PENGURANGAN ION LOGAM Ca PADA AIR KOLAM RENANG

advertisement
PENGURANGAN ION LOGAM Ca2+ PADA AIR KOLAM RENANG
MENGGUNAKAN METODE ELEKTROKOAGULASI DENGAN
ELEKTRODA ALUMUNIUM-GRAFIT
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian
Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Oleh
Fifian Arizona Pertiwi
NIM 13307141064
PROGAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
i
ii
iii
iv
MOTTO
Seorang Anshar berdiri dan bertanya : "Wahai Rasulullah siapakah manusia
yang paling cerdas dan paling mulia?" Rasulullah SAW bersabda : "Mereka yang
paling banyak mengingat mati dan paling banyak mempersiapkan kematian.
Merekalah orang yang paling cerdas. Mereka akan pergi dg mendapatkan
kehormatan dunia dan kemuliaan akhirat." (HR. Ibnu Majah)
Bertakwalah pada Allah, maka Allah akan mengajarimu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu (Al-Baqarah: 282).
Barang siapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhannya itu adalah
untuk dirinya sendiri (Al-Ankabut: 6)
Dan Allah menyertai orang-orang yang sabar (Al-Anfal: 66)
Hidup adalah tentang bagaimana selalu berusaha menjadi lebih baik dan
bermanfaat setiap waktunya.
Man laisa lahu syeikh, fa syaikuhu syaithon. Barangsiapa yg tidak memiliki guru,
maka gurunya adalah syaithan.
Jangan memikirkan apapun didunia ini. Cukup pikirkan 1 hal, bagaimana agar
Allah ridha terhadapmu.
Jadilah wanita yang lembut, namun kuat dalam prinsip hidupnya
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Saya persembahkan skripsi ini kepada:
1. Kedua orang tua Bapak Agus Sunaryo dan Ibu Sholikati yang selalu
memberikan kasih sayang, dukungan dan doa yang tiada henti-hentinya.
2. Kakak Claudia Arizona dan keluarga besar yang selalu memberikan
semangat dan doa.
3. Sahabat dunia akhirat Asiah, Eka, Fitri, Nurul, Fatimah dan Mba Puji yang
selalu memberikan bantuan, semangat dan doa.
4. Keluarga besar Rumah TahfidzQu Mahasiswi angkatan IV yang selalu
memberikan dukungan, bantuan dan do’a.
5. Fajar Shodiq rekan satu pembimbing yang memberikan bantuan.
6. Teman-teman Kimia E 2013 dan KKN 43ND 2016 serta semua yang telah
mendukung, membantu serta mendoakan.
7. Almamater Prodi Kimia, Universitas Negeri Yogyakarta.
vi
PENGURANGAN ION LOGAM Ca2+ PADA AIR KOLAM
RENANG MENGGUNAKAN METODE ELEKTROKOAGULASI
DENGAN ELEKTRODA ALUMUNIUM-GRAFIT
Oleh:
Fifian Arizona Pertiwi
NIM: 13307141064
Pembimbing : Dr. Suyanta
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensial optimum dan waktu
optimum proses elektrokoagulasi, menggunakan elektroda alumunium-grafit
untuk pengurangan ion logam Ca2+ dari sampel air kolam renang, mengetahui
kualitas air kolam renang berdasarkan parameter pH setelah dilakukan proses
elektrokoagulasi
menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
416/Menkes/Per/IX/1990.
Subjek penelitian ini adalah ion logam Ca2+ pada air kolam renang. Objek
penelitian ini adalah kondisi optimum efisiensi elektrokoagulasi terhadap
pengurangan kadar ion logam Ca2+ pada air kolam renang FIK, Universitas Negeri
Yogyakarta. Optimasi potensial listrik dilakukan pada variasi 2, 4, 6, 8, 10 dan 12
volt dan optimasi waktu proses elektrokoagulasi dilakukan dengan variasi 2, 4, 8,
16 dan 24 jam. Parameter yang digunakan adalah konsentrasi ion logam Ca2+
dalam air dan pH. Efektivitas elektrokoagulasi dilihat dari grafik efisiensi
pengurangan ion logam Ca2+ dan nilai pH. Sampel dianalisis menggunakan
Spektroskopi Serapan Atom (SSA) dan pH meter.
Hasil penelitian menunjukan potensial optimum adalah 10 volt dan waktu
optimum proses elektrokoagulasi adalah 24 jam. Kualitas air kolam renang
berdasarkan parameter pH setelah dilakukan proses elektrokoagulasi menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 dikatakan baik
karena memenuhi standar kualitas air kolam renang yaitu pH 6,7. Namun masih
perlu dilakukan penelitian untuk parameter air kolam renang lainnya
Kata kunci : elektrokoagulasi, ion logam Ca2+, pH, alumunium, grafit.
vii
REDUCING OF Ca2+ METAL ION IN THE WATER POOL USING
ELECTROCOAGULATION WITH ALUMUNIUM- GRAPHITE
ELECTRODE
By:
Fifian Arizona Pertiwi
NIM: 13307141064
Supervisior : Dr. Suyanta
ABSTRACT
This study aims to determine the optimum potential and optimum time of
electrocoagulation process, with aluminum and graphite electrodes for the remove
of Ca2+ metal ions from the water pool, determine the quality of the water pool
based on the parameters of pH after electrocoagulation process is carried out
according to Indonesian Ministry of Health Regulation No. 416 / Menkes / Per /
IX / 1990.
The subjects of this research was Ca2+ metal ions. The object of this
research was the optimum condition electrocoagulation efficiency to remove of
Ca2+ metal ions in the FIK’s water pool, Yogyakarta State University.
Optimization of the electrical voltage was done on variation 2, 4, 6, 8, 10 and 12
volts and optimization of the time electrocoagulation process was done on
variations of 2, 4, 8, 16 and 24 hours. Parameters used are concentration of Ca2+ in
the water and pH. Effectiveness of the electrocoagulation based on the graph, the
separation efficiency of Ca2+ metal ion and pH values. The samples were analyzed
using Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) and pH meters.
The results showed the optimum potential is 10 volt and the optimum time
of electrocoagulation process is 24 hours. The quality of the water pool based on
the pH parameter after electrocoagulation process according to Indonesian
Ministry of Health Regulation No. 416 / Menkes / Per / IX / 1990 is well as water
quality standard swimming pool is pH 6.7. But this research needs to be done for
other water pool parameters.
Keywords: electrocoagulation, metal ions Ca2+, pH, aluminum, graphite.
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi AllahYang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang
telah melimpahkan rahmatdan hidayah-Nya sehingga atas kehendak-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengolahan Air Kolam Renang
Menggunakan Metode Elektrokoagulasi dengan Elektroda Alumunium dan Grafit.
Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari
bimbingan, arahan, motivasi dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr.Hartono selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang
telah memberikan ijin penelitian.
2. Bapak Jaslin Ikhsan, Ph.D selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kimia dan
Koordinator Program Studi Kimia serta Koordinator Tugas Akhir Skripsi
Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin
penelitian dan memberikan nasihat serta saran-saran.
3. Ibu Prof. Dr. Endang Widjajanti L.Fx, M.S. selaku Dosen Penasehat Akademik
yang telah membimbing akademik selama 4 tahun.
4. Bapak Dr. Suyanta selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan
bimbingan, ilmu,pertanyaan, saran dan masukan.
5. Ibu Endang Dwi Siswani, M.T. selaku penguji utama yang telah meberikan
pertanyaan dan saran.
6. Ibu Siti Marwati, M.Si selaku penguji pendamping yang telah memberikan
pertanyaan dan saran.
ix
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................ Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PERNYATAAN .................................. Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
MOTTO ............................................................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
ABSTRACT ........................................................................................................ viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 4
C. Batasan Masalah ................................................................................... 5
D. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
E. Tujuan Penelitian .................................................................................. 6
F. Manfaat Penelitian ................................................................................ 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................ 8
A. Deskripsi Teori ..................................................................................... 8
1. Air Kolam Renang ........................................................................... 8
xi
2. Kesadahan ....................................................................................... 9
3. Elektrolisis...................................................................................... 10
4. Koagulasi dan Flokulasi ................................................................ 13
5. Elektrokoagulasi ............................................................................. 13
6. Grafit .............................................................................................. 15
7. Alumunium..................................................................................... 16
8. Hukum Ohm dan Hukum Faraday 1 .............................................. 16
9. AAS ................................................................................................ 18
10. pH meter ....................................................................................... 23
B. Penelitian Yang Relevan .................................................................... 24
C. Kerangka Berpikir .............................................................................. 24
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 26
A. Subjek dan Objek Penelitian .............................................................. 26
B.Variabel Penelitian .............................................................................. 26
C. Instrumen Penelitian ........................................................................... 26
D. Skema Rangkaian Alat ....................................................................... 28
E. Prosedur Penelitian ............................................................................. 28
F. Teknik Analisis Data .......................................................................... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 31
A. Hasil Penelitian .................................................................................. 31
1. Optimasi Potensial Listrik ............................................................ 32
a. Parameter Konsentrasi Logam Ca2+ .......................................... 32
b.Parameter pH .............................................................................. 33
xii
2. Optimasi Waktu Proses Elektrokoagulasi ...................................... 34
a. Parameter Konsentrasi Logam Ca2+ .......................................... 34
b. Parameter pH ............................................................................. 35
B. Pembahasan ........................................................................................ 37
1. Optimasi Potensial Listrik ............................................................. 37
a. Parameter Konsentrasi Logam Ca2+ ................................................................37
b. Parameter pH ............................................................................. 42
2. Optimasi Waktu Proses Elektrokoagulasi ...................................... 43
a. Parameter Konsentrasi Logam Ca2 ..................................................................43
b. Parameter pH ............................................................................. 45
3. Kualitas Air Kolam Renang Setelah Proses Elketrokoagulasi ....... 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 47
A. Kesimpulan ........................................................................................ 47
B. Saran ................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 48
LAMPIRAN ......................................................................................................... 53
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Daftar Persyaratan Kualitas Air Kolam Renang Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan R.I No: 416/MENKES/PER/IX/1990 ........................ 9
Tabel 2. Anion dan Kation Penyebab Kesadahan ................................................. 10
Tabel 3. Data Konsentrasi Ca2+ Dalam Air Kolam Renang Sebelum dan Sesudah
Elektrokoagulasi ...................................................................................... 32
Tabel 4. Data pH Air Kolam Renang Sebelum dan Sesudah Proses
Elektrokoagulasi ...................................................................................... 33
Tabel 5. Data Konsentrasi Logam Ca2+dalam Air Kolam Renang Sebelum dan
Sesudah Elektrokoagulasi ....................................................................... 35
Tabel 6. Hasil Uji Nilai pH dalam Sampel Air Kolam Renang Sebelum dan
Sesudah Elektrokoagulasi ....................................................................... 36
Tabel 7. pH Air Kolam Renang Sebelum Proses Elektrokoagulasi ...................... 54
Tabel 8. Nilai pH air Kolam Renang Setelah Proses Eektrokoagulasi
Selama 1 jam ........................................................................................... 54
Tabel 9. Nilai pH air Kolam Renang Setelah Proses Eektrokoagulasi dengan
Variasi Waktu Proses Elektrokoagulasi .................................................. 55
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Mekanisme dalam Proses elektrokoagulasi ........................................ 14
Gambar 2. Kurva Kalibrasi Standar ...................................................................... 22
Gambar 3. Skema Rangkaian Alat Elektrokoagulasi ............................................ 28
Gambar 4. Grafik Hubungan Potensial Listrik terhadap Efisiensi
Elektrokoagulasi ................................................................................. 33
Gambar 5. Grafik Hubungan Potensial Listrik terhadap pH Air Kolam Renang . 34
Gambar 6. Grafik Hubungan Waktu Proses Elektrokoagulasi dengan Efisiensi
Elektrokoagulasi ................................................................................. 35
Gambar 7. Grafik Hubungan Waktu Proses Elektrokoagulasi dengan Nilai pH .. 36
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Renang adalah salah satu cabang olahraga yang banyak digemari oleh
masyarakat umum baik anak-anak, remaja ataupun dewasa. Olahraga berenang
memiliki banyak manfaat bagi kesehatan diantaranya meningkatkan kerja dan
fungsi jantung, menurunkan resiko terkena asma, menurunkan resiko hipertensi,
memperlancar peredaran darah, serta mengurangi stres (Tamyiz dalam Susanto
2010: 6-7). Selain untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh, renang juga
menjadi salah satu pilihan sebagai sarana rekreasi keluarga. Hal ini terbukti
dengan selalu banyaknya pengunjung di pemandian kolam renang seperti
waterboom dan waterpark.
Manfaat berenang sudah tidak diragukan lagi, akan tetapi banyak yang
tidak menyadari bahwa berenang dapat memberikan peluang penularan penyakit
melalui air karena adanya kontak langsung diantara pengguna kolam renang.
Beberapa penyakit yang dapat ditularkan melaui air kolam renang diantaranya
gejala demam, batuk, pilek, atau infeksi faringo konjungtivitis yang disebabkan
adenovirus (Cita & Adriyani, 2013: 26).
Kualitas air kolam renang sangat berpengaruh pada timbulnya gangguan
kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990
menjelaskan bahwa ada 3 parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui
kualitas air kolam renang, yaitu mencakup parameter fisika, kimia, dan
mikrobiologi. Parameter fisika antara lain harus terbebas dari bau, benda
1
terapung, dan jernih. Parameter kimiawi antara lain kandungan air tidak boleh
melebihi kadar maksimum alumunium, kesadahan (CaSO3), O2, pH, kandungan
klor, dan tembaga yang telah ditetapkan. Dan parameter mikrobiologi meliputi
koliform total dan jumlah kuman yang tidak melebihi ambang batas.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari salah satu penjaga air kolam
renang menyatakan, para pengguna air kolam renang memberi beberapa keluhan
yaitu air yang membuat mata perih dan beberapa diantaranya mengalami gatalgatal. Hal ini disebabkan karena pH air yang rendah. pH yang terlalu rendah
memberikan dampak negatif diantaranya adalah warna air menjadi kehijauan,
membuat iritasi kulit, membuat mata perih, dan mengkorosi logam-logam
disekitarnya (Rubiano, 2005: 7).
Penambahan senyawa kimia kaporit (Ca(OCl2)) merupakan salah satu
upaya untuk menjaga kualitas air kolam renang. Kaporit merupakan sumber klor
yang efektif sebagai desinfektan yang dapat mengurangi dan membunuh
mikroorganisme yang ada di dalam air baku (Setiawan, Sibarani & Suprihatin,
2013: 17). Akan tetapi penggunaan kaporit harus sesuai dengan batas aman yang
telah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan Indonesia.
Penggunaan kaporit yang berlebih mengakibatkan kandungan ion logam
Ca2+ akan semakin tinggi. Salah satu parameter kimiawi dalam penentuan kualitas
air adalah jumlah ion logam Ca2+ dalam air yang biasa disebut dengan kesadahan
air (Widayat, 2002: 256). Air bersifat sadah apabila didalamnya mengandung
unsur Ca2+ atau Mg2+. Semakin tinggi jumlah Ca2+ dalam air, maka semakin tinggi
pula kadar kesadahan dalam air kolam renang.
2
Air kolam yang memiliki kadar kesadahan yang tinggi dapat menyumbat
saluran air dan dapat mengeraskan permukaan rambut sehingga mengakibatkan
rambut mudah patah, rontok, dan sulit diatur (Nurhayati, 2010: 91). Seringkali
saat berenang, air kolam secara tidak sengaja tertelan masuk kedalam mulut. Hal
ini sangat berbahaya bagi kesehatan apabila air kolam mengandung tingkat
kesadahan yang tinggi. Air sadah yang masuk kedalam pencernaan akan
membentuk endapan dan terakumulasi dalam ginjal sehingga akan menyebabkan
gangguan ginjal (Patria, 2011: 51-62).
Pengolahan air kolam renang pada umumnya menggunakan tawas dan
kaporit untuk menjernihkan dan membunuh bakteri dalam air (Aprea et al., 2010).
Selain itu, juga sudah dilakukan pengolahan dengan cara filterisasi dan sirkulasi
air kolam renang untuk menghilangkan lumpur dan tanah yang ada di dalam air
kolam renang (Nemery et al., 2012). Namun sistem filterisasi dianggap belum
mampu menghilangkan ion logam dalam air.
Adanya permasalahan tersebut maka diperlukan suatu teknologi yang
mampu untuk mengatasinya. Elektrokoagulasi merupakan metode sederhana dan
efisien untuk pengolahan air dan limbah (Chen X., Chen G. & Yue. 2000: 66).
Metode Elektrokoagulasi merupakan gabungan dari proses elektrokimia
koagulasi-flokulasi (Wardhani, Dirgawati & Valyana, 2012: 2). Prinsip dasar dari
elektrokoagulasi ini merupakan reaksi reduksi dan oksidasi (Ardhani dan
Ismawati, 2007: 2).
Setiap sel elektrolisis mempunyai dua elektroda, katoda dan anoda. Prinsip
dasar dari elektrokoagulasi adalah reaksi reduksi dan oksidasi (redoks). Dalam
3
suatu sel elektrokoagulasi peristiwa oksidasi terjadi di anoda, sedangkan reduksi
terjadi di katoda (Hanum dkk., 2015: 14). Penggunaan metode elektrokoagulasi
memiliki beberapa keunggulan diantaranya merupakan metode yang sederhana,
efisien, baik digunakan untuk menghilangkan senyawa organik,
tanpa
penambahan zat kimia sehingga mengurangi pembentukan residu (sludge), dan
efektif untuk menghilangkan padatan tersuspensi (Siringo-ringo, Kusrijadi &
Sunarya, 2013: 98).
Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo & Suyanta (2016) menyatakan
metode elektrokoagulasi dapat digunakan untuk pengolahan air kolam. Namun
efisiensi metode elektrokoagulasi untuk Pengurangan ion-ion logam dalam air
kolam renang belum dipelajari, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai hal
tersebut. Penelitian ini akan mempelajari efisiensi Pengurangan ion logam Ca2+
dalam air kolam renang dan kualitas air kolam renang dilihat dari parameter pH
dengan menggunakan metode elektrokoagulasi dengan elektroda aluminiumgrafit. Pada penelitian akan ditentukan kondisi optimum proses elektrokoagulasi.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, permasalahan yang
dapat diidentifikasi adalah:
1. Air kolam renang UNY mengandung ion logam Ca2+ yang merugikan manusia
dan lingkungan.
2. Efisiensi elektrokoagulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga perlu
dilakukan optimasi.
4
3. Pengaruh variasi potensial listrik untuk Pengurangan ion logam Ca2+ dalam air
kolam renang belum dipelajari.
4. Pengaruh variasi waktu proses elektrokoagulasi terhadap Pengurangan ion
logam Ca2+ dalam air kolam renang belum dipelajari.
5. Kualitas air kolam renang yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat
diketahui dari beberapa parameter.
C. Batasan Masalah
1. Ion logam yang diteliti adalah ion logam Ca2+ dalam air kolam renang yang
diambil dari kolam renang UNY di Kuningan, Sleman, Yogyakarta.
2. Faktor –faktor yang mempengaruhi efisiensi elektrokoagulasi yang akan
dipelajari adalah potensial listrik dan waktu elektrokoagulasi.
3. Variasi potensial listrik yang akan digunakan dalam proses elektrokoagulasi
adalah 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 volt.
4. Variasi waktu yang akan digunakan dalam proses elektrokoagulasi adalah 2, 4,
8, 16 dan 24 jam.
5. Parameter yang akan dipelajari untuk menentukan kualitas air kolam renang
adalah parameter kandungan ion logam Ca2+ dalam air dan pH.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan
batasan
masalah
permasalahan sebagai berikut :
5
maka
dapat
dirumuskan
beberapa
1. Berapa potensial listrik dan waktu optimum metode elektrokoagulasi
menggunakan elektroda alumunium dan grafit untuk pengurangan ion logam
Ca2+ dari sampel air kolam renang?
2. Bagaimana kualitas air kolam renang berdasarkan parameter pH setelah
dilakukan proses elektrokoagulasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 416/Menkes/Per/IX/1990?
E. Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui potensial listrik dan waktu optimum metode elektrokoagulasi
menggunakan elektroda alumunium dan grafit untuk pengurangan ion logam Ca2+
dari sampel air kolam renang.
2.
Mengetahui kualitas air kolam renang berdasarkan parameter pH setelah
dilakukan proses elektrokoagulasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
416/Menkes/Per/IX/1990.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1.
Bagi peneliti :
Dapat menambah pengetahuan dan sebagai sarana pembelajaran yang
berkaitan dengan aplikasi metode elektrokoagulasi untuk pengolahan air kolam
renang, menambah pengetahuan tentang pengaruh besarnya potensial dan waktu
proses elektrokoagulasi dalam pengurangan ion logam Ca2+ dengan metode
elektrokoagulasi menggunakan elektroda aluminium-grafit.
6
2.
Bagi mahasiswa
Dapat menambah wawasan dan sebagai sarana pembelajaran yang
berkaitan dengan aplikasi metode elektrokoagulasi dalam kehidupan sehari-hari.
Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi dalam pengembangan
pemanfaatan metode elektrokoagulasi untuk pengolahan air kolam renang.
3.
Bagi masayarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat dan pengelola kolam renang
mengenai bahaya kandungan ion logam Ca2+ dalam air dan dampak negatif
rendahnya pH air kolam renang. Penelitian ini juga dapat digunakan untuk
memberikan informasi mengenai metode baru pengolahan air kolam renang dan
dapat menerapkannya secara langsung meningkatkan kualitas air kolam renang
dalam hal pengurangan ion logam Ca2+ dan peningkatan pH.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1.
Air Kolam Renang
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
:
416/MEN.KES/PER/IX/1990 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas
Air, air kolam renang didefinisikan sebagai air yang ada di dalam kolam renang
yang digunakan untuk olah raga renang dan kualitasnya memenuhi syarat-syarat
kesehatan. Terdapat 3 parameter yang dapat digunakan sebagai penentu kualitas
air kolam renang yang digunakan, yaitu mencakup parameter fisika, parameter
kimiawi, dan parameter mikrobiologi.
Parameter fisika meliputi bau, benda terapung, dan kejernihan/kekeruhan
air. Parameter kimiawi meliputi kadar alumunium, tingkat kesadahan (CaSO3),
kandungan O2, pH, kandungan klor, dan kadar tembaga. Sedangkan parameter
mikrobiologi meliputi koliform total dan jumlah kuman. Kualitas air kolam
renang yang baik harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Kementerian
Kesehatan Indonesia agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi manusia.
Daftar Persyaratan Kualitas Air Kolam Renang Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan R.I No : 416/MENKES/PER/IX/1990 dapat dilihat pada tabel 1.
8
Tabel 1. Daftar Persyaratan Kualitas Air Kolam Renang Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan R.I No : 416/MENKES/PER/IX/1990
Kadar yang
diperbolehkan
No
Parameter
Satuan
Keterangan
Min
Max
A. FISIKA
Bebas dari bau yang
1. Bau
mengganggu
Bebas dari bentuk
2. Benda terapung
terapung.
Piringan sesuai yang
diletakkan pada dasar
kolam yang terdalam
3. Kejernihan
dapat dilihat jelas dari tepi
kolam pada jarak lurus
7m
B. KIMIA
1. Alumunium
mg/L
0,2
Kesadahan
2.
mg/L
50
500
(CaCO3)
Oksigen
3.
mg/L
1
Dalam waktu 4 jam pada
Terabsorpsi(O2)
suhu udara
4. pH
6,5
8,5
5. Sisa chlor
mg/L
0,2
0,5
Tembaga
6.
mg/L
1,5
Sebagai Cu2+
C. MIKRO BIOLOGI
Jml per
1. Koliform total
0
100 mL
2.
2.
Jumlah kuman
CFU
-
200
Kesadahan
Pada umumnya kesadahan disebabkan oleh adanya logam-logam atau
kation-kation yang bervalensi 2, seperti Fe, Sr, Mn, Ca dan Mg, tetapi penyebab
utama dari kesadahan adalah Ca dan Mg (Widayat, 2002: 256. Macam-macam
anion dan kation penyebab kesadahan dapat dilihat pada tabel 2.
9
Tabel 2. Anion dan kation penyebab kesadahan
Kation
Anion
2+
Ca
HCO3Mg2+
SO42+
Sr
ClFe2+
NO3Mn2+
SO3Kesadahan air dapat dibedakan atas 2 macam (Fardiaz dalam Wahyu,
2002: 257) :
a.
Kesadahan sementara (temporer)
Kesadahan sementara disebabkan oleh garam-garam karbonat (CO32-) dan
bikarbonat (HCO3-) dari kalsium dan
magnesium. Kesadahan karbonat
merupakan bagian dari kesadahan total yang ekivalent dengan alkalinitas yang
disebabkan oleh (CO32-) dan (HCO3-). Kesadahan ini dapat dihilangkan dengan
cara pemanasan atau dengan pembubuhan kapur tohor.
b.
Kesadahan tetap
Kesadahan tetap disebabkan oleh adanya garam-garam klorida (Cl-) dan
sulfat (SO42-) dari
kalsium
dan magnesium. Kesadahan ini disebut juga
kesadahan non karbonat yang tidak dapat dihilangkan dengan cara pemanasan,
tetapi dapat dihilangkan dengan cara pertukaran ion.
3.
Elektrolisis
Elektrolisis merupakan perubahan kimia atau reaksi dekomposisi dalam
suatu elektrolit oleh arus listrik (Isana, 2010). Elektroda adalah suatu penghantar
yang bisa berbentuk batang, kawat, atau kepingan yang dapat digunakan untuk
memancarkan, mengumpulkan, atau mengendalikan aliran partikel-partikel
bermuatan yang terdapat pada cairan, gas, dan semikonduktor (Mulyono, 2007:
10
108). Elektroda digunakan dalam proses elektrolisis untuk menghantarkan arus
listrik. Ketika arus listrik searah (DC) dialirkan, reaksi reduksi akan terjadi di
katoda dan reaksi oksidasi terjadi di anoda. Reaksi yang terjadi pada elektroda
tersebut sebagai berikut (Hari & Harsanti, 2010: D11-3 – D11-4):
a.
Reaksi pada Katoda
Pada katoda akan terjadi reaksi reduksi terhadap kation, yang termasuk
dalam kation adalah ion H+ dan ion ion logam.
1.
Ion H+ dari suatu asam akan direduksi menjadi gas hidrogen yang akan
terlihat sebagai gelembung-gelembung gas.
Reaksi : 2H+(aq) + 2e
2.
H2(g)
Jika larutan mengandung ion-ion logam alkali, alkali tanah, maka ion-ion ini
tidak dapat direduksi dari larutan, yang mengalami reduksi adalah pelarut
(air) dan terbentuk gas hidrogen (H2) pada katoda.
Reaksi : 2H2O(l) + 2e
3.
2OH-(aq) + H2(g)
Jika larutan mengandung ion-ion logam lain, maka ion-ion logam akan
direduksi menjadi logamnya dan terdapat pada batang katoda.
b.
Reaksi pada Anoda
1.
Anoda yang digunakan logam Aluminium akan teroksidasi:
Reaksi : Al(s)
2.
Al3+(aq) + 3H+(aq) + 3e
Ion OH- dari basa akan mengalami oksidasi membentuk gas oksigen (O2):
Reaksi : 4OH-(aq)
2H2O(l) + O2(g) + 4e
11
3.
Anion-anion lain (SO4-, SO3-) tidak dapat dioksidasi dari larutan, yang akan
mengalami oksidasi adalah pelarutnya (H2O) membentuk gas oksigen (O2)
pada anoda:
Reaksi : 2H2O(l)
4.
4H-(aq) + O2(g) + 4e
Koagulasi dan Flokulasi
Koloid adalah partikel kecil dengan ukuran antara 10-6 dan 10-3 mm
(Cabrales & Martinez. 2014: 2). Koagulasi merupakan peristiwa destabilisasi
partikel koloid agar terjadi agregasi dari partikel yang telah terdestabilisasi
tersebut. Koagulan adalah bahan kimia
yang mempunyai kemampuan
menetralkan muatan koloid dan mengikat partikel tersebut sehingga membentuk
flok atau gumpalan.
Penambahan koagulan bertujuan untuk mengganggu kestabilan koloid agar
dapat menggumpal dan membentuk partikel dengan ukuran yang lebih besar
(Rachmawati, Iswanto & Winarni, 2009: 40). Terdapat 4 mekanisme destabilisasi
partikel, yaitu (i)
pemampatan lapisan ganda, (ii) adsorpsi untuk netralisasi
muatan, (iii) penjebakan partikel dengan koagulan, serta (iv) adsorpsi dan
pembentukan jembatan antar partikel melalui penambahan polimer.
Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan pada suatu koagulan, yaitu
(Yuliati, 2006: 8)
1. Kation bervalensi tiga (trivalen). Kation trivalen merupakan kation yang paling
efektif untuk menetralkan muatan listrik koloid.
2. Tidak beracun (toksik). Persyaratan ini diperlukan untuk menghasilkan air
atau air limbah hasil pengolahan yang aman.
12
3.
Tidak larut dalam kisaran pH netral. Koagulan yang ditambahkan harus
terpresipitasi dari larutan, sehingga ion-ion tersebut tidak tertinggal dalam air.
Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel-partikel kecil hasil
koagulasi menjadi flok yang lebih besar sehingga lebih cepat mengendap (Putra,
Rantjono & Arifiansyah, 2009: 699). Merupakan metode yang lebih efisien dan
murah untuk mengolah air limbah dengan jenis polutan yang bervariatif serta
meminimalisasi bahan aditif, yang diperlukan dalam managemen keberlanjutan
air.
5.
Elektrokoagulasi
Metode
Elektrokoagulasi
atau
“Elektrolisis
Gelombang
Pendek”
merupakan gabungan dari proses elektrokimia dan proses koagulasi-flokulasi.
Elektrokoagulasi memiliki kemampuan yang baik dalam menggumpalkan
berbagai pengotor dan polutan, baik bahan organik maupun anorganik (Hari &
Harsanti, 2010: D11-3-D11-4). Kelebihan proses pengolahan limbah dengan
elektrokoagulasi antara lain (Purwaningsih, 2008):
1.
Flok yang dihasilkan elektrokoagulasi ini sama dengan flok yang dihasilkan
koagulasi biasa.
2.
Lebih cepat mereduksi kandungan koloid/partikel yang paling kecil, hal ini
disebabkan pengaplikasian listrik kedalam air akan mempercepat pergerakan
mereka didalam air dengan demikian akan memudahkan proses.
3.
Gelembung-gelembung gas yang dihasilkan pada proses elektrokoagulasi ini
dapat membawa polutan ke atas air sehingga dapat dengan mudah dihilangkan.
13
4.
Memberikan efisiensi proses yang cukup tinggi untuk berbagai kondisi,
dikarenakan tidak dipengaruhi temperatur, tidak memerlukan pengaturan pH, serta
tidak perlu menggunakan bahan kimia tambahan.
Mekanisme elektrokoagulasi memiliki kemiripan dengan koagulasi
kimiawi dalam hal spesies kation yang berperan dalam netralisasi muatan-muatan
permukaan, tetapi karakteristik flok yang dihasilkan oleh elektrokoagulasi
berbeda secara dengan flok yang dihasilkan oleh koagulasi kimiawi. Flok dari
elektrokoagulasi cenderung mengandung sedikit ikatan air, lebih stabil dan lebih
mudah disaring (Woytowich, 1993: 33).
Prinsip dasar dari elektrokoagulasi ini merupakan reaksi reduksi dan
oksidasi (redoks). Dalam suatu sel elektrokoagulasi, peristiwa oksidasi terjadi di
elektroda (+) yaitu anoda, sedangkan reduksi terjadi di elektroda (-) yaitu katoda.
Yang terlibat reaksi dalam elektrokoagulasi selain elektrode adalah air yang
diolah yang berfungsi sebagai larutan elektrolit (Ardhani dan Ismawati, 2007: 2).
Mekanisme dalam proses elektrokoagulasi dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Mekanisme dalam proses elektrokoagulasi
(Holt, Barton & Mitchell: 2006).
14
Dari reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses elektrokoagulasi, maka pada
katoda akan menghasilkan gas hidrogen dan reaksi ion logamnya. Sedangkan
pada anoda akan dihasilkan gas halogen dan pengendapan flok-flok yang
terbentuk.
Ada beberapa macam interaksi spesies dalam larutan pada proses
elektrokoagulasi, yaitu :
a.
Migrasi ke elektroda yang bermuatan berlawanan (electrophoresis) dan
penggabungan (aggregation) untuk membentuk senyawa netral.
b.
Kation atau ion hidroksi (OH-) membentuk endapan dengan polutan.
c.
Logam kation berinteraksi dengan (OH-) membentuk hidroksi, yang
mempunyai sisi yang mengadsorbsi polutan (bridge coagulation).
d.
Hidroksi membentuk struktur besar dan membersihkan polutan (sweep
coagulation).
e.
Oksidasi polutan sehingga mengurangi toksisitasnya.
f.
Penghilangan melalui elektroflotasi dan adhesi gelembung udara.
6.
Grafit
Karbon merupakan unsur non logam yang terikat luas di alam semesta
(matahari, bintang, komet, dan tumbuhan di bumi) yang berada dalam keadaan
bebas dan terdapat dalam 3 bentuk alotrop yaitu amorf, grafit, dan intan. Garfit
merupakan karbon yang bersifat paling lunak dibandingkan yang lainnya
(Mulyono, 2007: 216).
Grafit merupakan alotrop yang ditemukan di alam yang berupa padatan
hitam, memiliki titik leleh tinggi, dan merupakan penghantar panas dan listrik
15
yang baik. Struktur kristalnya tersusun dari lapisan atom yang terikat dengan
ikatan kovalen dan heksagonal. Gaya ikat antar lapisan atomnya tidak begitu kuat
dan mudah bergeser. Sifat ini membuat grafit dipakai sebagai elektroda (Mulyono,
2007: 152).
7.
Alumunium
Unsur logam abu-abu mengkilat, lembek, dan kurang kuat, tetapi ringan.
Terdapat di alam pada kerak bumi terutama sebagai bauksit yang menjadi sumber
utamanya. Logam ini reatif dan segera bereaksi dengan oksigen di udara
membentuk lapisan oksidanya yang membungkus badan logam sehingga
menghalangi oksidasi selanjutnya dan logam ini menjadi tahan karat.
Campurannya dengan logam0logam seperti Zn, Mn, Cu, Ni, dsb menghasilkan
alloy ringan dengan kegunaan yang luas, misalnya untuk pesawat terbang, roket,
dll. Oksidanya sebagai alumina (Al2O3) yang ditemukan di alam antara lain
berupa safir, korundum dan emeri untuk pembuatan gelas dan bahan tahan panas
(Mulyono, 2007: 14).
Keunggulan menggunakan Alumunium sebagai elektroda antara lain
ringan, memiliki kekuatan tarik yang relatif tinggi, tahan korosi dan sifat
mekaniknya dapat ditingkatkan dengan pengerjaan dingin atau perlakuan panas
(Mandal, 2005).
8. Hukum Ohm dan Hukum Faraday 1
Persamaan Hukum Ohm :
16
Keterangan : V
: Potensial listrik (volt)
I
: Arus listrik (A)
R
: Hambatan (ohm)
Hukum Ohm menjelaskan bahwa besar potensial listrik berbanding lurus
dengan jumlah arus listrik yang mengalir. Semakin besar potensial listrik yang
digunakan maka akan semakin banyak arus listrik yang dialirkan ke elektroda.
Persamaan Hukum Faraday 1:
Keterangan
:W
: massa zat dalam gram
i
: kuat arus dalam ampere
t
: waktu dalam detik
e
: berat ekivalen dalam gram = berat atom : valensi
F
: Bilangan Faraday 96.500 C/mol
Hukum Faraday 1 menjelaskan “Massa zat yang terbentuk pada masingmasing elektroda sebanding dengan kuat arus listrik yang mengalir pada
elektrolisis tersebut (Gumilar, Rokhmat & Wibowo, 2014: 511).” Sehingga
apabila dikaitkan antara Hukum Ohm dengan Hukum Faraday 1 dapat
menunjukkan hubungan antara potensial listrik dengan massa zat yang terbentuk.
Semakin besar potensial listrik maka semakin banyak arus listrik yang dialirkan
ke elektroda sehingga massa zat yang terbentuk semakin meningkat (Utami,
Utomo & Utami, 2011: 498).
17
9.
AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry)
Spektrometri atomik adalah metode pengukuran spektrum yang berkaitan
dengan serapan dan emisi atom. Bila suatu molekul mempunyai bentuk spektra
pita, maka suatu atom mempunyai spektra garis. Atom-atom yang terlibat dalam
metode pengukuran spektrometri atomik haruslah atom-atom bebas yang garis
spektranya dapat diamati. Pengamatan garis spektra yang spesifik ini dapat
digunakan untuk analisis unsur baik secara kualitatif maupun kuantitatif
(Christina, 2006).
Absorbsi (serapan) atom adalah suatu proses penyerapan bagian sinar oleh
atom-atom bebas pada panjang gelombang tertentu dari atom itu sendiri sehingga
konsentrasi suatu logam dapat ditentukan. Karena absorbansi sebanding dengan
konsentrasi suatu analit, maka metode ini dapat digunakan untuk sistem
pengukuran atau analisis kuantitatif (Christina, 2006).
Spektrometri Serapan Atom (SSA) dalam kimia analitik dapat diartikan
sebagai suatu teknik untuk menentukan konsentrasi unsue logam tertentu dalam
suatu cuplikan. Teknik pengukuran ini dapat digunakan untuk menganalisis
konsentrasi lebih dari 62 jenis unsur logam. Suatu alat absorpsi atom terjadi dari
komponen-komponen dasar yang sama seperti spetrofotometer biasa, jadi
mengandung : sumber radiasi, monokromator, tempat cuplikan (dalam hal ini
nyala), detector dan indicator penguatan (amplifier). Spektrofotometer absorpsi
atom ada yang single-beam dan ada pula yang double-beam (Christina, 2006).
Komponen – komponen Spektroskopi Serapan Atom:
a. Lampu katoda berongga ( Hollow Cathode Lamp)
18
Lampu katoda berongga terdiri atas tabung gelas yang diisi dengan gas
argon (Ar) atau neon (Ne) bertekanan rendah (4-10 torr) dan di dalamnya
dipasang sebuah katoda berongga dan anoda. Rongga katoda berlapis logam
murni dari unsur obyek analisis. Misalnya: untuk pengukuran Cu diperlukan
lapisan logam Cu. Batang anoda terbuat dari logam wolfram/tungsten (W).
b. Ruang pengkabutan (Spray Chamber)
Berada di bagian bawah burner dimana larutan contoh diubah menjadi
aerosol. Dinding dalam dari spray chamber dibuat dari plastik atau teflon. Dalam
ruangan ini dipasang peralatan yang terdiri atas :
1) Nebulizer glass bead atau impactbead (digunakan untuk memecah larutan
menjadi partikel butir yang halus)
2) Flow spoiler (berupa baling-baling berputar, digunakan untuk mengemburkan
butir/partikel larutan yang kasar)
3) Inlet dari fuel gas dan drain port (lubang pembuangan)
c. Pembakar (Burner)
Adalah suatu alat dimana campuran gas (bahan bakar dan oksida) dinyalakan.
Dalam nyala yang bersuhu tinggi itulah terjadi pembentukan atom-atom analit
yang akan diukur. Alat ini terbuat dari logam yang tahan panas dan tahan korosi.
Desain burner harus dapat mencegah masuknya nyala ke dalam spray chamber.
Hal ini disebut ”blow back” dan sangat berbahaya. Burner yang digunakan untuk
nyala udara asetilen (suhu 2000 – 2200 C) berlainan dengan untuk nyala nitrous
oksida-asetilen (suhu 2900 – 3000 C). Burner harus selalu bersih untuk menjamin
kepekaan yang tinggi dan kedapatulangan (repeatability) yang baik.
19
d. Monokromator & Slit
Monokromator dan slit digunakan untuk mengisolir sebuah resonansi dari
sekian banyak spektrum yang dihasilkan oleh lampu katoda berongga.
e. Detektor
Detektor yang biasa digunakan dalam AAS adalah jenis photomultiplier
tube, yang jauh lebih peka daripada phototube biasa dan responnya juga sangat
cepat (10 det). Fungsinya untuk mengubah energi radiasi yng jatuh pada detektor
menjadi sinyal elektrik / perubahan panas.
f. Lain-lain
1) Pembuangan gas dan udara kotor (exhaust dust)
2) Pipa saluran gas
Cara kerja spektrofotometer serapan atom berdasarkan sumber sinar yang
berupa tabung katoda (hollow chatode lamp). Tabung katoda akan menghasilkan
sinar monokromatis yang mempunyai beberapa garis resonansi. Sampel diubah
fasenya dari larutan menjadi uap atom bebas di dalam atomizer dengan nyala api
(udara-asetilen) yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar dengan oksigen.
Atom akan tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang
tertentu. Monokromator akan mengisolasi salah satu garis resonansi yang sesuai
dengan sampel dari beberapa garis resonansi yang berasal dari sumber sinar.
Berkas cahaya akibat absorpsi latar belakang dan akibat penghamburan dapat
ditiadakan dengan sistem ini, sehingga hanya radiasi resonansi yang terabsorpsi
oleh sampel. Fraksi atom akan tereksitasi dan mengemisikan radiasi resonansi ke
semua arah pada panjang gelombang yang sesuai. Energi sinar dari monokromator
20
akan diubah menjadi energi listrik dalam detektor. Energi listrik dari detektor
yang akan menggerakkan jarum dan menghasilkan grafik (Khopkar, 2008: 291).
Hubungan antara serapan yang dialami oleh sinar dengan konsentrasi
analit dalam larutan standar bisa dipergunakan untuk menganalisa larutan sampel
yang tidak diketahui, yaitu dengan mengukur serapan yang diakibatkan oleh
larutan sampel tersebut terhadap sinar yang sama. Biasanya terdapat hubungan
yang linier antara serapan (A) dengan konsentrasi (c) dalam larutan yang diukur
dan koefisien absorbansi (a).
A=a.b.C
Dari hukum Lambert-Beer / Bouguer-Beer ”Bila cahaya monokromatis
dilewatkan pada media transparan maka berkurangnya intensitas cahaya yang
ditransmisikan sebanding dengan ketebalan (b) dan konsentrasi larutan.”
Cara sederhana untuk menemukan konsentrasi unsur logam dalam
cuplikan adalah dengan dengan membandingkan nilai absorbans (Ax) dari
cuplikan dengan absorbansi zat standar yang dikerahui konsentrasinya.
Larutan standar yang konsentrasinya Cs di SSA akan diperoleh absorbansi
sebesar As. Sampel dengan konsentrasi yang tidak diketahui (Cx) di SSA dan
diperoleh absorbansi sebesar Ax, maka Cx dapat diketahui melalui persamaan:
Ax . Cx = As . Cs
Keterangan:
Ax = absorbansi sampel
21
As = absorbansi standar
Cx = konsentrasi sampel
Cs = konsentrasi standar
Penentuan konsentrasi sampel dapat juga dilakukan dengan metode
kalibrasi larutan standar, yaitu dengan memvariasi konsentrasi larutan standar
kemudian di AAS. Masing-masing konsentrasi akan diperoleh absorbansinya.
Kurva absorbansi vs konsentrasi standar akan berupa garis lurus dengan
persamaan Y= bx + a.
Absorbansi (A)
Y=bx+a
Konsentrasi (C)
Gambar 2. Kurva Kalibrasi Standar
Konsentrasi sampel dapat diketahui dengan cara memasukkan absorbansi
sampel ke dalam persamaan garis.
Keuntungan metode AAS dibandingkan dengan spektrofotometer biasa
yaitu spesifik, batas deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur
unsur-unsur yang berlainan, pengukurannya langsung terhadap contoh, output
dapat langsung dibaca, cukup ekonomis, dapat diaplikasikan pada banyak jenis
unsur, batas kadar penentuan luas (dari ppm sampai %). Sedangkan kelemahannya
yaitu pengaruh kimia dimana AAS tidak mampu menguraikan zat menjadi atom,
pengaruh ionisasi yaitu bila atom tereksitasi (tidak hanya disosiasi) sehingga
22
menimbulkan emisi pada panjang gelombang yang sama, serta pengaruh matriks
misalnya pelarut.
10. pH Meter
pH meter bekerja berdasarkan prinsip elektrolit/konduktivitas suatu
larutan. Cara kerja pH meter ini adalah dengan cara mencelupkan probe dari pH
meter kedalam larutan yang akan diukur (kira-kira kedalaman 5cm) dan secara
otomatis alat akan mulai bekerja dalam mengukur pH. pH meter memiliki
ketelitian yang baik karena memiliki sensitivitas 0.01 pH. Namun, pH meter
masih memiliki beberapa kekurangan, yaitu perubahan yang lambat dan
berosilasi, yang merupakan masalah yang penting dalam menentukan skala yang
valid.
Saat ini, telah banyak jurnal yang berisi penelitian tentang pemanfaatan
serat optik plastik sebagai sensor diantaranya adalah sensor strain, temperatur,
kelembaban, sensor pH dan lain sebagainya. Serat Optik memiliki beberapa
kelebihan diantaranya ringan, tidak mengalami korosi, tidak sensitif terhadap
interferensi elektromagetik, memiliki diameter yang cukup besar sehingga dalam
penyambungan antara satu bagian dengan bagian yang lain menjadi lebih mudah,
serta memiliki nilai NA (Numerical Apperture) yang cukup besar. Sedangkan
kelemahannya adalah panjang lintasan tidak terlalu jauh, hal ini disebabkan
karena serat optik plastik memiliki rugi propagasi yang tinggi (Matiin, Hatta &
Sekartedjo, 2012: 1).
23
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Nur A., & Jatnik A. (2014) yang berjudul
Aplikasi Elektrokoagulasi Pasangan Elektroda Aluminium pada Proses Daur
Ulang Grey Water bahwa metode elektrokoagulasi dengan elektroda alumunium
dapat
digunakan
sebagai
proses pengolahan
grey water
karena
hasil
elektrokoagulasi menujukkan kekeruhan dan COD berada dibawah baku mutu
yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan sehingga aman untuk digunakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Sutanto, Widjajanto & Hidjan (2011) yang
berjudul Penurunan Kadar Logam Berat dan Kekeruhan Air limbah Menggunakan
Proses Elektrokoagulasi menyatakan bahwa proses elektrokoagulasi dengan
elektroda alumunium dapat menurunkan kadar besi dan kekeruhan dalam air
limbah. Semakin lama waktu proses dan semakin besar arus listrik yang mengalir,
maka kadar besi dan kekeruhan air limbah semakin turun.
Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo & Suyanta (2016) yang berjudul
Pengolahan Air Kolam Renang Menggunakan Metode Elektrokoagulasi dengan
Elektroda Alumunium-grafit yang menyatakan bahwa metode elektrokoagulasi
dengan elektroda Al-grafit efektif digunakan untuk pengolahan air kolam renang.
Semakin lama waktu proses elektrokoagulasi, maka semakin tinggi nilai pH dan
semakin berkurang kandungan zat padat terlarut dalam air.
C. Kerangka Berfikir
Penggunaan Ca(OCl)2 atau kaporit yang berlebih menyebabkan adanya ion
logam Ca2+ dalam air kolam renang. Usaha untuk mengurangi kandungan ion
24
logam Ca2+ adalah dilakukan Pengurangan ion logam Ca2+ dengan cara
pengendapan. Pengendapan dilakukan dengan metode elektokoagulasi untuk
menghasilkan koagulan Al(OH)3.
Al(OH)3 akan berfungsi sebagai koagulan yang akan mendestabilisasi
koloid dalam air kolam renang. Destabilisasi koloid menyebabkan tebentuknya
mikroflok yang kemudian dengan adanya flokulasi mikroflok akan saling
bergabung dan membentuk agrerat yang akan lebih mudah terendapkan.
Pengurangan ion logam Ca2+ dapat terjadi melalui peristiwa kopresipitasi.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah ion logam Ca2+ pada air kolam renang.
2. Objek penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah potensial listrik dan waktu optimum efisiensi
elektrokoagulasi terhadap pengurangan ion logam Ca2+.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi potensial listrik sebesar 2, 4,
6, 8, 10 dan 12 volt dan variasi waktu proses elektrokoagulasi selama 2, 4, 8,
16, dan 24 jam.
2. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah elektroda yang digunakan yaitu
lempengan alumunium dengan lebar 2 cm, panjang 6 cm dan tebal 1 mm
sebagai anoda dan grafit dengan panjang 4 cm dan diameter 8 mm sebagai
katoda.
3. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah efisiensi metode elektrokoagulasi
terhadap pengurangan ion logam Ca2+ dan pH.
C. Instrumen Penelitian
1.
Alat-alat yang digunakan adalah :
a. Power supply 500-2
b. Kabel
26
c. Stopwatch
d. Labu takar
e. Gunting
f. Penjepit buaya
g. Beaker glass 500 ml
h. Statif
i. Magnetic stirer
j. Stirer
k. Kotak penampung dengan ukuran 13cm x 13cm x 8cm
l. pH meter.
m. Amplas
n. AAS
2.
Bahan yang digunakan adalah :
a. Air kolam renang Universitas Negeri Yogyakarta
b. Grafit
c. Plat alumunium
d. Akuades
27
D. Skema Rangkaian Alat
Gambar 3. Skema Rangkaian Alat Elektrokoagulasi (Parga et al., 2013)
E. Prosedur Penelitian
1.
Optimasi Potensial Listrik
a. Alat dirangkai seperti pada Gambar 3.
b. Sampel air kolam renang sebanyak 1 liter dimasukkan ke dalam kotak
penampung.
c. Elektroda dipasang sesuai pada Gambar 3.
d. Stirer dihidupkan dengan kecepatan 5 rpm.
e. Sumber arus DC dihidupkan pada potensial 2 volt selama 1 jam.
f. Hasil proses elektrokoagulasi didiamkan selama 24 jam.
g. pH diukur menggunakan pH meter.
h. Analisis kandungan ion logam Ca2+ dalam air hasil elektrokoagulasi
dilakukan menggunakan AAS.
i. Prosedur yang sama dilakukan kembali dengan mengganti potensial listrik
4 volt, 6 volt, 8 volt, 10 volt, dan 12 volt.
28
2.
Optimasi Waktu
a. Sampel air kolam renang sebanyak 1 liter dimasukkan ke dalam kotak
penampung.
b. Elektroda dipasang sesuai pada Gambar 3.
c. Stirer dihidupkan dengan kecepatan 5 rpm.
d. Sumber
arus
DC
dihidupkan
pada
potensial
optimum
untuk
mengoperasikan proses elektrokoagulasi.
e. sumber DC dimatikan setelah proses berjalan 2 jam.
f. Hasil proses elektrokoagulasi didiamkan selama 24 jam.
g. Nilai pH diukur menggunakan pH meter.
h. Analisis kandungan ion logam Ca2+ dalam air hasil elektrokoagulasi
dilakukan menggunakan AAS.
i. Prosedur
yang
sama
dilakukan
kembali
dengan
waktu
proses
elektrokoagulasi selama 4 jam, 8 jam, 16 jam dan 24 jam
F. Teknik Analisis Data
Data yang sudah diperoleh dari hasil analisis konsentrasi logam Ca2+
dalam air kolam renang, dan nilai pH dibuat grafik sehingga dapat dilakukan
pembacaan terhadap perubahan kualitas air kolam renang.
1.
Menganalisis grafik hubungan antara efisiensi elektrokoagulasi dan potensial
listrik (volt).
2.
Menganalisis grafik hubungan antara efisiensi elektrokoagulasi dan waktu
proses elektrokoagulasi (jam).
29
3.
Menganalisis grafik hubungan antara potensial listrik dengan pH.
4.
Menganalisis grafik hubungan antara waktu proses elektrokoagulasi dengan
pH.
5.
Perhitungan
Efisiensi
Elektrokoagulasi
untuk
mengetahui
efisiensi
elektrokoagulasi terhadap pengurangan logam Ca2+ dapat digunakan rumus :
Keterangan :
C1 = Konsentrasi logam Ca2+ sebelum dielektrokoagulasi ppm (mg/L)
C2 = Konsentrasi logam Ca2+ setelah dielektrokoagulasi ppm (mg/L)
Dari hasil perhitungan yang telah didapat, kemudian dibuat grafik
hubungan antara potensial listrik dan efisiensi elektrokoagulasi terhadap
Pengurangan ion logam Ca2+ (ppm) serta grafik hubungan antara waktu proses
elektrokoaglasi dan efisiensi elektrokoagulasi terhadap Pengurangan ion logam
Ca2+ (ppm).
4.
Menganalisis kualitas air kolam renang dilihat dari pH air setelah proses
elektrokoagulasi sesuai dengan peraturan kementerian kesehatan.
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi optimum metode
elektrokoagulasi dalam Pengurangan ion logam Ca2+ pada air kolam renang dan
untuk mengetahui efisiensi metode elektrokoagulasi dalam meningkatkan kualitas
air kolam renang. Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian kimia FMIPA
UNY dan analisis logam di lakukan di laboratorium BBTKLPP Yogyakarta.
Sampel yang digunakan adalah air kolam renang yang diambil dari kolam renang
FIK UNY di Jalan Colombo Kuningan, Catur Tunggal, Depok, Sleman,
Yogyakarta. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengambil sejumlah air
secara acak dari 4 kolam renang yang berbeda, kemudian dicampur hingga
homogen.
Metode
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
metode
elektrokoagulasi. Penelitian dilakukakan dalam skala laboratorium dengan volume
sampel yag digunakan sebanyak 1 liter. Elektroda yang digunakan adalah
elektroda Al sebagai anoda dan grafit sebagai katoda dengan ukuran plat Al yang
tercelup dalam sampel adalah lebar 2 cm, panjang 6 cm, dan tebal 1 mm.
Sedangkan ukuran grafit yang tercelup dalam sampel adalah panjang 4 cm, dan
diameter 8 mm. Hasil data yang diperoleh dari penelitian ini meliputi konsentrasi
logam Ca2+ dalam air, dan nilai pH. Sampel mengandung ion logam Ca2+ 23,88
ppm, dan pH 3,27.
31
1.
Optimasi Potensial Listrik
Variasi potensial listrik yang digunakan adalah 2 volt, 4 volt, 6 volt, 8 volt,
10 volt, dan 12 volt. Pada uji optimasi potensial listrik, proses elektrokoagulasi
dilakukan selama 1 jam. Parameter yang digunakan adalah konsentrasi Ca2+ dalam
air, dan pH.
a.
Parameter Konsentrasi Logam Ca2+
Konsentrasi logam Ca2+ dalam sampel diukur menggunakan AAS.
Pengukuran dilakukan sebelum dan setelah proses elektrokoagulasi. Hasil
pengukuran konsentrasi logam Ca2+ dalam air kolam renang sebelum dan sesudah
elektrokoagulasi pada variasi potensial dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Konsentrasi Ca2+ Dalam Air Kolam Renang Sebelum dan Sesudah
Proses Elektrokoagulasi pada Variasi Potensial
No.
1
2
3
4
5
6
V (v)
2
4
6
8
10
12
Konsentrasi Ca2+ (ppm)
Awal
23,88
23,88
23,88
23,88
23,88
23,88
Akhir
22,29
20,70
22,29
20,70
19,90
19,90
Efisiensi Elektrokoagulasi (%)
6,66%
13,32%
6,66%
13,32%
16,67%
16,67%
Hasil penelitian pada Tabel 3 kemudian dibuat grafik hubungan antara
besar potensial listrik dengan efisiensi elektrokoagulasi. Grafik hubungan antara
besar potensial listrik dengan efisiensi elektrokoagulasi dapat dilihat pada Gambar
4.
32
Efisiensi elektrokoagulasi (%)
120
100
80
60
40
20
0
0
2
4
6
8
10
12
14
Potensial Listrik (volt)
Gambar 4. Grafik Hubungan Potensial Listrik dengan Efisiensi Elektrokoagulasi
b. Parameter pH
Pengukuran pH dilakukan pada sampel air kolam renang sebelum dan
sesudah proses elektrokoagulasi. Nilai pH diukur menggunakan pH meter. Hasil
pengukuran pH sebelum dan sesudah elektrokoagulasi pada variasi potensial
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Data pH Air Kolam Renang Sebelum dan Sesudah Proses
Elektrokoagulasi pada Variasi Potensial
No.
V (v)
I (A)
1
2
3
4
5
6
2
4
6
8
10
12
0,005
0,016
0,028
0,041
0,053
0,061
pH
Awal
3,27
3,27
3,27
3,27
3,27
3,27
Akhir
3,27
3,67
3,97
4,20
4,57
4,70
Hasil penelitian pada Tabel 4. kemudian dibuat grafik hubungan antara
potensial dengan nilai pH air kolam renang. Grafik hubungan potensial listrik
terhadap pH dapat dilihat pada Gambar 5.
33
5
4,5
4
3,5
pH
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
0
2
4
6
8
10
12
14
Potensial Listrik (volt)
Gambar 5. Grafik Hubungan Potensial Listrik dengan pH Air Kolam Renang
2.
Optimasi Waktu Proses Elektrokoagulasi
Variasi waktu proses elektrokoagulasi yang digunakan adalah 2 jam, 4
jam, 8 jam, 16 jam, dan 24 jam. Besar potensial listrik yang digunakan adalah 10
volt sebagai potensial optimum hasil dari optimasi potensial elektrokoagulasi
awal. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsentrasi ion
logam Ca2+ dalam air, dan nilai pH.
a.
Parameter Konsentrasi Logam Ca2+
Pengukuran konsentrasi logam Ca2+ menggunakan AAS dilakukan
sebelum dan setelah proses elektrokoagulasi. Data hasil pengukuran konsentrasi
logam Ca2+ dalam sampel air kolam renang sebelum dan sesudah proses
elektrokoagulasi dapat dilihat pada Tabel 5.
34
Tabel 5. Data Konsentrasi Logam Ca2+dalam Air Kolam Renang Sebelum dan
Sesudah Proses Elektrokoagulasi pada Variasi Waktu
No.
Waktu
Operasi
(jam)
2
4
8
16
24
1.
2.
3.
4.
5.
Konsentrasi Ca2+
(ppm)
Awal
Akhir
23,88
21,49
23,88
21,49
23,88
21,49
23,88
21,49
23,88
19,90
V
(v)
10
10
10
10
10
Effisiensi
Elektrokoagulasi
(%)
10,01
10,01
10,01
10,01
16,67
Hasil penelitian pada Tabel 5. kemudian dibuat grafik hubungan waktu
proses elektrokoagulasi dengan efisiensi elektrokoagulasi. Grafik hubungan waktu
proses elektrokoagulasi dengan efisiensi elektrokoagulasi dapat dilihat pada
Efisiensi Elektrokoagulasi (%)
Gambar 6.
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
0
5
10
15
20
25
30
Waktu (jam)
Gambar 6. Grafik Hubungan Waktu Proses Elektrokoagulasi dengan Efisiensi
Elektrokoagulasi
b.
Parameter pH
Pengukuran pH dilakukan pada sampel air kolam renang sebelum dan
sesudah proses elektrokoagulasi. Nilai pH diukur menggunakan pH meter. Hasil
35
pengukuran pH pada sampel air kolam renang sebelum dan sesudah
elekrokoagulasi dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji Nilai pH dalam Sampel Air Kolam Renang Sebelum dan
Sesudah Proses Elektrokoagulasi.
No
2.
3.
4.
5.
6.
Waktu Operasi
(jam)
2
4
8
16
24
V (v)
10
10
10
10
10
I (A)
0,053
0,053
0,053
0,053
0,053
pH
Awal
3,27
3,27
3,27
3,27
3,27
Akhir
5,07
5,47
6,07
6,40
6,70
Berdasarkan data pada Tabel 6, dapat dibuat grafik hubungan waktu
elektrokoagulasi dengan nilai pH yang menunjukkan efisiensi elektrokoagulasi
terhadap perubahan pH. Grafik hubungan waktu elektrokoagulasi dengan nilai pH
dapat dilihat pada Gambar 7.
7
6
pH
5
4
3
2
1
0
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Waktu (jam)
Gambar 7. Grafik Hubungan Waktu Proses Elektrokoagulasi dengan Nilai pH
36
B. Pembahasan
1.
Optimasi Potensial Listrik
Penelitian mengenai pengaruh variasi potensial listrik pada proses
elektrokoagulasi bertujuan untuk memperoleh potensial optimum proses
elektrokoagulasi air kolam renang dengan elektroda Al-Grafit. Potensial optimum
yang diperoleh kemudian digunakan sebagai besar potensial listrik pada uji
pengaruh waktu pada proses elektrokoagulasi. Variasi potensial listrik yang
digunakan adalah 2 volt, 4 volt, 6 volt, 8 volt, 10 volt, dan 12 volt. Proses
elektrokoagulasi dilakukan dengan waktu 60 menit. Parameter yang digunakan
meliputi kadar Ca2+ dalam air, dan pH air kolam renang.
a.
Parameter Konsentrasi Logam Ca2+
Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa pada penggunaan potensial
2 volt, mampu memisahkan ion logam Ca2+ dengan efisiensi Pengurangan ion
logam Ca2+ sebesar 6,67% dari 23,88 ppm menjadi 22,29 ppm. Pada potensial 4
volt, mampu memisahkan ion logam Ca2+ dengan efisiensi Pengurangan ion
logam Ca2+ sebesar 13,272% dari 23,88 ppm menjadi 20,70 ppm. Pada potesial 6
volt, efisiensi Pengurangan ion logam Ca2+ mengalami penurunan dengan nilai
efisiensi sebesar 6,67%. Penggunaan potensial 8 volt, 10 volt dan 12 volt
mengalami kenaikan efisiensi Pengurangan logam Ca2+ dengan efisiensi berturutturut 13,272%, 16,67%, dan 16,67%. Efisiensi elektrokoagulasi tertinggi terjadi
pada penggunaan potensial 10 volt dan 12 volt yang memiliki kemampuan
memisahkan ion logam Ca2+ dengan efisiensi 16,67% dari 23,88 ppm menjadi
19,90 ppm.
37
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode elektrokoagulasi mampu
memisahkan ion logam Ca2+ dalam air kolam renang. Pengurangan ion logam
Ca2+ dapat terjadi akibat peristiwa kopresipitasi bersama endapan/flok yang akan
terbentuk selama proses elektrokoagulasi. Kopresipitasi adalah peristiwa
terperangkapnya ion-ion di dalam amorf endapan namun tidak menjadi bagian
dari struktur amorf dan terjadi pada awal proses pertumbuhan endapan. Ketika
endapan tumbuh dengan cepat, ion akan tersumbat kedalam endapan selama
proses pertumbuhan (Inagaki, Zhu & Chiba, 2009).
Pembentukan flok pada dasarnya karena adanya destabilisasi koloid.
Selanjutnya melalui proses flokulasi, flok-flok akan membentuk flok yang lebih
besar akibat tumbukan antar flok atau tumbukan dengan partikel pengotor lain
sehingga flok-flok dengan ukuran yang lebih besar akan memiliki berat molekul
yang lebih besar dan akan lebih mudah mengendap.
Destabilisasi koloid pada potensial 2 volt, 4 volt, 6 volt, dan 8 volt
disebabkan peristiwa netralisasi muatan koloid. Koloid dalam air pada umumnya
bermuatan negatif (Marian & Handajani, 2012: 58). Pada proses elektrokoagulasi
akan tejadi pelepasan ion Al3+ di anoda (Iswanto, Silalahi & Ayuningtyas, 2009).
Anoda
: Al(s) → Al3+(aq) + 3e
Ion Al3+(aq) dengan cepat bereaksi dengan air membentuk berbagai
macam ion aquometal dan hidrogen seperti AlOH2+(aq), Al(OH)2+(aq),
Al7(OH)174+(aq), Al(OH)3(s) (Hascakir, 2003: 11-12).
Al3+(aq) + H2O(l)
AlOH2+(aq) + H+(aq)
Al3+(aq) + 2H2O(l)
Al(OH)2+ (aq) + 2H+(aq)
38
7Al3+(aq) + 17H2O(l)
Al7(OH)174+(aq) + 17H+(aq)
Al3+(aq) + 3H2O(l)
Al(OH)3(s) + 3H+(aq)
Ion aquometalik yang terbentuk akan menjadi bagian dari awan ionik
yang mengelilingi koloid dan karena memiliki afinitas yang besar akan teradsorp
ke permukaan koloid dan akan menetralisir muatan permukaan (Hascakir, 2003:
11-12). Partikel koloid yang bermuatan netral akan saling bergabung membentuk
agregat yang besar karena gaya elektrostatis tarik-menarik antar partikel
berkurang dan selanjutnya akan mengendap.
Destabilisasi koloid pada potensial 10 volt dan 12 volt terjadi karena
peristiwa netralisasi muatan koloid dan sweep coagulation. Hal ini disebabkan
karena amorf Al(OH)3(s) sudah terbentuk. Reaksi yang terjadi pada proses
elektrokoagulasi dapat dijelaskan melalui reaksi berikut :
Anoda
: Al(s) → Al3+(aq) + 3e
2H2O(l) → 4H+(aq) + O2(g) +4e
Katoda
: 3H2O(l) + 3e → 3/2 H2(g) + 3OH-(aq)
Ion logam Al3+ di dalam air yang dihasilkan dari reaksi oksidasi di anoda
dengan spontan akan mengalami reaksi hidrolisis yang menghasilkan berbagai
monomer (Moudhen et al, 2008: 126):
Al3+(aq) + H2O(l) → Al(OH)2+(aq) + H+(aq)
Al(OH)2+(aq) +H2O(l) → Al(OH)2+(aq) + H+(aq)
Al(OH)2+(aq) +H2O(l) → Al(OH)3(s) + H+(aq)
Pada potensial 10 volt dan 12 volt, hasil akhir dari proses hidolisis ion Al3+
adalah amorf Al(OH)3(s) (Moudhen et al, 2008: 126). Amorf Al(OH)3(s) akan
39
mengendap karena gaya gravitasi. Nilai ksp Al(OH)3(s) yang sangat kecil
membuat Al(OH)3(s) mudah mengendap. Nilai ksp Al(OH)3(s) adalah 3x10-34
(Brady, Senese & Jespersen, 2013: 694). Pengurangan ion logam Ca2+ dalam hal
ini dimungkinkan terjadi karena mekanisme dari sweep coagulation, yaitu ion
logam Ca2+ akan ikut tersapu dan mengendap bersama koloid dan partikel-partikel
lain (Hascakir, 2003: 12).
Penelitian lain menyatakan bahwa Pengurangan ion logam Ca2+ juga
terjadi karena mengalami kopresipitasi dengan Al(OH)3(s) dalam bentuk
hidroksida (Chen et al., 2000: 70). Ketika partikel Al(OH)3(s) berukuran koloid
(1-100 nm), memiliki luas permukaan yang besar dan ion-ion pada permukaan
akan menarik ion yang muatannya berlawanan dari dalam larutan. Koloid
Al(OH)3(s) memiliki muatan positif yang akan menarik ion negatif seperti OH-,
karena setiap endapan cenderung mengadsorp ion sejenisnya (Basset et al., 1994:
475) dari dalam air. Hal ini mengakibatkan Al(OH)3(s) kelebihan muatan negatif
dan dapat mengikat ion logam Ca2+ (Dewata & Nasra, 2013: 28). Reaksi
kopresipitasi dari Al3+ dengan Ca2+ adalah (Zuo et al., 2008: 455):
mAl3+ + nCa2+ + (3m+2n)H2O
AlmCan(OH)3m+2n + (3m+2n)H+
Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak Al(OH)3 yang terbentuk
maka semakin banyak Ca2+ yang kopresipitasi dengan Al(OH)3(s) sehingga
konsentrasi Ca2+ dalam air semakin berkurang.
Penurunan efisiensi yang terjadi pada potensial 6 volt dengan efisiensi
6,67% terjadi karena adanya pasifasi dari elektroda yaitu penurunan kinerja
elektroda karena flok yang terbentuk. Sebagian flok akan melapisi permukaan
40
elektroda yang menyebabkan berkurangnya luas permukaan aktif dari plat
elektroda. Peristiwa ini mengakibatkan reaksi pada proses elektrokoagulasi
menjadi terhambat (Kartika, Panggabean & Gunawan, 2015:47). Penelitian lain
juga menyebutkan bahwa penurunan efisiensi elektrokoagulasi tejadi karena
adanya lapisan yang menutupi elektroda sehingga menghambat arus listrik yang
mengalir ke larutan. Terhambatnya arus listrik menyebabkan produksi Al3+
semakin berkurang dari sebelumnya (Christiana, Samudro & Handayani, 2013: 5).
Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa semakin besar potensial
listrik
yang
digunakan
dalam
proses
elektrokoagulasi
maka
efisiensi
elektrokoagulasi semakin baik. Hal ini disebabkan semakin besar potensial yang
digunakan maka semakin besar arus yang dialirkan, sehingga pelepasan ion Al3+
karena reaksi oksidasi di anoda dan OH- karena reaksi elektrolisis air di katoda
akan semakin banyak. Hal ini menyebabkan pembentukan koagulan yang semakin
banyak dan pengurangan logam Ca2+ dalam air akan semakin baik.
Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa potensial optimum proses
elektrokoagulasi air kolam renang menggunakan elektroda Al-grafit adalah 12
volt. Namun berdasarkan hasil penelitian, kemampuan memisahkan logam Ca2+
dalam air kolam renang pada penggunaan potensial listrik 10 volt dan potensial 12
volt memberikan hasil yang sama yaitu 19,90 ppm. Sehingga jika ditinjau dari
efisiensi biaya, potensial listrik 10 volt lebih tepat untuk digunakan dalam proses
elektrokoagulasi air kolam renang karena arus listrik yang dibutuhkan lebih kecil
dari potensial listrik 12 volt. Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo dan Suyanta
(2016), juga menunjukkan potensial optimum proses elektrokoagulasi untuk
41
pengolahan air kolam renang adalah 10 volt. Oleh karena itu, dapat diketahui
potensial optimum proses elektrokoagulasi air kolam renang adalah 10 volt.
b.
Parameter pH
Data pengaruh potensial listrik terhadap nilai pH dapat dilihat pada
Tabel.4. Dari Tabel.4 diperoleh grafik seperti pada Gambar 5 yang menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara besar potensial listrik dengan perubahan nilai
pH. Semakin besar potensial listrik yang digunakan maka pH air kolam renang
akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena ketika proses elektrokoagulasi
berlangsung, ion hidroksil (OH-) lebih banyak terbentuk sebagai hasil dari reaksi
reduksi H2O di katoda dibandingkan ion H+ yang terbentuk di anoda sebagai
reaksi samping, sehingga larutan akan bersifat basa. (Tonapa, Ngatin & Gozali,
2010: 29.6).
Penelitian lain menjelaskan bahwa kenaikan pH disebabkan akibat dari
proses evolusi hidrogen di katoda (Canizares et al., 2005: 4178). Evolusi hidrogen
adalah proses produksi hidrogen melalui reaksi elektrolisis air (Astuti, 2016).
2 H2O(l) → 2 H2(g) + O2(g)
Oleh karena itu, semakin besar potensial listrik yang digunakan
mengakibatkan arus listrik yang mengalir ke elektroda semakin banyak sehingga
produksi OH- akan semakin meningkat (Lukismato & Assomadi, 2010). Semakin
banyak terbentuk ion OH- dalam air menyebabkan nilai pH air kolam renang
semakin naik. Dengan demikian dapat diketahui bahwa proses elektrokoagulasi
dengan potensial listrik 2 volt, 4 volt, 6 volt, 8 volt, 10 volt, dan 12 volt mampu
mengubah pH berturut-turut menjadi 3,37; 3,67; 3,97; 4,20; 4,57; 4,70.
42
2.
Optimasi Waktu Proses Elektrokoagulasi
Penelitian mengenai pengaruh variasi waktu pada proses elektrokoagulasi
bertujuan untuk memperoleh waktu optimum proses elektrokoagulasi air kolam
renang dengan elektroda Al-Grafit. Potensial listrik yang digunakan adalah 10
volt. Variasi waktu yang digunakan adalah 2 jam, 4 jam, 8 jam, 16 jam, dan 24
jam. Parameter yang digunakan meliputi konsentrasi Ca2+ dalam air, dan pH.
a.
Parameter Konsentrasi logam Ca2+ dalam air kolam renang
Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara
waktu proses elektrokoagulasi dengan efisiensi elektrokoagulasi. Proses
elektrokoagulasi selama 2 jam mampu memisahkan ion logam Ca2+ dengan
efisiensi 10,01 % dari 23,88 ppm menjadi 21,49 ppm dan konstan pada proses
elektrokoagulasi selama 4 jam, 8 jam dan 16 jam. Pada proses elektrokoagulasi
selama 24 jam, terjadi kenaikan efisiensi menjadi 16,67% dari 23,88 ppm menjadi
19,90 ppm. Semakin lama waktu yang digunakan maka semakin berkurang
konsentrasi logam Ca2+ dalam air. Peristiwa ini bisa dijelaskan dengan hukum
Faraday 1 yang menyatakan banyaknya massa yang terendapkan berbanding lurus
dengan waktu proses elektrokoagulasi. Dengan demikian dapat diketahui bahwa
semakin lama waktu proses elektrokoagulasi, semakin banyak massa Al(OH)3(s)
yang terendapkan.
Alumunium hidroksida (Al(OH)3) yang semakin banyak akan semakin
baik untuk proses destabilisasi koloid, sehingga pembentukan flok akan semakin
banyak dan ion logam Ca2+ yang terkopresipitasi juga semakin banyak.
Pengurangan ion logam Ca2+ dalam hal ini dimungkinkan terjadi karena
43
mekanisme dari sweep coagulation, yaitu ion logam Ca2+ akan ikut tersapu dan
mengendap bersama koloid dan partikel-partikel lain (Hascakir, 2003: 12).
Pada waktu proses elektrokoagulasi selama 4 jam, 8 jam, dan 16 jam
efisiensi cenderung konstan yaitu 10,01%. Hal ini terjadi karena adanya lapisan
yang menutupi permukaan elektroda (Christiana, Samudro & Handayani, 2013:
5).
Selama proses elektrokoagulasi, elektroda grafit tertutupi oleh lapisan
yang menempel pada permukaannya. Pada saat proses elektrokoagulasi dengan
variasi waktu lainnya, elektroda yang digunakan tetap menggunakan grafit yang
sama. Selain itu, grafit yang digunakan tidak dilakukan pencucian secara
sempurna, sehingga masih ada beberapa lapisan yang menutupi permukaan grafit.
Lapisan ini menyebabkan besarnya arus listrik yang mengalir ke dalam larutan
mengalami penurunan dan menyebabkan produksi Al3+(aq) semakin berkurang
sehingga produksi Al(OH)3(s) juga berkurang (Christiana, Samudro & Handayani,
2013: 5). Oleh karena itu meskipun waktu proses elektrokoagulasi yang
digunakan lebih lama dari waktu 2 jam, namun proses elektrokoagulasi
memberikan hasil Pengurangan ion logam Ca2+ yang sama karena koagulan yang
terbentuk dimungkinkan sama banyak dengan koagulan yang terbentuk pada
waktu elektrokoagulasi selama 2 jam.
Sedangkan kenaikan efisiensi pada waktu proses elektrokoagulasi selama
24 jam terjadi karena sebelum proses elektrokoagulasi, grafit dicuci hingga
sampai kondisi yang lebih baik, yaitu lapisan-lapisan yang menempel pada
permukaan diminimalisir keberadaannya. Hal ini menyebabkan arus listrik yang
44
mengalir ke larutan lebih banyak dari sebelumnya, sehingga produksi Al3+(aq) di
anoda semakin banyak dan koagulan Al(OH)3(s) yang terbentuk juga semakin
banyak. Banyaknya koagulan Al(OH)3(s) yang terbentuk maka semakin banyak
pula ion logam Ca2+ yang terperangkap dalam koagulan sehingga kandungan
logam Ca2+ dalam air semakin menurun.
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diketahui bahwa waktu optimum
proses elektrokoagulasi pada air kolam renang yaitu 24 jam dengan kemampuan
mengurangi konsentrasi logam Ca2+ dalam air dari 23,88 ppm menjadi 19,90 ppm
dengan efisiensi elektrokoagulasi sebesar 16,67%. Efisiensi pada optimasi
potensial listrik dengan waktu proses elektrokoagulasi 1 jam memiliki hasil yang
sama dengan waktu proses elektrokoagulasi 24 jam. Hal ini dimungkinkan terjadi
karena kondisi pengambilan sampel yang berbeda, dan pasifasi elektroda yang
terjadi pada waktu 24 jam proses elektrokoagulasi.
b.
Parameter pH
Data pengaruh waktu elektrokoagulasi terhadap nilai pH dapat dilihat pada
Tabel 6. Dari Tabel 6 diperoleh grafik seperti pada Gambar 7 yang menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara waktu proses elektrokoagulasi dengan perubahan
nilai pH. Semakin lama waktu proses elektrokoagulasi maka pH air akan semakin
tinggi.
Reaksi
utama
yang
terjadi
pada
elektroda
Al(s)
elektrokoagulasi berlangsung adalah (Mouedhen, dkk., 2008):
Al(s) → Al3+(aq) + 3e (anoda)
2H2O(l) + 2e− → H2(g) + 2OH−(aq) (katoda)
45
saat
proses
Ketika proses elektrokoagulasi berlangsung, ion hidroksil (OH-) lebih
banyak terbentuk sebagai hasil dari reaksi reduksi H2O di katoda dibandingkan
ion H+ yang terbentuk di anoda sebagai reaksi samping, sehingga larutan akan
bersifat basa. (Tonapa, Ngatin & Gozali, 2010: 29.6). Penelitian lain menjelaskan
bahwa kenaikan pH disebabkan akibat dari proses evolusi hidrogen di katoda
(Canizares et al., 2005: 4178). Evolusi hidrogen adalah proses produksi hidrogen
melalui reaksi elektrolisis air (Astuti, 2016).
2H2O(l) → 2 H2(g) + O2(g)
Semakin lama proses elektrokoagulasi, produksi ion hidroksi (OH-)
semakin banyak dan pH larutan semakin tinggi. Sehingga dapat diketahui bahwa
proses elektrokoagulasi dengan waktu 2 jam, 4 jam, 8 jam, 16 jam, dan 24 jam
mampu menaikkan nilai pH dari pH 3,27 berturut-turut menjadi pH 5,07; 5,47;
6,07; 6,40; 6,70.
3.
Kualitas Air Kolam Renang Setelah Proses Elektrokoagulasi.
Berdasarkan
hasil
penelitian,
dapat
diketahui
bahwa
metode
elektrokoagulasi mampu memisahkan ion logam Ca2+ dalam air kolam renang
sehingga kandungan ion logam Ca2+ dalam air akan menurun. Selain itu, metode
elektrokoagulasi juga mampu meningkatkan pH air yang awalnya sangat asam
menjadi mendekati netral yaitu 6,7. Hal ini membuktikan bahwa kualitas air
kolam renang berdasarkan parameter pH setelah proses elektrokoagulasi semakin
baik karena memenuhi persyaratan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
416/Menkes/Per/IX/1990 bahwa pH air yang diperbolehkan antara 6,5- 8,5.
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1.
Potensial
optimum
dan
waktu
optimum
proses
elektrokoagulasi
menggunakan elektroda alumunium dan grafit untuk pengurangan ion logam
Ca2+ dari sampel air kolam renang adalah 10 volt dan 24 jam.
2.
Kualitas air kolam renang berdasarkan parameter pH setelah dilakukan proses
elektrokoagulasi
menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
416/Menkes/Per/IX/1990 dikatakan baik karena memenuhi standar kualitas air
kolam renang yaitu pH 6,7.
B. Saran
1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan variasi waktu yang lebih lama.
2.
Penelitian mengenai Pengurangan logam Ca2+ menggunakan metode
elektrokoagulasi sebaiknya dilakukan dengan elektroda dari bahan stainless
steel.
3.
Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan variasi jarak antar elektroda
dan ukuran elektroda.
4.
Parameter yang digunakan sebagai uji kualitas air kolam renang sebaiknya
diperbanyak.
5.
Perlu dilakukan penelitian dengan skala yang lebih besar.
47
DAFTAR PUSTAKA
Aprea M., Banchi B., Lunghini L., et al. (2010). Disinfection of swimming pools
with chlorine and derivates: formation of organochlorinated and
organobrominated compounds and exposure of pool personnel and
swwimmers. 2(2), 68-78.
Ardhani, A.F. & Iswati D. (2007). Penanganan Limbah Cair Rumah Pemotongan
Hewan dengan Metode Elektrokoagulasi. Skripsi, Universitas Diponegoro,
Semarang.
Astuti Y.A., (2016). Reaksi evolusi hidrogen menggunakan media tepung mocaf
dengan elektroda stainless steel/fe-co-ni secara elektrolisis. Skripsi
sarjana, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Basset J., Denney R.C., Jeffery G.H. et al. (1994). Buku Ajar Vogel Kimia
Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Brady J.E., Senese F.A., Jespersen N.D. (2009). Chemistry International Student
Version. New York: John Wiley & Sons.
Cabrales N.M. & Martinez F.M. (2014). Fundamentals of electrocoagulation.
Research Signpost, 1-16.
Canizares P., Carmona M., Lobato J., Martinez F., et al. (2005).
Electrodissolution of aluminum electrodes in elektrocoagulation procesess.
Ind. Eng. Chem. Res., 44, 4178-4185.
Chen X., Chen G., Yue P.L. (2000). Separation of pollutants from restaurant
waste water by electrocoagulation, Separation and Purification
Technology, 19, 65-76.
Christianna R., Samudro G., Handayani D.S. (2013). Studi penurunan konsentrasi
kromium dan seng dalam limbah cair elektroplating artificial dengan
metoda elektrokoagulasi. Jurnal Teknik Lingkungan, 2(3), 2-6.
Christina P.M. (2006). Instrumentasi Kimia I. Yogyakarta : STTN-BATAN.
Cita D.W., Andriyani R. (2013). Kualitas Air dan Keluhan Kesehatan Pengguna
Kolam Renang di Sidoarjo. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 7(1), 26-31.
Dewata I. & Nasra E. (2013). Studi kopresipitasi Zn2+ dan Co2+ menggunakan
Al(OH)3 sebagai kopresipitan. Jurnal Sainstek, V(1), 24-37.
Gumilar, R.P., Rokhmat M., Wibowo E. (2014). Pengaruh penyisipan tembaga Cu
menggunakan metode pulse plating pada sel surya TiO2. e-Proceeding of
Engineering, 1, 511-515.
48
Hanum F., Tambun R., Ritonga M.Y., dkk. (2015). Aplikasi Elektrokoagulasi
dalam Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit. Jurnal Teknik Kimia.
4(4), 13-17.
Hari B. & Harsanti M. (2010). Pengolahan Limbah Cair Tekstil Menggunakan
Proses Elektrokoagulasi dengan Sel Al-Al. Prosiding Seminar Nasional
Teknik Kimia “Kejuangan”. D11-1 – D11-7.
Hascakir B. (2003). Utilization of natural polyelectrolytes in wastewater
treatment. Thesis, Izmir University, Turki.
Holt, P.K.., G.W Barton., and C.A Mitchell. (2006). Electrocoagulation as A
Wastewater Treatment. Department of Chemical Engineering, The
University of Sydney. New South Wales.
http://romdhoni.staff.gunadarma.ac.id. Diakses pada Minggu, 30 Oktober 2016
pukul 13.00 WIB.
Inagaki K., Zhu Y., & Chiba T.M.K. (2009). Coprecipitation in trace element
analysis. New York: John Wiley & Sons.
Isana S.Y.L. (2010). Perilaku sel elektrolisis air dengan elektroda stainless steel.
Prosiding Seminar Nasional Kimia Dan Pendidikan Kimia 2010.
Iswanto B., Silalahi M.D.S. & Ayuningtyas U. (2009). Pengolahan Air Limbah
Domestik dengan Proses Elektrokoagulasi Menggunakan Elektroda
Aluminium. Jurnal Teknik Lingkungan. 5(1), 27-32.
Kartika Y., Panggabean A.S., Gunawan R. (2015). Penurunan kadar ion logam
kromium pada limbah industri sarung samarinda dengan menggunakan
metode elektrokoagulasi. Jurnal Kimia Mulawarman, 13, 45-49.
Khopkar, S.M.. (2008). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Lukismato A. & Assomadi A.F. (2010). Aplikasi elektrokoagulasi pasangan
elektroda besi untuk pengolahan air dengan sistem kontinyu. Makalah
disajikan pada Seminar Nasional, di Institut Teknologi Sepuluh November.
Mandal N.R. (2005). Aluminium Welding, 2nd. New Delhi: Narosa Publishing
House Pvt, Ltd, New Delhi, India. Mariam N. & Handajani M. (2012). Kinetika
penyisihan total suspended solid (tss) pada air baku pdam tirtawening
kota bandung menggunakan koagulan tawas berbahan baku aluminium
dari tutup kaleng bekas. Tugas Akhir Magister, Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
49
Matiin N., Hatta A.M., & Sekartedjo. (2012). Pengaruh Variasi Bending Sensor
pH Berbasis Serat Optik Plastik Menggunakan Lapisan Silica Sol Gel
Terhadap Sensitivitas. Jurnal Teknik Pomits. Vol 1. No 1. Hlm. 1-6.
Mouedhen G., Feki M., Wery M.D.P., Ayedi H.F. (2008). Behavior of aluminum
elekctrodes in electrocoagulation prosess. Journal of Hazardous
Materials, 150, 124-135.
Mulyono. (2007). Kamus Kimia. Jakarta: PT Bumi Aksara
Nemery B., Hoet P.H.M., & Nowak D. (2002). Indoor swimming pools, water
chlorination and respiratory health, 790-793
Nur A., & Jatnik A. (2014). Aplikasi elektrokoagulasi pasangan elektroda
aluminium pada proses daur ulang grey water hotel. Prosiding SNSTL I
2014.
Nurhayati I. (2010). Kombinasi media filtrasi untuk penurunan kesadahan dan
besi. 8(1), 90-97
Parga R.J., Munive G.T., Valenzuela J.L., Vazquez V.V., Zamarripa G.G. (2013).
Copper recovery from barren cyanide solution by using electrocoagulation
iron process. Advances in Chemical Engineering and Science, 3(2), 150156.
Patria D.N. (2011). Faktor Risiko Penyakit Batu Ginjal. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 7(1), 51-62.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 416/MEN.KES/PER/IX/1990
Purwaningsih I. (2008). Pengolahan Limbah Cair Industri Batik CV. Batik Indah
Raradjonggrang Yogyakarta Dengan Metode Elektrokoagulasi Ditinjau
dari Parameter COD dan Warna. Tugas Akhir, Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta.
Putra S., Rantjono S. & Arifiansyah T. (2009). Optimasi Tawas dan Kapur Untuk
Koagulasi Air Keruh dengan Penanda I-131. Jurnal Seminar Nasional V.
699-704.
Rachmawati S.W., Iswanto B. & Winarni. (2009). Pengaruh pH pada proses
koagulasi dengan koagulan aluminum sulfat dan ferri klorida. Jurnal
Teknologi Lingkungan, 5(2), 40-45
Rubiano D.B. (2005). Pool operator’s Handbook Standards for public swimming
pools & spas. Texas Department of State Health, Texas.
50
Setiawan D., Sibarani J. & Suprihatin I.E. (2013). Perbandingan Efektifitas
Disinfektan Kaporit,
Hidrogen Peroksida, Dan Pereaksi Fenton
(H2O2/Fe2+). E-Journal of Applied Chemistry. 1(2), 16-24.
Siringo-ringo E., Kusrijadi A., Sunarya Y. (2013). Penggunaan metode
elektrokoagulasi pada pengolahan limbah industri pengolahan limbah
industri penyamakan kulit menggunakan aluminium sebaga Sacrificial
Electrode. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, 4, 96-107.
Susanto E. (2010). Pelatihan Dasar-Dasar Keamanan Air Bagi Pengawas Kolam
Renang (LifeGuard) Se-DIY. Jurnal Inotek. 13(2), 6-7.
Sutanto, Widjajanto D., Hidjan. (2011). Penurunan Kadar Logam Berat dan
Kekeruhan Air Limbah Menggunakan Proses Elektrokoagulasi. Jurnal
Ilmiah Elite Elektro, 2(1), 1-6.
Tonapa Y., Ngatin A., Gozali M. (2010). Kaji analisis pengaruh jumlah pasangan
elektroda dan waktu proses pengolahan limbah tekstil dengan metode
elektrokoagulasi terhadap penyisihan COD dan penurunan turbiditas.
Makalah disajikan dalam Industrial Research Workshop & Seminar
Nasional Sains Terapan 2010, di Politeknik Negeri Bandung.
Utami B., Utomo S.B., Utami S. (Mei 2011). Penggunaan metode
elektrokoagulasi pada penurunan kadar logam berat Cu dalam air limbah
pabrik tekstil. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Kimia dan
Pendidikan Kimia III, di Universitas Negeri Sebelas Maret.
Wahyulis N.C., Ulfin I., Harmami. (2014). Optimasi potensial pada proses
elektrokoagulasi penurunan kadar kromium dari filtrat hasil hidrolisis
limbah padat penyamakan kulit. Jurnal Sains dan Seni Pomits, 3, C-9-C11
Wardhani E., Dirgawati M., Valyana K.P. (2012). Penerapan metode
elektrokoagulasi dalam pengolahan air limbah industri penyamakan kulit.
Makalah disajikan di Seminar Ilmiah Nasional Penelitian Masalah
Lingkungan di Indonesia, di Universitas Gajah Mada.
Wibowo R. & Suyanta. (2016). Pengolahan air kolam renang menggunakan
metode elektrokoagulasi dengan elektroda alumunium – grafit. Jurnal
Kimia Dasar, 5(6)
Widayat W. (2002). Teknologi pengolahan air sadah. Jurnal Teknologi
Lingkungan, 3(3), 256-266.
Woytowich D.L., Dalrymple C. W., & Britton M. G.; (1993). Electrocoagulation
(CURE) Treatment of Ship Bilgewater for the U. S. Cost Guard in Alaska.
Marine Technology Society Journal.
51
Yuliati S. (2006). Proses koagulasi – flokulasi pada pengolahan tersier limbah
cair pt. Capsugel Indonesia. Tugas Akhir Skripsi, Institut Pertanian
Bogor.
Zuo Q., Chen X., Li W., et al. (2008). Combined electrocoagulation and
electroflotation for removal of fluoride from drinking water. Journal of
Hazardous Materials, 159, 452-457
52
LAMPIRAN
53
Lampiran 1
Data Hasil Pengukuran pH Sebelum dan Sesudah Proses Elketrokoagulasi
1.
Nilai pH Air Kolam Renang Sebelum Proses Elektrokoagulasi.
Tabel 7. pH Air Kolam Renang Sebelum Proses Elektrokoagulasi
No.
pH
Awal
Rata-rata
1.
3,3
3,27
2.
3,2
3.
3,3
2.
Nilai pH air Kolam Renang Setelah Proses Eektrokoagulasi dengan Variasi
Potensial Listrik.
Tabel 8. Nilai pH air Kolam Renang Setelah Proses Eektrokoagulasi selama 1 jam
dengan Variasi Potensial Listrik
No.
V (v)
I (A)
pH
Akhir
Rata-rata
1.
2
0,005
3,4
3,37
3,3
3,4
2.
4
0,016
3,6
3,67
3,7
3,7
3.
6
0,028
4,0
3,97
3,9
4,0
4.
8
0,041
4,2
4,2
4,2
4,2
5.
10
0,053
4,6
4,57
4,5
4,6
6.
12
0,061
4,7
4,7
4,7
4,7
54
3.
Nilai pH air Kolam Renang Setelah Proses Eektrokoagulasi dengan Variasi
Waktu Proses Elektrokoagulasi
Tabel 9. Nilai pH air Kolam Renang Setelah Proses Eektrokoagulasi dengan
Variasi Waktu Proses Elektrokoagulasi
No.
Waktu
V (v)
I (A)
pH
Elektrokoagulasi (jam)
Akhir
Rata-rata
1.
2
10
0,053
5,1
5,07
5,0
5,1
2.
4
10
0,053
5,5
5,47
5,5
5,4
3.
8
10
0,053
6,0
6,07
6,1
6,1
4.
16
10
0,053
6,4
6,40
6,4
6,4
5.
24
10
0,053
6,7
6,70
6,7
6,6
55
Lampiran 2
Perhitungan Efisiensi Elektrokoagulasi terhadap Pengurangan Ion Logam
Ca pada Sampel Air Kolam Renang dalam Satuan %
1.
Variasi potensial listrik
a.
2 volt
 Konsentrasi awal
= 23,88 ppm
 Konsentrasi akhir
= 22,29 ppm
 Penurunan konsentrasi
= (23,88 – 22,29) ppm
= 1,59 ppm
 Efisiensi elektrokoagulasi
=
= 6,66 %
b.
4 volt
 Konsentrasi awal
= 23,88 ppm
 Konsentrasi akhir
= 20,70 ppm
 Penurunan konsentrasi
= (23,88 – 20,70) ppm
= 3,18 ppm
 Efisiensi elektrokoagulasi
=
= 13,32%
c.
6 volt
 Konsentrasi awal
= 23,88 ppm
 Konsentrasi akhir
= 22,29 ppm
 Penurunan konsentrasi
= (23,88 – 22,29) ppm
= 1,59 ppm
56
 Efisiensi elektrokoagulasi
=
= 6,67%
d.
8 volt
 Konsentrasi awal
= 23,88 ppm
 Konsentrasi akhir
= 20,70 ppm
 Penurunan konsentrasi
= (23,88 – 20,70) ppm
= 3,18 ppm
 Efisiensi elektrokoagulasi
=
= 13,32%
e.
10 volt
 Konsentrasi awal
= 23,88 ppm
 Konsentrasi akhir
= 19,90 ppm
 Penurunan konsentrasi
= (23,88 – 19,90) ppm
= 3,98 ppm
 Efisiensi elektrokoagulasi
=
= 16,67 %
f.
12 volt
 Konsentrasi awal
= 23,88 ppm
 Konsentrasi akhir
= 19,90 ppm
 Penurunan konsentrasi
= (23,88 – 19,90) ppm
= 3,98 ppm
 Efisiensi elektrokoagulasi
=
57
= 16,67 %
2.
Variasi waktu proses elektrokoagulasi
a.
2 jam
 Konsentrasi awal
= 23,88 ppm
 Konsentrasi akhir
= 21,49 ppm
 Penurunan konsentrasi
= (23,88 – 21,49) ppm
= 2,39 ppm
 Efisiensi elektrokoagulasi
=
= 10,01 %
b.
4 jam
 Konsentrasi awal
= 23,88 ppm
 Konsentrasi akhir
= 21,49 ppm
 Penurunan konsentrasi
= (23,88 – 21,49) ppm
= 2,39 ppm
 Efisiensi elektrokoagulasi
=
= 10,01 %
c.
8 jam
 Konsentrasi awal
= 23,88 ppm
 Konsentrasi akhir
= 21,49 ppm
 Penurunan konsentrasi
= (23,88 – 21,49) ppm
= 2,39 ppm
58
 Efisiensi elektrokoagulasi
=
= 10,01 %
d.
16 jam
 Konsentrasi awal
= 23,88 ppm
 Konsentrasi akhir
= 21,49 ppm
 Penurunan konsentrasi
= (23,88 – 21,49) ppm
= 2,39 ppm
 Efisiensi elektrokoagulasi
=
= 10,01 %
e.
24 jam
 Konsentrasi awal
= 23,88 ppm
 Konsentrasi akhir
= 19,90 ppm
 Penurunan konsentrasi
= (23,88 – 19,90) ppm
= 3,98 ppm
 Efisiensi elektrokoagulasi
=
= 16,67 %
59
Lampiran 3
Diagram Alir Prosedur Penelitian
Sampel air kolam
renang sebanyak 1
L
Sebelum
elektrokoagulasi
Mengukur
kandungan logam
Ca dan pH air
Elektrokoagulasi
Air hasil
elektrokoagulasi
Efisiensi
elektrokoagulasi
Mengukur
kandungan logam
Ca dan pH air
60
Lampiran 4
Penentuan Efisiensi Elektrokoagulasi terhadap Pengurangan Ion Logam
Ca2+
1.
Variasi potensial listrik
Kadar logam Ca2+
sebelum
elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi
dengan 2 volt
Kadar Ca2+ dalam
air setelah
elektrokoagulasi
Efisiensi
elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi
dengan 4 volt
Kadar Ca2+ dalam
air setelah
elektrokoagulasi
Efisiensi
elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi
dengan 6 volt
Kadar Ca2+ dalam
air setelah
elektrokoagulasi
Efisiensi
elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi
dengan 8 volt
Kadar Ca2+ dalam
air setelah
elektrokoagulasi
Efisiensi
elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi
dengan 10 volt
Kadar Ca2+ dalam
air setelah
elektrokoagulasi
Efisiensi
elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi
dengan 12 volt
Kadar Ca2+ dalam
air setelah
elektrokoagulasi
Efisiensi
elektrokoagulasi
61
2.
Variasi waktu proses elektrokoagulasi
Kadar logam Ca2+
sebelum
elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi
selama 2 jam
Kadar Ca2+ dalam
air setelah
elektrokoagulasi
Efisiensi
elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi
selama 4 jam
Kadar Ca2+ dalam
air setelah
elektrokoagulasi
Efisiensi
elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi
selama 8 jam
Kadar Ca2+ dalam
air setelah
elektrokoagulasi
Efisiensi
elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi
selama 16 jam
Kadar Ca2+ dalam
air setelah
elektrokoagulasi
Efisiensi
elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi
selama 24 jam
Kadar Ca2+ dalam
air setelah
elektrokoagulasi
Efisiensi
elektrokoagulasi
62
Lampiran 5
Dokumentasi Penelitian
Rangkaian Alat
Sampel Air Kolam Renang Sebelum
di Elektrokoagulasi
Elektroda Alumunium Sebelum
digunakan Proses Elektrokoagulasi
Rangkaian Alat
Proses Elektrokoagulasi
Elektroda Aluminium-Grafit
63
Hasil Elektrokoagulasi 2 v, 4 v, 6 v,
8 v, 10 v, 12 v (kanan ke kiri)
Hasil Elektrokoagulasi 2 jam, 4 jam,
8 jam, 16 jam, dan 24 jam
Flok yang terendapkan
Pengukuran pH
Elektroda Al setelah digunakan
proses elektrokoagulasi
Elektroda Al-grafit Setelah
Digunakan Untuk Proses
Elektrokoagulasi
64
Lampiran 6
Data Hasil Analisis Kandungan Ion Logam Ca2+ Dalam Sampel dengan AAS
65
66
Download