Komunikasi Antarpribadi pada Perkawinan Campuran di Kota

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi merupakan proses dimana seseorang menciptakan dan
mengelola hubungan mereka, melaksanakan tanggung jawab secara timbal balik
dalam menciptakan makna. Pertama, komunikasi antarpribadi sebagai proses. Proses
merupakan rangkaian sistematis perilaku yang terjadi dari waktu ke waktu atau
berulang kali. Kedua, komunikasi antarpribadi bergantung kepada makna yang
diciptakan oleh pihak yang terlibat. Ketiga, melalui komunikasi kita menciptakan dan
mengelola hubungan kita. Tanpa komunikasi hubungan tidak akan terjadi (Kathleen
S. Verderber et al. (2007).
Hubungan dimulai atau terjadi bila seseorang pertama kali mulai melakukan
interaksi dengan orang lain. Berulang kali, melalui interaksi-interaksi seorang dengan
orang yang sama akan menentukan secara berkelanjutan sifat dari hubungan yang
akan terjadi. Apakah hubungan tersebut akan menjadi lebih pribadi atau sebaliknya,
menjadi lebih dekat atau lebih jauh, menjadi romantis atau platonis, sehat atau tidak
sehat, tergantung atau saling tergantung semuanya bergantung kepada bagaimana
orang-orang tersebut berbicara dan berperilaku satu dengan lainnya (Kathleen S.
Verderber et al. (2007).
Dalam proses komunikasi terdapat komponen-komponen komunikasi yang
secara integratif saling berperan sesuai dengan karakteristik komponen itu sendiri.
Komponen-komponen Komunikasi Antarpribadi adalah sebagai berikut:
1. Sumber/komunikator (Source)
Merupakan orang yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi, yakni
keinginan untuk membagi keadaan internal sendiri, baik yang bersifat
emosional maupun informasional dengan orang lain. Kebutuhan ini dapat
berupa keinginan untuk memperoleh pengakuan sosial sampai pada keinginan
untuk mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain. Dalam konteks
komunikasi antarpribadi, komunikator adalah individu yang menciptakan,
memformulasikan, dan menyampaikan pesan.
2. Encoding
Encoding adalah suatu aktivitas internal pada komunikator dalam
menciptakan pesan melalui pemilihan simbol-simbol verbal dan non-verbal,
yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata bahasa, serta disesuaikan dengan
karakteristik komunikan. Encoding merupakan tindakan memformulasikan isi
pikiran ke dalam simbol-simbol, kata-kata, dan sebagainya sehingga
komunikator
merasa
yakin
dengan
pesan
yang
disusun
dan
cara
penyampaiannya.
3. Pesan (Message)
Merupakan hasil encoding. Pesan adalah seperangkat simbol-simbol baik
verbal maupun non verbal, atau gabungan keduanya, yang mewakili keadaan
khusus komunikator untuk disampaikan kepada pihak lain. Dalam aktivitas
komunikasi, pesan merupakan unsur yang sangat penting. Pesan itulah yang
disampaikan oleh komunikator untuk diterima dan diinterpretasi oleh
komunikan. Komunikan akan efektif apabila komunikan menginterpretasi
makna pesan sesuai yang diinginkan oleh komunikator.
4. Saluran (Channel)
Merupakan sarana fisik penyampaian pesan dari sumber ke penerima atau
yang menghubungkan orang ke orang lain secara umum. Dalam konteks
komunikasi antarpribadi, penggunaan saluran atau media semata-mata karena
kondisi tidak memungkinkan dilakukan komunikasi secara tatap muka.
Prinsipnya, sepanjang masih dimungkinkan untuk dilaksanakan komunikasi
secara
tatap
muka,
maka
komunikasi
communication) tatap muka akan lebih efektif.
5. Penerima/komunikan (Receiver)
antarpribadi
(interpersonal
Adalah seseorang yang menerima, memahami, dan menginterpretasikan
pesan. Dalam proses komunikasi antarpribadi, penerima bersifat aktif, selain
menerima pesan melakukan pula proses interpretasi dan memberikan umpan
balik. Berdasarkan umpan balik dari komunikan inilah seorang komunikator
akan dapat mengetahui keefektifan komunikasi yang telah dilakukan, apakah
makna pesan dapat dipahami secara bersama oleh kedua belah pihak yakni
komunikator dan komunikan.
6. Decoding
Decoding merupakan kegiatan internal dalam diri penerima. Melalui
indera, penerima mendapat macam-macam data dalam bentuk “mentah”, berupa
kata-kata dan simbol-simbol yang harus diubah ke dalam pengalamanpengalaman yang mengandung makna. Secara bertahap dimulai dari proses
sensasi proses dimana indera menangkap stimuli yaitu proses memberi makna
atau decoding.
7. Respon (Feedback)
Yakni apa yang telah diputuskan oleh penerima untuk dijadikan sebagai
sebuah tanggapan terhadap pesan. Respon dapat bersifat positif, netral, maupun
negatif. Pada hakikatnya respon merupakan informasi bagi sumber sehingga
seseorang
dapat
menilai
efektivitas
komunikasi
untuk
selanjutnya
menyesuaikan diri dengan situasi yang ada.
8. Gangguan (Noise)
Gangguan atau noise atau barier merupakan apa saja yang mengganggu
atau membuat kacau penyampaian dan penerimaan pesan, termasuk yang
bersifat fisik dan psikis.
9. Konteks Komunikasi
Komunikasi selalu terjadi dalam suatu konteks tertentu, paling tidak ada
tiga dimensi yaitu ruang, waktu dan nilai. Konteks ruang menunjuk pada
lingkungan konkrit dan nyata tempat terjadinya komunikasi, seperti ruangan,
halaman dan jalanan. Konteks waktu menunjuk pada waktu kapan komunikasi
tersebut dilaksanakan, misalnya: pagi, siang, sore, malam. Konteks nilai,
meliputi nilai sosial dan budaya yang mempengaruhi suasana komunikasi,
seperti adat istiadat, situasi rumah, norma sosial, norma pergaulan, etika, tata
karma, dan sebagainya. Agar komunikasi interpersonal dapat berjalan secara
efektif, maka masalah konteks komunikasi ini kiranya perlu menjadi perhatian.
Artinya, pihak komunikator dan komunikan perlu mempertimbangkan konteks
komunikasi ini.
Komunikasi antarpribadi bisa menjadi sebuah komunikasi yang sangat efektif
ketika komunikasi dapat mengerti dan bahkan melaksanakan (action) pesan yang
diberikan oleh komunikatornya dan adanya feedback. Komunikasi tatap muka yang
dilakukan berulang-ulang dan bergantian dapat meningkatkan mutu komunikasi
antarpribadi, dengan mampu menjalin suatu kontak pertukaran pesan antara dua
orang secara langsung. Komunikasi tatap muka mempunyai keistimewaan dimana
efek dan umpan balik, aksi dan reaksi langsung terlihat karena jarak fisik partisipan
yang dekat. Aksi maupun reaksi verbal dan nonverbal, semuanya terlihat jelas secara
langsung. Oleh karena itu tatap muka yang dilakukan terus menerus kemudian dapat
mengembangkan komunikasi antarpribadi yang memuaskan dua pihak dan menjadi
komunikasi yang efektif.
Devito (1997:259-264) mengemukakan ada lima sikap positif yang perlu
dipertimbangkan ketika seseorang merencanakan komunikasi antarpribadi yang
mendukung komunikasi antarpribadi.
1) Keterbukaan
Bersikap terbuka terhadap perbedaan yang ada, terutama perbedaan nilai,
kepercayaan, sikap, dan perilaku. Sikap keterbukaan ditandai dengan adanya
kejujuran dalam merespon segala stimuli komunikasi. Tidak berkata bohong,
dan tidak menyembunyikan informasi yang sebenarnya. Dalam proses
komunikasi antarpribadi, keterbukaan menjadi salah satu sikap yang positif. Hal
ini disebabkan, dengan keterbukaan maka komunikasi antarpribadi akan
berlangsung secara adil, transparan, dua arah, dan dapat diterima oleh semua
pihak yang berkomunikasi.
2) Empati
Empati adalah kemampuan seseorang untuk merasakan kalau seandainya
menjadi orang lain, dapat memahami sesuatu yang sedang dialami orang lain,
dapat merasakan apa yang dirasakan oranglain, dan dapat memahami sesuatu
persoalan dari sudut pandang oranglain, melalui kecamata orang lain. Salah satu
prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk
mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau
dimengerti oleh orang lain. Komunikasi empatik dilakukan dengan memahami
dan mendengarkan oranglain terlebih dahulu, kita dapat membangun
keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama
atau sinergi dengan orang lain. Dalam komunikasi lintas budaya sikap empati
adalah menempatkan posisi diri kita pada posisi lawan bicara yang berasal dari
budaya yang berbeda.
3) Sikap Mendukung (Supportiveness)
Artinya masing-masing pihak yang berkomunikasi memiiliki komitmen
untuk mendukung terjadinya interaksi secara terbuka. Oleh karena itu respon
yang relevan adalah respon yang bersifat spontan dan lugas, bukan respon
bertahan dan berkelit.
4) Sikap positif (Positiveness)
Dalam bentuk sikap, maksudnya adalah bahwa pihak-pihak yang terlibat
dalam komunikasi antarpribadi harus memiliki perasaan dan pikiran positif,
bukan prasangka dan curiga khususnya dalam situasi lintas budaya karena
begitu banyak hal yang tidak dikenal atau tidak diketahui. Dalam bentuk
perilaku, artinya bahwa tindakan yang dipilih adalah yang relevan dengan
tujuan komunikasi antarpribadi, yaitu secara nyata melakukan aktivitas untuk
terjalinnya kerjasama. Sikap positif dapat ditunjukkan dengan berbagai macam
perilaku dan sikap, antara lain: (1) Menghargai oranglain; (2) Berpikiran positif
terhadap oranglain; (3) Tidak menaruh curiga secara berlebihan; (4) Meyakini
pentingnya oranglain; (5) Memberikan pujian dan penghargaan; (6)
Memberikan pujian dan penghargaan; (7) Komitmen menjalin kerjasama.
5) Kesetaraan (equality)
Kesetaraan (equality) ialah pengakuan bahwa kedua belah pihak memiliki
kepentingan, kedua belah pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan saling
memerlukan. Indikator kesetaraan meliputi: pertama, menempatkan diri setara
dengan oranglain; kedua, menyadari akan adanya kepentingan yang berbeda;
ketiga, mengakui pentingnya kehadiran oranglain; keempat, tidak memaksakan
kehendak; kelima, komunikasi dua arah; keenam, saling memerlukan; ketujuh,
suasana komunikasi: akrab dan nyaman.
Ada lima hukum komunikasi efektif. Lima hukum itu meliputi: Respect,
Empathy, Audible, Clarity, dan Humble disingkat REACH yang berarti merengkuh
atau meraih. Hal ini relevan dengan prinsip komunikasi antarpribadi pada dasarnya
adalah upaya, upaya bagaimana kita meraih perhatian, pengakuan, cinta kasih,
simpati, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain
(Dale Carnegie dalam Aribowo Prijosaksono & Ping Hartono 2003:174).
1) Respect
Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi antarpribadi yang
efektif adalah respect, ialah sikap menghargai setiap individu yang menjadi
sasaran pesan yang kita sampaikan. Rasa hormat dan saling menghargai
merupakan hukum yang pertama dalam kita berkomunikasi dengan orang lain.
Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling mengharga dan
menghormati, maka kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan
sinergi yang akan meningkatkan kualitas hubungan antarmanusia.
2) Empathy
Empathy (empati) adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita
pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat
utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk
mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau
dimengerti oleh orang lain. Komunikasi empatik dilakukan dengan memahami
dan mendengarkan oranglain terlebih dahulu, kita dapat membangun
keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama
atau sinergi dengan orang lain.
3) Audible
Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan
baik. Jika empati berarti kita harus mendengarkan terlebih dahulu ataupun
mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang
kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan.
4) Clarity
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum ke
empat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga
tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan.
Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam komunikasi
antarpribadi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi
atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari
penerima pesan.
5) Humble
Hukum kelima dalam membangun komunikasi antarpribadi yang efektif
adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan
hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya
didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Sikap rendah hati pada intinya
antara lain: sikap melayani, sikap menghargai, mau mendengar dan menerima
kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui
kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta
mengutamakan kepentingan yang lebih besar.
Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok
komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang
handal, dapat menyampaikan pesan dengan cara yang sesuai dengan keadaan
komunikan.
2.2. Siklus Hubungan Komunikasi Antarpribadi
Pada hakikatnya hubungan komunikasi antarpribadi juga merupakan sebuah
siklus. Siklus artinya proses lanjutan dari satu tahap ke tahap berikutnya secara
berputar sehingga setelah sampai pada tahap akhir dari siklus, dimungkinkan untuk
kembali lagi kepada tahap awal. Siklus dalam komunikasi antarpribadi dimulai dari
perkenalan, menuju kebersamaan lagi, dan seterusnya pada setiap tahap dalam suatu
hubungan antarpribadi, komunikasi memainkan peran yang berbeda.
Menurut Mark Knapp dan Anita Vangelisti (2000), keterbukaan untuk
mengungkapkan informasi yang bersifat intim harus didasarkan atas kepercayaan.
Menurut mereka jika kita menginginkan resiprositas dalam hal keterbukaan maka kita
harus mencoba untuk memperoleh kepercayaan dari orang lain dan sebaliknya kita
juga harus percaya dengan oranglain.
Tahapan hubungan antarpribadi dapat digambarkan sebagai siklus hubungan
antarmanusia menuju kepada kebersamaan. Kebersamaan adalah merupakan puncak
tahapan hubungan antarpribadi yang ditandai dengan karakter keharmonisan. Mark
Knapp telah menguraikan kerangka tahapan proses komunikasi antarpribadi dimana
setiap tahapan itu sangat bermanfaat bagi pengembangan komunikasi dengan
oranglain. Secara singkat tahapan itu sebagai berikut:
KEBERSAMAAN
PENGIKATAN
PENGGIATAN
PENJAJAKAN
PERKENALAN
PEMBEDAAN
PEMBATASAN
PENGHINDARAN
PEMUTUSAN
Gambar 1. Tahapan hubungan Antarpribadi (Suranto AW, 2011:41)
1. Tahap Perkenalan ditandai adanya tindakan memulai (intiating), merupakan
tahap awal pembentukan hubungan yang melibatkan inisiasi sosial atau
pertemuan. Tahap ini merupakan langkah pertama, fase kontak yang
permulaan, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi
dari reaksi kawannya. Pada tahap ini, dua atau beberapa orang memerhatikan
dan menyesuaikan perilaku satu sama lain dan komunikasi biasanya dilakukan
dengan hati-hati agar terbentuk persepsi dan kesan pertama yang baik.
Seringkali pesan-pesan awal yang dipakai seorang individu untuk penyesuaian
adalah nonverbal—senyum, pandangan sekilas, jabat tangan, gerakan, atau
penampilan. Jika hubungan berlanjut proses pesan timbak balik secara
progresif. Salah satu menunjukkan tindakan, posisi, penampilan dan gerakan
tubuh. Orang kedua bereaksi, dan reaksinya diperhatikan dan ditanggapi oleh
orang pertama, yang reaksinya dilanjutkan lagi dengan tindakan oleh orang
kedua, dan seterusnya.
2. Penjajakan
(exprementing),
merupakan
tahap
kedua
pengembangan
hubungan, eksplorasi, dilakukan segera setelah waktu sejak pertemuan awal,
karena peserta mulai mengeksplorasi potensi oranglain dan kemungkinan
untuk mewujudkan hubungan. Pada tahap ini kita mengumpulkan informasi
tentang gaya, motif, minat, dan nilai dari oranglain. Pengetahuan ini berfungsi
sebagai dasar untuk menilai manfaat melanjutkan hubungan. Tahap ini
digunakan usaha mengenal diri orang lain untuk mengetahui kemiripan dan
perbedaan.
Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan
nilai pihak yang lain. Bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan
proses mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi
data demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan
sebagainya. Jadi seandainya hubungan antarpribadi saya dengan anda berada
pada tahap ini, yang saya lakukan adalah mengidentifikasi status (sosial,
ekonomi, pendidikan, agama, dan sebagainya), sifat, kesenangan, dan lain-lain
yang ada pada diri anda kemudian saya akan menilai adanya berbagai
kemiripan maupun perbedaan antara saya dengan anda.
3. Penggiatan (intensifying stage), jika hubungan mengalami kemajuan, bergerak
ke tahap ketiga ditandai adanya awal keintiman, yang oleh Mark Knapp dan
Anita Vangelisti diberi nama intensifying stage (tahap intensifikasi). Dalam
tingkat ini, peserta telah tiba pada suatu keputusan—mengatakan atau tidak
mengatakan—bahwa mereka ingin melanjutkan hubungan. Jika hubungan
berlanjut, mereka mesti mendapat cukup banyak pengetahuan tentang satu
sama lain, dan pada saat yang sama, membuat sejumlah aturan bersama,
bahasa bersama, dan memahami ciri-ciri hubungan ritual.
Berbagai informasi pribadi status kenalan menjadi teman akrab sehingga
banyak perubahan cara berkomunikasi. Derajat keterbukaan menjadi lebih
besar. Frekuensi berkomunikasi juga semakin tinggi. Pada tahap ini masing-
masing pihak juga menunjukkan sikap untuk menepati komitmen. Hubungan
dalam tahap ini hubungan bisa gagal, memburuk, atau terus berkembang.
4. Pengikatan (bonding), Begitu hubungan berkembang lebih jauh, beberapa
formal, pengakuan simbolik yang mengikat para individu yang terlibat
merupakan hal yang umum. Tahap yang lebih formal atau ritualistik pada
tahap ini terjadi bila dua orang mulai menganggap diri mereka sendiri sebagai
pasangan. Dalam kasus hubungan cinta, ikatan formal dapat berupa cincin
pertunangan atau pernikahan. Untuk meneguhkan adanya ikatan, maka dalam
hubungan pasangan dilakukan dengan saling berjanji.
5. Kebersamaan, tahap ini merupakan puncak keharmonisan hubungan
antarpribadi. Hakikat kebersamaan adalah bahwa mereka menerima
seperangkat aturan yang mengatur hidup mereka bersama secara tulus.
Tidak semua proses hubungan antarpribadi dapat mencapai kebersamaan.
Sering kali terjadi, hubungan antarpribadi hanya sebatas perkenalan. Ada pula yang
berlanjut sampai penjajakan, namun setelah itu tidak ada kecocokan sehingga tidak
dilanjutkan kepada tahap penggiatan. Waktu yang diperlukan dari tahap perkenalan
sampai kebersamaan, bersifat relatif dalam arti sangat tergantung pada potensi,
situasi, dan kondisi. Kalau potensi, situasi, dan kondisi mendukung maka hanya
diperlukan waktu singkat untuk mencapai kebersamaan.
2.3. Teori Penetrasi Sosial Altman & Taylor
Komunikasi adalah penting dalam mengembangkan dan memelihara hubunganhubungan antarpribadi. Beberapa penelitian menunjukkan hubungan yang kuat antara
komunikasi yang baik dan kepuasan umum suatu hubungan suami istri sebelum dan
selama perkawinan. Markman menemukan bahwa pasangan yang memiliki
komunikasi yang positif sebelum perkawinan cenderung memiliki perkawinan yang
lebih bahagia daripada pasangan yang tidak memiliki komunikasi yang positif
sebelum perkawinan. Sehingga komunikasi jelas memainkan peran yang sangat
penting dalam hubungan perkawinan.
Komunikasi yang baik ditandai dengan adanya keterbukaan yang juga
dihubungkan dengan kesehatan mental yang positif dan membuat diri mudah atau
dapat diakses oleh pihak lain melalui pengungkapan diri pada hakikatnya
memberikan kepuasan. Sebaliknya, kepuasan mengarah kepada pengembangan
perasaan yang positif bagi orang lain, demikian menurut Markman, Murphy,
Mendelson & Navran (dalam Budyatna 2011:225-226).
Masalah keterbukaan dan ketertutupan diri dalam komunikasi dengan orang
lain menjadi inti gagasan teori penetrasi sosial atau social penetration theory yang
berupaya mengidentifikasi proses peningkatan keterbukaan dan keintiman seseorang
dalam menjalin hubungan dengan oranglain. Hasil pemikiran Irwin Altman dan
Dalmas Taylor (1973) ini menjelaskan mengenai proses terjadinya ikatan hubungan
antarindividu dari tahapan komunikasi awal atau komunikasi permukaan (superficial
communication) kepada tahapan komunikasi yang lebih dalam atau intim. Ketika
orang mulai berani bicara secara terbuka, keterbukaan dihargai serta dinilai penting
dalam membina hubungan antar individu. Namun demikian, para ahli komunikasi
mengakui bahwa faktor budaya juga berperan dalam mendorong keterbukaan dan
sebaliknya.
Daya tarik utama teori ini terletak pada pendekatannya yang langsung terhadap
perkembangan hubungan. Sebuah hubungan antarpribadi akan berakhir sebagai teman
baik hanya jika mereka memproses dalam sebuah “tahapan dan bentuk yang teratur
dari permukaan ke tingkatan pertukaran yang intim sebagai fungsi dari hasil langsung
dan perkiraan”. Struktur personalitas digambarkan sebagai “Multi-lapis Bawang”
sebagai berikut:
Gambar 2. Gambaran Analogi Lapisan Kulit Bawang Altman dan Taylor
Altman dan Taylor menggunakan analogi tanaman bawang untuk menjelaskan
proses pengungkapan diri. Bawang tersusun atas sejumlah lapisan kulit, mulai dari
lapisan luar hingga dalam. Kita harus melepas kulit luar terlebih dulu untuk dapat
melihat lapisan kulit yang lebih dalam dan begitu seterusnya. Jika seseorang bisa
melihat dibawah permukaan, dia akan menemukan perilaku semi-privat yang
diungkapkan temannya dan ini terjadi hanya pada beberapa orang.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, proses perkembangan hubungan
terjadi secara agak sistematis melalui sejumlah tahapan, dan karenanya keputusan
apakah seseorang ingin tetap melanjutkan hubungannya dengan oranglain tidak dapat
dibuat dengan segera. Dalam hal ini, terdapat empat tahapan perkembangan
hubungan antar individu, atau dengan kata lain, proses penetrasi sosial terdiri atas
empat tahapan sebagai berikut: (1) tahap orientasi (2) tahap eksplorasi pertukaran
emosi; (3) tahap pertukaran afektif; (4) tahap pertukaran stabil.
1.
Tahap Orientasi (Lapisan terluar kulit bawang)
Tahapan paling awal dalam interaksi antarindividu dinamakan dengan tahap
orientation stage yang terjadi pada level publik dimana komunikasi yang terjadi
bersifat tidak pribadi (impersonal). Pada individu yang terlibat hanya menyampaikan
informasi yang bersifat sangat umum saja. Pada tahap ini, hanya sebagian kecil dari
kita yang terungkap kepada oranglain. Ucapan atau komentar yang disampaikan
orang yang bersifat basa-basi yang hanya menunjukkan informasi permukaan atau
apa saja yang tampak secara kasat mata pada diri individu.
Menurut Taylor dan Altman (1987), orang memiliki kecenderungan untuk
enggan memberikan evaluasi atau memberikan kritik selama tahap orientasi karena
akan dinilai sebagai tidak pantas dan akan menganggu hubungan dimasa depan.
Kedua belah pihak secara aktif berusaha menghindarkan diri untuk tidak terlibat
dalam konflik sehingga mereka mendapat peluang untuk saling menjajaki pada waktu
yang akan datang.
2.
Tahap Eksplorasi Pertukaran Emosi (Lapisan kulit bawang kedua)
Jika pada tahap orientasi, orang bersikap hati-hati dalam menyampaikan
informasi mengenai diri mereka maka pada tahap eksplorasi pertukaran emosi
(exploratory affective exchange) orang melakukan ekspansi atau perluasan terhadap
wilayah publik diri mereka. Tahap ini terjadi ketika orang mulai memunculkan
kepribadian mereka kepada oranglain. Apa yang sebelumnya merupakan wilayah
privat, sekarang menjadi wilayah publik. Hubungan pada tahap ini umumnya lebih
ramah dan santai, dan jalan menuju ke wilayah lanjutan yang bersifat akrab dimulai.
Orang mulai menggunakan pilihan kata-kata atau ungkapan yang bersifat lebih
personal.
Komunikasi juga berlangsung sedikit demi sedikit spontan karena individu
merasa lebih santai terhadap lawan bicaranya, mereka juga tidak terlalu berhati-hati
dalam mengungkapkan sesuatu yang mereka sesali kemudian. Perilaku berupa
sentuhan dan ekspansi emosi (misalnya perubahan raut wajah) juga meningkat pada
tahap ini. Tahap ini merupakan tahap yang menentukan apakah suatu hubungan akan
berlanjut ataukah tidak.
3.
Tahap Pertukaran Afektif (Lapisan kulit bawang ketiga)
Tahap pertukaran emosi (affective exchange) ditandai munculnya hubungan
persahabatan yang dekat atau antara hubungan individu yang lebih intim. Tahap ini
memiliki ciri komunikasi yang lebih spontan yang disertai dengan pengambilan
keputusan
secara
cepat
bahkan
dengan
tidak
terlalu
mempertimbangkan
konsekuensinya terhadap hubungan secara keseluruhan. Komitmen yang lebih besar
dan perasaan yang lebih nyaman terhadap pihak lainnya juga menjadi ciri tahap
pertukaran emosi ini.
Pada tahap ini, tidak ada hambatan untuk saling mendekatkan diri, namun
demikian, banyak orang masih berupaya untuk melindungi diri mereka agar tidak
merasa terlalu lemah atau rapuh dengan tidak mengungkapkan informasi diri yang
terlalu sensitif. Meskipun ada rasa kehati-hatian, umumnya terdapat sedikit hambatan
untuk penjajakan secara terbuka mengenai keakraban. Interaksi yang terjadi biasanya
bersifat lebih santai dan tanpa beban. Pentingnya pada tahap ini adalah bahwa
rintangan telah disingkirkan dan kedua pihak belajar banyak mengenai satu sama lain.
4.
Tahap Pertukaran Stabil (Lapisan inti bawang)
Tahap pertukaran stabil (stable exchange stage) ditandai dengan ungkapan
pikiran, perasaan, dan perilaku secara terbuka yang menghasilkan derajat spontanitas
tinggi dan sifat hubungan yang unik. Tidak banyak hubungan antar individu yang
mencapai tahapan ini. Individu menunjukkan perilaku yang sangat intim sekaligus
sinkron yang berarti perilaku masing-masing individu seringkali berulang, dan
perilaku yang berulang itu dapat diantisipasi atau diperkirakan oleh pihak lain secara
cukup akurat. Para pendukung teori penetrasi sosial percaya kesalahan interpretasi
makna komunikasi jarang terjadi pada tahap ini. Hal ini disebabkan masing-masing
pihak telah cukup berpengalaman dalam melakukan klarifikasi satu sama lainnya
terhadap berbagai keraguan terhadap makna yang disampaikan. Pada tahap ini
individu mulai membangun sistem komunikasi personal mereka yang menurut
Altman dan Taylor akan menghasilkan komunikasi yang efisien. Dengan kata lain,
pada tahap pertukaran stabil, makna dapat ditafsirkan secara jelas untuk memperjelas
empat tahap perkembangan hubungan antar individu ini. Pada kali pertama pasangan
ini jalan atau keluar bersama merupakan tahap orientasi, pertemuan selanjutnya
merupakan tahap pertukaran efek eksploratif, tahap pertukaran efek akan terjadi jika
pasangan itu menjadi ekslusif dan mulai merencanakan masa depan bersama.
Pertukaran stabil terjadi ketika mereka menikah.
2.4. Komunikasi Lintas Budaya dalam Perkawinan Campuran
Perkawinan campuran menurut UU No. 1 1974 pasal adalah perkawinan antara
dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan
kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Maretzki
(dalam Tseng, 1977) mengatakan bahwa perkawinan campuran (intercultural
marriage) adalah perkawinan yang berasal dari dua latar belakang budaya dan bangsa
yang berbeda.
Komunikasi lintas budaya adalah (1) suatu studi tentang perbandingan gagasan
atau konsep dalam pelbagai kebudayaan; (2) perbandingan antara satu aspek atau
minat tertentu dalam kebudayaan; (3) atau perbandingan antara satu aspek atau minat
tertentu dengan satu atau lebih kebudayaan lain. Komunikasi lintas budaya lebih
menekankan pada perbandingan interaksi antar orang dari latar belakang budaya yang
sama, atau perbandingan suatu aspek tertentu dari suatu kebudayaan dengan orangorang dari suatu latar belakang budaya lain. Liliweri (2005) mengatakan komunikasi
lintas budaya (cross culture) sering digunakan para ahli untuk menyebutkan makna
komunikasi antarbudaya (interculture). Perbedaanya terletak pada wilayah geografis
(negara) atau dalam konteks rasial (bangsa).
Menurut Fiber Luce (dalam Liliweri 2005:365) pada hakikatnya studi lintas
budaya adalah salah satu studi komparatif yang bertujuan untuk membandingkan: (1)
variabel budaya tertentu; (2) kosekuensi atau akibat dari pengaruh kebudayaan, dari
dua konteks kebudayaan atau lebih yang berbeda. Melalui studi atau analisis
perbandingan seperti ini, diharapkan setiap orang akan dapat memahami
kebudayaannya sendiri dan mengakui bahwa ada isu kebudayaan yang dominan, yang
dimiliki oleh orang lain individu, keluarga, gender, kontrol terhadap kejahatan,
ketidakseimbangan sosial, dan lain-lain. Atau kita dapat mengatakan bahwa gagasan
dasar dari komunikasi lintas budaya terletak pada: (1) komunikasi antara orang-orang
dan kelompok yang berbeda budaya yang dipengaruhi oleh perbedaan sikap, sumber
daya, sejarah, dan banyak faktor lain; dan (2) proses interpretasi dan interaksi yang
dipengaruhi oleh partisipan dalam komunikasi itu.
Faktor-faktor personal yang mempengaruhi komunikasi antarpribadi antara lain
adalah faktor kognitif seperti konsep diri, persepsi, sikap, orientasi diri, dan harga
diri. Konteks komunikasi lintas budaya juga meliputi komunikasi antarpribadi yang
dilakukan oleh dua atau tiga orang yang berbeda latar belakang pribadi atau, termasuk
latar belakang kebudayaan. Karena itu, umumnya defenisi komunikasi antarbudaya
menjelaskan sebuah proses komunikasi antarpribadi dari peserta komunikasi yang
berbeda latar belakang kebudayaan.
Oleh karena itu, dalam setiap perkawinan membutuhkan penyesuaian, terutama
dalam perkawinan campuran yang sering kali perbedaan kebudayaan menjadi
permasalahan yang mendasar dalam perkawinan campuran, terutama pada
perkawinan campuran antara orang Indonesia dengan orang Barat (Western).
Kebudayaan barat lebih mengesankan kehidupan yang bebas dan individual,
sedangkan kebudayaan timur (Indonesia) lebih mengesankan kehidupan yang
kekeluargaan dan lebih berdasarkan pada norma-norma yang ada pada lingkungan
sekitar (Ries, 2005).
Apabila pasangan suami istri berhasil dalam proses penyesuaian perkawinan
atau tidak memiliki kesulitan yang berarti dalam menjalani suatu perkawinan, maka
keharmonisan dalam perkawinan dapat dijaga. Sebaliknya, apabila penyesuaian
perkawinan pasangan memiliki kesulitan yang berarti, tidak dapat dipungkiri,
perkawinan tersebut dapat berakhir dengan perceraian. Tercapainya suatu
penyesuaian perkawinan berarti tercapainya suatu kenyamanan dalam hubungan
perkawinan melalui saling memberi dan menerima antarpasangan.
Menurut Tseng, Dermott, J.F., & Maretzki, T.W (1977) faktor pendukung
keberhasilan penyesuaian perkawinan campuran, antara lain:
a. Adanya sikap saling keterbukaan pikiran atau open mindedness
b. Adanya toleransi yang tinggi
c. Memiliki sikap keluwesan
d. Memiliki keinginan untuk saling mempelajari kebudayaan dari pasangan
d. Kepekaan terhadap kebutuhan pasangan
Penyesuaian adalah interaksi yang kontinu dengan diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan (Calhoun & Acocella, dalam Sri Lestari, 2012). Penyesuain ini bersifat
dinamis dan memerlukan sikap dan cara berpikir yang luwes. Keberhasilan
penyesuaian dalam perkawinan tidak ditandai dengan tiadanya konflik yang terjadi.
2.5. Pengertian Etnis
Pengertian etnik (ethnic) berasal dari bahasa Yunani ethnos yang merujuk pada
pengertian bangsa atau orang. Acapkali ethnos diartikan sebagai setiap kelompok
sosial yang ditentukan oleh ras, adat-istiadat, bahasa, nilai dan norma budaya, dan
lain-lain yang pada gilirannya mengidentifikasikan adanya kenyataan kelompok yang
minoritas atau mayoritas dalam suatu masyarakat. Menurut (Sowell dalam
Soermarsono, 2010) yang menulis tentang ethnic of America, kelompok etnik
merupakan sekelompok orang yang mempunyai pandangan dan praktik hidup yang
sama atau suatu nilai dan norma. Misalnya kesamaan agama, negara asal, suku
bangsa, kebudayaan, bahasa, dan lain-lain yang semuanya berpayung pada satu
kelompok yang disebut kelompok etnik.
Menurut Frederich Barth (1988) istilah etnik menunjuk pada suatu kelompok
tertentu yang karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa ataupun kombinasi dari
kategori tersebut terikat pada sistem nilai budayanya. Dalam kaitannya dengan
“bangsa” etnik (kelompok etnik) merupakan konsep yang digunakan silih berganti
untuk menerangkan suatu bangsa seperti Indonesia, dari sudut pandang kebangsaan
yang melatarbelakangi perkembangan kebudayaan (Hidayah, 1996).
2.6. Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Rivika Sakti Karel, dkk (2014) di Kota
Manado dengan judul penelitian “Komunikasi Antarpribadi Pada Pasangan SuamiIstri Beda Negara (Studi Pada Beberapa Keluarga di Kota Manado).” Yang menjadi
pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah Intensitas komunikasi antarpribadi
pada pasangan suami istri maupun dengan keluarga; hambatan-hambatan dalam
komunikasi antarpribadi pada pasangan suami/isteri beda negara yang ada di kota
Manado, pola komunikasi antarpribadi pasangan suami/istri beda negara, dan pola
komunikasi antarpribadi pasangan suami/istri beda negara dengan keluarga.
Hasil penelitian ini didapat beberapa kesimpulan:
1. Intensitas komunikasi antarpribadi pada pasangan suami istri beda negara di
Kota Manado.
Dengan melihat bahwa mereka selalu saling berkomunikasi setiap harinya
pada saat pagi sebelum suami mereka pergi ke kantor, pada saat siang mereka
berkomunikasi menggunakan media telepon, dan pada malam hari mereka
berkomunikasi tatap muka setelah suaminya pulang kantor dan adapun yang
berkomunikasi sepanjang hari setiap mereka ada kesempatan. Mereka pun
sering bercerita mengenai segala hal yang telah mereka lakukan dan mereka
rasakan, juga sering berbicara mengenai masalah-masalah yang sering mereka
temui sehingga mereka bisa mendapat solusi dari masalah-masalah mereka.
maka dari hasil penelitian tersebut didapat bahwa intensitas dalam komunikasi
antarpribadi pada semua pasangan-pasangan suami istri berbeda negara ini
dalah cukup intens.
2. Hambatan komunikasi antarpribadi pada pasangan suami istri beda negara di
Kota Manado.
Dalam peneltian ini disimpulkan bahwa hambatan-hambatan yang mereka
temui berbeda-beda. Hambatan komunikasi pada pasangan informan 2 antara
Slovenia dan Indonesia adalah di gaya bahasa orang Slovenia yang memiliki
volume yang keras dan berintonasi tinggi. Sedangkan hambatan pasangan
informan 1 biasanya datang dari cara berkomunikasi untuk menyampaikan
kebiasaan-kebiasaan buruk yang tidak disukai. Jadi diantara ketiga pasangan
suami istri berbeda negara ini, informan satu dan informan dua masing-masing
memiliki hambatan yang berbeda-beda.
3. Pola komunikasi antarpribadi pasangan suami istri beda negara.
Pola komunikasi yang terjadi pada pasangan suami istri berbeda negara
ini adalah pola komunikasi langsung dan terbuka, dikatakan terbuka karena
dilihat dari setiap harinya mereka berkomunikasi pada saat pagi sebelum suami
mereka pergi ke kantor, pada saat siang mereka berkomunikasi menggunakan
media telepon, dan pada malam hari mereka berkomunikasi tatap muka setelah
suaminya pulang kantor, ada yang berkomunikasi sepanjang hari disetiap ada
kesempatan, dan mereka juga dengan leluasa menyampaikan apa yang tidak
mereka suka dari pasangan.
Kelemahan dari penelitian yang dilakukan oleh Rivika Sakti Karel, dkk
adalah kurangnya pengkajian lebih mendalam mengenai penyesuaian dan
langkah pasangan dalam menyelesaikan konflik. Sehingga dalam penelitian ini
hanya terbatas pada penjelasan mengenai intesitas pasangan beda negara dalam
berkomunikasi dengan pasangan dan keluarga. Kelemahan lainnya adalah
pemilihan lokasi penelitian, yaitu di Manado, yang tidak memiliki latar
belakang sejarah kompleks yang mendukung pentingnya topik penelitian yang
diangkat, sehingga kurang signifikan.
2.7. Kerangka Pikir
Kebudayaan
(nilai, norma dan adatistiadat)
Kebudayaan
(nilai, norma dan adatistiadat)
Kepribadian
Pengalaman
Sumba
Percakapan
Wester
n
Menerima Perbedaan
Kepribadian
Pengalaman
Siklus Hubungan
&
Tahap Penetrasi Sosial
Penyesuaian
Perkawinan
Keharmonisan hubungan
perkawinan
Gambar 3. Kerangka Pikir
Gambar diatas menunjukkan individu sumba dan individu western merupakan
dua orang yang berbeda latar belakang budaya yang meliputi nilai, norma, adatistiadat, kepribadian dan pengalaman. Ketika wanita Sumba dengan pria Western
melakukan komunikasi, hal ini disebut dengan komunikasi antarpribadi. Pada
prosesnya komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh wanita Sumba dan Pria
Western dilakukan dalam konteks komunikasi lintas budaya. Ketika dalam proses
komunikasi antapribadi wanita Sumba dan pria Western bisa menerima perbedaan
budaya masing-masing, maka keduanya akan mulai memasuki siklus hubungan
maupun tahapan penetrasi sosial. Puncak dari siklus hubungan mapun tahapan
penetrasi sosial ini adalah kebersamaan hubungan yang ditandai dengan
perkawinan. Setelah memasuki tahap perkawinan kedua pasangan ini akan
melakukan penyesuaian diri, baik itu penyesuaian diri dengan pasangan, maupun
dengan keluarga besar pasangan dan lingkungan yang baru.
Proses penyesuaian diri ini bertujuan untuk mengantisipasi masalah-masalah
potensial suami-istri, seperti salah paham, konflik dengan pasangan maupun dengan
keluarga. Sehingga ketika keduanya mampu menyesuaikan diri, baik dengan budaya
pasangan maupun dengan keluarga besar pasangan maka hubungan perkawinan
dapat terhindar dari konflik dalam rumah tangga dan hubungan rumah tangga
mereka akan berlangsung harmonis.
Download