BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hepatitis merupakan peradangan pada hati yang disebabkan oleh banyak hal namun yang
terpenting diantaranya adalah karena infeksi virus-virus hepatitis. Virus-virus ini selain dapat
memberikan peradangan hati akut, juga dapat menjadi kronik. Virus-virus hepatitis dibedakan
dari virus-virus lain yang juga dapat menyebabkan peradangan pada hati oleh karena sifat
hepatotropik virus-virus golongan ini. Petanda adanya kerusakan hati (hepatocellular
necrosis) adalah meningkatnya transaminase dalam serum terutama peningkatan alanin
aminotransferase (ALT) yang umumnya berkorelasi baik dengan beratnya nekrosis pada selsel hati.
Hepatitis kronik dibedakan dengan hepatitis akut apabila masih terdapat tanda-tanda
peradangan hati dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan. Virus-virus hepatitis penting yang
dapat menyebabkan hepatitis akut adalah virus hepatitis A (VHA), B (VHB), C (VHC) dan E
(VHE) sedangkan virus hepatitis yang dapat menyebabkan hepatitis kronik adalah virus
hepatitis B dan C.
Infeksi virus-virus hepatitis masih menjadi masalah masyarakat di Indonesia. Hepatitis
akut walaupun kebanyakan bersifat self-limited kecuali hepatitis C, dapat menyebabkan
penurunan produktifitas dan kinerja pasien untuk jangka waktu yang cukup panjang.
Hepatitis kronik selain juga dapat menurunkan kinerja dan kualitas hidup pasien, lebih lanjut
dapat menyebabkan kerusakan hati yang signifikan dalam bentuk sirosis hati dan kanker hati.
Selanjutnya ditemukan bahwa jenis hepatitis ini ada 2 macam, yang pertama dapat
ditularkan secara parenteral (Parenterally Transmitted) atau disebut PT-NANBH dan yang
kedua dapat ditularkan secara enteral (Enterically Transmitted) disebut ET-NANBH.Tata
nama terbaru menyebutkan PT-NANBH sebagai Hepatitis C dan ET-NANBH sebagai
Hepatitia E.
Virus delta atau virus Hepatitis D (HDV) merupakan suatu partikel virus yang
menyebabkan infeksi hanya bila sebelumnya telah ada infeksi Hepatitis B, HDV dapat timbul
sebagai infeksi pada seseorang pembawa HBV.
1
Hepatitis menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting tidak hanya di
Indonesia tetapi juga diseluruh Dunia. Penyakit ini menduduki peringkat ketiga diantara
semua penyakit menular yang dapat dilaporkan di Amerika Serikat (hanya dibawah
penyakit kelamin dan cacar air dan merupakan penyakit epidemi di kebanyakan negaranegara. Sekitar 60.000 kasus telah dilaporkan ke Center for Disease Control di Amerika
Serikat setiap tahun, tetapi jumlah yang sebenarnya dari penyakit ini diduga beberapa kali
lebih banyak. Walaupun mortalitas akibat hepatitis virus ini rendah, tetapi penyakit ini
sering dikaitkan dengan angka morbiditas dan kerugian ekonomi yang besar.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anatomi dan Histologi Hepar
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia
terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas,
yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan
atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas
organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus
oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior
dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh
peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior,
diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.
Gambar 1 : anatomi hepar
3
2.2.
Hepar Secara Mikroskopis
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan
elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar
mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons
yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk
ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut
berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang
meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang
artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain . Lempengan
sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada
pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli. Di tengah-tengah
lobuli terdapat 1 vena sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang
menyalurkan darah keluar dari hepar). Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap
tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang
mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris. Cabang dari vena porta dan
A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak
percabangan Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara selsel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke
dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar, air keluar dari saluran empedu
menuju kandung empedu.
2.3.
Fisiologi Hepar
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati
yaitu :
i.
Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan karbohidrat, lemak dan protein saling berkaitan
1 sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi
glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati
kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen
menjadi glukosa disebut glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber
4
utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa
monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai
beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP,
dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C) yaitu piruvic acid (asam piruvat
diperlukan dalam siklus krebs).
ii.
Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis
asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
1. Senyawa 4 karbon – KETON BODIES
2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol.
Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.
iii.
Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. Dengan proses deaminasi, hati
juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan proses transaminasi, hati
memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya
organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi
urea. Urea merupakan end product metabolisme protein. ∂ - globulin selain dibentuk di
dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang. β – globulin hanya dibentuk di
dalam hati. Albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000.
iv.
Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X.
Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsik, bila
ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus
isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K
dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.
v.
Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K
5
vi.
Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh. Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi,
reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat
racun, obat over dosis.
vii.
Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui
proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai imun
livers mechanism.
viii.
Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/
menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di
dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi
oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada
waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk
mempertahankan aliran darah.
Metabolisme Bilirubin (ipd 99)
Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung dalam 3
fase ;
1. Fase prehepatik
a. Pembentukan bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg
per kg berat badan terbentuk setiap harinya, 70 -80% bearsal dari pemecahan
sel darah merah yang matang. Sedangkan sisanya 20- 30% (early labelled
bilirubin) datang dari protein hem lainnya yang berada terutama di dalam
sumsum tulang dan hati. Sebagian dari protein hem dipecah emnjadi besi dan
produk antara biliverdin dengan perantaraan enzim hemeoksigenase.
Enzimlain, bilirubin reduktase, mengubah biliverdin menjadi bilirubin I.
Tahapan ini terjadi terutama dalam sel retikuloendotelial. Peningkatan
hemolisis sel darah merah merupakan penyebabnya utama peningkatan
pembetukan bilirubin.
b. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenaya bilirubin tak
terkonjugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak
dapat melalui membran glomerulus, karena tidak muncul dalam air seni.
6
Ikatan melemah dalam beberapa keadaan seperti asidosis, dan beberapa bahan
seperti antibiotika tertentu.
2. Fase intrahepatik
c. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati secara
rinci dan pentingnya protein pengikat seperti ligandin dan protein Y, belom
jelas. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat,
namun tidak termasuk pengambilan albumin.
d. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati megalami
konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukoronikda atau
bilirubin konjugasi. Reaksi ini yang dikatalisis oleh enzim mikrosomal
glikoronil- transferase menghasilkan bilirubin yang larut air. Dalam beberapa
keadaan reaksi ini hanya menghasilkan bilirubin monoglukuronida, dengan
bagian asam glukuronik kedua ditambahkan dalam saluran empedu melalui
sistem enzim yang berbeda.
3. Fase pasca hepatik
e. Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan kedalam kanalikuli
bersama bahan lainnya. Anion organik lainnya atau obat dapat mempengaruhi
proses yang kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri men “dekonjugasi” dna
mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian
besar kedalam tinja yang memberi warna coklat. Sebagian diserap dan
dikeluarkan kembali ekdalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai air
seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tetapi
tidak bilirubin unkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap
yang khas pada gangguan hepatoselular atau kolestasis intrahepatik. Bilirubin
tak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam lemak.
Karennya bilirubin tak terkonjugasi dapat melewati barier darah otak atau
masuk kedalam plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak terkonujgasi mengalami
proses konjugasi dengan gula melalui enzim glukoroniltransferase dan larut
dlam empedu.
2.3.
Hepatitis Virus Akut
Hepatitis akut merupakan infeksi sistemik yang mempengaruhi terutama hati. Hampir
semua kasus disebabkan oleh virus ini yaitu : hepatitis virus A (HAV), hepatitis virus B
(HBV), dan hepatitis virus C (HCV), virus hepatitis B berhubungan dengan virus hepatitis D
7
dan hepatitis E. Kecuali virus hepatitis B, merupakan virus DNA, walaupun memiliki
perbedaan pada jenis penyebab hepatitis ini, gejala yang timbul, angka kematian hampir
sama pada semuanya.(ipd)
Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari infeksi asimptomatik
tanpa kuning sampai sangat berat yaitu hepatitis fulminan yang dapat menimbulkan kematian
hanya dalam beberapa hari. Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu :
1. fase inkubasi :
merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus. Fase
ini berbeda – beda lamanya untuk tiap virus hepatitis. Panjang fase ini tergantung
pada dosisinokulum yang ditularkan dan jalur penularan, makin besar dosis
inokulum, makin pendek inkubasi ini.
2. Fase prodromal (pra ikterik) :
Fase diantara timbulnya keluhan – keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus.
Ditandai dengan malaise umum, mialgia atralgia, mudah lelah, gejala saluran
napas atas dan anoreksia. Serum sickness dapat muncul pada hepatitis B akut pada
awal infeksi. Demam derajat rendah umumnya terjadi pada hepatitis A akut. Nyeri
abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau epigastrium,
kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolesistitis.
3. Fase ikterus :
Ikterus muncul setelah 5 – 10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan
munculnya dengan gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah
timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan
terjadi perbaikan klinis yang nyata.
4. Fase konvalesen (penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluahn lain, tetapi hepatomegali dan
abnomartilitas fungsi tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih sehat dan
kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya akan membaik dalam 2 – 3
minggu. Pada hepatitis A perbaikan klinis dan laboratorium lengkap terjadi dalam
2.4.
9 minggu dan 16 minggu untuk hepatitis B.ipd
Hepatitis A
Hepatitis A merupakan virus RNA dari jenis hepatovirus dari picornavirus familiy.
Masa inkubasi berkisar 4 minggu, perkembangannya terbatas pada hepar saja, tetapi virus
dapat ditemukan di hepar, cairan empedu, feses dan darah pada masa inkubasi lanjut dan
masa sebelum badan menjadi kuning dan menimbulkan gejala (preikterik). Tetapi pada saat
8
keluhan timbul, virus akan berkurang secara bertahap di darah dan feses. Pemeriksaan
antibodi hepatitis A (anti-HAV) dapat dilakukan pada masa akut (dimana terjadi peningkatan
enzim hati dan virus masih ditemukan dalam feses). Antibodi yang pertama kali muncul
adalah IgM dan bertahan selama 6 – 12 bulan.
Pada saat infeksi sudah mulai mereda, IgG menjadi lebih dominan. Sehingga
penegakkan diagnosa hepatitis A dilakukan dengan pemeriksaan IgM pada masa akut.
Hepatitis A ditransmisikan melalui rute fekal-oral, penyebaran orang
perorang,
sangat
berhubungan dengan kebersihan lingkungan dan kepadatan penduduk. Penyebaran yang
hebat terjadi akibat kontaminasi pada air minum, makanan, susu dan buah-buahan.
Penyebaran dapat terjadi pula dalam keluarga atau institusi. Angka kejadian hepatitis ini
cukup tinggi di negara berkembang tetapi berkurang sejalan dengan kemajuan suatu negara,
kemungkinan akibat meningkatknya kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat.
Angka kejadian lebih sering pada masa anak-anak, tetapi berdasarkan penelitian lain keluhan
yang diakibatkan oleh infeksi virus ini lebih sering terjadi pada masa remaja. Tempat-tempat
yang biasa tinggi angka hepatitis A yaitu tempat penitipan anak, perawatan intensive
neonatus, homoseksual dan pengguna obat-obat terlarang. Walaupun jarang tetapi penyebaran
hepatitis A dapat melalui tranfusi darah dan komponen darah.
2.5.
Hepatitis B
Virus hepatitis B (VHB) masuk kedalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran
darah partikel dane amsuk kedalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Virus hepatitis ini
memiliki protein permukaan yang dikenal sebagai hepatitis B surface antigen (HbsAg).
Konsentrasi HbsAg ini dapat mencapai 500µg/mL darah 109 partikel per milimeter persegi.
Dari HbsAg ini dapat dibedakan menjadi beberapa jenis bergantung kepada jenis gen
didalamnya, dan di setiap geografis memiliki dominasi gen yang berbeda-beda. Asia di
dominasi oleh genotip B dan C. Kemampuan infeksi, produksi, perusakan hati bergantung
pada jenis genotip ini. Genotip B berhubungan dengan progresifitas yang hebat dari
kerusakan hati, dengan gejala yang timbul sering terlambat, dan berhubungan dengan
timbulnya kanker hati.
Dari pemeriksaan lain ditemukan bahwa hepatitis B memiliki
antibodi HbeAg di dalam inti selnya, sehigga apabila pasien dengan HbsAg positif disertai
dengan HbeAg positif memiliki kemampuan infeksi dan menularkan melalui darah (tranfusi
darah , ibu-bayi yang dikandung) lebih dari 90%. Dalam perjalanan penyakit hepatitis B
9
HbeAg akan menurun sejalan dengan perbaikan dari penyakit tersebut, tetapi apabila dalam 3
bulan tetap positif berarti terjadi suatu infeksi kronis yang dapat menuju ke arah keganasan.
Penderita dengan HBV akan memiliki kadar HbsAg dalam serum yang meningkat
sejalan dengan perjalanan penyakit, dan akan menurun setelah 1 – 2 bulan dari akhir gejala,
dan hilang dalam 6 bulan. Setelah HbsAg menghilang akan timbul antibodinya (anti-HBs)
yang akan bertahan dalam tubuh selamanya yang berfungsi untuk mencegah infeksi hepatitis
B kembali. Antibodi lain yang dihasilkan tubuh akibat infeksi hepatitis B adalah anti-HBc,
memiliki fungsi yang sama dengan antibodi hepatitis lainnya tetapi apabila ditemukan dalam
pemeriksaan tidak memberikan makna yang cukup kuat adanya infeksi virus hepatitis. Pada
proses infeksi akut hepatitis B akan timbul juga immunoglobulin yaitu IgM anti-HBc dalam
serum, dan apabila terjadi infeksi kronis akan timbul IgG anti-HBc. Pada penderita hepatitis
B, 1 – 5% memiliki angka HbsAg yang rendah untuk dapat terukur, sehingga pemeriksaan
IgM anti-HBc dapat digunakan. Pemeriksaan serum HbeAg dapat memperkirakan tingkat
replikasi dan virulensi virus hepatitis B. Infeksi hepatitis B dapat terjadi di luar hati yaitu
pada kelenjar getah bening, sumsum tulang, sel-sel limfosit, limpa dan pankreas.
Kepentingan kondisi ini adalah bahwa tubuh memiliki ”cadangan” hepatitis B walaupun
penderita sudah dilakukan transplantasi jantung. Pada awalnya Hepatitis B diperkirakan
penyebaran melalui produk darah, tetapi setelah dilakukan berbagai penelitian, penyebaran
darah tidak terlalu efektif, penyebaran
yang paling efektif hepatitis B adalah melalui
hubungan seksual dan ibu-bayi yang dikandungnya. Kondisi ini yang menyebabkan tingginya
angka hepatitis B di sub-Sahara Afrika. Resiko tinggi menderita infeksi ini adalah petugas
kesehatan, penderita yang membutuhkan tranfusi berulang (hemofilia), napi, dan keluarga
dari penderita hepatitis ini.
2.6.
Hepatitis D
Virus hepatitis delta atau HDV, merupakan virus RNA yang memiliki sifat infeksi
tambahan dan membutuhkan bantuan dari virus hepatitis B (HBV) untuk melakukan replikasi
dan ekspresi. Hepatitis D dapat terinfeksi bersamaan dengan hepatitis B atau pada pasien
yang sebelumnya sudah terinfeksi hepatitis B. Pada infeksi akut, akan terdapat peningkatan
IgM anti-HDV dan akan hilang dalam 30 – 40 hari. Pada penderita dengan infeksi kronis
HDV, akan terdapat peningkatan titer dari IgM dan IgG anti-HDV. Penyebaran infeksi
10
hepatitis D sudah mendunia, dan memiliki dua jenis bentukan epidemologi. Di daerah
mediteranian (Afrika, Eropa selatan, Timur), HDV endemik pada penderita hepatitis B,
penyebarannya terutama akibat kontak erat antar orang. Di daerah yang tidak endemik
hepatitis B penyebaran hepatitis D melalui tranfusi darah dan produknya, terutama penderita
hemofilia dan para pengguna obat-obatan terlarang.
2.7.
Hepatitis C
Hepatitis C virus merupakan RNA virus yang merupakan genus Hepacivirius dari
famili Flaviridae. Pada saat terjadi infeksi, paling mudah diketahui dengan pemeriksaan
secara genetik melihat adanya HCV RNA. HCV RNA dapat diketahui beberapa hari setelah
terjadi infeksi sebelum timbul anti-HCV dan berlangsung selama infeksi masih terjadi.
Penyebaran hepatitis C yang utama adalah darah. Penggunaan skreening hepatits B pada
donor darah mengurangi penyebaran hepatitis ini dibandingkan tahun 1980-an, tetapi dengan
ditemukannya pemeriksaan HCV RNA semakin menurunkan angka penyebarannya. Jalan
lain yang memungkinkan adalah melalui jarum suntik diantara pengguna obat-obatan,
hubungan seksual, ibu-bayi yang dikandung. Penelitian lain menyebutkan bahwa penyebaran
terjadi pada pelaku seksual yang berganti-ganti pasangan, tetapi tidak dengan pasangan tetap.
Infeksi ini tidak menyebar melalui susu ibu. Diantara populasi umum, petugas kesehatan
memiliki angka insidensi yang tinggi, kemungkinan disebabkan kecelakaan kerja.
Kelompok lain yang memiliki insidensi tinggi adalah penderita dengan hemodialisis teratur,
transplantasi organ, dan yang membutuhkan tranfusi dalam terapi kemoterapi untuk kanker.
2.8. Hepatitis E
Merupakan hepatitis yang di transmisikan dan terjadi terutama di India, Asia, Afrika
dan pertengahan Amerika. Virus ini dapat ditemukan di kotoran, cairan empedu dan hati,
dieksreksikan melalui kotoran manusia pada masa inkubasi. Respon imun baik IgM antiHEV dan IgG anti-HEV dapat di ketahui segera setelah terjadi infeksi, dan akan mengalami
penurunan dalam 9 – 12 bulan. Hepatitis ini menyebar di India, Asia, Afrika dan Amerika
tengah. Memiliki penyebaran yang sama dengan hepatitis A yaitu melalui oral-fekal. Kasus
yang paling sering terjadi apabila sudah didapatkan kontaminasi pada persediaan air minum
setelah terjadi banjir. Angka kejadian tinggi pada muda dewasa, dan mereka yang memiliki
gangguan kekebalan tubuh.
3.10.1 Hepatitis Fulminant (Hepatitis Kronik)
11
Penderita hepatitis B, selama beberapa bulan akan terjadi penurunan kadar HbsAg
tetapi tidak menghilang seluruhnya. Beberapa kemungkinan yaitu (1) pembawa virus
(carrier), (2) hepatitis ringan atau sedang, (3) hepatitis kronis sedang atau berat dengan /
tanpa sirosis hepatis. Neonatus, anak dengan Down’s syndrome, penderita dengan
hemodialisia kronis, dan penderita dengan gangguan sistem kekebalan tubuh paling sering
menjadi pembawa virus ini. Komplikasi yang paling sering dari infeksi hepatitis B, adalah
menjadi kronis, beberapa gambaran klinis dan pemerkisaan laboratorium didapatkan : (1)
tidak didapatkan penyembuhan yang sempurna dari gejala yang ada (mual, muntah, lemah
badan dan pembesaran hati), (2) Gambaran nekrosis dari hasil biopsi hati, (3) kegagalan
enzim hati, bilirubin dan globulin untuk kembali ke batas normal dalam 6 – 12 bulan setelah
sembuh, (4) HbeAg yang menetap selama 3 bulan atau HbsAg menetap selama 6 bulan
setelah infeksi hepatitis. Penderita hepatitis C, menjadi kronis sebanyak 85 – 90% kasus.
Walaupun sebagian besar penderita tidak menunjukkan gejala yang berat tetapi 20%
mengalami sirosis (pembatuan) hati dalam 10 – 20 tahun setelah infeksi pertama. Kematian
terjadi setelah 20 tahun, sehingga salah satu pilihan terapi adalah transplantasi ginjal.
12
13
Tabel 1: Perbedaan antara hepatitis A, B, C, D, dan E
2.9.
Gejala Klinis
Masa inkubasi masing-masing hepatitis berbeda. Secara umum hepatitis A memiliki
masa inkubasi 15 – 45 hari (± 4 minggu), hepatitis B dan D masa inkubasi 30 – 180 hari (± 4
– 12 minggu), hepatitis C masa inkubasi 15 – 160 hari (± 7 minggu) dan hepatitis E masa
inkubasi 14 – 60 hari (± 5 – 6 minggu). Gejala awal hepatitis bersifat umum dan bervariasi.
Gangguan pencernaan seperti mual,muntah, lemah badan, pusing, nyeri sendi dan otot, sakit
kepala, mudah silau, nyeri tenggorok, batuk dan pilek dapat timbul sebelum badan menjadi
kuning selama 1 – 2 minggu. Demam yang tidak terlalu tinggi antara 38,0 ᵒC – 39,0 ᵒC lebih
sering terjadi pada hepatitis A dan E. Keluhan lain berupa air seni menjadi berwarna seperti
air teh (pekat gelap) dan warna feses menjadi pucat terjadi 1 – 5 hari sebelum badan menjadi
kuning. Pada saat timbul gejala utama yaitu badan dan mata menjadi kuning (kuning kenari),
gejala-gejala awal tersebut biasanya menghilang, tetapi pada beberapa pasien dapat disertai
kehilangan berat badan (2,5 – 5 kg), hal ini biasa dan dapat terus terjadi selama proses ifeksi.
Hati menjadi membesar dan nyeri sehingga keluhan dapat berupa nyeri perut kanan atas, atau
atas, terasa penuh di ulu hati. Terkadang keluhan berlanjut menjadi tubuh bertambah kuning
(kuning gelap) yang merupakan tanda adanya sumbatan pada saluran kandung empedu.
14
Pada masa penyembuhan, gejala kuning ini akan berangsur-angsur hilang, tetapi
pembesaran hati dan peningkatan kadar enzim hati masih terjadi, kondisi ini bervariasi antara
2 – 12 minggu, dan biasanya lebih lama pada infeksi hepatitis B dan C (3 – 4 bulan).
Infeksi hepatitis B akan diperberat apabila bersamaan dengan infeksi ini terjadi infeksi
hepatitis D atau terjadi infeksi hepatitis D pada kasus infeksi kronis hepatitis B. Pada pasien
dengan gangguan sistem pertahanan tubuh, penderita yang mengalami infeksi hepatitis B
tidak terjadi perbaikan, bahkan terjadi peningkatan dari HbeAg yang berarti terjadi aktivasi
replikasi kembali. Pada kondisi ini terjadi perubahan genetik dari hepatitis B (mutasi)
sehingga infeksi akan lebih berat.
Diagnosis secara serologis
1. Transmisi infeksi secara enterik
a. HAV
- IgM anti HAV dapat dideteksi selama fase akut dari 3-6 bulan
-
setelahnya
Anti HAV yang positif tanpa IgM anti HAV mengindikasikan infeksi
lampau.
b. HEV
-
Belum tersedia pemeriksaan serologi komersial yang etlah disetujui
-
FDA
igM dan igG anti HEV baru dapat dideteksi oleh pemeriksaan untuk
-
riset
igM anti HEV dapat bertahan selama 6 minggu setelah puncak dari
penyakit
- IgG anti HEV dapat tetap terdeteksi selama 20 bulan
2. Infeksi melalui darah
a. HBV
- Diagnosis serologis telah tersedia dengan mendeteksi keberadaan
dari IgM antibodi terhadap antigen core hepatitis (IgM anti HBc dan
HbsAg)
 Keduanya ada saat gejala muncul
 HbsAg mendahului IgM anti HBc
 HbsAg merupakan tanda yang pertama kali diperiksa secara

rutin
HbsAg dapat menghilang biasanya dalam beberapa minggu
sampai bulan setelah ekmunculannya, sebelum hilangnya
-
IgM anti HBc
HbeAg dcan HBV DNA
15

HBV DNA di serum merupakan petanda yang pertama


muncul, akan tetapi tidak rutin diperiksa
HbeAg biasanya terdeteksi setelah kemunculan HbsAg
Kedua petanda tersebut menghilang dalam beberapa minggu
atau bulan pada infeksi yang sembuh sendiri. Selanjutnya
-
-
akan muncul anti HBs dan anti Hbe menetap.
 Tidak diperlukan untuk diagnosis rutin
IgG anti HBc
 Menggantikan IgM anti HBc infeksi yang sembuh
 Membedakan infeksi lampau atau infeksi yang berlanjyt
 Tidak muncul pada pemberian vaksin HBV
Antibosi terhadap HbsAg ( anti HBs)
 Antibodi terakhir yang muncul
 Merupakan antibodi penetral
 Secara umum mengindikasikan kesembuhansecara kekebalan

terhadap reinfeksi
Dimunculkan dengan vaksinasi HBV
b. HDV
-
-
-
-
Pasien HbsAg positif dengan :
 Anti HDV dan atau HDV RNA sirkulasi
 IgM anti HDV dapat muncul sementara
Koinfeksi HBV/HDV
 HbsAg positif
 igM anti HBc positif
 anti HDV dan atau HDV RNA
superinfeksi HDV
 HbsAg positif
 IgG anti HBc positif
 Anti HDV RNA
Titer anti HDV akan menurun sampai tak terdeteksi dengan ada
perbaikan infeksi.
c. HCV
-
Diagnosis serologis
 Deteksi anti HCV
 Anti HCV dapat dideteksi pada 60% pasien selama fase akut
dari penyakit, 35% sisanya akan terdeteksi pada beberapa

minggu atau bulan kemudian.
Anti HVC tidak muncul pada < 5 % pasien yang terinfeksi
(pada pasien HIV, anti HCv tidak muncul dalam persentase

yang lebih benar)
Pemeriksaan IgM anti HCV dalam pengembangan
16

Secara umum anti HCV akan tetap terdeteksi untuk periode
yang panjang, baik pada pasien yang mengalami kesembuhan
-
spontan maupun yang berlanjut menjadi kronik.
HCV RNA
 Merupakan petanda paling awal muncul pada infeksi akut


hepatitis C.
Muncul stelah beberapa minggu infeksi
Pemeriksaan yang mahal, umtuk mendiagnosis penyakit,
tidak rutin dilakuakn, kecuali pada keadaan dimana dicurigai
2.9.
adnya infeksi pada pasien dengan anti HCV negatif.
 Ditemukan pada infeksi kronik HCV. Ipd 101
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan enzim hati yaitu SGOT dan SGPT, akan terjadi peningkatan yang
bervariasi selama masa sebelum dan sesudah timbul gejala klinis. Peningkatan kadar enzim
ini tidak berhubungan jumlah kerusakan dari sel hati. Puncak peningkatan bervariasi antara
400 – 4000 IU, dan biasanya terjadi pada saat timbul gejala kuning, dan menurun sejalan
dengan perbaikan penyakit. Kuning yang terlihat pada kulit atau bagian putih mata apabila
kadar bilirubin lebih dari 2,5 mg/dL. Kadar bilirubin sendiri sebenarnya terdiri atas
penjumlahan bilirubin direk dan indirek. Kadar bilirubin > 20 mg/dL merupakan petanda
adanya infeksi hepar yang berat. Pada pasien dengan gangguan komponen darah, terjadi
pemecahan sel darah yang hebat sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin > 30 mg/dL,
tetapi hal ini tidak berhubungan dengan prognosis yang buruk. Peningkatan kadar gamma
globulin biasa terjadi pada infeksi akut hepatitis. Serum IgG dan IgM terjadi peningkatan
pada sepertiga pasien dengan infeksi ini. Tetapi peningkatan IgM merupakan karakteristik
dari fase akut hepatitis A.
Diagnosis hepatitis B ditegakkan melalui pemeriksaan HbsAg, tetapi terkadang
kadarnya terlalu rendah untuk dapat dideteksi sehingga memerlukan pemeriksaan IgM antiHBc. Kadar HbsAg tidak berhubungan dengan berat dari penyakit., bahkan terdapat tendensi
terdapat hubungan terbalik antara kadar HbsAg dan kerusakan hati. Pertanda lain yang
penting untuk infeksi hepatitis B ini adalah HbeAg. Pemeriksaan yang lebih baik lagi adalah
HBV DNA yang merupakan indikasi adanya replikasi hepatitis B. Marker ini penting untuk
follow up penderita dengan hepatitis B dengan terapi kemoterapi antivirus (interferon atau
lamivudine). Terdapat hubungan antara peningkatan titer ini dengan derajat kerusakan hati.
17
Diagnosis hepatitis C melalui pemeriksaan anti-HCV pad a saat fase akut, tetapi akan
menghilang bersamaan dengan penyembuhan infeksi ini. Diangosis hepatitis D melalui
pemeriksaan
anti-HDV, yang menunjukkan aktifnya hepatitis D. Tetapi positifnya
pemeriksaan ini sering sangat cepat, karena kada anti-HDV ini akan hilang bersamaan dengan
menurunnya kadar HbsAg. Pemeriksaan lain yang mendukung adalah adanya HDV RNA.
Biopsi hati jarang diperlukan atau di indikasikan pada infeksi virus hepatitis, kecuali
apabila dicurigai adanya proses kronis.
Diagram 1: Perjalanan penyakit hepatitis A
18
Diagram 2: Perjalanan penyakit hepatitis B
Diagram 3: Perjalanan penyakit hepatitis C
19
Bagan 1: Jalur tatalaksana hepatitis
2.10. Terapi
a. Hepatitis virus akut
Infeksi virus hepatitis A akan mengalami penyembuhan sendiri apabila tubuh cukup
kuat. Sehingga pengobatan hanya untuk mengurangi keluhan yang ada, disertai pemberian
vitamin dan istirahat yang cukup. Infeksi virus hepatitis B pada dewasa sehat 99% akan
mengalami perbaikan. Tetapi apabila infeksi berlanjut dan menjadi kronis pemberian analog
nukleosida (lamivudin) dapat memberikan hasil yang baik. Infeksi virus hepatitis C jarang
mengalami penyembuhan spontan, sehingga diperlukan pemberian antivirus dengan interferon monoterapi memberikan hasil yang baik hingga 70%. Perawatan di rumah sakit
atau dengan isolasi diperlukan apabila penderita mengalami komplikasi dari hepatitis ini.
20
b. Hepatitis Kronik
Hepatitis B
Tujuan pengobatan pada hepatitis kronik karena infeksi VHB adalah menekan
replikasi VHB sebelum terjadi kerusakan hati yang ireversibel. Saat ini, hanya interferon-alfa
(IFN-α) dan nukleosida analog yang mempunyai bukti cukup banyak untuk keberhasilan
terapi. Respon pengobatan ditandai dengan menetapnya perubahan dari HBeAg positif
menjadi HBeAg negatif dengan atau tanpa adanya anti-HBe. Hal ini disertai dengan tidak
terdeteksinya DNA-VHB (dengan metode non-amplifikasi) dan perbaikan penyakit hati
(normalisasi nilai ALT dan perbaikan gambaran histopatologi apabila dilakukan biopsi hati).
Umumnya pengobatan hepatitis B dibedakan antara pasien dengan HBeAg positif dengan
pasien dengan HBeAg negatif karena berbeda dalam respon terhadap terapi dan manajemen
pasien. Pengobatan antivirus hanya diindikasikan pada kasus-kasus dengan peningkatan ALT.
Pada pasien dengan HbeAg positif, pemberian IFN-α 3 juta unit, 3 kali seminggu
selama 6-12 bulan dapat memberi keberhasilan terapi (hilangnya HBeAg yang menetap) pada
30 – 40 % pasien. Pasien dengan HBeAg negatif, respon terapi dengan melihat perubahan
HBeAg tidak bisa digunakan. Untuk pasien dalam kelompok ini, respon terapi ditandai
dengan tidak terdeteksinya DNA-VHB (dengan metode non-amplifikasi) dan normalisasi
ALT yang menetap setelah terapi dihentikan.
Lamivudin lebih kurang menimbulkan efek samping dibandingkan dengan inteferon
dan dapat digunakan per oral sehingga lebih praktis untuk pasien. Lamivudin digunakan
dengan dosis 100 mg per hari, minimal selama 1 tahun. Kebehasilan terapi dengan
menghilangnya HbeAg dicapai 16-18% pasien. Angka keberhasilan terapi dapat lebih besar
bila jangka waktu pengobatan ditambahkan namun bersamaan dengan itu, timbulnya VHB
mutan juga menjadi lebih besar yang dapat menghambat keberhasilan terapi. Studi jangka
panjang penggunaan lamivudin menunjukkan obat ini dapat menurunkan angka kejadian
komplikasi akibat hepatitis kronik berat atau sirosis.
Hepatitis C
Pengobatan hepatitis C kronik pada dasarnya adalah dengan menggunakan inteferon
dan ribavirin. Inteferon monoterapi saja tidak dianjurkan karena relatif rendahnya angka
keberhasilan terapi. Keputusan pemberian interferon harus didasari dengan adanya
peningkatan ALT dan RNA VHC yang positif dalam serum. Konsensus penanganan hepatitis
C di Eropa dan Amerika menekankan untuk perlunya dilakukan biopsi hati karena ALT pada
21
pasien hepatitis C kronik bisa sangat fluktuatif dan adanya fibrosis yang signifikan tidak bisa
diketahui tanpa dilakukan biopsi. Fibrosis pada pasien hepatitis C kronik sangat menentukan
terjadinya sirosis hati dan komplikasi penyakit hati lanjut.
Keberhasilan terapi dengan interferon akan lebih baik pada mereka yang terinfeksi
VHC dengan genotip 2 dan 3 dibandingkan dengan genotip 1 dan 4. Lama terapi juga
berpengaruh dimana pemberian inteferon dan ribavirin selama 48 minggu, akan
menghasilkan angka keberhasilanterapi yang lebih baik dari pada 24 minggu. Fried MWet al,
membandingkan pemberian interferon (IFN) alfa-2b dan ribavirin dengan pegylated
interferon (peg-IFN) alfa-2a (40KD) dan pegylated interferon (peg-IFN) alfa-2b (40KD) plus
ribavirin pada suatu multicentered clinical trial. Mereka mendapatkan keberhasilan terapi
yang menetap (sustain response) pada 56 % pasien yang diberikan peg-IFN alfa2-b +
ribavirin dibandingkan dengan 44 % pada pasien yang mendapat terapi standar IFN-alfa 2b +
ribavirin dan 29 % pada pasien yang mendapat peg-IFN alfa 2a saja.
Walaupun dalam konsensus beberapa asosiasi hepatologi dunia indikasi pengobatan
untuk hepatitis C kronik adalah adanya peningkatan ALT namun disadari bahwa perubahan
ALT pada keadaan ini bersifat fluktuatif sehingga pada beberapa kasus dapat ditemukan ALT
yang normal pada saat pemeriksaan sedangkan diluar saat pemeriksaan mungkin terjadi
peningkatan ALT yang tidak diketahui. Jacobson IM et al, mencoba memberikan inteferon
alfa-2b konvensional dan ribavirin pada pasien hepatitis C dengan ALT normal namun
terbukti hepatitis kronik pada biopsi hati. Mereka mendapatkan angka keberhasilan yang
menetap (sustain response) hilangnya RNA VHC pada 32 % pasien. Tingkat keberhasilan ini
lebih kurang sama dengan pasien hepatitis kronik C yang mendapat terapi inteferon atas dasar
meningkatnya ALT.
3.8.1
Rekomendasi Umum
 Pasien dapat rawat jalan selama terjamin hidrasi dan intake kalori yang cukup.
 Tirah baring tidak lagi disarankan.
 Tidak ada diet yang spesifik atau suplemen yang memberikan hasil efektif.
 Protein dibatasi hanya pada pasien yang mengalami ensefalopati hepatik.
 Selama fase rekonvalesen diet tinggi protein dibutuhkan untuk proses penyembuhan.
22
 Alkohol harus dihindari dan pemakaian obat-obatan diatasi.
 Obat yang dimetabolisme di hati harus dihindari.
 Pasien diperiksa setiap minggu selama fase awal penyakit dan terus dievaluasi sampai
sembuh.
 Harus terus dimonitor terhadap kejadian ensefalopati seperti keadaan somnolen,
mengantuk, dan asteriks.
 Pasien yang menunjukkan gejala hepatitis fulminan harus segera dikirim ke pusat
transplantasi.
 Pasien dengan hepatitis akut tidak memerlukan rawatan isolasi.
 Orang yang merawat pasien hepatitis akut A dan E harus selalu mencuci tangannya
dengan sabun dan air.
 Masa protombin serum petanda yang baik untuk menilai dekompensasi hati.
 Memonitor konsentrasi transminase serum
 Anti mual muntah dapat membantu menghilangkan keluhan.
 Orang yang kontak erat dengan pasien hepatitis B akut seharusnya menerima vaksin
hepatitis B.
3.9 Prognosis
Secara keseluruhan hampir seluruh pasien yang pada awalnya sehat dan terinfeksi
hepatitis A akan mengalami penyembuhan secara penuh tanpa adanya efek samping. Hampir
sama pada hepatitis B, 95 – 99% pasien akan mengalami penyembuhan secara penuh.
Penderita dengan penyakit pemberat sebelumnya, usia lanjut lebih cenderung akan
mengalami hepatitis yang berat. Gejala tambahan yang dapat timbul berupa cairan berlebih
pada rongga perut (asites), bengkak anggota gerak, dan kerusakan otak, dan ini prognosis
tidak akan terlalu baik. Beberapa petanda yang dapat menunjukkan adanya kerusakan hati
yang berat adalalah rendahnya kadar serum albumin, hipoglikemia dan tingginya kadar
23
bilirubin. Penderita-penderita ini memerlukan perawatan rumah sakit. Angka kematian
hepatitis A dan B berkisar 0,1% tetapi meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Hepatitis
C memiliki angka kematian yang lebih rendah lagi. Pada kasus infeksi yang luas hepatitis E
(India) angka kematian hanya mencapai angka 1 – 2 % saja. Angka kematian tinggi pada
penderita dengan gangguan sistem kekebalan tubuh mencapai angka 5%.
3.10 Komplikasi dan Efek Samping
Beberapa penderita hepatitis A mengalami hepatitis berulang beberapa bulan setelah
sembuh dari hepatitis sebelumnya. Hepatitis A merupakan penyakit yang akan sembuh sendiri
dan jarang menjadi kronis. Pada masa awal infeksi virus hepatitis B, akan didapatkan tandatanda peradangan biasa seperti nyeri sendi, gatal-gatal, pembengkakan pembuluh darah, dan
terkadang dapat terjadi bak berdarah dan bak mengeluarkan protein (5 – 10%). Komplikasi
yang paling ditakutkan adalah fulminant hepatitis (kerusakan hati yang hebat), kondisi ini
jarang, tetapi paling sering ditemukan pada penderita dengan hepatitis B, D dan E. Hepatitis
B paling sering mengalami komplikasi ini karena sifatnya yang sering menjadi kronis dan
diperberat dengan infeksi hepatitis D. Gejala yang timbul berupa gangguan kesadaran hingga
koma. Hati menjadi kecil dan terjadi kegagalan fungsi pembekuan darah. Gejala lain yang
timbul berupa bingung, disorientasi, kontak tidak adekuat, perut menjadi kembung karena
volume air yang besar didalam rongga perut (asites) dan pembengkakan anggota gerak.
Didapatkan peningkatan bilrubin yang tinggi, dan kegagalan sistem pembekuan darah akan
menyebabkan perdarahan dari saluran cerna yang ditandai oleh bab berwarna hitam atau
darah dan muntah berwarna hitam. Gejala yang lebih berat adalah penekanan batang otak
akibat pembengkakan otak, gagal nafas, gagal fungsi jantung, gagal ginjal dan berakhir pada
kematian. Angka kematian mencapai 80%, sehingga salah satu terapi adalah transplantasi
hati.
3.11 Pencegahan
Hepatitis A
Pemberian immunoglobulin atau virus yang dilemahkan dapat mencegah terjadinya
infeksi ini. Pemberian dapat diberikan efektif dari sejak pasien terpapar virus sampai 2
minggu setelahnya. Pemberian vaksin ini dianjurkan pada anak dengan resiko tinggi.
Profilaksis ini tidak diperlukan pada penderita dewasa yang sering kontak (kantor, pabrik,
24
sekolah dan rumah sakit) yang biasanya sudah memiliki imunitas. Pemberian ini dapat
diberikan pula pada tentara, petugas kesehatan, pemelihara primata, pekerja laboratorium,
dan mereka yang akan berpergian ke daerah yang sedang mengalami endemi hepatitis ini.
Hepatitis B
Pemberian dapat berupa immunoglobulin atau komponen virus. Profilaktik untuk
preexposure hepatitis B diberikan pada tenaga kesehatan, pasien hemodialisis, petugas
pengembangan orang-orang cacat, pengguna obat-obatan terlarang, pelaku seks bebas,
penderita yang membutuhkan tranfusi berulang, ibu yang hamil. Pemberian vaksin dapat
diberikan juga setelah terpapar dari hepatitis B tetapi pemberian berupa rekombinasi vaksin.
Pemberian vaksin hepatitis B dapat mencegah infeksi hepatitis D, selain itu tidak ada sediaan
vaksin untuk hepatitis D.
Hepatitis C
Tidak ada vaksin yang efektif untuk mencegah terjadinya infeksi hepatitis C, sehingga
pencegahannya adalah dengan menjaga keamanan darah pada proses donor dan tranfusi
darah, dan perubahan pola gaya hidup.
25
3.13 Kesimpulan
Pengobatan hepatitis akut dan kronik pada dewasa, mengalami perubahan dan
kemajuan yang pesat sehingga harus senantiasa dicermati perubahannya agar dapat memberi
pelayanan yang terbaik pada pasien dengan hepatitis kronik.
4.0 Daftar pustaka :
1. Sulaiman A, Budihusodo U, Noer HMS. Infeksi Hepatitis C virus pada donor darah
dan penyakit had di Indonesia, Simposium Hepatitis C, Surabaya, Desember, 1990.
2. Field HA, Maynard JE. Sērodiagnosis of acute viral hepatitis. AHO/83.16. 1983.
3. Ali Sulaiman. Epidemiologi infeksi virus hepatitis B di Indonesia. Majalah
Kedokteran Indonesia.1989; 39 (11) : 652-63.
4. Soewignyo, Mulyanto. Epidemiologi Infeksi Hepatitis Virus B di Indonesia. Acta
Medica Indon 1984; 15 : 215–28.
5. A.Sanityoso. Hepatitis Virus Akut. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Keempat. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 2007. 427-442.
26
Download