BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu indikator keberhasilan pembangunan sumber daya manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dimana Indonesia sekarang berada pada peringkat 108 dari 169 negara di seluruh dunia. Rendahnya IPM ini dipengaruhi oleh status gizi dan kesehatan penduduk Indonesia yang ditunjukkan dengan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 34 per seribu kelahiran hidup, Angka Kematian Balita (AKABA) sebesar 44 per seribu kelahiran hidup dan Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 228 per seratus ribu kelahiran hidup (SDKI 2007 dalam Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010). Tingginya angka kematian bayi, balita dan ibu di tersebut menunjukkan hasil yang belum maksimal pada upaya perbaikan atau pemerataan pelayanan kesehatan di Indonesia. Begitu pula pada upaya perbaikan kondisi ekonomi yang berarti meningkatkan pendapatan penduduk sehingga upaya perbaikan gizi dapat diperbaiki dalam rangka peningkatan daya tahan tubuh terhadap infeksi penyakit. Kekurangan gizi dapat terjadi akibat kemiskinan, akan tetapi memperbaiki gizi di masa awal kehidupan manusia sebenarnya dapat membangun fondasi yang kuat dalam membantu meningkatkan individu, keluarga dan bangsa keluar dari kemiskinan. Sejak 1000 hari antara kehamilan sampai di usia dua tahun merupakan Window of Opportunity, yakni kesempatan yang singkat untuk melakukan sesuatu yang menguntungkan. Diet makanan yang kaya zat gizi akan membantu anak-anak tumbuh untuk memenuhi kebutuhan potensi fisik dan kognitif yang optimal (Barker et al., 2007). Stunting atau gangguan pertumbuhan merupakan dampak dari masalah gizi kurang yang terjadi pada anak-anak di negara berkembang. Stunting mengindikasikan masalah kesehatan masyarakat karena berhubungan dengan meningkatnya resiko morbiditas dan mortalitas, penurunan perkembangan fungsi motorik dan mental serta mengurangi kapasitas fisik (Administrative Committee on Coordination/Sub-Committee on Nutrition [ACC/SCN], 2000). Stunting disebabkan oleh akumulasi episode stress yang sudah berlangsung lama, yang kemudian tidak terimbangi oleh catch up growth (kejar tumbuh). Hal ini mengakibatkan menurunnya pertumbuhan apabila dibandingkan dengan anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang mendukung (Kusharisupeni, 1997). Kejadian stunting pada balita akan mempengaruhi kondisi balita pada periode siklus kehidupan berikut. 1 Faktor dari orang tua yang menjadi penyebab stunting dilihat pada kondisi ibu saat hamil yaitu ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) yang menggambarkan Kurang Energi Kronik atau KEK (Shrimpton and Kachondham, 2003), Indeks Massa Tubuh (Mbuya et al., 2010) dan Tinggi Badan (Adair dan Guilkey, 1997). Pendidikan dan pekerjaan ibu dinyatakan oleh Hizni (2010) turut mempengaruhi kejadian stunting. Rahayu (2011) juga menyatakan Tinggi Badan, pendidikan dan pekerjaan ayah mempengaruhi kejadian stunting. Dengan dipengaruhi oleh pendapatan dan jumlah anggota keluarga akan berdampak pada penerapan pola asuh seperti yang diungkapkan oleh Wahdah (2012). Sedangkan faktor yang mendasar adalah asupan gizi anak diantaranya pemberian Inisiasi Menyusui Dini dan Makanan Pendamping Air Susu Ibu atau MP-ASI (Ergin et al., 2007). Tak lupa pula ASI Eksklusif sebagaimana penelitian Umeta et al. (2003) serta penyakit infeksi seperti diare yang dinyatakankan oleh Fikree et al. (2000) dan Taguri et al. (2008). Berbagai penelitian diantaranya Ricci dan Becker di Filipina tahun 1996, Chopra di Afrika Selatan tahun 2003, Taguri et al. di Libya tahun 2008 dan Ergin et al. di Turki tahun 2007 menyatakan berat badan lahir rendah (BBLR) pada bayi mempunyai risiko lebih besar menyebabkan kejadian stunting dibandingkan bayi yang dilahirkan dengan berat badan normal. Adair dan Guilkey (1997) yang meneruskan penelitian Ricci dan Becker di atas menekankan BBLR sebagai penyebab stunting paling banyak terjadi pada 6 bulan pertama. Begitu pula dengan penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Rahayu tahun 2008 di Kota Tangerang menyatakan BBLR sebagai faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada bayi 6-12 bulan. Sedangkan Nabuasa tahun 2011 di Propinsi Nusa Tenggara Timur menyatakan BBLR masih sebagai penyebab stunting pada anak usia 24-59 bulan. Tingginya angka kurang gizi pada ibu hamil mempunyai kontribusi terhadap tingginya angka BBLR di Indonesia yang diperkirakan mencapai 350.000 bayi setiap tahunnya (Hadi, 2005). Menurut Soekirman et al. (2010) kekurangan gizi yang terjadi pada ibu hamil trimester I dapat mengakibatkan janin mengalami kematian dan bayi berisiko lahir prematur. Jika kekurangan gizi terjadi pada trimester II dan III, janin dapat terhambat pertumbuhannya dan tak berkembang sesuai dengan umur kehamilan ibu. Ibu hamil yang terpapar anemia mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen ke sel tubuh maupun otak sehingga menimbulkan gejala-gejala letih, lesu, cepat lelah dan gangguan nafsu makan, sehingga berdampak kepada keadaan gizi ibu, yang tercermin dalam berat badannya. Bila hal ini terjadi pada saat trimester III, maka risiko melahirkan prematur ataupun BBLR 3,7 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil trimester III non anemia (Hidayati et al., 2005). Rachmawati pada tahun 2006 dalam penelitiannya di Aceh Besar pasca tsunami tahun 2 2004 juga menyatakan ibu hamil yang anemia mempunyai resiko 3,74 kali lebih besar untuk melahirkan bayi dengan BBLR. Bahkan hasil penelitian Sutjipto dan Hadi tahun 2000 di Propinsi Jawa Tengah menyatakan risiko 6,91 kali, sedangkan risiko sebesar 3,17 kali ibu hamil anemia melahirkan bayi dengan BBLR dinyatakan oleh Syarifudin tahun 2011 dalam penelitian di Kabupaten Bantul. Berdasarkan Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2010) terjadi penurunan prevalensi anak pendek pada balita dari 36,7% tahun 2007 menjadi 35,7% tahun 2010. Penurunan terjadi pada prevalensi balita pendek yaitu 18% tahun 2007 menjadi 17,1% tahun 2010. Sedangkan prevalensi balita sangat pendek sedikit menurun yaitu 18,8% tahun 2007 menjadi 18,5% tahun 2010. Menurut laporan Riskesdas 2007, prevalensi anemi masih menunjukkan angka yang tinggi yaitu 24,5% yang disebabkan oleh pendidikan ibu yang rendah, pekerjaan ibu yang berat dan tingkat pengeluaran perkapita keluarga yang masih rendah. Sedangkan kejadian BBLR sebesar 11,5% dan menurun menjadi 11,1% berdasarkan laporan Riskesdas 2010 (Kemenkes, 2010). Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas wilayah yang kecil akan tetapi mempunyai kepadatan penduduk tinggi dibandingkan dengan luas wilayahnya. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tahun 2011, beberapa permasalahan kesehatan khususnya gizi yang terjadi di Kota Yogyakarta yaitu balita BGM yang masih menunjukkan angka 4,7%, masih tingginya angka BBLR 4,68%, rendahnya cakupan penimbangan balita di posyandu 67,2%, cakupan gizi kurang dengan indikator BB/U 1,01% serta presentase balita stunting mencapai 15,11% dan meningkat menjadi 15,92% pada tahun 2012. Pada ibu hamilpun terjadi masalah anemia terutama disebabkan kekurangan zat besi sebesar 25, 38% pada tahun 2011, yang berarti terjadi peningkatan karena pada tahun 2010 prevalensi anemia sebesar 22,45%, disebabkan oleh asupan gizi terutama zat besi dan tingkat kepatuhan minum tablet tambah darah yang kurang. B. Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana hubungan Anemia ibu hamil dengan kejadian Stunting pada anak usia 6-24 bulan di Kota Yogyakarta. C. Tujuan Penelitian 3 Tujuan Umum Mengetahui hubungan Anemia Ibu Hamil dengan kejadian Stunting pada anak usia 6 – 24 bulan di Kota Yogyakarta. Tujuan Khusus 1. Mengetahui hubungan Anemia Ibu Hamil dengan kejadian BBLR pada anak usia 6 – 24 bulan di Kota Yogyakarta 2. Mengetahui hubungan BBLR dengan kejadian Stunting pada anak usia 6 – 24 bulan di Kota Yogyakarta D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dan Instansi terkait dalam pengambilan kebijakan dan perencanaan program intervensi perbaikan gizi terutama dalam hal penanganan anemia ibu hamil dan BBLR untuk mencegah terjadinya stunting. 2. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat tentang pentingnya pencegahan anemia ibu hamil yang bisa menyebabkan kejadian BBLR, yang nantinya bisa mengakibatkan terjadinya stunting. 3. Bagi peneliti dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan penelitian yang berhubungan dengan anemia ibu hamil, BBLR dan stunting. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini sepanjang pengetahuan peneliti adalah 1. Kurang Energi Kronis dan Anemia Ibu Hamil sebagai Faktor Risiko kejadian Berat Badan Lahir Rendah di Kota Mataram Propinsi NTB (Hidayati et al., 2005). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara Kurang Energi Kronis dan Anemia pada Ibu Hamil dengan kejadian BBLR dengan menggunakan rancangan kasus kontrol. Variabel terikat adalah kejadian BBLR, sedangkan variabel bebasnya adalah kurang energi kronik (KEK), anemia, umur, paritas, tinggi badan ibu dan jarak kelahiran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil yang anemia mempunyai risiko 3,7 kali lebih besar untuk melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan ibu hamil yang tidak anemia. Persamaan dengan penelitian ini pada rancangan penelitian yang digunakan, sedangkan perbedaannya pada variabel bebas dan terikat. 4 2. Analysis the Causes of Child Stunting in DPRK (Shrimpton and Kachondam, 2003). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor penyebab kejadian stunting pada anak di bawah 2 tahun di Republik Korea dengan menggunakan rancangan cross sectional bersifat observasional analitik. Variabel terikat adalah status stunting, sedangkan variabel bebasnya adalah temporal predictors (status gizi ibu saat hamil dan bayi yang dilahirkan), immediate predictors (penyakit dan asupan gizi), serta underlying causes (higiene dan sanitasi, perawatan kesehatan ibu dan anak, keamanan pangan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar faktor-faktor di atas behubungan dengan kejadian stunting, tetapi anemia ibu hamil tidak. Persamaan dalam penelitian ini adalah variabel terikat dan beberapa variabel bebas dan luar yang digunakan serta sampel penelitian, sedangkan perbedaannya dalam hal rancangan penelitian. 3. Nutritional Status and Risk Factors of Chronic Malnutrition in Children Under Five Years of Age in Aydin, a Western City of Turkey (Ergin et al., 2007). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya prevalensi dan faktor risiko kurang gizi kronik pada anak di bawah 5 tahun di propinsi Aydin, Turki dengan menggunakan rancangan cross-sectional. Variabel terikatnya adalah masalah gizi kurang yaitu stunting, wasting dan underweight. Sedangkan variabel bebasnya adalah sosial ekonomi keluarga, keadaan ibu saat hamil, berat lahir, ASI, MP-ASI dan penyakit infeksi. Hasil penelitian diantaranya menunjukkan bayi yang lahir dengan berat rendah mempunyai risiko 2,52 kali lebih besar untuk menjadi stunting dibandingkan bayi yang lahir dengan berat badan normal. Persamaan penelitian pada beberapa variabel bebas dan variabel terikatnya. Perbedaan terletak pada rancangan penelitian dan subyek penelitiannya. 4. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Umur 6-36 Bulan di Wilayah Pedalaman Kecamatan Silat Hulu Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat (Wahdah, 2012) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko terjadinya stunting pada anak umur 6-36 bulan di Kalimantan Barat dengan menggunakan rancangan cross-sectional bersifat observasional analitik. Variabel terikat adalah stunting, sedangkan variabel bebasnya 5 adalah beberapa variabel yang dianggap berhubungan dengan kejadian stunting diantaranya sosial ekonomi, pola asuh dan pola makan, pemberian ASI, penyakit infeksi dan tinggi badan orang tua. Hasil penelitian diantaranya menunjukkan kejadian stunting berhubungan dengan pekerjaan ibu, pola asuh, pendapatan keluarga, jumlah anggota rumah tangga, tinggi badan orang tua dan ASI Ekslusif. Persamaan dalam penelitian ini dalam beberapa variabel penelitian yang digunakan, sedangkan perbedaannya pada rancangan dan sampel penelitian. 6