BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Pemasaran Pemasaran modern memerlukan lebih dari sekedar pengembangan produk yang baik, menetapkan harga secara atraktif, dan membuatnya mudah diakses. Perusahaan juga harus berkomunikasi dengan pemegang kepentingan yang potensial serta publik secara umum. Tetapi komunikasi menjadi semakin sulit ketika semakin banyak perusahaan berusaha meraih perhatian pelanggan yang semakin kuat dan terbagi. Konsumen sendiri mengambil peran yang lebih aktif dalam proses komunikasi dan memutuskan komunikasi apa yang ingin mereka terima dan bagaimana mereka ingin berkomunikasi dengan orang lain tentang produk dan jasa yang mereka gunakan3. Menurut Kotler dan Keller, komunikasi pemasaran adalah sarana di mana perusahaan berusaha menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan konsumen secara langsung maupun tidak langsung tentang produk dan merek yang dijual. Intinya, komunikasi pemasaran mempresentasikan "suara" perusahaan dan mereknya serta merupakan sarana dimana perusahaan dapat membuat dialog dan membangun hubungan dengan konsumen4. Selanjutnya Kotler dan Keller (2009:36) menjelaskan bahwa pasar massal sebenarnya terpecah menjadi banyak pasar mikro, masing-masing dengan 3 Philip Kotler dan Kevin L. Keller. Manajemen Pemasaran. Edisi ketiga belas. Jilid 2. Jakarta: Erlangga, 2010 hal 171 4 Ibid. 172 6 7 keinginan, persepsi, preferensi, dan kriteria pembeliannya sendiri. Pesaing yang cerdik harus merancang dan menghantarkan penawaran untuk pasar sasaran yang terdefinisi dengan baik. Realisasi ini menginspirasi pandangan proses bisnis baru yang menempatkan pemasaran pada awal perencanaan. Selain menekankan pembuatan dan penjualan, sekarang perusahaan melihat diri mereka sebagai bagian dari proses penghantaran nilai. Penghantaran nilai dibagi menjadi tiga fase, diantaranya: 1. Memilih nilai, merepresentasikan perencanaan pemasaran yang harus dilakukan sebelum produk dibuat, seperti memilih segmen pasar, mengembangkan penawaran positioning nilai. 2. Menyediakan nilai, pemasaran harus menentukan fitur produk tertentu, harga, dan distribusi. 3. Mengkomunikasikan nilai, dengan mendayagunakan tenaga penjualan, promosi penjualan, iklan dan sarana komunikasi lain untuk mengumumkan dan mempromosikan produk. Untuk menghadapi tantangan persaingan, strategi komunikasi pemasaran pun disusun agar apa yang ingin disampaikan oleh produsen melalui produknya dapat diterima dengan baik oleh calon konsumen. Salah satu yang perlu diperhatikan dalam menyusun strategi komunikasi pemasaran tersebut adalah dengan memanfaatkan konsep bauran komunikasi pemasaran, yang terdiri dari iklan, promosi penjualan, acara dan pengalaman, hubungan masyarakat dan 8 publisitas, pemasaran langsung, pemasaran interaktif, pemasaran dari mulut ke mulut, dan penjualan personal 5. 2.2 Perilaku Konsumen Para pemasar berkewajiban untuk memahami konsumen, mengetahui apa yang dibutuhkannya, apa seleranya, dan bagaimana ia mengambil keputusan sehingga pemasar dapat memproduksi barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan konsumen. Perilaku konsumen pada hakikatnya untuk memahami “why do consumers do what they do”. Perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa, dan setelah melakukan hal-hal diatas atau kegiatan mengevaluasi6. Perilaku konsumen – termasuk di dalamnya konsistensi pembelian, anjuran kepada orang lain, peringkat teratas, kepercayaan, penilaian, dan niat – berkaitan dengan sikap (Schiffman dan Kanuk, 2007:222). Secara sederhana, Sumarwan (2004: 32-33) menjelaskan, studi perilaku konsumen adalah suatu studi mengenai bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk mengalokasikan sumber daya yang tersedia (waktu, uang, usaha, dan energi). Studi perilaku konsumen tersebut meliputi apa yang dibeli konsumen, mengapa konsumen membelinya, kapan mereka membelinya, dimana mereka membelinya, berapa sering mereka membelinya, dan berapa sering mereka menggunakannya 7. 5 Ibid. 174 Ujang Sumarwan. Perilaku Konsumen – Teori Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor : Ghalia Indonesia, 2004. Hal 32 7 Ibid, 32-33 6 9 Menurut Kotler (2009:166) perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli, menggunakan dan bagaimana barang, jasa, ide atau pengalaman memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial dan pribadi8. 2.2.1 Faktor budaya a. Budaya (culture), adalah determinan dasar keinginan dan perilaku seseorang. Pemasar harus benar-benar memperhatikan nilai-nilai budaya disetiap negara untuk memahami cara terbaik memasarkan produk lama mereka dan mencari peluang untuk produk baru. b. Subbudaya (subculture), setiap budaya terdiri dari beberapa subbudaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk anggota mereka. Subbudaya meliputi kebangsaan, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis. c. Kelas sosial, hampir seluruh kelompok manusia mengalami stratifikasi sosial. Sering kali dalam bentuk kelas sosial, divisi yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, tersusun secara hierarki dan mempunyai anggota yang berbagi nilai, minat dan perilaku yang sama. Kelas sosial memiliki beberapa karakteristik, diantaranya: 8 Philip Kotler danKevin L. Keller. Manajemen Pemasaran. Edisi ketiga belas. Jilid 1. Jakarta: Erlangga, 2009 hal 166 10 1. Orang-orang yang berada dalam masing-masing kelas cenderung mempunyai kemiripan dalam cara berpakaian, pola bicara, dan preferensi rekreasional dibandingkan orang dari kelas sosial yang berbeda. 2. Orang dianggap menduduki posisi lebih rendah atau lebih tinggi menurut kelas sosial. 3. Kelompok variabel – misalnya pekerjaan, penghasilan, kekayaan, pendidikan dan orientasi nilai- mengindikasi kelas sosial, alih-alih variabel tunggal. 4. Kelas sosial seseorang dalam tangga kelas sosial dapat bergerak naik turun sepanjang hidup mereka. 2.2.2 a. Faktor Sosial Kelompok referensi (reference group) seseorang, adalah semua kelompok yang mempunyai pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku orang tersebut. b. Keluarga, adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan anggota keluarga merepresentasikan kelompok referensi utama yang paling berpengaruh. Ada dua keluarga dalam pembeli yaitu, keluarga orientasi (family of orientation) yang terdiri dari orang tua dan saudara kandung, dan keluarga prokreasi (family of procreation) yaitu pasangan dan anak-anak. 11 c. Peran sosial dan status, peran (role) terdiri dari kegiatan yang diharapkan dapat dilakukan seseorang. Setiap peran menyandang status seperti misalnya, ketua, wakil ketua, staff divisi dan lain sebagainya. Pada konteks ini, orang memilih produk yang mencerminkan dan mengkomunikasikan peran mereka serta status aktual atau status yang diinginkan dalam masyarakat. 2.2.3 Faktor Pribadi a. Usia dan tahap siklus hidup, selera kita dalam makanan, pakaian, perabot, dan rekreasi sering berhubungan dengan usia kita. Konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga dan jumlah, usia, serta jenis kelamin orang dalam rumah tangga pada satu waktu tertentu. b. Pekerjaan konsumsi. dan keadaan ekonomi, juga mempengaruhi pola Pemasar akan berusaha mengidentifikasi kelompok pekerjaan yang mempunyai minat diatas rata-rata terhadap produk dan jasa mereka dan bahkan menghantarkan produk khusus untuk kelompok pekerjaan tertentu. Penghasilan yang dapat dibelanjakan, tabungan, aset, utang, kekuatan pinjaman dan sikap terhadap pengeluaran bisa mempengaruhi pilihan konsumen terhadap produk jika dilihat dari segi keadaan ekonomi. c. Kepribadian dan konsep diri, setiap orang mempunyai karakteristik pribadi yang mempengaruhi perilaku pembelinya. Kepribadian (personality) yang dimaksud adalah sekumpulan sifat psikologis 12 manusia yang menyebabkan respon yang relatif konsisten dan tahan lama terhadap rangsangan lingkungan (termasuk perilaku pembelian). d. Gaya hidup dan nilai, orang-orang dari subbudaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama mungkin mempunyai gaya hidup yang cukup berbeda. Gaya hidup (life style) adalah pola hidup seseorang di dunia yang tercermin dalam kegiatan, minat dan pendapat. Gaya hidup memotret dan interaksi “seseorang secara utuh” dengan lingkungannya. Sebagian gaya hidup terbentuk oleh keterbatasan uang atau keterbatasan waktu konsumen. Perusahaan yang bertugas melayani konsumen dengan keuangan yang terbatas akan menciptakan produk dan jasa murah. Keputusan konsumen juga dipengaruhi oleh nilai inti (core value), sistem kepercayaan yang mendasari sikap dan perilaku. Nilai inti lebih dalam daripada perilaku atau sikap dan menentukan pilihan dan keinginan seseorang pada tingkat dasar dalam jangka panjang. 13 Psikologi Konsumen Rangsangan Pemasar Rangsanga n Lain Produk dan jasa Harga Distribusi Komunikasi Motivasi Persepsi Pembelajaran Memori Ekonomi Teknologi Politik Budaya Karakteristik Konsumen Proses Keputusan Pembelian Keputusan Pembelian Pengenalan Masalah Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Pembelian Perilaku Pascapembelian Pilihan Produk Pilihan Merek Pilihan Penyalur Jumlah Pembelian Waktu Pembelian Metode Pembayaran Budaya Sosial Pribadi Gambar 1. Model Perilaku Konsumen Kotler, (2009:178) Periset pemasaran telah mengembangkan “model tingkat” proses keputusan pembelian konsumen melalui lima tahap: pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian. Proses pembelian dimulai jauh sebelum pembelian aktual dan mempunyai konsekuensi dalam waktu lama setelahnya. Pengenalan masalah Pencarian informasi Evaluasi alternatif Keputusan pembelian Gambar 2. Model Lima Tahap Proses Pembelian Konsumen Kotler, (2009:185) Perilaku pasca pembelian 14 Kotler dan Keller (2009:243) menjabarkan bahwa dalam segmentasi perilaku, pemasar membagi pembeli menjadi beberapa kelompok berdasarkan pengetahuan, sikap, penggunaan, atau respon terhadap sebuah produk. Sementara dari sisi pembeli, seseorang memainkan lima peran dalam pengambilan keputusan, yaitu pencetus, influencer, pengambil keputusan, pembeli dan pengguna. Setiap orang memainkan peran yang berbeda, tetapi semuanya penting dalam proses keputusan dan kepuasan konsumen akhir. 2.3 Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan konsumen meliputi semua proses yang dilalui konsumen dalam mengenali masalah, mencari solusi, mengevaluasi alternatif, dan memilih diantara pilihan-pilihan pembelian mereka 9 . Menurut Schiffman dan Kanuk (2007:485) keputusan adalah pilihan yang dilakukan dari dua alternatif atau lebih. Tingkat pengambilan keputusan konsumen dibedakan menjadi tiga tingkat10. a. Pemecahan masalah yang luas, adalah jika konsumen tidak punya kriteria yang mapan untuk menilai katagori produk atau merek tertentu dalam katagori tersebut atau tidak membatasi jumlah merek yang akan mereka pertimbangkan menjadi rangkaian kecil yang dapat dikuasai. Pada tingkat ini, konsumen membutuhkan berbagai informasi untuk menetapkan serangkaian 9 John C. Mowen dan Michael Minor. dalam buku Perilaku Konsumen. Jilid 2. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga, 2004 hal 2 10 Leon Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk. Perilaku Konsumen. Edisi Ketujuh. Jakarta: Indeks. 2007 hal 487 15 kriteria guna menilai merek merek tertentu dan banyak informasi yang sesuai mengenai setiap merek yang akan dipertimbangkan. b. Pemecahan masalah yang terbatas, pada tingkatan ini konsumen telah menetapkan kriteria dasar untuk menilai katagori produk dan berbagai merek dalam katagori tersebut. Tetapi mereka belum sepenuhnya menetapkan pilihan terhadap kelompok tertentu. Pencarian informasi tambahan yang mereka lakukan lebih merupakan “penyesuaian sedikit-sedikit”. Mereka harus mengumpulkan informasi merek tambahan untuk melihat perbedaan di antara berbagai merek. c. Perilaku sebagai respon rutin, pada tahap ini konsumen sudah mempunyai beberapa pengalaman mengenai kategori produk dan serangkaian kriteria yang ditetapkan dengan baik untuk menilai berbagai merek yang sedang mereka pertimbangkan. Dalam beberapa situasi, mereka mungkin mencari informasi tambahan; dalam situasi lain mereka hanya meninjau kembali apa yang sudah mereka ketahui 2.3.1 Pengambilan Keputusan Konsumen (Consumer Decision Making) Proses pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making) menurut Mowen dan Minor (2004:3) terdiri dari lima tahap, yaitu pengenalan masalah, pencarian, evaluasi alternatif, pilihan, dam evaluasi pasca akuisisi. 16 Pengenalan masalah Evaluasi Alternatif Pencarian Pilihan Evaluasi Pascaakuisisi Gambar 3. Diagram Alir generik dari proses pengambilan keputusan konsumen Mowen&Minor, (2004:3) Pada tahap pengenalan masalah, konsumen mengaku bahwa mereka membutuhkan sesuatu. Salah satu tujuan memasang iklan adalah mendorong konsumen agar mengenali masalahnya. Bila kebutuhan cukup kuat, maka hal itu dapat memotivasi calon pembeli untuk memasuki tahap kedua dari proses pengambilan keputusan konsumen yaitu pencarian informasi. Pada tahap ketiga, konsumen mengevaluasi alternatif yang mereka identifikasi untuk memecahkan masalah mereka. Pilihan merupakan tahap keempat dimana konsumen memutuskan tidakan alternatif apa yang yang dipilih. Akhirnya, pada tahap pascaakuisisi (postacquisition) konsumen mengkonsumsi dan manggunakan produk atau jasa yang mereka peroleh. Konsumen juga mengevaluasi akibat dari perilaku dan keterlibatan mereka dalam “pembuangan limbah akhir” yang dihasilkan dari pembelian. Model pengambilan keputusan konsumen dirancang untuk menghubungkan berbagai gagasan pengambilan keputusan dan perilaku konsumen. Model ini mempunyai tiga komponen utama, diantaranya11: a. Masukan, komponen masukan dalam model pengambilan keputusan konsumen mempunyai berbagai pengaruh luar yang berlaku sebagai 11 Ibid. hal 491-507 17 sumber informasi mengenai produk tertentu dan mempengaruhi nilainilai, sikap dan perilaku konsumen yang berkaitan dengan produk. Hal yang utama dalam berbagai faktor masukan ini adalah berbagai kegiatan bauran pemasaran perusahaan yang berusaha menyampaikan manfaat produk dan jasa mereka kepada para konsumen potensial dan pengaruh sosial budaya di luar pemasaran yang jika dihayati dengan mendalam, akan mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. 1. Masukan pemasaran, kegiatan pemasaran perusahaan merupakan usaha langsung untuk mencapai, memberikan informasi dan membujuk konsumen untuk membeli menggunakan produknya. Masukan kepada proses pengambilan keputusan konsumen ini mengambil bentuk berbagai strategi bauran pemasaran khusus yang terdiri dari produk itu sendiri, iklan di media massa, pemasaran langsung, penjualan personal, dan berbagai usaha promosi lainnya, kebijakan harga, dan pemilihan saluran distribusi untuk memindahkan produk dari pabrikan kepada konsumen. Akhirnya, dampak berbagai usaha pemasaran suatu perusahaan sebagian besar ditentukan oleh persepsi konsumen terhadap semua usaha ini. Jadi para pemasar harus senantiasa mewaspadai persepsi konsumen dengan mensponsori riset konsumen daripada bergantung kepada dampak pesan-pesan pemasaran mereka yang diharapkan. 2. Masukan sosiobudaya, juga mempunyai pengaruh besar terhadap konsumen. Masukan sosial budaya terdiri dari berbagai macam 18 pengaruh non komersial seperti komentar teman, editorial surat kabar, artikel dan lain sebagainya. Pengaruh kelas sosial budaya dan subbudaya, walaupun kurang nyata, merupakan faktor-faktor masukan penting yang dihayati dan diserap dan mempengaruhi bagaimana para konsumen menilai dan akhirnya mengadopsi (atau menolak) produk. Aturan tingkah laku yang tidak tertulis yang disampaikan budaya dengan halus menyatakan perilaku konsumsi mana yang dianggap “benar” atau “salah” pada suatu waktu tertentu. Dampak kumulatif usaha pemasaran setiap perusahaan: pengaruh keluarga, teman-teman dan para tetangga; dan aturan perilaku masyarakat yang ada semuanya merupakan masukan yang mungkin mempengaruhi apa yang dibeli. Karena semua pengaruh ini mungkin ditujukan kepada individu atau secara aktif dicari oleh individu, panah berkepala dua digunakan untuk menghubungkan segmen masukan dan proses dalam model tersebut. b. Proses, komponen proses dalam model tersebut berhubungan dengan cara konsumen mengambil keputusan. Untuk memahami proses ini kita harus mempertimbangkan pengaruh berbagai konsep psikologis. Bidang psikologis mewakili pengaruh dalam diri (motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian dan sikap) yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen (apa yang mereka butuhkan atau inginkan, kesadaran mereka terhadap berbagai pilihan produk, kegiatan mereka dalam mengumpulkan informasi, dan penilaian 19 mereka mengenai berbagai alternatif). Tindakan pengambilan keputusan konsumen terdiri dari tiga tahap: 1. Pengenalan kebutuhan, mungkin terjadi ketika konsumen dihadapkan dengan suatu “masalah”. Dikalangan konsumen, tampaknya ada dua gaya pengenalan kebutuhan atau masalah yang berbeda. Beberapa konsumen merupakan tipe keadaan yang sebenarnya, yang merasa bahwa mereka mempunyai masalah ketika sebuah produk tidak dapat berfungsi secara memuaskan. Sebaliknya, konsumen lain adalah tipe keadaan yang diinginkan, dimana bagi mereka keinginan terhadap sesuatu yang baru dapat menggerakan keputusan. 2. Penelitian sebelum pembelian, dimulai ketika konsumen merasakan adanya kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Ingatan kepada pengalaman yang lalu (yang ditarik dari penyimpanan ingatan jangka panjang) dapat memberikan informasi yang memadai kepada konsumen untuk melakukan pilihan sekarang ini. Sebaliknya, jika konsumen tidak mempunyai pengalaman sebelumnya, ia mungkin harus melakukan penelitian yang mendalam mengenai keadaan diluar dirinya untuk memperoleh informasi yang berguna sabagai dasar pemilihan. Konsumen biasanya mencoba mengingat sebelum mencari berbagai informasi eksternal mengenai kebutuhan yang berhubungan dengan konsumsi tertentu. Pengalaman yang lalu 20 dianggap sebagai sumber informasi internal. Semakin besar kaitannya dengan pengalaman yang lalu, semakin sedikit informasi luar yang mungkin dibutuhkan konsumen untuk mencapai keputusan. Banyak keputusan konsumen yang didasarkan kepada gabungan pengalaman yang lalu (sumber internal) dan informasi pemasaran dan non komersial (sumber eksternal). Tingkat resiko yang dirasakan juga dapat mempengaruhi tahap proses pengambilan keputusan. Dalam situasi resiko yang tinggi, konsumen mungkin terlibat dalam pencarian dan evaluasi informasi yang kompleks; dalam situasi resiko yang rendah, mereka mungkin menggunakan taktik pencarian dan penilaian informasi yang sangat sederhana. 3. Penilaian berbagai alternatif. Ketika menilai berbagai alternatif potensial, para konsumen cenderung menggunakan dua macam informasi: 1) “Daftar” merek yang akan mereka rencanakan untuk dipilih (serangkaian merek yang diminati) dan 2) Kriteria yang akan mereka pergunakan untuk menilai setiap merek. Melakukan pilihan dari contoh semua merek yang mungkin dapat dipilih merupakan karakter manusia yang membantu menyederhanakan proses pengambilan keputusan. c. Keluaran, porsi keluaran dalam model pengambilan keputusan konsumen menyangkut dua kegiatan pasca-pembelian yang berhubungan erat, yaitu perilaku pembelian dan penilaian pasca- 21 pembelian. Tujuan kedua kegiatan itu adalah untuk meningkatkan kepuasan konsumen terhadap pembeliannya. 1. Perilaku pembelian Para konsumen melakukan tiga tipe pembalian yaitu, pembelian percobaan, pembelian ulangan, dan pembelian komitmen jangkapanjang. Ketika konsumen membeli suatu produk (atau merek) untuk pertama kalinya dengan jumlah dengan jumlah yang lebih sedikit dari biasanya, pembelian ini dianggap suatu percobaan. Jadi percobaan merupakan tahap perilaku pembelian yang bersifat penjajakan dimana konsumen berusaha menilai suatu produk melalui pemakaian langsung. Jika suatu merek baru dalam kategori produk yang sudah mapan berdasarkan percobaan dirasakan lebih memuaskan atau lebih baik daripada merek merek lain, konsumen mungkin mengulangi pembelian. Perilaku pembelian ulang berhubungan erat dengan konsep kesetiaan kepada merek, yang diusahakan oleh banyak perusahaan, karena menyumbang kepada stabilitas yang lebih besar dipasar. Tidak seperti percobaan, dimana konsumen menggunakan produk dalam jumlah kecil dan tanpa komitmen apapun, pembelian ulang biasanya menandakan bahwa produk memenuhi persetujuan konsumen dan bahwa ia bersedia memakainya lagi dan dalam julmah yang lebih besar. 22 2. Penilaian pasca-pembelian Ketika konsumen menggunakan suatu produk, terutama selama pembelian percobaan, mereka menilai kinerja produk tersebut menurut berbagai harapan mereka. Ada tiga hasil penilaian yang mungkin timbul: a. Kinerja yang sesungguhnya sesuai dengan harapan yang menimbulkan perasaan netral. b. Kinerja melebihi harapan, yang menimbulkan apa yang dikenal dengan pemenuhan harapan secara positif (yang menimbulkan kepuasan) c. Kinerja dibawah harapan, yang menimbulkan pemenuhan harapan secara negatif dan ketidakpuasan. Untuk masing-masing hasil ini, harapan dan ketidakpuasan konsumen mempunyai hubungan erat; yaitu, konsumen cenderung menilai pengalaman mereka terhadap harapan-harapan mereka ketika melakukan penilaian pasca-pembelian. Unsur penting dalam penilaian pasca-pembelian adalah berkurangnya ketidakpastian atau keraguan konsumen mengenai pemilihan. Sebagai bagian dari analisis pasca pembelian mereka, konsumen berusaha meyakinkan diri bahwa pilihan mereka merupakan pilihan yang bijaksana; jadi, mereka berusaha mengurangi ketidak cocokan kognitif pasca-pembelian. Mereka melakukan hal ini dengan menggunakan salah satu strategi berikut: mereka mungkin mencari 23 alasan untuk membenarkan bahwa keputusan tersebut bijaksana; mereka mungkin mencari berbagai iklan yang menyokong pilihan mereka dan menghindari iklan-iklan untuk merek-merek pesaing; mereka mungkin berusaha untuk membujuk teman-teman dan para tetangga untuk membeli merek yang sama (dan dengan demikian memperkuat pilihan mereka); atau mereka mungkin beralih kepada para pemilik lain yang puas untuk meyakinkan lagi. Tingkat analisis pasca-pembelian yang dilakukan para konsumen tergantung pada pentingnya keputusan produk dan pengalaman yang diperoleh dalam memakai produk tersebut. Jika produk tersebut berfungsi sesuai dengan harapan, mereka mungkin akan membelinya lagi. Tetapi, jika kinerja produk mengecewakan atau tidak memenuhi harapan, mereka akan mencari berbagai alternatif yang lebih sesuai. Jadi, penilaian pasca-pembelian konsumen “memberikan umpan balik” seperti pengalaman terhadap psikologis konsumen dan membantu mempengaruhi keputusan yang berkaitan di waktu yang akan datang. Walaupun masuk akal untuk menganggap bahwa kepuasan konsumen terkait dengan daya ingat pelanggan, sebuah studi baru-baru ini menemukan bahwa tidak ada hubungan langsung antara kepuasan dan ingatan. Penemuan ini menunjukkan bahwa ingatan pelanggan lebih merupakan persoalan reputasi merekterutama bagi produk-produk yang dirasa sulit untik dinilai oleh konsumen. 24 Pengaruh Eksternal Masukan Usaha pemasaran perusahaan 1. Produk 2. Promosi 3. Harga 4. Saluran distribusi Lingkungan Sosialbudaya 1. Keluarga 2. Sumber informal 3. Sumber non komersial lain 4. Kelas sosial 5. Sub budaya dan budaya Pengambilan Keputusan Konsumen Pengenalan Kebutuhan Proses Penelitian Sebelum Pembelian Bidang Psikologi 1. Motivasi 2. Persepsi 3. Pembelajaran 4. Kepribadian 5. Sikap Evaluasi Alternatif Pengalaman Perilaku Setelah Keputusan Keluaran Pembelian 1. Percobaan 2. Pembelian Ulang Evaluasi Setelah Pembelian Gambar 4. Model Sederhana mengenai Pengambilan Keputusan Konsumen Schiffman & Kanuk, (2007:493) 25 2.4 Pascaakuisisi (Postacquisition) Proses pascaakuisisi (postacquisition) mengacu pada konsumsi, evaluasi pasca pemilihan, dan disposisi barang, jasa, pengalaman, serta ide-ide. Selama tahap evaluasi pasca-pemilihan konsumen umumnya mengungkapkan kepuasan atau ketidakpuasan atas pembelian mereka. Model pascaakuisisi konsumen meliputi lima tahapan, yaitu pemakaian/konsumsi produk, kepuasan/ ketidakpuasan konsumen, perilaku keluhan konsumen, disposisi barang, dan pembentukan kesetiaan merek12. Akuisisi Produk Penggunaan/ Konsumsi produk Kepuasan/ ketidakpuasan akan produk Perilaku keluhan konsumen Kesetiaan Merek Disposisi Produk Gambar 5. Model proses pascaakuisisi (postacquisition) konsumen Mowen & Minor (2004:84) 12 Ibid, 82 26 2.4.1 Perspektif Pengalaman Pendekatan pembelian konsumen melalui perspektif pengalaman memandang konsumen sebagai pencari produk dan jasa yang menimbulkan sensasi, perasaaan, citra, emosi dan kesenangan. Beberapa industri didasarkan atas penciptaan pengalaman bagi masyarakat. Fenomena pembelian impulsif (impulse buying), pencarian keragaman, dan pembelian atas kesetiaan pada merek, sebagian besar juga disebabkan oleh usaha konsumen untuk memperoleh pengalaman baru dan pengalaman yang berbeda13. Dari perspektif pengalaman, pengenalan masalah berakar dari kenyataan bahwa ada perbedaan antara keadaan efektif seseorang yang sesungguhnya dan yang dikehendaki. Proses pencarian meliputi pencarian informasi mengenai dampak afektif dari berbagai alternatif, sementara tahap evaluasi alternatif terdiri dari mengevaluasi berbagai pilihan atas dasar mutu afektifnya. Pilihan juga didasarkan pada kriteria afektif – seperti produk apa yang membuat saya lebih baik. Akhirnya, pada tahap evaluasi pasca-akuisisi penilaian tergantung pada apakah hasilnya telah memenuhi harapan emosional konsumen. Disamping pembelian yang bermuatan pengaruh atau afeksi, tiga jenis pembelian yang dapat diteliti dari perspektif pengalaman adalah14: 13 John C Mowen dan Michael Minor. Perilaku Konsumen. Edisi Kelima. Jilid 2. Jakarta: Erlangga, 2004 hal 30 14 Ibid, 10-12 27 a. Pembelian yang diakibatkan dari pencarian keragaman Mencari keragaman mengacu pada kecenderungan konsumen untuk secara spontan membeli merek produk baru meskipun mereka terus mengungkapkan kepuasan mereka dengan merek yang lama. Salah satu penjelasan tentang mencari keragaman adalah bahwa konsumen mencoba untuk mengurangi kejenuhan dengan membeli merek baru. b. Pembelian yang dilakukan berdasarkan kata hati atau impulsif Pembelian impulsif didefinisikan sebagai tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai suatu pertimbangan, atau niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko. c. Pembelian yang dilakukan karena kesetiaan merek Kesetiaan merek didefinisikan sebagai sejauh mana seorang pelanggan menunjukkan sikap positif terhadap merek, mempunyai komitmen kepadanya, dan bermaksud untuk terus membelinya dikemudian hari. 2.4.2 Pembelajaran Konsumen Menurut Leon Schiffman dan Leslie Azar Kanuk (2007:179) dari perspektif pemasaran, pembelajaran konsumen dapat dianggap sebagai proses bagi para individu untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman pembelian dan pemakaian yang mereka terapkan pada perilaku yang akan datang. a. Pembelajaran konsumen merupakan proses, artinya terus menerus berkembang dan berubah karena adanya pengetahuan yang baru 28 diperoleh (yang mungkin didapat dari membaca, dari diskusi, dari pengamatan, dan dari proses berpikir) atau dari pengalaman yang dialami sendiri. Hal tersebut menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan hasil pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh. b. Peran pengalaman, dalam pembelajaran tidak berarti bahwa semua pembelajaran dicari dengan sengaja. Walaupun kebanyakan pembelajaran adalan disengaja (yaitu diperoleh sebagai hasil pencarian informasi yang diteliti), banyak pembelajaran yang juga tanpa disengaja, yang diperoleh secara kebetulan atau tanpa banyak usaha. Sebagai contoh, beberapa iklan mungkin menjadi pembelajaran (misalnya dari merek), walaupun perhatian konsumen pada bagian lain (pada artikel majalah daripada kepada iklan dihalaman muka). Iklan lain dicari dan dibaca secara teliti oleh konsumen yang sedang memikirkan keputusan pembelian yang penting. Urutan tahap- Model Promosi Model Tiga Unsur Model Pengambilan Keputusan Model Adopsi Inovasi Proses Keputusan Inovasi Perhatian Kognitif Kesadaran Pengetahuan Kesadaran Pengetahuan Minat keinginan Afektif Evaluasi Minat Penilaian Persuasi Tindakan Konatif Pembelian Evaluasi setelah pembelian Percobaan Adopsi Keputusan konfirmasi tahap pengolahan Tabel 1. Model pembelajaran kognitif Schiffman & Kanuk, (2007:203) 29 2.4.3 Proses Pilihan Pengalaman Mowen&Minor (2004:64) menjabarkan dari perspektif pengalaman, konsumen menentukan pilihan setelah mempertimbangkan perasaaan mereka mengenai alternatif pilihan. Perspektif ini memberi sedikit penekanan pada pengembangan kepercayaan mengenai atribut. Beberapa jenis konsumen dapat dikatagorikan sebagai proses pengalaman: a. Pilihan didasarkan atas afeksi referal Konsumen menggunakan heuristis afeksi-referal (affect-referral heutistic), jika mereka mendasarkan pilihannya pada tanggapan emosi keseluruhan terhadap alternatif pilihan yang paling positif. Heuristis afeksi-referal menjelaskan mengapa para konsumen melakukan pembelian berdasarkan kesetiaan merek. Pembelian yang dilakukan karena kesetiaan merek mempunyai komponen afektif yang kuat. Konsumen yang mengungkapkan kesetiaan merek yang kuat, hampir pasti menunjukkan sikap yang sangat positif terhadap merek. Ketika melakukan pembelian, mereka tidak melalui proses keputusan yang luas atau bahkan terbatas. b. Pilihan yang dipengaruhi oleh dampak kesadaran merek Pengaruh kesadaran merek (The effect of brand awareness) juga dapat mempengaruhi pilihan konsumen melalui proses afeksi referal. Merekmerek baru seringkali mengalami masa sulit untuk meraih pangsa pasar karena konsumen memiliki pengaruh positif yang demikian banyak terhadap merek nasional. Periklanan nasional atas suatu merek 30 menyebabkan exposure yang sering terhadapnya sehingga para konsumen mulai mengenalnya. Pengenalan ini kemudian menimbulkan perasaan yang positif, sehingga konsumen cenderung untuk memilih merek yang dikenal daripada merek-merek yang baru memasuki pasar. c. Pilihan didasarkan pada dorongan Bila konsumen menggunakan proses pilihan pengalaman, pembelian dilakukan dengan sedikit pengendalian kognitif dan sebagian besar terjadi secara otomatis. Keadaan ini berlaku pada pembelian impulsif maupun pembelian kesetiaan merek. Pembelian impulsif didefinisikan sebagai tindakan membeli yang dilakukan tanpa memiliki masalah sebelumnya atau maksud/niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko. Pembelian impulsif dapat dijelaskan sebagai pilihan yang dibuat pada saat itu juga karena perasaan positif yang kuat mengenai suatu benda. d. Pilihan yang dipengaruhi suasana hati Keadaan suasana hati mempengaruhi apakah konsumen menggunakan pendekatan pengambilan keputusan atau pengalaman untuk melakukan pilihan. Sebuah tim riset menemukan bahwa masyarakat dalam suasana hati yang positif memberi respon yang lebih menguntungkan pada daya tarik emosional daripada daya tarik informatif. 31 2.4.4 Pengalaman Konsumsi Mowen dan Minor (2004:84) dalam bukunya Perilaku Konsumen menjabarkan, suatu pengalaman konsumsi (consumption experience) dapat didefinisikan sebagai kesadaran dan perasaan yang dialami konsumen selama pemakaian produk atau jasa. Tiga unsur pengalaman konsumsi meliputi pemakaian produk, konsumsi kinerja, dan dampak suasana hati serta perasaan terhadap pengalaman konsumsi secara keseluruhan. a. Pemakaian Produk Pemakaian produk (product use) meliputi tindakan dan pengalaman yang terjadi pada periode waktu dimana seorang konsumen secara langsung menggunakan barang dan jasa. Observasi tentang bagaimana konsumen menggunakan barang seringkali menuntun manajer untuk mengembangkan penawaran pasar yang baru. Para pemasar mengidentifikasi tiga faktor yang sangat penting ketika menilai pemakaian produk, yaitu: 1. Frekuensi konsumsi (consumption frequency), Disini beberapa produk digunakan secara terus menerus (misalnya lemari es, dan pemanas air), akan tetapi sebagian besar hanya digunakan sewaktuwaktu (misalnya pasta gigi, pencuci piring). Secara umum, perusahaan menginginkan konsumen menggunakan produk sesering mungkin. 2. Jumlah konsumsi (consumption amount), adalah faktor kedua yang perlu dianalisis. Perusahaan sering kali menciptakan straegi 32 untuk meningkatkan pemakaian rata-rata produk, misalnya dengan menerapkan cara-cara baru bagi konsumen untuk menggunakan suatu produk dan mempublikasikannya. 3. tujuan konsumsi (consumption purpose), merupakan faktor ketiga yang akan dinilai ketika mempertimbangkan pemakaian produk misalnya suatu perusahaan mealui kampanye iklan yang eksensif menyadarkan para konsumen tentang banyaknnya pemakaian alternatif dari suatu produk. Tujuan konsumsi ini sangat erat hubungannya dengan apa yang disebut kesempatan pemakaian.15 b. Konsumsi Kinerja Kinerja konsumen (consumer performance), adalah suatu peristiwa dimana konsumen dan pemasar bertindak sebagai pelaku dan atau penonton dalam situasi dimana ada kewajiban dan hak. Merupakan hal yang sangat penting untuk membedakan antara kinerja dan kejadian. Suatu kejadian adalah hasil dai kecelakaan atau tindakan alam. Hal ini tidak direncanakan, dan tidak timbul dari suatu kewajiban. Kinerja konsumen dibagi menjadi tiga jenis, dantaranya adalah 1. Kinerja yang dikontrakkan (contracted performance), dimana konsumen dan pemasar hanya memainkan peran minimal. Kinerja yang dikontrakkan paling sering melibatkan pembelian dan pemakaian produk dengan keterlibatan rendah, seperti deterjen, pasta gigi, oli motor dan pengecekan keuangan. 15 Ibid. hal84 33 2. Kinerja yang dimainkan (enacted performance), merupakan jenis yang kedua, dimana konsumen dan atau pemasar mempunyai kebebasan yang cukup untuk melakukan transaksi. Kinerja ini terjadi pada pembelian produk keterlibatan tinggi. 3. kinerja dramatistik (dramastic performance) adalah jenis yang ketiga, yaitu terjadi apabila baik konsumen maupun pemasar mengetahui pertunjukkan yang terjadi. Setiap pihak akan berkaitan dengan motif pihak yang lainnya. Hal ini sering terjadi pada situasi keterlibatan tinggi seperti terjun payung atau pembelian mobil.16 c. Keadaan suasana hati dan pengalaman konsumsi Suasana hati merupakan keadaan afektif yang positif atau negatif. Suasana hati sering kali mempunyai dampak yang kuat terhadap apa yang diingat konsumen dan merek apa yang mereka pilih. Keadaan suasana hati dapat dipengaruhi oleh 1. Apa yang terjadi selama konsumsi produk, berupa perasaan suka atau tidak suka terhadap produk. 2. Keadaan suasana hati yang tercipta selama proses konsumsi, aspek positif atau negatif, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi evaluasi menyeluruh konsumen atas produk.17 16 17 Ibid. hal 85-86 Ibid. hal 88 34 2.4.5 Pengembangan kepuasan/ ketidakpuasan pasca akuisisi Menurut Minor dan Mowen (2004:89) kepuasan konsumen (consumer satisfaction) didefinisikan sebagai keseluruhan sikap yang ditunjukkan konsumen atas barang atau jasa yang telah mereka peroleh dan menggunakannya. Ini merupakan penilaian evaluatif pasca pemilihan yang disebabkan oleh seleksi pembelian khusus dan pengalaman menggunakan/ mengkonsumsi barang dan jasa tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan atau ketidakpuasan konsumen (consumer satisfaction or disatisfaction – CS/D) menunjukkan konsumsi dan pemakaian konsumen atas suatu barang atau jasa dan berdasarkan pengalaman ini, mengevaluasi kinerjanya secara menyeluruh. Penilaian kinerja ini ternyata sangat erat hubungannya dengan penilaian kualitas produk. Konsumen membandingkan kualitas persepsi mereka atas kualitas produk setelah menggunakan produk tersebut sesuai dengan ekspektasi kinerja produk sebelum mereka membelinya. Tergantung pada bagaimana kinerja aktual dibandingkan dengan kinerja yang diharapkan, mereka akan mengalami emosi yang positif, negatif, atau netral. Tanggapan emosional ini bertindak sebagai masukan atau input dalam persepsi kepuasan/ketidakpuasan menyeluruh mereka. Tingkat kepuasan/ ketidakpuasan ini juga akan dipengaruhi oleh evaluasi konsumen atas ekuitas pertukaran, serta oleh atribusi mereka terhadap kinerja produk. Suatu model yang kritis untuk memahami dan mempengaruhi kepuasan/ ketidakpuasan konsumen (consumer satisfaction/ disatisfaction 35 = CS/D) adalah model diskonfirmasi ekspektansi, yang mendefinisikan CS/D sebagai evaluasi yang dilakukan bahwa pengalaman setidaktidaknya sama baiknya sebagaimana yang seharusnya. Proses pembentukan CS/D dimulai dengan penggunaan merek-merek lain dalam produk serta penggunaan merek yang bersangkutan. Melalui perilaku penggunaan ini dan komunikasi dari perusahaan serta orang lain, konsumen mengembangkan ekspektansi tentang bagaimana merek seharusnya bekerja18. Pemakaian / konsumsi produk Ekspektasi akan kinerja/ kualitas produk Evaluasi ekuitas pertukaran Konfirmasi/ diskonfirmasi pengharapan Tanggapan emosional Evaluasi kinerja/ kualitas produk Atribusi penyebab Kepuasan / ketidakpuasan konsumen Gambar 6. Model Kepuasan / ketidakpuasan konsumen Mowen & Minor, (2004:90) 18 Ibid, 94 36 Pada tahap berikutnya konsumen membandingkan harapan kinerja mereka dengan kinerja aktual produk (actual prosuct performance, yaitu persepsi kualitas produk). Bila kualitas jauh dibawah harapan, maka mereka akan mengalami ketidakpuasan emosional (emotional dissatisfaction). Bila kinerja melebihi harapan, maka mereka akan merasakan kepuasan emosional (emosional satisfaction). Bila kinerja dianggap sama dengan harapan, konsumen mengalami konfirmasi ekspektansi (expectancy confirmation). Sesungguhnya apabila harapan dan kinerja aktual berjalan berasamaan, maka bukti menunjukkan bahwa konsumen tidak dapat secara sadar mempertimbangkan tingkat kepuasan mereka dengan produk. Jadi ekspektansi konfirmasi harapan merupakan suatu keadaan yang positif, namun hal itu seringkali tidak menghasilkan perasaan kepuasan yang kuat. Kepuasan yang kuat hanya akan dialami bila kinerja aktual jauh lebih unggul dari kinerja yang diharapkan. Harapan atau ekspektasi produk (product expectation) adalah standar yang diterapkan terhadap kinerja aktual produk yang dinilai. Tingkat kinerja yang diharapkan dari suatu produk dipengaruhi oleh sifat produk itu sendiri, oleh faktor-faktor promosi, oleh pengaruh produk lainnya, dan oleh karakteristik konsumen. Sementara sifat produk, pengalaman konsumen dengan produk sebelumnya, harga dan karakteristik fisik mempengaruhi cara konsumen mengharap produk 37 bekerja baik sekali dimasa lalu, konsumen akan mengharapkan produk itu memenuhi standar kinerja yang tinggi19. Produk lama / pengalaman merek Ekspektansi bagaimana merek seharusnya bekerja Evaluasi atas kinerja aktual merek Evaluasi ketidaksesuaian antara ekspektansi dan kinerja Kinerja gagal memenuhi harapan Kinerja tidak terlalu berbeda dengan harapan Kinerja sesuai dengan harapan Gambar 7. Model Ekspektansi Diskonfirmasi dari Kepuasan/Ketidakpuasan Konsumen Mowen&Minor, (2002:94) 2.4.6 Hubungan teori atribusi, kegagalan produk dan kepuasan konsumen Teori atribusi (attribution theory) merupakan cara untuk mengidentifikasi penyebab suatu tindakan. Atribusi yang dibuat konsumen dapat sangat mempengaruhi kepuasan pasca-pembelian mereka dengan suatu produk atau jasa. Bila produk gagal (yaitu kinerja berada dibawah harapan), maka konsumen akan berupaya untuk menentukan penyebab kegagalan ini. Bila mereka melambangkan kegagalan pada produk atau jasa itu sendiri, mereka mungkin merasa tidak puas, tetapi jika mereka 19 Ibid, 95-96 38 melambangkan kegagalan pada faktor kebetulan atau tindakan mereka sendiri, mereka tidak mungkin merasa tidak puas. Pada umumnya, proses atribusi cenderung paling mempengaruhi CS/D apabila keterlibatan konsumen dalam dan pengalaman dengan barang atau jasa adalah tinggi20. 2.4.7 Afeksi dan CS/D CS/D juga dapat dianalisis dari perspektif pengalaman. Istilah afeksi (affect) dan CS/D mengacu pada konsep bahwa tingkat kepuasan konsumen dipengaruhi oleh perasaan positif dan negatif konsumen yang dihubungkan dengan produk atau jasa setelah pembelian dan selama pemakaian. Studi ini juga menemukan bahwa pengukuran CS/D dipengaruhi secara langsung oleh perasaan afektif konsumen. Para peneliti menemukan bahwa ada hubungan dimana suatu pembelian dapat menimbulkan reaksi afektif, pada gilirannya akan menimbulkan perasaan CS/D. Jadi selain pengetahuan kognitif bahwa harapan atau ekspektansi dikonfirmasi atau tidak dikonfirmasikan, perasaan yang mengelilingi proses pascaakuisisi ternyata juga mempengaruhi kepuasan konsumen akan suatu produk21. 2.5 Sikap Menurut Bilson Simamora dalam bukunya Panduan Riset Perilaku Konsumen, sikap merupakan konsep paling penting dalam studi perilaku 20 21 Ibid, 98 Ibid, 99 39 konsumen22. Schiffman dan Kanuk (2007:222) menjelaskan bahwa dalam konteks perilaku konsumen, sikap adalah kecenderungan yang dipelajari dalam berperilaku dengan cara yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu objek tertentu. Objek yang dimaksud bisa berupa merek, layanan, pengecer, perilaku tertentu, dan lain-lain. Sikap yang berkaitan dengan perilaku membeli dibentuk sebagai hasil dari pengalaman langsung mengenai produk, informasi secara lisan yang diperoleh dari orang lain, atau terpapar oleh iklan di media massa, internet dan berbagai bentuk pemasaran langsung (seperti katalog, ritel). Sebagai kecenderungan yang dipelajari, sikap mempunyai kualitas memotivasi, yaitu mereka dapat mendorong konsumen ke arah perilaku tertentu atau menarik konsumen dari perilaku tertentu23. Paul dan Olson (1999) dalam Simamora (2004:153) menyatakan bahwa sikap adalah evaluasi konsep secara menyeluruh yang dilakukan oleh seseorang. Evaluasi adalah tanggapan pada tingkat intensitas dan gerakan yang relatif rendah. Evaluasi dapat diciptakan oleh sistem afektif maupun kognitif. Sistem pengaruh secara otomatis memproduksi tanggapan afektif termasuk emosi, perasaan, suasana hati, dan evaluasi terhadap sikap, yang merupakan tanggapan segera dan langsung pada rangsangan tertentu. Sikap merupakan hal penting bagi pemasar karena sikap menyimpulkan evaluasi konsumen terhadap suatu objek (merek, perusahaan, dll) dan menunjukkan perasaan positif dan negatif serta kecenderungan perilaku. 22 Bilson Simamora. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia, 2004 hal 152 Leon Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk. Perilaku Konsumen. Edisi Ketujuh. Jakarta: Indeks. 2007 hal 222-223 23 40 Ketertarikan konsumen pada sikap didasarkan atas asumsi bahwa sikap memiliki hubungan dengan perilaku pembelian konsumen. Namun, sikap bukanlah satusatunya faktor yang mendorong terjadinya perilaku. Pemasar menggunakan iklan dan promosi untuk menciptakan sikap positif terhadap suatu merek atau mengubah sikap negatif menjadi positif. Jadi, sebuah perusahaan sebaiknya menyesuaikan produknya dengan sikap yang sudah ada daripada berusaha mengubah sikap orang. Tentu saja terdapat beberapa pegecualian, di mana biaya besar untuk mengubah sikap orang-orang akan memberikan hasil 24. 2.5.1 Model Sikap Tiga Komponen Schiffman dan Kanuk (2007:225-227) menguraikan teori sikap melalui model sikap tiga komponen yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. a. Komponen Kognitif Komponen kognitif terdiri dari berbagai kognisi seseorang, yaitu, pengetahuan dan persepsi yang diperoleh berdasarkan kombinasi pengalaman langsung dengan objek sikap dan informasi berkaitan dari berbagai sumber. Pengetahuan ini dan persepsi yang ditimbulkannya biasanya mengambil bentuk kepercayaan, yaitu kepercayaan konsumen bahwa objek sikap mempunyai berbagai sifat dan bahwa perilaku tertentu akan menimbulkan hasil-hasil tertentu. 24 Morissan. Periklanan – Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta: Ramadina Perkasa. 2007 hal 80-81 41 b. Komponen Afektif Emosi atau perasaan konsumen mengenai produk atau merek tertentu merupakan komponen afektif dari sikap tertentu. Emosi dan perasaan ini sering dianggap oleh para peneliti konsumen sangat evaluatif sifatnya; yaitu mencakup penilaian seseorang terhadap objek sikap secara langsung dan menyeluruh (atau sampai dimana seseorang menilai objek sikap “menyenangkan” atau “tidak menyenangkan”, “bagus” atau “jelek”. Pengalaman yang mengharukan juga dimanifestasikan sebagai keadaan yang diliputi emosi (seperti kebahagiaan, kesedihan, rasa malu, rasa muak, kemarahan, kesukaran, kesalahan atau keheranan). Riset menunjukkan bahwa keadaan emosional ini dapat meningkatkan atau memperkuat pengalaman positif maupun negatif dan bahwa ingatan tentang pengalaman tersebut dapat mempengaruhi apa yang timbul di pikiran dan bagaimana individu bertindak. c. Komponen Konatif Konasi berhubungan dengan kemungkinan atau kecenderungan bahwa individu akan melakukan tindakan khusus atau berperilaku dengan cara tertentu terhadap objek tertentu. Dalam riset pemasaran dan konsumen, komponen konatif sering dianggap sebagai pernyataan maksud konsumen untuk membeli. Skala maksud pembeli digunakan untuk menilai kemungkinan konsumen untuk membeli suatu produk atau berperilaku menurut cara-cara tertentu. 42 Para konsumen yang diminta menjawab pertanyaan mengenai maksud untuk membeli tampaknya lebih mungkin untuk benar-benar melakukan pembelian merek-merek yang dinilai positif (seperti “saya akan membelinya”), sebaliknya dengan para konsumen yang tidak diminta menjawab pertanyaan mengenai maksudnya. Hal ini menjelaskan bahwa komitmen yang positif terhadap merek dalam bentuk jawaban yang positif terhadap pertanyaan mengenai maksud sikap akan berpangaruh positif terhadap pembelian merek yang sebenarnya. 2.5.2 Sikap Terhadap Objek Melalui uji proses integrasi informasi, konsumen membentuk sikap terhadap objek termasuk produk atau merek. Selama proses integrasi, konsumen mengkombinasikan beberapa pengetahuan, arti, dan kepercayaan tentang produk atau merek untuk membentuk evaluasi menyeluruh. Kepercayaan tersebut dapat dibentuk melalui proses interpretasi atau diaktifkan dari ingatan. Konsumen mendapatkan berbagai kepercayaan tentang produk, merek, dan objek lain dalam lingkungan melalui berbagai pengalaman. Kepercayaan ini merupakan suatu jaringan asosiatif dari arti yang saling dihubungkan dan tersimpan dalam ingatan. Karena kapasitas kognitif seseorang terbatas, hanya sebagian kecil dari kepercayaan ini yang dapat diaktifkan dan dikendalikan dengan baik pada suatu saat. 43 Kepercayaan yang diaktifkan disebut sebagai kepercayaan utama, yaitu sesuatu yang diaktifkan pada suatu saat tertentu dan dalam konteks tertentu. Hanya kepercayaan utama yang menyebabkan atau menciptakan sikap seseorang terhadap objek tertentu. Oleh karena itu, salah satu kunci untuk memahami sikap konsumen adalah dengan mengidentifikasi dan memahami apa yang mendasari kepercayaan utama25. 2.5.3 Model Sikap dan Perilaku Suatu pendekatan yang digunakan dalam mempelajari dan mengukur sikap yang relevan dengan periklanan adalah model sikap beratribut banyak (multiattribute attitude model)26 . Husein Umar dalam bukunya Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen (2002:57) menjelaskan bahwa sikap dan perilaku konsumen juga merupakan bagian dari konsep perilaku konsumen yang lain. Untuk mengukur sikap dan perilaku konsumen dapat dilakukan dengan model multi atribut Fishbein. Model sikap Fishbein ini berfokus pada prediksi sikap yang dibentuk seseorang terhadap obyek tertentu. Model ini mengidentifikasi tiga faktor utama untuk memprediksi sikap, diantaranya: 1. Keyakinan seseorang terhadap atribut yang menonjol dari objek, 2. Kekuatan keyakinan seseorang bahwa atribut memiliki atribut khas, 3. Evaluasi dari masing masing keyakinan akan atribut yang menonjol. 25 Bilson Simamora. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia hal 163-164 Morissan. Periklanan – Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta: Ramadina Perkasa. 2007 hal 81 26 44 Dengan menggunakan pendekatan ini, suatu sikap terhadap suatu merek tertentu dapat disajikan dalam persamaan berikut (Morissan, 2007:81) : Dimana = sikap terhadap merek = Kepercayaan kemampuan merek untuk atribut i = kepentingan yang diberikan terhadap atribut i = jumlah atribut yang dipertimbangkan 2.5.4 Sikap konsumen terhadap iklan Salah satu pendekatan yang secara langsung dapat mempengaruhi sikap konsumen tanpa perlu mengubah kepercayaan konsumen terhadap produk adalah melalui iklan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para konsumen mengembangkan sikap mereka terhadap iklan, seperti sikap para konsumen terhadap suatu produk (Simamora, 2004:173). Sikap konsumen terhadap iklan bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi isi pesan iklan, pengaruh suatu iklan terhadap suasana hati dan emosi konsumen. Peneliti telah menemukan adanya hubungan antara sikap konsumen terhadap iklan, emosi konsumen terhadap merek suatu produk 45 dan kepercayaan konsumen terhadap atribut produk 27 . Simamora (2004:174) menjabarkan penemuan-penemuan itu sebagai berikut: 1. Pembentukan sikap konsumen terhadap iklan dapat mempengaruhi sikap konsumen terhadap merek. 2. Emosi yang ditimbulkan oleh pengaruh iklan di televisi baik perasaan positif atau pun negatif. 3. Isi pesan iklan dapat mempengaruhi emosi para konsumen. 4. Komponen-komponen iklan baik secara verbal maupun visual dapat secara tidak langsung mempengaruhi sikap konsumen terhadap iklan, pembentukan kepercayaan konsumen terhadap atribut produk dan waktu penayangan iklan. Gambar berikut menunjukkan hubungan antara sikap konsumen terhadap iklan, kepercayaan konsumen terhadap atribut produk, emosi dan perasaan konsumen terhadap suatu iklan dan sikap konsumen terhadap merek. 27 Simamora, Bilson. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia. 2004. Hal 174 46 Advertising content Verbal content Picture content Product attribut beliefs Feeling and emotion Attitude Toward the Advertisement Attitude towards the brand Gambar 8. Sikap Konsumen Terhadap Iklan Mowen, John C (1995) dalam Bilson (2004:175) 2.5.5 Model sikap terhadap iklan Schiffman dan Kanuk (2007:231) menjelaskan, dalam usaha untuk memahami dampak iklan atau sarana promosi lain pada sikap konsumen terhadap berbagai produk atau merek tertentu, telah banyak perhatian diberikan pada penyusunan model sikap terhadap iklan. Gambar menyajikan skema beberapa hubungan dasar yang digambarkan oleh model sikap terhadap iklan. Seperti yang digambarkan oleh model ini, konsumen membentuk berbagai perasaan (pengaruh) dan pertimbangan (kognisi) sebagai akibat keterbukaan terhadap iklan. Perasaan dan pertimbangan ini pada gilirannya mempengaruhi sikap konsumen terhadap iklan dan keyakinan terhadap merek yang diperoleh 47 dari keterbukaan terhadap iklan. Akhirnya sikap konsumen terhadap iklan, dan keyakinan pada merek mempengaruhi sikapnya terhadap merek. Keterbukaan terhadap iklan Pertimbangan mengenai iklan (kognisi) Perasaan terhadap iklan (affect) Keyakinan pada merek Sikap terhadap iklan Sikap terhadap merek Gambar 9. Konsepsi Hubungan Berbagai Unsur Pada Model Sikap Terhadap Iklan Schiffman & Kanuk, (2007:231) Tampaknya bagi produk baru, sikap konsumen terhadap iklan mempunyai dampak yang lebih kuat pada sikap terhadap merek dan maksud untuk membeli daripada produk yang sudah dikenal baik. Riset yang sama menemukan bahwa keyakinan terhadap merek (kognisi merek) yang diakibatkan oleh keterbukaan terhadap iklan memainkan peran yang jauh lebih kuat dalam menentukan sikap terhadap merek bagi produk yang sudah dikenal baik28. 28 Leon Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk. Perilaku Konsumen. Edisi Ketujuh. Jakarta: Indeks. 2007 hal 231