Studi histopatologi aktivitas ekstrak metanol tempe

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Tempe
Tempe merupakan makanan tradisonal yang sangat populer di Indonesia.
Tempe juga merupakan makanan bergizi tinggi sehingga mempunyai arti strategis
dan sangat penting untuk pemenuhan gizi. Lebih dari itu tempe mempunyai
keunggulan-keunggulan lain, yaitu mempunyai kandungan senyawa aktif,
teknologi pembuatannya sederhana, harganya murah, mempunyai citarasa yang
enak dan mudah dimasak (Pradana 2008). Tempe kedelai mempunyai nilai gizi
yang cukup tinggi, selain mengandung protein 19,5 %, tempe kedelai juga
mengandung lemak 4 %, karbohidrat 9,4 % dm1 vitamin B12 3,9-5 mg per 100
gram (Sanvono 1994). Peneliti dari Indonesia maupun para pakar dari
mancanegara seperti Jepang, Eropa dan Amerika banyak membuktikan
keunggulan tempe kedelai. Namun demikian tempe juga dapat dibuat dari bahan
dasar lain seperti jenis kacang-kacangan dan biji-bijian serta ampas (Koswara
1995).
Tempe dibuat dengan cara fermentasi (peragian) menggunakan kapang
Rhizopus oligosporus. Pembuatan tempe kedelai terdiri dari berbagai tahap yaitu
pembersihan bahan, perendaman, pengupasan, perebusan, pencampuran dan
pembungkusan. Lama perendaman bervariasi, biasanya berkisar 8-12 jam, balkan
sampai 2-3 hari. Akibat perendaman, air yang diarbsopsi kedelai mendekati 2 kali
bobot keringnya. Selama fermentasi asam oleh bakteri, pH turun hingga 5.3-4.5.
Hal ini memberikan kondisi yang baik untuk pertumbuhan kapang tempe terutama
Rhyzopus oligosporus, dan mencegah perkembangan bakteri lain yang dapat
membusukkan kedelai (Steinkraus 1983).
Tempe selain mengandung zat gizi dan mineral juga mengandung alpha dan
gamma tochoperol (vitamin E) yang berfungsi sebagai antioksidan untuk
mencegah kerusakan sebagai akibat dari proses oksidasi. Antioksidan dapat
didefinisikan sebagai suatu senyawa yang berfungsi untuk menunda, mencegah
dan memperlambat proses oksidasi lipid. Dalanl atti khusus antioksidan adalah zat
yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi oleh radikal bebas
dalam oksidasi lipid (Kochar dan Rossel 1990).
Radikal bebas dapat bersifat toksik di dalam sel dengan caranya memulai
rangkaian reaksi peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas sehingga
menyebabkan kerusakan DNA, RNA, protein dan membran sel. Perubahan dan
kerusakan molekul-molekul penting ini berperan dalarn menimbukan penyakitpenyakit degeneratif seperti penuaan, diabetes melitus, aterosklerosis dan
perubahan neoplastik (Asikin 2001).
Di dalam tempe ditemukan zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti
halnya vitamin C, E dan karotenoid, isoflavon merupakan antioksidan yang sangat
dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas. Dalan
kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein dan genistein. Pada
tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor
I1 (6,7,4-Trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat
dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat
terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus
luteus dan Coreyne bacterium. Penelitian yang dilakukan di Universitas North
Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan fitoestrogen yang
terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat, payudara dan
penuaan (aging). Studi lain yang dilakukan oleh Bintari (2008) juga menemukan
bahwa isoflavon tenlpe mempunyai daya kerja sebagai zat antikanker. Pemberian
isoflavon tempe sebesar 1000 mgikg diet/hari dan 10.000 mgikg diet/hari pada
hewan coba tikus (Mus mucuIus) galw C3H dapat menghambat proliferasi sel
kanker payudara dan meningkatkan kemampuan apoptosis sel kanker. Daya
antikanker isoflavon tempe terletak pada potensi senyawa tersebut sebagai agensia
antiproliferatif dan apoptogenik terhadap sel kanker payudara.
Isoflavon
Isoflavon adalah golongan senyawa isoflavonoid yaitu subkelas senyawa
flavonoid yang memiliki 15 atom C dan merupakan senyawa fen01 alami terbesar
(Surahadikusuma 1989). Distribusi Isoflavon terbatas pada tumbuhan kacangkacangan (leguminosae) (Harbone 1996).
Isoflavon di alam ditemukan dalam bentuk glikosida berupa daidzin,
genistin, glisitin, acetyldaidzin dan acetylgenistin. Selain bentuk glikosida
isoflavon juga ditemukan dalam bentuk aglikonnya yaitu daidzein, genistein, dan
glisetein (Wuryani 1992). Perubahan senyawa isoflavon dalam bentuk glikosida
menjadi aglikon disebabkan proses perendaman dan fermentasi terutama pada
pembuatan tempe. Hal ini disebabkan kemampuan kapang tempe menghasilkan
enzim P-glikosidase. Enzim ini berperan dalam mengubah isoflavon dalam bentuk
glikosida (genistin dan daidzin) menjadi senyawa isoflavon dalam bentuk
aglikoimya (genistein dan daidzein) (Koswara 1995).
Isoflavon dilaporkan memiliki khasiat farmakologi. Sifat fisiologis aktif
isoflavon antara lain antifungi, antioksidan, antihemolisis dan antikanker.
Konsumsi isoflavon sejumlah 1.5-2.0 mg/kg bbkr berfungsi sebagai antikanker
(Wang dan Murphy 1994). Isoflavon kedelai dapat menurunkan resiko penyakit
jm~tungdengan membantu menurunkan kadar kolesterol darah. Protein kedelai
telah terbukti mempunyai efek menurunkan kolesterol, karena adanya isoflavon di
dalmn protein tersebut. Studi epidemologi juga telah membuktikan bahwa
masyarakat yang secara teratur mengkonsumsi makanan dari kedelai memiliki
kasus kanker payudara, kolon dan prostat yang lebih rendah.
Melalui penelitian in vifro, isoflavon kedelai juga terbukti, dapat
menghanlbat enzim tirosin kinase, sehingga dapat menghambat perkembangan
sel-sel kanker dan angiogenesis. Hal ini menyebabkan suatu tumor tidak dapat
membentuk pembuluh darah baru, sehingga tidak dapat tumbuh (Koswara 2005).
Kemampuan antikanker senyawa isoflavon terutama ganistein dan daidzein,
akhir-akhir ini telah banyak dibuktikan dari beberapa penelitian di luar negeri.
Studi epidemiologi di Jepang menemukan bahwa konsumsi isoflavon bermanfaat
mengurangi konsentrasi kolesterol seium pada hiperkolesterolemia (Aldrecreutz
1998). Peneliti lain menemukan bahwa koinponen biokimia ini bermanfaat
potensial untuk mencegah penyakit jantung (Anthony et all 1998), menghambat
perkembangan aterosklerosis sehingga dapat mencegah penyakit kardiovaskular
(Goldberg 1996), ineningkatkan densitas massa tulang sehingga mencegah
osteoporosis
(Anderson
dan
Carner
1997)
pascamenopouse pada wanita (Knight et all 1996).
dan
mereduksi
sindrom
Metabolisme Kolesterol dan Lipid
Kolestrol adalah senyawa lemak kompleks yang 80% dihasilkan dari dalam
tubuh (organ hati) dan sisanya dari luar tubuh (zat makanan) untuk bermacammacam fungsi di dalam tubuh, antara lain membentuk dinding sel, vitamin D,
hormon seks (testoteron dan estrogen) dan asam empedu. Kolesterol merupakan
salah satu jenis lipid yang dapat dibedakan dari trigliserida atau fosfolipidnya
karena tidak mengandung gliserol, melainkan terdiri atas inti steroid yang
mengandung satu gugus hidroksil. Pada pembentukan kolesterol di hati (de novo
sintesis) dari 3 molekul asam asetat yang akan terbentuk menjadi 1 molekul 3-
hidroksi-3-metilglutaril-koenzim A (HMG-KoA) yang selanjutnya akan diubah
menjadi asam mevalonat oleh enzim HMG-KoA reduktase. Setelah beberapa
tahapan kondensasi selanjutnya kolesterol tersintesis (Tumbelaka 1997).
Kolestrol yang berasal dari makanan dapat meningkatkan kadar kolestrol darah.
Kolestrol tidak larut dalam cairan darah. Untuk itu agar dapat dikirim ke seluruh
tubuh perlu dikemas bersama protein menjadi partikel yang disebut lipoprotein,
yang dapat dianggap sebagai pembawa (carier) kolestrol dalam darah. Di dalam
tubuh terdapat jenis-jenis kolesterol yang dibagi menurut jenis dan fungsinya,
yaitu :
1. LDL (Low Density Lipoprotein)
Jenis kolesterol ini berbahaya sehingga sering disebut juga sebagai
kolesterol jahat. Kolesterol LDL menganglcut kolesterol paling banyak di
dalam darah. Tingginya kadar LDL menyebabkan pengendapan kolesterol
dalam arteri. Kolesterol LDL merupakan faktor risiko utama penyakit
jantung koroner sekaligus target utama dalam pengobatan.
2. HDL (High Density Lipoprotein)
Kolesterol HDL mengangkut kolesterol lebih sedikit dari LDL dan
kolesterol baik karena dapat membuang kelebihan kolesterol
sering diseb~~t
jahat di pembul~hdarah arteri untuk dikembalikan ke hati, untuk diproses
dan dibuang. HDL mencegah kolesterol mengendap di arteri dan
melindungi pembuluh darah dari proses aterosklerosis.
3. Trigliserida
Selain LDL dan HDL, yang penting mtuk diketahui juga adalah
Trigliserida, yaitu satu jenis lemak yang terdapat dalam darah dan
berbagai organ dalam tubuh. Meningkatnya kadar trigliserida dalam darah
juga dapat meningkatkan kadar kolesterol. Sejumlah faktor dapat
mempengaruhi kadar trigliserida dalam darah sepei-ti kegemukan,
konsumsi alkohol, gula dan makanan berlemak. Selama terjadi
keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran kolesterol maka tub&
akan tetap sehat (Anonim 2008).
Kolesterol dalam tubuh dikeluarkan melalui dua cara, yaitu diubah menjadi
empedu sebagai gmam-garam kolesterol dan sterol netsal yang dibuang melalui
feses (Mayes 1995). Awalnya asam empedu disintesa dalam hati dengan bahan
dasar kolesterol.
Asam empedu ini digunakan dalam proses penceinaan,
khususnya lemak dengan cara pembentukan kilomikron (Lelminger 1975).
Hampir 80% kolesterol diubah menjadi berbagai macam asam empedu (Campbell
et a1 2003).
Organ hati mengubah karbohidrat menjadi asam lemak kemudian
membentnk trigliserida. Trigliserida ini dibawa melalui aliran darah dalam bentuk
very low density lipoprotein (VLDL). VLDL kemudian akan mengalami
metabolisme oleh enzim lipoprotein lipase menjadi intermediate density
lipoprotein (IDL). Kemudian IDL melalui serangkain proses akan berubah
menjadi low density lipoprotein (LDL) yang kaya kolestrol. Kira-kira % dari
kolestrol dalam plasma darah noimal manusia mengandung partikel LDL. LDL
mempunyai fimgsi mengantar kolestsol ke dalam tubuh, sedangkan high density
lipoprotein (HDL) bertugas inembuang kelebihan kolestsol dari dalam tubuh.
Karena sebab itulah muncul istilah LDL sebagai kolestrol jahat dan HDL adalah
kolestsol baik, sehingga seharusnya komposisi keduanya harus seimbang.
Kadar kolestsol yang berlebih dalam pembulud~darah dapat menimbulkan
peiubahan patologis yang disebut sebagai aterosklerosis. Apabila aterosklerosis
terjadi pada arteri koronaria maka dapat mengakibatkan penyakit jantung yang
disebut penyakit jantung koroner (PJK). Serangan ini bersifat mendadak dan bisa
berkibat sangat fatal, sehingga menjadi penyakit yang ditakuti oleh penduduk
dunia sampai saat ini.
Lipid adalah zat kimia esensial yang dibutuhkan oleh semua sel mahluk
hidup yang berfungsi sebagai komponen struktural yang penting, yaitu sebagai
sumber energi dan sebagai prekursor dari hormon-hormon steroid (Marinetti
1990). Lipid juga didefinisikan sebagai suatu kelompok senyawa heterogen yang
berhubungan dengan asam lemak, baik secara aktual maupun potensial. Lipid
mempunyai sifat yang sama yaitu tidak larut dalam air namun larut dalam pelarut
non polar seperti eter, kloroform dan benzen. Dengan demikian lipid mencakup
lemak, minyak, lilin, dan senyawa yang sejenis. Lipid merupakan unsur makanan
yang penting karena lipid mempunyai nilai kalori yang tinggi, dan pelarut
vitamin-vitamin yang larut dalam lemak dan asam asam lemak esensial. Lemak di
dalam tubuh diperlukan sebagai sumber energi yang efisien baik secara langsung
maupun secara potensial, bila disimpan dalam jaringan lemak. Lemak juga
berfungsi sebagai pelindung terhadap kemungkinan cedera organ misalnya akibat
benturan atau trauma. Lemak merupakan penyekat dalam jaringan subkutan dan
sekitar organ-organ tertentu. Jumlah lemak yang harus ada di tubuh adalah 3%
dari berat badan yang terletak di membran sel, sumsurn tulang, jaringan saraf,
otak, sekitar jantung, paru-paru, hati, ginjal dan usus. Apabila di dalanl tubuh
jumlah lemak melebihi 3% dari berat badan maka disebut sebagai timbunan lemak
(Purwati, Rahayuningsih dan Salimar 2002). Lemak yang kita makan terdiri dari
kolesterol, lemak jenuh dan lemak tidak jenuh (Dalimartha 2002). Oleh karena itu
bila tubuh terlalu banyak deposit lemak maka otomatis deposit kolesterol juga
akan semakin bertambah.
AterosMerosis dan Penyakit Jantung
Jantung memompa darah menuju jaringan tubuh melalui pembuluh darah
arteria yang cukup panjang. Menunrt Hartono (2003) berdasarkan perbedaan
diameter serta komposisi dindingnya, arteria dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
1.
Tipe besar: mencakup aorta dan cabang utama yang langsung keluar
dari aorta. Kadar serabut elastiknya tinggi sehingga elastisitasnya
cukup memadai. Serabut elastik berfungsi meredam kekuatan denyut
jantung.
2.
Tipe sedang: terdiri dari arteria biasa, biasa juga disebut arteria tipe
otot. Serabut elastiknya terbatas dan membentuk lamina elastika.
3.
Tipe kecil: terdiri dari percabangan arteria pra kapiler yang lazim
disebut arteriola.
Lapis umum pembuluh darah dibag menjadi tiga bagian (Gambar I), yaitu:
1.
Tunika intima (tunika intema)
Adalah lapisan yang langsung membalut lumen, terdiri dari endotelia,
membran basal dan jaringan ikat sub endotelia tipis di bawahnya.
2.
Tunika media
Lapis tengah yang mengandung otot polos dengan susunan melingkar
atau mengulir, ditunjang oleh jaringan ikat yang mengandung serabut
elastik. Serabut elastik di tempat tertentu dapat membentuk lamina
elastika interna dan ekstema.
3.
Tunika adventisia (tunika ekstema)
Lapis terluar yang terdiri dari jaringan ikat longgar, mengandung otot
polos, sel lemak, pembuluh darah dan syaraf.
Gambar 1. Lapisan Pembuluh Darah. I : tunika intima, I1 : tunika media, III : tunika na
adventitia, a : endothelium, b : lamina elastika interna, c : lamina elastika
interna (Cotran et all 1994)
Pembuluh Darah Aorta
Ateria tipe elastik mencakup aorta serta cabang utamanya, misalnya
arteria subklavia, arteria femoralis, arteria pulmonalis dan arteri karotis komunis.
Aorta beraspek kuning karena banyak mengandung serabut elastik untuk
meredam kekuatan denyut jantung ketika darah mengalir ke kapiler.
Tunika intima aorta paling tebal, endotelia pendek dan berbentuk
poliginal. Jaringan subendotelia inengandung fibril kolagen, serabut elastik dan
fibroblast. Pada bagian dalam terdapat otot polos dengan susunan memanjang.
Lamina elastika interna tidak jelas karena banyaknya serabut elastik, bahkan
sering membentuk lamel tergantung pada umur.
Tunika media berbentuk jaringan serabut elastik dengan arah mengulir.
Celah-celah jaringan serabut elastik kasar diisi oleh sel-sel otot polos yang
ukurannya lebih kecil, pipih, relatif Iebih sedikit dengan mengikuti arah mengulir.
Jalinan otot polos dikelilingi oleh fibril kolagen dan serabut retikuler. Lamina
elastika eksterna tidak jelas.
Tunika adventisia umumnya tipis, terdiri dari jaringan ikat longgar yang
mengandung serabut kolagen, serabut elastik sedikit dengan susunan mengulir.
Sering tampak adanya otot polos, pembuluh darah dan limfe, sel lemak dan
syaraf.
Pada dinding arteria, aorta serta cabang-cabang utamanya terdapat bahan
dasar yang bersifat homogen. Konsistensinya mirip musin yang diduga
mengandung
khondroitin
sulfat. Jumlahnya
makin
meningkat
dengan
bertanlbahnya umur, terlebih pada arteria tipe elastik. Pada bahan dasar tersebut
dapat tertimbun kalsium atau sejenis leinak (kolesterol) yang menyebabkan
terjadinya sklerosis. Akibatnya, elastisitas pembuluh darall m e n u yang
meiupakan penyebab terjadinya gejala tekanan darah tinggi (hipertensi).
Untuk memahami ateroma pertama-tama perlu diketahui arsitektur normal
arteri ukurail besar dan sedang. Lumen pembuluh-pembuluh ini ditutupi oleh
seleinbar sel tipis, endotel. Sel-sel ini membentuk batas dalam lapisan sempit
yang disebut intima yang batas luarnya adalah lamina elastika intema. Secara
normal intima terdiri atas beberapa sel otot polos, serabut kolagen dan
glukosaminoglikan (proteoglikan, mukopolisakarida, zat dasar) (Spector and
Spector 1993). Menurut Genesser (1994) tunika intima aorta tersusun atas sel-sel
endotel poligonal dan gepeng kecuali di daerah yang berisi inti yang menonjol ke
dalam lumen.
Lamina elastika interna adalah lapisan tak sempurna serabut-serabut
elastin, yakni suatu protein yang disekresesikan oleh sel otot polos arteri. Di
sebelah lamina elastika interna ada media, yang terdiri atas sel otot polos
terpisahkan oleh sejumlah kecil kolagen, elastin dan glukosaminoglikan. Tidak
ada fibroblast pada intima atau media arteri mamalia. Adventisia adalah selubung
paling luar dan dipisahkan dari media oleh penghalang elastin yang longgar,
lamina elastika interna. Adventisia terdiri atas fibroblast, kolagen dan
glukosaminoglikan dan arteri yang lebih besar disulai oleh pembuluh darah kecil,
vasa vasorum.
Aterosklerosis Pembuluh Darah
Aterosklerosis (Gambar 2) adalah proses terbentuknya endapan berlemak
pada pembuluh darah arteri yang disebut atheroma (Pate1 2005). Atheroma dapat
mempengamhi semua arteri yang berdiameter lebih dari 2 mm, namun kejadian
yang paling penting pada saat terbentuk atheroma pada aorta, arteri otak, dan
jantung (Spector and Spector 1976) karena merupakan penyebab utama serangan
jantung dan stroke. Aterosklerosis juga berarti adanya akumulasi d a i plak lemak
pada lapisan tunika intima dari pembuluh darah arteri (Marinetti 1990).
Bertambahnya endapan lemak arteri adalah sebagi hasil dari akumulasi kolesterol,
kolesterol ester, fosofolipid, sel-sel hidup maupun mati, kalsium dan juga
kolnponen lain yaiht kolagen, elastin dan proteoglikan. AterosMerosis juga dapat
terjadi akibat kalsifikasi pada lapisan media muskularis pembuluh arteri tanpa
terlihat adanya kerusakan dan perlemakan pada intima pembuluh arteri. Penyakit,
ini disebut sklerosis medial. Teori (infiltrasi) lipid menekankan peranan kolesterol
dan plasma lipoprotein, tenrtama LDL sebagai pemacu aterogenesis. Dalam ha1
ini hiperlipidemia dapat terjadi karena faktor genetik, seperti familial
hipercholesterolemia, familial hiperbetalipoproteinimia atau karena faktor
lingkungan, misalnya oleh induksi diet tinggi lemak. Kondisi tersebut di atas
dapat menyebabkan peningkatan akumulasi lemak ekstraseluler dan intra seluler
serta hansportasi lipoprotein plasma ke dalam dinding arteri, selain itu dapat juga
tejadi peningkatan mobilisasi monosit pada tunika intima yang kemudian akan
berubah menjadi makrofag dan memfagositosis lipoprotein menjadi sel busa
(Lelana 1997).
Gambar 2. Aterosklerosis pembuluh daral~.asfibrous cap, bstunika media, c;pusat nekrosa
(aterosklerosis) (Cotran el all 1994).
Aterosklerosis tidak terjadi secara mendadak, melainkan tejadi melalui
sejumlah tahapan, masing-inasing tahapan inemerlukan waktu untuk mencapai
tahap berikutnya. Pada tahap awal, secara makroskopik belum terlihat perubahan
pada dinding arteri, namun secara mikroskopik pada intima arteri ditemukan
sekelompok sel yang dalam sitoplasmanya terlihat gelembung-gelembung mirip
busa sabun, oleh karenaya disebut sel busa (foam cell). Sel busa ini berasal dari
makrofag yang berisi ester kolesterol. Tahap berikutnya adalah pembentukan garis
lemak Cfatty streak). Pada tahap ini terjadi penumpukan sel-sel busa sehingga
mendesak endotelium. Secara makroskopik terlihat dinding arteri sedikit
menonjol ke dalam lumen membentuk geligir. Selanjutnya, di samping sel busa
juga terlihat tumpukan lemak ekstra sel yang terjadi karena nekrosis sel busa. Di
dalam intima juga dijumpai limfosit, sel-sel otot polos dan serat kolagen.
Keberadaan serat kolagen ini menimbulkan bercak berserat (fibrous plaque).
Walaupun dalam keadaan terdesak, sel-sel endothelium masih telihat utuh. Secara
makroskopis terlihat adanya tudung yang menonjol ke dalam lumen. Terakhir
adalah tahap lesi kompleks, yaitu terjadinya nekrosis endothelium yang memicu
tejadinya hombus yang disajikan pada Gambar 3.
Sebagai akibat dari sumbatan lemak pada aorta memungkinkan terjadinya
resiko penyakit jantung koroner (Coronary Heart Disease). Penyakit jantung
koroner secara patologi merupakan representasi dari kerusakan terhadap sirkulasi
arteri koroner sebagai hasil dari deposit lemak pada bagian dalam (intima) dari
pembuluh darah. (Brata dan Arbai 2001). Menurut Passmore (1986), penyakit
jantung merupakan penyakit multifaktorial yang disebabkan oleh beberapa kausa
yang dibagi menjadi faktor tidak termodifikasi seperti umur, dan jenis kelamin
(pria lebih berisiko), kemudian juga karena sebab yang dapat dimodifikasi seperti
tingkat kolesterol darah, tekanan darah, diabetes melitus, kegemukan, stress dan
aktivitas fisik yang tidak memadai.
Kejadian aterosklerosis dapat dipicu oleh hal-ha1 lain diantaranya frekuensi
merokok, pola makan yang tidak teratur, juga tingkat stress yang cukup tinggi,
~~~
- - -
--
-
~
~
-
-
~
Studi epidemiologi di berbagai negara telah membuktikan adanya hubungan yang
nyata antara kebiasaan merokok dengan perkembangan atau percepatan
terbentuknya aterosklerosis. (Diana 1990). Studi lain juga mengatakan obesitas
sebagai faktor timbulnya penyakit jantung (Katzen dan Mahler 1978).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Tumbelaka (1997) terdapat tiga hipotesis
terjadinya aterosklerosis, yaitu :
1. Hipotesis respon terhadap perlukaan
Aterosklerosis diawali dengan hilangnya Iapisan sel endotel yang
diikuti dengan agregasi sel hombosit kemudian diikuti dengan
pengeluaran faktor pertumbuhan Platelet Derived Growth Factor
(PDGF) yang dapat menstimulasi migrasi dan proliferasi sel-sel otot
polos di dalam lapisan intima. Terkelupas atau menghilangnya
lapisan sel endotel atau menurunya fungsi sel endotel dapat
disebabkan oleh faktor mekanis seperti aliran darah yang deras dan
bertekanan tinggi, faktor kimiawi akibat kekurangan oksigen
(hipoksemia), faktor imunologis dan adanya infeksi virus.Terjadinya
disfungsi sel endotel merupakan awal pembentukan plak atheroma
yang ditandai dengan meningkatnya adhesi monosit pada endotel
2. Hipotesis lipid
Hiperlipidemia, khususnya hiperkolesterolimia merupakan penyebab
utama aterosklerosis. teori infiltrasi lipid tergantung pemasukan
kolesterol LDL ke dalam lapisan intima dalam jumlah yang melebihi
kapsitas degradasi jaringan sehingga akan terjadi penimbunan
lemak.
3. Hipotesis gabungan
Hipotesis gabungan merupakan teori penyebab aterosklerosis yang
dianut pada saat ini. Kerusakan pada lapisan endotel mengakibatkan
timbulnya efek sitotoksik dari lipid peroksida akibat reaksi oksidasi
pada lipid yang dilanjutkan dengan infiltrasi lipid yang berlebihan.
Oksidasi lipoprotein kemungkinan merupakan salah satu variasi
mekanisme kelainan lipoprotein pada dinding arteri. Makrofag
mengeluarkan berbagai produk teimasuk enzim protease yang
berikatan dengan dengan protein lain seperti imunoglobulin. Pada
fase akut protein dapat menyebakan endositosis lipoprotein atau
pada proses fagositosis ole11 makrofag. Makrofag juga dapat
menstimulasi produk lain yang merangsang terjadinya aterosklerosis.
Masuknya monosit ke dalam dinding arteri merupakan ha1 yang berguna
dalam menlbantu menghilangkan endpan yang terbentuk. Pembersihan dilakukan
oleh sel makrofag yang berasal dari modifikasi monosit. Akan tetapi bila
prosesnya berjalan kronis, seperti pada proses inflamasi kronis maka proses
penganlbilan monosit oleh lapisan endotel ini akan bersifat merusak. Sampai saat
ini mekanisme yang menyebabkan terjadinya perubahan monosit menjadi
makrofag belum diketahui, akan tetapi diketahui bahwa konsentrasi akumulasi
lipoprotein abnormal rata-rata tinggi di dalam makrofag.
Robin dan Farber (1988) di dalam Lelana (1997) menyatakan bahwa ciri
utaina progesi aterosklerosis adalah hilangnya kontinuitas sel endotel sehingga
berakibat
peningkatan
permeabilitas
arteri
terhadap
lipoprotein
yang
menyebabkan akumulasi protein, peningkatan interaksi dengan keping darah
merangsang pelepasan lebih banyak faktor pertumbuhan dan mempercepat
aterogenesis dan peningkatan kemungkinan trombosis.
Hubungan antara kemungkinan terjadi aterosklerosis dengan frekuensi
merokok rnenurut Mc Gill (1963) sulit dibuktikan dengan ilmu yang berkembang
saat itu. Namun pengukuran yang diarnbil dari keterkaitan antara frek~~ensi
merokok dengan aterosklerosis penyebab penyakit jantung telah dibuktikan
berkurangnya frekuensi merokok pada orang dewasa di Amerika pada tahun 1958
berakibat kepada berkurangnya jumlah penderita penyakit jantung menjadi
sepertiganya pada tahun yang sama.
Kelinci (Oryctolagus cuniculus)
Orycfolagus cuniculus biasa disebut juga europe rabbit, old world rabbit
dan new zealand white rabbit. Kelinci jenis ini termasuk kedalam kelinci yang
sudah didomestikasi. Menurut Tislerics (2000), Masifikasi kelinci (Gambar 4)
adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Philum
: Chordata
Subphilum
: Vertebrata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Lagomorpha
: Leporidae
Famili
Genus
: Oryctolagus
Species
: Oryctolagus cuniculus
(Linnaeus 1758)
Kelinci jenis ini merupakan kelinci yang paling banyak digunakan dalam
penelitian. Kelinci adalah hewan model yang banyak digunakan dalam penelitian
selain mencit clan tikus, terutama pada penelitian yang bertujuan untuk
mempelajari kandungan gizi suatu produk, percobaan produk medis seperti obatobatan dan stud tentang penyakit-penyakit tertentu (Cheehe et a1 1986).
Penggunaan hewan coba d dalam penelitian dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya spesies, umur, jenis kelamin dan bobot badan. Pemilihan hewan
model sangat bergantung pada tingkat kesamaan hewan coba dengan manusia
Gambar 4. Kelinci new zealand white
Download