Financial Lecture: Pasca-Investment Grade: What

advertisement
Keynote Speech
Dr. Darmin Nasution
Seminar:
“Financial Lecture: Pasca-Investment Grade: What Next?”
Harian Bisnis Indonesia
18 Januari 2012
Yang saya hormati
Pemimpin Umum Harian Bisnis
H.Sukamdani Sahid Gitosarjono
Indonesia
Bapak
Prof.
Meneg BUMN, Bpk Dahlan Iskan
Direktur Utama PT. BRI Bpk Sofyan Basir
Dan Bapak-Ibu undangan lainnya,
Assalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua,
1. Pada kesempatan ini mari bersama-sama kita panjatkan puji syukur ke
hadirat Allah SWT karena atas rahmatNya sajalah kita diberi kesempatan
untuk dapat hadir dan berdiskusi dalam seminar dengan tema: Financial
Lecture: Pasca-Investment Grade: What Next?
Saya berterimakasih
kepada Harian Bisnis Indonesia dan PT. BRI sebagai
penyelenggara
seminar ini, yang telah mengundang saya untuk menyampaikan
penghantar dalam acara seminar yang saya nilai mendapat momentum
yang tepat.
2. Melalui seminar ini kita diharapkan akan lebih memahami kekuatan dan
kelemahan yang ada dalam perekonomian kita, sehingga kita mampu
merumuskan berbagai langkah untuk terus mendorong perekonomian
1
berkinerja semakin baik. Untuk mencapai hal itu, tentunya kita perlu
terus menggali dan memanfaatkan potensi besar yang kita miliki, dan
secara bersamaan perlu menyelesaikan beberapa persoalan struktural
agar
perekonomian
kita
dapat
tumbuh
lebih
tinggi
dan
berkesinambungan. Hanya dengan pertumbuhan yang tinggi dan
berkesinambungan, maka masalah kemiskinan dan pengangguran yang
merupakan masalah riil di sekeliling kita dapat kita atasi bersama.
Bapak dan Ibu yang saya hormati,
3. Meningkatnya rating Indonesia menjadi investment grade bukanlah
keberhasilan yang kita raih secara tiba-tiba, tetapi setelah kita menapaki
perjalanan yang panjang.
Seperti kita ketahui bersama, pada masa
krisis tahun 1998 rating Indonesia anjlok tajam 6 notch hanya dalam
kurang dari setahun yaitu dari BBB- menjadi B-. Ini berdampak pada
merosotnya kepercayaan investor terhadap perekonomian domestik,
sehingga terjadi gelombang penarikan modal dan terhentinya arus
modal masuk khususnya dalam bentuk utang luar negeri swasta. Di
pihak lain, perekonomian mengalami kontraksi yang cukup dalam -13%,
sementara inflasi melonjak hingga double digit. Industri perbankan kita
pun harus direkapitalisasi dengan biaya yang sangat besar.
4. Ketika kita berusaha bangkit dari keterpurukan krisis, perekonomian pun
masih terlalu lemah untuk berhadapan dengan guncangan eksternal dan
internal. Masalah ekses likuiditas, belum selarasnya strategi dan
implementasi kebijakan, serta masih rapuhnya daya tahan infrastruktur
ekonomi terhadap guncangan eksternal, secara menetap telah menjadi
masalah terbuka yang penuh risiko. Sejak tahun 2005 kita pun
menghadapi masalah yang lebih kompleks, terutama sebagai imbas dari
2
ketidakseimbangan keuangan global dan melonjaknya harga minyak
internasional.
5. Baru setelah selama 14 tahun kita melakukan reformasi di bidang
ekonomi, keuangan, dan politik, meningkatnya rating Indonesia dari
BB+ ke BBB- pada akhir tahun 2011 lalu mengkonfirmasi bahwa
Indonesia saat ini dinilai layak menjadi tempat investasi. Tentu ini
adalah sebuah pencapaian yang membesarkan hati karena terjadi pada
saat banyak rating negara lain khususnya di Eropa yang justru
diturunkan. Kondisi paradoks tersebut semakin memperkuat keyakinan
bahwa di tengah meningkatnya ketidakpastian kondisi global belakangan
ini, perekonomian kita tetap memiliki ketahanan yang cukup baik.
Pencapaian tersebut juga merupakan buah dari hasil kerja keras dan
jalinan kerjasama di antara semua pemangku kebijakan, para pelaku di
dunia usaha dan sektor keuangan, serta masyarakat secara luas.
6. Saat ini, kita patut bersyukur karena di tengah persistensi gejolak
global, daya tahan sektor keuangan dan perekonomian nasional semakin
teruji ketangguhannya.
Saya melihat, ekonomi Indonesia sejauh ini
masih terisolasi dari dampak rambatan krisis Eropa melalui jalur
perdagangan (trade channel). Kita juga masih dapat menjaga integritas
sistem keuangan di tengah besarnya tekanan rambatan krisis Eropa
melalui jalur pasar keuangan (financial market channel).
7. Selama tahun 2011 kestabilan makro tetap terjaga. Ini membuka ruang
bagi kita untuk dapat mengarahkan berbagai indikator ekonomi makro
bergerak melaju pada jalurnya yang tepat (on-track) dan tumbuh
berimbang ditandai dengan meningkatnya investasi dan ekspor. Pada
tahun 2011 lalu ekonomi Indonesia mampu tumbuh 6,5%, melampaui
pencapaian tahun 2010 lalu sebesar 6,1%. Lebih dari itu, pertumbuhan
3
ekonomi yang tinggi juga kita raih dengan inflasi yang rendah sebesar
3,79%. Untuk kedua kalinya dalam 3 tahun terakhir inflasi kita berada
dibawah 5%.
8. Kita juga telah mengambil pelajaran pahit dari krisis 1997/1998 untuk
lebih berhati-hati dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Berbagai
pembenahan yang telah ditempuh selama satu dasawarsa terakhir telah
menjadikan sektor perbankan kita lebih tangguh dan teruji dalam
menyerap risiko instabilitas seperti gejolak pasar keuangan global pada
tahun 2008 dan 2011. Perbaikan kondisi permodalan dan konsistensi
penerapan prinsip kehati-hatian bank tampaknya cukup efektif dalam
menahan terjadinya pemburukan kondisi industri secara drastis.
Bapak dan Ibu yang berbahagia,
9. Pencapaian investment grade meskipun diyakini akan memberikan
berbagai keuntungan
bagi perekonomian,
tentu saja
bukanlah
menjadi tujuan akhir. Hal tersebut lebih merupakan penilaian
terhadap posisi kita
sehingga dapat lebih baik dalam menentukan
langkah ke depan.
Tantangannya adalah bagaimana kita dapat
memanfaatkan masuknya Indonesia ke zona layak investasi ini untuk
memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat potensialnya yang saya
perkirakan sekitar 7,0%. Saya memandang, kita memiliki peluang untuk
mencapainya apabila kita dapat memanfaatkan berbagai potensi besar
yang kita miliki dan secara bersamaan menuntaskan berbagai persoalan
struktural di tingkat mikro yang masih terus menjadi beban bawaan
(perennial) dari tahun ke tahun.
10. Salah satu potensi besar yang harus kita manfaatkan adalah keuntungan
demografi Indonesia, baik dalam hal ukuran pasar domestik yang besar,
4
transisi demografi yang didominasi oleh penduduk usia produktif,
maupun
perilaku
rasional
masyarakat
dalam
mengelola
tingkat
konsumsinya. Transisi demografi dimaksud adalah rasio ketergantungan
penduduk usia tidak produktif terhadap usia produktif yang sedang
dalam kecenderungan menurun, sehingga kondusif bagi pembentukan
tabungan dan investasi yang lebih besar serta pendapatan per kapita ke
tingkat yang lebih tinggi.
11. Sementara itu, masyarakat kita juga menunjukkan perilaku yang
semakin rasional dengan kemampuannya dalam mengelola tingkat
konsumsi sesuai tingkat pendapatan dan melakukan penyesuaian
terhadap shocks yang dihadapinya. Perilaku ini berdampak pada
tingginya risiliensi tingkat konsumsi masyarakat dan meningkatnya rasio
tabungan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga
yang dapat bertahan di sekitar 4,0% pada periode krisis global 2009.
12. Masuknya Indonesia ke zona investment grade juga mencerminkan
premi risiko pembiayaan yang semakin menurun. Ini seharusnya
membuka pintu yang lebih luas bagi sektor swasta dalam melakukan
akses ke sumber pembiayaan seperti melalui penerbitan obligasi dengan
biaya yang lebih rendah.
13. Perbaikan premi risiko, transisi
demografi, yang didukung oleh
terjaganya stabilitas makroekonomi hanya akan dapat dimanfaatkan
untuk mencapai pertumbuhan yang tinggi dan berkelanjutan apabila
potensi pasar domestik yang cukup besar direspons secara tepat. Hal ini
perlu ditempuh dengan mendorong sumber-sumber pertumbuhan
jangka panjang (struktural) secara seimbang yaitu akumulasi kapital (K),
baik modal fisik dan modal manusia (H), serta faktor produktivitas total
(TFP).
5
14. Mengingat
luasnya
cakupan
permasalahan
struktural,
perbaikan
mendesak perlu diprioritaskan pada beberapa titik kendala struktural
yang paling menghambat (the most binding constraints ) di mata pelaku
usaha yaitu berbagai kendala di bidang infrastruktur, baik infrastruktur
keras maupun lunak (kualitas SDM). Infrastruktur keras mencakup
infrastruktur teknis seperti jalan raya, pelabuhan, dan listrik, sedangkan
infrastruktur lunak mencakup infrastruktur sains, kesehatan dan
lingkungan hidup, serta pendidikan, termasuk di dalamnya lingkungan
yang kondusif bagi berkembangnya inovasi.
15. Kemajuan implementasi kebijakan di sisi struktural ini akan menjadi
faktor kunci terhadap proses menurunnya inflasi (disinflasi) karena akan
memperbesar kapasitas perekonomian. Perlu dicatat bahwa momentum
demografi yang kondusif di Indonesia tersebut diperkirakan hanya akan
berlangsung hingga tahun 2025- 2030. Oleh karena itu, langkah-langkah
perbaikan strukural yang signifikan sebelum datangnya periode tersebut
akan sangat krusial dalam menentukan sustainabilitas pertumbuhan
ekonomi Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi dalam jangka menengah
panjang.
Bapak dan Ibu yang saya hormati,
16. Di pasar keuangan, ketanahan industri perbankan nasional pasca krisis
1998 telah jauh lebih tangguh. Perbankan memiliki permodalan yang
cukup kuat, sebagaimana tercermin dari rasio kecukupan modalnya
sebesar 17% jauh di atas 8%. Sementara itu, risiko kredit juga jauh
lebih baik
sebagaimana
diindikasikan oleh NPL yang masih berada
dibawah 5%.
6
17. Namun, saya melihat peran perbankan masih dapat dioptimalkan dalam
mendukung pembangunan ekonomi nasional. Data menunjukkan rasio
penyaluran kredit perbankan terhadap PDB di Indonesia masih sangat
rendah, hanya sekitar 30%,
sementara di negara-negara lain seperti
Malaysia, Thailand dan China telah mencapai di atas 100%.
Hal
tersebut sejalan dengan hasil survey BI terhadap sumber pembiayaan
yang menunjukkan peran perbankan masih terbatas. Perusahaan masih
mengandalkan dana internal. Kondisi ini menggambarkan masih
besarnya ruang bagi perbankan Indonesia untuk memperkuat perannya
dalam perekonomian. Selain itu, hal tersebut juga mengindikasikan
potensi ekspansi dari dunia usaha yang masih cukup besar.
18. Di pihak lain, perbankan masih memiliki aset yang dari perspektif makro
kurang produktif, yaitu dalam bentuk penempatan instrumen moneter
maupun surat berharga negara.
dalam
bentuk
kredit,
Aset tersebut seharusnya disalurkan
sehingga
perbankan
dapat
lebih
optimal
mengambil peran dalam pembangunan ekonomi. Sehubungan dengan
kurang cerahnya prospek ekonomi global di tahun 2012 ini, seharusnya
perbankan juga lebih berperan „countercyclical‟ dengan meningkatkan
perannya
dalam
pembiayaan
perekonomian,
bukannya
bersikap
„procyclical‟.
Bapak dan Ibu yang saya hormati,
19. Dalam beberapa tahun terakhir kita telah mampu mempertahankan
stabilitas makro, yang sangat penting sebagai “elemen kontinuitas”
dalam menyediakan ruang bagi perekonomian untuk terus tumbuh.
Tanpa stabilitas makro sangat mustahil perekonomian dapat tumbuh
berkelanjutan. Oleh karena itu stabilitas makro tetap perlu kita
pertahankan, termasuk dengan terus memperkuat alat proteksi diri (self
7
protection) mengingat semakin tingginya ketidakpastian dan risiko
dalam lingkungan global. Di pihak lain, kita harus berpacu dengan waktu
untuk melakukan berbagai perbaikan struktural agar kita dapat
mengoptimalkan potensi pertumbuhan yang kita miliki.
20. Dari sisi Bank Indonesia, dengan memandang bahwa pengelolaan
ekonomi makro kedepan masih harus berhadapan dengan risiko global
dan kompleksitas permasalahan domestik yang begitu besar, kebijakan
Bank Indonesia pada tahun 2012 akan di arahkan dalam rangka:
a. Mengoptimalkan
peran
kebijakan
moneter
dalam
kapasitas perekonomian sekaligus memitigasi risiko
mendorong
perlambatan
ekonomi global.
b. Meningkatkan
efisiensi
perbankan
kontribusinya dalam perekonomian,
untuk
mengoptimalkan
dengan tetap memperkuat
ketahanan perbankan.
c. Meningkatkan
efisiensi,
kehandalan,
dan
keamanan
sistem
pembayaran, baik dalam sistem pembayaran nasional maupun
hubungan sistem pembayaran dengan luar negeri.
d. Memperkuat ketahanan makro dengan memantapkan koordinasi
dalam manajemen pencegahan dan penanganan krisis (PMK).
e. Mendukung pemberdayaan sektor riil termasuk melanjutkan upaya
perluasan akses perbankan (financial inclusion) kepada masyarakat
21. Respon suku bunga akan diarahkan agar konsisten untuk pencapaian
sasaran inflasi IHK sebesar 4,5 persen ± 1 persen pada tahun 2012 dan
2013, sekaligus untuk menjaga momentum penguatan ekonomi dan
memitigasi risiko dari perlambatan ekonomi global. Kebijakan suku
bunga ini akan dilengkapi dengan kebijakan makroprudensial, untuk
8
memitigasi risiko kerentanan pada sektor-sektor konsumtif yang
pertumbuhannya
tidak
sustainable
atau
berpotensi
mengalami
penggelembungan harga aset (asset bubble).
22. Kebijakan Bank Indonesia dinilai tukar akan tetap diarahkan untuk
menjaga stabilitas nilai tukar sehingga memberikan kepastian bagi
seluruh pelaku ekonomi. Sejak Januari 2012, kebijakan stabilisasi nilai
tukar akan didukung oleh implementasi kebijakan kewajiban penerimaan
devisa hasil ekspor (DHE) dan devisa utang luar negeri (DULN) di bank
domestik.
23. Dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, fungsi Kantor Bank
Indonesia
(KBI)
sebagai
fasilitator
dan
katalisator
percepatan
pembangunan di daerah akan dioptimalkan, terutama di wilayah timur
Indonesia dimana disparitas pertumbuhannya masih cukup lebar. KBI
akan didorong untuk menjalankan fungsinya secara efektif, dengan
memperkuat jalinan hubungan dengan Pemerintah Daerah.
24. Pelaksanaan tugas TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah) ke depan
perlu ditopang dengan sistem informasi harga barang strategis terutama
mencakup informasi mengenai produksi dan stok secara nasional. Untuk
dapat mewujudkan hal tersebut tentunya memerlukan komitmen yang
kuat dan dukungan dari banyak pihak termasuk dari kementerian terkait
seperti Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, termasuk
dari Pemerintah Daerah
25. Dalam rangka meningkatkan daya saing perbankan, kebijakan Suku
Bunga Dasar Kredit (SBDK) akan dilanjutkan untuk memastikan
mekanisme pasar berjalan dengan baik sehingga sasaran kebijakan
dapat tercapai. Sebagai tindak lanjut dari sisi pengawasan bank,
9
ditingkatkan enforcement ketentuan dengan mewajibkan Rencana Bisnis
Bank (RBB) mencantumkan target-target peningkatan efisiensi dan
penurunan suku bunga kredit pada level yang wajar. Bank Indonesia
juga tengah “mengkaji” praktek pemberian tingkat bunga dana pihak
ketiga (DPK) di atas tingkat bunga yang ditetapkan oleh Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS).
Bapak dan Ibu sekalian,
26. Demikian pokok-pokok pandangan saya terhadap potensi ekonomi
Indonesia
pasca-investment
grade.
Kita
mengharapkan
status
investment grade yang telah kita capai dapat dipertahankan, bahkan
ditingkatkan kualitas ratingnya. Upaya-upaya ke arah ini sangat penting
karena akan memperbaiki kualitas arus modal khususnya yang sangat
diperlukan untuk menopang pertumbuhan ekonomi ke depan.
27. Saya berharap pada pertemuan hari ini kita dapat mendiskusikan dan
merumuskan
berbagai
perspektif
baru,
khususnya
dalam
upaya
mengoptimalkan potensi ekonomi yang kita miliki. Akhir kata, semoga
Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang me-ridhoi kegiatan ini dan
senantiasa melimpahkan bimbingan, petunjuk, dan rahmat-Nya kepada
kita sekalian. Terima kasih.
Wassalamu „alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Dr. Darmin Nasution
10
Download