BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Auditing
Auditing adalah “proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti dari suatu
informasi untuk menetapkan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut
dan kriteria yang telah ditetapkan”(Arens, 2008)
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa dalam suatu auditing harus memenuhi :
1. Adanya Informasi dan Kriteria yang Ditetapkan
Untuk melaksanakan suatu audit, diperlukan informasi yang dapat diverifikasi (verifiable
form) dan sejumlah Standar (kriteria) yang dapat digunakan auditor sebagai pegangan
dalam mengevaluasi informasi.
2. Diperlukan Pengumpulan dan Pengevaluasian Bahan Bukti
Evidence (Bahan Bukti) adalah segala jenis Informasi yang dapat dipakai auditor untuk
menetapkan kesesuaian informasi yang sedang diaudit dengan kriteria yang telah
ditetapkan.
3. Diperlukan Orang Yang Kompeten dan Independen
Kompetensi seorang auditor akan menjadi tidak berarti jika auditor bersikap bias dalam
pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti (independen)
4. Audit Report
Tahapan terakhir dalam suatu proses audit adalah penyiapan Audit Report, yang
merupakan alat penyampaian temuan-temuan auditor kepada para pemakai laporan.
Menurut Arens et al. 2008 didalam bukunya Auditing dan jasa Assurance, akuntan publik
melakukan tiga jenis utama audit, diantaranya:
1.
Audit operasional
Audit operasional mengevaluasi efisiensi dan efektifitas setiap bagian dari prosedur dan
metode operasi organisasi. Pada akhir operasional, manajemen biasanya mengharapkan
saran-saran untuk memperbaiki operasi. Sebagai contoh: mengevaluasi apakah pemprosesan
gaji yang terkomputerisasi untuk anak perusahaan H telah beroperasi secara efisien dan
efektif.
2.
Audit ketaatan
Audit ketaatan (compliance audit) dilaksanakan untuk menentukan apakah pihak yang
diaudit mengikuti prosedur, aturan, atau ketentuan tertentu yang ditetapkan oleh otoritas
yang lebih tinggi, contohnya: memeriksa perjanjian kontraktual dengan bankir dan pemberi
pinjaman lainnya untuk memastikan bahwa perusahaan menaati persyaratan-persyaratan
hukum.
3. Audit laporan keuangan
Audit laporan keuangan (financial statement audit) dilakukan untuk menentukan apakah
laporan keuangan (informasi yang diverivikasi) telah dinyatakan sesuai dengan kriteria
tertentu.Contohnya Audit tahunan atas laporan keuangan suatu perusahaan.
B.
Opini Audit
Auditor dalam melakukan penugasan audit harus mengumpulkan atau mendapatkan
bukti-bukti atau temuan-temuan audit mengenai kewajaran informasi yang tercantum dalam
laporan keuangan perusahaan, dengan cara memeriksa atau menelusuri dokumen atau catatan
akuntansi yang mendukung informasi yang tercantum dalam laporan keuangan tersebut. Setelah
mengevaluasi dokumen atau catatan akuntansi serta mendapatkan bukti-bukti atau temuantemuan audit, maka auditor harus merumuskan pendapat atas kewajaran laporan keuangan
perusahaan tersebut dengan menyampaikan pendapatnya melalui laporan audit (audit report).
Mengacu pada pendapat Herusetya (2008):
Pemahaman atas laporan audit serta kondisi yang menyebabkan diberikannya jenis
pendapat tertentu oleh auditor, akan memberikan wawasan bagi pihak – pihak
berkepentingan mengenai keandalan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
dalam rangka membuat keputusan ekonomi.
Berdasarkan Standar Profesional akuntan Publik – PSA 29 SA seksi 508 (2002), terdapat
lima jenis pendapat auditor, yaitu:
1.
Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
Auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal
yang material,posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas perusahaan tertentu sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2.
Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan yang ditambahkan dalam
laporan audit bentuk baku (unqualified opinion with explanatory language).
Auditor menyatakan bahwa keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor
menambahkan suatu paragraf penjelas (atau bahasa penjelas yang lain) dalam laporan auditnya,
meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan
perusahaan. Keadaan yang menyebabkan ditambahnya paragraf penjelasan dalam laporan audit
bentuk baku adalah sebagai berikut:
a.
Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen
Lain.
b.
Untuk mencegah supaya laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaan tertentu
yang luar biasa atau laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu prinsip akuntansi
yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
c.
Apabila terdapat kondisi atau peristiwa yang menyebabkan auditor yakin akan adanya
kesangsian mengenai kelangsungan hidup perusahaan namun setelah mempertimbangkan
rencana manajemen, auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen dapat secara
efektif dilaksanakan serta pengungkapan atas hal itu telah memadai dalam laporan
keuangan perusahaan.
d.
Apabila diantara dua periode akuntansi terdapat suatu perubahan dalam
penggunaan
prinsip akuntansi atau dalam penerapan suatu metode.
e.
Keadaan tertentu yang berhubungan dengan laporan audit atas laporan keuangan
komparatif.
f.
Data keuangan kuartalan tertentu yang diharuskan oleh Badan Pengawas Pasar Modal
namun tidak disajikan.
g.
Informasi tambahan yang diharuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. yang penyajiannya
menyimpang dari pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan,
dan auditor tidak dapat menghilangkan keraguan yang besar apakah informasi tambahan
tersebut sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi
Keuangan tersebut.
h.
Informasi lain dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan perusahaan secara
material tidak konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
3.
Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
Auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal
yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas perusahaan tertentu sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang
berhubungan dengan yang dikecualikan. Pendapat ini dinyatakan bilamana:
a. Ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit
yang mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa ia tidak dapat menyatakan pendapat
wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) dan tidak menyatakan tidak memberikan
pendapat (disclaimer opinion).
b.
Auditor yakin bahwa laporan keuangan terdapat suatu penyimpangan dari prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, yang akan berdampak material, sehingga ia
berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar (adverse opinion).
4.
Pendapat tidak wajar (adverse opinion)
Auditor menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi
keuangan, hasil usaha, dan arus kas perusahaan tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia.
5.
Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion)
Auditor tidak menyatakan pendapat atas suatu laporan keuangan perusahaan. Pernyataan
tidak memberikan pendapat diberikan oleh auditor apabila terdapat pembatasan atas lingkup
auditnya, sehingga auditor tidak dapat melaksanakan auditnya yang memadai yang akan
memungkinkan auditor untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan.
C.
Going Concern
Going Concern adalah “Kelangsungan hidup suatu badan usaha”(Hani et.al. 2003)
Dengan adanya going concen maka suatu badan usaha dianggap akan mampu mempertahankan
kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang, tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu
pendek.
Menurut Kamus Standar Akuntansi (2007), menyatakan bahwa
“Going concern assumption (asumsi kontinuitas usaha) merupakan asumsi bahwa suatu
perusahaan akan cukup lama menggunakan suatu aktiva dan menghasilkan keuntungan dari
aktiva tersebut, kecuali jika terdapat bukti-bukti yang bertentangan. Asumsi – asumsi para
akuntan dimana suatu bisnis akan beroperasi tanpa batas kecuali jika muncul bukti-bukti khusus
yang bertentangan, seperti kepailitan di masa datang.”
Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik – PSA 30 SA Seksi 9341 (2002) , sebagai
berikut:
Kelangsungan hidup suatu perusahaan (going concern) merupakan asumsi dalam
pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal-hal
berlawanan. Umumnya, informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan
asumsi
kelangsungan
hidup
suatu
perusahaan,
apabila
berhubungan
dengan
ketidakmampuan suatu perusahaan untuk melunasi kewajiban pada saat jatuh tempo
dengan melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar, perbaikan operasi
yang dipaksakan dari luar dan kegiatan serupa yang lain.
Dalil kelangsungan usaha (going-concern postulate) ayat dalil kontinuitas menganggap
bahwa entitas bisnis akan melanjutkan operasinya cukup lama untuk merealisasikan proyek
komitmen dan aktifitasnya yang berkelanjutan.
Dalil ini mengasumsikan bahwa entitas tersebut tidak diharapkan akan dilikuidasi dimasa
depan atau bahwa entitas tersebut akan berlanjut sampai periode yang tidak dapat ditentukan.
Hipotesis stabilitas semacam itu mencerminkan harapan dari seluruh pihak yang
berkepentingan dalam entitas tersebut. Dengan demikian laporan keuangan menyediakan suatu
pandangan mengenai situasi keuangan dari perusahaan tersebut dan hanyalah merupakan
sebagian dari serangkaian laporan continue.
Kecuali dalam kasus likuidasi, pengguna akan mengartikan bahwa informasi itu dihitung
berdasarkan asumsi kontinuitas dari perusahaaan tersebut. Oleh karena itu jika suatu entitas
memiliki masa hidup yang terbatas, laporan yang terkait akan memberikan spesifikasi data akhir
dan hakikat likuidasi (Ahmed Riahi Belkaoui, 2006)
Laporan audit dengan modifikasi mengenai going concern merupakan suatu indikasi
bahwa dalam penelitian auditor terdapat resiko auditee tidak dapat bertahan dalam bisnis.
Dari sudut pandang auditor, keputusan tersebut melibatkan beberapa tahap analisis.
Auditor harus mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi yang mempengaruhi
perusahaan, kemampuan membayar hutang, dan kebutuhan likuiditas dimasa yang akan datang.
Going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak
terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal berlawanan (contrary information).
Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi
kelangsungan hidup suatu badan usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan satuan
usaha dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian
besar aktiva kepada pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang
dipaksakan dari luar dan kegiatan serupa yang lain (PSA 30).
Arens et al. (2008), mengatakan bahwa ada situasi yang tidak begitu spesifik dimana
kemampuan perusahaan untuk menjaga kelanjutan usaha perlu dipertanyakan. PSA 30 (SA 341)
menyinggung masalah ini dengan judul “pertimbangan Auditor atas kemampuan Satuan Usaha
dalam Mempertahankan Kelangsungan Hidupnya.”
Sebagai contoh terdapatnya beberapa faktor dibawah ini menimbulkan ketidakpastian
mengenai kelangsungan hidup:
1.
Kerugian usaha yang besar secara berulang atau kekurangan modal kerja.
2.
Ketidak mampuan perusahaan untuk membayar kewajibanya pada saat jatuh tempo.
3.
Kehilangan pelanggan utama, terjadinya bencana yang tidak diasuransikan seperti gempa
bumi atau banjir, atau masalah perubahan yang tidak biasa.
4.
Perkara pengadilan, gugatan hukum, atau masalah-masalah serupa yang sudah terjadi yang
dapat membahayakan kemampuan perusahaan untuk beroperasi.
Auditor harus mempertimbangkan secara cermat adanya kemungkinan bahwa klien Tidak
mampu meneruskan usahanya atau memenuhi kewajiban-kewajibanya untuk suatu periode yang
wajar. Untuk tujuan ini periode yang wajar dianggap tidak melebihi satu tahun dari tanggal
laporan keuangan yang sedang diaudit.
Jika auditor menyimpulkan adanya keraguan atas kemampuan perusahaan untuk
melanjutkan usahanya, pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraph penjelasan perlu
dibuat, terlepas dari pengungkapan dalam laporan keuangan.
Kajian atas going concern dapat dilakukan dengan melihat kondisi internal perusahaan
yang
tercermin
dalam
profitabilitas,
likuiditas
ataupun
respon
investor
terhadap
perusahaan.(Petronela, 2004). Prediksi tentang kemungkinan bangkrut atau tidaknya suatu
perusahaan termasuk salah satu komponen keputusan tentang going concern. Dengan demikian,
jika suatu perusahaan dinyatakan dalam kategori bangkrut oleh model keputusan tersebut,
prediksi ini akan membantu kepastian dalam opini auditor yang berkaitan dengan kelangsungan
hidup suatu entitas.
McKeown et al. (1991) berpendapat bahwa auditor mungkin saja gagal untuk
memberikan pendapat tentang adanya indikasi kebangkrutan kepada suatu perusahaan yang
ternyata mengalami kebangkrutan dalam beberapa tahun mendatang.
Hal ini disebabkan karena perusahaan tersebut sedang berada dalam posisi ambang batas
antara kebangkrutan dan kelangsungan usahanya. Untuk menanggapi keadaan dimana
kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya perlu dipertanyakan.
D.
Opini Audit Going Concern
Laporan audit yang mencantumkan audit opinion dengan modifikasi going concern.
Dimaksudkan apabila auditor telah mempertimbangkan bahwa terdapat hal-hal yang tidak pasti
sehubungan dengan kelangsungan hidup suatu perusahaan, seperti: berhubungan dengan
kerugian usaha yang besar secara berulang, ketidakmampuan perusahaan untuk melunasi
kewajiban pada saat jatuh tempo, dan perkara pengadilan yang dapat membahayakan
kemampuan perusahaan untuk beroperasi. Sehingga opini audit going concern merupakan opini
yang dikeluarkan oleh auditor dalam mempertimbangkan apakah suatu perusahaan dapat
mempertahankan kelangsungan hidup usahanya di masa mendatang.
Opini audit going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan
apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, 2004). Auditor
memiliki tanggungjawab untuk mengevaluasi status kelangsungan hidup perusahaan dalam
setiap pekerjaan auditnya.
Mengacu kepada Statement On Auditing Standard No. 59, auditor harus memutuskan
apakah mereka yakin bahwa perusahaan klien dapat bertahan pada tahun yang akan datang.
PSA 29 paragraf 11 huruf d menyatakan bahwa
“Keragu - raguan yang besar tentang kemampuan satuan usaha untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya (going concern) merupakan keadaan yang mengharuskan auditor
menambahkan paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan lain) dalam laporan audit,
meskipun tidak mempengaruhi pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified
Opinion), yang dinyatakan oleh auditor”.
IAI di samping menerbitkan ISAK No.4 melalui Komite Standar Profesional Akuntan
Publik, Interpretasi Pernyataan Standard Auditing (IPSA) nomor 30,01 tentang “Laporan Auditor
Independen
Kelangsungan
tentang
Hidup
Dampak
Memburuknya
Entitas”.
IPSA
Kondisi
tersebut
Ekonomi
menganggap
Indonesia
auditor
Terhadap
perlu
untuk
mempertimbangkan tiga hal, yaitu:
1. Kewajiban auditor untuk memberikan saran bagi kliennya dalam mengungkapkan dampak
kondisi ekonomi tersebut (jika ada) terhadap kemampuan entitas untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya.
2.
Pengungkapan peristiwa kemudian yang mungkin timbul sebagai akibat
kondisi ekonomi tersebut, dan
3.
Modifikasi laporan audit bentuk baku jika memburuknya kondisi ekonomi
tersebut berdampak terhadap kemampuan entitas untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya.
Menurut Statement of Audit Standards (SAS) no.59 dalam penelitian Yusnitasari dan
Setiawan (2003), menyatakan bahwa berkaitan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern), maka SAS no.59 memberikan
pilihan kepada auditor untuk menyatakan disclamer opinion atau melakukan modifikasi atas
pendapat wajar tanpa pengecualian SAS No. 34, yang diamandemen oleh SAS no. 59, juga
memberikan pilihan kepada auditor untuk menyatakan disclaimer opinion atau pendapat wajar
dengan pengecualian berkaitan dengan masalah tersebut.
Menurut Herusetya et al(2008), menyatakan bahwa
“Audit opinion jenis modifikasi going concern dapat berupa pendapat wajar tanpa
pengecualian dengan paragraf penjelasan (unqualified opinion with modified/explanatory
paragraph) mengenai masalah ketidakpastian atas kelangsungan hidup perusahaan yang
diauditnya, pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion) dan penjelasan mengenai
masalah going concern, maupun dalam bentuk laporan audit tanpa pendapat (disclamer opinion)
yang didalamnya menjelaskan mengenai masalah ketidakpastian atas kelangsungan hidup
perusahaan”.
Menurut Geiger et al (2006) dalam Penelitiannya, menyatakan bahwa
“Apabila terdapat kasus adanya keraguan akan going concern suatu perusahaan
maka laporan audit yang dimodifikasi (yang tetap dipertimbangkan sebagai unqualified opinion)
dibuat dengan tambahan pada paragraf keempat yang menjelaskan atas ketidakpastian
perusahaan tersebut dalam melanjutkan usahanya” .
Standar Profesional Akuntan Publik – PSA 30 SA Seksi 9341, memberikan
pedoman
kepada
auditor
mengenai
dampak
kemampuan
suatu
perusahaan
dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap pendapat yang diberikan oleh auditor, sebagai
berikut:
1.
Apabila auditor yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kemampuan suatu perusahaan
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas, maka
auditor harus melakukan dua hal berikut:
a. Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen untuk mengurangi dampak kondisi
atau peristiwa tersebut.
b. Menentukan kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat secara efektif dilaksanakan.
2.
Apabila manajemen tidak memiliki rencana yang dapat mengurangi dampak kondisi atau
peristiwa atas kemampuan suatu perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya, maka auditor harus mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan tidak
memberikan pendapat (disclamer opinion).
3.
Apabila manajemen memiliki rencana tersebut, langkah selanjutnya yang harus dilakukan
oleh auditor adalah menyimpulkan (berdasarkan pertimbangannya) atau efektifitas dari
rencana tersebut.
a.
Apabila auditor berkesimpulan bahwa rencana tidak efektif, maka auditor harus
mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pernyataan tidak
memberikan pendapat (disclamer opinion).
b.
Apabila auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut efektif dan
manajemen
mengungkapkan keadaan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan, maka auditor
harus mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan pendapat wajar tanpa
pengecualian dengan bahasa penjelasan yang ditambahkan dalam laporan audit bentuk
baku (unqualified opinion with explanatory language).
c.
Apabila auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut efektif akan tetapi manajemen
tidak mengungkapkan keadaan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan, maka
auditor harus mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan pendapat wajar dengan
pengecualian (qualified opinion) atau pendapat tidak wajar (adverse opinion).
E. Pertumbuhan Perusahaan
Pertumbuhan
perusahaan
mengindikasikan
kemampuan
perusahaan
dalam
mempertahankan kelangsungan usahanya. Dalam penelitian ini, pertumbuhan perusahaan
diproksikan dengan rasio pertumbuhan penjualan. Perusahaan dengan pertumbuhan yang
baik akan mampu meningkatkan volume penjualannya dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya. Hal ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan posisi
ekonominya sehingga memberikan peluang kepada perusahaan dalam meningkatkan laba
dan mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Dengan demikian, semakin tinggi rasio
pertumbuhan penjualan maka semakin kecil kemungkinan perusahaan menerima opini audit
going concern.
Menurut Petronela (2004), menyatakan bahwa, sebagai berikut:
“Perusahaan yang baik (sehat) memiliki profitabilitas yang tinggi dan cenderung
memiliki laporan keuangan yang sewajarnya sehingga potensi untuk mendapatkan opini
yang baik akan lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki profitabilitas
yang rendah”
Sehingga dapat dinyatakan bahwa, perusahaan yang memiliki pertumbuhan laba
yang positif mengindikasikan bahwa perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan
hidup usahanya (going concern), sehingga semakin kecil kemungkinan auditor untuk
menerbitkan opini audit going concern. Sebaliknya, perusahaan yang memiliki pertumbuhan
laba yang negative mengindikasikan bahwa perusahaan tidak dapat mempertahankan
kelangsungan hidup usahanya (going concern), sehingga semakin besar kemungkinan
auditor untuk menerbitkan opini audit going concern
Pertumbuhan penjualan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk dapat
bertahan dalam kondisi persaingan. Pertumbuhan penjualan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kenaikan biaya akan mengakibatkan kenaikan laba perusahaan. Jumlah laba yang
diperoleh secara teratur serta kecenderungan atau trend keuntungan yang meningkat
merupakan suatu faktor yang sangat menentukan perusahaan untuk tetap survive. Sementara
perusahaan dengan rasio partumbuhan penjualan negatif berpotensi besar mengalami
penurunan laba sehingga apabila manajemen tidak segera mengambil tindakan perbaikan,
perusahaan dimungkinkan tidak akan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Penjualan merupakan kegiatan operasi utama auditee. Auditee yang mempunyai rasio
pertumbuhan penjualan yang positif mengindikasikan bahwa Auditee dapat mempertahankan
kelangsungan hidupnya (going concern).
Penjualan yang terus meningkat dari tahun ketahun akan memberikan peluang
Auditee untuk memperoleh peningkatan laba. Semakin tinggi rasio pertumbuhan penjualan
Auditee, akan semakin kecil kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going
concern (GCAO).
Analisis dalam menghitung pertumbuhan penjualan dilakukan dengan menghitung
tingkat pertumbuhan penjualan tahun majemuk pada saat mempelajari tren jangka panjang
dalam hal penjualan dan variabel – variabel lain. Tingkat pertumbuhan tahun majemuk
merupakan tingkat yang jika diterapkan setiap tahun selama kurun waktu tertentu pada saldo
awal akan menyebabkan neraca berkembang sehingga mencapai nilai akhir yang maksimal.
Peningkatan pangsa pasar harus sejalan dengan strategi pemasaran yang tepat dan
perusahaan selalu melakukan inovasi, hal ini bermakna bahwa dengan strategi yang tepat
dapat meningkatkan pertumbuhan penjualan melalui pengembangan produk yang diminati
konsumen.
Perusahaan yang berada pada pertumbuhan penjualan yang tinggi membutuhkan
dukungan sumber daya organisasi (modal) yang semakin besar, demikian juga sebaliknya,
pada perusahaan yang tingkat pertumbuhan penjualannya rendah kebutuhan terhadap
sumber daya organisasi (modal) juga semakin kecil. Jadi konsep tingkat pertumbuhan
penjualan tersebut memiliki hubungan yang positif, tetapi implikasi tersebut dapat
memberikan efek yang berbeda terhadap struktur modal yaitu dalam penentuan jenis modal
yang akan digunakan.
Apabila perusahaan dihadapkan pada kebutuhan dana yang semakin meningkat akibat
pertumbuhan penjualan, dan dana dari sumber intern sudah digunakan semua, maka tidak
ada pilihan lain bagi perusahaan untuk menggunakan dana yang berasal dari luar
perusahaan, baik hutang maupun dengan mengeluarkan saham baru.
Dengan demikian, maka perusahaan yang besar akan lebih berani mengeluarkan saham
baru dalam memenuhi kebutuhan untuk membiayai pertumbuhan penjualan dibandingkan
dengan perusahaan yang kecil.
F. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil
perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan
lain-lain. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu perusahaan
besar (large firm), perusahaan menengah (medium size) dan perusahaan kecil (small firm).
Penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total aset perusahaan (Suwito et al,
2005).
Menurut pendapat Januarti et al(2006),menyatakan bahwa,
“Perusahaan yang memiliki skala besar disertai dengan pertumbuhan laba yang
positif akan mengindikasikan bahwa kemungkinan perusahaan mengalami kebangkrutan
sangat kecil, karena perusahaan dengan skala besar diasumsikan dapat mempertahankan
kelangsungan hidup usahanya (going concern)”.
Ukuran perusahaan merupakan proksi volatilitas operasional dan inventory
cotrolability yang seharusnya dalam skala ekonomis besarnya perusahaan menunjukkan
pencapaian operasi lancar dan pengendalian persediaan (Mukhlasin, 2003).
Sedangkan menurut Ferry dan Jones dalam Sujianto, 2001, ukuran perusahaan
menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah
penjualan, rata–rata total penjualan dan rata–rata total aktiva. Jadi, ukuran perusahaan
merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki oleh perusahaan.
Keadaan yang dikehendaki oleh perusahaan adalah perolehan laba bersih sesudah
pajak karena bersifat menambah modal sendiri. Laba operasi ini dapat diperoleh jika jumlah
penjualan lebih besar daripada jumlah biaya variabel dan biaya tetap. Agar laba bersih yang
diperoleh memiliki jumlah yang dikehendaki maka pihak manajemen akan melakukan
perencanaan penjualan secara seksama, serta dilakukan pengendalian yang tepat, guna
mencapai jumlah penjualan yang dikehendaki. Manfaat pengendalian manajemen adalah
untuk menjamin bahwa organisasi telah melaksanakan strategi usahanya dengan efektif dan
efisien.
Dalam aspek finansial, penjualan dapat dilihat dari sisi perencanaan dan sisi realisasi yang
diukur dalam satuan rupiah. Dalam sisi perencanaan, penjualan direfleksikan dalam bentuk target
yang diharapkan dapat direalisir oleh perusahaan.
Perusahaan dengan ukuran yang lebih besar memiliki akses yang lebih besar untuk
mendapat sumber pendanaan dari berbagai sumber, sehingga untuk memperoleh pinjaman dari
kreditur pun akan lebih mudah karena perusahaan dengan ukuran besar memiliki probabilitas
lebih besar untuk memenangkan persaingan atau bertahan dalam industri. Pada sisi lain,
perusahaan dengan skala kecil lebih fleksibel dalam menghadapi ketidakpastian, karena
perusahaan kecil lebih cepat bereaksi terhadap perubahan yang mendadak. Oleh karena itu,
memungkinkan perusahaan besar tingkat leveragenya akan lebih besar dari perusahaan yang
berukuran kecil.
Dari uraian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa besar kecilnya (ukuran)
perusahaan akan berpengaruh terhadap struktur modal dengan didasarkan pada kenyataan bahwa
semakin besar suatu perusahaan mempunyai tingkat pertumbuhan penjualan yang tinggi
sehingga perusahaan tersebut akan lebih berani mengeluarkan saham baru dan kecenderungan
untuk menggunakan jumlah pinjaman juga semakin besar pula. Dari penelitian yang dilakukan
oleh para ahli yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang positif,
yang berarti kenaikan ukuran perusahaan akan diikuti dengan kenaikkan struktur modal.
Panjaitan et al (2004) berpendapat bahwa perusahaan yang mempunyai nilai skala kecil
cenderung kurang menguntungkan dibandingkan dengan perusahaan yang berskala besar.
Perusahaan kecil hanya memiliki faktor-faktor pendukung untuk memproduksi barang dengan
jumlah terbatas. Oleh karena itu, perusahaan yang berskala kecil mempunyai risiko yang lebih
besar daripada perusahaan besar. Perusahaan yang mempunyai risiko yang besar biasanya
menawarkan return yang besar untuk menarik investor.
Saputra et al (2005) mengatakan bahwa,
“Ketika sebuah Kantor Akuntan Publik sudah memiliki reputasi yang baik, maka ia akan
berusaha mempertahankan reputasinya itu dan menghindarkan diri dari hal-hal yang bisa
merusak reputasinya tersebut, sehingga mereka akan selalu bersikap objektif terhadap
pekerjaannya, apabila memang perusahaan tersebut mengalami kerugian akan kelangsungan
hidupnya maka opini yang akan diterimanya adalah opini audit going concern, tanpa
memandang apakah ukuran perusahaan tersebut besar atau tidak.”
Mutchler et al (1997) dalam Penelitian faktor-faktor yang berpengaruh terhadap laporan
audit pada perusahaan yang gulung tikar. Memberikan bukti empiris bahwa Ada hubungan
negative antara perusahaan dengan penerimaan opini audit going concern.
Setyarno et al (2006) menemukan bahwa ada hubungan negatif antara ukuran perusahaan
dengan penerimaan opini audit going concern.
Semakin besar ukuran perusahaan akan semakin kecil kemungkinan menerima opini
audit going concern.
Ukuran perusahaan dalam penelitian ini dilihat berdasarkan total aset yang dimiliki
perusahaan. Aset menunjukkan aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan.
Peningkatan aset yang diikuti peningkatan hasil operasi akan semakin menambah kepercayaan
pihak luar terhadap perusahaan.
G. Analytical Test
Analytical Test melibatkan perhitungan rasio. Biasanya digunakan dalam perencanaan
untuk memahami bisnis dan industri klien dan digunakan sepanjang waktu audit untuk
identifikasi kemungkinan misstatements, mengurangi detailed tests,dan untuk menilai issue
going-concern (kesinambungan usaha).(Arens, 2008)
Tahapan ini bertujuan untuk membantu auditor dalam memahami bisnis klien dan dalam
menemukan bidang yang memerlukan audit lebih intensif dimana auditor banyak menggunakan
rasio-rasio yang dibandingkan dengan rasio industri, rasio tahun lalu. Analisa rasio ini juga akan
membantu auditor mengungkapkan:1. Peristiwa atau transaksi yang tidak biasa 2. Perubahan
akuntansi 3. Perubahan usaha 4. Fluktuasi yang tidak biasa 5. Salah saji.
H. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan diatas, maka penulis menyusun dua
hipotesis yaitu:
1. Pertumbuhan Perusahaan
Petronela (2004)
mengemukakan bahwa
perusahaan
dengan
negative
growth
mengindikasikan kecenderungan yang lebih besar kearah kebangkrutan sehingga perusahaan
yang memperoleh laba tidak akan mengalami kebangkrutan. Karena kebangkrutan merupakan
salah satu dasar bagi auditor untuk memberikan opini audit going concern maka perusahaan
yang mengalami pertumbuhan perusahaan yang negative akan makin tinggi kecendrungan untuk
menerima opini audit going concern.
H1
: Pertumbuhan Perusahaan berpengaruh negatif terhadap kemungkinan
penerimaan opini audit going concern
2.
Ukuran Perusahaan
Menurut Mutchler (1985), menyatakan bahwa
“auditor lebih sering menyatakan opini audit going concern pada perusahaan kecil, karena
auditor mempercayai bahwa perusahaan besar dapat menyelesaikan masalah kesulitan keuangan
yang dihadapinya daripada perusahaan kecil”.
Sehingga dapat dinyatakan bahwa perusahaan yang berskala besar kemungkinan kecil
untuk menerima opini audit going concern, sebaliknya perusahaan yang berskala kecil
kemungkinan besar untuk menerima opini audit going concern. Dengan alasan bahwa
perusahaan yang berskala besar dapat menyelesaikan masalah kesulitan keuangan yang akan
mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan tersebut.
Demikian pula pada Penelitian Ramadhany (2004) dan Santoso (2007) yang menemukan
adanya hubungan negatif antara ukuran perusahaan dengan penerimaan opini going concern.
H2
: Ukuran Perusahaan berpengaruh negatif terhadap kemungkinan
penerimaan opini audit going concern.
Download