BAB I. PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Di seluruh dunia diperkirakan setiap tahunnya terjadi kematian anak usia di bawah lima tahun sebanyak 10 juta anak. Angka kematian ini terbanyak terjadi di negara berkembang. Penyebab kematian pada anak di bawah lima tahun ini terdiri dari lima masalah utama yaitu pneumonia, diare, malaria, campak dan malnutrisi, atau kombinasi di antaranya (World Health Organization, 1998). Bila tidak segera dilakukan langkah nyata untuk menanggulangi kelima penyakit tersebut, dapat diprediksi penyakit tersebut akan tetap menjadi penyebab utama kematian pada anak sampai dengan tahun 2020 (Murray dan Lopez, 1996). Untuk menjawab permasalahan kesehatan tersebut, di awal tahun 1990an World Health Organization Child Health and Development Division (WHO-CHD) beserta mitra-mitranya memformulasikan suatu strategi pendekatan anak sakit yang disebut dengan Integrated Management of Childhood Illness (IMCI). Strategi IMCI ini bertujuan untuk mempersiapkan petugas kesehatan dalam usaha mencegah dan mengatasi penyakit secara komprehensif dan efektif (World Health Organization, 1999). IMCI diterapkan di setting rawat jalan dengan penekanan terhadap identifikasi penyakit utama dan penyakit penyerta, pemberian terapi yang rasional, dan perujukan yang tepat (World Health Organization, 1999). IMCI menekankan pada pelayanan yang terintegrasi dan meningkatkan peran keluarga dan masyarakat dalam mengobati 3 secara efektif baik di rumah ataupun lingkungan (Powell, 1997). IMCI juga menitikberatkan manajemen penyakit yang berdasarkan bukti-bukti klinis, sehingga mencegah petugas kesehatan menggunakan intuisi, pengalaman klinis yang tidak sistematik, dan penjelasan patofisiologi yang belum terbukti untuk mengambil keputusan klinis (Chessare, 1998). Suatu penelitian yang dilakukan CAH WHO menunjukkan bahwa kombinasi strategi IMCI dengan peningkatan sistem triase, perawatan kegawatdaruratan, pengawasan progress penyakit, dan manajemen penyakit berat di pusat pelayanan kesehatan tersier secara efektif menurukan mortalitas anak (World Health Organization, 1999). Pemerintah Indonesia menanggapi baik strategi baru ini dengan mengadaptasi IMCI sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia. IMCI segera dilaksanakan di seluruh Indonesia dengan mengadakan pelatihan bagi tenaga kesehatan di sarana pelayanan dasar. Namun, dengan kondisi angka pergantian tenaga kesehatan yang tinggi di Indonesia, terutama di sarana pelayanan kesehatan dasar, maka pelatihanpelatihan menjadi tidak efektif dan banyak menghabiskan dana. Oleh karena itu dipikirkan untuk memberikan pendidikan yang mencakup IMCI di sekolah-sekolah petugas kesehatan seperti di fakultas kedokteran. Selain untuk menghemat dana, pendidikan IMCI dirasa penting untuk dikuasai oleh mahasiswa kedokteran. IMCI dengan konsep pikir yang komprehensif dan terintegrasi juga merupakan strategi yang tepat untuk diajarkan bagi mahasiswa kedokteran di bidang kesehatan anak (Tim PMPT IDAI, 1998). Dari hasil survey disebutkan bahwa seorang dokter umum akan melayani anak sakit sebesar 30-70% 4 dari keseluruhan pasien di setting rawat jalan, dan sebagian besar kematian anak yang terjadi di setting rawat jalan terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa seorang dokter perlu melakukan secara cepat dan tepat pengenalan penyakit gawat pada anak dan merujuk segera bila dipikirkan adanya kegawatan (World Health Organization, 2000). Dengan demikian pengetahuan dan keterampilan penangan anak sakit di rawat jalan, yang terkandung dalam IMCI, sangat penting untuk diajarkan kepada mahasiswa kedokteran. Dalam pencapaian kompetensi mahasiswa kedokteran, materi yang terkandung dalam IMCI ternyata sesuai dengan perubahan trend dalam kurikulum pendidikan dokter di di bidang ilmu kesehatan anak. Menurut (Hunt et al., 2010), pendidikan dokter di bidang kesehatan anak kini lebih memfokuskan pada peningkatan pengalaman klinis di setting rawat jalan maupun masyarakat, perawatan lanjutan, dan memfokuskan pada konsep yang terintegrasi. Sedangkan menurut (Chessare, 1998) dokter kini dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan kesehatan anak dengan menggunakan sumber daya yang terbatas. Dengan demikian, penguasaan IMCI dapat menunjang usaha pencapaian kompetensi mahasiswa kedokteran di bidang kesehatan anak. Walaupun IMCI dapat menunjang pencapaian kompetensi mahasiswa kedokteran, IMCI tidak mudah untuk langsung diajarkan begitu saja kepada mahasiswa. Karena merupakan paket pembelajaran praktis yang diperuntukkan bagi petugas kesehatan di lapangan, IMCI tidak dapat langsung diajarkan kepada mahasiswa yang pola berpikir klinisnya belum terbentuk. Untuk itu IDAI 5 mengembangkan suatu paket kurikulum yang disebut dengan Pendidikan Medik Pediatrik Terpadu (PMPT) yang mengusung prinsip bridging dan positioning (Tim PMPT IDAI, 1998). Prinsip ini mengajarkan kepada mahasiswa kedokteran bagaimana menempatkan langkah praktis yang ada dalam IMCI dalam tatalaksana kasus klinis yang harus dikuasainya (Ismail dan Northrup, __). Baru-baru ini telah dikembangkan suatu metode pembelajaran IMCI yang disebut dengan Integrated Management of Childhood Illness Computerized Adaptation and Training Tool (ICATT). ICATT memberikan kesempatan bagi pengguna (baik mahasiswa maupun petugas kesehatan lainnya) untuk mempelajari IMCI dengan beberapa pilihan cara belajar, seperti belajar mandiri, belajar jarak jauh, belajar berkelompok, dan lain-lain. Sejak diluncurkannya ICATT, berbagai evaluasi telah dilaksanakan untuk menguji keberhasilannya dalam melaksanakan pembelajaran IMCI terutama bagi petugas kesehatan di sarana pelayanan kesehatan dasar. Evaluasi untuk menggunakan ICATT sebagai cara lain untuk mengajarkan IMCI di fakultas kedokteran selama ini belum pernah dilakukan, walaupun beberapa negara sudah mengajukan usulan untuk menguji cobakan pada mahasiswanya (World Health Organization, 2009a). Sejalan dengan hasil evaluasi PMPT terakhir (Julia et al., 2013) yang menyebutkan bahwa metode pembelajaran PMPT yang ada menghabiskan banyak dana, waktu, dan tenaga; ICATT dapat menjadi solusi kendala tersebut sebagai saran pembelajaran IMCI yang bersifat mandiri bagi mahasiswa kedokteran. 6 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah penggunaan kedokteran mengenai ICATT lima meningkatkan penyakit utama pengetahuan pada mahasiswa anak-anak dan penanganannya menurut IMCI? Apakah penggunaan ICATT dapat meningkatkan kompetensi mahasiswa kedokteran di bidang kesehatan anak, dinilai dari peningkatan nilai OSCE? C. Hipotesis Penggunaan ICATT akan meningkatkan pengetahuan mahasiswa kedokteran mengenai lima penyakit utama pada anak-anak dan penanganannya menurut IMCI. D. Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengetahui apakah pembelajaran ICATT dapat membantu meningkatkan pengetahuan mahasiswa kedokteran mengenai lima penyakit utama pada anak-anak dan penanganannya menurut IMCI. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan beberapa manfaat sebagai berikut: (1) Dalam bidang akademik penelitian ini memberikan informasi mengenai manfaat ICATTdalam proses pendidikan di fakultas kedokteran di Indonesia khususnya dalam bidang ilmu kesehatan anak. 7 (2) Diharapkan dengan menggunakan ICATT, mahasiswa kedokteran memiliki konsep berpikir yang komprehensif, terintegrasi, dan menyeluruh (holistik) sehingga dapat meningkatkan keterampilan mereka dalam memberikan pelayanan kesehatan. (3) Dampak di bidang penelitian adalah mengetahui manfaat ICATT terhadap proses belajar PMPT mahasiswa kedokteran. Sejauh pengetahuan peneliti, sampai saat ini ICATT belum pernah diujicobakan kepada mahasiswa kedokteran di dunia. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penulusuran artikel penelitian melalui Ebsco, Pubmed, dan Googlescholar dengan menggunakan kata kunci medical student, ICATT, IMCI, child, health, tidak ditemukan satu penelitian yang mempelajari dampak ICATT terhadap pengetahuan mahasiswa kedokteran mengenai lima penyakit utama anakanak dan penanganannya berdasarkan IMCI. 8