9 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Otonomi Daerah Salah satu masalah utama yang sering dihadapi oleh pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunannya adalah terbatasnya sumber pembiayaan pembangunan yang berasal dari pendapatan asli daerah . Hampir semua provinsi dan kabupaten dan kota di Indonesia memiliki masalah ketimpangan fiskal . Ketimpangan fiskal dalam hal ini berarti daerah tidak mampu mencukupi belanja dan biaya daerah melalui sumber pendapatan asli daerah secara murni sehingga tingkat ketergantungan pemerintah daerah cukup tinggi terhadap pemerintah pusat. Besar dominasi pemerintah pusat sering kali mematikan inisiatif dan prakarsa daerah yang lebih mengetahui tentang kebutuhan dan potensi daerahnya sendiri, sehingga memunculkan kebiasaan daerah untuk bergantung dan tidak ada kemandirian dalam pelaksanaan pemerintahan daerahnya.sehingga potensi daerah kurang dimaksimalkan dengan baik yang akan berujung pada kurangnya kemampuan keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan daerahnya sendiri. Undang-undang no 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan undang-undang no 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah memberikan implikasi sistem pemerintahan 9 10 berupa pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi yang luas kepada pemerintah daerah. Diharapkan pelaksanaan otonomi daerah yang merupakan kewajiban yang diamanahkan kepada suatu daerahnya untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dan kepentingan masyarakat dalam meningkatkan mutu dan kualitas yang berhubungan dengan pelayanan terhadap masyarakat serta pelaksanaan pembangunan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dapat berjalan dengan nyata dan efektif. Penekanan Otonomi daerah di Indonesia dititikberatkan pada Daerah Tingkat II. Pelaksanaan otonomi tersebut adalah dengan menyerahkan sebagaian besar urusan oleh Pemerintah dan atau Pemerintah daerah tingkat I kepada Pemerintah daerah Tingkat II secara bertahap dan berkelanjutan. Hal ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah Dengan Titik Berat Pada Daerah Tingkat II. Dalam Peraturan Pemerintah ini dijabarkan semua urusan yang dapat diserahkan menjadi urusan rumah tangga kabupaten/kota, yaitu : 1. Urusan-urusan yang sifatnya telah membaku di suatu daerah 2. Urusan-urusan yang menyangkut kepentingan langsung dari masyarakat, dan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan suatu Daerah 3. Urusan-urusan yang dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat atau menurut sifatnya merupakan tanggungjawab masyarakat 4. Urusan-urusan yang dalam pelaksanaannya banyak mempergunakan 11 sumber daya manusia 5. Urusan-urusan yang memberikan penghasilan bagi daerah, dan potensial untuk dikembangkan dalam rangka penggalian sumbersumber pendapatan asli yang baru bagi daerah yang bersangkutan 6. Urusan-urusan yang dalam penyelenggaraannya memerlukan penanganan dan pengambilan keputusan segera. pelaksanaan otonomi daerah selain didasarkan atas hukum, juga sebagai implementasi terhadap globalisasi yang harus jeli memanfaatkan dan menggali sumber-sumber daya yang berada di daerah setempat. Itu sebabnya perlunya sistem otonomi daerah agar masing-masing daerah dapat lebih bertanggung jawab dan mandiri dalam membangun kehidupan masyarakatnya yang lebih baik. Salah satu contohnya kota Surabaya yang menjadi pusat dari pembangunan provinsi Jawa Timur. Selain itu, kota Surabaya juga telah ditetapkan sebagai kota INDARMADI yaitu, kota Industri, Perdagangan, Pariwisata, Maritim, Pendidikan. Menurut M. Arif Nasution, pemerintah kota melakukan beberapa upaya pengembangan untuk menjadikan kota Surabaya sebagai daerah otonom, antara lain pengelolaan masyarakat dan daerah terpadu, pola leadership yang partisipatif, pemberdayaan total masyarakat, proses aspirasi masyarakat, dan pemantapan mental kemandirian. Masyarakat diharapkan dapat meningkatkan potensi diri mereka masing-masing di segala bidang yang memiliki keuntungan komparatif. Sehingga dapat membantu 12 meningkatkan taraf hidup masyarakat dan juga dapat meningkatkan pendapatan asli daerah tersebut. 2.1.2 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan yang dapat diperoleh dengan memanfaatkan dan mengelola sumber-sumber keuangan daerah sendiri. Menurut (Sutrisno , 1995:201) Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan daerah. Jadi pengertian pendapatan asli daerah dapat diartikan sebagai pendapatan rutin dari usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi-potensi sumber keuangan daerahnya untuk membiayai tugas dan tanggung jawabnya. Pendapatan asli daerah sangat diperlukan untuk lebih memperlancar dan meningkatkan pembiayaan penyelenggaraan pemerintah didaerahdaerah. Menurut undang-undang no 22 tahun 1999 pendapatan asli daerah terdiri dari : 1. Hasil pajak daerah Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Wewenang pungutan pajak daerah berada di tangan pemerintah daerah. 13 Menurut UU No 28 Tahun 2009, pajak daerah terdiri dari : a. Pajak hotel Yaitu pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/beristirahat, memperoleh pelayanan dan atau fasilitas lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel dan tarif yang ditetapkan adalah paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) b. Pajak restoran Yaitu pajak atas pelayanan restoran. Restoran adalah tempat menyantap makanan dan minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran , tidak termasuk jasa boga atau catering. Yang menjadi dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar oleh konsumen kepada restoran. Tarif pajak restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). c. Pajak hiburan Yaitu pajak atas penyelenggaraan hiburan yang meliputi semua jenis pertunjukkan, permainan, permainan ketangkasan, dan atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton dan dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak 14 termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga.Tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen) d. Pajak reklame Yaitu pajak atas penyelenggaraan reklame, yaitu benda, alat pembuatan, atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan, atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarikan perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang, yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca, didengar dari suatu tempat oleh semua kecuali yang dilakukan oleh pemerintah. Yang menjadi dasar pengenaan pajak reklame adalah nilai sewa reklame yang diperhitungkan dengan memperhatikan lokasi penempatan, jenis reklame, jangka waktu penyelenggaraan, dan ukuran media reklame. Tarif yang ditetapkan terhadap pajak reklame adalah paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen). e. Pajak penerangan jalan Yaitu pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa diwilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Tarif pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan dasar pengenaan pajaknya adalah nilai jual tenaga listrik yaitu jumlah tagihan biaya beban ditambah dengan biaya 15 pemakaian yang ditetapkan dalam rekening listrik. Sedangkan penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan migas, tarif pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi 3% (tiga persen) f. Pajak parkir Yaitu pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan , baik yang disediakan sebagai suatu usaha , termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Tarif pajak parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen) dan yang menjadi dasar pengenaan pajaknya adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. g. Pajak air tanah Yaitu pajak atas pengambilan dan pemanfaatan air tanah yang digunakan oleh orang pribadi atau badan, kecuali untuk keperrluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian, dan perikanan rakyat, serta peribadatan. Air tanah adalah air yang berada di perut bumi, termasuk mata air yang muncul secara alamiah diatas permukaan tanah. Dasar pengenaan pajak air tanah adalah nilai perolehan air yang dihitung menurut sebagian atau seluruh faktor jenis sumber air, lokasi sumber air, tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air, volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan, kualitas air, 16 dan tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfatan air yang dinyatakan dalam rupiah. Tarif pajak yang dikenakan ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen). h. Pajak bumi dan bangunan Yaitu pajak atas bumi dan bangunan yang dimiliki, dikuasai dan dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan memiliki, menguasai dan memperoleh manfaat atas bangunan. Kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) i. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Yaitu pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan yang dimiliki dan dikuasai oleh orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas tanah dan bangunan tersebut. Kecuali Negara untuk penyelenggaraan pemerintah atau untuk pelaksanaan pembangunan guna untuk kepentingan umum atau karena wakaf. Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak dan tarif yang ditatapkan paling tinggi adalah sebesar 5% (lima persen) 17 2. Hasil retribusi daerah Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Objek retribusi daerah ada tiga, yaitu: a. Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan pemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh pribadi atau badan. b. Retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial, karena pada dasarnya jasa tersebut dapat disediakan oleh swasta, meliputi pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal. c. Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan pengaturan, yang dimaksudkan untuk pengendalian dan pengawasan pembinaan, atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 18 3. Hasil perusahaan milik daerah,dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terdiri dari: a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN c. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. 4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan mencakup: a. Hasil penjualan asset daerah yang dipisahkan b. Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan c. Jasa giro d. Bunga deposito e. Penerimaan atas tuntutan ganti rugi f. Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah 19 serta keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. g. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanan pekerjaan. h. Pendapatan denda pajak dan denda retribusi i. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan j. Pendapatan dari pengembalian k. Fasilitas sosial dan faslitas umum l. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan m. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan Menurut Abdul Halim (2002:323) , kriteria untuk menilai pendapatan asli daerah tersebut adalah: 1. Kriteria Hasil (Yield) Penerimaan dari sumber-sumber pendapatan daerah harus menghasilkan yang cukup, dalam arti memadai dibandingkan dengan pembiayaan layanan yang dihasilkan, serta sebaiknya berkembang cukup stabil dan mudah diperkirakan besarnya dikemudian hari 2. Kriteria Keadilan ( Equity ) Sumber penerimaan harus jelas dasar penetapannya serta kewajiban membayarnya dan tidak sewenang-wenang. Dilihat dari individu pembayaran pajak atau retribusi seyogyanya asas keadilan memenuhi kriteria keadilan horizontal dan vertikal 20 3. Kriteria Efisiensi Ekonomi Pendapatan asli daerah (khususnya pajak dan retribusi) hendaknya mendorong atau setidak-tidaknya tidak menghambat penggunaan sumber daya secara berdaya guna dalam kehidupan ekonomi , mencegah jangan sampai pilihan konsumen dan pilihan produsen menjadi salah arah atau orang jadi segan bekerja atau menabung, dan memperkecil beban pajak 4. Kriteria Mampu Melaksanakan ( Ability to Implement ) Suatu pungutan pendapatan asli daerah ( pajak daerah dan retribusi daerah ) haruslah dapat dilaksanakan dari sudut kemauan politik dan kemauan tata usaha 5. Kriteria Kecocokan sebagai Sumber Pendapatan Daerah Kriteria ini menekankan mengenai kejelasan hubungan antara daerah atau wilayah tempat pajak atau retribusi tersebut dipungut dengan pelayanan yang diberikan, ini berarti haruslah jelas kepada daerah dimana suatu pajak atau retribusi harus dibayarkan. Seyogyanya tempat memungut pajak adalah tempat akhir beban pajak tersebut. Setiap daerah otonom selalu berusaha untuk meningkatkan pendapatan yang berasal dari daerahnya sendiri, jadi pendapatan asli daerah mempunyai peran dan fungsi yang sangat penting didalam perkembangan pembangunan didaerah otonom. Oleh karena itu daerah sangat berantusias untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dengan 21 berbagai upaya salah satunya adalah dengan meningkatkan pelayanan publiknya. 2.1.3 Belanja Daerah Seluruh pendapatan daerah yang diperoleh baik dari daerahnya sendiri maupun bantuan dari pemerintah pusat akan digunakan untuk membiayai seluruh pengeluaran daerah itu. Menurut UU no 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsiatau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundangundangan. Manajemen belanja daerah juga mengacu kepada prinsip transparansi dan akuntabilitas, disiplin anggaran, keadilan anggaran serta efisiensi dan efektivitas anggaran seperti dalam manajemen pendapatan daerah. Dari segi disiplin anggaran, anggaran belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi. Penganggaran belanja daerah secara keseluruhan harus juga didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan. Ini bermakna bahwa daerah sebaiknya menghindari anggaran 22 defisit yang melebihi cadangan yang tersedia sehingga terhindar dari penciptaan utang daerah. Belanja daerah dikelompokkan ke dalam belanja tidak langsung dan belanja langsung, yang kemudian keduanya dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Tabel 1 Klasifikasi belanja langsung dan belanja tidak langsung Belanja Langsung Belanja Tidak Langsung Belanja pegawai Belanja pegawai Belanja barang dan jasa Belanja bunga Belanja modal Belanja subsidi Belanja hibah Belanja bantuan sosial Belanja bagi hasil Belanja bantuan keuangan Belanja tidak terduga Sumber : Peraturan daerah kota Surabaya no 12 tahun 2008 1. Belanja Tidak Langsung Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan., Klasifikasi belanja tidak langsung menurut peraturan daerah kota Surabaya no 12 tahun 2008 adalah : 23 a. Belanja pegawai yaitu merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan b. Belanja bunga yaitu merupakan anggaran pembayaran bunga hutang yang dihitung atas kewajiban pokok hutang (principal outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang c. Belanja subsidi yaitu merupakan anggaran bantuan biaya produksi kepada perusahaan atau lembaga tertentu agar harga jual produksi/ jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak d. Belanja hibah yaitu merupakan anggaran pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, dan kelompok masyarakat dan perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukkannya e. Bantuan sosial yaitu merupakan anggaran pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat f. Belanja bagi hasil yaitu merupakan anggaran yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota, atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan g. Bantuan keuangan yaitu merupakan anggaran keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, 24 dan kepada pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan atau peningkatan kemampuan keuangan h. Belanja tidak terduga yaitu merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup 2. Belanja Langsung Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan yang terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Klasifikasi belanja langsung menurut peraturan daerah kota Surabaya no 12 tahun 2008 adalah : a. Belanja pegawai yaitu merupakan pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah b. Belanja barang dan jasa yaitu merupakan pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 ( dua belas ) bulan dan atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah c. Belanja modal yaitu merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan asset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan, 25 mesin, gedung, bangunan dan jalan, irigasi, jaringan dan asset tetap lainnya. Nilai pembelian/ pengadaan dan pembangunan asset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset. Prinsip keadilan anggaran mewajibkan belanja daerah, khususnya dalam pemberian pelayanan umum harus dialokasikan secara adil dan merata agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi. Dengan prinsip efisiensi dan efektivitas anggaran, belanja harus menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang optimal untuk kepentingan masyarakat. Ini bermakna bahwa setiap pos belanja daerah harus dapat diukur kinerjanya. 2.1.4 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara). Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun 26 anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangandaerah. Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut. struktur APBD terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan. APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, 27 realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Fungsi APBD adalah sebagai berikut : 1. Fungsi Otorisasi : Anggaran daerah merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan 2. Fungsi Perencanaan : Anggaran daerah merupakan pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan 3. Fungsi pengawasan : Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan 4. Fungsi alokasi : Anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian 5. Fungsi distribusi : Anggaran daerah harus mengandung arti / memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan 28 6. Fungsi stabilisasi : Anggaran daerah harus mengandung arti / harus menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pemerintah melaksanakan kegiatan keuangan dalam siklus pengelolaan anggaran yang secara garis besar terdiri dari: 1. Penyusunan dan penetapan APBD 2. Pelaksanaan dan penatausahaan APBD 3. Pelaporan dan pertanggung jawaban APBD Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD ditetapkan setiap tahun dengan peraturan daerah. Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian atas tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang dianggarkan dalam APBD harus berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan dianggarkan secara bruto dalam APBD. 29 2.1.5 Investasi Daerah Investasi adalah kegiatan penanaman modal pada berbagai kegiatan ekonomi (produksi) dengan harapan untuk memperoleh keuntungan (benefit) pada masa-masa yang akan datang. Penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Perubahan laju pertumbuhan investasi tersebut mempengaruhi tinggi rendahnya pembangunan ekonomi di wilayah tersebut. Oleh karenanya, setiap negara ataupun daerah tertentu berupaya menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi tersebut agar masuk ke dalamnya. Motif utama suatu negara mendorong iklim investasi adalah untuk menggali potensi kekayaan alam dan sumberdaya lainnya dalam upaya mempercepat pembangunan ekonomi. Kenyataan ini disebabkan karena investasi, baik asing maupun domestik akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, melalui proses industrialisasi, guna meningkatkan ekspor barang manifaktur dan kebutuhan pasar domestik (subtitusi impor). Proses industrialisasi diharapkan mampu berkembang bersama dengan proses alih teknologi, alih kepemilikan, perluasan kesempatan kerja yang disertai dengan peningkatan keahlian dan keterampilan. Namun, dalam proses tersebut harus dihindari dominasi perekonomian nasional oleh modal asing. Investasi atau penanaman modal terdiri dari 30 a. Penanaman modal Asing Penanaman Modal Asing (PMA) adalah salah satu upaya untuk meningkatkan jumlah modal untuk pembangunan ekonomi yang bersumber dari luar negeri. b. Penanaman Modal Dalam Negeri Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah bentuk upaya menambah modal untuk pembangunan melalui investor dalam negeri. Modal dari dalam negeri ini bisa didapat baik itu dari pihak swasta ataupun dari pemerintah. Tetapi pada penelitian ini subyek yang akan dibahas hanya penanaman modal dalam negeri (PMDN) karena penelitian ini memfokuskan pada pemerintah daerah. 2.1.5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi Penanam-penanam modal melakukan investasi bukan untuk memenuhi kebutuhan mereka tetapi untuk mencari keuntungan. Dengan demikian, banyaknya keuntungan yang akan diperoleh besar sekali peranannya dalam menentukan tingkat investasi yang akan dilakukan oleh para pengusaha (Sukirno,1994). Terdapat beberapa faktor lain yang akan menentukan tingkat investasi yang akan dilakukan dalam perekonomian. Faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi adalah: 31 1. Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan akan diperoleh. Ramalan mengenai keuntungan masa depan akan memberikan gambaran kepada para pengusaha mengenai jenis-jenis investasi yang kelihatannya mempunyai prospek yang baik dan dapat dilaksanakan, dan besarnya investasi yang harus dilakukan untuk mewujudkan tambahan barang-barang modal yang diperlukan. Suatu kegiatan investasi dapat dikatakan memperoleh keuntungan apabila nilai sekarang pendapatan di masa depan adalah lebih besar daripada nilai sekarang modal yang diinvestasikan (Sukirno, 1994). Bila suatu investasi diramalkan akan mengalami peningkatan tingkat keuntungan maka pada dasarnya investasi tersebut akan mengalami peningkatan. 2. Tingkat bunga. Dalam melakukan investasi para investor harus mempertimbangkan tingkat bunga. Apabila tingkat bunga lebih tinggi dari tingkat pengembalian modal, investasi yang direncanakan tidak menguntungkan, oleh sebab itu rencana perusahaan untuk melakukan investasi akan dibatalkan. Kegiatan investasi hanya akan dilaksanakan apabila tingkat pengembalian modal lebih besar atau sama dengan tingkat bunga (Sukirno, 1994). Semakin tinggi tingkat bunga maka tingkat investasi yang dilakukan akan mengalami penurunan. Sedangkan ketika suku bunga mengalami penurunan, investasi akan mengalami peningkatan 32 Tingkat Bunga Ro R1 R2 I Io I1 Investasi I2 Gambar 1 Tingkat Bunga dan Investasi 3. Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan. Perusahaan-perusahaan yang sangat besar melakukan kegiatan investasi dalam waktu beberapa tahun. Oleh sebab itu, dalam menentukan apakah kegiatankegiatan yang akan dikembangkan itu akan memperoleh untung atau akan menimbulkan kerugian, para pengusaha haruslah membuat ramalan-ramalan mengenai keadaan masa depan. Ramalan yang menunjukkan bahwa keadaan perekonomian akan menjadi lebih baik lagi pada masa depan, yaitu diramalkan bahwa harga-harga akan tetap stabil dan pertumbuhan ekonomi maupun pertambahan pendapatan masyarakat akan berkembang cepat, merupakan keadaan yang akan mendorong pertumbuhan investasi. Semakin baik keadaan masa depan, semakin besar tingkat keuntungan yang akan diperoleh para pengusaha. Oleh sebab itu, mereka akan lebih terdorong untuk melaksanakan investasi yang telah atau sedang dirumuskan dan direncanakan (Sukirno, 1994). 33 4. Kemajuan teknologi. Pada umumnya semakin banyak perkembangan teknologi yang dibuat, semakin banyak pula kegiatan pembaruan yang akan dilakukan oleh para pengusaha. Untuk melaksanakan pembaruan-pembaruan, para pengusaha harus membeli barang-barang modal yang baru, dan adakalanya juga harus mendirikan bangunan-bangunan pabrik/industri yang baru. Maka semakin banyak pembaruan yang akan dilakukan, semakin tinggi tingkat investasi yang akan tercapai (Sukirno, 1994). 4. Tingkat pendapatan daerah. Investasi I0 I I1 Y0 Y1 Pendapatan Daerah Gambar 2 Hubungan pengaruh pendapatan Daerah terhadap Investasi Pengaruh pendapatan daerah kepada investasi tidak boleh diabaikan. Tingkat pendapatan daerah yang tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat, dan selanjutnya pendapatan masyarakat yang tinggi tersebut akan memperbesar permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa. Keuntungan perusahaan akan bertambah tinggi dan ini akan mendorong dilakukannya lebih banyak investasi. Dengan perkataan lain, apabila pendapatan daerah bertambah tinggi, maka investasi akan bertambah tinggi pula (Sukirno, 1994). 34 6. Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan. Ketika perusahaan mengalami peningkatan keuntungan, pada umumnya keuntungan yang diperoleh tersebut akan disalurkan untuk meningkatkan produksi. Dengan kata lain, akan meningkatkan investasi perusahaan tersebut. Adanya peningkatan keuntungan perusahaan membuat perusahaan berusaha untuk lebih meningkatkan keuntungannya lagi di masa depan sehingga perusahaan meningkatkan tingkat investasinya guna mencapai tingkat keuntungan yang diharapkan lebih besar. 7. Tingkat inflasi Tingkat inflasi berpengaruh secara tidak langsung terhadap investasi. Pada dasarnya, ketika terjadi inflasi maka harga-harga pada umumnya akan mengalami kenaikan termasuk juga harga faktor-faktor produksi. Ketika hargaharga faktor produksi meningkat, perusahaan cenderung mengurangi investasinya. Selain itu, inflasi menyebabkan kenaikan tingkat suku bunga. Untuk menghindari kemerosotan nilai modal yang dipinjamkan maka institusi keuangan akan menaikkan tingkat bunga. Semakin tinggi inflasi, semakin tinggi pula tingkat suku bunga. Tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi kegairahan penanam modal untuk mengembangkan sektor-sektor yang produktif (Sukirno, 1994). 8. Tingkat upah Investasi dapat dipengaruhi oleh tingkat upah tenaga kerja. Ketika upah riil mengalami penurunan maka tenaga kerja akan lebih murah. Upah riil yang rendah mendorong perusahaan menarik lebih banyak tenaga kerja. Dengan 35 adanya tenaga kerja tambahan ouput akan lebih banyak diproduksi (Mankiw, 2000). Dengan semakin banyaknya output yang diproduksi maka tingkat keuntungan dapat mengalami peningkatan sehingga perusahaan cenderung akan meningkatkan investasinya. 2.2 Penelitian Terdahulu 1. Penelitian yang dilakukan oleh Dhimas Freddy Christian (2010), dengan judul “ Kontribusi Pajak Dearah, Retribusi dan Laba BUMD Terhadap Total Pendapatan Daerah Pemerintah Kota Surabaya “. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah pemerintah kota Surabaya. Penelitian ini menggunakan model analisis garis trend dengan menggunakan metode least square. Hasil analisis data menunjukan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah memberikan kontribusi lebih banyak dari pada laba BUMD dalam pendapatan daerah. 2. Penelitian yang dilakukan Ridho Argi ( 2011) dengan judul “ Analisis Belanja Daerah dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Tengah Periode 2004-2009”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah dan dana perimbangan terhadap belanja daerah. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dengan time series data dan cross section data, time series yang digunakan dimulai dari periode 2004-2009 sedangkan cross section datanya digunakan 35 kabupaten dan kota se jawa 36 tengah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PAD dan DAU mempunyai pengaruh positif terhadap belanja daerah. 3. Penelitian yang dilakukan Trias Fajar Novianto (2013) , dengan judul “ Analisis Pengaruh PAD, Investasi dan Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Tengah tahun 1992-2011” Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Ordinary Least Square (OLS) dengan variable dependennya adalah pertumbuhan PDRB provinsi Jawa Tengah dan variable independennya adalah PAD, PMA,PMDN, dan angkatan kerja. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa PAD, investasi dan angkatan kerja berpengaruh positif terhadap PDRB provinsi Jawa Tengah. 4. Penelitian yang dilakukan Adi Ferdiyan (2006) dengan judul Analisis Pengaruh Otonomi Daerah terhadap Pertumbuhan Investasi di Provinsi Jawa Barat”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pertumbuhan investasi yang terjadi pada sektor-sektor perekonomian di Jawa Barat sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah. Metode yang digunakan adalah metode shift share dan Ordinary Least Square (OLS) dengan data tahunan periode sebelum otonomi daerah (1995-2000) dan periode masa otonomi daerah ( 2001-2004). Hail penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum otonomi daerah pertumbuhan investasi yang terjadi relatif menurun sedangkan pada masa otonomi daerah pertumbuhan peningkatan. investasi yang terjadi relative mengalami 37 Tabel 2 Ringkasan Penelitian Terdahulu No Penulis dan Tujuan Metode Hasil Judul Penelitian Penelitian Penelitian Penelitian 1 Dhimas Freddy Christian dengan judul “ Kontribusi Pajak Daerah,Retribusi dan Laba BUMD terhadap Total Pendapatan Daerah Pemerintah Kota Surabaya” (2010) Untuk menganalisis kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah pemerintah kota Surabaya Model analisis data yang digunakan adalah analisis garis trend dengan menggunakan metode least square 2 Ridho Argi dengan judul “ Analisis Belanja Daerah dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya di Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Tengah Periode 2004-2009 Untuk menganalisis pengaruh PAD dan Dana perimbangan terhadap belanja daerah Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh lebih besar terhadap pendapatan daerah dibandingkan kontribusi laba BUMD 3. Trias fajar Novianto dengan judul “ Analisis Pengaruh PAD, Investasi, dan angkatan Kerja Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dengan time series data dan cross section data. Time series yang digunakan dimulai dari periode 20042009 sedangkan cross section datanya menggunakan 35 kabupaten dan kota se Jawa tengah Untuk Metode yang menganalisis digunakan pengaruh PAD, dalam investasi dan penelitian ini jumlah angkatan adalah metode kerja terhadap OLS dengan Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa PAD dan DAU mempunyai pengaruh positif terhadap belanja daerah Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa PAD, investasi dan angkatan 38 terhadap Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Tengan Tahun 19922011” 4 Adi Ferdiyan dengan judul “ Analisis Pengaruh Otonomi Daerah terhadap Pertumbuhan Investasi di Provinsi Jawa Barat” (2006) pertumbuhan PDRB provinsi Jawa Tengah variable dependennya adalah pertumbuhan PDRB provinsi Jawa Tengah dan variable independennya adalah PAD, PMA, PMDN, dan angkatan kerja Untuk Metode yang mengidentifikasi digunakan pertumbuhan adalah metode investasi yang shift share dan terjadi pada Ordinary sector-sektor Least Square perekonomian (OLS) dengan di Jawa barat data tahunan sebelum periode otonomi dan sebelum pada masa otonomi otonomi daerah daerah (19952000) dan periode masa otonomi daerah (20012004) kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan PDRB provinsi Jawa tengah Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa sebelum otonomi daerah pertumbuhan investasi di Jawa Barat mengalami penurunan sedangkan pada masa otonomi pertumbuhan investasi di Jawa Barat mengalami peningkatan. 2.3 Rerangka Pemikiran PAD adalah pendapatan asli daerah yang berasal dari hasil Pajak Daerah, Retribusi Daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Yang Sah, sedangkan belanja daerah adalah semua pengeluaran pemerintah daerah dalam satu periode anggaran. Alokasi belanja daerah ini terdiri dari belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja langsung merupakan belanja 39 yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan program dan kegiatan yang meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal. Sedangkan Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Sedangkan Investasi daerah adalah kegiatan penanaman modal pada berbagai kegiatan ekonomi (produksi) dengan harapan untuk memperoleh keuntungan (benefit) pada masa-masa yang akan datang. Investasi atau penanaman modal yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah penanaman modal dalam negeri Pendapatan Asli Belanja daerah Daerah Belanja Langsung Belanja tidak langsung Hasil Pajak Hasil Retribusi hasil perusahaan milik daerah Investasi Daerah dan lain-lain Penanaman Modal Dalam Negeri Pendapatan Yang Sah (PMDN) Gambar 3 Rerangka Pemikiran