BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis Tuberkulosis (TB) yang resisten terhadap dua atau lebih Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini pertama, seperti rifampisin (RIF) dan isoniazid (INH) (Halilu et. al., 2014). Kasus MDR-TB dilaporkan telah menyebar ke seluruh dunia meliputi Amerika Serikat, Amerika Latin, Afrika, Meksiko, Rusia, Eropa Barat, Eropa Timur, Asia, New Zealand dan Austria (Amukoye, 2008). Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO), pada tahun 2013 diperkirakan terjadi 300.000 kasus MDR-TB di dunia. Lebih dari 50% kasus penyakit MDR-TB terjadi di Cina, India dan Federasi Rusia (WHO, 2014). Di Indonesia, kasus MDR-TB diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus setiap tahunnya (Kemenkes RI, 2011). Isoniazid merupakan salah satu obat utama untuk tuberkulosis (Silva and Palomino, 2011). Isoniazid bekerja dengan cara menghambat biosintesis asam mikolat yang merupakan komponen penting dari dinding sel bakteri (Katzung, 2006). Isoniazid (INH) atau hidrazid asam isonikotinat adalah agen bakterisida sintetik yang diproduksi pertama pada awal tahun 1900 tetapi tidak digunakan sebagai agen antituberkulosis hingga tahun 1952. Dalam rentang waktu yang singkat, obat ini dipilih sebagai profilaksis tuberkulosis karena harga yang murah dan relatif rendah menyebabkan hepatotoksik (Whitney and Wainberg, 2002). 1 2 Namun, penggunaan obat INH yang tidak rasional oleh pasien akan menyebabkan resistensi terhadap INH (ELF, 2009). Resistensi yang terjadi pada INH disebabkan oleh adanya mutasi gen pada Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa gen yang bertanggung jawab terhadap terjadinya resistensi terhadap INH yaitu, katG, inhA, ahpC, kasA dan ndh (Kaufmann and Hahn, 2003). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penyebab utama terjadinya resistensi terhadap INH, yaitu mutasi pada katG dan inhA (Silva and Palomino, 2011). Sekitar 50% resistensi terhadap INH disebabkan oleh mutasi pada katG dan antara 20 – 34% mutasi pada inhA (Kaufmann and Hahn, 2003). KatG adalah gen pengkode enzim katalase peroksidase, enzim yang terlibat dalam aktivasi INH menjadi senyawa beracun dalam sel bakteri (Johnson, 2007). Mutasi pada gen katG merupakan mekanisme utama pada resistensi INH (Hazbon et al., 2006). Sebelumnya telah dilakukan penelitian mengenai mutasi pada gen katG di Bali dan telah diperoleh adanya mutasi pada kodon 234 dan kodon 315 dari isolat P11 (Deniariasih et. al., 2013). InhA merupakan gen pengkode enzim enoil reduktase (ER), enzim yang terlibat dalam biosintesis asam mikolat (asam lemak rantai panjang pada Mycobacterium) yang merupakan target kerja dari INH (Rozwarski et. al., 1998). Berdasarkan penelitian Hazbon et al. (2006), 0 – 5% dari isolat Mycobacterium tuberculosis terjadi mutasi pada gen inhA, sedangkan 8 – 20% terjadi pada promoter inhA. Mutasi pada daerah promoter inhA umumnya terjadi pada posisi – 15. Mutasi ini merupakan mutasi yang paling banyak ditemukan yaitu pada 48 3 isolat dari 403 isolat (Hazbon et. al., 2006). Di Indonesia, terutama di Bali, telah dilakukan juga penelitian mengenai mutasi pada daerah promoter inhA (7-290 pb). Hasil yang diperoleh adanya mutasi pada posisi –15 dari isolat 151 (Asmara et. al., 2014). Penelitian yang telah dilakukan oleh Abe et. al. (2008) terhadap isolat M. tuberculosis di Jepang, ditemukan mutasi pada kodon 94 dengan jenis mutasi yaitu missense mutation. Pada studi lain oleh Machado et. al. (2013) terhadap isolat M. tuberculosis di Lisbon, Portugal, ditemukan juga mutasi pada kodon 94 dengan jenis mutasi yaitu missense mutation. Berdasarkan hasil penelitian di atas, kodon 94 (urutan basa nukleotida ke-280-282) dari gen inhA merupakan kodon yang selalu mengalami mutasi. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dilakukan amplifikasi dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk mengetahui adanya mutasi pada kodon tersebut dari gen inhA isolat M. tuberculosis lokal di Bali. Untuk itu diperlukan sepasang primer yang dapat mengamplifikasi fragmen gen ini dengan target pada kodon 94 yang letaknya pada bagian tengah produk PCR. Studi awal tentang desain sepasang primer PCR telah dilakukan untuk amplifikasi fragmen gen inhA. Sepasang primer untuk amplifikasi gen inhA pada nukleotida ke-31-490 pb diperoleh dengan bantuan program Clone Manager Suite (University of Groningen). Pada penelitian ini digunakan metode Multiplex Polymerase Chain Reaction (PCR). Multiplex PCR merupakan metode pengembangan dari PCR yang dapat mengamplifikasi dua atau lebih sekuens target secara simultan pada reaksi yang sama (Markoulatos et. al., 2002). Multiplex PCR lebih efisien biaya dan waktu 4 pengerjaan dibandingkan dengan metode PCR biasa karena dapat mengamplifikasi lebih dari satu sekuen target secara simultan dengan satu kali reaksi PCR sehingga dapat menghemat alat dan reagen yang digunakan (Edwards and Gibbs, 1994). Metode ini dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit yang berbeda dalam sampel yang sama. Metode ini juga mampu mendeteksi patogen yang berbeda dalam sampel tunggal (Rodriguez and Ramirez, 2012). Dalam perkembangan keilmuan mengenai mutasi yang terjadi pada MDRTB, telah banyak dilakukan penelitian pada gen resistensi INH di Indonesia, terutama di provinsi Bali. Pada penelitian ini, amplifikasi fragmen dan identifikasi mutasi dilakukan pada promoter inhA, gen inhA dan gen katG dengan metode Multiplex Polymerase Chain Reaction. Daerah amplifikasi yang digunakan, yaitu pada promoter inhA menggunakan segmen 7–290 pb, gen inhA menggunakan segmen 31-490 pb dan gen katG menggunakan segmen 2437-3160 pb. Ketiga daerah tersebut digunakan karena ketiga daerah tersebut mewakili daerah terjadinya mutasi. Untuk mengamplifikasi ketiga daerah tersebut, digunakan tiga pasang primer yang berbeda. Primer untuk amplifikasi gen inhA diperoleh dengan melakukan desain primer secara khusus menggunakan program Clone Manager Suite (University of Groningen) sedangkan primer untuk amplifikasi promoter inhA dan gen katG diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya (Septiari et. al., 2014; Deniariasih et. al., 2013). 5 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah amplifikasi fragmen promoter inhA, gen inhA dan gen katG pada isolat MDR-TB dapat dilakukan dengan metode Multiplex Polymerase Chain Reaction? 2. Apakah terjadi mutasi pada promoter inhA (7-290 pb), gen inhA (31-490 pb) dan gen katG (2437-3160 pb) pada isolat MDR-TB dan apa jenis mutasi yang terjadi? 3. Apakah perbedaan asam amino terjadi pada gen inhA (31-490 pb) dan gen katG (2437-3160 pb) pada isolat MDR-TB dibandingkan dengan data base wildtype-nya? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui amplifikasi fragmen promoter inhA, gen inhA dan gen katG pada isolat MDR-TB dapat dilakukan dengan metode Multiplex Polymerase Chain Reaction. 2. Mengetahui terjadinya mutasi dan jenis mutasinya pada promoter inhA (7-290 pb), gen inhA (31-490 pb) dan gen katG (2437-3160 pb) pada isolat MDR-TB. 3. Mengetahui perbedaan asam amino yang terjadi pada gen inhA (31-490 pb) dan gen katG (2437-3160 pb) pada isolat MDR-TB dibandingkan dengan data base wildtype-nya. 6 1.4 Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai adanya mutasi yang terjadi dan jenis mutasi pada daerah promoter inhA, gen inhA dan gen katG isolat MDR-TB di Bali resisten INH dengan metode Multiplex PCR sehingga dapat digunakan dalam pengembangan teknik biomolekular dan membantu dalam mendiagnosis MDRTB di Bali.