BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konflik 2.1.1. Pengertian Konflik

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konflik
2.1.1. Pengertian Konflik
Secara umum, konflik adalah konsekuensi dari respon seseorang pada apa
yang ia persepsikan mengenai situasi atau perilaku dari orang lain (Luthans, 2005)
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu
dalam
suatu
interaksi.
perbedaan-perbedaan
tersebut
diantaranya
adalah
menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain
sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial,
konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu
masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan
kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan
hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik menurut Stephen.P.Robbins(2006) adalah sebuah proses yang
dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi
secara negatif, atau akan memengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi
kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Definisi ini mencakup beragam konflik
yang orang alami dalam organisasi, ketidakselarasan tujuan, perbedaan interpretasi
fakta, ketidaksepahaman yang disebabkan oleh ekspetasi perilaku, dan sebagainya.
7
Universitas Sumatera Utara
Namun konflik harus dibedakan dengan persaingan atau kompetisi, karena
persaingan meliputi tindakan-tindakan yang dilakukan orang tertentu untuk
mencapai tujuan yang diinginkannya dengan menyebabkan orang lain tidak berhasil
mencapai tujuannya. Di dalam persaingan juga hampir tidak terdapat interaksi atau
saling ketergantungan antara kedua individu tersebut, sehingga dapat dikatakan
bahwa persaingan bisa saja menimbulkan konflik, tetapi tidak semua konflik
mencakup persaingan (Winardi, 2004).
2.1.2. Jenis Konflik
Terdapat 3 jenis konflik menurut Robbins (2006) :
1) Konflik tugas, yaitu konflik atas isi dan sasaran pekerjaan
2) Konflik hubungan, yaitu konflik berdasarkan hubungan interpersonal
3) Konflik proses, yaitu konflik atas cara melakukan pekerjaan
Menurut pandangan Feldman dan Arnold (2003: 513), Konflik dalam
organisasi tidak terjadi secara alamiah dan terjadi bukan tanpa sumber penyebab.
Penyebab terjadinya konflik pada setiap organisasi sangat bervariasi tergantung
pada cara individu-individu menafsirkan, mempersepsi, dan memberikan tanggapan
terhadap lingkungan kerjanya. Sumber-sumber konflik pada umumnya disebabkan
kurangnya koordinasi kerja antar kelompok/departemen, dan lemahnya sistem
kontrol organisasi. Permasalahan koordinasi kerja antar kelompok berkenaan
dengan saling ketergantungan pekerjaan, keraguan dalam menjalankan tugas karena
tidak terstruktur dalam rincian tugas, perbedaan orientasi tugas. Sedangkan
kelemahan sistem kontrol organisasi yaitu, kelemahan manajemen dalam
Universitas Sumatera Utara
merealisasikan sistem penilaian kinerja, kurang koordinasi antar unit atau bagian,
aturan main tidak dapat berjalan secara baik, serta terjadi persaingan yang tidak
sehat dalam memperoleh penghargaan.
2.2. Dual-Career Couple
Fenomena dari dual-career couple adalah terjadinya pergeseran dari rumah
tangga tradisional ke rumah tangga modern. Dalam rumah tangga tradisional
terdapat pembagian tugas yang jelas, yaitu suami (bapak) bertugas mencari nafkah
dengan bekerja sedangkan istri (ibu) berperan dalam mengelola urusan keluarga.
Sedangkan dalam rumah tangga modern, baik suami (bapak) dan istri (ibu)
keduanya sama-sama bekerja merupakan kecenderungan yang tidak dapat dihindari
akibat dari keberhasilan proses pendidikan dan kesetaraan gender. Ini memunculkan
istilah baru yaitu dual-career.
Definisi dari dual-career merupakan mereka yang demikian pula
pasangannya, memiliki aspirasi serta tanggung jawab karir dengan bekerja baik di
bidang
manajerial
maupun
pekerjaan
profesional
lainnya.
Dual-career
memunculkan masalah baru apabila pasangan tersebut tidak dapat menyeimbangkan
antara masalah pekerjaan dan masalah keluarga (Stone: 2003).
2.3. Konflik pekerjaan dan Konflik keluarga
Konflik pekerjaan adalah kondisi dimana seseorang mengalami tekanan
yang tidak cocok dalam wilayah pekerjaan. Dalam konflik pekerjaan, seseorang
dapat mengalami konflik dalam dirinya karena ia harus memilih tujuan yang saling
Universitas Sumatera Utara
bertentangan. Ia merasakan ketidakjelasan dalam melakukan pekerjaan baik yang
harus dipilih atau didahulukan. Konflik seperti ini dapat juga terjadi antar kelompok
dimana masing-masing kelompok ingin mengejar kepentingan atau tujuan
kelompok masing-masing. Sedangkan konflik keluarga adalah kondisi dimana
seseorang mengalami tekanan dalam lingkungan keluarga.
Terjadinya perubahan demografi tenaga kerja seperti peningkatan jumlah
wanita bekerja dan pasangan yang keduanya bekerja telah mendorong terjadinya
konflik antara pekerjaan dan kehidupan keluarga, hal ini membuat banyak peneliti
yang tertarik untuk meneliti sebab pengaruh dari konflik pekerjaan-keluarga (workfamily conflict) tersebut . Judge et.al.,(2002) mendefinisikan konflik pekerjaan
keluarga sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran pekerjaan dan
keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal.
Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan
peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang
bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya atau sebaliknya, dimana
pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang
tersebut dalam memenuhi tuntutan dengan tekanan yang berasal dari beban kerja
yang berlebihan dan waktu seperti pekerjaan yang harus diselesaikan terburu-buru,
sedangkan tuntutan keluarga berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk
menangani tugas-tugas rumah tangga. Tuntutan keluarga di tentukan oleh sebagian
besar keluarga, komposisi keluarga dan jumlah anggota keluarga yang memiliki
ketegantungan terhadap anggota yang lain (Yang, et.al., 2002).
Universitas Sumatera Utara
Konflik pekerjaan keluarga sebagai konflik peran yang terjadi pada
karyawan, dimana di satu sisi ia harus melakukan pekerjaan di kantor dan di sisi
lain harus memperhatikan keluarga secara utuh, sehingga sulit membedakan antara
pekerjaan mengganggu keluarga dan keluarga mengganggu pekerjaan. Pekerjaan
mengganggu keluarga, artinya sebagian besar waktu dan perhatian dicurahkan
untuk melakukan pekerjaan sehingga kurang mempunyai waktu untuk keluarga.
Sebaliknya keluarga mengganggu pekerjaan berarti sebagian besar waktu dan
perhatiannya
digunakan
untuk
menyelesaikan
urusan
keluarga
sehingga
mengganggu pekerjaan.
Konflik pekerjaan-keluarga ini terjadi ketika kehidupan rumah tangga
seseorang berbenturan dengan tanggung jawabnya ditempat kerja, seperti masuk
kerja tepat waktu, menyelesaikan tugas harian, atau kerja lembur. Demikian juga
tuntutan kehidupan rumah yang menghalangi seseorang untuk meluangkan waktu
untuk pekerjaannya atau kegiatan yang berkenaan dengan kariernya. Sependapat
Parasuraman (2003) mengemukaan bahwa konflik pekerjaan-keluarga terjadi
karena karyawan berusaha untuk menyeimbangkan antara permintaan dan tekanan
yang timbul, baik dari keluarga maupun yang berasal dari pekerjaannya. Menurut
Triaryati (2003), tuntutan pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang berasal dari
beban kerja yang berlebihan dan waktu, seperti pekerjaan yang harus diselesaikan
terburu-buru dan deadline.
Menurut Boles et.al., (2002), Indikator-indikator konflik pekerjaan-keluarga
adalah:
a. Tekanan kerja.
b. Banyaknya tuntutan tugas
Universitas Sumatera Utara
c. Kurangnya kebersamaan keluarga
d. Sibuk dengan pekerjaan
e. Konflik komitmen dan tanggung jawab terhadap keluarga
Perusahaan perlu menyertakan karyawan dalam proses pelaksanaan kiat
tersebut sehingga kebijakan yang diambil sesuai dengan yang dibutuhkan oleh
karyawan yang bersangkutan. Perusahaan juga harus menunjukkan keseriusannya
dalam menangani masalah konflik pekerjaan keluarga dan konflik keluargapekerjaan yang dialami karyawannya karena selain penting bagi karyawan,
ketidakseriusan perusahaan dalam menangani masalah ini dapat berdampak buruk
terhadap kinerja perusahaan dan akan berujung pada kerugian yang akan
ditanggung pihak perusahaan baik yang berbentuk materi maupun inmateri.
Keluarga dapat dilihat dalam arti kata sempit, sebagai keluarga inti yang
merupakan kelompok sosial terkecil dari masyarakat yang terbentuk berdasarkan
pernikahan dan terdiri dari seorang suami (Ayah), istri (Ibu) dan anak-anak mereka
(Munandar, 2002). Keluarga adalah kesatuan dari sejumlah orang yang saling
berinteraksi dan berkomunikasi dalam rangka menjalankan peranan sosial mereka
sebagai suami, istri, dan anak-anak, saudara laki-laki dan saudara perempuan. Peran
ini ditentukan oleh masyarakat, tetapi peranan dalam tiap keluarga diperkuat oleh
perasaan-perasaan. Perasaan-perasaan tersebut sebagai berkembangnya berdasarkan
tradisi dan sebagian berdasarkan pengalaman dari masing-masing anggota keluarga.
Menurut Russell (2003) indikator-indikator konflik keluarga-pekerjaan
adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Tekanan sebagai orang tua
Tekanan sebagai orang tua merupakan beban kerja sebagai orang tua
didalam keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa beban pekerjaan
rumah tangga karena anak tidak dapat membantu dan kenakalan anak.
2. Tekanan perkawinan
Tekanan perkawinan merupakan beban sebagai istri didalam keluarga.
Beban yang ditanggung bisa berupa pekerjaan rumah tangga karena suami
tidak dapat atau tidak bisa membantu, tidak adanya dukungan suami dan
sikap suami yang mengambil keputusan tidak secara bersama-sama.
3.
Kurangnya keterlibatan sebagai istri
Kurangnya keterlibatan sebagai istri mengukur tingkat seseorang dalam
memihak secara psikologis pada perannya sebagai pasangan (istri).
Keterlibatan sebagai istri bisa berupa kesediaan sebagai istri untuk
menemani suami dan sewaktu dibutuhkan suami.
4.
Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua
Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua mengukur tingkat seseorang
dalam memihak perannya sebagai orang tua. Keterlibatan sebagai orang tua
untuk menemani anak dan sewaktu dibutuhkan anak.
5.
Campur tangan pekerjaan
Campur tangan pekerjaan menilai derajat dimana pekerjaan seseorang
mencampuri kehidupan keluarganya. Campur tangan pekerjaan bisa berupa
persoalan-persoalan pekerjaan yang mengganggu hubungan di dalam
keluarga yang tersita.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Kinerja
Hani Handoko (2003) mengistilahkan kinerja (performance) dengan prestasi
kerja yaitu proses dimana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja
karyawan. Berikut ini adalah beberapa pengertian kinerja oleh beberapa pakar yang
dikutip oleh Guritno dan Waridin (2005) yaitu:
1. Menurut Winardi (2002), kinerja merupakan konsep yang bersifat
universalyang merupakan efektivitas operasional suatu organisasi, bagian
organisasi dan bagian karyawannya berdasar standar dan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya, karena organisasi pada dasarnya dijalankan oleh
manusia, maka kinerja sesungguhnya merupakan perilaku manusia dalam
memainkan peran yang mereka lakukan dalam suatu organisasi untuk
memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan agar membuahkan
tindakan dan hasil yang diinginkan.
2. Menurut Gomes (2000), kinerja merupakan catatan terhadap hasil produksi
dari sebuah pekerjaan tertentu atau aktivitas tertentu dalam periode waktu
tertentu.
3. Dessler (2004), menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah memberikan
umpan balik kepada karyawan dengan tujuan memotivasi orang tersebut
untuk menghilangkan kemerosotan kinerja atau berkinerja lebih tinggi lagi.
Menurut Dessler, penilaian kerja terdiri dari tiga langkah, Pertama
mendifinisikan pekerjaan berarti memastikan bahwa atasan dan bawahan
sepakat dengan tugas-tugasnya dan standar jabatan. Kedua, menilai kinerja
berarti membandingkan kinerja aktual atasan dengan standar-standar yang
Universitas Sumatera Utara
telah ditetapkan, dan ini mencakup beberapa jenis tingkat penilaian. Ketiga,
sesi umpan balik berarti kinerja dan kemajuan atasan dibahas dan rencanarencana dibuat untuk perkembangan apa saja yang dituntut.
4. Efendi (2002), berpendapat bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang
dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai
peranannya dalam organisasi. Kinerja juga berarti hasil yang dicapai
seseorang baik kualitas maupun kuantitas sesuai dengan tanggungjawab
yang diberikan kepadanya. Selain itu kinerja seseorang dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan, inisiatif, pengalaman kerja, dan motivasi karyawan.
Hasil kerja seseorang akan memberikan umpan balik bagi orang itu sendiri
untuk selalu aktif melakukan pekerjaannya secara baik dan diharapkan akan
menghasilkan mutu pekerjaan yang baik pula. Pendidikan mempengaruhi
kinerja seseorang karena dapat memberikan wawasan yang lebih luas untuk
berinisiatif dan berinovasi dan selanjutnya berpengaruh terhadap kinerjanya.
5. Sopiah (2008), menyatakan lingkungan juga bisa mempengaruhi kinerja
seseorang. Situasi lingkungan yang kondusif, misalnya dukungan dari
atasan, teman kerja, sarana dan prasarana yang memadai akan menciptakan
kenyamanan tersendiri dan akan memacu kinerja yang baik.Sebaliknya,
suasana kerja yang tidak nyaman karena sarana dan prasarana yang tidak
memadai, tidak adanya dukungan dari atasan, dan banyak terjadi konflik
akan memberi dampak negatif yang mengakibatkan kemerosotan pada
kinerja seseorang
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan kinerja karyawan menurut Simamora (2004) adalah tingkat hasil
kerja karyawan dalam pencapaian persyaratan pekerjaan yang diberikan. Deskripsi
dari kinerja menyangkut tiga komponen penting yaitu:
1.) Tujuan
Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana seharusnya
perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap personel.
2.) Ukuran
Ukuran dibutuhkan untuk mengetahui apakah seorang personel telah mencapai
kinerja yang diharapkan, untuk itu kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk
setiap tugas dan jabatan personal memegang peranan penting.
3.) Penilaian
Penilaian kinerja reguler yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan kinerja
setiap personel. Tindakan ini akan membuat personel untuk senantiasa berorientasi
terhadap tujuan dan berperilaku kerja sesuai dan searah dengan tujuan yang hendak
dicapai.
Menurut Swietenia (2009) manfaat kinerja pegawai antara lain adalah untuk
menganalisa dan mendorong efisiensi produksi, untuk menentukan target atau
sasaran yang nyata, lalu untuk pertukaran informasi antara tenaga kerja dan
manajemen yang berhubungan terhadap masalah-masalah yang berkaitan.
Adapun indikator kinerja karyawan menurut Guritno dan Waridin (2005)
adalah sebagai berikut :
1. Mampu meningkatkan target pekerjaan
2. Mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu
Universitas Sumatera Utara
3. Mampu menciptakan inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan
4. Mampu menciptakan kreativitas dalam menyelesaikan pekerjaan
5. Mampu meminimalkan kesalahan pekerjaan
2.5. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai apakah
seseorang telah melaksanakan pekerjaan masing-masing secara keseluruhan.
Penilaian kinerja merupakan upaya membandingkan prestasi aktual seseorang
dengan prestasi yang diharapkan. Handoko (2003) menyatakan bahwa untuk dapat
menilai kinerja seseorang digunakan dua buah konsepsi utama, yaitu efisiensi dan
efektivitas. Efisiensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan sesuatu pekerjaan
dengan benar. Efektivitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat,
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi kerja adalah kegiatan
penentuan sampai pada tingkat dimana seseorang melakukan tugasnya secara
efektif. Pengukuran kinerja juga dapat dilakukan melalui beberapa penilaian
(Flippo, 2002), antara lain:
1) Kualitas kerja,
Merupakan tingkat dimana hasil akhir yang dicapai mendekati sempurna dalam arti
memenuhi tujuan yang diharapkan oleh perusahaan/organisasi.
2) Kuantitas kerja,
Merupakan jumlah yang dihasilkan yang dinyatakan dalam istilah sejumlah unit
kerja ataupun merupakan jumlah siklus aktivitas yang dihasilkan
3) Ketepatan waktu,
Universitas Sumatera Utara
Merupakan tingkat aktivitas diselesaikannya pekerjaan tersebut pada waktu awal
yang di inginkan.
4) Sikap,
Merupakan hal-hal yang berkaitan dengan sikap yang menunjukkan seberapa jauh
tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan, serta tingkat kemampuan
seseorang untuk bekerja sama dengan orang lain dalam menyelesaikan tugastugasnya.
5) Efektifitas,
Ttingkat pengetahuan sumber daya organisasi dimana dengan maksud menaikkan
keuangan perusahaan.
Kinerja karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja karyawan selama periode
tertentu. Pemikiran tersebut dibandingkan dengan target/ sasaran yang telah
disepakati bersama. Tentunya dalam penilaian tetap mempertimbangkan berbagai
keadaan dan perkembangan yang mempengaruhi kinerja tersebut. Hani Handoko
(2003) menyebutkan bahwa penilaian kinerja terdiri dari 3 kriteria, yaitu :
1) Penilaian berdasarkan hasil yaitu penilaian yang didasarkan adanya
targettarget dan ukurannya spesifik serta dapat diukur.
2) Penilaian berdasarkan perilaku yaitu penilaian perilaku-perilaku yang
berkaitan dengan pekerjaan.
3) Penilaian berdasarkan judgement yaitu penilaian yang berdasarkan kualitas
pekerjaan, kuantitas pekerjaan, koordinasi, pengetahuan pekerjaan dan
ketrampilan, kreativitas, semangat kerja, kepribadian, keramahan, intregitas
pribadi serta kesadaran dan dapat dipercaya dalam menyelesaikan tugas.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Dampak Konflik terhadap Kinerja
Suatu konflik merupakan hal wajar dalam suatu organisasi. Yuniarsih, dkk.
(2000:115), mengemukakan bahwa konflik tidak dapat dihindari dalam organisasi,
akan tetapi konflik antar kelompok sekaligus dapat menjadi kekuatan positif dan
negatif, sehingga manajemen seyogyanya tidak perlu menghilangkan semua
konflik, tetapi hanya pada konflik yang menimbulkan dampak gangguan atas usaha
organisasi mencapai tujuan. Beberapa jenis atau tingkatan konflik mungkin terbukti
bermanfaat jika digunakan sebagai sarana untuk perubahan atau inovasi.
Beberapa kiat menangani konflik keluarga-pekerjaan dan konflik pekerjaan
keluarga:
1) Kiat untuk individu
Menurut Rini (2002), ada beberapa kiat untuk menangani konflik keluargapekerjaan dan konflik pekerjaan-keluarga. Hal ini ditunjukkan pada individu atau
diri karyawan sendiri, yaitu dengan manajemen waktu. Manajemen waktu adalah
strategi penting yang perlu diterapkan oleh para ibu pekerja untuk dapat
mengoptimalkan perannya sebagai ibu rumah tangga, istri, dan sekaligus karyawati.
2) Kiat untuk perusahaan
Menurut Nyoman Triaryati (2003) ada beberapa kiat untuk perusahaan
dalam menghadapi masalah konflik pekerjaan-keluarga dan keluragapekerjaan,
yaitu:
a) Waktu kerja yang lebih fleksibel
b) Jadwal kerja alternatif
c) Tempat penitipan anak
d) Taman kanak-kanak
Universitas Sumatera Utara
e) Kebijakan ijin keluarga
f) Job sharing
Dengan demikian konflik bukanlah sesuatu yang harus ditakutkan, tetapi
merupakan sesuatu hal yang perlu untuk dikelola agar dapat memberikan
kontribusinya
bagi
pencapaian
tujuan
organisasi.
Hunsaker
(2001:481)
mengemukakan bahwa: Conflict are not negative; they are a natural feature of
every organization and can never be completely eliminated. However, they can be
managed to avoid hostility, lack of cooperation, and failure to meet goals. When
channeled properly, conflicts can lead to creativity, innovative solving, and positive
change (Konflik itu bukan sesuatu yang negatif, tetapi hal itu secara alami akan
tetap ada dalam setiap organisasi. Bagaimanapun konflik itu bila dikelola dengan
baik maka konflik dapat mendukung percepatan pencapaian tujuan organisasi.
Ketika konflik dikelola secara baik, dapat menumbuhkan kreativitas, inovasi dalam
pemecahan masalah dan menumbuhkan perubahan positif bagi pengembangan
organisasi).
Ketika konflik dapat dipahami secara wajar, ia dapat menjadi peluang dan
kreativitas dalam pembelajaran/pendidikan. Konflik secara sinergis dapat
menumbuhkan kreativitas baru, kadang-kadang tidak dapat diduga sebelumnya.
Tanpa konflik tidak akan terjadi perubahan bagi pengembangan pribadi maupun
perubahan masyarakat).
Mengingat bahwa konflik tidak dapat dihindari, maka pendekatan yang baik
untuk diterapkan para manajer adalah pendekatan yang mencoba memanfaatkan
Universitas Sumatera Utara
konflik sedemikian rupa sehingga konflik dapat memberikan sumbangan yang
efektif untuk mencapai sasaran-sasaran yang diinginkan. Konflik sesungguhnya
dapat menjadi energi yang kuat jika dikelola dengan baik, sehingga dapat dijadikan
alat inovasi. Akan tetapi sebaliknya jika tidak dapat dikendalikan mengakibatkan
kinerja organisasi rendah.
Selain mempunyai nilai positif, konflik juga mempunyai kelemahan, yaitu:
1. Konflik dapat menyebabkan timbulnya perasaan “tidak enak” sehingga
menghambat komunikasi.
2. Konflik dapat membawa organisasi ke arah disintegrasi.
3. Konflik menyebabkan ketegangan antara individu atau kelompok.
4. Konflik dapat menghalangi kerjasama di antara individu mengganggu
saluran komunikasi.
5. Konflik dapat memindahkan perhatian anggota organisasi tujuan organisasi.
Untuk itu pendekatan konflik sebagai bagian normal dari perilaku dapat
dimanfaatkan
sebagai
alat
untuk
mempromosikan
dan
mencapai
perubahan-perubahan yang dikehendaki sehingga tujuan organisasi dapat dicapai
secara efektif dan efisien.
Berkaitan dengan hal ini Robbins (2003:162) mengemukakan bahwa konflik
dapat konstruktif maupun destruktif terhadap berfungsinya suatu kelompok atau
unit. Tingkat konflik dapat atau terlalu tinggi atau terlalu rendah. ekstrim manapun
merintangi kinerja. Suatu tingkat yang optimal adalah kalau ada cukup konflik
Universitas Sumatera Utara
untuk mencegah kemacetan, merangsang kreativitas, memungkinkan lepasnya
ketegangan, dan memprakarsai benih-benih untuk perubahan, namun tidak terlalu
banyak, sehingga tidak menggangu atau mencegah koordinasi kegiatan.
Tingkat konflik yang tidak memadai atau berlebihan dapat merintangi
keefektifan dari suatu kelompok atau organisasi, dengan mengakibatkan
berkurangnya kepuasan dari anggota, meningkatnya kemangkiran dan tingkat
keluarnya karyawan, dan pada akhirnya akan menurunkan produktivitas. Tetapi bila
konflik itu berada pada tingkat yang optimal, puas-diri dan apatis seharusnya
diminimalkan, motivasi ditingkatkan lewat penciptaan lingkungan yang menantang
dan mempertanyakan dengan suatu vitalitas yang membuat kerja menarik, dan
sebaiknya ada sejumlah karyawan yang keluar untuk melepaskan yang tidak cocok
dan yang berprestasi buruk dari organisasi itu.
2.7. Penelitian Terdahulu
Indah (2010) melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Konflik
Pekerjaan dan Konflik Keluarga Terhadap Kinerja dengan Konflik Pekerjaan
Keluarga Sebagai Intervening Variabel (Studi pada Dual-Career Couple di
Jabodetabek)”. Hasil dari penelitian tersebut bahwa pada dual career couple di
Jabodetabek adalah :
1) Konflik pekerjaan berpengaruh positif terhadap konflik pekerjaan keluarga,
2) Konflik pekerjaan keluarga berpengaruh positif terhadap kinerja
Universitas Sumatera Utara
2.8. Kerangka Konseptual
Rusell (2003), mengatakan bahwa konflik pekerjaan adalah kondisi dimana
seseorang mengalami tekanan yang tidak cocok dalam wilayah pekerjaannya yang
akan berdampak pada hasil kinerjanya diperusahaan.
Sedangkan
konflik
keluarga(X2)
timbul
karena
seseorang
lebih
mencurahkan perhatiannya pada pekerjaannya, sehingga kurang mempunyai waktu
untuk keluarga. Sulitnya bagi seseorang untuk membedakan masalah pekerjaan dan
keluarga inilah yang menimbulkan konflik yang berpengaruh pada kinerja
karyawan.
Model penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Konflik Pekerjaan
(X1)
Kinerja Karyawan
(Y)
Konflik Keluarga
(X2)
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
2.9. Hipotesis
Berdasarkan kerangka konseptual tersebut, maka dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
Konflik pekerjaan dan konflik keluarga berpengaruh signifikan terhadap
kinerja karyawan pada dual-career couple di Bank Syariah Mandiri Cabang Medan.
Universitas Sumatera Utara
Download