siaran pers

advertisement
 SIARAN PERS
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN ”LKPP 2010 Wajar Dengan Pengecualian”
Jakarta, Rabu (1 Juni 2011) – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) memberikan opini Wajar Dengan
Pengecualian (WDP/qualified opinion) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2010, sama dengan opini
yang diberikan BPK RI atas LKPP tahun 2009. Hal ini merupakan hasil kerja keras Pemerintah untuk menjaga kualitas
akuntabilitas keuangan negara. Untuk itu, BPK RI memberikan penghargaan kepada Pemerintah yang telah banyak
mengikuti rekomendasi BPK RI sehingga opini pada kementerian negara/lembaga (KL) banyak mengalami peningkatan.
Demikian diungkapkan Ketua BPK RI, Hadi Poernomo ketika menyerahkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) LKPP tahun
2010 kepada Presiden RI di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (1/6).
Laporan hasil pemeriksaan atas LKPP tersebut terdiri dari LHP atas Laporan Keuangan, LHP Sistem Pengendalian Intern,
LHP Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan, Laporan Pemantauan Tindak Lanjut, dan Laporan Tambahan
berupa Laporan Transparansi Fiskal. Objek pemeriksaan BPK adalah LKPP Tahun 2010 yang terdiri dari Neraca
Pemerintah Pusat per 31 Desember 2010 dan 2009, Laporan Realisasi APBN (LRA) dan Laporan Arus Kas untuk Tahun
2010, serta Catatan atas Laporan Keuangan.
LKPP Tahun 2010 mendapat opini WDP dengan empat permasalahan. Pertama, adanya permasalahan penagihan,
pengakuan dan pencatatan penerimaan perpajakan yaitu (1) Pengakuan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah
(PPN DTP) sebesar Rp11,28 triliun tidak sesuai dengan undang-undang PPN; (2) penagihan PBB Migas sebesar Rp19,30
triliun tidak menggunakan surat tagihan yang diatur dalam UU PBB dan pengakuannya tidak menggunakan data dasar
pengenaan pajak yang valid; (3) transaksi pembatalan penerimaan (reversal) senilai Rp3,39 triliun tidak dapat ditelusuri ke
data pengganti. Kedua, pencatatan Uang Muka Bendahara Umum Negara (BUN) tidak memadai, yaitu (1) saldo Uang
Muka dari rekening BUN yang disajikan pada Neraca sebesar Rp1,88 triliun tidak didukung rincian; (2) nilai dana talangan
dan penggantian Tahun 2009 s.d. 2010 masing-masing sebesar Rp1,14 triliun dan Rp1,43 triliun yang tidak dapat
diidentifikasi; dan (3) nilai pengajuan penggantian lebih kecil sebesar Rp 2,91 triliun dibandingkan reimbursement-nya.
Ketiga, adanya permasalahan dalam pengendalian atas pencatatan Piutang Pajak yaitu (1) penambahan piutang menurut
data aplikasi piutang berbeda sebesar Rp2,51 triliun dengan dokumen sumbernya yaitu Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar (SKPKB) dan Surat Tagihan Pajak (STP); dan (2) pengurangan piutang PBB berbeda sebesar Rp1,03 triliun dengan
penerimaannya. Keempat, terdapat permasalahan dalam pelaksanaan Inventarisasi dan Penilaian (IP) Aset tetap yaitu
(1) nilai koreksi hasil IP berbeda dengan hasil koreksi pada SIMAK BMN sebesar Rp12,95 triliun; (2) Aset tetap dengan
nilai perolehan sebesar Rp5,34 triliun pada tujuh KL belum dilakukan IP; (3) hasil IP pada empat KL senilai Rp56,42 triliun
belum dibukukan; dan (4) Pemerintah sampai saat ini belum dapat mengukur manfaat untuk setiap Aset Tetap sehingga
pemerintah belum dapat melakukan penyusutan terhadap Aset Tetap.
BPK RI juga menemukan permasalahan terkait kelemahan sistem pengendalian intern, antara lain: (1) pelaksanaan
monitoring dan penagihan atas kewajiban PPh Migas tidak optimal; (2) inkonsistensi penggunaan tarif pajak dalam
perhitungan PPh Migas dan perhitungan bagi hasil migas; (3) penerimaan hibah langsung oleh KL masih dikelola diluar
mekanisme APBN; (4) Aset Tetap yang dilaporkan dalam LKPP belum seluruhnya dilakukan IP, masih berbeda dengan
laporan hasil IP, dan belum selaras dengan pencatatan pengguna barang; (5) pengendalian atas pelaksanaan IP Aset
KKKS dan Aset Eks BPPN belum memadai; dan (6) Anggaran Belanja minimal sebesar Rp4,70 triliun digunakan untuk
kegiatan yang tidak sesuai dengan klasifikasinya (peruntukannya).
Permasalahan lain terkait ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain adalah:
(1) penagihan PBB Migas sebesar Rp19,30 triliun tidak sesuai UU PBB dan penetapannya tidak menggunakan data yang
valid; (2) penyelesaian PPN DTP sebesar Rp11,28 triliun tidak menggunakan mekanisme sesuai UU PPN; (3) PNBP pada
41 KL minimal sebesar Rp368,97 miliar belum dan/atau terlambat disetor ke Kas Negara dan sebesar Rp213,75 miliar
digunakan langsung di luar mekanisme APBN; (4) pengalokasian dana penyesuaian tidak berdasarkan kriteria dan aturan
yang jelas; dan (5) realisasi Belanja Barang di 44 KL sebesar Rp110,48 miliar dan USD63.45 ribu tidak dilaksanakan
kegiatannya, dibayar ganda, tidak sesuai dan tidak didukung bukti pertanggungjawaban.
Informasi lebih lanjut:
Rati Dewi Puspita Purba, Kepala Bagian Hubungan Lembaga dan Media.
Telp. 021 5704395 Ext. 1200
Fax. 021 57953198, Email : [email protected]
SIARAN PERS
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN Pemantauan tindak lanjut atas hasil pemeriksaan mengungkapkan 35 temuan yang belum selesai ditindaklanjuti, terdapat
8 temuan yang sudah ditindaklanjuti sesuai saran BPK RI, dan 27 temuan sedang dalam proses tindaklanjut.
Permasalahan yang sudah ditindaklanjuti diantaranya adalah (1) penyelarasan pencatatan pembiayaan dari penarikan
utang luar negeri dengan dokumen sumber; (2) pengakuan kewajiban pemerintah atas program Tunjangan Hari Tua (THT);
(3) penetapan kebijakan akuntansi selisih kurs dan pencatatan Aset KKKS.
Sementara itu permasalahan yang masih dalam proses tindak lanjut antara lain: (1) Penyempurnaan aplikasi penerimaan
perpajakan; (2) Penyempurnaan mekanisme pelaporan hibah langsung kepada KL; (3) Penertiban pengelompokkan dalam
penganggaran; (4) Perbaikan metode dan pencatatan hasil IP; dan (5) Perbaikan pencatatan Saldo Anggaran Lebih (SAL).
Opini atas LKKL yang merupakan bagian dari LKPP menunjukkan kemajuan yang signifikan. Jumlah Kementerian
Lembaga (KL) yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI telah meningkat dengan pesat, dari
35 pada tahun 2008, menjadi 45 pada tahun 2009, dan tahun 2010 sebanyak 53 KL. Opini atas LKPP dan LKKL tersebut
diberikan BPK terhadap kewajaran laporan keuangan tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
BPK RI berharap agar hasil pemeriksaan LKPP Tahun 2010 dapat ditindaklanjuti oleh Pemerintah sesuai ketentuan Pasal
8 ayat (2) UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, yang menyatakan bahwa tindak lanjut hasil
pemeriksaan diberitahukan secara tertulis oleh Presiden kepada BPK RI. Selanjutnya, sesuai Pasal 20 ayat (2) dan (3)
UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, jawaban atau
penjelasan mengenai tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan BPK RI disampaikan kepada
BPK RI selambat-lambatnya 60 hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima.
BIRO HUMAS DAN LUAR NEGERI
Informasi lebih lanjut:
Rati Dewi Puspita Purba, Kepala Bagian Hubungan Lembaga dan Media.
Telp. 021 5704395 Ext. 1200
Fax. 021 57953198, Email : [email protected]
Download