Fokus Pengawasan - Inspektorat Jenderal

advertisement
Edisi 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Fokus Pengawasan
Peran Pengawasan Menuju
Reformasi Birokrasi
TIDAK
DIPERJUALBELIKAN
Nomor 22 Tahun
VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Daftar Isi
Fokus
FokusPengawasan
Pengawasan
Diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal
Departemen Agama RI Tahun 2009
SURAT PEMBACA
.......................3
DARI REDAKSI
.............................4
Dewan Penyunting:
Pembina :M. Suparta
Pengarah :Ichtijono, Mukhayat,
Achmad Ghufron, Burhanuddin, Ahmad Zaenuddin
Penanggung jawab: Abdul Karim
Ketua
:Maman Taufiqurrohman
Sekretaris :Budi Setyo Hartoto
Anggota :O. Sholehuddin, Kusoy, Maman Saepulloh,
Anshori, Sukarma, Nur Arifin, Nugraha Stiawan
Redaksi :Iing Muslihin, Miftahul Huda
Sirkulasi :Miftahul Hidayat
Produksi :Hariyono
FOKUS UTAMA:
Alamat Redaksi:
Inspektorat Jenderal Dep. Agama,
Jalan RS Fatmawati Nomor 33A Cipete
PO. BOX 3867,
Telepon 021-75916038, 7697853, FAX.
021-7692112 Jakarta 12420
e-mail: [email protected]
28
Dewan Penyunting menerima artikel
yang ditulis dengan bahasa Indonesia
yang baik dan benar, terutama dalam
bentuk soft copy.
36
Peran Pengawasan ......................
5
Konsep Dasar Review ................
11
Peningkatan Akuntabilitas ..........
16
Strategi Perencanaan .................
21
Reformasi Sistem .......................
24
Kerangka Analisis .......................
PENGAWASAN:
Hak Pegawai Akibat Dinas .......
31
Perspektif Pengawasan .............
RANDANG:
PP No. 65 Tahun 2008 ...............
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Surat Pembaca
Permintaan Majalah
Salam Sejahtera
Saya adalah Pegawai Negeri
Sipil Departemen Agama di Daerah
Papua, Mohon kiranya Majalah Fokus
Pengawasan dapat dikirim ke kantor
Kami.
FP: Alaikumsalam Wr. Wb.
Terimakasih, atas perhatian dan
Elisabeth
masukannya. Mudah-mudahan pada
Papua
Triwulan III kami dapat memenuhi,
FP: Terimakasih atas perhatian dan
Artikel Sertifikasi Guru
sarannya, memang yang kami kirim ke
Assalammualaikum Wr, Wb.
wilayah Papua masih terbatas, karena
keterbatasan biaya pengiriman, tetapi
pada sebuah Madrasah Ibtidaiyah di
kami akan terus berusaha memenuhi
Serang, saya mohon dimuat artikel
permintaan pembaca. semoga untuk
ten-tang sertifikasi Tenaga Guru untuk
ke depan kami lebih baik lagi.
me-nambah pengetahuan kami?
Saya Seorang Guru Agama,
Nurjannah
Artikel Petugas Haji
Serang
Assalammualaikum Wr, Wb.
kepada Redaksi majalah FP,
FP: Alaikumsalam Wr. Wb.
mohon dimuat artikel Tentang Peman-
tauan rekruitmen Petugas Haji yang
sarannya, majalah FP memang belum
dilakukan Itjen Depag Musim Haji
pernah memuat artikel tentang Ser-
2009,
tifikasi Guru, Mudah-mudahan pada
Imam
Redaksi memohon maaf sebesarbesarnya bila surat pembaca
anda tidak dapat dimuat karena
keterbatasan tempat
(NAD)
Terimakasih atas perhatian dan
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Dari Redaksi
P
roses reformasi yang sudah berjalan selama kurang lebih sebelas tahun telah membawa perubahan yang luar biasa terhadap pola pikir
masyarakat. Perubahan itu membawa
masyarakat ke arah proses pendewasaan yang lebih baik dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Tuntutan
masyarakat menjadi kritis atas penyelenggaraan tata kelola pemerintahan.
Kondisi ini mengharuskan pemerintah
segera melakukan perubahan kebijakan yang langsung menyentuh pada
ke-butuhan riil masyarakat. Perubahan
di-maksud sekaligus menjadi jawaban
atas tuntutan masyarakat terhadap
per-wujudan birokrasi yang profesional,
akuntabel, bersih, dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Perubahan yang mengakar terhadap tata kelola
pemerintahan itulah yang disebut Reformasi Birokrasi.
Diferensiasi struktur dan spesialisasi tugas dan fungsi kerja merupakan prasyarat bagi proses perumusan kebijakan hukum dan penyelenggaraan kebijakan dimaksud secara demokratis. Keberadaan lembaga pengawasan memainkan peranan penting
untuk memastikan agar penyelenggaraan tata kelola pemerintahan dapat
berjalan dengan baik, sesuai dengan
le-galitas, seirama dengan kompetensi,
dan sejalan dengan kepentingan ma-
syarakat.
Reformasi birokrasi disegala bidang, seperti bidang keuangan dan peningkatan akuntabilitas melalui manajemen berbasis kinerja menjadi suatu
keniscayaan yang harus segera dilaksanakan. Untuk mengawal menuju terwujudnya reformasi birokrasi tersebut
secara otomatis menempatkan peranan lembaga pengawasan menjadi sangat penting, karena tanpa pengawasan, dikhawatirkan akan terjadi penyalahgunaan peraturan-perundang-undangan dan kekuasaan.
Secara ringkas, dibutuhkan
strategi perencanaan pengawasan
yang berorientasi pada keunggulan bagi setiap lembaga pengawasan dalam
artian lembaga pengawasan harus
menjadi teladan bagi lembaga lain sehingga dapat memaksimalkan peran
pengawasan terhadap kinerja organisasi yang diwasinya, serta dapat memenuhi Harapan yang selalu menjadi
cita cita dan keinginan insan pengawasan yaitu, bagaimana menjadikan suatu
instansi pemerintahan dapat melaksanakan tugas dan fungsi dengan baik,
efektif, efisien, dan ekonomis.
Semoga reformasi birokrasi
di-seluruh instansi pemerintah dapat
se-gera diwujudkan. Amiin.
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Fokus Utama
Peran Pengawasan Menuju Reformasi Birokrasi
Oleh: Achmad Fahroji
Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 menyebutkan bahwa negara menjamin terwujudnya seluruh
masyarakat Indonesia yang adil
dan makmur, hal ini menjadi dasar
bahwa pemberantasan korupsi harus
menjadi program prioritas utama
pemerintah dan negara Indonesia.
Berhasil tidaknya pemberantasan
korupsi berarti akan menentukan
upaya pengentasan ke-miskinan,
pembangunan berkelanjutan, dan
penguatan sendi-sendi demokrasi.
Tap MPR-RI Nomor VI/2001
mengamanatkan agar Presiden membangun kultur birokrasi Indonesia yang
transparan, akuntabel, bersih dan bertanggungjawab, serta dapat menjadi
pelayan masyarakat, abdi negara, contoh dan teladan bagi masyarakat.
Pengantar umum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Korupsi menyebutkan
bahwa “korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik sehingga tidak hanya
merugikan keuangan negara, tetapi
juga telah melanggar hak-hak sosial
dan ekonomi masyarakat luas, maka
pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara luar biasa.”
Dalam Peraturan Presiden No.
7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJM) 2004-2009, pemerintah setidaknya mengagendakan 2(dua) pokok
pembangunan yang sifatnya segera,
yaitu: percepatan pemberantasan korupsi dan penciptaan rasa aman, yang
di yakini akan mampu mensejahterakan rakyat dan menempatkan kembali
Indonesia sebagai negara yang diperhitungkan di dunia internasional.
Percepatan Pemberantasan
korupsi yang diagendakan dalam RPJM 2004-2009 bisa terwujud dengan
adanya reformasi seluruh birokrasi di
Indonesia, dengan reformasi birokrasi
dapat menciptakan pemerintahan yang
baik, bersih dan berwibawa melalui
perubahan mind set dan culture set
serta pengembangan budaya kerja
birokrasi pemerintah.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, reformasi adalah perubahan radikal (mengakar) untuk perbaikan (bidang sosial, politik atau agama) di suatu masyarakat atau negara.
Birokrasi adalah sistem pemerintahan
yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada
hierarki dan jenjang jabatan. Dari pe-
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama
ngertian di atas Reformasi Birokrasi
berarti perubahan yang mengakar
ter-hadap sistem pemerintahan yang
di-jalankan oleh pegawai pemerintah.
Reformasi Birokrasi merupakan perubahan signifikan elemen-elemen birokrasi, antara lain kelembagaan, sumber daya manusia aparatur, ketatalaksanaan, akuntabilitas aparatur,
pengawasan, dan pelayanan publik.
Beberapa contoh reformasi, birokrasi,
misalnya reformasi kelembagaan dan
kepegawaian, keuangan, perbendaharaan, perencanaan dan penganggaran, keimigrasian, kepabeanan, perpajakan, pertanahan, dan penanaman
modal. Hal yang penting
dalam refor-masi birokrasi adalah
perubahan mind-set dan cultureset serta pengembang-an budaya
kerja. Reformasi Birokrasi diarahkan
pada upaya-upaya men-cegah dan
mempercepat pemberan-tasan
korupsi, secara berkelanjutan, dalam
menciptakan tata pemerintahan yang
baik, bersih, dan berwibawa (good
governance), pemerintah yang bersih
(clean government), dan bebas KKN.
Kondisi Birokrasi Indonesia
Indonesia sebagai negara besar dengan sumber daya alam yang
melimpah dan memiliki sejarah perjuangan yang diakui dunia, tenyata masih jauh tertinggal dalam segala bidang
contohnya dengan negara Singapura
dan Malaysia. Indonesia terbelakang,
lemah dan miskin karena perilaku
rak-yatnya yang umumnya kurang
baik dan kekurangan kemauan untuk
mematuhi dan mengajarkan prinsip
dasar kehidup-an. Akibatnya badai
korupsi pun mener-jang Indonesia
dan menjadi masalah utama yang
belum teratasi secara tun-tas hingga
saat ini.
Berbicara mengenai kondisi
birokrasi memang seharusnya kita memulai dari Awal kemerdekaan, tetapi
ka-rena arus deras perubahan yang
meng-akar terjadi pada tahun 1997
maka kita akan memulai dari kondisi
birokrasi pa-da awal tahun 1997.
Pada tahun 1997 awal krisis
ekonomi yang melanda Indonesia, saat
itu dapat dikatakan bahwa bangsa Indonesia tidak memiliki dasar yang kuat
untuk dapat tegar menghadapi perubahan-perubahan global. Berbagai tekanan yang datang dari dalam dan luar
negeri selalu menghasilkan perubahan
ke arah yang lebih buruk dalam kinerja
ekonomi, struktur sosial masyarakat,
dan struktur politik bangsa. Pemerintah
selalu mengalami kesulitan dalam
upa-yanya mengentaskan bangsa ini
bang-kit dari keterpurukan ekonomi,
sosial, dan politik.
Krisis demi krisis akhirnya
menghancurkan modal sosial bangsa.
Pada sisi lain terdapat penurunan kemampuan kinerja birokrasi, yang dalam
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
konteks negara berkembang, akan
sangat berpengaruh terhadap kinerja
bangsa secara menyeluruh. sementara
biaya penyelenggaraan Pemerintah
juga meningkat. Bahkan terkesan,
ma-syarakat semakin sulit memperoleh
hak pelayanan publik. Dunia usahapun
ko-non semakin terperosok.
Agar Indonesia tidak semakin
jatuh maka reformasi menyeluruh perlu
dilakukan, birokrasi Indonesia perlu melakukan reformasi, Pada tahun 1999 dimulailah program reformasi terhadap
birokrasi, masa ini menjadi awal bangkitnya Indonesia dari keterpurukan
yang disinyalir bahwa birokrasi yang
korup memegang peranan besar dalam
keter-purukan tersebut.
Reformasi itu sesungguhnya
harus dilihat dalam kerangka teoritik
dan empirik yang luas, mencakup
didalam-nya penguatan masyarakat
sipil (civil society), supremasi hukum,
strategi pembangunan ekonomi dan
pemba-ngunan politik yang saling
terkait dan mempengaruhi. Dengan
demikian, re-formasi birokrasi juga
merupakan ba-gian tak terpisahkan
dalam upaya kon-solidasi demokrasi
kita saat ini. Namun, kita harus akui
bahwa peralihan dari sis-tem otoritarian
ke sistem demokratik de-wasa ini
merupakan periode yang amat sulit
bagi proses reformasi birokrasi.
Apalagi, kalau dikaitkan dengan kualitas
birokrasi pemerintahan maupun realisasi otonomi daerah, serta maraknya
penyalahgunaan wewenang pada birokrasi pemerintahan yang diperkirakan
semakin sistemik dan bahkan merata
ke daerah-daerah.
Terwujudnya pemerintahan
yang baik (good governance) merupakan kunci keberhasilan dalam menangkal tumbuhnya praktik-praktik
korupsi. Untuk itu, diperlukan aparatur
negara yang memiliki kapasitas dalam
menerapkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip good governance.
Dalam Undang-Undang Nomor
28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,
meletakkan tujuh asas penyelenggaraan negara yang baik atau prinsip-prinsip
good governance. Asas-asas ini meliputi asas kepastian hukum, asas tertib
penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas
proporsionalitas, asas profesionalitas,
dan asas akuntabiltas. Tiga pilar utama
good governance adalah partisipasi
masyarakat (asas kepentingan umum),
akuntabilitas, dan transparansi (asas
keterbukaan).
Tuntutan masyarakat yang telah
mengalami perubahan mind-set and
culture-set akibat arus reformasi menjadi penambah semangat birokrasi untuk segera merubah diri, Menurut Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama
Negara Taufik Effendi, ada beberapa
masalah yang dirasakan masyarakat
terhadap birokrasi dan juga beberapa
kelemahan birokrasi serta prasyarat
pe-nyelesaian masalah antara birokrasi
dan masyarakat yang disebabkan korupsi, antara lain: pertama, Masalah
yang dihadapi: a. berbagai keluhan masyarakat ku-rang dires-pons apa-ratur;
b. be-lum ada data awal yang pasti dan
sama; c. tolok ukur keberhasilan
belum jelas;
dan c. belum
ada analisis
yang jelas
mengapa
memanfaatkan teknologi informasi
(e-government, e-procurement,
informa-tion technology) dalam
pemberantasan KKN; d. belum ada
kesepakatan mene-rapkan SIN (single
identification/identity number) tentang
data kepegawaian, asuransi kesehatan,
taspen, pajak, ta-nah, imigrasi, bea
cukai, dan yang ter-kait lainnya; e.
masih banyak duplikasi, pertentangan,
pemberantasan korupsi sejak era
Presiden Soekarno, Soeharto,
Habibie, Abdurrahman Wa-hid, dan
Megawati Soekarnoputri, sam-pai
Susilo Bambang Yudhoyono belum
menunjukkan tanda-tanda keberhasilan. Kedua, kelemahan yang menonjol:
a. lemahnya kehendak pemerintah atau
political will/government will; b. belum
ada kesamaan persepsi dan pemahaman tentang visi, misi, tujuan dan
rencana tindak tidak jelas; c. kurang
dan ketidakwajaran per-aturan perundang-undang-an (ambiva-len dan multi
interpreted); f. kelemahan dalam criminal justice system (sis-tem penanggulangan ke-jahatan); penanggulangan kejahatan belum efektif menggunakan media masa dan media elektronika, kurangnya partisipasi masyarakat, sanksi terlalu ringan dan tidak
konsisten, dan criminal policy belum
di-tuangkan secara jelas dalam bentuk
re-presif (criminal justice system), pre-
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
ventif (prevention without punishment),
dan pencegahan dini (detektif); dan g.
belum ada konsistensi yang didukung
kesungguhan atau keseriusan pemerintah dalam pemberantasan KKN.
ke-tiga, prasyarat keberhasilan pemberantasan korupsi: a. deregulasi
per-aturan perundang-undangan yang
memberi peluang KKN dan ada kehendak yang sungguh-sungguh dan serius
untuk memberantas korupsi (Inpres
5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi merupakan salah satu
komitmen yang harus ditindaklanjuti
de-ngan tindakan nyata); b. sistem dan
me-kanisme pelayanan publik yang memanfaatkan teknologi informasi (e-government, e-procurement, e-office,
e-business); c. penerapan dan pemanfaatan Single Identification/Identity
Number (SIN) untuk setiap urusan masyarakat yang diharapkan mampu mengurangi peluang penyalahgunaan; d.
peraturan perundang-undangan yang
saling menunjang dan memperkuat;
dan e. penataan atau pembaharuan
Cri-minal Justice System (CJS) yang
me-madai.
Dari kondisi birokrasi Indonesia
diatas maka yang perlu dikedepankan
adalah peran pengawasan dalam pemberantasan korupsi menuju reformasi
birokrasi. Peran Pengawasan menuju Reformasi Birokrasi
Peran pengawasan internal
pe-merintah seharusnya berada pada
ujung tombak pemberantasan korupsi
di lembaga pemerintah menuju reformasi birokrasi.
Sebenarnya, Lembaga Pengawasan Internal Pemerintah secara
konseptual memiliki peran yang vital.
Paling tidak ada tiga fungsi utama yang
seharusnya dimainkan oleh Lembaga
Pengawasan Internal Pemerintah,
se-bagaimana dikutip dalam buku
panduan berjudul “internal control”
yang diterbikan oleh London Stock
Exchange (1999), Pertama, Lembaga
Pengawasan Inter-nal Pemerintah
memainkan peran pen-ting di
dalam organisasi pemerintah un-tuk
memastikan bahwa tujuan-tujuan
organisasi telah tercapai dengan maksimal. Lembaga Pengawasan Internal
Pemerintah juga dituntut untuk memberikan kontribusinya sebagai penyelamat atas aset publik yang dikelola
oleh lembaga pemerintah. Kedua,
Lembaga Pengawasan Internal Pemerintah berfungsi untuk menfasilitasi
efektifitas dan efisiensi dari pelaksanaan program pemerintah, membantu
memastikan reliabilitas pelaporan lembaga pemerintah, baik ke dalam maupun ke luar, serta membantu badanba-dan pemerintah untuk mematuhi
per-aturan yang berlaku dalam rangka
pe-nerapan prinsip-prinsip good governance. Ketiga, Lembaga Pengawasan
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama
Internal Pemerintah memastikan efektifitas kontrol finansial, termasuk didalamnya memelihara catatan keuangan
yang layak. Lembaga Pengawasan Internal Pemerintah juga memiliki peran
untuk mendorong penggunaan catatan
keuangan yang benar, tepat dan up to
date serta keterbukaan yang lebih luas
atas informasi keuangan kepada masyarakat. Mereka juga memiliki peran
untuk mendeteksi adanya kecurangan
atau pelanggaran, sekaligus melakukan tindakan pencegahan.
Pemberantasan korupsi dapat
dilaksanakan melalui tindakan preventif dan tindakan represif. Peran
Aparat pengawasan pemerintah dalam
pemberantasan korupsi ditekankan kepada tindakan preventif, tanpa mengabaikan peran melalui tindakan represif.
Tindakan preventif, dilaksanakan melalui : audit kinerja, monitoring, evaluasi,
reviu, konsultasi, Sosialisasi dan asistensi (bimbingan teknis). Kegiatan ini
menghasilkan rekomendasi kepada
pimpinan instansi pemerintah dan unit
kerja yang bersifat memperbaiki sistem
pengendalian intern (organisasi, perencanaan, kebijakan, dan reviu intern),
penyempurnaan metoda pelaksanaan
kegiatan dan koreksi secara langsung
atas penyimpangan yang dijumpai
dila-pangan. Tindak lanjut atas
rekomen-dasi kegiatan pengawasan
ini merupa-kan langkah yang efektif
untuk men-cegah terjadinya tindak
pidana korupsi.
Kegiatan konsultasi, sosialisasi
dan asistensi bertujuan meningkatkan
kapasitas obyek pengawasan dalam
pelaksanaan tugas, terutama dalam hal
yang berhubungan dengan peraturan
perundang-undangan dan administrasi
keuangan. Tindakan represif, dilaksanakan melalui pemberian rekomendasi
ke-pada pimpinan instansi pemerintah,
be-rupa sanksi sehubungan dengan
ada-nya temuan terjadinya tindak
pidana ko-rupsi atau kerugian negara
melalui au-dit. Selain itu rekomendasi
kepada pim-pinan instansi pemerintah
dapat berupa pelimpahan hasil audit
kepada aparat penegak hukum apabila
terjadi tindak pidana korupsi.
Dari kesimpulan diatas, ada beberapa cara yang dapat dilakukan lembaga pengawasan menuju reformasi
birokrasi, yaitu pencegahan korupsi dengan mereformasi layanan publik, mereformasi bidang pelaksanaan anggaran, mereformasi bidang perbendaharaan, dan sistem penerimaan dan pembayaran, mereformasi bidang pengelolaan kas, piutang, barang milik negara, dan kewajiban
mereJangan hiraukan opini negatif Anda, bentuklah
kebiasaanpemerintah,
beraksi agresif
dan positif terhadap ancaman, masalah, dan kegagalan. Fokuskan diri Anda
pada sasaran akhirnya terlepas apapun yang terjadi saat ini
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Konsep Dasar Review atas Laporan Keuangan
Oleh: Maman Saepulloh
Pendahuluan
Reformasi pengelolaan keuangan negara diawali dengan telah
ditetapkannya tiga paket undangundang keuangan yang terdiri dari
Undang-undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara,
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, dan
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tang-gung Jawab Keuangan
Negara. Salah satu hal penting yang
diatur dalam paket ketentuan tersebut,
adalah dalam Un-dang-undang
Nomor 17 Tahun 2003 ya-itu adanya
kewajiban Presiden menyu-sun dan
menyampaikan rancangan un-dangundang tentang pertanggungja-waban
pelaksanaan Anggaran Penda-patan
dan Belanja Negara (APBN) ke-pada
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
berupa laporan keuangan pemerintah
pusat yang telah diperiksa oleh BPK.
Laporan keuangan pemerintah pusat
tersebut terdiri dari laporan realisasi
anggaran (LRA), Neraca, laporan arus
kas (LAK), dan catatan atas laporan
ke-uangan yang perlu dilampiri dengan
la-poran keuangan perusahaan negara
dan badan lainnya.
Bentuk dan isi laporan keuang-
an tersebut harus disusun dan disajikan sesuai dengan standar yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah, sedangkan sistem akuntansi dan pelaporannya harus sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan
dalam Peraturan Menteri Keuangan
No-mor 171/PMK.05/2007 tentang
Sistem Akuntansi dan Pelaporan
Keuangan Pemerintah yang merupakan
penyem-purnaan dari PMK No. 59/
PMK.06/2005.
Dalam pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang
Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah yang merupakan ketentuan lebih lanjut dari Undang-undang
Nomor 1 Tahun 2004, diatur bahwa
la-poran keuangan yang disusun oleh
Menteri/Pimpinan lembaga harus disertai dengan adanya kewajiban proses
review atas laporan keuangan oleh
aparat pengawasan intern pemerintah
pada kementerian negara/lembaga
da-lam rangka meyakinkan kehandalan
informasi yang disajikan di dalam laporan keuangan tersebut.
Di samping itu, Sesuai
dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 171/PMK.05/2007, apabila
kementerian negara/lembaga belum
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama
memiliki aparat pengawasan intern,
maka Sekretaris Jenderal/pejabat
setingkat pada ke-menterian negara/
lembaga mengang-kat beberapa orang
pejabat di luar Biro/bidang Keuangan
untuk melakukan re-view atas laporan
keuangan. Demikian juga disebutkan
bahwa review dilak-sanakan secara
paralel dengan pelak-sanaan anggaran
dan penyusunan laporan keuangan
kementerian negara/lembaga. Hasil
dari review tersebut di-tuangkan dalam
bentuk pernyataan te-lah dilakukan
review oleh aparat peng-awasan
intern pemerintah pada kemen-terian
negara/lembaga penyusunan la-poran
keuangan.
pemerintahan.
Review berbeda dengan
audit, dimana review tidak memberikan
dasar untuk menyatakan pendapat
seperti da-lam audit. Review tidak
mencakup sua-tu pemahaman atas
pengendalian in-tern, penetapan
resiko pengendalian, pengujian catatan
akuntansi, dan peng-ujian atas respon
terhadap permintaan keterangan
dengan cara pemerolehan bahan bukti
yang menguatkan melalui inspeksi,
pengamatan atau konfirmasi dan
prosedur tertentu lainnya, yang da-lam
suatu audit lazim dilakukan. Se-bagai
contoh, dalam hal pembelian ba-rang
yang bersumber dari belanja mo-dal
yang nilainya materil, proses review
hanya meyakinkan bahwa pembelian
Pengertian Beberapa Istilah
Beberapa hal yang perlu di- barang telah dicatat dalam aktiva tetap,
pahami dan dimengerti oleh para au- sedang dalam audit harus diuji bahwa
ditor aparat pengawasan intern peme- prosedur pembelian barang tersebut terintah adalah tentang pengertian review lah dilakukan sesuai dengan prosedur
yang secara inplisit dinyatakan dalam pengadaan barang dan jasa seperti tePeraturan Direktur Jenderal Perbenda- lah melalui prosedur lelang yang diatur
haraan No. Per-44/PB/2006, menye- melalui Keppres No. 80 Tahun 2003,
butkan bahwa review diartikan sebagai pembayaran kepada penyedia barang
prosedur penelusuran angka-angka telah dilakukan berdasarkan kemajuan
da-lam laporan keuangan, permintaan fisik pekerjaan atau didukung bukti seke-terangan, dan analitik yang harus rah terima barang/jasa.
Catatan atas laporan keuangan
men-jadi dasar memadai bagi aparat peng-awasan intern untuk memberi adalah bagian yang tidak terpisahkan
keyakin-an terbatas bahwa tidak dari laporan keuangan yang menyajikan
ada modifikasi material yang harus informasi tentang penjelasan atau dafdilakukan atas la-poran keuangan tar rinci atau analisis atas nilai suatu
agar laporan keuang-an tersebut pos yang disajikan dalam laporan realisesuai dengan standar akuntansi sasi anggaran dan neraca dalam rangka pengungkapan yang memadai.
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Entitas akuntansi adalah unit
pemerintah pengguna anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib
menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
Entitas pelaporan adalah unit
pemerintahan yang terdiri dari satu atau
lebih entitas akuntansi yang menurut
ketentuan peraturan perundang-un-
kemen-terian negara/lembaga atas
pelaksana-an anggaran pendapatan
dan belanja negara berupa laporan
realisasi anggar-an, neraca dan catatan
atas laporan ke-uangan.
Laporan realisasi anggaran
adalah laporan yang menyajikan
infor-masi anggaran dan realisasi
pendapat-an dan belanja kementerian
negara/lembaga dalam suatu periode
dangan wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban berupa laporan
keuangan.
Kebijakan akuntansi adalah
prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensikonvensi, aturan-aturan, dan praktikpraktik spesifik yang dipilih oleh suatu
entitas pelaporan dalam penyusunan
dan penyajian laporan keuangan.
Laporan keuangan adalah
sua-tu bentuk pertanggungjawaban
tertentu.
Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah
saji suatu informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna yang dibuat atas dasar laporan
keuangan, materialitas tergantung
pada hakikat atau besarnya pos atau
kesa-lahan yang dipertimbangkan dari
keada-an khusus dimana kekurangan
atau salah saji terjadi.
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama
Neraca adalah laporan yang
menyajikan infomasi posisi keuangan
pemerintah yaitu berupa aset, utang dan
ekuitas dana pada tanggal tertentu.
Pengguna anggaran adalah
pe-jabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/
lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
Rekonsiliasi adalah proses
pencocokan data transaksi keuangan
yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama.
Standar akuntansi pemerintahan adalah prinsip-prinsip akuntansi
yang diterapkan dalam menyusun dan
menyajikan laporan keuangan pemerintah.
Konsep Dasar Review
Review secara paralel dilaksanakan dengan pelaksanaan angaran
dan penyusunan laporan keuangan
ke-menterian negara/lembaga, paralel
da-pat diartikan bahwa APIP secara
rutin mendapatkan soft copy atau
hard copy laporan keuangan yang
diterbitkan oleh unit akuntansi, periode
bulanan, triwu-lanan, atau semesteran,
tergantung banyaknya unit akuntansi.
APIP dapat melakukan identifikasi
(desk review) ter-hadap laporan yang
diperoleh untuk me-ngetahui ada
tidaknya hal-hal yang di-perlukan dan
segera menyampaikan-nya kepada
unit akuntansi yang ber-sangkutan.
Sementara penugasan pelaksanaan review laporan keuangan dapat
dilakukan secara periodik (tahunan atau
semesteran atau triwulanan) dengan
surat tugas, tergantung pertimbangan
APIP. Pada saat review periodik,
para auditor melakukan review untuk
meng-indentifikasi apakah masih
terdapat pe-nyesuaian (modifikasi)
yang harus di-laksanakan agar laporan
keuangan se-suai SAP, termasuk harus
meyakinkan bahwa permasalahan
yang disampai-kan secara rutin apakah
sudah dise-suaikan (diperbaiki).
Untuk penentuan unit akuntansi
mana yang akan dilakukan review, dapat diindentifikasi berdasarkan laporan
keuangan yang secara rutin diperoleh
APIP, penetapan unit akuntansi yang
akan direview adalah berdasarkan judgement APIP sesuai dengan indentifikasi masalah dan informasi yang diperoleh.
Review tertuju pada hal-hal
pen-ting yang mempengaruhi laporan
ke-uangan, namun tidak memberikan
ke-yakinan akan semua hal penting
yang akan terungkap melalui suatu
audit. Re-view memberikan keyakinan
bagi APIP bahwa tidak ada modifikasi
(koreksi/pe-nyesuaian) material
yang harus dilaku-kan atas laporan
keuangan agar laporan keuangan yang
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
direview sesuai dengan SAP, baik segi
pengakuan, penilaian, pengungkapan
dan sebagainya.
Dalam pelaksanaan review
ti-dak memberikan dasar untuk
menya-takan suatu pendapat (opini)
seperti hal-nya dalam audit, karena
dalam review tidak mencakup suatu
pemahaman atas pengendalian intern,
penetapan re-siko pengendalian,
pengujian catatan akuntansi, pengujian
atas respon ter-hadap permintaan
keterangan dengan cara perolehan
bahan bukti yang me-nguatkan melalui
inspeksi, pengamatan atau konfirmasi
dan prosedur tertentu lainnya yang
dapat dilakukan dalam suatu audit.
Kemudian pelaksanaan review
tidak dilakukan pengujian terhadap kebenaran substansi dokumen sumber
seperti perjanjian kontrak pengadaan
barang dan jasa, bukti pembayaran
kwi-tansi, dan berita acara fisik atas
peng-adaan barang dan jasa serta
berita acara serah terima barang.
Adapun prosedur pelaksanaan
review meliputi : Pertama, penelusuran
angka-angka yang disajikan dalam laporan keuangan ke buku besar, buku
pembantu, atau catatan lain yang digunakan oleh kementerian negara/lembaga untuk meyakini kebenaran angkaangka tersebut, Kedua, permintaan
ke-terangan (wawancara/questionaire)
ke-pada pihak manajemen (pengguna
anggaran/penanggung jawab unit
akun-tansi), terkait dengan prinsip
dan praktik akuntansi serta metode
yang diterap-kan dalam penyusunan
laporan keuang-an, prosedur
akuntansi dan pengung-kapan dalam
laporan keuangan, per-timbangan
lain yang dianggap perlu an-tara
lain: validasi data dan rekonsiliasi
data, Ketiga, Prosedur analitis untuk
mengindentifikasi adanya hubungan
antar pos dan hal-hal yang tidak biasa
guna mendapatkan keyakinan bahwa
laporan keuangan yang disajikan tidak
terdapat penyimpangan bahwa laporan
keuangan yang disajikan tidak terdapat
penyimpangan yang material atau tidak
disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Prosedur analitis
yang digunakan antara lain mempelajari
laporan keuangan apakah telah sesuai
dengan standar akuntansi pemerintahan, membandingkan saldo awal neraca
tahun berjalan dengan tahun sebelumnya, membandingkan data dokumen
sumber tahun berjalan, analisis perbandingan antara laporan keuangan
de-ngan hasil yang diantisipasi
(anggaran), rekonsiliasi data dan
perbandingan da-ta keuangan tahun
berjalan dengan ta-hun sebelumnya.
Pelaksanaan review atas laporan keuangan Kementerian Negara/
lembaga minimal dilaksanakan sekali
dalam setahun atas laporan keuangan
tahunan Kementerian Negara/Lemba-
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama
Peningkatan Akuntabilitas Instansi Pemerintah
Melalui Manajemen Berbasis Kinerja
Oleh: Ikin M. Lukman Sadikin
Terjadinya krisis ekonomi di so-rotan masyarakat, terutama sejak
In-donesia yang berkepanjangan tim-bulnya iklim yang lebih demokratis
antara lain disebabkan oleh tatacara da-lam pemerintahan. Rakyat mulai
penye-lenggaraan pemerintahan yang mem-pertanyakan akan nilai yang
tidak di-kelola dan diatur dengan baik. mereka peroleh atas pelayanan yang
Akibat-nya, timbul berbagai masalah dilakukan oleh instansi pemerintah.
seperti korupsi, kolusi dan nepotisme
Semangat reformasi di bidang
(KKN) yang sulit diberantas, masalah politik, pemerintahan dan pembangunan
pene-gakan hukum yang sulit berjalan, serta kemasyarakatan telah mewarnai
mo-nopoli dalam kegiatan ekonomi, upaya pendayagunaan aparatur negara
serta kualitas pelayanan kepada dengan tuntutan mewujudkan adminismasyarakat yang buruk.
trasi negara yang mampu mendukung
Munculnya reformasi seharus- kelancaran tugas dan fungsi penyelengnya menjadi momentum bagi perbaikan garaan pemerintahan dan pembangunIrjenberkurangnya
Depag Mundzier Suparta
sedang
mekelembagaan dengan
an dengan
menerapkan
prinsip-prinsip
maparkan
konsep
Budaya
Kerja
Departemen
atau bahkan hilangnya perilaku koruptif good governance. Terselenggaranya
Agama dalam acara Workshop Pengembangan
penyelenggara negara. Budaya
NamunKerja
padaDepartemen
good governance
Agama merupakan prasyarat
kenyataannya, reformasi ternyata utama untuk dapat mewujudkan aspibe-lum mampu berhadapan dengan rasi masyarakat dalam mencapai tuju“me-kanisme” atau “sistem” koruptif an dan cita-citanya. Dalam rangka itu,
yang telah berurat akar dibanyak diperlukan pengembangan dan penedepartemen dan badan pemerintah.
rapan sistem pertanggungjawaban
Masyarakat berharap agar yang tepat, jelas dan nyata sehingga
pe-merintah memiliki perhatian yang penyelenggaraan pemerintahan dapat
sungguh-sungguh dalam menang- dilakukan secara berdayaguna dan bergulangi korupsi, kolusi dan nepotisme hasilguna. Sistem pertanggungjawabagar mampu mewujudkan pemerin- an atas segala proses tindakan-tindaktahan yang bersih dan baik serta mam- an yang dibuat dalam rangka tata tertib
pu menyediakan barang, jasa dan pe- menuju instrumen akuntabilitas pemelayanan yang optimal. Kinerja instansi rintah inilah yang merupakan bagian
pemerintah akhir-akhir ini menjadi ter-penting untuk segera diwujudkan,
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
yang pada akhirnya menjadi instrumen
good governance.
Terbitnya Inpres No. 5 Tahun
2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi merupakan langkah awal
dan salah satu wujud nyata keseriusan
pemerintah untuk memerangi korupsi
baik secara represif maupun preventif.
Penanganan masalah pemberantasan
korupsi tidak dapat lagi dilakukan secara sporadis, namun membutuhkan
suatu penanganan secara sistematis.
Penanganan tindak korupsi secara sistematis ini antara lain dilakukan dari
segi preventif melalui perbaikan sistem
ma-najemen pemerintahan yang
mengede-pankan adanya transparansi
dan akun-tabilitas.
Peningkatan transparansi dan
akuntabilitas mengindikasikan bahwa
Presiden menginginkan adanya kabinet
dan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta berkinerja tinggi. Seluruh jajaran birokrasi pemerintahan diharapkan untuk dapat menjelaskan secara terbuka kepada masyarakat apa
yang sedang dan akan dilakukan serta
secara proporsional mempertanggungjawabkan kinerja apa yang telah diberikan kepada rakyat selaku stakeholder
utama bangsa ini.
Salah satu kunci sukses dalam
implementasi manajemen strategis
adalah dengan menyiapkan pengukuran kinerja, yang mencakup penyusun-
an rencana strategis, pengukuran kinerja/penetapan indikator, implementasi, dan evaluasi kinerja. Maka, untuk
dapat mengetahui tingkat keberhasilan
suatu instansi pemerintah, maka seluruh aktivitas instansi harus dapat diukur, dan pengukuran tersebut tidak
se-mata-mata kepada input (masukan)
dari program akan tetapi lebih ditekankan kepada keluaran, proses, manfaat
dan dampak.
Namun permasalahannya adalah, selama ini pengukuran keberhasilan maupun kegagalan dari instansi pemerintah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit untuk dilakukan
secara obyektif. Pengukuran kinerja
suatu instansi hanya lebih ditekankan
kepada kemampuan instansi tersebut
dalam menyerap anggaran. Suatu instansi dikatakan berhasil melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya apabila dapat menyerap seratus persen anggaran pemerintah, walaupun hasil maupun
dampak dari pelaksanaan program tersebut masih jauh di bawah standar. Kesulitan untuk mengukur keberhasilan
ataupun kegagalan instansi pemerintah, pada umumnya disebabkan karena
instansi pemerintah belum memiliki
pe-rumusan tujuan (goal) yang jelas,
be-lum memiliki sasaran strategis yang
spesifik, jelas, dan terukur, belum memiliki secara formal ukuran keberhasilan organisasi dalam mencapai sasar-
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama
an-sasaran strategisnya, belum berani
menetapkan target-target kinerja sebagai bentuk komitmen organisasi bagi
pencapaian kinerja yang optimal, dan
belum memiliki sistem pengumpulan
data kinerja.
Bagi instansi pemerintah, terutama yang tugas dan fungsinya terkait
langsung dengan pelayanan publik,
reformasi pada bidang aparatur negara
ini berimplikasi secara mendasar pada
pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Instansi pemerintah harus berfokus pada “kinerja”, sejak tahap desain
program dan kegiatan, implementasi,
monitoring, evaluasi sampai dengan
pelaporan. Dengan demikian, dalam
pelaksanaan tugas-tugas yang diamanatkan kepadanya, instansi pemerintah
memerlukan suatu desain manajemen
baru yang berfokus pada kinerja yang
dikenal dengan performance management. Berdasarkan konsepsi performance management ini, kinerja yang
dirancang instansi pemerintah dapat
di-ketahui pencapaiannya jika lembaga
tersebut memiliki indikator-indikator kinerja yang dapat digunakan sebagai
to-lok ukur dalam pengukuran kinerja
ins-tansi. Indikator kinerja merupakan
ins-trumen yang sangat baik untuk
meng-arahkan unsur-unsur dalam
instansi agar bergerak menuju sasaran
yang te-lah ditetapkan.
Sistem pengukuran kinerja
yang merupakan elemen pokok dari
manajemen kinerja akan mengubah
paradigma pengukuran keberhasilan.
Melalui pengukuran kinerja, keberhasilan suatu instansi pemerintah akan lebih
dilihat dari kemampuan instansi tersebut, berdasarkan sumber daya yang
dikelolanya sesuai dengan rencana
yang telah disusun. Pengukuran kinerja
dapat dilakukan dengan mempertimbangkan empat perspektif Balanced
Scorecard (BSC) yaitu perspektif financial, customer/stakeholder, internal
bu-siness/internal process dan learning
and growth secara proporsional. Selain
dengan menggunakan balance scorecard, Joko Widodo (2007) mengungkapkan beberapa metode lain yang
da-pat digunakan dalam pengukuran
ki-nerja kebijakan, yang antara lain
meliputi input and output performance
model dan basic production model.
Pada model input and output
performance, indikator kinerja kebijakan
dibedakan menjadi enam macam,
yaitu input, process, output, outcome,
bene-fit, dan impact. Kemudian, basic
pro-duction model lebih menekankan
cost-effectiveness dalam mencapai
tujuan kebijakan yang diketahui melalui
efi-siensi dan efektivitas kebijakan.
Efi-siensi diperoleh dengan membandingkan input dan output. Efektivitas dilihat dari bagaimana output, outcome,
dan impact kebijakan. Indikator yang
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
digunakan adalah input, output, outcome, objective, dan goal.
Dengan demikian, kinerja pemerintah seharusnya tidak hanya diukur
dengan kinerja keuangan, tetapi juga
kinerjanya dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat secara ekonomis, efisien,
dan efektif. Pengukuran kinerja merupakan suatu proses pencatatan dan
pengukuran pencapaian pelaksanaan
kegiatan dalam arah pencapaian
sa-saran, tujuan sesuai dengan visimisi, dengan tiga komponen sebagai
berikut: penetapan indikator kinerja,
pencapaian kinerja, dan evaluasi
kinerja.
Penetapan kinerja merupakan
tekad dan janji rencana kinerja tahunan
yang akan dicapai oleh para pejabat di
setiap instansi pemerintah. Dengan demikian, penetapan kinerja ini menjadi
kontrak kinerja yang harus diwujudkan
oleh para pejabat tersebut sebagai penerima amanah dan pada akhir tahun
nanti akan dijadikan sebagai dasar evaluasi kinerja dan penilaian terhadap pejabat tersebut. Dengan penetapan kinerja ini, diharapkan para pimpinan instansi tidak hanya pandai mendapatkan
dan menghabiskan anggaran saja, tetapi juga harus mampu menunjukkan
serta mempertanggungjawabkan
kiner-janya kepada pimpinannya
dan kepada masyarakat. Penetapan
kinerja ini ha-rus dipandang sebagai
salah satu lang-kah sistematis yang
diperlukan dalam rangka pencegahan
tindak pidana ko-rupsi dan peningkatan
kualitas pelayan-an publik.
Peraturan Pemerintah No 21
Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian/
Lembaga pada Penjelasan Umum menyatakan bahwa tahapan paling lanjut
dalam rangkaian penyempurnaan
penganggaran adalah menerapkan
penganggaran berbasis kinerja dengan
penekanan pertama-tama pada ketersediaan rencana kerja, yang benar-benar mencerminkan komitmen Kementerian Negara/Lembaga sebagai bagian
dari proses penganggaran. Kementerian Negara/Lembaga dituntut memperkuat diri dengan kapasitas dalam
mengembangkan indikator kinerja dan
sistem pengukuran mereka sendiri dan
dalam meningkatkan kualitas penyusunan kebutuhan biaya, sebagai persyaratan untuk mendapatkan anggaran.
Sejalan dengan tumbuhnya orientasi kinerja dan perbaikan informasi indikator
kinerja, pendekatan yang lebih sistematik terhadap penganggaran berbasis kinerja akan terbentuk. Sebagai
langkah antara sejumlah uji coba dapat
dilakukan pada beberapa Kementerian
Negara/Lembaga, khususnya yang
ber-kaitan langsung dengan pelayanan
ma-syarakat.
Selanjutnya, dalam Perpres No.
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama
38 Tahun 2008 tentang Rencana Kerja
Pemerintah Tahun 2009 Pasal 4 ayat
(1) dinyatakan bahwa Kementerian
Ne-gara/Lembaga membuat laporan
kiner-ja triwulan dan tahunan atas
pelaksana-an rencana kerja dan
anggaran yang berisi uraian tentang
keluaran kegiatan dan indikator kinerja
masing-masing program.
Evaluasi kinerja merupakan kegiatan lebih lanjut dari kegiatan pengukuran kinerja dan pengembangan
indi-kator kinerja; oleh karena itu dalam
me-lakukan evaluasi kinerja harus
berpe-doman pada ukuran-ukuran dan
indi-kator yang telah disepakati dan
ditetap-kan. Evaluasi kinerja dilakukan
terhadap pencapaian setiap indikator
kinerja da-lam rangka mendukung
keberhasilan dan untuk mengetahui
tingkat kegagalan dari pelaksanaan
kegiatan. Evaluasi ki-nerja juga
merupakan suatu proses umpan balik
atas kinerja masa lalu yang berguna
untuk meningkatkan produk-tivitas
dimasa mendatang. Sebagai suatu
proses yang berkelanjutan, eva-luasi
kinerja berfungsi untuk mengetahui
tingkat keberhasilan dan kegagalan
kinerja suatu organisasi serta memberikan masukan untuk mengatasi persoalan yang ada. Sebagai salah satu
fungsi manajemen, evaluasi berusaha
mempertanyakan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu rencana
sekaligus mengukur seobyektif mungkin hasil-hasil pelaksanaan itu dengan
ukuran-ukuran yang dapat diterima
pi-hak-pihak yang mendukung maupun
yang tidak mendukung suatu rencana
(Aji dan Sirait: 1990).
Peraturan Menteri Negara
Pen-dayagunaan Aparatur Negara
No. PER/09/M.PAN/5/2007 Pasal 12
ayat (2) menyatakan bahwa analisis
dan eva-luasi kinerja dilakukan secara
berkala dan sederhana dengan meneliti
fakta-fakta yang ada baik berupa
kendala, hambatan maupun informasi
lainnya.
Kesimpulan hasil evaluasi akan
memberikan gambaran kepada penerima informasi mengenai nilai kinerja
instansi pemerintah. Kinerja instansi
pemerintah dapat dinilai dengan skala
pengukuran ordinal yang dibuat sesuai
dengan pertimbangan masing-masing
instansi pemerintah misalnya, seperti
pada contoh berikut.
Kategori Penilaian
Dengan demikian, jelas bahwa
pengukuran dan evaluasi kinerja merupakan hal yang mutlak dilakukan
guna menilai keberhasilan/kegagalan
pelak-sanaan kegiatan sesuai dengan
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Strategi Perencanaan Pengawasan
Berorientasi Keunggulan
Oleh: Nur Arifin
Strategi merupakan alat dalam
mencapai tujuan. Menurut Chandler
yang di kutip oleh Argyris strategi
me-rupakan alat untuk mencapai
tujuan da-lam kaitannya dengan tujuan
jangka panjang, program tindak lanjut,
serta prioritas alokasi sumber daya.
Penger-tian strategi tersebut lebih
menekankan strategi sebagai tool
yang dapat di-gunakan untuk meraih
keberhasilan tu-juan jangka panjang
dengan mengalo-kasikan sumber daya
secara maksi-mal. Dengan demikian
strategi meru-pakan peta jalan yang
harus di tempuh dalam upaya mencapai
tujuan yang di-inginkan.
Kemudian Porter mengemukakan bahwa strategi adalah alat yang
sangat penting untuk mencapai keunggulan bersaing. Dan menurut Hamel dan Prahalad, strategi merupakan
tindakan yang bersifat inkremental dan
terus menerus dalam mencapai harapan berdasarkan sudut pandang klien.
Dalam hal ini pengertian strategi lebih
cenderung berorientasi pada kepentingan kompetisi untuk mencapai keunggulan keberhasilan program organisasi suatu lembaga. Dengan demikian secara keseluruhan pengertian
tentang strategi adalah perangkat
manajemen yang digunakan untuk
me-rebut keunggulan keberhasilan
pro-gram dalam mencapai tujuan organisasi.
Strategi Perencanaan Pengawasan
Itjen
Strategi perencanaan pengawasan Inspektorat Jenderal Departemen
Agama adalah adalah perangkat
ma-najemen yang diterapkan untuk
me-rebut keunggulan keberhasilan program dalam mencapai tujuan lembaga
Inspektorat Jenderal Departemen
Aga-ma.
Pemahaman yang jelas tentang
konsep strategi mendorong pimpinan
untuk menganalisis bagaimana pegawai dan para staf pegawai mencapai
kepuasan, yang implikasinya adalah
kualitas kontrol dan kinerja pegawainya
mencapai prestasi yang optimal terhadap kapasitas organisasi Itjen Depag
tersebut. Tentunya pimpinan lembaga
Itjen Depag dalam melakukan pengelolaan organisasinya tidak hanya
ber-orientasi pada konsep strategi
saja, tetapi harus mempertimbangkan
kon-sep-konsep lain dalam upaya mencapai tujuan program organisasi Itjen
Depag, yang terkait dengan sasaran
utama dalam misi, tujuan dan kebijakan
program kerja pengawasan pegawai
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama
Departemen Agama.
Konsep pendukung keberhasilan
pengelolaan Itjen
Konsep-konsep lain yang mendukung keberhasilan dalam pengelolaan organisasi Itjen Depag diantaranya
adalah konsep: 1) distinctive competence atau kemampuan membedakan, yaitu tindakan pimpinan Itjen Departemen Agama dalam melakukan kegiatan yang lebih baik dibanding organisasi lain, 2) competitive advantage
atau keuntungan/keunggulan kompetitif, yaitu pimpinan Itjen Departemen
Agama secara spesifik melakukan
ke-giatan organisasinya agar memiliki
kua-litas lebih unggul dibandingkan
dengan lembaga unit lainnya.
Distinctive competence merupakan suatu konsep kebijakan organisasi
Itjen Departemen Agama yang memiliki
kekuatan yang tidak mudah ditiru oleh
organisasi unit lain, dan kemampuan
spesifik tersebut sebagai gambaran
ke-mampuan pimpinan Itjen Depag
dalam membuat konsep strategi, yang
me-liputi: a) keahlian dan keterampilan
pim-pinan, dalam hal ini pimpinan
sebagai tenaga kerja yang terampil dan
kom-peten di bidangnya dan memiliki
ke-mampuan di atas rata-rata pimpinan
lain, b) kemampuan SDM Itjen Departemen Agama, yaitu pimpinan dan staf
yang dapat bekerja secara profesional
sesuai dengan tugas dan kewajibannya, dalam upaya mencapai tujuan
or-ganisasi lembaga pengawasan
Depar-temen Agama.
Kedua faktor distinctive competence tersebut menyebabkan organisasi Itjen Depag lebih unggul dibanding
dengan organisasi lain. Keahlian SDM
pengawasan pegawai Depag yang
tinggi akan muncul dari kemampuan
membentuk fungsi khusus yang lebih
efisien dan efektif dibanding dengan
kompetiter lain, misalnya SDM pimpinan yang memiliki loyalitas tinggi
memberikan ekstra waktu dalam membimbing pegawainya di luar jam kerja
tanpa memperhitungkan imbalan, yang
secara murni hanya memiliki motivasi
dalam mengantarkan pegawainya berhasil dalam bekerja, jujur dan disiplin
serta bertanggung jawab.
Tentunya organisasi Itjen Depag
yang dinamis akan mengetahui secara
tepat keinginan para kliennya yaitu
se-luruh pegawai Departemen Agama
yang diawasinya, sehingga para
pim-pinan di lingkungan Itjen beserta
para stafnya dapat menyusun strategi
kua-litas pengawasan pegawai Departemen Agama, lebih baik dibanding
organisasi lain, dan semua kekuatan
tersebut dapat diciptakan melalui pemanfaatan seluruh potensi sumber
daya di lingkungan Itjen Departemen
Agama. Dengan demikian ada dua hal
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
yang menarik dalam hal ini, kesan pegawai Itjen Depag dan SDM yang berkualitas, semua itu merupakan keunggulan yang dapat diciptakan untuk
memperoleh nilai kualitas yang diinginkan dalam lembaga kepengawasan
Itjen Depag.
Sedangkan konsep competitive
advantage, adalah konsep keunggulan
kompetisi me-lalui pemilihan
strategi yang
dilakukan oleh
organisasi Itjen
Departemen
Agama dalam
mengawasi
kinerja Departemen Agama.
Dalam konsep
keunggulan
kompetisi
tersebut terdapat tiga hal,
yaitu a) cost
leadership
(biaya kepemimpinan), b) diferensiasi
(perbedaan), dan c) fokus sasaran organisasi.
Dengan cost leadership yang implikasinya dapat memberikan dorongan dan teladan dari pimpinan kepada
bawahan (subordinate) yang lebih baik
pada lingkungan organisasi Itjen Departemen Agama, maka diharapkan
organisasi pada Itjen Depag nantinya,
dapat memiliki keunggulan kompetisi.
Suatu penampilan dan penyuguhan sesuatu jasa yang berbeda akan
memperoleh perhatian khusus dari
anggota pegawai lainnya atau organisasi lainnya, lembaga organisasi
yang memiliki kekhususan tentunya
akan menarik perhatian seluruh para
pegawai De-partemen Aga-ma. Oleh
se-bab itu suatu
penampilan
yang berbeda
akan memperoleh keunggulan dalam kompetisi, demikian pula dalam fokus sasaran organisasi Itjen
De-partemen
A g a m a
membuat
kebijakan yang
mengarah pada program-program
pengawasan bagi para pegawai Departemen Agama seluruh Indonesia,
maka sasaran tersebut tentunya akan
disesuaikan dengan karakteristik pegawai di masing-masing unit kerjanya,
sehingga dapat menimbulkan image
khusus nantinya.
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama
Reformasi Sistem dan Perilaku Birokrasi
Menuju Tata Kepemerintahan yang Baik
Oleh: Bachroni
Sistem dan perilaku birokrasi
pemerintah memang harus tertata dengan baik. Apalagi setelah reformasi,
keharusan tersebut merupakan hal
yang tidak bisa ditunda-tunda lagi. Selama ini sistem dan perilaku birokrasi
pemerintah pada umumnya masih seperti sebelum reformasi.
Membahas reformasi sama halnya dengan mengupayakan bagaimana
melakukan restrukturisasi dan reposisi
sistem dan perilaku birokrasi pemerintah menuju tata kepemerintahan yang
baik (good governance)
Setiap upaya melakukan perubahan signifikan, seperti melakukan
restrukturisasi dan reposisi kelembagaan birokrasi publik yang seharusnya dilakukan dalam suasana reformasi ini,
tak ubahnya sebagai suatu perjalanan
yang melelahkan. James Champy
(1997) dalam “Preparing for Organizational Change”, menyatakan bahwa
perubahan organisasi itu ibarat suatu
perjalanan.
Bagi setiap pimpinan, apakah
yang berada di birokrasi pemerintahan
atau non pemerintahan, perjalanan tersebut merupakan perjalanan tanpa akhir. Perjalanan seperti ini sangat melelahkan (leaving them breathless). Akan
tetapi James Champy menasihati agar
perjalanan tersebut menyenangkan,
perlu berlatih bernapas dan mengantisipasi barangkali ada sesuatu yang
menghalangi pernapasan kita. Untuk
itu, agar tidak melelahkan, maka setiap
upaya ke arah perubahan birokrasi publik harus senantiasa dimulai dengan
menjelaskan tujuan dari perjalanan itu.
(the journey’s destination).
Ada tiga hal yang perlu diamati
jika akan melakukan restrukturisasi dan
reposisi birokrasi publik, yaitu: 1. Keinginan untuk menegakkan demokrasi
secara utuh, 2. Perubahan sistem politik dari single majority ke multi partai,
dan 3. Terjadinya proses perubahan
paradigma manajemen pemerintahan
dari goverment to governance.
Birokrasi yang Demokratis
Bekerja dalam negara yang demokratis merupakan cita-cita semua
orang yang hidup di negara yang demokratis. Selama ini kita belum merasakan
hal seperti itu. Saat ini pemerintah berkeinginan mengamalkan prinsip-prinsip
demokrasi disegala bidang. Prinsip
de-mokrasi yang paling urgent ialah
me-letakan kekuasaan itu ditangan
rakyat, bukannya di tangan penguasa.
Semen-tara itu tidak adanya rasa takut
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
untuk memasuki suatu serikat atau
perkum-pulan yang sesuai.
Di dalam masyarakat demokratis yang kompleks hampir tidak dimungkinkan melakukan dan memperoleh kontrol yang sempurna. Akan
te-tapi dapat menaruh suatu harapan
ang-ka minim sekalipun dengan mengetengahkan suatu cara pemilih (election)
yang dilaksanakan oleh rakyat terhadap
pejabat-pejabat dalam birokrasi pemerintah. Pemilihan yang dilakukan
oleh rakyat terhadap pejabat-pejabat
yang mewakilinya merupakan inti dari
pelak-sanaan demokrasi dalam suatu
ne-gara. Sekaligus juga mengingatkan
ke-pada para pejabat untuk senantiasa
melakukan akuntabiltas kepada rakyat
(Thoha 1999)
Dalam kelembagaan pemerintah dapat dikembangkan prinsip-prinsip
demokrasi seperti itu. Kekuasaan ditangan rakyat artinya bahwa setiap upaya
untuk merancang, membentuk, membubarkan ataupun menggabungkan
suatu lembaga pemerintah keterlibatan
rakyat amat diperlukan.Setidak-tidaknya rakyat mengetahui mengapa
suatu suatu departemen itu dibubarkan
atau diadakan departemen baru. Struktur kelembagaan pemerintah seharusnya tidak bisa dilepaskan dari kontrol
rakyat. Peranan rakyat dalam pemerintah yang demokratis dilakukan ketika
bentuk pemerintahan baik pusat mau-
pun daerah akan di susun. Wujud dari
peranan ini ialah bahwa setiap bentuk
dan susunan lembaga pemerintahan
itu harus didasarkan pada undang-undang. Dalam undang-undang inilah
rakyat terlibat dalam menetapkan
kebi-jakan tentang macam dan bentuk
lem-baga pemerintahan baik di pusat
mau-pun di daerah.
Jika dasar pembentukannya
dikembalikan kepada Undang-undang,
maka rakyat atau DPR ikut berperan
dan mengontrolnya. Tidak bisa Presiden
sekehendaknya membubarkan suatu
departemen atau membuat departemen baru.
Jika prinsip demokrasi ini dijalankan, karena kemauan pemerintah
sudah bulat mau menjalankan demokrasi, maka di bidang pemerintahan ini
harus dimulai keterlibatan rakyat atau
DPR untuk merancang dan mengontrolnya. Cara semacam ini selain sesuai dengan prinsip demokrasi, juga
se-suai dengan paradigma yang diikuti
se-karang dalam birokrasi publik.
Perubahan Sistem Politik
Sistem politik yang dianut sekarang ini berbeda dengan sistem politik
pada jaman pemerintahan orde baru.
Sistem politik sekarang, seperti kita ketahui bersama terdiri dari banyak partai
politik. Pemerintahan yang dihasilkan
oleh sistem politik multi partai diperkira-
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama
kan tidak akan ada lagi single majority
yang menguasai pemerintahan. Paling
tidak akan terjadi pemerintahan koalisi
atau gotong-royong di antara beberapa
partai politik.
Jika kita menginginkan untuk
melakukan restrukturisasi dan reposisi
birokrasi kita, maka kondisi perubahan
sistem politik ini hendaknya perlu memperoleh pertimbangan. Salah satu hal
yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun kelembagaan birokrasi pemerintah pusat maupun daerah ialah merubah mindset para pemimpin politik
kita, dari mewarisi sikap dan perilaku
orde baru. Perwujudan dari perubahan
ini dalam kelembagaan pemerintahan
disediakan dan dibedakan oleh akses
politik dalam birokrasi pemerintah. Menurut teori liberal bahwa birokrasi pemerintah itu menjalankan kebijakan- kebijakan pemerintah yang mempunyai
akses langsung kepada rakyat melalui
mandat yang diperoleh dalam pemilihan. Dengan demikian, birokrasi pemerintah itu tidak hanya didominasi oleh
para birokrat saja, melainkan ada bagian-bagian tertentu yang diduduki oleh
pejabat politik (Carino,1994) Demikian
pula sebaliknya bahwa di dalam birokrasi pemerintah itu bukan hanya dimiliki oleh pimpinan politik saja melainkan ada juga pimpinan birokrasi karier
yang profesional.
Ketika keinginan untuk memasukkan pejabat politik dalam birokrasi
pemerintah itu timbul, maka timbul
pu-lalah suatu pertanyaan tentang
hubung-an keduanya. Pertanyaan ini
harus di-jernihkan dengan jawaban
yang tepat. Hubungan antara pejabat
politik dan birokrasi merupakan suatu
hubungan yang ajeg antara fungsi
kontrol dan do-minasi. Persoalan ini
sebenarnya me-rupakan persoalan
klasik sebagai per-wujudan dikotomi
politik dan adminis-trasi.Teori dikotomi
antara politik dan administrasi ini suatu
doktrin yang pe-ngaruhnya dimulai
sejak penemuan administrasi negara
sebagai ilmu (Wil-son, 1987) Pemikiran
tentang supre-masi kepemimpinan
pejabat politik atas birokrasi itu
timbul dari perbedaan fung-si –fungsi
politik atas administrasi. Ada asumsi
tentang superioritas fungsi-fungsi
politik atas administrasi. Di-kotomi
antara politik dan administrasi ini
akibat karena adanya kesalahan perubahan referensi dari fungsi ke struktur,
dari perbedaan antara pembuatan
kebijakan (policy-making) dan pelaksanaan (implementation), antara pejabat politik dan pejabat karier birokrasi
(Kirwan, 1987). Adapun bureaucratic
sublation didasarkan atas anggapan
bahwa birokrasi pemerintah sesuatu
negara bukanlan hanya berfungsi sebagai mesin pelaksana. Banyak contoh
yang dapat kita lihat, bahwa dari hasil
audit, umumnya pejabat yang instan,
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
banyak masalah yang timbul, dari yang
ringan sampai yang berat, meskipun
bukan jaminan pejabat karier semuanya
dapat menjalankan organisasi dengan
baik, dan birokrasi karier yang berjalan
kurang baik umumnya karena terkontaminasi oleh politik.
Pejabat birokrasi yang terlatih
secara profesional mempunyai kekuatan tersendiri sebagai suatu pejabat
permanen. Pejabat seperti ini sepertinya mempunyai catatan karir yang panjang jika dibandingkan dengan pimpinannya pejabat politik yang bukan
spe-sialis. Dengan memperhatikan
hal-hal seperti ini, maka birokrasi itu
mempu-nyai kekuatan yang seimbang
dengan pejabat politik. Oleh karena itu
kedu-dukannya tidak sekedar sebagai
sub-koordinasi dan mesin pelaksana,
me-lainkan sebanding atau co-equality
with the executive. Dengan demikian
biro-krasi itu merupakan kekuatan yang
a politic but highty politized. Birokrasi
bu-kan merupakan partisan politik akan
te-tapi karen keahliannya mempunyai
ke-kuatan untuk membuat kebijakan
yang profesional.
Government to Governance
Masalah yang ketiga yang harus dipertimbangkan dalam restrukturisasi dan reposisi birokrasi publik kita
ialah perubahan paradigma pemerintahan dari goverment ke governance.
Dalam paradigma goverment orientasi
kekuasaan masih kuat, partisipasi dan
kontrol rakyat belum berjalan secara
optimal. Dalam paradigma governance
terdapat asumsi yang mendasar bahwa
dalam masyarakat baru terdapat banyak “competing interest groups” kelompok-kelompok kepentingan rakyat
yang saling kompetisi dalam proses politik manajemen pemerintahan. Peranan rakyat semakin besar. Oleh karena
itu pemerintah harus menawarkan saluran akses-akses kepada rakyat untuk
berpartisipasi. Manajemen pemerintahan di masa datang menurut paradigma
governance harus juga mencairkan pemusatan kekuasaan baik vertikal maupun horisontal sehingga proses chek
and balance dengan rakyat terlaksana
dengan baik. Salah satu kemajuan zaman dan perubahan global ialah diperlakukannya cara kerja dalam suatu birokrasi dengan mempergunakan teknologi informasi. Cara kerja semacam
ini akan menjadikan birokrasi tanpa
ba-tas.Jika birokrasi tanpa batas dan
tanpa kertas itu diberlakukan maka
tatanan organisasi yang vertically
operated, akan berubah menjadi
lebih pendek dan ramping organisasi
yang ramping akan diharapkan bisa
melakukan kerja yang cekatan, cepat
dan responsif.
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama
Kerangka Analisis
Strategi Perencanaan Pengawasan
Oleh: Nur Arifin
Proses formulasi atau perencanaan strategi akan banyak menekankan penggunaan analisis. Oleh sebab itu dalam perencanaan strategis
dalam tingkat departemen maupun
or-ganisasi Itjen Depag banyak menggunakan analisis dalam menentukan
keputusan strategis.
Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan kerangka analisis
strategi yang jawabannya melalui pertanyaan-pertanyaan berikut ini: 1) bagaimana organisasi menentukan alternatif strategis ?, 2) metode dan tool apa
yang akan dipergunakan dalam mengidentifikasi serta mengevaluasi alternatif strategis di lingkungan organisasi
Itjen Depag ?, 3) faktor-faktor apa yang
mempengaruhi pilihan strategis tersebut?.
Dalam menentukan alternatif
strategi tentunya sudah memiliki beberapa alternatif melalui proses kompilasi
data dan pengelolaan secara seksama. Data dan informasi tersebut dibuat
prioritas alternative, strategi mana yang
paling tepat menurut prediksi berdasarkan analisis ilmiah dan secara empiris
dapat mendukung alternatif tersebut
berdasarkan pengalaman dan ramalan
atau prediksi yang rasional.
Banyak metode dan tool dalam
penentuan pemilihan alternatif apakah
dengan trees decision, apakah berdasarkan tendention ataupun regression
dan lain sebagainya dapat membantu
pimpinan Itjen Depag dalam menyajikan alternatif-alternatif penting yang
dapat diprioritaskan sebagai alternatif
strategis yang populer, sehinga akan
memudahkan pengambilan keputusan
strategis yang diharapkan dapat mencapai keberhasilan maksimal.
Sedangkan faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi pemilihan strategi dapat ditarik dari sumber-sumber
potensi lingkungan internal maupun
lingkungan eksternal dalam mencari
keuntungan optimal dalam menentukan
alternatif strategis.
Tiga pertanyaan konsep kerangka analisis strategis tersebut semuanya menggambarkan bagaimana
penalaran analisis dapat dioptimalkan
melalui batasan kerangka yang tidak
menyimpang dari tujuan penentuan
ke-tepatan strategi dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Menurut Herbert dalam kerangka analisis strategi dibatasi oleh tiga
di-mensi utama, yaitu: a) proses
peng-ambilan keputusan strategis, b)
stra-tegi korporasi dan c) strategi fung-
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
sional. Dalam proses pengambilan keputusan strategi yang relevan dengan
organisasi Itjen Depag adalah strategi
ditingkat top manajemen dimana pimpinan Itjen Depag dalam kegiatan
unggul dan bermutu tinggi dan berbagai
bagian kegiatan yang dilakukan oleh
pimpinan dan staf mampu dikelola secara integratif.
Sehubungan dengan hal tersebut pimpinan Itjen Depag dalam
kebijakannya harus mampu menjelaskan bahwa organisasi Itjen Depag
memiliki misi dan strategi yang dapat
menghasilkan produk pengawasan pegawai yang berkaitan dengan misi dan
strateginya, dan lebih detailnya pimpinan Itjen Depag dapat menjabarkan
strategi spesifik dalam menentukan
produk pengawasan pegawai, yang
akan dilakukan secara konsisten
se-hingga mampu bersaing dengan
orga-nisasi unit lainnya di lingkungan
Depar-temen Agama.
Dalam strategi korporasi pimpinan Itjen yang penting dapat mendistribusikan secara umum bagaimana
kegiatan pimpinan dan staf secara
ke-seluruhan untuk melakukan strategi
induk dalam mencapai misi dan tujuan
program-program pengawasan pegawai pada organisasi Itjen Depag, sedangkan strategi fungsional dirumuskan lebih spesifik. dImana pimpinan
Ins-pektorat Jenderal Departemen
Agama, membuat unit-unit kegiatan
yang didis-tribusikan secara langsung
kepada pimpinan dan staf atas tanggung
ja-wabnya. Strategi fungsional tersebut
lebih bersifat operasional karena akan
diimplementasikan secara langsung
kepada fungsi-fungsi kegiatan dalam
manajemen Itjen Depag, misalnya bidang administrasi, pengajaran dan lain
sebagainya.
Pada prinsipnya kerangka analisis strategi merupakan pilihan strategis yang dampaknya akan dapat
me-ngetahui hasil dimasa datang
sehingga kerangka analisis strategi
akan mem-peroleh: 1) kemungkinan
alternatif stra-tegi organisasi Itjen
Depag, 2) efek-tifitas strategis, 3)
ramalan perspektif strategis.
Dengan kerangka analisis strategis kemungkinan alternatif strategis
yang paling baik dapat dilokalisasi dan
dapat menghemat tenaga dan biaya,
dengan hadirnya kerangka analisis
strategi, diharapkan pimpinan Itjen
De-pag dapat mengukur efisiensi dan
efektifitas strategi yang telah dijalankan
dan menindak lanjuti serta mengkoreksi strateginya agar diperoleh hasil yang
lebih optimal, dan dengan kerangka
analisis strategi pimpinan Itjen dapat
memprediksi secara perspektif apa
yang akan terjadi dari kebijakan strategis yang diambilnya.
Implementasi kerangka analisis
strategi dalam tingkat korporate pim-
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama
pinan Itjen Depag dapat : 1) menganalisis portofolio organisasi Itjen secara
keseluruhan yang ada kaitannya dengan kekuatan dan daya tarik organisasi Itjen Depag, 2) mengidentifikasi
kinerja organisasi Itjen Depag tentang
ketepatan pengelolaan dan pelaksanaan portofolio, 3) membandingkan kinerja yang diproyeksikan ke dalam kinerja
saat ini, sehingga pimpinan Itjen Depag dapat mengenali kesen-jangannya,
4) mengi-dentifkasi alternatif portofolio
berbagai
kombinasi
konsep
strategi
yang ada
d a l a m
o r g a nisasi Itjen
Depag
dan 5)
gawai, 2) menguji kemungkinan strategi dalam hasil pelaksanaan pengawasan pegawai, 3) membandingkan
hasil pengawasan dengan alternatif
tu-juan pengawasan dan mengukur penyimpangan yang ada, 4) mengidentifikasi alternatif strategi sehingga
ke-senjangan dapat minimalkan, 5)
meng-evaluasi berbagai alternatif
strategi dan pilihan strategi secara
operasional yang di-lakukan oleh pimpinan dan stafnya.
mengevaluasi berbagai alternatif dan
pilihan strategis yang telah dilakukan.
Sedangkan implementasi kerangka analisis tingkat fungsional, pimpinan Itjen Depag dapat: 1) menganalisis hubungan antara posisi strategi
organisasi pengawasan pegawai dan
analisis kemungkinan hambatan yang
terjadi dalam proses pengawasan pe-
Se-luruh pe-mahaman kerangka
analisis strategi diharapkan akan dapat
mem-bantu pimpinan Itjen Depag dalam
me-nentukan strategi yang tepat baik,
da-lam tingkat korporat maupun dalam
unit fungsional kegiatan kerja pimpinan
dan staf, dalam upaya mencapai tujuan
pengawasan yang berkaitan dengan
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Pengawasan
Hak Pegawai Akibat Dinas
Oleh : Achmad Ghufron
Bagi Pegawai Negeri yang sedang dinas mengalami kecelakaan, berakibat
sakit yang perlu dirawat, atau cacat yang tidak bisa disembuhkan, atau
meninggal dunia, diberikan hak-haknya berupa dirawat sampai sembuh,
diberikan tunjangan cacat, atau keluarganya diberikan uang duka bagi yang
meninggal dunia, dan kenaikan pangkat anumerta
Pendahuluan
Terhadap Pegawai Negeri yang 12 Tahun 1981 jo Surat Edaran Bersedang melakukan Tugas ternyata sama Menkes dengan Kepala BKN No.
mendapat kecelakaan (bukan kelalaian- 368/Men-Kes/EB/VII/1981 dan No. 09/
nya) maka dikategorikan sebagai celaka SE/1981 tentang Perawatan, Tunjangakibat dinas. Dengan celaka akibat an Cacat dan Uang Duka PNS, dan PP
di-nas, apabila berakibat luka/sakit No. 98 Tahun 2000 yang disempurnaberhak untuk dirawat sampai sembuh kan dengan PP No. 11 Tahun 2002
dengan gratis, apabila berakibat cacat ten-tang Pengadaan Pegawai Negeri
(kelainan jasmani yang mengganggu Sipil.
pekerjaan atau tidak bisa bekerja
Kecelakaan adalah suatu perislagi) berhak atas tunjangan cacat tiwa yang mendadak akibat yang tidak
di samping uang pen-siun apabila dikehendaki berakibat seseorang menberakibat meninggal dunia diberikan derita sakit atau menjadi cacat yang
Kenaikan Pangkat Anumerta dan memerlukan pengobatan, perawatan
Keluarganya berhak uang duka te-was. dan atau rehabilitasi, atau meninggal
Hak bagi PNS/CPNS yang meng-alami dunia (PP No. 12 Tahun 1981 pasal 1
kecelakaan akibat dinas merupa-kan huruf a). Selanjutnya dalam pasal 1 husalah satu dari hak-hak pegawai negeri ruf b, antara lain dinyatakan, bahwa celainnya (gaji, cuti, pensiun) yang diatur laka karena/akibat dinas terjadi karena
dalam pasal 7,8,9 dan 10 Un-dang- menjalankan tugas, atau yang ada huUndang No. 43 Tahun 1999 ten-tang bungannya dengan dinas, atau pemPerubahan atas Undang-Undang No. buatan anasir yang tidak bertanggung
8 Tahun 1974 tentang Pokok-Po-kok jawab. Kalau kecelakaan tersebut terKepegawaian. Sebagai pelaksana- jadi karena kesalahan Pegawai Negeri
an dari Undang-Undang tersebut sendiri walaupun sedang bertugas,
dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. maka tidak dapat dikatakan sebagai
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Pengawasan
akibat dinas, sebab salah satu syarat
dinyatakan akibat dinas adalah surat
keterangan Polisi yang mengatakan
bahwa kecelakaan bukan kesalahan
yang bersangkutan (SE Bersama
Men-kes dengan Kep. BKN No. 368/
Men-Kes/EB/VII/1981 angka II No. 9,
angka III No. 4, dan IV huruf g).
Celaka akibat dinas dibedakan
dengan celaka dalam dinas terutama
mengenai hak-haknya. Kalau celaka
akibat dinas/pasti dalam dinas, sedangkan celaka dalam dinas belum tentu
aki-bat dinas (contoh: orang yang
sedang bertugas meninggal dunia
dikarenakan sakit jantung atau sakit
lainnya yang tidak terkait dengan
kecelakaan, atau mendapat kecelakaan
saat berdinas di-karenakan kelalaian/
kesalahan sendiri). Hak bagi Pegawai
Negeri yang mening-gal bukan akibat
dinas, maka keluarga-nya menerima
uang duka wafat, di samping yang
bersangkutan diberikan Kenaikan
Pangkat Anumerta. Istilah wafat dan
tewas, sebagaimana ter-cantum
dalam Peraturan Pemerintah No. 12
Tahun 1981, Tewas adalah kon-disi
Pegawai Negeri yang meninggal dunia
akibat dinas, sedangkan wafat adalah
Pegawai Negeri yang meninggal dunia
bukan akibat dinas”.
Pengobatan/Perawatan
Terhadap Pegawai Negeri yang
mengalami celaka karena/akibat dinas
untuk dapat diberikan pengobatan/perawatan atau rehabilitasi berdasarkan
surat keputusan dari pejabat yang berwenang. Pejabat yang berwenang mengeluarkan surat keputusan tersebut
berdasarkan bukti-bukti sebagai berikut:
pertama, berita acara atau surat keterangan tentang kecelakaan Pegawai
Negeri yang bersangkutan, yang dibuat
oleh pejabat yang berwajib (Polisi atau
Pamong Praja setempat), kedua, surat
pernyataan dari pimpinan (atasannya)
serendah-rendahnya pejabat eselon
IV, yang menyatakan bahwa Pegawai
Ne-geri tersebut sedang melaksanakan
tu-gas, ketiga, surat keterangan dokter
Pemerintah setempat atau dokter
swasta apabila tidak ada dokter Pemerintah yang mengatakan bahwa luka/
sakit tersebut sebagai akibat langsung
dari kecelakaan, dan perlu dirawat/diobati atau direhabilitasi. Tanpa ketiga
bukti-bukti tersebut, maka tidak bisa dibuatkan surat keputusan tentang Pengobatan/perawatan atau rehabilitasi
de-ngan biaya negara.
Pada dasarnya pengobatan/perawatan atau rehabilitasi dilakukan pada
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) setempat. Apabila Puskesmas
setempat tidak memiliki peralatan
yang memadai, maka dilakukan pada
rumah sakit Pemerintah terdekat atau
rumah sakit swasta yang ditunjuk
Pemerintah atau rumah sakit khusus.
Yang dimaksud rumah sakit khusus,
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
mi-salnya rumah sakit jantung, rumah
sakit mata, rumah sakit paru-paru,
rumah sakit tulang, dan sebagainya.
Apabila pengobatan/perawatan
atau rehabilitasi perlu dilakukan di luar
negeri perlu dibuatkan surat keterangan
dokter yang dikeluarkan oleh Tim Khusus Pengujian Kesehatan yang menyatakan perlunya Pegawai Negeri tersebut perlu mendapat perawatan atau
rehabilitasi di luar negeri. Di samping
pengobatan/perawatan atau rehabilitasi
gratis (dibiayai oleh Pemerintah), juga
diberikan biaya perjalanan sesuai dengan peraturan tentang perjalanan
di-nas yang berlaku.
Perawatan/pengobatan terhadap Pegawai Negeri yang mengalami
celaka akibat dinas dengan biaya Pemerintah sampai sembuh. Apabila berakibat penggantian salah satu organ
tubuh (misalnya diperlukan tangan palsu, atau kaki palsu, atau kursi roda dan
sebagainya) atau rehabilitasi, maka semua biaya diberikan oleh Pemerintah.
Apabila setelah dirawat/diobati ternyata
ada salah satu organ tubuh sama sekali
tidak berfungsi/cacat maka kepada Pegawai Negeri yang mengalami celaka
akibat dinas berhak menerima uang/
tunjangan cacat di samping pensiun.
Tunjangan Cacat
Terhadap Pegawai Negeri yang
mengalami kecelakaan karena/akibat
dinas yang berakibat cacat berhak menerima tunjangan cacat di samping gaji
pensiun yang bersangkutan.
Untuk mendapatkan tunjangan
cacat, perlu surat keputusan (SK) yang
dikeluarkan/ditetapkan oleh Menteri
Agama setelah mendapat persetujuan
kepala BKN. Bukti-bukti yang diperlukan
untuk persetujuan Kepala BKN adalah:
pertama, berita Acara yang dibuat oleh
Pejabat yang berwajib (Kepolisian setempat atau Pejabat lainnya), kedua,
surat pernyataan dari pejabat yang
ber-wenang. Yang menyatakan bahwa
Pe-gawai Negeri yang mengalami
kece-lakaan sedang berdinas/karena
dinas, ketiga, surat keterangan dari Tim
Peng-uji Kesehatan, yang menyatakan
jenis cacat yang diderita oleh Pegawai
Ne-geri yang bersangkutan, sehingga
tidak dapat bekerja lagi untuk semua
jabatan/pekerjaan.
Terhadap Pegawai Negeri yang
mengalami celaka akibat dinas yang
menerima tunjangan cacat berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama
tersebut di samping gaji pensiun
se-besar pensiun tertinggi (75% dari
gaji pokok). Pegawai Negeri yang
cacat aki-bat dinas tetapi masih dapat
bertugas dalam jabatan Negeri, maka
tidak ber-hak atas tunjangan cacat.
Pegawai Ne-geri yang bersangkutan
hanya berhak pengobatan/perawatan
atau rehabilitasi medis.
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Pengawasan
Besarnya tunjangan bervariasi,
tergantung besar kecilnya fungsi organ
tubuh yang cacat. Tunjangan cacat
ter-tinggi diberikan sebesar 70% dari
gaji pokok terhadap Pegawai Negeri
yang kehilangan fungsi: penglihatan
pada kedua mata, atau pendengaran
pada kedua telinga, atau kedua kaki
dari pa-ha) lutut ke bawah.
Tunjangan cacat terendah diberikan sebesar 30% dari gaji pokok,
apabila kehilangan fungsi antara lain:
penglihatan sebelah mata, salah satu
pendengaran, salah satu pendengaran,
salah satu tangan atau salah satu kaki.
Apabila terjadi cacat beberapa organ
tubuh tidak berfungsi, maka besarnya
tunjangan cacat maksimal 100% kali
gaji pokok.
Uang Duka
Terhadap Pegawai Negeri yang
mendapat celaka karena dinas yang
berakibat meninggal dunia, maka keluarganya berhak atas uang duka tewas
sebesar 6 (enam) kali penghasilan
ber-sih sebulan. Untuk mendapatkan
uang duka tewas berdasarkan surat keputusan yang ditetapkan oleh Menteri
Agama setelah mendapatkan persetujuan dari Kepala BKN. Untuk mendapatkan persetujuan Kepala BKN harus diajukan permohonan ke BKN oleh
Biro Kepegawaian, dengan melampiri
bukti-bukti sebagai berikut: pertama,
be-rita acara tentang kecelakaan yang
di-buat oleh Pejabat yang berwajib
(Polisi atau Pamong Praja setempat),
kedua, surat pernyataan dari pimpinan/
atasan-nya, yang menyatakan bahwa
Pegawai Negeri yang mengalami
kecelakaan sedang bertugas/celaka
akibat dinas, ketiga, surat keterangan
dokter (visum et repertum), yang
menyatakan bahwa Pegawai Negeri
yang mengalami kece-lakaan berakibat
meninggal dunia, atau meninggal
dunia sebagai akibat kece-lakaan.
Biaya pemakaman ditanggung oleh
Negara, dan biaya penginapan un-tuk
mengurus jenazah selama-lama-nya
10 hari.
Terhadap Pegawai Negeri yang
meninggal dunia bukan akibat dinas,
maka keluarganya berhak menerima
uang duka wafat sebesar 3 (tiga) kali
penghasilan bersih sebulan. Uang duka
wafat diberikan oleh Instansi tempat
almarhum/almarhumah Pegawai Negeri bekerja. Oleh karena itu masingmasing instansi harus mengajukan
anggaran untuk uang duka wafat tiap
tahun (SE Bersama Menkes dengan
Kep. BKN No. 368/Men-Kes/EB/
VII/1981, dan No. 09/SE/1981 angka
IV Nomor 3 huruf d).
Kenaikan Pangkat
Terhadap Pegawai Negeri yang
meninggal dunia akibat dinas (tewas),
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
diberikan kenaikan pangkat anumerta
setingkat lebih tinggi. Kenaikan pangkat
anumerta berdasarkan surat keputusan
(SK) Menteri Agama setelah mendapat
persetujuan dari Kepala BKN.
Kenaikan pangkat anumerta diajukan oleh Kepala Biro Kepegawaian
ke Kepala BKN dengan melampirkan
bukti-bukti sebagai berikut: pertama,
Berita acara yang dibuat oleh pejabat
yang berwajib (Polisi atau Pamong Praja setempat), kedua, surat pernyataan
dari Pejabat yang berwenang yang
mengatakan bahwa Pegawai Negeri
yang mengalami kecelakaan sedang
bertugas/dinas, atau meninggal akibat
dinas, ketiga, surat keterangan dokter
(visum et repertum), yang mengatakan
bahwa Pegawai Negeri yang meninggal
dunia ada kaitannya dengan kecelakaan (meninggal dunia akibat dari kecelakaan).
Terhadap Calon Pegawai Negeri
Sipil (CPNS) yang mengalami kecelakaan, diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil penuh, terhitung mulai tanggal
yang bersangkutan tewas dan diberikan kenaikan pangkat anumerta setingkat lebih tinggi. Keluarga dari CPNS
yang meninggal akibat dinas diberikan
uang duka tewas sebesar 6 (enam) kali
penghasilan bersih sebulan.
Kesimpulan
Pertama, Pegawai Negeri yang
sedang melakukan Tugas ternyata
mendapat kecelakaan (bukan kelalaiannya) maka dikategorikan sebagai celaka
akibat dinas. Kedua, Pegawai Negeri
yang mengalami kecelakaan akibat dinas, apabila berakibat luka/sakit berhak
untuk dirawat/diobati sampai sembuh
dengan gratis, apabila berakibat cacat
(kelainan jasmani yang mengganggu
pekerjaan atau tidak bisa bekerja lagi)
berhak atas tunjangan cacat disamping
uang pensiun apabila berakibat meninggal dunia diberikan Kenaikan
Pang-kat Anumerta dan Keluarganya
berhak uang duka tewas. Ketiga,
Pegawai Ne-geri yang mendapat
celaka karena di-nas yang berakibat
meninggal dunia, maka keluarganya
berhak atas uang duka tewas sebesar
6 (enam) kali penghasilan bersih
sebulan. Keempat, Pegawai Negeri
yang meninggal dunia bukan akibat
dinas, maka keluarganya berhak
menerima uang duka wafat se-besar 3
(tiga) kali penghasilan bersih sebulan.
Kelima, Calon Pegawai Negeri Sipil
(CPNS) yang mengalami kece-lakaan,
diangkat menjadi Pegawai Ne-geri Sipil
penuh, apabila meninggal di-berikan
kenaikan pangkat anumerta setingkat
lebih tinggi. Keluarga dari CPNS yang
meninggal akibat dinas diberikan uang
duka tewas sebesar 6 (enam) kali
penghasilan bersih sebulan. Keenam,
setiap celaka/meninggal aki-bat dinas
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Pengawasan
Perspektif Pengawasan dan Gaya
Kepemimpinan Modern
Oleh: H. Pramono
Pendahuluan
Perspektif pengawasan merupakan harapan bagi para auditor terhadap kinerja suatu instansi pemerintahan agar dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya dapat berjalan
sesuai dengan ketentuan. Harapan
yang selalu menjadi cita cita dan
keinginan insan pengawasan adalah
bagaimana men-jadikan suatu instansi
pemerintahan dapat melaksanakan
tugas dan fungsi dengan baik, efektif,
efisien, dan ekono-mis.
Kita sadari bersama bahwa era
reformasi telah memunculkan paradigma baru dalam ketatanegaraan dan
pemerintahan serta perilaku dalam
ke-hidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Supremasi hukum, demokratisasi, dan hak asasi manusia
te-lah melahirkan perubahan persepsi
ma-syarakat terhadap tugas dan fungsi
suatu instansi. Reformasi yang dilakukan oleh suatu departemen tidak dapat
dipisahkan dari segenap tatanan kehidupan berbangsa, khususnya reformasi politik, ketatanegaraan dan pemerintahan. Buruknya kualitas birokrasi di
Indonesia antara lain ditandai masih
banyaknya pejabat negara dan pemerintah yang memanfaatkan posisi me-
reka untuk memperkaya diri sendiri dan
kelompoknya.
Kajian Political and Economic
Risk Consultancy (PERC) menunjukan bahwa birokrasi yang buruk masih
dihadapi oleh negara–negara di Asia.
Kajian tersebut menempatkan kualitas
birokrasi Indonesia pada peringkat di
bawah rata–rata di Asia.
Secara faktual fungsi birokrasi
mengalami pergeseran sesuai dengan
paradigma zaman dan konteks sosial
politik. Di Indonesia birokrasi pada
masa orde baru tidak bisa menjalankan
fungsi pelayanan dengan baik, karena
birokrasi lebih dijadikan sebagai alat
atau mesin politik.
Pergantian rezim politik tidak
serta merta mengubah karakter birokrasi. Ini terjadi, karena pergantian rezim politik tidak bisa begitu saja secara
langsung mengganti birokrat lama
dengan birokrat baru. Padahal mind
set lama para birokrat tentang fungsi
biro-krasi sudah terlanjur mengakar.
Akibat-nya politisasi birokrasi masih
tetap ter-jadi dalam masa reformasi.
Hanya mo-del dan pola politisasinya
saja yang mengalami perubahan.
Situasi dan kondisi yang tidak
menentu serta perubahan kebijakan
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
yang bersifat politis membuat kita
selalu berfikir acuh tak acuh dan instant,
se-hingga pola pikir kita kadang terpengaruh oleh situasi dan lingkungan
disekitar.
Pengaruh lingkungan sangat
menentukan arah kebijakan yang akan
diterapkan. Kebijakan pimpinan dalam
membuat suatu model atau gaya yang
akan diterapkan ini tergantung dari
latar belakang kehidupan dan latar
belakang pendidikan yang dilakoni
selama ini.
Konsep kepemimpinan dan kekuasaan menurut Miftah Thoha adalah
sebagai terjemahan dari power yang
menarik untuk senantiasa didiskusikan
sepanjang evolusi pertumbuhan pemikiran manajemen. Konsep kekuasaan
amat dekat dengan konsep kepemimpinan. Kekuasaan merupakan sarana
bagi pemimpin untuk mempengaruhi
perilaku pengikut–pengikutnya.
Menurut Hersey, Blanchrad dan
Natemeyer yang dikutip Miftah Thoha
mengatakan bahwa dalam rangka
memberikan ulasan tentang hubungan
yang integral antara kepemimpinan dan
kekuasaan hendaknya pemimpin tidak
hanya menilai perilaku kepemimpinan
mereka dalam mempengaruhi orang–
orang lain, akan tetapi mereka seharusnya juga mengamati posisi mereka dan
cara mengunakan kekuasaannya.
Setiap gaya kepemimpinan di
suatu instansi itu tidak sama dengan
gaya kepemimpinan pada instansi lain.
Gaya kepemimpinan modern yang diterapkan disuatu instansi hendaknya
mengacu pada kebijakan yang sifatnya
manusiawi, sehingga kebijakan yang
di-terapkan dapat dijalankan dengan
baik.
Dalam konteks organisasi,
da-pat dipahami bahwa baik pimpinan
di-tingkat puncak maupun pimpinan di
tingkat pelaksana berfungsi sebagai
alat untuk mencapai keberhasilan yang
diemban bawahan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas secara keseluruhan organisasi. Dengan demikian
dapat dinyatakan bahwa terwujud atau
tidaknya pencapaian hasil kerja/tugas
bawahan banyak ditentukan oleh pimpinan yang handal dan profesional.
Pembahasan
Belum lama ini Tim Inspektorat
Jenderal telah melaksanakan Audit
Ki-nerja pada unit Kanwil Dep. Agama
Pro-vinsi Jawa Barat sebagai sampling
de-ngan kisaran waktu antara 30 s.d
35 hari, dengan audit kinerja kita dapat
me-nelusuri seluruh kegiatan yang
telah dilaksanakanoleh auditi, baik
menyang-kut sistem dan mekanisme
kerja mau-pun prosedur yang akan
diterapkan oleh pihak auditi. Hal ini
merupakan ke-sepakatan antara
auditi dengan auditor agar didalam
melaksanakan audit tidak akan terlepas
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Pengawasan
dari komitmen bersama. Namun audit
kinerja yang baru kita lak-sanakan
masih mencari pola dan ben-tuk serta
sistem apa yang baik untuk diterapkan.
Sementara SDM untuk audit kinerja
masih sangat terbatas, dan sebagian
auditor pada saat ini masih mengikuti
diklat audit kinerja.
Pengawasan yang telah dilakukan selama ini pada umumnya berjalan
cukup baik, hubungan dan kerja sama
antara Auditor dan Auditi cukup baik,
Auditor tidak lagi dipandang sebagai
suatu hal yang menakutkan, akan
tetapi hubungan antara Auditor dan
auditi sa-ling berinteraksi serta saling
memberi-kan informasi dan masukan
yang sa-ngat posisif terhadap tugas
dan fung-si masing-masing.
Begitu pula auditi saat ini dipandang sebagai mitra kerja Inspektorat
Jenderal Dep. Agama, komunikasi
antar para aparatur pengawasan
fungsional pemerintah baik intern
maupun ekstern juga berjalan dengan
baik, baru baru ini KPK telah berhasil
menangkap bebe-rapa orang pejabat
yang melakukan korupsi, kolusi dan
nepotisme.
Praktik korupsi dan kolusi, serta
nepotisme telah merambah ke segala
penjuru tanah air, mulai dari anggota
dewan sampai dengan pejabat tingkat
kelurahan, namun dengan semangat
dan perjuangan yang tidak lelah Bapak
Presiden selalu mencanangkan dengan
slogan “Stop Korupsi “ sehingga dapat
menurunkan tingkat kejahatan korupsi,
kolusi dan nepotisme. Hal ini juga
berkat para pemimpin kita yang selalu
men-jalankan amanah yang telah
diemban-nya.
Namun perlu kita sadari bersama bahwa masih banyak pekerjaan
rumah kita yang belum selesai, kita
ha-rus membersihkan rumah kita yang
masih kotor, penuh dengan debu dan
sampah yang berserakan, dimanamana masih banyak praktik – praktik
yang menghalalkan segala cara.
Pemimpin disamping harus
memberikan keteladanan juga harus
dapat melaksanakan amanah dan tanggungjawab, sebagaimana sabda Nabi
“Kullukum ro’ in wa kullukum mas’uulun
an ru’yatihi, fal imaamulladzi alannaasi
rooin wahuwa mas’uulun an ru’yatihi,
wa rojulun roiin ala ahli baitihi wahuwa
mas’uulun an ru’yatihi ... dst yang artinya kalian semua adalah pengembala,
maka kalian akan ditanya tentang gembalaan kalian dan adapun pemimpin
yang diberi amanat untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab akan diminta pertanggungjawabannya kelak.
Bagaimana para pemimpin mengemban tugas dan mempertanggungjawabkannya, seperti contoh seorang
Kepala Negara akan ditanya tentang
bagaimana mengatur rakyatnya, se-
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
orang menteri akan ditanya tentang
tu-gas kementeriannya, seorang Dirjen
akan ditanya tentang tugas kedirjenannya, seorang Irjen akan ditanya tentang
tugas keirjenannya, seorang Sekjen
akan ditanya tentang tugas kesekjenannya, seorang pejabat akan ditanya
tentang tugas dan jabatannya, seorang
auditor akan ditanya tentang tugas
auditnya, seorang staf/pelaksana akan
ditanya tentang tugas apa yang telah
dilaksanakan. Oleh karena itu kita sebagai bagian dari bangsa ini marilah
kita selalu untuk introspeksi diri serta
ma-was diri, selalu berusaha berbuat
baik walaupun orang lain tidak tahu dan
bah-kan tidak mau tahu, ingat bahwa
Allah sekali kali tidak akan melupakan
ke-pada orang yang berbuat kebaikan
wa-laupun sebesar biji sawi. Firman
Allah Dalam Al Qur’an: Wa man ya’mal
mist-qoola jarrotin khoiro yarroh.
Rumah yang kotor ini diibaratkan dengan organisasi Inspektorat Jenderal Dep. Agama dimana masih banyak problem atau masalah yang ada,
baik masalah intern auditor maupun
masalah ekstern auditor. Masalah internal auditor adalah pelanggaran disiplin
kerja, rewards dan punishment yang
tidak berjalan, kurangnya tanggungjawab auditor didalam melaksanakan
tugasnya.
Oleh karena itu perlu kita bersihkan rumah yang kotor ini melalui
pembenahan sistem, rekruitmen yang
transparan, SDM yang mempunyai
mo-ral yang baik, integritas yang tinggi,
punya rasa tanggung jawab yang tinggi
terhadap pekerjaan, serta mempunyai
semangat untuk belajar dan belajar
demi untuk meningkatkan kualitas.
Kesimpulan
Perspektif pengawasan kaitannya dengan gaya kepemimpinan
modern adalah terletak pada hasil
kinerja yang optimal dan mengutamakan kerjasama antar atasan dengan
ba-wahan, tidak ada gap atau batasan
an-tara bawahan dan atasan dalam hal
pe-laksanaan tugas dan fungsi masingmasing, sehingga hasil yang dicapai
merupakan hasil bersama. Pimpinan
selaku pemegang kendali organisasi
agar melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan amanat yang
telah diberikan kepadanya, kita harus
optimis bahwa bangsa kita akan terhindar dari krisis ekonomi melalui peningkatan kinerja yang optimal, peningkatan sumber daya manusia yang handal, melakukan efisiensi anggaran dan
melaksanakan tugas secara efektif dan
efisien guna terwujudnya good goverment, kita harus bersama sama saling
bahu membahu, dan para pemimpin
hendaknya memberi contoh dan teladan kepada kita semua melalui sikap,
tingkah laku, perkataan dan perbuatan,
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Randang
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 65 TAHUN 2008
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1979
TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin kelangsungan tugas tertentu,
diperlukan perpanjangan batas usia pensiun bagi jabatan
eselon I tertentu;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor
32 Tahun 1979 tentang Pember-hentian Pegawai Negeri
Sipil;
Mengingat
: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indo-nesia Tahun
1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Ne-gara Republik
Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 8 Ta-hun 1974 tentang PokokPokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 169, Tam-bahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3890);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3149) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
1 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pember-hentian Pegawai
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1994 Nomor 1);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pember-hentian
Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4263);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN
KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32
TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PE-GAWAI
NEGERI SIPIL.
Pasal I
Ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Ta-hun
1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1979 No-mor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3149)
sebagaimana telah diubah dengan Per-aturan Pemerintah
Nomor 1 Tahun 1994 (Lembaran Ne-gara Republik Indonesia
Tahun 1994 Nomor 1) diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 4
(1) Batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3, dapat diperpanjang bagi Pegawai Negeri Si-pil yang
memangku jabatan tertentu.
(2) Perpanjangan batas usia pensiun sebagaimana di-maksud
pada ayat (1) sampai dengan:
a. 65 (enam puluh lima) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil
yang memangku:
1. jabatan Peneliti Madya dan Peneliti Utama yang
ditugaskan secara penuh di bidang pe-nelitian;
atau
2. jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden;
b. 60 (enam puluh) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang
memangku:
1. jabatan struktural Eselon I;
2. jabatan struktural Eselon II;
3. jabatan Dokter yang ditugaskan secara pe-nuh
Menetapkan
:
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Randang
pada unit pelayanan kesehatan negeri;
4. jabatan Pengawas Sekolah Menengah Atas,
Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Dasar,
Taman Kanak-Kanak atau jabatan lain yang
sederajat; atau
5. jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden;
c. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pegawai Ne-geri
Sipil yang memangku:
1. jabatan Hakim pada Mahkamah Pelayaran;
atau
2. jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden.
(3) Perpanjangan batas usia pensiun sebagaimana di-maksud
pada ayat (1) sampai dengan 62 (enam pu-luh dua) tahun
bagi Pegawai Negeri Sipil yang me-mangku jabatan
struktural Eselon I tertentu.
(4) Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaksanakan dengan persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki keahlian dan pengalaman yang sangat
dibutuhkan organisasi;
b. memiliki kinerja yang baik;
c. memiliki moral dan integritas yang baik; dan
d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan oleh
keterangan Dokter.
(5) Perpanjangan batas usia pensiun sebagaimana di-maksud
pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Presiden
atas usul Pimpinan Instansi/Lembaga se-telah mendapat
pertimbangan dari Tim Penilai Akhir Pengangkatan,
Pemindahan, dan Pemberhentian da-lam dan dari
Jabatan Struktural Eselon I.”
Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Oktober 2008
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Opini
Bela Negara
Oleh : Achmad Ghufron
Sebagai warga Negara yang hidup dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, maka setia dan taat pada NKRI, setia dan taat pada Dasar Negara
dan Pemimpin Negara/Pemerintah (Ulil Amri) yang syah hasil pemilihan
langsung, selama tidak bertentangan dengan agama adalah suatu kewajiban
yang harus dipertahankan.
UMUM
Negara merupakan organisasi
yang dalam sesuatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara syah
terhadap semua golongan kekuasaannya. Negara mempunyai dua tugas,
ya-itu: pertama mengendalikan dan
meng-atur gejala-gejala kekuasaan
yang aso-sial, yang bertentangan satu
sama lain; kedua mengorganisasikan
dan mengin-tegrasikan kegiatan
manusia dan go-longan-golongan ke
arah tercapainya tu-juan-tujuan dari
masyarakat seluruh-nya.
Negara merupakan organisasi
yang mewadahi bangsa. Oleh karena
itu bangsa merasakan pentingnya keberadaan negara, sehingga tumbuhlah
kesadaran untuk mempertahankan
tetap tegak dan utuhnya negara melalui
upaya bela negara. Upaya ini dapat terlaksana dengan baik apabila tercipta
pola pikir, sikap dan tindak/perilaku
bangsa yang berbudaya yang memotivasi keinginan untuk membela negara,
bangsa yang berbudaya, artinya bangsa yang mau melaksanakan hubungan
dengan penciptanya (Tuhan) yang di-
sebut Agama; bangsa yang mau berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang disebut ekonomi; bangsa
yang mau berhubungan dengan kekuasaan yang disebut politik; bangsa
yang mau hidup dengan aman, tentram
dan sejahtera yang disebut pertahanan
keamanan (S.Sumarsono dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, hal 10).
Sebagai warga negara yang dilahirkan dan dibesarkan dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia,
sudah sepatutnya wajib mengenal dan
membela negara termasuk kelengkapannya (Pancasila, UUD 1945 dan Pemerintah) dalam kondisi apapun sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki
se-cara proporsional. Bela negara
dari se-gala tantangan, ancaman,
hambatan dan gangguan, baik dari
dalam maupun dari luar negeri. Untuk
membela Negara didahului dengan
kecintaan terhadap Negara, cinta timbul
setelah mengenal Negara. Oleh karena
itu perlu mempe-lajari kelahiran Negara
Kesatuan RI yang telah diproklamirkan
tanggal 17 Agustus 1945, mengenal
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Opini
Pancasila dan UUD 1945 yang telah
ditetapkan sebagai Dasar Negara
tanggal 18 Agus-tus 1945 oleh PPKI
dan Pemerintah sah yang sedang
berkuasa.
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 dan pasal 30, warga negara wajib
menjunjung tinggi hukum, pemerintahan dan bela negara. Pegawai negeri
se-bagai aparatur negara wajib setia
dan taat kepada Pancasila, UUD 1945,
Ne-gara dan Pemerintah (UU No.43
Tahun 1999 sebagai penyempurnaan
UU No.8 Tahun 1974 pasal 4, dan PP
No. 30 ta-hun 1980 pasal 3). Sebagai
umat Islam juga wajib taat kepada
Allah, Rasul dan Pemerintah yang syah
(Ulil Amri).
Lahirnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia
Menurut S.Sumarso dkk dalam
bukunya “Pendidikan dan kewarganegaraan” halaman 11 dan 12 menguraikan tentang proses bangsa dan bernegara, antara lain sebagai berikut:
Sekalipun pemerintah belum
terbentuk, bahkan hukum dasarnyapun
belum disyahkan, bangsa Indonesia
beranggapan bahwa Negara kesatuan
Republik Indonesia sudah ada sejak kemerdekaannya diproklamirkan. Kalau
dikaji pada rumusan alinea kedua Pembukaan UUD 1945, bangsa Indonesia
beranggapan bahwa terjadinya negara
merupakan suatu proses atau rangkaian tahap-tahap yang berkesinambungan, yang dibagi dalam 3 (tiga)
ta-hap yaitu: tahap proklamasi atau
pintu gerbang kemerdekaan, dan tahap
ke-adaan bernegara yang nilai-nilai
dasar-nya ialah merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur. Bangsa
Indonesia merinci perkembangan
teori kenegara-an tentang terjadinya
NKRI adalah: 1. Terjadinya NKRI
merupakan suatu pro-ses yang tidak
sekedar dimulai dari pro-klamasi.
Perjuangan kemerdekaan me-rupakan
peran khusus dalam pemben-tukan
ide-ide dasar yang dicita-citakan, 2.
Proklamasi baru mengantar bangsa
Indonesia sampai ke pintu gerbang
ke-merdekaan. Adanya proklamasi
tidak berarti bahwa kita telah selesai
ber-negara, 3. Keadaan bernegara
yang kita cita-citakan belum tercapai
hanya de-ngan adanya pemerintahan,
wilayah, dan bangsa, melainkan harus
kita isi untuk menuju keadaan merdeka,
ber-daulat, bersatu, adil dan makmur,
4. Terjadinya Negara adalah kehendak
seluruh bangsa bukan sekedar keinginan golongan yang kaya dan yang pandai atau golongan ekonomi lemah yang
menentang golongan ekonomi kuat seperti dalam teori kelas, 5. Religiusitas
yang tampak pada terjadinya negara
menunjukkan kepercayaan bangsa
Indonesia terhadap Tuhan YME.
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Proses bangsa yang menegara
atau lahirnya NKRI diawali dengan adanya pengakuan yang sama atas kebenaran hakiki dan kesejarahan yang
me-rupakan gambaran kebenaran
secara faktual dan otentik. Pada saat
dipro-klamirkan kemerdekaan tanggal
17 Agustus 1945, belum memiliki dasar
Negara dan pemerintahan belum terbentuk, maka tanggal 18 Agustus 1945
oleh PPKI telah ditetapkan Pancasila
sebagai Dasar falsafah dan Idiologi
Negara, UUD 1945 sebagai Dasar
Struktural dan Konstitusional Negara,
Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta
sebagai Presiden dan Wakil Presiden
Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang per-tama.
Pembukaan UUD 1945 yang
berasal dari Piagam Jakarta setelah
mengalami beberapa perubahan, adalah sebagai hasil dari Sidang I BPUPKI
tanggal 29 Mei 1945 s.d. tanggal 1
Juni 1945. Sedangkan Batang Tubuh
UUD 1945 adalah hasil dari sidang ke
II BPUPKI tanggal 10 Juli 1945 s.d. 16
Juli 1945. Sejak tahun 1999 pada saat
Sidang Umum MPR tanggal 14 sampai
21 Oktober 1999, telah diadakan perubahan (Penyempurnaan/amandemen) UUD 1945 sampai keempat ka
li.
Perubahan kedua pada sidang
tahunan MPR tahun 2000 tanggal 7
sampai tanggal 18 Agustus 2000. Perubahan ketiga pada sidang tahunan
MPR tanggal 1 sampai 9 November
2001 dan Perubahan keempat pada
si-dang tahunan MPR tanggal 1 sampai
11 Agustus 2002
Tantangan, Ancaman, Hambatan dan
Gangguan.
Ada beberapa tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan yang
merongrong keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang perlu
di-waspadai. H. AN. Sobana dalam
buku-nya “Kewiraan dalam Konsepsi
dan Implementasi”, membahas tentang
tan-tangan, ancaman, hambatan dan
gang-guan antara lain sebagai berikut:
pertama, Tantangan adalah suatu hal/
upaya yang bersifat/bertujuan menggugah kemampuan dan bertujuan
memberontak, mengubah, menghalangi, atau melemahkan pencapaian tujuan dan cita-cita Negara dan bangsa
Indonesia baik dari luar maupun dari
dalam negeri. Beberapa tantangan antara lain: a. Wilayah yang luas, penduduk yang banyak, kekayaan yang melimpah, b. Adanya keanekaragaman/
kebinekaan penduduk Indonesia, c.
Po-sisi geografis pada persimpangan
dua benua dan dua Samudera, d.
Masih ter-dapat sekelompok yang
berpandangan sempit dan fanatik
pada agama yang dianutnya, dan lain
sebagainya.
Kedua, Ancaman adalah segala usaha secara konseptual yang
ber-tujuan merombak atau mengubah
ta-tanan dan kepentingan negara dan
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Opini
bangsa Indonesia, baik dari luar maupun dari dalam. a. Ancaman dari luar
antara lain : a) adanya ekspansi idiologi
asing, terutama aliran liberalisme dan
komunisme, b) adanya tekanan politik
asing terhadap politik bebas aktif, masuknya pola ekonomi asing berupa persaingan bebas yang mengancam pola
ekonomi kekeluargaan, c) adanya subversi, globalisasi yang memaksakan
peradaban luar masuk dan lain-lain. b.
Ancaman dari dalam antara lain: adanya usaha penerapan idiologi tertentu
(perlu diwaspadai kembalinya gerakan
terselubung PKI), adanya usaha merubah Pancasila dan UUD 1945 dengan
idiologi lain dan konstitusi lain, adanya
pemberontakan bersenjata, adanya
otonomi daerah yang kebablasan yang
mengarah kepada pelepasan diri keluar
dari NKRI dan sebagainya.
Ketiga, Gangguan, adalah
se-gala usaha yang tidak konseptual
de-ngan tujuan mengubah atau menghalangi kebijakan Negara, baik melalui
kegiatan idiologi, ekonomi, budaya
mau-pun hankam. a. Gangguan dari
Luar, an-tara lain : Pernyataan/isue
atau kegiat-an politik asing yang
menyerang kebi-jakan pemerintah,
inflitrasi dan penye-lundupan senjata,
teror, pelanggaran wilayah dan
sebagainya, b. Gangguan dari dalam
antara lain: Pernyataan/issue atau
kegiatan politik secara in-konstitusional
yang ekstrim, sisa-sisa G.30.S/PKI,
gerombolan senjata/Pem-berontakan,
penyusupan pada aparat pemerintah,
dan sebagainya. 4. Ham-batan
adalah segala sesuatu yang da-pat
menghalangi dan melemahkan usa-ha
Negara dan bangsa Indonesia. Hambatan tersebut antara lain: akibat sampingan dari pembangunan nasional,
ke-terbatasan kemampuan ekonomi,
pe-nyebaran penduduk yang tidak
merata, dan sebagainya.
Setia dan Taat kepada Pancasila,
UUD 1945, Negara dan Pemerintah.
UUD 1945 pasal 27 ayat (1),
pasal 30 ayat (1) mengatur tentang
ke-wajiban warga negara untuk menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan, dan wajib dalam usaha bela
ne-gara. Dalam UU No. 8 Tahun 1974
yang disempurnakan dengan UU No. 43
Ta-hun 1999 pasal 4, PP No. 30 Tahun
1980 pasal 2, dinyatakan bahwa salah
satu kewajiban Pegawai Negeri adalah
setia dan taat kepada Pancasila, UUD
1945, Negara dan Pemerintah, serta
wajib menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Selanjutnya pada
penjelasan UU No. 8 Tahun 1974 pasal
4, bahwa yang dimaksud kesetiaan dan
ketaatan adalah tekad dan kesanggupan untuk melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang disetiai dan
di-taati dengan penuh kesadaran dan
tanggung jawab. Pegawai Negeri
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
se-bagai unsur Aparat Negara, Abdi
Negara dan Abdi Masyarakat wajib
setia dan taat pada Pancasila sebagai
dasar fal-safah dan Idiologi Negara,
setia dan taat pada UUD 1945 sebagai
dasar struk-tural dan konstitusional
Negara, setia dan taat pada Negara
Kesatuan Repub-lik Indonesia (NKRI),
setia dan taat ke-pada Pemerintah.
Kewajiban untuk menjaga persatuan
dan kesatuan me-rupakan suatu
kekuatan yang diharap-kan untuk
bisa menangkal setiap ke-kuatan
apapun baik dari dalam maupun dari
luar Negeri yang ingin merongrong
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, merongrong untuk mengganti
Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar Negara, dan merongrong Pemerintah yang syah.
Sebagai umat Islam untuk setia
dan taat pada dasar Negara, Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan pada
Pemerintah yang syah adalah suatu
ke-harusan, suatu kewajiban yang tidak
bisa ditawar-tawar lagi, sebagai wujud
dari kewajiban agama. Q.S An-Nisaa
ayat 59 “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(ba-gimu) dan lebih baik akibatnya.
Q.S. Al-Anfaal ayat 46 “Dan taatlah
kepada Allah dan Rasul-Nya dan
janganlah kamu berbantah-bantahan,
yang me-nyebabkan kamu menjadi
gentar dan hilang kekuatanmu dan
bersabarlah. Sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar
Oleh karena itu kepatuhan, kesetiaan dan ketaatan Umat Islam di
Indonesia terhadap Pemerintah Indonesia yang syah merupakan kewajiban
beragama, selama Pemerintah dapat
memberikan tempat yang wajar bagi
agama. Umat Islam di Indonesia dapat
menerima Pancasila dan UUD 1945,
NKRI dan Pemerintah yang syah sebagai konsensus nasional yang mempersatukan seluruh bangsa . Di Negara
Pancasila, agama mendapat tempat
yang terhormat dan sewajarnya,
wa-laupun Negara Pancasila bukan
Negara yang berdasarkan agama
tertentu, te-tapi juga bukan Negara
sekuler.
Kesimpulan
Pertama, Kepatuhan, kesetiaan
kepada dasar negara, dan pemerintahan syah yang tidak merugikan agama
adalah kewajiban sebagai warga
ne-gara, sebagai umat beragama
dan se-bagai Pegawai Negeri Sipil.
Kedua, Aki-bat tidak patuh, kepada
dasar negara dan pemerintahan yang
syah, maka bagi warga negara bisa
dipenjarakan, bagi umat beragama
berarti
berdosa,
dan Pengawasan
bagi PNS dapat
Nomor 22 Tahun VI Triwulan
II 2009
Fokus
Opini
Internal Audit
“Problematika dan Solusinya” (bagian 2)
Oleh: H. Ahmad Zaenuddin
Berdasarkan pembahasan pada bagian 1 Edisi 21 kita telah mengetahui 6 identifikasi permasalahan dalam pelaksanaan audit, pada pembahasan bagian kedua akan ditambahkan
sedikit permasalahan yang ada dan
akan membahas langkah-langkah
so-lusinya
Ketujuh, Sejak Tahun 2006 mulai dirasakan adanya keengganan aparat pusat maupun daerah ditunjuk menjadi pengelola pengadaan (Pimpro,
PPK atau Panita Pengadaan) kehatihatian untuk menghindari kesalahan
acapkali menjadikan pelaksanaan
ke-giatan maupun pengadaan menjadi
lamban dan pada akhirnya penyerapan
anggaran menjadi rendah. Salah satu
bukti sebagaimana telah dimuat Harian
Kedaulatan rakyat tanggal 10 September 2008 berbunyi; “PNS di lingkungan
Kab. Kulon Progo enggan untuk menjadi panitia pengadaan barang dan jasa, tidak mau mengikuti bimbingan tenis
sertifikasi pengadaan barang dan jasa
sehingga PNS yang dikirimkan untuk
mengikuti bimtek memilih untuk tidak
lulus dan tidak mendapatkan sertifikasi
karena mereka memandang pengadaan barang sangat rentan terhadap
per-masalahan yang bisa membawa
ke da-lam pertanggungjawaban secara
hu-kum” ( KR 10 sept 2008)
Kedelapan, Keseimbangan
fungsi Watchdog dan pembinaan dalam internal audit. Inspektorat Jenderal
selaku Internal audit Departemen
mempunyai fungsi membantu menteri
dalam penyelenggaraan pemerintahan
masih dirasa belum begitu mengedepankan fungsi pembinaan, setara dengan fungsi watchdog di daerah. Apalagi Departemen Agama selaku institusi
vertikal dan mempunyai satker yang
banyak menuntut peran Inspektorat
Jenderal untuk ikut aktif melakukan
pembinaan daerah karena mempunyai
cukup anggaran perjalanan sampai
ke KUA selaku Unit Kerja terbawah,
diban-ding pembinaan oleh ditjen-ditjen
se-laku unit kerja yang membawahinya
hanya terbatas dikota-kota Provinsi dan
paling jauh hanya di tingkat Kabupaten,
hal itupun waktunya sangat terbatas
maka Itjen mempunyai anggaran yang
memadai untuk menjangkau seluruh
daerah terpencil selaku ujung tombak
dan lebih menguasai permasalahanpermasalahan sebenarnya yang timbul
sekaligus alternatif pemecahan untuk
tindak lanjutnya. Menteri Agama dalam
sambutan pembukaan Rakernas RANPK di Hotel Millenium tanggal 6 Juni
2007 meminta agar Inspekorat Jende-
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
ral Dep. Agama disamping melakukan
pemeriksaan juga ikut membantu melakukan pembinaan di daerah guna
memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya guna mewujudkan good governance dan clean government dan
men-jadikan Departemen agama yang
be-bas KKN sesuai dengan salah satu
point kontrak politiknya dengan Presiden. Inspektorat Jenderal sendiri sudah menposisikan diri sebagai katalisator dan konsultan disamping fungsi
Watchdog. Bahkan pada periode sebelumnya juga memposisikan sebagai
mitra kerja, seperti memberikan bimbingan cara pembukuan yang benar,
koreksi dalam renstra dan laporan,
pembenahan administrasi, merespon
masukan daerah berupa keluhan
atau-pun kendala kebijakan yang tidak
apli-cable untuk disampaikan ke Pusat
se-bagai feed back (umpan balik) guna
mendapatkan prioritas penanganannya. Kesalahan adminstratif, prosedur
yang seharusnya dapat diperbaiki di
tempat ternyata masih tertuang dalam
temuan sehingga belum membantu
mengurangi permasalahan bahkan
menjadikan beban hutang tindak lanjut
yang semakin bertambah. Penyebabnya bisa jadi karena auditan pasif untuk
bertanya, meminta penjelasan tentang
aturan dan prosedur yang benar/harus
diperbaiki, ataupun karena auditor kurang memberikan kesempatan untuk
bertanya ataupun menyampaikan tanggapan atas temuannya.
Kesembilan, Audit lambat dalam menindaklanjuti STL. Permasalahan yang paling menonjol atas membengkaknya temuan yang belum ditindaklanjuti adalah kurang seriusnya
auditan di dalam melaksanakan tindak
lanjut yang direkomendasikan. Kordinator tindak lanjut yang dibentuk pada
satuan kerja di daerah yang berkedudukan di tingkat Kanwil dan Perguruan
Tinggi Agama belum dapat mereduksi
secara signifikan atas jumlah temuan
yang ada. Alasan yang disampaikan biasanya dikarenakan tidak adanya dana
operasional untuk menyelesaikan di
daerah yang jauh dari ibukota provinsi
lebih memprihatinkan lagi auditan merasa bahwa temuan tersebut adalah temuan sebelum ia menjabat, sehingga
beranggapan sebagai kesalahan pejabat yang lalu yang bukan menjadi
tanggung jawabnya ia lupa bahwa dalam serah terima jabatan telah disampaikan memori akhir tugas pejabat
ter-dahulu yang menyerahkan kegiatan
yang belum terlaksana termasuk di dalamnya temuan hasil audit yang belum
ditindaklanjuti Sedangkan setiap tahun
diprogramkan PKAT. Bila tahun sebelumnya masih ada tunggakan yang belum diselesaikan tunggakan tersebut
akan semakin menumpuk. Regulasi
untuk mempercepat penyelesaian tin-
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Opini
dak lanjut yaitu antara 3 (tiga) sampai 6
(enam) bulan setelah disampaikan-nya
LHA dan STLnya dan diberlakukan-nya
sanksi bagi yang tidak melaksana-kan
STL dengan Undang-Undang No 15
Tahun 2006 yang berbunyi ;”Setiap
orang yang tidak menindaklanjuti hasil
pemeriksaan dikenakan penjara 18
bulan atau denda Rp.500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah)”,namun belum
menunjukkan keberhasilan yang signifikan. Memang tidak mustahil banyak temuan yang sudah tidak bisa ditindaklanjuti seperti ; Pemborong yang pailit;
yang bersangkutan meninggal; perusahaan bubar/bangkrut dsb. tetapi tindak lanjut tersebut belum dilengkapi dengan data pendukung, yaitu: keterangan dari instansi yang berwenang agar
bisa dimasukkan dalam daftar TPTD
(temuan pemeriksaan tidak dapat ditindak-lanjuti) untuk dihapuskan dalam
daftar tunggakan.
Kesepuluh, Adanya pengeluaran kegiatan diluar DIPA atau anggaran
yang tidak mencukupi. Permasalahan
yang klasik yang tidak terprogram
tapi ada dan sulit dihindari yaitu
pengeluaran seperti kegiatan ulang
tahun Instansi, peringatan hari besar,
pertandingan olah raga serta kegiatan
sejenis telah dilarang dalam Pasal 11
ayat (1) huruf a.d.c Keppres 17 Tahun
2000, mendo-rong upaya mencari
dana yang ber-buntut ditemukannya
penyalahgunaan anggaran hingga
saat ini disinyalir ma-sih berjalan
kendatipun relatif telah me-nurun.
Masih adanya bentuk pungutan yang
tidak resmi/ terselubung terkait dengan
perizinan pengurusan keuang-an antar
instansi yang sulit dilacak per-lu ada
komitmen gerakan pemberan-tasan
pungutan secara serempak an-tar
maupun internal instansi baik se-cara
vertikal horizontal maupun dia-gonal.
Demikian juga masih terjadi ada-nya
alokasi anggaran yang tidak mencukupi dalam suatu kegiatan sehingga
pelaksana harus menutupi kekurangannya. Sebagai contoh keluhan para
penghulu/KUA pasca dicabutnya
be-dolan, kewajiban untuk mencatat/
me-nikahkan pada umumnya keluarga
pengantin tidak mau menikahkan di
kantor melainkan di rumah calon pengantin merupakan harga diri keluarga
yang tidak mudah dihapus/ dilepaskan
dari adat mendarah daging dalam suatu masyarakat, dilain pihak penghulu
di-haruskan/dituntut memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, namun untuk di daerah terpencil medannya sulit dijangkau seperti pedalaman
Kalimantan, Sumatera, Sulawesi yang
tidak dapat ditempuh kendaraan mobil
(ojek, perahu ketinting bahkan berjalan
kaki) memerlukan waktu perjalanan
berjam-jam bahkan sehari penuh dirasakan sangat membebani tugasnya
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
secara fisik dan financial . Sementara
dalam DIPA, dihapuskannya bedolan
hanya mendapat alokasi dana operasional Rp1.000.000,00/ bulan belum menyentuh secara eksplisit untuk operasional P3N yang notabene dapurnya
tergantung pada bedolan, sehingga
perlu dipertimbangkan kembali anggaran yang lebih proporsional disesuaikan
dengan jauh dan beratnya medan
,wi-layah serta volume peristiwa nikah
yang dilayani.
Kesebelas, Belum optimalnya
peran pembelaan organisasi internal.
Selama ini lembaga yang menangani
perlindungan terhadap Pegawai Negeri
Sipil adalah KORPRI ( Korp Pegawai
Republik Indonesia) namun dalam pelaksanaannya hanya terfokus kepada
kesejahteraan Pegawai saja dalam
bentuk material ataupun financial seperti perumahan, musibah, sakit dsb,
sedangkan pembelaan terhadap adanya tuntutan hukum yaitu perlindungan
dari jeratan hukum yang kadang-kadang masih dalam tahap “dugaan” atau
“diindikasikan” belum berperan secara
signifikan. Aturan yang dituangkan Keppres, Peraturan Menteri maupun Surat
Edaran masih terlalu berat untuk dikuasai oleh seorang Pejabat Pembuat
komitmen/ Pelaksana/ ataupun panitia
lelang karena di samping mereka
mempunyai latar belakang pendidikan
yang berbeda, mereka juga seorang
pegawai/ pejabat yang mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan
tu-gas rutinnya sehingga bila tanpa
di-dampingi konsultan ahli dalam menangani tugas tersebut akan mengalami kesulitan untuk melepaskan dari
jeratan hukum karena kurang memahami prosedur pengadaan ataupun
spesifikasi teknis yang dipersyaratkan,
karena kurangnya pengetahuan, pengalamannya harus berurusan dengan
tuntutan ganti rugi/pengembalian ke
Kas Negara. Sementara Konsultan
pengawas yang selama ini dianggap
le-bih mengetahui dan ahli atas spesifikasi teknis barang/perkerjaan/ kegiatan
yang dipersyaratkan biasanya kurang
tersentuh sanksi, hasil interview dengan beberapa pejabat pelaksana/
pembuat komitmen/panitya lelang baik
di pusat maupun di daerah mengeluhkan hal ini . Beberapa satuan kerja lambat dalam penyerapan karena kesulitan
menunjuk panitia pelaksana pengadaan/lelang , Hal ini kalau dibiarkan
terus menerus akan menghambat
pelak-sanaan tugas dan fungsi satuan
kerja.
Langkah–Langkah Solusi.
Untuk menghindari kemungkinan terkenanya jeratan sanksi hukum
atas hasil pemeriksaan diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama,
harus diakui bahwa kebebasan pers
merupakan bagian demokrasi dalam
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Opini
bentuk kebebasan untuk mengutarakan
pendapatnya melalui berbagai media
cetak maupun elektronik menuntut para
pelaksana anggaran untuk mematuhi
sepenuhnya ketentuan dan prosedur
yang dipersyaratkan, hindarkan segala
bentuk rekayasa dengan alasan
apa-pun baik itu berupa titipan dari
pihak ter-tentu maupun surat sakti/
ketebelece yang akan menjerumuskan
ke penjara ataupun tuntutan ganti
rugi, perlu diingat bahwa hal ini akan
menjadi penderitaan/siksaan batin
yang merusak harga diri keluarga,
instansi, bahkan akan dikucil-kan dari
teman sejawat dan masyara-kat.
Kedua, bila aturan kurang dapat
diaplikasikan/mengalami kendala agar
dikonsultasikan ke pihak yang berwenang termasuk auditor dengan menyampaikan kesulitan-kesulitan di tingkat pelaksana sehingga aturan tersebut
cepat mendapatkan tanggapan yang
selanjutnya akan dievaluasi apakah kebijakan tersebut perlu disempurnakan
atau perlu diganti dengan aturan baru
yang applicable, sebagai contoh didistribusikannya beberapa alokasi anggaran untuk KUA-KUA Kecamatan
pas-ca dihapuskannya dana bedolan
me-rupakan respon dari keluhan
tingkat pe-laksana paling bawah, hal
inipun masih menjadi polemik karena
jumlah pe-ristiwa nikah pada setiap
KUA Kecamat-an berbeda sehingga
perlu alokasi yang proposional yang
mengarah kepada azas ke-adilan.
Intinya bahwa aturan/kebijakan akan
lebih mudah dilaksana-kan bila ada
kontribusi masukan dari pelaksana
paling bawah (bottom up).
Ketiga, terjadinya suap dimulai
dari diri kita yang tidak mengikuti aturan
serta menghindari resiko melalui jalan
pintas yang selama ini membudaya
se-bagai embrio terpuruknya bangsa;
se-bagai contoh ketika kita takut
ditangkap polisi saat berkendara
dikarenakan ada aturan yang dilanggar
seperti SIM atau STNK sudah tidak
berlaku atau perleng-kapan spion tidak
ada ( persyaratan dan prosedur tidak
dipenuhi), akan tetapi bila persyaratan
telah dipenuhi tidak ada yang perlu
ditakutkan meskipun ra-zia dilakukan
secara besar-besaran bahkan oleh
aparat gabungan sekalipun karena
aturan dan prosedur yang ber-laku
telah terpenuhi.
Keempat, Persiapkan diri sebagai PNS untuk bisa hidup dengan keterbatasan pendapatan yang diterima,
terkait dengan sumpah PNS yang telah
menjadikan Tuhan sebagai saksi untuk
tidak menerima ataupun memberikan
sesuatu yang karena jabatannya dapat
diduga ataupun patut diduga merupakan suap. Hal ini dilakukan agar tidak
berupaya mencari celah-celah tambahan dalam melaksanakan anggaran.
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Bila tenyata dirasa masih kurang
mencu-kupi, upaya lainnya hanya
dapat dilaku-kan diluar jam kantor/
instansi seperti mengajar, konsultan,
dan kegiatan lain-nya yang dibenarkan
oleh aturan.
Kelima, sebagai umat beragama PNS harus meyakini bahwa hasil
suap di samping mengkhianati sumpah kepada Tuhan juga akan memberikan petaka apabila digunakan oleh
diri, keluarga, seperti malas, nakal,
narko-ba, sakit dsb. Karena orang
yang ber-agama yakin bahwa harta
yang diper-oleh dari cara yang tidak
benar tidak akan memberikan berkah
(manfaat) bagi kehidupannya didunia
dan akhirat.
Keenam, bila pelaksana anggaran mengalami kesulitan memahami
aturan prosedur dalam melaksanakan
pelelangan, guna menghindari terjadinya pelanggaran terutama yang menyangkut kemahalan harga yang berdampak pada tuntutan ganti rugi dapat
berkonsultasi ke Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
(LKPP). Lembaga ini berfungsi; Memfasilitasi Sertifikat Keahlian Pengadaan,
Konsultasi dan advokasi Pengadaan
serta Inisiatif penerapan E Procurement. Di samping fungsi tersebut lembaga ini dimaksudkan untuk mencegah
pelanggaran hukum dalam pengadaan
barang/jasa juga menjadi mediator penyelesaian perkara seputar pengadaan
barang dan jasa melalui hukum diluar
pengadilan.
Ketujuh, manfaatkan peran audior internal ketika melakukan audit di
tempat kita bekerja, perlu diketahui bahwa Itjen mempunyai peran pembinaan
dalam bentuk catalize dan konsultan,
sehingga banyak hal-hal yang bisa diselesaikan pada saat audit (fungsi pembinaan) seperti segera menyetor pajakpajak, pembukuan yang belum selesai/
memperbaiki kesalahan dalam pembukuan, serta membimbing cara-cara
membuat pelaporan yang benar/akuntabel, memberikan pedoman-pedoman
peraturan yang belum dimiliki, perencanaan yang benar, dsb. Dengan kata
lain auditan juga harus banyak bertanya
yang men-jadi kendala permasalahan
serta so-lusinya, tidak hanya menerima/menjawab pertanyaan dari auditor
yang menjadi kewajibannya. Auditan
harus yakin bahwa audit memang diperlukan karena merupakan bahagian
dari fungsi management dalam suatu
organisasi, seperti halnya setiap proses
kenaikan kelas, pangkat, jabatan harus
melalui ujian yang harus dilalui.
Kedelapan, memilih konsultan
pengawas yang ahli dibidangnya dan
mempunyai sertifikat seperti dari PU untuk teknik bangunan sipil, atau dari PLN
untuk instalasi listrik sehingga akan
le-bih memberikan jaminan kualitas
peker-jaan yang dilaksanakan.
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Opini
Kesembilan, memberikan tanggapan yang jelas dan berdasar atas temuan audit, sedikit banyak akan dapat
memberikan pertimbangan bagi auditor
dalam menentukan rekomendasi, karena bisa jadi data/keterangan yang diperoleh auditor belum lengkap sehingga memberikan asumsi kesimpulan
yang berbeda pula.
Kesepuluh, bila memerlukan
dana di luar APBN untuk kebutuhan
Ulang Tahun Instansi dsb, tidak ada jalan kecuali melalui musyawarah yang
mendapatkan persetujuan bersama selanjutnya dipertanggungjawabkan dengan benar untuk menghindari fitnah,
namun disarankan untuk menghindari
adanya pungutan, sebaiknya instansi
ti-dak perlu memaksakan adanya suatu
kegiatan diluar APBN sekiranya dana
ti-dak tersedia,
Kesebelas, Bila ada oknum yang
meminta bantuan mengatasna-makan
instansi tertentu atau lembaga tertentu
yang kadang-kadang disertai ancaman
harus berani mengatakan
de-ngan sebenarnya
bahwa sudah saatnya
di zaman reformasi
tidak ada yang ditutupi,
diakali, direkayasa untuk
melakukan pemba-yaran
diluar peruntuk-annya,
selama telah me-lakukan
sesuai dengan aturan
dan prosedur tidak ada
yang perlu ditakutkan,
bila hal itu dilakukan ber-bagai sanksi
akan me-ngenai pihak pelaksana
anggaran. hal ini salah satu jalan untuk
mewujudkan Good Goverment dan
Clean gover-nance.
Keduabelas, memotivasi profesionalisme Auditor untuk bekerja secara
independen , tanpa beban, tidak dipengaruhi pihak manapun, berani menyampaikan yang positif sesuai dengan norma disiplin ilmunya bila memang baik
dan berani mengungkap semua bentuk
pelanggaran berdasarkan norma pemeriksaan bila memang ditemukan
bertentangan dengan aturan dan prosedur yang berlaku.
Ketigabelas, Instansi pusat
agar lebih tanggap dan peka terhadap
masukan dari daerah atas kebijakan
yang dinilai belum applicable, untuk menyempurnakan, memperbaiki kebijakan-kebijakan baik yang disampaikan
melalui hasil audit maupun melalui
in-formasi lainnya demi kelancaran
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Peran Internal Auditor dalam Evaluasi Manajemen Risiko
Oleh: Budi Rahardjo
Kata Kunci
Penetapan tujuan, rencana kegiatan, identifikasi risiko, analisis risiko,
pengendalian risiko dan keberhasilan
pelaksanaan kegiatan.
Pengertian Risiko
Sebagai ilustrasi, apabila seorang nelayan bermaksud akan menuju
sebuah pulau dengan menyeberangi
sungai, dimungkinkan terjadi risiko yaitu
berbagai hambatan yang mengakibatkan gagalnya sang nelayan menyebrangi sungai sehingga tujuan tidak tercapai. Risiko yang mungkin terjadi adalah diganggu oleh sekawanan buaya,
perahu bocor karena kurang dipersiapkan atau arus sungai deras sehingga
perahu dapat tenggelam. Tentunya untuk dapat sampai keseberang sang nelayan harus mengantisipasi berbagai
hambatan tersebut serta mencari
faktor-faktor penyebab yang memungkinkan terjadinya risiko kegagalan. Salah satu antisipasinya adalah dengan
mempersiapkan perahu yang kuat dan
membawa senjata untuk menghadapi
buaya sehingga risiko kecelakaan dapat dihindari. Nah, dengan ilustrasi di
atas dapat disimpulkan bahwa dalam
setiap pelaksanaan kegiatan dimung-
kinkan terjadi risiko dan sebenarnya
ri-siko tersebut dapat diidentifikasi,
diana-lisis dan pada akhirnya dapat
dihindari.
Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP), Risiko adalah kemungkinan
kejadian yang mengancam pencapaian
tujuan dan sasaran instansi pemerintah. Menurut ASNZS 4360: 2004
dan Enterprise Risk Management
(ERM) COSO 2004: Risiko dapat
berupa suatu peluang (opportunity)
maupun suatu ancaman (threats). Dalam perkembangan selanjutnya yang
menjadi prioritas adalah risiko dalam
artian ancaman (threat).
Menurut Enterprise Risk Management (ERM) COSO 2004: Manajemen Risiko adalah suatu proses
yang dipengaruhi oleh Dewan Komisaris, Manajemen dan Personil suatu
perusahaan yang dimulai sejak penyusunan strategi sampai seluruh proses
dirancang untuk mengidentifikasi peristiwa potensial yang dapat menimbulkan risiko serta mengelola risiko
ter-sebut sesuai dengan risk appetite
per-usahaan untuk menyediakan
keyakin-an yang memadai sehubungan
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Opini
dengan sasaran perusahaan.
Pada prinsipnya yang dimaksud
dengan risiko terdiri dari dua unsur pemenuhan risiko yaitu kemungkinan terjadi atau tidak terjadi dan apabila terjadi
akan timbul kerugian. Mengidentifikasi
risiko dimulai dengan penetapan tujuan
organisasi yang didukung dengan
ber-bagai program dan kegiatan untuk
mencapai tujuan tersebut. Selanjutnya
terhadap berbagai program dan kegiatan tersebut dilakukan identifikasi kemungkinan terjadinya risiko. Penetapan
tujuan tersebut merupakan kondisi yang
harus sudah ada terlebih dahulu dalam
penilaian risiko. Kondisi dimaksud adalah bahwa tujuan harus sudah ada
ter-lebih dahulu sebelum manajemen
da-pat mengidentifikasi risiko-risiko
dan mengambil langkah-langkah yang
di-perlukan untuk mengendalikan risiko
tersebut. Penetapan tujuan adalah bagian penting dalam proses manajemen,
dan meskipun bukan komponen dari
pengendalian intern namun ini adalah
merupakan salah satu unsur tercapainya Sistem Pengendalian Intern yang
baik.
Kewajiban Pimpinan Instansi
Pemerintah
Pertama, Pimpinan Instansi
Pe-merintah menetapkan tujuan keseluruhan Instansi Pemerintah yang jelas
dan konsisten serta tujuan tingkatan
ke-giatan yang mendukungnya, kedua,
Pimpinan Instansi Pemerintah melakukan identifikasi risiko secara menyeluruh, mulai dari sumber internal
mau-pun eksternal, yang dapat mempengaruhi kemampuan Instansi Pemerintah dalam mencapai tujuannya, ketiga, Analisis risiko dilaksanakan, dan
Instansi Pemerintah sudah mengembangkan pendekatan yang memadai
untuk mengelola risiko, keempat, Untuk
menghindari risiko, dilakukan aktivitas
pengendalian risiko yang dapat mempengaruhi kemampuan Instansi Pemerintah tersebut dalam mencapai visi,
misi, dan tujuannya.
Identifikasi Risiko
Identifikasi Risiko adalah suatu
proses penetapan berbagai risiko dari
suatu kegiatan yang merupakan antisipasi terhadap kemungkinan kejadian
yang dapat menimbulkan risiko kegagalan atau tidak tercapainya pelaksanaan suatu kegiatan. Proses ini sifatnya
berkesinambungan dan merupakan
komponen yang penting dalam mencapai suatu efektivitas sistem pengendalian internal. Dalam hal ini manajemen harus bersikap konservativ dalam
menghadapi risiko-risiko di semua
ting-katan kegiatan baik dalam instansi
maupun perusahaan dan melakukan
tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya setelah ditemukan faktorfaktor penyebab terjadinya risiko
tersebut.
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Keberhasilan tujuan suatu instansi dapat dipengaruhi oleh risiko-risiko
internal maupun eksternal. Faktor-faktor ini cenderung akan mempengaruhi
tujuan-tujuan, baik secara eksplisit
maupun implisit. Risiko akan berubah
atau meningkat sejalan dengan meningkatnya perbedaan tujuan-tujuan
de-ngan kinerja sebelumnya. Contoh
fak-tor eksternal adalah bahwa suatu
ins-tansi pelayanan publik menganggap
meliputi faktor-faktor eksternal dan internal yang memberikan kontribusi terhadap risiko pada tingkat entitas adalah hal yang penting dalam penilaian
ri-siko yang efektif. Sekali faktor-faktor
yang memberikan kontribusi besar tersebut telah teridentifikasi, maka manajemen dapat mempertimbangkan antisipasinya.
Faktor Eksternal yang Mempengaruhi
Risiko
se-lama ini pelayanan kepada pelanggan sudah me-madai, na-mun dengan se-makin me-ningkatnya jumlah
masyarakat yang dilayani, ada-nya
kebutuhan pelanggan yang me-ningkat
serta kemajuan teknologi, ma-ka
pelayanan kepada pelanggan ter-sebut
mungkin sudah tidak memadai lagi.
Dengan demikian risiko pelanggan
tidak terlayani akan meningkat, dan
ri-siko yang lebih berat adalah citra instansi pelayanan masyarakat tersebut
akan menurun.
Dengan proses identifikasi yang
Pertama, perkembangan teknologi dapat mempengaruhi kondisi dan
waktu un-tuk riset dan pe-ngembang-an,
atau megarah-kan per-ubahan untuk kegiatan pengadaan, kedua, perubahan
ke-butuhan pelanggan atau harapanharapan yang dapat mempengaruhi
pengembangan produk, proses produksi, layanan pelanggan, harga dan
ja-minan, ketiga, persaingan dapat
mem-pengaruhi kegiatan pemasaran
dan pe-layanan, keempat, regulasi baru
dapat mendorong perubahan dalam
kebijakan operasional dan strategi,
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Opini
kelima, Faktor keadaan memaksa dapat
mendorong perubahan dalam kegiatan
operasi atau sistem informasi dan
menekankan ke-butuhan akan rencana
kontigensi, ke-enam, perkembangan
perekonomian dapat berdampak pada
keputusan-keputusan yang terkait
dengan keuang-an, belanja modal dan
ekspansi.
Faktor-faktor Internal yang mempengaruhi risiko
Pertama, adanya hambatan
atau gangguan pada pemrosesan sistem informasi dapat berpengaruh buruk
pada kegiatan operasional instansi, kedua, hambatan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dan me-tode
pelatihan dan motivasi dapat mempengaruhi derajat kepedulian terhadap
sistem pengendalian intern, ketiga,
adanya perubahan dalam tanggung
jawab manajemen dapat mempengaruhi bagaimana pengendalian tertentu
dijalankan.
Peran Internal Auditor
Peran Internal Auditor (APIP)
dalam hal manajemen risiko menurut
PP Nomor 60 Tahun 2008 (Ps 60/2008
Ps 11 (b)) tentang Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah adalah: Memberikan
peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi
Pemerintah.
Peran Internal Auditor lainnya
adalah dalam mengidentifikasi risiko
baik internal maupun eksternal adalah
dalam menyusun perencanaan kegiatan audit. Risiko kegagalan audit dapat
diantisipasi dengan melakukan identifikasi risiko terhadap proses pelaksanaan penugasan audit. Suatu penugasan
audit akan berhasil apabila diketahui
berapa besar dan kompleksitas
obyek yang akan diaudit. Selanjutnya
dengan mengetahui ruang lingkup
yang akan di-audit, maka auditor dapat
merencana-kan dan menetapkan
banyaknya jumlah tim audit yang
akan ditugaskan. Selan-jutnya berapa
hari waktu yang dibutuh-kan untuk
mengaudit obyek tersebut dan berapa
besar biaya yang harus di-sediakan
untuk penugasan audit terse-but untuk
mendapatkan hasil yang op-timal.
Semakin banyak dan semakin be-sar
risiko yang diperkirakan akan ter-jadi,
semakin cermat pengendalian atas
risiko tersebut, dan melalui identifikasi
risiko inilah suatu penyusunan perencanaan audit untuk menghindari risiko
dapat diantisipasi.
Potensi penyebab kegagalan
audit dalam suatu penugasan untuk
mencapai tujuan audit bervariasi dari
sesuatu yang terlihat jelas sampai dengan yang tidak jelas, dari yang signifikan sampai dengan yang tidak signifi-
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
kan dari sisi potensi pengaruhnya.
Na-mun demikian seharusnya dengan
di-identifikasikannya risiko-risiko yang
nyata-nyata berdampak signifikan pada
keberhasilan audit. Untuk menghindari
melihat risiko secara berlebihan, identifikasi yang baik adalah berdasarkan kemungkinan terjadinya risiko tersebut.
Memang pada kenyataannya terdapat
keterbatasan-keterbatasan sehingga
sulit menggambarkannya. Dengan
ke-terbatasan SDM serta waktu yang
ter-sedia , maka pada suatu audit
keuang-an yang dilaksanakan secara
sampling dimungkinkan terjadi bahwa
korupsi ter-jadi pada bukti pengeluaran
yang tidak disampling. Namun pada
penugasan audit dengan tujuan tertentu
atau audit investigasi risiko tersebut
dapat dimini-malisir.
Analisis Risiko
Proses selanjutnya setelah manajemen telah melakukan identifikasi
risiko pada tingkat entitas dan aktivitas,
maka tahap berikutnya adalah melakukan analisis risiko. Metode untuk
menganalisis risiko dapat bervariasi,
kondisi ini disebabkan beberapa kasus
karena sulitnya mengkuantifikasi risiko.
Terdapat beberapa metode untuk dapat mengestimasi kerugian dari risiko
yang teridentifikasi. Manajemen seharusnya peduli dengan hal tersebut dan
menerapkannya bila diperlukan. Namun
demikian, banyak risiko tidak dapat di-
tentukan berdasarkan ukurannya. Risiko-risiko ini sebaiknya dinyatakan
da-lam berbagai ukuran mulai dari
yang be-sar menegah sampai yang kecil. Proses analisis risiko baik secara
formal atau kurang formal, meliputi: a.
Estimasi signifikansi dari suatu risiko,
b. Penilaian kemungkinan (frekuensi)
terjadinya risiko, c. Pertimbangan bagaimana sebaiknya risiko dikendalikan
yaitu langkah-langkah apa yang perlu
dilakukan
Pada analisis risiko, suatu risiko
yang tidak berdampak signifikan dan
kemungkinan terjadinya juga rendah,
umumnya tidak menjadi perhatian serius. Sebaliknya, suatu risiko yang signifikan dengan kemungkinan terjadinya
yang tinggi, biasanya memerlukan
per-hatian yang khusus. Dalam analisis
ri-siko kondisi yang berada di antara
ke-dua titik ekstrim ini biasanya memerlukan pertimbangan yang sulit. Dalam
kondisi ini yang penting adalah bahwa
analisisnya harus rasional dan hatihati.
Suatu analisis risiko pada dasarnya apabila kemungkinan terjadinya
risiko telah diidentifikasi dan dianalisis,
maka manajemen perlu mempertimbangkan bagaimana risiko dikendalikan. Ini meliputi pertimbangan berdasarkan asumsi-asumsi tentang risiko
dan juga analisis biaya untuk mengurangi derajat risiko tersebut. Langkah-langkah yang dapat diambil untuk
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Opini
menurunkan signifikansi dan kemungkinan terjadinya risiko meliputi keputusan-keputusan manajemen sehari-hari.
Kadang-kadang langkah-langkah tersebut dapat mengurangi risiko atau
menghilangkan dampaknya bila risiko
tersebut benar-benar terjadi. Sejalan
dengan langkah-langkah pengendalian
risiko adalah penyusunan prosedur-prosedur yang memungkinkan manajemen
menelusuri efektivitas implementasi
langkah-langkah tersebut. Misalnya,
sa-lah satu cara untuk mengantisipasi
ke-rugian karena gangguan sistem
kom-puter adalah dengan menciptakan disaster recovery plan (DRP). Prosedur-prosedur yang dibuat harus
meyakinkan bahwa DRP didesain dan
diimplementasikan dengan memadai.
Prosedur-prosedur ini mencerminkan
adanya aktivitas pengendalian yang
merupakan kelanjutan dari proses
ana-lisis risiko.
Analisis risiko dapat meliputi
analisis proses, seperti identifikasi ketergantungan dan signifikansi titik-titik
kontrol dan penetapan tanggung jawab
dan akuntabilitas yang jelas. Proses
analisis yang efektif mengarah pada
perhatian yang khusus terhadap keterkaitan antar unit dalam organisasi, misalnya identifikasi dimana data berasal,
dimana disimpan, bagaimana data
ter-sebut dikonversi menjadi informasi
yang berguna dan siapa yang menggunakan informasi tersebut. Organi-
sasi-organisasi besar biasanya membutuhkan kewaspadaan tertentu dalam
hal transaksi intern maupun ekstern.
Proses-proses ini bisa dipengaruhi secara positif oleh kualitas program yang
meliputi keterlibatan karyawan, dan
da-pat menjadi unsur penting dalam
meng-antisipasi risiko.
Namun pada kenyataannya
sungguh ironis bahwa kesadaran akan
pentingnya analisis risiko sering datang
terlambat, seperti dalam banyak kasuskasus yang berkaitan dengan keuangan. Berbagai level manajemen mulai top
manajemen, middle manajemen sampai lower manajemen masih banyak
yang mengatakan pada akhirnya setelah terjadi risiko bahwa mereka tidak
menyangka akan terjadi risiko.
Kondisi inilah yang harus dihindari atau diminimalisir dengan melakukan analisis risiko.
Pengendalian Risiko
Menurut PP No.60 Tahun
2008: Aktivitas Pengendalian-(Risiko) adalah tindakan untuk mengatasi risiko serta penetapan dan
pelaksana-an kebijakandan prosedur
untuk me-mastikan bahwa tindakan
mengatasi risiko telah dilaksanakan
secara efektif.
Proses selanjutnya setelah risiko dianalis adalah melakukan aktivitas
pengendalian risiko. Pada umumnya
kegiatan ini dilakukan setelah diketahui
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
faktor-faktor penyebab kemungkinan
terjadinya risiko. Proses yang dilakukan
adalah bagaimana menghilangkan atau setidaknya meminimalisir faktorfaktor penyebab terjadinya risiko. Penerapan umum aktivitas pengendalian meliputi: 1. kebijakan, prosedur, teknik
dan mekanisme yang ada sesuai dengan masing-masing kegiatan instansi
pemerintah, 2. kegiatan pengendalian
yang dibutuhkan telah ada dan diterapkan, 3. kegiatan pengendalian dievaluasi secara periodik untuk meyakinkan
bahwa aktivitas pengendalian masih
tetap memadai dan bekerja sesuai dengan yang diinginkan.
Kategori umum aktivitas pengendalian meliputi: 1. Reviu pencapaian atas kinerja utama intansi pemerintah oleh jajaran pimpinan Instansi
Pemerintah yang bersangkutan, 2.
Pembinaan SDM untuk mencapai hasil
yang diharapkan, 3. Pemrosesan Informasi- IP menerapkan berbagai aktivitas
pengendalian yang sesuai dengan sistem pengolahan informasi untuk meyakinkan ketepatan dan kelengkapan,
4. Pengendalian fisik untuk menjaga
dan mengamankan aset yang rawan
(berisiko), 5. Penetapan dan pemantauan indikator dan ukuran kinerja, 6.
Pemisahan tugas dan tanggung jawab
yang penting dilakukan diantara pegawai yang berbeda untuk mengurangi
risiko kesalahan, pemborosan atau kecurangan, 7. Pelaksanaan kegiatan ha-
rus berdasarkan otorisasi dan dilaksanakan oleh pegawai yang kompeten,
8. Pelaksanaan transaksi dan kejadian
yang sesuai, 9. Kegiatan instansi yang penting telah diklasifikasikan dan dicatat sesuai ketentuan, 10. Pembatasan
akses dan pertanggungjawaban atas
sumber daya dan penyimpanan ditetapkan, 11. Pengendalian intern dan kejadian penting lainnya didokumentasikan dengan jelas, 12. Pelaksanaan
pengawasan intern
Kesimpulan
Tingkat capaian keberhasilan
manajemen dalam mengelola organisasi adalah tercapainya tujuan organisasi. Tujuan organisasi akan tercapai
apabila semua kegiatan yang telah direncanakan dapat terlaksana seluruhnya. Namun dalam setiap pelaksanaan
kegiatan dimungkinkan terjadi hambatan yang dapat mengakibatkan kegagalan pencapaian tujuan. Kondisi tersebut
dapat diantisipasi dengan terlebih
da-hulu melakukan identifikasi risiko
atas hambatan yang mungkin
timbul. Risiko dapat dihilangkan atau
diminimalisir de-ngan menggunakan
analisis risiko. Se-telah risiko
dianalisis dengan mencari faktor-faktor
penyebabnya, proses se-lanjutnya
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
AMO
Faktor yang Mempengaruhi
Kebosanan dalam Bekerja
Oleh: Fadly Heready
Abstraksi
Peningkatan kinerja adalah suatu upaya yang terus menerus diupayakan oleh para pimpinan dalam mengelola organisasi/perusahaan yang
dipim-pinnya. Hal ini merupakan salah
satu dari tantangan bagi para pimpinan
dan pengelola untuk mewujudkannya.
Salah satu permasalahan yang dapat
timbul dan mempengaruhi tingkat
kinerja dari pegawai/karyawan adalah
masalah ke-bosanan dalam melakukan
suatu pekerjaan. Tujuan dari penulisan
ini adalah untuk menelaah kebosanan
kerja dari karyawan/pegawai yang ditandai dengan hilangnya minat dan
se-mangat kerja, cenderung bercakapca-kap, dan cepat marah. Hal tersebut
di-akibatkan oleh beberapa faktor yang
mempengaruhi kebosanan kerja karyawan/pegawai.
Pendahuluan
Banyaknya permasalahan yang
muncul di dalam dunia kerja, khususnya
yang berkaitan dengan para tenaga
ker-ja atau karyawan, merupakan suatu
tantangan bagi para pihak terkait. Salah
satu permasalahan yang dapat timbul
adalah kebosanan dalam bekerja. Pekerjaan apapun dapat menimbulkan
re-aksi yang bersifat positif dan reaksi
yang bersifat negatif. Rekasi positif
mi-salnya senang, bergairah, merasa
se-jahtera, dan lain-lain. Reaksi yang
ber-sifat negatif misalnya bosan, acuh,
tidak serius, dan sebagainya.
Kebosanan kerja telah menjadi
masalah yang semakin penting, dan
kecenderungan ini diduga akan terus
meningkat pada masa yang akan datang. Penyebab yang menjadi kebosanan kerja bisa bermacam-macam, salah
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
satunya adalah rutinitas atau pekerjaan
yang dirasakan monoton sebab selalu
harus dikerjakan setiap hari dalam bentuk yang sama. Kebosanan memiliki
dampak terhadap produktivitas atau kinerja karyawan, yang pada akhirnya juga merupakan masalah bagi perusahaan ataupun organisasi. Apabila tidak
di-tanggulangi dengan segera, pada
awal-nya kebosanan dapat mengurangi
pro-duktivitas, tetapi lama-kelamaan
juga dapat berpotensi mengakibatkan
kece-lakaan kerja.
Tinjauan Pustaka
Ketidaknyamanan kerja dan
tu-gas rutin berhubungan dengan
kebo-sanan. Kebosanan yang terjadi di
da-lam lingkup pekerjaan disebut juga
de-ngan kebosanan kerja (simamora,
2004). Menurut Geiwitz (1996) kebosanan kerja merupakan hal yang kompleks dan individual sifatnya. Tidak semua individu dapat bertahan terhadap
jenis pekerjaan yang berulang-ulang
atau pada pekerjaan yang sama.
Kebo-sanan kerja adalah suatu sumber
frus-tasi fundamental bagi karyawan
(Bard-wick, 1988).
Karyawan atau pegawai yang
merasa bosan terhadap suatu pekerjaan yang rutin dan sederhana akan
berakibat karyawan tersebut melakukan kesalahan, lamban dalam bekerja,
dan cenderung bercakap-cakap dalam
bekerja (Porter dan Hackman, 1975).
Seorang tenaga kerja yang merasa sangat bosan atau jenuh dengan pekerjaannya mungkin akan mengalami suatu
ketegangan, rasa lemah, cepat marah,
sulit berkonsentrasi maupun sulit bekerja secara efektif (anoraga, 1998).
Banyak faktor yang dapat menyebabkan seorang pekerja atau karyawan bersikap bosan, acuh, dan tidak
bergairah melakukan pekerjaannya
ini, antara lain tidak cocok dengan
pekerja-annya, tidak tahu bagaimana
melaku-kan pekerjaan yang baik,
kurang insentif, lingkungan kerja yang
tidak menye-nangkan dan lain-lain
(Notoatmodjo, 2003). Kebosanan dapat
terjadi pada tenaga kerja yang bekerja
secara mo-noton, berulang-ulang,
serta pelaksana-an atau kegiatan yang
tidak menarik. Namun ada kalanya
kebosanan juga dapat ditimbulkan
oleh hal-hal yang se-mula dianggap
menyenangkan (Anies, 2005). Anastasi
(1989) mengatakan bahwa faktor
yang mempengaruhi ke-bosanan
kerja meliputi faktor individu, faktor
lingkungan kerja, dan faktor pe-kerjaan
itu sendiri.
Suatu pekerjaan agar tidak
me-nimbulkan kebosanan, tidak hanya
di-tentukan oleh kemampuan dan keterampilan yang dimilki oleh pekerja atau
karyawan saja, tetapi juga dipengaruhi
oleh penguasaan prosedur kerja, uraian
kerja yang jelas, persyaratan jabatan
yang jelas untuk mendukung uraian
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
AMO
jabatan tersebut, peralatan kerja yang
tepat atau sesuai lingkungan kerja dan
sebagainya (notoatmodjo 2003). Menurut Papu (2002) berbagai tindakan
pencegahan kebosanan kerja yang
banyak dilakukan untuk membuat para
pekerja tidak merasa bosan dan jenuh
dengan kegiatan yang harus dilakukan
sehari-hari, dengan cara melakukan rotasi kerja, melibatkan pekerja/karyawan
dalam pengambilan keputusan, melaksanakan pertemuan semua karyawan,
memberikan kesempatan untuk melakukan cuti dan masih banyak lagi
hal lainnya. Semua kegiatan tersebut
ber-tujuan untuk mencegah atau
mengu-rangi kebosanan kerja pada
karyawan.
Pembahasan
Terdapat 7 (tujuh) dimensi aspek kebosanan kerja yang dapat dieksplorasi. Ada 3 (tiga) dimensi tidak mendapatkan respon dari kedua unit yang
dianalisis, yaitu menurunnya perhatian,
lambat bekerja dan sulitnya bekerja
se-cara efektif. Kedua unit analisis
menun-jukkan gejala kebosanan
yang sama un-tuk kelima dimensi
lainnya. Kedua unit analisis pernah
bosan dan tidak berse-mangat kerja,
tidak pernah melakukan kesalahan
fatal (meskipun unit analisis 1 pernah
melakukan kesalahan kecil da-lam
waktu yang sudah lama berlalu), saat
bosan cenderung berbincang-bin-cang
dan merokok, serta jika bosan menjadi
mudah marah.
Adanya indikasi bahwa terdapat
kebosanan kerja sering muncul, walaupun dampak atau aspek-aspeknya
mungkin tidak sama terhadap tiap pegawai/karyawan namun sering terindikasi bahwa terdapat kebosanan kerja.
Menurut Gray (1952) aspek-aspek dari
kebosanan kerja adalah hilangnya minat dan semangat kerja, lamban dalam
bekerja, melakukan kesalahan dan cenderung bercakap-cakap. Karyawan/
pe-gawai menjadi bosan dan kurang
ber-semangat mungkin karena mereka
te-lah bekerja bertahun-tahun pada
peker-jaan tersebut yang membuat
mereka merasa pekerjaan yang
dilakukan ber-ulang-ulang (monoton)
dan sifatnya se-hari-hari dilakukan
secara berulang.
Saat merasa bosan karyawan/
pegawai cenderung berbincang-bincang dengan sesama rekan kerja dan
pegawai/karyawan pria menjadi aktif
merokok.
Sikap dan perilaku cepat marah
dan tidak sabaran kadang disebabkan
pekerjaan dan diri karyawan/pegawai
itu masing-masing.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kebosanan Kerja
Ada 10 faktor penyebab kebosanan kerja yang dieksplorasi. Respon
yang timbul terhadap faktor ketidakcocokan dengan pekerjaan dan faktor
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
lainnya, kecuali untuk faktor perhatian
atas kesejahteraan karyawan dan kurangnya umpan balik serta imbalan
kar-yawan seringkali menunjukkan
kesa-maan. Pekerjaan yang tidak
menarik atau kurang menantang, tidak
adanya otonomi, kemungkinan untuk
dipromo-sikan kecil, lingkungan kerja
yang tidak menyenangkan, pekerjaan
yang mo-noton, tidak ada kontak
dengan rekan kerja, dan kurangnya
motivasi dalam diri karyawan/pegawai
merupakan fak-tor yang mempengaruhi
kebosanan ker-ja. Keinginan atas
adanya perubahan seringkali muncul
dalam diri karyawan/pegawai.
Faktor yang mempengaruhi
ke-bosanan dapat dilihat dari 3
sudut pan-dang, yaitu faktor individu,
lingkungan dan pekerjaan itu sendiri
(Anastasi, 1989). Faktor yang menjadi
penyebab individu yaitu tidak adanya
kecocokan dengan pekerjaan dan
kurangnya moti-vasi diri. Hal yang
terkait dengan rasa puas dengan
kemampuan yang diguna-kan dalam
pekerjaan, selain disebab-kan oleh
pekerjaan dapat pula ditentu-kan dari
dalam diri karyawan itu masing-masing.
Menurut notoatmodjo (2003) seorang
pekerja/pegawai yang bersikap bosan,
acuh, dan tidak bergairah mela-kukan
pekerjaannya ini banyak faktor yang
dapat menyebabkannya, antara lain
tidak cocok dengan pekerjaannya.
Penempatan yang tepat pada
jenis pekerjaan sesuai dengan bakat,
keterampilan, keahlian dan sebagainya,
sangat besar peranannya dalam mencegah timbulnya kebosanan atau kejenuhan dalam bekerja (anoraga, 1998).
Karyawan/Pegawai yang merasa tidak
cocok dengan pekerjaannya sedangkan karyawan tersebut merasa bahwa
kemampuan yang dimilkinya tidak
da-pat digunakan dengan semaksimal
mungkin pada pekerjaannya.
Motivasi kerja terasa berkurang.
Kebosanan kerja dapat muncul karena
adanya faktor-faktor yang mendukung,
salah satunya adalah motivasi yang
rendah (Pulat,1992). Motivasi dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti
ling-kungan kerja, pekerjaan yang
dilakukan, atau masalah terkait dengan
insentif ataupun gaji.
Lingkungan kerja dengan kondisinya akan mempengaruhi gairah kerja
(Notoatmodjo, 2003).
Faktor penyebab kebosanan
kerja dari pekerjaan itu sendiri dapat dilihat dari pekerjaan yang tidak menarik/
menantang, tidak adanya otonomi, kemungkinan adanya promosi yang kecil,
pekerjaan yang bersifat monoton, kurangnya perhatian atas kesejahteraan
karyawan/pegawai, serta kurangnya
umpan balik dan imbalan karyawan.
Seringkali yang diinginkan adalah adanya perubahan atas pekerjaan yang
sa-ma dan dilakukan berulang-ulang
serta berada dalam lingkungan kerja
yang relatif sama. Pekerjaan yang
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
AMO
dianggap terlalu mudah atau tidak
sesuai dengan tingkatan pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan yang
dimilki oleh se-seorang juga akan
cenderung mem-buat ia mengalami
kebosanan.
Keterbatasan karyawan dalam
bekerja karena adanya pengawasan
yang terlalu ketat dalam bekerja membuat karyawan mendambakan otonomi
yang luas, memiliki tanggung jawab,
fleksibel dalam melaksanakan pekerjaan, dan terlibat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya. Jika
hal-hal seperti ini tidak didapat oleh
kar-yawan/pegawai selama melakukan
ak-tivitas kerjanya maka kemungkinan
un-tuk menjadi bosan akan sangat
terbuka.
Kemungkinan promosi atau
ke-naikan jabatan dirasakan kecil atau
ti-dak baik, dan tidak jelas akan kriteria
untuk mendapatkannya. Menurut Bardwick (1988) penyebab kebosanan
atau kejenuhan kerja antara lain
ke-mungkinan promosi yang sangat
kecil.
Pekerjaan yang dilakukan terasa monoton, hanya mengerjakan
yang sama, pekerjaan dilakukan
sehari-hari, hingga mengakibatkan
jenuh atau bosan.
Adanya perasaan diperlakukan
dengan tidak adil di tempat kerja, selain
disebabkan oleh pekerjaan juga ditentukan oleh diri karyawan itu masingmasing. Menurut Grensing-Pophal
(2006) terdapat sejumlah alasan
me-ngenai timbulnya kebosanan
antara lain kurangnya perhatian atas
kesejahtera-an karyawan.
Selain itu timbulnya kebosanan
juga disebabkan oleh kurangnya umpan
balik dan imbalan terhadap karyawan.
Adanya perasaan tidak diberikan penghargaan yang sesuai dengan hasil
ker-ja, seringkali terkait dengan insentif
atau gaji yang diterima.
Kesimpulan
Secara umum beberapa aspek
kebosanan kerja dapat teridentifikasi
dari hilangnya minat dan semangat
ker-ja, cenderung bercakap-cakap,
atau bahkan menjadi perokok yang
aktif, pe-rilaku cepat marah dan mudah
terpan-cing emosinya serta kurangnya
kesa-baran dalam menanggulangi
suatu pe-kerjaan dan permasalahan.
Beberapa faktor yang umumnya
mempengaruhi kebosanan kerja karyawan adalah ketidakcocokan dengan
pekerjaan, pekerjaan yang tidak menarik dan menantang, tidak memiliki
otonomi, kemungkinan memperoleh
promosi yang kecil, lingkungan kerja
yang tidak menyenangkan dan kondusif, pekerjaan yang monoton, kurangnya perhatian atas kesejahteraan
kar-yawan, kurangnya umpan balik
dan im-balan terhadap hasil kinerja
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Agenda Kegiatan
Kerjasama Penyusunan Petunjuk Teknis Audit Kinerja BOS
di Lingkungan Departemen Agama
Pada tanggal 29 Mei 2009 dilakukan penandatanganan kerjasama
penyusunan Petunjuk Teknis Audit Kinerja Bantuan Operasional Sekolah di
Lingkungan Departemen Agama. Penandatanganan kerjasama dilakukan
oleh Inspektur Jenderal Departemen
Agama M. Suparta dengan Deputi
Ke-pala BPKP Imam Bastari. Adapun
yang menjadi dasar kerjasama adalah
se-bagai berikut:
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 3003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional mengamanatkan kepada
pemerintah untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi warga miskin
yang berusia 7-15 tahun agar dapat
memperoleh kemudahan dalam pendidikan dasar melalui Program Wajib
Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun (Wajar Dikdas 9 Tahun). Oleh karena itu, sejak Juli tahun 2005 pemerintahan RI telah melaksanakan Program
Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
untuk seluruh sekolah setingkat SD/MI
dan SMP/MTs, serta Pondok Pesantren
dan sekolah keagamaan lainnya. Kemudian mulai tahun anggaran 2006, pemerintah menyediakan dana tambahan
untuk pengadaan buku teks pelajaran
kepada seluruh sekolah setingkat SD/
MI dan SMP/MTs di seluruh Propinsi di
Indonesia melalui program BOS Buku,
sehingga program Wajar Dikdas 9 tahun yang bermutu dapat dicapai.
Berkaitan dengan pelaksanaan
program BOS ini , maka BPKP dan Itjen Departemen Agama sebagai Aparat
Pengawasan Internal Pemerintah
se-cara sinergi akan melakukan pengawasan interrn terhadap akuntabilitas
program BOS. Pengawasan yang dilakukan dalam bentuk Joint audit yang
bertujuan untuk mengetahui efisiensi
dan efektivitas program, serta memastikan bahwa penyimpangan program
ti-dak terjadi, terdeteksi secara dini sehingga dapat diambil langkah-langkah
perbaikan terhadap program, maupun
kebijakan yang lebih efektif. Dalam konteks pengawalan terhadap program
BOS ini, kegiatan Joint audit yang dilakukan adalah audit kinerja yang difokuskan pada pengawalan dan penilaian
atas keberhasilan dalam mencapai
tu-juannya, meliputi evaluasi terhadap
pe-laksanaannya di sekolah/madrasah
pe-merintah maupun swasta.
Untuk efektifitas pelaksanaan
Joint audit ini, maka disusunlah Petunjuk Teknis audit kinerja yang merupakan
acuan minimal dalam pelaksanaan audit atas program BOS yang memuat
hal-hal penting dan mendasar.
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Hikmah
Antara Rajab dan Ramadhan
Oleh: Abdillah
“Sesungguhnya bilangan bulan
pada sisi Allah adalah dua belas
bulan, dalam ketetapan Allah di waktu
dia menciptakan langit dan bumi,
diantara-nya empat bulan haram. Itulah
(kete-tapan) agama yang lurus, Maka
ja-nganlah kamu menganiaya diri kamu
dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya
sebagaimana merekapun memerangi
kamu semuanya, dan Ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang
yang bertakwa.” (At-Taubah: 36)
Dari Anas bin Malik berkata: Sesungguhnya Nabi SAW apabila memasuki bulan Rajab beliau berdo’a: “Ya
Allah, berkahilah kami di bulan Rajab
dan Sya’ban. dan sampaikanlah kami
pada bulan Ramadhan”. Kemudian
be-liau berkata, “Pada malam jumatnya
ada kemuliaan, dan siangnya ada keagungan”.
Pendahuluan
Fenomena pergantian bulan di
mata muslim adalah salah satu sarana
untuk mengingat kekuasaan Allah SWT
dan dalam rangka untuk mengambil
ibrah dalam kehidupan juga sebagai
sa-rana ibadah. Karena itu, pergantian
bu-lan dalam bulan-bulan Hijrah kita
di-sunnahkan untuk berdo’a, terutama
ke-tika melihat hilal atau bulan pada
malam harinya. Do’a yang diajarkan
oleh Bagin-da Rasulullah saw. adalah:
“Ya Allah, Jadikanlah bulan ini kepada
kami da-lam kondisi aman dan hati
kami penuh dengan keimanan, dan
jadikanlah pula bulan ini kepada kami
dengan kondisi selamat dan hati kami
penuh dengan keislaman. Rabb ku dan
Rabb mu Allah. Bulan petunjuk dan
bulan ke-baikan.” (HR. Turmudzi)
Tidak terasa saat ini pergantian
bulan itu sudah memasuki bulan Rajab,
bulan dari empat bulan qomariah yang
dimuliakan (diharamkan) Allah SWT.
selain bulan Dzul-Qa’dah, Dzul-Hijjah
dan Muharram. Dinamakan bulan haram karena setiap ibadah dan ketaatan
yang dilakukan pada bulan ini dilipatgandakan kebaikan dan pahalanya,
sehingga mulia disisi Allah swt. Dinamakan bulan haram juga karena di
bulan ini haram hukumnya menumpahkan darah, berperang, dan melakukan
kejahatan lainnya, sehingga kejahatan
itu dilipatgandakan siksanya dan karenanya Allah swt. murka.
Sebagai seorang muslim tentunya kita ingin mendapatkan keberkahan
dan pahala yang berlipat dari setiap
iba-dah yang kita lakukan pada bulan
Rajab ini. Ibadah kepada-Nya dengan
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
mela-kukan sholat, puasa, shadaqoh,
mau-pun do’a. Ibadah yang dilakukan
se-bagai ladang persiapan kita untuk
ber-benah, menyiapkan mental dan
spiri-tual dalam menyambut bulan
Rama-dhan yang penuh berkah,
Rahmah, ke-muliaan dan ampunan.
Dalam kitab Jam’atul-Fawaid
wa Jawahirul-Qalaid disebutkan bahwa
Bulan Rajab, Sya’ban, dan Ramadhan
jika diibaratkan dengan pertanian, yaitu
Rajab sebagai bulan menabur biji benih, Sya’ban sebagai bulan menyiram
tanaman dan Ramadhan sebagai bulan
menuai hasil tanaman itu. Jadi, siapa
yang tidak menabur biji benih (dengan
ketaatan dan kebaikan) pada bulan
Ra-jab dan tidak menyiram (dengan
meng-alirkan air mata kesalahan
dan keinsaf-an) pada bulan Sya’ban,
bagaimana dia dapat menuai dalam
bulan Ramadhan?
Menabur Biji Benih Kebaikan dan
Merawatnya.
Bulan Rajab merupakan proses
awal untuk menghadapi bulan suci Ramadhan. Subhanallah, Rasulullah saw.
menyiapkan diri untuk menyambut bulan suci Ramadhan selama dua bulan
berturut sebelumnya, yaitu bulan Rajab
dan bulan Sya’ban. Dengan berdoa
dan memperbanyak amal shalih.
Ketika bulan ini menyapa, kita
telah mengkondisikan jiwa dan hati dengan semangat dan tekad kuat untuk
ta’at. Sehingga ketika Allah SWT. mentakdirkan kita berjumpa dengan Ramadhan, kita akan panen, panen wara’,
pa-nen tangisan karena takut kepada
Allah swt, panen interaksi bersama
Al Qur’an, panen kebaikan, panen
am-punan Allah, panen kasih sayang
ke-pada sesama, panen semua nilai
ke-baikan yang pada akhirnya panen
ke-taqwaan. Sebagaimana dijelaskan
Allah swt dalam firmannya “Wahai
orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.
Diantara amal yang dianjurkan
oleh Rasulullah SAW saat memasuki
bulan Rajab dalam rangka menebar
biji benih kebaikan untuk dipanen saat
Ra-madhan tiba, adalah: Pertama,
Shaum (Puasa), shaum dalam bulan
Rajab, sebagaimana dalam bulanbulan mulia lainnya hukumnya sunnah.
Diriwayat-kan dari Mujibah al-Bahiliyah,
Ra-sulullah saw. Bersabda: “Puasalah
pada bulan-bulan haram (mulya).” Abu
Dawud, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad.
Rasulullah saw. juga bersabda: “Kerjakanlah ibadah apa yang engkau mampu, sesungguhnya Allah tidak pernah
bosan hingga kalian bosan” Puasa
adalah ibadah paling banyak yang
di-lakukan Rasulullah saw di bulan
Sya’-ban. Sebagaimana dalam sebuah
ha-dits, Aisyah ra. berkata, “Rasulullah
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Hikmah
SAW berpuasa sampai kami katakan
beliau tidak pernah berbuka. Beliau
berbuka sampai kami katakan beliau
tidak pernah berpuasa. Saya tidak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali
Ramadhan. Saya tidak pernah melihat
beliau berpuasa lebih banyak dari
bulan Sya’ban,” (HR Bukhari No. 1833,
Mus-lim No. 1956).
Tentu bukan tanpa alasan
mengapa Nabi SAW memperbanyak
puasanya di bulan Sya’ban. Usamah
bin Zaid pernah bertanya, “Ya Rasulullah, saya tidak pernah melihatmu
berpuasa dalam satu bulan dari bulanbulan yang ada seperti puasamu di
bulan Sya’ban.” Beliau bersabda, “Itulah bulan yang manusia lalai darinya
antara Rajab dan Ramadhan. Ia merupakan bulan yang di dalamnya diangkat amalan-amalan kepada rabbul
‘alamin. Saya suka untuk diangkat
amalan saya sedangkan saya dalam
keadaan berpuasa,” (HR Nasa’i, lihat
Shahih Targhib wat Tarhib hlm. 425);
Kedua, membaca Al-Qur’an, karena
Rajab dan Sya’ban merupakan pendahuluan bagi Ramadhan, maka berlaku juga amalan di bulan Ramadhan,
yaitu membaca al-Qur’an. Salamah bin
Suhail mengatakan, “Bulan Sya’ban
merupakan bulan para qurra’ (pembaca
al-Qur’an).” Jika masuk bulan Sya’ban,
Habib bin Abi Tsabit berkata, “Inilah bu-
lan para qurra’.” Jika bulan Sya’ban datang, Amr bin Qais al-Mula’i menutup
tokonya dan meluangkan waktu (khusus) untuk membaca al-Qur’an; Ketiga,
memperbanyak Sedekah, Rasulullah
adalah orang yang paling banyak bersedekah terutama pada bulan Ramadhan. Begitupun para sahabat radhiallahu ‘anhum, mereka saling berlomba
untuk memberikan harta terbaiknya
un-tuk kepentingan Islam. Allah SWT
men-janjikan pahala yang berlipat bagi
ham-banya yang mau bersedekah
dalam fir-man-NYA: Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orangorang yang menafkahkan hartanya
di jalan Allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi
siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
Mengetahui. (Al-Baqarah {2}: 261)
Jika pada waktu-waktu biasa
Allah menjanjikan pahala yang begitu
besar dan berlipat ganda apalagi jika
dilakukan pada waktu-waktu yang utama dan mempunyai fadhilah khusus
seperti pada bulan Rajab, Sya’ban dan
Ramadhan; Kelima, memperbanyak
Do’a. Do’a adalah silaahulmu’min yaitu
senjatanya bagi orang beriman. Allah
akan mengabulkan setiap permintaan
hambanya, sebagaimana janji Allah
SWT “Berdoalah kepada-Ku, niscaya
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
akan Ku-perkenankan bagimu”. (Ghafir
{40}: 60). Oleh karena itu saat memasuki bulan Rajab Rasulullah SAW
memparbanyak do’a diantaranya adalah: “Ya Allah berkahilah kami dibulan
Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah
kami kepada Bulan Ramadhan”.
Siapapun tidak akan tahu apa
yang akan terjadi esok hari “Dan tiada
seorangpun yang dapat mengetahui
(dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun
yang dapat mengetahui di bumi mana
kita. Oleh karena itu hendaknya kita
berharap kepada Allah, mengharap kasih sayang-Nya dan do’a tersebut diijabah oleh Allah, sehingga Dia memanjangkan umur kita agar dapat merasakan kebersamaan Ramadhan di tahun
ini untuk mendapatkan keutamaan
yang ada di dalamnya. Paling tidak, jika
Allah mentaqdirkan kita tidak bertemu
Ramadhan tahun ini, kita sudah mempunyai niat yang kuat beribadah di
da-lamnya dengan mempersiapkan
diri di bulan Rajab dan Sya’ban ini.
dia akan mati”. (Luqman {31}: 34)
Apakah Allah masih memberikan waktu kepada kita untuk merasakan keindahan Ramadhan pada
tahun ini atau bahkan Ramadhan tahun
lalu adalah Ramadhan terakhir buat
Allaahumma ballighnaa Ramadhaan
(Ya Allah sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan). Aamiin.
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Arahan Menteri Agama Muhammad
M. Basyuni pada Acara Konsultasi
Koordinator Tindak Lanjut Hasil
Pengawasan 2009
Arahan Irjen Depag M. Suparta pada acara
Sosialisasi Panduan
Audit Kinerja BOS
Irjen Depag M. Suparta didampingi Ses.
Itjen Depag Abdul Karim dalam Acara
Rencana Kinerja Tahun 2010
Berurutan dari kanan Kabag Ortala &
Kepegawaian, Kabag Pengolahan Hasil
Pengawasan, Kasubbag Kepegawaian,
Kabag Perencanaan & Kabag Umum dalam
Acara Orientasi Aplikasi Audit BOS
Para Calon Auditor, Peserta Orientasi
Aplikasi Audit Kinerja BOS
Arahan Irjen Depag di Sampaikan oleh
Sekretaris Itjen Depag Abdul Karim kepada
Peserta Evaluasi Kinerja Triwulan II
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Download