TINJAUAN PUSTAKA Daging Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 2005). Lawrie (2003) mendefinisikan daging sebagai sesuatu yang berasal dari hewan termasuk limpa, ginjal, otak serta jaringan lain yang dapat dimakan. Soeparno (2005), menjelaskan lebih lanjut keadaan fisik daging dapat dikelompokkan menjadi daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, daging yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), daging yang dilayukan, didinginkan, kemudian dibekukan (daging beku), daging masak, daging asap dan daging olahan. Daging merupakan bahan pangan hewani yang mudah rusak oleh mikroorganisme karena kandungan gizi di dalamnya yang mendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme, terutama mikroba perusak yang menghasilkan toksik. Spesies yang umum terdapat pada daging segar adalah Pseudomonas, Staphylococcus, Micrococcus, Enterococcus dan Coliform (Bukle et al., 1987) Sosis Fermentasi Salami berasal dari kata suh-lah-mee. Salami merupakan salah satu famili produk sosis fermentasi kering, yang dikemas dengan casing berdiameter agak besar, bentuk adonannya kasar, memiliki flavour tertentu (terutama bawang putih) dan dapat langsung dikonsumsi tanpa dimasak. Sosis berasal dari kata “salsus” dari bahasa latin, yang memiliki arti daging yang digarami. Pengertian sosis secara umum adalah bahan pangan yang berasal dari daging yang dipotong kecil-kecil atau dicincang yang digiling dan diberi bumbu yang kemudian dimasukkan ke dalam selongsong sosis atau casing (Buckle et al., 1987). Sosis yang telah dikenal oleh masyarakat menurut Bacus (1984) dibagi menjadi lima kelas, yaitu sosis segar, sosis segar diasap, sosis masak tidak diasap, sosis kering, sosis agak kering atau sosis fermentasi dan sosis spesialisasi daging masak. Banyak terdapat jenis sosis fermentasi di negara Eropa. Italia merupakan salah satu negara yang masyarakatnya gemar mengonsumsi sosis fermentasi. Terdapat tiga jenis sosis fermentasi tradisional asal Italia yaitu Salame bergamasco, 3 Salame cremonese, Salame mantovano. Tabel 1 menunjukkan karakteristik dari ketiga sosis fermentasi tersebut. Tabel 1. Karakteristik, Bahan dan Prosedur Pembuatan Sosis Fermentasi Tipe Karakteristik Salame Diameter bergamasco Casing Alami Bahan Proses pembuatan Daging babi, Pengeringan pada suhu 8 cm, lemak babi, 25 °C selama 2 hari panjang 25 NaCl, bawang dengan RH 85%, cm dan putih, lada, gula, pematangan untuk 60 berat 1,4 anggur merah, hari dengan suhu 12-13 kg nitrit. °C dengan RH 65%85%. Salame Diameter cremonese Alami Daging babi, Pengeringan pada suhu 6,5 cm, lemak babi, 25 °C selama 2 hari panjang 15 NaCl, bawang dengan RH 85%, cm dan putih, lada pematangan untuk 56 berat 1 kg hitam, gula, hari dengan suhu 11-12 anggur merah °C dengan RH 70%- atau putih, nitrit. 85%. Daging babi, Pengeringan pada suhu Salame Diameter Alami mantovano 5 cm, lemak babi, 15 °C selama 2 hari panjang 20 NaCl, bawang dengan RH 80%, cm dan putih, lada pematangan untuk 60 berat 800 hitam, bubuk hari dengan suhu 10-12 gr cenggkeh, gula, °C dengan RH 65%- anggur merah, 85%. nitrit. Sumber : Cocolin et al. (2009) Sosis fermentasi di Indonesia terutama di wilayah Bali telah dikenal dengan nama “Urutan”. Sosis fermentasi “Urutan” merupakan sosis yang terbuat dari daging babi dan lemak babi dengan campuran rempah-rempah dengan atau tanpa penambahan sodium nitrit dan gula, dikemas dalam selongsong usus babi kemudian 4 dijemur dibawah sinar matahari selama 3-5 hari, proses fermentasi dilakukan secara spontan (Aryanta, 1996). Antara et al. (2002) mengidentifikasi jenis bakteri asam laktat yang berperan dalam proses pembuatan “Urutan”, hasil dari penelitian tersebut adalah bakteri asam laktat homofermentatif yang dominan tumbuh dalam “Urutan”. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerobik, yaitu tanpa menggunakan oksigen. Senyawa yang dipecah dalam proses fermentasi terutama kabohidrat, asam amino hanya dapat difermentasi oleh beberapa bakteri tertentu (Fardiaz, 1992). Glukosa Aldolase Fruktosa, 1,6- diphospat Gliseraldehida 3- phospat Phospopenol piruvat Pyruvate kinase ADP ATP Pyruvate Lactate dehydrogenase NADH NAD+ Asam laktat Gambar 1. Proses Fermentasi Homofermentatif Sumber: Toldra et al., (2001) Proses fermentasi seperti pada Gambar 1 disebut fermentasi homofermentatif sebab asam laktat merupakan produk utama fermentasi. Bakteri asam laktat yang melakukan fermentasi melalui jalur tersebut disebut bakteri asam laktat homofermentatif. Bakteri asam laktat yang termasuk homofermentatif diantaranya Streptococus dan beberapa Lactobacillus (Bacus, 1984). Fermentasi pangan dibagi menjadi dua kelompok yaitu fermentasi spontan dan tidak spontan. Fermentasi 5 spontan merupakan suatu proses fermentasi yang mengandalkan kultur starter alami yang terdapat dalam bahan baku, sedangkan fermentasi tidak spontan dilakukan penambahan bakteri dalam bentuk starter (Fardiaz, 1992). Komposisi Sosis Fermentasi Daging Bahan baku sosis biasanya berasal dari daging sapi. Daging yang umum digunakan dalam pembuatan sosis merupakan daging yang kurang nilai ekonomisnya atau daging berkelas rendah seperti daging leher, rusuk, dada serta daging-daging sisa atau tetelan (Soeparno, 2005). Bahan baku utama pembuatan sosis fermentasi adalah daging dari bagian jaringan otot rangka dan lemak beku (Toldra et al., 2001). Lemak Lemak merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembuatan sosis fermentasi. Lemak yang ditambahkan pada adonan akan berpengaruh terhadap palatabilitas produk sosis fermentasi, aroma dan flavour dari produk sosis fermentasi. Lemak sangat penting dalam pembuatan sosis fermentasi karena pada sosis fermentasi akan dilakukan penyimpanan dengan waktu yang lama, sehingga lemak harus memiliki titik leleh yang tinggi dan kandungan lemak tak jenuh yang rendah. Penggunaan lemak yang tinggi kandungan asam lemak tak jenuh menyebabkan sosis mudah teroksidasi sehingga warna yang nampak agak keruh akibat pelelehan lemak pada permukaan dan juga menyebabkan munculnya flavour yang tidak menarik atau rancidity pada produk akhir sosis fermentasi (Wood, 1999) Garam Penggunaan garam berfungsi sebagai sebagai flavour pada sosis, sebagai pengawet dan mencegah kerusakan oleh mikroorganisme. Garam juga dapat berfungsi sebagai pelarut dan mengekstraksi protein otot pada bagian permukaan daging, mengkoagulasi protein semi-fluid selama pemanasan, berikatan dengan daging dan membentuk tekstur sosis. Komposisi garam dalam sosis berkisar 1%-3% (Aberle et al., 2001). 6 Gula Penggunaan gula dalam produk yang difermentasi merupakan sumber karbohidrat dalam proses fermentasi untuk pembentukan asam laktat. Gula akan difermentasi menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat menghasilkan produk fermentasi dengan flavour yang tajam. Gula juga berperan dalam pembentukan cita rasa dan tekstur sosis fermentasi (Lucke, 1997). Selongsong Sosis Terdapat dalam dua macam selongsong yaitu alami dan buatan. Selongsong alami berasal dari saluran pencernaan ternak seperti sapi, domba dan babi. Selongsong alami yang memiliki diameter besar seperti usus besar bagian tengah dan sekum sapi serta lambung dipisahkan dari produk sebelum sosisnya dimakan. Selongsong alami mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme, sehingga setelah dibersihkan dikeringkan atau digarami (Soeparno, 2005). Selongsong buatan terdiri dari empat kelompok yaitu: 1) selulosa, 2) kolagen yang dapat dimakan, 3) kolagen yang tidak dapat dimakan dan 4) plastik (Bacus, 1984). Probiotik Probiotik menurut Food Agricultural Organization (2002) merupakan mikroorganisme hidup yang apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dapat memberikan manfaat bagi kesehatan inangnya. Manfaat yang diperoleh dari mengkonsumsi probiotik antara lain: 1) dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh, 2) menurunkan kadar kolesterol dalam darah, 3) mempunyai aktivitas karsinogenik, 4) mengikis sel tumor dan 5) mengurangi gejala lactose intolerance (Naidu dan Clemens, 2000). Bakteri asam laktat (BAL) dinyatakan sebagai probiotik jika memenuhi syarat berikut: 1) BAL tersebut termasuk dalam GRAS (Generally Recognized as Safe), 2) BAL dapat bertahan hidup selama pengolahan dan penyimpanan, 3) dapat bertahan hidup pada kondisi asam dan garam ampedu, 4) dapat menempel pada epitelium usus inangnya dan 5) bersifat antagonistik terhadap bakteri patogen (Food and Agricultural Organization/World Health Organization, 2002). Bakteri asam laktat memiliki kemampuan untuk menghambat bakteri patogen yang disebabkan oleh antimikroba yang dihasilkannya. Senyawa antimikroba yang 7 diproduksi berupa asam organik (asam laktat dan asam-asam volatil), hidrogen peroksida, bakteriosin, karbondioksida, diasetil dan asetaldehid (Vuyst dan Vandamme, 1994). Ketahanan probiotik untuk dapat tumbuh pada pH rendah berkaitan dengan kemampuannya bertahan pada pH lambung (2; 2,5; dan 3,2) dan pH usus (7,2). Arief (2011) telah melakukan uji terhadap 20 isolat BAL asal daging sapi lokal dan hasilnya yaitu L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 merupakan probiotik unggul. Bakteri Asam Laktat Bakteri yang dikategorikan sebagai bakteri asam laktat adalah bakteri dari genus Aerococcus, Alloiococcus, Carnobacterium, Dolosigranulum, Enterococcus, Glabicatella, Lactobacillus, Lactosphaera, Leuconostoc, Oenococus, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, Vogococcus dan Weisella. Bakteri asam laktat termasuk kelompok bakteri Gram positif, tidak termasuk spora, berbentuk batang dan bulat, katalase negatif dan oksidase negatif serta bersifat anaerob fakultatif (Axellsson, 1998). Bakteri asam laktat dapat ditemukan secara alamiah dalam bahan pangan seperti: susu, daging segar dan sayur-sayuran dalam jumlah yang sedikit. Bakteri asam laktat yang sering ditemukan dalam daging fermentasi adalah strain Lactobacilli spp, Leuconostoc spp, Pediococcus spp dan Streptococci. Bakteri asam laktat ini membutuhkan banyak nutrisi untuk tumbuh dan daging dapat menyediakan kebutuhan tersebut. Kultur mikroorganisme ditambahkan ke dalam daging dengan tujuan untuk mendapatkan produk dengan mutu, konsistensi, masa simpan yang diinginkan, meningkatkan keamanan produk dan dapat mempersingkat waktu fermentasi (Bacus, 1984). Kemampuan bakteri ini yaitu dapat mengubah beberapa gula menjadi asam laktat dan hasil metabolisme lainnya. Mikroorganisme ini bisa tumbuh dengan atau tanpa udara, tetapi sangat cepat menghasilkan asam tanpa kehadiran udara. Bakteri asam laktat juga sangat tahan terhadap garam dan tumbuh dengan baik pada formulasi sosis (Food Safety and Inspection Service, 2005). Lactobacillus plantarum Lactobacillus plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, ordo Lactobacillates, famili Lactobacillaceae dan genus Lactobacillus. Lactobacillus 8 merupakan bakteri Gram positif, tidak menghasilkan spora, anaerob fakultatif, koloninya dalam media segar berukuran 2-5 mm, tidak berfigmen dan baik tumbuh pada suhu 30-40 °C. Bakteri L. plantarum merupakan bakteri homofermentatif (Fardiaz, 1992). Morfologi bakteri L. plantarum 2C12 dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Morfologi Lactobacillus plantarum Sumber: Milton (2010) L. plantarum 2C12 menghasilkan senyawa antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Arief, 2011). Senyawa antimikroba yang dihasilkan L. plantarum 2C12 disebut dengan plantaricin. L. plantarum memproduksi senyawa antimikroba laktolin dan laktobasilin. Zat antimikroba bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang) dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri) (Fardiaz, 1992). Beberapa senyawa antimikroba yang diproduksi oleh bakteri asam laktat yaitu asam organik, bakteriosin, H2O2, CO2 dan diasetil (Vuyst dan Vandamme, 1994). Mekanisme penghambatan bakteri patogen oleh senyawa antimikroba dilakukan dengan cara merusak dinding sel mikroba maka sel yang sedang tumbuh akan terurai, protein sel terdenaturasi dan terjadinya kerusakan metabolisme di dalam sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluler (Pelezar dan Chan, 1986). Lactobacillus achidophilus Bakteri L. acidophilus merupakan bakteri yang berbentuk batang dan temasuk dalam famili Lactocillaceae, genus Lactobacillus. Bakteri ini termasuk golongan Gram positif, tidak berspora dan minimum pertumbuhan 10 °C. L. acidophilus 2B4 merupakan bakteri dengan katalase negatif, Gram positif, berbentuk batang (susunan tunggal maupun pendek), merupakan bakteri mesofilik dan 9 termasuk golongan halofilik. L. acidophilus 2B4 tumbuh sangat baik pada suhu 15 °C, 37 °C dan 45 °C (Firmansyah, 2009). Morfologi bakteri L. acidophilus 2B4 dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Morfologi Lactobacillus acidophilus Sumber: Kunkel (2012) L. acidophilus memproduksi senyawa antimikroba yaitu asidofilin, laktosidin, asidolin dan laktolin. Bakteri ini dapat memproduksi beberapa zat metabolit, seperti: asam organik, hidrogen peroksida dan berbagai bakteriosin yang dapat menghambat pertumbuhan patogen. Kemampuan L. acidophilus 2B4 dalam menghasilkan senyawa antimikroba telah diuji oleh Pan et al. (2009) L. acidophilus NIT mampu menghambat E. coli CTCCAB 206316 dan S. Typhimurium CTCCM90030. Bakteri L. acidophilus bersifat homofermentatif, dapat tumbuh pada suhu 10 °C dan 45 °C serta pada NaCl 6,5% (Arief, 2011). Mikrobiologis Sosis Fermentasi Daging merupakan bahan pangan hewani yang mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme disebabkan daging memiliki kandungan air yang tinggi (68%-75%), kaya akan mineral, kandungan zat nitrogen yang tinggi, karbohidrat yang dapat difermentasikan dan nilai pH yang menguntungkan bagi mikroorganisme yaitu sekitar 5,3-6,5 (Soeparno, 2005). Mikroorganisme yang mengkontaminasi sosis fermentasi dapat berasal dari bahan baku (daging segar), proses pengolahan dan pekerja. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada daging segar dibagi menjadi dua, yaitu : 1) faktor instrinsik, seperti nilai nutrisi daging, kadar air, pH, potensi oksidasi-reduksi dan 2) faktor luar, yaitu temperatur, kelembaban relatif, ada tidaknya oksigen, bentuk dan kondisi daging (Soeparno, 10 2005). Sosis fermentasi termasuk dalam kategori daging RTE (Ready to Eat). Sosis fermentasi dianggap memiliki resiko yang tinggi terhadap kontaminasi mikroba, terutama jika proses fermentasi tidak dikendalikan (Meat and Livestock Australia, 2003). Tabel 2. Batasan Mikrobiologi Ready to Eat Produk Daging Standar Standar 1.6.1 (food standars code) Produk Daging dikemas Mikroorganisme Staphylococcus Salmonella Batasan 100 CFU/g Terdeksi/25 g Standar 1.6.1 (food standars code) Semua daging fermentasi (yang belum dimasak selama proses produksi) Staphylococcus E.coli 1000 CFU/g 3,6 CFU/g NSW Food Authority General Circular 06/2003 RTE (Ready to Eat) daging sapi dan ayam dalam kemasan E.coli Salmonella < 3 CFU/g Terdeteksi/ 25 g Sumber : Meat and Livestock Australia (2003) Bakteri Patogen Kualitas mikrobiologi daging merupakan parameter yang dapat menentukan layak atau tidak daging tersebut dikonsumsi yang didasarkan pada jumlah mikroba yang terdapat pada daging. Kualitas mikrobiologi daging cenderung memperhatikan jumlah mikroorganisme patogen yang ada pada daging. Daging merupakan bahan pangan yang mudah rusak dan terkontaminasi oleh bakteri patogen yang bersifat toksik dan menghasilkan toksin. Bakteri patogen yang paling banyak terdapat pada daging diantaranya adalah Salmonella, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Clostridium botulinum (Wood, 1999). Bakteri patogen dapat dibedakan atas penyebab intoksikasi dan infeksi. Intoksikasi adalah keracunan yang disebabkan oleh tertelannya toksin hasil metabolisme bakteri yang terdapat pada makanan, sedangkan infeksi adalah keracunan yang disebabkan oleh masuknya bakteri yang tertelan bersama makanan kedalam saluran pencernaan dan menghasilkan racun didalamnya (Gaman dan Sherrington, 1992). 11 Tabel 3. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging (CFU/g) Batas Maksimum Cemaran Mikroba No 1 Jenis Cemaran Mikroba Angka Lempeng Total Bakteri Daging Segar/beku Daging Tanpa Tulang 1 x 104 1 x 104 2 Escherichia coli. * 5 x 101 1 x 101 3 Staphylococcus aureus 1 x 101 1 x 102 4 Clostridium sp 0 0 5 Salmonella sp. ** negatif negatif 2 6 Coliform 1 x 10 1 x 102 7 Enterococci 1 x 102 1 x 102 8 Campylobacter sp 0 0 9 Listeria sp. 0 0 Keterangan : (*) dalam satuan MPN/gram (**) dalam satuan kualitatif Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2000) Sifat perwarnaan pada bakteri patogen dibagi menjadi dua kelompok yaitu bakteri Gram positif dan negatif. Bakteri S. aureus termasuk kedalam kelompok bakteri Gram positif, sedangkan E. coli dan S. Thyphimurium termasuk kedalam kelompok bakteri Gram negatif (Fardiaz, 1992). Staphylococcus aureus Staphylococcus sp. merupakan bakteri Gram positif anaerobik fakultatif. Wood (1999) berpendapat bahwa Staphylococcus sp. tumbuh optimal pada suhu 2037 oC sehingga termasuk bakteri mesofil serta mempunyai suhu minimum dan maksimum untuk pertumbuhan pada 7-48 oC. Bakteri ini dapat tumbuh pada kisaran pH 4,0–9,8 dengan pH optimum sekitar 7,0–7,8. Staphylococcus sp. merupakan bakteri patogen karena sering menyebabkan intosikasi pada makanan melalui enterotoksin yang dihasilkannya. Enterotoksin yang diproduksinya bersifat tahan panas. 12 Gambar 4. Morfologi Staphylococcus aureus Sumber: Milton (2010) Ketahanan panasnya ini melebihi sel vegetatifnya. Bakteri ini ditemukan pada makanan-makanan yang memiliki kandungan protein yang tinggi. Terdapatnya bakteri Staphylococcus pada daging atau produk daging, hal tersebut menandakan bahwa telah terjadinya kontaminasi yang berasal dari pekerja, tempat penyembelihan atau ternak asal, sehingga dapat dijadikan indikator kualitas sanitasi (Fardiaz, 1992). Escherichia coli Bakteri E. coli termasuk ke dalam kelompok bakteri Gram negatif, anaerob fakultatif, tunggal atau berpasangan, tidak memiliki spora, tidak mempunyai kapsul, umumnya mempunyai fimbriae, bersifat motil atau nonmotil dengan flagela peritrikat, berukuran lebar 1-1,5 μm dan panjang 2-6 μm, bersifat tunggal atau berpasangan, mempunyai suhu optimum pertumbuhan 37 °C, tetapi dapat tumbuh pada rentang suhu 15-45 °C (Willshaw et al., 2000). Morfologi dan bentuk E. coli dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Morfologi Escherichia coli Sumber: Ernest (1996) 13 Bakteri E. coli termasuk kedalam kelompok anaerobik fakultatif yaitu dapat tumbuh pada kondisi aerobik maupun anaerobik, genus Escherichiae, famili Enterobacteriaceae. Bakteri lain yang termasuk famili Enterobacteriaceae yaitu E. hermanii, E. fergusonii dan E. vulneris. Bakteri E. coli termasuk oksidasi negatif dan memfermentasikan glukosa dengan memproduksi asam dan gas. Pada kondisi aerobik bakteri ini mengoksidasi asam amino, sedangkan pada kondisi anaerobik metabolisme bersifat fermentatif dan energi diproduksi dari memecah gula menjadi asam oganik (Willshaw et al., 2000). E. coli dapat dijadikan sebagai indikator kontaminasi pangan atau air oleh bakteri, karena E. coli merupakan flora normal saluran pencemaran. Bakteri ini juga merupakan bagian dari mikroflora fakultatif anaerob normal saluran pencernaan manusia dan hewan berdarah panas (Fardiaz, 1992). Salmonella sp Salmonella merupakan bakteri anaerob fakultatif, Gram negatif, termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, dapat tumbuh optimal pada suhu 35 °C-37 °C, menggunakan sitrat sebagai sumber karbon, memproduksi H2S, katalase positif dan oksidase negatif (Pelezar dan Chan, 1986). Hasil penelitian Firmansyah (2009) melaporkan S. Typhimurium memiliki karakteristik Gram negatif, bergerak, berbentuk batang dan bersifat fakultatif anaerob. Bentuk morfologi Salmonella dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Morfologi Salmonella Sumber: Mayo (2011) Habitat utama dari bakteri ini adalah saluran pencernaan hewan dan manusia (Gaman dan Sherrington, 1992). Salmonella juga sering mengkontaminasi beberapa 14 makanan yaitu telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil olahannya, daging ayam, daging sapi, serta susu dan hasil olahannya seperti es krim dan keju. Salmonella sp sensitif terhadap suhu panas dan perlakuan pemanasan yaitu pada pemasakan pada suhu 65-74 oC, pertumbuhannya berjalan lambat pada suhu 10 o C walaupun dapat bertahan pada kondisi beku. Pada sosis agak kering yang difermentasi pada suhu 35 °C, kecepatan fermentasi berlangsung lebih lambat sehingga pertumbuhan Salmonella kurang terhambat. Proses fermentasi daging dengan penambahan kultur bakteri asam laktat dapat mengurangi waktu fermentasi sehingga dapat menghambat pertumbuhan Salmonella (Fardiaz, 1992). Pengasapan Pengasapan merupakan suatu proses penarikan air dan pengendapan beberapa senyawa kimia pengawet yang berasal dari asap (Soeparno, 2005). Pengasapan dimaksudkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri, memperlambat oksidasi lemak dan memberi flavour pada daging yang sedang diproses (Lawrie, 2003). Metode pengasapan tradisional yang sering digunakan untuk daging adalah pengasapan smoke house. Daging yang akan diasap digantung di rak atau kayu dalam ruangan asap dan tidak boleh bersentuhan (Soeparno, 2005). Tujuan pengasapan pada produk sosis adalah untuk menghasilkan cita rasa yang baik, memperpanjang umur simpan serta mencegah ketengikan akibat oksidasi lemak. Lama pengasapan yang dilakukan pada produk sosis tergantung pada diameter casing yang digunakan. Senyawa kimia paling penting yang terdapat pada asap antara lain adalah asam formiat, asetat, butirat, kaprilat, vanilat, asam siringat, dimetoksifenol, metil glioksal, furfural, metanol, etanol, oktanol, asetaldehid, diasetil, aseton dan 3,4-benzpiren (Lawrie, 2003). Alkohol dan asam-asam tersebut berasal dari dekomposisi antara selulosa dan hemiselulosa pada temperatur yang lebih rendah dibanding dengan lignin. Formaldehid dari asap memiliki pengaruh preservatif yang besar. Fenol mempunyai aktivitas sebagai antioksidan yang menghambat ransiditas oksidatif. Selama proses pengasapan, komponen asap diserap oleh permukaan produk dan air interstisial didalam produk. Daging asap mempunyai stabilitas yang lebih besar dan daya simpan lebih lama (Soeparno, 2005). Senyawa karsinogen ditemukan dalam asap kayu alami dalam jumlah yang rendah, sehingga bahaya karsinogenesis dapat 15 diabaikan. Jumlah karsinogen tergantung pada temperatur pembentukan asap dan lignin. Senyawa 3,4-benzpiren dan 1,2,5,6-fenantrasen yang bersifat karsinogenik terbentuk dari pembakaran lignin diatas 350 °C (Lawrie, 2003). 16