BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Otonomi

advertisement
9
BAB 2
TINJAUAN TEORETIS
2.1 Tinjauan Teoretis
2.1.1 Otonomi Daerah
Salah satu masalah utama yang sering dihadapi oleh pemerintah
daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunannya adalah
terbatasnya sumber pembiayaan pembangunan yang berasal dari
pendapatan asli daerah . Hampir semua provinsi dan kabupaten dan kota di
Indonesia memiliki masalah ketimpangan fiskal . Ketimpangan fiskal
dalam hal ini berarti daerah tidak mampu mencukupi belanja dan biaya
daerah melalui sumber pendapatan asli daerah secara murni sehingga
tingkat ketergantungan pemerintah daerah cukup tinggi terhadap
pemerintah pusat. Besar dominasi pemerintah pusat sering kali mematikan
inisiatif dan prakarsa daerah yang lebih mengetahui tentang kebutuhan dan
potensi daerahnya sendiri, sehingga memunculkan kebiasaan daerah untuk
bergantung dan tidak ada kemandirian dalam pelaksanaan pemerintahan
daerahnya.sehingga potensi daerah kurang dimaksimalkan dengan baik
yang akan berujung pada kurangnya kemampuan keuangan daerah untuk
membiayai kebutuhan daerahnya sendiri.
Undang-undang no 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan
undang-undang no 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah memberikan implikasi sistem pemerintahan
9
10
berupa pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi yang luas kepada
pemerintah daerah. Diharapkan pelaksanaan otonomi daerah yang
merupakan kewajiban yang diamanahkan kepada suatu daerahnya untuk
mengatur dan mengurus pemerintahan dan kepentingan masyarakat dalam
meningkatkan mutu dan kualitas yang berhubungan dengan pelayanan
terhadap masyarakat serta pelaksanaan pembangunan yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dapat berjalan dengan nyata dan efektif.
Penekanan Otonomi daerah di Indonesia dititikberatkan pada Daerah
Tingkat II. Pelaksanaan otonomi tersebut adalah dengan menyerahkan
sebagaian besar urusan oleh Pemerintah dan atau Pemerintah daerah
tingkat I kepada Pemerintah daerah Tingkat II secara bertahap dan
berkelanjutan. Hal ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 45 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Otonomi
Daerah Dengan Titik Berat Pada Daerah Tingkat II. Dalam Peraturan
Pemerintah ini dijabarkan semua urusan yang dapat diserahkan menjadi
urusan rumah tangga kabupaten/kota, yaitu :
1.
Urusan-urusan yang sifatnya telah membaku di suatu daerah
2.
Urusan-urusan
yang
menyangkut
kepentingan
langsung
dari
masyarakat, dan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan suatu
Daerah
3.
Urusan-urusan yang dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat atau
menurut sifatnya merupakan tanggungjawab masyarakat
4.
Urusan-urusan yang dalam pelaksanaannya banyak mempergunakan
11
sumber daya manusia
5. Urusan-urusan yang memberikan penghasilan bagi daerah, dan
potensial untuk dikembangkan dalam rangka penggalian sumbersumber pendapatan asli yang baru bagi daerah yang bersangkutan
6.
Urusan-urusan
yang
dalam
penyelenggaraannya
memerlukan
penanganan dan pengambilan keputusan segera.
pelaksanaan otonomi daerah selain didasarkan atas hukum, juga sebagai
implementasi terhadap globalisasi yang harus jeli memanfaatkan dan
menggali sumber-sumber daya yang berada di daerah setempat. Itu
sebabnya perlunya sistem otonomi daerah agar masing-masing daerah
dapat lebih bertanggung jawab dan mandiri dalam membangun kehidupan
masyarakatnya yang lebih baik. Salah satu contohnya kota Surabaya yang
menjadi pusat dari pembangunan provinsi Jawa Timur. Selain itu, kota
Surabaya juga telah ditetapkan sebagai kota INDARMADI yaitu, kota
Industri, Perdagangan, Pariwisata, Maritim, Pendidikan. Menurut M. Arif
Nasution, pemerintah kota melakukan beberapa upaya pengembangan
untuk menjadikan kota Surabaya sebagai daerah otonom, antara lain
pengelolaan masyarakat dan daerah terpadu, pola leadership yang
partisipatif, pemberdayaan total masyarakat, proses aspirasi masyarakat,
dan pemantapan mental kemandirian. Masyarakat diharapkan dapat
meningkatkan potensi diri mereka masing-masing di segala bidang yang
memiliki
keuntungan
komparatif.
Sehingga
dapat
membantu
12
meningkatkan taraf hidup masyarakat dan juga dapat meningkatkan
pendapatan asli daerah tersebut.
2.1.2 Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan yang
dapat diperoleh dengan memanfaatkan dan mengelola sumber-sumber
keuangan daerah sendiri. Menurut (Sutrisno , 1995:201) Pendapatan asli
daerah merupakan pendapatan yang menunjukkan kemampuan suatu
daerah dalam menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai
kegiatan daerah. Jadi pengertian pendapatan asli daerah dapat diartikan
sebagai
pendapatan
rutin
dari
usaha
pemerintah
daerah
dalam
memanfaatkan potensi-potensi sumber keuangan daerahnya untuk
membiayai tugas dan tanggung jawabnya.
Pendapatan asli daerah sangat diperlukan untuk lebih memperlancar
dan meningkatkan pembiayaan penyelenggaraan pemerintah didaerahdaerah. Menurut undang-undang no 22 tahun 1999 pendapatan asli daerah
terdiri dari :
1. Hasil pajak daerah
Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU
dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan
daerah
bagi
sebesar-besarnya
kemakmuran
rakyat.
Wewenang pungutan pajak daerah berada di tangan pemerintah daerah.
13
Menurut UU No 28 Tahun 2009, pajak daerah terdiri dari :
a. Pajak hotel
Yaitu pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan yang
khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/beristirahat,
memperoleh pelayanan dan atau fasilitas lainnya yang menyatu,
dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk
pertokoan dan perkantoran. Dasar pengenaan pajak hotel adalah
jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel dan
tarif yang ditetapkan adalah paling tinggi sebesar 10% (sepuluh
persen)
b. Pajak restoran
Yaitu pajak atas pelayanan restoran. Restoran adalah tempat
menyantap makanan dan minuman yang disediakan dengan
dipungut bayaran , tidak termasuk jasa boga atau catering. Yang
menjadi dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran
atau yang seharusnya dibayar oleh konsumen kepada restoran.
Tarif pajak restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh
persen).
c. Pajak hiburan
Yaitu pajak atas penyelenggaraan hiburan yang meliputi
semua jenis pertunjukkan, permainan, permainan ketangkasan, dan
atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton
dan dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak
14
termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga.Tarif pajak
hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima
persen)
d. Pajak reklame
Yaitu pajak atas penyelenggaraan reklame, yaitu benda, alat
pembuatan, atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya
untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan,
menganjurkan, atau memujikan suatu barang, jasa atau orang,
ataupun untuk menarikan perhatian umum kepada suatu barang,
jasa atau orang, yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca,
didengar dari suatu tempat oleh semua kecuali yang dilakukan oleh
pemerintah. Yang menjadi dasar pengenaan pajak reklame adalah
nilai sewa reklame yang diperhitungkan dengan memperhatikan
lokasi penempatan, jenis reklame, jangka waktu penyelenggaraan,
dan ukuran media reklame. Tarif yang ditetapkan terhadap pajak
reklame adalah paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen).
e. Pajak penerangan jalan
Yaitu pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan
bahwa diwilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang
rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Tarif pajak
penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh
persen) dan dasar pengenaan pajaknya adalah nilai jual tenaga
listrik yaitu jumlah tagihan biaya beban ditambah dengan biaya
15
pemakaian yang ditetapkan dalam rekening listrik. Sedangkan
penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri,
pertambangan migas, tarif pajak penerangan jalan ditetapkan
paling tinggi 3% (tiga persen)
f. Pajak parkir
Yaitu pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat
parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan , baik yang
disediakan sebagai suatu usaha , termasuk penyediaan tempat
penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang
memungut bayaran. Tarif pajak parkir ditetapkan paling tinggi
sebesar 30% (tiga puluh persen) dan yang menjadi dasar pengenaan
pajaknya adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar
untuk pemakaian tempat parkir.
g. Pajak air tanah
Yaitu pajak atas pengambilan dan pemanfaatan air tanah yang
digunakan oleh orang pribadi atau badan, kecuali untuk keperrluan
dasar rumah tangga, pengairan pertanian, dan perikanan rakyat,
serta peribadatan. Air tanah adalah air yang berada di perut bumi,
termasuk mata air yang muncul secara alamiah diatas permukaan
tanah. Dasar pengenaan pajak air tanah adalah nilai perolehan air
yang dihitung menurut sebagian atau seluruh faktor jenis sumber
air, lokasi sumber air, tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan
air, volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan, kualitas air,
16
dan tingkat
kerusakan lingkungan
yang diakibatkan
oleh
pengambilan dan/atau pemanfatan air yang dinyatakan dalam
rupiah. Tarif pajak yang dikenakan ditetapkan paling tinggi sebesar
20% (dua puluh persen).
h. Pajak bumi dan bangunan
Yaitu pajak atas bumi dan bangunan yang dimiliki, dikuasai
dan dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi, dan memiliki, menguasai dan
memperoleh manfaat atas bangunan. Kecuali kawasan yang
digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan
pertambangan. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga
persen)
i. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.
Yaitu pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan yang
dimiliki dan dikuasai oleh orang pribadi atau badan yang secara
nyata mempunyai hak atas tanah dan bangunan tersebut. Kecuali
Negara untuk penyelenggaraan pemerintah atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna untuk kepentingan umum atau karena wakaf.
Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
adalah Nilai Perolehan Objek Pajak dan tarif yang ditatapkan
paling tinggi adalah sebesar 5% (lima persen)
17
2. Hasil retribusi daerah
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi
atau badan. Objek retribusi daerah ada tiga, yaitu:
a. Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan
pemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh pribadi atau badan.
b. Retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh
pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial, karena
pada dasarnya jasa tersebut dapat disediakan oleh swasta, meliputi
pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah
yang belum dimanfaatkan secara optimal.
c. Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu
pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang
pribadi atau badan
pengaturan,
yang dimaksudkan untuk
pengendalian
dan
pengawasan
pembinaan,
atas
kegiatan
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,
prasarana,
sarana
atau
fasilitas
tertentu
guna
melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
18
3. Hasil perusahaan milik daerah,dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terdiri dari:
a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/BUMD
b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
pemerintah/BUMN
c. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta
atau kelompok usaha masyarakat.
4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, disediakan untuk
menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis
pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan mencakup:
a. Hasil penjualan asset daerah yang dipisahkan
b. Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak
dipisahkan
c. Jasa giro
d. Bunga deposito
e. Penerimaan atas tuntutan ganti rugi
f. Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat
dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah
19
serta keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing.
g. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanan pekerjaan.
h. Pendapatan denda pajak dan denda retribusi
i. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan
j. Pendapatan dari pengembalian
k. Fasilitas sosial dan faslitas umum
l. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
m. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan
Menurut Abdul Halim (2002:323) , kriteria untuk menilai pendapatan asli
daerah tersebut adalah:
1.
Kriteria Hasil (Yield)
Penerimaan
dari
sumber-sumber
pendapatan
daerah
harus
menghasilkan yang cukup, dalam arti memadai dibandingkan
dengan pembiayaan layanan yang dihasilkan, serta sebaiknya
berkembang cukup stabil dan mudah diperkirakan besarnya
dikemudian hari
2.
Kriteria Keadilan ( Equity )
Sumber penerimaan harus jelas dasar penetapannya serta
kewajiban membayarnya dan tidak sewenang-wenang. Dilihat dari
individu pembayaran pajak atau retribusi seyogyanya asas keadilan
memenuhi kriteria keadilan horizontal dan vertikal
20
3.
Kriteria Efisiensi Ekonomi
Pendapatan asli daerah (khususnya pajak dan retribusi) hendaknya
mendorong atau setidak-tidaknya tidak menghambat penggunaan
sumber daya secara berdaya guna dalam kehidupan ekonomi ,
mencegah jangan sampai pilihan konsumen dan pilihan produsen
menjadi salah arah atau orang jadi segan bekerja atau menabung,
dan memperkecil beban pajak
4.
Kriteria Mampu Melaksanakan ( Ability to Implement )
Suatu pungutan pendapatan asli daerah ( pajak daerah dan retribusi
daerah ) haruslah dapat dilaksanakan dari sudut kemauan politik
dan kemauan tata usaha
5.
Kriteria Kecocokan sebagai Sumber Pendapatan Daerah
Kriteria ini menekankan mengenai kejelasan hubungan antara
daerah atau wilayah tempat pajak atau retribusi tersebut dipungut
dengan pelayanan yang diberikan, ini berarti haruslah jelas kepada
daerah dimana suatu pajak atau retribusi harus dibayarkan.
Seyogyanya tempat memungut pajak adalah tempat akhir beban
pajak tersebut.
Setiap daerah otonom selalu berusaha untuk meningkatkan pendapatan
yang berasal dari daerahnya sendiri, jadi pendapatan asli daerah
mempunyai
peran
dan
fungsi
yang
sangat
penting
didalam
perkembangan pembangunan didaerah otonom. Oleh karena itu daerah
sangat berantusias untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dengan
21
berbagai upaya salah satunya adalah dengan meningkatkan pelayanan
publiknya.
2.1.3 Belanja Daerah
Seluruh pendapatan daerah yang diperoleh baik dari daerahnya sendiri
maupun bantuan dari pemerintah pusat akan digunakan untuk membiayai
seluruh pengeluaran daerah itu. Menurut UU no 32 tahun 2004 tentang
pemerintah daerah, belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang
diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun
anggaran yang bersangkutan. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka
mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
provinsiatau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan
dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang
dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau
antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundangundangan. Manajemen belanja daerah juga mengacu kepada prinsip
transparansi dan akuntabilitas, disiplin anggaran, keadilan anggaran serta
efisiensi dan efektivitas anggaran seperti dalam manajemen pendapatan
daerah. Dari segi disiplin anggaran, anggaran belanja yang dianggarkan
merupakan
batas
tertinggi.
Penganggaran
belanja
daerah
secara
keseluruhan harus juga didukung dengan adanya kepastian tersedianya
penerimaan. Ini bermakna bahwa daerah sebaiknya menghindari anggaran
22
defisit yang melebihi cadangan yang tersedia sehingga terhindar dari
penciptaan utang daerah.
Belanja daerah dikelompokkan ke dalam belanja tidak langsung dan
belanja langsung, yang kemudian keduanya dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
Tabel 1
Klasifikasi belanja langsung dan belanja tidak langsung
Belanja Langsung
Belanja Tidak Langsung
Belanja pegawai
Belanja pegawai
Belanja barang dan jasa
Belanja bunga
Belanja modal
Belanja subsidi
Belanja hibah
Belanja bantuan sosial
Belanja bagi hasil
Belanja bantuan keuangan
Belanja tidak terduga
Sumber : Peraturan daerah kota Surabaya no 12 tahun 2008
1.
Belanja Tidak Langsung
Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak
terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.,
Klasifikasi belanja tidak langsung menurut peraturan daerah kota Surabaya
no 12 tahun 2008 adalah :
23
a. Belanja pegawai yaitu merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji
dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai
negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
b. Belanja bunga yaitu merupakan anggaran pembayaran bunga hutang yang
dihitung atas kewajiban pokok hutang (principal outstanding) berdasarkan
perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang
c. Belanja subsidi yaitu merupakan anggaran bantuan biaya produksi kepada
perusahaan atau lembaga tertentu agar harga jual produksi/ jasa yang
dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak
d. Belanja hibah yaitu merupakan anggaran pemberian hibah dalam bentuk
uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah
lainnya, dan kelompok masyarakat dan perorangan yang secara spesifik
telah ditetapkan peruntukkannya
e. Bantuan sosial yaitu merupakan anggaran pemberian bantuan dalam
bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat
f. Belanja bagi hasil yaitu merupakan anggaran yang bersumber dari
pendapatan
provinsi
kepada
kabupaten/kota,
atau
pendapatan
kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah
daerah tertentu kepada pemerintah daerah lainnya sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan
g. Bantuan keuangan yaitu merupakan anggaran keuangan yang bersifat
umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa,
24
dan kepada pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan atau
peningkatan kemampuan keuangan
h. Belanja tidak terduga yaitu merupakan belanja untuk kegiatan yang
sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan
bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya,
termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun
sebelumnya yang telah ditutup
2. Belanja Langsung
Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan yang terkait
secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Klasifikasi
belanja langsung menurut peraturan daerah kota Surabaya no 12 tahun
2008 adalah :
a. Belanja pegawai yaitu merupakan pengeluaran honorarium/upah dalam
melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah
b. Belanja
barang
dan
jasa
yaitu
merupakan
pengeluaran
pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 ( dua
belas ) bulan dan atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan
kegiatan pemerintah daerah
c. Belanja modal yaitu merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembelian/pengadaan atau pembangunan asset tetap berwujud yang
mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan
dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan,
25
mesin, gedung, bangunan dan jalan, irigasi, jaringan dan asset tetap
lainnya. Nilai pembelian/ pengadaan dan pembangunan asset tetap
berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga
beli/bangun aset.
Prinsip keadilan anggaran mewajibkan belanja daerah, khususnya
dalam pemberian pelayanan umum harus dialokasikan secara adil dan
merata agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa
diskriminasi. Dengan prinsip efisiensi dan efektivitas anggaran, belanja
harus menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang
optimal untuk kepentingan masyarakat. Ini bermakna bahwa setiap pos
belanja daerah harus dapat diukur kinerjanya.
2.1.4
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat
APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003
pasal
1
butir
8
tentang
Keuangan
Negara).
Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan
dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah
dalam
rangka
pelaksanaan
tugas-tugas
desentralisasi.
Sedangkan
penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan
Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun
26
anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan
Daerah
dan
semua
Belanja
Daerah
dalam
rangka
pelaksanaan
Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua
penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan
dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang
membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan
sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi
dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan
keuangandaerah.
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu
mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang
bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan
keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut.
struktur APBD terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan
pembiayaan. APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem
anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output
dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah
pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang
terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber
pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran
yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang
dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi,
27
realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah
ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya
kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap
pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas
beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran
untuk membiayai pengeluaran tersebut.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Fungsi APBD adalah sebagai berikut :
1. Fungsi Otorisasi : Anggaran daerah merupakan dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan
2. Fungsi Perencanaan : Anggaran daerah merupakan pedoman bagi
manajemen
dalam
merencanakan
kegiatan
pada
tahun
yang
bersangkutan
3. Fungsi pengawasan : Anggaran daerah menjadi pedoman untuk
menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan
4. Fungsi alokasi : Anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan
efisiensi dan efektivitas perekonomian
5. Fungsi distribusi : Anggaran daerah harus mengandung arti /
memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan
28
6. Fungsi stabilisasi : Anggaran daerah harus mengandung arti / harus
menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental perekonomian
APBD
disusun
sesuai
dengan
kebutuhan
penyelenggaraan
pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Dalam pelaksanaan
tugas-tugas pemerintahan, pemerintah melaksanakan kegiatan keuangan
dalam siklus pengelolaan anggaran yang secara garis besar terdiri dari:
1. Penyusunan dan penetapan APBD
2. Pelaksanaan dan penatausahaan APBD
3. Pelaporan dan pertanggung jawaban APBD
Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah
Daerah dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk
tercapainya
tujuan
bernegara.
APBD,
perubahan
APBD,
dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD ditetapkan setiap tahun dengan
peraturan daerah. Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran
harus didukung dengan adanya kepastian atas tersedianya penerimaan
dalam jumlah yang cukup. Pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah
yang dianggarkan dalam APBD harus berdasarkan pada ketentuan
peraturan perundang-undangan dan dianggarkan secara bruto dalam
APBD.
29
2.1.5
Investasi Daerah
Investasi adalah kegiatan penanaman modal pada berbagai kegiatan
ekonomi (produksi) dengan harapan untuk memperoleh keuntungan
(benefit) pada masa-masa yang akan datang.
Penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan pembangunan
ekonomi. Perubahan laju pertumbuhan investasi tersebut mempengaruhi
tinggi rendahnya pembangunan ekonomi di wilayah tersebut. Oleh
karenanya, setiap negara ataupun daerah tertentu berupaya menciptakan
iklim yang dapat menggairahkan investasi tersebut agar masuk ke
dalamnya.
Motif utama suatu negara mendorong iklim investasi adalah untuk
menggali potensi kekayaan alam dan sumberdaya lainnya dalam upaya
mempercepat pembangunan ekonomi. Kenyataan ini disebabkan karena
investasi, baik asing maupun domestik akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, melalui proses industrialisasi, guna meningkatkan ekspor barang
manifaktur dan kebutuhan pasar domestik (subtitusi impor). Proses
industrialisasi diharapkan mampu berkembang bersama dengan proses alih
teknologi, alih kepemilikan, perluasan kesempatan kerja yang disertai
dengan peningkatan keahlian dan keterampilan. Namun, dalam proses
tersebut harus dihindari dominasi perekonomian nasional oleh modal
asing. Investasi atau penanaman modal terdiri dari
30
a. Penanaman modal Asing
Penanaman Modal Asing (PMA) adalah salah satu upaya untuk
meningkatkan jumlah modal untuk pembangunan ekonomi yang
bersumber dari luar negeri.
b. Penanaman Modal Dalam Negeri
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah bentuk upaya
menambah modal untuk pembangunan melalui investor dalam negeri.
Modal dari dalam negeri ini bisa didapat baik itu dari pihak swasta
ataupun dari pemerintah.
Tetapi pada penelitian ini subyek yang akan dibahas hanya penanaman
modal dalam negeri (PMDN) karena penelitian ini memfokuskan pada
pemerintah daerah.
2.1.5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi
Penanam-penanam
modal
melakukan
investasi
bukan
untuk
memenuhi kebutuhan mereka tetapi untuk mencari keuntungan. Dengan
demikian, banyaknya keuntungan yang akan diperoleh besar sekali
peranannya dalam menentukan tingkat investasi yang akan dilakukan oleh
para pengusaha (Sukirno,1994).
Terdapat beberapa faktor lain yang akan menentukan tingkat investasi
yang akan dilakukan dalam perekonomian. Faktor-faktor utama yang
menentukan tingkat investasi adalah:
31
1. Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan akan diperoleh.
Ramalan mengenai keuntungan masa depan akan memberikan
gambaran kepada para pengusaha mengenai jenis-jenis investasi yang
kelihatannya mempunyai prospek yang baik dan dapat dilaksanakan,
dan besarnya investasi yang harus dilakukan untuk mewujudkan
tambahan barang-barang modal yang diperlukan. Suatu kegiatan
investasi dapat dikatakan memperoleh keuntungan apabila nilai
sekarang pendapatan di masa depan adalah lebih besar daripada nilai
sekarang modal yang diinvestasikan (Sukirno, 1994). Bila suatu
investasi diramalkan akan mengalami peningkatan tingkat keuntungan
maka pada dasarnya investasi tersebut akan mengalami peningkatan.
2. Tingkat bunga.
Dalam melakukan investasi para investor harus mempertimbangkan
tingkat bunga. Apabila tingkat bunga lebih tinggi dari tingkat
pengembalian
modal,
investasi
yang
direncanakan
tidak
menguntungkan, oleh sebab itu rencana perusahaan untuk melakukan
investasi akan dibatalkan. Kegiatan investasi hanya akan dilaksanakan
apabila tingkat pengembalian modal lebih besar atau sama dengan
tingkat bunga (Sukirno, 1994). Semakin tinggi tingkat bunga maka
tingkat
investasi
yang
dilakukan akan mengalami
penurunan.
Sedangkan ketika suku bunga mengalami penurunan, investasi akan
mengalami peningkatan
32
Tingkat
Bunga
Ro
R1
R2
I
Io
I1
Investasi
I2
Gambar 1
Tingkat Bunga dan Investasi
3. Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan.
Perusahaan-perusahaan yang sangat besar melakukan kegiatan investasi dalam
waktu beberapa tahun. Oleh sebab itu, dalam menentukan apakah kegiatankegiatan yang akan dikembangkan itu akan memperoleh untung atau akan
menimbulkan kerugian, para pengusaha haruslah membuat ramalan-ramalan
mengenai keadaan masa depan. Ramalan yang menunjukkan bahwa keadaan
perekonomian akan menjadi lebih baik lagi pada masa depan, yaitu diramalkan
bahwa harga-harga akan tetap stabil dan pertumbuhan ekonomi maupun
pertambahan pendapatan masyarakat akan berkembang cepat, merupakan
keadaan yang akan mendorong pertumbuhan investasi. Semakin baik keadaan
masa depan, semakin besar tingkat keuntungan yang akan diperoleh para
pengusaha. Oleh sebab itu, mereka akan lebih terdorong untuk melaksanakan
investasi yang telah atau sedang dirumuskan dan direncanakan (Sukirno,
1994).
33
4. Kemajuan teknologi.
Pada umumnya semakin banyak perkembangan teknologi yang dibuat, semakin
banyak pula kegiatan pembaruan yang akan dilakukan oleh para pengusaha.
Untuk melaksanakan pembaruan-pembaruan, para pengusaha harus membeli
barang-barang modal yang baru, dan adakalanya juga harus mendirikan
bangunan-bangunan pabrik/industri yang baru. Maka semakin banyak
pembaruan yang akan dilakukan, semakin tinggi tingkat investasi yang akan
tercapai (Sukirno, 1994).
4. Tingkat pendapatan daerah.
Investasi
I0
I
I1
Y0 Y1
Pendapatan Daerah
Gambar 2
Hubungan pengaruh pendapatan Daerah terhadap Investasi
Pengaruh pendapatan daerah kepada investasi tidak boleh diabaikan. Tingkat
pendapatan daerah yang tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat, dan
selanjutnya pendapatan masyarakat yang tinggi tersebut akan memperbesar
permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa. Keuntungan perusahaan akan
bertambah tinggi dan ini akan mendorong dilakukannya lebih banyak investasi.
Dengan perkataan lain, apabila pendapatan daerah bertambah tinggi, maka
investasi akan bertambah tinggi pula (Sukirno, 1994).
34
6. Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan.
Ketika perusahaan mengalami peningkatan keuntungan, pada umumnya
keuntungan yang diperoleh tersebut akan disalurkan untuk meningkatkan
produksi. Dengan kata lain, akan meningkatkan investasi perusahaan tersebut.
Adanya peningkatan keuntungan perusahaan membuat perusahaan berusaha
untuk lebih meningkatkan keuntungannya lagi di masa depan sehingga
perusahaan meningkatkan tingkat investasinya guna mencapai tingkat
keuntungan yang diharapkan lebih besar.
7. Tingkat inflasi
Tingkat inflasi berpengaruh secara tidak langsung terhadap investasi. Pada
dasarnya, ketika terjadi inflasi maka harga-harga pada umumnya akan
mengalami kenaikan termasuk juga harga faktor-faktor produksi. Ketika hargaharga faktor produksi meningkat, perusahaan cenderung mengurangi
investasinya. Selain itu, inflasi menyebabkan kenaikan tingkat suku bunga.
Untuk menghindari kemerosotan nilai modal yang dipinjamkan maka institusi
keuangan akan menaikkan tingkat bunga. Semakin tinggi inflasi, semakin
tinggi pula tingkat suku bunga. Tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi
kegairahan penanam modal untuk mengembangkan sektor-sektor yang
produktif (Sukirno, 1994).
8. Tingkat upah
Investasi dapat dipengaruhi oleh tingkat upah tenaga kerja. Ketika upah riil
mengalami penurunan maka tenaga kerja akan lebih murah. Upah riil yang
rendah mendorong perusahaan menarik lebih banyak tenaga kerja. Dengan
35
adanya tenaga kerja tambahan ouput akan lebih banyak diproduksi (Mankiw,
2000). Dengan semakin banyaknya output yang diproduksi maka tingkat
keuntungan dapat mengalami peningkatan sehingga perusahaan cenderung
akan meningkatkan investasinya.
2.2 Penelitian Terdahulu
1. Penelitian yang dilakukan oleh Dhimas Freddy Christian (2010), dengan
judul “ Kontribusi Pajak Dearah, Retribusi dan Laba BUMD Terhadap
Total Pendapatan Daerah Pemerintah Kota Surabaya “. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis kontribusi PAD terhadap total pendapatan
daerah pemerintah kota Surabaya. Penelitian ini menggunakan model
analisis garis trend dengan menggunakan metode least square. Hasil
analisis data menunjukan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah
memberikan kontribusi lebih banyak dari pada laba BUMD dalam
pendapatan daerah.
2. Penelitian yang dilakukan Ridho Argi ( 2011) dengan judul “ Analisis
Belanja Daerah dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Kabupaten
dan Kota Provinsi Jawa Tengah Periode 2004-2009”. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah
dan
dana
perimbangan
terhadap
belanja
daerah.
Penelitian
ini
menggunakan data kuantitatif dengan time series data dan cross section
data, time series yang digunakan dimulai dari periode 2004-2009
sedangkan cross section datanya digunakan 35 kabupaten dan kota se jawa
36
tengah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PAD dan DAU
mempunyai pengaruh positif terhadap belanja daerah.
3. Penelitian yang dilakukan Trias Fajar Novianto (2013) , dengan judul “
Analisis Pengaruh PAD, Investasi dan Angkatan Kerja terhadap
Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Tengah tahun 1992-2011” Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Ordinary Least Square
(OLS) dengan variable dependennya adalah pertumbuhan PDRB provinsi
Jawa Tengah dan variable independennya adalah PAD, PMA,PMDN, dan
angkatan kerja. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa PAD, investasi dan
angkatan kerja berpengaruh positif terhadap PDRB provinsi Jawa Tengah.
4. Penelitian yang dilakukan Adi Ferdiyan (2006) dengan judul Analisis
Pengaruh Otonomi Daerah terhadap Pertumbuhan Investasi di Provinsi
Jawa Barat”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
pertumbuhan investasi yang terjadi pada sektor-sektor perekonomian di
Jawa Barat sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah.
Metode yang digunakan adalah metode shift share dan Ordinary Least
Square (OLS) dengan data tahunan periode sebelum otonomi daerah
(1995-2000) dan periode masa otonomi daerah ( 2001-2004). Hail
penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum otonomi daerah pertumbuhan
investasi yang terjadi relatif menurun sedangkan pada masa otonomi
daerah
pertumbuhan
peningkatan.
investasi
yang
terjadi
relative
mengalami
37
Tabel 2
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No
Penulis dan
Tujuan
Metode
Hasil
Judul Penelitian
Penelitian
Penelitian
Penelitian
1
Dhimas Freddy
Christian dengan
judul “
Kontribusi Pajak
Daerah,Retribusi
dan Laba BUMD
terhadap Total
Pendapatan
Daerah
Pemerintah Kota
Surabaya” (2010)
Untuk
menganalisis
kontribusi PAD
terhadap total
pendapatan
daerah
pemerintah kota
Surabaya
Model analisis
data yang
digunakan
adalah analisis
garis trend
dengan
menggunakan
metode least
square
2
Ridho Argi dengan
judul “ Analisis
Belanja Daerah
dan Faktor-faktor
yang
Mempengaruhinya
di Kabupaten dan
Kota Provinsi Jawa
Tengah Periode
2004-2009
Untuk
menganalisis
pengaruh PAD
dan Dana
perimbangan
terhadap belanja
daerah
Hasil
penelitian ini
menunjukkan
bahwa
kontribusi
pajak daerah
dan retribusi
daerah
berpengaruh
lebih besar
terhadap
pendapatan
daerah
dibandingkan
kontribusi
laba BUMD
3.
Trias fajar
Novianto dengan
judul “ Analisis
Pengaruh PAD,
Investasi, dan
angkatan Kerja
Penelitian ini
menggunakan
data kuantitatif
dengan time
series data dan
cross section
data. Time
series yang
digunakan
dimulai dari
periode 20042009
sedangkan
cross section
datanya
menggunakan
35 kabupaten
dan kota
se Jawa tengah
Untuk
Metode yang
menganalisis
digunakan
pengaruh PAD, dalam
investasi dan
penelitian ini
jumlah angkatan adalah metode
kerja terhadap
OLS dengan
Hasil
penelitian ini
menjelaskan
bahwa PAD
dan DAU
mempunyai
pengaruh
positif
terhadap
belanja
daerah
Hasil
penelitian ini
menjelaskan
bahwa PAD,
investasi dan
angkatan
38
terhadap
Pertumbuhan
PDRB Provinsi
Jawa Tengan
Tahun 19922011”
4
Adi Ferdiyan
dengan judul “
Analisis
Pengaruh
Otonomi Daerah
terhadap
Pertumbuhan
Investasi di
Provinsi Jawa
Barat” (2006)
pertumbuhan
PDRB provinsi
Jawa Tengah
variable
dependennya
adalah
pertumbuhan
PDRB
provinsi Jawa
Tengah dan
variable
independennya
adalah PAD,
PMA, PMDN,
dan angkatan
kerja
Untuk
Metode yang
mengidentifikasi digunakan
pertumbuhan
adalah metode
investasi yang
shift share dan
terjadi pada
Ordinary
sector-sektor
Least Square
perekonomian
(OLS) dengan
di Jawa barat
data tahunan
sebelum
periode
otonomi dan
sebelum
pada masa
otonomi
otonomi daerah daerah (19952000) dan
periode masa
otonomi
daerah (20012004)
kerja
berpengaruh
positif
terhadap
pertumbuhan
PDRB
provinsi
Jawa tengah
Hasil
penelitian ini
menjelaskan
bahwa
sebelum
otonomi
daerah
pertumbuhan
investasi di
Jawa Barat
mengalami
penurunan
sedangkan
pada masa
otonomi
pertumbuhan
investasi di
Jawa Barat
mengalami
peningkatan.
2.3 Rerangka Pemikiran
PAD adalah pendapatan asli daerah yang berasal dari hasil Pajak Daerah,
Retribusi Daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Yang Sah,
sedangkan belanja daerah adalah semua pengeluaran pemerintah daerah
dalam satu periode anggaran. Alokasi belanja daerah ini terdiri dari belanja
langsung dan belanja tidak langsung. Belanja langsung merupakan belanja
39
yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan program dan kegiatan
yang meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal.
Sedangkan Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak memiliki
keterkaitan secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, terdiri
dari belanja pegawai, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja
bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Sedangkan Investasi
daerah adalah kegiatan penanaman modal pada berbagai kegiatan ekonomi
(produksi) dengan harapan untuk memperoleh keuntungan (benefit) pada
masa-masa yang akan datang. Investasi atau penanaman modal yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah penanaman modal dalam negeri
Pendapatan Asli
Belanja daerah
Daerah
Belanja Langsung
Belanja tidak langsung
Hasil Pajak
Hasil Retribusi
hasil perusahaan milik
daerah
Investasi Daerah
dan lain-lain
Penanaman Modal Dalam Negeri
Pendapatan Yang Sah
(PMDN)
Gambar 3
Rerangka Pemikiran
Download