Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Makanan Tambahan Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Wilayah Puskesmas Karang Bintang Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2013 Overview Of Mother’s Knowledge About Supplement Feeding To 0-6 Months Old Infants In Karang Bintang Public Health Centre, Tanah Bumbu Sub Province, 2013 Mahpolah1*, Nina Rahmadiliyani2, Tri Astuti3 STIKES Husada Borneo, Jl. A. Yani Km 30,5 No.4 Banjarbaru, Kalimantan Selatan 2 STIKES Husada Borneo, Jl. A. Yani Km 30,5 No.4 Banjarbaru, Kalimantan Selatan 3 Alumni STIKES Husada Borneo, Jl. A. Yani Km 30,5 No.4 Banjarbaru, Kalimantan Selatan *korespondensi : 1 Abstract Background, achieve optimal growth and development, in the Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO / UNICEF recommend four important things to do, those are, first giving breast milk to the infant immediately within 30 minutes after the baby has born and then exclusive breastfeeding from birth until 6 months old infant, the third is supplement feeding (MP-ASI) since infants aged 6 months to 24 months besides breastfeeding, and continue breastfeeding until 24 months or more. Fact, there are still many mothers who are not breastfeed their babies exclusively, more than 50% infants in Indonesia have got extra food prematurely. The purpose of this study is to describe the level of mother’s knowledge about feeding in 0-6 months old infants. This is a descriptive study. Research sites in the Karang Bintang Public Health Centre, the sample study were mothers with babies 0-6 months ie 55 people. With the sampling method is Accidental sampling. Results showed that mother's knowledge of supplement feeding in infants aged 0-6 months in the Work Area of Karang Bintang Public Health Center in 2013 is just a few mothers who have good knowledge of infant feeding, which is 11 mothers (20.0%), while enough knowledge is 19 mothers (34.5%) and a less knowledge only 25 mothers (45.5%). Keywords : knowledge , Food Supplement feeding Pendahuluan Visi Indonesia Sehat 2015 melalui pembangunan kesehatan adalah menginginkan masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Pengertian sehat meliputi kesehatan jasmani, rohani serta sosial dan bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Masyarakat Indonesia yang dicita-citakan adalah masyarakat Indonesia yang mempunyai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat sehingga tercapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, sebagai salah satu unsur dari pembangunan kesehatan sumber daya manusia Indonesia seutuhnya (1). Mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO / UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu ; pertama memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, ketiga memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan keempat meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih. Masalah kesehatan adalah merupakan masalah yang sangat kompleks, oleh karena itu perlu di upayakan secara menyeluruh dan bersama-sama dengan mayarakat untuk mengatasinya. Salah satu sasaran yang ditetapkan untuk tahun 2010 adalah menurunkan angka kematian maternal menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian neonatal menjadi 16 per 1.000 kelahiran hidup. Dalam rangka untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian, maka salah satu upaya untuk memecahkan masalah adalah dengan mewujudkan Misi Indonesia Sehat 39 Jurkessia, Vol. V, No. 3, Juli 2015 Mahpolah, dkk. 2010 yaitu menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau serta meningkatkan kesehatan individu, keluarga, masyarakat dan lingkungan (2). Ibu sebagai pelindung, melindungi bayi dari segala bahaya yang mengancam, serta sebagai pengasuh, dan juga pendidik. Bila ibu mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang baik di bidang kesehatan, maka bayi yang diasuhnya bisa lebih terjamin pertumbuhan dan perkembangannya sebaliknya bila ibu kurang mempunyai pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan maka perlakuan mereka kepada bayinya akan jauh dari perilaku sehat, akibatnya bayi dapat mengalami gangguan kesehatan. Bayi sering menderita penyakit infeksi yang menguras zat gizi akibatnya status gizi bayi menjadi buruk, gizi yang buruk membuat daya tahan tubuh lemah sehingga bayi mudah terkena infeksi, oleh karena itu pengetahuan kesehatan bagi ibu sangatlah penting untuk memilih makanan yang sehat bagi bayi (4). Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS) 2011, dari sekitar 5 juta anak balita (27,5%) yang kekurangan gizi, lebih kurang 3,6 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak (8,3%) gizi buruk. Status gizi bayi merupakan hasil dari keseimbangan antara asupan gizi dengan kebutuhan gizi. Dilihat dari kebutuhan gizi, kematangan fisiologis, dan keamanan imunologis, pemberian makanan selain Air Susu Ibu (ASI) sebelum bayi berusia 6 bulan adalah tidak perlu dan juga dapat membahayakan. Kerugian dan resiko apabila makanan pelengkap diberikan terlalu dini dapat mengganggu perilaku dalam pemberian makanan bayi, pengurangan produksi ASI, penurunan absorpsi besi dari ASI, meningkatnya resiko infeksi dan alergi pada bayi, dan meningkat pula resiko terjadinya kehamilan baru. Di samping itu juga dapat terjadi pula resiko terhadap defisit air yang akan menyebabkan hiperosmolaritas dan hipernatremia, yang pada kasus-kasus ekstrim dapat menyebabkan terjadinya kejang-kejang, dan bahkan kerusakan yang menetap pada otak (3). Cara memasak, menyimpan, dan memberikan makanan tambahan yang tidak menghiraukan kebersihan lebih mudah menyebabkan Gastroenteritis pada bayi yang berakibat terhadap gangguan pertumbuhannya dan pemberian makanan tambahan terlalu dini dengan sendirinya mengurangi waktu untuk menyusui (4). Menurut Roesli (2004), mengungkapkan bahwa fenomena pemberian makanan tambahan di sebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: pengetahuan ibu yang kurang memadai tentang pemberian makanan tambahan sebelum waktunya, serta kebiasaan yang sering ditemui bayi yang baru berusia 1 bulan sudah diberi pisang atau nasi yang telah di kunyah terlebih dahulu oleh ibunya, campuran beras merah dengan pisang yang diuleg, madu, makanan tambahan instan seperti SUN, dan sebagainya. Pemberian susu formula, makanan padat atau tambahan yang terlalu dini dapat meningkatkan angka kesakitan pada bayi. Selain itu tidak ditemukan bukti yang menyongkong bahwa pemberian susu formula, makanan padat atau tambahan pada usia 4 atau 5 bulan lebih menguntungkan. Bahkan sebaliknya, hal ini akan mempunyai dampak yang negatif terhadap kesehatan bayi dan tidak ada dampak positif untuk perkembangan dan pertumbuhannya (6). Cakupan ASI Eksklusif yang harus di capai Indonesia yaitu sebesar 80% masih sangat jauh dari harapan. Wilayah Kerja Puskesmas Karang Bintang termasuk salah satu Puskesmas dengan cakupan ASI Eksklusif rendah yaitu 0%. Pada tahun 2010 di Wilayah Puskesmas Karang Bintang tercatat ada 832 bayi, tidak ada satupun bayi yang diberi ASI Eksklusif dengan presentasi 0%. Pada tahun 2011 di Wilayah Puseksmas Karang Bintang tercatat ada 756 bayi, tidak ada satupun yang diberi ASI Eksklusif dengan presentasi 0%, dan pada tahun 2012 di Wilayah Puskesmas Karang Bintang tercatat 793 bayi, juga tidak ada satupun yang diberi ASI Eksklusif dengan presentasi 0%. Berdasarkan laporan di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Bintang pada tahun 2013 dari bulan Januari – Februari tercatat 40 Jurkessia, Vol. V, No. 3, Juli 2015 Mahpolah, dkk. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian pada 55 ibu mengenai gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi usia 0-6 bulan di Wilayah Puskesmas Karang Bintang Kabupaten Tanah Bumbu pada bulan Maret - Juni tahun 2013 didapatkan hasil sebagian kecil ibu yang berpengetahuan baik sebanyak 11 ibu (20,0%), berpengetahuan cukup sebanyak 19 ibu (34,5%), dan berpengetahuan kurang sebanyak 25 ibu (45,5%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Putri Dwi, (7) bahwa sebagian ada ibu yang berpengetahuan kurang sebanyak 20 ibu (39,3%). Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Bayiti Ona, (2012) sebagian lagi ibu berpengetahuan kurang sebanyak 25 ibu (43,9%) dan ditambahkan pula dengan hasil penelitian Sosilowati Jihan, (8) bahwa tingkat pengetahuan ibu berpengaruh terhadap pemberian MP-ASI Dini. Semakin kurang pengetahuan ibu tentang makanan tambahan maka semakin banyak ibu yang memberikan makanan tambahan pada bayi usia 0-6 bulan. Demikian juga sebaliknya, semakin baik pengetahuan ibu maka semakin sedikit ibu yang memberikan makanan tambahan pada bayi usia 0-6 bulan karena seharusnya pemberian makanan tambahan di berikan pada usia diatas 6 bulan. Makanan tambahan adalah makanan yang diberikan pada anak usia 6–24 bulan. Peranan makanan tambahan sama sekali bukan untuk menggantikan ASI melainkan untuk melengkapi ASI (9). Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian makanan tambahan diantaranya faktor sosial ekonomi, sangat berperan dimana sosial ekonomi yang cukup atau baik akan memudahkan mencari pelayanan kesehatan yang lebih baik. Status Pekerjaan, bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu bagi ibu-ibu yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (12). Ibu yang sibuk akan memiliki waktu yang sedikit untuk memperoleh informasi, sehingga tingkat pendidikan yang mereka peroleh juga berkurang, sehingga tidak ada waktu untuk memberikan ASI pada bayinya dan cenderung memberikan makanan tambahan pada bayi. Faktor sosial budaya ada 121 ibu yang mempunyai bayi 0-6 bulan. Berdasarkan data tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian Makanan Tambahn usia 0-6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Bintang Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2013. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Populasi penelitian ini populasinya adalah semua ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan di Wilayah kerja Puskesmas Karang Bintang, data tahun 2013 bulan Januari sampai Februari berjumlah 121 ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan. Sampel pada penelitian ini adalah sebagian dari populasi yaitu ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan tahun 2013. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 55. Teknik pengambilan sampel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Accidental sampling. (11) Hasil Penelitian Dari penelitian didapatkan jumlah ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan sebanyak 55 ibu. Hasil penelitian akan disajikan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi menurut Gambaran Tingkat Pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan usia 0-6 bulan di Wilayah Puskesmas Karang Bintang Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2013. Dari penelitian yang telah dilakukan dari bulan Maret – Juni dengan sampel 55 ibu di dapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 1 Distribusi Frekuensi pengetahuan ibu di wilayah Puskesmas Karang Bintang Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2013. No Pengetahuan Frekuensi Persentase 1 Baik 11 20,0 2 Cukup 19 34,5 3 Kurang 25 45,5 Jumlah 55 100 Berdasarkan tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa dari 55 ibu yang mempunyai pengetahuan kurang adalah 25 orang (45,5 %). 41 Jurkessia, Vol. V, No. 3, Juli 2015 Mahpolah, dkk. juga sangat berperan dalam proses terjadinya masalah pemberian makanan tambahan di berbagai kalangan masyarakat. Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan untuk memberikan makanan tambahan pada bayi dengan alasan bayi tidak akan kenyang dengan diberikan ASI saja. (13). Seorang ibu yang secara tidak sadar berpendapat bahwa menyusui hanyalah merupakan beban saja bagi kebebasan pribadinya atau hanya memperburuk ukuran tubuhnya, tidak akan dapat menyusui anaknya dengan baik perasaan tersebut mempunyai pengaruh negatif terhadap produksi susu (13). Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pekerjaan, dan umur. Pendidikan diperlukan untuk mencapai informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola pola hidup terutama dalam memotivasi untuk berperan serta dalam pembangunan (10) pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga terutama dalam pemberian ASI sehingga ibu akan memberikan makanan tambahan sebelum waktunya. Selain pendidikan dan pekerjaan, umur juga sangat mempengaruhi pengetahuan. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari hasil penelitian 55 ibu yang berpengetahuan baik tentang pemberian makanan tambahan usia 0-6 bulan sebanyak 11 ibu (20,0%). Pengetahuan ibu baik karena Ibu mengerti dan memahami tentang pemberian makanan tambahan, bahwa makanan tambahan yang berupa makanan atau minuman hanya dapat diberikan setelah bayi usia 6 bulan yang bertujuan untuk melengkapi atau menambah zat-zat gizi yang diperlukan bayi setelah usia 6 bulan karena ASI saja tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi secara terus menerus. Jenis makanan tambahan itu berupa jenis makanan tambahan lokal (yang di olah sendiri) atau jenis makanan olahan pabrik (instan) dan bentuk makan tambahan seperti lumat, lembek, atau berupa makanan keluarga yang semuanya itu harus di berikan sesuai dengan umur bayi, serta mengetahui resiko yang akan terjadi pada bayi jika di berikan makanan tambahan sebelum waktunya. Semua itu sesuai dengan tingkat pendidikan ibu sendiri. Ibu yang berpengetahuan cukup tentang pemberian makanan tambahan usia 0-6 bulan di Wilayah Puskesmas Karang Bintang dari 55 ibu sebanyak 19 ibu (34,5%) hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu sehingga dapat berpengaruh terhadap pengetahuan tentang pemberian makanan tambahan, ibu mengetahui tentang makanan tambahan tetapi kurang mengetahui isi dalam makan tambahan itu sendiri, seperti tujuan pemberian makanan tambahan untuk menghindari terjadinya kekurangan gizi setelah bayi berusia di atas 6 bulan tetapi ibu berasumsi bahwa tujuan di berikan makanan tambahan agar anak selalu ceria dan anak tidak rewel atau menangis, manfaat pemberian makanan tambahan adalah untuk melengkapi kebutuhan gizi setelah bayi berusia 6 bulan tetapi ibu juga banyak yang berasumsi bahwa manfaat diberikan makanan tambahan untuk melengkapi kebutuhan gizi bayi sebelum usia 6 bulan dan agar anak menjadi lebih sehat. Ibu juga kurang mengetahui tentang bentuk makanan seperti makanan tambahan yang lumat, lembek maupun makanan keluarga harus di berikan pada saat bayi usia berapa, yaitu pemberian bentuk makanan tambahan sesuai umur bayi, dari uraian di atas dapat di katakan bahwa ibu juga kurang mengetahui resiko pemberian makanan tambahan sebelum waktunya ataupun keterlambatan dalam memberikan makanan tambahan. Selain itu ibu yang berpengetahuan kurang tentang pemberian makan tambahan di Wilayah Puskesmas Karang Bintang sebanyak 25 ibu (45,5%) hal ini juga sangat di pengaruhi oleh pendidikan sehingga berpengaruh terhadap pengetahuan ibu, pada hal ini dari 15 pertanyaan yang telah di berikan kepada 55 ibu hampir sebagian ibu juga tidak mengetahui tentang manfaat, tujuan serta resiko diberikannya makanan tambahan 42 Jurkessia, Vol. V, No. 3, Juli 2015 Mahpolah, dkk. sebelum waktunya, asumsi ibu memberikan makanan tambahan sebelum waktunya hanya ingin agar bayinya tidak menangis terus, selalu ceria, dan menjadi lebih sehat. Di lihat dari banyaknya anggapan dan kebiasan serta pengalaman ibu atau keluarga yang sering di lakukan meski bayi sudah di beri ASI tetapi bayi tidak merasa kenyang (selalu lapar), di tandai dengan bayi yang rewel serta terus menangis, dan meski bayi tidak rewel atau menangis tetap di berikan makanan tambahan agar bayi mereka anteng (diam). Lingkungan sekitar dan budaya yang kental juga sangat mempengaruhi ibu-ibu dalam menerima informasi atau pengetahuan. Pengetahuan ibu akan sangat mempengaruhi terhadap pemberian makanan tambahan secara benar. Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pekerjan, dan umur serta faktor lingkungan dan juga sosial budaya. Pendidikan diperlukan untuk mencapai informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola pola hidup terutama dalam memotivasi untuk berperan serta dalam pembangunan. Menurut Nursalam, (10) pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. Selain pendidikan dan pekerjaan, umur juga sangat mempengaruhi pengetahuan. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Sedangkan faktor lingkungan dan sosial budaya menurut Ann.Mariner yang dikutip dari Nursalam (10) lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan orang atau kelompok serta sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dalam menerima informasi. berpengetahuan kurang yang berjumlah 25 ibu (45,5%), sebagian lagi berpengetahuan cukup yang berjumlah 19 ibu (34,5%) dan sebagian kecil berpengetahuan baik berjumlah 11 ibu (20,0%). Daftar Pustaka 1. Departemen Kesehatan RI, (2015) Visi Indonesia Sehat. Jakarta: CV Dian Rakyat. 2. Departemen Kesehatan RI, (2010) Masalah Kesehatan di Indonesia. Jakarta: Depkes RI. 3. Almatsier, S. (2001) Prinsip Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 4. Pudjiadi, (2002) Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta: Binarupa Aksara. 5. Roesli, U. (2004) Pemberian ASI Eksklusif. Jakarta: Dunia Anak. 6. Manuaba, I. G. (1998) Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berancana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC. 7. Putri, D. (2012) Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian makanan tambahan selain ASI pada bayi usia 06 bulan di Wilayah Pustu Panggung Baru Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut. 8. Susilowati, J (2007) Hubungan pengetahuan dan sikap pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada anak usia 0-6 bulan di Puskesmas Jati Sari. 9. Yesrina, R (2000) Makanan Pendamping ASI pada Baxyi. Jakarta: Agromedia Pustaka. 10. Nursalam, (2003) Konsep dan Penerapan Metodologi Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 11. Notoatmodjo, S. (2005) Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Rineka Cipta. 12. Markum, (2003) Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta FKUI. 13. Kristina, N. (2007) Pemberian MP-ASI. Jakarta: Agromedia Pustaka. Kasimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 55 ibu mengenai pemberian makanan tambahan pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah Puskesmas Karang Bintang Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2013 didapat hasil sebagian besar 43