fakultas hukum universitas slamet riyadi surakarta 2015 - E

advertisement
PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA CATERING
DALAM PRODUKSI PANGAN BERKAITAN DENGAN
LEGISLASI PANGAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8
TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
JURNAL SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi
Surakarta
Oleh :
Anastasia Santi Sutedja
NIM : 12101028
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SLAMET RIYADI
SURAKARTA
2015
i
Judul
: PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA CATERING
DALAM PRODUKSI PANGAN BERKAITAN DENGAN
LEGISLASI PANGAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR
8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Disusun oleh : Anastasia Santi Sutedja
NIM
: 12101028
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA
ABSTRAK
Pangan sudah selayaknya aman dikonsumsi karena sesuai dengan fungsinya
sebagai sumber energi dan pendukung pertumbuhan manusia. Catering skala kecil
umumnya merupakan bisnis rumahan yang cenderung dikelola dengan
pengalaman terbatas dan kurangnya pengetahuan sanitasi, sehingga seringkali
mengakibatkan keracunan. Peraturan-peraturan seperti Legislasi Pangan dan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sudah
ada, yang menjadi masalah adalah apakah pelaku usaha pangan mampu
menerapkan atau menindaklanjutinya, serta bagaimana pemerintah melakukan
pengawasan terhadap setiap produk pangan.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
pertanggungjawaban pelaku usaha Catering dalam produksi pangan berkaitan
dengan Legislasi Pangan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Metode penelitian yang digunakan dalam Skripsi ini adalah penelitian
hukum normatif, lebih mengutamakan data sekunder yang berkaitan dengan
pertanggungjawaban pelaku usaha Catering dalam produksi pangan menurut
Legislasi Pangan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Berdasarkan hasil kajian pustaka dan analisa data kasus keracunan produk
Catering selama empat tahun terakhir, penyebab terjadi keracunan pangan produk
Catering adalah makanan terkontaminasi bakteri berbahaya (Staphylococcus
aureus, Escherichia coli, Clostridium botulinum dan Salmonella) dan minimnya
pengetahuan dan kesadaran pelaku usaha Catering dalam penerapan GMP (Good
Manufacturing Product) yang meliputi higiene dan sanitasi pengolahan pangan.
Pemberian ganti rugi kompensasi kepada korban keracunan produk Catering
adalah pertanggungjawaban yang wajib dilakukan oleh para pelaku usaha
Catering.
1
Kata Kunci : pelaku usaha Catering, keamanan pangan, perlindungan konsumen,
GMP (Good Manufacturing Product).
A. Latar Belakang Masalah
Pangan sebagai penopang utama kehidupan manusia diharuskan aman
untuk dikonsumsi dan mengandung nilai-nilai gizi yang diperlukan manusia.
Keamanan Pangan merupakan syarat utama dalam memproduksi pangan, baik
dalam pemilihan bahan baku, selama proses produksi, hingga distribusi
produk sampai ke tangan konsumen. Sejumlah peraturan tentang pangan
seperti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, PP Nomor
28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, dan UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK)
bertujuan untuk menjamin kepastian dan perlindungan terhadap konsumen
dan pelaku usaha, khususnya terhadap pelaku usaha agar menjalankan
usahanya dengan jujur.
Dewasa ini banyak terjadi kasus keracunan makanan terkait dengan
produk pangan Catering seperti nasi kotak untuk acara sekolah, pesta ulang
tahun, maupun perayaan-perayaan lainnya, konsumsi untuk buruh/pekerja
pabrik, masakan untuk pesta pernikahan, dan lain sebagainya. Tidak jarang
kasus-kasus keracunan ini memakan korban secara massal dengan gejala
bervariasi, mulai dari muntah-muntah dan diare hingga berujung pada
kematian.
Kasus-kasus yang menimpa konsumen dari pelaku usaha Catering
dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 8
2
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan termasuk perbuatan
melawan hukum karena kelalaian, yang terjadi karena ketidak hati-hatian
pelaku usaha dalam memproduksi makanan.
Kewajiban untuk menjamin keamanan suatu produk agar tidak
menimbulkan kerugian bagi konsumen dibebankan kepada pelaku usaha
Catering, karena pihak pelaku usahalah yang mengetahui komposisi dan
masalah-masalah yang menyangkut keamanan suatu produk tertentu dan
keselamatan di dalam mengkonsumsi produk tersebut. Kerugian-kerugian
yang diderita oleh konsumen merupakan akibat kurangnya tanggung jawab
pelaku usaha terhadap konsumen, sehingga menjadikan para pelaku usaha
Catering tersebut harus dikenai beban ganti rugi sebagai pertanggungjawaban
dari kesalahan yang dilakukannya.
B. Perumusan Masalah
1. Apa yang menjadi penyebab terjadi keracunan produk Catering skala
kecil (rumah tangga)?
2. Bagaimana pertanggungjawaban pelaku usaha Catering skala kecil
(rumah tangga) dalam memproduksi pangan menurut Legislasi Pangan
dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen?
3
C. METODE PENELITIAN
1.
Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah untuk mengkaji tentang Pertanggungjawaban
Pelaku Usaha Catering Dalam Produksi Pangan Berkaitan Dengan Legislasi
Pangan Dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
Jenis
penelitian
yang
dibutuhkan
dalam
penelitian
“Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Catering Dalam Produksi Pangan
Berkaitan Dengan Legislasi Pangan Dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen” adalah penelitian hukum normatif.
2.
Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat diskriptif analitis, yang mengungkapkan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang
menjadi objek penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di
dalam masyarakat yang berkenaan objek penelitian…….(Zainuddin Ali,
2011:105 – 106) Oleh karenanya Penelitian ini bersifat diskriptif analitis
sebab bertujuan menggambarkan pentingnya pertanggungjawaban pelaku
usaha Catering skala kecil (rumah tangga) dalam produksi pangan dan akibat
hukumnya serta perlindungan hukum bagi para pihak, terutama konsumen
yang menderita kerugian.
4
D. Hasil Penelitian & Pembahasan
Berdasarkan Studi kasus di atas maka dapat saya telaah lebih dalam
permasalahan tersebut dalam dua hal, yaitu :
1. Penyebab Terjadi Keracunan Produk Catering Skala Kecil (Rumah
Tangga).
a.
Kontaminasi
bakteri
Staphylococcus
aureus,
Escherichia
coli,
Clostridium botulinum dan Salmonella dalam makanan.
Keadaan alam Indonesia yang hangat dan lembab merupakan
kondisi yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Makanan
jasa boga dan masakan rumah tangga umumnya merupakan makanan
berasam rendah dan berkadar air tinggi sehingga mudah busuk dan
diserang mikroorganisme (Nur Aini, 2010 : 5). Produk makanan
berbasis daging, ikan, unggas, telur dan susu berisiko tinggi
menimbulkan keracunan karena merupakan media pertumbuhan
mikroorganisme. Kenyataan ini dapat dilihat dari data yang menyajikan
kasus-kasus
keracunan
produk
Catering
dimana
menu
yang
menyebabkan keracunan adalah bistik daging, sop galantin, resoles,
soto ayam, telur dan ikan laut.
Staphylococcus aureus dapat menyebabkan berbagai gangguan
kesehatan pada manusia karena kemampuannya membentuk toksin
(enterotoksin) yang akan mengakibatkan keracunan makanan. Toksin
yang dihasilkan bakteri ini bersifat tahan panas sehingga tidak mudah
rusak pada suhu memasak normal, namun toksin dapat rusak secara
5
bertahap saat pendidihan minimal selama 30 menit (Djoko Wibowo &
Ristanto, 1999 : 93). Bahan pangan yang potensial sebagai sumber
keberadaan Staphylococcus aureus adalah makanan dingin (salad,
pudding, dan sandwich), produk susu (terutama mentah) dan makanan
yang sudah diolah yang tidak habis dikonsumsi dan disimpan pada suhu
ruang. Keracunan makanan akibat bakteri Staphylococcus aureus dalam
kasus keracunan makanan di Desa Ngringo, Kecamatan Jaten,
Karanganyar tersebut kemungkinan disebabkan proses pemasakan
bahan pangan daging untuk pembuatan bistik daging, sop galatin dan
resoles yang belum sempurna. Kebiasaan pribadi para pekerja dan
konsumen dalam mengelola bahan pangan juga dapat menjadi sumber
pencemaran. Beberapa peristiwa dari keracunan bahan pangan yang
tercemar oleh Staphylococcus aureus telah diakibatkan oleh Higiene
yang buruk dari pengelola bahan pangan tersebut.
Escherichia coli terdapat di hampir semua jenis bahan pangan
mentah baik yang berasal dari tanaman seperti sayur, buah maupun hasil
pertanian lain, atau pun hewan misalnya daging, susu dan lain-lain
karena ada air yang tercemar. Keberadaan Escherichia coli dalam bahan
pangan atau minuman merupakan suatu petunjuk adanya pencemaran
feses terhadap bahan pangan tersebut. Kontaminasi bakteri Escherichia
coli
pada makanan yang dihidangkan pada hajatan umumnya
disebabkan pengolahan makanan yang tidak sempurna, sehingga
mengakibatkan
keracunan
massal.
6
Air
yang
tercemar
banyak
mengandung bakteri Escherichia coli yang dapat menimbulkan penyakit
pencernaan seperti diare. Kasus keracunan makanan di Kelurahan
Murung Keramat disebabkan warga memakai air berbahan dasar air
sungai yang hanya dijernihkan saja dan tidak dimasak. Keberadaan
Escherichia coli dalam makanan dapat dicegah dengan cara pemasakan
cukup, praktek sanitasi individu, melindungi sumber air, penerapan dan
sanitasi dalam pengolahan dan pembuangan limbah.
Bahan pangan yang potensial sebagai sumber bakteri Clostridium
botulinum adalah daging ternak dan unggas, makanan kaleng dan
sayuran. Toksin yang dihasilkan bersifat meracuni saraf dan termolabil,
sedangkan spora bersifat resisten terhadap suhu pemanasan normal dan
dapat bertahan hidup dalam pengeringan dan pembekuan (Sentra
Informasi Keracunan Nasional, Badan POM RI, 2015 : 2). Kasus
keracunan makanan di Desa Ngringo Karanganyar kemungkinan
disebabkan kontaminasi Clostridium botulinum yang berasal dari
produk makanan kaleng yang digunakan untuk pembuatan galantin atau
sop atau proses pemasakan bahan pangan yang tidak sempurna.
Pencegahan
keberadaan
Clostridium
botulinum
dengan
cara
menggunakan panas yang cukup pada pengalengan, menghindari
makanan kaleng yang menggembung, menghindari makanan olahan
yang telah disimpan lama dan tidak dipanasi dengan cukup.
Salmonella terdapat pada bahan pangan mentah, seperti telur dan
daging ayam mentah. Pangan juga dapat terkontaminasi oleh penjamah
7
yang terinfeksi, binatang peliharaan dan hama, atau melalui kontaminasi
silang akibat higiene yang buruk. Keberadaan Salmonella dalam
makanan pada kasus keracunan makanan di Dusun Balongrejo Kediri
diduga karena adanya radiasi racun yang menempel pada makanan dan
kurang bersihnya tempat pengolahan makanan. Keberadaan Salmonella
dapat dicegah dengan menghindari kontaminasi dari hewan dan manusia,
menghindari
penggunaan
bahan
yang
menjadi
pembawa,
mengaplikasikan pemanasan dan pendinginan.
b.
Higiene dan Sanitasi Dalam Pengolahan Pangan
Catering skala kecil yang umumnya dikenal sebagai Catering
Rumah adalah usaha jasa boga yang melayani pesanan sampai dengan
200 orang, meliputi rantangan untuk rumah tangga, pesanan prasmanan
untuk arisan/pengajian, pesanan nasi boks untuk 20-200 porsi, dan
pesanan nasi tumpeng. Pada umumnya, Catering skala kecil yang
merupakan bisnis rumahan cenderung dikelola dengan pengalaman
yang terbatas, polis asuransi yang lebih kecil dan kurangnya
pengetahuan tentang Sanitasi yang layak. Penyebab keracunan makanan
dari industri jasa boga atau Catering umumnya disebabkan adanya
bakteri patogen. Kondisi Sanitasi sebagian tempat pengolahan makanan
pada Catering yang kurang memadai juga menjadi kemungkinan tidak
amannya produk makanan yang dihasilkan, di samping kondisi Sanitasi
para pekerja yang tidak memenuhi syarat.
8
Pemerintah sudah mengatur Pedoman Cara Produksi Pangan
Olahan yang Baik dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan, yang pada intinya cara produksi yang memperhatikan aspek
Keamanan Pangan meliputi :
1) Mencegah tercemarnya pangan olahan oleh cemaran biologis,
kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan
membahayakan kesehatan.
Proses ini dapat dilakukan dengan cara mengontrol Sanitasi
dan Higienitas pekerja, atau yang umum dikenal sebagai GMP
(Good Manufactering Practice) yang diartikan sebagai kaidah dan
prinsip-prinsip Higiene dan Sanitasi atau cara produksi makanan
2) Mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, serta
mengurangi jumlah jasad renik lainnya.
Penanganan makanan memegang peran sangat penting dalam
menghasilkan pangan yang sehat dan bergizi. Penanganan
suhu/waktu yang tidak tepat, pemasakan, pendinginan, pemanasan
kembali yang tidak cukup atau persiapan makanan yang terlalu
awal merupakan faktor utama yang menyebabkan keracunan bahan
pangan.
3) Mengendalikan proses, antara lain pemilihan bahan baku,
penggunaan bahan tambahan pangan, pengolahan, pengemasan,
penyimpanan atau pengangkutan.
9
Mengendalikan proses, artinya cerdas memilih bahan baku,
cara pengolahan, dan penyajian. Penyimpanan makanan siap santap
yang baik akan memperlambat pertumbuhan mikroorganisme.
Pengolahan makanan menjadi makanan siap santap merupakan
salah satu titik rawan terjadinya keracunan, banyak keracunan terjadi
akibat tenaga pengolahnya yang tidak memperhatikan aspek Sanitasi.
Higiene dan Sanitasi merupakan hal terpenting dalam memproduksi
makanan yang baik, yang dapat dilakukan antara lain dengan menjaga
air minum bersih, upaya mencuci tangan sebagai kebiasaan sehat,
menjaga lingkungan sumber air tetap bersih, menjaga makanan tetap
aman dan menjaga lingkungan yang bersih. Pengolahan makanan yang
dilaksanakan dengan kondisi yang tidak Higiene dan pemasakan bahan
pangan dengan tidak sempurna dapat menyebabkan keracunan
makanan. Kasus keracunan makanan yang terjadi di Desa Ngringo,
Kecamatan Jaten, Karanganyar menunjukkan pengolahan ketiga
makanan tersebut (daging bistik, sop galantin dan resoles) dalam proses
pengolahan yang kurang baik dan Higienis, karena dilaksanakan di
tempat yang dekat dengan kandang kambing, selain itu kemungkinan
kematangan bahan makanan kurang diperhatikan. Pelaku usaha Catering
skala kecil umumnya lebih banyak berlatar belakang hobi memasak saja
dengan pengetahuan seadanya, akibatnya kebutuhan makanan untuk
industri disamakan dengan kebutuhan makanan untuk rumahan.
Kenyataan ini tampak pada semua faktor pendukung jasa Catering mulai
10
dari bahan makanan, air yang digunakan, alat yang dipakai, tempat
penyimpanan yang tidak sesuai standar, dapur, maupun orang yang
membuat makanan.
2. Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Catering Skala Kecil (Rumah Tangga)
Dalam Memproduksi Pangan Menurut Legislasi Pangan dan UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
a. Legislasi Pangan
Keracunan adalah timbulnya gejala klinis suatu penyakit atau
gangguan kesehatan lainnya akibat mengkonsumsi makanan yang tidak
higienis. Makanan yang menjadi penyebab keracunan umumnya telah
tercemar oleh unsur-unsur fisika, mikroba atau kimia dalam dosis yang
membahayakan. Kondisi tersebut dikarenakan pengelolaan makanan
yang
tidak
memenuhi
persyaratan
kesehatan
dan
atau
tidak
memperhatikan kaidah-kaidah Higiene dan Sanitasi makanan. UndangUndang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 telah mengatur
penerapan
standar Mutu untuk produk pangan dan Mutu di dalam proses produksi
yang menjadi suatu kewajiban (mandatory) yang harus dijalankan oleh
para produsen pangan. Dalam Undang-Undang Pangan Nomor 18
Tahun 2012, Bab VII tentang Keamanan Pangan secara tegas telah
diatur bahwa produsen produk pangan harus mampu untuk memenuhi
berbagai persyaratan produksi sehingga dapat memberikan jaminan
dihasilkannya produk pangan yang aman dan bermutu bagi konsumen.
11
Penerapan jaminan Mutu Pangan harus didukung oleh GMP (Good
Manufacturing Practice) atau Cara Produksi Pangan Yang Baik
(CPPB) yang menetapkan :
KRITERIA (istilah umum, persyaratan bangunan dan fasilitas
lain, peralatan serta control terhadap proses produksi dan proses
pengolahan), STÁNDAR (Spesifikasi bahan baku dan produk,
komposisi produk) dan KONDISI (parameter proses pengolahan)
untuk menghasilkan produk Mutu yang baik (Nurhaedar Jafar,
2012 : 9)
Jaminan Keamanan dan Mutu Pangan wajib dilakukan oleh
semua pelaku usaha pangan baik industri besar maupun industri kecil
(rumah tangga), yang tertuang dalam standar Keamanan Pangan yaitu
berupa Cara Produksi Pangan yang Baik. Peraturan ini diatur lebih
lanjut dalam Bab C angka 2 Perka Badan POM RI Nomor
HK.03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012 tentang Cara Produksi Pangan
yang Baik-Industri Rumah Tangga. Beberapa poin dari GMP (Good
Manufacturing Practice) atau Cara Produksi Pangan Yang Baik
(CPPB) yang dapat diterapkan oleh pelaku usaha Catering skala kecil
(rumah tangga) adalah mengenai lingkungan sarana pengolahan dan
lokasi, bangunan dan fasilitas unit usaha, peralatan pengolahan, fasilitas
dan kegiatan sanitasi, sistem pengendalian hama, higiene karyawan,
pengendalian proses (meliputi pengendalian Pre-produksi, Proses
produksi, Pasca produksi), manajemen pengawasan, pencatatan dan
dokumentasi.
12
Di samping persyaratan GMP (Good Manufacturing Practice),
persyaratan Sanitasi dan Higiene juga berperan penting dalam
menjamin Keamanan Pangan. Beberapa tindakan yang dapat mencegah
atau mengurangi terjadinya keracunan akibat kontaminasi bakteri :
1. Higiene Perseorangan
Orang yang mengolah, memasak, atau menyajikan makanan
perlu sekali mengerti dan dipahami bahwa kebersihan adalah
pangkal kesehatan. Penderita kudis (koreng), radang saluran
pernapasan, atau penyakit alat percernaan merupakan sumbersumber penularan bibit penyakit kepada makanan, terutama kepada
makanan masak.
2. Higiene Lingkungan
Fasilitas tempat kerja sama pentingnya dengan kebersihan
perseorangan, kebersihan tempat kerja dan lingkungan sekitar.
Harus cukup tersedia air bersih dan cukup terdapat sinar matahari.
Pengolahan dan penyimpanan makanan harus mendapat perhatian
khusus dimana tempat pengolahan makanan harus dalam kondisi
bersih. Alat masak
dan alat makan juga harus
terjaga
kebersihannya agar tidak menjadi sumber bakteri.
3. Pemilihan bahan makanan.
Pemilihan bahan makanan akan lebih efektif bila dibeli dalam
jumlah terbatas. Khusus untuk makanan mudah rusak, proses
seleksi lebih baik dilakukan saat pengolahan, kemudian seleksi
13
makanan yang tidak mudah rusak dilakukan saat penyimpanan.
Bahan makanan yang sudah berkondisi tidak baik disingkirkan agar
tidak mencemari bahan makanan lain yang berkondisi baik.
b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(UUPK)
Penyakit yang ditimbulkan oleh makanan yang tercemar bakteri
patogen umumnya ditandai dengan terganggunya fungsi-fungsi saluran
pencernaan. Gejala yang paling sering muncul adalah diare. Di
Indonesia, masih banyak kasus diare ringan yang tidak dilaporkan,
bahkan kadang-kadang diare tidak dianggap sebagai penyakit,
walaupun dapat bersifat fatal, misalnya pada kasus-kasus kolera. Diare
yang berlebihan akan menguras cairan tubuh, dan beberapa
diantaranya diikuti dengan gejala lainnya yang dapat berakibat fatal.
Mengacu pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen yang mengatur tentang kewajiban pelaku
usaha, menunjukkan bahwa sebagai pelaku usaha Catering wajib
menjamin mutu makanan yang disajikan. Pelaku usaha Catering yang
menyajikan makanan lalu mengakibatkan pelanggan keracunan, maka
pelaku usaha tersebut telah melakukan perbuatan yang dilarang oleh
Pasal 8 ayat (1) UUPK yang berbunyi : “Tidak memenuhi atau tidak
sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan”. Pertanggungjawaban yang harus diberikan
pelaku usaha Catering tersebut berupa pemberian ganti rugi
14
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 19 UUPK ayat (1) dan (2) yaitu
dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau
jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/
atau pemberian santunan.
Dalam bidang hukum perdata, kerugian yang ditimbulkan oleh
pelaku usaha Catering terhadap korban keracunan termasuk Perbuatan
Melawan Hukum karena melanggar undang-undang/ peraturan yang
berlaku seperti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen dan PP Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan Pangan.
Pelaku usaha lalai dalam menerapkan Keamanan Pangan selama awal
proses pengolahan hingga penyajian makanan ke konsumen, sehingga
pelaku usaha Catering harus dikenai beban ganti rugi atas segala
kerugian yang dialami konsumen. Ganti rugi ini termasuk kategori
ganti rugi kompensasi yaitu berupa pembayaran kepada korban atas
dan sebesar kerugian yang benar-benar telah dialami oleh pihak korban
(ganti rugi aktual), misalnya ganti rugi atas segala biaya yang
dikeluarkan oleh korban, kehilangan keuntungan/ gaji, sakit dan
penderitaan.
Berdasarkan data kasus-kasus keracunan yang terjadi di
Indonesia dalam 4 (empat) tahun terakhir, semua pelaku usaha
Catering yang terlibat dalam perisitiwa keracunan memenuhi
kewajiban mereka dalam memberikan ganti rugi kepada para korban
15
keracunan. Ganti rugi tersebut berupa biaya pengobatan baik bagi
mereka yang dirawat jalan maupun yang harus dirawat inap di Rumah
Sakit. Kasus-kasus keracunan tersebut dianggap selesai dengan
diberikannya ganti rugi pengobatan oleh pelaku usaha Catering kepada
korbannya. Pemberian ganti rugi kompensasi kepada korban keracunan
produk Catering adalah pertanggungjawaban yang wajib dilakukan
oleh para pelaku usaha Catering, tetapi lebih jauh lagi para pelaku
usaha Catering ini selaku penyelenggara di bidang usaha harus
menjalankan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, seperti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan, PP Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan Pangan dan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
E. Kesimpulan
Berdasarkan landasan teori dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya
maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1. Penyebab terjadinya keracunan produk Catering skala kecil (rumah
tangga) adalah adanya kontaminasi bakteri berbahaya seperti
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Clostridium botulinum dan
Salmonella dalam makanan dan minimnya pengetahuan serta
kesadaran pelaku usaha Catering dalam penerapan GMP (Good
Manufacturing Practice) atau Cara Produksi Pangan yang Baik
16
(CPPB) yang meliputi higiene (higiene perseorangan, higiene
lingkungan, dan pemilihan bahan makanan) dan sanitasi dalam
pengolahan pangan.
2. Pertanggungjawaban pelaku usaha Catering skala kecil (rumah tangga)
dalam memproduksi pangan berupa pemberian ganti rugi kompensasi
yang wajib dilakukan oleh pelaku usaha Catering kepada korban yang
menderita keracunan akibat mengkonsumsi produk Catering, yaitu
berupa segala biaya yang dikeluarkan oleh korban, kehilangan
keuntungan/gaji, sakit dan penderitaan yang dialami korban.
DAFTAR PUSTAKA
Aini,
Nur. 2010. Keamanan Pangan di Food Services. Sumber :
http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=4&ved=0CCEQFjAD
ahUKEwjekvb6xu7FAhWJj44KHSYaAOc&url=http%3A%2F%2Fkulinol
ogi.biz%2Fdownload%2Fkulinologiedisides14.pdf&rct=j&q=kulinologi%
20nur%20&ei
Indonesia, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012 tentang Cara Produksi Pangan yang
Baik-Industri
Rumah
Tangga
(CPPB-IRT).
Sumber
:
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2
&cad=rja&uact=8&ved=0CCIQFjABahUKEwia89-W9zGAhUCHo4KHcsSB2c&url=http%3A%2F%2Fjdih.pom.go.id%2Fsho
wpdf.php
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Keamanan Pangan, PP Nomor 28 Tahun
2004.
Sumber:
http://codexindonesia.bsn.go.id/uploads/download/PP_pp2804%20Keamanan%20pangan.pdf
Indonesia, Undang-Undang tentang Pangan, UU Nomor 18 Tahun 2012. Sumber:
http://bkpd.jabarprov.go.id/file/2014/02/UU-PANGAN-NO-18-TAHUN2012.pdf
17
Indonesia, Undang-Undang tentang Perilaku Konsumen, UU Nomor 8 Tahun
1999. Sumber : http://www.esdm.go.id/prokum/uu/1999/uu-8-1999.pdf
Sentra Informasi Keracunan Nasional, Badan POM RI. 2015. Keracunan Pangan
Akibat
Bakteri
Patogen
Sumber
:
http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBkQFjAA
ahUKEwi89unr4ZXHAhURC04KHen0Co8&url=http%3A%2F%2Fik.po
m.go.id%2Fv2014%2Fartikel%2FKeracunan-Pangan-Akibat-BakteriPatogen3.pdf
Wibowo, Djoko & Ristanto. 1988. Petunjuk Khusus Deteksi Mikrobia Pangan.
Yogyakarta : PAU Pangan dan Gizi UGM.
Zainuddin Ali, 2011, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika
18
Download