Daftar Isi

advertisement
Nomor: 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
ISSN: 1412-7075
DEWAN REDAKSI:
Pengarah:
Rektor UNSIQ Wonosobo
Penanggung Jawab:
Kepala LP3MPB UNSIQ
Pemimpin Redaksi:
Dr. Nurul Mubin, M.S.I
Sekretaris Redaksi:
Soffan Rizqi, Alh, S.Pd.I.
Redaktur Ahli:
Dr. H. Zamakhsyari Dhofier, MA
Drs. KH. Muchotob Hamzah, MM
Prof. Dr. Abdurrahman Mas’ud, M.A
Drs. Zainal Sukawi, MA
Dr. Phil. Sahiron Syamsudin, MA
Drs. Abdul Kholiq, MA
Drs. Akhsin Wijaya, Alh. M.Ag.
Drs. Arifin Shidiq, M.Pd.I
Drs. Samsul Munir Amin, MA
Dr. H. Asyhar Kholil, MA
Perwajahan:
Agung Istiadi
Editing:
Hidayatus Sibyan, S.Kom.
Distributor:
Adi Suwondo, M.Kom.
Hafin Hafiyati, S.S.
Penerbit:
Pusat Penelitian, Penerbitan & Pengabdian Masyarakat (P3M)
Universitas Sains Al-Qur’an Wonosobo
Jl. Raya Kalibeber Km. 03 Mojotengah, Wonosobo, Jawa Tengah
Telp. (0286) 321873, Fax. (0286) 324160
Nomor: 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
ISSN: 1412-7075
Pengantar Redaksi
Pendidikan dalam islam bisa diartikan sebagai bimbingan jasmani
dan rohani menuju terbentuk kepribadian utama menurut ukuranukuran Islam. Dengan pengertian lain Pendidikan Islam merupakan
suatu bentuk kepribadian utama yakni kepribadian muslim. kepribadian
yang memiliki nilai-nilai agama Islam memilih dan memutuskan serta
berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai
dengan nilai-nilai Islam. Nilai-nilai islam yang kmenyeluruh ini harus
tercover juga dalam pendidikan islam sehingga pribadi yang terbentuk
dalam pendidikan islam ini akan kaffah.
Pada “Manarul qur’an “edisi ini sejumlah artikel menarik tentang
dunia pendidikan disajikan diantaranya adalah artikel strategi
pengembangan potensi intelektual muslim yang ditulis oleh Asep
Sunarko, kemudian tulisan Chairani Astina membahas tentang
Ketimpangan Gender Dalam Pendidikan dalam artiket tersebut dibahas
secara detail ketimpangan-ketimpangan gender yang terjadi di dunia
pendidikan Indonesia, selanjutnya artikel tentang ilmu munasabah
sebagai pendekatan dalam pendidikan islam, penulis artikel ini Hendri
Purbo Waseso berharap adanya keilmuan di rumpun kajian Kealqur’aan
mampu terefleksikan di dunia pendidikan sehingga nilai I’jaznya akan
semakin terbukti, kemudian H.M. Abdul Kholiq menulis artikel tentang
Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi. Penulis berupaya
menyampaikan bahwa perguruan tinggi mempunyai peran yang sangat
vital dalam pemberantasan korupsi, dilanjutkan dengan artikel yang
berjudul konsep manusia dalam al-qur’an Oleh Muhamad Ali Mustofa
Kamal kemudian artikel yang ditulis oleh Muhtar Sofwan Hidayat yang
berjudul nilai-nilai pendidikan multikultural di dalam al-Qur’an,
kemudian Maryono menulis artikel tentang Kyai Sebagai Pemimpin
Pembelajaran dilanjutkan dengan artikel yang berjudul Peran
manajemen terhadap mutu pendidikan Di sekolah/madrasaholeh Nur
Farida dan yang terakhir adalah artikel berjudul model Pengelolaan
kerukunan umat beragama berbasis kearifan lokal di kabupaten
Wonosobo oleh H. Zaenal Sukawi
v
Akhirnya redaktur berharap, semoga terbitnya “Manarul Qur’an”
edisi ini akan turut serta mewarnai dan meramaikan belantaran
pemikiran dan kajian keislaman di Indonesia.
Pimpinan Redaksi
vi
Nomor: 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
ISSN: 1412-7075
Daftar Isi
STRATEGI PENGEMBANGAN POTENSI INTELEKTUAL MUSLIM
Asep Sunarko
KETIMPANGAN GENDER DALAM PENDIDIKAN
Chairani Astina
ILMU MUNASABAH SEBAGAI PENDEKATAN
DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Hendri Purbo Waseso
PERAN PERGURUAN TINGGI DAN PEMBERANTASAN KORUPSI
H.M. Abdul Kholiq
KYAI SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN
(Studi Kasus di Pesantren Ulumul Qur’an Kalibeber Wonosobo)
Maryono
KONSEP MANUSIA DALAM AL-QUR’AN
Muhamad Ali Mustofa Kamal
NILAI-NILAI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
DI DALAM AL-QUR’AN
Muhtar Sofwan Hidayat
PERAN MANAJEMEN TERHADAP MUTU PENDIDIKAN
DI SEKOLAH/MADRASAH
Nur Farida
MODEL PENGELOLAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI KABUPATEN WONOSOBO
H. Zaenal Sukawi
vii
STRATEGI PENGEMBANGAN POTENSI INTELEKTUAL MUSLIM
Asep Sunarko
Dosen UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo
Abstrak
Pada masa keemasan Islam banyak bermunculan intelektual muslim dalam
berbagai disiplin pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun non-agama
(pengetahuan umum). Tidak hanya menyangkut permasalahan fiqih dan teologi, tetapi
juga dalam bidang filsafat, matematika, astronomi, kedokteran dan lain sebagainya.
Kaum intelektual ini adalah kaum yang menempatkan nalar (pertimbangan akal)
sebagai kemampuan pertama yang diutamakan, yang melihat tujuan akhir upaya
manusia dalam memahami kebenarannya dengan penalarannya. Meskipun secara
kuantitas mereka bisa dikatakan sangat sedikit, akan tetapi secara kualitas tentunya
mereka di atas rata-rata orang awam karena mereka memiliki ilmu pengetahuan dan
wawasan.
Diakui atau tidak, sebenarnya kaum intelektual merupakan bagian dari
masyarakat dan bukan kelas tersendiri, tetapi memiliki keterkaitan sosial di mana
kegiatan yang diberi kategori intelektual mendapat tempat dalam hubungan pada
umumnya. Kaum intelektual tidak ditempatkan sebagai kelas tersendiri, tetapi berlaku
bagi siapa saja yang melakukan perjuangan menegakkan kebenaran guna mewujudkan
keadilan, kebebasan, dan kemajuan masyarakatnya. Jadi kaum intelektual bukanlah
kaum elit yang harus memisahkan diri dari masyarakat di mana ia lahir atau tinggal,
akan tetapi ia harus berpijak dan bergaul dengan masyarakat tersebut serta membawa
mereka menuju kemerdekaan. Merdeka dari belenggu kebodohan, pasungan
ketertinggalan dan kemerdekaan dari kemiskinan. pengabdian serta komitmen yang
jelas dalam membangun peradaban umat dan bangsanya.
Dari situlah pengembangan intelektual muslim harus dibumikan kembali
sehingga umat islam menjadi Rohmatan Lil Alamin.
Kata Kunci : Strategi, Intelektual Muslim
Abstract
In the islamic golden age many springing intellectual muslim in various
discipline knowledge, in the area of religion and non-agama ( knowledge public.Does
not only relate to problems fiqih and theology, but also in philosophy, math astronomy,
medicine and others.The intellectual are a people put of reason ( consideration
intelligence as a skill first precedence; who see the destination the end of human effort
in understanding the truth with penalarannya.Although in their quantity it can be said
very few, and yet in the quality of it is sure above average a layman because they have a
science and knowledge.
Recognized or no, actually the intellectual forms part of the society and not a
class of its own, but has links social in which activities who were given category
intellectual take the place of ties in general.The intellectual not placed as a class
separate but valid for who had struggle cause the truth to bring justice freedom, and
progress of its people.Were a people intellectual is not the elite who have to separate
myself from society in which he was born or stay, will but he had to stand and they
blend with the community the location and bring them toward independence.Merdeka
from shackles stupidity the lack of the stocks and independence from poverty. Devotion
as well as the commitment that clearly in develop civilization nation and his people.
Out of it development intellectual muslim have to dibumikan back so that the
you are Rohmatan Lil Alamin.
Keyword: strategies, intellectual muslim
1
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
A. Latar Belakang Masalah
Tatkala Allah SWT akan menjadikan manusia pertama yaitu Nabi
Adam sebagai khalifah dibumi maka para malaikat berkata: Apakah
Engkau menjadikan mahluk yang akan berbuat kerusakan dan
menumpahkan darah sebagai khalifah di bumi? Allah tentunya lebih
mengetahui dari apa yang diduga oleh malaikat, Dia pada akhirnya
membekali Nabi Adam dengan Ilmu dan memerintahkan malaikat untuk
bersujud kepada-Nya.
Dari hal tersebut kita dapat memahami dua hal, pertama, bahwa
bekal yang paling utama untuk mengatur dan mengelola bumi ini adalah
Ilmu, kedua orang yang memiliki ilmu memiliki derajat yang lebih tinggi,
hal ini sesuai dengan firman Allah di ayat yang lain yang menjelaskan
bahwa Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang memilki Ilmu.
Hal tersebut secara historis telah terbukti dimana umat islam
pernah mencapai derajat yang tinggi dengan menjadi pemimpin yang
menguasai sebagian besar wilayah di dunia dan membangun sebuah
peradaban yang tak tertandingi pada masanya, pada saat itu ilmu
pengetahuan berkembang dengan begitu pesat, menurut Ibn Khaldun
tanda wujudnya peradaban adalah berkembangnya ilmu pengetahuan,
maju mundurnya suatu peradaban tergantung atau berkaitan dengan
maju mundurnya ilmu pengetahuan.
Pada masa keemasan Islam banyak bermunculan intelektual
muslim dalam berbagai disiplin pengetahuan, baik dalam bidang agama
maupun non-agama (pengetahuan umum). Tidak hanya menyangkut
permasalahan fiqih dan teologi, tetapi juga dalam bidang filsafat,
matematika, astronomi, kedokteran dan lain sebagainya.
Namun kegemilangan peradaban umat Islam tersebut, pada saat
ini hanya menjadi artefak yang menyimpan nostalgia keindahan sejarah.
Sedikit demi sedikit umat Islam mulai mengalami kemunduran dan
kelemahan di berbagai bidang. Mulai dari kehidupan politik, ekonomi,
sosial, pendidikan dan kebudayaan yang diikuti kekalahan dalam
kehidupan intelektual, moral, kultural, budaya, dan ideologi.
Yang lebih memprihatinkan adalah menurut Nurcholish Madjid,
dunia Islam dewasa ini merupakan kawasan bumi yang paling
terbelakang di antara penganut-penganut agama besar di dunia
dikarenakan begitu rendahnya kemajuan yang diraih dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Umat Islam hanya menjadi penonton bahkan
“terbuai” oleh kenikmatan semu yang disuguhkan oleh Barat dengan
kecanggihan teknologinya.
Persoalannya sekarang adalah bagaimana strategi untuk merebut
kembali kejayaan peradaban Islam, hal ini tentunya memerlukan proses,
walaupun peradaban Islam memiliki sumbangsih yang besar terhadap
kemajuan peradaban barat namun walaupun demikian umat islam tidak
2
Asep Sunarko - Strategi Pengembangan Potensi Intelektual Muslim
dapat mengambil kembali begitu saja konsep-konsep itu langsung dari
Barat, tanpa proses. Sebab orang-orang Barat mengambil konsep-konsep
itu dengan proses epistemologis yang panjang yang pada akhirnya
menghasilkan konsep-konsep yang sudah tidak lagi dapat dikenali
konsep aslinya, yaitu Islam.
Menurut Ibnu Khaldun Ilmu pengetahuan merupakan elemen
terpenting dalam membangun sebuah peradaban dan Ilmu pengetahuan
dapat hidup dan berkembang karena adanya komunitas yang aktif dan
kreatif mengembangkannya yang disebut dengan intelektual, ini berarti
bahwasanya intelektual muslim memiliki tanggung jawab yang besar
dalam Membangun Kembali Peradaban Islam Menuju Kejayaan, yang itu
berarti perlu adanya strategi dalam memaksimalkan seluruh potensi
yang dimiliki intelektual muslim demi terwujudnya Islam yang Ya’lu
wala Yu’la alaih.
B. Kajian Literatur
1. Pengertian Intelektual
Kata intelek berasal dari kosa kata latin: Intellectus yang berarti
pemahaman, pengertian, kecerdasan. Dalam pengertian sehari-hari
kemudian berarti kecerdasan, kepandaian, atau akal. Intelektual secara
harfiah menurut AS. Hornby et.al, artinya adalah having or showing good
reasoning power,1 yaitu memiliki atau menunjukkan kekuatan penalaran
yang baik. Sedangkan secara istilah menurut George A. Theodorson dan
Achilles G. Theodorson intelektual adalah:
Those members of society who are devoted to development of original
ideas and are engaged in creative intellectual pursuits.
Anggota masyarakat yang mengabdikan diri kepada pengembangan
gagasan-gagasan orisinil dan terlibat dalam usaha-usaha
intelektual kreatif .2
Berdasarkan pengertian diatas maka intelektual dapat diartikan
sebagai orang cerdik dan pandai yang memiliki sikap hidup yang terus
menerus meningkatkan kemampuan berpikirnya untuk mendapatkan
pengetahuan, memahami sesuatu dan menghasilkan gagasan-gagasan
orisinil. Lebih dari itu mereka juga berperan dan berjuang dalam
mengupayakan kemajuan umat (masyarakat), memperbaiki aturan lama
dan mempromosikan aturan dan tatanan hidup baru yang lebih baik dan
lebih maju.
1.
AS. Hornby, EV. Gatenby, H. Wakefield, The Advanced, Learner’s Dictionary of
Current English, (oxford:Second edition, 1962), Hal. 513
2 George A. Theodorson and Achilles Theodorson, A Modern Dictionary Of
Sociology, New York: Barnes and Noble Book, 1979, hal 210
3
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
2. Identitas dan Posisi Intelektual
Kaum intelektual adalah kaum yang menempatkan nalar
(pertimbangan akal) sebagai kemampuan pertama yang diutamakan,
yang melihat tujuan akhir upaya manusia dalam memahami
kebenarannya dengan penalarannya. Meskipun secara kuantitas mereka
bisa dikatakan sangat sedikit, akan tetapi secara kualitas tentunya
mereka di atas rata-rata orang awam karena mereka memiliki
ilmu pengetahuan dan wawasan.
Diakui atau tidak, sebenarnya kaum intelektual merupakan
bagian dari masyarakat dan bukan kelas tersendiri, tetapi memiliki
keterkaitan sosial di mana kegiatan yang diberi kategori intelektual
mendapat tempat dalam hubungan pada umumnya. Kaum intelektual
tidak ditempatkan sebagai kelas tersendiri, tetapi berlaku bagi siapa saja
yang melakukan perjuangan menegakkan kebenaran guna mewujudkan
keadilan, kebebasan, dan kemajuan masyarakatnya.
Jadi kaum intelektual bukanlah kaum elit yang harus memisahkan
diri dari masyarakat di mana ia lahir atau tinggal, akan tetapi ia harus
berpijak dan bergaul dengan masyarakat tersebut serta membawa
mereka menuju kemerdekaan. Merdeka dari belenggu kebodohan,
pasungan ketertinggalan dan kemerdekaan dari kemiskinan. pengabdian
serta komitmen yang jelas dalam membangun peradaban umat dan
bangsanya.
Orang yang terdidik tidak secara otomatis disebut intelektual,
apabila tidak memiliki pengabdian serta komitmen yang jelas dalam
membangun peradaban umat dan bangsanya., Apabila seorang
intelektual tidak mempunyai concern terhadap misi dan komitmen ini,
maka ia bukanlah seorang intelektual, melainkan hanyalah seorang
peneliti, akademisi atau politisi.
3. Fungsi Intelektual
Kaum intelektual adalah segmen masyarakat terdidik yang
memilki kemampuan dan kelebihan, oleh karenanya mereka memiliki
fungsi atau peranan, diantaranya adalah:
a. Fungsi pertama : menciptakan dan menyebarkan kebudayaan
yang tinggi. Ini merupakan fungsi utama kaum intelektual.
Dalam hal ini kegiatan intelektual berusaha mengolah warisan
kebudayaan, memperhalus, mengoreksi dan mengubah warisanwarisan itu dalam bentuk karya-karya baru.
b. Fungsi kedua : menyediakan bagan-bagan nasional dan antar
bangsa. Kaum intelektual dalam berkarya tidaklah terbatas
untuk masyarakatnya sendiri akan tetapi lebih dari itu untuk
kepentingan nasional dan antar bangsa.
4
Asep Sunarko - Strategi Pengembangan Potensi Intelektual Muslim
c. Fungsi ketiga : membina kebudayaan bersama. Kaum intelektual
tidaklah memencilkan diri atau terasing dari masyarakatnya,
Taufik Abdullah menyatakan, “ keterasingan yang sungguhsungguh berarti gugurnya dia sebagai cendekiawan”
d. Fungsi keempat : mempengaruhi perubahan sosial.dengan
memberikan
contoh-contoh
dan
norma-norma
serta
menampilkan lambang yang dapat dihargai, para cendekiawan
baik
produktif
maupun
reproduktif
membangkitkan
membimbing dan membentuk bakat-bakat dan daya-daya
ekspresif dalam suatu masyarakat.3
4. Karakteristik Intelektual Muslim
Intelektual adalah sebuah kata sifat yang netral, tidak memihak
ke sekuler ataupun yang tidak sekuler. Maka dalam pengertian ini,
intelektual muslim adalah mungkin dan sangat mungkin. Yang artinya,
ketika intelektual muslim itu mungkin, terdapat sebuah worldview
(pandangan terhadap dunia) yang membedakannya dengan intelektual
selain yang muslim. Artinya, intelektual muslim bukan hanya sebagai
labelisasi terhadap seorang intelektual yang beragama Islam. Tapi lebih
dari itu, intelektual muslim adalah sebuah kata yang menunjukan
karakteristik seorang intelektual yang beragama Islam dan memiliki
pandangan terhadap dunia yang sesuai Islam. Yakni yang mempunyai,
memahami Islamic Vision atau Ru’yatul Islam li Al Wujud
(ru’yat/pandangan Islam terhadap wujud/ kebenaran dan realitas).
Menurut M. Natsir kaum intelektual muslim adalah para
cendekiawan yang benar-benar bernafaskan islam. 4 Ideology Islam
dijadikan sebagai landasan berfikir dan pandangan hidup. Keterikatan
mereka kepada ideology Islam tidak bisa ditawar-tawar karena mereka
adalah intelektual yang menghayati Islam dan memperjuangkan
kehidupan Islam di dalam masyarakat.5
Menurut Nabiel Fuad Al-Musawa karakteristik seorang
intelektual muslim ada 6 yaitu :
1. Bersungguh-sungguh belajar (QS 3/7). Seorang muslim sangat
menyadari akan hakikat semua aktifitas hidupnya adalah dalam
rangka pengabdiannya kepada Allah SWT, sehingga dirinya
haruslah mengoptimalkan semua potensi yang dimilikinya untuk
sebesar-besarnya digunakan meningkatkan taraf hidup kaum
muslimin.
3 Azyumardi Azra, Esai-Esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam,
Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 1998, hal 43-45
4 Muhammad Natsir, peranan cendekiawan Muslim , Jakarta:DDII, 1978, hal 2
5 Deliar Noer, Maslah Ulama Intelektual atau Intelektual Ulama, Jakarta : Bulan
Bintang, 1974 hal. 8
5
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Berpihak pada kebenaran (QS 5/100). Seorang muslim sangat
menyadari bahwa ilmu yang bermanfaat yang didapatnya itu
kesemuanya dari sisi Allah SWT. Allah-lah yang telah mengajarinya
dan membuatnya bisa mengenal alam semesta ini. Sehingga sebagai
konsekuensinya, maka ia haruslah berpihak kepada kebenaran yang
telah diturunkan Allah SWT, tidak peduli ia harus berhadapan
dengan para oportunis, dan tidak peduli walaupun yang berpihak
kepada kebenaran itu sangat sedikit. Karena ia tahu bahwa saat
menghadap
Allah
SWT
kelak,
masing-masing
akan
mempertanggung jawabkan perbuatannya sendiri-sendiri dan Allah
SWT tidak akan menyia-nyiakan setiap perbuatan walaupun kecil
(QS 99/7-8).
3. Kritis dalam belajar (QS 39/18). Setiap muslim mengetahui bahwa
kebenaran yang terkandung dalam ilmu pengetahuan yang
dipelajarinya bersifat relatif dan tidak tetap. Sehingga ia selalu
berusaha bersifat kritis dan tidak menelan bulat-bulat apa yang
dipelajarinya dari berbagai ilmu pengetahuan modern tanpa
melakukan suatu pengujian dan eksperimen.
Bisa saja suatu saat nanti teori yang saat ini dianggap benar akan
ditinggalkan, karena kebenaran teori bersifat akumulatif, sehingga
dengan semakin berlalunya waktu maka akan semakin mengalami
penyempurnaan. Hal ini berbeda dengan kebenaran al-Qur’an yang
bersifat absolut karena ia diturunkan oleh Yang Maha Mengetahui akan
kebenaran.
4. Menyampaikan ilmu (QS 14/52). Sifat kaum muslimin yang
keempat adalah berusaha mengamalkan ilmu yang sudah
didapatnya dengan berusaha menyampaikannya sedapat mungkin
kepada orang lain. Karena pahala ilmu yang telah dipelajari akan
menjadi suatu amal yang tidak pernah putus walaupun ia telah
tiada, jika telah menjadi suatu ilmu yang bermanfaat.
5. Sangat takut kepada Allah SWT (QS 65/10). Sifat yang kelima dari
seorang ilmuwan muslim adalah bahwa dengan semakin
bertambahnya ilmu pengetahuan yang didapatnya maka ia merasa
semakin takut kepada Allah SWT. Hal ini disebabkan karena dengan
semakin banyaknya ilmunya, maka semakin banyak rahasia alam
semesta ini yang diketahuinya dan semakin yakinlah ia akan
kebenaran firman Allah SWT dalam kitab-Nya. Bukan sebaliknya,
semakin pandai maka semakin jauh ia kepada Allah SWT.
6. Bangun diwaktu malam (QS 39/9). Ciri seorang ilmuwan muslim
yang keenam sebagai konsekuensi dari ciri kelima di atas adalah
bahwa dengan semakin yakinnya ia kepada penciptanya maka akan
2.
6
Asep Sunarko - Strategi Pengembangan Potensi Intelektual Muslim
semakin banyak ia beribadah kepada-Nya dan sebaik-baik ibadah
adalah ibadah yang dilakukan diwaktu malam (QS 32/16). 6
B. Potensi Manusia
Pengertian potensi adalah kemampuan yang dimiliki setiap
pribadi (individu) yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan
dalam berprestasi atau dengan kata lain kemampuan yang terpendam
pada diri setiap orang, karena setiap orang memilikinya. 7
Potensi- potensi dasar dan sifat- sifat asal manusia itu berkaitan
dengan masalah spiritual, yaitu dalam hubunganya dengan keyakinan
terhadap Tuhan. Quraish shihab berpandangan bahwa potensi- potensi
manusia juga berkaitan dengan hal- ha lain. Menurutnya fitrah manusia
bukan hanya itu tapi juga kecenderungan hati kepada lawan jenis, anakanak, harta, binatang ternak, sawah dan ladang, dan seterusnya.
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga).( QS. Ali Imran, 3: 14).
Ayat di atas menandaskan bahwa manusia memiliki beragam
potensi, seperti sifat bawaan untuk menyukai lawan jenis, sifat bawaan
untuk memiliki anak, harta benda dan lain sebagainya.
Potensi manusia ada 4 seperti yang dipaparkan oleh H. Fuad
Anshori dalam bukunya Potensi- potensi Manusia:
1. Potensi berpikir
Manusia memiliki potensi berpikir. Seringkali Allah menyuruh
manusia untuk berpikir, Maka Berpikirlah. Logikanya orang hanya
disuruh berpikir karena ia memiliki potensi berpikir. Maka, dapat
dikatakan bahwa setiap manusia memiliki potensi untuk belajar
informasi - informasi baru, menghubungkan berbagai informasi, serta
menghasilkan pemikiran baru. Potensi berpikir ini berbeda antara
manusia satu dibandingkan dengan manusia yang lain. Semakin besar
potensi berpikir semakin besar kemampuan dalam menyerap dan
mengembangkan pengetahuan. Mereka yang berpotensi besar
memiliki kecenderungan ilmiah yang tinggi, mampu membaca lebih
cepat dari rata- rata, menyenangi kegiatan belajar, mampu bepikir
abstrak, mampu berkomunikasi verbal secara baik. Adakalanya
potensi yang dimiliki seseorang itu biasa saja sehingga seseorang
membutuhkan usaha yang lebih untuk memiliki penguasaan tehadap
Nabiel Fuad Al-Musawa, Karakteristik seorang intelektual Muslim,
http//www//Ikhwan.Net diakses Kamis, 04 Maret 2016 Jam 09.00 WIB
7 Mustofa. Mengenal Potensi Diri Untuk
Berprestasi. 26 Maret 2016.
(www.mustofasmp2.wordpress.com). Diakses : Kamis, 04 Maret 2016 Jam 09.00 WIB
6
7
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
pengetahuan. Karena perlu diingat dibalik usaha yang besar itu
ternyata terdapat janji akan balasan bukan
2. Potensi Emosi
Setiap manusia memiliki potensi cita rasa, yang dengannya manusia
dapat memahami perasaan orang lain, memahami suara alam, ingin
mencintai dan dicintai, memprhatikan dan diperhatikan, menghargai
dan dihargai, cenderung kepada keindahan. Orang yang berpotensi
dalam bidang musik mampu mempelajari musik dengan cepat dan
mampu untuk mengembangkan diri dalam bidang musik dan
menciptakan kreasi baru dalam musik. Ada juga yang cepat sekali
meniru tarian dengan lemah gemulai menghasilkan kombinasi baru
gerak tari, ada juga yang berpotensi dalam bidang lukis dan kemudian
mampu melukis dengan bagus dan dilakukan dengan cara baru.
3. Potensi Fisik
Manusia memiliki potensi dalam bidang fisik. Salah satunya yang
melatarbelakangi Nabi Muhammad menyuruh setiap anak untuk
dilatih memanah, berkuda, dan berenang adalah karena manusia
memiliki potensi yang luar biasa untuk membuat gerakan fisik yang
efektif dan efisien serta memiliki kekuatan fisik yang tangguh.Orang
yang berbakat mampu mempelajari olah raga dengan cepat dan selalu
menunjukan permainan yang baik. Gerakan yang mereka tunjukan
dilandasi dengan kemampuan intelektual mereka, khususnya
intelektual yang berhubungan dengan fisik.Sebagai misal David
Beckham pemain tim nasional inggris, Manchaster united dan Real
Madrid, memiliki kemampuan melakukan tendangan bebas yang
disebut tendangan Pisang. Dengan tendangan inilah Becks banyak
menghasilkan gol.
4. Potensi Sosial
Potensi berikutnya adalah potensi dalam bidang sosial atau
kepemimpinan. Dalam sejarah Islam pernah ditunjuk seorang
panglima perang yang masih sangat muda, Usamah bin Zaid namanya.
Saat ditunjuk sebagai panglima dalam perang melawan pasukan
Romawi di perbatasan Balqo’ dan Darum palestina, ia baru berusia 18
tahun. Latarbelakang utama yang menjadikan Nabi Muhammad
menunjuknya adalah karena ia memiliki potensi memimpin yang luar
biasa. Pemilik potensi sosial yang besar memiliki kapasitas
menyesuaikan diri dan mempengaruhi orang lain didasari
kemampuanya belajar, baik dalam dataran pengetahuan maupun
ketrampilan. Anak yang mempunyai potensi sosial yang bagus dapat
merubah kelompok yang tidak produktif menjadi kelompok yang
8
Asep Sunarko - Strategi Pengembangan Potensi Intelektual Muslim
produktif dan dinamis, dari kelompok yang penuh persaingan
menjadi kelompok yang kompak.8
Manusia memiliki potensi yang berebeda-beda antar manusia
yang satu dengan yang lainya. Ada yang berpotensi besar dan ada pula
yang berpotensi biasa saja. Dalam agama Islam ada sebuah catatan yang
patut mendapat perhatian, yaitu potensi yang besar ternyata menuntut
tanggung jawab yang besar pula.
“Dan dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia
meninggikan sebahagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa
derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.
Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya dia
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al- An’am, 6:165)
C. STRATEGI PENGEMBANGAN INTELEKTUAL MUSLIM
Potensi yang dimiliki oleh intelektual muslim membutuhkan
suatu strategi agar bisa berkembang secara optimal dalam
menggerakkan keilmuan umat Islam masyarakat untuk mengembalikan
kejayaan peradaban Islam, menurut Prof. Imam suprayogo tidaknya ada
dua strategi untuk mengembangkan potensi intelektual muslim hal yaitu
:
1. Rekonstruksi kajian Keislaman
Membaca dan memahami teks untuk kemudian diterapkan dalam
kehidupan, demikianlah pola dasar ideal yang dirumuskan oleh umat
islam sehubungan dengan kewajibannya untuk memedomani Al Qur’an
sebagai landasan formal melaksanakan tugas sebagai Khalifatullah dan
Abdullah di muka bumi,9 dengan pola tersebut maka kajian keislaman
oleh kebanyakan orang hanya terbatas pada ilmu-ilmu keagamaan Islam
seperti ilmu kalam, tafsir, fiqih , dan sejenisnya, sedangkan keilmuan
yang banyak berhubungan dengan non teks (ayat kauniyah) seperti ilmu
politik, kimia, biologi kedokteran dan sebagainya dianggap sebagai ilmu
sekuler yang tidak absah apabila dimasukan dalam kajian keislaman.
Mencermati adanya penyempitan kajian keislaman yang hanya
terbatas pada beberapa ilmu tertentu seperti ilmu kalam, tafsir, fiqih dsb
maka professor Imam suprayogo menawarkan alternatif rekonstruksi
kajian keislaman dengan tetap memposisikan al Qur’an dan Hadis
sebagai sumber utama, menurutnya ajaran yang terkandung dalam Al
Qur’an dan Hadis adalah menyangkut lima hal:
1. Ketuhanan
2. Penciptaan
3. Manusia dan prilakunya
H. Fuad Nashori, Potensi- Potensi Manusia, Pustaka Pelajar, Jogyakarta 2005,
Hal. 85- 89
9 Fahruddin Faiz, Hermenutika al Qur’an , El_Saq Press, Sleman hal. 170
8
9
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
4. alam dan sifat-sifatnya
5. keselamatan manusia
Pendekatan lama yang menggunakan konsep tauhid, fiqih, ahlak,
tasawuf, tafsir, tarikh dan bahasa arab dalam mengkaji islam tidak
seluruhnya ditinggalkan namun diintegrasikan dengan pola pendekatan
yang baru. Tatkala berbicara tentang keselamatan manusia maka aspek
tauhid, fiqih, ahlak dan tasawuf akan menjadi bahan kajian. Demikian
pula tatkala mengkaji tentang tuhan, penciptaan, manusia dan
prilakunya, alam dan sifat-sifatnya maka diperlukan ilmu tafsir dan ilmu
hadis dengan berbagai cabangnya.
2. Mengembangkan perangkat metodologis
Menurut profesor Abdussalam kekurangan keilmuwan masa
lampau adalah tidak adanya teori ilmu pengetahuan atau logika
metodologi ilmiah. Sehingga ilmu pengetahuan belum menjadi gerakan
di kalangan umat islam karena tidak ada dasar teoritis untuk prakarsa
ilmiah.
Perangkat metodologis yang diperlukan untuk menggerakkan dan
mengembangkan keilmuan islam adalah:
a). Filsafat,
Filsafat merupakan elemen terpenting dalam pengembangan
intelektual karena fisafat merupakan pola berfikir yang
sistematis, radikal dan universal, melalui metode ini diharapkan
seseorang memiliki kedalaman dalam berefleksi.menurut fazlur
rahman bahwa filsafat adalah hal yang sangat niscaya bagi umat
islam jika menginginkan kembali meraih masa kejayaan dibidang
ilmu pengetahuan.
b). Hermeneutika,
Peranan khazanah ulumul Qur’an sebagai bentuk metodologi
untuk memahami al-Qur’an tidak perlu diragukan lagi hal ini
terbukti dengan berlimpahnya karya tafsir dengan berbagai pola,
mulai dari tahlili sampai maudhu’i dan mulai yang sekedar
mencari sinonim kata sampai melakukan ta’wil secara intuitif dan
menafsirkan secara ilmiah.
Namun titik lemah dari kitab-kitab tafsir klasik adalah tidak
adanya dialektika antara teks-konteks-kontekstualisasi ,
kehadiran hermeneutika sebagai metodologi yang menekankan
akan adanya dialektika antara ketiga hal tersebut tentunya akan
semakin memperkaya dan menggairahkan semangat krilmuan
umat Islam.
10
Asep Sunarko - Strategi Pengembangan Potensi Intelektual Muslim
3. Memperkuat karakteristik intelektual Muslim
Persoalan yang bisa menghambat potensi seorang intelektual
muslim adalah pertarungan pemikiran yang tidak sehat yang
berkembang menjadi pertikaian politik yang menguras energi umat
islam., untuk menghindari hal tersebut seorang intelektual muslim
disamping memiliki fungsi juga diharapkan memiliki karakteristik
kepribadian, diantaranya adalah:
a. Keterbukaan, intelektual muslim bersedia mendengarkan
segala macam pendapat dan paham dengan tenang. Mereka
tidak cepat apriori terhadap segala pendapat yang muncul dan
tidak tergesa-gesa dalam menerima pikiran lain; mereka
menganalisa sebelum menentukan mana yang perlu dipakai
dan mana yang harus ditinggalkan10
b. Tidak mengisolir diri, intelektual muslim tidak melebur dalam
ide-ide dan faham yang ada atau menjauhkan diri dari
perbenturan dan pertentangan pikiran. Dalam hal ini mereka
berpegang pada nilai-nilai ilahi sebagai tata cara hidupnya
dengan konsekwen memelihara identitas mereka agar tidak
hanyut terbawa arus., di tengah-tengah lingkungan yang serba
corak itu mereka berlomba-lomba menegakkan kebajikan
untuk kesejahteraan mahluk sekitarnya tanpa diskriminasi.
c. Kerendahan hati, intelektual muslim walaupun telah
mengembangkan pemikirannya berdasarkan teori-teori,
metode observasi dan eksperimen sehingga menghasilkan
karya cemerlang, namun mereka dengan rendah hati
menyatakan bahwa hasil karya mereka mungkin saja salah.
Contohnya adalah seperti apa yang dilakukan oleh Al Haithan
yang menutup buku karyanya dengan pernyataan: “ that while
all he known about the subject is his book, his knowledge is
limited and there may even be errors in his works. “Only Allah
knows best”.11
d. Kejujuran, seorang intelektual muslim harus berani
menyatakan yang benar dan yang salah apa adanya,
mempunyai integritas pribadi yang tangguh dengan
menjadikan nilai-nilai kejujuran yang bersumber dari ajaran
islam.
10
Muhammad Natsir, peranan cendekiawan Muslim , Jakarta:DDII, 1978, hal 4
11
Ziauddin Sardar “Can science came back to Islam,New Scientist, London hal
216
11
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
4. Mempublikasikan karya intelektual Muslim
Beberapa hasil penelitian berikut ini memberikan gambaran
bahwa karya intelektual muslim yang terpublikasikan jumlahnya masih
sedikit.
Tabel 1
Jumlah Penulis Ilmiah
Jumlah penulis yang
Negara
terdata
Seluruh dunia
352.000
Dunia ketiga
19.000
Negara-negara Islam
3.300
Islam
6.100
Tabel 2
Karya Ilmiyah di beberapa Negara Islam sebagai bagian (prosentase)
dari karya ilmiah dunia, 1976
Negara Islam
Prosentase
Mesir
0.021 %
Iran
0.043 %
Irak
0.022 %
Libya
0.002 %
Pakistan
0.055 %
Arab Saudi
0.008 %
Suriah
0.001 %
India
2.260 %
Tabel 3
Penulisan Ilmiah dalam bidang fisika, matematika, dan kimia, 1989
Jumlah
Jumlah
pengarang
Bidang
pengarang
muslim yang
yang didata
ditemukan
Fisika
4.168
46
Matematika
5.050
53
Kimia
5.375
128
Menurut Prof. Abdus Salam Kemerosotan atas ilmu pengetahuan
yang hidup di dunia Islam lebih banyak disebabkan oleh factor intern,
diantaranya adalah karena terasingnya usaha-usaha ilmiah intelektual
Islam, hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya eksistensi penelitian –
12
Asep Sunarko - Strategi Pengembangan Potensi Intelektual Muslim
penelitian yang dilakukan oleh intelektual muslim masih berjalan sampai
sekarang namun belum terpublikasikan dengan maksimal.
5. Membentuk Komunitas Intelektual Muslim
Untuk mendukung para peniliti diperlukan komunitas yang
mempunyai pandangan ilmiah dan mau mencari kebenaran yang lebih
sempurna sampai dengan batas akhir. Komunitas itu tidak dapat
dibentuk dalam sehari, Eropa membutuhkan waktu empat abad untuk
membentuknya. Pembentukan itu dimulai dari Galileo dan masih
berlangsung hingga kini.
Kaum muslimin telah membentuk masyarakat itu, tetapi hanya mampu
bertahan selama beberapa abad. Dewasa ini dunia Islam adalah pemakai
dan bukan penghasil ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kata lain
dunia Islam mengekspor bahan mentah dan mengimpor barang jadi,
mengubah hal ini diperlukan komunitas peneliti.
C. Kesimpulan
Peradaban Islam adalah peradaban yang dibangun oleh ilmu
pengetahuan Islam yang dihasilkan oleh pandangan hidup Islam. Maka
dari itu, pembangunan kembali peradaban Islam harus dimulai dari
pembangunan ilmu pengetahuan, karena dengan ilmu pengetahuan
seseorang mampu memberi respon terhadap situasi yang sedang
dihadapinya.
Lebih penting dari ilmu dan pemikiran yang berfungsi dalam
kehidupan masyarakat, adalah intelektual. Ia berfungsi sebagai individu
yang bertanggung jawab terhadap ide dan pemikiran tersebut. Bahkan
perubahan di masyarakat ditentukan oleh ide dan pemikiran para
intelektual.
Ini bukan sekedar teori tapi telah merupakan fakta yang terdapat
dalam sejarah kebudayaan Barat dan Islam. Di Barat ide-ide para
pemikir, seperti Descartes, Karl Marx, Emmanuel Kant, Hegel, John
Dewey, Adam Smith dan sebagainya adalah pemikir-pemikir yang
menjadi rujukan dan merubah pemikiran masyarakat. Demikian pula
dalam sejarah peradaban Islam, pemikiran para ulama seperti Imam
Syafii, Hanbali, Imam al-Ghazzali, Ibn Khaldun, dan lain sebagainya
mempengaruhi cara berfikir masyarakat dan bahkan kehidupan mereka.
Jadi membangun peradaban Islam harus dimulai dengan
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh para intelektual muslim
dengan cara memperluas dan merekonstruksi kajian keislaman,
memantapkan dan memperkaya metodologi dalam memahami al Qur’an
serta menumbuh kembangkan karakteristik seorang ilmuan muslim.
Pembangunan ilmu pengetahuan Islam hendaknya dijadikan
prioritas bagi seluruh gerakan Islam, karena dari gerakan ilmu
pengetahuan adalah poros utama untuk menggerakkan bidang-bidang
yang lain. Wallahu a’lam bissawab.
13
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Daftar Pustaka
AS. Hornby, EV. Gatenby, H. Wakefield, The Advanced, Learner’s
Dictionary of Current English, (oxford:Second edition, 1962)
George A. Theodorson and Achilles Theodorson, A Modern Dictionary Of
Sociology, New York: Barnes and Noble Book, 1979
Azra, Azyumardi. Esai-Esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam,
Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 1998.
Natsir, Muhammad. Peranan Cendekiawan Muslim , Jakarta:DDII, 1978
Noer, Deliar. Masalah Ulama Intelektual atau Intelektual Ulama, Jakarta :
Bulan Bintang, 1974
Fuad Al-Musawa, Nabiel. Karakteristik Seorang Intelektual Muslim,
http//www//Ikhwan.Net diakses tanggal 30 Maret 2016 jam 10:00
Nashori, Fuad. Potensi - Potensi Manusia, Pustaka Pelajar, Jogyakarta
2005
Faiz, Fahruddin. Hermenutika al Qur’an , eLSAQ Press, Sleman
Sardar, Ziauddin. “Can science came back to Islam,New Scientist, London
Mustofa. Mengenal Potensi Diri Untuk Berprestasi. 26 Maret 2016.
(www.mustofasmp2.wordpress.com)
14
KETIMPANGAN GENDER DALAM PENDIDIKAN
Chairani Astina
Dosen UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo
Abstrak
Pendidikan yang dapat mencerdaskan bangsa adalah pendidikan yang terbebas
dari unsur diskriminasi gender. Laki-laki dan perempuan, sama–sama berhak
memperoleh pendidikan tinggi, sama-sama berhak mengabdikan ilmu yang telah
diperolehnya untuk kebaikan manusia, baik dalam lingkungan rumah tangga maupun
diluar rumah tangganya.
Meskipun saat ini sudah banyak perempuan yang mengenyam pendidikan akan
tetapi mereka tetap belum mendapatkan kesempatan sepenuhnya untuk
mengembangkan kualitas diri mereka dengan cara meneruskan pendidikan mereka
kejenjang yang lebih tinggi lagi, dikarenakan beberapa faktor yaitu : ekonomi, sosial,
fasilitas pendidikan dan pembagian peranan menurut jenis kelamin. Dan ada pula
beberapa ketimpangan yang terjadi dalam pendidikan yaitu: 1) kurikulum yang bias
gender, 2) kebijakan sekolah yang diskriminatif, dan 3) stigmatisasi disiplin ilmu. Untuk
mengembangkan masyarakat, ada beberapa prinsip yang harus ditumbuhkan dalam
penyelenggaraan pendidikan emansipatori : Pemerataan atau kesetaraan,
berkelanjutan, produktifitas, dan pemberdayaan dari setiap individu.
Adapun tujuan dari pendidikan berperspektif gender di antaranya: mempunyai
akses yang sama dalam pendidikan, kewajiban yang sama, dan persamaan kedudukan
dan peran. Jika ini dapat direalisasikan maka kita bisa mengurangi terjadinya
ketimpangan-ketimpangan gender yang ada dalam pendidikan.
Kata kunci : Ketimpangan Gender, Pendidikan.
Abstract
Education can achieve the nation is free from gender discrimination element.
Men and women are equally entitled to obtain higher education, are equally entitled to
devote knowledge that has been gained for the benefit of man, both within the
household and outside the household.
Although it's been a lot of women who get an education but they still have not
gotten a chance to fully develop the qualities themselves in a way to continue their
education to a higher level again, due to several factors: economic, social, educational
facilities and the distribution of roles according to the types of genitals. And there are
also some inequality in education, namely: 1) gender-biased curriculum, 2)
discriminatory school policy, and 3) the stigmatization of disciplines. To develop a
community, there are several principles that must be grown in the administration of
emancipatory education: Equity or equality, sustainability, productivity and
empowerment of each individual.
The purpose of education with a gender perspective include: equal access to
education, the same obligations, and equality and roles. If this can be realized then we
could reduce the gender inequalities that exist in education.
Keywords: Gender Inequality, Education
15
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
A. Latar Belakang
Pada masa Yunani, pendidikan dikonsepsikan sebagai proses
penyiapan kehidupan manusia yang memilikitiga tipe sebagai
masyarakat yang mewujudkan Negara ideal, yaitu: 1) Manusia sebagai
pemikir dan pengatur Negara, 2) Manusia sebagai kesatria dan
pengaman Negara, 3) Manusia sebagai pengusaha dan penjamin
kemakmuran serta kesejahteraan Negara dengan segenap warganya.
Pendidikan yang dapat mencerdaskan bangsa adalah
pendidikan yang terbebas dari unsur diskriminasi gender. Laki-laki
dan perempuan, sama–sama berhak memperoleh pendidikan tinggi,
sama-sama berhak mengabdikan ilmu yang telah diperolehnya untuk
kebaikan manusia, baik dalam lingkungan rumah tangga maupun
diluar rumah tangganya1.
Perbedaan prestasi yang dicapai laki-laki dan perempuan
sangat berkaitan erat dengan lingkungan yang dimodifikasi secara
berbeda. Andaikan lingkungan sejak semula memberikan kesempatan
yang sama kepada perempuan dan laki-laki untuk mahir di berbagai
bidang ilmu pengetahuan, seperti yang dilakukan pada anak laki-laki
pada umumnya, tentu perempuan tidak akan mengalami
ketertinggalan.2
Sebagai mana ada pepatah yang sering kita dengar “wanita
adalah tiang negara, apabila wanitanya baik maka negaranya akan
baik, apabila wanitanya rusak maka negara itu akan rusak pula”. Dari
pepatah ini bisa kita simpulkan bahwa betapa besarnya pengaruh
seorang wanita dalam kehidupan ini, jika seorang wanita baik, pintar,
dan berakhlak mulia maka mereka akan bisa mewujudkan para
pemimpin yang hebat untuk suatu negara. Dengan ini mestinya kita
sudah bisa mencermati betapa pentinggnya bagi seorang wanita
untuk mendapatkan pedidikan sama dengan hal layaknya para lakilaki. Apa lagi kita juga sering mendengarkan ungkapan yang sangat
populer bahwasanya “Dibalik laki-laki yang hebat ada perempuan
yang hebat”, dari makna yang tersirat dalam ungkapan tersebut
bahwasanya antara perempuan dan laki-laki mereka saling
melengkapi antara satu sama lainnya. Seorang perempuan bisa
menjadi hebet ketika dia bisa menghebatkan laki-laki yang ada dalam
kehidupannya, baik itu kakek, ayah, kakak, adik dan anak. Begitu juga
dengan laki-laki mereka bisa meraih suatu kesuksesan dan dikatakan
hebat itupun juga tidak luput dari peran perempuan yang ada dalam
kehidupannya, baik itu nenek, ibu, kakak dan adik.
Eti Nurhayati, Psikologi Perempuan dalam berbagai perspektif, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar,2012), hal. 145
2 Ibid,hal.105.
1
16
Chairani Astina - Ketimpangan Gender dalam Pendidikan
Seiring perjalanan sejarah, kaum perempuan telah banyak
mengalami berbagai erosi, mulai dari kepribadian, akhlaq, bahkan
aqidah. Dan itu semua tidak luput dari pengetahuan yang mereka
miliki melalui jenjang pendidikan, sebagaimana yang selama ini kita
ketahui pendidikan pada dahulunya lebih diprioritaskan bagi kaum
laki-laki saja, sementara kaum perempuan tidak diberikan
kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi baik
karena alasan ekonomi maupun anggapan tugas domestic perempuan.
Fenomena subordinasi perempuan dalam pendidikan
Indonesia menyaratkan suatu revolusi cultural. Yakni menghancurkan
mitos dan segala bentuk pembekuan anggapan yang menyatakan
bahwa subordinasi perempuan itu alami (natural). Upaya penyadaran
bisa dilakukan melalui pendidikan seperti yang pernah dilakukan R.A.
Kartini. Salah satu yang diperjuangkan pada waktu itu adalah
kesetaraan pendidikan antara perempuan dan laki-laki3.
A. Pengertian Pendidikan dan Tujuannya
1. Pengertian Pendidikan
Pengertian pendidikan dari beragam perspektif para tokoh
pendidikan yang ada pada buku Dasar-Dasr Kependidikan
(Hamdani, 2011), dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah
sebuah system yang terencana untuk mewujudkan suasana
bealajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik
dapat mengembangkan potensi dirinya secara aktif sehingga
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya dan masyarakat4.
2. Tujuan Pendidikan
Tujuan merupakan sasaran yang hendak dicapai dan
sekaligus merupakan pedoman yang member arah bagi segala
aktivitas yang dillakukan. Salah satu tujuan pendidikan dalam
islam adalah “mengembangkan manusia yang baik yang beribadah
dan tunduk kepada Allah serta mensucikan diri dari dosa” 5.
Menurut Zakiyah Drajat ada beberapa tujuan pendidikan, yaitu :
3
Agnes Widanti, Fatimah Usman, Belajar Gender, analisis : mengurai
ketimpangan gender dalam realitas masyarakat, (Semarang : JGJ PMII Jateng, 2005), hal.
45.
4 Hamdani, Dasar-dasar Kependidikan, (Bandung : Pustaka Setia, 2011), hal.1321.
5 Hery Noer Aly. Munzier, Et, al, Watak pendidikan islam, (Jakarta: Friska Agung
Insani, 2003), hal. 152.
17
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
a. Tujuan umum yaitu tujuan yang akan dicapai dengan semua
kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran, atau dengan
cara lain.
b. Tujuan akhir yaitu insane kamil yang akan menghadap
Tuhannya, merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan
islam.
c. Tujuan sementara yaitu tujuan yang akan dicapai setelah
anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang
direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.
d. Tujuan operasional yaitu tujuan praktis yang akan dicapai
dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu 6.
B. Pengertian Gender Dan Kesetaraannya dalam Pendidikan
Menurut para ahli, gender didefinisikan sebagai isu perbadaan
kelas antara laki-laki dan perempuan. Gender telah lantang digemborgemborkan dimana-mana. Sebenarnya apakah gender itu? Gender
merupakan atribut yang disematkan pada seseorang, dikodifikasikan
dan dilembagakan secara sosial maupun kultural kepada laki-laki atau
perempuan. Gender berkaitan dengan pikiran dan harapan
masyarakat untuk melakukan peranan terbaik sebagai laki-laki atau
perempuan. Karena gender merupakan bentuk sosial (pengalaman
masyarakat), maka penempatan gender dari waktu kewaktu selalu
berubah. Gender tidak bersifat universal, artinya antara masyarakat
satu dengan yang lainmempunyai pengertian yang berbeda-beda
dalam
memahami
gender.
Perbedaan
ini
disebabkan
settingsosiohistoris masyarakat satu dan lainnya tidak sama. Peran
gender juga dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan
karena gender bukan kodrat Tuhan (hukum Tuhan) melainkan
bentukan sosial7.
Keadilan dan kesetaraan adalah gagasan dasar, tujuan dan misi
utama peradaban manusia untuk mencapai kesejahteraan,
membangun keharmonisan kehidupan bermasyarakat dan bernegara,
dan membangun keluarga berkualitas. Terwujudnya kesetaraan dan
keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara
perempuan dan laki-laki, sehingga mereka memiliki akses,
kesempatan berpartisipasi dan kontrol atas pembangunan dan
memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Secara
historis telah terjadi dominasi laki-laki dalam segala lapisan
masyarakat di sepanjang zaman, dimana perempuan dianggap lebih
rendah daripada laki-laki. Dari sini muncullah doktrin
Zakiah Darajat, Ilmu pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal.29-33
Agnes Widanti, Fatimah Usman, Belajar Gender, analisis : mengurai
ketimpangan gender dalam realitas masyarakat, hal.3.
6
7
18
Chairani Astina - Ketimpangan Gender dalam Pendidikan
ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan8. Ketidaksetaraan
tersebut diantaranya adalah:
1. Marginalisasi terhadap perempuan
Marginalisasi berarti menempatkan atau menggeser
perempuan kepinggiran. Perempuan dicitrakan lemah, kurang atau
tidak rasional, kurang atau tidak berani, sehingga tidak pantas atau
tidak dapat memimpin.
2. Steorotip masyarakat terhadap perempuan
Pandangan stereotip masyarakat, yakni pembakuan
diskriminatif antara perempuan dan laki-laki. Perempuan dan lakilaki sudah mempunyai sifat masing-masing yang sepantasnya,
sehingga tidak dapat keluar dari qodrat yang telah ada.
3. Subordinasi terhadap perempuan
Pandangan ini memposisikan perempuan dan karya-karyanya
lebih rendah dari laki-laki, sehingg amenyebabkan mereka merasa
sudah selayaknya sebagai pembantu, nomor dua, sosok bayangan,
dan tidak berani memperlihatkan kemampuannya sebagai pribadi.
Laki-laki menganggap perempuan tidak mampu berpikir seperti
ukuran mereka, sehingga mereka selalu khawatir apabila memberi
pekerjaan berat kepada perempuan.
4. Beban ganda terhadap perempuan
Pekerjaan yang diberikan kepada perempuan lebih lama
pengerjaannya bila diberikan kepada laki-laki, karena perempuan
yang bekerja disektor publik masih memiliki tanggungjawab
pekerjaan rumah tangga yang tidak dapat diserahkan kepada
pembantu rumah tangga sekalipun pembantu rumah tangga samasama perempuan.
5. Kekerasan terhadap perempuan
Kekerasan terhadap perempuan dapat berupa kekerasan
psikis, seperti pelecehan, permintaan hubungan seks ditempat
umum, senda gurau yang melecehkan seks perempuan. Dan
kekerasan fisik, seperti pembunuhan, perkosaan, penganiayaan
terhadap perempuan dan lain sebagainya 9.
Sementara itu dalam pendidikan dasar persamaan pendidikan
menghantarkan setiap individu atau rakyat mendapatkan pendidikan
sehingga bisa disebut pendidikan kerakyatan. Sebagaimana Athiyah,
Wardiman Djojonegoro menyatakan bahwa ciri pendidikan
Asghar Ali Engineer, Hak-hak Perempuan dalam Islam, terj. Farid Wajidi dan
Cici Farkha Assegaf, Yogyakarta: Lembaga study Pengembangan Perempuan dan Anak,
1994, hlm. 55.
8
9
A. Nunuk P. Murniati, Getar Gender, Magelang: Indonesia Tera, 2004, hlm. XX-
XXIV.
19
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
kerakyatan adalah perlakuan dan kesempatan yang sama dalam
pendidikan pada setiap jenis kelamin dan tingkat ekonomi, sosial,
politik, agama dan lokasi geografis publik. Dalam kerangka ini,
pendidikan diperuntukkan untuk semua, minimal sampai pendidikan
dasar. Sebab manusia memiliki hak yang sama dalam mendapatkan
pendidikan yang layak. Apabila ada sebagian anggota masyarakat
yang tersingkir dari kebijakan kependidikan berarti kebijakan
tersebut telah meninggalkan sisi kemanusiaan yang setiap saat harus
diperjuangkan10.
C. Ketimpangan Gender Dalam Pendidikan
1. Kurikulum yang Bias Gender
Terjadinya distori padagogis yang ditimbulkan media masa
juga tuntutan pemerintah dan industri swasta. Untuk tehnik
pendidikan menengah dan tinggi juga mempresentasikan hal
serupa yakni nilai dan kurikulum yang bias gender. Sebenarnya
masalah nilai materi merupakan salah satu tantangan yang harus
dihadapi dalam pengembangan kurikulum agar tidak bias.
Kurikulum yang bias gender didalamnya memuat dua hal, yakni :
 Kurikulum pendidikan secara teori dalam materi yang
diberikan
 Kurikulum yang diberikan dalam bentuk kegiatan atau
praktek.
2. Kebijakan Sekolah yang Diskriminatif
Kebijakan-kebijakan yang diambil penguasa pendidikan
terhadap siswa laki-laki dan perempuan sering merugikan salah
satunya. Tetapi yang paling dirugikan adalah siswa perempuan,
semis ala sudut pandang yang membedakan peta perempuan dan
laki-laki.
Pertama, bidang studi yang diterima laki-laki lebih pada
alokasi waktu dan kesempatan yang leluasa. Hal ini dapat kita lihat
dalam pemberian kesempatan masuk perguruan tinggi jurusan
tertentu, sepert teknik dan otomotif. Dengan kesempatan yang
berbeda tentu saja buku-buku dan materi laki-laki lebih beragam.
Sementara siswi dianggap telah cukup dengan menguasai masalahmasalah sehingga tidak aneh jika laki-laki kelak dapat
mengembangkan diri untuk menjadi pemimpin.
Kedua, keberadaan diluar (masyarakat dan lingkungan)
kurang mendapat tempat dan sambutan, sementara itu pula
peraturan dan kebijakan yang ditujukan kepada perempuan telah
Eni Purwati dan Hanun Asrohah, Bias Gender dalam Pendidikan Islam,
Surabaya: Alpha, 2005, hlm: 30.
10
20
Chairani Astina - Ketimpangan Gender dalam Pendidikan
membatasi kiprahnya diluar sehingga mereka kekurangan
informasi dan kegiatan11.
Pembelajaran yang selama ini berlangsung dilembagalembaga pendidikan sekolah maupun luar sekolah, disinyalir
sebagian kalangan masih belum berwawasan gender, karena belum
dapat menggali dan mengembangkan semua talenta peserta didik,
terutama mereka yang perempuan dan kaum dhu’afa. Hal ini
karena : (1) masih ada anggapan bahwa prinsip utama pendidikan
terletak pada usaha para pendidik, orang tua, atau peserta didik
untuk selalu mentaati setiap peraturan tampa reserfe, (2) ada mitos
bahwa perempuan kurang cerdas dibanding laki-laki, betapapun
mereka mendapat pendidikan seperti laki-laki.
Perlakuan diskriminasi dalam proses pembelajaran berakar
dari paradigma konvensional yang memandang anak perempuan
lebih rendah dari anak laki-laki dalam berbagai partisipasi
kehidupan. Paradigma yang telah terkontruksi secara kultural
turun temurun ini diperkuat oleh usaha-usaha untuk mengarahkan
laki-laki maskulin dan anak perempuan menjadi feminim, yang
kemudian mempengaruhi perkembangan masing-masing anak
perempuan dan anak laki-laki menjadi berbeda. Sosialisasi ini
terjadi sejak dini melalui instansi keluarga, sekolah, masyarakat,
dan negara.12
3. Stigmatisasi disiplin Ilmu
Variasi-variasi peranan dimainkan laki-laki dan perempuan
adalah produk dari norma dan nilai-nilai diluar dari individu yang
mengajari. Mereka sejak muda belia sudah menerima refleksi
perbedaan gender, sehingga stigmatisasi keberbedaan disiplin ilmu
menjadi budaya dimasyarakat. Hal inilah yang mengakibatkan
diskriminasi terhadap pendidikan perempuan. Pendiskriminasian
tersebut disebabkan beberapa factor, sebagi berikut :
a. Factor Ekonomi
Para orang tua lebih memberikan kesempatan pada anak
laki-laki karena lemahnya ekonomi. Ketersedian uang dan waktu
untuk mengejar cita-cita mengakses pendidikan tinggi, pemudi
ketika ditanya mengapa tidak melanjutkan keperguruan tinggi,
mereka menjawab “cannot afford it” ini disebabkan karena
11
Agnes Widanti, Fatimah Usman, Belajar Gender, analisis : mengurai
ketimpangan gender dalam realitas masyarakat. Hal.46-47.
Eti Nurhayati, Psikologi Perempuan dalam berbagai perspektif, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar,2012), hal. 121-122.
12
21
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
orang tua harus menyediakan biaya lebih banyak dibanding
untuk anak laki-laki melanjutkan pendidikan.
b. Factor fasilitas pendidikan
Jumlah lembaga pendidikan dipedesaan kurang memadai.
Baik itu fasilitas umum, khusus ataupun pendukung.
c. Factor social
Awal sosialisasi untuk mandiri antara ank perempuan
dan laki-laki yang dibedakan oleh orang tua dan keluarga,
mengakibatkan mereka tumbuh berbeda, termasuk dalam gaya
berfikirnya. Perkembangan seorang aak sangat ditentukan
pertama sekali oleh lingkungan dimana anak lahir, diasuh dan
dibesarkan dalam lingkungan keluaraga. Adanya kebudayaan
(adat) yang menganggap bahwa anak perempuan telah cukup
menguasai masalah-masalah pokok dalam pendidikan.
d. Factor pembagian peran menurut jenis kelamin.
Selama ini banyak orang beranggapan bahwa
kepribadian perempuan dan laki-laki sangat berbeda dan tidak
ada kesamaan yang dapat menjembatani keduanya. Anggapan
ini menimbulkan banyak orang yang mengalami penderitaan
psikis karena mereka terikat untuk berperan sebagai
perempuan saja dan laki-laki saja, seperti yang telah ditentukan
oleh orang tua melalui perlakuan yang berbeda sejak kecil
dikeluarga.
Para orang tua cenderung menilai bahwa anak
perempuan lebih lemah (pemahamannya dalam pelajaran)
dibandingkan anak laki-laki. Akibat dari factor-faktor diatas,
maka timbul persoalan lain, diantaranya :
1. Pendominasian laki-laki dalam pengambilan keputusan.
2. Karena pendidikan perempuan kurang memadai dan kurang
keterampilan maka banyak istri yang hidupnya tergantung
pada suami cenderung menerapkan system patriarkhi.
3. Masih tingginya tingkat pernikahan dibawah umur terutama
perempuan, akibatnya banyak terjadi kawin-cerai dibawah
umur karena usia mereka menunjukkan ketidak siapan untuk
menikah.
4. Karena pendidikan yang kurang, maka mereka kurang
mampu membina keluarga secara psikologis dan kesehatan
keluarga13.
13
22
Ibid, hal.47.
Chairani Astina - Ketimpangan Gender dalam Pendidikan
D. Pendidikan Memandang Gender
Dalam deklarasi hak-hak asasi manusia pasal 26 dinyatakan
bahawa: Setiap orang berhak mendapatkan pengajaran… Pengajaran
harus mempertinggi rasa saling mengerti, saling menerima serta rasa
persahabatan antara semua bangsa, golongan-golongan kebangsaan,
serta harus memajukan kegiatan PBB dalam memelihara perdamaian
dunia.
Dari deklarasi diatas , sesungguhnya pendidikan tidak hanya
dianggap dan dinyatakan sebagai sebuah unsure utama dalam upaya
pencerdasan bangsa melainkan juga sebagai produk atau konstruksi
social, maka dengan demikian pendidikan juga memiliki andil bagi
terbentuknya relasi gender dimasyarakat. Pendidikan memang harus
menyentuh kebutuhan dan relevan dengan tuntutan zaman, yaitu
kualitas yang memiliki keimanan dan hidup dalam ketaqwaan yang
kokoh, mengenali, menghayati dan menerapkan akar budaya bangsa
berwawasan luas dan komprehensif, menguasai ilmu pengetahuan,
dan keterampilan mutakhir, mampu mengantisipasi arah
perkembangan, berfikir secra analitik, terbuka pada hal-hal baru,
mandiri, selektif, mempunyai kepedulian social yang tinggi, dan bisa
meningkatkan prestasi. Perempuan dalam pendidikannya juga
diarahkan agar mendapatkan kualifikasi tersebut sesuai dengan taraf
kemampuan dan minatnya14.
Seperti dalam prinsip pendidikan emansipatori, yang mana
sepatutnya memperlakukan masyarakat : laki-laki, perempuan, kaya
atau miskin untuk berperan setara dan bertujuan untuk memperbaiki
kehidupan dan memperluas pilihan masyarakat (Streeten, 1995).
Perbaikan kondisi dan perluasan pilihan itu diharapkan dapat
memberikan akses yang sama bagi semua orang keberbagai
kesempatan untuk memberbesar pilihan hidup mereka, dapat
memberikan suatu kerangka untuk memahami bagaimana system
ekonomi, social, lingkungan, dan pemerintah berinteraksi , serta
mengkaji trade-offs diantara berbagai subsistem itu, serta dapat
mengoptimalkan produktivitasnya melalui investasi dalam
pembangunan ekonomi makro menuju peraihan potensinya yang
optimal. Atas dasar itu masyarakat dapat menentukan pilihannya
sendiri secara otonom.
Untuk mengembangkan masyarakat, ada beberapa prinsip
yang harus ditumbuhkan dalam penyelenggaraan pendidikan
emansipatori :
1. Pemerataan atau keselaraan (equity), prinsip ini menganduk
makna suatu kesamaan dan kesetaraan dalam pemanfaatan
14
Moh.Roqib, Pendidikan Perempuan, (Yogyakarta: Gama Media, 2003), hal.49.
23
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
setiap kesempatan. Dalam bidang pendidikan kesempatan harus
diberikan yang sama kepada rakyat kecil, kaum perempuan,
kelompok dewasa dan tua, masyarakat ditempat terpencil, suku
terasing, etnis minoritas dan yang lainnya.
2. Berkelanjutan (subtainability), prinsip dasar pembangunan
berkelanjutan menurut World Comission on Environment and
Development (1987) bahwa generasi sekarang harus memenuhi
kebutuhannya tampa mengorbankan kemampuan generasigemerasi yang akan dating untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Pendidikan emansipasi untuk masyarakat harus
diselenggarakan secara berkelanjutan antar generasi.
3. Produktivitas (productivity), pendidikan yang diselenggarakan
oleh masyarakat harus menghasilkan kemanfaatan sebesarbesarnya bagi kemajuan masyarakatnya melalui investasi dalam
pembangunan manusia yang memungkinkan manusia meraih
potensi optimalnya.
4. Pemberdayaan
(empowerment).
Pemberdayaan
berarti
memberikan kesempatan kepada individu untuk berprestasi
aktifdalam setiap ikhtiar pembangunan sekaligus upaya
pembelajaran masyarakat dalam proses pengembangan diri,
memberikan kesmpatan pada masing-masing warga masyarakat
untuk berkembang sesuai dengan daya kemampuannya 15.
Dengan demikian, departemen pendidikan melakuakn
perubahan pada kurikulum dan rupanya sudah terakomodasi dalam
kurikulum 2004 tinggal bagaimana mengaplikasikannya dalam bahan
ajar terutama isu gender meskipun pada kenyataannya masih
membawa dampak bias gender dalam masyarakat yang masih
berakibat pada kurang optimalnya sumberdaya manusia yang optimal
yang unggul disegala bidang tampa memandang jenis kelamin.
Dengan demikian, pendidikan seharusnya memberikan mata
pelajaran yang sesuai dengan bakat dan minat setiap individu
perempuan, bukan hanya diarahkan pada pendidikan agama dan
ekonomi rumah tangga , melainkan juga masalah pertanian, dan
keterampilan lainnya. Pendidikan dan bantuan terhadap perempuan
dalam semua bidang tersebut akan menjadikan nilai amat besar dan
merupakan langkah awal untuk memperjuangkan persamaan
sesungguhnya16.
15
16
hal.1-49.
24
Eti Nurhayati, Psikologi Perempuan dalam berbagai perspektif, hal. 171-177.
Daryo Sumanto, Isu Gender dalam Bahan Ajar, (Jakarta: Akses Internet, 2004),
Chairani Astina - Ketimpangan Gender dalam Pendidikan
E. Tujuan Pendidikan Berprespektif gender
Tujuan dari pendidikan berperspektif gender di antaranya:
1. Mempunyai akses yang sama dalam pendidikan, misalnya, anak
pria dan wanita mendapat hak yang sama untuk dapat mengikuti
pendidikan sampai ke jenjang pendidikan formal tertentu. Tentu
tidaklah adil, jika dalam era global sekarang ini menomorduakan
pendidikan bagi wanita, apalagi kalau anak wanita mempunyai
kemampuan. Pemikiran yang memandang bahwa wanita
merupakan tenaga kerja di sektor domestik (pekerjaan urusan
rumah tangga) sehingga tidak perlu diberikan pendidikan formal
yang lebih tinggi, merupakan pemikiran yang keliru.
2. Kewajiban yang sama , umpamanya seorang laki-laki dan
perempuan sama-sama mempunyai kewajiban untuk mencari ilmu.
Sejalan dengan hadits nabi “menuntut ilmu adalah kewajiban bagi
setiap muslim laki-laki dan muslim perempuan”.
3. Persamaan kedudukan dan peranan, contohnya baik pria maupun
wanita sama-sama berkedudukan sebagai subjek atau pelaku
pembangunan. kedudukan pria dan wanita sebagai subjek
pembangunan mempunyai peranan yang sama dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau dan menikmati hasil
pembangunan.
Akhirnya
berkaitan
dengan
persamaan
kesempatan17.
Dapat diambil contoh, jika ada dua orang guru yakni seorang pria
dan seorang wanita sama-sama memenuhi syarat, keduanya mempunyai
kesempatan yang sama untuk mengisi lowongan sebagai Dekan atau
Ka.Prodi. Wanita tidak dapat dinomorduakan semata-mata karena dia
seorang wanita. Pandangan bahwa pemimpin itu harus seorang pria
merupakan pandangan yang keliru dan perlu ditinggalkan. Pendidikan
berperspektif gender barulah akan memberikan hasil secara lebih
memuaskan, jika dilaksanakan oleh seluruh kalangan masyarakat, mulai
dari yang tergabung dalam lembaga pendidikan formal maupun non
formal, instansi pemerintah, swasta seperti organisasi profesi, organisasi
sosial, organisasi politik, organisasi keagamaan dan lain-lain sampai
pada unit yang terkecil yaitu keluarga. Pembangunan di bidang
pendidikan misalnya, kalau perencanaannya, pelaksanaannya atau
pelayanannya, pemantauannya dan evaluasinya sudah berwawasan
gender, maka dapat dipastikan bahwa pendidikan yang baik dapat
dinikmati oleh baik laki-laki maupun perempuan. Demikian pula
pembangunan di bidang-bidang yang lainnya.
Modul, Evaluasi Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Di Sektor Pendidikan,
Direktorat Kependudukan dan Pemberdayaan Perempuan Bappenas bekerja sama
dengan CIDA melalui Women’s Support Project Phase II. hlm. 29.
17
25
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
F. Kesimpulan
Sebagaimana yang kita ketahui pendidikan adalah suatu
kebutuhan pokok manusia, baik itu pendidikan formal ataupun informal,
pendidikan sangat berperan penting bagi seorang manusia, baik itu lakilaki ataupun perempuan, karena manusia sudah berhak mendapatkan
pendidikan semenjak dia didalam kandungan sang ibu, untuk bekal
mereka kelak dalam menjalani kehidupan. Jadi sangatlah tidak adil jika
dalam pendidikan adanya pendiskriminasian terhadap salah satu pihak
yang akan dirugikan pada masyarakat dalam kesempatan untuk meraih
berbagai ilmu pengetahuan dalam segala bidang sesuai dengan minat
individu. Maka dari itu, dengan adanya kesetaraan gender dalam
pendidikan hendaknya bisa membantu para partisipan dalam dunia
pendidikan bisa memberikan kesejahteraan kepada masyarakat
seoptimal mungkin, sehingga tidak adanya keterbelakangan, akhlaq,
pengetahuan, pola berfikir yang mengakibatkan banyaknya
ketimpangan-ketimpangan gender dalam pendidikan.
Melalui pendidikan juga bisa dijadikan sebagai wasilah untuk
merobah mitos yang telah mendarah daging didalam kehidupan
masyarakat kita tentang gender. Baik itu dalam pengembangak
kurikulum yang ada, dan dalam proses belajar mengajar ataupun materi
dengan contoh kegiatan praktek yang begitu membedakan kemampuan
mereka antara siswa laki-laki dan perempuan
26
Chairani Astina - Ketimpangan Gender dalam Pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
Aly, Hery Noer. Munzier, Et, al, Watak pendidikan islam, Jakarta: Friska
Agung Insani, 2003.
Darajat, Zakiah, Ilmu pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Engineer, Asghar Ali, Hak-hak Perempuan dalam Islam, terj. Farid Wajidi
dan Cici Farkha Assegaf,
Yogyakarta: Lembaga study
Pengembangan Perempuan dan Anak, 1994.
Hamdani, Dasar-dasar Kependidikan, Bandung : Pustaka Setia, 2011.
Modul, Evaluasi Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Di Sektor
Pendidikan, Direktorat Kependudukan dan Pemberdayaan
Perempuan Bappenas bekerja sama dengan CIDA melalui Women’s
Support Project Phase II. hlm. 29.
Murniati, A. Nunuk P., Getar Gender, Magelang: Indonesia Tera, 2004.
Purwati, Eni dan Hanun Asrohah, Bias Gender dalam Pendidikan Islam,
Surabaya: Alpha, 2005.
Nurhayati, Eti, Psikologi Perempuan dalam berbagai perspektif,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2012.
Roqib, Moh., Pendidikan Perempuan, Yogyakarta: Gama Media, 2003..
Sumanto, Daryo, Isu Gender dalam Bahan Ajar, Jakarta: Akses Internet,
2004.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Widanti, Agnes, Fatimah Usman, Belajar Gender, analisis : mengurai
ketimpangan gender dalam realitas masyarakat, Semarang : JGJ
PMII Jateng, 2005.
27
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
28
ILMU MUNASABAH SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN
ISLAM
Hendri Purbo Waseso1
Abstrak
Kajian dalam ulumul qur’an dapat dianggap sebagai kajian lama atau yang telah
menyejarah dalam perjalanan umat Islam. Mendekati kajian-kajian tersebut dari
prespektif yang berbeda dapat memproduksi pengetahuan baru. Melalui
kontekstualisasi, seperti yang dilakukan oleh tokoh muslim kontemporer seperti
Muhammad Abduh dengan tafsir rasionalnya, Nasr Hamid dengan kajian tekstualitas alQur’annya dan sederet tokoh lainnya, agaknya tidak mustahil jika kajian dalam ulumul
qur’an dianalisa relevansi dan kontekstualisasinya dengan pendidikan Islam.
Analisa yang digunakan dalam tulisan ini melalui pendekatan hermenutika yaitu,
mencari dalalah dalam ilmu munasabah sampai kemudian ditemukan maghza nya
dalam konteks pendidikan Islam. Hasilnya adalah bahwa ilmu munasabah dapat
dijadikan sebagai pendekatan dalam pendidikan Islam.
Kata kunci: Ilmu Munasabah, Pendidikan Islam.
Abstract
Studies in Ulumul quran can be considered as the study of old or who have been
historically the way Muslims. Approaching these studies from a different perspective
can produce new knowledge. Through contextualization, as practiced by contemporary
Muslim figures such as Muhammad Abduh with rational interpretation, Nasr Hamid
with textuality al-Quran studies and a series of other figures, it seems not impossible if
the studies in Ulumul quran analyzed the relevance and kontekstualisasinya with
Islamic education.
Analysis used in this writing approach in hermenutika that is, looking for
dalalah in the science of munasabah to later found maghza his in the context of islamic
education.The result is that the science munasabah can be used as this approach in
islamic education.
Keywords: the science munasabah, islamic education.
1
Penulis adalah Dosen di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UNSIQ Jawa
Tengah
29
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
A. Latar Belakang Masalah
Al Qur’an merupakan kitab suci sekaligus sumber ilmu bagi
umat Islam. Didalamnya terdapat himpunan ayat-ayat dan suratsurat yang diterima oleh Nabi Muhammad Saw dari Allah Swt
melalui malaikat jibril secara bertahap. Pada masa khalifah Usman,
muncullah kebijakan tentang dibukukannya al Qur’an. Dalam proses
tersebut, terdapat berbagai perdebatan dari berbagai kalangan
sahabat. Salah satu sebabnya adalah karena beragamnya bacaan
(qira’at) al-Qur’an yang menurut pendapat yang masyhur ada tujuh
macam. Salah satu sahabat yang pernah menentang usaha khalifah
usman dalam pembukuan al-Qur’an adalah Ibnu Mas’ud.2 Dan
bacaan selain mushaf usmani pun banyak yang dianggap tidak “sah”
diantaranya mushaf Ubay bin Ka’ab, mushaf Abdullah bin Abbas,
Mushaf Ali bin Abi Thalib, Mushaf Abdullah bin Umar, mushaf
Hafshah, mushaf Ummi Salamah, mushaf Abdullah bin Zubair,
mushaf Aisyah dan lain sebagainya. 3 Pengesahan mushaf usmani
tersebut yang menjadi rujukan umat muslim sekarang merupakan
sejarah awal perjalanan dari unifikasi kitab suci al-Qur’an. Dan
keragaman qira’at selanjutnya juga berkembang pada banyaknya
penafsiran yang muncul. Baik penafsiran yang dilihat dari teks
maupun makna dari teks al-Qur’an.
Dari prespektif sejarah, munculnya ulumul qur’an pada akhir
abad ke 3 hijriah merupakan usaha para ilmuwan muslim untuk
merespon masalah-masalah yang muncul di masyarakat pada waktu
itu yang digunakan untuk mempermudah memahami pesan-pesan
al-Qur’an. Masalah-masalah tersebut menjadi sebab munculnya
kajian dalam ulumul qur’an seperti asbabun nuzul, makki maddani,
‘am khas, nasakh mansukh, muhkam mutasyabih, munasabah dan
pembahasan pokok lainnya.
Kajian dalam ulumul qur’an tersebut dapat dianggap sebagai
kajian lama atau yang telah menyejarah dalam perjalanan umat
Islam. Akan tetapi sekarang bukanlah persoalan lama-barunya,
melainkan bagaimana kita mendekati kajian-kajian tersebut dari
prespektif yang berbeda dan dapat dikontekstualisasikan. Seperti
yang dilakukan oleh tokoh muslim kontemporer seperti Muhammad
Abduh dengan tafsir rasionalnya, Nasr Hamid dengan kajian
tekstualitas al-Qur’annya dan sederet tokoh lainnya. Karena itu,
penulis tertarik untuk mengulas ulang atau mendeskripsikan
kembali konsep munasabah menurut berbagai pendapat dan
berusaha untuk mencari benang merah antara munasabah dan
kajian pendidikan Islam. Pertanyaannya sekarang adalah
2
3
30
Ignaz Goldziher, Mazhab Tafsir (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2006), hlm. x.
Ibid
Chairani Astina - Ketimpangan Gender dalam Pendidikan
munasabah dalam prespektif pendidikan Islam itu lebih tepatnya
diposisikan dimana? Pertanyaan tersebut akan menjadi tantangan
tersendiri bagi penulis. Selain hal tersebut, kemunculan istilah
munasabah dan konsepnya dalam kajian ilmu-ilmu al-Qur’an juga
akan dijelaskan dalam tulisan ini.
B. Kemunculan Istilah Munasabah
Secara logika, munasabah sebenarnya telah muncul ketika alQur’an mulai dibukukan. Akan tetapi istilah ini belum berdiri sendiri
sebagai cabang ilmu dalam Ulumul Qur’an. Ketika al-Qur’an
dibukukan, dalam bagaimana mengurutkan satu ayat ke ayat lain
atau antar surat adalah salah satu bukti dimana para sahabat
mengurutkan ayatnya tidak mungkin serampangan. Ada dua
pendapat tentang keterkaitan antar ayat dan surat dalam al-Qur’an
yang sampai pada kita sekarang yaitu pertama, tauqifi, artinya
tertibnya ayat dan surat dalam al-Qur’an adalah sudah ditetapkan
oleh Rasulullah. Pendapat ini berdasarkan pada Ijma’ sahabat
terhadap mushaf Utsman. Ijma’ ini tak akan mungkin terjadi kecuali
kalau tertib itu tauqifi, seandainya bersifat ijtihadi, niscaya pemilik
mushaf lainnya akan berpegang teguh pada mushafnya.
Kedua ijtihadi, artinya munasabah dihasilkan melalui ijtihad
para sahabat. Hal ini disebabkan karena tidak ada petunjuk langsung
dari Rasulullah tentang tertib surah dalam Al-Quran. Sahabat juga
pernah mendengar Rasul membaca Al-Quran berbeda dengan
susunan surah sekarang, hal ini di buktikan dengan munculnya
empat buah mushaf dari kalangan sahabat yang berbeda susunannya
antara yang satu dengan yang lainnya. Yaitu mushaf Ali, mushaf
‘Ubay, mushaf Ibn Mas’ud, mushaf Ibnu Abbas. Mushaf yang ada pada
catatan sahabat berbeda-beda ini juga menunjukkan bahwa susunan
surah tidak ada petunjuk resmi dari Rasul.4 Sampai sekarang ada
tidaknya konsep munasabah masih menjadi perbincangan yang
menarik dalam wacana seputar Ulumul Qur’an.
C. Ilmu Munasabah
Munasabah sebagai ilmu atau yang juga disebut dengan
“Tanasubil Aayati Wassuwari” pertama kali di cetus oleh Imam Abu
Bakar An-Naisaburi (w.324 H)5. Menurut bahasa Munasabah berasal
dari kata ‫ ناسب يناسب مناسبة‬yang berarti dekat, serupa, mirip, dan
rapat. ‫ المناسبة‬sama artinya dengan ‫ المقاربة‬yakni mendekatkannya
dan menyesuaikannya.;
‫ النسيب‬artinya ‫(القريب المتصل‬dekat dan
berkaitan). Misalnya, dua orang bersaudara dan anak paman. Ini
4
5
Abu Anwar, Ulumul Quran: Sebuah Pengantar, (Jakarta: Amzah, 2005) hlm. 61
Ahmad Syafei, Tafsir Sebuah Pengantar, (Bandung: Pustaka Setia, 2003) hlm 36
31
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
terwujud apabila kedua-duanya saling berdekatan dalam artian ada
ikatan atau hubungan antara kedua-duanya. An-Nasib juga berarti
Ar-Rabith, yakni ikatan, pertalian, hubungan.6
Sedangkan dalam pengertian secara istilah, terdapat beberapa
macam pendapat dari para ulama, antara lain, Manna’ Khalil alQattan, bahwa segi-segi hubungan antara satu kata dengan kata yang
lain dalam satu ayat, antar satu ayat dengan ayat lain, atau antar satu
surat dengan surat yang lain. Sedangkan Hasbi al-Shiddiqie
memandang bahwa munasabah hanya terbatas pada hubungan
antar ayat. Dan al-Baghawi menyamakan munasabah dengan ta’wil.
Serta Badruddin al-Zarkasyi dan al-Suyuthiy mengemukakan bahwa,
munasabah mencakup hubungan antar ayat dan antar surat. 7
D. Macam-macam Munasabah dan Ayat-ayatnya
Ditinjau dari sifatnya, munasabah terbagi menjadi 2 bagian,
yaitu :
1. Zhahirul Irtibath
Artinya munasabah ini terjadi karena bagian al-Qur’an yang
satu dengan yang lain nampak jelas dan kuat disebabkan kuatnya
kaitan kalimat yang satu dengan yang lain. Deretan beberapa ayat
yang menerangkan sesuatu materi itu terkadang, ayat yang satu
berupa penguat, penafsir, penyambung, penjelas, pengecualian, atau
pembatas dengan ayat yang lain. Sehingga semua ayat menjadi satu
kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan. Sebagai contoh, adalah
hubungan antara ayat 1 dan 2 dari surat al-Isra’, yang menjelaskan
tentang di-isra’-kannya Nabi Muhammad saw, dan diikuti oleh
keterangan tentang diturunkannya Tarurat kepada Nabi Musa as.
Dari kedua ayat tersebut nampak jelas bahwa keduanya
memberikan keterangan tentang diutusnya nabi dan rasul.8
2. Khafiyul Irtibath
Artinya munasabah ini terjadi karena antara bagian-bagian alQur’an tidak ada kesesuaian, sehingga tidak tampak adanya
hubungan di antara keduanya, bahkan tampak masing-masing ayat
berdiri sendiri, baik karena ayat yang dihubungkan dengan ayat lain
maupun karena yang satu bertentangan dengan yang lain. 9 Hal
tersebut tampak dalam dua model, pertama, hubungan yang ditandai
Rachmat Syafe’i, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia, 2006) hlm. 37
Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, cet. II, (Yogyakarta: PT. Dana
Bhakti Prima Yasa, 2003) hlm. 50
8 Supiana dan Karman, Ulumul Qur’an, (Bandung : Pustaka Islamika, 2002) hlm.
167
9 Ibid
6
7
32
Chairani Astina - Ketimpangan Gender dalam Pendidikan
dengan huruf ‘athaf. Sebagai contoh, terdapat dalam surat alGhosyiyah ayat 17-20 :
ُ ‫أَفَ ََل يَ ْن‬
)٧١( ْ‫ف ُرفِعَت‬
ِ ‫س َم‬
َّ ‫) َوإِلَى ال‬٧١( ْ‫ف ُخ ِل َقت‬
َ ‫اء َك ْي‬
َ ‫اْل ِب ِل َك ْي‬
ِ ْ ‫ظ ُرونَ إِ َلى‬
)٠٢( ْ‫ف نُ ِصبَت‬
ُ ‫ف‬
ِ ‫َوإِلَى ْاْل َ ْر‬
َ ‫( َوإِلَى ا ْل ِجبَا ِل َك ْي‬٧۱( ْ‫س ِط َحت‬
َ ‫ض َك ْي‬
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana
diciptakan. Dan langit, bagaimana ditinggikan. Dan gununggunung, bagaimana ditegakkan. Dan bumi, bagaimana
dihamparkan.
Jika diperhatikan, ayat-ayat tersebut sepertinya tidak terkait
satu dengan yang lain, padahal hakekatnya saling berkaitan erat.
Penyebutan dan penggunaan kata unta, langit, gunung, dan bumi
pada ayat-ayat tersebut berkaitan erat dengan kebiasaan yang
berlaku di kalangan lawan bicara yang tinggal di padang pasir, di
mana kehidupan mereka sangat tergantung pada ternak (unta),
namun keadaan tersebut tidak bisa berlangsung kecuali dengan
adanya air yang diturunkan dari langit untuk menumbuhkan
rumput-rumput di mana mereka mengembala, dan mereka
memerlukan gunung-gunung dan bukit-bukit untuk berlindung dan
berteduh, serta mencari rerumputan dan air dengan cara berpindahpindah di atas hamparan bumi yang luas.
Secara umum dapat dikatakan bahwa adanya huruf ‘athof ini
mengisyaratkan adanya hubungan pembicaraan. Ini dapat dilihat
misalnya dalam surat Al-Baqoroh (2): 245 :
َ
ُ َ ُ
ُ ‫َو ه‬
ُ ‫اَّلل َي ْقب‬
)٥٤٢( ‫ض َو َي ْب ُسط َو ِإل ْي ِه ت ْر َج ُعون‬
ِ
Namun demikian, ayat-ayat yang ma’thuf itu dapat diteliti melalui
bentuk susunan berikut.
a) ‫( المضا ة‬perlawanan/bertolak belakang antara satu kata dengan
kata yang lain). Misalnya kata ‫الرحما‬disebut setelah ‫العا اا‬. kata
‫الرغباا‬sesudah ‫ ;الرهباا‬menyebut janji dan ancaman sesudah
menyebut hukum-hukum. Hubungan ini banyak terdapat dalam
surah Al-Baqarah, An-Nisa, Al-Maidah.10 Misal lain seperti dalam
surah Al-Baqarah;6 :
َ
َ ُ ْ
ََ َ ‫ه ه‬
ُْ َ َ َ َ َْ
)٦( ‫ين كف ُروا َس َو ٌاء َعل ْي ِه ْم َءأنذ ْرت ُه ْم أ ْم ل ْم تن ِذ ْر ُه ْم ال ُيؤ ِمنون‬
‫ِإن ال ِذ‬
artinya :Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi
mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan,
mereka tidak juga akan beriman.
10
Rachmat Syafe’i, Pengantar ..., hlm. 40
33
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Ayat ini menerangkan watak orang kafir yang pembangkang,
keras kepala, tidak percaya kepada kitab-kitab Allah. Sedangkan
pada ayat sebelumnya Allah menerangkan watak orang mukmin
yang berlawanan dengan orang-orang kafir.11 Al-Baqarah (2);34:
َ
َ ‫ه َ ُ ْ ُ َ ْ َْ َُ ُ َ ه‬
َ ‫ َ)و هالذذذ‬٣( ‫ذْه ْم ُي ْنف ُقذذو َن‬
ُ ‫ذَق َوم هَّذذْ َر َق ْو َنذ‬
‫ين ُي ْؤ ِم ُنذذون‬
‫الذ ِذذين يؤ ِمنذذون َِْل يذ ِذي وي ِقيَّذذون الاذ‬
ِ
ِ
ِ
َ ُ ُ ْ ُ َ
َ َ ْ َ ْ َ ُْ َ َ َ َْ َ ُْ َ
)٤( ‫وونون‬
ِ ‫ْآلخر ِق هم ي‬
ِ ‫ََِّْ أن ِزل ِإليك ومْ أن ِزل ِمن وب ِلك و ِب‬
Artinya: (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang
mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami
anugerahkan kepada mereka.(3) Dan mereka yang beriman
kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan
Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka
yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.(4)
b) ‫ االساطرراة‬yaitu pindah kekata lain yang ada hubungannya atau
penjelasannya lebih lanjut. Misal-nya surah Al-Ara’af; 26 :
َ َ
َ
ْ ‫َ َ َ َ َ ْ َ ْ َْ َ َ َ ْ ُ ْ َ ً ُ َ ي َ ْ ُ ْ َر ً َ َ ُ ه‬
‫ذْا الْق َذول ك ِل َذك خ ْذ ٌذِك ِل َذك‬
‫يْ َ ِني آدم ود أنزلنْ عليكم ِلبْسْ يو ِار سذوآ ِتكم و ِ شًذْ و ِلب‬
َ ‫ه َ ه ه ه‬
َ ْ
)٥٦( ‫اَّلل ل َعل ُه ْم َيذك ُرون‬
ِ ‫ِمن آي‬
ِ ‫ْت‬
Artinya ;Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan
kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah
untuk perhiasan. dan pakaian takwa. Itulah yang paling baik.
yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.
Ayat tersebut menjelaskan tentang nikmat Allah. Sedang
Ditengah dijumpai kata
mengalihkan pada
‫و ِلبَااا ل‬yang
َ ‫ا الط و ىَااا‬
َ
penjelasan ini (pakaian). Dalam hal ini munasabah yang dapat
dilihat adalah antara menutup tubuh atau aurat dengan katakata taqwa.
c)
‫ الاطلص‬yaitu melepaskan kata kesatu ke kata lain, tetapi masih
berkaitan, misalnya ayat 35 surat An-Nur (24) :
َ ْ َ
ُ ُ ََ ْ َ َ َ ‫هُ ُ ُ ه‬
َ َُ ُ َ ْ ْ ٌ َ ْ
‫ذور ِا ك ًَِّ ذ ذذف زْق ِج َيه ذ ذذْ ِماذ ذذبْ ا ِ اذ ذذبْ ِ ذ ذ قجْجذ ذ ذ ز‬
ِ ‫اَّلل نذ ذذور السذ ذذَّْو‬
ِ ‫ِ مَ ذ ذذٍ نذ ذ‬
ِ ‫ات واُر‬
َ ُ ٌّ ِّ ُ ٌ َ ْ َ َ ‫ُّ َ َ ُ َ َ ه‬
َْ‫وو ُد م ْن َش َج َر زق ُم َب َْر َك ز َقْي ُْ َون ز ال َش ْر ِو هي ز َوال َغ ْرب هي ز َي َف ُْد َقْي ُته‬
‫الزجْج كأنهْ كوكي د ِري ي‬
ِ
ِ
َ
َ
َ
ُ
ُ
ْ
ُ
‫ه‬
ُ
‫ه‬
َ
ْ
َ
ْ ‫ذور عرذي نذور ََّلل ْهذدي اَّلل لنذذورا َمذن ًْ ُذْء َو َيمذر ُل اَّلل‬
ٌ ‫ُيضذِ ُيء َو َل ْذو َل ْذم َت َّْ َس ْس ُذه َنذ ٌذْر ُن‬
َ ‫اُمَذ‬
‫ذْل‬
ِ ‫ز‬
ِِ ِ
ِ
ِ
َ ِّ ُ ُ ‫ه َ ه‬
َ
ٌ
ْ
)٣٢( ‫ْا واَّلل َِف ٍِ شِي زء ع ِليم‬
ِ ‫ِللن‬
Ada lima ‫الطلصص ت‬, yaitu :
11
34
Abu Anwar, Ulumul ..., hlm. 72
Chairani Astina - Ketimpangan Gender dalam Pendidikan
(1) Menyebut ُ‫ نلا ل‬dengan perumpamaanya, lalu di takhallushُّ
kan ke ‫الز َج َج ل‬dengan
menyebut sifatnya.
(2) Kemudian menyebut ُ‫نل ا ل‬dan ‫زَ ىيط ل نَ ا‬yang meminta bantu
darinya, lalu di takhallush dengan menyebut ‫ َش َج َر‬.
(3) Dari ‫ َش َج َر‬di-takhallush dengan menyebut sifat zaitun.
(4) Lalu di-takhallush dari menyebut sifat َ‫زَ ىيط ل ن‬ke sifat ُ ‫نل‬.
(5) Kemudian dari ُ ‫نلا‬di-takhallush ke nikmat Allah berupa
hidayah (‫ )يَ ىهدِي‬bagi orang yang Allah kehendaki.
d) Tamsil dari kejadian
َ ْ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ ِّ َ ْ َ
‫ُ ه‬
َ َ َ ْ ُ ‫َْ ْسذ َأ ُل َون َك َعذذن ه‬
‫أ ال ِ ذ ُّذِ َِذذأ ْن تذذأتوا ال ُب ُيذذوت ِمذ ْذن‬
‫ذْا واَاذ ِذر ولذذت‬
ِ ِ
َِ ‫اُهلذ ِ وذذٍ َِذ ْ موا ِويذذَ ِللنذ‬
َ ُ ْ ُ ْ ُ ‫ُُ َ ََ ه ْ ه َ ه َ َ ُ ُُْ َ ْ ْ َ َ َ ه ُ هَ َ َه‬
)٩٨١( ‫ورهْ ول ِكن ال ِ ِم ِن اتقى وأتوا البيوت ِمن أَو ِابهْ واتقوا اَّلل لعلكم تف ِلحون‬
ِ ‫ظه‬
Artinya ; Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit.
Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi
manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan
memasuki rumah-rumah dari belakangnya[116], akan tetapi
kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah
ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah
kepada Allah agar kamu beruntung.
Pada masa jahiliyah, orang-orang yang berihram di waktu haji,
mereka memasuki rumah dari belakang bukan dari depan. hal
ini ditanyakan pula oleh Para sahabat kepada Rasulullah s.a.w.,
Maka diturunkanlah ayat ini. Ini merupakan perumpamaan
orang yang suka membolak-balikkan pertanyaan. Pertanyaan
demikian tidak baik.
Kedua, tanpa adanya huruf ‘athaf, sehingga membutuhkan
penyokong sebagai bukti keterkaitan ayat-ayat, berupa pertalian
secara maknawi. Dalam hal ini ada 3 (tiga) jenis : Tanzhir atau
hubungan mencerminkan perbandingan, Mudhaddah atau hubungan
yang mencerminkan pertentangan, Istithrad atau hubungan yang
mencerminkan kaitan suatu persoalan dengan persoalan lain.12
a) ‫( الطنظير‬berhampiran/berserupaan)
Misalnya ayat 4 dan 5 surat Al-Anfal (8) :
َ ٌ
ْ َ َ
ٌ ْ
ْ ٌ َ ََ ْ َُ ُ َ ُ ُ َ َ ُ
‫)ك ََّذذْ أخ َر َجذ َذك َرُّبذ َذك ِم ذ ْذن‬٤( ‫ذْت ِعنذ َذد َ ِرِّب ِهذ ْذم َو َم ِفذ َذرق َو ِر ْقق كذ ِذر ٌيم‬
‫أول ِئذذك هذذم لقذذْ لهذذم درجذ‬
َ ُ َ َ َ ْ ُ ْ َ ً َ ‫َ ْ َ ْ ُ ْ ُ َ ْ َ ِّ َ ه‬
)٢( ‫َت ِْك ا ؤ ِمنون ََِْح ِق و ِإن ج ِريقْ ِمن ا ؤ ِم ِنذن لف ِْرهون‬
12
Muhammad Chirzin, Al-Qur’an ..., hlm. 52-53
35
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Huruf al-kaf (‫)ك‬
َ pada ayat lima berfungsi sebagai pengingat dan
sifat bagi fi’il yang tersembunyi ( ‫)مضاامر لعاا‬. Hubungan itu
tampak dari jiwa itu. Maksud ayat itu, Allah menyuruh untuk
mengerjakan urusan harta rampasan, seperti yang kalian
lakukan pada perang badar meskipun kaummu membenci cara
demikian itu. Allah SWT menurunkan ayat ini agar kaum Nabi
Muhammad SAW mengingat nikmat yang telah diberikan Allah
dengan diutusnya Rasul dari kalangan mereka (surat AlBaqarah(2)151) : ُ‫ساا ال ِماا ىن لَ ى‬
‫ َك َماا ر َ ىُ َس ىااصنَ لِااي لَ ىُ َُ ل‬, sebagai mana juga
kaummu membencimu (Rasul) ketika engkau mengajak mereka
keluar dari rumah untuk berjihad. Hubungan ini terjadi dengan
ayat yang jauh sebelumnya.13
b) ‫(االسطرراة‬pindah ke perkataan lain yang erat kaitannya)
Misal-nya surat Al-A’raaf ; 26, tentang pakaian takwa lebih baik.
Allah menyebutkan pakaian itu untuk mengingatkan manusia
bahwa pakain penutup aurat itu lebih baik. Pakain berfungsi
sebagai alat untuk memperbagus apa yang telah Allah ciptakan.
Pakaian adalah penutup aurat dan kebejatan karena membuka
aurat adalah hal yang jelak dan bejat. Sedangkan penutup aurat
adalah pintu takwa.
c)
‫(المض ة‬perlawanan)
Misalnya surat Al-Baqarah (2); 6َ : َ
َ
َ ُ ْ
ََ َ ‫ه ه‬
ُْ َ
َ َْ
)٦( ‫ين كف ُروا َس َو ٌاء َعل ْي ِه ْم َءأنذ ْرت ُه ْم أ ْم ل ْم تن ِذ ْر ُه ْم ال ُيؤ ِمنون‬
‫ِإن ال ِذ‬
Artinya; Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka,
kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka
tidak juga akan beriman.
Allah tidak memberi petunjuk kepada mereka yang kafir itu.
Ayat ini berlawanan dengan ayat-ayat sebelumnya yang
menyebutkan tentang kitab, orang mukmin, dan petunjuk. Hal
ini berkaitan dengan ayat 23 surat
Al-Baqarah ;
ْ‫ذورق مذ ْذن م َْلذذه َو ْاد ُعذذوا ُشذ َذه َد َاء ُك ْم مذذن‬
َ ‫َوإ ْن ُك ْنذ ُذْ ْم ذ َرْيذذي م هَّذذْ َن هزْل َنذذْ َع َرذذي َع ْبذذد َنْ َجذ ْذأ ُتوا و ُسذ‬
ِ ِ ِ ِ ‫ز‬
ِ
ِ
ِ ‫ز‬
ِ
ِ
ِ
ُُْ ْ ‫ُ ن ه‬
َ
َ
ْ
)٥٣( ‫اَّلل ِإن كنْم ص ِْد ِوذن‬
ِ ِ ‫دو‬
Adapun hikmahnya adalah agar mukmin merindukan dan
memantapkan iman berdasarkan petunjuk Allah SWT . ‫الطث يا و‬
‫الثب ت عصى االول‬.14
Adapun munasabah dari segi materinya, dapat dibagi menjadi
2 (dua), yaitu : Pertama, munasabah antar ayat, yaitu hubungan atau
persesuaian antara ayat yang satu dengan yang lain. Hubungan
Ridwan, Ilmu Munasabah dalam al-Qur’an,
http://coretanbinderhijau.blogspot.com, tgl akses 23 September 2013
14
36
Chairani Astina - Ketimpangan Gender dalam Pendidikan
antara ayat dengan ayat dalam Al-Quran terbagi menjadi dua
macam.
a. Hubungan yang sudah jelas antara kalimat terdahulu dengan
kalimat kemudian, atau akhir kalimat dengan awal kalimat
berikutnya, atau masalah yang terdahulu dengan masalah yang
dibahas kemudian. Hubungan ini dapat berbentuk ‫ اعطراض‬, ‫تشديد‬
, dan ‫تفسير‬
b. Hubungan belum jelas antara ayat dengan ayat atau kalimat
dengan kalimat. Hubungan demikian terdiri dari dua macam
lagi, yaitu ‫ ال تَ ن معرف‬dan ‫ تَ ن معر ل‬.
Kedua, munasabah antar surat. Dalam hal ini muhasabah antar
surat dalam al-Qur’an memiliki rahasia tersendiri. Ini berarti
susunan surat dalam al-Qur’an disusun dengan berbagai
pertimbangan logis dan filosofis.15 Adapun cakupan korelasi antar
surat tersebut adalah sebagai berikut :
a. Hubungan antara nama-nama surat. Misalnya surat alMu’minun, dilanjutkan dengan surat an-Nur, lalu diteruskan
dengan surat al-Furqon. Adapun korelasi nama surat tersebut
adalah orang-orang mu’min berada di bawah cahaya (nur) yang
menerangi mereka, sehingga mereka mampu membedakan yang
haq dan yang bathil.16
b. Hubungan antara permulaan surat dan penutupan surat
sebelumnya. Misalnya permulaan surat al-Hadid dan penutupan
surat al-waqi’ah memiliki relevansi yang jelas, yakni keserasian
dan hubungan dengan tasbih. ‫سبح هلل م لي السم وات و األُض و ه العزيز‬
1 : ‫ )الحَيُ (الحديد‬dan 66 : ‫ )لسبح ب سُ ُبك العظيُ (ال اقع‬.
c. Hubungan antar awal surat dan akhir surat. Dalam satu surat
terdapat korelasi antara awal surat dan akhirannya. Misalnya,
dalam surat al-Qashash dimulai dengan kisah nabi Musa dan
Fir’aun serta kroni-kroninya, sedangkan penutup surat tersebut
menggambarkan pernyataan Allah agar umat Islam jangan
menjadi penolong bagi orang-orang kafir, sebab Allah lebih
mengetahui tentang hidayah.17
d. Hubungan antara dua surat dalam soal materi dan isinya.
Misalnya antara surat al-Fatihah dan surat al-Baqarah. Yang
mana dalam surat al-Fatihah berisi tema global tentang aqidah,
muamalah, kisah, janji, dan ancaman. Sedangkan dalam surat alBaqarah menjadikan penjelas yang lebih rinci dari isi surat alFatihah.
Supiana dan Karman, Ulumul ..., hlm. 166.
Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta : Teras, 2009) hlm. 188.
17 Muhammad Chirzin, Al-Qur’an ..., hlm. 54
15
16
37
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
E. Ilmu munasabah sebagai pendekatan dalam pendidikan Islam
Dari uraian tentang munasabah di atas, paling tidak memuat
beberapa kata umum yang bisa merepresentasikan kata munasabah
yaitu keteraturan, kesesuaian, keserasian, dan kedekatan antara
variabel satu dengan variabel lain. Walaupun istilah munasabah
berasal dari kajian ilmu-ilmu al-Qur’an, akan tetapi tidak menutup
kemungkinan untuk diletakkan dalam disiplin ilmu lain termasuk
ilmu pendidikan. Dalam konteks pendidikan Islam, konsep
munasabah dapat dijadikan sebagai sebuah pendekatan. Sedangkan
pendekatan itu sendiri menurut Muljanto Sumardi dikutip oleh M.
Roqib18 bahwa pendekatan itu bersifat aksiomatis yang menyatakan
pendirian, filsafat, dan keyakinan, walaupun hal itu tidak mesti
dibuktikan. Ia terkait dengan serangkaian asumsi mengenai hakikat
pembelajaran. Artinya munasabah yang dijadikan sebagai sebuah
pendekatan dalam pendidikan Islam menjadi aksioma dasar yang
digunakan baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi
dalam proses pendidikan Islam.
Lebih rinci lagi, guru sebagai pendidik harus memahami
kesesuaian dalam perencanaan termasuk didalamnya antara RPP
satu dengan RPP lain, silabus satu dengan silabus lain, dan RPP
dengan silabus. Lebih luas lagi kesesuaian antara RPP tingkat SD/MI
dengan RPP tingkat SMP/MTs. Begitu juga dalam hal pelaksanaan.
Dalam pelaksanaannya RPP harus sesuai dengan yang dilakukan
dikelas dan begitu seterusnya. Artinya antar unsur dalam
pendidikan ada keserasian dan bukan dipahami secara terpisah.
Kasus yang masih banyak terjadi adalah banyak sekali guru yang
tidak memahami paradigma yang digunakan dalam pembelajaran.
Asumsi mereka hanya berkutat pada bahwa mengajar itu profesi.
Asumsi tersebut berimbas pada pendidik itu selesai dalam persoalan
teknik prosedural saja. Walaupun efek itu juga disebabkan karena
kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah. Dalam penggunaan
munasabah sebagai pendekatan baik bagi pendidik, kepala sekolah,
maupun pengambil kebijakan jelas bersifat ijtihadi. Ini hanya salah
satu upaya mengambil hikmah dari sejarah perjalanan al-Qur’an
yang dikontekkan dalam pendidikan Islam.
Selanjutnya, memang dapat dikatakan bahwa konseptor
pendidikan kita telah melihat kesesuaian antar unsur, akan tetapi
masih terlalu dangkal untuk disamakan dengan konsep munasabah
yang diterapkan dalam al-Qur’an. Sebagai contoh yang paling terlihat
dalam UU Sisdiknas No 20/2003 pasal 3 bahwa pendidikan
bertujuan untuk berkembangnya peserta didik agar menjadi
18
38
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: LkiS, 2011) hlm. 90
Chairani Astina - Ketimpangan Gender dalam Pendidikan
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa...19 dan kata beriman dan bertakwa ditaruh di awal kalimat.
Akan tetapi pada kenyataannya jam pendidikan agama yang
diberlakukan dalam pendidikan umum hanya dua jam saja. Yang
perlu digaris bawahi adalah antara tujuan dengan penerapannya
saja sudah tidak ada kesesuaiannya. Tujuan yang ditempatkan di
paling awal, akan tetapi tidak proposional dengan pemberlakuan
kurikulum yang dilakukan. Dalam ilmu bahasa, penempatan kata di
awal dan di akhir kalimat memiliki maksud yang berbeda.
Sedangkan munasabah dalam al-Qur’an mengalami proses yang
banyak pertimbangan, selektif dan berhati-hati.
Sedangkan nilai-nilai ayat munasabah dalam al-Qur’an dapat
digunakan untuk pengembangan materi ajar pendidikan Islam.
Barangkali sifat ke-balaghah-nya menjadikan peserta didik lebih
tertarik dengan materi agama yang seringkali dianggap sebagai
pelajaran yang menjenuhkan. Artinya keindahan dalam kesesuaian
ayat dalam al-Qur’an menginspirasi kita untuk mengajar peserta
didik dengan seni yang tinggi.
Selanjutnya secara lebih rinci, aplikasi munasabah sebagai
pendekatan dalam pendidikan Islam, terutama dalam aspek
pembelajarannya, misalnya dalam tahap perencanaan. Perencaan
diartikan sebagai segala sesuatu yang disiapkan sebelum
dilaksanakannya suatu proses pendidikan. Termasuk didalam
adalah tujuan pendidikan, RPP, dan Silabus.
1. Munasabah tujuan antar tingkat pendidikan
Munasabah dalam hal ini adalah kesesuaian dan
keterkaitan antara tujuan pendidikan tingkat dasar sampai
tingkat perguruan tinggi, misalnya tujuan pendidikan PAUD/RA
dengan tujuan pendidikan SD/MI, tujuan pendidikan SD/MI
dengan tujuan pendidikan SMP/MTs, tujuan pendidikan tingkat
SMP/MTs dengan tujuan pendidikan tingkat SMA/MA, dan
tujuan pendidikan tingkat SMA/MA dengan tujuan pendidikan
tingkat perguruan tinggi.
2. Munasabah dalam RPP
Keterkaitan antar RPP harus dilihat dari cakupan materi
dan disesuaikan juga dengan kemampuan peserta didik sesuai
dengan tingkat perkembangan kognitifnya. Selanjutnya, dapat
disusun keterkaitan antar RPP seperti antar RPP dalam satu
semester. Kemudian juga RPP juga harus disesuaikan dengan
silabus. Selanjutnya RPP juga harus berkesinambungan dengan
proses pembelajaran yang dilakukan.
19
UU Sisdiknas No 20/2003, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) hlm. 8
39
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
3.
F.
Munasabah dalam silabus
Keterkaitan antar silabus berarti cakupannya lebih luas
yaitu keterkaitan antara silabus dengan tujuan pendidikan,
silabus antar tingkat pendidikan, dan antar silabus dengan RPP.
Kesimpulan
Dari uraian diatas, melalui pendekatan yang lebih kontekstual
yaitu memposisikan munasabah dalam kondisi pendidikan Islam
kekinian dapat diambil beberapa kesimpulan. Pertama,
memposisikan ilmu munasabah sebagai pendekatan dalam
pendidikan Islam akan menjadi solusi alternatif dari maraknya
pertarungan paradigma yang digembor-gemborkan oleh ilmuwan
barat. Istilah pendekatan humanisme, multikultural, atau
behaviorisme yang berasal dari produk pemikiran barat tidak selalu
mendominasi kita. Artinya pendekatan munasabah menjadi wacana
yang agak terdengar berbeda dari wacana-wacana yang biasa kita
dengar. Kedua, proses ijtihad dalam menemukan kesesuaian antar
unsur dalam pendidikan Islam dapat memperkuat basis filosofis
yang masih lemah. Ketiga, munasabah dapat menginspirasi betapa
kesesuaian, keserasian, kedekatan itu merupakan seni yang tinggi
jika diterapkan dalam proses pendidikan Islam sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Abu, Ulumul Quran: Sebuah Pengantar, Jakarta: Amzah, 2005.
Chirzin, Muhammad, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, cet. II, (Yogyakarta:
PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2003.
Goldziher, Ignaz, Mazhab Tafsir, Yogyakarta: eLSAQ Press, 2006.
Roqib, Moh., Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: LkiS, 2011
Syafei, Ahmad, Tafsir Sebuah Pengantar, Bandung: Pustaka Setia, 2003.
Syafe’I, Rachmat, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung: Pustaka Setia, 2006.
Supiana dan Karman, Ulumul Qur’an, Bandung : Pustaka Islamika, 2002.
Usman, Ulumul Qur’an, Yogyakarta : Teras, 2009.
UU Sisdiknas No 20/2003, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
http://coretanbinderhijau.blogspot.com, diakses 23 September 2013
40
PERAN PERGURUAN TINGGI DAN PEMBERANTASAN KORUPSI
H.M. Abdul Kholiq
Dosen UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo
(Kandidat Doktor Ilmu Politik UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta)
Abstrak
Peran perguruan tinggi dalam mendukung pembangunan bangsa Indonesia ini
menuju bangsa yang maju dan beradab, yakni: Pertama, Perguruan Tinggi sebagai
agen perubahan (agent of change); Perguruan tinggi sebagai satuan yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi memiliki kedudukan penting dalam proses
perubahan sosial karena perguruan tinggi mengemban fungsi sebagai agent of social
change dalam melakukan transformasi kultural kearah kondisi masyarakat yang lebih
maju. Dalam konteks ini, fungsi perguruan tinggi, yaitu; a) Sebagai penghasil tenaga
kerja yang bermutu, b), sebagai lembaga pelatihan bagi karir peneliti, dan c), sebagai
organisasi pengelola yang efisien. Perguruan tinggi di Indonesia menjalankan tiga
fungsi tersebut dengan mempertimbangkan ciri khas nasional sesuai dengan latar
belakang historis, sosio kultural dan idiologis. Kedua, Perguruan Tinggi sebagai pusat
kebudayaan; Pendidikan sebagai prakarsa yang meliputi proses pengalihan
pengetahuan dan keterampilan serentak dengan proses pengalihan nilai-nilai budaya.
Proses itu sekaligus menjamin terpeliharanya jalinan antar generasi dalam suatu
masyarakat.
Orientasi pada nilai-nilai budaya pada gilirannya menjelmakan perilaku
manusia sebagai anggota masyarakat dengan peradabannya yang khas. Sejauh
mana masyarakat itu berorientasi pada nilai-nilai budayanya, menentukan
tangguh-rapuhnya ketahanan budaya masyarakat yang bersangkutan, terutama
terukur melalui apa yang terjadi dalam pelbagai pertemuan antar budaya. Ketiga;
Perguruan Tinggi sebagai Moral Force Pemberantasan Korupsi. Keterlibatan civitas
akademika dalam upaya pemberantasan korupsi tentu tidak pada upaya penindakan
yang merupakan kewenangan institusi penegak hukum.
Peran aktif segenap civitas akademik pada perguruan tinggi diharapkan lebih
difokuskan pada upaya pencegahan korupsi dengan ikut membangun budaya anti
korupsi di masyarakat. Mahasiswa diharapkan dapat berperan sebagai agen
perubahan dan motor penggerak gerakan anti korupsi di masyarakat. Untuk dapat
berperan aktif mahasiswa perlu dibekali dengan pendidikan anti korupsi dan
pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan upaya pemberantasan. Dan
yang tidak kalah penting, untuk dapat berperan aktif mahasiswa harus dapat
memahami dan menerapkan nilai-nilai anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari.
Kata Kunci: Perguruan Tinggi, Korupsi
Abstract
The role of college in supporting develop indonesia leads to the nation
developed and province for his first, college as agent of change; a collegiate as a unit of
that are implementing higher education having the ascendency in the process of social
changes because college carry function as agent of social change in to transform
cultural at conditions of the community more advanced.In this context, function
universities, namely a ) as producer workers high-quality b ), as an institution training
for career researchers and c ), in an manager efficient.Universities in indonesia run 3
functions the consider typical national in accordance with background historical, sosio
41
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
cultural and idiologis.Second, college as cultural center; education as the initiatives that
covering the process diversion knowledge and skill.
Orientation in of cultural values in turn menjelmakan human behavior as a
member of society with peradabannya being distinctive.The extent to which the
community oriented to their culture, values determine tangguh-rapuhnya culture of
society security related especially measurable through what was going on in all the
meeting between culture.The third; college as moral force anti-corruption.The
involvement of those akademika in the fight against corruption of course not on efforts
to enforcement which is the authority of law enforcement institutions.
An active role in all academics academic college is expected to be more focused
on prevention corruption by joining build culture anti corruption in the
community.Students expected to act as agent of change and engine of the anti
corruption in the community.To be actively involved with students need to education
anti corruption and knowledge quite about the details of corruption and to combat.And
no less important, to be actively student must understand and applying nilai-nilai anti
corruption in the life of sehari-hari.
Keywords: college, corruption
A. Latar Belakang
Substansi pendidikan adalah berusaha membangun seseorang
untuk lebih dewasa. Atau Pendidikan adalah suatu proses transformasi
anak didik agar mencapai hal hal tertentu sebagai akibat proses
pendidikan yang diikutinya Sebaliknya pendidikan berarti menghasilkan
atau mencipta walaupun tidak banyak. Pendidikan adalah segala situasi
hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman
belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. 1
Menurut Miramba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara
sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak
didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. 2
Posisi sebagai sistem sosial, lembaga pendidikan harus memiliki
fungsi dan peran dalam perubahan masyarakat menuju ke arah
perbaikan dalam segala lini. Dalam hal ini lembaga pendidikan memiliki
dua karakter secara umum. Pertama, melaksanakan peranan fungsi dan
harapan untuk mencapai tujuan dari sebuah sitem. Kedua mengenali
individu yang berbeda-beda dalam peserta didik yang memiliki
kepribadian dan disposisi kebutuhan. 3
Pertumbuhan dalam jumlah lembaga yang demikian pesat, serta
perubahan ke sistem studi terencana yang lebih menekankan efisiensi
1 Syaful Sagala. Konsep dan Makna Pembelajaran.Alfabeta (Bandung, Alfabeta,
2006). hlm. 1
2 Miramba Ahmad. Pengantar filsafat pendidikan Islam ( Bandung, Al Ma’rif
.1989), hlm. 19
3 Hamalik Oemar, .Perencanaan Pegajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem.
(Jakarta, Bumi Aksara, 2005), hlm. 23.
42
H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi
dalam penyelenggaraan pendidikan, telah menimbulkan situasi transisi
yang dicirikan oleh perkembangan tanpa kesatuan pola dan kinerja yang
kurang meyakinkan. Karena itu, pemerintah berhasrat untuk
memperbaiki keadaan perguruan tinggi di Indonesia itu, yang seiring
dengan pembangunan bangsa Indonesia melalui program-program
pembangunan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Paling tidak
ada tiga (3) peran yang dimainkan perguruan tinggi dalam mendukung
pembangunan bangsa Indonesia ini menuju bangsa yang maju dan
beradab. Kedua peran tersebut adalah: (1), Perguruan Tinggi sebagai
agen perubahan (agent of change); (2), Perguruan Tinggi sebagai pusat
ilmu pengetahuan dan teknologi; (3), Perguruan Tinggi sebagai Moral
Force Pemberantasan Korupsi.
B. Kajian Literatur
1. Perguruan Tinggi Sebagai Agen Perubahan.
Prinsip perubahan sosial sebagai sebuah perubahan
yang terjadi pada struktur sosial, ia mencakup perubahan
yang terjadi pada pola-pola perilaku dan interaksi sosial.
Perubahan sosial juga didefinisikan sebagai sebuah
perubahan fenomena sosial yang terjadi pada berbagai
dimensi kehidupan, baik pada skala individu maupun
masyarakat. Mekanisme perubahan sosial dapat dipahami
melalui berbagai persfektif; materialistis, idealistis,
interaksional dan sumber struktural.4
Alur perubahan yang terjadi menurut persfektif di atas
menempatkan agen perubahan pada posisi yang sangat
strategis, tidak heran kalau agen perubahan menjadi salah
satu strategi penting dalam perubahan sosial, selain dengan
adanya target dan metode perubahan. Sosok yang kemudian
menjadi agen perubahan tersebut dapat saja berasal dari
pemerintah dan elit tertentu atau seorang pemuda dan kaum
yang termarjinalkan. Seorang mahasiswa diharapkan juga
mampu untuk menjadi agen perubahan, tidak hanya karena
usianya yang masih muda, tetapi karena mereka dianggap
sebagai kaum elit intelektual yang sebagiannya dapat saja
berasal dari kelompok yang termarjinalkan.
Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan
Terknologi Kemenristekdikti Prof. dr. Ali Gufron Mukti
menyatakan, perguruan tinggi harus mampu menjadi agen
perubahan budaya. Mereka tidak melulu jadi menara gading
Lauer, Robert H, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, Alih Bahasa, Alimandan
S.U (Perpective on Social Change), (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2001), hlm.36.
4
43
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
yang fokus pada pendidikan dan penelitian tanpa
memperhatikan kepentingan masyarakat. Pembangunan
bangsa tidak hanya pada penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Karena itu Perguruan Tinggi tidak bisa lagi menjadi
'menara gading' yang hasil penelitiannya sekedar wacana dan
menjadi jurnal di perpustakaan.5 Lebih lanjut dijelaskan
bahwa penelitian yang dilakukan perguruan tinggi harus di
implementasikan sektor industri.
Dengan demikian industri bisa mengembangkannya
lebih luas untuk dimanfaatkan masyarakat luas. Telah
dipahami oleh para pendidik bahwa misi pendidikan adalah
mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu
yang dimaksud antara lain: pengetahuan, tradisi, dan nilainilai budaya. Secara umum penularan ilmu tersebut telah di
emban oleh orang-orang yang terbeban terhadap generasi
selanjutnya. Mereka diwakili oleh orang yang punya visi
kedepan, yaitu menjadikan serta mencetak generasi yang
lebih baik dan beradab. Peradaban kuno mencatat methode
penyampaian ajaran lewat tembang dan kidung, puisi
ataupun juga cerita sederhana yang biasanya tentang
kepahlawanan
Proses perubahan sosial budaya masyarakat
sebagaimana yang bicarakan di atas tikan akan pernah bisa
kita hindari, sehinga akan menuntut lembaga pendidikan
sebagai agen perubahan untuk menjawab segala
permasalahan yang ada. Dalam permasalahan ini lembaga
pendidikan haruslah memiliki konsep dan prinsip yang jelas,
baik dari lembaga formal ataupun yang lainya, demi
terwujudnya cita-cita tersebut, kiranya maka perlulah
diadakanya pembentukan kurikulum yang telah disesuaikan.
Prinsip dasar pembentukan tersebut adalah meliputi; (1)
Perumusan tujuan institusional yang meliputi; orientasi pada
pendidikan nasional; Kebutuhan dan perubahan masyarakat;
Kebutuhan lembaga. (2), Menetapkan isi dan struktur progam.
(3), Penyusunan strategi penyusunan dan pelaksanaan
kurikulum.(4), Pengembangan progam.6
Perguruan
tinggi
sebagai
satuan
yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi memiliki kedudukan
penting dalam proses perubahan social karena perguruan
5Ali
Gufron Mukti, Dalam Konferensi Internasional Keperawatan di Sekolah
Pascasarjana Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, pada tanggal 2 Desember 2015.
6 Zakiah Darajat. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta, Bumi aksara, 2000) hlm. 124127
44
H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi
tinggi mengemban fungsi sebagai agent of social change dalam
melakukan transformasi cultural kearah kondisi masyarakat
yang lebih maju. Penjelasan lebih rinci dikemukakan Bamet. 7
Mengidentifikasi sedikitnya ada tiga fungsi perguruan tinggi,
yaitu (1) Sebagai penghasil tenaga kerja yang bermutu, (2)
sebagai lembaga pelatihan bagi karir peneliti, dan (3) sebagai
organisasi pengelola yang efisien. Perguruan tinggi di
Indonesia
menjalankan
tiga
fungsi
itu
dengan
mempertimbangkan ciri khas nasional sesuai dengan latar
belakang historis, sosio kultural dan idiologis.
Dengan
mempertimbangkan
kekhasan
itu,
makaperguruan tinggi di Indonesia merupakan salah satu
penggerak pembangunan nasional.8 Peranannya dalam
pembangunan nasional sekurang-kurangnya dapat dilihat
dalam tiga hal; (1), sebagai penghasil agen-agen perubahan
yang mampu merancang, mendorong, dan memelopori
perubahan dalam berbagai aspek menuju masyarakat
modern,(2), penciptadan pendukung ide-ide baru,dan (3),
pemberi sumbangan bagi kemajuan intelektual dan sosial di
masyarakat.9
Di Indonesia, selain pengembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi dan penyelenggaraan pendidikan, ada misi
ketiga, yaitu pengabdian kepada masyarakat, sehingga muncul
istilah Tri dharma Perguruan Tinggi. Sayangnya, kinerja
perguruan tinggi dalam pengembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi belum signifikan, sementara kiprahnya dalam
pengabdian kepada masyarakat masih dipertanyakan. Setelah
70 tahun Indonesia merdeka, perguruan tinggi sebagai pusat
ilmu pengetahuan dan kebudayaan sebagaimana yang dicitacitakan tampaknya belum terwujud. Bahkan, terkait dengan
misi pendidikan pun, kontribusi perguruan tinggi belum
optimal. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia sangat
rendah.
Berdasarkan laporan United Nations Development
Programme, Indeks Pembangunan Manusia Indonesia pada
tahun 2014 tidak beranjak dari tahun sebelumnya, tetap pada
posisi 108 dari 187 negara yang dipantau, jauh di bawah
Singapura (9), Brunei (30), Malaysia (62), dan Thailand (89),
Barnett. Teaching Reading in a Foreign Language. ( ERIC Digest., 1988). hlm. 17
H.A.R.Tilaar. Kekuasaan dan Pendidikan: KajianMenejemen Pendidikan Nasional
dalam Pusaran Kekuasaan. (Jakarta: Rinika Cipta.2009), hlm. 94.
9 Son Haji, Perguruan Tinggi Dalam Pembangunan. (Makalah), (Malang, IKIP,
1990), hlm. 45.
7
8
45
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
tetapi lebih baik dari Filipina (117), Vietnam (121), Kamboja
(136), Laos (139), dan Myanmar (150).
Banyak survey lainnya yang mengindikasikan bahwa
kualitas lulusan dan IPTEK yang dihasilkan oleh perguruan
tinggi Indonesia pada umumnya masih sangat rendah. Ini
mengarah pada kesimpulan bahwa kualitas program
pendidikan dan penelitian yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi Indonesia masih sangat rendah. Padahal
perguruan tinggi mestinya menjadi agen penting dalam
pembangunan bangsa.
Peran perguruan tinggi dalam pengembangan sumber
daya manusia Indonesia ini sangat besar, terutama sebagai
penghasil agen-agen perubahan yang mampu merancang,
mendorong dan mempelopori perbuhan. Perguruan tinggi
adalah pencipta dan pendukung gagasan-gagasan baru, dan
perguruan tinggi telah memberi sumbangan yang besar bagi
kemajuan intelektual dan sosial masyarakat.
Perguruan tinggi sebagai pendorong kemajuan
intelektual dan sosial masyarakat memiliki posisi yang sangat
strategis dalam membangun bangsa ini lewat pendidikan yang
diselenggarakannya. Karena itu, kualitas perguruan tinggi
harus senantiasa diperhatikan dan tidak diselenggarakan
secara asal-asalan. Jika perguruan tinggi diselenggarakan
secara asal-asalan, maka alumni yang dihasilkannya juga akan
menjadi orang-orang yang asal-asalan. Karena itu pula,
pemerintah harus lebih ketat lagi dalam melakukan
pengawasan terhadap kualitas penyenggaraan perguruan
tinggi dan tidak dengan mudahnya memberikan izin
penyelenggaraan perguruan tinggi jika sarana dan prasarana
yang dibutuhkan tidak mendukung.
2. Perguruan Tinggi sebagai Pusat Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi.
Posisi perguruan tinggi dimanapun berada, sedang
mengalami perubahan yang sangat cepat, secara global
perubahan terlihat dalam bentuk berkembangnya masyarakat
informasi yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam situasi yang demikian penguasaan ilmu pengetahuan
oleh individu dan atau organisasi akan menjadi prasyarat dan
modal dasar bagi upaya pengembangan diri dan organisasi
dalam situasi yang makin kompetitif.
Kondisi masyarakat yang demikian setiap orang dan
atau organisasi terpaksa dan dipaksa untuk selalu
46
H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi
memperbaharui pengetahuan dan keterampilan jika ingin
tetap hidup dan berkembang. Keadaan yang demikian
menurut Prof. Sularso,10 disebabkan oleh cepatnya perubahan
kebutuhan kompetensi perorangan maupun organisasi dalam
dunia yang penuh perubahan dan persaingan.
Situasi yang demikian memerlukan respon proaktif
dari seluruh lapisan masyarakat, terlebih lagi perguruan tinggi
sebagai center of excellence,11 jelas harus melakukan
repositioning dalam konteks lingkungan eksternal melalui
upaya restructuring internal yang terencana dengan baik,
dilaksanakan dengan baik, dan dievaluasi dengan baik secara
berkesinambungan dalam bingkai semangat continous
updating.
Lebih jauh, perubahan cepat yang terjadi di masyarakat
perlu disikapi secara tepat dengan melakukan refleksi
mendalam tentang apa peran perguruan tinggi yang telah
dimainkan sekarang ini, serta bagaimana kemungkinan peran
tersebut di masa datang, untuk menjawab hal ini nampaknya
diperlukan suatu analisis mendalam tentang kondisi aktual
serta analisis prediktif tentang kemungkinan-kemungkinan
peran di masa datang dengan memahami trend yang sedang
terjadi, dengan kata lain analisis situasi yang bisa menjelaskan
sejarah masa depan, hal ini jelas sangat penting agar peran
perguruan tinggi dapat tetap terjaga meski hal ini mungkin
Prof. Sulaeso, Dasar Perencanaan dan Pemilihan,, Cetakan Kesembilan, (
Jakarta, PT. Pradnya Paramita, 1997) hlm. 112
11Disinilah paradigma Center Of Excellence (pusat keunggulan) menampakkan
bentuknya.Paradigma kampus sebagai Center Of Excellence manghendaki manajemen
kampus menjadi sebuah menajemen yang rapih dan bisa menjalankan tujuantujuannya secara efektif dan efisien.Paradigma Center Of Excellence juga menghendaki
kampus sebagi sebuah sistem dengan segala dinamikanya yang mencerminkan vitalitas
dan gairah dalam membangun karakter mahasiswanya dengan sungguhsungguh.Pendidikan yang dijalankan adalah pendidikan dengan basis pembangunan
karakter.Sementara karekter yang dibangun adalah religious dan humanis. Paradigma
ini juga menuntut adanya maksimalisasi peran kampus dalam pengkajian produkproduk akademis dengan orientasi pembangunan kesejahteraan masyarakat.
Paradigma ini menekankan kampus sebagai sebuah sistem yang menampilkan
kesungguh-sungguhan serta profesionalitas tingkat tinggi dalam segala aspeknya.
Kampus sebagai Center Of Excellence menjunjung tinggi integritas dan menjaga nilainilai Good Governance jauh dari korupsi dan keculasan lainnya.Budaya korup baik itu
dipraktekan oleh mahasiswanya melalui nyontek saat ujian atau menitipkan absen atau
juga pemalsuan data skripsi maupun oleh birokrat kampusnya yang menyelewengkan
dana mahasiswa nya adalah cerminan gagalnya proses pendidikan di Perguruan Tinggi.
(lihat: Fahriroji dalam Kampus adalah mata air, mengaplikasikan kampus sebagai center
of excellence.)
10
47
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
menuntut perubahan posisi keberadaannya dibanding
sekarang.
Dari perpekstif filosofis, perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi yang sangat cepat, telah makin
mengokohkan faham pemikiran Pragmatisme-utilitarianisme,
dimana segala sesuatu cenderung dilihat dari sudut manfaat
dan kegunaan praktis bagi kehidupan, keadaan ini telah
mengakibatkan pemahaman dan orientasi pendidikan
mengalami pragmatisasi, dimana sebelumnya pendidikan
lebih dilihat secara ideal sebagai upaya untuk mendewasakan
manusia melalui pendekatan budaya, tanpa atau kurang
memperhatikan dampak praktisnya atau lebih khusus dampak
ekonomi bagi kehidupan masyarakat.
Kondisi obyektif yang demikian menjadikan tuntutan
masyarakat terhadap pendidikan/lembaga pendidikan
termasuk perguruan tinggi mengalami pergeseran dari
tuntutan yang sifatnya idealis ke arah tuntutan yang lebih
praktis-pragmatis. Namun demikian nampaknya akan sangat
bijak apabila pergeseran tersebut dilihat sebagai gerak bandul
dengan dua ujung, dimana yang satu sama sekali tidak
menafikan yang lain, idealisme tidak dianggap sebagai
pengekang pragmatisme, dan pragmatisme tidak dianggak
akan menghapus pemahaman ideal tentang pendidikan.
Sebuah keniscayaan bahwa, dimensi ekonomi dewasa
ini telah mendominasi tuntutan masyarakat terhadap dunia
pendidikan, lembaga pendidikan yang lulusannya mudah
mendapat pekerjaan sangat diminati, hal ini bukan sesuatu
yang salah bahkan sangat rasional, namun lembaga
pendidikan perlu mensikapinya dengan tepat, sebab
pertimbangan masyarakat bertumpu pada dimensi sekarang
dan kekinian dengan lingkup parsial, sedangkan lembaga
pendidikan mesti mempertimbangkan juga dimensi keakanan
sehingga lebih bersifat holistik.
Sebagai upaya merespon hal tersebut di atas,
diperlukan upaya untuk memampukan perguruan tinggi
menjadi pelopor dalam pembinaan dan pengembangan
sumber daya manusia yang terintegrasi guna memenuhi; (1)
kebutuhan warga masyarakat yang berorientasi ideal atas
pendidikan, melalui penciptaan lingkungan yang kondusif bagi
tumbuhnya spirit akademik yang dinamis, serta dapat menjadi
wahana sosialisasi nilai-nilai, norma, dan sikap mandiri, dan
(2) kebutuhan masayarakat yang berorientasi pragmatis
48
H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi
melalui kesiapan mendidik manusia yang dapat terserap oleh
dunia usaha sesuai spesifikasinya masing-masing.
Secara fundamental akan berpengaruh pada
bagaimana proses pembelajaran di perguruan tinggi
diselenggarakan, dan untuk ketepatan merespon maka
pemahaman mengenai trend modus pembelajaran perlu
dicermati agar pendidikan di perguruan tinggi dapat tetap
berperan dan mampu menjangkau berbagai kelompok
masyarakat yang membutuhkannya.12
HAR Tilaar13, menjelaskan ada tiga unsur dalam
transformasi kebudayaan, yaitu : (1) Unsur-unsur yang
ditransformasikan, (2) Proses tranformasi, dan (3) Cara
transformasi.Unsur-unsur transformasi kebudayaan adalah
nilai-nilai budaya, adat-istiadat masyarakat, pandangan
mengenai hidup serta berbagai konsep hidup lainnya yang ada
di dalam masyarakat;pelbagai kebiasaan sosial yang
digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota
masyarakat tersebut;pelbagai sikap dan peranan yang
diperlukan di dalam dunia pergaulan dan akhirnya pelbagai
tingkah-laku lainnya termasuk proses fisiologi, refleks dan
gerak atau reaksi-reaksi tertentudan penyesuaian fisik
termasuk gizi dan tata-makanan untuk dapat bertahan hidup.
Unsur itulah yang merupakan ikhtiar kebudayaan yang
memungkinkan berkembangnya peradaban manusia. Dalam
konteks ini, maka pendidikan tidak hanya merupakan
pengalihan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga
meliputi pengalihan nilai-nilai budaya dan norma-norma
sosial. Kiranya dapat dikatakan bahwa tiap masyarakat
sebagai
pengemban budaya berkepentingan untuk
memelihara keterjalinan antara pelbagai upaya pendidikan
dengan usaha pengembangan kebudayaan. Kesinambungan
hidup bermasyarakat turut dipengaruhi oleh berlangsungnya
pengalihan nilai budaya dan norma sosial dari satu generasi
ke generasi berikutnya.
Keberlangsungan ini dimungkinkan oleh orientasi pada
nilai budaya yang sama serta konformisme perilaku
berdasarkan sosial yang berlaku. Demikianlah pendidikan
bermakna sebagai proses pembudayaan dan seiring bersama
Dr.Uhar Suharsaputra, Pendidikan dan Peran Perguruan Tinggi,
https://uharsputra.wordpress.com diakses pada tanggal 25 April 2016.
13 Tilaar, H.A.R., Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia,
(Bandung: P.T. Remaja Rosda Karya, 1999). hlm. 54
12
49
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
itu berkembanglah sejarah peradaban manusia. Seluruh
spektrum kebudayaan: sistem kepercayaan, bahasa, seni,
sejarah, dan ilmu-ilmu dan nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya hanya bisa ditransformasikan dari satu generasi ke
generasi lain melalui pendidikan dalam arti luas. Maka
pendidikan sebagai prakarsa yang meliputi proses pengalihan
pengetahuan dan keterampilan serentak dengan proses
pengalihan nilai-nilai budaya. Proses itu sekaligus menjamin
terpeliharanya jalinan antar generasi dalam suatu masyarakat.
Orientasi pada nilai-nilai budaya pada gilirannya
menjelmakan perilaku manusia sebagai anggota masyarakat
dengan peradabannya yang khas. Sejauh mana masyarakat itu
berorientasi pada nilai-nilai budayanya, menentukan tangguhrapuhnya ketahanan budaya masyarakat yang bersangkutan,
yang terutama terukur melalui apa yang terjadi dalam
pelbagai pertemuan antar budaya. Hal ini nyata melalui
sejarah timbul tenggelamnnya pelbagai ranah budaya dan
peradaban manusia sepanjang zaman. Maka dapat dipahami
jika pendidikan juga ditujukan pada peneguhan ketahanan
budaya.
3. Perguruan Tinggi sebagai Moral Force Pemberantasan
Korupsi.
Istilah korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan
merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi
menyangkut: sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan
yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur
pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena
pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan
penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di
bawah kekuasaan jabatan. Menurut Subekti danTjitrosoedibio
dalam kamus hukum, yang dimaksud corruptie adalah
korupsi, perbuatan curang, perbuatan curang, tindak pidana
yang merugikan keuangan Negara.14 Selanjutnya Baharudin
Lopa mengutip pendapat David M. Chalmers, menguraikan
istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang
menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan
manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang
kepentingan umum. Hal ini diambil dari definisi yang
R. Subekti dan Tjitrosoedibio. Kamus Hukum. (Jakarta:
Paramita.1973), hlm.46
14
50
Pradnya
H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi
berbunyi "financial manipulations and deliction injurious to the
economy are often labeled corrupt".15
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi,
baik berasal dari dalam diri pelaku atau dari luar pelaku.
Sebagaimana dikatakan Yamamah bahwa ketika perilaku
materialistik dan konsumtif masyarakat serta sistem politik
yang masih mendewakan materi maka dapat memaksa
terjadinya permainan uang dan korupsi.16 Dengan kondisi itu
hampir dapat dipastikan seluruh pejabat kemudian terpaksa
korupsi kalau sudah menjabat. Penyebab seseorang
melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia
materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya.
Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu
ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh
melalui cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan
melakukan korupsi. Dengan demikian, jika menggunakan
sudut pandang penyebab korupsi seperti ini, maka salah satu
penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan.
Cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan
menyebabkan cara yang salah dalam mengakses kekayaan.
Korupsi akan terus berlangsung selama masih terdapat
kesalahan tentang cara memandang kekayaan. Semakin
banyak orang salah dalam memandang kekayaan, semakin
besar pula kemungkinan orang melakukan kesalahan dalam
mengakses kekayaan. Perilaku orang-orang yang memandang
kekayaan dan uang sebagai suatu hal yang punya arti segalagalanya. Bagaimana bentuk penyadaran yang tepat.
Pandangan lain dikemukakan oleh Arifin yang
mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi
antara lain: (1) aspek perilaku individu (2) aspek organisasi,
dan (3) aspek masyarakat tempat individu dan organisasi
berada.17 Terhadap aspek perilaku individu, Isa Wahyudi
memberikan gambaran, sebab-sebab seseorang melakukan
korupsi dapat berupa dorongan dari dalam dirinya, yang
dapat pula dikatakan sebagai keinginan, niat, atau kesadaran
untuk melakukan.18
Hartanti Evi, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: SinarGrafika, 2008). hlm. 76
Yamamah, Ansari. Perilaku Konsumtif Penyebab Korupsi. (Jakarta, Gramedia,
2009),hlm. 29
17 Arifin. Strategi Belajar Mengajar.(Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA
UPI., 2000), hlm. 89
18 Wahyudi, Isa. Corporate Social Responsibility: Prinsip, Pengaturan dan
Implementasi, (Malang: In.Trans Publishing. 2008). hlm. 34
15
16
51
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Politik merupakan salah satu penyebab terjadinya
korupsi. Hal ini dapat dilihat ketika terjadi instabilitas politik,
kepentingan politis para pemegang kekuasaan, bahkan ketika
meraih dan mempertahankan kekuasaan. Perilaku korup
seperti penyuapan, politik uang merupakan fenomena yang
sering terjadi. Terkait dengan hal itu Gomes memberikan
gambaran bahwa politik uang (money politik) sebagai use
ofmoney and material benefits in the pursuit ofpolitical
influence.19 Korupsi pada level pemerintahan adalah dari sisi
penerimaan, pemerasan uang suap, pemberian perlindungan,
pencurian barang-barang publik untuk kepentingan pribadi,
tergolong korupsi yang disebabkan oleh konstelasi politik.
Sementara menurut De Asis, korupsi politik misalnya
perilaku curang (politik uang) pada pemilihan anggota
legislatif ataupun pejabat-pejabat eksekutif, dana ilegal untuk
pembiayaan kampanye, penyelesaian konflik parlemen
melalui cara-cara ilegal dan teknik lobi yang menyimpang. 20.
Menurut Mochtar Mas'oed, mendiskripsikan bahwa dalam
masyarakat dengan ciri pelembagaan politik eksklusif dimana
kompetisi politik dibatasi pada lapisan tipis elit dan
perbedaan antar elit lebih didasarkan pada klik pribadi dan
bukan pada isu kebijakan, yang terjadi pada umumnya
desakan kultural dan struktural untuk korupsi itu betul-betul
terwujud dalam tindakan korupsi para pejabatnya. 21
Proses politik uang (money politics) merupakan
tingkah laku negatif karena uang digunakan untuk membeli
suara atau menyogok para pemilih atau anggota-anggota
partai supaya memenangkan pemilu si pemberi uang.
Penyimpangan pemberian kredit atau penarikan pajak pada
pengusaha, kongsi antara penguasa dengan pengusaha, kasuskasus pejabat Bank Indonesia dan Menteri di bidang ekonomi
pada rezim lalu dan pemberian cek melancong yang sering
dibicarakan merupakan sederet kasus yang menggambarkan
aspek politik yang dapat menyebabkan korupsi.
19 Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan Keempat, (Yogyakarta ,
ANDI, 2000), hlm.113
20 De Asis, Maria Gonzales, Coalition-Building to Fight Corruption, Paper Prepared
for the Anti-Corruption Summit, World Bank Institute, November 2000.
21Almond, Gabriel. “Kelompok Kepentingan dan Partai Politik”, dalam Mochtar
Mas’oed dan Collin Mac.Andrew,Perbandingan Sistem Politik, (Yogyakarta, Gajah Mada
University Press, 2001). hlm.78
52
H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi
Keberadaan Perguruan Tinggi memiliki peranan yang
sangat penting dalam memberantas praktek korupsi. Peran
dan fungsi Perguruan Tinggi ini sebagai implementasi dari tri
darma yang menjadi kewajibannya, dapat diwujudkan dalam
bentuk membangun gerakan pembelajaran masyarakat untuk
mendorong terciptanya transformasi sosial dan terjaganya
nilai-nilai budaya bangsa yang anti korupsi.
Perguruan tinggi juga dapat mengembangkan model
pembangunan yang benar-benar berbasis pada moralitas,
keilmuan dan sumberdaya lokal dalam kerangka sistem nilai
budaya bangsa, membangun basis-basis pengembangan
keilmuan yang benar-benar relevan dengan kebutuhan
masyarakat dalam rangka merespon perubahan global yang
sangat dinamis, mengembangkan pusat-pusat pengembangan
masyarakat dengan memanfaatkan sumberdaya dan nilai-nilai
lokal yang ada, membantu pengembangan kebijakan strategis
terhadap legislatif dan eksekutif serta mengontrol
implementasi kebijakan-kebijakan tersebut.
Perguruan Tinggi juga dapat berperan dalam
mengembangkan strategi kebudayaan yang bermoral, hal
tersebut sangat diperlukan dalam membangun peradaban
bangsa, terutama untuk membangun nilai-nilai
yang
terkadung dalam Al Qur’an, tentu sejalan dengan
kemajemukan bangsa agar keberagaman dan keberagamaan
diterima sebagai sebuah kekayaan dan tidak dipertentangkan.
Oleh karena itu, pembangunan peradaban itu sendiri perlu
berbasis pada nilai etika dan nilai budaya yang sudah melekat
dalam jari diri bangsa.
Korupsi merupakan penyakit negara yang sangat
berdampak pada pembangunan, tatanan sosial dan juga
politik. Korupsi mempunyai karakteristik sebagai kejahatan
yang tidak mengandung kekerasan dengan melibatkan unsurunsur tipu daya muslihat, ketidakjujuran dan penyembunyian
suatu kenyataan. Perilaku korupsi jauh dari budaya bangsa
Indonesia
yang
menjunjung
nilai
kejujuran
dan
kesederhanaan sebagai budaya bangsa.
Permasalahan yang cukup pelik seputar krisis multi
dimensional serta problem lain yang menyangkut tatanan
nilai yang sangat menuntut adanya upaya pemecahanyang
sangat mendesak. Problematika yang menyangkut struktur
nilai dalam masyarakat salah satunya adalah problematika
korupsi yang tidak kunjung usai. Semakin akutnya
permasalahan tersebut, sebagian orang menganggap bahaya
53
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
laten korupsi di Indonesia sudah menjadi budaya dan epidemi
bahkan virus yang harus kita perangi bersama.Indonesia
dianugerahi kekayaan alam yang melimpah ruah, yang
seharusnya dengan keadaan tersebut Indonesia dapat menjadi
negara maju. Namun pada kenyataannya pemerintah
indonesia masihbanyak hutang dan rakyatnya pun terlilit
dalam kemiskinan permanen. Dari zaman pemerintahan
kerajaan, kemudian zaman penjajahan, dan hingga zaman
modern dalam pemerintahan NKRI dewasa ini, kehidupan
rakyatnya tetap saja miskin.
Dalam perkembangan selanjutnya di tengah
kemiskinan yang makin meluas, korupsi berkembang menjadi
cara berfikir dan gayahidup masyarakat untuk memperoleh
kekayaan dan menjadi jalan pintas untuk memperkaya diri
atau golongan secara cepat.22 Korupsi memang merupakan
problematika yang cukup pelik yang hampir menjamur di
seluruh negara, tak terkecuali Indonesia. Bagi rakyat
Indonesia, bukan hal yang asing bahwa aksi penolakan
korupsi mulai terdengar kencang, masyarakat pun dibuat
heran ketika kasus suap oleh ketua Mahkamah Konstitusi.
Lembaga negara yang seharusnya bersih dari korupsi, tapi
karena lunturnya moral mengotori lembaga yang sangat
disegani
karena
ketegasannya,
berwibawa
dan
bersih.Perbaikan sistem dan hukum sudah diperbaiki.
Lunturnya moralitas, menyebabkan sistem yang baik
tersebut tidak ada gunanya. Mahasiswa sebagai agen of
change seharusnya dapat menjadi pionir terdepan untuk
memberantas dan juga untuk mencegah terjadinya kasus
korupsi di Indonesia. Institusi pendidikan diyakini sebagai
tempat terbaik untuk menyebarkan dan menanamkan nilainilai antikorupsi. Mahasiswabeserta civitas akademikayang
akan menjadi tulang punggung bangsa di masa mendatang
sejak dini harus diajar dan dididik untuk membenciserta
menjauhi praktek korupsi. Bahkan lebih dari itu, diharapkan
dapat turut aktif memeranginya.Praktek korupsi di
lingkungan kampus masih banyak di temui, Diberitakan di
berbagai media massa, sekurangnya ada 18 universitas negeri
di Indonesia yang terindikasi terjadi tindak pidana korupsi
dengan rata-rata kerugian miliaran rupiah.
Andar Nubowo. Membangun Gerakan Anti Korupsi dalam Perspektif
Pendidikan, (Yogyakarta, LP3,2004) . hlm. 45
22
54
H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi
Gagasan pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi
pada 29 September tahun 2002 merupakan sebuah itikad
baik dari pemerintahan saat itu. KPK menjadi harapan baru
bagi Indonesia untuk mengobati penyakit bangsa yang sudah
kronis. Sampai saat ini KPK sudah menunjukan prestasi yang
mengaggumkan ditengah dahaga akan pemberantasan
korupsi bangsa ini.Mengingat begitu beratnya tugas KPK dan
besarnya akibat yang disebabkan oleh kasus korupsi, maka
diperlukan suatu sistem yang mampu menyadarkan semua
elemen bangsa untuk sama-sama bergerak mengikis karang
korupsi yang telah menggurita. Cara yang paling efektif adalah
melalui media pendidikan.
Korupsi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
yaitu; (1), Sistem pemerintahan dan birokrasi yang memang
kondusif untuk melakukan penyimpangan; (2),Belum adanya
sistem kontrol dari masyarakat yang kuat, dan belum adanya
perangkat peraturan dan perundang-perundangan yang tegas;
(3), Tindak lanjut dari setiap penemuan pelanggaran yang
masih lemah dan belum menunjukkan “greget” oleh pimpinan
instansi. Lebih lanjut lagi, penyebab terjadinya korupsi dibagi
dalam tiga aspek. Pertama, aspek prilaku individu organisasi.
Kedua, aspek organisasi. Ketiga, aspek masyarakat tempat
individu dan organisasi berada.23
Dalam upaya untuk menciptakan sebuah tatanan
kehidupan yang bersih, diperlukan sebuah sistem pendidikan
anti korupsi yang berisi tentang sosialisasi bentuk-bentuk
korupsi, cara pencegahan dan pelaporan serta pengawasan
terhadap tindak pidana korupsi. Pendidikan seperti ini harus
ditanamkan secara terpadu mulai dari pendidikan dasar
sampai perguruan tinggi. Pendidikan anti korupsi ini akan
berpengaruh pada perkembangan psikologis mahasiswa. Ada
dua tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan anti korupsi ini,
yaitu: (1), Untuk menanamkan semangat anti korupsi pada
setiap anak bangsa. Melalui pendidikan ini, diharapkan
semangat anti korupsi akan mengalir di dalam darah setiap
generasi dan tercermin dalam perbuatan sehari-hari.
Sehingga, pekerjaan membangun bangsa yang terseok-seok
karena adanya korupsi dimasa depan tidak ada terjadi lagi.
Jika korupsi sudah diminimalisir, maka setiap pekerjaan
membangun bangsa akan maksimal; (2), Untuk membangun
Wahyudi, I & Sopanah. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Korupsi
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) di Malang Raya. (Online),
(http://www.ejournal.umm.ac.id), diakses 27 april 2015.
23
55
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
nilai-nilai dan mengembangkan kapasitas yang diperlukan
untuk membentuk posisi sipil murid dalam melawan korupsi;
(3) Menyadari bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya
tanggung jawab lembaga penegak hukum seperti Komisi
Pemberantasan Korupsi, Kepolisian dan Kejaksaan agung,
melainkan menjadi tanggung jawab setiap anak bangsa.
Korupsi telah mewabah hampir pada seluruh sendi
kehidupan bangsa Indonesia. Kejahatan luar biasa ini
memerlukan upaya yang luar biasa untuk memberantasnya.
Salah satu upaya untuk memberantasnya adalah memberikan
pembekalan kepada mahasiswa sebagai pewaris masa depan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan telah bekerja sama dengan
Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menyelenggarakan
Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi di seluruh
Indonesia.24
Model pendidikan yang sistematik akan mampu
membuat mahasiswa mengenal lebih dini hal-hal yang
berkenaan dengan korupsi termasuk sanksi yang akan
diterima kalau melakukan korupsi. Dengan begitu, akan
tercipta generasi yang sadar dan memahami bahaya korupsi,
bentuk-bentuk korupsi dan tahu akan sanksi yang akan
diterima jika melakukan korupsi. Sehingga, masyarakat akan
mengawasi setiap tindak korupsi yang terjadi dan secara
bersama memberikan sanksi moral bagi koruptor. Gerakan
bersama anti korupsi ini akan memberikan tekanan bagi
penegak hukum dan dukungan moral bagi Komisi
Pemberantasan Korupsi sehingga lebih bersemangat dalam
menjalankan tugasnya.
Program pendidikan anti korupsi yang dilaksanakan
secara sistemik di semua tingkat institusi pendidikan,
diharapkan akan memperbaiki pola pikir bangsa tentang
korupsi. Selama ini, sangat banyak kebiasaan-kebiasaan yang
telah lama diakui sebagai sebuah hal yang lumrah dan bukan
korupsi. Termasuk hal-hal kecil. Misalnya, sering terlambat
dalam mengikuti sebuah kegiatan, terlambat masuk sekolah,
kantor dan lain sebagainya. Salah satu bentuk korupsi, korupsi
waktu. Kebiasaan tidak disiplin terhadap waktu ini sudah
menjadi lumrah, sehingga perlu dilakukan edukasi kepada
masyarakat. Materi ini dapat diikutkan dalam pendidikan anti
korupsi ini. Begitu juga dengan hal-hal sepele lainnya.
24Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi. 2012. Pendidikan Anti Korupsi. (Online),
(http://www.dikti.go.id), diakses 27 april 2016.
56
H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi
Matakuliah Pendidikan Antikorupsi lebih menekankan
pada pembangunan karakter anti korupsi pada diri individu
mahasiswa. Tujuan dari matakuliah Pendidikan Antikorupsi
adalah membentuk kepribadian anti-korupsi pada diri pribadi
mahasiswa serta membangun semangat dan kompetensinya
sebagai agent of change bagi kehidupan bermasyarakat dan
bernegara yang bersih dan bebas dari ancaman korupsi.
Dengan menyesuaikan tingkat peserta didik yaitu mahasiswa
tingkat sarjana (S1), maka kompetensi yang ingin dicapai
adalah; (1), Mahasiswa mampu mencegah dirinya sendiri agar
tidak melakukan tindak korupsi (individual competence); (2),
Mahasiswa mampu mencegah orang lain agar tidak
melakukan tindak korupsi dengan cara memberikan
peringatan orang tersebut; (3), Mahasiswa mampu
mendeteksi adanya tindak korupsi (dan melaporkannya
kepada penegak hukum).25
Perilaku korupsi yang terjadi di Indonesia sudah
sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk luar biasa
pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah
menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi,
sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan
tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini. Dilain pihak
upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini
belum menunjukkan hasil yang optimal. Korupsi dalam
berbagai tingkatan tetap saja banyak terjadi seolah-olah telah
menjadi bagian dari kehidupan kita yang bahkan sudah
dianggap sebagai hal yang biasa. Jika kondisi ini tetap kita
biarkan berlangsung maka cepat atau lambat korupsi akan
menghancurkan negeri ini.
Perilaku korupsi harus dipandang sebagai kejahatan
luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh karena itu
memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya.
Upaya pemberantasan korupsi yang terdiri dari dua bagian
besar, yaitu (1) penindakan, dan (2) pencegahan tidak akan
pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah
saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Oleh karena itu
tidaklah berlebihan jika mahasiswa sebagai salah satu
bagianpenting dari masyarakat yang merupakan pewaris
masa depan diharapkan dapat terlibat aktif dalam upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia.
Puspito, N dan Tim Penyusun. Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan
Tinggi. (Jakarta, Kemendikbud.2011), hlm. 5-16.
25
57
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Keterlibatan civitas akademika dalam upaya
pemberantasan korupsi tentu tidak pada upaya penindakan
yang merupakan kewenangan institusi penegak hukum. Peran
aktif mahasiswa diharapkan lebih difokuskan pada upaya
pencegahan korupsi dengan ikut membangun budaya anti
korupsi di masyarakat. Mahasiswa diharapkan dapat berperan
sebagai agen perubahan dan motor penggerak gerakan anti
korupsi di masyarakat. Untuk dapat berperan aktif mahasiswa
perlu dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang seluk
beluk korupsi dan pemberantasannya. Yang tidak kalah
penting, untuk dapat berperan aktif mahasiswa harus dapat
memahami dan menerapkan nilai-nilai anti korupsi dalam
kehidupan sehari-hari.
Upaya pembekalan mahasiswa dapat ditempuh dengan
berbagai cara antara lain melalui kegiatan sosialisasi,
kampanye, seminar atau perkuliahan. Untuk keperluan
perkuliahan dipandang perlu untuk membuat sebuah modul
yang berisikan materi dasar mata kuliah Pendidikan Anti
Korupsi bagi mahasiswa. Pendidikan Anti Korupsi bagi
mahasiswa bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang
cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya
serta menanamkan nilai-nilai anti korupsi. Tujuan jangka
panjangnya adalah menumbuhkan budaya anti korupsi di
kalangan mahasiswa dan mendorong mahasiswa untuk dapat
berperan serta aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia.
Pemberian Pendidikan
Anti
korupsi
kepada
masyarakat, khususnya mahasiswa tersebut merupakan salah
satu usaha preventif memberantas korupsi yang diharapkan
dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Partisipasi
masyarakat dalam usaha preventif ini dapat dijadikan sebagai
suatu usaha prioritas mengingat ketidakberdayaan hukum di
Indonesia dalam memberantas korupsi. Selan itu, United
Nations Against Corruption,26mengemukakan kelebihan usaha
26 Tindak pidana korupsi merupakan ancaman terhadap prinsip-prinsip
demokrasi, yang menjunjung tinggi transparansi, akuntabilitas, dan iritegritas, serta
keamanan dan stabilitas bangsa Indonesia. Oleh karena korupsi merupakan tindak
pidana yang bersifat sistematik dan merugikan pembangunan berkelanjutan sehingga
memerlukan langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan yang bersifat
menyeluruh, sistematis, dan berkesinambungan baik pada tingkat nasional maupun
tingkat intemasional. Dalam melaksanakan pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi yang efisien dan efektif diperlukan dukungan manajemen tata
pemerintahan yang baik dan kerja sama internasional, termasuk pengembalian asetaset yangberasal dari tindak pidana korupsi. Selama ini pencegahan dan
58
H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi
preventif (pencegahan) dibandingkan usaha represif
(penanganan) dalam memberantas korupsi, dua di antaranya
adalah dampak korupsi yang sangat luas tidak dapat
ditanggulangi melalui pendekatan represif semata dan di
dalam sistem peradilan yang masih rentan atas korupsi,
tindakan represif tidak akan berfungsi optimal. 27
Modul Pendidikan Anti Korupsi ini berisikan bahan
ajar dasar yang dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi
dan kebutuhan Perguruan Tinggi dan Program Studi masingmasing. Bahan ajar dasar yang dituliskan dalam buku ini
terdiri dari delapan bab, yaitu: (1) Pengertian Korupsi, (2)
Faktor Penyebab Korupsi, (3) Dampak Masif Korupsi, (4) Nilai
dan Prinsip Anti Korupsi, (5) Upaya Pemberantasan Korupsi
di Indonesia, (6) Gerakan, Kerjasama dan Instrumen
Internasional Pencegahan Korupsi, (7) Tindak Pidana Korupsi
dalam Peraturan Perundang-undangan, dan (8) Peranan
Mahasiswa dalam Gerakan Anti Korupsi. Disamping delapan
bab yang berisikan bahan ajar dasar, buku ini juga dilengkapi
dengan panduan pembelajaran yang berjudul Model
Pembelajaran Matakuliah Anti yang dituliskan dalam bagian I,
untuk memudahkan pengajaran Pendidikan Anti Korupsi.
Sebagai intisari dari tulisan ini, Prof Dr Abuddin Nata
MA, Guru Besar Pendidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Jakarta,28 menjelaskan panjang lebar bahwa;
Timbulnya korupsi sebagaimana tersebut di atas dicermati
kita dapat menemui bahwa penyebab terjadinya korupsi
adalah (1) Tekanan sosial yang menyebabkan manusia
melakukan pelanggaran terhadap norma-norma. Sistem sosial
yang menyebabkan timbulnya tekanan yang mengakibatkan
banyak orang yang tidak mempunyai akses atau kesempatan
di dalam struktur tersebut, karena pembatasan-pembatasan
atau diskriminasi rasial, etnis, kekurangan keterampilan,
pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia sudad dilaksanakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan khusus yang berlaku sejak tahun 1957 dan telah
diubah sebanyak 5 (lima) kali, akan tetapi peraturan perundang-undangan dimaksud
belum memadai, antara lain karena belum adanya kerja sama internasional dalam
masalah pengembalian hasil tindak pidana korupsi. (lihat: Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan United Nations Convention Against
Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003).
27 Kejaksaan Republik Indonesia. 2009. Tindakan Preventif dan Represif dalam
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Online), (http://www.kejaksaan.go.id), diakses
26 april 2016.
28 http://www.uinjkt.ac.id/id/pendidikan-tinggi-islam-dan-upaya-anti-korupsi,
diakses pada tanggal 25 April 2016.
59
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
kapital, dan sumber-sumber lainnya; (2) Karena adanya sikap
partikularisme,29 (3) Sikap mental yang meremehkan mutu;
(4) Sikap mental yang suka menerabas; (5) Sikap tak percaya
pada diri sendiri; (6) Sikap tak berdisiplin murni, dan (7)
Sikap mental yang suka mengabaikan tanggung jawab yang
kokoh.
Dari ketujuh macam penyebab terjadinya korupsi
tersebut di atas, sesungguhnya dapat dikategorikan menjadi
dua sebab. Pertama sebab yang bersifat sistem, yakni
sistem sosial yang menekan dan diskriminatif, dan yang
kedua adalah sebab yang bersifat sikap mental. Jika kedua
masalah ini dihubungkan dengan peran dan missi Perguruan
Tinggi Islam, maka terdapat sejumlah catatan tentang cara
pemberantasan korupsi tersebut sebagai berikut; Pertama,
bahwa Perguruan Tinggi Islam mengemban missi perbaikan
moral. Kata Islam yang menjadi sifat atau identitas Perguruan
Tinggi tersebut, mengandung arti bahwa Perguruan Tinggi
tersebut harus melaksanakan missi pelaksanaan ajaran Islam
yang pada intinya membawa rahmat bagi seluruh alam,
menciptakaan keamanan, kedamaian, kesejahteraan lahir dan
batin, serta mencegah orang dari berbuat yang keji, jahat,
munkar, merugikan orang lain. Perbuatan korupsi termasuk
ke dalam perbuatan yang merugikan dan menyengsarakan
orang lain, dan termasuk perbuatan jahat. Dengan kata lain
kata Islam yang disandang oleh Perguruan Tinggi tersebut
menuntut Perguruan Tinggi tersebut terlibat aktif dalam
pemberantasan kejahatan yang merugikan orang lain.
Perguruan Tinggi Islam saat ini mengalami
perkembangan yang luar biasa. Di dalamnya ada akademik
sekolah tinggi, institut dan universitas. Jika pada Perguruan
Tinggi Islam yang sudah menjadi Universitas, yang diajarkan
di dalamnya bukan hanya ilmu-ilmu agama saja, melainkan
juga ilmu umum. Sedangkan pada Perguruan Tinggi Islam
29 Perasaan kewajiban untuk membantu, membagi-bagi sumber kepada pribadipribadi yang dekat pada seseorang), nepotisne (sikap loyal terhadap kewajiban
partikularistik) yang merupakan ciri dari suatu masyarakat prakapitalis atau
masyarakat feodal. Partikularisme ini bertentangan dengan universalisme (komitmen
untuk bersikap sama terhadap yang lain); Partikularisme yaitu segala sesuatu yang ada
hubungannya dengan apa yang khusus berlaku untuk suatu daerah tertentu saja, ada
hubungannya dengan perasaan subyektif dan rasa kebersamaan.(lihat: Angga Restu
Pambudi,
Ciri-Ciri
Masyarakat
Tradisional
dan Modern,
https://anggarestupambudi.wordpress.com diakses pada tanggal 28 April 2016.
60
H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi
dalam bentuk akademi, sekolah tinggi atau institut hanya
diajarkan ilmu-ilmu agama saja.
Dengan demikian, pada seluruh bentuk dan tingkatan
Perguruan Tinggi Islam itu diajarkan ilmu-ilmu agama. Ilmuilmu agama Islam yang berbasiskan pada ajaran al-Qur’an dan
al-Sunnah membawa missi perbaikan moral, karena inti
ajaran al-Qur’an dan al-Sunnah adalah perbaikan moral.
Bahwa inti ajaran al-Qur’an adalah moral yang bertumpu pada
hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia
dengan manusia lainnya. Inti ajaran al-Qur’an tentang moral
tersebut, selain untuk dipahami dan dihayati, namun yang
terpenting lagi diamalkan. Ajaran al-Qur’an tentang moral
tersebut bukan hanya untuk dihafal, melainkan dipraktekkan
dengan sungguh-sungguh.
Untuk itu gerakan akhlak mulia yang digagas dan
dideklarasikan oleh Irsyad Sudiro, Anggota Dewan Perkawilan
Rakyat Indonesia baru-baru ini perlu, mendapatkan dukungan
dari semua pihak. Upaya ini terkait dengan upaya mengatasi
terjadinya korupsi yang disebabkan karena rendahnya mutu
sikap mental atau akhlak yang dianut oleh masyarakat. Kedua,
Perguruan Tinggi Islam dapat mengambil peran
pemberantasan korupsi tersebut melalui upaya mendorong
terciptanya system sosial yang egaliter dan demokratis.
Faham egaliter ini didasarkan pada ajaran Islam yang
mengakui
adanya
pluralisme,
heterogenitas
atau
kemajemukan. Ajaran Islam mengakui bahwa umat manusia
diciptakan oleh Tuhan dengan latar belakang agama, budaya,
bahasa, suku bangsa, warna kulit, adat istiadat, pangkat,
jabatan, tingkat ekonomi, kecerdasan, bakat, jenis kelamin,
kecantikan atau ketampanan, tempat tinggal dan lain
sebagainya yang amat beragam.
Dari keadaan tersebut selanjutnya dapat dibagi ke
dalam dua bagian, yang pertama mereka yang berada dalam
keberuntungan dan yang kedua yang berada dalam kekurangberuntungan. Mereka yang kurang beruntung itu bisa jadi
karena system sosial yang ada kurang mendukungnya yang
menyebabkan ia mengambil sikap menerabas. Keadaan ini
harus diperbaiki dengan mengembangkan sikap hidup yang
egaliter yang memandang bahwa manusia dalam pandangan
agama berada dalam kesederajatan antara satu dan lainnya,
keculai siapa di antara mereka yang paling bertakwa kepada
Tuhan.
61
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Sikap tersebut diikuti pula dengan mengembangkan
sikap yang demokratis dalam arti yang sesungguhnya.
Berbagai proses pengambilan keputusan dalam bidang
pendidikan, hukum, ekonomi, dan lain sebagainya harus
mempertimbangkan kepentingan masyarakat. Masyarakat
yang diperlakukan tidak demokratis akan memberontak dan
mencari jalan keluar dalam bentuk pelanggaran. Ketiga,
Pendidikan Tinggi, sebagaimana pendidikan lainnya memiliki
sasaran yang sama, yaitu mempengaruhi orang lain agar
berubah pola pikir, perasaan dan tingkah lakunya dengan cara
memberikan
wawasan,
pengetahuan,
keterampilan,
pengalaman, penugasan, dan sebagainya sesuai dengan tujuan
yang ditetapkan.
Dalam melakukan merubah wawasan, pengetahuan,
dan prilaku manusia tersebut dunia Pendidikan Tinggi telah
memiliki pengalaman dan berbagai macam metode dan
pendekatan yang bermacam-macam yang dihasilkan para ahli
metodologi. Berbagai pendekatan ini hendaknya dapat
dipergunakan dengan sebaik-baiknya dalam rangka merubah
perilaku yang korup menjadi prilaku yang amanah. Di dalam
ajaran agama terdapat berbagai metode yang dianggap paling
effektif untuk memberantas korupsi. Metode tersebut adalah
pembiasaan, keteladanan dan hukuman. Dengan pembiasaan
ini, seseorang diajak serta secara nyata membiasakan
perbuatan yang baik, dan menjauhi perbuatan yang buruk.
Pembiasaan tersebut dilakukan secara kontinyu dan
konsisten, sehingga perbuatan tersebut mendarah-daging.
Sebagai contoh bangsa di negara-negara lain yang dapat
mewujudkan kebersihan, adalah karena mereka dibiasakan
hidup bersih dengan membuang sampah pada tempatnya,
sehingga perbuatan tersebut menjadi budaya dan
menimbulkan rasa malu jika tidak dapat melakukannya.
Pembiasaan tersebut diikuti pula dengan memberikan
contoh teladan dari pimpinan, orang tua dan lainnya, sehingga
kebiasaan tersebut semakin kokoh tertanam. Selanjutnya
hukuman dapat pula digunakan kepada setiap orang yang
melakukan pelanggaran, sehingga keadaan tersebut akan
menimbulkan rasa takut bagi orang lain untuk melakukan
pelanggaran tersebut. Pembiasaan, keteladanan dan hukuman
tersebut merupakan metode dan pendekatan yang amat
ditekankan di dalam al-Qur’an, terutama dalam menanamkan
kebiasaan perbuatan yang baik, dan menjauhi perbuatan yang
buruk. Fakta sejarah menunjukkan bahwa bangsa-bangsa di
62
H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi
dunia yang terhindar dari korupsi adalah karena bangsa
tersebut membiasakan hidup jujur, memberikan keteladanan
tentang kejujuran, dan sekaligus memberikan hukuman yang
tegas kepada setiap orang yang melakukan pelanggaran. Nabi
Muhammad SAW misalnya dengan tegas mengatakan:
“Andaikata Fatimah mencuri, niscaya akan aku potong
tangannya.” Indonesia yang dikategorikan sebagai negara
terkorup di dunia antara lain belum melakukan gerakan hidup
jujur, memberikan keteladanan tentang kejujuran, dan
sekaligus mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran
korupsi. Diketahui bahwa saat ini, Pemerintah Indonesia
sudah menunjukkan kemauan, tekad dan keberaniannya yang
lumayan untuk memberantas korupsi.
Berbagai perangkat, system, pelaksana dan berbagai
perangkat lainnya sudah diciptakan untuk memberantas
korupsi tersebut. Pihak Polisi, kejaksaan dan para penegak
hukum lainnya sudah menunjukkan kerja kerasnya. Upaya ini
sudah mulai membuahkan hasil walaupun terasa masih
terdapat kekurangan di sana-sini, termasuk di dalam
penciptaan kesejahteraan masyarakat agar mereka tidak
tergoda untuk mencuri atau korupsi. Berbagai pejabat yang
melakukan korupsi sudah banyak yang diadili dan dihukum
sesuai ketentuan yang berlaku. Selain itu saat ini, setiap orang
sudah terlihat hati-hati dan berfikir seribu kali untuk
melakukan tindakan korupsi atau melakukan pelanggaran
lainnya. Keempat, Perguruan Tinggi adalah tempat mencetak
kader-kader yang akan memimpin masa depan bangsa.
Perguruan Tinggi adalah lembaga yang paling memiliki
idealisme yang tinggi serta komitmen terhadap penegakkan
moral.
Idealisme Perguruan Tinggi ini tercipta sebagai hasil
kajian mereka terhadap ilmu pengetahuan serta tanggung
jawabnya terhadap masyarakat. Atas dasar idealisme dan
komitmen moral inilah, tidak mengherankan jika Perguruan
Tinggi senantiasa tampil sebagai moral force. Berbagai unjuk
rasa, demo dan sebagainya yang menuntut penegakkan moral
dan idealisme lainnya biasanya muncul dari kalangan
Perguruan Tinggi, terutama dari kalangan mahasiswanya.
Banyak faktor yang menyebabkan mahasiswa tampil sebagai
moral force tersebut. Di antaranya, karena mahasiswa sosok
manusia yang tengah mencari identitas diri, penuh dengan
cita-cita dan idealisme, belum berada dalam struktur yang
membelunggunya, mereka masih bebas sehingga dapat
63
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
menyuarakan aspirasi dan tindakannya, tanpa harus merasa
takut.
Keadaan ini akan terus berlangsung selama ia menjadi
mahasiswa. Namun setelah mereka tamat dan bekerja pada
birokrasi, biasanya idealisme tersebut mengalami perubahan
atau terjadi kelunturan. Hal ini terjadi karena mereka sudah
memiliki kecenderungan, kebutuhan terhadap materi,
kedudukan dan sebagainya yang menyebabkan idealisme dan
komitmen mereka menurun. Untuk itu beberapa langkah dan
gerakan yang mengawasi masyarakat agar tetap memiliki
komitmen moral sebagaimana tersebut di atas tetap
dipertahankan.
Dalam upaya jalan menuju kehidupan berbangsa yang
lebih baik, negara kembali menagih peran perguruan tinggi
untuk melawan musuh yang lebih berat – yaitu korupsi.
Korupsi adalah musuh yang berat, karena disamping
seringkali menjadi korban dari perbuatan korupsi ini baik
secara langsung maupun tidak, secara sadar atau tidak sadar
kita juga bisa menjadi pelaku korupsi, sekalipun seringkali
disebut sebagai korupsi kecil-kecilan atau sekedar berperilaku
koruptif. Bahwa pada hakikatnya perjuangan melawan
korupsi juga berarti perjuangan melawan diri sendiri. Karena
korupsi bisa terjadi karena kolaborasi antara niat yang buruk
dengan kesempatan yang antara lain dibuka oleh sistem yang
lemah.
Dengan demikian, jika kalangan perguruan tinggi ingin
menyambut tantangan memberantas korupsi maka harus
memberikan perhatian yang serius. Di satu sisi mencegah niat
yang buruk untuk korupsi melalui pembangunan budi pekerti
dan perilaku yang baik, terutama melalui pendidikan anti
korupsi. Dan di saat yang sama terus berupaya memperbaiki
sistem dan sub sistem yang ada dalam lingkungan perguruan
tinggi, atau sistem di luar perguruan tinggi sebagai
sumbangan pemikiran. Sumbangan pemikiran dari kalangan
perguruan tinggi selalu mendapat tempat utama karena
bersih dari kepentingan dan keberpihakan. Karena itu,
gunakan kesempatan ini untuk memberikan yang terbaik agar
gerak laju perjalanan bangsa menuju cita-cita bisa kita
percepat dalam arah yang benar.
Sebagai kata akhir dari tulisan ini dapat dijelaskan
bahwa, nilai-nilai anti korupsi yang perlu dikuatkan dan
dikembangkan dalam lingkungan perguruan tinggi meliputi
kejujuran,
kepedulian,
kemandirian,
kedisiplinan,
64
H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi
pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan, keberanian,
dan keadilan. Nilai-nilai inilah yang akan mendukung prinsipprinsip anti korupsi untuk dapat dijalankan dengan baik.
Semoga.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin. Strategi Belajar Mengajar. (Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia
FPMIPA UPI. 2000).
Andar Nubowo. Membangun Gerakan Anti Korupsi dalam Perspektif
Pendidikan, (Yogyakarta: LP3,2004).
Almond, Gabriel. “Kelompok Kepentingan dan Partai Politik”, dalam
Mochtar Mas’oed dan Collin Mac.Andrew,Perbandingan Sistem
Politik, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2001).
Ali Gufron Mukti, Dalam Konferensi Internasional Keperawatan di
Sekolah Pascasarjana Universitas Muhamadiyah Yogyakarta,
pada tanggal 2 Desember 2015.
Barnett. Teaching Reading in a Foreign Language. ( ERIC Digest., 1988).
De Asis, Maria Gonzales, Coalition-Building to Fight Corruption, Paper
Prepared for the Anti-Corruption Summit, World Bank Institute,
November 2000.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2012. Pendidikan Anti Korupsi.
(Online), (http://www.dikti.go.id), diakses 27 April 2016.
Gomes, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan Keempat,
(Yogyakarta: ANDI, 2000).
Hamalik Oemar, .Perencanaan Pegajaran Berdasarkan Pendekatan
Sistem. (Jakarta: Bumi Aksara, 2005).
Hartanti Evi, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008).
H.A.R.Tilaar, .Kekuasaan dan Pendidikan: KajianMenejemen Pendidikan
Nasional dalam Pusaran Kekuasaan. (Jakarta: Rinika
Cipta.2009).
---------------, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia,
(Bandung: P.T. Remaja Rosda Karya, 1999).
Kejaksaan Republik Indonesia. 2009. Tindakan Preventif dan Represif
dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Online),
(http://www.kejaksaan.go.id), diakses 26 April 2016.
Lauer, Robert H, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, Alih Bahasa,
Alimandan S.U (Perpective on Social Change), (Jakarta : PT.
Rineka Cipta, 2001).
65
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Son Haji, Perguruan Tinggi Dalam Pembangunan. (Makalah), (Malang:
IKIP, 1990), hlm. 45.
Sulaeso, Dasar Perencanaan dan Pemilihan,, Cetakan Kesembilan,
(Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1997).
Syaful Sagala. Konsep dan Makna Pembelajaran.Alfabeta (Bandung:
Alfabeta, 2006).
Miramba Ahmad. Pengantar filsafat pendidikan Islam ( Bandung: Al
Ma’rif .1686).
Puspito, N dan Tim Penyusun. Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan
Tinggi. (Jakarta: Kemendikbud.2011).
R. Subekti dan Tjitrosoedibio. Kamus Hukum. (Jakarta;: Pradnya
Paramita.1973).
Uhar Suharsaputra, Pendidikan dan Peran Perguruan Tinggi,
https://uharsputra.wordpress.com diakses pada tanggal 25
April 2016.
Wahyudi, I & Sopanah. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) di Malang
Raya. (Online), (http://www.ejournal.umm.ac.id), diakses 27
April 2015.
Wahyudi, Isa Corporate Social Responsibility: Prinsip, Pengaturan dan
Implementasi, (Malang: In.Trans Publishing.).
Yamamah, Ansari. Perilaku Konsumtif Penyebab Korupsi. (Jakarta,
Gramedia, 2009).
Zakiah Darajat. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi aksara, 2000).
http://www.uinjkt.ac.id/id/pendidikan-tinggi-islam-dan-upaya-antikorupsi, diakses pada tanggal 25 April 2016
66
KYAI SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN
(Studi Kasus di Pesantren Ulumul Qur’an Kalibeber Wonosobo)
Maryono*
Dosen UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo
Abstract
This research was aimed; 1) to know the meaning of kyai as a learning
leader at the Pesantren Ulumul Qur’an, 2) to know a leadership style in
learning at the pesantren of ulumul qur’an, 3) to know the handicap of
kyai in doing a learning leadership.
This research used a qualitative method. The subject of reserach were such
as kyai, teachers and students. Technique of data collecting used
particpant observation, interview, and study of document. And the analysis
of data used interactive analysis of miles and huberman that ie; data
collection, data reduction, data display and conclusion
Result of research have showed that the meaning kyai of learning leader
were a manager of learning, a designer of learning, a decision maker, and
an evaluator of learning. The leadership style of kyai in learning such as
uswatun hasanah style and istiqomah style. Trick of kyai in learning
leeadership were regeneration, lapanan activity, habituation and roan or
teamwork. Finally, the handicap of santri in learning cativity such as
feeling of lazy, less seriously, and no discipline, and the handicap of kyai in
learning leadership were busy in campus, village surounding and social
activity.
Key words: kyai, leadership and learning
Pendahuluan
Eksistensi pendidikan sangat penting bagi masyarakat manapun
di dunia ini karena keberadaanya dinilai memiliki peran stratgeis dalam
mengelaborasi berbagai hal terkait manifestasi peran dalam kehidupan
ini. Oleh karena itu, pendidikan menjadi aspek yang fundamental sekali
dalam menjalani hidup yang serba luas ini.
Dalam konteks tersebut maka pendidikan adalah hidup itu
sendiri, pendidikan merupakan segala pengalaman belajar yang
berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hayat. Pendidkan
adalah segala situais hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu 1.
Pemahaman dan praksis pendidikan dalam arti luas tersebut
sangat dmungkinkan diperankan oleh siapa saja yang masih memiliki
hasrat hidup yang dimanifestasikan dalam aktifitas pendidikan itu.
Redja Mudyahardjo, Pengantar pendiidkan, Jakarta, Rajawali Pers. tahun 2001,
halaman 3.
1
67
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Hasrat untuk selalu belajar terus dikobarkan dalam bingkai semangat
untuk melakukan perubahan diri sebagai pengalaman belajar.
Pandangan tersebut relevan dengan konsep bahwa pendidikan
merupakan pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk
pendidikan formal, non fromal, dan informal di sekolah dan luar sekolah
yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi
pertimbangan kemampuan-kemampuan individu, agar supaya
dikemudian hari dapat memainkan peran hidup secara tepat2.
Sekolah sebagai bagian dari dunia pendidikan merupakan
lingkungan buatan manusia yang diperlukan di dalama membangun
strauktur masyarakat yang beradab. Eksisitensi sekolah sudah lama
diyakini akan mampu mengubah suatu keadaan masyarakat menuju
perubahan ke arah yang lebih baik.
Optimisme terhadap peran sekolah dalam pendidikan dinyatakan
oleh Lester Frank Ward sebagaimana dikutip oleh Mudyahardjo, yang
antara lain menjelaskan bahwa setiap anak dilahirkan di dunia,
hendkanya dipandnag oleh masyarakat ibarat bahan mentah yang harus
diolah dalam pabrik. Alam tidak dapat diandalkan untuk
mengembangkan kemmapuan individu. Pengembangan kemamapuan
individu harus direncanakan dan sebagian besar rencana tersebut harus
dilaksanakan dalam suatu sekolah yang baik3.
Pendidikan merupakan suatu upaya yang bisa mempercepat
pengembangan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas
sebagai kholifah di muka bumi yang dibebankan kepadanya. Oleh karena
itu, hanya manusia yang bisa dididik dan mendidik.pendidikan juga bisa
berdampak terhadap perkembangan emosi, fisik, mental serta
spiritualitas manusia.
Dalam Dictionary of education sebagaimana dikutip oleh Saud
dijelaskan bahwa pendidikan merupakan a) proses dimana seseorang
mengemabngkan kemmapuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku
lainnya dalam masyarakat dimana dia hidup, b) proses sosial dimana
orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan
terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah) sehingga mereka
memperoleh dan mengalami perkembnagan kemampuan sosial dan
kemampuan indiidual yang optimal4.
Terminologi pendidikan sebagai suatu aktifitas yang hidup bisa
dimaknai sebagai suatu upaya sadar yang dirancang sedemikian rupa
untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam menemukan
dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang dari itu bisa melahirkan
Redja Mudyahardjo, ibid,,, halaman 11
Ibid...halaman 10
4 Udin S.Saud & Abin S.Makmun (2011). Perencanaan pendidikan suatu
pengantar, Bandung; Rosdakarya, hlm 6
2
3
68
Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran
suatu sistem nilai yang akan membentuk sikap hidup lalu dijadikan
sebagai pandangan hidup yang berdiemnsi pada ketrampilan hidup (life
skill) yang berdampak dalam individu maupun sosial.
Pendidikan bila dilihat dari sudut pandang masyarakat
merupakan warisan kebudayaan dan pengembangan potensi, bakat dan
minat yang ada pada diri individu. Menurut Langgulung, memeasukan
sesuatu mellaui proses pendidikan dimaksudkan adalah memasukan
ilmu penegtahuan ke kepala seseorang.jadi dalam proses memasukan
tampak ada tiga hal yang terlibat yakni; a) ilmu pengetahuan itu sendiri,
b) proses memasukan ilmu pengetahuan, c) kepla atau diri seseorang.
Oleh karena itu, pendidikan itu memiliki asas-asas sebagai tempat ia
berpijak baik dala hal materi, interaksi, inovasi dan cita-citanya5
Interaksi antara asas-asas tersebut dalam suatu proses
pendidikan menhendaki beberapa keterangan yakni; a) setiap asas
bukanlah ilmu atau mata pelajaran tetapi sejumlah ilmu dan cabangcabangnya, b) asas-asas tersebut memberi pendidikan sebagai suatu
sistem, organisasi, inovasi, dan pembaharuan, dan c) asas-asas ini
semuanya sukar memainkan perannya tanpa landasan filsafat yang
mengarahkan gerak dan mengatur langkahnya karena filsafat bertugas
meneliti, memilih dan menguji pendidikan yang umum dapat diterima
masyarakat luas6.
Bila pendidikan dilihat sebagai suatu sistem, maka pendidikan
memiliki banyak komponen yang saling berhubungan dan
mempengaruhi hal-hal sebagai berikut: a) individu peserta didik yang
memiliki potensi dan kemauan untuk berkembanag dan dikembangkan
semaksimal mungkin, b) individu peserta didik yang mewakili unsur
upaya sengaja, terencana, efektif, efisien, produktif dan kreatif, c)
hubungan antar pendidik dan peserta didik yang dapat dinyatakan
sebagai situasi pendidikan yang menjadi landasan tempat berpijak,
tindakan yang dapat digolongkan sebagai tindakan pendidikan, d)
struktur sosiokultural yang mewakili lingkungan (environment) diantara
kenyataannya berupa norma yang bersumber dari alam, budaya dan
religi dan e) tujuan yang disepakati bersama yang mengejawantah
karena hubungna antar pendidik da peserta didik serta tidak
bertentangan dengan tuntutan normatif sosiokultural dimana
pendidikan tersebut tumbuh dan berkembang7.
Dari berbagai uraian mengenai konsep pendidikan sebagaimana
dipaparkan di atas, bisa digaris bawahi bahwa pendidikan merupakan
usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui suatu kegiata
5
6
hlm 2
7
Hasan langgulung (1988). Asas-asas pendidikan, Jakarta:Pustaka Alhusna, hlm 4
Syaeful Sagala (2006). Administrasi pendidikan kontemporer, Bandunh Alfabeta,
Udin S.Saud.....opcit hlm 7
69
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
berupa bimbingan, pengajaran, dan pelatihan bagi perannya dimasa
yang akan datang. Tentu hal tersebut sangat sesuai dengan konsep
pendidikan yang ada dalam UUSPN No 20 tahun 2003 yang menjelaskan
bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengemabngkan potensi dirinya untuk memiliki
kekutaan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, ahlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyaarakat, bangsa dan negara 8.
Semakin baik pendidikan suatu bangsa maka semakin baik pula
kualitas sumberdaya manusia. Itu adalah asumsi umum terhadap
pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu bangsa. Oleh karena itu,
secara faktual pendidikan harus menggambarkan aktifitas sekelompok
orang yang di dalamnya terdapat kurikulum, tujuan serta guru dan
tenaga kependidikan yang menjalankan kegiatan pendidikan. Pendidikan
pada aspek preskriptif bisa dimaknai sebagai suatu kegiatan yang
membawa muatan, arah serta pilihan yang telah ditetapkan sebagai
suatu wahana pengemabangan diri untuk masa depan peserta didik
dalam menapaki kehidupan bersama individu lainnya.
Di Indonesia, model pendidikan bermacam-macam ada
pendidikan formal, pendidikan nonformal dan informal. Pendiidkan
formal merupakan suatu pendidikan yang menjelenggarakan TK, SD,
SMP dan SMA sampai perguruan tinggi. Pendidikan nonformal
merupakan usaha pendidikan di luar persekolahan seperti Pesantren,
Kursus atau lembaga ketrampilan. Sedangkan pendidikan informal suatu
pendidikan yang dilaksanakan oleh keluarga sebagai pendidikan
pertama sebelum anak mengenyam pendidikan persekolahan.
Pesantren sebagai sub dari pendidikan nasional eksistensinya
sudah ada jauh sebelum indoensia merdeka. Oleh karena itu, sebagai
sebuah pendidikan di luar persekolahan yang sudah memiliki
pengalaman panjang dalam menghadapi dinamika kehidupan.
Sebagaimana dunia sekolah, pesantrenpun memiliki aktiftas yang
sama dengan sekolah. Di dalamnya juga ada kyai, guru, kurikulum,
sarana dan prasarana, tujuan yang semuanya menjadi kesatuan sistem
dalam mencapai tujuan pendidikan pesantren.
Untuk bisa memahami gambaran keadaan yang relevan dengan
pesantren saat ini sebagai suatu starting point dalam memaknainya
secara komprehensif. Permasalahan yang muncul antara lain
penggunaan strategi pembelajaran yang masih berpusat pada guru. Gaya
kepemimpinan kyai sebagai top management yang menjadi satu-satunya
8
70
Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran
figur tak tergantikan, serta pola komunikasi antar guru-santri yang
sifatnya satu arah.
Hal tersebut bersinggungan dengan apa yang dikemukakan oleh
Abdurrahman Wahid, untuk memahami situasi yang dihadapi pesantren
dewasa ini, ada beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain: 1)
sebagai pantulan keadaan rawan yang memang melanda kehidupan
bangsa kita pada umumnya sekarang ini, akibat kedudukan kita dalam
suasana serba transisional deawsa ini, 2) kesadaran akan sedikitnya
kemampuan untuk mengataasi tantangan yang dihadapi oleh pesantren,
terutama tantangan yang diajukan oleh kemajuan teknik yang mulai
dienyam bangsa kita, 3)statis/bekunya struktur sarana yang dihadapi
pesantren pada umumnya. Baik sarana berupa manajemen atau
pimpinan yang trampil maupun sarana material termasuk keuangan
masih berada pada kuantitas yang terbatas, 4) sultnya mengajak
masyarakat tradisional yang berafiliasi pada pesantren ke arah sikap
hidup yang lebih serasi dengan kebutuhan nyata pesantren 9.
Pesantren Ulumul Qur’an merupakan satu dari sekian ribu
pesantren yang ada di negeri ini yang sampai hari ini masih eksis.
Keeksisan tersebut ditunjukan dengan adanya proses pembelajaran yang
secara terus menerus masih berlangsung. Menariknya hampir seluruh
santri merupakan siswa sekolah umum di sekitar pesantren termasuk
mahasiswa dari kampus UNSIQ. Dari paparan tersebut di atas maka
peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Kyai
sebagai Pemimpin Pembelajaran” (Studi kasus di pesantren Ulumul
Qur’an)
Kerangka Konseptual
1. Pengertian Kepemimpinan
Untuk bisa memahami konsep kepemipinan dengan baik,
berikut ini dikutip beberapa pengertian kepemipinan yang
disampaikan oleh para ahli yang kompete di bidangnya.
Leadershup is the relationship in which one person, the leader,
influences others toward together willingly on related tasks to
attain that which the leader desires10. Artinya kepemimpinan
adalah hubungan antar orang, dimana pemimpin mempengaruhi
orang alin kearah kemauan bersama dalam hubungannya dengan
tugas-tugas untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan
pemimpin. Konsep serupa tentang kepemimpinan yakni
leadership is defined as influenced process affecting the
interpretation of event for follower, the choice of objectives for the
Abdurrahman Wahid (2001). Menggerakan tradisi, Yogayakrta, LKIS, hlm 39
Terry, George (1977). Principles of management, Illionis: Irwin Dorsey Limited
, hlm 410
9
10
71
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
group or organization, the organization of work activities to
accomplish the objectives, the motivation of follower to achieve the
objectives, the maintenance of cooperative relationship and
teamwork, and the enlistment of support and cooperation from
people outside the group or organization11. Artinya kepemimpinan
dirumuskan sebagai proses mempengaruhi orang-orang dalam
hal; penginterpretasian peristiwa (aspirasi) pengikutnya,
pemilihan tujuan organisasi, pengorganisasian kegiatan kerja
untuk mencapai tujuan, pemberian motivasi kearah pencapaian
tujuan, dan pengerahan dukungan dan kerjasama dari orangorang diluar kelompok atau organisasi.
Pandangan yang sedikit berbeda dikemukakan oleh
Atmosudirjo, bahwa kepemimpinan adalah suatu seni (art),
kesanggupan (ability) atau teknik (technique) untuk membuat
sekelompok orang bawahan dalam oragnisasi formal atau para
pengikut atau simpatisan dalam organisasi informal mengikuti
atau menaati segala apa yang dikehendakinya, membuat mereka
begitu antusias atau bersemangat untuk mengikutinya, atau
bahkan mungkin berkorban untuknya12.
Berdasarkan paparan tentang pengertian kepemimpinan
di atas, maka bisa digaris bawahi bahwa kepemipinan merupakan
suatu proses mempengaruhi orang yang didalamnya dibutuhkan
suatu seni atau kemampuan dalam mencapai suatu tujuan
organisasi baik formal maupun informal.
Dari beberapa rumusan mengenai kepemimpinan tersebut
di atas, maka dalam kepemimpinan terdapat beeberapa unsur
penting antara lain:
a. Proses
b. Orang atau pengikut
c. Tujuan
d. Organisasi
2. Teori Kepemimpinan
Agar memperoleh suatu pememhaman yang komprehnsif
menegnai kepemipinan, berikut ini akan diuraikan beberapa teori
kepemimpinan antara lain:
a. Teori sifat (trait theory)
Teori ini menempatkan sejumlah sifat atau kualitas yang
dikaitkan dengan seoran pemimpin. Atau dengan bahasa lain
bahwa keberhasilan seorang pemimpin banyak ditentukan
Yukl, Gerry (1994).Leadership in organization, New Jersey: Prentice Hall
International inc, hlm 5
12 Ngalim Purwanto (1992). Adminsitrasi dan supervisi pendidikan, Bandung:
Rosdakarya, hlm 26
11
72
Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran
atau dipengaruhi oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh probadi si
pemimpin.sifat-sifat tersebut ada pada diri seseorang karena
faktor pembawaan atau keturunan.
Berdasarkan teori tersebut, seorang pemimpin akan efektif
dan berhasil bila memiliki sifat-sifat sebagai berikut: memiliki
keberanian, memiliki kemauan kuat, memiliki stamina
emosional, memeiliki stamina fisik, memilliki sifat empati,
mampu dan berani dalam mengambil keputusan, antisipatif
terhadap
perubahan
dan
masa
depan,
sellau
memperhitungkan waktu secara cermat, berani bersaing,
percaya diri dan memiliki akuntabilitas tinggi13.
Melengkapi pemahaman tentang teori sifat, menuurt
Thirauf sebagaimana dikutiup oleh Purwanto, bahwa the
hereditary approach states that leaders are born and not
made—that leaders do not acquire the ability to lead, but
inherit it, artinya bhawa pendekatan keturunan atau sifat
menyatakan yakni pemimpin adalah dilahirkan bukan
dibuat—bahwa pemimpin tidak dapat memperoleh
kemmapuan untuk memimpin tetapi mewarisinya14
b. Teori Perilaku (behavioral theory)
Pada teori ini tidak menekankan pada sifat-sifat atau
kualitas sebagaimana yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin, akan tetapi lebih memusatkan pada bagaimana
secara faktual pemimpin berperilaku dalam mempengaruhi
orang lain.
Teori perilaku merupakan suatu teori yang berdasarkan
suatu pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan seorang
pemimpin ditentukan oleh sikap dan gaya kepemimipinan
yang dilakukan oleh pemimpin yang bersangkutan. Dari gaya
kepemimipinan tertemntu kemudian berkembang menjadi
tipe kepmeimpinan tertnetu. Teori perilaku menunjukan dua
kontras kepemimpinan, yang merekomendasikan bahwa pada
umumnya pendekatan human relationship akan cenderung
lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan task oriented 15
c. Teori Kontigensi (contingency theory)
Teori kontingensi merupakan pengembangan dari teori
situasional. Konsep dasar teori situasional menjadi landasan
dari
teori
kontingensi.
Teori
situasional
setelah
dikembangkan oleh Fiedler kemudian diberi nama teori
kontingensi. Menuurt teori kontigensi bahwa keefektifan
Wuradji (2008). Educational leadership, Yogyakarta: gama Media, hlm 21
Ngalim Purwanto....opcit, hlm 31
15 Wuradji....opcit, hlm 24
13
14
73
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
kepemimpinan ditentukan paling tidak oleh tiga variabel
yakni gaya pemimpin, keadaan pengikut, serta situasi dimana
kepemimpinan diterapkan. Pendukung utama teori ini adalah
Hersey & Blanchard, dan Fiedler 16.
Dengan demikian, penggunaan secara tepat gaya
kepemimpinan tertentu yang dilakukan seseorang dengan
memhami keadaan pengikut serta situasi kepemimpinan akan
menjamin kesuksesan kepemimpinan.
3. Konsep Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu proses dimana lingkungan
seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut
serta dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons
terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset
khusus dari pendidikan17
Adapun menurut UUSPN No.20 tahun 2003 dijelaskan
bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar18. Pendapat serupa disampaikan oleh Dimyati dan
Mujiono, bahwa pembelajaran merupakan kegiatan guru secara
terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa
belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber
belajar19
Dari paparan konsep di atas, bahwa pembelajaran
memiliki dua karakteristik yaitu pertama, dalam proses
pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal,
bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan
tetapi menghendaki aktifitas siswa dalam proses berpikir. Kedua,
dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses
tanya jawab terus menenrus yang diarahkan untuk memperbaiki
dan meningkatkan berpikir peserta didik yang pada gilirannya
kemampuan berpikir tersebut dapat membantu peserta didik
untuk memperoleh pengetahuan baru yang mereka konstruk
sendiri20.
Dengan demikian, pembelajaran sebagai bagian dari
proses belajar yang dibangun oleh guru dalam ranka
menumbuhkan dan mengembangkan kreatifitas berpikir yang
16
17
hlm 61
18
19
hlm 6
20
74
Wuradji....ibid, hlm 25
Syaiful Sagala (2003). Konsep dan makna pembelajaran, Bandung: Alfabeta,
Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
Dimyati & Mujiono (2002). Belajar dan pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta,
Syaiful Sagala......opcit, hlm 63
Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran
diharapkan bisa meningkatkan kemampuan berpikir peserta
didik, serta dapat meningkatkan kemampuan untuk
mengkonstruk pengetahuan baru sebagai jalan untuk menguasai
materi pelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran seorang guru
harus bisa memahami hakikat materi yang diajarkannya.
4. Pesantren
Terdapat kesulitan besar untuk bisa melakukan
identifikasi terhadap pesantren secara lengkap sebagai sebuah
subkultur. Oleh karena itu, diperlukan keluasan literatur yang
banyak agar diperoleh informasi yang komprehensif.
Pesantren adalah sebuah kehidupan yang unik, sebagaimana
dapat disimpulkan dari gambaran lahiriahnya. Pesantren adalah
sebuah kompleks dengan lokasi yang umumnya terpisah dari
kehidupan di sekitarnya. Dalam kompelks itu berdiri beberapa
bangunan; rumah kediaman pengasuh (kyai dalam bahasa jawa,
ajengan sunda, dan madura disevut nun atau bendara) sebuah
suro atau masjid, tempat pengajaran (madrasah) dan asrama
tempat tinggal para santri 21.
Istilah pondok berasal dari pengertian asrama-asrama
para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang dibuat
dari bambu atau berasal dari bahasa arab fundug yang berrati
hotel atau asrama. Perkataan pesantren berasal dari kata santri,
yang dengan awalan pe di depan dan akhiran an berrati tempat
tinggal para santri. Johns berpendapat bahwa istilah santri
berasal dari bahasa tamil, yang berrati guru mengaji. Sedangkan
CC.Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah
shastri yang dalam bahasa india berrati orang yang taghu bukubuku suci Agama Hindu, atau seoarng ahli kitab suci Agama
Hindu, buku-buku agama atau buku tenatng ilmu pengetahuan 22
D. Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Pilihan
metode ini dianggap tepat karena berusaha mendeskripsikan segala
sesuatu secara alamiah dan menghendaki keutuhan. Sasaran yang
hendak di capai adalah bagaimana memaknai
pesantren,
kepemimpinan kyai, ustadz dan stakeholder pesantren
Menurut S. Nasution bahwa melalui pendekatan kualitatif
diharapkan diperoleh suatu pemahaman dan penafsiran yang
mendalam mengenai makna dari fakta yang relevan. Pendekatan
kualitatif pada dasarnya berusaha untuk mendeskripsikan
21
22
Abdurrahman Wahid (2001). Menggerakan tradisi, Yogyakarta: LKIS, hlm 3
Zamakhsyari Dhofier (1982). Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES
75
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
permasalahan permasalahan secara komprehensif, holistik, integratif,
dan mendalam melalui kegiatan mengamati orang dalam
lingkungannya dan berinterksi dengan dunia mereka.penelitian
kualitatif pada hakikatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan
hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa
dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya 23
3. Subyek Penelitian
Berkaitan dengan penelusuran data yang dibutuhkan kepada
pimpinan pesantren, kyai, ustadz, santri, dan stake holder pesantren.
Adapun teknik sampling ynag pakai dalam pennelitian ini adalah
teknik snowball sampling yakni suatu teknik dalam menumpulkan
sampling dari mula-mula sedikit kemudian berkembang menjadi
besar sesuai kebutuhan.
4. Instrumen Penelitian
Dalam traidisi penelitian kualitatif, instrumen pengumpul data
yang paling utama adalah diri peneliti sendiri (human instrument).
Hal tersebut dikarenkan apabila pengumpul data pengumpul data
bukan manusia seprti yang dilakukan pennelitian nonkualitatif sangat
tidak mungkin mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan yang
ada di lapangan. Selain itu manusia adalah satu-satunya alat yang
dapat dihubungkan dengan responden hanya manusia
5. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode
antara lain:
a) Observasi
kegiatan observasi menceritakan tentang apa yang akan dilakukan
oleh orang-orang dalam situasi peneliti memperoleh kesempatan
mengadakan pengamatan. Menurut Bogdan seperti dikutip oleh
Moleong, mendefinisikan secara tepat observasi partisipan sebagai
penelitian yang bercirikan interaksi sosial yang makan waktu cukup
lama antara peneliti dengan subyek dalam lingkungan tersebut. Dan
selama di situ juga semua data dalam bentuk catatan lapangan
dikumpulkan secara sistematis. 24
23
Nasution (1988). Metode penelitian naturalistik-kualitatif, Bandung: Tarsito,
24
Moleong (2001). Metode penelitian kualitatif, bandung: Rosdakarya, hlm 117
hlm 5
76
Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran
Pada dasarnya metode ini digunakan untuk memahmai berbagai
aspek tentang posisi kyai sebagaai seorang pemimpin dalam kegiatan
pembelajaran di pesantren.
b) Wawancara Mendalam
kegiatan wawancara ini untuk memahami berbagai informasi secara
detail dan mendalam dari informasi berkaitan dengan masalah yang
akan diteliti. Dari hasil wawancara tersebut bisa diperoleh suatu
respons atau opini. Menurut Moleong, bahwa kegiatan wawancara
dibagi menjadi dua, yakni wawancara terstruktur dan wawancara tak
terstruktur25. Wawancara terstruktur diperlukan secara khusus bagi
informan terpilih seperti pimpinan pesantren, para ustadz atau santri.
c) Telaah Dokumentasi
Data penelitian kualitatif kebanyakan diperoleh dari sumber
manusia atau human resources mellaui kegiatan observasi dan
wawancara, namun demikian sumber lain selain manusia yakni
dokumen. Dokumen terdiri dari tulisan pribadi seperti buku harian,
surat-surat dan dokumen resmi26
6. Uji Keabsahan Data
Setelah peneliti berhasil mengumpulkan data, kemudian diuji
keabsahannya dengan teknik triangulasi data, yakni suatu teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada . maka sebenarnya
dalam kegiatan ini peneliti mengumpulkan data sekaligus menguji
kredibilitas data yakni mengecek kredibilitas data dengan berbagai
teknik pengumpulan data dan sumber data 27.Tujuan triangulasi data
adalah untuk mengetahuoi sejauh mana temuan-temuan dilapangan
benar-benar representatif untuk dijadikan pedoman analisis dan juga
untuk mendapatkan informasi yang lebih luas tentnag perspektif
penelitian.
7. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses menyusun data agar dapat
diinterpretasikan. Menyusun data berarti menggolongkan ke dalam
pola, tema dan kategori. Tafsiran atau interpretasi artinya
Moleong....ibid, hlm 138
Nasution....opcit, hlm 85
27 Sugiyono (2011).Metode penelitian kombinasi, Bandung: Alfabeta, hlm 327
25
26
77
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
memberikan makna melalui kegiatan analisis, menjelaskan pola atau
kategori berarti mencari hubungan antar berbagai konsep.
Dalam analisis data digunakan analisis interaktif milik Miles &
Huberman, adapun langkah-langkahnya adalah koleksi data, reduksi
data, display data dan konklusi atau verifikasi 28. Kemudian dilakukan
reduksi data yang berdasarkan pada relevansi dan kecukupan
informasi untuk menjelaskan mengenai kedudukan kyai sebagai
pemimpin pembelajaran di pesantren.
Reduksi data dalam penelitian ini, pada hakikatnya
menyederhanakan dan menyusun secara sistematis data tersebut
dalam dimensi partisipasi aktiftas kyai sebagai seorang pemimpin
pembelajaran.
Dengan demikian, dalam penelitian ini, verifikasi dilakukan
dengan melihat kembali reduksi data maupun display data sehingga
kesimpulan tidak menyimpang dari data yang dianalisis.
Adapun alur analisis yang digunakan dalam penelitian ini
berdasarkan paparan di atas bisa digambarkan sebagai berikut:
Data
processing
Data display
Data
collection
Conclusion:
drawing/verifying
Gambar 1. alur analisis model interaktif Miles & Huberman
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Makna kyai sebagai pemimpin pembelajaran
Posisi kyai dalam pesantren merupakan figur utama yang menjadi
ruh bagi pesantren tersebut. Kyai adalah top figur sehingga segala
sesuatu ynag melekat pada diri kyai menjadi acuan perilaku sehari-hari
bagi para santri. Oleh karena itu, keberadaan kyai menjadi sangat krusial
bagi seluruh aktifitas pesantren. Kyai yang selama ini diposisikan
sebagai pemimpin spiritual karena memang nilai-nilai spirtual yang
Miles & Huberman (1984). Qualitative data analysis, Beverly Hills: Sage
Publication, hlm 87
28
78
Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran
selalu ditampilkan sang kyai. Namun di sisi lain kyai juga seorang
pemimpin pembelajaran yang sangat berperan dalam keberlangsungan
proses pembelajaran di pesantren. Intisari dari makna kyai sebagai
pemimpin pembelajaran antara lain;
Pengelola pembelajaran
Kegiatan pembelajaran yang baik adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang mnggunakan manajemen karena kegiatan
manajemen pada hakikatnya merupakan suatu proses merencanakan,
mengorganisasikan, melkasanakan, emmimpin dan menegndalikan
kegiatan para anggota organisasi untuk mendayagunakan seluruh
sumber daya yang ada dalam rangka mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan secara efisien dan efektif.
Sebagaimana dikemukakan oleh Kyai Nasokah pengasuh
pesantren Ulumul Qur’an bahwa “posisi kyai karena ia mengelola
kegiatan pembelajaran secara keseluruhan di pondok pesantren. Selain
itu kyai juga menangani kegiatan mengaji para ustdaz dan usztadzah.
Para ustadz dan ustadzah inilah yang nantinya akan mengajar adik-adika
dibawahnya sehingga kyai menjadi tahu bila dalam mengaji ada
kesalahan maka kyai bisa segera bertindak mengatasi masalah
tersebut”.29
Di sinilah peran strategis kyai dalam kegiatan pembelajaran di
pesantren ulumul qur’an, dia adalah manajer kegiatan pembelajaran
sekaligus pelaku kegiatan tersebut. Dalam diri kyai ada koherensi antara
perkataan dengan perbuatan sehingga posisi kyai menjadi tokoh sentral
yang berwibawa.
Pada posisi ini kyai dihadapkan pada tantangan untuk
melaksanakan pengemabnagan pendidikan secara terarah, terencana
dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di
pesantren. Oleh karena itu, kemampuan manajerial kyai perlu
ditingkatkan agar program pembelajaran yang sudah dirancang bisa
berjalan lancar dan sukses. Kyai bertanggungjawab atas
penyelenggaraan pendidikan pesantren, adminsitrasi pesantren,
pembinaan dan pemberdayaan para asatidz, dan pemeliharaan dan
pengadaan sarana dan prasarana pesantren dalam rangka menunjang
kelancaran KBM.
Desainer pembelajaran
Sebelum kegiatan pembelajaran dengan santri, kyai sudah
merancang kegiatan pembelajaran sedemikian rupa agar semua kegiatan
berjalan dengan lancar termasuk tatkala kyai berhalangan untuk
mengajar. Rancangan pembeljaranseperti itu, menurut Kyai Nasokah
“dalam hal ini kyai sudah merancangnya secara cermat karena semua
29
Wawancara dengan Kyai Nasokah, MAg tgl 20 Oktober 2015
79
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
santri yang ada di sini adalah siswa dan mahaasiswa sehingga seluruh
rancangan harus pas dan tidak bentrok dengan jam mereka aktifitas di
sekolah maupun kampus”30
Kyai sebagai desainer pembelajaran sangat erat kaitannya dengan
akatiftas pengelolaan adminsitrasi yang lebih bersifat pencatatan,
penyusunan data dan pendokumenann seluruh program kerja kyai
dalam mengelola pembelajaran pesantren.
Dalam konteks itulah, seorang kyai harus mampu menjabarkan berbagai
kemampuan dalam tugas-tugas operasional antara lain merancang
kurikulum pesantren yang diwujudkan dalam penyusunan kelengkapan
data administrasi pembelajaran. kemampuan merancang administrasi
ustadz yang membantu tugas-tugas kyai dalam kegiatan pembelajaran,
karena tidak semua kegiatan pembelajaran bisa ditangani langsung oleh
kyai.
Decision maker
Ketokohan seorang kyai teruji pada saat mengambil putusanputusan penting bagi pengembangan pesantren di mana ia menempati
sebagai top figur. Dalam hal ini kyai Nasokah menjelaskan “ di pesantren
ini kan belum berbentuk yayasan atau masih tradisonal. Ke depan akan
saya ubah menjadi yayasan pesantren karena tuntutan zaman memang
begitu jadi ya kita harus bisa mengikuti irama perubahan jangan sampai
tertinggal dalam berbagai hal. Jadi bentuk yayasan sedang kita
usahakan”31
Decesion making merupakan salah wujud dari fungsi
kepemimpinan seorang kyai dalam mengelola pesantren. Kemajuan
pesantren sangat ditentukan bagaimana kyai berani mengambil putusan
untuk suatu perubahan dengan segala resikonya.
Menurut Mulyasa, kemampuan mengambil putusan atau decision
making akan tercermin dari kemampuannya dalam; 1) mengambil
putusan bersama tenaga edukatif lainnya, 2) menuangkan gagasan
dalam bentuk tulisan, 3) mengambil putusan untuk kepentingan
eksternal pesantren32.
Konselor Pembelajaran
Posisi kyai sering diasumsikan sebagai orang ynag serba tahu
tentang berbagai hal. Sebagaimana kondiis riil para santri yang
semuanya adalah pelajar dan sebagian mahasiswa, hal ini
memungkinkan kyai menjadi tempat curhat para santri dalam
menyelesaikan berbagai masalah baik masalah sekolah atau terkait
dengan kehidupan pada umumnya.
Wawancara dengan Kyai Nasokah, MAg, tanggal 20 Oktober 2015
Wawancara dengan Kyai Nasokah, MAg, tanggal 20 Oktober 2015
32 E.Mulyasa.2009. Menjadi kepala sekolah profesional, Bandung: Rosdakarya,
halaman 116
30
31
80
Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran
Dalam masalah ini, kata kyai Nasokah “ saya selalu memberikan
solusi dan arahan terkait masalah yang sedang dihadapi para santri baik
menyangkut urusan sekolah atau kuliah atau persoalan lain yang
dianggap penting” 33
Menelisik kriprah sang kyai dalam kegiatan kepengasuhan
kepada para santri adalah sebuah totalitas karena aktifitas ini dipahami
sebagai pengabdian diri kyai dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu,
keberadaan kyai menjadi tempat mencurahkan segala sesuatu dan kyai
selalu memberikan solusi yang mencerahkan bagi santri sehingga segala
masalah seakan selalu menemukan jalan keluarnya.
Sehubungan dengan tanggungjawab tersebut, kyai memposisikan
diri sebagai fasilitator perkembangan psikis santri baik yang
menyangkut aspek intelektual, emosional, sosial maupun moral spiritual.
Kyai sudah menanamkan nilai-nilai tersebut sebagai suatu bekal bagi
para santri ketika suatu saat sudah membaur di masyarakat.
Kegiatan konseling yang dilakukan kyai merupakan upaya membentuk
perkembangan kepribadian santri secara optimal agar bisa
berkembangan dengan baik. Oleh karena itu, kegiatan ini harus dimaknai
sebagai upaya pengembangan sumber daya manusia dalam hal ini adalah
para santri dan ustadz.
Seorang visioner
Pada diri seorang kyai sejatinya ia selalu berimajinasi melampaui
batas-batas fakta dan lingkungan di sekitarnya karena ia lah peretas
perubahan di pesantrennya. Dalam pandangan kyai Nasokah, bahwa ia
sedang merancang di pesantren ulumul qur’an akan dirintis dalam
kegiatan pembelajaran dan aktifitas harian itu berbahasa arab sehingga
tradisi tersebut bisa menjaidi ikon bahwa desa Kalibeber menjadi desa
bahasa, yang retasannya berasal dari pesantren ini” 34
Visi merupakan manifestasi dari imajinasi-imajinasi dalam
pikiran kyai yang memungkinkan untuk direalisasikan. Visi merupakan
sesuatu yang terukur kapan visi tersebut bisa terwujud sehingga
pikiran-pikiran kyai yang menembus batas tersebut di wujudkan dalam
membuat pesantren yang nampaknya sulit tapi bisa menjadi kenyataan.
Seorang pelayan
Seorang kyai adalah pelayan bagi para santri yang sedang
menimba ilmu di pesantrennya. Oleh karena itu. Memahami dan
melaksanakan tugas sebagai pelayan dengan benar merupakan
manifestasi jiwa kyai sebagai seorang pemimpin pembelajaran.
Berkaitan tentang hal tersebut, menurut Kyai Nasokah, “ seorang
pemimpin itu tugasnya kan melayani bukan dilayani, santri
kebutuhannya apa kita usahakan untuk bisa memenuhi, filosofi inilah
33
34
Wawancara dengan Kyai Nasokah, MAg, tanggal 20 Oktober 2015
Wawancara dengan Kyai Nasokah. MAg,tanggal 20 Oktober 2015
81
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
yang kami tunjukan kepada para santri selama proses belajar
berlangsung di pesantren”
Semangat melayani yang ditunjukan kyai tersebut merupakan
perwujudan dari ungkapan bahwa memberi layanan mengajar adalah
ibadah, sehingga adagium bisa menyatu dalam jiwa kyai dan terpenting
santri merasakan sesuatu yang luar biasa pada diri kyai.
Dalam konteks pemberian layanan pembelajaran, sedikitnya
terdapat lima sifat layanan yang harus diwujudkan oleh Kyai sebagai
pimpinan pembelajaran agar para santri puas, antara lain layanan sesuai
dengan yang dijanjikan (reliabelity), mampu menjamin kualitas
pembelajaran (assurance), iklim pesantren yang kondusif (tangible),
memberi perhatian penuh kepada para santri (emphaty), cepat tanggap
terhadap kebutuhan santri (responsiveness)35.
Tugas layanan kyai yang begitu mulia tersebut akan sangat
menentukan keberlangsungan proses pendidikan di pesantren karena
hal tersebut sebagai motor penggerak ruh pesantren yang kebanyakan
dilandasi dengan lilahi tangala. Hal ini menunjukan tingkat kegigihan
kyai dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran.
Evaluator pembelajaran
Dalam kegiatan pembelajaran dipesantren, biasanya kyai lah yang
menjadi evaluator bagi para santri dalam kegiatan mengaji atau setoran
hafalan al qur’an sehingga hasil menjadi sangat bagus karena kyai
langsung turun tangan.
Menurut penjelasan kyai Nasokah “ ya betul bahwa saya sebagai
pengasuh di pesantren ini selalu dan rutin menyimak dan mengevaluasi
para santri dalam mengaji dan menghafal al qur’an supaya hasilnya
bagus”36
Evaluasi merupakan suatu kegiatan menempatkan nilai atas
dasar timbangan. Menimbang dalam hal ini bukanlah suatu independent
, melainkan berdasarkan informasi-informasi yang merupakan prasyarat
untuk mengambil keputusan. Oleh karena itu, evaluasi merupakan suatu
proses pembentukan timbangan dan hal itu bergantung kepada
pengumpulan informasi yang mengarah kepada pengmabilan
keputusan37. Kegiatan evaluasi secara periodik menjadikan program
yang sudah direncanakan bisa dipantau sudah sejauh mana sesuai
dengan yang direncanakan. Evaluasi sangat berguna dan penting karena
membantu kyai, santri dan ustadz dalam mengelola kegiatan
35
Mulyasa.2009.Menjadi kepala sekolah yang profesional, Bandung: Rosdakarya,
hlm 26
Wawancara dengan Kyai Nasokah. MAg, tanggal 20 Oktober 2015
Djam’an Satori.2010.peran guru dalam evaluasi pembelajaran, Jakarta:
universitas terbuka, hlm 356
36
37
82
Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran
pembelajaran untuk membuat suatu jugment dan keputusan yang
bermakna.
Gaya kepemimpinan pembelajaran
Seorang pemimpin dalam menjalankan aktifitas organisasinya
termasuk dalam hal ini kegiatan pembelajaran memilki cara tersendiri
yang inilah disebut gaya kepemimpinan. Adapun menyangkut hal ini, ada
beberapa gaya kepemimpina yang diperfomakan oleh kyai dalam
kegiatan pembelajaran di pondok pesantren ulumul qur’an, antara lain;
Gaya uswatun hasanah
Kyai sebagai seorang pemimpin ditengah-tengah santri haruslah
orang yang bisa memberi teladan bagi yang lain dalm hal ini adalah
santri, baik ucapan maupun perilaku. Menurut Kyai Nasokah bahwa
“menjadi pemimpin itu berat ya karena harus memberi contoh yang baik
bagi yang lain, kita tidak mungkin berhasil kalau hanya ngomong saja
namun di kasih contoh” 38
Gaya istiqomah
Menapaki kehidupan pemimpin di pesantren memerlukan sikap
konsisten sebagai brand diri seorang kyai yang bisa berdampak pada
performa kyai yang bisa dipercaya dihadapan para santri. Dalam
pandangan Kyai Nasokah, sebagai kyai yang bertanggungjawab dalam
menjalankan tugasnya, ya kita kerjaanya ngajar dijalani dengan penuh
keihklasan dan konsistensi nantinya biar berkah”.
Dalam konteks teori kepemimpinan modern, apa yang terjadi di
pessntren ulumul qur’an menjadi tidak match dengan teori tersebut,
karena dalan terori kepemimpinan ada tiga gaya yang menjadi
mainstream yakni, demokratis, otoriter dan laizzes faire. Oleh karena itu,
teori tersebut tidak serta merta bisa dipakai untuk menganalisis gaya
kepemimpinan yang menjadi ikon di pesantren tersebut.
Aspek keberkahan menjadi hal penting karena di pesantren
kehidupan didasari suatu asumsi bahwa segala sesuatu bila tidak berkah
maka akan mendatangkan yang tidak baik sehingga berkah menjadi
landasan kerja bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Trik kepemimpinan kyai dalam kegiatan pembelajaran
Kegiatan pembelajaran agar berlangsung dengan baik dan lancar,
kyai memerlaukan suatu cara yang dianggap jitu untuk menjaga
keberlangsungan pembelajaran tersebut. Misal pada saat kyai luar kota
atau ada kegaiatn lain yang memungkinkan kyai tidak bisa menangani
langsung kegiatan pembelajaran tersebut. Oleh karena itu, diperlukan
suatu mekanisme baku atau trik yang berlaku di pesantren tersebut.
Adapun trik yang dimaksud adalah;
Kaderisasi
38
Wawancara dengan Kyai Nasokah, MAg tanggal 21 oktober 2015
83
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Sebagai pemimpin tunggal di pesantren, seorang kyai
memerlukan orang lain yang bisa mengganti atau membantu
menjalankan tugas dalam kegiatan pembelajaran sehingga kegiatan
tersebut bisa berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, perlu dibangun
kader sebagai pembantu dalam urusan kepesantrenan terakit berbagai
kegiatan di pesantren.
Menurut penuturan Kyai Nasokah, “jadi kita itu mengkader para
santri senior yang dianggap mumpuni untuk memabntu kyai mengajar
para santri baru yang masih relatif keilmuannya atau menggantikan
posisi kyai pada saat kyai tidak bisa mengajar karena sedang ada urusan
di luar”39
Upaya kaderisiasi atau dalam bahasa manajemen disebut
pendelegasian merupakan usaha kyai dalam mencari bibit
kepemimpinan yang bisa membantu tugas kepemimpinannya. Hal ini
dilakukan jika para santri di pesantren sudah berada pada taraf
kemampuan dan kematangan yang moderat bahkan tinggi dalam
emnghadapi suatu permasalahan sampai ia mampu melaksanakan
tugasnya secara mandiri.
Di pesantren Ulumul Qur’an para santri dibaiat untuk memimpin
tahlilan atau memimpin sholat secara bergantian sehingga mereka
terbiasa emngerjakan hal seperti itu sehingga ketika kyai tidak ada
semuanya bisa berjalan dengan karena sudah dikader sejak awal. Ini
merupakan cerminan yang baik dalam hal kepemimpinan pembelajaran
di mana kyai tidak menunjukan sifatnya ynag absolut. Kaderisasi
menjadi hal perlu dikarenakan tidak semua masalah bisa dikerjakan
secara mandiri oleh kyai sehingga memerlukan pengganti atau substitusi
yang tidak mengurangi bobot dalam menjalankan tugasnya.
Estafet kepemimpinan di pesantren tidak semata-mata
dikendalikan oleh kyai, namun dia juga memerlukan generasi penerus.
Dalam konteks inilah bahwa kaderisasi di pesnatren diperlukan untuk
mengajari ngaji bagi santri yang masih baru atau awal, jadi mereka
belajar dengan para ustad atau ustadzah. Adapun para ustdaz atau
ustdzah belajar langsung dengan kyai atau abah
Menjaga keberlangsungan menjadi sangat penting dan urgen bagi
pesantren, terlebih bila pengasuh pesantren tersebut memiliki aktifitas
diluar pesantren yang cukup menyita waktu misal menjadi guru atau
dosen.
Lapanan
Lapanan merupakan kegiatan pengajian umum yang dilakukan
secara rutin
setiap tiga puluh lima hari sekali dengan melibatkan
39
84
Wawancara dengan Kyai Nasokah, MAg tanggal 21 Oktober 2015
Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran
masyarakat umum diluar pesantren termasuk menyangkut kepanitiaan
dan lain sebagainya. Hal ini menunjukan sifat open minded pesantren
dalam memberikan edukasi kepada masyarakat sebagai tanggugjawab
moral pesantren terhadap lingkungan sekitar.
Dalam pandangan Kyai Nasokah “ di PPUQ tiap lapanan ada
kegiatan pengajian umum yang melibatkan semua lapisan masyarakat
dan santri. Di sini antara santri dan masyarakat umum bersatu bahu
membahu dan kerjasama untuk mengadakan pengajian termasuk dalam
hal ini sebagai kepanitiaan”40
Pembauran yang apik menjadikan kegiatan pengajian lapanan
berjalan dengan baik karena didukung penuh oleh masyarakat dan hal
ini bisa menjadi contoh bahwa pesantren merupakan pendidikan milik
masyarakat.
Pembiasaan
Dalam kehidupan pesantren untuk bisa melakukan sesuatu
dengan baik dan lancar biasanya dilakukan upaya pembiasaan, misal
latihan menjadi imam shalat, ini perlu pembiasaan sehingga
memudahkan seseorang untuk bisa mengerjakan sesuatu. Dalam
persoalan ini menurut Kyai Nasokah, “ para santri dibiasakan melakukan
sesuatu secara mandiri sehingga ketika ada hal-hal yang sifatnya
mendadak mereka sudah terkatih sejak awal baik yang menyangkut
maslaah ibadah maupun hal yang umum”
Roan
Roan adalah suatu pola kerjasama antar kelompok atau individu
santri dalam mengerjakan sesuatu. Pola ini menjadi penanaman dasar
bagi para santri agar tumbuh sikap sosial dan mampu kerja dalam tim
sehingga cara ini disiapkan sejak awal.
Menurut penjelasan Kyai Nasokah, “ dalam roan santri atau anak
dibiasakan utnuk kerjasama dalam berbagai hal tentu yang positif
seperti belajar kelompok,membentuk group ngaji, latihan pidato atau
khitobah, pengembangan bakat minat, termasuk juga kerjabakti dan
bersih-bersih pesantren secara rutin”.
Nilai yang bisa dipetik dari roan adalah suatu sikap atau
kemampuan para santri melakukan kerjsama denag santri lain dalam
mengerjakan sesuatu. Sikap ini sudah ditanamkan oleh kyai sejak awal
seorang santri masuk pesantren dengan suatu tujuan kelak kalau sudah
hidup di masyarakat maka sang santri mudah beradaptasi dilingkungan
di manapun ia hidup.
40
Wawancara dengan Kyai Nasokah, MAg tanggal 21 Oktober 2015
85
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Kendala-kendala yang dihadapi kyai sebagai pemimpin
pembelajaran
Menguraikan masalah kendalah yang dihadapi kyai dalam
menjalankan kepemimpinan pembelajaran di pondok pesantren ulumul
qur’an bisa diklasifikasi menjadi dua yakni kendala bagi kyai dan
kendala bagi santri, adapun rinciannya sebagai berikut:
Kendala bagi santri
Dalam menjalankan tugas sebagai seorang pemimpin
pembelajaran, kayi juga dihadapkan berbagai kendala yang harus
dihadapi dengan cekatan dan sikap arif dalam mengelola organisasi
pesantren. Adapun kendala-kendala yang dihadapi oleh kyai antara lain;
Rasa Malas
Rasa malas adalah ekspresi keengganan seseorang dalam
mengerjakan sesuatu dan rasa malas tersebut bisa menghinggapi siapa
saja. Malas meruapakan suatu kondisi psikologis sesorang yang sedang
pasif karena otak tidak mengirim sinyal untuk melakukan sesuatu.
Berbicara malas, kata kyai Nasokah” ya sifat ini yang menjadi halangan
untuk mencapai tujuan pembelajaran walau sudah dijadwal dengan baik
dan semua santri tahu tapi kewajiban tidak dijalankan karena malas
itu”41
Setiap santri atau ustadz memiliki kekhasan masing-masing yang
berbeda antara yang satu dengan yanhg lain. Hal etrsebut memerlukan
perhatian dan pelayanan khusus dari pemimpinnya yakni kyai, agar para
santri bisa memanfaatkan waktu untuk belajar sedemikian rupa dan
tidak bermalas-malasan lagi sambil menegadahkan wajah ke langit. Oleh
karena itu, pemberian motivasi oleh kyai menjadi hal ynag sangat
penting dan mendasar dalam merubah perilaku yang keliru dan mindset
berfikirnya. Motivasi merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan
perubahan ke arah yang lebih baik.
Kurang bersungguh-sungguh
Pencapaian tujuan pembelajaran bisa menjadi berantakan karena
kurang bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugas tersebut. Karena
hal ini diasumsikan bahwa segaal sesuatu yang dikerjakan denag
sungguh-sungguh maka akan berhasil dengan baik. Namun kita sering
menemukan fakta yang sebalik. Terkait masalah ini, menurut Kyai
Nasokha “kondisi santri memang variatif, tapi yang sering ditemukan ya
ketika mau ngaji perlu ngoprak-ngoprak dulu baru mereka mau
ngerjakan kalau tidak demikian ya bablas”
Kurangnya usaha yang sungguh-sungguh menunjukan suatu
gejala bahwa seoarng santri belum memiliki visi belajar sehingga merasa
tidak ada sesuatu mimpi dalam dirinya. Pada hal setiap orang
41
86
Wawancara dengan Kyai Nasokah, MAg tanggal 21 Oktober 2015
Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran
seharusnya memiliki mimpi hidup seperti apa di masa depan yang
berdampak pada usaha untuk merealisasikan mimpi tersebut.
Pada diri santri terdapat kekuatan mental yang menjadi
penggerak aktifitas belajar. Kekuatan penggerak tersebut bisa berupa
keinginan, perhatian, kemauan atau cita-cita. Kekuatan mental tersebut
bisa digolongakn ke dalam tinggi maupun rendah.
Dalam psikologi pendidikan dijelaskan bahwa kekuatan mental
tersebut ynag mendorong terjadinya belajar disebut sebagai motivasi
belajar. Motivasi dipandnag seagai dorongan mental yang menggerakan
dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam
motivasi terkandung adanya keinginan untuk mengaktifkan,
menggerakan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perlilaku
individu belajar42
Tidak disiplin
Perilaku tidak disiplin merupakan suatu fenomena kehidupan
nyata yang mengindikasikan suatu kesenjangan antara yang terjadi
dengan idealitas. Oleh karena itu, persoalan inilah sejatinya yang
menjadi hambatan dalam mencapai tujuan pembelajaran di pesantren.
Terkait masalah ini kata Kyai Nasokah “ santri kita itu kan juga menjadi
pelajar atau mahasiswa sehingga dari kegiatan belajar di sekolah dan
kampus setiap cukup menguras energi begitu pulang ke pondok pada
istirahat sehingga masuk acar pembelajaran pesantren mereka masih
capek dan aras-arasen”43
Menghadapi ketidakdisiplinan diperlukan suatu upaya
pembinaan sebaagi strategi untuk menghadapinya. Dalam hal ini
menurut Reisman & Payne, mengemukakan startegi umum untuk
melakukan pembinaan disiplin antara lain: a) self concept, strategi ini
menekankan bahwa konsep diri masing-masing individu merupakan
faktor penting dalam perilkau, b) communication skill, pemimpin haruys
menerima perasaan semua orang dengan komunikasi yang
menimbulkan kepatuhan, c) natural and logical consequences, perilaku
yang salah terjadi karena telah mengembangkan kepercayaan yang
salah, d) values clarification, suatu jusaha membentuk sistem nilai yang
dispeakati, dan e) reality theraphy, pemimpin perlu bersikap posiistif
dan tanggungjawab44
Kendala bagi kyai
Menyoal kendala yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran di
pesantren juga menghinggapi siapa saja tidak hanya para santri, kyai
pun dihadang oleh kendala yang tidak kalah rumitnya dengan santri.
Koeswara.1990.Motivasi, Angkasa, halaman 34
Wawancara dengan Kyai Nasokah, MAg tanggal 21 Oktober 2015
44 Reisman & Paine.1687. leadership in tommorow’s school, Alexandria:ASCD,
halaman 237
42
43
87
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Oleh karena itu, persoalan tersebut juga perlu diurai apa saja yang
menjadi kendala kyai dalam memimpin kegiatan pembelajaran di
pesantren ulumul qur’an, antara lain;
Kesibukan di kampus
Pimpinan pesantren ulumul qur’an itu juga memiliki kesibukan di
kampus sebagai tenaga pengajar di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UNSIQ. Kegiatan mengajar dan sebagai Kaprodi PGMI cukup
menyita waktu sehingga sering mengganggu jalannya pembelajarn
dipesantren yang ia pimpin. Dalam hal ini menurut Kyai Nasokah “
kegiatan utama saya kan mengajar dikampus ditambah menjadi kaprodi
PGMI yang begitu padat sehingga kegiatan pembelajaran di pesantren
agak sedikit terganggu”45
Seorang kyai adalah manajer pembelajaran di pesantren, maka
sudah seharusnya memiliki manajemen antisipatif bila kegiatan diluar
yang sekiranya akan mengganggu kegiatan pembelajaran di pesantren.
Manajemen antisipatif diperlukan sebagai upaya agar kegiatan
pembelajaran tidak sering kosong atau diwakilkan oleh yang lain sebab
akan mengurangi efektifitas ketercapaian tujuan pembelajaran.
Lingkungan Desa
Pesantren ulumul qur’an dari segi bangunan merupakan
pesantren rumahan karena bangunan utama pesantren tersebut
seklaigus menjadi rumah kyai. Bial dilihat dari segi lingkungan bahwa
pesantren tersebut menyatu dengan perkampungan dalam artian
pesantren tersebut tidak berpagar sehingga siapa pun bisa datang dan
pergi ke pesantren. Menurut penejlaan Kyai Nasokah “Lingkungan yang
demikian dalam situasi tertentu agak mengganggu kegiatan
pembelajaran pesantren, jadi kami belum mampu membangun
ligkungan pesantren yang nyaman untuk kegiatan pembelajaran”
Setiap pemimpin pembelajaran dalam hal ini kyai, seharusnya
mengethaui bahwa lingkungan desa merupakan lingkungan sosial yang
besarnya pengaruhnya terhadap sikap dan cara hidup pesantren itu
sendiri. Oleh karena itu, pesantren harus mampu mengubah hal-hal yang
negatif yang datang dari lingkungan desa menjadi sesuatu yang bernilai
positif bagi pengembangan pesantren.
Terkait dengan hal tersebut, Siswojo mengemukakan bahwa
lingkungan desa merupakan lingkungan sosial yang bisa dikelompokan
menjadi empat kategori yang satu sama lain saling berkaitan, yakni; 1)
fisik, teknologi dan sumber manusia, 2) sistem hubungan keluarga dalam
masyarakat, 3) jaringan-jaringan organisasi, 4) cara berpikir,
kepercayaan dan nilai-nilai yang ada dan dianut oleh masyarakat 46.
Wawancara dengan Kyai Nasokah, MAg tanggal 21 Oktober 2015
Siswojo.1998.Konsep tridimensional administrasi pendidikan, makalah
seminar, IKIP Jakarta
45
46
88
Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran
Kyai seharusnya bisa merubah paradigma bahwa agar lingkungan
desa bisa memberi dukungan terhadap kegiatan pesantren baik
menyangkut pembelajaran dan kegiatan lainya, maka kyai sebagai
pemimpin pembelajran harus bisa memahami substansi ke empat isi
lingkungan sosial tersebut dengan baik karena lingkungan desa
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan pesantren.
Lingkungan desa secara faktual memang isinya heterogen
sehingga bila salah manajemen bisa berdampak counterproductive bagi
kegiatan pembelajaran di pesantren. Adanya hubungan yang baik antara
lingkungan desa dan pesantren diharapkan agar tercipta suatu proses
pembelajaran yang inovatif yakni suatu konsep belajar yang
antisipatoris dan partisipatoris yakni suatu kegiatan pembelajran yang
mampu mengidentifikasi dan mengerti bila perlu merumuskan kembali
masalah-masalah yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, ditunggu
peran pesantren sebagai salah satu pusat belajar yang dikategorikan
sebagai pendidikan nonformal.
Kegiatan sosial
Sebagai bagian dari masyarakat sosial tentu keberadaan
pesantren dalam hal ini kyai harus mengikuti ritme kegiatan soaial yang
ada di lingkungan sekitar, pesnatren tidak mungkin mengabaikan hal
tersebut. Pada dasarnya pesantren justru menjadi penggerak sosial
uatama masyarakat menuju perubahan yang lebih baik. Namun
demikian, kegiatan sosial yang tidak terkontrol bisa menjadi
counterproductive bagi kegiatan pembelajaran di pesantren.
Terkait masalah tersebut, kata Kyai Nasokah “ ya kita tidak bisa
lepas dari kegiatan sosial di masyarakat, namun bila dituruti semua
kegiatan tersebut maka kegiatan pembelajaran yang menjadi
tanggungjawab saya tentu akan terganggu. Bila kyai sering pergi maka
pesantren akan komplang”47
Pesantren dan kegiatan sosial seharusnya bisa bersinergi agar
menjadi kekuatan sosial yang dahsyat mengingat ruh pesantren
sebenarnya lebih banyak bersifat sosial. Namun demikian, terkait
kegiatan sosial sebagai aktifitas tentu bila kyai yang semestinya
mengajar para santri tapi kyai mengikuti kegiatan sosial secara terus
menerus tentu akan mengganggu schedul pembelajaran yang sudah
dijadwal.
Kesimpulan
Dari uraian mengenai temuan penelitian tersebut diatas, maka
bisa di simpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Makna kyai sebagai pemimpin pembelajaran di Pesantren Ulumul
Qur’an memiliki arti antara lain;
47
Wawancara dengan Kyai Nasokah, MAg tanggal 21 Oktober 2015
89
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
a. Sebagai seorang pengelola pembelajaran
b. Sebagai seorang desainer pembelajaran
c. Sebagai decision maker
d. Sebagai konselor pembelajaran
e. Seorang visioner
f. Sebagai pelayan pembelajaran
g. Sebagai evaluator pembelajaran
2. Gaya kemimpinan kyai dalam kegiatan pembelajaran di Pesantren
Ulumul Qur’an meliputi;
a. Gaya uswatun hasanah
b. Gaya istiqomah
3. Trik kyai dalam menjalankan kepemimpinan pembelajaran di
Pesantren Ulumul Qur’an sebagai berikut;
a. Kaderisasi
b. Lapanan
c. Pembiasaaan
d. Roan
4. Kendala yang dihadapi kyai dalam menjalankan kepemimpina
pembelajaran di pesantren ulumul qur’an di bagi dua yakni
kendala bagi kyai dan kendala bagi santri;
a. Kendala bagi kyai, yang termasuk kendala bagi kayi dalam
menjalankan kepemimpiannya adalah kesibukannya di
kampus, lingkungan desa dan aktifitas sosial yang sering
berturut-turut atau tak terduga.
b. Kendala bagi santri, yang termasuk kendala bagi para
santri dalam aktifitas pembelajaran adalah rasa malas
yang sering melekat pada diri santri, kurang bersungguhsungguh dalam menjalan tugas dan tidak disiplin dalam
berbagai kegiatan yang terkait pembelajaran di pesantren.
90
Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Wahid (2001). Menggerakan tradisi, Yogyakarta: LKIS
Dimyati & Mudjiono (2002). Belajar dan pembelajaran, Jakarta: Rineka
Cipta
E.Mulyasa (2010).Menjadi kepala sekolah profesional, Bandung:
Rosdakarya
Koeswara (1990). Motivasi, Bandung: Angkasa
Lexy Moleong (2001). Metode penelitian kualitatif, Bandung: Rosdakarya
Miles, Mathew B & Huberman, Michael (1984). Qualitative data analysis,
Beverly Hills: Sage Publication
Ngalim Purwanto (1992). Adminsitrasi dan supervisi pendidikan,
Bandung: Rosdakarya.
Nasution, S (1988). Metode penelitian naturalistik-kualitatif, Bandung:
Tarsito
Redja Mudyahardja (2001). Pengantar pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers
Syaiful sagala (2003). Konsep dan makna pembelajaran, Bandung:
Alfabeta
---------------- (2006). Adminsitrasi pendidikan kontemporer, Bandung:
Alfabeta
Sugiyono (2011). Metode penelitian kombinasi, Bandung: Alfabeta
Terry, George (1977). Principles of management, Illionis: Irwin Dorsey
Limited
Udin S.Saud & Abin S.Makmun (2011). Perencanaan pendidikan suatu
pendekatan komprehensif, Bandung: Rosdakarya
Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Wuradji (2008). Educational leadership, Yogyakarta: Gama Media
Yukl, Gary (1994). Leadership in organization, New Jersey: PrenticeHall.Inc
Zamakhsyai Dhofier (1982). Tradisi pesantren studi pandangan hidup
kyai, Jakarta: LP3ES
91
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
0
92
KONSEP MANUSIA DALAM AL-QUR’AN
(Kajian Tafsir Tematik)
Muhamad Ali Mustofa Kamal
Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UNSIQ
Email: [email protected]
Abstract
Humans are the most amazing creatures, the unique multi-dimensional beings,
all-covering, very open, and has great potential. Its presence on earth has the vision and
mission of God the Creator as an explanation of the Qur'an. Human resources play an
important role in the prosperity of the earth. In this paper, discussion of interpretations
of the human attempt to give enlightenment for every ones to its existence as a creature
that can rank high on the side of his Lord on the contrary to be the lowest since the
element of humanity is inherent in him. The element of faith and taqwa and his wisdom
in instilling virtue is a pre-requisite that must be met to be a real man. Reviews on the
history of man noted that humans have a superior characteristics in accordance with its
function. The Qur'an specifically noted human functions that we should think together
as teaching materials, devotional materials and ideas.
Key Word: manusia, sejarah manusia, fungsi manusia, khalifah
A. Latar Belakang
Manusia sebagaimana sering dikemukakan adalah makhluk dwi
dimensi yaitu rohani dan jasmani, jasad, akal dan roh kesemuanya perlu
diasah dan diasuh agar mendapat porsi pengembangan yang memadai. 1
Pembahasan tentang persoalan manusia selalu menarik untuk
didiskusikan. Karena selalu menarik, maka masalahnya tidak pernah
selesai dalam artian tuntas. Pembicaraan mengenai makhluk psikofisik
ini laksana suatu permainan yang tidak pernah selesai. Selalu ada saja
pertanyaan mengenai manusia. Manusia merupakan makhluk yang
paling menakjubkan, makhluk yang unik multi dimensi, serba meliputi,
sangat terbuka, dan mempunyai potensi yang agung.
Yang sering menjadi pertanyaan dalam benak kita, siapakah manusia
itu? Pertanyaan ini nampaknya amat sederhana, namun tidak mudah
memperoleh jawaban yang tepat. Biasanya orang menjawab pertanyaan
tersebut menurut latar belakangnya, jika seseorang yang menitik
beratkan pada kemampuan manusia berpikir, memberi pengertian
manusia adalah "animal rasional", "hayawan nathiq" "hewan berpikir".
Orang yang menitik beratkan pada pembawaan kodrat manusia yang

Penulis adalah Dosen tetap Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Fakultas
Syari’ah dan Hukum UNSIQ
1 M.Quraish Shihab, Logika Agama, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), hlm.155
93
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
hidup bermasyarakat, memberi pengertian manusia adalah "zoon
politicon", "homo socius", "makhluk sosial". Orang yang menitik beratkan
pada adanya usaha manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup,
memberi pengertian manusia adalah "homo economicus", "makhluk
ekonomi". Orang yang menitik beratkan pada keistimewaan manusia
menggunakan simbol-simbol, memberi pengertian manusia adalah
"animal symbolicum". Orang yang memandang manusia adalah makhluk
yang selalu membuat bentuk-bentuk baru dari bahan-bahan alam untuk
mencukupkan kebutuhan hidupnya, memberi pengertian manusia
adalah "homo faber", dan seterusnya.2
Mengkaji tentang konsep manusia sangat penting artinya dalam
suatu sistem pemikiran dan di dalam kerangka berpikir seorang pemikir,
karena ia termasuk bagian dari pandangan hidup (way of life). Karena
itu, meskipun manusia tetap diakui sebagai misteri yang tidak pernah
dapat habis dibahas, keinginan untuk mengetahui dan mengkaji
hakikatnya ternyata tidak pernah berhenti dan relevan sampai
sekarang.3
Dalam makalah sederhana ini, penulis akan mengkaji manusia dalam
perspektif al-Qur’an, pembahasan meliputi nama-nama manusia dalam
al-Qur’an, proses kejadian manusia, tujuan diciptakan manusia,
perbedaan manusia dengan makhluk lain, dan sifat-sifat manusia.
Hasil Temuan dan Pembahasan
A. Nama-nama Manusia dalam al-Qur’an
Dalam al-Qur’an ada beberapa kata yang sering digunakan untuk
menunjukkan arti manusia, yaitu kata insan, kata al-nas, kata ins, kata
unas, kata basyar, dan kata Bani Adam atau dzuriyat Adam. Jika ditinjau
dari segi bahasa dan penjelasan al-Qur’an sendiri, kata-kata tersebut
mempunyai makna dan penjelasan yang berbeda.
Pertama, kata insan, ins, unas, dan al-nas berasal dari akar kata yang
sama, yaitu terdiri dari huruf alif, nun, dan sin. Kata insan jika dilihat dari
asalnya nasiya yang artinya lupa atau adanya kaitan dengan kesadaran
diri. Disebut insan menunjukkan manusia adalah makhluk pelupa, baik
lupa terhadap penciptaannya maupun lupa secara manusiawi, sehingga
diperlukan peringatan dan teguran. 4 Al-insan dalam pengertian ini
2 Ahmad Azhar Basyir, Falsafah Ibadah dalam Islam, (Perpustakaan Pusat UII,
Yogyakarta, 1984), hlm 7
3 Muhammad Yasir Nasution, Manusia Menurut al-Ghazali, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1996), cet 1, hlm. 1
4 Umar Shihab, Kontekstualitas al-Qur’an, (Jakarta: Permadani, 2005), cet III, hlm
106
94
Muhamad Ali Mustofa Kamal - Konsep Manusia dalam Al-Qur’an
didapati 65 tempat dalam al-Quran.5 Ayat-ayat mengenai hal ini, bisa
dicermati antara lain,
Artinya: Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada
kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah
kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui
(jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa
kepada kami untuk (menghilangkan) bahaya yang Telah
menimpanya. begitulah orang-orang yang melampaui batas itu
memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. Yunus
[10]: 12)
Dari contoh di atas kita bisa melihat perilaku manusia di saat
tertimpa musibah, bahaya, ketakutan, dan lainnya, mereka akan kembali
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Namun ketika kenikmatan telah
diraihnya, manusia lupa, menjauh dari Pemberi nikmat tersebut yakni
Allah SWT. Ayat tersebut menggambarkan bahwa manusia sebagai
makhluk yang sangat lemah, hina, merasa puas dan cenderung
melupakan pencipta-Nya tatkala ia menerima nikmat dan bencana. Hal
ini juga bisa lihat dalam surat al-Infithar: 6-8,6
Artinya: Hai manusia, apakah yang Telah memperdayakan
kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha
Pemurah.Yang
Telah
menciptakan
kamu
lalu
menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan
tubuh)mu seimbang, Dalam bentuk apa saja yang dia
kehendaki, dia menyusun tubuhmu.(QS.al-Infithar[82]: 6-8).
Ayat ini menggugah manusia atau mengecam mereka yang
terpedaya (hilang kesadaran) sehingga mendurhakai Allah SWT. Ayat
terebut juga memperingatkan manusia agar mensyukuri anugerah Allah
yang demikian besar.7 Untuk itu, apabila manusia lupa terhadap sesuatu
hal, maka itu disebabkan karena kehilangan kesadaran dirinya terhadap
hal tersebut. Hal ini berbeda dengan pengertian lupa dalam kehidupan
agama, jika seseorang lupa sesuatu kewajiban yang seharusnya
dilakukannya, maka ia tidak berdosa, karena ia kehilangan kesadaran
terhadap kewajiban itu.
Kata insan juga menunjukkan makna makhluk mukalaf (ciptaan
Allah yang dibebabani tanggung jawab), oleh karenanya manusia di
5 Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Qur’an alKarim, (al-Qahirah, Dar al-Hadis, 2001), hlm 115
6 Tim Penyusun Dewan Insiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtar Baru
Van Hoeve, 2003), cet IV, jilid 3, hlm 162
7 M. Quraish Shihab, al-Lubaab, (Tangerang: Lentera Hati, 2008), cet 1, hlm. 81
95
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
berikan anugerah akal untuk berfikir, sehingga dapat melaksanakan
amanah dengan sebaik-baiknya dari kewajiban itu. Ayat yang berkaitan
dengan pengertian ini antara lain:
Artinya: Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari
masa, sedang Dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat
disebut? Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari
setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya
(dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan Dia
mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya
jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.
(QS.al-Insan[76]: 1-3).
Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat
kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh,(QS.alAhzab[33]: 72)
Ayat 1-3 surah al-Insan di atas memerintahkan manusia untuk
memperhatikan dan menggunakan akalnya untuk memikirkan
bagaimana ia diciptakan pada awal mulanya, agar ia bisa mengerti dan
menyadari siapa sesungguhnya yang memberi kehidupan pada dirinya. 8
Dengan demikian, kata insan digunakan dalam al-Quran untuk
menunjukkan kepada manusia dengan seluruh totalitasnya jiwa dan
raga. Manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lain akibat
perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan. 9 Sedangkan pada ayat 72 surah
al-Ahzab, menjelaskan dengan jelas beban dan tanggung jawab al-insan
(manusia) sebagai makhluk yang lemah dan dhalim dalam mengemban
amanah Allah SWT.10
Kata al-nas, al-unas merupakan bentuk jamak dari kata insan yang
artinya sudah disebutkan. Kata-kata al-nas dalam al-Quran yang lain
total berjumlah kurang lebih 242, 11 yang menunjukkkan arti
keseluruhan atau kelompok besar. Kelompok ayat yang menunjukkan
makna ini antara lain:
8 Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Mesir: Maktabah Musthofa alBabi al-Halbi, 1946), Juz 29, cet.1, hlm 161
9 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2000), hlm 280
10 Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Op.Cit, Juz.22, hal.46.
11 Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras lialfadz al-Qur’an alKarim, hlm. 188
96
Muhamad Ali Mustofa Kamal - Konsep Manusia dalam Al-Qur’an
Artinya: Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang
memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia.
Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang
biasa bersembunyi, Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam
dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia. Dari
(golongan) jin dan manusia. (QS.An-Nas[14]: 1-6)
Pengertian al-Nas dengan makna ini diebutkan juga dalam hadis
antara lain,12
‫اَّللُ َعلَْي يه َو َسلَّ َم يِف َأو َس يط أَََّّييم التَّ ْش ير ي‬
َّ ‫صلَّى‬
‫ال‬
َ َ‫ ق‬: ‫ قال‬, ‫يق‬
ْ َ‫َع ْن أيَِب ن‬
َ ‫ َع َم ْن َشهد ُخطْبَ َة النيَِّب‬، ‫ض َرَة‬
‫ أَالَ وإي َّن أََب ُكم و ي‬، ‫اح ٌد‬
‫ أَالَ إي َّن ربَّ ُكم و ي‬، ‫ أَيُّها النَّاس‬: ‫اَّلل علَي يه وسلَّم‬
‫ض َل‬
ُ ‫َر ُس‬
ْ َ‫ أَالَ الَ ف‬، ‫اح ٌد‬
َ َ َ َ ْ َ َُّ ‫صلَّى‬
َ ‫ول‬
َ ْ َ َ
َ ْ َ
ُ
‫ي‬
‫ي‬
‫ إيالَّ يَبلتَّ ْق َوى‬، ‫َس َو َد‬
ْ ‫ َوالَ أ‬، ‫َْحََر‬
ْ ‫َس َو َد َعلَى أ‬
ْ ‫َْحََر َعلَى أ‬
ْ ‫ َوالَ أ‬، ‫ َوالَ ل َع َج يم ِيي َعلَى َع َرييِِب‬، ‫ل َع َرييِِب َعلَى َع َج يم ِيي‬
Adapun kata ins, merupakan bentuk tunggal, sedangkan untuk
jamaknya dipakai kata unas, terambil dari akar kata anisa, yang
mempunyai arti jinak.13 Dikatakan demikian, karena manusia pada
dasarnya dapat menyesuaikan dengan realitas hidup dan lingkungannya.
Manusia mempunyai kemampuan adaptasi yang cukup tinggi, untuk
dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi dalam
kehidupannya, baik perubahan sosial maupun alamiah. Manusia
menghargai tata aturan etik, sopan santun, dan sebagai makhluk yang
berbudaya, ia tidak liar baik secara sosial maupun alamiah. 14 Dalam alQur’an terdapat 18 tempat yang menyebarkan kata ini, dan senantiasa
dipertentangkan dan disandingkan dengan kata al-jinn.15 Kata ins dalam
al-Qur’an menunjukkan arti sebagai makhluk yang mudah diatur (jinak).
Ayat yang menunjukkan makna ini antara lain:
Artinya: Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup
menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah,
kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan. (QS.
Al-Rahman [55]: 33)
Dalam ayat lain Allah berfirman:
12
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, (Kairo: Muasisah al-Qurthubah, t.t.), jilid V,
hlm. 411
13 Ahmad Warson al-Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka
progressif, 1997), cet XIV, hlm. 43
14 Musa Asy’ari, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam al-Qur’an, (Yogyakarta:
Lembaga Studi Filsafat Islam, 1992), hlm. 20
15 Bila dilihat secara kebahasaan kata al-jinn merupakan lawan kata dari al-ins,
yang berarti jinak atau harmonis, sedangkan jin menunjukkan makhluk yang liar (sulit
ditundukkan). Ibrahim Anis, et. All, al-Mu’jam al-Wasith, (Mesir: Dar al-Ma’arif, 1672),
hlm. 29
97
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS.Al-Dzariat[51]: 59)
Adapun kata basyar dipakai untuk tunggal dan jamak. Kata basyar
dipakai untuk menyebut semua makhluk baik laki-laki ataupun
perempuan, baik satu ataupun banyak.16 Kata basyar adalah jamak dari
kata basyarah yang berarti kulit. “Manusia dinamai basyar karena
kulitnya tampak jelas, dan berbeda dengan kulit binatang yang lain”. 17
Al-Qur’an menggunakan kata ini sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal
dan sekali dalam bentuk mutsanna [dua] untuk menunjukkan manusia
dari sudut lahiriyahnya serta persamaannya dengan manusia
seluruhnya. Karena itu Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk
menyampaikan bahwa:
Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti
kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan
kamu itu adalah Tuhan yang Esa". ..(QS. Al-Kahfi [18] : 110)
Di sisi lain kalau diamati bahwa banyak ayat-ayat al-Qur’an yang
menggunakan kata basyar yang mengisyaratkan bahwa proses kejadian
manusia sebagai basyar, melalui tahapan-tahapan sehingga mencapai
tahapan kedewasaan. Firman Allah:
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia
menciptakan kamu dari tanah, Kemudian tiba-tiba kamu
(menjadi) manusia yang berkembang biak. (QS. Al-Rum [30]: 20)
Bertebaran di sini bisa diartikan berkembang biak akibat hubungan
seks atau bertebaran mencari rezki. 18 Penggunaan kata basyar disini
dikaitkan dengan aspek kedewasaan dalam kehidupan manusia, yang
menjadikannya mampu memikul tanggung jawab. Musa Asy’ari
mengatakan bahwa manusia dalam pengertian basyar tergantung
sepenuhnya pada alam, pertumbuhan dan perkembangan fisiknya
tergantung pada apa yang dimakan. Sedangkan manusia dalam
pengertian insan mempunyai pertumbuhan dan perkembangan yang
sepenuhnya tergantung pada kebudayaan, pendidikan, penalaran,
kesadaran, dan sikap hidupnya. Untuk itu, pemakaian kedua kata insan
dan basyar untuk menyebut manusia mempunyai pengertian yang
berbeda. Insan dipakai untuk menunjuk pada kualitas pemikiran dan
kesadaran, sedangkan basyar dipakai untuk menunjukkan pada dimensi
Ibrahim Anis, et.all, hlm 58
Abu Hilal al-‘Askari, Furuq al-Lughawiyyah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,
t.t.), hlm. 227
18 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, hlm. 279
16
17
98
Muhamad Ali Mustofa Kamal - Konsep Manusia dalam Al-Qur’an
alamiahnya, yang menjadi ciri pokok manusia pada umumnya, makan ,
minum, dan mati.19
Manusia disebut Bani Adam atau Dzurriyat Adam,20 karena dia
menunjukkan pada asal-usul manusia yang bermula dari Nabi Adam as
sehingga dia bisa tahu dan sadar akan jati dirinya. Misalnya dari mana
dia berasal-usul, untuk apa dia hidup, dan harus kemana dia kembali. 21
Ayat yang menunjukkan pengertian ini diantaranya,
Artinya: Hai anak Adam, Sesungguhnya kami telah
menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu
dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa itulah
yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari
tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu
ingat. (QS. Al-A’raf [7]: 26)
Penggunaan istilah Bani Adam menunjukkan bahwa manusia
bukanlah merupakan hasil evolusi dari makhluk anthoropus (sejenis
kera).22 Hal ini diperkuat lagi dengan panggilan-panggilan Adam dalam
Musya Asy’arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam al-Qur’an, hlm. 21
Kata Bani Adam dalam al-Qur`an disebutkan 7 tempat, dzurriyat Adam 1
tempat, dan kata Adam sendiri ada 25 tempat. Fuad Abdul Baqi, hlm. 30
21 Umar Shahab, Op.Cit, hlm.107
22 Teori evolusi ini dipelopori oleh seorang ahli zoologi bernama Charles Robert
Darwin (1809-1882). Dalam teorinya ia mengatakan : "Suatu benda (bahan) mengalami
perubahan dari yang tidak sempurna menuju kepada kesempurnaan". Kemudian ia
memperluas teorinya ini hingga sampai kepada asal-usul manusia. Menurutnya
manusia sekarang ini adalah hasil yang paling sempurna dari perkembangan tersebut
secara teratur oleh hukum-hukum mekanik seperti halnya tumbuhan dan hewan.
Kemudian lahirlah suatu ajaran(pengertian) bahwa manusia yang ada sekarang ini
merupakan hasil evolusi dari kera-kera besar (manusia kera berjalan tegak) selama
bertahun-tahun dan telah mencapai bentuk yang paling sempurna. Tetapi dalam hal ini
Darwin sendiri kebingungan karena ada beberapa jenis tumbuhan yang tidak
mengalami evolusi dan tetap dalam keadaan seperti semula. Walaupun pernyataan
Darwin dalam bukunya yang berjudul "The Origin of Species" dapat dikatakan sukses
besar karena membahas masalah yang menyangkut asal usul manusia, namun hal ini
hanyalah bersifat dugaan belaka.
Hal ini diantaranya merupakan kelemahan teori yang dikemukakan oleh Darwin.
Tidak ada titik temu antara teori yang ada dengan kenyataan. Sebagai contoh, para ahli
zoologi sangat akrab dengan suatu species yang bernama panchronic yang tetap sama
sepanjang masa. Juga ganggang biru yang diperkirakan telah ada lebih dari satu milyar
tahun namun hingga sekarang tetap sama. Yang lebih jelas lagi adalah hewan sejenis
biawak/komodo yang telah ada sejak berjuta-juta tahun yang lalu dan hingga kini tetap
ada.
Di dalam teorinya Darwin berpendapat bahwa manusia berasal dari
perkembangan makhluk sejenis kera yang sederhana kemudian berkembang menjadi
hewan kera tingkat tinggi sampai akhirnya menjadi manusia. Makhluk yang tertua yang
ditemukan dengan bentuk mirip manusia adalah Australopithecus yang diperkirakan
umurnya antara 350.000 - 1.000.000 tahun dengan ukuran otak sekitar 450 - 1450 cm3.
19
20
99
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
al-Qur’an oleh Allah dengan huruf nida’ (Ya Adam!). Demikian pula
penggunaan kata ganti yang menunjukkan kepada Nabi Adam, Allah
selalu menggunakan kata tunggal (anta) dan bukan jamak (antum),
sebagaimana terdapat didalam surat al-Baqarah ayat 35,
Artinya: Dan kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan
isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang
banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah
kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk
orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah [2]: 35)
C. Proses Kejadian Manusia
Sebelum para cendekiawan meneliti mengenai proses kejadian
manusia, al-Qur’an sebagai kitab suci yang telah ada sejak 15 abad silam,
telah memberikan isyarat ilmiah dan penjelasan yang jelas mengenai
tahapan-tahapan dan asal-usul kejadian umat manusia.
a) Proses Kejadian Manusia Pertama (Adam)
Di dalam al-Qur’an dijelaskan mengenai produksi dan reproduksi
manusia. Ketika berbicara tentang penciptaan manusia pertama (Adam),
al-Qur’an menunjukkan kepada Sang Pencipta dengan menggunakan
pengganti nama bentuk tunggal:
Artinya: (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada
malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia
dari tanah". (QS. Shad [38]: 71)
Dalam ayat lain, menjelaskan secara rinci tentang penciptaan
manusia pertama itu adalah surat al-Hijr ayat 28 dan 29:
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada
para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan
seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari
lumpur hitam yang diberi bentuk, Maka apabila Aku Telah
menyempurnakan kejadiannya, dan Telah meniup kan
kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu
kepadanya dengan bersujud”. (QS. Al-Hijr[15]: 28-29)
Perkembangan dengan perubahan volume otak ini besar pengaruhnya bagi kecerdasan
otak manusia. Australopithecus yang mempunyai volume otak rata-rata 450 cm3
berevolusi menjadi manusia kera (Neandertal) yang mempunyai volume otak 1450
cm3. Dari penelitian ini diperkirakan dalam waktu antara 400.000-500.000 tahun
volume otak itu bertambah 1000 cm 3. Tetapi anehnya perkembangan dari Neandertal
berkembang. Teori ini tidak mengemukakan alasannya.
Jadi secara jujur dapat kita katakan bahwa teori yang dianggap ilmiah itu
ternyata tidak mutlak karena antara teori dengan kenyataan tidak dapat dibuktikan.
Lihat www.f-adikusumo.staff.ugm.ac.id/artikel/manusia2.html. Diakses hari senin,
tanggal 10 Januari 2011.
100
Muhamad Ali Mustofa Kamal - Konsep Manusia dalam Al-Qur’an
Hal itu menunjukkan proses kejadian manusia pertama tidak
terdapat keterlibatan pihak lain (bapak dan ibu), berbeda dengan proses
kejadian manusia pada umumnya, melalui proses keterlibatan Tuhan
bersama selain-Nya, yaitu bapak dan ibu.23
Didalam sebuah hadis Rasulullah Saw bersabda:
َّ ‫ َو َخلَ َق‬, ‫َوالنَّاس بَنُو آ َدم‬
‫اَّلل آ َدم يم ْن تُ َراب‬
“Sesungguhnya manusia itu berasal dari Adam dan Adam itu
diciptakan dari tanah. (HR, al-Tirmidzi: 3270)24
Dari uraian al-Qur’an dan hadis diatas tidak dijelaskan secara
terperinci proses kejadian manusia pertama (Adam). Yang
disampaikannya dalam konteks ini hanya : a). Bahan awal manusia
adalah tanah, b). bahan tersebut disempurnakan, c). setelah proses
penyempurnaannya selesai ditiupkan dengan ruh. 25
b) Proses Kejadian Manusia Kedua (Siti Hawa)
Pada dasarnya segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah di dunia
ini selalu dalam keadaan berpasang-pasangan. Demikian halnya dengan
manusia, Allah berkehendak menciptakan lawan jenisnya untuk
dijadikan kawan hidup (isteri). Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam salah
satu firmannya:
Artinya: Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasanganpasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh
bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak
mereka ketahui.(QS.Yasin[36]: 36)
Adapun proses kejadian manusia kedua ini oleh Allah dijelaskan
didalam surat an-Nisa’ ayat 1:
Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu
yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari
padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya
Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu. (QS. Al-Nisa` [4] : 1)
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran, hlm. 280-281
Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, (Beeirut: Dar Ihya` al-Turats, t.t.), hlm.389
25 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran, hlm. 281
23
24
101
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Pengertian kalimat “telah menciptakan kamu dari seorang diri”
adalah Adam, dan kalimat “dari padanya Allah menciptakan
pasangannya” menurut riwayat Mujahid, pasangan maksudnya adalah
Hawa.26
Mengenai penciptaan Hawa juga dijelaskan dalam hadis yang
diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim:
‫ي‬
‫ت يمن ي‬
‫ضلَ يع‬
ْ ْ ‫إي َّن ال َْم ْرأَةَ ُخل َق‬
“Sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk
Adam…”(HR. al-Bukhari: 315, Muslim: 3709).27
Apabila kita amati proses kejadian manusia kedua ini, maka secara
tak langsung hubungan manusia laki-laki dan perempuan melalui
perkawinan adalah usaha untuk menyatukan kembali tulang rusuk yang
telah dipisahkan dari tempat semula dalam bentuk yang lain. Dengan
perkawinan itu maka akan lahirlah keturunan yang akan meneruskan
generasinya.
c) Proses kejadian Nabi Isa a.s
Seperti telah kita ketahui bersama, Nabi Isa a.s diciptakan oleh Allah
dengan proses yang agak berbeda dengan kejadian manusia biasa.
Penciptaan nabi Isa ini tidak melalui pembauran antara sel telur (ovum)
dengan sel sperma, namun proses kehidupan embrio-nya di dalam rahim
berjalan normal seperti biasa, yaitu kelahiran nabi Isa a.s dari seorang
wanita yang bernama Maryam. Proses kejadian Nabi Isa a.s ini secara
lengkap dijelaskan oleh Allah di dalam Surat Maryam [19] ayat 16 s/d
40. Di dalam Al Qur’an Allah berfirman :
Artinya: Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah
adalah seperti penciptaan Adam. Allah menciptakan Adam
dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya : ‘Jadilah’
(seorang manusia) maka jadilah dia" (QS. Ali Imran[3] : 59)
Ayat ini memberi gambaran kepada manusia bahwa Allah Maha
Kuasa menciptakan segala sesuatu baik yang dapat diterima oleh akal
maupun tidak akibat dari keterbatasan akal manusia. Hal ini juga
dijelaskan oleh Allah di dalam firman-Nya :
26
565.
Muhammad al-Syaukani, Fath al-Qadir, (al-Qahirah: Dar al-Hadis, 2007), hlm.
27 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar Ibnu Katsir, hlm. 1212. Muslim,
Sahih Muslim, (Beirut: Dar al-Jil, t.t.), hlm. 178. ada perbedaan penafsiran mengenai kata
“daripadanya”, yang menjelaskan hawa berasal dari tulang rusuk Adam dengan
berdasar pada hadis al-Bukhari dan Muslim ini. Pertama, tulang rusuk hanyalah sebuah
simbol yang tentunya mempunyai makna lain. Pandangan ini berpendapat bahwa
tulung rusuk hanyalah perumpamaan dari wanita itu lemah (perasa). Kedua, tulang
rusuk sebagai bagian tubuh yang berada di bagian rusuk. Pandangan ini secara
gamblang dijelaskan dalam Perjanjian Lama. Firdaus Syam, Khalifah dan Pemimpin,
(Jakarta: Puspita Sari Indah, 1997), hlm. 44
102
Muhamad Ali Mustofa Kamal - Konsep Manusia dalam Al-Qur’an
Artinya: Jibril berkata : ‘Demikianlah’. Tuhanmu berfirman :
‘Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar dapat Kami
menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai ramat
dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah
diputuskan.(QS. Maryam[19] : 21)
d) Proses Kejadian Manusia Ketiga (Semua keturunan Adam dan
Hawa)
Kejadian manusia ketiga adalah kejadian semua keturunan Adam
dan Hawa atau asal-usul manusia pada umumnya, kecuali nabi Isa as.
Dalam proses ini disamping ditinjau menurut al-Qur’an dan al-Hadis,
dapat pula ditinjau secara ilmu pengetahuan.
Didalam al-Qur`an proses kejadian manusia secara biologis
dijelaskan secara terperinci melalui firman-firman Nya:
Artinya: Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang
kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya
kami Telah menjadikan kamu dari tanah, Kemudian dari
setetes mani, Kemudian dari segumpal darah, Kemudian dari
segumpal daging yang Sempurna kejadiannya dan yang tidak
sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu ….. (QS. Al-Hajj
[22]: 5)
Dalam ayat lain,
Artinya: Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia
dari suatu saripati (berasal) dari tanah.Kemudian kami jadikan
saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim).Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah,
lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami
jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah
Allah, Pencipta yang paling baik.” (QS. Al-Mu`minun [23]: 1214)
Dari keterangan diatas kita bisa mengetahui proses asal-usul
kejadian manusia yang mengalami tahapan-tahapan. Seorang ilmuwan
muslim Dr. Samil Abdul halim dalam bukunya al-I’jaz al-Qur’an
menguraikan tentang proses kejadian manusia pada umumnya melalui
beberapa marhalah (tahapan),28 sebagaimana disebutkan dalam ayat
28 Menurut Dr. Samil proses kejadian manusia itu ada tujuh tahapan, pada
asalnya dari tanah, air mani, segumpal darah, sepotong daging, dibentuknya tulangbelulang, pembungkus tulang (daging), kemudian disempurnakan dengan panca indera.
Samir Abdul Halim, al-Mausu’ah fi al-I’jaz al-Qurani, (Beirut: Maktabah al-Ahbabi,
2000), hlm. 68.
103
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
diatas; pertama, Allah menciptakan manusia bahan bakunya berasal dari
tanah. Karena manusia pertama (Adam) diciptakan langsung oleh Allah
dari tanah.
Proses atau tahapan kedua diciptakan dari mani ( ‫ ) من نطفة‬yaitu
bertemunya air mani dengan ovum dengan menggunakan media
perantara suami istri, kecuali dalam kasus Nabi Adam as. dan Isa as.
Pada tahap ini, ketika sperma keluar, berjuta sel saling bersaing menuju
ovum, mereka yang tidak mampu bertahan harus rela berguguran
ditengah jalan dan hanya pemenang yang berhak melanjutkan proses
berikutnya. Sejalan dengan penemuan ilmiah yang menginformasikan
bahwa pancaran mani ynag menyembur dari alamat kelamin pria
mengandung sekitar dua ratus juta benih manusia, sedang yang berhasil
bertemu dengan indung telur wanita hanya satu saja. 29
Proses ketiga dari penciptaan itu adalah pertumbuhan dari air
mani dan ovum, kemudian keduanya bercampur dan menetap di rahim
setelah berubah menjadi embrio (‘alaqah). Keempat, proses menjadi
segumpal daging (mudghah). Segumpal daging ini merupakan proses
yang berasal dari ‘alaqah. Segumpal daging yang sempurna (mudghah
mukhallaqah) itulah yang kelak berproses menjadi bayi yang sempurna
panca inderanya. Sedangkan segumpal daging yang tidak sempurna
(mudghah ghairu mukhallaqah) itulah yang nantinya berproses menjadi
bayi yang tidak sempurna panca inderanya. Kelima, proses menjadi
tulang belulang (izham). Proses ini merupakan kelanjutan dari mudghah.
Dalam hal ini bentuk embrio sudah mengeras dan menguat sedikit demi
sedikit sampai berubah menjadi tulang belulang. Keenam, proses
menjadi daging (lahmah). Lahmah merupakan fase embrio sesudah
‘izham (tulang belulang). Jadi, sebuah fase di mana tulang belulang
manusia sudah terbungkus oleh daging, sehingga embrio sudah
menyerupai ekor kecil yang perutnya buncit, dan merupakan fase
terakhir dari embrio. Ketujuh, proses peniupan ruh. Pada tahap inilah
Allah menyempurnakannya dengan meniupkan ruh padanya. Peniupan
ruh ini menandai kesempurnaan seseorang. 30 Hal ini ditegaskan dalam
sabda Rasulullah Saw:
ِ
ِ ِِ
‫ك َعلَ َق ًة‬
َ ‫ني يَ ْوًما ُُثَّ يَ ُكو ُن ِِف َذل‬
َ ‫َح َد ُك ْم ُُْي َم ُع َخ ْل ُقهُ ِِف بَطْ ِن أُمه أ َْربَع‬
َ ‫إِ َّن أ‬
ِ
ِ
ِ
‫ك فَيَ ْن ُف ُخ‬
ْ ‫ك ُم‬
ُ َ‫ك ُُثَّ يُْر َس ُل الْ َمل‬
َ ‫ضغَةً ِمثْ َل َذل‬
َ ‫ك ُُثَّ يَ ُكو ُن ِِف َذل‬
َ ‫ِمثْ َل َذل‬
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2003), hlm. 167
Nurwadjah Ahmad, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Bandung: Penerbit Marja,
2007), hlm. 20
29
30
104
Muhamad Ali Mustofa Kamal - Konsep Manusia dalam Al-Qur’an
ٍ ‫الروح وي ؤمر ِِبَرب ِع َكلِم‬
ِ ِ ِ ‫ات بِ َكْت‬
ِِ
‫َجلِ ِه َو َع َملِ ِه َو َش ِق ٌّى أ َْو‬
َ ‫ب ِرْزقه َوأ‬
َ َ ْ ُ َ ْ ُ َ َ ُّ ‫فيه‬
‫َسعِيد‬
“Sesungguhnya manusia diantara kamu dikumpulkannya
(pembentukan/kejadian) dalam rahim ibunya (embrio) selama
empat puluh hari. Kemudian selama itu pula (40 hari) dijadikan
segumpal darah. Kemudian selama itu pula (40 hari) dijadikan
sepotong daging. Kemudian diutuslah beberapa malaikat untuk
meniupkan ruh kepadanya (untuk menuliskan/menetapkan)
empat kalimat: rezeki, ajal (umur), amal dan buruk baik
(nasibnya),” (HR. al-Bukhari dan Muslim)31
Adalah fase kehidupan mulai bergerak. Setelah dilengkapi
pendengaran, penglihatan dan hati, pada fase ini embrio sudah berubah
menjadi bayi. Mulailah ia bergerak.32
Ungkapan ilmiah dari al-Qur’an dan hadis 15 abad silam telah
menjadi bahan penelitian bagi para ahli biologi untuk memperdalam
ilmu tentang organ-organ jasad manusia. Selanjutnya yang dimaksud alQur’an dengan “saripati berasal dari tanah” sebagai substansi dasar
kehidupan manusia adalah protein, sari-sari makanan yang kita makan
yang semua berasal dan hidup dari tanah. Yang kemudian melalui proses
metabolisme yang ada didalam tubuh diantaranya menghasilkan
hormon (sperma), kemudian hasil dari pernikahan (hubungan seksual),
maka terjadilah pembauran antara sperma (lelaki) dan ovum (sel telur
wanita) di dalam rahim. Kemudian berproses hingga mewujudkan
bentuk manusia yang sempurna (seperti dijelaskan dalam ayat di atas).
Para ahli dari barat baru menemukan masalah pertumbuhan embrio
secara bertahap pada tahun 1940 dan baru dibuktikan pada tahun 1955,
tetapi dalam al-Qur’an dan hadis yang diturunkan 15 abad yang lalu hal
ini sudah tercantum. Ini sangat mengagumkan bagi salah seorang
embriolog terkemuka dari Amerika yaitu Prof. Dr. Keith Moore, beliau
mengatakan: “Saya takjub pada keakuratan ilmiah pernyataan al-Qur’an
yang diturunkan pada abad ke-7 M itu”. Selain itu, beliau juga
mengatakan “Dari ungkapan al-Qur’an dan hadis banyak mengilhami
para scientist (ilmuwan) sekarang untuk mengetahui perkembangan
hidup manusia yang diawali dengan sel tunggal (zygote) yang terbentuk
ketika ovum (sel kelamin betina) dibuahi oleh sperma (sel kelamin
jantan). Kesemuanya itu belum diketahui oleh Spalanzani sampai dengan
eksperimennya pada abad ke-18, demikian pula ide tentang
perkembangan yang dihasilkan dari perencanaan genetic dari kromosom
Lihat CD Mausu’ah al-Hadits al-Syarif, edisi 2, Global Islamic Software 19911997, kutub al-tis’ah digital, Riwayat Muslim No.hadis 4781, Bukhari No.hadis 2666.
32 Umar Shahab, hlm. 106.
31
105
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
zygote belum ditemukan sampai akhir abad ke-19. Tetapi jauh
sebelumnya al-Qur’an telah menegaskan dari nutfah Dia (Allah)
menciptakannya dan kemudian (hadis menjelaskan bahwa Allah)
menentukan sifat-sifat nasibnya.33
D. Fungsi dan Tugas diciptakan Manusia
Dalam al-Qur’an, manusia berulang kali diangkat derajatnya karena
aktualisasi jiwanya secara positif. Al-Qur’an mengatakan bahwa manusia
itu pada prinsipnya condong kepada kebenaran (hanif) sebagai fitrah
dasar manusia. Allah menciptakan manusia dengan potensi
kecenderungan, yaitu cenderung kepada kebenaran, cenderung kepada
kebaikan, cenderung kepada keindahan, cenderung kepada kemuliaan,
dan cenderung kepada kesucian. Firman Allah Swt :
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui. (QS. Al-Rum [30]:30)
Menurut Abbas Mahmud al-Aqqad manusia diciptakan mempunyai
fungsi dan tugas sebagai khalifah 34 Allah di muka bumi ini untuk
memakmurkan bumi dengan segala isinya. Manusia mempunyai tugas
beramal saleh untuk menjaga keseimbangan bumi, sesuai dengan
33 www.f-adikusumo.staff.ugm.ac.id/artikel/manusia2.html. Artikel diakses tgl
10 Januari 2011.
34 Khalifah berasal dari akar kata khalafa yang berarti mengganti. Diartikan
pengganti karena ia menggantikan yang di depannya. Allah menjandikan manusia
sebagai khalifah di bumi, berati Allah menyerahkan pengelolaan dan pemakmuran
bumi kepada manusia. Kedudukan manusia sebagai khalifah dengan arti ini dinyatakan
dalam al-Quran.
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." ..dalam ayat ini Allah menjadikan
bani Adam (manusia) sebagai khalifah di bumi.
Di samping arti ini, kata khalifah juga menunjuk arti pemimpin negara atau
kaum, seperti terdapat dalam ayat,
26. Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di
muka bumi, Maka berilah Keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan
Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab
yang berat, Karena mereka melupakan hari perhitungan. (QS. Shad [38]: 26)
Ayat ini merupakan pengangkatan Nabi Daud as. Sebagai khalifah di bumi untuk
memimpin umat manusia dengan adil dan tidak mengiktui hawa nafsu. Khalifah pada
ayat pertama bertugas mengelola dan memakmurkan bumi, sedangkan khlaifah pada
ayat kedua bertugas menegakkan hukum Allah di bumi dan menciptakan
kemashlahatan bagi manusia. DEPAG RI, al-Quran dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen
Agama RI, 2006), hlm.. 64
106
Muhamad Ali Mustofa Kamal - Konsep Manusia dalam Al-Qur’an
tuntunan yang diberikan Allah melalui al-Qur’an. Bumi dengan segala
isinya diserahkan sebagai amanah bagi manusia untuk mengagungkan
dan mengabdi pada kebesaran Allah Swt. 35 Karena itu tujuan akhir
manusia tidak lepas orientasi hidup dengan menggunakan potensi
intelektif serta potensi selektifnya harus ditumpahkan untuk mengabdi
semata kepada Allah Swt, sebab esensi dasar diciptakan manusia dan jin
untuk mengabdi kepada Allah, sebagaimana ditegaskan dalam
firmanNya:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Al-Dzariyat [51] : 56)
Mengenai tujuan manusia A. Malik Fadjar, menyatakan bahwa
manusia sebagai makhluk pengemban atau pemegang amanah kekhalifahan mempunyai potensi yang luar biasa besarnya, sehingga dapat
mendayagunakan alam dan sesama manusia dalam rangka membangun
peradaban berdasarkan nilai-nilai ilahiyah. Potensi (fitrah) bawaan
manusia itu, menyangkut dengan potensi ilahiyah (ketuhanan) dan
potensi kehidupan yang dilengkapi dengan hati nurani, akal pikirannya
(cipta), rasa, karsa, serta dilengkapi dengan kemampuan kebebasan.
Manusia juga memiliki kemampuan kebebasan untuk berbuat sesuatu
sesuai dengan pilihan-pilihannya (taqwa dan fujur) yang dapat
dipertanggungjawabkan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial,
makhluk fungsional, makhluk bercirikan etika-religius, makhluk
berbudaya, yang kesemuanya itu merupakan nilai-nilai yang akan
terkonstruksi dalam hidup dan kehidupan manusia itu sendiri.36
Selain menjadi khalifah di bumi, tujuan manusia diciptakan adalah
untuk mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf
nahi mungkar), Allah berfirman,
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi
mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Ali Imran [3]:
110)
35 Tim Penyusun Dewan Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtar
Baru Van Hoeve, 2003), cet. IV, jilid 3, hlm. 163.
36 Lihat
www.sanaky.com/wp.../02/konsep_manusia_berkualitas_menurut_al.pdf.
Artikel diakses pada hari senin, tgl 10 Januari 2011.
107
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Ayat ini mengajak kepada kaum mukminin khususnya agar tetap
menjaga sifat-sifat utama yaitu mengajak kebaikan serta mencegah
kemungkaran, dan senantiasa beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
E. Perbedaan Manusia dengan Makhluk Lain
Sebagai makhluk yang paling sempurna, manusia memiliki
keistimewaan-keistimewaan dan kelebihan-kelebihan, yang disebut
maziyyah dan fadhilah, apabila dibandingkan dengan makhluk-makhluk
lain.37 Keistimewaan yang dimilikinya bukan saja terletak pada kejadian
fisiknya (jasmaniah), tetapi juga pada kejadian rohaniahnya.
Kesempurnaan dan kelebihan manusia dalam fisik telah banyak dikaji
dan dijelaskan oleh berbagai disiplin ilmu, dalam berbagai uraian yang
membandingkannya dengan makhluk lain.38
Makhluk sempurna yang diciptakan oleh Allah SWT adalah
manusia, sebagai makhluk yang berakal. 39 Akal merupakan substansi
dan esensi untuk memahami segala sesuatu secara rasional. Sedangkan
kalbu merupakan penentu kualitas manusia. 40 Ia memiliki kedudukan
yang sangat menentukan dalam sistem kehidupan manusia. Kalbu
menentukan diri seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau
meninggalkannya.
Oleh
karenanya,
kalbu
diberi
beban
pertanggungjawaban terhadap apa yang diputuskannya. Dalam
perspektif agama, akal dan kalbu merupakan anugerah Tuhan yang
sangat agung dan luhur, yang dapat membedakan manusia dengan
makhluk lain.41
Kesempurnaan manusia dalam kejadian fisik dan mental banyak disebutkan
dalam ayat-ayat al-Qur`an, di antaranya termaktub dalam surat al-Tin,
1. Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun. Dan demi bukit Sinai. Dan demi kota
(Mekah) Ini yang aman, Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya . (QS. Al-Tin, [95] : 1-4)
38 Zakky Mubarak, Akal dan Kalbu dalam Pandangan al-Ghazali, Disertasi UIN
Jakarta 2004, hlm. 79
39 Pernyataan tentang potensi akal diungkapkan al-Ghazali dengan menukil hadis
Nabi dalam kitab Ihya` Ulum al-Din, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), jilid I, hlm, 83.
40 Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah Saw.,
37
‫ت فَ َس َد ا ْْلَ َس ُد ُكلُّهُ أَالَ َوِه َى‬
ْ ‫صلَ َح‬
ْ ‫أَالَ َوإِ َّن ِِف ا ْْلَ َس ِد ُم‬
ْ ‫اْلَ َس ُد ُكلُّ ُه َوإِ َذا فَ َس َد‬
ْ ‫صلَ َح‬
َ ‫ت‬
َ ‫ضغَ ًة إِ َذا‬
‫ب‬
ُ ‫الْ َق ْل‬
“Ketahuilah, bahwa dalam tubuh manusia ada suatu organ, bila organ itu sehat
maka sehatlah seluruh tubuhnya dan jika ia rusak, maka rusak pulalah seluruh
tubuhnya, ketahuilah bahwa organ itu adalah kalbu (qalb)”. (HR. al-Bukhari dan
Muslim)
41 Allah berfirman:
179. Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam)
kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai
108
Muhamad Ali Mustofa Kamal - Konsep Manusia dalam Al-Qur’an
F. Kelemahan-kelemahan Manusia
Selain mempunyai keistimewaan-keistimewaan, manusia juga
terdapat kelemahan-kelemahan. Al-Qur’an juga menyebutkan sifat-sifat
tersebut diantaranya manusia banyak dicela, manusia dinyatakan luar
biasa keji dan bodoh. Al-Qur’an mencela manusia disebabkan kelalaian
manusia akan kemanusiaannya, kesalahan manusia dalam mempersepsi
dirinya, dan kebodohan manusia dalam memanfaatkan potensi fitrahnya
sebagai khalifah Allah di muka bumi ini. Manusia dicela karena
kebanyakan dari mereka tidak mau melihat kebelakang (al’aqiba), tidak
mau memahami atau tidak mencoba untuk memahami tujuan hidup
jangka panjang sebagai makhluk yang diberi dan bersedia menerima
amanah. Manusia tidak mampu memikul amanah yang diberikan Allah
kepadanya, maka manusia bisa tak lebih berarti dibandingkan dengan
setan dan binatang buas sekalipun-derajat manusia direndahkan. Firman
Allah Swt,
Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada
langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh, (QS.
Al-Ahzab [33]: 72)
Selanjutnya dalam firman Allah: QS. At-Tin (95): 5-6 “Kemudian
Kami (Allah) kembalikan dia (manusia) kekondisi paling rendah, kecuali
mereka yang beriman kepada Allah dan beramal saleh”.
Selain itu, al-Qur’an juga mengingat manusia yang tidak
menggunakan potensi hati, potensi mata, potensi telinga, untuk melihat
dan mengamati tanda-tanda kekuasaan Allah. Pernyataan ini ditegaskan
dalam firman Allah QS. Al-A’raf: 176 sebagai berikut,
Artinya: Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka
Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka
mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi)
tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah).
mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al-A’raf
[7]: 179).
mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al-A’raf [7]: 176)
109
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Untuk itu, manusia yang diciptakan Allah sebagai makhluk yang
paling canggih, mampu menggunakan potensi yang dimilikinya dengan
baik, yaitu mengaktualisasikan potensi iman kepada Allah, menguasai
ilmu pengetahuan, dan melakukan aktivitas amal saleh, maka manusia
akan menjadi makhluk yang paling mulia dan makhluk yang berkualitas
di muka bumi ini sesuai dengan rekayasa fitrahnya. Sebaliknya, apabila
tidak bisa memanfaat maziyah dan anugerah tersebut manusia akan
terperosok menjadi makhluk yang paling hina, naudzubillaah.
G. Epilog
Dari pembahasan tentang konsep manusia menurut al-Qur’an,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dalam al-Qur’an ada beberapa kata yang sering digunakan untuk
menunjukkan arti manusia, yaitu kata insan, kata an nas, kata ins,
kata unas, kata basyar, dan kata Bani Adam atau Dzuriyat Adam.
Yang mempunyai makna dan pengertian yang berbeda-beda.
2. Manusia yang diciptakan Allah melalui beberapa tahap bukan
sebuah evolusi. Manusia yang pertama diciptakan adalah Nabi
Adam, yang bahan bakunya dari tanah, kemudian Hawa,
selanjutnya cucu-cucu Adam.
3. Tujuan dan fungsi manusia diciptakan adalah menjadi khalifah
dan hamba Allah (‘Abdullah).
4. Manusia memiliki keistimewaan-keistimewaan yang tidak dimilki
oleh makhluk lain yaitu akal dan kalbu. Dengan akal dan kalbu
manusia bisa menjadi makhluk yang tinggi derajatnya di sisi Allah
dan makhlukNya.
5. Manusia juga mempunyai kelemahan-kelemahan yang bisa
merendahkan derajatnya, jika tidak menggunakan potensi akal
dan kalbu sebaik-baiknya
110
Muhamad Ali Mustofa Kamal - Konsep Manusia dalam Al-Qur’an
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Nurwadjah, 2007, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, Bandung:
Penerbit Marja,
Anis,Ibrahim et., All, 1972, al-Mu’jam al-Wasith, Mesir: Dar al-Ma’arif.
Asy’ari, Musa, 1662, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam al-Qur’an,
Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam.
Al-‘Askari, Abu Hilal, t.t, Furuq al-Lughawiyyah, Beirut: Dar al-Kutub alIlmiyah.
Baqi, Muhammad Fuad ‘Abdul, 2001, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz alQur’an al-Karim, Kairo: Dar al-Hadis.
Basyir, Ahmad Azhar, 1984, Falsafah Ibadah dalam Islam, Perpustakaan
Pusat UII, Yogyakarta.
Al-Bukhari, tt, Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar Ibnu Katsir.
CD Mausu’ah al-Hadits al-Syarif, edisi 2, Global Islamic Software 19911997, kutub al-tis’ah digital
Departemen Agama RI, 2006, al-Quran dan Tafsirnya, Jakarta:
Departemen Agama RI.
Al-Ghazali , tt, Ihya` Ulum al-Din, Beirut: Dar al-Fikr, jilid I.
Hadliri,Chairuddin, 1993, Klasifikasi Kandungan al-Qur’an, Jakarta: Gema
Insani Press, cet viii
Halim, Samir Abdul, 2000, al-Mausu’ah fi al-I’jaz al-Qurani, Beirut:
Maktabah al-Ahbabi.
Hanbal, Ahmad bin, t.t, Musnad Ahmad, Kairo: Muasisah al-Qurthubah,
jilid v
Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa, 1946, Tafsir al-Maraghi, Mesir: Maktabah
Musthofa al-Babi al-Halbi.
Mubarak, Zakky, 2004, Akal dan Kalbu dalam Pandangan al-Ghazali,
Disertasi UIN Jakarta.
Al-Munawwir, Ahmad Warson, 1997, Kamus al-Munawwir, Surabaya:
Pustaka progresif, cet xiv.
Muslim, t.t, Sahih Muslim, Beirut: Dar al-Jil.
Nasution, Muhammad Yasir, 1996, Manusia Menurut al-Ghazali, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, cet 1.
Al-Syaukani, Muhammad, 2007, Fath al-Qadir, al-Qahirah: Dar al-Hadis.
Shihab, M. Quraish, 2008, al-Lubaab, Tangerang: Lentera Hati, cet 1
_________, 2000, Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan.
_________, 2006, Tafsir al-Misbah, Jakarta : Lentera Hati.
_________, 2005, Logika Agama, Jakarta: Lentera Hati.
Shihab,Umar, 2005, Kontekstualitas al-Qur’an, Jakarta: Permadani, cet iii
Syam, Firdaus, 1997, Khalifah dan Pemimpin, Jakarta: Puspita Sari Indah.
111
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Tim Penyusun Dewan Insiklopedi Islam, 2003, Ensiklopedi Islam, Jakarta:
Ichtar Baru Van Hoeve, cet iv, jilid 3.
Al-Tirmidzi, tt, Sunan al-Tirmidzi, Beirut: Dar Ihya` al-Turats.
www.sanaky.com/wp.../02/konsep_manusia_berkualitas_menurut_al.pd
f. Diakses senin, tgl 10 Januari 2011.
www.f-adikusumo.staff.ugm.ac.id/artikel/manusia2.html. Artikel diakses
pada hari Diakses senin, tgl 10 Januari 2011.
112
NILAI-NILAI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI DALAM
AL-QUR’AN
Muhtar Sofwan Hidayat1
Dosen UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara kritis
tentang pemahaman pendidikan multikultural yang ada di dalam al-Quran. Hal ini
penting untuk dapat meredam berbagai persoalan yang sekarang dihadapi bangsa
Indonesia. Seperti separatisme dan radikalisme, ketika tidak ada upaya pencegahan
dari sejak dini akan membawa dampak negatif bagi masa depan dalam berbangsa dan
bernegara.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, melalui penelitian perpustakaan
(library research) yang meneliti pesan teks dari al-Quran. Dalam melakukan analisis,
penulis menggunakan metode deskriptif analisis, di mana bahan-bahan yang terkumpul
diuraikan, ditafsirkan, dibandingkan persamaan dan perbedaannya dengan fenomena
tertentu yang diambil bentuk kesamaannya, serta menarik kesimpulan. Oleh karena itu,
maka lebih tepat jika dianalisa menurut dan sesuai dengan isinya, atau menggunakan
metode analisis isi, yang kemudian merefleksikan teks berupa pesan atau simbolsimbol tersebut dengan metodologi penafsiran untuk melakukan pembacaan
hermeneutika tentang pemahaman pendidikan multikultural yang ada dalam al-Quran
yang lebih menekankan aspek humanitas, toleransi, berbaik sangka dan keadilan diatas
segala-galanya.
Hasil penelitian ini menunjukkan: didalam al-Qur’an terdapat konsep
pendidikan multikultural yang megajarkan sikap saling menghargai heterogenitas dan
pluralitas antar sesama manusia, multikulturalisme yang terkandung didalam al-qur’an
menganjurkan untuk menjunjung tinggi keragaman budaya, etnis, dan aliran agama.
Dalam al-Qur’an perbedaan adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari, dan
merupakan sunnah Allah. Perbedaan laki-laki dan perempuan, perbedaan suku bangsa
adalah realitas pluralitas yang harus dipandang secara positif dan optimis, perbedaan
itu harus diterima sebagai kenyataan dan berbuat sebaik mungkin atas dasar
kenyataan itu. Bahkan kita disuruh untuk menjadikan pluralitas tersebut sebagai
instumen untuk menggapai kemulian di sisi Allah. Sehingga terdapat keselarasan
antara nilai pesan teks yang disampaikan oleh al-Qur’an dengan multikulturalisme
dalam pengembangan sikap saling menghargai heterogenitas dan pluralitas antar
sesama manusia.
Kata kunci: Multikulturalisme, Toleransi, Keragaman
Abstract
This study aims to describe and analyze critically on understanding multicultural
education that is in the Koran. It is important to be able to drown out the various
problems now facing the nation Indonesia. Such as separatism and radicalism, when there
is no prevention from early on will bring negative impact on the future of the nation.
This study is a qualitative research, through the library research, which examined
the text messages from the Koran. In conducting the analysis, the author uses descriptive
method of analysis, where the materials are collected described, interpreted, compared
1
Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UNSIQ Wonosobo
113
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
similarities and differences with certain phenomena that take shape similarity, and draw
conclusions. Therefore, it is more appropriate if analyzed according to and in accordance
with its contents, or using content analysis method, which then reflects the text in the form
of messages or symbols with the methodology of interpretation to do the reading
hermeneutic understanding of multicultural education that exist in the Koran that more
emphasis on the humanity, tolerance, kind thought and justice above everything.
The results showed: In the Koran there is the concept of multicultural education
that includes mutual respect of heterogeneity and plurality among humans,
multiculturalism contained in the Qur'an advocate for upholding the diversity of cultures,
ethnicities, and religions. In the Qur'an the difference is a matter that can not be avoided,
and the sunnah of Allah. Differences in men and women, the difference ethnic plurality is a
reality that must be viewed in a positive and optimistic, that difference must be accepted
as fact and do their best on the basis of that fact. In fact we were told to make the
plurality as instrument to reach the glory of Allah. So that there is harmony between the
values of text messages delivered by the Qur'an with multiculturalism in the development
of mutual respect of heterogeneity and plurality among humans.
Keywords: Multiculturalism, Tolerance, Diversity
A. Latar Belakang
Wacana multikulturalisme begitu menarik untuk dikaji di
republik ini. Karena wacana multikulturalisme sangat sesuai dengan
keadaan sosio geografis Indonesia. Indonesia merupakan negara
yang mempunyai keragaman, baik dari sisi etnis, agama maupun
budaya. Kebenaran dari pernyatan ini bisa dilihat dari kondisi sosiokultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. 2 Dari sisi
etnisitas di Indonesia terdiri lebih dari 101 etnis dengan beragam
bahasa yang mereka miliki. Etnis tersebut tersebar dari sabang
sampai merauke.
Keragaman tersebut merupakan potensi yang sangat besar
untuk kemajuan bangsa, akan tetapi disisi lain rawan terhadap
terjadinya konflik sosial. Sisi, pertama multikulturalisme yang
dimiliki Indonesia bisa menjadi sebuah aset bangsa dan bisa menjadi
sebuah kekuatan. Seperti yang telah di cetuskan oleh Empu Tantular
“Bhenika Tunggal Ika”, apabila keragaman bangsa ini bisa disatukan
maka Indonesia akan menjadi bangsa yang kuat serta kaya akan
ragam kebudayaan. Kedua, apabila keanekaragaman (Multikultur)
Indonesia tidak dimaknai sebagai sebuah kekayaan yang saling
melengkapi antara satu dengan yang lain maka terjadilah sentimen
antar suku, ras, dan agama, yang mengakibatkan perpecahan
(disintegrasi bangsa).
Pemahaman tentang multikulturalisme merupakan keniscayaan
bagi seluruh masyarakat Indonesia. Ditambah lagi dengan
phenomena yang akhir-akhir ini menjadi perhatian serius, yaitu
M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural: Cross Cultural Understanding Untuk
Demokrasi Dan Keadilan (Jogjakarta, Pilar Media, 2005), hal. 4.
2
114
Muhtar Sofwan Hidayat - Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural di dalam Al-Qur’an
konflik antar suku, ras, dan agama. Maka sangatlah urgen
multikulturalisme ini untuk dikaji dan dijalankan dari prinsip-prinsip
multikulturalisme tersebut.
Awal munculnya konsep multikulturalisme adalah dari barat,
Menurut Bhikhu Parekh, baru sekitar 1970-an gerakan multikultural
muncul pertama kali di Kanada dan Australia, kemudian di Amerika
Serikat, Inggris, Jerman, dan lainnya. 3 Berawal dari sini maka ada
sebuah pertanyaan, apakah didalam Islam (al-Qur’an) juga ada nilai
multkiulturalisme seperti halnya konsep dari barat?
Maka dalam makalah ini pemakalah membahas, konsep
multikulturalise, pendidikan multikultural, setelah jelas pemaparan
dari kedua konsep tersebut lalu dicari nilai-nilai pendidikan
multikultural yang terkandung didalam al-Qur’an.
B. Kajian Literatur
1. Konsep Multikulturalisme
Multikulturalisme
berasal
dari
dua
kata;
multi
(banyak/beragam) dan cultural (budaya atau kebudayaan), yang
secara etimologi berarti keberagaman budaya. Multikulturalisme,
yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan
dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara
kebudayaan.4 Budaya yang mesti dipahami, adalah bukan budaya
dalam arti sempit, melainkan mesti dipahami sebagai semua
dialektika manusia terhadap kehidupannya. Dialektika ini akan
melahirkan banyak wajah, seperti sejarah, pemikiran, budaya verbal,
bahasa dan lain-lain.
Konsep mutikulturalisme, sebagaimana konsep ilmu-ilmu sosial
dan kemanusiaan yang bebas nilai, tidak luput dari pengayaan
maupun penyesuaian ketika dikaji untuk diterapkan. Demikian pula
ketika konsep ini masuk ke Indonesia, yang dikenal dengan sosok
keberagamannya. Muncul konsep multikulturalisme yang dikaitkan
dengan agama, yakni ”multikulturalisme religius” yang menekankan
tidak terpisahnya agama dari negara, tidak mentolerir adanya
paham, budaya, dan orang-orang yang atheis. Dalam konteks ini,
multukulturalisme dipandangnya sebagai pengayaan terhadap
konsep kerukunan umat beragama yang dikembangkan secara
nasional.
3 Bikhu Parekh, Rethinking Multiculturalisme Cultural Diversity and Political
Theory, (Harvard University Press Cambridge, Massacussetts, 2002). Hlm. 5
Jary David dan Julia Jary, Multiculturalism. Dictionary of Sociology. (Terj), (New
York: Harper, 1991), hal. 319.
4
115
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Dari sisi historisnya konsep multikulturalisme bukan hanya
sebuah wacana tetapi sebuah ideologi yang harus diperjuangkan,
karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya demokrasi, HAM,
dan kesejahteraan hidup masyarakatnya. 5
Multikulturalisme bukan sebuah ideologi yang berdiri sendiri
terpisah dari ideologi-ideologi lainnya, dan multikulturalisme
membutuhkan seperangkat konsep-konsep yang merupakan
bangunan konsep-konsep untuk dijadikan acuan untuk
memahaminya dan mengembang-luaskannya dalam kehidupan
bermasyarakat. Untuk dapat memahami multikulturalisme
diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsepkonsep yang relevan dengan dan mendukung keberadaan serta
berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. 6
Bangunan konsep-konsep ini harus dikomunikasikan diantara
para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang
multikultutralisme sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan
saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini. Berbagai
konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah,
demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos,
kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, suku bangsa,
kesukubangsaan, kebudayaan suku bangsa, keyakinan keagamaan,
ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak
budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan.7
Oleh Suparlan multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang
mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik
secara individual maupun secara kebudayaan. Oleh karena itu
konsep multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep
keanekaragaman secara suku bangsa (ethnic) atau kebudayaan suku
bangsa yang menjadi ciri khas masyarakat majemuk, karena
multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam
kesederajatan8.
Apabila pluralitas sekadar merepresentasikan adanya
kemajemukan (yang lebih dari satu), multikulturalisme memberikan
penegasan bahwa dengan segala perbedaannya itu mereka adalah
sama di dalam ruang publik.9
5 Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet IV,
2010), hal. 97.
6 Ibid, hal. 98.
7 Ibid, hal. 98.
8 Parsudi Suparlan, "Kesetaraan Warga dan Hak Budaya Komuniti dalam
Masyarakat Majemuk Indonesia", Jurnal Antropologi Indonesia, (no. 6, 2002), hal. 98.
9 Zainal Abidin dan Neneng Habibah (ed), Pendidikan Agama Islam Dalam
Prespektif Multikulturalisme, (Jakarta: Balai Litbang Jakarta, 2009), hal. 7.
116
Muhtar Sofwan Hidayat - Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural di dalam Al-Qur’an
Dengan demikian, multikulturalisme bukan sekedar langkah
menyuguhkan warna-warni identitas etnik dan budaya. Tetapi
membangun kesadaran tentang pentingnya kelompok-kelompok
etnik dan budaya itu memiliki kemampuan untuk berinteraksi dalam
ruang bersama. Multikulturalisme menekankan pada usaha lebih
sistematis untuk menyertakan pendekatan struktural politik dan
ekonomi dalam proses itu. Hal ini berarti bahwa multikulturalisme
membutuhkan pengintegrasian pendekatan lainnya selain budaya
untuk memungkinkan tema-tema yang relevan di sekitar keadilan
ekonomi, persamaan hak, dan toleransi dapat menjadi faktor yang
ikut memperkuat multikulturalisme.
2. Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural adalah pendidikan tentang keragaman
kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan kultural
lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara
keseluruhan. Pendidikan multikultural sebagai upaya untuk melatih
dan membangun karakter siswa agar mampu bersikap demokratis,
humanis dan pluralis dalam lingkungan mereka.
Pendidika multikultural memandang manusia sebagai makhluk
makro dan sekaligus makhluk mikro yang tidak akan terlepas dari
akar budaya dan kelompok etnisnya. 10 Secara generik, pendidikan
multikultural memang sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan
untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa
yang berbeda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya.
Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural
adalah untuk membantu semua sisiwa agar memperoleh
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperoleh dalam
menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat
demokratik-pluralistik,serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi
dan komunikasi dengan warga kelompok lain agar tercipta sebuah
tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan
bersama.11
Pendidikan multikultural mengakui adanya keragaman etnik
dan budaya masyarakat suatu bangsa. Terdapat tiga prinsip
pendidikan multikultural yang dikemukakan oleh Tilaar. Pertama,
pendidikan multikultural didasarkan pada pedagogik kesetaraan
manusia (equity pedagogy). Kedua, pendidikan multikultural
ditujukan kepada terwujudnya manusia Indonesia yang cerdas dan
mengembangkan pribadi-pribadi Indonesia yang menguasai ilmu
pengetahuan dengan sebaik-baiknya. Ketiga, prinsip globalisasi tidak
10
11
Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural....., hal. 187.
Ibid., hal. 202-203.
117
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
perlu ditakuti apabila bangsa ini mengetahui arah serta nilai-nilai
baik dan buruk yang dibawanya.12
Menurut Zakiyuddin Baidhawi, pendidikan multikultural adalah
suatu cara mengajarkan keragaman. Pendidikan multikultural
menghendaki rasionalisasi etnis, intelektual, sosial dan pragmatis
secara inter-relatif: yaitu mengajarkan ideal-ideal inklusivisme,
pluralisme, dan saling menghargai semua orang dan kebudayaan
merupakan imperatif humanistik yang menjadi prasyarat bagi
kehidupan etis dan dunia manusia yang beragam, mengintegrasikan
studi tentang fakta-fakta, sejarah, kebudayaan, nilai-nilai, struktur,
prespektif, dan kontribusi semua kelompok kedalam kurikulum
sehingga dapat membangun pengetahuan yang lebih kaya, kompleks,
dan akurat tentang kondisi kemanusiaan di dalam dan melintasi
konteks waktu, ruang dan kebudayaan tertentu. 13
Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan:
a. Pendidikan multikultural didasarkan pada pedagogik
kesetaraan manusia (equity pedagogy).
b. Pendidikan multikultural menghendaki adanya pengakuan
terhadap keragaman dan perbedaan sehingga dalam
interaksi sesama manusia dapat terjalin secara harmonis.
c. Pendidikan multikultural membangun karakter siswa agar
mampu bersikap demokratis, humanis dan pluralis dalam
lingkungan mereka.
3. Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural dalam al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai teks hidup telah melakukan perannya
berupa kritik sosial.14 Masyarakat pra Islam sebelum al-Qur’an turun
mereka tidak lain adalah komunitas diluar batas, kultur yang
dibarengi dogma kebodohan mengubur anak perempuan yang tidak
berdosa dengan alasan gender, pembunuhan, fitnah, peperangan
etnis, suku dan kabilah karena perbedaan kultur yang dilakoni
Khazraj dan ‘Aus, mengakibatkan masyarakat arab mengalami
H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme; Tantangan-Tantangan Global Masa Depan
Dalam Transformasi Pendidikan Nasional, (Jakarta: Grasindo, 2004), hal. 216-221.
13 Zakiyuddin Baidhawi, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta:
Erlangga, 2005), hal. 8.
14 Kritik sosial al-Qur’an menggambarkan dasar dari cita-cita sosial yang
tercantum secara tersurat atau tersirat dalam al-Qur’an. Gambaran lebih jelas
mengenai cita-cita sosial al-Qur’an tercantum dalam ayat-ayat yang mengandung kritik
sosila, baik dlm surah yang turun di mekah pada awal periode kenabian maupun yang
turun di madinah. Kritik pertama lebih ditujukan kepada penduduk mekah, terutama
kalangan masyarakat elit. Sedang krritik kedua ditujukan kpd masyarakat padang pasir
dan orang yahudi. Lihat M. Dawam Raharjo. Paradigma Al-Qur’an; Metodologi Tafsir
Dan Kritik Sosial (Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2005), hlm. 143.
12
118
Muhtar Sofwan Hidayat - Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural di dalam Al-Qur’an
disequilibrium sosial, titik kondisi masyarakat arab yang tidak lagi
merasakan perdamaian, persamaan, dan kebebasan sosial.
Disinilah peran penting al-Qur’an dalam menjawab persoalanpersoalan sosial yang ada. Karena pada hakekatnya al-Qur’an turun
tidak anti realitas. Al-Qur’an turun berada dalam suatu kultur dan
budaya tertentu dan berada pada kondisi manusia yang tertentu
pula. Namun al-Qur’an mampu untuk diterpkan dalam segala kondisi
masyarakat (multikultur) dengan menggunakan tafsir al-Qur’an yang
disesuaikan dengan kondisi kultur tertentu.
Dalam menentukan ayat-ayat yang mengandung prinsip-prinsip
multikulturalisme, pemakalah memakai konsep definisi yang
diutarakan oleh Will Kimlicka bahwa multikulturalisme adalah
sebuah realitas keragaman kultural yang sudah pasti terjadi, tiap
kelompok kultural memiliki hak dan keadilan kultural yang sama
yang saling memenuhi. 15 masing-masing kultural menurut Kimlicka
berpotensi dapat menciptakan konflik jika tidak dijaga dan disikapi
secara wajar.16
Keberadaan dan asal manusia yang mulikultural menjadi
sebuah kekayaan ilmu pengetahuan bagi ummat Islam untuk dikaji
lebih mendalam. Perbedaan-perbedaan yang ada di sekitar
kehidupan manusia telah tertulis dalam al-Qur’anul Karim
sebagaimana Allah SWT. telah berfirman di Q.S ar-Rum/24;22
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanya ialah
menciptakan langit dan bumi dan berlain-lain bahasamu
dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang mengetahui.17
Pada ayat diatas disebutkan secara tegas bahwa manusia
memiliki perbedaan dalam berbagai hal baik secara fisik ataupun
tidak, karena perbedaan ini tidak lain adalah dinamika
perkembangan kehidupan diantara manusia dengan beragam ras,
15
Bikhu Parekh, Rethinking Multiculturalism (Yogyakarta : Kanisius, 2008), hlm.
142
Ibid. 145
Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemaahnya, (Jakarta; Pronyek
Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an, 1683), hlm 644.
16
17
119
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
warna kulit, umat, agama, bangsa, kabilah, bahasa, nasionalisme dan
peradaban.18
Islam sangat memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan agar satu
sama lain bisa hidup berdampingan dalam suasana aman dan
nyaman terhindar dari konflik, hal ini sejak semula salah satu yang
dijunjung tinggi oleh Islam adalah martabat manusia dalam
menempatkannya dalam status supremasi diantara makhluk Allah
yang lain.19 Sesungguhnya dalam kebudayaan Indonesia telah lama
menerapkan konsep multikulturalisme ini, dan bahkan
multikulturalisme yang diterapkan jauh lebih maju dan sesuai
dengan konteks keindonesiaan. Terbukti sampai saat ini dengan
adanya candi borobudur yang bercorak agama Budha dan candi
prambanan yang bercorak agama Hindu. Seandainya pemahaman
multikulturalisme itu tidak ada maka bisa dipastikan Indonesia tidak
akan berdiri tegak hingga saat ini. Namun, yang menjadi persoalan
adalah masyarakat Indonesia telah kehilangan jati dirinya dan
kurang memahami nilai-nilai luhur yang ada.
Konsep pedidikan multikultural perlu secara terus-menerus
untuk disampaikan kepada masyarakat melalui berbagai forum atau
media. Hal tersebut bertujuan agar tumbuh dalam diri setiap orang
kesadaran hidup dalam sebuah bangsa yang mempunyai keragaman
budaya, pada akhirnya bisa saling menghargai dan menghormati
setiap perbedaan.
Multikulturalisme dalam pengertian yang lebih sesuai dan
diterima untuk kebutuhan kontemporer adalah orang-orang dari
berbagai kebudayaan yang beragam secara permanen hidup
berdampingan satu dengan yang lainnya. Banyak versi
multikulturalisme menekankan pentingnya belajar tentang
kebudayaan-kebudayaan lain mencoba memahami mereka secara
penuh dan empatik. Multikulturalisme mengimplikasikan suatu
keharusan untuk mengapresiasi kebudayaan-kebudayaan lain,
dengan kata lain menilainya positif. Multikulturalisme muncul kapan
dan dimanapun ketika perdagangan dan kaum diaspora yang hidup
darinya menjadi penting, dan ini menghendaki saling adaptasi
(mutual adaption) sehingga semua kelompok memperoleh kemajuan
dari pertukaran yang sifatnya material dan manufaktural maupun
18 Lihat al-Mawardi, “Tafsir al-Mawardi” Dalam Al-Maktabah Syamilah (Solo:
Ridwana Press, 2005), hlm. 406.
19 Nilai-nilai kemanusiaan yang terdapat dalam kehidupan sosial manusia adalah
nilai-nilai positif, dengan nilai positif itu manusia memiliki martabat dan hargadirinya,
nilai positif merupakan anugrah yang sengaja diberikan dari perwujudan penciptaan
manusia dibanding penciptaan yang lain. Lihat M. Tolhah Hasan, Islam Dalam Perspektif
Sosio Kultural (Jakarta: Latambora, 2005), hlm 175.
120
Muhtar Sofwan Hidayat - Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural di dalam Al-Qur’an
kultural
berupa
gagasan-gagsan
dari
berbagai
penjuru
dunia.20Dengan menerapkan nilai-nilai multikulturalisme ini
Indonesia akan kembali toto tentrem kertoraharjo, seperti semboyan
yang didengungkan pada masa lampau. Karena Indonesia
mempunyai kemampuan untuk menuju masyarakat yang harmonis.
Karekteristik pendidikan multikultural tersebut meliputi tujuh
komponen, yaitu belajar hidup dalam perbedaan, membangun tiga
aspek mutual (saling percaya, pengertian, dan menghargai), terbuka
dalam berfikir, apresiasi dan interdependensi, serta resolusi konflik
dan rekonsiliasi nirkekerasan. Dari beberapa karakteristik tersebut,
diformulasikan dengan ayat-ayat al-Qur’an sebagai dalil, bahwa
konsep pendidikan multikultural ternyata selaras dengan ajaranajaran Islam dalam mengatur tatanan hidup manusia di muka bumi
ini, terutama sekali dalam konteks pendidikan. 21
a. Nilai belajar hidup dalam perbedaan
Pendidikan selama ini lebih diorientasikan pada tiga pilar
pendidikan, yaitu menambah pengetahuan, pembekalan
keterampilan hidup (life skill), dan menekankan cara menjadi
“orang” sesuai dengan kerangka berfikir peserta didik.
Realitasnya dalam kehidupan yang terus berkembang, ketiga pilar
tersebut kurang berhasil menjawab kondisi masyarakat yang
semakin mengglobal. Maka dari itu diperlukan satu pilar strategis
yaitu belajar saling menghargai akan perbedaan, sehingga akan
terbangun relasi antara personal dan intra personal. Dalam
terminology Islam, realitas akan perbedaan tak dapat dipungkiri
lagi, sesuai dengan Q.S. Al-Hujurat (49) :13 yang menekankan
bahwa Allah SWT menciptakan manusia yang terdiri dari
berbagai jenis kelamin, suku, bangsa, serta interprestasi yang
berbeda-beda.
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
20
Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural,................,
21
Ibid., hlm. 74-84.
hlm. 5
121
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi
maha mengenal.22
Ayat ini menjadi landasan realitas kehidupan majemuk,
pembacaan secara kritis dan terbuka terhadap ayat tersebut akan
melahirkan kesimpulan bahwa sesungguhnya Allah sendiri secara
tegas telah menyatakan tentang suatu kehidupan manusia yang
penuh keragaman etnis, ras, bangsa, gender, dan bahasa masingmasing yang berisifat multikultur.
Berbangsa dan bersuku bukanlah sebuah kesalahan,
melainkan sebuah kenyataan historis manusia yang seharunya
dimanfaatkan untuk kesejahteraan kehidupannya, bukan
membatasi gerak-gerinya. Manusia boleh berbangsa dan bersuku,
namun perhatian kepada manusia lain yang berda diluarnya tidka
boleh berkurang.23 Membatasi diri pada orang-orang segolongan,
apalagi sekeluarga atau hanya kepentingan diri sendiri
merupakan tindakan dehumanisasi dan ahistoris.
Al-qur’an telah memberikan peringatan kepada orangorang terdahulu bahwa perhatian ditujukan kepada seluruh umat
manusia. Sehingga perlakukan yang merugikan sesama baik
berupa diskriminasi maupun pembunuhan secara fisik sangat
dikecam oleh al-Qur’an. Memang ada perintah dalam al-Qur’an
untuk memerangi orang-orang kafir, namun bukan kekafiran
mereka yang diperangi tetapi tindakan yang dilakukan oleh
mereka yang membahayakan kehidupan manusi yang diperangi.
Untuk menegakkan keharmonisan tiap bangsa mempunyai
cara dan metode sendiri, jadi tidak bisa disamakan antara model
Timur Tengah dengan Indonesia. Peperangan mungkin cocok
untuk negara Arab, karena watak bangsa arab yang keras, namun
untuk Indonesia tidak demikian. Seperti halnya masuknya agama
Islam di Indonesia tidak dengan cara peperangan namun dengan
“penetration pacifique, tolerance et constructive”.24
b. Nilai Positif Thinking (Berpikir Positif)
Implementasi menghargai perbedaan dimulai dengan
sikap saling menghargai dan menghormati dengan tetap
menjunjung tinggi rasa persatuan dan persaudaraan. Hal tersebut
22Departemen
Agama, al-Qur’an dan Terjemaahnya,......., hlm.847.
Machasin, Islam Dinamis Islam Harmonis; Lokalitas, Pluralisme, Terorisme,
(Yogyakarta: LkiS, 2011),hlm. 168.
24 Masroer Ch. Jb, The History Of Java; Sejarah Perjumpaan Agama-agama di Jawa,
(Yogyakarta: Arruz Media, 2004), hlm. 40.
23
122
Muhtar Sofwan Hidayat - Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural di dalam Al-Qur’an
dalam Islam lazim disebut tasamuh (toleransi).25 Namun
kesemuanya itu perlu adanya saling adanya kepercayaan/ positif
thinking terhadap sesama.
Ayat-ayat al-Qur’an yang menekankan akan pentingnya
saling percaya, pengertian, dan menghargai orang lain,
diantaranya ayat yang menganjurkan untuk menjauhi berburuk
sangka dan mencari kesalahan orang lain yaitu Q.S. al-Hujurat
(49): 12 :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian
prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah
sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain.26
Tidak
mudah
menjatuhkan
vonis
dan
selalu
mengedepankan klarifikasi (tabayyun) dalam Q.S. al-Hujurat (49):
6:
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jika datang
kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka
periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu.27
Melihat pesan dari ayat ini berati manusia dilarang untuk
terlalu mudah menjustifikasi kepada orang lain. banyak sekali
sebuah konflik yang disebabkan oleh prasangka yang salah
kepada orang lain. bahkan dengan berprasangka yang berlebihan
bisa menjadikan orang mudah mengkafirkan.
25 Mundzier Suparta, Islamic Multicultural Education: Sebuah Refleksi atas
Pendidikan Agama Islam di Indonesia, cet. ke-1 (Jakarta: Al-Ghazali Center, 2008), hlm.
55-57.
26 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an, hlm. 847.
27 Ibid., hlm. 846
123
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Orang Islam hendaknya menjadikan ayat ini sebagi
landasan untuk berpikir secara rasional, dan meneliti semua
informasi yang diterima agar tidak mudah menjustifikasi.
Walaupun yang berikan informasi kepada kita orang yang yang
fasik.
c. Saling Menghargai.
Tidak akan pernah berhasil sebuah usaha
perdamain tanpa adanya saling pengertian dan
menghargai. Maka dari itu, Allah melalui al-Qur’an
surat al-Hujurat ayat 11, memberikan peringatan bagi
manusia agar mereka saling menghargai antar
sesamanya.
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah
sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang
lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka.
Dan janganlah sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.
Dan jangan suka mencela dirimu sendiri dan jangan
memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan.
Seburuk-burk panggilan adalah (panggilan) yang buruk
sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka
mereka itulah orang-orang yang zalim.28
Sudah sangat jelas sekali, bagaimana al-Qur’an
memberikan contoh agar manusia saling menghargai antar
manusia itu sendiri. Baik secara individu maupun kelompok.
Selain itu didalam al-Qur’an juga menanmkan nilai untuk tidak
memaksakan kehendak kepada orang lain, hal ini dapat kita lihat
dalam QS. al-Baqarah (1): 256 yang berbunyi :
.............
28
124
Ibid..
Muhtar Sofwan Hidayat - Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural di dalam Al-Qur’an
Artinya : Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar
daripada jalan yang salah.29.......
Telah ditegaskan pula dalam Q.S surat al-Kafirun ayat 6:
Artinya: Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.30
Maka sangatlah salah besar dan melampaui batas bagi
mereka yang suka memaksakan kehendak kepada orang lain. Baik
untuk mengikuti agama, kepercayaan, organisasi maupun sekte
tertentu. Karena setiap manusia diberikan kebebasan oleh Allah
untuk memilih jalan hidupnya.
Membiarkan orang lain untuk berpegang dengan apa yang
diyakininya sebagai kebenaran. Selain ‫(لَُ ةينَُ ولي ةين‬bagi kamu
agamamu dan bagiku agamaku) dan َُ‫(لن اعمصن ولَُ اعم ل‬bagi kami
amal perbuatan kami, dan bagi kalian amal perbuatan
kalian)terdapat juga ayat-ayat yang sesuai dengamn sikap ini.
Diantaranya adalah ayat yang disebutkan diatas ‫الاكراه لي الد ين‬
(tidak ada paksaan dalam agama) dan ayat-ayat yang berkaitan
dengan kebebasan orang untuk memilih keyakinan dan
perbuatan.31
Konsekwensi logis dari ayat tersebut adalah, tidak ada
seorang pun yang berhak atas keyakinan dan tindakan orang lain.
Manusia hanya sebatas mengingatkan, tidak sampai kepada
memaksakan bahkan membuat seseorang beriman. Contoh yang
sangat jelas ketika Nabi Muhammad ingin mengislamkan
pamannya Abu Thalib, namun ditegus oleh allah. Sudah jelas
kiranya pedoman kerukunan antar umat beragama bagi umat
Islam, sehingga ketika ada orang-orang yang membuat kekerasan
yang mengatasnamakan agama Islam sesungguhnya mereka tidak
memahami Islama sama sekali.
d. Nilai terbuka dalam berfikir.
Pendidikan seyogyanya memberi pengetahuan baru
tentang bagaimana berfikir dan bertindak, bahkan mengadopsi
dan beradaptasi terhadap kultur baru yang berbeda, kemudian
direspons dengan fikiran terbuka dan tidak terkesan eksklusif.
Peserta didik didorong untuk mengembangkan kemampuan
Ibid., hlm. 63.
Ibid,
31 Machasin, Islam Dinamis, hlm. 190.
29
30
125
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
berfikir sehingga tidak ada kejumudan dan keterkekangan dalam
berfikir. Penghargaan al-Qur’an terhadap mereka yang
mempergunakan akal, bisa dijadikan bukti representatif bahwa
konsep ajaran Islam pun sangat responsif terhadap konsep
berfikir secara terbuka. Salah satunya ayat yang menerangkan
betapa tingginya derajat orang yang berilmu yaitu Q.S. alMujaadillah(11):
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan
kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka
lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu, maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.32
Ayat yang menjelaskan bahwa Islam tidak mengenal
kejumudan dan dogmatisme, hal ini dijelaskan dalam Q.S. alBaqarah (1):170 yang berbunyi :
Artinya : Dan apabila dikatakan kepada mereka:
“Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka
menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa
yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang
kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun
nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa
pun, dan tidak mendapat petunjuk?”33
Ayat ini mengisyaratkan bagi manusia untuk selalu
mengunakan akal pikiranya dalam menatap realitas kehidupan.
Jangan hanya melakukan taklid, buta. Yang sebenarnya apa yang
diikuti tersebut adalah sebuah kesesatan.
126
32
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an, hlm. 910.
33
Ibid., hlm. 41.
Muhtar Sofwan Hidayat - Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural di dalam Al-Qur’an
e. Nilai apresiasi dan interdependensi.
Karakteristik ini mengedepankan tatanan sosial yang care
(peduli), dimana semua anggota masyarakat dapat saling
menunjukan apresiasi dan memelihara relasi, keterikatan, kohesi,
dan keterkaitan sosial yang rekat, karena bagaimanapun juga
manusia tidak bisa survive tanpa ikatan sosial yang dinamis.
Konsep seperti ini banyak termaktub dalam al-Qur’an, salah
satunya Q.S. al-Maidah (5): 2 yang menerangkan betapa
pentingnya prinsip tolong menolong dalam kebajikan,
memelihara solidaritas dan ikatan sosial (takwa), dengan
menghindari tolong menolong dalam kejahatan.
‫ش ِد ْي ُد اْل ِعقَا‬
َ َ‫هللا اِنَّ هللا‬
َ ‫اونُ ْوا‬
َ ‫اونُ ْوا‬
َ َ‫ع َلى اْلبِ ِ ِّر َوالتَّ ْق َوى َو َالتَع‬
َ َ‫َوتَع‬
َ ‫ان َواتَّقُوا‬
ِ ‫علَى اْ ِالثْ ِم َواْلعُد َْو‬
.........
Artinya : ........Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya. (Q.S. al-Maidah (5): 2).34
Redaksi ayat tersebut mengisyaratkan bahwa tolong
menolong yang dapat mengantarkan manusia, baik sebagai
individu atau kelompok, kepada sebuah tatanan masyarakat yang
kokoh dalam bingkai persatuan dan kebersamaan adalah tolong
menolong dalam hal kebaikan, kejujuran dan ketaatan.35
f. Nilai resolusi konflik dan rekonsiliasi nirkekerasan.
Konflik dalam berbagai hal harus dihindari, dan
pendidikan harus mengfungsikan diri sebagai satu cara dalam
resolusi konflik. Adapun resolusi konflik belum cukup tanpa
rekonsiliasi, yakni upaya perdamaian melalui sarana
pengampunan atau memaafkan (forgiveness). Pemberian ampun
atau maaf dalam rekonsiliasi adalah tindakan tepat dalam situasi
konflik komunal. Dalam ajaran Islam, seluruh umat manusia
harus mengedepankan perdamaian, cinta damai dan rasa aman
bagi seluruh makhluk. Juga secara tegas al-Qur’an menganjurkan
untuk memberi maaf, membimbing kearah kesepakatan damai
dengan cara musyawarah, duduk satu meja dengan prinsip kasih
sayang. Hal tersebut terdapat dalam Q.S. asy-Syuura (42): 40 yang
berbunyi :
34
35
Ibid., hlm. 157
Mundzier Suparta, Islamic, hlm. 64
127
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Artinya : Dan balasan suatu kejahatan adalah
kejahatan yang serupa, maka Barang siapa
memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas
(tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak
menyukai orang-orang yang lalim.36
Apabila terjadi perselisihan, maka Islam menawarkan jalur
perdamaian melalui dialog untuk mencapai mufakat. Hal ini tidak
membedakan ras, warna kulit, etnik, kebudayaan dan bahkan
agama.37
Kesadaran terhadap kehidupan yang multikultural pada
akhirnya akan menjelma menjadi suatu kesatuan yang harmonis
yang memberi corak persamaan dalam spirit dan mental. 38 Untuk
memperoleh keberhasilan bagi terealisasinya tujuan mulia yaitu
perdamaian dan persaudaraan abadi di antara orang-orang yang
pada realitasnya memang memiliki agama dan iman berbeda,
perlulah kiranya adanya keberanian mengajak pihak-pihak yang
berkompenten melakukan perubahan-perubahan di bidang
pendidikan terutama sekali melalui kurikulumnya yang berbasis
keanekaragaman.
Paradigma tentang pendidikan multikultural dan upayaupaya untuk penerapannya di Indonesia kini mendapat perhatian
yang semakin besar karena relevansi dan urgensinya yang tinggi.
Pengembangan pendidikan multikultural tersebut diharapkan
dapat mewujudkan masyarakat multikultural, yaitu suatu
masyarakat yang majemuk dari latar belakang etnis, budaya,
agama dan sebagainya, namun mempunyai tekad dan cita-cita
yang sama dalam membangun bangsa dan negara.
g. Egaliterianisme (al-Musawwah)
Tema egaliterianisme dalam al-Qur’an dibahasakan melalui
term Sawa dengan beragam derivasi yang menunjukkan
pemaknaan terhadap nilai persamaan. Sawa dalam bahasa arab
berarti sama, lurus perkaranya, sama rat, adil, seimbang. 39 semua
pengertian ini pada dasarnya memiliki kesamaan makna dalam
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an, hlm. 789
Mundzier Suparta, Islamic, hlm. 59.
38 Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, cet. ke-1 (Jakarta:
Bulan Bintang, 1979), hlm. 11
39 Munawir hlm 681.
36
37
128
Muhtar Sofwan Hidayat - Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural di dalam Al-Qur’an
menunjukkan maksud sawa sebagai sama atau seimbang.
Almusawah dalam al-Qur’an juga dibahasakan dalam term lain
yaitu adil, al-Qist, dan al-Mizan. Penyebutan sawa sendiri dalam
al-Qur’an hanya terulang sekali tepatnya pada Q.S al-Kahfi/18:96.
Artinya: Berilah aku potongan-potongan besi, “hingga apabila besi
itu sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah
zulkarnain: tiuplah (api itu). “hingga apabila besi itu sudah
menjadi (merah seperti) api, diapun berkata. “berilah aku tembaga
(yang menindih) agar kutuangkan keatas besi panas itu”.
Disebutkan pula dalam Q.S an-Nisa’: 124
Artinya: Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh,
baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang
beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan
mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.40
Sangat jelas sekali nilai keadilan itu tidak memandang
perbedan antara laki-laki ataupun perempuan. Siapapun mereka
dan darimana asalnya apa golongannya, tidaklah menjadi
perbedaan dalam menegakan keadlian. Maka janganlah kita
memandang latarbelakang dari siapapun dalam menegakkan
keadilan.
4. Faktor Pendukung dan Penghambat Wawasan Multikultural
dalam PAI
Sebagai sebuah wacana baru, pendidikan Agama Islam
berwawasan multikultural tentunya memiliki faktor pendukung dan
penghambatnya. Diantara faktor pendukung dikembangkannya
pendidikan Agama Islam berwawasan multikultural adalah: (1)
adanya landasan kultural dan theologis dari al-Qur’an maupun alHadits terhadap nilai-nilai multikultural, yaitu: nilai kejujuran dan
tanggungjawab (al-amanah), keadilan (al-adalah), persamaan (almusâwah), permusyawaratan dan demokrasi (al-syurâ atau almusyawarah),
nilai
solidaritas
dan
kebersamaan
(al40
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an,
129
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
ukhuwwah), kasih sayang (al-tarâkhim atau al-talathuf), memaafkan
(al-’afw), perdamaian (al-shulh atau al-silm), toleransi (al-tasamûh)
dan kontrol sosial (amr al-ma’rûf nahy ‘an al-munkar); (2) nilai-nilai
multikultural tersebut telah lama dikenal dan diajarkan di lembaga
pendidikan Islam, terutama penjelasannya dalam teks-teks klasik (alkutub al-mu’tabarâh) yang lazim digunakan di pondok pesantren; (3)
rakyat Indonesia telah memiliki sejarah yang panjang mengenai
pluralisme dan multikulturalisme karena bangsa Indonesia dikenal
sebagai bangsa yang religius dan multikultur, dan; (4) terbentuknya
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) sebagai tempat untuk
memecahkan kebekuan komunikasi dan kerjasama antar umat
beragama di beberapa daerah menjadi angin segar terhadap
pemahaman agama yang inklusif, toleran dan sejalan dengan
semangat pendidikan multikultural.
Sementara yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan
pendidikan Agama Islam berbasis multikultural adalah: (1) masih
terbangunnya mindset (kerangka berpikir) yang keliru dalam
memahami paham/aliran-aliran kontemporer terkait dengan ajaran
agama. Munculnya fatwa MUI (Majelis Ulama’ Indonesia) tentang
larangan / haramnya paham pluralisme sedikit banyak menghambat
upaya pencapaian pendidikan multikultural tersebut; (2) masih
merebaknya konflik, baik antarumat agama maupun interumat
agama itu sendiri serta fundamantalisme pemikiran yang masih
bertahan pada pemikiran lama yang ekslusif – fundamentalis dan
berpandangan bahwa kelompok (agama) lain adalah sesat sehingga
harus disatukan; (3) lebih menonjolnya semangat ke-ika-an dari pada
ke-bhineka-an dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta
kurangnya pengakuan terhadap keberadaan dan hak agama, suku
dan golongan lain; (4) belum tertanamnya kesadaran bahwa
menganggap agama, kelompok/suku yang satu “lebih baik” dari yang
lain adalah pandangan sempit yang offensive, dan karenanya harus
ditinggalkan; (5) pengajaran PAI berwawasan multikultural belum
terkonsep dengan jelas terkait dengan kurikulum dan metodenya; (6)
guru-guru agama Islam di sekolah yang berperan sebagai ujung
tombak pendidikan agama nyaris kurang tersentuh oleh gelombang
pergumulan pemikiran dan diskursus pemikiran keagamaan di
seputar isu pluralisme, multikulturalisme dan dialog antarumat
beragama,
dan;
(7)
kurangnya
pemahaman
terhadap
multikulturalisme dan pluralisme sebagai desain Tuhan (design of
God) yang harus diamalkan berupa sikap dan tindakan yang
menjunjung tinggi multikulturalisme dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
130
Muhtar Sofwan Hidayat - Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural di dalam Al-Qur’an
Lepas dari faktor pendukung ataupun penghambatnya,
pendidikan Agama Islam berwawasan multikultural merupakan
sebuah keniscayaan yang mendesak untuk segera diimplementasikan
untuk mewujudkan –istilah Gus Dur- “republik surga di bumi”, yaitu
tatanan kehidupan yang penuh dengan harmonisasi, keramahan,
kesantunan, kerukunan dan kedamaian.
5. Kesimpulan
Dari paparan di atas, keanekaragaman budaya adalah sebuah
keniscayaan dalam hidup. Kehidupan yang tenang dan damai
diantara bermacam perbedaan dalam bermasyarakat perlu
disosialisasikan agar benar-benar terwujud, salah satunya melalui
pendidikan multikultural.
Pendidikan multikultural pada dasarnya tidak bertentangan
dengan ajaran Islam, khususnya al-Qur’an yang menjadi sumber
hukum agama Islam. Keanekaragaman yang ada justru menjadi
kekayaan intelektual untuk dikaji, sebagaimana beberapa ayat alQur’an yang menjelaskan hal tersebut.
Dengan pendidikan multikultural diharapkan setiap individu
atau kelompok bisa menerima dan menghargai setiap perbedaan,
hidup berdampingan dengan damai dan tenang walaupun berbedabeda. Sehingga terbentuk sebuah negara dan bangsa yang damai dan
sejahtera. Konsep Bhenika Tunggal Ika merupakan Ruh dari Nilai
agama Islam dalam mengatur kehidupan manusia.
131
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal dan Habibah, Neneng (ed). Pendidikan Agama Islam Dalam
Prespektif Multikulturalisme., Jakarta: Balai Litbang Jakarta, 2009.
Baidhawi, Zakiyuddin. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural.
Jakarta: Erlangga, 2005.
Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahnya.
Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an Departemen
Agama, 1978/1979.
David, Jary dan Jary, Julia. Multiculturalism. Dictionary of Sociology.
(Terj), New York: Harper, 1991.
Fahmi, Asma Hasan. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. cet. ke-1.
Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Machasin, Islam Dinamis Islam Harmonis; Lokalitas, Pluralisme,
Terorisme, Yogyakarta: LkiS, 2011.
Mahfud, Choirul. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
cet IV, 2010.
Masroer Ch. Jb, The History Of Java; Sejarah Perjumpaan Agama-agama di
Jawa, Yogyakarta: Arruz Media, 2004.
Parekh, Bikhu. Rethinking Multiculturalisme Cultural Diversity and
Political Theory. Harvard University Press Cambridge,
Massacussetts, 2002.
Raharjo, M. Dawam. Paradigma Al-Qur’an; Metodologi Tafsir Dan Kritik
Sosial. Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2005.
Suparlan, Parsudi. "Kesetaraan Warga dan Hak Budaya Komuniti dalam
Masyarakat Majemuk Indonesia", Jurnal Antropologi Indonesia,
No. 6, 2002.
Suparta, Mundzier. Islamic Multicultural Education: Sebuah Refleksi atas
Pendidikan Agama Islam di Indonesia. cet. ke-1. Jakarta: Al-Ghazali
Center, 2008.
Tilaar, H.A.R. Multikulturalisme; Tantangan-Tantangan Global Masa
Depan Dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta:
Grasindo, 2004.
Yaqin, M. Ainul. Pendidikan Multikultural: Cross Cultural Understanding
Untuk Demokrasi Dan Keadilan. Jogjakarta, Pilar Media, 2005.
132
PERAN MANAJEMEN TERHADAP MUTU PENDIDIKAN
DI SEKOLAH/MADRASAH
Nur Farida
Dosen UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo
Abstrak
Manajemen merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan
secara keseluruhan di sekolah/madrasah yang dapat diwujudkan secara optimal,
efektif dan efisien. Manajemen yang baik ialah manajemen yang tidak jauh menyimpang
dari konsep manajemen yang sudah ada. Dalam rangka inilah, sekolah/madrasah harus
mempunyai manajemen untuk mengatur pendidikan dan pengajaran, merencanakan,
mengorganisasi, mengawasi, mempertanggungjawabkan, mengatur serta memimpin
sumberdaya daya-sumber daya insani serta barang-barang untuk membantu
pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan madrasah/sekolah. Manajemen
sekolah/madrasah juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan minat peserta didik,
guru-guru, serta kebutuhan masyarakat setempat. Untuk itu perlu dipahami fungsifungsi pokok manajemen, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
pembinaan. Jika fungsi pokok manajemen itu berjalan dengan baik, maka akan
menghasilkan sebuah pendidikan yang berkualitas bagi peserta didik dan juga lembaga.
Kata kunci : Pendidikan, Manajemen pendidikan, Mutu Pendidikan
Abstract
Management is a component that cannot be separated from the process of
education as a whole in schools / madrasah who can be manifested optimally, effective
and efficient.Management is good management not far deviate from the concept of
management it already is.In order to this schools and madrasah should have
management to set education and teaching, plan, organize, watch, for, set and lead
resources daya-sumber power insani and goods to assist in the performance of learning
consistent with the objectives of madrasah / school. Management schools and
madrasah also a need to adapt to the needs and participant interest kids teachers, and
needs of the local people.This needs to understood basic functions management,
including planning, the implementation, supervision and training.If basic function
management was good, so will produce a quality education for school tuition and also
institutions.
A. Latar Belakang
Peningkatan kualitas pendidikan di setiap jenjang pendidikan
merupakan langkah strategis yang perlu dilakukan jika bangsa kita
berkeinginan memenangkan kompetisi di berbagai bidang kehidupan di
era global. Konsep mutu (kualitas) telah menjadi suatu kenyataan dan
fenomena dalam seluruh aspek dan dinamika masyarakat global
memasuki persaingan pasar bebas dewasa ini. Jika sebelumnya kualitas
produk dan jasa hanya menjadi target dari dunia bisnis dan industry
yang bergantung pada kepuasan pelanggan atau konsumen, maka kini
dunia pendidikan mulai tertantang untuk menerapkan hal yang sama
dalam menghasilkan kualitas lulusan yang mampu menjawab kebutuhan
133
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
pasar kerja. Mengapa yang ditingkatkan kualitas pendidikan? Salah satu
alasannya, pendidikan selalu berkaitan dengan pengembangan sumber
daya manusia. Tillar (1998) mengatakan bahwa pendidikan sebagian
dari usaha untuk meningkatkan taraf kesejahteraan kehidupan manusia
merupakan bagian dari pembangunan nasional.
Hal ini juga terjadi di bidang pembelajaran. Kajian, penelitian, dan
pengembangan terhadap bidang pembelajaran, baik teori maupun
praktik tidak akan pernah berhenti atau statis. Dinamisasi kajian ini
diperkirakan akan hidup sepanjang hayat, selagi orang masih
membutuhkan kegiatan pendidikan. AECT dan Sattler (Seels dan Richey,
1664) mengatakan “….instruction is considered by many as a part of
education ….”.
Bidang pembelajaran senantiasa akan dimutakhirkan sesuai
dengan perkembangan IPTEKS serta kebutuhan masyarakat. Kegiatan
pembelajaran semakin bervariasi mengikuti tuntutan kebutuhan
masyarakat dan temuan-temuan yang terjadi di bidang pendidikan dan
non pendidikan. Seolah-olah tiada hari tanpa ada inovasi pembelajaran. 1
Sekolah merupakan sebuah sistem yang memiliki tujuan. Berkaitan
dengan upaya mewujudkan tujuan tersebut, serangkaian masalah dapat
muncul. Masalah-masalah itu dapat dikelompokkan sesuai dengan tugastugas administratif yang menjadi tanggungjawab administrator sekolah,
sehingga merupakan subtansi tugas-tugas administratif kepala sekolah
selaku administrator. Di antaranya adalah tugas yang dikelompokkkan
menjadi subtansi perlengkapan sekolah.
Dalam rangka melaksanakan tugas-tugas yang dikelompok
sebagai subtansi perlengkapan sekolah itu, di gunakan suatu pendekatan
administrasif tertentu yang disebut juga manajemen (management),
merupakan istilah yang cukup populer. Manajemen merupakan proses
pendayagunaan semua sumber daya dalam rangka mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Pendayagunaan melalui tahapan proses yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian pengarahan, dan pengawasan disebut
manajemen (Sergiovsnni, 1987).
Manajemen perlengkapan sekolah merupakan salah satu bagian
kajian dalam administrasi sekolah (school administration), atau
administrasi pendidikan (educational administration) dan sekaligus
menjadi bidang garapan kepala sekolah selaku administrator sekolah.
Sebagai salah satu bagian dalam kajian administrasi pendidikan,
manajemen perlengkapan sekolah mengkaji administrasi pendidikan
ditinjau dari sisi bagaimana memberikan layanan secara profesional
dalam bidang perlengkapan atau fasilitas kerja bagi personel sekolah.
Anik Ghufron, Makalah Seminar Regional “ Peranan Teknologi Pembelajaran
dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan” di Kampus UNSIQ Jateng Wonosobo, 10 Mei
2006.(Dosen FIP PPs UNY)
1
134
Nur Farida - Peran Manajemen Terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah/Madrasah
Dengan manajemen yang efektif dan efisiensi, kinerja personel sekolah
akan semakin menunjang keberhasilan sebuah pendidikan. Dalam
pendidikan manajemen itu dapat diartika sebagai aktivitas memadukan
sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya. 2
Dari segi bahasa manajemen berasal dari bahasa Inggris yang
merupakan terjemahan langsung dari kata “management” yang berarti
pengelolaan, ketatalaksanaan, atau tata pimpinan. Sementara dalam
kamus Inggris Indonesia karya John M. Echolls dan Hasan Shadily (1995:
372) management berasal dari akar kata to manage yang berarti
mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola, dan memperlakukan. 3
Dalam Kamus bahasa Indonesia hampir sama bahwa Manajemen berasal
dari bahasa Inggris, yaitu “management” artinya kepemimpinan dan
memimpin kelancaran jalannya pekerjaan dalam mencapai tujuan
dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya.4 Dari pengertian tersebut,
maka yang dimaksud dengan manajemen di sini adalah kepemimpinan
sekolah/madrasah untuk mengatur dan menjamin kelancaran proses
belajar mengajar.5 Pendidikan madrasah diharapkan mampu
menghsilkan manusia dan masyarakat bangsa indonesia yang memiliki
sikap agamis, ilmiah amaliah, terampil, trampil dan profesional, sehingga
akan senantiasa sesuai dengan tatanan kehidupan. Tujuan yang
demikian mulia ini, mempersyaratkan kepedulian semua pihak, dari
mulai keluarga, masyarakat, serta organisasi dan institusi pendidikan
madrasah yang unggul.
Selanjutnya untuk memberikan bobot yang relevan dengan
tatanan kehidupan, maka dapat ditambahkan bahwa pendidikan
madrasah/sekolah semestinya berorientasi lokal agar tetap relevan
dengan kebutuhan masyarakat sekitar, berwawasan nasional agar secara
sentri petal tetap mengarah kepada tercapainya misi nasional, serta
berwawasan global agar dalam jangka panjang memiliki kemampuan
untuk bersaing secara internasional.
Manajemen merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan
dari proses pendidikan secara keseluruhan di madrasah/sekolah dapat
diwujudkan secara optimal, efektif dan efisien. Dalam rangka inilah,
madrasah harus mempunyai menejemen untuk mengatur pendidikan
dan
pengajaran,
merencanakan,
mengorganisasi,
mengawasi,
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Bina Akasra 1988, hal 4.
Bafadal, Seri peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah,
MANAJEMEN PERLENGKAPAN SEKOLAH Teori dan Aplikasinya, Bumi Aksara 2003,
hal. 1-2.
4Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1999, Cet. Ke-9, hal. 747.5
5Ninda Arti, Manajamen Kepala Madrasah. www.ssep.net/director.htm/13 2009
diambil 20 desember 2009, hal 27.
2
3Ibrahim
135
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
mempertanggungjawabkan, mengatur serta memimpin sumberdaya
daya-sumber daya insani serta barang-barang untuk membantu
pelaksanaan
pembelajaran
yang
sesuai
dengan
tujuan
madrasah/sekolah. Manajemen madrasah juga perlu disesuaikan dengan
kebutuhan dan minat peserta didik, guru-guru, serta kebutuhan
masyarakat setempat. Untuk itu perlu dipahami fungsi-fungsi pokok
manajemen, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
pembinaan. Dalam prakteknya, keempat fungsi tersebut merupakan
suatu proses yang berkesinambunagan. 6 Salah satu peranan manajemen
yang sangat penting adalah untuk menyusun program belajar mengajar
dan menentukan langkah-langkah dalam meningkatkan mutu
pendidikan, baik yang menyangkut dengan administrasi, supervise,
maupun tugas dan keperluan yang lain.
Hubungan kepala sekolah/madrasah dengan guru-guru, siswa
komite, dan warga madrasah harus baik, tanggung jawab harus didasari
dengan kejujuran, kesetiaan, keikhlasan, dan kerja sama, Jika diibaratkan
dalam satu keluarga maka hubungan antara kepala madrasah dengan
guru-guru lainnya ibarat hubungan satu saudara dengan lainnya. Dan
hubungan kepala madrasah dengan siswa harus seperti hubungan ayah
dengan anaknya. Madrasah yang efektif senantiasa berkomunikasi
secara efektif, baik ke dalam maupun keluar, guru-guru berbagai
pengalaman dan gagasan, berdiskusi berbagai masalah baik secara
formal maupun informal. Kepala madrasah, guru dan staf masyarakat
madrasah selalu memiliki hubungan yang erat dengan orang tua dan
masyarakat luas.7
Suatu kenyataan kehidupan organisasi bahwa pemimpin suatu
organisasi memainkan peranan yang amat penting, dan sangat
menentukan dalam usaha pencapaian tujuan organisasi yang telah
ditetapkan sebelumnya. Seorang pemimpin baok individu maupun
sebagai suatu kelompok tidak mungkin dapat bekerja dengan sendiri.
Pimpinan membutuhkan kelompok orang lain yang disebut bawahan
yang digerakkan sedemikian rupa sehingga para bawahan itu
memberikan
pengapdian
dan
sumbangsihnya
kepada
organisasi.Pengabdian tersebut dapat direalisaikan dengan cara bekerja
yang efisien, efektif produktif.
Menurut Kamus Bahasa Inggris kepemimpinan diambil dari kata
lead yang berarti memimpin, sedangkan leader adalah seorang
pemimpin dan leadership adalah kepemimpinan8 Manajemen di
6Abdul Choliq, Manajemen Madrasah dan Pembinaan Santri, Lkis, Yogyakarta
20011, hal 38-40
7Op.cit, hal. 30
8John. M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta :
Gramedia) hal. 351
136
Nur Farida - Peran Manajemen Terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah/Madrasah
madrasah hampir sama dengan lembaga ataupun instansi yang lain,
karena pada prinsipnya adalah memimpin dan mengarahkan staf atau
bawahannya agar dapat menjalankan tugasnya yang berdaya guna dan
berhasil guna. Di lembaga madrasah manajemen yang harus
dilaksanakan harus bersifat sosial dan memperhatikan faktor psikologis,
karena yang dihadapi adalah sejumlah individu yang terdiri dari latar
belakang yang berbeda, baik ditinjau dari latar belakang ekonomi
maupun lingkungan sosial.
Kepala madrasah sebagai pemimpin, maka dia harus berhadapan
dengan guru, siswa, dan sejumlah elemen masyarakat yang notabenenya
berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan itu tidak menjadikan ukuran,
hanya saja kepala madrasah harus bisa mengambil sikap yang positif
dalam menyikapi hal tersebut. Semua bentuk kegiatan yang
dilaksanakan kepala madrasah merupakan manajemen. Karena
manajemen sebagai salah satu tugas penting bagi setiap pemimpin. Dari
pandangan ini akan diteliti apakah pengaruh manajemen kepala
Madrasah terhadap mutu pendidikan. Dalam pengertian umum, mutu
mengandung makna derajat keunggulan suatu produk atau hasil kerja,
baik berupa barang maupun jasa.9 Barang dan jasa pendidikan itu
bermakna dapat dilihat, dan tidak dapat dilihat tapi dapat dirasakan.
Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mengacu pada masukan,
proses, keluaran dan dampaknya. Seorang pemimpin mutu didefinisikan
sebagai orang yang mengukur keberhasilan individu-individu di dalam
organisasi. Piramida kepemimpinan Mutu menggambarkan perubahan
peran para profesional pendidikan sekarang ini.
Dewan sekolah, pengawas dan administrator berperan dalam
memfokuskan dan memberi arahan pada wilayah dan sekolah.
Merekalah yang memiliki visi itu sebagai miliknya. Ini mengacu pada
konsep tanggung jawab bersama. Para guru dan staf memiliki komitmen
untuk mewujudkan visi tersebut. Di sini gambar segitiga Piramid :
Masya
rakat
Siswa
orang tua
Guru staf
administrator
pengawas Dewan
Sekolah
Gambar Piramida Kepemimpinan Mutu
9Prof.
Dr. Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah Dari unit Birokrasi ke
Lembaga Akademik, Ditbinlitabmas Ditjen Dikti, Depdiknas, Bengkulu.
137
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Tatkala model di atas dipresentasikan, banyak orang yang
menentang posisi dewan sekolah, pengawas dan administrator sebagai
pemilik visi untuk wilayah dan sekolah. Mereka menyatakan bahwa visi
hendaknya dibuat oleh semua orang bukan hanya oleh manajemen lapis
atas. Dalam dunia nyata, visi bagi setiap sistem pendidikan dibangun
oleh semua orang bukan hanya oleh manajemen lapis-atas. Dalam dunia
nyata, visi bagi setiap sistem pendidikan dibangun oleh dewan sekolah
dan pengawas berdasar masukan dari komunitas dan staf. Pemimpin
mutu dalam pendidikan memiliki kemampuan untuk menggambarkan
visi dari para stafnya di wilayah atau sekolah tersebut dan mengilhami
para stafnya untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna
mewujudkan visi tersebut inilak konsep tanggung jawab bersama dan
pemberdayaan. Pemimpin mutu yang mencerahkan mendorong para
stafnya untuk mencapai tujuan utama organisasi-perbaikan mutu
berkelanjutan.
Memperbaiki mutu dan produktivitas, sehingga mengurangi
biaya, dengan melembagakan proses “Rencanakan/periksa/ubah”.
Gambaran proses untuk memperbaiki, mengidentifikasi bidang-bidang
perbaikan, perubahan nilai dan ukur hasilnya, dan dokumentasikan serta
standarisasikan proses. Awali siklusnya dari awal lagi untuk mencapai
standar yang lebih tinggi lagi. 10
B. Pentingnya Peralatan dalam Meningkatkan Mutu Sekolah
Dalam pengertian yang luas, Peralatan pendidikan adalah semua
yang digunakan guru dan murid dalam proses pendidikan. Ini mencakup
perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras misalnya gedung
sekolah dan alat laboratorium; perangkat lunak umpamanya kurikulum,
metode, dan administrasi pendidikan. Peralatan yang berupa gedung,
perpustakaan, alat-alat yang digunakan tatkala belajar di kelas, amat erat
hubungannya dengan mutu sekolah, apalagi bila alat-alat peraga, alat
bantu seperti pengajaran fisika, biologi, anatomi, atau geografi dan
banyak lagi konsep pengetahuan yang harus dipelajari oleh murid yang
amat sulit, bahkan tidak mungkin dipahami tanpa bantuan alat pelajaran.
Bagaimana Anda membayangkan pengajaran anatomi manusia tanpa
bantuan alat berupa tiruan tubuh manusia? Pengajaran tentang haji
dapat dilakukan efektif dan efisien dengan bantuan rekaman video;
pengajaran salat demikian juga.
Sekalipun sederhana, tokoh-tokoh pendidikan Islam dahulu
sudah mengetahui pentingnya alat-alat bagi peningkatan mutu
pendidikan. Dimulai dari yang amat sederhana, sampai penggunaan alat
Jerome S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005,
hal. 16- 20.
10
138
Nur Farida - Peran Manajemen Terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah/Madrasah
yang amat modern, dilihat dari sudut perkembangan teori pendidikan
ketika itu.
Pada masa permulaan Islam, alat-alat yang digunakan dalam
pengajaran amat sederhana. Pengajaran diberikan di rumah. Kadangkadang di masjid atau halaman masjid. Rumah Rasulullah pernah
digunakan untuk tempat belajar. Rumah Arqam bin abi Arqam pernah
digunakan untuk tempat belajar. Rumah Arqam bin Abi Arqam pernah
digunakan oleh para sahabat untuk mempelajari pokok-pokok ajaran
Islam dan pengajaran hafalan al-Qur’an
Bila semua alat pendidikan di kalangan umat Islam amat
sederhana, maka pada zaman pertengahan Islam sudah ada ruangan
yang luas untuk tempat perkuliahan, sudah ada asrama untuk
mahasiswa, juga ada rumah-rumah pengajar, dilengkapi pula dengan
tempat-tempat rekreasi, kamar mandi, dapur dan ruang makan (AlAbrasyi, 1974:82).
Orang Islam Indonesia sekarang ini sudah mengetahui perlunya
tersedia alat-alat pendidikan untuk membangun sekolah yang bermutu.
Akan tetapi, alat itu bukan berarti pengetahuan itu cukup teliti, juga
belum berarti bahwa teori-teori tentang itu sudah benar-benar dikuasai
mereka. Alat-alat Pendidikan yang mendasar, seperti tempat belajar dan
alat-alat belajar yang sederhana, memang sudah dikenal mereka. Akan
tetapi, untuk yang ini pun kita sudah menyaksikan begitu sederhananya
pikiran orang Islam Indonesia. Kita masih menyaksikan adanya
pembangunan sarana belajar yang kelihatannya kurang direncanakan
dengan baik. Kendala yang sudah jelas dan sering dikemukakan, ialah
kekurangan biaya. Alasan ini tidak selalu benar. Alasan yang lebih
meyakinkan ialah penguasaan teori-teori tentang peralatan memang
kurang dikuasai dengan baik.
Dalam menghadapi masalah ini, satu sarana perlu diberikan, yaitu
rencanakanlah pembangunan gedung dengan hati-hati, dan buatlah
rencana menyeluruh.. Dengan perencanaan yang menyeluruh dan teliti,
penghematan dana dapat dilakukan. Dengan kata lain, penghamburan
dana secara mubazir dapat saja terjadi karena keliru dalam membuat
rencana pembangunan peralatan.
Pengadaan alat-alat belajar selain gedung tidak kalah pelik dan
mahal dibandingkan dengan pengadaan tempat belajar tersebut.
Peralatan laboratorium ada yang harganya mahal sekali. Akan tetapi, ada
juga peralatan yang cukup murah. Papan tulis, kapur tulis, penghapus
papan tulis, misalnya. Tetapi anehnya, sering juga kita saksikan
peralatan yang kita saksikan ini kurang diperhatikan dengan sungguhsungguh.
Pengadaan alat-alat sekolah secara keseluruhan sebenarnya tidak
sulit. Yang terjadi selama ini ialah yayasan kurang memperhatikan
139
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
unsur-unsur perencanaan itu. Atau ada perencanaan itu, tetapi kurang
teliti. Jika memang yayasan tidak punya tenaga ahli dalam membuat
rencana pengadaan alat-alat itu, yayasan dengan mudah mencari
konsultan untuk itu.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian ialah salah satunya WC.
Merupakan kebutuhan siswa harus mencukupi sesuai kebutuhan jumlah
siswa, WC pelajar putri harus dibedakan dengan pelajar putra. WC
kepala sekolah, guru dan pegawai juga disediakan secara khusus. WC
harus cukup airnya, juga harus bersih. Penerangan pada WC yang kurang
terang kecenderungan mengajak kurang bersih. WC yang kotor
menimbulkan citra yang buruk terhadap sekolah itu. 11
Bila kita perhatikan pengertian manajemen di atas maka dapatlah
disimpulkan bahwa manajemen merupakan sebuah proses pemanfaatan
semua sumber daya melalui bantuan orang lain dan bekerja sama
dengannya agar tujuan bersama bisa dicapai secara efektif, efisien, dan
produktif. Sedangkan Pendidikan Islam merupakan proses
transinternalisasi nilai-nilai islam kepada peserta didik sebagai bekal
untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di
akhirat.12
C. Analisis Manajemen Pendidikan Islam
dalam rangka untuk lebih mudah dalam memahami tentang
implementasi manajemen Pendidikan Islam, maka penulis berupaya
untuk memasuki muatan implementasi melalui fungsi-fungsi. Sehingga
implementasinya akan menjadi mudah diterakan. Manajemen
pendidikan islam tidaklah bisa terlepas dari fungsi manajemen secara
umum seperti yang dikemukakan Henry Fayol seorang industriawan
Prancis, dia mengatakan bahwa fungsi-fungsi manajemen itu adalah
merancang mengorganisasikan, memerintah, mengoordinasi, dan
mengendalikan. Gagasan Fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai
kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun
1950, dan terus berlangsung hingga sekarang.
Sementara itu Robbin dan Coulter mengatakan bahwa fungsi
dasar manajemen yang paling penting adalah merencanakan,
mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan, senada dengan itu
Mahdi bin Ibrahim (1997:61) menyatakan bahwa fungsi manajemen
atau tugas kepemimpinan dalam pelaksanaannya meliputi berbagai hal
yaitu: Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan 13
11 Ahmad Tafsir Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Rosdakarya, Bandung,
2005, hal. 90-95
12 Sondang P Siagian, Filsafah Administrasi, CV Masagung, Jakarta, 1990,
13 Mahdi bin Ibrahim, Amanah dalam Manajemen, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta,
1997
140
Nur Farida - Peran Manajemen Terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah/Madrasah
Untuk mempermudah pembahasan mengenai manajemen
pendidikan Islam dan implementasinya, maka akan mulai dengan fungsi
manajemen pendidikan Islam sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Robbin dan Coulter yaitu :
1. Fungsi Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah sebuah proses perdana ketika hendak
melakukan pekerjaan baik dalam bentuk pemikiran maupun
kerangka kerja agar tujuan yang hendak dicapai mendapatkan
hasil yang optimal. Demikian pula halnya dalam pendidikan Islam.
Sebab perencanaan pendidikan Islam akan berakibat sangat fatal
bagi keberlangsungan pendidikan Islam. Allah memberikan
arahan kepada setiap orang yang beriman untuk mendesain
sebuah rencana apa yang akan dilakukan di kemudian hari,
sebagaimana Firman Allah dalam AL-Qu’ran Surat Al-Hasyr: 18
ُ ‫َّللا َولت َن‬
َ‫َبير ِبما ت َع َملون‬
ٌ ‫َّللا خ‬
ٌ ‫ظر ن‬
َ َّ ‫َّللا ۚ ِإ َّن‬
َ َّ ‫َفس ما قَ َّد َمت ِلغَ ٍد ۖ َواتَّقُوا‬
َ َّ ‫يا أَيُّ َها الَّذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا‬
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada
Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa
yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat);
dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ketika menyusun sebuah perencanaan dalam pendidikan
Islam tidaklah dilakukan hanya untuk mencapai tujuan dunia
semata, tapi harus jauh lebih dari itu juga untuk mencapai target
kehidupan duniawi. Arahkanlah perencanaan itu juga untuk 14
mencapai target kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga keduaduanya bisa dicapai secara seimbang
Mahdi bin Ibrahim (1997:63) mengemukakan bahwa ada
lima perkara penting untuk diperhatikan demi keberhasilan
sebuah perencanaan, yaitu:
a. Ketelitian dan kejelasan dalam membentuk tujuan
b. Ketepatan waktu dengan tujuan yang hendak dicapai
c. Keterkaitan antara fase-fase operasional rencana dengan
penanggung jawab operasional, agar mereka mengetahui
fase-fase tersebut dengan tujuan yang hendak dicapai.
d. Perhatian terhadap aspek-aspek amaliah ditinjau dari sisi
penerimaan
masyarakat,
mempertimbangkan
perencanaan, kesesuaian perencanaan dengan tim yang
bertanggung jawab terhadap operasionalnya atau dengan
14
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalamulia, Jakarta, 2008.
141
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
mitra kerjanya, kemungkinan-kemungkinan yang bisa
dicapai, dan kesiapan perencanaan melakukan evaluasi
secara terus menerus dalam merealisasikan tujuan.
e. Kemampuan organisasi penanggung jawab operasional.
Ramayulis menyatakan bahwa pengertian yang sama
dengan hakikat manajemen adalah al-tadbir (pengaturan) Kata ini
merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang banyak
terdapat dalam Al-Qur’an seperti Firman Allah SWT:
َ‫لف َسنَ ٍة ِمما تَعُدون‬
ِ ‫مر ِمنَ الس‬
ُ ‫وم كانَ ِم‬
ٍ َ‫عر ُج إِلَي ِه في ي‬
ُ َ‫رض ث ُ َّم ي‬
ِ َ ‫َّماء إِلَى ال‬
َ َ ‫يُ َدبِ ُر ال‬
َ َ ‫قدارهُ أ‬
Artinya: Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian
(urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang
kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu
(Al-Sajdah: 05)
Dari isi kandungan ayat di atas dapatlah diketahui bahwa
Allah SWT adalah pengatur alam (manajer). Keteraturan alam
raya ini merupakan bukti kebesaran Allah SWT adalah dalam
mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan
Allah SWT telah dijadikan sebagai khalifah di bumi, maka dia
harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya
sebagaimana Allah mengatur alam raya ini. Sementara
manajemen menurut istilah ialah proses mengordinasikan
aktivitas-aktivitas kerja sehingga dapat selesai secara efisien dan
efektif melalui perencanaan , pengorganisasian, penempatan,
pengarahan dan pengontrolan sumber daya organisasi.
Pendidikan Nasional sedang mengalami berbagai perubahan
yang cukup mendasar, terutama berkaitan dengan UndangUndang
Sistem
Pendidikan
Nasional
(Undang-Undang
SISDIKNAS), manajemen dan kurikulum yang diikuti oleh
perubahan-perubahan teknis lainnya. Perubahan-perubahan
tersebut diharapkan dapat memecahkan berbagai permasalahan
pendidikan, baik masalah-masalah konvensional maupun
masalah-masalah yang muncul bersamaan dengan hadirnya ideide baru (masalah inovatif). Di samping itu, melalui perubahan
tersebut diharapkan terciptanya iklim yang kondusif bagi
peningkatan kualitas pendidikan dan pengembangan sumber
daya manusia untuk mempersiapkan bangsa Indonesia memasuki
era kesejagatan dalam kesemrawutan global.
Perubahan-perubahan di atas, menuntut berbagai tugas
yang harus dikerjakan oleh para tenaga kependidikan sesuai
dengan peran dan fungsinya masing-masing, melalui dari level
makro sampai pada level mikro, yakni tenaga kependidikan di
142
Nur Farida - Peran Manajemen Terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah/Madrasah
Madrasah. Dalam perspektif globalisasi, otonomi, daerah dan
desentralisasi pendidikan serta untuk menyukseskan tujuan
Pendidikan Nasional (TPN), kepala madrasah merupakan figur
sentral yang harus menjadi teladan bagi para tenaga
kependidikan lain di sebuah lembaga pendidikan. Oleh karena itu
untuk menunjang keberhasilan dalam perubahan-perubahan
yang dilakukan dan diharapkan perlu dipersiapkan kepala
madrasah profesional, yang mau dan mampu melakukan
perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi terhadap berbagai
kebijakan dan perubahan yang dilakukan secara efektif dan
efisien.
Kepala Madrasah sebagai pemegang komando di lembaga
madrasah, maka harus menguasai dan mampu mengambil
kebijaksanaan serta keputusan yang bersifat memperlancar dan
meningkatkan kualitas pendidikan. Secara langsung kepala
madrasah berhubungan erat terhadap proses belajar mengajar,
dalam prosesnya kepala madrasah harus bisa berinteraksi dengan
baik terhadap guru-guru dan kepada siswa.
Penguasaan bidang manajemen adalah suatu kunci sukses
dalam mengemban suatu jabatan pemimpin. Manajemen tidak
hanya di jumpai di perusahaan atau instansi tertentu, melainkan
juga di lembaga sekolah atau madrasah. Manajemen juga sangat
besar peranannya, terutama untuk menyusun program atau
mengambil keputusan yang harus diterapkan dalam
kelangsungan proses belajar mengajar dan menentukan langkahlangkah dalam meningkatkan mutu pendidikan, baik yang
menyangkut dengan administrasi, supervisi, maupun tugas dan
keperluan lain.
Hubungan kepala madrasah dengan guru-guru, Siswa,
komite, dan warga madrasah harus baik, tanggung jawab harus
didasari dengan kejujuran, kesetiaan, keikhlasan, dan kerja sama.
Jika diibaratkan dalam satu keluarga maka hubungan antara
kepala madrasah dengan guru-guru lainya ibarat hubungan satu
saudara dengan lainnya. Dan Hubungan kepala madrasah dengan
siswa harus seperti hubungan ayah dengan anaknya. Madrasah
yang efektif senantiasa berkomunikasi secara efektif, baik ke
dalam maupun keluar, guru-guru berbagi pengalaman dan
gagasan, berdiskusi berbagi masalah baik secara formal maupun
informal. Kepala madrasah, guru dan staf masyarakat madrasah
selalu memiliki hubungan yang erat dengan orang tua dan
masyarakat luas.15
15
Ninda Arti, “Manajemen Kepala Sekolah. “ www.ssep.net/direktor.htm
143
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Manajemen di madrasah hampir sama dengan lembaga
ataupun instansi yang lain, karena pada prinsipnya adalah
memimpin dan mengarahkan staf atau bawahannya agar dapat
menjalankan tugasnya yang berdaya guna dan berhasil guna. Di
lembaga madrasah manajemen yang harus dilaksanakan harus
bersifat sosial adapun memperhatikan faktor psikologis, karena
yang dihadapi adalah sejumlah individu yang terdiri dari latar
belakang yang berbeda, baik ditinjau dari latar belakang ekonomi
maupun lingkungan sosial.
Kepala madrasah sebagai pemimpin, maka harus
berhadapan dengan guru, siswa, dan sejumlah elemen
masyarakat yang notabenenya berbeda-beda. Perbedaanperbedaan itu tidak menjadikan ukuran, hanya saja kepala
madrasah harus bisa mengambil sikap yang positif dalam
menyikapi hal tersebut. Semua bentuk kegiatan yang
dilaksanakan kepala madrasah merupakan manajemen. Karena
manajemen sebagai salah satu tugas penting bagi setiap
pemimpin. 16 Maka ada beberapa unsur yang terdapat dalam
manajemen Yaitu :
a. Unsur Kepemimpinan.
b. Unsur pengaturan.
c. Unsur Menjamin kelancaran.
d. Unsur Mencapai tujuan.
e. Unsur pengorbanan.
Kelima unsur di atas sebagai pengertian dari manajemen
adalah bagian-bagian dari tugas yang harus dilaksanakan dengan
tanggung jawab. Manajemen pendidikan juga dapat di artikan
segala sesuatu yang harus dilaksanakan dengan tanggung jawab.
Manajemen pendidikan juga dapat diartikan segala sesuatu yang
berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk
mencapai tujuan yang telah di tetapkan, baik tujuan jangka
pendek, menengah, maupun jangka panjang.17 Dari ungkapan di
atas dapat diambil suatu pengertian bahwa manajemen atau
pengelolaan merupakan komponen integral dan tidak dapat
dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Alasannya
tanpa manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan dapat
diwujudkan secara optimal, efektif, dan efisien. Konsep tersebut
berlaku di sekolah yang memerlukan manajemen yang efektif dan
efisien. Sedangkan dalam tugas memimpin dan mengatur
menuntut adanya tanggung jawab, sehingga terjamin kelancaran
Tim penyusun Kamus pembinaan dan pengembangan bahasa, Kamus Bahasa
Indonesia, Jakarta, 1999 Cet. Ke-9, hal 747.5
17 Ninda Arti, Manajemen
16
144
Nur Farida - Peran Manajemen Terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah/Madrasah
program kegiatan yang dilaksanakan, demikian juga dalam tugas
memimpin harus ada pengorbanan baik dalam bentuk moril
demikian juga materiil. Apabila semua unsur-unsur telah
dilaksanakan dengan sendirinya, apa tujuan yang telah
diprogramkan akan mudah tercapai. Apabila dengan muncul
program pemerintah manajemen berbasis sekolah (MBS) yang
merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai
unggulan masyarakat bangsa dalam ilmu teknologi. Tujuannya
utamanya adalah meningkatkan efisien, mutu, dan pemerataan
pendidikan
Dalam kaitannya MBS menuntut dukungan tenaga kerja
yang terampil dan berkualitas agar dapat membangkitkan
motivasi kerja yang terampil dan berkualitas agar dapat
membangkitkan motivasi kerja yang
lebih produktif dan
memperdayakan otoritas daerah setempat. Dan semua itu
diberikan kewenangan kepada kepala sekolah selaku pemimpin
dalam sekolah. Dalam kaitan ini sebagai modal utama bagi
kegiatan manajemen ialah kemampuan manusianya, yaitu
terbentuknya sumber daya manusia yang baik dan terarah.
Antara manajemen sumber daya manusia dengan personil
manajemen terdapat dalam ruang lingkup dan tingkatannya.
Manajemen sumber daya manusia baik yang berada dalam
hubungan kerja maupun yang berusaha sendiri Personal
manajemen mencakup sumber daya manusia yang berada dalam
perusahaan-perusahaan modern yang dikenal dengan sector
formal.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa manajemen tidak
terlepas dari sumber daya manusia, karena manajemen
berlangsung di dalam organisasi manusia, Jelaslah apabila orangorang yang bergabung dalam organisasi tidak dimenej atau
dipimpin secara baik, mereka akan kurang berkembang dalam
melaksanakan tugas-tugas tertentu atau mungkin saja mengalami
kesulitan dan problem-problem lainnya. Maka sejumlah manusia
yang mau diarahkan dan dikembangkan secara optimal, sehingga
sumber daya yang mereka miliki dapat berfungsi secara terarah
dan optimal. Manajemen sering disejajarkan dengan pengertian
kepemimpinan.
Pada dasarnya manajemen belum bisa dikatakan sebagai
teori, karena teori harus terdiri dari konsep-konsep yang secara
sistematis dapat menjelaskan dan meramal apa yang akan terjadi
dan membuktikan ramalan itu dengan penelitian. Setelah
dipelajari beberapa zaman, manajemen telah memenuhi
persyaratan sebagai bidang ilmu pengetahuan yang secara
145
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
sistimatis berusaha memahami mengapa dan bagaimana orangorang yang bekerja sama. manajemen memiliki syarat sebagai
ilmu pengetahuan karena memiliki serangkaian teori, miskipun
teori-teori itu masih terlalu umum dan subyektif. Selanjutnya
dikatakan bahwa perjalanan suatu ilmu, teori-teori manajemen
yang ada diuji dengan pengalaman. Tahun 1500 Machiaveli
membuat pedoman pemanfaatan kekuasaan. Tahun 1776 Adam
Smith menyatakan bahwa pembagian kerja merupakan titik kunci
badan usaha. Kemudian 1841-1925 Henry Fayol mengemukakan
pentingnya administrasi, Follet (1868-1933) dengan prilaku
dinamikanya, Mac Weber dengan birokrasinya.
Menurut Gulick manajemen menjadi suatu ilmu, jika teoriteorinya mampu menuntun manajer dengan memberi kejelasan
bahwa apa yang harus dilakukan pada situasi tertentu dan
memungkinkan mereka meramalkan dari akibat-akibat dari
tindakannya. Pada masa yang akan datang ada kemungkinan
bidang manajemen akan lebih banyak merupakan seni dari pada
ilmu. Semakin banyak belajar tentang manajemen, dalam banyak
hal maka akan memperoleh informasi tentang seperangkat
tindakan. Demikian pula dalam hal hubungan antar manusia,
struktur sosial, dan organisasi menurut seorang manajer atau
pemimpin untuk memahami ilmu tentang prilaku yang mendasari
tentang manajemen. Akan tetapi sebelum pengetahuan itu
dikuasai, manajer harus tergantung pada intuisinya sendiri dan
melakukan penilaian sendiri. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa hanya aspek manajemen telah menjadi ilmiah, tetapi
masih banyak unsur-unsur manajemen yang tetap merupakan
kiat bagi seorang manajer.
Kerja sama atau profesi adalah suatu pekerjaan yang
menuntut persyaratan tertentu, persyaratan suatu pekerjaan
menghendaki berbagai kompetensi sebagai keahlian khusus,
diakui dan dihargai oleh masyarakat dan memiliki kode etik.
Demikian halnya manajemen sebagai proses kerja sama atau
profesi dituntut persyaratan tertentu. Seseorang yang profesional
menurut Arobert L. Katz harus memiliki kemampuan atau
kompetensi : Konseptual Sosial dan teknikal. Kemampuan konsep
adalah kemampuan konsep adalah kemampuan mempersepsi
organisasi sebagai suatu sistem, memahami perubahan pada
setiap bagian yang berpengaruh terhadap keseluruhan organisasi,
kemampuan ini diperlukan agar menejer dapat bekerja sama dan
dapat memimpin kelompoknya dengan memahami setiap anggota
kelompoknya. Sedangkan kemampuan teknik adalah kemampuan
146
Nur Farida - Peran Manajemen Terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah/Madrasah
menggunakan alat prosedur dan teknik bidang khusus, misalnya
teknik penyusunan program anggaran.
Seorang manajer profesional sangat dibutuhkan masyarakat
dan pemerintahan karena prestasinya sehingga atas dasar
prestasinya itu ia dibayar sebagai dasar penghargaan dan
pengakuan terhadap eksistensinya. Demikian pula dengan
manajemen profesional memerlukan kode etik untuk ditaati.
Kode etik itu untuk dimaksudkan untuk melindungi masyarakat
yang dilayani dan melindungi anggota atas perlakuan dari luar
yang merugikan atau mengganggu. Menurut Schien, banyak
indikator yang menunjukkan bahwa manajemen sedang bergerak
ke arah peningkatan yang profesionalisme, baik dalam dunia
bisnis maupun dunia organisasi. Implikasi dari peningkatan ini
semakin perlu peningkatan suatu program pengembangan suatu
program sebagai sokoguru profesionalisme. Dan menurut Stoner,
persyaratan lainnya adalah komitmen dan dedikasi yang
menghubungkan kehidupan dan pekerjaan. 18
Dari berbagai macam sumber daya pendidikan di sekolah,
yang paling penting adalah sumber daya manusia. Dapat
dibayangkan, suatu sekolah yang memiliki sarana dan sarana
memadai, tersedia dana yang cukup, namun tanpa didukung oleh
sumber daya manusia (SDM) yang professional itu tidak ada
artinya, karena sumber daya manusia di sekolah harus senantiasa
dilakukan.
Kita tahu bahwa sumber daya manusia di sekolah harus
senantiasa dilakukan. Di sekolah ada guru dan non guru, namun
di antara sumber daya manusia di sekolah ada guru dan non guru,
namun diantara sumber daya manusia di sekolah tersebut, guru
merupakan sumber daya sekolah yang utama dan potensial untuk
menciptakan lulusan (output) yang berkualitas. Karena itu,
peningkatan kompetensi guru harus dilakukan secara terus
menerus, dan dalam hal ini, kepala sekolah selaku pimpinan
berkewajiban untuk melakukannya.
Kepala sekolah perlu memahami proses-proses psikologikal
apabila berkeinginan berhasil dalam membina sumber daya
manusia sekolahnya dalam upaya mencapai tujuan sekolah. Itulah
sebabnya kepala sekolah harus memahami teori-teori motivasi
yang selanjutnya diimplementasikan kedalam pelaksanaan
kepemimpinannya. Proses memotivasi yang selanjutnya
diimplementasikan ke dalam pelaksanaan kepemimpinannya.
Proses memotivasi dalam kepemimpinan tersebut dinamakan
Abdul Kholiq, MT Manajemen Madrasah dan Pembinaan Santri, PT. LkIS
Yogyakarta, 2011, hal. 57-61
18
147
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
pemotivasian. Mengapa motivasi demikian penting dalam
kepemimpinan kepala sekolah?, karena motivasi berkaitan erat
dengan perubahan prilaku seseorang, dari yang belum baik
menjadi lebih baik, dari yang kurang bersemangat menjadi lebih
semangat dan berkualitas.
Ada berbagai teori motivasi dari negeri Barat yang dapat
dijadikan rujukan seperti Crider, Maslow, Alderfer, McClelland,
McGroger, dan lain-lain. Di Indonesia yang mempunyai budaya
sendiri terdapat teori motifasi yang begitu arif yang dilahirkan
oleh Ki Hajar Dewantara. Bila kepala sekolah selaku pimpinan
organisasi di sekolah dapat menerapkan teori motivasi Kihajar
Dewantara, niscaya SDM sekolahnya akan termotifasi dengan
sendirinya.
Meskipun demikian, bukan berarti teori motivasi dari
Maslow dan lain-lain itu tidak bermanfaat. Teori motivasi dari
Barat merupakan pelengkap dari teori motivasi Ki Hajar
dewantara. Paduan antara keduanya tentu dapat melahirkan
teknik motivasi yang hebat. Schermerhom menjelaskan bahwa
motivasi untuk bekerja merupakan istilah yang digunakan dalam
bidang prilaku organisasi (Organization Behavior + OB), guna
menerangkan kekuatan-kekuatan yang terdapat pada diri seorang
individu, yang menjadi penyebab timbulnya tingkat, arah, dan
persistensi upaya yang dilaksanakan dalam bekerja
Penjelasan tersebut bisa dimaknakan, bahwa motivasi
merupakan kekuatan pada diri seseorang atau individu yang
menjadi penyebab timbulnya gairah untuk melakukan sesuatu.
Crider (1983: 118), menyebutkan bahwa motivation can
defined as the desirest that arause or activate an organismand
direct it a specific goals.
Moslow mencetuskan teori motivasi yang diwujudkan
dalam bentuk “herarki kebutuhan manusia”, yang terdiri dari atas
kebutuhan fisiologis, keamanan, social, penghargaan/prestise,
aktualisasi diri (physiological, safety, social, esteem and self
actualization needs) (Koontz, 1984: 482). Kebutuhan fisiologis
adalah kebutuhan untuk mempertahankan hidup, misalnya
kebutuhan keamanan atau rasa aman mencakup keamanan fisik
maupun psikis, misalnya tidak ada perasaan takut terhadap
sesama bawahan maupun terhadap atasan, ada suasana yang
menggairahkan untuk bekerja, kebebasan mengeluarkan
pendapat, dan lain-lain. Kebutuhan sosial dalam manifestasinya
antara lain diterima lingkungannya, memperoleh kesempatan
untuk maju, dan lain-lain. Kebutuhan/prestise biasanya
diwujudkan dalam bentuk ruang kerja yang bagus, ada fasilitas
148
Nur Farida - Peran Manajemen Terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah/Madrasah
kerja yang memadai, dan lain-lain. Adapun kebutuhan aktualisasi
diri adalah kebutuhan untuk mewujudkan dirinya agar seluruh
potensi yang dimilikinya menjadi kenyataan, misalnya
memperoleh kedudukan yang layak, berkesempatan untuk
mengikuti seminar, dan bentuk-bentuk pengembangan diri yang
lain.
Menurut McClelland, Kekuasaan, afiliasi, dan prestasi
(power, affiliation, and achievementa0 merupakan motivasi yang
kuat pada setiap individu. Makna dari teori ini adalah sebagai
berikut:
1. Need for Power
Need For Power adalah orang yang mempunyai
motivasi kekuasaan yang tinggi. Ada dua macam motivasi
kekuasaan tersebut, yaitu:
a. Kekuasaan menurut selera tertentu, dengan ciri-ciri:
membesar-mbesarkan diri, meremehkan pengikut, dan
memperlakukan bawahan sebagai p[ion atau sebagai
budak.
b. Kekuasaan yang disosialisasikan, dengan ciri-ciri:
digunakan demi kepentingan pengikut, merumuskan
tujuan yang menguntungkan kelompok, mengilhami
kelompok untuk menyelesaikan permasalahan kecil
demi kebaikan, berkonsultasi dengan bawahan dan
mencari Cara yang paling baik untuk mencapai tujuan
dan evaluasi, serta bekerja sebagai katalisator.
c. Secara individual, orang yang motivasinya kekuasaannya
tinggi mempunyai ciri-ciri: berbicara lancar, keras kepala,
penuh tuntutan, senang mengajar dan berbicara di depan
publik.
Dengan merujuk pada teori-teori motivasi para ahli, asumsi
dasar yang melandasi motivasi, dan karakteristik orang
berprestasi tinggi sebagaimana disampaikan di atas, oleh kepala
sekolah dapat memilih teori motivasi mana yang dapat digunakan
untuk memotivasi SDM di sekolahnya, apakah akan memilih teori
McClelland ataukah McGregor dengan teori X dan Y-nya, tentunya
tergantung dari kondisi dan situasi SDM di sekolahnya, dan citacita yang akan diraih oleh sekolah. Namun sekali lagi bahwa
motivasi dan motivasian ini sangat penting dan harus di lakukan
oleh kepala sekolah, karena pada hakikatnya motivasi dan
pemotivasian merupakan upaya-upaya menggerakkan SDM
149
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
sekolah untuk meningkatkan kompetensi, profesionalisme dan
kinerja SDM sekolah sehingga cita-cita sekolah dapat terwujud.19
Persyaratan-persyaratan di atas adalah sikap yang mampu
mempermudah kegiatan manajemen, sehingga fungsinya dapat
dirasakan oleh semua personil. Di sekolah fungsi manajemen
sangat besar sekali karena di sekolah banyak aspek yang harus
digerakkan, fungsi terpenting bagi seorang yang menduduki
posisi pemimpin di dalam suatu kelompok ialah hak uang
diperolehnya karena menduduki sebuah jabatan. Yang memegang
menduduki jabatan sebagai pelaksana manajemen di sekolah
ialah kepala sekolah. Tidak terbatas hanya di perusahaan atau
proyek-proyek tertentu manajemen dapat berfungsi. Apabila
setiap organisasi telah mempunyai struktur masalah yang baru,
yaitu bagaimana menjalankan atau mengoperasikan program
tersebut. Ini adalah sebagai fungsi utama dari seorang manajer.
Dalam kaitannya dengan fungsi manajemen sekolah tidak terlepas
dari upaya menciptakan suasana yang mendukung dari semua
unsur atau aspek yang berkaitan dengan kelangsungan
pendidikan di sekolah.
Perlu dilihat unsur-unsur apa saja yang ada di sekolah, yang
tergolong unsur pokok.
1. Peserta didik
2. Pendidik
3. Tujuan Pendidikan
4. Alat-alat pendukung
5. Lingkungan
Sedangkan apabila ditinjau secara terperinci maka unsur
tersebut menjadi sangat luas. Semakin luas unsur tersebut
semakin besar pula fungsi manajemen di sekolah. Apabila dilihat
dari unsur pertama, yaitu peserta didik maka fungsi utama dari
manajemen ialah memberikan arah dan jalan kepada anak didik
agar siap dan mampu mengikuti kegiatan pendidikan di sekolah
tersebut. Demikian juga terhadap unsur kedua yaitu mampu
menciptakan suasana akrab, kerja sama dan saling pengertian
antara pimpinan sekolah dengan guru-guru. Ini apabila dikaitkan
kepada pandangan Islam, banyak sekali teori dan dalil yang
menganjurkan agar seorang pemimpin mampu bekerja sama dan
menjalankan suasana akrab dengan semua anggotanya.
Dalam kehidupan masyarakat, khususnya yang tergabung
dalam suatu lembaga, katakanlah lembaga pendidikan baik
Dr. H. Abdul Choliq, MT., MA Kunci Sukses Kepemimpinan Pendidikan Melalui
Peningkatan Manajemen Sumber Daya Manusia, Trust Media, Yogyakarta 2011 hal 7382
19
150
Nur Farida - Peran Manajemen Terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah/Madrasah
sekolah maupun madrasah maka setiap personil harus mampu
menciptakan suasana kekeluargaan, khususnya pimpinan sebagai
penggerak utama dari roda pendidikan di satuan pendidikan,
maka dia harus menjalin persaudaraan dengan semua
bawahannya, termasuk pegawai, guru-guru dan para siswa.
Karena melalui kekeluargaan ini akan melahirkan saling kerja
sama saling mengisi dan melengkapi untuk mencapai tujuan
secara mudah 20
Hal yang paling penting dalam implementasi manajemen
madrasah adalah manajemen terhadap komponen-komponen
madrasah itu sendiri. Setidaknya terdapat tujuh komponen
madrasah yang harus dikelola dengan baik, yaitu kurikulum dan
program pengajaran, tenaga kependidikan, kesiswaan, keuangan
sarana dan prasarana pendidikan, pengelolaan hubungan sekolah
dan masyarakat, serta manajemen pelayanan khusus lembaga
pendidikan meliputi:
a. Pentingnya kurikulum bagi kemajuan madrasah adalah
rencana program pengajaran atau pendidikan yang akan
diberikan kepada anak didik untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Ibarat orang yang akan
membangun rumah, kurikulum adalah ‘blue print’ atau
gambar cetak birunya. Kurikulum atau program pendidikan
inilah yang sebenarnya ditawarkan atau ‘dijual’ oleh suatu
lembaga pendidikan kepada masyarakat.
b. Pendidikan Sebagai Suatu Sistem untuk memudahkan
pemahaman mengenai pengembangan kurikulum di
madrasah, ada baiknya kita memandang proses pendidikan
sebagai suatu Sistem. Inilah sering disebut sebagai ‘
pendekatan sistem dalam pendidikan’. Di Indonesia,
pendekatan sistem dilakukan sejak tahun 1975 ketika
diperkenalkan
Prosedur
Pengembangan
Sistem
Instruksional (PPSI)
c. Aspek kurikulum yang perlu dikembangkan untuk
menentukan aspek kurikulum mana yang perlu
dikembangkan, kita perlu tau terlebih dahulu apa tujuan dan
pengembangan kurikulum itu. Bahwa tujuan pengembangan
kurikulum adalah untuk menghasilkan lulusan yang lebih
berkualitas agar, dengan demikian, minat masyarakat untuk
menyekolahkan anaknya ke madrasah kita semakin
meningkat.
20
Ninda Arti, Manajemen
151
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
d. Pentingnya visi madrasah dalam pengembangan kurikulum
berdasarkan pemahaman sistem ini, maka, untuk
mengembangkan kurikulum, kepala madrasah harus terlebih
dahulu menetapkan sasaran apa yang ingin dicapai oleh
madrasah. Karena tujuan suatu proses pendidikan adalah
untuk menghasilkan lulusan dengan kualitas
e. tertentu, maka yang harus ditetapkan terlebih dulu adalah
kualitas yang bagaimana ia inginkan dimiliki oleh lulusannya
itu.
D. SIMPULAN
Dalam upaya membaca persoalan-persoalan yang dihadapi oleh
para pimpinan/kepala madrasah dan semua pihak yang bertanggung
jawab dengan pendidikan di Indonesia pada umumnya dan madrasah
ibtidaiyah pada khususnya, dengan pembenaran manajemen dan mutu
pendidikan sebagai bentuk penyikapan yang dapat dilakukan. Karena
kondisi adalah hal yang dapat direncanakan dan diciptakan walaupun
tidak secara mutlak, maka kepada semua pihak yang berkompeten
dalam meningkatkan mutu sekolah atau dunia pendidikan yang meliputi
pemerintah Indonesia, kepala sekolah, dewan guru, pengurus, komite
sekolah, wali murit, masyarakat.
Bahwa peningkatan mutu pendidikan bukanlah hal yang mudah,
dan serta-merta terjadi tanpa memerlukan banyak upaya dan
pengorbanan, akan tetapi merupakan hasil kerjasama yang baik dan
maksimal dari berbagai pihak dalam sebuah tatanan sistem manajemen.
Sehingga semua bisa berjalan berdampingan dalam mewujudkan misi
dan visi bersama.
Dedikasi, loyalitas dan etos kerja harus dijadikan teman yang baik
dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya, dan teruslah berkembang
secara dinamis yang pada akhirnya mampu membawa lembaga
pendidikan sebagai sarana dan tempat untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa seperti yang dicita-citakan oleh semua Warga Negara Indonesia
(WNI)
Pengambilan keputusan yang baik harus dilakukan dengan cepat
dan tepat, hal itu akan terwujud jika seorang pemimpin mengetahui
beberapa teknik dalam pembuatan keputusan. Identifikasi masalah
pencarian alternatif penyelesaian masalah, dan pemilihan keputusan,
selain bertujuan untuk meningkatkan efisien dan efektivitas kerja
organisasi. Manajemen Pendidikan Islam dalam implementasinya di
lembaga Pendidikan Islam (Madrasah) sebagai upaya untuk membangun
sistem atau keadaan yang lebih baik, rapi efisien dan seterusnya, dalam
dunia pendidikan di pesantren/madrasah, dengan serangkaian planning,
organizing, leading dan Controlling dan tindakan (tawayyun bain lisan al152
Nur Farida - Peran Manajemen Terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah/Madrasah
maqal wa lisan al-hal) serta memberikan keteladanan praktis (qudwatun
bain lisan al-maqal wa lisan al-hal) kata kunci “ikhlas”. Tanpa
keteladanan dan keikhlasan, kecanggihan teori-teori manajemen dan
keahlian manajerial kiranya hanya akan menjadi mitos-mitos atau
idiologi-idiologi baru yang dipaksakan dari atas (top-down). Pendidikan
yang didasari oleh nilai keikhlasan ini akhirnya akan menentukan dan
membentuk akhlak atau karakter (character asset dan building) para
santri anak-anak kita yang semuanya merupakan asset dan kader-kader
yang telah tersebar di berbagai tempat.
153
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Choliq, Kunci Sukses Kepemimpinan Pendidikan Melalui
Peningkatan Manajemen Sumber Daya Manusia, Trust Media,
Yogyakarta, 2011.
Abdul Kholiq, Manajemen Madrasah dan Pembinaan Santri, PT. LKiS
Yogyakarta, 2011.
Ahmad Tafsir Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Rosdakarya,
Bandung, 2005.
Anik Ghufron, Makalah Seminar Regional “ Peranan Teknologi
Pembelajaran dalam Meningkatkan Kualitas
Pendidikan” di
Kampus UNSIQ Jateng Wonosobo, 10 Mei 2006.(Dosen FIP PPs
UNY)
Jerome S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2005.
M. Surya, dkk., Kapita Selekta Pendidikan SD, Pusat Penerbit UT, 2003
Mahdi bin Ibrahim, Amanah dalam Manajemen, Pustaka Al-Kautsar,
Jakarta, 1997.
Ninda Arti, “Manajemen Kepala Sekolah. “ www.ssep.net/direktor.htm
Pidarta, Made, Manajemen Pendidikan Indonesia, Bina Aksara, 1988
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2008
Sondang P Siagian, Filsafah Administrasi, CV Masagung, Jakarta, 1990,
Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah Dari unit Birokrasi ke
Lembaga Akademik, Ditbinlitabmas Ditjen Dikti, Depdiknas,
Bengkulu.
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1999, Cet. Ke-9.
154
MODEL PENGELOLAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA BERBASIS
KEARIFAN LOKAL DI KABUPATEN WONOSOBO 1
H. Zaenal Sukawi 2
Dosen UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo
Abstrak
Pada dasarnya semua agama itu mengajarkan dan mencintai
kerukunan serta perdamaian antar umat beragama, menghormati dan
menghargai kemanusiaan, serta melakukan hubungan harmonis dengan
semua makhluk Tuhan, meskipun berbeda etnik dan latar belakangnya.
Sedang Kearifan lokal terdiri dari dua kata yaitu : kearifan (wisdom) atau
kebijaksanaan dan lokal (local) atau setempat, kearifan lokal (local
wisdom) yang juga disebut dengan local knowledge atau seperangkat
pengetahuan yang bisa terdiri dari nilai-nilai agama, budaya, peradaban,
dan mitologi yang berkembang dan hidup dalam masyarakat sampai
sekarang. Acuan atau dalil kearifan lokal bisa juga termanifestasikan
kedalam bentuk yang amat beragam seperti gogon tuhon, pepatah,
peribahasa, kisah pendek padat makna, dan sebagai pengetahuan lokal
lainnya.
Wonosobo sebagai kabupaten yang mempunyai keberagaman
dalam beragama terkenal dengan kerukunannya.
Hal ini salah satunya karena kaerifan localnya yang terkelola
dengan model-model yang baik sehingga kerukunan umat Bergama
berjalan dengan baik.
Kata kunci : Kerukunan, kearifan lokal
Abstract
Basically all that religion teaches and love harmony and peace
between religion honor and respect humanity, and do the harmonic
relations with all the lord although different and ethnic background. And
local knowledge consisting of two words that is: the or wisdom and
local local knowledge ( local wisdom ) also called by local knowledge or
set of knowledge could consist of religion, culture, of and mythology that
1.
Hasil Kajian penulis tentang Wonosobo, yang kemudian
Artikelnya
disampaikan dalam acara Workshop Peningkatan Kerukunan Umat Beragama Berbasis
Kearifan Lokal, Kerjasama Universitas Sains Al Qur’an (UNSIQ) Jawa Tengah di
Wonosobo dengan PUSLITBANG PENDIDIKAN AGAMA DAN KEADAMAAN BALITBANG
DIKLAT Kementerian Agama Republik Indonesia tanggal 25-26 Nopember 2015.
2. Penulis adalah Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten
Wonosobo dan sekaligus sebagai Wakil Rektor 1 Universitas Sains Al Qur’an (UNSIQ)
Jawa Tengah di Wonosobo.
155
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
develops and live in a society until now. Nontechnical a postulate local
knowledge can also termanifestasikan into the form of a very diverse as
gogon tuhon, the saying, proverb; little story solid meaning, and as
knowledge other local.
Wonosobo as districts have the diversity in religious famousWith
kerukunannya.This is because kaerifan localnya who terkelola with
models that good that harmony nation bergama going well.
Keyword: concord; local knowledge
A. Latar Belakang
Kerukunan umat beragama adalah suatu dinamika yang
selalu bergerak, berobah, dan berkembang tiada henti sepanjang
masa. Pergerakan, perobahan,
dan perkembangan tersebut
mengikuti jalur linier, sirkuler, dan dialektis kearah yang lebih baik,
positif dan produktif; disisi lain bisa jadi plugtuatif yang cenderung
negatif, kroudit, dan kebuntuan yang dapat mengancam sendi-sendi
kehidupan manusia. Oleh karena itu diperlukan kewaspadaan,
kepedulian, pengawalan dan usaha semua pihak untuk dapat
bersama-sama mengelola, menjaga, memelihara, dan meningkatkan
kerukunan umat beragama. Sehingga dengan kerukunan umat
beragama keamanan bisa diwujudkan, harmonisasi sosial dapat
direalisasikan, dan pembangunan akan dapat dijalankan dengan
sebaik-baiknya dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
Pada dasarnya semua agama itu mengajarkan dan mencintai
kerukunan serta perdamaian antar umat beragama, menghormati
dan menghargai kemanusiaan, serta melakukan hubungan harmonis
dengan semua makhluk Tuhan, meskipun berbeda etnik dan latar
belakangnya. Sejalan dengan ini menarik untuk disimak stetemen
Han Kung bahwa kerukunan dan perdamaian dunia tidak akan dapat
diwujudkan tanpa adanya kerukunan dan perdamaian antar agama.
3 Hal penting yang perlu mendapatkan perhatian semua pihak
adalah bagaimana pemahaman, penghayatan dan pengamalan
agama bagi para pemeluknya selalu ditingkatkan. Dengan demikian
akan dapat merealisasikan hipotesis bahwa semakin dalam kualitas
pemahaman agama seseorang, akan semakin baik ibadah dan
kehidupan sosalnya.
Agama telah memiliki posisi penting dan strategis dalam
menginspirasi, memotivasi dan mengarahkan pada pemeluknya
untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam
3.
Hans Kung dan Karl-Josef Kuschel, A Global Ethic – The Declaration of the
Parlemen of the World’s, Terj. (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 148.
156
H. Zaenal Sukawi - Model Pengelolaan Kerukunan Umat Beragama Berbasis
Kearifan Lokal di Kabupaten Wonosobo
kehidupan dengan baik, benar dan indah. Dalam hal ini juga perlu
adanya optimalisasi fungsi agama dalam kehidupan. Sebagaimana
dimaklumi bahwa agama memiliki beberapa fungsi antara lain
adalah : Sebagai perekat sosial bagi para pemeluknya, memberikan
nilai/makna dalam kehidupan, dukungan psikologis dan spiritual,
kontrol sosial melalui ajaran, nilai-nilai dan hukum, harapan
kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Karena implementasi
perkembangan agama itu ada dalam masyarakat, sementara setiap
masyarakat memiliki identitas, sejarah dan latar belakang yang
berbeda-beda, maka dalam meningkatkan kerukunan antar umat
beragama dan harmonisasi sosial perlu memperhatikan kearifan
lokal (local wisdom) yang ada pada masyarakatnya.
Kemudian kaitannya dengan kondisi kerukunan umat
beragama Kabupaten Wonosobo yang dikenal aman, damai,
harmonis, dan religius semakin membaik dari tahun ketahun.
Kondisi keagamaan dan keberagamaan Wonosobo yang semakin
kondusif ini tidak terjadi tanpa adanya komitmen dan integritas
semua pihak. Sehingga
disaat daerah-daerah lain kelompok
minoritas mendapatkan tekanan, ancaman, permusuhan dan bahkan
pengusiran justru kelompok minoritas di Wonosobo menjadi
semakin nyaman, harmonis, saling menghormati dan menyangi. Hal
ini perlu kajian mendalam apakah karena kedewasaan masyarakat
Wonosobo lebih baik, atau karena implementasi agama sebagai
sumber kedamaian dan kasih sayang telah diamalkan, atau juga
karena adanya penguatan reformulasi kearifan lokal yang ada di
Wonosobo. Atas dasar pemikiran dan renungan tersebut, maka
penulisan makalah dengan judul ”Mengelola Kerukunan Umat
Beragama Berbasis Kearifan Lokal” menjadi sangat penting dan
strategis, agar dapat dijadikan sebagai inspirasi pengelolaan dan
penyelenggaraan kehidupan beragama di Indonbesia.
B. Seputar Tentang Wonosobo
Wonosobo dengan berbagai keunikan yang dimilikinya
menjadi daya tarik masyarakat Indonesia maupun manca Negara,
baik karena kondisi alamnya, budaya yang ditinggalkan, situs-situs
dan juga keramahan penduduknya. Kabupaten Wonosobo
merupakan salah satu dari Kabupaten/Kota di Jawa Tengan yang
secara geografis terletak pada 7”.43’.13” dan 7”.04’.40”. garis lintang
selatan (LS) serta 109”.43’.16” dan 110”.04” garis bujur timur (BT),
dengan luas 98.468 ha (984.68 km) atau 3.03 % luas Jawa Tengah. 4
4.
Negeri Di Atas Awan – Country in the Clouds, Profil Potensi Ekonomi dan
Investasi Daerah Kabupaten Wonosobo, 2015, hlm. 8.
157
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Wonosobo memiliki iklim sub tropis dengan curah hujannya lebih
tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang berada di
dataran rendah. Keunikan Wonosobo ini semakin menguat setelah
dilakukan kajian dan penelitian prasasti-prasasti yang ada, dimana
Wonosobo khususnya Dieng telah berkembang menjadi wanuawanua atau menjadi daerah sima (swatantra/swapraja) jauh
sebelum abad ke vii. Dalam hal ini Wonosobo dengan pegunungan
Dieng nya dikenal sebagai “Pingkalingganing Buwana” (menjadi
pusatnya dunia) yang dipindahkan oleh Sang Hyang Jagadnata dari
pegunungan Himalaya India ke pegunungan Dieng Wonosobo. 5
Dengan keunikan tersebut diatas, maka Wonosobo dimaknai
secara etimologis berasal dari dua suku kata yaitu wanua dan seba,
wanua artinya komunitas atau desa dan seba artinya sidang
menghadap (raja). Kata seba dalam bahasa Kawi saba yang artinya
purug (datang), pasamuan (perjamuan), panggenan (tempat). Oleh
karena itu Wonosobo secara istilah dimaknai sebagai mendatangi
tempat-tempat, komunitas atau desa. Disi lain juga ada pandangan
bahwa Wonosobo diambil dari nama tokoh yang berperan disuatu
daerah yang bernama Ki Gede Wonosobo. Kemudian terdapat
sumber lain yang menjelaskan bahwa Wonosobo diambil dari
sebuah dusun di Selomerto, berdasarkan sebuah tulisan yang
berjudul “Dari Selomerto ke Wonosobo”.
Hal lain yang lebih penting tentang sejarah Wonosobo
tersebut adalah bahwa Wonosobo sebagai cikal bakal lahir dan
berkembangnya kerajaan-kerajaan besar di tanah Jawa dan
Nusantara. Pernyataan ini dapat ditelisik melalui wangsa-wangsa
Jawa yang bermula dari Kerajaan Holing atau Kalingga kemudian
melahirkan tokoh legendaris Ratu Sima. Wangsa Kalingga baik
wangsa Sanjaya, Syaelendra menjadi cikal bakal dan leluhur
geneologis wangsa-wangsa yang muncul berikutnya di Jawa Timur.
Yaitu Kerajaan Dinaya, Kerajaan Kahuripan berturut-turut hingga
melahirkan Kerajaan Jenggala (Singosari), Panjalu (Kediri), sampai
Majapahit, Wengker, Demak, Pajang hingga Cirebon, Mataram II
(Kota Gede, Pleret dan Kartasura) hingga menjadi Kasunanan
Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Kemudian migrasi wangsa
Syaelendra di Sumatra dalam hal ini Bala Putra Dewa kemudian
membangun Kerajaan Sriwijaya di Sumatra. 6
5.
Dennys Lombard, Nusa Jawa – Silang Budaya3. (Jakarta; Gramedia Pustaka
Utama, 1996), hlm. 5. Lihat juga H.A. Kholiq Arif dan Otto Sukatno CR, Mata Air
Peradaban Dua Millenium Wonosobo, (Yogyakarta, LkiS, 2010), hlm. 2
6. H.A. Kholiq Arif dan Otto Sukatno CR, Mata Air Peradaban Dua Millenium
Wonosobo, (Yogyakarta, LkiS, 2010), hlm. 4.
158
H. Zaenal Sukawi - Model Pengelolaan Kerukunan Umat Beragama Berbasis
Kearifan Lokal di Kabupaten Wonosobo
Keunikan sejarah Wonosobo berlanjut sampai pada
pertarungan Trunojoyo melawan VOC pada abad ke enam belas.
Bahkan keunikan sejarah Wonosobo ini berlangsung sampai perang
Diponegoro pada tahun 1825-1830, yang akhirnya semangat
kepahlawanan dan kemenangan pasukan Diponegoro ini menjadi
tonggak penting dalam menentukan sejarah hari jadi Wonosobo.
Atas dasar keunikan sejarah, budaya, nilai, mitos dan adat istiadat
tersebut menginspirasi lahir dan berkembangnya berbagai kekayaan
kearifan lokal sebagai asset berharga dalam kehidupan berbangsa
dan bermasyarakat.
C. Menggali dan Mengeksplorasi Budaya dan Kearifan Lokal
Wonosobo
Kearifan local terdiri dari dua kata yaitu : kearifan (wisdom)
atau kebijaksanaan dan lokal (local) atau setempat, kearifan lokal
(local wisdom) yang juga disebut dengan local knowledge atau
seperangkat pengetahuan adalah kekayaan budaya lokal yang
mengandung kebijakan, pandangan hidup (way of life) yang
mengakomodasi kebijakan (wisdom) dan kearifan hidup. Kearifan
lokal itu tidak hanya berlaku secara lokal pada budaya atau teknik
tertentu, tetapi juga bisa terjadi harmonisasi lintas budaya dan lintas
etnik sehingga membentuk budaya yang bersifat nasional. 7 Diantara
budaya lokal Nusantara yang dikenal sebagai kearifan lokal adalah
gotong royong, toleransi, etos kerja dan seterusnya, dan kearifan
lokal serta etika agama merupakan asset spiritual.
Kearifan lokal bisa terdiri dari nilai-nilai agama, budaya,
peradaban, dan mitologi yang berkembang dan hidup dalam
masyarakat sampai sekarang. Acuan atau dalil kearifan lokal bisa
juga termanifestasikan kedalam bentuk yang amat beragam seperti
gogon tuhon, pepatah, peribahasa, kisah pendek padat makna, dan
sebagai pengetahuan lokal lainnya. 8 Kearifan lokal tersebut dengan
karakteristiknya adalah : (1) Memiliki kemampuan bertahan
terhadap budaya luar, (2) kemampuan mengakomodasikan nilainilai yang datang dari luar, (3) kemampuan untuk mengintegrasikan
unsur-unsur budaya luar dengan budaya asli, (4) kemampuan
mengendalikan, dan (5) kemampuan memberikan arah dengan
perkembangan budaya lokal.
7.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Revitalisasi Kearifan Lokal
Sebagai Upaya Penguatan Identitas Keindonesiaan (Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia), Diakses tanggal 16 Nopember 2015
8. Mudjahirin Thohir, eKearifan Lokal sebagai Modal Sosial
Masyarakat
Mendesain Kerukunan Hidup Beragama Guna Mereduksi Anarkisme, Materi Workshop
Kerukunan Keagamaan, Wonosobo, 25 Nopember 2015, hlm.1.
159
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
Eksistensi kearifan lokal suatu daerah dapat dilihat melalui :
(1) norma-norma lokal yang dikembangkan
yang kemudian
termanifestasikan kedalam masyarakat adanya pantangan dan
kewajiban, (2) ritualitas rutin masyarakat yang menjadi tradisi, (3)
lagu-lagu rakyat yang mengandung nilai-nilai edukasi, persuasi dan
motivasi, (4) informasi data yang terkafer dari sesepuh, masyarakat,
dan pemimpin spiritual, (5) manuskrip-manuskrip, (6)cinta dan
agitasi perjuangan, (7) alat-alat dan bahan yang digunakan, dan (8)
tutur tinular. Kemudian eksistensi kearifan lokal tersebut juga
digunakan sebagai acuan untuk meramalkan (to predict),
menjelaskan (to explain), merumuskan (to formulate) berbagai
peristiwa, fenomena dan keadaan.
Eksplorasi dan pengembangan kearifan lokal suatu bangsa,
negara atau masyarakat perlu dilakukan secara serius dan
berkesinambungan, karena dalam kearifan lokal tersebut terdapat
identitas, kepribadian, spirit/semangat, ikatan emosional yang kuat,
branding, ikon, kelebihan dan keunikan. 9 Hal ini sejalan dengan
perkembangan global yang memberlakukan tiga hukum secara
konsisten yaitu interdependensi, interkoneksi dan identity. Ada
beberapa proses eksplorasi dan pengembangan yang dapat
dilakukan antara lain adalah proses eksplorasi dengan cara
menggali, memahami dan memaknai, proses internalisasi dengan
cara mengidentifikasi nilai-nilai idiel, personil, institusionil, dan
asset mental, spiritual dan finansialnya. Kemudian proses
eksternalisasi, sosialisasi dan publikasi untuk lebih memberikan
pengenalan, penerimaan dan sumber inspirasi pada pihak lain dan
generasi yang akan datang.
D. Kearifan Lokal Dalam Menjaga Dan Menguatkan Kerukunan
Umat Beragama
Sebagaimana dimaklumi bahwa setiap agama menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan dengan komitmen keamanan,
perdamaian, harmonisasi dan kebahagiaan lahir dan batin. Namun
karena perkembangan tuntutan dan persoalan kehidupan kadang
terganggu sehingga diperlukan kesadaran, kedewasaan beragama
termasuk didalamnya kemampuan mengemas dan mengelola
kearifan lokal. Kaitannya dengan Wonosobo yang keamanan,
kenyamanan dan harmonisasi kehidupan beragama yang semakin
membaik dan kondusif bahkan ketika daerah-daerah lain membenci,
memusuhi dan mengusir kelompok minoritas. Kondisi kenyamanan
dan harmonisasi kehidupan beragama tidak datang secara tiba-tiba
9.
Peter Cheverton, If You’re Brilliant...How Came Your Brand Isn’t Working Hard
Enough?, Terjemahan, (Jakarta, PT Gramedia, 2004), hlm. 9-26.
160
H. Zaenal Sukawi - Model Pengelolaan Kerukunan Umat Beragama Berbasis
Kearifan Lokal di Kabupaten Wonosobo
dan ada begitu saja melainkan memerlukan proses panjang dan
pengelolaan yang lebih baik dengan kemasan kearifan lokal.
Kemudian kaitannya dengan klasifikasi dan identifikasi
kearifan lokal Wonosobo, dapat ditelusuri melalui peristiwa,
kejadian, ajaran, nilai, mitologi yang ada dalam masyarakat,
meskipun disadari adanya intervensi dan motif-motif ekonomi,
politik secara pribadi maupun institusi. Adapun sumber-sumber
pencarian, pengembangan dan modifikasi kearifan lokal di
Wonosobo 10 antara lain adalah : Pertama, peristiwa sejarah yang
terjadi pada abad vii-ix peninggalan sejarah peran penting
masyarakat perkembangan klasik Hindu-Budha, setelah hadirnya
Sang Hyang Jagadnata dengan menjadikan Dieng Wonosobo sebagai
pusat dunia. Dari Dieng ini melahirkan tokoh legendaris dengan
nama Ratu Sima, kemudian menurunkan wangsa Sanjaya dan
wangsa Saelendra cikal bakal raja-raja nusantara.
Kedua, peristiwa penting yang terjadi paa tahun 1681, peran
masyarakat Wonosobo dalam perlawanan Trunjoyo VOC, menurut
sumber babad dan VOC, Raja Namrud dari Salinga yang mendukung
Pangeran Puger dan Kyai Kajoran yang pernah tinggal di daerah
Ledok. Ketiga, peistiwa perang besar rakyat Wonosobo bersama
pasukan Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajahan Belanda.
Disamping peristiwa diatas ada beberapa hal yang juga dapat
dijadikan sebagai sumber kearifan local antara lan adalah, budayabudaya luhur, peradaban dan keadaban, prasasti-prasasti, adatistiadat, mitologi, gugon tuhon, pepatah, peribahasa, kisah pendek
padat makna, dan berbagai pengetahuan local lainnya.
Dantara kearifan lokal Wonosobo yang dapat dijadikan
sebagai dasar pijakan dan inspirasi pengelolaan kerukunan umat
beragama adalah sebagai berikut :
1. Tradisi rempon, jagongan antar anggota masyarakat dalam
menjaga keamanan dan kelestarian lingkungan.
2. Tradisi bagenen yang berlangsung di Wonbosobo terutama
disekitar dataran tinggi Dieng, yang kemudian ditemukan oleh
Dr. Heri Hermanto, MT, dengan konsep Tunggal Botol Bagenen,
yang menghasilkan konsep keterhubungan, kemenyatuan,
kebersamaan dan ketercepatan.
3. Nilai-nilaip luhur yang terdapat dalam seni tradisional emblek,
jaranan, baronsay dan lain-lain.
10.
Simak berbagai hal dan peristiwa dalam menentukan hari jadi Kabupaten
Wonosobo, Tim Peneliti Jurusan Sejarah Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada tahun
1994/1995.
161
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
4.
Tradisi merdi dusun, nyadran, ruwahan, nelung dino, mitung
dino, petang puluh dino, seratus hari, mendak sepisan, mendak
pindo, dan seribu hari,
5. Tradisi dan ritual ruwatan cukur gembel di sekitar dataran
tinggi Dieng yang sudah terkenal tidak hanya di Wonosobo.
6. Mitos Macan Putih dalam menjaga dan melestarikan keasrian,
keaslian dan keindahan pegunungan Dieng yang memiliki
eksotisme, ekselensi dan keunggulan local yang sangat kuat.
7. Mitos gunung pupur di sebagian daerah Wonosobo
(Wadaslintang, Kaliwiro, Kalibawang, dan daerah-daerah sekitar
lainnya).
8. Upacara wiwit, lokasi punden, dalam menjaga fungsi kehidupan
alam
melalui
oyot-oyotan,
kekayonan,
gegodongan,
kekembangan, woh-wohan, dan lain-lain.
Kemudian kaitannya dengan perubahan dan perkembangan
jaman, ada tugas besar yang perlu dilakukan; bagaimana
pemaknaan, pemahaman dan modifikasinya dalam membangun dan
menguatkan kerukunan umat beragama berbasis kearifan lokal
dengan berbagai inovasi dan kreatifitasnya. Dengan dinamika dan
keunikan sejarah, budaya, tradisi, adat istiadat, mitos-mitos dan
lingkungan fisik maupun non fisiknya yang dapat dirumuskan dan
dikembangkan menjadi model kearifan lokal. Ada beberapa nilai
penting yang bersemayam dalam historisitas, budaya, lingkungan
dan mitos-mitos tentang Wonosobo yang dapat dijadikan sebagai
model pengelolaan kerukunan umat beragama berbasis kearifan
lokal. Nilai-nilai tersebut adalah kemenyatuan, kemanunggalan,
kebersamaan,
gotong royong, brayan, semangat, keramahan,
ingklusif dan lain-lain
Dalam hal ini bisa dilihat dari (1) tiga fenomena dan peristiwa
sejarah Wonosobo sebelum abad vii dengan munculnya
“pingkaliganing bawono” oleh Sang Hyang Jagadnata yang disinyalir
melahirkan wangsa Syaelendra, wangsa Sanjaya dengan munculnya
kerajaan-kerajaan nusantara, Perlawanan Trunojoyo abad xvi dalam
melawan kesemenang-wenangan VOC, dan pada saat terjadinya
perang Diponegoro tahun 1825-1830. (2) Budaya dan tradisi
Wonosobo yang dingin melalui konsep “Tunggal Botol Botol
Bagenen” di dataran tinggi Dieng, suran, nyadran, merdi dusun dan
lain-lain. (3) Mitos-Mitos yang berfungsi menjaga kelestarian dan
pemeliharaan lingkungan dengan konsep macan putih, gunung
pupur, dan keseimbangan gunung Sindoro, Sumbing, Sungai Serayu
dan Bogowonto. (4) Kepribadian Wonosobo yang ramah, hangat,
senang bergaul, dan lain-lain.
162
H. Zaenal Sukawi - Model Pengelolaan Kerukunan Umat Beragama Berbasis
Kearifan Lokal di Kabupaten Wonosobo
Dalam konteks ini FKUB Wonosobo telah merumuskan nilainilai tersebut menjadi kegiatan antara lain adalah : Kemasan kemah
kebangsaan, sekolah kebangsaan, nyadran massal, festival suran
masal, dan lain-lain. Nilai-nilai luhur tersebut tertuang dalam
ungkapan dan ucapan selamat pada setiap hari-hari besar semua
agama dan keagamaan, hari besar nasional, dan hari jadi Wonosobo.
Sehingga dengan demikian ada kemenyatuan dan kebersamaan
dalam bahasa lisan, tulisan, ekspresi dan gesture sebagai basis
kerukunan dan harmonisasi umat beragama.
Demikian tulisan singkat ini semoga ada manfaatnya bagi
kemajuan bangsa melalui pengelolaan dan penguatan kerukunan
umat beragama di Kabupaten Wonosobo khususnya dan
menginspirasi daerah-daerah lain.
DAFTAR PUSTAKA
Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Revitalisasi Kearifan
Lokal Sebagai Upaya Penguatan Identitas Keindonesiaan
(Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia),
Diakses tanggal 16 Nopember 2015.
C.A. Van Peursen, Prof. Dr., Strategi Kebudayaan, Yogyakarta,Penerbit
Kanisius, dan Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1976.
Dennys Lombard, Nusa Jawa – Silang Budaya 3. Jakarta; Gramedia
Pustaka Utama, 1996
Emile Durkheim, The Rules of Sosiological Method, New York; Collier
Macmillan Publishing Co., Inc. 1966.
Hans Kung dan Karl-Josef Kuschel, A Global Ethic – The Declaration of the
Parlemen of the World’s, Terj. Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 1999.
H.A. Kholiq Arif dan Otto Sukatno CR, Mata Air Peradaban Dua Millenium
Wonosobo, Yogyakarta, LKiS, 2010.
Julian H. Steward, Theory of Cultural Change - The Methodology of
Multililear Evolution, London; University of Illinois Press Urbana
Chicago, 1965.
Peter Cheverton, If You’re Brilliant...How Came Your Brand Isn’t Working
Hard Enough?, Terjemahan, (Jakarta, PT Gramedia, 2004)
Talcott Parsons, The Social System, London; Routledge & Kegan Paul Ltd,
1976.
Tim Peneliti Jurusan Sejarah Fakultas Sastra, Laporan Penelitian
Penentuan Hari Jadi Kabupaten Wonosobo, Universitas Gajah
Mada tahun 1994/1995.
163
Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016
164
PEDOMAN PENULISAN
Adapun pedoman penulisan dalam Jurnal ini, baik dalam bentuk artikel
maupun telaah buku adalah sebagai berikut:
SUBSTANSI TULISAN
1. Tulisan orisinil (hak intelektual penulis) dan belum pernah
diterbitkan/dipublikasikan.
2. Topik tulisan aktual dan sesuai dengan lingkup kajian jurnal.
TEKNIS PENULISAN
1.
2.
3.
4.
5.
Jumlah halaman antara 15-20 halaman untuk artikel dan 5-7
halaman untuk telaah buku, ukuran kertas A4, spasi 1,5, font Times
New Roman size 12.
Tulisan artikel harus menyertakan abstrak (berbahasa inggris dan/
atau arab), 150-200 kata dan 5 keywords (5 kata kunci).
Tulisan artikel harus menyertakan naskah asli dalam bentuk hard
file dan soft file.
Semua tulisan menggunakan metode penulisan ilmiah dengan
catatan kaki (footnote) dan mencantumkan daftar pustaka
(bibliography) di belakang tulisan.
Dalam daftar pustaka, aturan penulisan nama pengarang dibedakan
sebagai berikut:
 Nama-nama asia ditulis lengkap apa adanya, tanpa ada
perubahan. Contohnya: Muhammad Thahir bin Asyur, Maqashid
asy-Syari’ah, (Cairo: Dar as-Salam, 2006).
 Nama-nama Eropa, Amerika, atau Australia, ditulis nama
familinya (last name) terlebih dahulu. Contohnya: Giddens,
Anthony, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern; Suatu Analisis
karya Tulis Marx, Durkheim dan Max Weber, terjemahan
Soeheba Kramadibrata (Jakarta: UI Press, 1986).
LAIN-LAIN
1.
2.
3.
4.
Tulisan dapat dikirim ke: [email protected] dengan
menyertakan biodata penulis.
Setiap tulisan yang masuk akan dinilai oleh Tim Redaksi dan dibaca
oleh Mitra Bestari (yang kompeten sesuai dengan bidangnya).
Dewan Redaksi dapat menyingkat dan memperbaiki tulisan yang
akan dimuat tanpa mengubah maksud dan isi tulisan.
Naskah tulisan yang belum dapat diterbitkan akan diberi
pemberitahuan melalui email.
165
Download