3 TINJAUAN PUSTAKA Daging Daging

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Daging
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil
pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak
menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 2005).
Lawrie (2003) mendefinisikan daging sebagai sesuatu yang berasal dari hewan
termasuk limpa, ginjal, otak serta jaringan lain yang dapat dimakan. Soeparno
(2005), menjelaskan lebih lanjut keadaan fisik daging dapat dikelompokkan menjadi
daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, daging yang dilayukan kemudian
didinginkan (daging dingin), daging yang dilayukan, didinginkan, kemudian
dibekukan (daging beku), daging masak, daging asap dan daging olahan.
Daging merupakan bahan pangan hewani yang mudah rusak oleh
mikroorganisme karena kandungan gizi di dalamnya yang mendukung untuk
pertumbuhan mikroorganisme, terutama mikroba perusak yang menghasilkan toksik.
Spesies
yang
umum
terdapat
pada
daging
segar
adalah
Pseudomonas,
Staphylococcus, Micrococcus, Enterococcus dan Coliform (Bukle et al., 1987)
Sosis Fermentasi
Salami berasal dari kata suh-lah-mee. Salami merupakan salah satu famili
produk sosis fermentasi kering, yang dikemas dengan casing berdiameter agak besar,
bentuk adonannya kasar, memiliki flavour tertentu (terutama bawang putih) dan
dapat langsung dikonsumsi tanpa dimasak. Sosis berasal dari kata “salsus” dari
bahasa latin, yang memiliki arti daging yang digarami. Pengertian sosis secara umum
adalah bahan pangan yang berasal dari daging yang dipotong kecil-kecil atau
dicincang yang digiling dan diberi bumbu yang kemudian dimasukkan ke dalam
selongsong sosis atau casing (Buckle et al., 1987).
Sosis yang telah dikenal oleh masyarakat menurut Bacus (1984) dibagi
menjadi lima kelas, yaitu sosis segar, sosis segar diasap, sosis masak tidak diasap,
sosis kering, sosis agak kering atau sosis fermentasi dan sosis spesialisasi daging
masak. Banyak terdapat jenis sosis fermentasi di negara Eropa. Italia merupakan
salah satu negara yang masyarakatnya gemar mengonsumsi sosis fermentasi.
Terdapat tiga jenis sosis fermentasi tradisional asal Italia yaitu Salame bergamasco,
3
Salame cremonese, Salame mantovano. Tabel 1 menunjukkan karakteristik dari
ketiga sosis fermentasi tersebut.
Tabel 1. Karakteristik, Bahan dan Prosedur Pembuatan Sosis Fermentasi
Tipe
Karakteristik
Salame
Diameter
bergamasco
Casing
Alami
Bahan
Proses pembuatan
Daging babi,
Pengeringan pada suhu
8 cm,
lemak babi,
25 °C selama 2 hari
panjang 25
NaCl, bawang
dengan RH 85%,
cm dan
putih, lada, gula,
pematangan untuk 60
berat 1,4
anggur merah,
hari dengan suhu 12-13
kg
nitrit.
°C dengan RH 65%85%.
Salame
Diameter
cremonese
Alami
Daging babi,
Pengeringan pada suhu
6,5 cm,
lemak babi,
25 °C selama 2 hari
panjang 15
NaCl, bawang
dengan RH 85%,
cm dan
putih, lada
pematangan untuk 56
berat 1 kg
hitam, gula,
hari dengan suhu 11-12
anggur merah
°C dengan RH 70%-
atau putih, nitrit.
85%.
Daging babi,
Pengeringan pada suhu
Salame
Diameter
Alami
mantovano
5 cm,
lemak babi,
15 °C selama 2 hari
panjang 20
NaCl, bawang
dengan RH 80%,
cm dan
putih, lada
pematangan untuk 60
berat 800
hitam, bubuk
hari dengan suhu 10-12
gr
cenggkeh, gula,
°C dengan RH 65%-
anggur merah,
85%.
nitrit.
Sumber : Cocolin et al. (2009)
Sosis fermentasi di Indonesia terutama di wilayah Bali telah dikenal dengan
nama “Urutan”. Sosis fermentasi “Urutan” merupakan sosis yang terbuat dari daging
babi dan lemak babi dengan campuran rempah-rempah dengan atau tanpa
penambahan sodium nitrit dan gula, dikemas dalam selongsong usus babi kemudian
4
dijemur dibawah sinar matahari selama 3-5 hari, proses fermentasi dilakukan secara
spontan (Aryanta, 1996). Antara et al. (2002) mengidentifikasi jenis bakteri asam
laktat yang berperan dalam proses pembuatan “Urutan”, hasil dari penelitian tersebut
adalah bakteri asam laktat homofermentatif yang dominan tumbuh dalam “Urutan”.
Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu proses pemecahan karbohidrat dan asam amino
secara anaerobik, yaitu tanpa menggunakan oksigen. Senyawa yang dipecah dalam
proses fermentasi terutama kabohidrat, asam amino hanya dapat difermentasi oleh
beberapa bakteri tertentu (Fardiaz, 1992).
Glukosa
Aldolase
Fruktosa, 1,6- diphospat
Gliseraldehida 3- phospat
Phospopenol piruvat
Pyruvate kinase
ADP
ATP
Pyruvate
Lactate dehydrogenase
NADH
NAD+
Asam laktat
Gambar 1. Proses Fermentasi Homofermentatif
Sumber: Toldra et al., (2001)
Proses fermentasi seperti pada Gambar 1 disebut fermentasi homofermentatif
sebab asam laktat merupakan produk utama fermentasi. Bakteri asam laktat yang
melakukan fermentasi melalui jalur tersebut disebut bakteri asam laktat
homofermentatif. Bakteri asam laktat yang termasuk homofermentatif diantaranya
Streptococus dan beberapa Lactobacillus (Bacus, 1984). Fermentasi pangan dibagi
menjadi dua kelompok yaitu fermentasi spontan dan tidak spontan. Fermentasi
5
spontan merupakan suatu proses fermentasi yang mengandalkan kultur starter alami
yang terdapat dalam bahan baku, sedangkan fermentasi tidak spontan dilakukan
penambahan bakteri dalam bentuk starter (Fardiaz, 1992).
Komposisi Sosis Fermentasi
Daging
Bahan baku sosis biasanya berasal dari daging sapi. Daging yang umum
digunakan dalam pembuatan sosis merupakan daging yang kurang nilai ekonomisnya
atau daging berkelas rendah seperti daging leher, rusuk, dada serta daging-daging
sisa atau tetelan (Soeparno, 2005). Bahan baku utama pembuatan sosis fermentasi
adalah daging dari bagian jaringan otot rangka dan lemak beku (Toldra et al., 2001).
Lemak
Lemak merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam
pembuatan sosis fermentasi. Lemak yang ditambahkan pada adonan akan
berpengaruh terhadap palatabilitas produk sosis fermentasi, aroma dan flavour dari
produk sosis fermentasi. Lemak sangat penting dalam pembuatan sosis fermentasi
karena pada sosis fermentasi akan dilakukan penyimpanan dengan waktu yang lama,
sehingga lemak harus memiliki titik leleh yang tinggi dan kandungan lemak tak
jenuh yang rendah. Penggunaan lemak yang tinggi kandungan asam lemak tak jenuh
menyebabkan sosis mudah teroksidasi sehingga warna yang nampak agak keruh
akibat pelelehan lemak pada permukaan dan juga menyebabkan munculnya flavour
yang tidak menarik atau rancidity pada produk akhir sosis fermentasi (Wood, 1999)
Garam
Penggunaan garam berfungsi sebagai sebagai flavour pada sosis, sebagai
pengawet dan mencegah kerusakan oleh mikroorganisme. Garam juga dapat
berfungsi sebagai pelarut dan mengekstraksi protein otot pada bagian permukaan
daging, mengkoagulasi protein semi-fluid selama pemanasan, berikatan dengan
daging dan membentuk tekstur sosis. Komposisi garam dalam sosis berkisar 1%-3%
(Aberle et al., 2001).
6
Gula
Penggunaan gula dalam produk yang difermentasi merupakan sumber
karbohidrat dalam proses fermentasi untuk pembentukan asam laktat. Gula akan
difermentasi menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat menghasilkan produk
fermentasi dengan flavour yang tajam. Gula juga berperan dalam pembentukan cita
rasa dan tekstur sosis fermentasi (Lucke, 1997).
Selongsong Sosis
Terdapat dalam dua macam selongsong yaitu alami dan buatan. Selongsong
alami berasal dari saluran pencernaan ternak seperti sapi, domba dan babi.
Selongsong alami yang memiliki diameter besar seperti usus besar bagian tengah dan
sekum sapi serta lambung dipisahkan dari produk sebelum sosisnya dimakan.
Selongsong alami mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme, sehingga
setelah dibersihkan dikeringkan atau digarami (Soeparno, 2005). Selongsong buatan
terdiri dari empat kelompok yaitu: 1) selulosa, 2) kolagen yang dapat dimakan, 3)
kolagen yang tidak dapat dimakan dan 4) plastik (Bacus, 1984).
Probiotik
Probiotik menurut Food Agricultural Organization (2002) merupakan
mikroorganisme hidup yang apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dapat
memberikan manfaat bagi kesehatan inangnya. Manfaat yang diperoleh dari
mengkonsumsi probiotik antara lain: 1) dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh,
2) menurunkan kadar kolesterol dalam darah, 3) mempunyai aktivitas karsinogenik,
4) mengikis sel tumor dan 5) mengurangi gejala lactose intolerance (Naidu dan
Clemens, 2000). Bakteri asam laktat (BAL) dinyatakan sebagai probiotik jika
memenuhi syarat berikut: 1) BAL tersebut termasuk dalam GRAS (Generally
Recognized as Safe), 2) BAL dapat bertahan hidup selama pengolahan dan
penyimpanan, 3) dapat bertahan hidup pada kondisi asam dan garam ampedu, 4)
dapat menempel pada epitelium usus inangnya dan 5) bersifat antagonistik terhadap
bakteri patogen (Food and Agricultural Organization/World Health Organization,
2002).
Bakteri asam laktat memiliki kemampuan untuk menghambat bakteri patogen yang
disebabkan oleh antimikroba yang dihasilkannya. Senyawa antimikroba yang
7
diproduksi berupa asam organik (asam laktat dan asam-asam volatil), hidrogen
peroksida, bakteriosin, karbondioksida, diasetil dan asetaldehid (Vuyst dan
Vandamme, 1994). Ketahanan probiotik untuk dapat tumbuh pada pH rendah
berkaitan dengan kemampuannya bertahan pada pH lambung (2; 2,5; dan 3,2) dan
pH usus (7,2). Arief (2011) telah melakukan uji terhadap 20 isolat BAL asal daging
sapi lokal dan hasilnya yaitu L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 merupakan
probiotik unggul.
Bakteri Asam Laktat
Bakteri yang dikategorikan sebagai bakteri asam laktat adalah bakteri dari
genus Aerococcus, Alloiococcus, Carnobacterium, Dolosigranulum, Enterococcus,
Glabicatella, Lactobacillus, Lactosphaera, Leuconostoc, Oenococus, Pediococcus,
Streptococcus, Tetragenococcus, Vogococcus dan Weisella. Bakteri asam laktat
termasuk kelompok bakteri Gram positif, tidak termasuk spora, berbentuk batang dan
bulat, katalase negatif dan oksidase negatif serta bersifat anaerob fakultatif
(Axellsson, 1998).
Bakteri asam laktat dapat ditemukan secara alamiah dalam bahan pangan
seperti: susu, daging segar dan sayur-sayuran dalam jumlah yang sedikit. Bakteri
asam laktat yang sering ditemukan dalam daging fermentasi adalah strain
Lactobacilli spp, Leuconostoc spp, Pediococcus spp dan Streptococci. Bakteri asam
laktat ini membutuhkan banyak nutrisi untuk tumbuh dan daging dapat menyediakan
kebutuhan tersebut. Kultur mikroorganisme ditambahkan ke dalam daging dengan
tujuan untuk mendapatkan produk dengan mutu, konsistensi, masa simpan yang
diinginkan, meningkatkan keamanan produk dan dapat mempersingkat waktu
fermentasi (Bacus, 1984).
Kemampuan bakteri ini yaitu dapat mengubah beberapa gula menjadi asam
laktat dan hasil metabolisme lainnya. Mikroorganisme ini bisa tumbuh dengan atau
tanpa udara, tetapi sangat cepat menghasilkan asam tanpa kehadiran udara. Bakteri
asam laktat juga sangat tahan terhadap garam dan tumbuh dengan baik pada
formulasi sosis (Food Safety and Inspection Service, 2005).
Lactobacillus plantarum
Lactobacillus plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, ordo
Lactobacillates, famili Lactobacillaceae dan genus Lactobacillus. Lactobacillus
8
merupakan bakteri Gram positif, tidak menghasilkan spora, anaerob fakultatif,
koloninya dalam media segar berukuran 2-5 mm, tidak berfigmen dan baik tumbuh
pada suhu 30-40 °C. Bakteri L. plantarum merupakan bakteri homofermentatif
(Fardiaz, 1992). Morfologi bakteri L. plantarum 2C12 dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Morfologi Lactobacillus plantarum
Sumber: Milton (2010)
L. plantarum 2C12 menghasilkan senyawa antimikroba yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Arief, 2011). Senyawa antimikroba yang
dihasilkan L. plantarum 2C12 disebut dengan plantaricin. L. plantarum
memproduksi senyawa antimikroba laktolin dan laktobasilin. Zat antimikroba
bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan
bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan
kapang) dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri) (Fardiaz, 1992).
Beberapa senyawa antimikroba yang diproduksi oleh bakteri asam laktat
yaitu asam organik, bakteriosin, H2O2, CO2 dan diasetil (Vuyst dan Vandamme,
1994). Mekanisme penghambatan bakteri patogen oleh senyawa antimikroba
dilakukan dengan cara merusak dinding sel mikroba maka sel yang sedang tumbuh
akan terurai, protein sel terdenaturasi dan terjadinya kerusakan metabolisme di dalam
sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluler (Pelezar dan Chan, 1986).
Lactobacillus achidophilus
Bakteri L. acidophilus merupakan bakteri yang berbentuk batang dan
temasuk dalam famili Lactocillaceae, genus Lactobacillus. Bakteri ini termasuk
golongan Gram positif, tidak berspora dan minimum pertumbuhan 10 °C. L.
acidophilus 2B4 merupakan bakteri dengan katalase negatif, Gram positif, berbentuk
batang (susunan tunggal maupun pendek), merupakan bakteri mesofilik dan
9
termasuk golongan halofilik. L. acidophilus 2B4 tumbuh sangat baik pada suhu 15
°C, 37 °C dan 45 °C (Firmansyah, 2009). Morfologi bakteri L. acidophilus 2B4 dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Morfologi Lactobacillus acidophilus
Sumber: Kunkel (2012)
L. acidophilus memproduksi senyawa antimikroba yaitu asidofilin, laktosidin,
asidolin dan laktolin. Bakteri ini dapat memproduksi beberapa zat metabolit, seperti:
asam organik, hidrogen peroksida dan berbagai bakteriosin yang dapat menghambat
pertumbuhan patogen. Kemampuan L. acidophilus 2B4
dalam menghasilkan
senyawa antimikroba telah diuji oleh Pan et al. (2009) L. acidophilus NIT mampu
menghambat E. coli CTCCAB 206316 dan S. Typhimurium CTCCM90030. Bakteri
L. acidophilus bersifat homofermentatif, dapat tumbuh pada suhu 10 °C dan 45 °C
serta pada NaCl 6,5% (Arief, 2011).
Mikrobiologis Sosis Fermentasi
Daging merupakan bahan pangan hewani yang mudah terkontaminasi oleh
mikroorganisme disebabkan daging memiliki kandungan air yang tinggi (68%-75%),
kaya akan mineral, kandungan zat nitrogen yang tinggi, karbohidrat yang dapat
difermentasikan dan nilai pH yang menguntungkan bagi mikroorganisme yaitu
sekitar 5,3-6,5 (Soeparno, 2005). Mikroorganisme yang mengkontaminasi sosis
fermentasi dapat berasal dari bahan baku (daging segar), proses pengolahan dan
pekerja.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
pada daging segar dibagi menjadi dua, yaitu : 1) faktor instrinsik, seperti nilai nutrisi
daging, kadar air, pH, potensi oksidasi-reduksi dan 2) faktor luar, yaitu temperatur,
kelembaban relatif, ada tidaknya oksigen, bentuk dan kondisi daging (Soeparno,
10
2005). Sosis fermentasi termasuk dalam kategori daging RTE (Ready to Eat). Sosis
fermentasi dianggap memiliki resiko yang tinggi terhadap kontaminasi mikroba,
terutama jika proses fermentasi tidak dikendalikan (Meat and Livestock Australia,
2003).
Tabel 2. Batasan Mikrobiologi Ready to Eat Produk Daging
Standar
Standar 1.6.1 (food
standars code)
Produk
Daging dikemas
Mikroorganisme
Staphylococcus
Salmonella
Batasan
100 CFU/g
Terdeksi/25 g
Standar 1.6.1 (food
standars code)
Semua daging
fermentasi (yang
belum dimasak
selama proses
produksi)
Staphylococcus
E.coli
1000 CFU/g
3,6 CFU/g
NSW Food
Authority General
Circular 06/2003
RTE (Ready to Eat)
daging sapi dan
ayam dalam
kemasan
E.coli
Salmonella
< 3 CFU/g
Terdeteksi/ 25 g
Sumber : Meat and Livestock Australia (2003)
Bakteri Patogen
Kualitas mikrobiologi daging merupakan parameter yang dapat menentukan
layak atau tidak daging tersebut dikonsumsi yang didasarkan pada jumlah mikroba
yang terdapat pada daging. Kualitas mikrobiologi daging cenderung memperhatikan
jumlah mikroorganisme patogen yang ada pada daging. Daging merupakan bahan
pangan yang mudah rusak dan terkontaminasi oleh bakteri patogen yang bersifat
toksik dan menghasilkan toksin. Bakteri patogen yang paling banyak terdapat pada
daging diantaranya adalah Salmonella, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan
Clostridium botulinum (Wood, 1999).
Bakteri patogen dapat dibedakan atas penyebab intoksikasi dan infeksi.
Intoksikasi adalah keracunan yang disebabkan oleh tertelannya toksin hasil
metabolisme bakteri yang terdapat pada makanan, sedangkan infeksi adalah
keracunan yang disebabkan oleh masuknya bakteri yang tertelan bersama makanan
kedalam saluran pencernaan dan menghasilkan racun didalamnya (Gaman dan
Sherrington, 1992).
11
Tabel 3. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging (CFU/g)
Batas Maksimum Cemaran Mikroba
No
1
Jenis Cemaran Mikroba
Angka Lempeng Total Bakteri
Daging Segar/beku
Daging Tanpa
Tulang
1 x 104
1 x 104
2
Escherichia coli. *
5 x 101
1 x 101
3
Staphylococcus aureus
1 x 101
1 x 102
4
Clostridium sp
0
0
5
Salmonella sp. **
negatif
negatif
2
6
Coliform
1 x 10
1 x 102
7
Enterococci
1 x 102
1 x 102
8
Campylobacter sp
0
0
9
Listeria sp.
0
0
Keterangan : (*) dalam satuan MPN/gram
(**) dalam satuan kualitatif
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2000)
Sifat perwarnaan pada bakteri patogen dibagi menjadi dua kelompok yaitu
bakteri Gram positif dan negatif. Bakteri S. aureus termasuk kedalam kelompok
bakteri Gram positif, sedangkan E. coli dan S. Thyphimurium termasuk kedalam
kelompok bakteri Gram negatif (Fardiaz, 1992).
Staphylococcus aureus
Staphylococcus sp. merupakan bakteri Gram positif anaerobik fakultatif.
Wood (1999) berpendapat bahwa Staphylococcus sp. tumbuh optimal pada suhu 2037 oC sehingga termasuk bakteri mesofil serta mempunyai suhu minimum dan
maksimum untuk pertumbuhan pada 7-48 oC. Bakteri ini dapat tumbuh pada kisaran
pH 4,0–9,8 dengan pH optimum sekitar 7,0–7,8. Staphylococcus sp. merupakan
bakteri patogen karena sering menyebabkan intosikasi pada makanan melalui
enterotoksin yang dihasilkannya. Enterotoksin yang diproduksinya bersifat tahan
panas.
12
Gambar 4. Morfologi Staphylococcus aureus
Sumber: Milton (2010)
Ketahanan panasnya ini melebihi sel vegetatifnya. Bakteri ini ditemukan pada
makanan-makanan yang memiliki kandungan protein yang tinggi. Terdapatnya
bakteri Staphylococcus pada daging atau produk daging, hal tersebut menandakan
bahwa telah terjadinya kontaminasi yang berasal dari pekerja, tempat penyembelihan
atau ternak asal, sehingga dapat dijadikan indikator kualitas sanitasi (Fardiaz, 1992).
Escherichia coli
Bakteri E. coli termasuk ke dalam kelompok bakteri Gram negatif, anaerob
fakultatif, tunggal atau berpasangan, tidak memiliki spora, tidak mempunyai kapsul,
umumnya mempunyai fimbriae, bersifat motil atau nonmotil dengan flagela
peritrikat, berukuran lebar 1-1,5 μm dan panjang 2-6 μm, bersifat tunggal atau
berpasangan, mempunyai suhu optimum pertumbuhan 37 °C, tetapi dapat tumbuh
pada rentang suhu 15-45 °C (Willshaw et al., 2000). Morfologi dan bentuk E. coli
dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Morfologi Escherichia coli
Sumber: Ernest (1996)
13
Bakteri E. coli termasuk kedalam kelompok anaerobik fakultatif yaitu dapat
tumbuh pada kondisi aerobik maupun anaerobik, genus Escherichiae, famili
Enterobacteriaceae. Bakteri lain yang termasuk famili Enterobacteriaceae yaitu E.
hermanii, E. fergusonii dan E. vulneris. Bakteri E. coli termasuk oksidasi negatif
dan memfermentasikan glukosa dengan memproduksi asam dan gas. Pada kondisi
aerobik bakteri ini mengoksidasi asam amino, sedangkan pada kondisi anaerobik
metabolisme bersifat fermentatif dan energi diproduksi dari memecah gula menjadi
asam oganik (Willshaw et al., 2000).
E. coli dapat dijadikan sebagai indikator kontaminasi pangan atau air oleh
bakteri, karena E. coli merupakan flora normal saluran pencemaran. Bakteri ini juga
merupakan bagian dari mikroflora fakultatif anaerob normal saluran pencernaan
manusia dan hewan berdarah panas (Fardiaz, 1992).
Salmonella sp
Salmonella merupakan bakteri anaerob fakultatif, Gram negatif, termasuk
dalam famili Enterobacteriaceae, dapat tumbuh optimal pada suhu 35 °C-37 °C,
menggunakan sitrat sebagai sumber karbon, memproduksi H2S, katalase positif dan
oksidase negatif (Pelezar dan Chan, 1986). Hasil penelitian Firmansyah (2009)
melaporkan S. Typhimurium memiliki karakteristik Gram negatif, bergerak,
berbentuk batang dan bersifat fakultatif anaerob. Bentuk morfologi Salmonella dapat
dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Morfologi Salmonella
Sumber: Mayo (2011)
Habitat utama dari bakteri ini adalah saluran pencernaan hewan dan manusia
(Gaman dan Sherrington, 1992). Salmonella juga sering mengkontaminasi beberapa
14
makanan yaitu telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil olahannya, daging ayam,
daging sapi, serta susu dan hasil olahannya seperti es krim dan keju.
Salmonella sp sensitif terhadap suhu panas dan perlakuan pemanasan yaitu
pada pemasakan pada suhu 65-74 oC, pertumbuhannya berjalan lambat pada suhu 10
o
C walaupun dapat bertahan pada kondisi beku. Pada sosis agak kering yang
difermentasi pada suhu 35 °C, kecepatan fermentasi berlangsung lebih lambat
sehingga pertumbuhan Salmonella kurang terhambat. Proses fermentasi daging
dengan penambahan kultur bakteri asam laktat dapat mengurangi waktu fermentasi
sehingga dapat menghambat pertumbuhan Salmonella (Fardiaz, 1992).
Pengasapan
Pengasapan merupakan suatu proses penarikan air dan pengendapan beberapa
senyawa kimia pengawet yang berasal dari asap (Soeparno, 2005). Pengasapan
dimaksudkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri, memperlambat oksidasi
lemak dan memberi flavour pada daging yang sedang diproses (Lawrie, 2003).
Metode pengasapan tradisional yang sering digunakan untuk daging adalah
pengasapan smoke house. Daging yang akan diasap digantung di rak atau kayu dalam
ruangan asap dan tidak boleh bersentuhan (Soeparno, 2005).
Tujuan pengasapan pada produk sosis adalah untuk menghasilkan cita rasa
yang baik, memperpanjang umur simpan serta mencegah ketengikan akibat oksidasi
lemak. Lama pengasapan yang dilakukan pada produk sosis tergantung pada
diameter casing yang digunakan. Senyawa kimia paling penting yang terdapat pada
asap antara lain adalah asam formiat, asetat, butirat, kaprilat, vanilat, asam siringat,
dimetoksifenol, metil glioksal, furfural, metanol, etanol, oktanol, asetaldehid,
diasetil, aseton dan 3,4-benzpiren (Lawrie, 2003). Alkohol dan asam-asam tersebut
berasal dari dekomposisi antara selulosa dan hemiselulosa pada temperatur yang
lebih rendah dibanding dengan lignin.
Formaldehid dari asap memiliki pengaruh preservatif yang besar. Fenol
mempunyai aktivitas sebagai antioksidan yang menghambat ransiditas oksidatif.
Selama proses pengasapan, komponen asap diserap oleh permukaan produk dan air
interstisial didalam produk. Daging asap mempunyai stabilitas yang lebih besar dan
daya simpan lebih lama (Soeparno, 2005). Senyawa karsinogen ditemukan dalam
asap kayu alami dalam jumlah yang rendah, sehingga bahaya karsinogenesis dapat
15
diabaikan. Jumlah karsinogen tergantung pada temperatur pembentukan asap dan
lignin. Senyawa 3,4-benzpiren dan 1,2,5,6-fenantrasen yang bersifat karsinogenik
terbentuk dari pembakaran lignin diatas 350 °C (Lawrie, 2003).
16
Download