I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah utama &lam kesehatan masyarakat Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti (Soedmo, 1988). Menurut Sukowati (2004), habitat vektor penular DBD di Indonesia dipengaruhi oleh musim penghujan dan tenedianya air di pemukiman. Berdasarkan iklim, Indonesia merupakan wilayah yang memiliii iklim tropis basah, dengan ratarata suhu dan curah hujan tahunan relatif tinggi sepanjang tahun. Keadaan ini mendukung tenedianya habitat vektor DBD. Berdasarkan data Dinas Kesehatan pada tahun 2002-2006 di DKI Jakarta dan Kota Padang terjadi peningkatan kasus DBD setiap tahumya. Pada tahun 2004 tejadi KLB di DKI Jakarta dengan jumlah penderita >5000 orang, sedangkan di Kota Padang puncak DBD tejadi pada tahun 2005. Kejadian ini berkaitan dengan keadaan iklim DKI Jakarta dan Kota Padang. Berdasarkan tipe iklim, DKI Jakarta mempunyai tipe i k l i Am dengan curah hnjan monsun bercirikan musim kemarau yang pendek dan curah hujan tahunan yang tinggi, sedangkan Kota Padang mempunyai tipe iklim Af, yaitu mempunyai curah hujan bulanan selalu >60 mm (Handoko, 1993). Berdasarkan hubungan antara keadaan iklim dan peningkatan kasns DBD di Kota Padang clan DKI Jakarta, diperlukan analisis korelasi antara banyalmya hari hujan, curah hujan, suhu, kelembaban, dan surplus-defisit curah hujan dengan kejadian DBD sehimgga terliat unsur iklim yang paling berpengaruh terhadap peningkatan kasus DBD. Peluang kejadian DBD juga diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai keeratan hubungan antara angka kejadian penyakit DBD dengan keadaan iklim. Pemetaan tingkat kerentanan per kecamatan terhadap serangan demam berdarah merupakan salah satu bentuk yang &pat di manfaatkan sebagai pendekatan strategis dalam antisipasi peningkatan kasus DBD di daeral~ endemi. Peta memperlihatkan kerentanan tingkat kecamatan terhadap kejadian penyakit demam berdarah di susun berdasarkan kasus DBD tahun 2002-2006. 1.1 1.2 Tujuan Penelitian ini bemjuan untuk : 1 Mendapatkan gambaran hubungan antara banyaknya hari hujan, curah hujan, suhu, kelenlbaban, dan surplusdefisit curah hujan dengan IR (Incident Rate) DBD DKI Jakarta dan Kota Padang 2 Mendapatkan peta sebaran tingkat kerentanan DBD per kecamatan dan trend IR tahun 2002-2006 11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Cuaea dan lklim Padang dan DKI Jakarta) (Kota Indonesia yang terletak didaerah tropis, memiliii tiga pola iklim berdasarkan curah hujan yaitu: (1) Pola Equatorial dicirikan dengan dua kali maksimum curah hujan bulanan dalam satu tahun. h c a k hujan biasanya tejadi pada bulan Maret dan Oktober pada saat matahari berada dekat Equator. Daerah yang.mengikuti pola ini, yaitu sebagian besar Sumatera dan Kalimantan. (2) Pola Monsunal dicirikan oleh satu puncak hujan. Tipe ini mempunyai musim hujan pada bulan Oktober sampai lvlaret, sedangkan musim kemarau tejadi pada bulan April sampai September. Kondisi monsuu berperan besar di daerah Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Boer, 1999). (3) Pola Lokal banyak terjadi di Maluku, lrian Jaya, dan sebagiat~Sulawesi. 2.1.1 DKI Jakarta Wilayah Jakarta secara geografis berada pada 06"10' dan 0623' Lintang Selatan serta antara 106"IO' dan 106"58' Bujur T i u r , terdapat di daratan rendah pantai utara dan sebagian barat Pulau Jawa. Mempunyai 13 sungai alam dan buatan yang melintasi seluruh wilayah DKI Jakarta, ini mempengaruhi keadaan penduduk dari berbagai aspek, salah satunya kesehatan. Jakarta mempunyai tipe iklim Am yang cendemg mempunyai musim kering yang singkat dan berpola hujan monsun. Kota Padang Kota Padang terletak di pantai Barat Sumatera dan berada antara 0°44'00" dan leO8'35" Lintang Selatan serta antara lOO"05'05" dan 100°34'09" Bujur Timur. Luas Kota Padang adalah 694.96 k d atau 1,66 penen dari luas Sumatera Barat terdiri dari 11 kecamatan. Ketinggian Kota Padang bervariasi, yaitu 0-1525 m di atas permukaan laut. Daerah tertinggi adalah Lubuk Kilangan. Kota Padang mempunyai tipe iklim Af dicirikan mempunyai curah hujan bulanan selalu >GO mm dan mempunyai rata-rata curah hujan 1456 mm per tahun. 2.1.2 2.3 2.3.1 Epidomologi Penyakit denlam h::rdarnh dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Gejala awal penularan vims ini, yaitu demam atau riwayat demam akut berlangsung 27 hari dan adanya kecenderungan pendarahan. Penderita DBD juga akan mengalami penurunan kadar Thrombosit Pada DBD akuf penderifa akan mengalami kejzu~g dan juga bisa mengakibatkan kematian (Depkes RI, 1998b). 2.3.2 2.2 Iklim, Kesehatan Manusia, dan Sebaran Demam Berdarah Dengue Menumt Soegijanto (1996), pembahan iklim mempunyai pengaruh yang luas terutama pada kesehatan. Dampak dari perubahan iklim secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap penyakit malaria, demam berdarah, infeksi, penyakit huning, dan beberapa penyakit lain. Beberapa vektor penyakit dapat beradaptasi dengan lingkungan sehingga fase hidup dapat mereka lalui (aklitimasi). Unsur iMim dan cuaca m e ~ p & a nha1 terpenting dalam aklitimasi. Menurut Alto dan Juliano (2001) dalarn Andriani (2001), Iklim dan cuaca mempengamhi breeding rate dan mortality rate nyamuk A e h aegypti. Temperatur lebih tinggi akan menyebabkan siklus nyamuk lebih cepat dan mortality rate lebih tinggi. Peningkatan breeding rate dan mortality rate nyamuk Aedes aegypti, mempengaruhi sebaran penyakit DBD. Demam Berdarah Dengue (DBD) Vektor Penulanln Demam Berdarah Dengue (DBD) Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penular virus Dengue. Virus ini termasuk pada genus Flavivirw, group famili Togaviridae. Virus Dengue terdiri dari dengue serolip I, dengue serofip 2, dengue serofip 3 / 4 yang tergolong dalam group Arbovirus clan berkembang dalam tubuh nyamuk Aedes aeupti (Depkes RI, 2005). Hasil penelitian menunjuhkan bahwa Dengue 3 dan 4 mempakan serotipe virus dominan yang menyebabkan gejala Minis berat dan kematian pada penderita DBD (Wuryadi, 1990). Klasifikasi nyamuk Aedes (Brown, I986 dalain Sebayang, 1993) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animal Filum :Invertchrata Kelas : Insekta Sub Kelas : Pterygota Ordo : Diptera : Nen7ar'oceru Sub Ordo Famili : Culicidae Sub Fan~ili :A d s Species : Aedes aegypti Gambar 2. Nyamuk Aedes aegypli Gambar 1. Daerah Endemik DBD di dunia 2.3.3 Morfologi Nyamuk Aedes aegvpti dikenal aktif menggigit, terutama pada pagi atau sore hari, dalam berapa menit bisa tejadi gigitan kepda beherapa orang sehingga nyamuk ini tergolong mempunyai daya tular yang sangat aktif. Menurut Soedanno (1988), ciri-ciri nyamuk Aedes Aegvpti : 1. Badan kecil, Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-mta nyamuk lain, wama hitam dengan bintik-bintik putih badan, kaki, dan sayapnya. 2. Hidup di dalam dan di sekitar rumah, dengan Jarak terbang 50-100 mil (Kesumawati, 2009). 3. Menggigit dan menghisap darah, terutama pada siang hari. 4. Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dan di tempat yang gelap. 5. Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah. 2.3.4 Siklus Hidup Aedes aegypti Aedes aegypti mengalami metamorfosis yang sempurna melaiui empat stadium, yaitu telur, larvdjentik, pupa, dan dewasa (gambar 3). Tiga stadium mulai dari telur, larvaljentik, dan pupa dalam air, sedangkan nyamuk dewasa adalah serangga terbang yang aktif mencari damh. Gambar 3. Siklus hidup Aedes aegypti Stadium Teiur Telur Aedes aegvptt' benvama hitam dan gelap dengan ukuran i0.80 mm, bentuknya oval menempel pada dinding tempat dan penampungan air. Telur sangat sensitif pada suhu rendah. Telur tidak dapat hidup pada suhu 10°C, tetapi dapat tahan terhadap kekeringan. Telur dapat bertahan lebih dari satu tahun pada suhu 21°C. Telur sering menetas secara hersamaan menjadi jentik pada suhu optimum 25-27'C di dalam air (Depkes RI, 1990). Stadium JentiW Larva Perkembanganjentik dipengaruhi oleh : 1. Suhu air 2. Kepadatan populasi 3. Tersedianya makanan. Jentik akan menjadi pupa atau kepompong datam walau 4-8 hari pada temperatur 20 - 27'C, dar~&an mati pada suhu 1O0C dan suhu 36'C, serta dapat bertahan pada tanah yang lembab selama 13 hari (Depkes RI, 1990). Secara mikroskopis,jentik Aedes aegvpti dapat dikenal dari gerakannya yang cepat dan membengkok-bengkokkan tubuh, bergerak menghindari cahaya bila disoroti cahaya atau senter d m sangat faha11 lama dibawah permukaan air di tempat perindukannya (Depkes RI, 1990). Stadium Pupa/Kepompong Larva/ jentik rnenjadi kepompong hari. memerlukan waktu sekitar 1,s-2,5 Beberapa pupa atau kepompong dapat hidup pada temperatur air 47'C selama 5 menit dan 82-100% dapat hidup pula temperatur 4,5"C selama 24 jam (Depkes RI, 1990). Stadium Dewasa Siklus hidup pupa/kepompong untuk berubah menjadi dewasa herlangsung 1-5 hari dan dapat hidup lebib kurang 50 hari (Depkes RI, 1990). Perkawinan dilakukan 24-28 jam setelah nyamuk menjadi dewNyamuk betina dapat memproduksi telur 50-500 butir pada pertama kali bertelur. Nyarnuk dewasa akan beitelur setelah menghisap darah. Nyamuk dewasa akan mati pada suhu 6°C jika terpapar selama 24 jam, atau pada suhu 36OC jika terpapar terus-menerus. Suhu yang baik untuk nyamuk dewasa adalah 26°C. Variasi lamanya umur nyamuk Gpengmhi oleh tempemtur, kelembaban, makanan, dan aktivitas reproduksi. Pada suhu 10°C dan kelembaban relatif loo%, nyamuk dewma dapat hidup selama 30 hari tanpa makan dan minum. Nyamuk betina mulai menghisap darah pada bari kedua atau ketiga setelah menjadi nyamuk dewasa. Umur nyamuk betina dewasa dapat bertahan hidup selama 102 hari. 2.4 Kriteria Diagnostik Penyakit Demam Berdarah Diagnosis demam berdarah dengue dapat ditegakkan jika ditemukan kriteria sebagai beriknt (WHO, 1997) : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terns menerns selama 2-7 hari. a. Kecenderungan pendarahan, yang dibuktikan dengan satu ha1 berikut : tes toumiket, petekie, ekimosis atau purpura; pendarahan dari mukosa, saluran gastrointestinal, tempat injeksi atau lokasi lain, bematenesis atau melena. b. Thrombositopeni (trombosit 100.000/mrn3 atau kurang). c. Adanya rembesan plasma karena peningkatan permeabilitas vascular dengan manifestasi &mang-kurangnya hematokit meningkat 20% atau lebii (hemokosenhasi). Berdasarkan kriteria tersebut, 87% penderita DBD dapat didiagoosa dengan tepat setelah dilakukan uji silang dengan pemeserologis di laboratorium (Depkes RI, 1992). Berdasarkan tingkat rejatan, gejala DBD terbagi atas 4 rejatan (WH0,1997): 1. Derajat I (ringan), yaitu bila demam disertai dengan gejala konstitusional non spesifik; satu-satunya manifestasi perdarahan adalah tes toumiket positif dadatau mudah memar. 2. Derajat I1 (sedang), yaitu bila perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada Derajat I, biasanya pada bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain. 3. Derajat III (berat), yaitu bila gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan lemah serta penyempitan tekanan nadi atau hipotensi, dengan adanya kulit dingin dan lembab serta gelisah. 4. Derajat N (berat sekali), yaitu bila shock hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi. 2.5 Ekologi Vektor dan Kejadian Menurut teori Segitiga John Gordon, jika keseimbangan ekologi berubah akao mengakibatkan timbulnya masalah kesehatan (Slamet, 1999 dalam Andriani, 2001). Keseimbangan yang dinamis antara agent, hasf, dan environtent berhubungan dengan teori ekosistem (Vanleeuwen, 1999 dalam Andriani, 2001). Jadi, dapat dikatakan bahwa terjadinya penyakit DBD disebabkan oleh faktor penyebab, penjamu, dan lingkungan. 2.5.1 Fgktor Host (Pcnjamu) Host (penjarnu) yang dimaksud adalah penderita penyakit DBD. Faktor Host (penjamu), antam lain umur, ras, sosial ekonomi, cara hidup, status perkawinan, hereditas, nutrisi dan imnnitas. Beberapa penyebab faktor penjamu: a) Kelompok umur akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan penyakit. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukltan bahwa kelompok umur yang paling banyak diserang DBD adalah kelompok <I5 tahun (Depkes RI, 1992), yang sebagian besar mempakan usia sekolah. b) Kondisi sosial ekonomi akan mempengaruhi perilaku manusia dalam mempercepat penularan penyakit DBD, seperti kurangnya pendingin ruangan (AC) di daerah tropis membuat masyarakat duduk-duduk di luar rumah pada pagi d m sore hari. Waktu pagi dan sore tersebut mernpakan saat nyamuk Aedes aegypti mencari mangsanya. c) Tigkat kepadatan penduduk. Penduduk yang padat akan memudahkan penulamn DBD karena berkaitan dengan jarak terbang nyamuk sebagai vektomya. Beberapa basil penelitian menunjukkan bahwa kejadian epidemi DBD banyak terjadi pada daerah yang berpenduduk padat. d) Imunitas adalah daya tahan tubuh terbadap benda asing atau sistem kekebalan. Jika sistem kekebatan tubuh rendah atau menurun, maka dengan mudah tubuh akan terkena penyakit. e) Status gizi diperoleh dari nutrien yang diberikan. Secara umun~, kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap daya tahan dan respons imunologis terhadap penyakit. 2.5.2 Faktor Lingkungan Faktor Ligkungan diklasifikasikan atas empat komponen, yaitu lingkungan fisik, lingkungan kimia, lingkungan biologi, dan fingkungan sosial ekonomi. Liogkungan Fisik Curah Hujan Cumh hujan mempunyai kontribusi dalam tersedianya habitat vektor Aedes aegypli. Curah hujan akan menambab genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk. Suhu dan kelembaban udara selama n~usim hujan pun sangat kondusif bagi kelangsungan hidup nyamuk dewasa dan tidak menutup kemnngkinan hidupnya nyarnuk dewasa yang telah terinfeksi. Meniuut Sukowati (2004), Etp = I = evapotranspirasi potensial (mm hari") indeks bahang = i*12 i = (~/5)^~.~" T = suhu harian (OC) a = (6,75.10~~1~)-(7,71.10~~1~)+ (1,79.102 1) + 0,4424 Surplus-Defisit harian = Curah Hujan harian - Elp Harian Surplus-Defisit mingguan = Csurplus-Defisit harian dalam 1 minggu Lingkungan Kimia, Biologi dan Sosial Ekonomi Lingkungan Kimia Kandungan zat yang terdapat dalam Air adalah materi yang sangat penting dalam kehidupan. Tidak ada satu pun mahkluk yang dapat hidup tanpa air. Berdasarkan siklus hidrolugi jenis-jenis air terdiri dari air tawar yang bersnmber dari air hujan, air permukaan d m air asin yang memiliki kandungan kadar garam yang tinggi. Penyakit dapat dipengaruhi oleh pembahan ketersediaan air. Salah satu akibat pembahan ketersediaan air adalah infeksi yang ditularkan oleh serangga yang bergantung pada air (wafer related insect vector) seperti Aedes aegypti dapat berkembaugbiak pada air 6.5-9 (Slamet, 1996 dalam dengan pH Andriani, 2001). Lingkungan Biologi Lingkungan biologi belpengaruh terhadap resiko penularan penyakit menular. Hal yang berpengaruh antara lain jenis parasit, status kekebalan tubuh penduduk, jenis dan populasi serta potensi vektor, adanya predator dan populasi hewan yang ada (Sukowati, 2004). Sosial Ekonomi Menurut Andriani (2001) secara umum faktor yang berkaitan dengan lingkungan sosiat ekonomi adalah: a. Kepadatan penduduk, akan mempengambi ketersediaan makanan dan kemudahan dalam penyebaran penyakit. b. Kehidupan sosial seperti perkumpulan olahraga, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas ibadah dan lain sebagainya. c. Stratifikasi sosial berdasarkan tingkat pendidikan, pekerjaan, chis dan sebagainya. d. Kemiskioan, biasanya berkaitan dengan malnutrisi, fasilitas sanitasi yang tidak memadai yang secara tidak langsung e. merupakan faktor penunjang dalam proses penyebmi penyakit menular. Keberadaan dan ketersediaan fasilitas kesehatan. 2.6 Bionomik Vektor Bionomik vektor adalah kebiasaan tempat perindukan (breeding habit), kebiasaan menggigit (feeding habit), kebiasaan istirahat (resting habit) dan jardk terbang (Depkes RI, 1990). Tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti mempakan genangan air yang tertampung di suatu wadah yang biasa disebut kontainer bukan genangan air tanah. Kontainer dapat berupa tempayan atau tempat bekas berisi air genangan. Kebiasaan menggigit pada nyamuk Aedes aegypti pada pagi, siang dan sore. Kejadian menggigit lebii banyak tejadi di dalam rumah. Kebialan beristirahat nyamuk Aedes aegypri pada saat menunggu pematangan telur d i i a n a terdapat kondisi optimum, tempat yang paling disenangi pada saat ini adalah tempat gelap, lembab &an s e d i i t dingin. Jarak terbang nyamuk dari tempat perindukan ke mangsa kemudian ke tempat beristirahat tergantung kemampuan nyamuk terbang. 2.7 Banyaknya Nsri Hujan Hari kering didekisikan sebagai hari yang hujannya kurang atau sama dengan 2,5 mm. dalam penelitian ini batasan hari kering jika cumh hujannya 5 2,s mm atau tidak ada hujan karena hujan sebesar ini lianya membasahi lahan tanpa menyebabkan genangan pada lahan. 2.8 Penggnnaan GIS Sistem Informasi Geografis yaitu suatu sistem yang mendnkung pengambilan keputusan spasial dan mampu mengintegrasikan deskripsideskripsi lokasi dengan karakteristik fenomena yang ditemukan di lokasi. SIG merupakan suatu system yang diincang untuk bekeja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordiiat geogmfi (Barus dan Winidisastra, 2000). III. METODOLOG1 3.1 Waktu dan Tempat Studi Penelitian ini dilaksanakan bulan Juni 2007 hingga bulan Januari 2008, yang mencakup studi literatur, pengumpulan data, pengolahan data, penyusunan laporan dan diskusi dengan pembimbing. Kegiatan dilaksanakan di Laboratorium Klimiltologi Departemen