TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur–larva–pupa–imago. E. kamerunicus memiliki peran dalam penyerbukan tanaman kelapa sawit. Penyerbukan terjadi karena kumbang ini tertarik dengan aroma bunga jantan, kemudian mendekati, dan saat hinggap di bunga jantan, serbuk sari akan melekat di tubuhnya. Sewaktu hinggap di bunga betina yang mekar (reseptif), serbuk sari akan terlepas dari kumbang dan menyerbuki bunga betina. Selain itu, kumbang ini tidak berbahaya dan tidak mengganggu tanaman lain, karena kumbang ini hanya dapat makan dan bereproduksi pada bunga jantan kelapa sawit (Harumi, 2011). E. kamerunicus merupakan kumbang penyerbuk kelapa sawit yang efektif karena bersifat spesifik dan beradaptasi sangat baik pada tanaman kelapa sawit (Siregar, 2006). Kumbang ini hanya dapat makan, bertelur, dan berkembang biak pada bunga jantan kelapa sawit, walaupun kumbang ini dapat makan pada tanaman yang lain, seperti kelapa (Cocos nucifera), bunga sepatu (Hibiscus rosasinensis), bunga kanna (Cana indica), dan ubi kayu (Manihot utilisima) (Hutaharuk et al., 1982). Bunga jantan dan betina kelapa sawit terdapat pada ketiak daun yang berbeda tetapi pada tanaman yang sama (monoecius). Penyerbukan bunga kelapa sawit terjadi secara silang karena kedua bunga mekar pada waktu yang tidak sama. Untuk itu, dalam proses penyerbukan perlu adanya bantuan faktor luar agar didapat Universitas Sumatera Utara penyerbukan yang maksimal. Penyerbukan tidak hanya dilakukan oleh angin tetapi juga perlu dibantu oleh serangga penyerbuk (Herlinda et al., 2006). Kelapa sawit adalah tanaman monoecious, yaitu bunga jantan dan betina ditemukan dalam satu tanaman. Bunga jantan dan betina matang (anthesis) pada waktu yang berbeda atau sangat jarang terjadi bersamaan. Penyerbukan alami terjadi dengan bantuan angin atau serangga, tetapi biasanya kurang efektif sehingga jumlah buah yang dihasilkan relatif lebih sedikit pada setiap tandannya. Oleh karena itu, untuk memperoleh tandan-tandan dengan jumlah buah yang optimal, penyerbukan dapat dibantu melalui penyerbukan bantuan (assisted pollination). Penyerbukan kelapa sawit paling efektif menggunakan E. kamerunicus, yang bersifat spesifik dan beradaptasi baik pada musim basah maupun kering (Harumi, 2011). Tanaman kelapa sawit adalah satu-satunya tanaman inang bagi E. kamerunicus dimana serangga ini dapat bertelur dan berkembang biak dengan baik. E. kamerunicus bertelur setelah berumur 2-3 hari sebanyak 1-11 butir per hari yang diletakkan di dalam yang dibuat pada sisi luar tangkai kantong sari bunga kelapa sawit yang sedang mekar. Telur bewarna kuning jeruk, bentuknya lonjong, panjang + 0,65 mm dan lebar + 0,40 mm (Sitepu, 2008). Tubuh serangga E . kamerunicus memiliki bulu-bulu halus pada bagian punggung (dorsal) membentuk seperti jamur, pada bulu tersebut biji serbuk sari dapat melekat dan ketika kumbang berpindah ke bunga betina maka proses penyerbukan terjadi. Adapun tampak jelas bulu-bulu tersebut pada Gambar 1 dimana diliat dari sisi ventral dengan mikroskop digital pembesaran 80 kali. Universitas Sumatera Utara Gambar1. Kumbang E. kamerunicus tampak dari sisi ventral memakaipembesaran 80 kali dengan mikroskop digital. dengan . Adapun klasifikasi dari serangga penyerbuk kelapa sawit ini adalah sebagai berikut :Kingdom : Animalia; Filum : Arthropoda; Kelas: Insecta; Ordo: Coleoptera ; Famili : Curculionidae; Genus: Elaeidobius; Spesies : Elaeidobius kamerunicus Faust. (Simatupang dan Widyaiswara, 2011) DNA (Deoxyribonucleid acid) DNA/ADN (Deoxyribonucleid acid /Asam deoksiribosa nukleat) merupakan molekul paling terkenal saat ini, karena molekul ini merupakan substansi penurunan sifat. DNA merupakan suatu polimer heliks ganda yang terdiri dari nukleotida, setiap nukleotida terdiri dari tiga komponen satu basa nitrogen, satu gula pentosa yang disebut deoksiribosa, dan satu gugusfosfat (Saefudin, 2007). DNA (Deoxyribonucleid acid) merupakan suatu struktur double heliks DNA yang memiliki banyak komponen yang menyusun DNA tersebut. Adapun pada Gambar 2 dijelaskan struktur double heliks tersebut beserta komponenkomponennya. Universitas Sumatera Utara Gambar 2. Struktur doubel heliks DNA, dan komponen-komponen penyusunnya. Sumber : (Saefuddin, 2007). Ekstraksi untuk mendapatkan DNA berkualitas tinggi merupakan satu kaidah dasar yang harus dipenuhi dalam analisis molekuler. Masalah-masalah dalam ekstraksi DNA masih merupakan hal penting yang perlu diatasi. Berbagai teknik analisis biologi molekuler berdasarkan pada hibridisasi molekuler atau Polymerase Chain Reaction (PCR) membutuhkan DNA dalam jumlah yang cukup dan kualitas yang baik (Restu dan Gusmiaty, 2012). Mengidentifikasi suatu organisme menggunakan teknik molekuler belum banyak dilakukan. Beberapa teknik molekuler telah dikembangkan untuk melacak adanya urutan DNA spesifik dari organisme tertentu, contohnya penggunaan urutan gen. Untuk menentukan hubungan kekerabatan suatu organisme dengan yang lain melalui filogenetik. Kualitas DNA dapat diukur dengan elektroforesis dan Universitas Sumatera Utara spektofotometer, sedangkan kuantitas DNA diukur dengan alat spektrofotometer (Muzuni et al., 2014). PCR (Polymerase Chain Reaction) PCR adalah suatu metode in vitro untuk menghasilkan sejumlah besar fragmen DNA spesifik dengan panjang dan sekuens yang telah ditentukan dari sejumlah kecil template kompleks. PCR merupakan suatu tekhnik sangat kuat dan sensitif yang dapat diaplikasi dalam berbagai bidang seperti biologi molekuler, diagnostik, genetika populasi dan analisis forensik (Anggereini, 2008). Keberhasilan proses PCR juga ditentukan oleh jenis enzim DNA polimerase yang digunakan. Enzim DNA polimerase yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA. Enzim DNA polimerase idealnya harus tahan panas, mempunyai laju polimerisasi dan prosesivitas yang tinggi (Hewajuli dan Dharmayanti, 2014). Perkembangan teknik polymerase chain reaction (PCR) terus mengalami kemajuan hingga saat ini. Berbagai modifikasi dilakukan untuk mendapatkan hasil terbaik sesuai tujuan yang ingin dicapai. Salah satu modifikasi dilakukan untuk mempersingkat proses, mempermudah pekerjaan dan menurunkan biaya pemeriksaan melalui pengembangan direct PCR. Jika pada umumnya proses PCR didahului dengan isolasi/ekstraksi DNA yang akan digunakan sebagai sampel atau DNA template, hal itu tidak dilakukan pada direct PCR (Sunarno et al., 2013). Metode PCR dibedakan menjadi dua yaitu PCR konvensional dan real time. Analisis hasil amplifikasi fragmen DNA pada PCR konvensional dilakukan dengan visualisasi di agar elektroforesis. Sedangkan PCR real time, Universitas Sumatera Utara jumlah DNA yang diamplifikasi dapat dideteksi dan diukur di setiap siklus proses PCR (Hewajuli dan Dharmayanti, 2014). Metode PCR dibedakan menjadi dua yaitu PCR konvensional dan real time. Perbandingan prosedur antara PCR konvensional dan PCR real time secara singkat dapat dilihat pada Gambar 3. Isolasi DNA atau RNA dan analisis Transkriptase balik (untuk sampel RNA) Amplifikasi PCR real time Amplifikasi PCR konvensional Hasil berdasarkan fluoresensi di setiap siklus PCR Hasil divisualisasi pada agar elektroforesis di akhir proses PCR Analisis data Pengukuran hasil PCR dengan densitometri Analisis data Gambar 3. Perbandingan prosedur PCR konvensional dan real time. Sumber : (Hewajuli dan Dharmayanti, 2014). AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism) AFLP adalah teknik yang menggabungkan kekuatan RFLP (pemotongan DNA dengan enzim restriksi) dan fleksibilitas teknologi PCR (Vos et al., 1995). Tahapan teknik AFLP terdiri dari ekstraksi DNA, pemotongan DNA dengan menggunakan enzim restriksi (biasanya menggunakan EcoR1 dan Mse1), meligasi fragmen restriksi dengan sekuen adapter, amplifikasi dengan PCR menggunakan dua Universitas Sumatera Utara primer yang berkomplemen dengan sekuen adapter, dan pemisahan amplikon dengan mengggunakan gel poliakrimid atau elektroporesis kapiler. Keunggulan teknik AFLP adalah dapat mendeteksi variasi genetik tanpa memerlukan informasi urutan basa genom. Selain itu, teknik AFLP memiliki tingkat reproduksi yang tinggi berdasarkan amplifikasi selektif fragmen hasil digesti genom. Teknik AFLP mampu menganalisis genom secara menyeluruh sehingga dihasilkan informasi yang memadai untuk menganalisis variasi genetik (Syam et al., 2012). Universitas Sumatera Utara