Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Audit Internal
2.1.1 Pengertian Audit Internal
Institute of Internal Auditors (IIA) dalam Sawyer et. al., (2003:8)
mendefinisikan audit internal sebagai suatu fungsi penilai independen yang ada
dalam organisasi untuk memeriksa dan mengevaluasi aktivitas organisasi sebagai
pemberian jasa kepada organisasi.
Auditor atau Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA) (2004:5)
mendefinisikan audit internal sebagai kegiatan assurance dan konsultasi yang
independen dan objektif yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan
meningkatkan kegiatan operasi organisasi.
Hiro Tugiman (2005) mengatakan bahwa audit internal merupakan penilaian
independen atas fungsi–fungsi organisasi, untuk memeriksa dan mengevaluasi
aktifitasnya sebagai jasa yang diberikan kepada organisasi.
Menurut Standar Profesi Audit Internal (2004:9), definisi audit internal
adalah:
“Audit internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independen
dan objektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan
meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu
organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang
sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas
pengelolaan risiko, pengendalian dan proses governance”.
10
2.1.2 Tujuan Audit Internal
Menurut Hiro Tugiman (2006:11) tujuan pemeriksaan internal adalah
membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya
secara efektif. Untuk itu, pemeriksaan internal akan melakukan analisis, penilaian,
dan mengajukan saran-saran. Tujuan pemeriksaan mencakup pula pengembangan
pengawasan yang efektif dengan biaya yang wajar.
Menurut Sukrisno Agoes (2004:222), tujuan pemeriksaan yang dilakukan
oleh auditor internal adalah membantu semua pimpinan perusahaan (manajemen)
dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan memberikan analisa, penilaian,
saran dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, auditor internal harus melakukan kegiatankegiatan berikut:
1. Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya dan penerapan dari
sistem pengendalian manajemen, pengendalian intern dan pengendalian
operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif
dengan biaya yang tidak terlalu mahal.
2. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur
yang telah ditetapkan oleh manajemen.
3. Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan
dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian,
kecurangan dan penyalahgunaan.
4. Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam
organisasi dapat dipercaya.
11
5. Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang
diberikan oleh manajemen.
6. Menyarankan perbaikan-perbaikan operasional dalam rangka
meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
2.1.3 Fungsi dan Ruang Lingkup Audit Internal
Fungsi audit internal adalah sebagai alat bantu bagi manajemen untuk
menilai efisien dan keefektifan pelaksanaan struktur pengendalian intern
perusahaan, kemudian memberikan hasil berupa saran atau rekomendasi dan
memberi nilai tambah bagi manajemen yang akan dijadikan landasan mengambil
keputusan atau tindak selanjutnya.
Menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:11),
penanggungjawab fungsi audit internal harus mengelola fungsi audit internal
secara efektif dan efisien untuk memastikan bahwa kegiatan fungsi tersebut
memberikan nilai tambah bagi organisasi.
Ruang lingkup menurut Guy (2002:410), ruang lingkup audit internal
meliputi pemeriksaan dan evaluasi yang memadai serta efektivitas sistem
pengendalian internal organisasi dan kualitas kinerja dalam melaksanakan
tanggung jawab yang dibebankan.
Ruang lingkup audit internal menurut The Institute of Internal Auditors
(IIA) yang dikutip oleh Boynton et. al., (2001:983) “The scope of audit internal
should encompass of the adequacy and effectiveness the organizations system of
performance in carrying out assigned responsibilities; (1) reability and integrying
12
of information; (2) compliance with policies, plans, procedures, laws, regulations
and contacts; (3) safeguarding of assets; (4) economical and efficient use of
resources; (5) accomplishment of established objectives and goals for operations
programs”. (Ruang lingkup audit internal harus mencakup kecukupan dan
efektivitas sistem kinerja organisasi dalam melaksanakan tanggung jawab yang
ditugaskan; (1) keandalan dan menyokong informasi; (2) sesuai dengan kebijakan,
rencana, prosedur, hukum, peraturan dan kontak; (3) pengamanan aktiva; (4)
penggunaan sumber daya yang ekonomis dan efisien; (5) tercapainya target yang
ditetapkan dan tujuan program operasi).
Menurut Hiro Tugiman (2001:17), lingkup pekerjaan pemeriksaan internal
harus meliputi pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan serta efektivitas sistem
pengendalian internal yang dimiliki organisasi dan kualitas pelaksanaan tanggung
jawab yang diberikan.
2.1.4 Wewenang dan Tanggung Jawab Auditor Internal
Menurut Hudri Chandry (2009:10), wewenang dan tanggung jawab auditor
internal dalam suatu organisasi juga harus ditetapkan secara jelas oleh pimpinan.
Wewenang tersebut harus memberikan keleluasan auditor internal untuk
melakukan audit terhadap catatan-catatan, harta milik, operasi atau aktivitas yang
sedang berjalan dan para pegawai badan usaha.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyatakan secara lebih terperinci
mengenai tanggung jawab auditor internal dalam Standar Profesional Akuntan
Publik
(SPAP)
(2001:322.1)
auditor
13
internal
bertanggungjawab
untuk
menyediakan jasa analisis dan evaluasi, memberikan keyakinan, rekomendasi dan
informasi kepada manajemen entitas dan dewan komisaris atau pihak lain yang
setara
wewenang
mempertahankan
dan
tanggung
objektivitasnya
jawabnya
yang
tersebut.
berkaitan
dengan
Auditor
internal
aktivitas
yang
diauditnya.
Menurut Amin Widjaja Tunggal (2000:21), tanggung jawab auditor internal
adalah menerapkan program audit internal, mengarahkan personel, dan aktivitasaktivitas departemen audit internal juga menyiapkan rencana tahunan untuk
pemeriksaan semua unit perusahaan dan menyajikan program yang telah dibuat
untuk persetujuan.
Secara garis besar dan tanggung jawab seorang auditor internal di dalam
melaksanakan tugasnya adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi dan saran-saran kepada manajemen atas
kelemahan-kelemahan yang ditemukannya.
2. Mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas yang ada dalam perusahaan untuk
mencapai tujuan audit dan tujuan organisasi atau perusahaan.
2.1.5 Kedudukan dan Peran Auditor Internal
Kedudukan auditor internal dalam struktur organisasi sangat mempengaruhi
keberhasilannya menjalankan tugas, sehingga dengan kedudukan tersebut
memungkinkan auditor internal dapat melaksanakan fungsinya dengan baik serta
dapat bekerja dengan independen dan objektif. Struktur organisasi penetapan
bagian auditor internal secara jelas disertai dengan job description yang jelas akan
membawa dampak yang positif dalam proses komunikasi antara auditor internal
14
dengan pihak pemilik perusahaan atau manajer. Namun sebaliknya, penempatan
yang tidak jelas akan menghambat jalannya arus pelaporan dari auditor internal
karena itu perlu ditentukan secara tegas kedudukan auditor internal ini.
Menurut Sukrisno Agoes (2004:243-246), ada empat alternatif kedudukan
auditor internal dalam struktur organisasi yaitu:
1.
Bagian audit internal berada dibawah direktur keuangan (sejajar dengan
bagian akuntansi keuangan),
2.
Bagian audit internal merupakan staf direktur utama,
3.
Bagian audit internal merupakan staf dari dewan komisaris,
4.
Bagian audit internal dipimpin oleh seorang internal audit director.
Peranan auditor internal dalam menemukan indikasi terjadinya kecurangan
dan melakukan investigasi terhadap kecurangan, sangat besar. Jika auditor internal
menemukan indikasi dan mencurigai terjadinya kecurangan di perusahaan, maka
ia harus memberitahukan hal tersebut kepada top management. Jika indikasi
tersebut cukup kuat, manajemen akan menugaskan suatu tim untuk melakukan
investigasi. Tim tersebut biasanya terdiri dari auditor internal, lawyer,
investigator, security dan spesialis dari luar atau dalam perusahaan. Hasil
investigasi tim harus dilaporkan secara tertulis kepada top management yang
mencakup fakta, temuan, kesimpulan, saran dan tindakan perbaikan yang perlu
dilaporkan.
15
2.1.6 Pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh Auditor Internal
Menurut Sawyer (2005:27) untuk mencapai tujuannya masing-masing,
auditor internal dapat melakukan beberapa pendekatan yang berbeda yakni:
1. Audit Komprehensif, istilah ini pertama kali digunakan oleh General
Accounting Office (GAO) Amerika Serikat untuk menggambarkan audit
atas semua aktivitas yang terdapat pada entitas pemerintah. Audit
komprehensif merupakan perluasan yang dilakukan GAO atas audit
terhadap aktivitas operasi.
2. Audit Berorientasi Manajemen, penelaahan atas semua aktivitas sesuai
dengan perspektif manajer atau konsultan manajemen. Audit berorientasi
manajemen dibedakan dari jenis-jenis lainnya berdasarkan cara
pandangnya, bukan dari segi prosedur audit. Audit berorientasi
manajemen memfokuskan diri pada membantu organisasi mencapai
tujuannya. Hasil yang signifikan adalah membantu manajer mengelola
perusahaan dengan lebih baik dan untuk membuat manajer, bukan
auditor, kelihatan baik. Audit berorientasi manajemen jangan disamakan
dengan “audit manajemen”, yang merupakan audit atas manajer itu
sendiri. Auditor profesional menghindari implikasi seperti ini karena
penilai sejati atas manajer adalah atasan mereka sendiri.
3. Audit Partisipatif, proses yang melibatkan bantuan klien dalam
mengumpulkan data, mengevaluasi operasi, dan mengoreksi masalah.
Jadi audit ini merupakan kemitraan untuk menyelesaikan masalah,
sehingga terkadang disebut audit kemitraan.
16
4. Audit Program, penelaahan atas seluruh program, baik perusahaan
publik maupun privat, untuk menentukan apakah manfaat yang
diinginkan telah tercapai. Program dalam istilah ini berarti serangkaian
rencana dan prosedur untuk mencapai hasil akhir yang ditentukan. Istilah
tersebut berbeda dari penelaahan atas aktivitas secara terus-menerus
dalam sebuah perusahaan.
2.1.7 Program Audit Internal
Program audit internal merupakan perencanaan prosedur dan teknik-teknik
pemeriksaan yang ditulis secara sistematis untuk mencapai tujuan pemeriksaan
secara efisien dan efektif. Selain itu berfungsi sebagai alat perencanaan yang juga
penting untuk mengatur pembagian kerja. Memonitor jalannya kegiatan
pemeriksaan. Menelaah pekerjaan yang telah dilakukan.
Menurut Mulyadi (2002:104), program audit merupakan daftar prosedur
audit untuk seluruh audit unsur tertentu, sedangkan prosedur audit adalah instruksi
rinci untuk menentukan tipe bukti audit tertentu yang harus diperoleh pada saat
tertentu dalam audit.
Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:15) menyatakan dalam
merencanakan penugasan, auditor internal harus mempertimbangkan sasaran
penugasan, ruang lingkup penugasan, alokasi sumber daya penugasan, serta
program kerja penugasan.
Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya program audit antara lain:
1. Memberikan bimbingan prosedur riil untuk melaksanakan pemeriksaan.
17
2. Memberikan checklist pada saat pemeriksaan berlangsung. Tahap demi
tahap sehingga tidak ada yang terlewatkan.
3. Merevisi program audit sebelumnya, jika ada perubahan standar dan
prosedur yang digunakan perusahaan.
Keunggulan program audit antara lain sebagai berikut:
1. Meratanya pembagian kerja di antara auditor .
2. Program audit yang rutin hasilnya lebih baik dan menghemat waktu.
3. Program audit yang telah digunakan dapat menjadi pedoman untuk tahun
berikutnya.
4. Program audit menampung pandangan manajer atas mitra kerja.
5. Program audit memberikan kepastian bahwa ketentuan umum akuntansi
telah dijalankan.
6. Penanggungjawab pelaksanaan audit jelas.
Kelemahan program audit antara lain:
1. Tanggung jawab audit pelaksanaan terbatas pada program audit saja.
2. Sering menimbulkan hambatan untuk berpikiran kreatif dan membangun.
3. Kegiatan audit menjadi monoton.
2.2 Profesionalisme Auditor Internal
2.2.1 Pengertian Profesionalisme
Dalam Kamus Besar Indonesia, profesionalisme mempunyai makna; mutu,
kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau yang
profesional. Profesionalisme merupakan sikap dari seorang profesional. Artinya
18
sebuah term yang menjelaskan bahwa setiap pekerjaan hendaklah dikerjakan oleh
seseorang yang mempunyai keahlian dalam bidangnya atau profesinya.
Atmosoeprapto
dalam
Kurniawan
(2005:74),
menyatakan
bahwa,
“Profesionalisme merupakan cermin dari kemampuan (competence), yaitu
memiliki pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), bisa melakukan (ability)
ditunjang dengan pengalaman (experience) yang tidak mungkin muncul tiba-tiba
tanpa melalui perjalanan waktu.”
Profesionalisme menurut Dwiyanto (2011:157) adalah, “Paham atau
keyakinan bahwa sikap dan tindakan aparatur dalam menyelenggarakan kegiatan
pemerintahan dan pelayanan selalu didasarkan pada ilmu pengetahuan dan nilainilai profesi aparatur yang mengutamakan kepentingan publik.”
2.2.2 Profesionalisme Auditor Internal
Auditor internal yang profesional harus memiliki independensi untuk
memenuhi kewajiban profesionalnya memberikan opini yang objektif, tidak bias
dan tidak dibatasi dan melaporkan masalah apa adanya, bukan melaporkan sesuai
keinginan eksekutif atau lembaga (Sawyer: 2006:35). Untuk mengetahui seorang
auditor internal telah profesional dalam melakukan tugasnya, maka perlu adanya
evaluasi kinerja. Dan evaluasi kinerja auditor internal dapat dilakukan dengan cara
yaitu: sudahkah terpenuhinya kriteria-kriteria profesionalisme auditor internal.
Hiro Tugiman (2001:16) menyatakan beberapa norma praktek profesional
audit internal sebagai berikut.
19
1. Independensi
Para auditor internal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan
pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian para pemeriksa
internal dapat memberikan penilaian yang tidak memihak dan tanpa
prasangka,
hal
mana
sangat
diperlukan
atau/penting
bagi
pemeriksaan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat diperoleh melalui
status organisasi dan sikap objektif para auditor internal.
2. Kemampuan Profesional
Kemampuan profesional merupakan tanggung jawab bagian audit
internal dan setiap auditor internal. Pimpinan audit internal dalam
setiap pemeriksaan haruslah menugaskan orang-orang yang secara
bersama atau keseluruhan memiliki pengetahuan, kemampuan, dan
berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan
pemeriksaan secara tepat dan pantas.
3. Lingkup Pekerjaan
Lingkup pekerjaan pemeriksaan internal harus meliputi pengujian
dan evaluasi terhadap kecukupan dan efektifan sistem pengendalian
internal yang dimilki oleh organisasi dan kualitas pelaksanaan
tanggung jawab.
4. Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan
Kegiatan pemeriksaan harus meliputi perencanaan pemeriksaan,
pengujian dan pengevaluasian informasi, pemberitahuan hasil dan
menindaklanjuti (follow up). Pemeriksa internal (internal auditor)
20
bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan tugas
pemeriksaan, yang harus disetujui dan ditinjau atau direview oleh
pengawas.
5. Manajemen Bagian Audit Internal
Pimpinan audit internal harus mengelola bagian audit internal secara
tepat. Pimpinan audit internal bertanggung jawab mengelola bagian
audit internal secara tepat, sehingga
a. Pekerjaan pemeriksaan memenuhi tujuan umum dan tanggung
jawab yang disetujui oleh manajemen senior dan diterima oleh
dewan.
b. Sumberdaya bagian audit internal dipergunakan secara efisisien
dan efektif, dan
c. Pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan dilakukan dengan standar
profesi
2.3 Kecurangan (Fraud)
2.3.1 Pengertian Kecurangan (Fraud)
Sebuah fraud baru dapat dikatakan sebuah kriminal apabila niat atau
perbuatan untuk mendapatkan keuntungan yang tidak jujur tersebut juga sekaligus
melanggar ketentuan hukum karena ada ketentuan hukum yang dilanggar,
misalnya korupsi penggelapan pajak. Fraud yang bukan kriminal masuk kategori
risiko operasional, sedangkan fraud yang juga sebagai tindak kriminal masuk
kategori risiko legal.
21
Dalam literatur yang berkaitan dengan Fraud Auditing kita dapat
menemukan berbagai pengertian atau definisi tentang fraud. Fraud dapat
didefinisikan sebagai “suatu penyimpangan atau perbuatan melanggar hukum
(illegal acts) yang dilakukan dengan sengaja, untuk tujuan tertentu, misalnya
menipu atau memberikan gambaran yang keliru (mislead) untuk keuntungan
pribadi atau kelompok secara tidak fair, baik secara langsung maupun tidak
langsung merugikan pihak lain”. Ada juga yang mendefinisikan fraud sebagai
“perbuatan curang yang dilakukan dengan berbagai cara secara licik dan bersifat
menipu serta sering tidak disadari oleh korban yang dirugikan”.
Berdasarkan definisi dari The Institute of Internal Auditors (IIA), yang
dimaksud dengan fraud adalah “An array of irregularities and illegal acts
characterized by intentional deception”: sekumpulan tindakan yang tidak
diizinkan dan melanggar hukum yang ditandai dengan adanya unsur kecurangan
yang disengaja.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa fraud adalah
tindakan yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri maupun pihak tertentu
dengan berbagai cara yang tidak benar.
2.3.2 Kondisi Penyebab Kecurangan
Tiga kondisi kecurangan yang berasal dari pelaporan keuangan yang curang
dan penyalahgunaan aktiva diuraikan dalam SAS 99 (AU 316). Ketiga kondisi ini
disebut sebagai segitiga kecurangan (fraud triangle).
22
1. Insentif/Tekanan. Manajemen atau pegawai lain merasakan insentif atau
tekanan untuk melakukan kecurangan.
2. Kesempatan. Situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau
pegawai untuk melakukan kecurangan.
3. Sikap/Rasionalisasi. Ada sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis
yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan
yang tidak jujur.
Gambar 2.1
Fraud Triangle
(Sumber : http://www.flawd.se/5percentfraud/)
2.3.3 Jenis-Jenis Kecurangan
Jenis-jenis kecurangan yang dikenal selama ini meliputi kecurangankecurangan berikut ini:
1. Employee embezzlement atau occupational fraud, yaitu kecurangan yang
dilakukan pegawai karena jabatan atau kedudukannya dalam organisasi.
23
Yang menjadi korban atau yang dirugikan adalah organisasi atau
perusahaan.
2. Management fraud, yaitu kecurangan yang dilakukan oleh manajemen,
biasanya dengan melakukan penyajian laporan keuangan yang tidak
benar untuk keuntungan organisasi atau perusahaan. Untuk menarik
investor, manajemen merekayasa laporan keungannya yang tidak baik
menjadi seolah-olah menguntungkan (hal ini dikenal juga sebagai
fraudulent financial reporting). Yang menjadi korban disini adalah
publik investor. Bila dampaknya sangat material dan kasusnya
terungkap, dapat mengakibatkan kebangkrutan dan merugikan semua
stakeholder perusahaan. Management fraud ini termasuk dalam kategori
kejahatan kerah putih (white collar crime).
3. Investment scam, yaitu kecurangan yang dilakukan dengan membujuk
investor untuk menanamkan uangnya pada suatu bentuk investasi
dengan janji akan memperoleh hasil investasi yang berlipat dalam waktu
cepat. Untuk meyakinkan investor pada awal mulai investasi investor
diberikan hasil seperti yang dijanjikan, tetapi pada waktu kemudian,
macet.
4. Vendor fraud, yaitu kecurangan yang dilakukan untuk pemasok atau
organisasi yang menjual barang atau jasa dengan harga terlalu tinggi
dibandingkan dengan kualitasnya, atau barang atau jasanya tidak
realisasikan walaupun telah membayar. Korbannya adalah pembeli. Jika
pembelinya suatu organisasi atau perusahaan penjual sering memberikan
24
pengembalian atau (kickback) kepada petugas pembelian, karena vendor
fraud sering dilakukan dengan cara berkolaborasi dengan pejabat terkait.
5. Costumer fraud, yaitu kecurangan yang dilakukan pembeli atau
pelanggan. Pembeli tidak atau kurang membayar harga barang atau jasa
yang diterima, korbannya adalah penjual.
6. Computer fraud, adalah kecurangan yang dilakukan dengan cara
merusak program komputer, file data, sistem operasi, alat atau media
yang digunakan yang mengakibatkan kerugian bagi organisasi yang
sistem komputernya dimanipulasi.
2.3.4 Unsur-Unsur Kecurangan
Dalam setiap fraud atau kecurangan, ada tujuh unsur yang dapat
teridentifikasi. Mengacu pada Albrecht dan Zimbelman (2009:7), tujuh unsur
dalam fraud adalah sebagai berikut:
1. Sebuah penyajian
2. Mengenai hal yang material,
3. Yang salah,
4. Dan secara sengaja atau,
5. Yang dipercaya
6. Dan dilaksanakan korban
7. Dan merugikan korban
Secara umum, mengacu pada Albrecht dan Zimbelman (2009:41), setiap
fraud memiliki pola sebagai berikut:
25
1. Tindakan kecurangan (theft), merupakan tindakan kecurangan yang
dilakukan oleh fraudster.
2. Menyembunyikan
kecurangan
(concealment),
biasanya
mencakup
menyembunyikan bukti –bukti yang terkait dengan tindakan kecurangan
yang dilakukan.
3. Mengubah aset yang dicuri (conversion), pada tahap ini, pelaku berusaha
mengkonversikan barang yang dicuri menjadi uang tunai.
2.3.5 Mendeteksi Kecurangan
Dalam melakukan pendeteksian terhadap kecurangan, tentunya tidak dapat
dilepaskan dari pengetahuan tentang hal-hal yang menjadi pemicu terjadinya
kecurangan dan siapa atau pihak mana yang kemungkinan dapat melakukan
kecurangan. Hal ini sangat perlu diketahui oleh pihak yang mendapat tugas untuk
melakukan pendeteksian kecurangan, karena dengan mengetahui faktor pemicu
terjadinya kecurangan dan siapa atau pihak mana yang kemungkinan dapat
melakukan kecurangan, maka pendeteksian yang dilakukan akan lebih terarah.
Berikut
merupakan
faktor-faktor
yang
menjadi
pemicu
terjadinya
kecurangan baik yang dilakukan oleh seseorang ataupun sekelompok orang.
a. Faktor Generik
Faktor ini berada dalam pengendalian organisasi (perusahaan) yang
mencakup:
1. Kesempatan
atau
adanya
(opportunity):
26
peluang
bagi
pelaku
kecurangan
Kesempatan melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan
pelaku terhadap objek kecurangan. Kesempatan untuk melakukan
kecurangan tidak dapat dihilangkan secara keseluruhan atau seratus
persen.
Usaha
untuk
menghilangkan
kesempatan
terjadinya
kecurangan secara keseluruhan menjadi tidak ekonomis dan tidak
produktif selama perusahaan tersebut masih memiliki asset, dimana
asset tersebut diperdagangkan, mengalir, dan ada dalam pengendalian
pihak lain seperti karyawan, pembeli, dan penjual.
2. Kemungkinan
bahwa
kecurangan
akan
dapat
diketahui
dan
diungkapkan (exposure):
Kondisi saat ini ada kecenderungan makin tipisnya kepekaan
seseorang atau sekelompok orang terhadap kecurangan yang terjadi
disekelilingnya. Hal ini mungkin saja dipicu oleh kekhawatiran mereka
khususnya berkaitan dengan perlindungan terhadap pihak-pihak yang
mengungkapkan terjadinya kecurangan tersebut. Apabila kondisi ini
terus terjadi, makan secara logika kecurangan makin merajalela,
karena pelaku kecurangan tersebut merasa bahwa kecurangan apapun
yang
mereka
lakukan
tidak
ada
pihak
lain
yang
berani
mengungkapnya.
3. Sanksi
yang
dikenakan
kepada
pelaku
jika
tertangkap
dan
perbuatannya terungkap (exposure):
Terungkapnya kecurangan belum cukup untuk mencegah terulang
kembalinya kejadian tersebut di masa yang akan datang. Oleh karena
27
itu harus ada sanksi atas perbuatan tersebut yang jelas, tegas dan
diterapkan sesuai dengan aturan yang berlaku. Suatu perusahaan yang
ingin melindungi asset nya harus memiliki kebijakan (policy) yang
jelas mengenai sifat dan besarnya sanksi terhadap pelaku kecurangan,
seperti, siapapun yang terlibat kecurangan akan dipecat atau semua
kecurangan akan dilaporkan kepada pihak yang berwenang.
b. Faktor Individu
Faktor ini melekat pada diri seseroang yang melakukan kecurangan.
Secara umum, faktor ini dapat dikategorikan menjadi dua yaitu:
1. Moral yang berhubungan dengan keserakahan (greed). Keserakahan
berhubungan dengan atribut seseorang. Sebagaimana dengan atribut
lainnya yang ada dalam diri manusia seperti kejujuran, integritas,
loyalitas dan sebagainya, adalah sulit untuk mengetahui apakah
seseorang memiliki atribut serakah ini atau tidak.
2. Motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan (need). Salah satu yang
menjadi penyebab seseorang atau sekelompok orang melakukan
kecurangan adalah berhubungan dengan kebutuhan ekonomi.
Di samping itu kecurangan juga dapat disebabkan oleh adanya
perasaan ketidakpuasaan atas kebijakan yang ditetapkan oleh
manajemen, balas dendam, dan tantangan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendeteksi kecurangan adalah:
1. Jangan mengabaikan hal-hal yang jelas. Hal ini untuk menghilangkan
kesan bahwa penyelidikan terhadap kecurangan selalu merupakan
28
aktivitas kompleks, padahal dalam prakteknya tidak selalu seperti kesan
tersebut diatas. Disamping itu, dalam prakteknya, kebanyakan perbuatan
kecurangan meninggalkan jejak yang jelas.
2. Berikan perhatian pada penyimpangan yang terjadi, jangan selalu
mencari penyelesaian yang kompleks dan mulailah dengan mencari
penyelesaian yang paling sederhana.
3. Lakukan konsentrasi pada titik yang paling lemah dan sederhana di
dalam kecurangan.
4. Pendeteksian dan pencegahan kecurangan merupakan aspek rutin, bukan
suatu hal yang hanya dilakukan sekali.
5. Tujuan utama mendeteksi kecurangan adalah mencegah terjadinya,
bukan mendeteksi seluruh kecurangan.
6. Sumber daya dan kemampuan harus dialokasikan secara khusus untuk
melakukan tugas tersebut.
7. Mendeteksi kecurangan berarti kerja keras.
8. Kecurangan dapat lolos dari deteksi disebabkan tidak seorangpun
ditugaskan untuk itu.
2.3.6 Teknik Mendeteksi Kecurangan
Langkah-langkah penting yang dapat dilakukan oleh auditor internal untuk
kecurangan adalah dengan cara mendeteksinya. Berbagai teknik dapat diterapkan,
seperti yang dikutip dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP,2000), yaitu:
29
a. Critical Point Auditing (CPA)
Setiap perusahaan pasti memiliki titik rawan yang sering digunakan
sebagai temapt terjadinya kecurangan. Apabila kecurangan terjadi pada
titik tersebut, akan dengan mudah diketahui. Namun, dalam banyak hal
keberhasilan suatu kecurangan lebih banyak disebabkan kepandaian
pelaku dalam menyembunyikan kegiatannya diantara transaksi-transaksi
yang ada.
CPA merupakan suatu teknik dimana melalui pemeriksaan atas catatan
pembukuan, gejala suatu manipulasi dapat diidentifikasi. Hasilnya berupa
gejala atau kemungkinan terjadinya kecurangan yang pada gilirannya
mengarah kepada penyelidikan yang lebih rinci. Metode ini dapat
digunakan pada setiap perusahaan. Semakin akurat dan komprehensif
suatu catatan, maka semakin efektif teknik ini dalam mengetahui gejala
kecurangan.
Pendeteksian yang lazim dilakukan dalam menggunakan teknik Critical
Point Auditing ini adalah :
1. Analisis Tren
2. Pengujian Khusus
b. Job Sensitivity Analysis (JSA)
Setiap pekerjaan dalam suatu perusahaan memiliki berbagai peluang atau
kesempatan untuk terjadinya kecurangan. Hal ini tergantung dari
beberapa faktor seperti akses, kemampuan dan waktu yang tersedia untuk
merencanakan dan melaksanakannya.
30
Teknik analisis kepekaan pekerjaan (job sensitivity analysis) ini
didasarkan pada suatu asumsi, yakni bila seseorang atau sekolompok
karyawan bekerja pada posisi tertentu, peluang atau tindakan negatif
(kecurangan) apa saja yang dapat dilakukannya. Dengan kata lain, teknik
ini merupakan analisis dengan risiko kecurangan dari sudut “pelaku
potensial”, sehingga pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya
kecurangan dapat dilakukan misalnya dengan memperketat pengendalian
intern pada posisi-posisi yang rawan kecurangan.
2.4 Kerangka Pemikiran
Penelitian yang dilakukan penulis mengenai pengaruh profesionalisme audit
internal terhadap pendeteksian fraud ini menyebutkan bahwa audit internal
berfungsi membantu manajemen dalam pendeteksian fraud yang terjadi di suatu
organisasi. Tindakan fraud dapat dicegah dengan cara menciptakan budaya
kejujuran, sikap keterbukaan dan meminimalisasi kesempatan untuk melakukan
tindakan fraud.
Kasus fraud yang semakin marak terjadi membuat kerugian yang cukup besar
bagi Perusahaan. Apabila fraud tidak bisa dideteksi dan dihentikan, maka akan
berakibat fatal bagi Perusahaan. Untuk itu manajemen Perusahaan harus
mengambil tindakan yang tepat untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya fraud.
Menurut Valery G Kumaat (2011:156) mendeteksi fraud (fraud detection)
adalah upaya untuk mendapatkan indikasi awal yang cukup mengenai tindak
fraud, sekaligus mempersempit ruang gerak para pelaku fraud (yaitu ketika pelaku
31
menyadari prakteknya telah diketahui, maka sudah terlambat untuk berkelit).
Maka dengan adanya audit internal di dalam perusahaan tindak fraud dapat
dicegah dan dideteksi karena setiap gerak-gerik karyawan terawasi dan terbatasi
untuk melakukan tindakan fraud.
Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi
symptom fraud yang berpotensi terjadi di lingkungan PT. Perkebunan Nusantara
VIII (Persero) Bandung dan pengaruh profesionalisme auditor internal terhadap
pendeteksian fraud. Kerangka pemikiran tersebut adalah:
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
Profesionalisme Auditor Internal
(X1):
1. Independen
2. Kemampuan Profesional
3. Lingkup Pekerjaan
4. Pelaksanaan Kegiatan
Pemeriksaan
5. Manajamen Bagian Audit
Internal
Pendeteksian
Kecurangan (fraud)
(Y1)
2.5 Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2012:64) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya
disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan.
Dari uraian di atas, maka penulis mengemukakan hipotesis, bahwa:
32
H0 :Profesionalisme auditor internal tidak berpengaruh terhadap pendeteksian
kecurangan.
H1 :Profesionalisme auditor internal berpengaruh terhadap pendeteksian
kecurangan.
33
Download