begitu jelas diketahui. Kemungkinan aktifitas antibakteri ekstrak etanol daun beluntas didapatkan dari kandungan benzil alkohol yang merupakan suatu turunan alkohol. Cara kerja dari benzil alkohol hampir sama dengan alkohol. Alkohol memiliki sifat pelarut lemak yang mendenaturasikan protein secara dehidrasi sehingga membran sel akan rusak dan terjadi inaktivasi enzim-enzim (Binarupa Aksara, 1993). Potensi Beluntas Sebagai Obat Anti Scabies Obat yang beredar di masyarakat memiliki beberapa kelemahan, yaitu harganya mahal, menimbulkan efek panas pada kulit, berbau, mengotori pakaian dan dapat menimbulkan iritasi. Sedangkan Tanaman beluntas memiliki keunggulan yaitu mudah di dapat, lebih murah, tidak menimbulkan efek panas, dan tidak menimbulkan bau yang tajam. Menurut Juliantina (2000), bahwa minyak atsiri, tannin dan alkaloid daun Beluntas ( Pluchea indica L. ) memiliki daya antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. Merupakan bakteri penyebab impetigo (pembengkakan pada lapisan epidermis kulit). Pada saat ini tumbuhan beluntas masih berkembang di masyarakat pedesaan. Masyarakat pedesaan menggunakannya untuk makanan. Sedangkan potensi yang dapat di kembangkan dari tanaman beluntas cukup banyak salah satunya di bidang kesehatan. Tanamn ini dapat tumbuh liar di tanah dengan kelembaban tinggi. Di beberapa tempat tanaman ini digunakan guludan di perkebunan. sebagai tanaman pagar dan pembatas 5 antar Gambar 3. Pagar tanaman beluntas. (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, 2009) Implementasi Obat Anti Scabies Dari Beluntas di Masyarakat Secara tradisional daun beluntas digunakan sebagai obat untuk menghilangkan bau badan, obat turun panas, obat batuk, dan obat diare. Daun beluntas yang telah direbus sangat baik untuk mengobati sakit kulit. Dari hasil penelitian yang telah dijelaskan, sudah banyak manfaat dari tumbuhan beluntas. Namun masyarakat masih belum mengerti akan adanya manfaat dari tumbuhan tersebut. Sehingga para peneliti perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat melalui pihak – pihak tertentu, yaitu tokoh masyarakat dan puskesmas atau klinik daerah. Gagasan peningkatan manfaat beluntas ini dapat diimplementaskan dengan baik apabila didukung oleh hal-hal strategis sebagai berikut : 1. Adanya riset berkelanjutan dalam pengembangan pemanfaatan beluntas Indonesia. 2. Pemerintah menggandeng lembaga surveyor untuk mendapatkan data spesifik karakteristik keinginan green consumers. 3. Adanya pertimbangan pembuatan UU yang mengatur bahwa penemuan yang bermanfaat bagi hajat hidup orang banyak dapat dikelola oleh Negara, dengan tidak mengabaikan kompensasi untuk penemunya. 4. Komitmen antara pemerintah dan peneliti untuk menjadikan Indonesia mampu mengolah beluntas menjadi tanaman yang mempunyai manfaat lain. 5. Diperlukan riset atau cost and benefit analysis untuk memperjelas tujuan, biaya, manfaat, dan dampak dari tanaman beluntas KESIMPULAN Gagasan peningkatan tumbuhan beluntas secara efesien dapat menggunakan teknologi lokal karya anak bangsa secara menyeluruh, adanya 6 kesadaran dari pemerintah terhadap kesejahteraan para peneliti dan ilmuan yang berada di Indonesia, dan pencitraan potensi tanaman beluntas yang secara alami tumbuh di Indonesia. Langkah-langkah implementasi untuk mewujudkan gagasan peningkatan tumbuhan beluntas ini adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Identifikasi potensi pengembangan daerah sesuai skala prioritas tiap propinsi Melakukan pendekatan secara gradual (bertahap) kepada tokoh masyarakat sebagai awal pelaksanaan kerjasama dengan masyarakat Penanaman kepercayaan kepada masyarakat (trust) agar menjadi lebih baik jika dilakukan community development Melakukan mekanisme koordinasi dengan membagi tugas secara jelas, termasuk pembagian keuntungan yang tidak merugikan salah satu pihak Melakukan Pemetaan daerah potensial pengembangan dalam daerah yang dituju Mobilisasi warga untuk melaksanakan program yang di sepakati bersama Melakukan mekanisme evaluasi secara periodik dan profesional. DAFTAR PUSTAKA Armini, Ni Ketut Alit.2011.E.Learning Penanganan Masalah Sistem Integumen (Kulit, Rambut, Kuku).Surabaya: Universitas Airlangga. Atika, Erawati. 1992. Pengaruh Ekstrak Daun Beluntas Terhadap Proses Spermatogenesis Pada Mencit. Yogyakarta : Farmasi UGM. Bumi Herbal Dago. 2011. Herbal Untuk Hidup Sehat – Herbs for Healthy Life. http://bumi-herbal.com/b/. 21 Desember 2011. Currie, B.J ., P. Harumal, M . Mckinnon and S .F. Walton.2004 . First document of in vivo and in vitro ivermectin resistance in Sarcoptes scabiei . CID. 39 : 98- 112 . Dalimartha, S. 2005. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 1. Trubus Agriwidya. Jakarta. hlm 19:170. Djuanda. A. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima, cetakan kedua. Jakarta : FKUI Dragos, V ., N . Kecelj and B. Zgavec. 2004 . Crusted scabies in an 8-year-old child. Ac . Dermatoven APA 13(2) :66-70. Habib, Rengganis Krisna Putri, Inayati.2007. Daya Antifungsi Ekstrak Etanol.Mutiara Medika : Jakarta Mc Carthy, J .S ., D .J . Kemp, S .P. Walton and B .J . Currie.2004 . Scabies : More than just an irritation . Postgrad.Med. J . 80 : 382 – 387. 7 Poeranto, S ., T. W. Sardjono, L . Hakim, P . Sanjoto dan S .Raharjoe. 1997 . Pengobatan dengan gamexan pada penderita scabiosis di pondok pesantren Al Munawwariyyah Sudimoro, Malang. Majalah Kedokteran Unibraw . 13(2) : 69 - 73 . Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. 2009. Rumah Pangan Lestari. http://hortikultura.litbang.deptan.go.id/index.php?bawaan=publikas i/isi_informasi&kod=ARTIKEL&kd=&id=410. 21 Desember 2011 Sandhy. 2011. Tentang Scabies. http://meongnanavu.blogspot.com/2011/04/tentang-scabies.html. 21 Desember 2011. Sudirman, T. 2006. Scabies : Masalah Diagmosis dan Pengobatan. Majalah Kesehatan Damianus. Vol. 5, No. 3. September 2006. Hal : 177190 Walton, S.F ., C.H. Deborah, B .J . Currie and D .J . Kemp . 2004a . Scabies : new future for a neglected disease .Adv. Parasitol . 57 : 309 - 376 . Wendel, J . and A . Rompam.2002. Scabies and pediculosis pubis : an update of treatment regimens and general review . CID 35 (Suppl . 2) : S 146 - S 151. Winarno, Wien dn Sundari, Dian. 1997. Informasi tanaman Obat Untuk Kontrasepsi Tradisional Cermin Dunia Kedokteran. No.120.1997.26. Jakarta : pusat Penelitian dan pengembangan kesehatan departemen Kesehatan RI. 8 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Ketua kelompok Nama : Jauharuddin Luthfi A. NIM : 115090200111016 Jurusan / Fakultas : Kimia / MIPA Tempat, tanggal lahir : Pasuruan, 08 April 1993 Universitas : Universitas Brawijaya HP : 085331083935 Alamat : Jl. Dieng AA No. 22 Perum Sekar Indah II, Bakalan, Pasuruan, Jawa Timur Email : [email protected] Karya ilmiah yang pernah dibuat :- Prestasi yang pernah diraih :- Anggota Nama : Bagus Nurkam Ramadhan NIM : 115090200111006 Jurusan / Fakultas : Kimia/MIPA Tempat, tanggal lahir : Lumajang,20 Februari 1994 Universitas : Universitas Brawijaya HP : 087757353214 Alamat : Ds.Kedungmoro Kab.Lumajang, Jawa Timur Email : [email protected] Karya ilmiah yang pernah dibuat :- Prestasi yang pernah diraih :- Nama : Ni Luh Ayu Suwandewi NIM : 115090201111016 Jurusan / Fakultas : KIMIA/MIPA Tempat, tanggal lahir : Negara, 14 Mei 1993 Kec.Kunir 9 Universitas : Universitas Brawijaya HP : 081936279223 Alamat : Jln. Nusa Jembrana, Bali Indah Email : [email protected] Karya ilmiah yang pernah dibuat :- Prestasi yang pernah diraih :- XIV No. 22,