Nomor: 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 ISSN: 1412-7075 DEWAN REDAKSI: Pengarah: Rektor UNSIQ Wonosobo Penanggung Jawab: Kepala LP3MPB UNSIQ Pemimpin Redaksi: Dr. Nurul Mubin, M.S.I Sekretaris Redaksi: Soffan Rizqi, Alh, S.Pd.I. Redaktur Ahli: Dr. H. Zamakhsyari Dhofier, MA Drs. KH. Muchotob Hamzah, MM Prof. Dr. Abdurrahman Mas’ud, M.A Drs. Zainal Sukawi, MA Dr. Phil. Sahiron Syamsudin, MA Drs. Abdul Kholiq, MA Drs. Akhsin Wijaya, Alh. M.Ag. Drs. Arifin Shidiq, M.Pd.I Drs. Samsul Munir Amin, MA Dr. H. Asyhar Kholil, MA Perwajahan: Agung Istiadi Editing: Hidayatus Sibyan, S.Kom. Distributor: Adi Suwondo, M.Kom. Hafin Hafiyati, S.S. Penerbit: Pusat Penelitian, Penerbitan & Pengabdian Masyarakat (P3M) Universitas Sains Al-Qur’an Wonosobo Jl. Raya Kalibeber Km. 03 Mojotengah, Wonosobo, Jawa Tengah Telp. (0286) 321873, Fax. (0286) 324160 Nomor: 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 ISSN: 1412-7075 Pengantar Redaksi Pendidikan dalam islam bisa diartikan sebagai bimbingan jasmani dan rohani menuju terbentuk kepribadian utama menurut ukuranukuran Islam. Dengan pengertian lain Pendidikan Islam merupakan suatu bentuk kepribadian utama yakni kepribadian muslim. kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam. Nilai-nilai islam yang kmenyeluruh ini harus tercover juga dalam pendidikan islam sehingga pribadi yang terbentuk dalam pendidikan islam ini akan kaffah. Pada “Manarul qur’an “edisi ini sejumlah artikel menarik tentang dunia pendidikan disajikan diantaranya adalah artikel strategi pengembangan potensi intelektual muslim yang ditulis oleh Asep Sunarko, kemudian tulisan Chairani Astina membahas tentang Ketimpangan Gender Dalam Pendidikan dalam artiket tersebut dibahas secara detail ketimpangan-ketimpangan gender yang terjadi di dunia pendidikan Indonesia, selanjutnya artikel tentang ilmu munasabah sebagai pendekatan dalam pendidikan islam, penulis artikel ini Hendri Purbo Waseso berharap adanya keilmuan di rumpun kajian Kealqur’aan mampu terefleksikan di dunia pendidikan sehingga nilai I’jaznya akan semakin terbukti, kemudian H.M. Abdul Kholiq menulis artikel tentang Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi. Penulis berupaya menyampaikan bahwa perguruan tinggi mempunyai peran yang sangat vital dalam pemberantasan korupsi, dilanjutkan dengan artikel yang berjudul konsep manusia dalam al-qur’an Oleh Muhamad Ali Mustofa Kamal kemudian artikel yang ditulis oleh Muhtar Sofwan Hidayat yang berjudul nilai-nilai pendidikan multikultural di dalam al-Qur’an, kemudian Maryono menulis artikel tentang Kyai Sebagai Pemimpin Pembelajaran dilanjutkan dengan artikel yang berjudul Peran manajemen terhadap mutu pendidikan Di sekolah/madrasaholeh Nur Farida dan yang terakhir adalah artikel berjudul model Pengelolaan kerukunan umat beragama berbasis kearifan lokal di kabupaten Wonosobo oleh H. Zaenal Sukawi v Akhirnya redaktur berharap, semoga terbitnya “Manarul Qur’an” edisi ini akan turut serta mewarnai dan meramaikan belantaran pemikiran dan kajian keislaman di Indonesia. Pimpinan Redaksi vi Nomor: 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 ISSN: 1412-7075 Daftar Isi STRATEGI PENGEMBANGAN POTENSI INTELEKTUAL MUSLIM Asep Sunarko KETIMPANGAN GENDER DALAM PENDIDIKAN Chairani Astina ILMU MUNASABAH SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM Hendri Purbo Waseso PERAN PERGURUAN TINGGI DAN PEMBERANTASAN KORUPSI H.M. Abdul Kholiq KYAI SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN (Studi Kasus di Pesantren Ulumul Qur’an Kalibeber Wonosobo) Maryono KONSEP MANUSIA DALAM AL-QUR’AN Muhamad Ali Mustofa Kamal NILAI-NILAI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI DALAM AL-QUR’AN Muhtar Sofwan Hidayat PERAN MANAJEMEN TERHADAP MUTU PENDIDIKAN DI SEKOLAH/MADRASAH Nur Farida MODEL PENGELOLAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI KABUPATEN WONOSOBO H. Zaenal Sukawi vii STRATEGI PENGEMBANGAN POTENSI INTELEKTUAL MUSLIM Asep Sunarko Dosen UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo Abstrak Pada masa keemasan Islam banyak bermunculan intelektual muslim dalam berbagai disiplin pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun non-agama (pengetahuan umum). Tidak hanya menyangkut permasalahan fiqih dan teologi, tetapi juga dalam bidang filsafat, matematika, astronomi, kedokteran dan lain sebagainya. Kaum intelektual ini adalah kaum yang menempatkan nalar (pertimbangan akal) sebagai kemampuan pertama yang diutamakan, yang melihat tujuan akhir upaya manusia dalam memahami kebenarannya dengan penalarannya. Meskipun secara kuantitas mereka bisa dikatakan sangat sedikit, akan tetapi secara kualitas tentunya mereka di atas rata-rata orang awam karena mereka memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan. Diakui atau tidak, sebenarnya kaum intelektual merupakan bagian dari masyarakat dan bukan kelas tersendiri, tetapi memiliki keterkaitan sosial di mana kegiatan yang diberi kategori intelektual mendapat tempat dalam hubungan pada umumnya. Kaum intelektual tidak ditempatkan sebagai kelas tersendiri, tetapi berlaku bagi siapa saja yang melakukan perjuangan menegakkan kebenaran guna mewujudkan keadilan, kebebasan, dan kemajuan masyarakatnya. Jadi kaum intelektual bukanlah kaum elit yang harus memisahkan diri dari masyarakat di mana ia lahir atau tinggal, akan tetapi ia harus berpijak dan bergaul dengan masyarakat tersebut serta membawa mereka menuju kemerdekaan. Merdeka dari belenggu kebodohan, pasungan ketertinggalan dan kemerdekaan dari kemiskinan. pengabdian serta komitmen yang jelas dalam membangun peradaban umat dan bangsanya. Dari situlah pengembangan intelektual muslim harus dibumikan kembali sehingga umat islam menjadi Rohmatan Lil Alamin. Kata Kunci : Strategi, Intelektual Muslim Abstract In the islamic golden age many springing intellectual muslim in various discipline knowledge, in the area of religion and non-agama ( knowledge public.Does not only relate to problems fiqih and theology, but also in philosophy, math astronomy, medicine and others.The intellectual are a people put of reason ( consideration intelligence as a skill first precedence; who see the destination the end of human effort in understanding the truth with penalarannya.Although in their quantity it can be said very few, and yet in the quality of it is sure above average a layman because they have a science and knowledge. Recognized or no, actually the intellectual forms part of the society and not a class of its own, but has links social in which activities who were given category intellectual take the place of ties in general.The intellectual not placed as a class separate but valid for who had struggle cause the truth to bring justice freedom, and progress of its people.Were a people intellectual is not the elite who have to separate myself from society in which he was born or stay, will but he had to stand and they blend with the community the location and bring them toward independence.Merdeka from shackles stupidity the lack of the stocks and independence from poverty. Devotion as well as the commitment that clearly in develop civilization nation and his people. Out of it development intellectual muslim have to dibumikan back so that the you are Rohmatan Lil Alamin. Keyword: strategies, intellectual muslim 1 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 A. Latar Belakang Masalah Tatkala Allah SWT akan menjadikan manusia pertama yaitu Nabi Adam sebagai khalifah dibumi maka para malaikat berkata: Apakah Engkau menjadikan mahluk yang akan berbuat kerusakan dan menumpahkan darah sebagai khalifah di bumi? Allah tentunya lebih mengetahui dari apa yang diduga oleh malaikat, Dia pada akhirnya membekali Nabi Adam dengan Ilmu dan memerintahkan malaikat untuk bersujud kepada-Nya. Dari hal tersebut kita dapat memahami dua hal, pertama, bahwa bekal yang paling utama untuk mengatur dan mengelola bumi ini adalah Ilmu, kedua orang yang memiliki ilmu memiliki derajat yang lebih tinggi, hal ini sesuai dengan firman Allah di ayat yang lain yang menjelaskan bahwa Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang memilki Ilmu. Hal tersebut secara historis telah terbukti dimana umat islam pernah mencapai derajat yang tinggi dengan menjadi pemimpin yang menguasai sebagian besar wilayah di dunia dan membangun sebuah peradaban yang tak tertandingi pada masanya, pada saat itu ilmu pengetahuan berkembang dengan begitu pesat, menurut Ibn Khaldun tanda wujudnya peradaban adalah berkembangnya ilmu pengetahuan, maju mundurnya suatu peradaban tergantung atau berkaitan dengan maju mundurnya ilmu pengetahuan. Pada masa keemasan Islam banyak bermunculan intelektual muslim dalam berbagai disiplin pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun non-agama (pengetahuan umum). Tidak hanya menyangkut permasalahan fiqih dan teologi, tetapi juga dalam bidang filsafat, matematika, astronomi, kedokteran dan lain sebagainya. Namun kegemilangan peradaban umat Islam tersebut, pada saat ini hanya menjadi artefak yang menyimpan nostalgia keindahan sejarah. Sedikit demi sedikit umat Islam mulai mengalami kemunduran dan kelemahan di berbagai bidang. Mulai dari kehidupan politik, ekonomi, sosial, pendidikan dan kebudayaan yang diikuti kekalahan dalam kehidupan intelektual, moral, kultural, budaya, dan ideologi. Yang lebih memprihatinkan adalah menurut Nurcholish Madjid, dunia Islam dewasa ini merupakan kawasan bumi yang paling terbelakang di antara penganut-penganut agama besar di dunia dikarenakan begitu rendahnya kemajuan yang diraih dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Umat Islam hanya menjadi penonton bahkan “terbuai” oleh kenikmatan semu yang disuguhkan oleh Barat dengan kecanggihan teknologinya. Persoalannya sekarang adalah bagaimana strategi untuk merebut kembali kejayaan peradaban Islam, hal ini tentunya memerlukan proses, walaupun peradaban Islam memiliki sumbangsih yang besar terhadap kemajuan peradaban barat namun walaupun demikian umat islam tidak 2 Asep Sunarko - Strategi Pengembangan Potensi Intelektual Muslim dapat mengambil kembali begitu saja konsep-konsep itu langsung dari Barat, tanpa proses. Sebab orang-orang Barat mengambil konsep-konsep itu dengan proses epistemologis yang panjang yang pada akhirnya menghasilkan konsep-konsep yang sudah tidak lagi dapat dikenali konsep aslinya, yaitu Islam. Menurut Ibnu Khaldun Ilmu pengetahuan merupakan elemen terpenting dalam membangun sebuah peradaban dan Ilmu pengetahuan dapat hidup dan berkembang karena adanya komunitas yang aktif dan kreatif mengembangkannya yang disebut dengan intelektual, ini berarti bahwasanya intelektual muslim memiliki tanggung jawab yang besar dalam Membangun Kembali Peradaban Islam Menuju Kejayaan, yang itu berarti perlu adanya strategi dalam memaksimalkan seluruh potensi yang dimiliki intelektual muslim demi terwujudnya Islam yang Ya’lu wala Yu’la alaih. B. Kajian Literatur 1. Pengertian Intelektual Kata intelek berasal dari kosa kata latin: Intellectus yang berarti pemahaman, pengertian, kecerdasan. Dalam pengertian sehari-hari kemudian berarti kecerdasan, kepandaian, atau akal. Intelektual secara harfiah menurut AS. Hornby et.al, artinya adalah having or showing good reasoning power,1 yaitu memiliki atau menunjukkan kekuatan penalaran yang baik. Sedangkan secara istilah menurut George A. Theodorson dan Achilles G. Theodorson intelektual adalah: Those members of society who are devoted to development of original ideas and are engaged in creative intellectual pursuits. Anggota masyarakat yang mengabdikan diri kepada pengembangan gagasan-gagasan orisinil dan terlibat dalam usaha-usaha intelektual kreatif .2 Berdasarkan pengertian diatas maka intelektual dapat diartikan sebagai orang cerdik dan pandai yang memiliki sikap hidup yang terus menerus meningkatkan kemampuan berpikirnya untuk mendapatkan pengetahuan, memahami sesuatu dan menghasilkan gagasan-gagasan orisinil. Lebih dari itu mereka juga berperan dan berjuang dalam mengupayakan kemajuan umat (masyarakat), memperbaiki aturan lama dan mempromosikan aturan dan tatanan hidup baru yang lebih baik dan lebih maju. 1. AS. Hornby, EV. Gatenby, H. Wakefield, The Advanced, Learner’s Dictionary of Current English, (oxford:Second edition, 1962), Hal. 513 2 George A. Theodorson and Achilles Theodorson, A Modern Dictionary Of Sociology, New York: Barnes and Noble Book, 1979, hal 210 3 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 2. Identitas dan Posisi Intelektual Kaum intelektual adalah kaum yang menempatkan nalar (pertimbangan akal) sebagai kemampuan pertama yang diutamakan, yang melihat tujuan akhir upaya manusia dalam memahami kebenarannya dengan penalarannya. Meskipun secara kuantitas mereka bisa dikatakan sangat sedikit, akan tetapi secara kualitas tentunya mereka di atas rata-rata orang awam karena mereka memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan. Diakui atau tidak, sebenarnya kaum intelektual merupakan bagian dari masyarakat dan bukan kelas tersendiri, tetapi memiliki keterkaitan sosial di mana kegiatan yang diberi kategori intelektual mendapat tempat dalam hubungan pada umumnya. Kaum intelektual tidak ditempatkan sebagai kelas tersendiri, tetapi berlaku bagi siapa saja yang melakukan perjuangan menegakkan kebenaran guna mewujudkan keadilan, kebebasan, dan kemajuan masyarakatnya. Jadi kaum intelektual bukanlah kaum elit yang harus memisahkan diri dari masyarakat di mana ia lahir atau tinggal, akan tetapi ia harus berpijak dan bergaul dengan masyarakat tersebut serta membawa mereka menuju kemerdekaan. Merdeka dari belenggu kebodohan, pasungan ketertinggalan dan kemerdekaan dari kemiskinan. pengabdian serta komitmen yang jelas dalam membangun peradaban umat dan bangsanya. Orang yang terdidik tidak secara otomatis disebut intelektual, apabila tidak memiliki pengabdian serta komitmen yang jelas dalam membangun peradaban umat dan bangsanya., Apabila seorang intelektual tidak mempunyai concern terhadap misi dan komitmen ini, maka ia bukanlah seorang intelektual, melainkan hanyalah seorang peneliti, akademisi atau politisi. 3. Fungsi Intelektual Kaum intelektual adalah segmen masyarakat terdidik yang memilki kemampuan dan kelebihan, oleh karenanya mereka memiliki fungsi atau peranan, diantaranya adalah: a. Fungsi pertama : menciptakan dan menyebarkan kebudayaan yang tinggi. Ini merupakan fungsi utama kaum intelektual. Dalam hal ini kegiatan intelektual berusaha mengolah warisan kebudayaan, memperhalus, mengoreksi dan mengubah warisanwarisan itu dalam bentuk karya-karya baru. b. Fungsi kedua : menyediakan bagan-bagan nasional dan antar bangsa. Kaum intelektual dalam berkarya tidaklah terbatas untuk masyarakatnya sendiri akan tetapi lebih dari itu untuk kepentingan nasional dan antar bangsa. 4 Asep Sunarko - Strategi Pengembangan Potensi Intelektual Muslim c. Fungsi ketiga : membina kebudayaan bersama. Kaum intelektual tidaklah memencilkan diri atau terasing dari masyarakatnya, Taufik Abdullah menyatakan, “ keterasingan yang sungguhsungguh berarti gugurnya dia sebagai cendekiawan” d. Fungsi keempat : mempengaruhi perubahan sosial.dengan memberikan contoh-contoh dan norma-norma serta menampilkan lambang yang dapat dihargai, para cendekiawan baik produktif maupun reproduktif membangkitkan membimbing dan membentuk bakat-bakat dan daya-daya ekspresif dalam suatu masyarakat.3 4. Karakteristik Intelektual Muslim Intelektual adalah sebuah kata sifat yang netral, tidak memihak ke sekuler ataupun yang tidak sekuler. Maka dalam pengertian ini, intelektual muslim adalah mungkin dan sangat mungkin. Yang artinya, ketika intelektual muslim itu mungkin, terdapat sebuah worldview (pandangan terhadap dunia) yang membedakannya dengan intelektual selain yang muslim. Artinya, intelektual muslim bukan hanya sebagai labelisasi terhadap seorang intelektual yang beragama Islam. Tapi lebih dari itu, intelektual muslim adalah sebuah kata yang menunjukan karakteristik seorang intelektual yang beragama Islam dan memiliki pandangan terhadap dunia yang sesuai Islam. Yakni yang mempunyai, memahami Islamic Vision atau Ru’yatul Islam li Al Wujud (ru’yat/pandangan Islam terhadap wujud/ kebenaran dan realitas). Menurut M. Natsir kaum intelektual muslim adalah para cendekiawan yang benar-benar bernafaskan islam. 4 Ideology Islam dijadikan sebagai landasan berfikir dan pandangan hidup. Keterikatan mereka kepada ideology Islam tidak bisa ditawar-tawar karena mereka adalah intelektual yang menghayati Islam dan memperjuangkan kehidupan Islam di dalam masyarakat.5 Menurut Nabiel Fuad Al-Musawa karakteristik seorang intelektual muslim ada 6 yaitu : 1. Bersungguh-sungguh belajar (QS 3/7). Seorang muslim sangat menyadari akan hakikat semua aktifitas hidupnya adalah dalam rangka pengabdiannya kepada Allah SWT, sehingga dirinya haruslah mengoptimalkan semua potensi yang dimilikinya untuk sebesar-besarnya digunakan meningkatkan taraf hidup kaum muslimin. 3 Azyumardi Azra, Esai-Esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 1998, hal 43-45 4 Muhammad Natsir, peranan cendekiawan Muslim , Jakarta:DDII, 1978, hal 2 5 Deliar Noer, Maslah Ulama Intelektual atau Intelektual Ulama, Jakarta : Bulan Bintang, 1974 hal. 8 5 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Berpihak pada kebenaran (QS 5/100). Seorang muslim sangat menyadari bahwa ilmu yang bermanfaat yang didapatnya itu kesemuanya dari sisi Allah SWT. Allah-lah yang telah mengajarinya dan membuatnya bisa mengenal alam semesta ini. Sehingga sebagai konsekuensinya, maka ia haruslah berpihak kepada kebenaran yang telah diturunkan Allah SWT, tidak peduli ia harus berhadapan dengan para oportunis, dan tidak peduli walaupun yang berpihak kepada kebenaran itu sangat sedikit. Karena ia tahu bahwa saat menghadap Allah SWT kelak, masing-masing akan mempertanggung jawabkan perbuatannya sendiri-sendiri dan Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan setiap perbuatan walaupun kecil (QS 99/7-8). 3. Kritis dalam belajar (QS 39/18). Setiap muslim mengetahui bahwa kebenaran yang terkandung dalam ilmu pengetahuan yang dipelajarinya bersifat relatif dan tidak tetap. Sehingga ia selalu berusaha bersifat kritis dan tidak menelan bulat-bulat apa yang dipelajarinya dari berbagai ilmu pengetahuan modern tanpa melakukan suatu pengujian dan eksperimen. Bisa saja suatu saat nanti teori yang saat ini dianggap benar akan ditinggalkan, karena kebenaran teori bersifat akumulatif, sehingga dengan semakin berlalunya waktu maka akan semakin mengalami penyempurnaan. Hal ini berbeda dengan kebenaran al-Qur’an yang bersifat absolut karena ia diturunkan oleh Yang Maha Mengetahui akan kebenaran. 4. Menyampaikan ilmu (QS 14/52). Sifat kaum muslimin yang keempat adalah berusaha mengamalkan ilmu yang sudah didapatnya dengan berusaha menyampaikannya sedapat mungkin kepada orang lain. Karena pahala ilmu yang telah dipelajari akan menjadi suatu amal yang tidak pernah putus walaupun ia telah tiada, jika telah menjadi suatu ilmu yang bermanfaat. 5. Sangat takut kepada Allah SWT (QS 65/10). Sifat yang kelima dari seorang ilmuwan muslim adalah bahwa dengan semakin bertambahnya ilmu pengetahuan yang didapatnya maka ia merasa semakin takut kepada Allah SWT. Hal ini disebabkan karena dengan semakin banyaknya ilmunya, maka semakin banyak rahasia alam semesta ini yang diketahuinya dan semakin yakinlah ia akan kebenaran firman Allah SWT dalam kitab-Nya. Bukan sebaliknya, semakin pandai maka semakin jauh ia kepada Allah SWT. 6. Bangun diwaktu malam (QS 39/9). Ciri seorang ilmuwan muslim yang keenam sebagai konsekuensi dari ciri kelima di atas adalah bahwa dengan semakin yakinnya ia kepada penciptanya maka akan 2. 6 Asep Sunarko - Strategi Pengembangan Potensi Intelektual Muslim semakin banyak ia beribadah kepada-Nya dan sebaik-baik ibadah adalah ibadah yang dilakukan diwaktu malam (QS 32/16). 6 B. Potensi Manusia Pengertian potensi adalah kemampuan yang dimiliki setiap pribadi (individu) yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan dalam berprestasi atau dengan kata lain kemampuan yang terpendam pada diri setiap orang, karena setiap orang memilikinya. 7 Potensi- potensi dasar dan sifat- sifat asal manusia itu berkaitan dengan masalah spiritual, yaitu dalam hubunganya dengan keyakinan terhadap Tuhan. Quraish shihab berpandangan bahwa potensi- potensi manusia juga berkaitan dengan hal- ha lain. Menurutnya fitrah manusia bukan hanya itu tapi juga kecenderungan hati kepada lawan jenis, anakanak, harta, binatang ternak, sawah dan ladang, dan seterusnya. Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).( QS. Ali Imran, 3: 14). Ayat di atas menandaskan bahwa manusia memiliki beragam potensi, seperti sifat bawaan untuk menyukai lawan jenis, sifat bawaan untuk memiliki anak, harta benda dan lain sebagainya. Potensi manusia ada 4 seperti yang dipaparkan oleh H. Fuad Anshori dalam bukunya Potensi- potensi Manusia: 1. Potensi berpikir Manusia memiliki potensi berpikir. Seringkali Allah menyuruh manusia untuk berpikir, Maka Berpikirlah. Logikanya orang hanya disuruh berpikir karena ia memiliki potensi berpikir. Maka, dapat dikatakan bahwa setiap manusia memiliki potensi untuk belajar informasi - informasi baru, menghubungkan berbagai informasi, serta menghasilkan pemikiran baru. Potensi berpikir ini berbeda antara manusia satu dibandingkan dengan manusia yang lain. Semakin besar potensi berpikir semakin besar kemampuan dalam menyerap dan mengembangkan pengetahuan. Mereka yang berpotensi besar memiliki kecenderungan ilmiah yang tinggi, mampu membaca lebih cepat dari rata- rata, menyenangi kegiatan belajar, mampu bepikir abstrak, mampu berkomunikasi verbal secara baik. Adakalanya potensi yang dimiliki seseorang itu biasa saja sehingga seseorang membutuhkan usaha yang lebih untuk memiliki penguasaan tehadap Nabiel Fuad Al-Musawa, Karakteristik seorang intelektual Muslim, http//www//Ikhwan.Net diakses Kamis, 04 Maret 2016 Jam 09.00 WIB 7 Mustofa. Mengenal Potensi Diri Untuk Berprestasi. 26 Maret 2016. (www.mustofasmp2.wordpress.com). Diakses : Kamis, 04 Maret 2016 Jam 09.00 WIB 6 7 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 pengetahuan. Karena perlu diingat dibalik usaha yang besar itu ternyata terdapat janji akan balasan bukan 2. Potensi Emosi Setiap manusia memiliki potensi cita rasa, yang dengannya manusia dapat memahami perasaan orang lain, memahami suara alam, ingin mencintai dan dicintai, memprhatikan dan diperhatikan, menghargai dan dihargai, cenderung kepada keindahan. Orang yang berpotensi dalam bidang musik mampu mempelajari musik dengan cepat dan mampu untuk mengembangkan diri dalam bidang musik dan menciptakan kreasi baru dalam musik. Ada juga yang cepat sekali meniru tarian dengan lemah gemulai menghasilkan kombinasi baru gerak tari, ada juga yang berpotensi dalam bidang lukis dan kemudian mampu melukis dengan bagus dan dilakukan dengan cara baru. 3. Potensi Fisik Manusia memiliki potensi dalam bidang fisik. Salah satunya yang melatarbelakangi Nabi Muhammad menyuruh setiap anak untuk dilatih memanah, berkuda, dan berenang adalah karena manusia memiliki potensi yang luar biasa untuk membuat gerakan fisik yang efektif dan efisien serta memiliki kekuatan fisik yang tangguh.Orang yang berbakat mampu mempelajari olah raga dengan cepat dan selalu menunjukan permainan yang baik. Gerakan yang mereka tunjukan dilandasi dengan kemampuan intelektual mereka, khususnya intelektual yang berhubungan dengan fisik.Sebagai misal David Beckham pemain tim nasional inggris, Manchaster united dan Real Madrid, memiliki kemampuan melakukan tendangan bebas yang disebut tendangan Pisang. Dengan tendangan inilah Becks banyak menghasilkan gol. 4. Potensi Sosial Potensi berikutnya adalah potensi dalam bidang sosial atau kepemimpinan. Dalam sejarah Islam pernah ditunjuk seorang panglima perang yang masih sangat muda, Usamah bin Zaid namanya. Saat ditunjuk sebagai panglima dalam perang melawan pasukan Romawi di perbatasan Balqo’ dan Darum palestina, ia baru berusia 18 tahun. Latarbelakang utama yang menjadikan Nabi Muhammad menunjuknya adalah karena ia memiliki potensi memimpin yang luar biasa. Pemilik potensi sosial yang besar memiliki kapasitas menyesuaikan diri dan mempengaruhi orang lain didasari kemampuanya belajar, baik dalam dataran pengetahuan maupun ketrampilan. Anak yang mempunyai potensi sosial yang bagus dapat merubah kelompok yang tidak produktif menjadi kelompok yang 8 Asep Sunarko - Strategi Pengembangan Potensi Intelektual Muslim produktif dan dinamis, dari kelompok yang penuh persaingan menjadi kelompok yang kompak.8 Manusia memiliki potensi yang berebeda-beda antar manusia yang satu dengan yang lainya. Ada yang berpotensi besar dan ada pula yang berpotensi biasa saja. Dalam agama Islam ada sebuah catatan yang patut mendapat perhatian, yaitu potensi yang besar ternyata menuntut tanggung jawab yang besar pula. “Dan dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al- An’am, 6:165) C. STRATEGI PENGEMBANGAN INTELEKTUAL MUSLIM Potensi yang dimiliki oleh intelektual muslim membutuhkan suatu strategi agar bisa berkembang secara optimal dalam menggerakkan keilmuan umat Islam masyarakat untuk mengembalikan kejayaan peradaban Islam, menurut Prof. Imam suprayogo tidaknya ada dua strategi untuk mengembangkan potensi intelektual muslim hal yaitu : 1. Rekonstruksi kajian Keislaman Membaca dan memahami teks untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan, demikianlah pola dasar ideal yang dirumuskan oleh umat islam sehubungan dengan kewajibannya untuk memedomani Al Qur’an sebagai landasan formal melaksanakan tugas sebagai Khalifatullah dan Abdullah di muka bumi,9 dengan pola tersebut maka kajian keislaman oleh kebanyakan orang hanya terbatas pada ilmu-ilmu keagamaan Islam seperti ilmu kalam, tafsir, fiqih , dan sejenisnya, sedangkan keilmuan yang banyak berhubungan dengan non teks (ayat kauniyah) seperti ilmu politik, kimia, biologi kedokteran dan sebagainya dianggap sebagai ilmu sekuler yang tidak absah apabila dimasukan dalam kajian keislaman. Mencermati adanya penyempitan kajian keislaman yang hanya terbatas pada beberapa ilmu tertentu seperti ilmu kalam, tafsir, fiqih dsb maka professor Imam suprayogo menawarkan alternatif rekonstruksi kajian keislaman dengan tetap memposisikan al Qur’an dan Hadis sebagai sumber utama, menurutnya ajaran yang terkandung dalam Al Qur’an dan Hadis adalah menyangkut lima hal: 1. Ketuhanan 2. Penciptaan 3. Manusia dan prilakunya H. Fuad Nashori, Potensi- Potensi Manusia, Pustaka Pelajar, Jogyakarta 2005, Hal. 85- 89 9 Fahruddin Faiz, Hermenutika al Qur’an , El_Saq Press, Sleman hal. 170 8 9 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 4. alam dan sifat-sifatnya 5. keselamatan manusia Pendekatan lama yang menggunakan konsep tauhid, fiqih, ahlak, tasawuf, tafsir, tarikh dan bahasa arab dalam mengkaji islam tidak seluruhnya ditinggalkan namun diintegrasikan dengan pola pendekatan yang baru. Tatkala berbicara tentang keselamatan manusia maka aspek tauhid, fiqih, ahlak dan tasawuf akan menjadi bahan kajian. Demikian pula tatkala mengkaji tentang tuhan, penciptaan, manusia dan prilakunya, alam dan sifat-sifatnya maka diperlukan ilmu tafsir dan ilmu hadis dengan berbagai cabangnya. 2. Mengembangkan perangkat metodologis Menurut profesor Abdussalam kekurangan keilmuwan masa lampau adalah tidak adanya teori ilmu pengetahuan atau logika metodologi ilmiah. Sehingga ilmu pengetahuan belum menjadi gerakan di kalangan umat islam karena tidak ada dasar teoritis untuk prakarsa ilmiah. Perangkat metodologis yang diperlukan untuk menggerakkan dan mengembangkan keilmuan islam adalah: a). Filsafat, Filsafat merupakan elemen terpenting dalam pengembangan intelektual karena fisafat merupakan pola berfikir yang sistematis, radikal dan universal, melalui metode ini diharapkan seseorang memiliki kedalaman dalam berefleksi.menurut fazlur rahman bahwa filsafat adalah hal yang sangat niscaya bagi umat islam jika menginginkan kembali meraih masa kejayaan dibidang ilmu pengetahuan. b). Hermeneutika, Peranan khazanah ulumul Qur’an sebagai bentuk metodologi untuk memahami al-Qur’an tidak perlu diragukan lagi hal ini terbukti dengan berlimpahnya karya tafsir dengan berbagai pola, mulai dari tahlili sampai maudhu’i dan mulai yang sekedar mencari sinonim kata sampai melakukan ta’wil secara intuitif dan menafsirkan secara ilmiah. Namun titik lemah dari kitab-kitab tafsir klasik adalah tidak adanya dialektika antara teks-konteks-kontekstualisasi , kehadiran hermeneutika sebagai metodologi yang menekankan akan adanya dialektika antara ketiga hal tersebut tentunya akan semakin memperkaya dan menggairahkan semangat krilmuan umat Islam. 10 Asep Sunarko - Strategi Pengembangan Potensi Intelektual Muslim 3. Memperkuat karakteristik intelektual Muslim Persoalan yang bisa menghambat potensi seorang intelektual muslim adalah pertarungan pemikiran yang tidak sehat yang berkembang menjadi pertikaian politik yang menguras energi umat islam., untuk menghindari hal tersebut seorang intelektual muslim disamping memiliki fungsi juga diharapkan memiliki karakteristik kepribadian, diantaranya adalah: a. Keterbukaan, intelektual muslim bersedia mendengarkan segala macam pendapat dan paham dengan tenang. Mereka tidak cepat apriori terhadap segala pendapat yang muncul dan tidak tergesa-gesa dalam menerima pikiran lain; mereka menganalisa sebelum menentukan mana yang perlu dipakai dan mana yang harus ditinggalkan10 b. Tidak mengisolir diri, intelektual muslim tidak melebur dalam ide-ide dan faham yang ada atau menjauhkan diri dari perbenturan dan pertentangan pikiran. Dalam hal ini mereka berpegang pada nilai-nilai ilahi sebagai tata cara hidupnya dengan konsekwen memelihara identitas mereka agar tidak hanyut terbawa arus., di tengah-tengah lingkungan yang serba corak itu mereka berlomba-lomba menegakkan kebajikan untuk kesejahteraan mahluk sekitarnya tanpa diskriminasi. c. Kerendahan hati, intelektual muslim walaupun telah mengembangkan pemikirannya berdasarkan teori-teori, metode observasi dan eksperimen sehingga menghasilkan karya cemerlang, namun mereka dengan rendah hati menyatakan bahwa hasil karya mereka mungkin saja salah. Contohnya adalah seperti apa yang dilakukan oleh Al Haithan yang menutup buku karyanya dengan pernyataan: “ that while all he known about the subject is his book, his knowledge is limited and there may even be errors in his works. “Only Allah knows best”.11 d. Kejujuran, seorang intelektual muslim harus berani menyatakan yang benar dan yang salah apa adanya, mempunyai integritas pribadi yang tangguh dengan menjadikan nilai-nilai kejujuran yang bersumber dari ajaran islam. 10 Muhammad Natsir, peranan cendekiawan Muslim , Jakarta:DDII, 1978, hal 4 11 Ziauddin Sardar “Can science came back to Islam,New Scientist, London hal 216 11 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 4. Mempublikasikan karya intelektual Muslim Beberapa hasil penelitian berikut ini memberikan gambaran bahwa karya intelektual muslim yang terpublikasikan jumlahnya masih sedikit. Tabel 1 Jumlah Penulis Ilmiah Jumlah penulis yang Negara terdata Seluruh dunia 352.000 Dunia ketiga 19.000 Negara-negara Islam 3.300 Islam 6.100 Tabel 2 Karya Ilmiyah di beberapa Negara Islam sebagai bagian (prosentase) dari karya ilmiah dunia, 1976 Negara Islam Prosentase Mesir 0.021 % Iran 0.043 % Irak 0.022 % Libya 0.002 % Pakistan 0.055 % Arab Saudi 0.008 % Suriah 0.001 % India 2.260 % Tabel 3 Penulisan Ilmiah dalam bidang fisika, matematika, dan kimia, 1989 Jumlah Jumlah pengarang Bidang pengarang muslim yang yang didata ditemukan Fisika 4.168 46 Matematika 5.050 53 Kimia 5.375 128 Menurut Prof. Abdus Salam Kemerosotan atas ilmu pengetahuan yang hidup di dunia Islam lebih banyak disebabkan oleh factor intern, diantaranya adalah karena terasingnya usaha-usaha ilmiah intelektual Islam, hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya eksistensi penelitian – 12 Asep Sunarko - Strategi Pengembangan Potensi Intelektual Muslim penelitian yang dilakukan oleh intelektual muslim masih berjalan sampai sekarang namun belum terpublikasikan dengan maksimal. 5. Membentuk Komunitas Intelektual Muslim Untuk mendukung para peniliti diperlukan komunitas yang mempunyai pandangan ilmiah dan mau mencari kebenaran yang lebih sempurna sampai dengan batas akhir. Komunitas itu tidak dapat dibentuk dalam sehari, Eropa membutuhkan waktu empat abad untuk membentuknya. Pembentukan itu dimulai dari Galileo dan masih berlangsung hingga kini. Kaum muslimin telah membentuk masyarakat itu, tetapi hanya mampu bertahan selama beberapa abad. Dewasa ini dunia Islam adalah pemakai dan bukan penghasil ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kata lain dunia Islam mengekspor bahan mentah dan mengimpor barang jadi, mengubah hal ini diperlukan komunitas peneliti. C. Kesimpulan Peradaban Islam adalah peradaban yang dibangun oleh ilmu pengetahuan Islam yang dihasilkan oleh pandangan hidup Islam. Maka dari itu, pembangunan kembali peradaban Islam harus dimulai dari pembangunan ilmu pengetahuan, karena dengan ilmu pengetahuan seseorang mampu memberi respon terhadap situasi yang sedang dihadapinya. Lebih penting dari ilmu dan pemikiran yang berfungsi dalam kehidupan masyarakat, adalah intelektual. Ia berfungsi sebagai individu yang bertanggung jawab terhadap ide dan pemikiran tersebut. Bahkan perubahan di masyarakat ditentukan oleh ide dan pemikiran para intelektual. Ini bukan sekedar teori tapi telah merupakan fakta yang terdapat dalam sejarah kebudayaan Barat dan Islam. Di Barat ide-ide para pemikir, seperti Descartes, Karl Marx, Emmanuel Kant, Hegel, John Dewey, Adam Smith dan sebagainya adalah pemikir-pemikir yang menjadi rujukan dan merubah pemikiran masyarakat. Demikian pula dalam sejarah peradaban Islam, pemikiran para ulama seperti Imam Syafii, Hanbali, Imam al-Ghazzali, Ibn Khaldun, dan lain sebagainya mempengaruhi cara berfikir masyarakat dan bahkan kehidupan mereka. Jadi membangun peradaban Islam harus dimulai dengan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh para intelektual muslim dengan cara memperluas dan merekonstruksi kajian keislaman, memantapkan dan memperkaya metodologi dalam memahami al Qur’an serta menumbuh kembangkan karakteristik seorang ilmuan muslim. Pembangunan ilmu pengetahuan Islam hendaknya dijadikan prioritas bagi seluruh gerakan Islam, karena dari gerakan ilmu pengetahuan adalah poros utama untuk menggerakkan bidang-bidang yang lain. Wallahu a’lam bissawab. 13 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Daftar Pustaka AS. Hornby, EV. Gatenby, H. Wakefield, The Advanced, Learner’s Dictionary of Current English, (oxford:Second edition, 1962) George A. Theodorson and Achilles Theodorson, A Modern Dictionary Of Sociology, New York: Barnes and Noble Book, 1979 Azra, Azyumardi. Esai-Esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 1998. Natsir, Muhammad. Peranan Cendekiawan Muslim , Jakarta:DDII, 1978 Noer, Deliar. Masalah Ulama Intelektual atau Intelektual Ulama, Jakarta : Bulan Bintang, 1974 Fuad Al-Musawa, Nabiel. Karakteristik Seorang Intelektual Muslim, http//www//Ikhwan.Net diakses tanggal 30 Maret 2016 jam 10:00 Nashori, Fuad. Potensi - Potensi Manusia, Pustaka Pelajar, Jogyakarta 2005 Faiz, Fahruddin. Hermenutika al Qur’an , eLSAQ Press, Sleman Sardar, Ziauddin. “Can science came back to Islam,New Scientist, London Mustofa. Mengenal Potensi Diri Untuk Berprestasi. 26 Maret 2016. (www.mustofasmp2.wordpress.com) 14 KETIMPANGAN GENDER DALAM PENDIDIKAN Chairani Astina Dosen UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo Abstrak Pendidikan yang dapat mencerdaskan bangsa adalah pendidikan yang terbebas dari unsur diskriminasi gender. Laki-laki dan perempuan, sama–sama berhak memperoleh pendidikan tinggi, sama-sama berhak mengabdikan ilmu yang telah diperolehnya untuk kebaikan manusia, baik dalam lingkungan rumah tangga maupun diluar rumah tangganya. Meskipun saat ini sudah banyak perempuan yang mengenyam pendidikan akan tetapi mereka tetap belum mendapatkan kesempatan sepenuhnya untuk mengembangkan kualitas diri mereka dengan cara meneruskan pendidikan mereka kejenjang yang lebih tinggi lagi, dikarenakan beberapa faktor yaitu : ekonomi, sosial, fasilitas pendidikan dan pembagian peranan menurut jenis kelamin. Dan ada pula beberapa ketimpangan yang terjadi dalam pendidikan yaitu: 1) kurikulum yang bias gender, 2) kebijakan sekolah yang diskriminatif, dan 3) stigmatisasi disiplin ilmu. Untuk mengembangkan masyarakat, ada beberapa prinsip yang harus ditumbuhkan dalam penyelenggaraan pendidikan emansipatori : Pemerataan atau kesetaraan, berkelanjutan, produktifitas, dan pemberdayaan dari setiap individu. Adapun tujuan dari pendidikan berperspektif gender di antaranya: mempunyai akses yang sama dalam pendidikan, kewajiban yang sama, dan persamaan kedudukan dan peran. Jika ini dapat direalisasikan maka kita bisa mengurangi terjadinya ketimpangan-ketimpangan gender yang ada dalam pendidikan. Kata kunci : Ketimpangan Gender, Pendidikan. Abstract Education can achieve the nation is free from gender discrimination element. Men and women are equally entitled to obtain higher education, are equally entitled to devote knowledge that has been gained for the benefit of man, both within the household and outside the household. Although it's been a lot of women who get an education but they still have not gotten a chance to fully develop the qualities themselves in a way to continue their education to a higher level again, due to several factors: economic, social, educational facilities and the distribution of roles according to the types of genitals. And there are also some inequality in education, namely: 1) gender-biased curriculum, 2) discriminatory school policy, and 3) the stigmatization of disciplines. To develop a community, there are several principles that must be grown in the administration of emancipatory education: Equity or equality, sustainability, productivity and empowerment of each individual. The purpose of education with a gender perspective include: equal access to education, the same obligations, and equality and roles. If this can be realized then we could reduce the gender inequalities that exist in education. Keywords: Gender Inequality, Education 15 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 A. Latar Belakang Pada masa Yunani, pendidikan dikonsepsikan sebagai proses penyiapan kehidupan manusia yang memilikitiga tipe sebagai masyarakat yang mewujudkan Negara ideal, yaitu: 1) Manusia sebagai pemikir dan pengatur Negara, 2) Manusia sebagai kesatria dan pengaman Negara, 3) Manusia sebagai pengusaha dan penjamin kemakmuran serta kesejahteraan Negara dengan segenap warganya. Pendidikan yang dapat mencerdaskan bangsa adalah pendidikan yang terbebas dari unsur diskriminasi gender. Laki-laki dan perempuan, sama–sama berhak memperoleh pendidikan tinggi, sama-sama berhak mengabdikan ilmu yang telah diperolehnya untuk kebaikan manusia, baik dalam lingkungan rumah tangga maupun diluar rumah tangganya1. Perbedaan prestasi yang dicapai laki-laki dan perempuan sangat berkaitan erat dengan lingkungan yang dimodifikasi secara berbeda. Andaikan lingkungan sejak semula memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan dan laki-laki untuk mahir di berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti yang dilakukan pada anak laki-laki pada umumnya, tentu perempuan tidak akan mengalami ketertinggalan.2 Sebagai mana ada pepatah yang sering kita dengar “wanita adalah tiang negara, apabila wanitanya baik maka negaranya akan baik, apabila wanitanya rusak maka negara itu akan rusak pula”. Dari pepatah ini bisa kita simpulkan bahwa betapa besarnya pengaruh seorang wanita dalam kehidupan ini, jika seorang wanita baik, pintar, dan berakhlak mulia maka mereka akan bisa mewujudkan para pemimpin yang hebat untuk suatu negara. Dengan ini mestinya kita sudah bisa mencermati betapa pentinggnya bagi seorang wanita untuk mendapatkan pedidikan sama dengan hal layaknya para lakilaki. Apa lagi kita juga sering mendengarkan ungkapan yang sangat populer bahwasanya “Dibalik laki-laki yang hebat ada perempuan yang hebat”, dari makna yang tersirat dalam ungkapan tersebut bahwasanya antara perempuan dan laki-laki mereka saling melengkapi antara satu sama lainnya. Seorang perempuan bisa menjadi hebet ketika dia bisa menghebatkan laki-laki yang ada dalam kehidupannya, baik itu kakek, ayah, kakak, adik dan anak. Begitu juga dengan laki-laki mereka bisa meraih suatu kesuksesan dan dikatakan hebat itupun juga tidak luput dari peran perempuan yang ada dalam kehidupannya, baik itu nenek, ibu, kakak dan adik. Eti Nurhayati, Psikologi Perempuan dalam berbagai perspektif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2012), hal. 145 2 Ibid,hal.105. 1 16 Chairani Astina - Ketimpangan Gender dalam Pendidikan Seiring perjalanan sejarah, kaum perempuan telah banyak mengalami berbagai erosi, mulai dari kepribadian, akhlaq, bahkan aqidah. Dan itu semua tidak luput dari pengetahuan yang mereka miliki melalui jenjang pendidikan, sebagaimana yang selama ini kita ketahui pendidikan pada dahulunya lebih diprioritaskan bagi kaum laki-laki saja, sementara kaum perempuan tidak diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi baik karena alasan ekonomi maupun anggapan tugas domestic perempuan. Fenomena subordinasi perempuan dalam pendidikan Indonesia menyaratkan suatu revolusi cultural. Yakni menghancurkan mitos dan segala bentuk pembekuan anggapan yang menyatakan bahwa subordinasi perempuan itu alami (natural). Upaya penyadaran bisa dilakukan melalui pendidikan seperti yang pernah dilakukan R.A. Kartini. Salah satu yang diperjuangkan pada waktu itu adalah kesetaraan pendidikan antara perempuan dan laki-laki3. A. Pengertian Pendidikan dan Tujuannya 1. Pengertian Pendidikan Pengertian pendidikan dari beragam perspektif para tokoh pendidikan yang ada pada buku Dasar-Dasr Kependidikan (Hamdani, 2011), dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah sebuah system yang terencana untuk mewujudkan suasana bealajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara aktif sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat4. 2. Tujuan Pendidikan Tujuan merupakan sasaran yang hendak dicapai dan sekaligus merupakan pedoman yang member arah bagi segala aktivitas yang dillakukan. Salah satu tujuan pendidikan dalam islam adalah “mengembangkan manusia yang baik yang beribadah dan tunduk kepada Allah serta mensucikan diri dari dosa” 5. Menurut Zakiyah Drajat ada beberapa tujuan pendidikan, yaitu : 3 Agnes Widanti, Fatimah Usman, Belajar Gender, analisis : mengurai ketimpangan gender dalam realitas masyarakat, (Semarang : JGJ PMII Jateng, 2005), hal. 45. 4 Hamdani, Dasar-dasar Kependidikan, (Bandung : Pustaka Setia, 2011), hal.1321. 5 Hery Noer Aly. Munzier, Et, al, Watak pendidikan islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2003), hal. 152. 17 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 a. Tujuan umum yaitu tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran, atau dengan cara lain. b. Tujuan akhir yaitu insane kamil yang akan menghadap Tuhannya, merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan islam. c. Tujuan sementara yaitu tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. d. Tujuan operasional yaitu tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu 6. B. Pengertian Gender Dan Kesetaraannya dalam Pendidikan Menurut para ahli, gender didefinisikan sebagai isu perbadaan kelas antara laki-laki dan perempuan. Gender telah lantang digemborgemborkan dimana-mana. Sebenarnya apakah gender itu? Gender merupakan atribut yang disematkan pada seseorang, dikodifikasikan dan dilembagakan secara sosial maupun kultural kepada laki-laki atau perempuan. Gender berkaitan dengan pikiran dan harapan masyarakat untuk melakukan peranan terbaik sebagai laki-laki atau perempuan. Karena gender merupakan bentuk sosial (pengalaman masyarakat), maka penempatan gender dari waktu kewaktu selalu berubah. Gender tidak bersifat universal, artinya antara masyarakat satu dengan yang lainmempunyai pengertian yang berbeda-beda dalam memahami gender. Perbedaan ini disebabkan settingsosiohistoris masyarakat satu dan lainnya tidak sama. Peran gender juga dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan karena gender bukan kodrat Tuhan (hukum Tuhan) melainkan bentukan sosial7. Keadilan dan kesetaraan adalah gagasan dasar, tujuan dan misi utama peradaban manusia untuk mencapai kesejahteraan, membangun keharmonisan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, dan membangun keluarga berkualitas. Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, sehingga mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi dan kontrol atas pembangunan dan memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Secara historis telah terjadi dominasi laki-laki dalam segala lapisan masyarakat di sepanjang zaman, dimana perempuan dianggap lebih rendah daripada laki-laki. Dari sini muncullah doktrin Zakiah Darajat, Ilmu pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal.29-33 Agnes Widanti, Fatimah Usman, Belajar Gender, analisis : mengurai ketimpangan gender dalam realitas masyarakat, hal.3. 6 7 18 Chairani Astina - Ketimpangan Gender dalam Pendidikan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan8. Ketidaksetaraan tersebut diantaranya adalah: 1. Marginalisasi terhadap perempuan Marginalisasi berarti menempatkan atau menggeser perempuan kepinggiran. Perempuan dicitrakan lemah, kurang atau tidak rasional, kurang atau tidak berani, sehingga tidak pantas atau tidak dapat memimpin. 2. Steorotip masyarakat terhadap perempuan Pandangan stereotip masyarakat, yakni pembakuan diskriminatif antara perempuan dan laki-laki. Perempuan dan lakilaki sudah mempunyai sifat masing-masing yang sepantasnya, sehingga tidak dapat keluar dari qodrat yang telah ada. 3. Subordinasi terhadap perempuan Pandangan ini memposisikan perempuan dan karya-karyanya lebih rendah dari laki-laki, sehingg amenyebabkan mereka merasa sudah selayaknya sebagai pembantu, nomor dua, sosok bayangan, dan tidak berani memperlihatkan kemampuannya sebagai pribadi. Laki-laki menganggap perempuan tidak mampu berpikir seperti ukuran mereka, sehingga mereka selalu khawatir apabila memberi pekerjaan berat kepada perempuan. 4. Beban ganda terhadap perempuan Pekerjaan yang diberikan kepada perempuan lebih lama pengerjaannya bila diberikan kepada laki-laki, karena perempuan yang bekerja disektor publik masih memiliki tanggungjawab pekerjaan rumah tangga yang tidak dapat diserahkan kepada pembantu rumah tangga sekalipun pembantu rumah tangga samasama perempuan. 5. Kekerasan terhadap perempuan Kekerasan terhadap perempuan dapat berupa kekerasan psikis, seperti pelecehan, permintaan hubungan seks ditempat umum, senda gurau yang melecehkan seks perempuan. Dan kekerasan fisik, seperti pembunuhan, perkosaan, penganiayaan terhadap perempuan dan lain sebagainya 9. Sementara itu dalam pendidikan dasar persamaan pendidikan menghantarkan setiap individu atau rakyat mendapatkan pendidikan sehingga bisa disebut pendidikan kerakyatan. Sebagaimana Athiyah, Wardiman Djojonegoro menyatakan bahwa ciri pendidikan Asghar Ali Engineer, Hak-hak Perempuan dalam Islam, terj. Farid Wajidi dan Cici Farkha Assegaf, Yogyakarta: Lembaga study Pengembangan Perempuan dan Anak, 1994, hlm. 55. 8 9 A. Nunuk P. Murniati, Getar Gender, Magelang: Indonesia Tera, 2004, hlm. XX- XXIV. 19 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 kerakyatan adalah perlakuan dan kesempatan yang sama dalam pendidikan pada setiap jenis kelamin dan tingkat ekonomi, sosial, politik, agama dan lokasi geografis publik. Dalam kerangka ini, pendidikan diperuntukkan untuk semua, minimal sampai pendidikan dasar. Sebab manusia memiliki hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan yang layak. Apabila ada sebagian anggota masyarakat yang tersingkir dari kebijakan kependidikan berarti kebijakan tersebut telah meninggalkan sisi kemanusiaan yang setiap saat harus diperjuangkan10. C. Ketimpangan Gender Dalam Pendidikan 1. Kurikulum yang Bias Gender Terjadinya distori padagogis yang ditimbulkan media masa juga tuntutan pemerintah dan industri swasta. Untuk tehnik pendidikan menengah dan tinggi juga mempresentasikan hal serupa yakni nilai dan kurikulum yang bias gender. Sebenarnya masalah nilai materi merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi dalam pengembangan kurikulum agar tidak bias. Kurikulum yang bias gender didalamnya memuat dua hal, yakni : Kurikulum pendidikan secara teori dalam materi yang diberikan Kurikulum yang diberikan dalam bentuk kegiatan atau praktek. 2. Kebijakan Sekolah yang Diskriminatif Kebijakan-kebijakan yang diambil penguasa pendidikan terhadap siswa laki-laki dan perempuan sering merugikan salah satunya. Tetapi yang paling dirugikan adalah siswa perempuan, semis ala sudut pandang yang membedakan peta perempuan dan laki-laki. Pertama, bidang studi yang diterima laki-laki lebih pada alokasi waktu dan kesempatan yang leluasa. Hal ini dapat kita lihat dalam pemberian kesempatan masuk perguruan tinggi jurusan tertentu, sepert teknik dan otomotif. Dengan kesempatan yang berbeda tentu saja buku-buku dan materi laki-laki lebih beragam. Sementara siswi dianggap telah cukup dengan menguasai masalahmasalah sehingga tidak aneh jika laki-laki kelak dapat mengembangkan diri untuk menjadi pemimpin. Kedua, keberadaan diluar (masyarakat dan lingkungan) kurang mendapat tempat dan sambutan, sementara itu pula peraturan dan kebijakan yang ditujukan kepada perempuan telah Eni Purwati dan Hanun Asrohah, Bias Gender dalam Pendidikan Islam, Surabaya: Alpha, 2005, hlm: 30. 10 20 Chairani Astina - Ketimpangan Gender dalam Pendidikan membatasi kiprahnya diluar sehingga mereka kekurangan informasi dan kegiatan11. Pembelajaran yang selama ini berlangsung dilembagalembaga pendidikan sekolah maupun luar sekolah, disinyalir sebagian kalangan masih belum berwawasan gender, karena belum dapat menggali dan mengembangkan semua talenta peserta didik, terutama mereka yang perempuan dan kaum dhu’afa. Hal ini karena : (1) masih ada anggapan bahwa prinsip utama pendidikan terletak pada usaha para pendidik, orang tua, atau peserta didik untuk selalu mentaati setiap peraturan tampa reserfe, (2) ada mitos bahwa perempuan kurang cerdas dibanding laki-laki, betapapun mereka mendapat pendidikan seperti laki-laki. Perlakuan diskriminasi dalam proses pembelajaran berakar dari paradigma konvensional yang memandang anak perempuan lebih rendah dari anak laki-laki dalam berbagai partisipasi kehidupan. Paradigma yang telah terkontruksi secara kultural turun temurun ini diperkuat oleh usaha-usaha untuk mengarahkan laki-laki maskulin dan anak perempuan menjadi feminim, yang kemudian mempengaruhi perkembangan masing-masing anak perempuan dan anak laki-laki menjadi berbeda. Sosialisasi ini terjadi sejak dini melalui instansi keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara.12 3. Stigmatisasi disiplin Ilmu Variasi-variasi peranan dimainkan laki-laki dan perempuan adalah produk dari norma dan nilai-nilai diluar dari individu yang mengajari. Mereka sejak muda belia sudah menerima refleksi perbedaan gender, sehingga stigmatisasi keberbedaan disiplin ilmu menjadi budaya dimasyarakat. Hal inilah yang mengakibatkan diskriminasi terhadap pendidikan perempuan. Pendiskriminasian tersebut disebabkan beberapa factor, sebagi berikut : a. Factor Ekonomi Para orang tua lebih memberikan kesempatan pada anak laki-laki karena lemahnya ekonomi. Ketersedian uang dan waktu untuk mengejar cita-cita mengakses pendidikan tinggi, pemudi ketika ditanya mengapa tidak melanjutkan keperguruan tinggi, mereka menjawab “cannot afford it” ini disebabkan karena 11 Agnes Widanti, Fatimah Usman, Belajar Gender, analisis : mengurai ketimpangan gender dalam realitas masyarakat. Hal.46-47. Eti Nurhayati, Psikologi Perempuan dalam berbagai perspektif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2012), hal. 121-122. 12 21 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 orang tua harus menyediakan biaya lebih banyak dibanding untuk anak laki-laki melanjutkan pendidikan. b. Factor fasilitas pendidikan Jumlah lembaga pendidikan dipedesaan kurang memadai. Baik itu fasilitas umum, khusus ataupun pendukung. c. Factor social Awal sosialisasi untuk mandiri antara ank perempuan dan laki-laki yang dibedakan oleh orang tua dan keluarga, mengakibatkan mereka tumbuh berbeda, termasuk dalam gaya berfikirnya. Perkembangan seorang aak sangat ditentukan pertama sekali oleh lingkungan dimana anak lahir, diasuh dan dibesarkan dalam lingkungan keluaraga. Adanya kebudayaan (adat) yang menganggap bahwa anak perempuan telah cukup menguasai masalah-masalah pokok dalam pendidikan. d. Factor pembagian peran menurut jenis kelamin. Selama ini banyak orang beranggapan bahwa kepribadian perempuan dan laki-laki sangat berbeda dan tidak ada kesamaan yang dapat menjembatani keduanya. Anggapan ini menimbulkan banyak orang yang mengalami penderitaan psikis karena mereka terikat untuk berperan sebagai perempuan saja dan laki-laki saja, seperti yang telah ditentukan oleh orang tua melalui perlakuan yang berbeda sejak kecil dikeluarga. Para orang tua cenderung menilai bahwa anak perempuan lebih lemah (pemahamannya dalam pelajaran) dibandingkan anak laki-laki. Akibat dari factor-faktor diatas, maka timbul persoalan lain, diantaranya : 1. Pendominasian laki-laki dalam pengambilan keputusan. 2. Karena pendidikan perempuan kurang memadai dan kurang keterampilan maka banyak istri yang hidupnya tergantung pada suami cenderung menerapkan system patriarkhi. 3. Masih tingginya tingkat pernikahan dibawah umur terutama perempuan, akibatnya banyak terjadi kawin-cerai dibawah umur karena usia mereka menunjukkan ketidak siapan untuk menikah. 4. Karena pendidikan yang kurang, maka mereka kurang mampu membina keluarga secara psikologis dan kesehatan keluarga13. 13 22 Ibid, hal.47. Chairani Astina - Ketimpangan Gender dalam Pendidikan D. Pendidikan Memandang Gender Dalam deklarasi hak-hak asasi manusia pasal 26 dinyatakan bahawa: Setiap orang berhak mendapatkan pengajaran… Pengajaran harus mempertinggi rasa saling mengerti, saling menerima serta rasa persahabatan antara semua bangsa, golongan-golongan kebangsaan, serta harus memajukan kegiatan PBB dalam memelihara perdamaian dunia. Dari deklarasi diatas , sesungguhnya pendidikan tidak hanya dianggap dan dinyatakan sebagai sebuah unsure utama dalam upaya pencerdasan bangsa melainkan juga sebagai produk atau konstruksi social, maka dengan demikian pendidikan juga memiliki andil bagi terbentuknya relasi gender dimasyarakat. Pendidikan memang harus menyentuh kebutuhan dan relevan dengan tuntutan zaman, yaitu kualitas yang memiliki keimanan dan hidup dalam ketaqwaan yang kokoh, mengenali, menghayati dan menerapkan akar budaya bangsa berwawasan luas dan komprehensif, menguasai ilmu pengetahuan, dan keterampilan mutakhir, mampu mengantisipasi arah perkembangan, berfikir secra analitik, terbuka pada hal-hal baru, mandiri, selektif, mempunyai kepedulian social yang tinggi, dan bisa meningkatkan prestasi. Perempuan dalam pendidikannya juga diarahkan agar mendapatkan kualifikasi tersebut sesuai dengan taraf kemampuan dan minatnya14. Seperti dalam prinsip pendidikan emansipatori, yang mana sepatutnya memperlakukan masyarakat : laki-laki, perempuan, kaya atau miskin untuk berperan setara dan bertujuan untuk memperbaiki kehidupan dan memperluas pilihan masyarakat (Streeten, 1995). Perbaikan kondisi dan perluasan pilihan itu diharapkan dapat memberikan akses yang sama bagi semua orang keberbagai kesempatan untuk memberbesar pilihan hidup mereka, dapat memberikan suatu kerangka untuk memahami bagaimana system ekonomi, social, lingkungan, dan pemerintah berinteraksi , serta mengkaji trade-offs diantara berbagai subsistem itu, serta dapat mengoptimalkan produktivitasnya melalui investasi dalam pembangunan ekonomi makro menuju peraihan potensinya yang optimal. Atas dasar itu masyarakat dapat menentukan pilihannya sendiri secara otonom. Untuk mengembangkan masyarakat, ada beberapa prinsip yang harus ditumbuhkan dalam penyelenggaraan pendidikan emansipatori : 1. Pemerataan atau keselaraan (equity), prinsip ini menganduk makna suatu kesamaan dan kesetaraan dalam pemanfaatan 14 Moh.Roqib, Pendidikan Perempuan, (Yogyakarta: Gama Media, 2003), hal.49. 23 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 setiap kesempatan. Dalam bidang pendidikan kesempatan harus diberikan yang sama kepada rakyat kecil, kaum perempuan, kelompok dewasa dan tua, masyarakat ditempat terpencil, suku terasing, etnis minoritas dan yang lainnya. 2. Berkelanjutan (subtainability), prinsip dasar pembangunan berkelanjutan menurut World Comission on Environment and Development (1987) bahwa generasi sekarang harus memenuhi kebutuhannya tampa mengorbankan kemampuan generasigemerasi yang akan dating untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pendidikan emansipasi untuk masyarakat harus diselenggarakan secara berkelanjutan antar generasi. 3. Produktivitas (productivity), pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat harus menghasilkan kemanfaatan sebesarbesarnya bagi kemajuan masyarakatnya melalui investasi dalam pembangunan manusia yang memungkinkan manusia meraih potensi optimalnya. 4. Pemberdayaan (empowerment). Pemberdayaan berarti memberikan kesempatan kepada individu untuk berprestasi aktifdalam setiap ikhtiar pembangunan sekaligus upaya pembelajaran masyarakat dalam proses pengembangan diri, memberikan kesmpatan pada masing-masing warga masyarakat untuk berkembang sesuai dengan daya kemampuannya 15. Dengan demikian, departemen pendidikan melakuakn perubahan pada kurikulum dan rupanya sudah terakomodasi dalam kurikulum 2004 tinggal bagaimana mengaplikasikannya dalam bahan ajar terutama isu gender meskipun pada kenyataannya masih membawa dampak bias gender dalam masyarakat yang masih berakibat pada kurang optimalnya sumberdaya manusia yang optimal yang unggul disegala bidang tampa memandang jenis kelamin. Dengan demikian, pendidikan seharusnya memberikan mata pelajaran yang sesuai dengan bakat dan minat setiap individu perempuan, bukan hanya diarahkan pada pendidikan agama dan ekonomi rumah tangga , melainkan juga masalah pertanian, dan keterampilan lainnya. Pendidikan dan bantuan terhadap perempuan dalam semua bidang tersebut akan menjadikan nilai amat besar dan merupakan langkah awal untuk memperjuangkan persamaan sesungguhnya16. 15 16 hal.1-49. 24 Eti Nurhayati, Psikologi Perempuan dalam berbagai perspektif, hal. 171-177. Daryo Sumanto, Isu Gender dalam Bahan Ajar, (Jakarta: Akses Internet, 2004), Chairani Astina - Ketimpangan Gender dalam Pendidikan E. Tujuan Pendidikan Berprespektif gender Tujuan dari pendidikan berperspektif gender di antaranya: 1. Mempunyai akses yang sama dalam pendidikan, misalnya, anak pria dan wanita mendapat hak yang sama untuk dapat mengikuti pendidikan sampai ke jenjang pendidikan formal tertentu. Tentu tidaklah adil, jika dalam era global sekarang ini menomorduakan pendidikan bagi wanita, apalagi kalau anak wanita mempunyai kemampuan. Pemikiran yang memandang bahwa wanita merupakan tenaga kerja di sektor domestik (pekerjaan urusan rumah tangga) sehingga tidak perlu diberikan pendidikan formal yang lebih tinggi, merupakan pemikiran yang keliru. 2. Kewajiban yang sama , umpamanya seorang laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai kewajiban untuk mencari ilmu. Sejalan dengan hadits nabi “menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim laki-laki dan muslim perempuan”. 3. Persamaan kedudukan dan peranan, contohnya baik pria maupun wanita sama-sama berkedudukan sebagai subjek atau pelaku pembangunan. kedudukan pria dan wanita sebagai subjek pembangunan mempunyai peranan yang sama dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan menikmati hasil pembangunan. Akhirnya berkaitan dengan persamaan kesempatan17. Dapat diambil contoh, jika ada dua orang guru yakni seorang pria dan seorang wanita sama-sama memenuhi syarat, keduanya mempunyai kesempatan yang sama untuk mengisi lowongan sebagai Dekan atau Ka.Prodi. Wanita tidak dapat dinomorduakan semata-mata karena dia seorang wanita. Pandangan bahwa pemimpin itu harus seorang pria merupakan pandangan yang keliru dan perlu ditinggalkan. Pendidikan berperspektif gender barulah akan memberikan hasil secara lebih memuaskan, jika dilaksanakan oleh seluruh kalangan masyarakat, mulai dari yang tergabung dalam lembaga pendidikan formal maupun non formal, instansi pemerintah, swasta seperti organisasi profesi, organisasi sosial, organisasi politik, organisasi keagamaan dan lain-lain sampai pada unit yang terkecil yaitu keluarga. Pembangunan di bidang pendidikan misalnya, kalau perencanaannya, pelaksanaannya atau pelayanannya, pemantauannya dan evaluasinya sudah berwawasan gender, maka dapat dipastikan bahwa pendidikan yang baik dapat dinikmati oleh baik laki-laki maupun perempuan. Demikian pula pembangunan di bidang-bidang yang lainnya. Modul, Evaluasi Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Di Sektor Pendidikan, Direktorat Kependudukan dan Pemberdayaan Perempuan Bappenas bekerja sama dengan CIDA melalui Women’s Support Project Phase II. hlm. 29. 17 25 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 F. Kesimpulan Sebagaimana yang kita ketahui pendidikan adalah suatu kebutuhan pokok manusia, baik itu pendidikan formal ataupun informal, pendidikan sangat berperan penting bagi seorang manusia, baik itu lakilaki ataupun perempuan, karena manusia sudah berhak mendapatkan pendidikan semenjak dia didalam kandungan sang ibu, untuk bekal mereka kelak dalam menjalani kehidupan. Jadi sangatlah tidak adil jika dalam pendidikan adanya pendiskriminasian terhadap salah satu pihak yang akan dirugikan pada masyarakat dalam kesempatan untuk meraih berbagai ilmu pengetahuan dalam segala bidang sesuai dengan minat individu. Maka dari itu, dengan adanya kesetaraan gender dalam pendidikan hendaknya bisa membantu para partisipan dalam dunia pendidikan bisa memberikan kesejahteraan kepada masyarakat seoptimal mungkin, sehingga tidak adanya keterbelakangan, akhlaq, pengetahuan, pola berfikir yang mengakibatkan banyaknya ketimpangan-ketimpangan gender dalam pendidikan. Melalui pendidikan juga bisa dijadikan sebagai wasilah untuk merobah mitos yang telah mendarah daging didalam kehidupan masyarakat kita tentang gender. Baik itu dalam pengembangak kurikulum yang ada, dan dalam proses belajar mengajar ataupun materi dengan contoh kegiatan praktek yang begitu membedakan kemampuan mereka antara siswa laki-laki dan perempuan 26 Chairani Astina - Ketimpangan Gender dalam Pendidikan DAFTAR PUSTAKA Aly, Hery Noer. Munzier, Et, al, Watak pendidikan islam, Jakarta: Friska Agung Insani, 2003. Darajat, Zakiah, Ilmu pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996. Engineer, Asghar Ali, Hak-hak Perempuan dalam Islam, terj. Farid Wajidi dan Cici Farkha Assegaf, Yogyakarta: Lembaga study Pengembangan Perempuan dan Anak, 1994. Hamdani, Dasar-dasar Kependidikan, Bandung : Pustaka Setia, 2011. Modul, Evaluasi Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Di Sektor Pendidikan, Direktorat Kependudukan dan Pemberdayaan Perempuan Bappenas bekerja sama dengan CIDA melalui Women’s Support Project Phase II. hlm. 29. Murniati, A. Nunuk P., Getar Gender, Magelang: Indonesia Tera, 2004. Purwati, Eni dan Hanun Asrohah, Bias Gender dalam Pendidikan Islam, Surabaya: Alpha, 2005. Nurhayati, Eti, Psikologi Perempuan dalam berbagai perspektif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2012. Roqib, Moh., Pendidikan Perempuan, Yogyakarta: Gama Media, 2003.. Sumanto, Daryo, Isu Gender dalam Bahan Ajar, Jakarta: Akses Internet, 2004. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Widanti, Agnes, Fatimah Usman, Belajar Gender, analisis : mengurai ketimpangan gender dalam realitas masyarakat, Semarang : JGJ PMII Jateng, 2005. 27 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 28 ILMU MUNASABAH SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM Hendri Purbo Waseso1 Abstrak Kajian dalam ulumul qur’an dapat dianggap sebagai kajian lama atau yang telah menyejarah dalam perjalanan umat Islam. Mendekati kajian-kajian tersebut dari prespektif yang berbeda dapat memproduksi pengetahuan baru. Melalui kontekstualisasi, seperti yang dilakukan oleh tokoh muslim kontemporer seperti Muhammad Abduh dengan tafsir rasionalnya, Nasr Hamid dengan kajian tekstualitas alQur’annya dan sederet tokoh lainnya, agaknya tidak mustahil jika kajian dalam ulumul qur’an dianalisa relevansi dan kontekstualisasinya dengan pendidikan Islam. Analisa yang digunakan dalam tulisan ini melalui pendekatan hermenutika yaitu, mencari dalalah dalam ilmu munasabah sampai kemudian ditemukan maghza nya dalam konteks pendidikan Islam. Hasilnya adalah bahwa ilmu munasabah dapat dijadikan sebagai pendekatan dalam pendidikan Islam. Kata kunci: Ilmu Munasabah, Pendidikan Islam. Abstract Studies in Ulumul quran can be considered as the study of old or who have been historically the way Muslims. Approaching these studies from a different perspective can produce new knowledge. Through contextualization, as practiced by contemporary Muslim figures such as Muhammad Abduh with rational interpretation, Nasr Hamid with textuality al-Quran studies and a series of other figures, it seems not impossible if the studies in Ulumul quran analyzed the relevance and kontekstualisasinya with Islamic education. Analysis used in this writing approach in hermenutika that is, looking for dalalah in the science of munasabah to later found maghza his in the context of islamic education.The result is that the science munasabah can be used as this approach in islamic education. Keywords: the science munasabah, islamic education. 1 Penulis adalah Dosen di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UNSIQ Jawa Tengah 29 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 A. Latar Belakang Masalah Al Qur’an merupakan kitab suci sekaligus sumber ilmu bagi umat Islam. Didalamnya terdapat himpunan ayat-ayat dan suratsurat yang diterima oleh Nabi Muhammad Saw dari Allah Swt melalui malaikat jibril secara bertahap. Pada masa khalifah Usman, muncullah kebijakan tentang dibukukannya al Qur’an. Dalam proses tersebut, terdapat berbagai perdebatan dari berbagai kalangan sahabat. Salah satu sebabnya adalah karena beragamnya bacaan (qira’at) al-Qur’an yang menurut pendapat yang masyhur ada tujuh macam. Salah satu sahabat yang pernah menentang usaha khalifah usman dalam pembukuan al-Qur’an adalah Ibnu Mas’ud.2 Dan bacaan selain mushaf usmani pun banyak yang dianggap tidak “sah” diantaranya mushaf Ubay bin Ka’ab, mushaf Abdullah bin Abbas, Mushaf Ali bin Abi Thalib, Mushaf Abdullah bin Umar, mushaf Hafshah, mushaf Ummi Salamah, mushaf Abdullah bin Zubair, mushaf Aisyah dan lain sebagainya. 3 Pengesahan mushaf usmani tersebut yang menjadi rujukan umat muslim sekarang merupakan sejarah awal perjalanan dari unifikasi kitab suci al-Qur’an. Dan keragaman qira’at selanjutnya juga berkembang pada banyaknya penafsiran yang muncul. Baik penafsiran yang dilihat dari teks maupun makna dari teks al-Qur’an. Dari prespektif sejarah, munculnya ulumul qur’an pada akhir abad ke 3 hijriah merupakan usaha para ilmuwan muslim untuk merespon masalah-masalah yang muncul di masyarakat pada waktu itu yang digunakan untuk mempermudah memahami pesan-pesan al-Qur’an. Masalah-masalah tersebut menjadi sebab munculnya kajian dalam ulumul qur’an seperti asbabun nuzul, makki maddani, ‘am khas, nasakh mansukh, muhkam mutasyabih, munasabah dan pembahasan pokok lainnya. Kajian dalam ulumul qur’an tersebut dapat dianggap sebagai kajian lama atau yang telah menyejarah dalam perjalanan umat Islam. Akan tetapi sekarang bukanlah persoalan lama-barunya, melainkan bagaimana kita mendekati kajian-kajian tersebut dari prespektif yang berbeda dan dapat dikontekstualisasikan. Seperti yang dilakukan oleh tokoh muslim kontemporer seperti Muhammad Abduh dengan tafsir rasionalnya, Nasr Hamid dengan kajian tekstualitas al-Qur’annya dan sederet tokoh lainnya. Karena itu, penulis tertarik untuk mengulas ulang atau mendeskripsikan kembali konsep munasabah menurut berbagai pendapat dan berusaha untuk mencari benang merah antara munasabah dan kajian pendidikan Islam. Pertanyaannya sekarang adalah 2 3 30 Ignaz Goldziher, Mazhab Tafsir (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2006), hlm. x. Ibid Chairani Astina - Ketimpangan Gender dalam Pendidikan munasabah dalam prespektif pendidikan Islam itu lebih tepatnya diposisikan dimana? Pertanyaan tersebut akan menjadi tantangan tersendiri bagi penulis. Selain hal tersebut, kemunculan istilah munasabah dan konsepnya dalam kajian ilmu-ilmu al-Qur’an juga akan dijelaskan dalam tulisan ini. B. Kemunculan Istilah Munasabah Secara logika, munasabah sebenarnya telah muncul ketika alQur’an mulai dibukukan. Akan tetapi istilah ini belum berdiri sendiri sebagai cabang ilmu dalam Ulumul Qur’an. Ketika al-Qur’an dibukukan, dalam bagaimana mengurutkan satu ayat ke ayat lain atau antar surat adalah salah satu bukti dimana para sahabat mengurutkan ayatnya tidak mungkin serampangan. Ada dua pendapat tentang keterkaitan antar ayat dan surat dalam al-Qur’an yang sampai pada kita sekarang yaitu pertama, tauqifi, artinya tertibnya ayat dan surat dalam al-Qur’an adalah sudah ditetapkan oleh Rasulullah. Pendapat ini berdasarkan pada Ijma’ sahabat terhadap mushaf Utsman. Ijma’ ini tak akan mungkin terjadi kecuali kalau tertib itu tauqifi, seandainya bersifat ijtihadi, niscaya pemilik mushaf lainnya akan berpegang teguh pada mushafnya. Kedua ijtihadi, artinya munasabah dihasilkan melalui ijtihad para sahabat. Hal ini disebabkan karena tidak ada petunjuk langsung dari Rasulullah tentang tertib surah dalam Al-Quran. Sahabat juga pernah mendengar Rasul membaca Al-Quran berbeda dengan susunan surah sekarang, hal ini di buktikan dengan munculnya empat buah mushaf dari kalangan sahabat yang berbeda susunannya antara yang satu dengan yang lainnya. Yaitu mushaf Ali, mushaf ‘Ubay, mushaf Ibn Mas’ud, mushaf Ibnu Abbas. Mushaf yang ada pada catatan sahabat berbeda-beda ini juga menunjukkan bahwa susunan surah tidak ada petunjuk resmi dari Rasul.4 Sampai sekarang ada tidaknya konsep munasabah masih menjadi perbincangan yang menarik dalam wacana seputar Ulumul Qur’an. C. Ilmu Munasabah Munasabah sebagai ilmu atau yang juga disebut dengan “Tanasubil Aayati Wassuwari” pertama kali di cetus oleh Imam Abu Bakar An-Naisaburi (w.324 H)5. Menurut bahasa Munasabah berasal dari kata ناسب يناسب مناسبةyang berarti dekat, serupa, mirip, dan rapat. المناسبةsama artinya dengan المقاربةyakni mendekatkannya dan menyesuaikannya.; النسيبartinya (القريب المتصلdekat dan berkaitan). Misalnya, dua orang bersaudara dan anak paman. Ini 4 5 Abu Anwar, Ulumul Quran: Sebuah Pengantar, (Jakarta: Amzah, 2005) hlm. 61 Ahmad Syafei, Tafsir Sebuah Pengantar, (Bandung: Pustaka Setia, 2003) hlm 36 31 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 terwujud apabila kedua-duanya saling berdekatan dalam artian ada ikatan atau hubungan antara kedua-duanya. An-Nasib juga berarti Ar-Rabith, yakni ikatan, pertalian, hubungan.6 Sedangkan dalam pengertian secara istilah, terdapat beberapa macam pendapat dari para ulama, antara lain, Manna’ Khalil alQattan, bahwa segi-segi hubungan antara satu kata dengan kata yang lain dalam satu ayat, antar satu ayat dengan ayat lain, atau antar satu surat dengan surat yang lain. Sedangkan Hasbi al-Shiddiqie memandang bahwa munasabah hanya terbatas pada hubungan antar ayat. Dan al-Baghawi menyamakan munasabah dengan ta’wil. Serta Badruddin al-Zarkasyi dan al-Suyuthiy mengemukakan bahwa, munasabah mencakup hubungan antar ayat dan antar surat. 7 D. Macam-macam Munasabah dan Ayat-ayatnya Ditinjau dari sifatnya, munasabah terbagi menjadi 2 bagian, yaitu : 1. Zhahirul Irtibath Artinya munasabah ini terjadi karena bagian al-Qur’an yang satu dengan yang lain nampak jelas dan kuat disebabkan kuatnya kaitan kalimat yang satu dengan yang lain. Deretan beberapa ayat yang menerangkan sesuatu materi itu terkadang, ayat yang satu berupa penguat, penafsir, penyambung, penjelas, pengecualian, atau pembatas dengan ayat yang lain. Sehingga semua ayat menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan. Sebagai contoh, adalah hubungan antara ayat 1 dan 2 dari surat al-Isra’, yang menjelaskan tentang di-isra’-kannya Nabi Muhammad saw, dan diikuti oleh keterangan tentang diturunkannya Tarurat kepada Nabi Musa as. Dari kedua ayat tersebut nampak jelas bahwa keduanya memberikan keterangan tentang diutusnya nabi dan rasul.8 2. Khafiyul Irtibath Artinya munasabah ini terjadi karena antara bagian-bagian alQur’an tidak ada kesesuaian, sehingga tidak tampak adanya hubungan di antara keduanya, bahkan tampak masing-masing ayat berdiri sendiri, baik karena ayat yang dihubungkan dengan ayat lain maupun karena yang satu bertentangan dengan yang lain. 9 Hal tersebut tampak dalam dua model, pertama, hubungan yang ditandai Rachmat Syafe’i, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia, 2006) hlm. 37 Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, cet. II, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2003) hlm. 50 8 Supiana dan Karman, Ulumul Qur’an, (Bandung : Pustaka Islamika, 2002) hlm. 167 9 Ibid 6 7 32 Chairani Astina - Ketimpangan Gender dalam Pendidikan dengan huruf ‘athaf. Sebagai contoh, terdapat dalam surat alGhosyiyah ayat 17-20 : ُ أَفَ ََل يَ ْن )٧١( ْف ُرفِعَت ِ س َم َّ ) َوإِلَى ال٧١( ْف ُخ ِل َقت َ اء َك ْي َ اْل ِب ِل َك ْي ِ ْ ظ ُرونَ إِ َلى )٠٢( ْف نُ ِصبَت ُ ف ِ َوإِلَى ْاْل َ ْر َ ( َوإِلَى ا ْل ِجبَا ِل َك ْي٧۱( ْس ِط َحت َ ض َك ْي Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana diciptakan. Dan langit, bagaimana ditinggikan. Dan gununggunung, bagaimana ditegakkan. Dan bumi, bagaimana dihamparkan. Jika diperhatikan, ayat-ayat tersebut sepertinya tidak terkait satu dengan yang lain, padahal hakekatnya saling berkaitan erat. Penyebutan dan penggunaan kata unta, langit, gunung, dan bumi pada ayat-ayat tersebut berkaitan erat dengan kebiasaan yang berlaku di kalangan lawan bicara yang tinggal di padang pasir, di mana kehidupan mereka sangat tergantung pada ternak (unta), namun keadaan tersebut tidak bisa berlangsung kecuali dengan adanya air yang diturunkan dari langit untuk menumbuhkan rumput-rumput di mana mereka mengembala, dan mereka memerlukan gunung-gunung dan bukit-bukit untuk berlindung dan berteduh, serta mencari rerumputan dan air dengan cara berpindahpindah di atas hamparan bumi yang luas. Secara umum dapat dikatakan bahwa adanya huruf ‘athof ini mengisyaratkan adanya hubungan pembicaraan. Ini dapat dilihat misalnya dalam surat Al-Baqoroh (2): 245 : َ ُ َ ُ ُ َو ه ُ اَّلل َي ْقب )٥٤٢( ض َو َي ْب ُسط َو ِإل ْي ِه ت ْر َج ُعون ِ Namun demikian, ayat-ayat yang ma’thuf itu dapat diteliti melalui bentuk susunan berikut. a) ( المضا ةperlawanan/bertolak belakang antara satu kata dengan kata yang lain). Misalnya kata الرحماdisebut setelah العا اا. kata الرغبااsesudah ;الرهبااmenyebut janji dan ancaman sesudah menyebut hukum-hukum. Hubungan ini banyak terdapat dalam surah Al-Baqarah, An-Nisa, Al-Maidah.10 Misal lain seperti dalam surah Al-Baqarah;6 : َ َ ُ ْ ََ َ ه ه ُْ َ َ َ َ َْ )٦( ين كف ُروا َس َو ٌاء َعل ْي ِه ْم َءأنذ ْرت ُه ْم أ ْم ل ْم تن ِذ ْر ُه ْم ال ُيؤ ِمنون ِإن ال ِذ artinya :Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. 10 Rachmat Syafe’i, Pengantar ..., hlm. 40 33 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Ayat ini menerangkan watak orang kafir yang pembangkang, keras kepala, tidak percaya kepada kitab-kitab Allah. Sedangkan pada ayat sebelumnya Allah menerangkan watak orang mukmin yang berlawanan dengan orang-orang kafir.11 Al-Baqarah (2);34: َ َ ه َ ُ ْ ُ َ ْ َْ َُ ُ َ ه َ َ)و هالذذذ٣( ذْه ْم ُي ْنف ُقذذو َن ُ ذَق َوم هَّذذْ َر َق ْو َنذ ين ُي ْؤ ِم ُنذذون الذ ِذذين يؤ ِمنذذون َِْل يذ ِذي وي ِقيَّذذون الاذ ِ ِ ِ َ ُ ُ ْ ُ َ َ َ ْ َ ْ َ ُْ َ َ َ َْ َ ُْ َ )٤( وونون ِ ْآلخر ِق هم ي ِ ََِّْ أن ِزل ِإليك ومْ أن ِزل ِمن وب ِلك و ِب Artinya: (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.(3) Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.(4) b) االساطرراةyaitu pindah kekata lain yang ada hubungannya atau penjelasannya lebih lanjut. Misal-nya surah Al-Ara’af; 26 : َ َ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َْ َ َ َ ْ ُ ْ َ ً ُ َ ي َ ْ ُ ْ َر ً َ َ ُ ه ذْا الْق َذول ك ِل َذك خ ْذ ٌذِك ِل َذك يْ َ ِني آدم ود أنزلنْ عليكم ِلبْسْ يو ِار سذوآ ِتكم و ِ شًذْ و ِلب َ ه َ ه ه ه َ ْ )٥٦( اَّلل ل َعل ُه ْم َيذك ُرون ِ ِمن آي ِ ْت Artinya ;Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa. Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat. Ayat tersebut menjelaskan tentang nikmat Allah. Sedang Ditengah dijumpai kata mengalihkan pada و ِلبَااا لyang َ ا الط و ىَااا َ penjelasan ini (pakaian). Dalam hal ini munasabah yang dapat dilihat adalah antara menutup tubuh atau aurat dengan katakata taqwa. c) الاطلصyaitu melepaskan kata kesatu ke kata lain, tetapi masih berkaitan, misalnya ayat 35 surat An-Nur (24) : َ ْ َ ُ ُ ََ ْ َ َ َ هُ ُ ُ ه َ َُ ُ َ ْ ْ ٌ َ ْ ذور ِا ك ًَِّ ذ ذذف زْق ِج َيه ذ ذذْ ِماذ ذذبْ ا ِ اذ ذذبْ ِ ذ ذ قجْجذ ذ ذ ز ِ اَّلل نذ ذذور السذ ذذَّْو ِ ِ مَ ذ ذذٍ نذ ذ ِ ات واُر َ ُ ٌّ ِّ ُ ٌ َ ْ َ َ ُّ َ َ ُ َ َ ه َْوو ُد م ْن َش َج َر زق ُم َب َْر َك ز َقْي ُْ َون ز ال َش ْر ِو هي ز َوال َغ ْرب هي ز َي َف ُْد َقْي ُته الزجْج كأنهْ كوكي د ِري ي ِ ِ َ َ َ ُ ُ ْ ُ ه ُ ه َ ْ َ ْ ذور عرذي نذور ََّلل ْهذدي اَّلل لنذذورا َمذن ًْ ُذْء َو َيمذر ُل اَّلل ٌ ُيضذِ ُيء َو َل ْذو َل ْذم َت َّْ َس ْس ُذه َنذ ٌذْر ُن َ اُمَذ ذْل ِ ز ِِ ِ ِ ِ َ ِّ ُ ُ ه َ ه َ ٌ ْ )٣٢( ْا واَّلل َِف ٍِ شِي زء ع ِليم ِ ِللن Ada lima الطلصص ت, yaitu : 11 34 Abu Anwar, Ulumul ..., hlm. 72 Chairani Astina - Ketimpangan Gender dalam Pendidikan (1) Menyebut ُ نلا لdengan perumpamaanya, lalu di takhallushُّ kan ke الز َج َج لdengan menyebut sifatnya. (2) Kemudian menyebut ُنل ا لdan زَ ىيط ل نَ اyang meminta bantu darinya, lalu di takhallush dengan menyebut َش َج َر. (3) Dari َش َج َرdi-takhallush dengan menyebut sifat zaitun. (4) Lalu di-takhallush dari menyebut sifat َزَ ىيط ل نke sifat ُ نل. (5) Kemudian dari ُ نلاdi-takhallush ke nikmat Allah berupa hidayah ( )يَ ىهدِيbagi orang yang Allah kehendaki. d) Tamsil dari kejadian َ ْ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ ِّ َ ْ َ ُ ه َ َ َ ْ ُ َْ ْسذ َأ ُل َون َك َعذذن ه أ ال ِ ذ ُّذِ َِذذأ ْن تذذأتوا ال ُب ُيذذوت ِمذ ْذن ذْا واَاذ ِذر ولذذت ِ ِ َِ اُهلذ ِ وذذٍ َِذ ْ موا ِويذذَ ِللنذ َ ُ ْ ُ ْ ُ ُُ َ ََ ه ْ ه َ ه َ َ ُ ُُْ َ ْ ْ َ َ َ ه ُ هَ َ َه )٩٨١( ورهْ ول ِكن ال ِ ِم ِن اتقى وأتوا البيوت ِمن أَو ِابهْ واتقوا اَّلل لعلكم تف ِلحون ِ ظه Artinya ; Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya[116], akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. Pada masa jahiliyah, orang-orang yang berihram di waktu haji, mereka memasuki rumah dari belakang bukan dari depan. hal ini ditanyakan pula oleh Para sahabat kepada Rasulullah s.a.w., Maka diturunkanlah ayat ini. Ini merupakan perumpamaan orang yang suka membolak-balikkan pertanyaan. Pertanyaan demikian tidak baik. Kedua, tanpa adanya huruf ‘athaf, sehingga membutuhkan penyokong sebagai bukti keterkaitan ayat-ayat, berupa pertalian secara maknawi. Dalam hal ini ada 3 (tiga) jenis : Tanzhir atau hubungan mencerminkan perbandingan, Mudhaddah atau hubungan yang mencerminkan pertentangan, Istithrad atau hubungan yang mencerminkan kaitan suatu persoalan dengan persoalan lain.12 a) ( الطنظيرberhampiran/berserupaan) Misalnya ayat 4 dan 5 surat Al-Anfal (8) : َ ٌ ْ َ َ ٌ ْ ْ ٌ َ ََ ْ َُ ُ َ ُ ُ َ َ ُ )ك ََّذذْ أخ َر َجذ َذك َرُّبذ َذك ِم ذ ْذن٤( ذْت ِعنذ َذد َ ِرِّب ِهذ ْذم َو َم ِفذ َذرق َو ِر ْقق كذ ِذر ٌيم أول ِئذذك هذذم لقذذْ لهذذم درجذ َ ُ َ َ َ ْ ُ ْ َ ً َ َ ْ َ ْ ُ ْ ُ َ ْ َ ِّ َ ه )٢( َت ِْك ا ؤ ِمنون ََِْح ِق و ِإن ج ِريقْ ِمن ا ؤ ِم ِنذن لف ِْرهون 12 Muhammad Chirzin, Al-Qur’an ..., hlm. 52-53 35 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Huruf al-kaf ()ك َ pada ayat lima berfungsi sebagai pengingat dan sifat bagi fi’il yang tersembunyi ( )مضاامر لعاا. Hubungan itu tampak dari jiwa itu. Maksud ayat itu, Allah menyuruh untuk mengerjakan urusan harta rampasan, seperti yang kalian lakukan pada perang badar meskipun kaummu membenci cara demikian itu. Allah SWT menurunkan ayat ini agar kaum Nabi Muhammad SAW mengingat nikmat yang telah diberikan Allah dengan diutusnya Rasul dari kalangan mereka (surat AlBaqarah(2)151) : ُساا ال ِماا ىن لَ ى َك َماا ر َ ىُ َس ىااصنَ لِااي لَ ىُ َُ ل, sebagai mana juga kaummu membencimu (Rasul) ketika engkau mengajak mereka keluar dari rumah untuk berjihad. Hubungan ini terjadi dengan ayat yang jauh sebelumnya.13 b) (االسطرراةpindah ke perkataan lain yang erat kaitannya) Misal-nya surat Al-A’raaf ; 26, tentang pakaian takwa lebih baik. Allah menyebutkan pakaian itu untuk mengingatkan manusia bahwa pakain penutup aurat itu lebih baik. Pakain berfungsi sebagai alat untuk memperbagus apa yang telah Allah ciptakan. Pakaian adalah penutup aurat dan kebejatan karena membuka aurat adalah hal yang jelak dan bejat. Sedangkan penutup aurat adalah pintu takwa. c) (المض ةperlawanan) Misalnya surat Al-Baqarah (2); 6َ : َ َ َ ُ ْ ََ َ ه ه ُْ َ َ َْ )٦( ين كف ُروا َس َو ٌاء َعل ْي ِه ْم َءأنذ ْرت ُه ْم أ ْم ل ْم تن ِذ ْر ُه ْم ال ُيؤ ِمنون ِإن ال ِذ Artinya; Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Allah tidak memberi petunjuk kepada mereka yang kafir itu. Ayat ini berlawanan dengan ayat-ayat sebelumnya yang menyebutkan tentang kitab, orang mukmin, dan petunjuk. Hal ini berkaitan dengan ayat 23 surat Al-Baqarah ; ْذورق مذ ْذن م َْلذذه َو ْاد ُعذذوا ُشذ َذه َد َاء ُك ْم مذذن َ َوإ ْن ُك ْنذ ُذْ ْم ذ َرْيذذي م هَّذذْ َن هزْل َنذذْ َع َرذذي َع ْبذذد َنْ َجذ ْذأ ُتوا و ُسذ ِ ِ ِ ِ ز ِ ِ ِ ز ِ ِ ِ ُُْ ْ ُ ن ه َ َ ْ )٥٣( اَّلل ِإن كنْم ص ِْد ِوذن ِ ِ دو Adapun hikmahnya adalah agar mukmin merindukan dan memantapkan iman berdasarkan petunjuk Allah SWT . الطث يا و الثب ت عصى االول.14 Adapun munasabah dari segi materinya, dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : Pertama, munasabah antar ayat, yaitu hubungan atau persesuaian antara ayat yang satu dengan yang lain. Hubungan Ridwan, Ilmu Munasabah dalam al-Qur’an, http://coretanbinderhijau.blogspot.com, tgl akses 23 September 2013 14 36 Chairani Astina - Ketimpangan Gender dalam Pendidikan antara ayat dengan ayat dalam Al-Quran terbagi menjadi dua macam. a. Hubungan yang sudah jelas antara kalimat terdahulu dengan kalimat kemudian, atau akhir kalimat dengan awal kalimat berikutnya, atau masalah yang terdahulu dengan masalah yang dibahas kemudian. Hubungan ini dapat berbentuk اعطراض, تشديد , dan تفسير b. Hubungan belum jelas antara ayat dengan ayat atau kalimat dengan kalimat. Hubungan demikian terdiri dari dua macam lagi, yaitu ال تَ ن معرفdan تَ ن معر ل. Kedua, munasabah antar surat. Dalam hal ini muhasabah antar surat dalam al-Qur’an memiliki rahasia tersendiri. Ini berarti susunan surat dalam al-Qur’an disusun dengan berbagai pertimbangan logis dan filosofis.15 Adapun cakupan korelasi antar surat tersebut adalah sebagai berikut : a. Hubungan antara nama-nama surat. Misalnya surat alMu’minun, dilanjutkan dengan surat an-Nur, lalu diteruskan dengan surat al-Furqon. Adapun korelasi nama surat tersebut adalah orang-orang mu’min berada di bawah cahaya (nur) yang menerangi mereka, sehingga mereka mampu membedakan yang haq dan yang bathil.16 b. Hubungan antara permulaan surat dan penutupan surat sebelumnya. Misalnya permulaan surat al-Hadid dan penutupan surat al-waqi’ah memiliki relevansi yang jelas, yakni keserasian dan hubungan dengan tasbih. سبح هلل م لي السم وات و األُض و ه العزيز 1 : )الحَيُ (الحديدdan 66 : )لسبح ب سُ ُبك العظيُ (ال اقع. c. Hubungan antar awal surat dan akhir surat. Dalam satu surat terdapat korelasi antara awal surat dan akhirannya. Misalnya, dalam surat al-Qashash dimulai dengan kisah nabi Musa dan Fir’aun serta kroni-kroninya, sedangkan penutup surat tersebut menggambarkan pernyataan Allah agar umat Islam jangan menjadi penolong bagi orang-orang kafir, sebab Allah lebih mengetahui tentang hidayah.17 d. Hubungan antara dua surat dalam soal materi dan isinya. Misalnya antara surat al-Fatihah dan surat al-Baqarah. Yang mana dalam surat al-Fatihah berisi tema global tentang aqidah, muamalah, kisah, janji, dan ancaman. Sedangkan dalam surat alBaqarah menjadikan penjelas yang lebih rinci dari isi surat alFatihah. Supiana dan Karman, Ulumul ..., hlm. 166. Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta : Teras, 2009) hlm. 188. 17 Muhammad Chirzin, Al-Qur’an ..., hlm. 54 15 16 37 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 E. Ilmu munasabah sebagai pendekatan dalam pendidikan Islam Dari uraian tentang munasabah di atas, paling tidak memuat beberapa kata umum yang bisa merepresentasikan kata munasabah yaitu keteraturan, kesesuaian, keserasian, dan kedekatan antara variabel satu dengan variabel lain. Walaupun istilah munasabah berasal dari kajian ilmu-ilmu al-Qur’an, akan tetapi tidak menutup kemungkinan untuk diletakkan dalam disiplin ilmu lain termasuk ilmu pendidikan. Dalam konteks pendidikan Islam, konsep munasabah dapat dijadikan sebagai sebuah pendekatan. Sedangkan pendekatan itu sendiri menurut Muljanto Sumardi dikutip oleh M. Roqib18 bahwa pendekatan itu bersifat aksiomatis yang menyatakan pendirian, filsafat, dan keyakinan, walaupun hal itu tidak mesti dibuktikan. Ia terkait dengan serangkaian asumsi mengenai hakikat pembelajaran. Artinya munasabah yang dijadikan sebagai sebuah pendekatan dalam pendidikan Islam menjadi aksioma dasar yang digunakan baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi dalam proses pendidikan Islam. Lebih rinci lagi, guru sebagai pendidik harus memahami kesesuaian dalam perencanaan termasuk didalamnya antara RPP satu dengan RPP lain, silabus satu dengan silabus lain, dan RPP dengan silabus. Lebih luas lagi kesesuaian antara RPP tingkat SD/MI dengan RPP tingkat SMP/MTs. Begitu juga dalam hal pelaksanaan. Dalam pelaksanaannya RPP harus sesuai dengan yang dilakukan dikelas dan begitu seterusnya. Artinya antar unsur dalam pendidikan ada keserasian dan bukan dipahami secara terpisah. Kasus yang masih banyak terjadi adalah banyak sekali guru yang tidak memahami paradigma yang digunakan dalam pembelajaran. Asumsi mereka hanya berkutat pada bahwa mengajar itu profesi. Asumsi tersebut berimbas pada pendidik itu selesai dalam persoalan teknik prosedural saja. Walaupun efek itu juga disebabkan karena kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah. Dalam penggunaan munasabah sebagai pendekatan baik bagi pendidik, kepala sekolah, maupun pengambil kebijakan jelas bersifat ijtihadi. Ini hanya salah satu upaya mengambil hikmah dari sejarah perjalanan al-Qur’an yang dikontekkan dalam pendidikan Islam. Selanjutnya, memang dapat dikatakan bahwa konseptor pendidikan kita telah melihat kesesuaian antar unsur, akan tetapi masih terlalu dangkal untuk disamakan dengan konsep munasabah yang diterapkan dalam al-Qur’an. Sebagai contoh yang paling terlihat dalam UU Sisdiknas No 20/2003 pasal 3 bahwa pendidikan bertujuan untuk berkembangnya peserta didik agar menjadi 18 38 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: LkiS, 2011) hlm. 90 Chairani Astina - Ketimpangan Gender dalam Pendidikan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa...19 dan kata beriman dan bertakwa ditaruh di awal kalimat. Akan tetapi pada kenyataannya jam pendidikan agama yang diberlakukan dalam pendidikan umum hanya dua jam saja. Yang perlu digaris bawahi adalah antara tujuan dengan penerapannya saja sudah tidak ada kesesuaiannya. Tujuan yang ditempatkan di paling awal, akan tetapi tidak proposional dengan pemberlakuan kurikulum yang dilakukan. Dalam ilmu bahasa, penempatan kata di awal dan di akhir kalimat memiliki maksud yang berbeda. Sedangkan munasabah dalam al-Qur’an mengalami proses yang banyak pertimbangan, selektif dan berhati-hati. Sedangkan nilai-nilai ayat munasabah dalam al-Qur’an dapat digunakan untuk pengembangan materi ajar pendidikan Islam. Barangkali sifat ke-balaghah-nya menjadikan peserta didik lebih tertarik dengan materi agama yang seringkali dianggap sebagai pelajaran yang menjenuhkan. Artinya keindahan dalam kesesuaian ayat dalam al-Qur’an menginspirasi kita untuk mengajar peserta didik dengan seni yang tinggi. Selanjutnya secara lebih rinci, aplikasi munasabah sebagai pendekatan dalam pendidikan Islam, terutama dalam aspek pembelajarannya, misalnya dalam tahap perencanaan. Perencaan diartikan sebagai segala sesuatu yang disiapkan sebelum dilaksanakannya suatu proses pendidikan. Termasuk didalam adalah tujuan pendidikan, RPP, dan Silabus. 1. Munasabah tujuan antar tingkat pendidikan Munasabah dalam hal ini adalah kesesuaian dan keterkaitan antara tujuan pendidikan tingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi, misalnya tujuan pendidikan PAUD/RA dengan tujuan pendidikan SD/MI, tujuan pendidikan SD/MI dengan tujuan pendidikan SMP/MTs, tujuan pendidikan tingkat SMP/MTs dengan tujuan pendidikan tingkat SMA/MA, dan tujuan pendidikan tingkat SMA/MA dengan tujuan pendidikan tingkat perguruan tinggi. 2. Munasabah dalam RPP Keterkaitan antar RPP harus dilihat dari cakupan materi dan disesuaikan juga dengan kemampuan peserta didik sesuai dengan tingkat perkembangan kognitifnya. Selanjutnya, dapat disusun keterkaitan antar RPP seperti antar RPP dalam satu semester. Kemudian juga RPP juga harus disesuaikan dengan silabus. Selanjutnya RPP juga harus berkesinambungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan. 19 UU Sisdiknas No 20/2003, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) hlm. 8 39 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 3. F. Munasabah dalam silabus Keterkaitan antar silabus berarti cakupannya lebih luas yaitu keterkaitan antara silabus dengan tujuan pendidikan, silabus antar tingkat pendidikan, dan antar silabus dengan RPP. Kesimpulan Dari uraian diatas, melalui pendekatan yang lebih kontekstual yaitu memposisikan munasabah dalam kondisi pendidikan Islam kekinian dapat diambil beberapa kesimpulan. Pertama, memposisikan ilmu munasabah sebagai pendekatan dalam pendidikan Islam akan menjadi solusi alternatif dari maraknya pertarungan paradigma yang digembor-gemborkan oleh ilmuwan barat. Istilah pendekatan humanisme, multikultural, atau behaviorisme yang berasal dari produk pemikiran barat tidak selalu mendominasi kita. Artinya pendekatan munasabah menjadi wacana yang agak terdengar berbeda dari wacana-wacana yang biasa kita dengar. Kedua, proses ijtihad dalam menemukan kesesuaian antar unsur dalam pendidikan Islam dapat memperkuat basis filosofis yang masih lemah. Ketiga, munasabah dapat menginspirasi betapa kesesuaian, keserasian, kedekatan itu merupakan seni yang tinggi jika diterapkan dalam proses pendidikan Islam sekarang. DAFTAR PUSTAKA Anwar, Abu, Ulumul Quran: Sebuah Pengantar, Jakarta: Amzah, 2005. Chirzin, Muhammad, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, cet. II, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2003. Goldziher, Ignaz, Mazhab Tafsir, Yogyakarta: eLSAQ Press, 2006. Roqib, Moh., Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: LkiS, 2011 Syafei, Ahmad, Tafsir Sebuah Pengantar, Bandung: Pustaka Setia, 2003. Syafe’I, Rachmat, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung: Pustaka Setia, 2006. Supiana dan Karman, Ulumul Qur’an, Bandung : Pustaka Islamika, 2002. Usman, Ulumul Qur’an, Yogyakarta : Teras, 2009. UU Sisdiknas No 20/2003, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011. http://coretanbinderhijau.blogspot.com, diakses 23 September 2013 40 PERAN PERGURUAN TINGGI DAN PEMBERANTASAN KORUPSI H.M. Abdul Kholiq Dosen UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo (Kandidat Doktor Ilmu Politik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) Abstrak Peran perguruan tinggi dalam mendukung pembangunan bangsa Indonesia ini menuju bangsa yang maju dan beradab, yakni: Pertama, Perguruan Tinggi sebagai agen perubahan (agent of change); Perguruan tinggi sebagai satuan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi memiliki kedudukan penting dalam proses perubahan sosial karena perguruan tinggi mengemban fungsi sebagai agent of social change dalam melakukan transformasi kultural kearah kondisi masyarakat yang lebih maju. Dalam konteks ini, fungsi perguruan tinggi, yaitu; a) Sebagai penghasil tenaga kerja yang bermutu, b), sebagai lembaga pelatihan bagi karir peneliti, dan c), sebagai organisasi pengelola yang efisien. Perguruan tinggi di Indonesia menjalankan tiga fungsi tersebut dengan mempertimbangkan ciri khas nasional sesuai dengan latar belakang historis, sosio kultural dan idiologis. Kedua, Perguruan Tinggi sebagai pusat kebudayaan; Pendidikan sebagai prakarsa yang meliputi proses pengalihan pengetahuan dan keterampilan serentak dengan proses pengalihan nilai-nilai budaya. Proses itu sekaligus menjamin terpeliharanya jalinan antar generasi dalam suatu masyarakat. Orientasi pada nilai-nilai budaya pada gilirannya menjelmakan perilaku manusia sebagai anggota masyarakat dengan peradabannya yang khas. Sejauh mana masyarakat itu berorientasi pada nilai-nilai budayanya, menentukan tangguh-rapuhnya ketahanan budaya masyarakat yang bersangkutan, terutama terukur melalui apa yang terjadi dalam pelbagai pertemuan antar budaya. Ketiga; Perguruan Tinggi sebagai Moral Force Pemberantasan Korupsi. Keterlibatan civitas akademika dalam upaya pemberantasan korupsi tentu tidak pada upaya penindakan yang merupakan kewenangan institusi penegak hukum. Peran aktif segenap civitas akademik pada perguruan tinggi diharapkan lebih difokuskan pada upaya pencegahan korupsi dengan ikut membangun budaya anti korupsi di masyarakat. Mahasiswa diharapkan dapat berperan sebagai agen perubahan dan motor penggerak gerakan anti korupsi di masyarakat. Untuk dapat berperan aktif mahasiswa perlu dibekali dengan pendidikan anti korupsi dan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan upaya pemberantasan. Dan yang tidak kalah penting, untuk dapat berperan aktif mahasiswa harus dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari. Kata Kunci: Perguruan Tinggi, Korupsi Abstract The role of college in supporting develop indonesia leads to the nation developed and province for his first, college as agent of change; a collegiate as a unit of that are implementing higher education having the ascendency in the process of social changes because college carry function as agent of social change in to transform cultural at conditions of the community more advanced.In this context, function universities, namely a ) as producer workers high-quality b ), as an institution training for career researchers and c ), in an manager efficient.Universities in indonesia run 3 functions the consider typical national in accordance with background historical, sosio 41 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 cultural and idiologis.Second, college as cultural center; education as the initiatives that covering the process diversion knowledge and skill. Orientation in of cultural values in turn menjelmakan human behavior as a member of society with peradabannya being distinctive.The extent to which the community oriented to their culture, values determine tangguh-rapuhnya culture of society security related especially measurable through what was going on in all the meeting between culture.The third; college as moral force anti-corruption.The involvement of those akademika in the fight against corruption of course not on efforts to enforcement which is the authority of law enforcement institutions. An active role in all academics academic college is expected to be more focused on prevention corruption by joining build culture anti corruption in the community.Students expected to act as agent of change and engine of the anti corruption in the community.To be actively involved with students need to education anti corruption and knowledge quite about the details of corruption and to combat.And no less important, to be actively student must understand and applying nilai-nilai anti corruption in the life of sehari-hari. Keywords: college, corruption A. Latar Belakang Substansi pendidikan adalah berusaha membangun seseorang untuk lebih dewasa. Atau Pendidikan adalah suatu proses transformasi anak didik agar mencapai hal hal tertentu sebagai akibat proses pendidikan yang diikutinya Sebaliknya pendidikan berarti menghasilkan atau mencipta walaupun tidak banyak. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. 1 Menurut Miramba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. 2 Posisi sebagai sistem sosial, lembaga pendidikan harus memiliki fungsi dan peran dalam perubahan masyarakat menuju ke arah perbaikan dalam segala lini. Dalam hal ini lembaga pendidikan memiliki dua karakter secara umum. Pertama, melaksanakan peranan fungsi dan harapan untuk mencapai tujuan dari sebuah sitem. Kedua mengenali individu yang berbeda-beda dalam peserta didik yang memiliki kepribadian dan disposisi kebutuhan. 3 Pertumbuhan dalam jumlah lembaga yang demikian pesat, serta perubahan ke sistem studi terencana yang lebih menekankan efisiensi 1 Syaful Sagala. Konsep dan Makna Pembelajaran.Alfabeta (Bandung, Alfabeta, 2006). hlm. 1 2 Miramba Ahmad. Pengantar filsafat pendidikan Islam ( Bandung, Al Ma’rif .1989), hlm. 19 3 Hamalik Oemar, .Perencanaan Pegajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. (Jakarta, Bumi Aksara, 2005), hlm. 23. 42 H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi dalam penyelenggaraan pendidikan, telah menimbulkan situasi transisi yang dicirikan oleh perkembangan tanpa kesatuan pola dan kinerja yang kurang meyakinkan. Karena itu, pemerintah berhasrat untuk memperbaiki keadaan perguruan tinggi di Indonesia itu, yang seiring dengan pembangunan bangsa Indonesia melalui program-program pembangunan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Paling tidak ada tiga (3) peran yang dimainkan perguruan tinggi dalam mendukung pembangunan bangsa Indonesia ini menuju bangsa yang maju dan beradab. Kedua peran tersebut adalah: (1), Perguruan Tinggi sebagai agen perubahan (agent of change); (2), Perguruan Tinggi sebagai pusat ilmu pengetahuan dan teknologi; (3), Perguruan Tinggi sebagai Moral Force Pemberantasan Korupsi. B. Kajian Literatur 1. Perguruan Tinggi Sebagai Agen Perubahan. Prinsip perubahan sosial sebagai sebuah perubahan yang terjadi pada struktur sosial, ia mencakup perubahan yang terjadi pada pola-pola perilaku dan interaksi sosial. Perubahan sosial juga didefinisikan sebagai sebuah perubahan fenomena sosial yang terjadi pada berbagai dimensi kehidupan, baik pada skala individu maupun masyarakat. Mekanisme perubahan sosial dapat dipahami melalui berbagai persfektif; materialistis, idealistis, interaksional dan sumber struktural.4 Alur perubahan yang terjadi menurut persfektif di atas menempatkan agen perubahan pada posisi yang sangat strategis, tidak heran kalau agen perubahan menjadi salah satu strategi penting dalam perubahan sosial, selain dengan adanya target dan metode perubahan. Sosok yang kemudian menjadi agen perubahan tersebut dapat saja berasal dari pemerintah dan elit tertentu atau seorang pemuda dan kaum yang termarjinalkan. Seorang mahasiswa diharapkan juga mampu untuk menjadi agen perubahan, tidak hanya karena usianya yang masih muda, tetapi karena mereka dianggap sebagai kaum elit intelektual yang sebagiannya dapat saja berasal dari kelompok yang termarjinalkan. Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Terknologi Kemenristekdikti Prof. dr. Ali Gufron Mukti menyatakan, perguruan tinggi harus mampu menjadi agen perubahan budaya. Mereka tidak melulu jadi menara gading Lauer, Robert H, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, Alih Bahasa, Alimandan S.U (Perpective on Social Change), (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2001), hlm.36. 4 43 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 yang fokus pada pendidikan dan penelitian tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat. Pembangunan bangsa tidak hanya pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu Perguruan Tinggi tidak bisa lagi menjadi 'menara gading' yang hasil penelitiannya sekedar wacana dan menjadi jurnal di perpustakaan.5 Lebih lanjut dijelaskan bahwa penelitian yang dilakukan perguruan tinggi harus di implementasikan sektor industri. Dengan demikian industri bisa mengembangkannya lebih luas untuk dimanfaatkan masyarakat luas. Telah dipahami oleh para pendidik bahwa misi pendidikan adalah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu yang dimaksud antara lain: pengetahuan, tradisi, dan nilainilai budaya. Secara umum penularan ilmu tersebut telah di emban oleh orang-orang yang terbeban terhadap generasi selanjutnya. Mereka diwakili oleh orang yang punya visi kedepan, yaitu menjadikan serta mencetak generasi yang lebih baik dan beradab. Peradaban kuno mencatat methode penyampaian ajaran lewat tembang dan kidung, puisi ataupun juga cerita sederhana yang biasanya tentang kepahlawanan Proses perubahan sosial budaya masyarakat sebagaimana yang bicarakan di atas tikan akan pernah bisa kita hindari, sehinga akan menuntut lembaga pendidikan sebagai agen perubahan untuk menjawab segala permasalahan yang ada. Dalam permasalahan ini lembaga pendidikan haruslah memiliki konsep dan prinsip yang jelas, baik dari lembaga formal ataupun yang lainya, demi terwujudnya cita-cita tersebut, kiranya maka perlulah diadakanya pembentukan kurikulum yang telah disesuaikan. Prinsip dasar pembentukan tersebut adalah meliputi; (1) Perumusan tujuan institusional yang meliputi; orientasi pada pendidikan nasional; Kebutuhan dan perubahan masyarakat; Kebutuhan lembaga. (2), Menetapkan isi dan struktur progam. (3), Penyusunan strategi penyusunan dan pelaksanaan kurikulum.(4), Pengembangan progam.6 Perguruan tinggi sebagai satuan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi memiliki kedudukan penting dalam proses perubahan social karena perguruan 5Ali Gufron Mukti, Dalam Konferensi Internasional Keperawatan di Sekolah Pascasarjana Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, pada tanggal 2 Desember 2015. 6 Zakiah Darajat. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta, Bumi aksara, 2000) hlm. 124127 44 H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi tinggi mengemban fungsi sebagai agent of social change dalam melakukan transformasi cultural kearah kondisi masyarakat yang lebih maju. Penjelasan lebih rinci dikemukakan Bamet. 7 Mengidentifikasi sedikitnya ada tiga fungsi perguruan tinggi, yaitu (1) Sebagai penghasil tenaga kerja yang bermutu, (2) sebagai lembaga pelatihan bagi karir peneliti, dan (3) sebagai organisasi pengelola yang efisien. Perguruan tinggi di Indonesia menjalankan tiga fungsi itu dengan mempertimbangkan ciri khas nasional sesuai dengan latar belakang historis, sosio kultural dan idiologis. Dengan mempertimbangkan kekhasan itu, makaperguruan tinggi di Indonesia merupakan salah satu penggerak pembangunan nasional.8 Peranannya dalam pembangunan nasional sekurang-kurangnya dapat dilihat dalam tiga hal; (1), sebagai penghasil agen-agen perubahan yang mampu merancang, mendorong, dan memelopori perubahan dalam berbagai aspek menuju masyarakat modern,(2), penciptadan pendukung ide-ide baru,dan (3), pemberi sumbangan bagi kemajuan intelektual dan sosial di masyarakat.9 Di Indonesia, selain pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan penyelenggaraan pendidikan, ada misi ketiga, yaitu pengabdian kepada masyarakat, sehingga muncul istilah Tri dharma Perguruan Tinggi. Sayangnya, kinerja perguruan tinggi dalam pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi belum signifikan, sementara kiprahnya dalam pengabdian kepada masyarakat masih dipertanyakan. Setelah 70 tahun Indonesia merdeka, perguruan tinggi sebagai pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan sebagaimana yang dicitacitakan tampaknya belum terwujud. Bahkan, terkait dengan misi pendidikan pun, kontribusi perguruan tinggi belum optimal. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia sangat rendah. Berdasarkan laporan United Nations Development Programme, Indeks Pembangunan Manusia Indonesia pada tahun 2014 tidak beranjak dari tahun sebelumnya, tetap pada posisi 108 dari 187 negara yang dipantau, jauh di bawah Singapura (9), Brunei (30), Malaysia (62), dan Thailand (89), Barnett. Teaching Reading in a Foreign Language. ( ERIC Digest., 1988). hlm. 17 H.A.R.Tilaar. Kekuasaan dan Pendidikan: KajianMenejemen Pendidikan Nasional dalam Pusaran Kekuasaan. (Jakarta: Rinika Cipta.2009), hlm. 94. 9 Son Haji, Perguruan Tinggi Dalam Pembangunan. (Makalah), (Malang, IKIP, 1990), hlm. 45. 7 8 45 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 tetapi lebih baik dari Filipina (117), Vietnam (121), Kamboja (136), Laos (139), dan Myanmar (150). Banyak survey lainnya yang mengindikasikan bahwa kualitas lulusan dan IPTEK yang dihasilkan oleh perguruan tinggi Indonesia pada umumnya masih sangat rendah. Ini mengarah pada kesimpulan bahwa kualitas program pendidikan dan penelitian yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi Indonesia masih sangat rendah. Padahal perguruan tinggi mestinya menjadi agen penting dalam pembangunan bangsa. Peran perguruan tinggi dalam pengembangan sumber daya manusia Indonesia ini sangat besar, terutama sebagai penghasil agen-agen perubahan yang mampu merancang, mendorong dan mempelopori perbuhan. Perguruan tinggi adalah pencipta dan pendukung gagasan-gagasan baru, dan perguruan tinggi telah memberi sumbangan yang besar bagi kemajuan intelektual dan sosial masyarakat. Perguruan tinggi sebagai pendorong kemajuan intelektual dan sosial masyarakat memiliki posisi yang sangat strategis dalam membangun bangsa ini lewat pendidikan yang diselenggarakannya. Karena itu, kualitas perguruan tinggi harus senantiasa diperhatikan dan tidak diselenggarakan secara asal-asalan. Jika perguruan tinggi diselenggarakan secara asal-asalan, maka alumni yang dihasilkannya juga akan menjadi orang-orang yang asal-asalan. Karena itu pula, pemerintah harus lebih ketat lagi dalam melakukan pengawasan terhadap kualitas penyenggaraan perguruan tinggi dan tidak dengan mudahnya memberikan izin penyelenggaraan perguruan tinggi jika sarana dan prasarana yang dibutuhkan tidak mendukung. 2. Perguruan Tinggi sebagai Pusat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Posisi perguruan tinggi dimanapun berada, sedang mengalami perubahan yang sangat cepat, secara global perubahan terlihat dalam bentuk berkembangnya masyarakat informasi yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam situasi yang demikian penguasaan ilmu pengetahuan oleh individu dan atau organisasi akan menjadi prasyarat dan modal dasar bagi upaya pengembangan diri dan organisasi dalam situasi yang makin kompetitif. Kondisi masyarakat yang demikian setiap orang dan atau organisasi terpaksa dan dipaksa untuk selalu 46 H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi memperbaharui pengetahuan dan keterampilan jika ingin tetap hidup dan berkembang. Keadaan yang demikian menurut Prof. Sularso,10 disebabkan oleh cepatnya perubahan kebutuhan kompetensi perorangan maupun organisasi dalam dunia yang penuh perubahan dan persaingan. Situasi yang demikian memerlukan respon proaktif dari seluruh lapisan masyarakat, terlebih lagi perguruan tinggi sebagai center of excellence,11 jelas harus melakukan repositioning dalam konteks lingkungan eksternal melalui upaya restructuring internal yang terencana dengan baik, dilaksanakan dengan baik, dan dievaluasi dengan baik secara berkesinambungan dalam bingkai semangat continous updating. Lebih jauh, perubahan cepat yang terjadi di masyarakat perlu disikapi secara tepat dengan melakukan refleksi mendalam tentang apa peran perguruan tinggi yang telah dimainkan sekarang ini, serta bagaimana kemungkinan peran tersebut di masa datang, untuk menjawab hal ini nampaknya diperlukan suatu analisis mendalam tentang kondisi aktual serta analisis prediktif tentang kemungkinan-kemungkinan peran di masa datang dengan memahami trend yang sedang terjadi, dengan kata lain analisis situasi yang bisa menjelaskan sejarah masa depan, hal ini jelas sangat penting agar peran perguruan tinggi dapat tetap terjaga meski hal ini mungkin Prof. Sulaeso, Dasar Perencanaan dan Pemilihan,, Cetakan Kesembilan, ( Jakarta, PT. Pradnya Paramita, 1997) hlm. 112 11Disinilah paradigma Center Of Excellence (pusat keunggulan) menampakkan bentuknya.Paradigma kampus sebagai Center Of Excellence manghendaki manajemen kampus menjadi sebuah menajemen yang rapih dan bisa menjalankan tujuantujuannya secara efektif dan efisien.Paradigma Center Of Excellence juga menghendaki kampus sebagi sebuah sistem dengan segala dinamikanya yang mencerminkan vitalitas dan gairah dalam membangun karakter mahasiswanya dengan sungguhsungguh.Pendidikan yang dijalankan adalah pendidikan dengan basis pembangunan karakter.Sementara karekter yang dibangun adalah religious dan humanis. Paradigma ini juga menuntut adanya maksimalisasi peran kampus dalam pengkajian produkproduk akademis dengan orientasi pembangunan kesejahteraan masyarakat. Paradigma ini menekankan kampus sebagai sebuah sistem yang menampilkan kesungguh-sungguhan serta profesionalitas tingkat tinggi dalam segala aspeknya. Kampus sebagai Center Of Excellence menjunjung tinggi integritas dan menjaga nilainilai Good Governance jauh dari korupsi dan keculasan lainnya.Budaya korup baik itu dipraktekan oleh mahasiswanya melalui nyontek saat ujian atau menitipkan absen atau juga pemalsuan data skripsi maupun oleh birokrat kampusnya yang menyelewengkan dana mahasiswa nya adalah cerminan gagalnya proses pendidikan di Perguruan Tinggi. (lihat: Fahriroji dalam Kampus adalah mata air, mengaplikasikan kampus sebagai center of excellence.) 10 47 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 menuntut perubahan posisi keberadaannya dibanding sekarang. Dari perpekstif filosofis, perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang sangat cepat, telah makin mengokohkan faham pemikiran Pragmatisme-utilitarianisme, dimana segala sesuatu cenderung dilihat dari sudut manfaat dan kegunaan praktis bagi kehidupan, keadaan ini telah mengakibatkan pemahaman dan orientasi pendidikan mengalami pragmatisasi, dimana sebelumnya pendidikan lebih dilihat secara ideal sebagai upaya untuk mendewasakan manusia melalui pendekatan budaya, tanpa atau kurang memperhatikan dampak praktisnya atau lebih khusus dampak ekonomi bagi kehidupan masyarakat. Kondisi obyektif yang demikian menjadikan tuntutan masyarakat terhadap pendidikan/lembaga pendidikan termasuk perguruan tinggi mengalami pergeseran dari tuntutan yang sifatnya idealis ke arah tuntutan yang lebih praktis-pragmatis. Namun demikian nampaknya akan sangat bijak apabila pergeseran tersebut dilihat sebagai gerak bandul dengan dua ujung, dimana yang satu sama sekali tidak menafikan yang lain, idealisme tidak dianggap sebagai pengekang pragmatisme, dan pragmatisme tidak dianggak akan menghapus pemahaman ideal tentang pendidikan. Sebuah keniscayaan bahwa, dimensi ekonomi dewasa ini telah mendominasi tuntutan masyarakat terhadap dunia pendidikan, lembaga pendidikan yang lulusannya mudah mendapat pekerjaan sangat diminati, hal ini bukan sesuatu yang salah bahkan sangat rasional, namun lembaga pendidikan perlu mensikapinya dengan tepat, sebab pertimbangan masyarakat bertumpu pada dimensi sekarang dan kekinian dengan lingkup parsial, sedangkan lembaga pendidikan mesti mempertimbangkan juga dimensi keakanan sehingga lebih bersifat holistik. Sebagai upaya merespon hal tersebut di atas, diperlukan upaya untuk memampukan perguruan tinggi menjadi pelopor dalam pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia yang terintegrasi guna memenuhi; (1) kebutuhan warga masyarakat yang berorientasi ideal atas pendidikan, melalui penciptaan lingkungan yang kondusif bagi tumbuhnya spirit akademik yang dinamis, serta dapat menjadi wahana sosialisasi nilai-nilai, norma, dan sikap mandiri, dan (2) kebutuhan masayarakat yang berorientasi pragmatis 48 H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi melalui kesiapan mendidik manusia yang dapat terserap oleh dunia usaha sesuai spesifikasinya masing-masing. Secara fundamental akan berpengaruh pada bagaimana proses pembelajaran di perguruan tinggi diselenggarakan, dan untuk ketepatan merespon maka pemahaman mengenai trend modus pembelajaran perlu dicermati agar pendidikan di perguruan tinggi dapat tetap berperan dan mampu menjangkau berbagai kelompok masyarakat yang membutuhkannya.12 HAR Tilaar13, menjelaskan ada tiga unsur dalam transformasi kebudayaan, yaitu : (1) Unsur-unsur yang ditransformasikan, (2) Proses tranformasi, dan (3) Cara transformasi.Unsur-unsur transformasi kebudayaan adalah nilai-nilai budaya, adat-istiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup serta berbagai konsep hidup lainnya yang ada di dalam masyarakat;pelbagai kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota masyarakat tersebut;pelbagai sikap dan peranan yang diperlukan di dalam dunia pergaulan dan akhirnya pelbagai tingkah-laku lainnya termasuk proses fisiologi, refleks dan gerak atau reaksi-reaksi tertentudan penyesuaian fisik termasuk gizi dan tata-makanan untuk dapat bertahan hidup. Unsur itulah yang merupakan ikhtiar kebudayaan yang memungkinkan berkembangnya peradaban manusia. Dalam konteks ini, maka pendidikan tidak hanya merupakan pengalihan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga meliputi pengalihan nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial. Kiranya dapat dikatakan bahwa tiap masyarakat sebagai pengemban budaya berkepentingan untuk memelihara keterjalinan antara pelbagai upaya pendidikan dengan usaha pengembangan kebudayaan. Kesinambungan hidup bermasyarakat turut dipengaruhi oleh berlangsungnya pengalihan nilai budaya dan norma sosial dari satu generasi ke generasi berikutnya. Keberlangsungan ini dimungkinkan oleh orientasi pada nilai budaya yang sama serta konformisme perilaku berdasarkan sosial yang berlaku. Demikianlah pendidikan bermakna sebagai proses pembudayaan dan seiring bersama Dr.Uhar Suharsaputra, Pendidikan dan Peran Perguruan Tinggi, https://uharsputra.wordpress.com diakses pada tanggal 25 April 2016. 13 Tilaar, H.A.R., Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, (Bandung: P.T. Remaja Rosda Karya, 1999). hlm. 54 12 49 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 itu berkembanglah sejarah peradaban manusia. Seluruh spektrum kebudayaan: sistem kepercayaan, bahasa, seni, sejarah, dan ilmu-ilmu dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya hanya bisa ditransformasikan dari satu generasi ke generasi lain melalui pendidikan dalam arti luas. Maka pendidikan sebagai prakarsa yang meliputi proses pengalihan pengetahuan dan keterampilan serentak dengan proses pengalihan nilai-nilai budaya. Proses itu sekaligus menjamin terpeliharanya jalinan antar generasi dalam suatu masyarakat. Orientasi pada nilai-nilai budaya pada gilirannya menjelmakan perilaku manusia sebagai anggota masyarakat dengan peradabannya yang khas. Sejauh mana masyarakat itu berorientasi pada nilai-nilai budayanya, menentukan tangguhrapuhnya ketahanan budaya masyarakat yang bersangkutan, yang terutama terukur melalui apa yang terjadi dalam pelbagai pertemuan antar budaya. Hal ini nyata melalui sejarah timbul tenggelamnnya pelbagai ranah budaya dan peradaban manusia sepanjang zaman. Maka dapat dipahami jika pendidikan juga ditujukan pada peneguhan ketahanan budaya. 3. Perguruan Tinggi sebagai Moral Force Pemberantasan Korupsi. Istilah korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan. Menurut Subekti danTjitrosoedibio dalam kamus hukum, yang dimaksud corruptie adalah korupsi, perbuatan curang, perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan Negara.14 Selanjutnya Baharudin Lopa mengutip pendapat David M. Chalmers, menguraikan istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Hal ini diambil dari definisi yang R. Subekti dan Tjitrosoedibio. Kamus Hukum. (Jakarta: Paramita.1973), hlm.46 14 50 Pradnya H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi berbunyi "financial manipulations and deliction injurious to the economy are often labeled corrupt".15 Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi, baik berasal dari dalam diri pelaku atau dari luar pelaku. Sebagaimana dikatakan Yamamah bahwa ketika perilaku materialistik dan konsumtif masyarakat serta sistem politik yang masih mendewakan materi maka dapat memaksa terjadinya permainan uang dan korupsi.16 Dengan kondisi itu hampir dapat dipastikan seluruh pejabat kemudian terpaksa korupsi kalau sudah menjabat. Penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh melalui cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi. Dengan demikian, jika menggunakan sudut pandang penyebab korupsi seperti ini, maka salah satu penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses kekayaan. Korupsi akan terus berlangsung selama masih terdapat kesalahan tentang cara memandang kekayaan. Semakin banyak orang salah dalam memandang kekayaan, semakin besar pula kemungkinan orang melakukan kesalahan dalam mengakses kekayaan. Perilaku orang-orang yang memandang kekayaan dan uang sebagai suatu hal yang punya arti segalagalanya. Bagaimana bentuk penyadaran yang tepat. Pandangan lain dikemukakan oleh Arifin yang mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi antara lain: (1) aspek perilaku individu (2) aspek organisasi, dan (3) aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada.17 Terhadap aspek perilaku individu, Isa Wahyudi memberikan gambaran, sebab-sebab seseorang melakukan korupsi dapat berupa dorongan dari dalam dirinya, yang dapat pula dikatakan sebagai keinginan, niat, atau kesadaran untuk melakukan.18 Hartanti Evi, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: SinarGrafika, 2008). hlm. 76 Yamamah, Ansari. Perilaku Konsumtif Penyebab Korupsi. (Jakarta, Gramedia, 2009),hlm. 29 17 Arifin. Strategi Belajar Mengajar.(Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI., 2000), hlm. 89 18 Wahyudi, Isa. Corporate Social Responsibility: Prinsip, Pengaturan dan Implementasi, (Malang: In.Trans Publishing. 2008). hlm. 34 15 16 51 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Politik merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dapat dilihat ketika terjadi instabilitas politik, kepentingan politis para pemegang kekuasaan, bahkan ketika meraih dan mempertahankan kekuasaan. Perilaku korup seperti penyuapan, politik uang merupakan fenomena yang sering terjadi. Terkait dengan hal itu Gomes memberikan gambaran bahwa politik uang (money politik) sebagai use ofmoney and material benefits in the pursuit ofpolitical influence.19 Korupsi pada level pemerintahan adalah dari sisi penerimaan, pemerasan uang suap, pemberian perlindungan, pencurian barang-barang publik untuk kepentingan pribadi, tergolong korupsi yang disebabkan oleh konstelasi politik. Sementara menurut De Asis, korupsi politik misalnya perilaku curang (politik uang) pada pemilihan anggota legislatif ataupun pejabat-pejabat eksekutif, dana ilegal untuk pembiayaan kampanye, penyelesaian konflik parlemen melalui cara-cara ilegal dan teknik lobi yang menyimpang. 20. Menurut Mochtar Mas'oed, mendiskripsikan bahwa dalam masyarakat dengan ciri pelembagaan politik eksklusif dimana kompetisi politik dibatasi pada lapisan tipis elit dan perbedaan antar elit lebih didasarkan pada klik pribadi dan bukan pada isu kebijakan, yang terjadi pada umumnya desakan kultural dan struktural untuk korupsi itu betul-betul terwujud dalam tindakan korupsi para pejabatnya. 21 Proses politik uang (money politics) merupakan tingkah laku negatif karena uang digunakan untuk membeli suara atau menyogok para pemilih atau anggota-anggota partai supaya memenangkan pemilu si pemberi uang. Penyimpangan pemberian kredit atau penarikan pajak pada pengusaha, kongsi antara penguasa dengan pengusaha, kasuskasus pejabat Bank Indonesia dan Menteri di bidang ekonomi pada rezim lalu dan pemberian cek melancong yang sering dibicarakan merupakan sederet kasus yang menggambarkan aspek politik yang dapat menyebabkan korupsi. 19 Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan Keempat, (Yogyakarta , ANDI, 2000), hlm.113 20 De Asis, Maria Gonzales, Coalition-Building to Fight Corruption, Paper Prepared for the Anti-Corruption Summit, World Bank Institute, November 2000. 21Almond, Gabriel. “Kelompok Kepentingan dan Partai Politik”, dalam Mochtar Mas’oed dan Collin Mac.Andrew,Perbandingan Sistem Politik, (Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 2001). hlm.78 52 H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi Keberadaan Perguruan Tinggi memiliki peranan yang sangat penting dalam memberantas praktek korupsi. Peran dan fungsi Perguruan Tinggi ini sebagai implementasi dari tri darma yang menjadi kewajibannya, dapat diwujudkan dalam bentuk membangun gerakan pembelajaran masyarakat untuk mendorong terciptanya transformasi sosial dan terjaganya nilai-nilai budaya bangsa yang anti korupsi. Perguruan tinggi juga dapat mengembangkan model pembangunan yang benar-benar berbasis pada moralitas, keilmuan dan sumberdaya lokal dalam kerangka sistem nilai budaya bangsa, membangun basis-basis pengembangan keilmuan yang benar-benar relevan dengan kebutuhan masyarakat dalam rangka merespon perubahan global yang sangat dinamis, mengembangkan pusat-pusat pengembangan masyarakat dengan memanfaatkan sumberdaya dan nilai-nilai lokal yang ada, membantu pengembangan kebijakan strategis terhadap legislatif dan eksekutif serta mengontrol implementasi kebijakan-kebijakan tersebut. Perguruan Tinggi juga dapat berperan dalam mengembangkan strategi kebudayaan yang bermoral, hal tersebut sangat diperlukan dalam membangun peradaban bangsa, terutama untuk membangun nilai-nilai yang terkadung dalam Al Qur’an, tentu sejalan dengan kemajemukan bangsa agar keberagaman dan keberagamaan diterima sebagai sebuah kekayaan dan tidak dipertentangkan. Oleh karena itu, pembangunan peradaban itu sendiri perlu berbasis pada nilai etika dan nilai budaya yang sudah melekat dalam jari diri bangsa. Korupsi merupakan penyakit negara yang sangat berdampak pada pembangunan, tatanan sosial dan juga politik. Korupsi mempunyai karakteristik sebagai kejahatan yang tidak mengandung kekerasan dengan melibatkan unsurunsur tipu daya muslihat, ketidakjujuran dan penyembunyian suatu kenyataan. Perilaku korupsi jauh dari budaya bangsa Indonesia yang menjunjung nilai kejujuran dan kesederhanaan sebagai budaya bangsa. Permasalahan yang cukup pelik seputar krisis multi dimensional serta problem lain yang menyangkut tatanan nilai yang sangat menuntut adanya upaya pemecahanyang sangat mendesak. Problematika yang menyangkut struktur nilai dalam masyarakat salah satunya adalah problematika korupsi yang tidak kunjung usai. Semakin akutnya permasalahan tersebut, sebagian orang menganggap bahaya 53 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 laten korupsi di Indonesia sudah menjadi budaya dan epidemi bahkan virus yang harus kita perangi bersama.Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang melimpah ruah, yang seharusnya dengan keadaan tersebut Indonesia dapat menjadi negara maju. Namun pada kenyataannya pemerintah indonesia masihbanyak hutang dan rakyatnya pun terlilit dalam kemiskinan permanen. Dari zaman pemerintahan kerajaan, kemudian zaman penjajahan, dan hingga zaman modern dalam pemerintahan NKRI dewasa ini, kehidupan rakyatnya tetap saja miskin. Dalam perkembangan selanjutnya di tengah kemiskinan yang makin meluas, korupsi berkembang menjadi cara berfikir dan gayahidup masyarakat untuk memperoleh kekayaan dan menjadi jalan pintas untuk memperkaya diri atau golongan secara cepat.22 Korupsi memang merupakan problematika yang cukup pelik yang hampir menjamur di seluruh negara, tak terkecuali Indonesia. Bagi rakyat Indonesia, bukan hal yang asing bahwa aksi penolakan korupsi mulai terdengar kencang, masyarakat pun dibuat heran ketika kasus suap oleh ketua Mahkamah Konstitusi. Lembaga negara yang seharusnya bersih dari korupsi, tapi karena lunturnya moral mengotori lembaga yang sangat disegani karena ketegasannya, berwibawa dan bersih.Perbaikan sistem dan hukum sudah diperbaiki. Lunturnya moralitas, menyebabkan sistem yang baik tersebut tidak ada gunanya. Mahasiswa sebagai agen of change seharusnya dapat menjadi pionir terdepan untuk memberantas dan juga untuk mencegah terjadinya kasus korupsi di Indonesia. Institusi pendidikan diyakini sebagai tempat terbaik untuk menyebarkan dan menanamkan nilainilai antikorupsi. Mahasiswabeserta civitas akademikayang akan menjadi tulang punggung bangsa di masa mendatang sejak dini harus diajar dan dididik untuk membenciserta menjauhi praktek korupsi. Bahkan lebih dari itu, diharapkan dapat turut aktif memeranginya.Praktek korupsi di lingkungan kampus masih banyak di temui, Diberitakan di berbagai media massa, sekurangnya ada 18 universitas negeri di Indonesia yang terindikasi terjadi tindak pidana korupsi dengan rata-rata kerugian miliaran rupiah. Andar Nubowo. Membangun Gerakan Anti Korupsi dalam Perspektif Pendidikan, (Yogyakarta, LP3,2004) . hlm. 45 22 54 H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi Gagasan pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi pada 29 September tahun 2002 merupakan sebuah itikad baik dari pemerintahan saat itu. KPK menjadi harapan baru bagi Indonesia untuk mengobati penyakit bangsa yang sudah kronis. Sampai saat ini KPK sudah menunjukan prestasi yang mengaggumkan ditengah dahaga akan pemberantasan korupsi bangsa ini.Mengingat begitu beratnya tugas KPK dan besarnya akibat yang disebabkan oleh kasus korupsi, maka diperlukan suatu sistem yang mampu menyadarkan semua elemen bangsa untuk sama-sama bergerak mengikis karang korupsi yang telah menggurita. Cara yang paling efektif adalah melalui media pendidikan. Korupsi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain yaitu; (1), Sistem pemerintahan dan birokrasi yang memang kondusif untuk melakukan penyimpangan; (2),Belum adanya sistem kontrol dari masyarakat yang kuat, dan belum adanya perangkat peraturan dan perundang-perundangan yang tegas; (3), Tindak lanjut dari setiap penemuan pelanggaran yang masih lemah dan belum menunjukkan “greget” oleh pimpinan instansi. Lebih lanjut lagi, penyebab terjadinya korupsi dibagi dalam tiga aspek. Pertama, aspek prilaku individu organisasi. Kedua, aspek organisasi. Ketiga, aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada.23 Dalam upaya untuk menciptakan sebuah tatanan kehidupan yang bersih, diperlukan sebuah sistem pendidikan anti korupsi yang berisi tentang sosialisasi bentuk-bentuk korupsi, cara pencegahan dan pelaporan serta pengawasan terhadap tindak pidana korupsi. Pendidikan seperti ini harus ditanamkan secara terpadu mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Pendidikan anti korupsi ini akan berpengaruh pada perkembangan psikologis mahasiswa. Ada dua tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan anti korupsi ini, yaitu: (1), Untuk menanamkan semangat anti korupsi pada setiap anak bangsa. Melalui pendidikan ini, diharapkan semangat anti korupsi akan mengalir di dalam darah setiap generasi dan tercermin dalam perbuatan sehari-hari. Sehingga, pekerjaan membangun bangsa yang terseok-seok karena adanya korupsi dimasa depan tidak ada terjadi lagi. Jika korupsi sudah diminimalisir, maka setiap pekerjaan membangun bangsa akan maksimal; (2), Untuk membangun Wahyudi, I & Sopanah. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) di Malang Raya. (Online), (http://www.ejournal.umm.ac.id), diakses 27 april 2015. 23 55 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 nilai-nilai dan mengembangkan kapasitas yang diperlukan untuk membentuk posisi sipil murid dalam melawan korupsi; (3) Menyadari bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya tanggung jawab lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian dan Kejaksaan agung, melainkan menjadi tanggung jawab setiap anak bangsa. Korupsi telah mewabah hampir pada seluruh sendi kehidupan bangsa Indonesia. Kejahatan luar biasa ini memerlukan upaya yang luar biasa untuk memberantasnya. Salah satu upaya untuk memberantasnya adalah memberikan pembekalan kepada mahasiswa sebagai pewaris masa depan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menyelenggarakan Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia.24 Model pendidikan yang sistematik akan mampu membuat mahasiswa mengenal lebih dini hal-hal yang berkenaan dengan korupsi termasuk sanksi yang akan diterima kalau melakukan korupsi. Dengan begitu, akan tercipta generasi yang sadar dan memahami bahaya korupsi, bentuk-bentuk korupsi dan tahu akan sanksi yang akan diterima jika melakukan korupsi. Sehingga, masyarakat akan mengawasi setiap tindak korupsi yang terjadi dan secara bersama memberikan sanksi moral bagi koruptor. Gerakan bersama anti korupsi ini akan memberikan tekanan bagi penegak hukum dan dukungan moral bagi Komisi Pemberantasan Korupsi sehingga lebih bersemangat dalam menjalankan tugasnya. Program pendidikan anti korupsi yang dilaksanakan secara sistemik di semua tingkat institusi pendidikan, diharapkan akan memperbaiki pola pikir bangsa tentang korupsi. Selama ini, sangat banyak kebiasaan-kebiasaan yang telah lama diakui sebagai sebuah hal yang lumrah dan bukan korupsi. Termasuk hal-hal kecil. Misalnya, sering terlambat dalam mengikuti sebuah kegiatan, terlambat masuk sekolah, kantor dan lain sebagainya. Salah satu bentuk korupsi, korupsi waktu. Kebiasaan tidak disiplin terhadap waktu ini sudah menjadi lumrah, sehingga perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat. Materi ini dapat diikutkan dalam pendidikan anti korupsi ini. Begitu juga dengan hal-hal sepele lainnya. 24Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2012. Pendidikan Anti Korupsi. (Online), (http://www.dikti.go.id), diakses 27 april 2016. 56 H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi Matakuliah Pendidikan Antikorupsi lebih menekankan pada pembangunan karakter anti korupsi pada diri individu mahasiswa. Tujuan dari matakuliah Pendidikan Antikorupsi adalah membentuk kepribadian anti-korupsi pada diri pribadi mahasiswa serta membangun semangat dan kompetensinya sebagai agent of change bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang bersih dan bebas dari ancaman korupsi. Dengan menyesuaikan tingkat peserta didik yaitu mahasiswa tingkat sarjana (S1), maka kompetensi yang ingin dicapai adalah; (1), Mahasiswa mampu mencegah dirinya sendiri agar tidak melakukan tindak korupsi (individual competence); (2), Mahasiswa mampu mencegah orang lain agar tidak melakukan tindak korupsi dengan cara memberikan peringatan orang tersebut; (3), Mahasiswa mampu mendeteksi adanya tindak korupsi (dan melaporkannya kepada penegak hukum).25 Perilaku korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini. Dilain pihak upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum menunjukkan hasil yang optimal. Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap saja banyak terjadi seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang bahkan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Jika kondisi ini tetap kita biarkan berlangsung maka cepat atau lambat korupsi akan menghancurkan negeri ini. Perilaku korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya. Upaya pemberantasan korupsi yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu (1) penindakan, dan (2) pencegahan tidak akan pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika mahasiswa sebagai salah satu bagianpenting dari masyarakat yang merupakan pewaris masa depan diharapkan dapat terlibat aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Puspito, N dan Tim Penyusun. Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi. (Jakarta, Kemendikbud.2011), hlm. 5-16. 25 57 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Keterlibatan civitas akademika dalam upaya pemberantasan korupsi tentu tidak pada upaya penindakan yang merupakan kewenangan institusi penegak hukum. Peran aktif mahasiswa diharapkan lebih difokuskan pada upaya pencegahan korupsi dengan ikut membangun budaya anti korupsi di masyarakat. Mahasiswa diharapkan dapat berperan sebagai agen perubahan dan motor penggerak gerakan anti korupsi di masyarakat. Untuk dapat berperan aktif mahasiswa perlu dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya. Yang tidak kalah penting, untuk dapat berperan aktif mahasiswa harus dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari. Upaya pembekalan mahasiswa dapat ditempuh dengan berbagai cara antara lain melalui kegiatan sosialisasi, kampanye, seminar atau perkuliahan. Untuk keperluan perkuliahan dipandang perlu untuk membuat sebuah modul yang berisikan materi dasar mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi bagi mahasiswa. Pendidikan Anti Korupsi bagi mahasiswa bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya serta menanamkan nilai-nilai anti korupsi. Tujuan jangka panjangnya adalah menumbuhkan budaya anti korupsi di kalangan mahasiswa dan mendorong mahasiswa untuk dapat berperan serta aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Pemberian Pendidikan Anti korupsi kepada masyarakat, khususnya mahasiswa tersebut merupakan salah satu usaha preventif memberantas korupsi yang diharapkan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Partisipasi masyarakat dalam usaha preventif ini dapat dijadikan sebagai suatu usaha prioritas mengingat ketidakberdayaan hukum di Indonesia dalam memberantas korupsi. Selan itu, United Nations Against Corruption,26mengemukakan kelebihan usaha 26 Tindak pidana korupsi merupakan ancaman terhadap prinsip-prinsip demokrasi, yang menjunjung tinggi transparansi, akuntabilitas, dan iritegritas, serta keamanan dan stabilitas bangsa Indonesia. Oleh karena korupsi merupakan tindak pidana yang bersifat sistematik dan merugikan pembangunan berkelanjutan sehingga memerlukan langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan yang bersifat menyeluruh, sistematis, dan berkesinambungan baik pada tingkat nasional maupun tingkat intemasional. Dalam melaksanakan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang efisien dan efektif diperlukan dukungan manajemen tata pemerintahan yang baik dan kerja sama internasional, termasuk pengembalian asetaset yangberasal dari tindak pidana korupsi. Selama ini pencegahan dan 58 H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi preventif (pencegahan) dibandingkan usaha represif (penanganan) dalam memberantas korupsi, dua di antaranya adalah dampak korupsi yang sangat luas tidak dapat ditanggulangi melalui pendekatan represif semata dan di dalam sistem peradilan yang masih rentan atas korupsi, tindakan represif tidak akan berfungsi optimal. 27 Modul Pendidikan Anti Korupsi ini berisikan bahan ajar dasar yang dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan Perguruan Tinggi dan Program Studi masingmasing. Bahan ajar dasar yang dituliskan dalam buku ini terdiri dari delapan bab, yaitu: (1) Pengertian Korupsi, (2) Faktor Penyebab Korupsi, (3) Dampak Masif Korupsi, (4) Nilai dan Prinsip Anti Korupsi, (5) Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia, (6) Gerakan, Kerjasama dan Instrumen Internasional Pencegahan Korupsi, (7) Tindak Pidana Korupsi dalam Peraturan Perundang-undangan, dan (8) Peranan Mahasiswa dalam Gerakan Anti Korupsi. Disamping delapan bab yang berisikan bahan ajar dasar, buku ini juga dilengkapi dengan panduan pembelajaran yang berjudul Model Pembelajaran Matakuliah Anti yang dituliskan dalam bagian I, untuk memudahkan pengajaran Pendidikan Anti Korupsi. Sebagai intisari dari tulisan ini, Prof Dr Abuddin Nata MA, Guru Besar Pendidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta,28 menjelaskan panjang lebar bahwa; Timbulnya korupsi sebagaimana tersebut di atas dicermati kita dapat menemui bahwa penyebab terjadinya korupsi adalah (1) Tekanan sosial yang menyebabkan manusia melakukan pelanggaran terhadap norma-norma. Sistem sosial yang menyebabkan timbulnya tekanan yang mengakibatkan banyak orang yang tidak mempunyai akses atau kesempatan di dalam struktur tersebut, karena pembatasan-pembatasan atau diskriminasi rasial, etnis, kekurangan keterampilan, pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia sudad dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan khusus yang berlaku sejak tahun 1957 dan telah diubah sebanyak 5 (lima) kali, akan tetapi peraturan perundang-undangan dimaksud belum memadai, antara lain karena belum adanya kerja sama internasional dalam masalah pengembalian hasil tindak pidana korupsi. (lihat: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003). 27 Kejaksaan Republik Indonesia. 2009. Tindakan Preventif dan Represif dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Online), (http://www.kejaksaan.go.id), diakses 26 april 2016. 28 http://www.uinjkt.ac.id/id/pendidikan-tinggi-islam-dan-upaya-anti-korupsi, diakses pada tanggal 25 April 2016. 59 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 kapital, dan sumber-sumber lainnya; (2) Karena adanya sikap partikularisme,29 (3) Sikap mental yang meremehkan mutu; (4) Sikap mental yang suka menerabas; (5) Sikap tak percaya pada diri sendiri; (6) Sikap tak berdisiplin murni, dan (7) Sikap mental yang suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh. Dari ketujuh macam penyebab terjadinya korupsi tersebut di atas, sesungguhnya dapat dikategorikan menjadi dua sebab. Pertama sebab yang bersifat sistem, yakni sistem sosial yang menekan dan diskriminatif, dan yang kedua adalah sebab yang bersifat sikap mental. Jika kedua masalah ini dihubungkan dengan peran dan missi Perguruan Tinggi Islam, maka terdapat sejumlah catatan tentang cara pemberantasan korupsi tersebut sebagai berikut; Pertama, bahwa Perguruan Tinggi Islam mengemban missi perbaikan moral. Kata Islam yang menjadi sifat atau identitas Perguruan Tinggi tersebut, mengandung arti bahwa Perguruan Tinggi tersebut harus melaksanakan missi pelaksanaan ajaran Islam yang pada intinya membawa rahmat bagi seluruh alam, menciptakaan keamanan, kedamaian, kesejahteraan lahir dan batin, serta mencegah orang dari berbuat yang keji, jahat, munkar, merugikan orang lain. Perbuatan korupsi termasuk ke dalam perbuatan yang merugikan dan menyengsarakan orang lain, dan termasuk perbuatan jahat. Dengan kata lain kata Islam yang disandang oleh Perguruan Tinggi tersebut menuntut Perguruan Tinggi tersebut terlibat aktif dalam pemberantasan kejahatan yang merugikan orang lain. Perguruan Tinggi Islam saat ini mengalami perkembangan yang luar biasa. Di dalamnya ada akademik sekolah tinggi, institut dan universitas. Jika pada Perguruan Tinggi Islam yang sudah menjadi Universitas, yang diajarkan di dalamnya bukan hanya ilmu-ilmu agama saja, melainkan juga ilmu umum. Sedangkan pada Perguruan Tinggi Islam 29 Perasaan kewajiban untuk membantu, membagi-bagi sumber kepada pribadipribadi yang dekat pada seseorang), nepotisne (sikap loyal terhadap kewajiban partikularistik) yang merupakan ciri dari suatu masyarakat prakapitalis atau masyarakat feodal. Partikularisme ini bertentangan dengan universalisme (komitmen untuk bersikap sama terhadap yang lain); Partikularisme yaitu segala sesuatu yang ada hubungannya dengan apa yang khusus berlaku untuk suatu daerah tertentu saja, ada hubungannya dengan perasaan subyektif dan rasa kebersamaan.(lihat: Angga Restu Pambudi, Ciri-Ciri Masyarakat Tradisional dan Modern, https://anggarestupambudi.wordpress.com diakses pada tanggal 28 April 2016. 60 H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi dalam bentuk akademi, sekolah tinggi atau institut hanya diajarkan ilmu-ilmu agama saja. Dengan demikian, pada seluruh bentuk dan tingkatan Perguruan Tinggi Islam itu diajarkan ilmu-ilmu agama. Ilmuilmu agama Islam yang berbasiskan pada ajaran al-Qur’an dan al-Sunnah membawa missi perbaikan moral, karena inti ajaran al-Qur’an dan al-Sunnah adalah perbaikan moral. Bahwa inti ajaran al-Qur’an adalah moral yang bertumpu pada hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan manusia lainnya. Inti ajaran al-Qur’an tentang moral tersebut, selain untuk dipahami dan dihayati, namun yang terpenting lagi diamalkan. Ajaran al-Qur’an tentang moral tersebut bukan hanya untuk dihafal, melainkan dipraktekkan dengan sungguh-sungguh. Untuk itu gerakan akhlak mulia yang digagas dan dideklarasikan oleh Irsyad Sudiro, Anggota Dewan Perkawilan Rakyat Indonesia baru-baru ini perlu, mendapatkan dukungan dari semua pihak. Upaya ini terkait dengan upaya mengatasi terjadinya korupsi yang disebabkan karena rendahnya mutu sikap mental atau akhlak yang dianut oleh masyarakat. Kedua, Perguruan Tinggi Islam dapat mengambil peran pemberantasan korupsi tersebut melalui upaya mendorong terciptanya system sosial yang egaliter dan demokratis. Faham egaliter ini didasarkan pada ajaran Islam yang mengakui adanya pluralisme, heterogenitas atau kemajemukan. Ajaran Islam mengakui bahwa umat manusia diciptakan oleh Tuhan dengan latar belakang agama, budaya, bahasa, suku bangsa, warna kulit, adat istiadat, pangkat, jabatan, tingkat ekonomi, kecerdasan, bakat, jenis kelamin, kecantikan atau ketampanan, tempat tinggal dan lain sebagainya yang amat beragam. Dari keadaan tersebut selanjutnya dapat dibagi ke dalam dua bagian, yang pertama mereka yang berada dalam keberuntungan dan yang kedua yang berada dalam kekurangberuntungan. Mereka yang kurang beruntung itu bisa jadi karena system sosial yang ada kurang mendukungnya yang menyebabkan ia mengambil sikap menerabas. Keadaan ini harus diperbaiki dengan mengembangkan sikap hidup yang egaliter yang memandang bahwa manusia dalam pandangan agama berada dalam kesederajatan antara satu dan lainnya, keculai siapa di antara mereka yang paling bertakwa kepada Tuhan. 61 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Sikap tersebut diikuti pula dengan mengembangkan sikap yang demokratis dalam arti yang sesungguhnya. Berbagai proses pengambilan keputusan dalam bidang pendidikan, hukum, ekonomi, dan lain sebagainya harus mempertimbangkan kepentingan masyarakat. Masyarakat yang diperlakukan tidak demokratis akan memberontak dan mencari jalan keluar dalam bentuk pelanggaran. Ketiga, Pendidikan Tinggi, sebagaimana pendidikan lainnya memiliki sasaran yang sama, yaitu mempengaruhi orang lain agar berubah pola pikir, perasaan dan tingkah lakunya dengan cara memberikan wawasan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman, penugasan, dan sebagainya sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Dalam melakukan merubah wawasan, pengetahuan, dan prilaku manusia tersebut dunia Pendidikan Tinggi telah memiliki pengalaman dan berbagai macam metode dan pendekatan yang bermacam-macam yang dihasilkan para ahli metodologi. Berbagai pendekatan ini hendaknya dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya dalam rangka merubah perilaku yang korup menjadi prilaku yang amanah. Di dalam ajaran agama terdapat berbagai metode yang dianggap paling effektif untuk memberantas korupsi. Metode tersebut adalah pembiasaan, keteladanan dan hukuman. Dengan pembiasaan ini, seseorang diajak serta secara nyata membiasakan perbuatan yang baik, dan menjauhi perbuatan yang buruk. Pembiasaan tersebut dilakukan secara kontinyu dan konsisten, sehingga perbuatan tersebut mendarah-daging. Sebagai contoh bangsa di negara-negara lain yang dapat mewujudkan kebersihan, adalah karena mereka dibiasakan hidup bersih dengan membuang sampah pada tempatnya, sehingga perbuatan tersebut menjadi budaya dan menimbulkan rasa malu jika tidak dapat melakukannya. Pembiasaan tersebut diikuti pula dengan memberikan contoh teladan dari pimpinan, orang tua dan lainnya, sehingga kebiasaan tersebut semakin kokoh tertanam. Selanjutnya hukuman dapat pula digunakan kepada setiap orang yang melakukan pelanggaran, sehingga keadaan tersebut akan menimbulkan rasa takut bagi orang lain untuk melakukan pelanggaran tersebut. Pembiasaan, keteladanan dan hukuman tersebut merupakan metode dan pendekatan yang amat ditekankan di dalam al-Qur’an, terutama dalam menanamkan kebiasaan perbuatan yang baik, dan menjauhi perbuatan yang buruk. Fakta sejarah menunjukkan bahwa bangsa-bangsa di 62 H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi dunia yang terhindar dari korupsi adalah karena bangsa tersebut membiasakan hidup jujur, memberikan keteladanan tentang kejujuran, dan sekaligus memberikan hukuman yang tegas kepada setiap orang yang melakukan pelanggaran. Nabi Muhammad SAW misalnya dengan tegas mengatakan: “Andaikata Fatimah mencuri, niscaya akan aku potong tangannya.” Indonesia yang dikategorikan sebagai negara terkorup di dunia antara lain belum melakukan gerakan hidup jujur, memberikan keteladanan tentang kejujuran, dan sekaligus mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran korupsi. Diketahui bahwa saat ini, Pemerintah Indonesia sudah menunjukkan kemauan, tekad dan keberaniannya yang lumayan untuk memberantas korupsi. Berbagai perangkat, system, pelaksana dan berbagai perangkat lainnya sudah diciptakan untuk memberantas korupsi tersebut. Pihak Polisi, kejaksaan dan para penegak hukum lainnya sudah menunjukkan kerja kerasnya. Upaya ini sudah mulai membuahkan hasil walaupun terasa masih terdapat kekurangan di sana-sini, termasuk di dalam penciptaan kesejahteraan masyarakat agar mereka tidak tergoda untuk mencuri atau korupsi. Berbagai pejabat yang melakukan korupsi sudah banyak yang diadili dan dihukum sesuai ketentuan yang berlaku. Selain itu saat ini, setiap orang sudah terlihat hati-hati dan berfikir seribu kali untuk melakukan tindakan korupsi atau melakukan pelanggaran lainnya. Keempat, Perguruan Tinggi adalah tempat mencetak kader-kader yang akan memimpin masa depan bangsa. Perguruan Tinggi adalah lembaga yang paling memiliki idealisme yang tinggi serta komitmen terhadap penegakkan moral. Idealisme Perguruan Tinggi ini tercipta sebagai hasil kajian mereka terhadap ilmu pengetahuan serta tanggung jawabnya terhadap masyarakat. Atas dasar idealisme dan komitmen moral inilah, tidak mengherankan jika Perguruan Tinggi senantiasa tampil sebagai moral force. Berbagai unjuk rasa, demo dan sebagainya yang menuntut penegakkan moral dan idealisme lainnya biasanya muncul dari kalangan Perguruan Tinggi, terutama dari kalangan mahasiswanya. Banyak faktor yang menyebabkan mahasiswa tampil sebagai moral force tersebut. Di antaranya, karena mahasiswa sosok manusia yang tengah mencari identitas diri, penuh dengan cita-cita dan idealisme, belum berada dalam struktur yang membelunggunya, mereka masih bebas sehingga dapat 63 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 menyuarakan aspirasi dan tindakannya, tanpa harus merasa takut. Keadaan ini akan terus berlangsung selama ia menjadi mahasiswa. Namun setelah mereka tamat dan bekerja pada birokrasi, biasanya idealisme tersebut mengalami perubahan atau terjadi kelunturan. Hal ini terjadi karena mereka sudah memiliki kecenderungan, kebutuhan terhadap materi, kedudukan dan sebagainya yang menyebabkan idealisme dan komitmen mereka menurun. Untuk itu beberapa langkah dan gerakan yang mengawasi masyarakat agar tetap memiliki komitmen moral sebagaimana tersebut di atas tetap dipertahankan. Dalam upaya jalan menuju kehidupan berbangsa yang lebih baik, negara kembali menagih peran perguruan tinggi untuk melawan musuh yang lebih berat – yaitu korupsi. Korupsi adalah musuh yang berat, karena disamping seringkali menjadi korban dari perbuatan korupsi ini baik secara langsung maupun tidak, secara sadar atau tidak sadar kita juga bisa menjadi pelaku korupsi, sekalipun seringkali disebut sebagai korupsi kecil-kecilan atau sekedar berperilaku koruptif. Bahwa pada hakikatnya perjuangan melawan korupsi juga berarti perjuangan melawan diri sendiri. Karena korupsi bisa terjadi karena kolaborasi antara niat yang buruk dengan kesempatan yang antara lain dibuka oleh sistem yang lemah. Dengan demikian, jika kalangan perguruan tinggi ingin menyambut tantangan memberantas korupsi maka harus memberikan perhatian yang serius. Di satu sisi mencegah niat yang buruk untuk korupsi melalui pembangunan budi pekerti dan perilaku yang baik, terutama melalui pendidikan anti korupsi. Dan di saat yang sama terus berupaya memperbaiki sistem dan sub sistem yang ada dalam lingkungan perguruan tinggi, atau sistem di luar perguruan tinggi sebagai sumbangan pemikiran. Sumbangan pemikiran dari kalangan perguruan tinggi selalu mendapat tempat utama karena bersih dari kepentingan dan keberpihakan. Karena itu, gunakan kesempatan ini untuk memberikan yang terbaik agar gerak laju perjalanan bangsa menuju cita-cita bisa kita percepat dalam arah yang benar. Sebagai kata akhir dari tulisan ini dapat dijelaskan bahwa, nilai-nilai anti korupsi yang perlu dikuatkan dan dikembangkan dalam lingkungan perguruan tinggi meliputi kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, 64 H.M. Abdul Kholiq - Peran Perguruan Tinggi dan Pemberantasan Korupsi pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai inilah yang akan mendukung prinsipprinsip anti korupsi untuk dapat dijalankan dengan baik. Semoga. DAFTAR PUSTAKA Arifin. Strategi Belajar Mengajar. (Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. 2000). Andar Nubowo. Membangun Gerakan Anti Korupsi dalam Perspektif Pendidikan, (Yogyakarta: LP3,2004). Almond, Gabriel. “Kelompok Kepentingan dan Partai Politik”, dalam Mochtar Mas’oed dan Collin Mac.Andrew,Perbandingan Sistem Politik, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2001). Ali Gufron Mukti, Dalam Konferensi Internasional Keperawatan di Sekolah Pascasarjana Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, pada tanggal 2 Desember 2015. Barnett. Teaching Reading in a Foreign Language. ( ERIC Digest., 1988). De Asis, Maria Gonzales, Coalition-Building to Fight Corruption, Paper Prepared for the Anti-Corruption Summit, World Bank Institute, November 2000. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2012. Pendidikan Anti Korupsi. (Online), (http://www.dikti.go.id), diakses 27 April 2016. Gomes, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan Keempat, (Yogyakarta: ANDI, 2000). Hamalik Oemar, .Perencanaan Pegajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. (Jakarta: Bumi Aksara, 2005). Hartanti Evi, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008). H.A.R.Tilaar, .Kekuasaan dan Pendidikan: KajianMenejemen Pendidikan Nasional dalam Pusaran Kekuasaan. (Jakarta: Rinika Cipta.2009). ---------------, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, (Bandung: P.T. Remaja Rosda Karya, 1999). Kejaksaan Republik Indonesia. 2009. Tindakan Preventif dan Represif dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Online), (http://www.kejaksaan.go.id), diakses 26 April 2016. Lauer, Robert H, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, Alih Bahasa, Alimandan S.U (Perpective on Social Change), (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2001). 65 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Son Haji, Perguruan Tinggi Dalam Pembangunan. (Makalah), (Malang: IKIP, 1990), hlm. 45. Sulaeso, Dasar Perencanaan dan Pemilihan,, Cetakan Kesembilan, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1997). Syaful Sagala. Konsep dan Makna Pembelajaran.Alfabeta (Bandung: Alfabeta, 2006). Miramba Ahmad. Pengantar filsafat pendidikan Islam ( Bandung: Al Ma’rif .1686). Puspito, N dan Tim Penyusun. Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi. (Jakarta: Kemendikbud.2011). R. Subekti dan Tjitrosoedibio. Kamus Hukum. (Jakarta;: Pradnya Paramita.1973). Uhar Suharsaputra, Pendidikan dan Peran Perguruan Tinggi, https://uharsputra.wordpress.com diakses pada tanggal 25 April 2016. Wahyudi, I & Sopanah. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) di Malang Raya. (Online), (http://www.ejournal.umm.ac.id), diakses 27 April 2015. Wahyudi, Isa Corporate Social Responsibility: Prinsip, Pengaturan dan Implementasi, (Malang: In.Trans Publishing.). Yamamah, Ansari. Perilaku Konsumtif Penyebab Korupsi. (Jakarta, Gramedia, 2009). Zakiah Darajat. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi aksara, 2000). http://www.uinjkt.ac.id/id/pendidikan-tinggi-islam-dan-upaya-antikorupsi, diakses pada tanggal 25 April 2016 66 KYAI SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN (Studi Kasus di Pesantren Ulumul Qur’an Kalibeber Wonosobo) Maryono* Dosen UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo Abstract This research was aimed; 1) to know the meaning of kyai as a learning leader at the Pesantren Ulumul Qur’an, 2) to know a leadership style in learning at the pesantren of ulumul qur’an, 3) to know the handicap of kyai in doing a learning leadership. This research used a qualitative method. The subject of reserach were such as kyai, teachers and students. Technique of data collecting used particpant observation, interview, and study of document. And the analysis of data used interactive analysis of miles and huberman that ie; data collection, data reduction, data display and conclusion Result of research have showed that the meaning kyai of learning leader were a manager of learning, a designer of learning, a decision maker, and an evaluator of learning. The leadership style of kyai in learning such as uswatun hasanah style and istiqomah style. Trick of kyai in learning leeadership were regeneration, lapanan activity, habituation and roan or teamwork. Finally, the handicap of santri in learning cativity such as feeling of lazy, less seriously, and no discipline, and the handicap of kyai in learning leadership were busy in campus, village surounding and social activity. Key words: kyai, leadership and learning Pendahuluan Eksistensi pendidikan sangat penting bagi masyarakat manapun di dunia ini karena keberadaanya dinilai memiliki peran stratgeis dalam mengelaborasi berbagai hal terkait manifestasi peran dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, pendidikan menjadi aspek yang fundamental sekali dalam menjalani hidup yang serba luas ini. Dalam konteks tersebut maka pendidikan adalah hidup itu sendiri, pendidikan merupakan segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hayat. Pendidkan adalah segala situais hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu 1. Pemahaman dan praksis pendidikan dalam arti luas tersebut sangat dmungkinkan diperankan oleh siapa saja yang masih memiliki hasrat hidup yang dimanifestasikan dalam aktifitas pendidikan itu. Redja Mudyahardjo, Pengantar pendiidkan, Jakarta, Rajawali Pers. tahun 2001, halaman 3. 1 67 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Hasrat untuk selalu belajar terus dikobarkan dalam bingkai semangat untuk melakukan perubahan diri sebagai pengalaman belajar. Pandangan tersebut relevan dengan konsep bahwa pendidikan merupakan pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan formal, non fromal, dan informal di sekolah dan luar sekolah yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi pertimbangan kemampuan-kemampuan individu, agar supaya dikemudian hari dapat memainkan peran hidup secara tepat2. Sekolah sebagai bagian dari dunia pendidikan merupakan lingkungan buatan manusia yang diperlukan di dalama membangun strauktur masyarakat yang beradab. Eksisitensi sekolah sudah lama diyakini akan mampu mengubah suatu keadaan masyarakat menuju perubahan ke arah yang lebih baik. Optimisme terhadap peran sekolah dalam pendidikan dinyatakan oleh Lester Frank Ward sebagaimana dikutip oleh Mudyahardjo, yang antara lain menjelaskan bahwa setiap anak dilahirkan di dunia, hendkanya dipandnag oleh masyarakat ibarat bahan mentah yang harus diolah dalam pabrik. Alam tidak dapat diandalkan untuk mengembangkan kemmapuan individu. Pengembangan kemamapuan individu harus direncanakan dan sebagian besar rencana tersebut harus dilaksanakan dalam suatu sekolah yang baik3. Pendidikan merupakan suatu upaya yang bisa mempercepat pengembangan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas sebagai kholifah di muka bumi yang dibebankan kepadanya. Oleh karena itu, hanya manusia yang bisa dididik dan mendidik.pendidikan juga bisa berdampak terhadap perkembangan emosi, fisik, mental serta spiritualitas manusia. Dalam Dictionary of education sebagaimana dikutip oleh Saud dijelaskan bahwa pendidikan merupakan a) proses dimana seseorang mengemabngkan kemmapuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat dimana dia hidup, b) proses sosial dimana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah) sehingga mereka memperoleh dan mengalami perkembnagan kemampuan sosial dan kemampuan indiidual yang optimal4. Terminologi pendidikan sebagai suatu aktifitas yang hidup bisa dimaknai sebagai suatu upaya sadar yang dirancang sedemikian rupa untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam menemukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang dari itu bisa melahirkan Redja Mudyahardjo, ibid,,, halaman 11 Ibid...halaman 10 4 Udin S.Saud & Abin S.Makmun (2011). Perencanaan pendidikan suatu pengantar, Bandung; Rosdakarya, hlm 6 2 3 68 Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran suatu sistem nilai yang akan membentuk sikap hidup lalu dijadikan sebagai pandangan hidup yang berdiemnsi pada ketrampilan hidup (life skill) yang berdampak dalam individu maupun sosial. Pendidikan bila dilihat dari sudut pandang masyarakat merupakan warisan kebudayaan dan pengembangan potensi, bakat dan minat yang ada pada diri individu. Menurut Langgulung, memeasukan sesuatu mellaui proses pendidikan dimaksudkan adalah memasukan ilmu penegtahuan ke kepala seseorang.jadi dalam proses memasukan tampak ada tiga hal yang terlibat yakni; a) ilmu pengetahuan itu sendiri, b) proses memasukan ilmu pengetahuan, c) kepla atau diri seseorang. Oleh karena itu, pendidikan itu memiliki asas-asas sebagai tempat ia berpijak baik dala hal materi, interaksi, inovasi dan cita-citanya5 Interaksi antara asas-asas tersebut dalam suatu proses pendidikan menhendaki beberapa keterangan yakni; a) setiap asas bukanlah ilmu atau mata pelajaran tetapi sejumlah ilmu dan cabangcabangnya, b) asas-asas tersebut memberi pendidikan sebagai suatu sistem, organisasi, inovasi, dan pembaharuan, dan c) asas-asas ini semuanya sukar memainkan perannya tanpa landasan filsafat yang mengarahkan gerak dan mengatur langkahnya karena filsafat bertugas meneliti, memilih dan menguji pendidikan yang umum dapat diterima masyarakat luas6. Bila pendidikan dilihat sebagai suatu sistem, maka pendidikan memiliki banyak komponen yang saling berhubungan dan mempengaruhi hal-hal sebagai berikut: a) individu peserta didik yang memiliki potensi dan kemauan untuk berkembanag dan dikembangkan semaksimal mungkin, b) individu peserta didik yang mewakili unsur upaya sengaja, terencana, efektif, efisien, produktif dan kreatif, c) hubungan antar pendidik dan peserta didik yang dapat dinyatakan sebagai situasi pendidikan yang menjadi landasan tempat berpijak, tindakan yang dapat digolongkan sebagai tindakan pendidikan, d) struktur sosiokultural yang mewakili lingkungan (environment) diantara kenyataannya berupa norma yang bersumber dari alam, budaya dan religi dan e) tujuan yang disepakati bersama yang mengejawantah karena hubungna antar pendidik da peserta didik serta tidak bertentangan dengan tuntutan normatif sosiokultural dimana pendidikan tersebut tumbuh dan berkembang7. Dari berbagai uraian mengenai konsep pendidikan sebagaimana dipaparkan di atas, bisa digaris bawahi bahwa pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui suatu kegiata 5 6 hlm 2 7 Hasan langgulung (1988). Asas-asas pendidikan, Jakarta:Pustaka Alhusna, hlm 4 Syaeful Sagala (2006). Administrasi pendidikan kontemporer, Bandunh Alfabeta, Udin S.Saud.....opcit hlm 7 69 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 berupa bimbingan, pengajaran, dan pelatihan bagi perannya dimasa yang akan datang. Tentu hal tersebut sangat sesuai dengan konsep pendidikan yang ada dalam UUSPN No 20 tahun 2003 yang menjelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengemabngkan potensi dirinya untuk memiliki kekutaan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyaarakat, bangsa dan negara 8. Semakin baik pendidikan suatu bangsa maka semakin baik pula kualitas sumberdaya manusia. Itu adalah asumsi umum terhadap pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu bangsa. Oleh karena itu, secara faktual pendidikan harus menggambarkan aktifitas sekelompok orang yang di dalamnya terdapat kurikulum, tujuan serta guru dan tenaga kependidikan yang menjalankan kegiatan pendidikan. Pendidikan pada aspek preskriptif bisa dimaknai sebagai suatu kegiatan yang membawa muatan, arah serta pilihan yang telah ditetapkan sebagai suatu wahana pengemabangan diri untuk masa depan peserta didik dalam menapaki kehidupan bersama individu lainnya. Di Indonesia, model pendidikan bermacam-macam ada pendidikan formal, pendidikan nonformal dan informal. Pendiidkan formal merupakan suatu pendidikan yang menjelenggarakan TK, SD, SMP dan SMA sampai perguruan tinggi. Pendidikan nonformal merupakan usaha pendidikan di luar persekolahan seperti Pesantren, Kursus atau lembaga ketrampilan. Sedangkan pendidikan informal suatu pendidikan yang dilaksanakan oleh keluarga sebagai pendidikan pertama sebelum anak mengenyam pendidikan persekolahan. Pesantren sebagai sub dari pendidikan nasional eksistensinya sudah ada jauh sebelum indoensia merdeka. Oleh karena itu, sebagai sebuah pendidikan di luar persekolahan yang sudah memiliki pengalaman panjang dalam menghadapi dinamika kehidupan. Sebagaimana dunia sekolah, pesantrenpun memiliki aktiftas yang sama dengan sekolah. Di dalamnya juga ada kyai, guru, kurikulum, sarana dan prasarana, tujuan yang semuanya menjadi kesatuan sistem dalam mencapai tujuan pendidikan pesantren. Untuk bisa memahami gambaran keadaan yang relevan dengan pesantren saat ini sebagai suatu starting point dalam memaknainya secara komprehensif. Permasalahan yang muncul antara lain penggunaan strategi pembelajaran yang masih berpusat pada guru. Gaya kepemimpinan kyai sebagai top management yang menjadi satu-satunya 8 70 Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran figur tak tergantikan, serta pola komunikasi antar guru-santri yang sifatnya satu arah. Hal tersebut bersinggungan dengan apa yang dikemukakan oleh Abdurrahman Wahid, untuk memahami situasi yang dihadapi pesantren dewasa ini, ada beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain: 1) sebagai pantulan keadaan rawan yang memang melanda kehidupan bangsa kita pada umumnya sekarang ini, akibat kedudukan kita dalam suasana serba transisional deawsa ini, 2) kesadaran akan sedikitnya kemampuan untuk mengataasi tantangan yang dihadapi oleh pesantren, terutama tantangan yang diajukan oleh kemajuan teknik yang mulai dienyam bangsa kita, 3)statis/bekunya struktur sarana yang dihadapi pesantren pada umumnya. Baik sarana berupa manajemen atau pimpinan yang trampil maupun sarana material termasuk keuangan masih berada pada kuantitas yang terbatas, 4) sultnya mengajak masyarakat tradisional yang berafiliasi pada pesantren ke arah sikap hidup yang lebih serasi dengan kebutuhan nyata pesantren 9. Pesantren Ulumul Qur’an merupakan satu dari sekian ribu pesantren yang ada di negeri ini yang sampai hari ini masih eksis. Keeksisan tersebut ditunjukan dengan adanya proses pembelajaran yang secara terus menerus masih berlangsung. Menariknya hampir seluruh santri merupakan siswa sekolah umum di sekitar pesantren termasuk mahasiswa dari kampus UNSIQ. Dari paparan tersebut di atas maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran” (Studi kasus di pesantren Ulumul Qur’an) Kerangka Konseptual 1. Pengertian Kepemimpinan Untuk bisa memahami konsep kepemipinan dengan baik, berikut ini dikutip beberapa pengertian kepemipinan yang disampaikan oleh para ahli yang kompete di bidangnya. Leadershup is the relationship in which one person, the leader, influences others toward together willingly on related tasks to attain that which the leader desires10. Artinya kepemimpinan adalah hubungan antar orang, dimana pemimpin mempengaruhi orang alin kearah kemauan bersama dalam hubungannya dengan tugas-tugas untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan pemimpin. Konsep serupa tentang kepemimpinan yakni leadership is defined as influenced process affecting the interpretation of event for follower, the choice of objectives for the Abdurrahman Wahid (2001). Menggerakan tradisi, Yogayakrta, LKIS, hlm 39 Terry, George (1977). Principles of management, Illionis: Irwin Dorsey Limited , hlm 410 9 10 71 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 group or organization, the organization of work activities to accomplish the objectives, the motivation of follower to achieve the objectives, the maintenance of cooperative relationship and teamwork, and the enlistment of support and cooperation from people outside the group or organization11. Artinya kepemimpinan dirumuskan sebagai proses mempengaruhi orang-orang dalam hal; penginterpretasian peristiwa (aspirasi) pengikutnya, pemilihan tujuan organisasi, pengorganisasian kegiatan kerja untuk mencapai tujuan, pemberian motivasi kearah pencapaian tujuan, dan pengerahan dukungan dan kerjasama dari orangorang diluar kelompok atau organisasi. Pandangan yang sedikit berbeda dikemukakan oleh Atmosudirjo, bahwa kepemimpinan adalah suatu seni (art), kesanggupan (ability) atau teknik (technique) untuk membuat sekelompok orang bawahan dalam oragnisasi formal atau para pengikut atau simpatisan dalam organisasi informal mengikuti atau menaati segala apa yang dikehendakinya, membuat mereka begitu antusias atau bersemangat untuk mengikutinya, atau bahkan mungkin berkorban untuknya12. Berdasarkan paparan tentang pengertian kepemimpinan di atas, maka bisa digaris bawahi bahwa kepemipinan merupakan suatu proses mempengaruhi orang yang didalamnya dibutuhkan suatu seni atau kemampuan dalam mencapai suatu tujuan organisasi baik formal maupun informal. Dari beberapa rumusan mengenai kepemimpinan tersebut di atas, maka dalam kepemimpinan terdapat beeberapa unsur penting antara lain: a. Proses b. Orang atau pengikut c. Tujuan d. Organisasi 2. Teori Kepemimpinan Agar memperoleh suatu pememhaman yang komprehnsif menegnai kepemipinan, berikut ini akan diuraikan beberapa teori kepemimpinan antara lain: a. Teori sifat (trait theory) Teori ini menempatkan sejumlah sifat atau kualitas yang dikaitkan dengan seoran pemimpin. Atau dengan bahasa lain bahwa keberhasilan seorang pemimpin banyak ditentukan Yukl, Gerry (1994).Leadership in organization, New Jersey: Prentice Hall International inc, hlm 5 12 Ngalim Purwanto (1992). Adminsitrasi dan supervisi pendidikan, Bandung: Rosdakarya, hlm 26 11 72 Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran atau dipengaruhi oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh probadi si pemimpin.sifat-sifat tersebut ada pada diri seseorang karena faktor pembawaan atau keturunan. Berdasarkan teori tersebut, seorang pemimpin akan efektif dan berhasil bila memiliki sifat-sifat sebagai berikut: memiliki keberanian, memiliki kemauan kuat, memiliki stamina emosional, memeiliki stamina fisik, memilliki sifat empati, mampu dan berani dalam mengambil keputusan, antisipatif terhadap perubahan dan masa depan, sellau memperhitungkan waktu secara cermat, berani bersaing, percaya diri dan memiliki akuntabilitas tinggi13. Melengkapi pemahaman tentang teori sifat, menuurt Thirauf sebagaimana dikutiup oleh Purwanto, bahwa the hereditary approach states that leaders are born and not made—that leaders do not acquire the ability to lead, but inherit it, artinya bhawa pendekatan keturunan atau sifat menyatakan yakni pemimpin adalah dilahirkan bukan dibuat—bahwa pemimpin tidak dapat memperoleh kemmapuan untuk memimpin tetapi mewarisinya14 b. Teori Perilaku (behavioral theory) Pada teori ini tidak menekankan pada sifat-sifat atau kualitas sebagaimana yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, akan tetapi lebih memusatkan pada bagaimana secara faktual pemimpin berperilaku dalam mempengaruhi orang lain. Teori perilaku merupakan suatu teori yang berdasarkan suatu pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan seorang pemimpin ditentukan oleh sikap dan gaya kepemimipinan yang dilakukan oleh pemimpin yang bersangkutan. Dari gaya kepemimipinan tertemntu kemudian berkembang menjadi tipe kepmeimpinan tertnetu. Teori perilaku menunjukan dua kontras kepemimpinan, yang merekomendasikan bahwa pada umumnya pendekatan human relationship akan cenderung lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan task oriented 15 c. Teori Kontigensi (contingency theory) Teori kontingensi merupakan pengembangan dari teori situasional. Konsep dasar teori situasional menjadi landasan dari teori kontingensi. Teori situasional setelah dikembangkan oleh Fiedler kemudian diberi nama teori kontingensi. Menuurt teori kontigensi bahwa keefektifan Wuradji (2008). Educational leadership, Yogyakarta: gama Media, hlm 21 Ngalim Purwanto....opcit, hlm 31 15 Wuradji....opcit, hlm 24 13 14 73 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 kepemimpinan ditentukan paling tidak oleh tiga variabel yakni gaya pemimpin, keadaan pengikut, serta situasi dimana kepemimpinan diterapkan. Pendukung utama teori ini adalah Hersey & Blanchard, dan Fiedler 16. Dengan demikian, penggunaan secara tepat gaya kepemimpinan tertentu yang dilakukan seseorang dengan memhami keadaan pengikut serta situasi kepemimpinan akan menjamin kesuksesan kepemimpinan. 3. Konsep Pembelajaran Pembelajaran merupakan suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan17 Adapun menurut UUSPN No.20 tahun 2003 dijelaskan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar18. Pendapat serupa disampaikan oleh Dimyati dan Mujiono, bahwa pembelajaran merupakan kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar19 Dari paparan konsep di atas, bahwa pembelajaran memiliki dua karakteristik yaitu pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktifitas siswa dalam proses berpikir. Kedua, dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menenrus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan berpikir peserta didik yang pada gilirannya kemampuan berpikir tersebut dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pengetahuan baru yang mereka konstruk sendiri20. Dengan demikian, pembelajaran sebagai bagian dari proses belajar yang dibangun oleh guru dalam ranka menumbuhkan dan mengembangkan kreatifitas berpikir yang 16 17 hlm 61 18 19 hlm 6 20 74 Wuradji....ibid, hlm 25 Syaiful Sagala (2003). Konsep dan makna pembelajaran, Bandung: Alfabeta, Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Dimyati & Mujiono (2002). Belajar dan pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, Syaiful Sagala......opcit, hlm 63 Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran diharapkan bisa meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik, serta dapat meningkatkan kemampuan untuk mengkonstruk pengetahuan baru sebagai jalan untuk menguasai materi pelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran seorang guru harus bisa memahami hakikat materi yang diajarkannya. 4. Pesantren Terdapat kesulitan besar untuk bisa melakukan identifikasi terhadap pesantren secara lengkap sebagai sebuah subkultur. Oleh karena itu, diperlukan keluasan literatur yang banyak agar diperoleh informasi yang komprehensif. Pesantren adalah sebuah kehidupan yang unik, sebagaimana dapat disimpulkan dari gambaran lahiriahnya. Pesantren adalah sebuah kompleks dengan lokasi yang umumnya terpisah dari kehidupan di sekitarnya. Dalam kompelks itu berdiri beberapa bangunan; rumah kediaman pengasuh (kyai dalam bahasa jawa, ajengan sunda, dan madura disevut nun atau bendara) sebuah suro atau masjid, tempat pengajaran (madrasah) dan asrama tempat tinggal para santri 21. Istilah pondok berasal dari pengertian asrama-asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu atau berasal dari bahasa arab fundug yang berrati hotel atau asrama. Perkataan pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe di depan dan akhiran an berrati tempat tinggal para santri. Johns berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa tamil, yang berrati guru mengaji. Sedangkan CC.Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa india berrati orang yang taghu bukubuku suci Agama Hindu, atau seoarng ahli kitab suci Agama Hindu, buku-buku agama atau buku tenatng ilmu pengetahuan 22 D. Metode penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Pilihan metode ini dianggap tepat karena berusaha mendeskripsikan segala sesuatu secara alamiah dan menghendaki keutuhan. Sasaran yang hendak di capai adalah bagaimana memaknai pesantren, kepemimpinan kyai, ustadz dan stakeholder pesantren Menurut S. Nasution bahwa melalui pendekatan kualitatif diharapkan diperoleh suatu pemahaman dan penafsiran yang mendalam mengenai makna dari fakta yang relevan. Pendekatan kualitatif pada dasarnya berusaha untuk mendeskripsikan 21 22 Abdurrahman Wahid (2001). Menggerakan tradisi, Yogyakarta: LKIS, hlm 3 Zamakhsyari Dhofier (1982). Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES 75 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 permasalahan permasalahan secara komprehensif, holistik, integratif, dan mendalam melalui kegiatan mengamati orang dalam lingkungannya dan berinterksi dengan dunia mereka.penelitian kualitatif pada hakikatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya 23 3. Subyek Penelitian Berkaitan dengan penelusuran data yang dibutuhkan kepada pimpinan pesantren, kyai, ustadz, santri, dan stake holder pesantren. Adapun teknik sampling ynag pakai dalam pennelitian ini adalah teknik snowball sampling yakni suatu teknik dalam menumpulkan sampling dari mula-mula sedikit kemudian berkembang menjadi besar sesuai kebutuhan. 4. Instrumen Penelitian Dalam traidisi penelitian kualitatif, instrumen pengumpul data yang paling utama adalah diri peneliti sendiri (human instrument). Hal tersebut dikarenkan apabila pengumpul data pengumpul data bukan manusia seprti yang dilakukan pennelitian nonkualitatif sangat tidak mungkin mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan yang ada di lapangan. Selain itu manusia adalah satu-satunya alat yang dapat dihubungkan dengan responden hanya manusia 5. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode antara lain: a) Observasi kegiatan observasi menceritakan tentang apa yang akan dilakukan oleh orang-orang dalam situasi peneliti memperoleh kesempatan mengadakan pengamatan. Menurut Bogdan seperti dikutip oleh Moleong, mendefinisikan secara tepat observasi partisipan sebagai penelitian yang bercirikan interaksi sosial yang makan waktu cukup lama antara peneliti dengan subyek dalam lingkungan tersebut. Dan selama di situ juga semua data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis. 24 23 Nasution (1988). Metode penelitian naturalistik-kualitatif, Bandung: Tarsito, 24 Moleong (2001). Metode penelitian kualitatif, bandung: Rosdakarya, hlm 117 hlm 5 76 Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran Pada dasarnya metode ini digunakan untuk memahmai berbagai aspek tentang posisi kyai sebagaai seorang pemimpin dalam kegiatan pembelajaran di pesantren. b) Wawancara Mendalam kegiatan wawancara ini untuk memahami berbagai informasi secara detail dan mendalam dari informasi berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Dari hasil wawancara tersebut bisa diperoleh suatu respons atau opini. Menurut Moleong, bahwa kegiatan wawancara dibagi menjadi dua, yakni wawancara terstruktur dan wawancara tak terstruktur25. Wawancara terstruktur diperlukan secara khusus bagi informan terpilih seperti pimpinan pesantren, para ustadz atau santri. c) Telaah Dokumentasi Data penelitian kualitatif kebanyakan diperoleh dari sumber manusia atau human resources mellaui kegiatan observasi dan wawancara, namun demikian sumber lain selain manusia yakni dokumen. Dokumen terdiri dari tulisan pribadi seperti buku harian, surat-surat dan dokumen resmi26 6. Uji Keabsahan Data Setelah peneliti berhasil mengumpulkan data, kemudian diuji keabsahannya dengan teknik triangulasi data, yakni suatu teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada . maka sebenarnya dalam kegiatan ini peneliti mengumpulkan data sekaligus menguji kredibilitas data yakni mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data 27.Tujuan triangulasi data adalah untuk mengetahuoi sejauh mana temuan-temuan dilapangan benar-benar representatif untuk dijadikan pedoman analisis dan juga untuk mendapatkan informasi yang lebih luas tentnag perspektif penelitian. 7. Analisis Data Analisis data merupakan suatu proses menyusun data agar dapat diinterpretasikan. Menyusun data berarti menggolongkan ke dalam pola, tema dan kategori. Tafsiran atau interpretasi artinya Moleong....ibid, hlm 138 Nasution....opcit, hlm 85 27 Sugiyono (2011).Metode penelitian kombinasi, Bandung: Alfabeta, hlm 327 25 26 77 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 memberikan makna melalui kegiatan analisis, menjelaskan pola atau kategori berarti mencari hubungan antar berbagai konsep. Dalam analisis data digunakan analisis interaktif milik Miles & Huberman, adapun langkah-langkahnya adalah koleksi data, reduksi data, display data dan konklusi atau verifikasi 28. Kemudian dilakukan reduksi data yang berdasarkan pada relevansi dan kecukupan informasi untuk menjelaskan mengenai kedudukan kyai sebagai pemimpin pembelajaran di pesantren. Reduksi data dalam penelitian ini, pada hakikatnya menyederhanakan dan menyusun secara sistematis data tersebut dalam dimensi partisipasi aktiftas kyai sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Dengan demikian, dalam penelitian ini, verifikasi dilakukan dengan melihat kembali reduksi data maupun display data sehingga kesimpulan tidak menyimpang dari data yang dianalisis. Adapun alur analisis yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan paparan di atas bisa digambarkan sebagai berikut: Data processing Data display Data collection Conclusion: drawing/verifying Gambar 1. alur analisis model interaktif Miles & Huberman Hasil Penelitian dan Pembahasan Makna kyai sebagai pemimpin pembelajaran Posisi kyai dalam pesantren merupakan figur utama yang menjadi ruh bagi pesantren tersebut. Kyai adalah top figur sehingga segala sesuatu ynag melekat pada diri kyai menjadi acuan perilaku sehari-hari bagi para santri. Oleh karena itu, keberadaan kyai menjadi sangat krusial bagi seluruh aktifitas pesantren. Kyai yang selama ini diposisikan sebagai pemimpin spiritual karena memang nilai-nilai spirtual yang Miles & Huberman (1984). Qualitative data analysis, Beverly Hills: Sage Publication, hlm 87 28 78 Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran selalu ditampilkan sang kyai. Namun di sisi lain kyai juga seorang pemimpin pembelajaran yang sangat berperan dalam keberlangsungan proses pembelajaran di pesantren. Intisari dari makna kyai sebagai pemimpin pembelajaran antara lain; Pengelola pembelajaran Kegiatan pembelajaran yang baik adalah suatu kegiatan pembelajaran yang mnggunakan manajemen karena kegiatan manajemen pada hakikatnya merupakan suatu proses merencanakan, mengorganisasikan, melkasanakan, emmimpin dan menegndalikan kegiatan para anggota organisasi untuk mendayagunakan seluruh sumber daya yang ada dalam rangka mencapai tujuan yang sudah ditetapkan secara efisien dan efektif. Sebagaimana dikemukakan oleh Kyai Nasokah pengasuh pesantren Ulumul Qur’an bahwa “posisi kyai karena ia mengelola kegiatan pembelajaran secara keseluruhan di pondok pesantren. Selain itu kyai juga menangani kegiatan mengaji para ustdaz dan usztadzah. Para ustadz dan ustadzah inilah yang nantinya akan mengajar adik-adika dibawahnya sehingga kyai menjadi tahu bila dalam mengaji ada kesalahan maka kyai bisa segera bertindak mengatasi masalah tersebut”.29 Di sinilah peran strategis kyai dalam kegiatan pembelajaran di pesantren ulumul qur’an, dia adalah manajer kegiatan pembelajaran sekaligus pelaku kegiatan tersebut. Dalam diri kyai ada koherensi antara perkataan dengan perbuatan sehingga posisi kyai menjadi tokoh sentral yang berwibawa. Pada posisi ini kyai dihadapkan pada tantangan untuk melaksanakan pengemabnagan pendidikan secara terarah, terencana dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di pesantren. Oleh karena itu, kemampuan manajerial kyai perlu ditingkatkan agar program pembelajaran yang sudah dirancang bisa berjalan lancar dan sukses. Kyai bertanggungjawab atas penyelenggaraan pendidikan pesantren, adminsitrasi pesantren, pembinaan dan pemberdayaan para asatidz, dan pemeliharaan dan pengadaan sarana dan prasarana pesantren dalam rangka menunjang kelancaran KBM. Desainer pembelajaran Sebelum kegiatan pembelajaran dengan santri, kyai sudah merancang kegiatan pembelajaran sedemikian rupa agar semua kegiatan berjalan dengan lancar termasuk tatkala kyai berhalangan untuk mengajar. Rancangan pembeljaranseperti itu, menurut Kyai Nasokah “dalam hal ini kyai sudah merancangnya secara cermat karena semua 29 Wawancara dengan Kyai Nasokah, MAg tgl 20 Oktober 2015 79 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 santri yang ada di sini adalah siswa dan mahaasiswa sehingga seluruh rancangan harus pas dan tidak bentrok dengan jam mereka aktifitas di sekolah maupun kampus”30 Kyai sebagai desainer pembelajaran sangat erat kaitannya dengan akatiftas pengelolaan adminsitrasi yang lebih bersifat pencatatan, penyusunan data dan pendokumenann seluruh program kerja kyai dalam mengelola pembelajaran pesantren. Dalam konteks itulah, seorang kyai harus mampu menjabarkan berbagai kemampuan dalam tugas-tugas operasional antara lain merancang kurikulum pesantren yang diwujudkan dalam penyusunan kelengkapan data administrasi pembelajaran. kemampuan merancang administrasi ustadz yang membantu tugas-tugas kyai dalam kegiatan pembelajaran, karena tidak semua kegiatan pembelajaran bisa ditangani langsung oleh kyai. Decision maker Ketokohan seorang kyai teruji pada saat mengambil putusanputusan penting bagi pengembangan pesantren di mana ia menempati sebagai top figur. Dalam hal ini kyai Nasokah menjelaskan “ di pesantren ini kan belum berbentuk yayasan atau masih tradisonal. Ke depan akan saya ubah menjadi yayasan pesantren karena tuntutan zaman memang begitu jadi ya kita harus bisa mengikuti irama perubahan jangan sampai tertinggal dalam berbagai hal. Jadi bentuk yayasan sedang kita usahakan”31 Decesion making merupakan salah wujud dari fungsi kepemimpinan seorang kyai dalam mengelola pesantren. Kemajuan pesantren sangat ditentukan bagaimana kyai berani mengambil putusan untuk suatu perubahan dengan segala resikonya. Menurut Mulyasa, kemampuan mengambil putusan atau decision making akan tercermin dari kemampuannya dalam; 1) mengambil putusan bersama tenaga edukatif lainnya, 2) menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan, 3) mengambil putusan untuk kepentingan eksternal pesantren32. Konselor Pembelajaran Posisi kyai sering diasumsikan sebagai orang ynag serba tahu tentang berbagai hal. Sebagaimana kondiis riil para santri yang semuanya adalah pelajar dan sebagian mahasiswa, hal ini memungkinkan kyai menjadi tempat curhat para santri dalam menyelesaikan berbagai masalah baik masalah sekolah atau terkait dengan kehidupan pada umumnya. Wawancara dengan Kyai Nasokah, MAg, tanggal 20 Oktober 2015 Wawancara dengan Kyai Nasokah, MAg, tanggal 20 Oktober 2015 32 E.Mulyasa.2009. Menjadi kepala sekolah profesional, Bandung: Rosdakarya, halaman 116 30 31 80 Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran Dalam masalah ini, kata kyai Nasokah “ saya selalu memberikan solusi dan arahan terkait masalah yang sedang dihadapi para santri baik menyangkut urusan sekolah atau kuliah atau persoalan lain yang dianggap penting” 33 Menelisik kriprah sang kyai dalam kegiatan kepengasuhan kepada para santri adalah sebuah totalitas karena aktifitas ini dipahami sebagai pengabdian diri kyai dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, keberadaan kyai menjadi tempat mencurahkan segala sesuatu dan kyai selalu memberikan solusi yang mencerahkan bagi santri sehingga segala masalah seakan selalu menemukan jalan keluarnya. Sehubungan dengan tanggungjawab tersebut, kyai memposisikan diri sebagai fasilitator perkembangan psikis santri baik yang menyangkut aspek intelektual, emosional, sosial maupun moral spiritual. Kyai sudah menanamkan nilai-nilai tersebut sebagai suatu bekal bagi para santri ketika suatu saat sudah membaur di masyarakat. Kegiatan konseling yang dilakukan kyai merupakan upaya membentuk perkembangan kepribadian santri secara optimal agar bisa berkembangan dengan baik. Oleh karena itu, kegiatan ini harus dimaknai sebagai upaya pengembangan sumber daya manusia dalam hal ini adalah para santri dan ustadz. Seorang visioner Pada diri seorang kyai sejatinya ia selalu berimajinasi melampaui batas-batas fakta dan lingkungan di sekitarnya karena ia lah peretas perubahan di pesantrennya. Dalam pandangan kyai Nasokah, bahwa ia sedang merancang di pesantren ulumul qur’an akan dirintis dalam kegiatan pembelajaran dan aktifitas harian itu berbahasa arab sehingga tradisi tersebut bisa menjaidi ikon bahwa desa Kalibeber menjadi desa bahasa, yang retasannya berasal dari pesantren ini” 34 Visi merupakan manifestasi dari imajinasi-imajinasi dalam pikiran kyai yang memungkinkan untuk direalisasikan. Visi merupakan sesuatu yang terukur kapan visi tersebut bisa terwujud sehingga pikiran-pikiran kyai yang menembus batas tersebut di wujudkan dalam membuat pesantren yang nampaknya sulit tapi bisa menjadi kenyataan. Seorang pelayan Seorang kyai adalah pelayan bagi para santri yang sedang menimba ilmu di pesantrennya. Oleh karena itu. Memahami dan melaksanakan tugas sebagai pelayan dengan benar merupakan manifestasi jiwa kyai sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Berkaitan tentang hal tersebut, menurut Kyai Nasokah, “ seorang pemimpin itu tugasnya kan melayani bukan dilayani, santri kebutuhannya apa kita usahakan untuk bisa memenuhi, filosofi inilah 33 34 Wawancara dengan Kyai Nasokah, MAg, tanggal 20 Oktober 2015 Wawancara dengan Kyai Nasokah. MAg,tanggal 20 Oktober 2015 81 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 yang kami tunjukan kepada para santri selama proses belajar berlangsung di pesantren” Semangat melayani yang ditunjukan kyai tersebut merupakan perwujudan dari ungkapan bahwa memberi layanan mengajar adalah ibadah, sehingga adagium bisa menyatu dalam jiwa kyai dan terpenting santri merasakan sesuatu yang luar biasa pada diri kyai. Dalam konteks pemberian layanan pembelajaran, sedikitnya terdapat lima sifat layanan yang harus diwujudkan oleh Kyai sebagai pimpinan pembelajaran agar para santri puas, antara lain layanan sesuai dengan yang dijanjikan (reliabelity), mampu menjamin kualitas pembelajaran (assurance), iklim pesantren yang kondusif (tangible), memberi perhatian penuh kepada para santri (emphaty), cepat tanggap terhadap kebutuhan santri (responsiveness)35. Tugas layanan kyai yang begitu mulia tersebut akan sangat menentukan keberlangsungan proses pendidikan di pesantren karena hal tersebut sebagai motor penggerak ruh pesantren yang kebanyakan dilandasi dengan lilahi tangala. Hal ini menunjukan tingkat kegigihan kyai dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran. Evaluator pembelajaran Dalam kegiatan pembelajaran dipesantren, biasanya kyai lah yang menjadi evaluator bagi para santri dalam kegiatan mengaji atau setoran hafalan al qur’an sehingga hasil menjadi sangat bagus karena kyai langsung turun tangan. Menurut penjelasan kyai Nasokah “ ya betul bahwa saya sebagai pengasuh di pesantren ini selalu dan rutin menyimak dan mengevaluasi para santri dalam mengaji dan menghafal al qur’an supaya hasilnya bagus”36 Evaluasi merupakan suatu kegiatan menempatkan nilai atas dasar timbangan. Menimbang dalam hal ini bukanlah suatu independent , melainkan berdasarkan informasi-informasi yang merupakan prasyarat untuk mengambil keputusan. Oleh karena itu, evaluasi merupakan suatu proses pembentukan timbangan dan hal itu bergantung kepada pengumpulan informasi yang mengarah kepada pengmabilan keputusan37. Kegiatan evaluasi secara periodik menjadikan program yang sudah direncanakan bisa dipantau sudah sejauh mana sesuai dengan yang direncanakan. Evaluasi sangat berguna dan penting karena membantu kyai, santri dan ustadz dalam mengelola kegiatan 35 Mulyasa.2009.Menjadi kepala sekolah yang profesional, Bandung: Rosdakarya, hlm 26 Wawancara dengan Kyai Nasokah. MAg, tanggal 20 Oktober 2015 Djam’an Satori.2010.peran guru dalam evaluasi pembelajaran, Jakarta: universitas terbuka, hlm 356 36 37 82 Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran pembelajaran untuk membuat suatu jugment dan keputusan yang bermakna. Gaya kepemimpinan pembelajaran Seorang pemimpin dalam menjalankan aktifitas organisasinya termasuk dalam hal ini kegiatan pembelajaran memilki cara tersendiri yang inilah disebut gaya kepemimpinan. Adapun menyangkut hal ini, ada beberapa gaya kepemimpina yang diperfomakan oleh kyai dalam kegiatan pembelajaran di pondok pesantren ulumul qur’an, antara lain; Gaya uswatun hasanah Kyai sebagai seorang pemimpin ditengah-tengah santri haruslah orang yang bisa memberi teladan bagi yang lain dalm hal ini adalah santri, baik ucapan maupun perilaku. Menurut Kyai Nasokah bahwa “menjadi pemimpin itu berat ya karena harus memberi contoh yang baik bagi yang lain, kita tidak mungkin berhasil kalau hanya ngomong saja namun di kasih contoh” 38 Gaya istiqomah Menapaki kehidupan pemimpin di pesantren memerlukan sikap konsisten sebagai brand diri seorang kyai yang bisa berdampak pada performa kyai yang bisa dipercaya dihadapan para santri. Dalam pandangan Kyai Nasokah, sebagai kyai yang bertanggungjawab dalam menjalankan tugasnya, ya kita kerjaanya ngajar dijalani dengan penuh keihklasan dan konsistensi nantinya biar berkah”. Dalam konteks teori kepemimpinan modern, apa yang terjadi di pessntren ulumul qur’an menjadi tidak match dengan teori tersebut, karena dalan terori kepemimpinan ada tiga gaya yang menjadi mainstream yakni, demokratis, otoriter dan laizzes faire. Oleh karena itu, teori tersebut tidak serta merta bisa dipakai untuk menganalisis gaya kepemimpinan yang menjadi ikon di pesantren tersebut. Aspek keberkahan menjadi hal penting karena di pesantren kehidupan didasari suatu asumsi bahwa segala sesuatu bila tidak berkah maka akan mendatangkan yang tidak baik sehingga berkah menjadi landasan kerja bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya. Trik kepemimpinan kyai dalam kegiatan pembelajaran Kegiatan pembelajaran agar berlangsung dengan baik dan lancar, kyai memerlaukan suatu cara yang dianggap jitu untuk menjaga keberlangsungan pembelajaran tersebut. Misal pada saat kyai luar kota atau ada kegaiatn lain yang memungkinkan kyai tidak bisa menangani langsung kegiatan pembelajaran tersebut. Oleh karena itu, diperlukan suatu mekanisme baku atau trik yang berlaku di pesantren tersebut. Adapun trik yang dimaksud adalah; Kaderisasi 38 Wawancara dengan Kyai Nasokah, MAg tanggal 21 oktober 2015 83 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Sebagai pemimpin tunggal di pesantren, seorang kyai memerlukan orang lain yang bisa mengganti atau membantu menjalankan tugas dalam kegiatan pembelajaran sehingga kegiatan tersebut bisa berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, perlu dibangun kader sebagai pembantu dalam urusan kepesantrenan terakit berbagai kegiatan di pesantren. Menurut penuturan Kyai Nasokah, “jadi kita itu mengkader para santri senior yang dianggap mumpuni untuk memabntu kyai mengajar para santri baru yang masih relatif keilmuannya atau menggantikan posisi kyai pada saat kyai tidak bisa mengajar karena sedang ada urusan di luar”39 Upaya kaderisiasi atau dalam bahasa manajemen disebut pendelegasian merupakan usaha kyai dalam mencari bibit kepemimpinan yang bisa membantu tugas kepemimpinannya. Hal ini dilakukan jika para santri di pesantren sudah berada pada taraf kemampuan dan kematangan yang moderat bahkan tinggi dalam emnghadapi suatu permasalahan sampai ia mampu melaksanakan tugasnya secara mandiri. Di pesantren Ulumul Qur’an para santri dibaiat untuk memimpin tahlilan atau memimpin sholat secara bergantian sehingga mereka terbiasa emngerjakan hal seperti itu sehingga ketika kyai tidak ada semuanya bisa berjalan dengan karena sudah dikader sejak awal. Ini merupakan cerminan yang baik dalam hal kepemimpinan pembelajaran di mana kyai tidak menunjukan sifatnya ynag absolut. Kaderisasi menjadi hal perlu dikarenakan tidak semua masalah bisa dikerjakan secara mandiri oleh kyai sehingga memerlukan pengganti atau substitusi yang tidak mengurangi bobot dalam menjalankan tugasnya. Estafet kepemimpinan di pesantren tidak semata-mata dikendalikan oleh kyai, namun dia juga memerlukan generasi penerus. Dalam konteks inilah bahwa kaderisasi di pesnatren diperlukan untuk mengajari ngaji bagi santri yang masih baru atau awal, jadi mereka belajar dengan para ustad atau ustadzah. Adapun para ustdaz atau ustdzah belajar langsung dengan kyai atau abah Menjaga keberlangsungan menjadi sangat penting dan urgen bagi pesantren, terlebih bila pengasuh pesantren tersebut memiliki aktifitas diluar pesantren yang cukup menyita waktu misal menjadi guru atau dosen. Lapanan Lapanan merupakan kegiatan pengajian umum yang dilakukan secara rutin setiap tiga puluh lima hari sekali dengan melibatkan 39 84 Wawancara dengan Kyai Nasokah, MAg tanggal 21 Oktober 2015 Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran masyarakat umum diluar pesantren termasuk menyangkut kepanitiaan dan lain sebagainya. Hal ini menunjukan sifat open minded pesantren dalam memberikan edukasi kepada masyarakat sebagai tanggugjawab moral pesantren terhadap lingkungan sekitar. Dalam pandangan Kyai Nasokah “ di PPUQ tiap lapanan ada kegiatan pengajian umum yang melibatkan semua lapisan masyarakat dan santri. Di sini antara santri dan masyarakat umum bersatu bahu membahu dan kerjasama untuk mengadakan pengajian termasuk dalam hal ini sebagai kepanitiaan”40 Pembauran yang apik menjadikan kegiatan pengajian lapanan berjalan dengan baik karena didukung penuh oleh masyarakat dan hal ini bisa menjadi contoh bahwa pesantren merupakan pendidikan milik masyarakat. Pembiasaan Dalam kehidupan pesantren untuk bisa melakukan sesuatu dengan baik dan lancar biasanya dilakukan upaya pembiasaan, misal latihan menjadi imam shalat, ini perlu pembiasaan sehingga memudahkan seseorang untuk bisa mengerjakan sesuatu. Dalam persoalan ini menurut Kyai Nasokah, “ para santri dibiasakan melakukan sesuatu secara mandiri sehingga ketika ada hal-hal yang sifatnya mendadak mereka sudah terkatih sejak awal baik yang menyangkut maslaah ibadah maupun hal yang umum” Roan Roan adalah suatu pola kerjasama antar kelompok atau individu santri dalam mengerjakan sesuatu. Pola ini menjadi penanaman dasar bagi para santri agar tumbuh sikap sosial dan mampu kerja dalam tim sehingga cara ini disiapkan sejak awal. Menurut penjelasan Kyai Nasokah, “ dalam roan santri atau anak dibiasakan utnuk kerjasama dalam berbagai hal tentu yang positif seperti belajar kelompok,membentuk group ngaji, latihan pidato atau khitobah, pengembangan bakat minat, termasuk juga kerjabakti dan bersih-bersih pesantren secara rutin”. Nilai yang bisa dipetik dari roan adalah suatu sikap atau kemampuan para santri melakukan kerjsama denag santri lain dalam mengerjakan sesuatu. Sikap ini sudah ditanamkan oleh kyai sejak awal seorang santri masuk pesantren dengan suatu tujuan kelak kalau sudah hidup di masyarakat maka sang santri mudah beradaptasi dilingkungan di manapun ia hidup. 40 Wawancara dengan Kyai Nasokah, MAg tanggal 21 Oktober 2015 85 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Kendala-kendala yang dihadapi kyai sebagai pemimpin pembelajaran Menguraikan masalah kendalah yang dihadapi kyai dalam menjalankan kepemimpinan pembelajaran di pondok pesantren ulumul qur’an bisa diklasifikasi menjadi dua yakni kendala bagi kyai dan kendala bagi santri, adapun rinciannya sebagai berikut: Kendala bagi santri Dalam menjalankan tugas sebagai seorang pemimpin pembelajaran, kayi juga dihadapkan berbagai kendala yang harus dihadapi dengan cekatan dan sikap arif dalam mengelola organisasi pesantren. Adapun kendala-kendala yang dihadapi oleh kyai antara lain; Rasa Malas Rasa malas adalah ekspresi keengganan seseorang dalam mengerjakan sesuatu dan rasa malas tersebut bisa menghinggapi siapa saja. Malas meruapakan suatu kondisi psikologis sesorang yang sedang pasif karena otak tidak mengirim sinyal untuk melakukan sesuatu. Berbicara malas, kata kyai Nasokah” ya sifat ini yang menjadi halangan untuk mencapai tujuan pembelajaran walau sudah dijadwal dengan baik dan semua santri tahu tapi kewajiban tidak dijalankan karena malas itu”41 Setiap santri atau ustadz memiliki kekhasan masing-masing yang berbeda antara yang satu dengan yanhg lain. Hal etrsebut memerlukan perhatian dan pelayanan khusus dari pemimpinnya yakni kyai, agar para santri bisa memanfaatkan waktu untuk belajar sedemikian rupa dan tidak bermalas-malasan lagi sambil menegadahkan wajah ke langit. Oleh karena itu, pemberian motivasi oleh kyai menjadi hal ynag sangat penting dan mendasar dalam merubah perilaku yang keliru dan mindset berfikirnya. Motivasi merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan perubahan ke arah yang lebih baik. Kurang bersungguh-sungguh Pencapaian tujuan pembelajaran bisa menjadi berantakan karena kurang bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugas tersebut. Karena hal ini diasumsikan bahwa segaal sesuatu yang dikerjakan denag sungguh-sungguh maka akan berhasil dengan baik. Namun kita sering menemukan fakta yang sebalik. Terkait masalah ini, menurut Kyai Nasokha “kondisi santri memang variatif, tapi yang sering ditemukan ya ketika mau ngaji perlu ngoprak-ngoprak dulu baru mereka mau ngerjakan kalau tidak demikian ya bablas” Kurangnya usaha yang sungguh-sungguh menunjukan suatu gejala bahwa seoarng santri belum memiliki visi belajar sehingga merasa tidak ada sesuatu mimpi dalam dirinya. Pada hal setiap orang 41 86 Wawancara dengan Kyai Nasokah, MAg tanggal 21 Oktober 2015 Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran seharusnya memiliki mimpi hidup seperti apa di masa depan yang berdampak pada usaha untuk merealisasikan mimpi tersebut. Pada diri santri terdapat kekuatan mental yang menjadi penggerak aktifitas belajar. Kekuatan penggerak tersebut bisa berupa keinginan, perhatian, kemauan atau cita-cita. Kekuatan mental tersebut bisa digolongakn ke dalam tinggi maupun rendah. Dalam psikologi pendidikan dijelaskan bahwa kekuatan mental tersebut ynag mendorong terjadinya belajar disebut sebagai motivasi belajar. Motivasi dipandnag seagai dorongan mental yang menggerakan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan untuk mengaktifkan, menggerakan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perlilaku individu belajar42 Tidak disiplin Perilaku tidak disiplin merupakan suatu fenomena kehidupan nyata yang mengindikasikan suatu kesenjangan antara yang terjadi dengan idealitas. Oleh karena itu, persoalan inilah sejatinya yang menjadi hambatan dalam mencapai tujuan pembelajaran di pesantren. Terkait masalah ini kata Kyai Nasokah “ santri kita itu kan juga menjadi pelajar atau mahasiswa sehingga dari kegiatan belajar di sekolah dan kampus setiap cukup menguras energi begitu pulang ke pondok pada istirahat sehingga masuk acar pembelajaran pesantren mereka masih capek dan aras-arasen”43 Menghadapi ketidakdisiplinan diperlukan suatu upaya pembinaan sebaagi strategi untuk menghadapinya. Dalam hal ini menurut Reisman & Payne, mengemukakan startegi umum untuk melakukan pembinaan disiplin antara lain: a) self concept, strategi ini menekankan bahwa konsep diri masing-masing individu merupakan faktor penting dalam perilkau, b) communication skill, pemimpin haruys menerima perasaan semua orang dengan komunikasi yang menimbulkan kepatuhan, c) natural and logical consequences, perilaku yang salah terjadi karena telah mengembangkan kepercayaan yang salah, d) values clarification, suatu jusaha membentuk sistem nilai yang dispeakati, dan e) reality theraphy, pemimpin perlu bersikap posiistif dan tanggungjawab44 Kendala bagi kyai Menyoal kendala yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran di pesantren juga menghinggapi siapa saja tidak hanya para santri, kyai pun dihadang oleh kendala yang tidak kalah rumitnya dengan santri. Koeswara.1990.Motivasi, Angkasa, halaman 34 Wawancara dengan Kyai Nasokah, MAg tanggal 21 Oktober 2015 44 Reisman & Paine.1687. leadership in tommorow’s school, Alexandria:ASCD, halaman 237 42 43 87 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Oleh karena itu, persoalan tersebut juga perlu diurai apa saja yang menjadi kendala kyai dalam memimpin kegiatan pembelajaran di pesantren ulumul qur’an, antara lain; Kesibukan di kampus Pimpinan pesantren ulumul qur’an itu juga memiliki kesibukan di kampus sebagai tenaga pengajar di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UNSIQ. Kegiatan mengajar dan sebagai Kaprodi PGMI cukup menyita waktu sehingga sering mengganggu jalannya pembelajarn dipesantren yang ia pimpin. Dalam hal ini menurut Kyai Nasokah “ kegiatan utama saya kan mengajar dikampus ditambah menjadi kaprodi PGMI yang begitu padat sehingga kegiatan pembelajaran di pesantren agak sedikit terganggu”45 Seorang kyai adalah manajer pembelajaran di pesantren, maka sudah seharusnya memiliki manajemen antisipatif bila kegiatan diluar yang sekiranya akan mengganggu kegiatan pembelajaran di pesantren. Manajemen antisipatif diperlukan sebagai upaya agar kegiatan pembelajaran tidak sering kosong atau diwakilkan oleh yang lain sebab akan mengurangi efektifitas ketercapaian tujuan pembelajaran. Lingkungan Desa Pesantren ulumul qur’an dari segi bangunan merupakan pesantren rumahan karena bangunan utama pesantren tersebut seklaigus menjadi rumah kyai. Bial dilihat dari segi lingkungan bahwa pesantren tersebut menyatu dengan perkampungan dalam artian pesantren tersebut tidak berpagar sehingga siapa pun bisa datang dan pergi ke pesantren. Menurut penejlaan Kyai Nasokah “Lingkungan yang demikian dalam situasi tertentu agak mengganggu kegiatan pembelajaran pesantren, jadi kami belum mampu membangun ligkungan pesantren yang nyaman untuk kegiatan pembelajaran” Setiap pemimpin pembelajaran dalam hal ini kyai, seharusnya mengethaui bahwa lingkungan desa merupakan lingkungan sosial yang besarnya pengaruhnya terhadap sikap dan cara hidup pesantren itu sendiri. Oleh karena itu, pesantren harus mampu mengubah hal-hal yang negatif yang datang dari lingkungan desa menjadi sesuatu yang bernilai positif bagi pengembangan pesantren. Terkait dengan hal tersebut, Siswojo mengemukakan bahwa lingkungan desa merupakan lingkungan sosial yang bisa dikelompokan menjadi empat kategori yang satu sama lain saling berkaitan, yakni; 1) fisik, teknologi dan sumber manusia, 2) sistem hubungan keluarga dalam masyarakat, 3) jaringan-jaringan organisasi, 4) cara berpikir, kepercayaan dan nilai-nilai yang ada dan dianut oleh masyarakat 46. Wawancara dengan Kyai Nasokah, MAg tanggal 21 Oktober 2015 Siswojo.1998.Konsep tridimensional administrasi pendidikan, makalah seminar, IKIP Jakarta 45 46 88 Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran Kyai seharusnya bisa merubah paradigma bahwa agar lingkungan desa bisa memberi dukungan terhadap kegiatan pesantren baik menyangkut pembelajaran dan kegiatan lainya, maka kyai sebagai pemimpin pembelajran harus bisa memahami substansi ke empat isi lingkungan sosial tersebut dengan baik karena lingkungan desa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan pesantren. Lingkungan desa secara faktual memang isinya heterogen sehingga bila salah manajemen bisa berdampak counterproductive bagi kegiatan pembelajaran di pesantren. Adanya hubungan yang baik antara lingkungan desa dan pesantren diharapkan agar tercipta suatu proses pembelajaran yang inovatif yakni suatu konsep belajar yang antisipatoris dan partisipatoris yakni suatu kegiatan pembelajran yang mampu mengidentifikasi dan mengerti bila perlu merumuskan kembali masalah-masalah yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, ditunggu peran pesantren sebagai salah satu pusat belajar yang dikategorikan sebagai pendidikan nonformal. Kegiatan sosial Sebagai bagian dari masyarakat sosial tentu keberadaan pesantren dalam hal ini kyai harus mengikuti ritme kegiatan soaial yang ada di lingkungan sekitar, pesnatren tidak mungkin mengabaikan hal tersebut. Pada dasarnya pesantren justru menjadi penggerak sosial uatama masyarakat menuju perubahan yang lebih baik. Namun demikian, kegiatan sosial yang tidak terkontrol bisa menjadi counterproductive bagi kegiatan pembelajaran di pesantren. Terkait masalah tersebut, kata Kyai Nasokah “ ya kita tidak bisa lepas dari kegiatan sosial di masyarakat, namun bila dituruti semua kegiatan tersebut maka kegiatan pembelajaran yang menjadi tanggungjawab saya tentu akan terganggu. Bila kyai sering pergi maka pesantren akan komplang”47 Pesantren dan kegiatan sosial seharusnya bisa bersinergi agar menjadi kekuatan sosial yang dahsyat mengingat ruh pesantren sebenarnya lebih banyak bersifat sosial. Namun demikian, terkait kegiatan sosial sebagai aktifitas tentu bila kyai yang semestinya mengajar para santri tapi kyai mengikuti kegiatan sosial secara terus menerus tentu akan mengganggu schedul pembelajaran yang sudah dijadwal. Kesimpulan Dari uraian mengenai temuan penelitian tersebut diatas, maka bisa di simpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Makna kyai sebagai pemimpin pembelajaran di Pesantren Ulumul Qur’an memiliki arti antara lain; 47 Wawancara dengan Kyai Nasokah, MAg tanggal 21 Oktober 2015 89 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 a. Sebagai seorang pengelola pembelajaran b. Sebagai seorang desainer pembelajaran c. Sebagai decision maker d. Sebagai konselor pembelajaran e. Seorang visioner f. Sebagai pelayan pembelajaran g. Sebagai evaluator pembelajaran 2. Gaya kemimpinan kyai dalam kegiatan pembelajaran di Pesantren Ulumul Qur’an meliputi; a. Gaya uswatun hasanah b. Gaya istiqomah 3. Trik kyai dalam menjalankan kepemimpinan pembelajaran di Pesantren Ulumul Qur’an sebagai berikut; a. Kaderisasi b. Lapanan c. Pembiasaaan d. Roan 4. Kendala yang dihadapi kyai dalam menjalankan kepemimpina pembelajaran di pesantren ulumul qur’an di bagi dua yakni kendala bagi kyai dan kendala bagi santri; a. Kendala bagi kyai, yang termasuk kendala bagi kayi dalam menjalankan kepemimpiannya adalah kesibukannya di kampus, lingkungan desa dan aktifitas sosial yang sering berturut-turut atau tak terduga. b. Kendala bagi santri, yang termasuk kendala bagi para santri dalam aktifitas pembelajaran adalah rasa malas yang sering melekat pada diri santri, kurang bersungguhsungguh dalam menjalan tugas dan tidak disiplin dalam berbagai kegiatan yang terkait pembelajaran di pesantren. 90 Maryono - Kyai sebagai Pemimpin Pembelajaran DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman Wahid (2001). Menggerakan tradisi, Yogyakarta: LKIS Dimyati & Mudjiono (2002). Belajar dan pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta E.Mulyasa (2010).Menjadi kepala sekolah profesional, Bandung: Rosdakarya Koeswara (1990). Motivasi, Bandung: Angkasa Lexy Moleong (2001). Metode penelitian kualitatif, Bandung: Rosdakarya Miles, Mathew B & Huberman, Michael (1984). Qualitative data analysis, Beverly Hills: Sage Publication Ngalim Purwanto (1992). Adminsitrasi dan supervisi pendidikan, Bandung: Rosdakarya. Nasution, S (1988). Metode penelitian naturalistik-kualitatif, Bandung: Tarsito Redja Mudyahardja (2001). Pengantar pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers Syaiful sagala (2003). Konsep dan makna pembelajaran, Bandung: Alfabeta ---------------- (2006). Adminsitrasi pendidikan kontemporer, Bandung: Alfabeta Sugiyono (2011). Metode penelitian kombinasi, Bandung: Alfabeta Terry, George (1977). Principles of management, Illionis: Irwin Dorsey Limited Udin S.Saud & Abin S.Makmun (2011). Perencanaan pendidikan suatu pendekatan komprehensif, Bandung: Rosdakarya Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Wuradji (2008). Educational leadership, Yogyakarta: Gama Media Yukl, Gary (1994). Leadership in organization, New Jersey: PrenticeHall.Inc Zamakhsyai Dhofier (1982). Tradisi pesantren studi pandangan hidup kyai, Jakarta: LP3ES 91 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 0 92 KONSEP MANUSIA DALAM AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik) Muhamad Ali Mustofa Kamal Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UNSIQ Email: [email protected] Abstract Humans are the most amazing creatures, the unique multi-dimensional beings, all-covering, very open, and has great potential. Its presence on earth has the vision and mission of God the Creator as an explanation of the Qur'an. Human resources play an important role in the prosperity of the earth. In this paper, discussion of interpretations of the human attempt to give enlightenment for every ones to its existence as a creature that can rank high on the side of his Lord on the contrary to be the lowest since the element of humanity is inherent in him. The element of faith and taqwa and his wisdom in instilling virtue is a pre-requisite that must be met to be a real man. Reviews on the history of man noted that humans have a superior characteristics in accordance with its function. The Qur'an specifically noted human functions that we should think together as teaching materials, devotional materials and ideas. Key Word: manusia, sejarah manusia, fungsi manusia, khalifah A. Latar Belakang Manusia sebagaimana sering dikemukakan adalah makhluk dwi dimensi yaitu rohani dan jasmani, jasad, akal dan roh kesemuanya perlu diasah dan diasuh agar mendapat porsi pengembangan yang memadai. 1 Pembahasan tentang persoalan manusia selalu menarik untuk didiskusikan. Karena selalu menarik, maka masalahnya tidak pernah selesai dalam artian tuntas. Pembicaraan mengenai makhluk psikofisik ini laksana suatu permainan yang tidak pernah selesai. Selalu ada saja pertanyaan mengenai manusia. Manusia merupakan makhluk yang paling menakjubkan, makhluk yang unik multi dimensi, serba meliputi, sangat terbuka, dan mempunyai potensi yang agung. Yang sering menjadi pertanyaan dalam benak kita, siapakah manusia itu? Pertanyaan ini nampaknya amat sederhana, namun tidak mudah memperoleh jawaban yang tepat. Biasanya orang menjawab pertanyaan tersebut menurut latar belakangnya, jika seseorang yang menitik beratkan pada kemampuan manusia berpikir, memberi pengertian manusia adalah "animal rasional", "hayawan nathiq" "hewan berpikir". Orang yang menitik beratkan pada pembawaan kodrat manusia yang Penulis adalah Dosen tetap Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Syari’ah dan Hukum UNSIQ 1 M.Quraish Shihab, Logika Agama, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), hlm.155 93 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 hidup bermasyarakat, memberi pengertian manusia adalah "zoon politicon", "homo socius", "makhluk sosial". Orang yang menitik beratkan pada adanya usaha manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup, memberi pengertian manusia adalah "homo economicus", "makhluk ekonomi". Orang yang menitik beratkan pada keistimewaan manusia menggunakan simbol-simbol, memberi pengertian manusia adalah "animal symbolicum". Orang yang memandang manusia adalah makhluk yang selalu membuat bentuk-bentuk baru dari bahan-bahan alam untuk mencukupkan kebutuhan hidupnya, memberi pengertian manusia adalah "homo faber", dan seterusnya.2 Mengkaji tentang konsep manusia sangat penting artinya dalam suatu sistem pemikiran dan di dalam kerangka berpikir seorang pemikir, karena ia termasuk bagian dari pandangan hidup (way of life). Karena itu, meskipun manusia tetap diakui sebagai misteri yang tidak pernah dapat habis dibahas, keinginan untuk mengetahui dan mengkaji hakikatnya ternyata tidak pernah berhenti dan relevan sampai sekarang.3 Dalam makalah sederhana ini, penulis akan mengkaji manusia dalam perspektif al-Qur’an, pembahasan meliputi nama-nama manusia dalam al-Qur’an, proses kejadian manusia, tujuan diciptakan manusia, perbedaan manusia dengan makhluk lain, dan sifat-sifat manusia. Hasil Temuan dan Pembahasan A. Nama-nama Manusia dalam al-Qur’an Dalam al-Qur’an ada beberapa kata yang sering digunakan untuk menunjukkan arti manusia, yaitu kata insan, kata al-nas, kata ins, kata unas, kata basyar, dan kata Bani Adam atau dzuriyat Adam. Jika ditinjau dari segi bahasa dan penjelasan al-Qur’an sendiri, kata-kata tersebut mempunyai makna dan penjelasan yang berbeda. Pertama, kata insan, ins, unas, dan al-nas berasal dari akar kata yang sama, yaitu terdiri dari huruf alif, nun, dan sin. Kata insan jika dilihat dari asalnya nasiya yang artinya lupa atau adanya kaitan dengan kesadaran diri. Disebut insan menunjukkan manusia adalah makhluk pelupa, baik lupa terhadap penciptaannya maupun lupa secara manusiawi, sehingga diperlukan peringatan dan teguran. 4 Al-insan dalam pengertian ini 2 Ahmad Azhar Basyir, Falsafah Ibadah dalam Islam, (Perpustakaan Pusat UII, Yogyakarta, 1984), hlm 7 3 Muhammad Yasir Nasution, Manusia Menurut al-Ghazali, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), cet 1, hlm. 1 4 Umar Shihab, Kontekstualitas al-Qur’an, (Jakarta: Permadani, 2005), cet III, hlm 106 94 Muhamad Ali Mustofa Kamal - Konsep Manusia dalam Al-Qur’an didapati 65 tempat dalam al-Quran.5 Ayat-ayat mengenai hal ini, bisa dicermati antara lain, Artinya: Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada kami untuk (menghilangkan) bahaya yang Telah menimpanya. begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. Yunus [10]: 12) Dari contoh di atas kita bisa melihat perilaku manusia di saat tertimpa musibah, bahaya, ketakutan, dan lainnya, mereka akan kembali mendekatkan diri kepada Allah SWT. Namun ketika kenikmatan telah diraihnya, manusia lupa, menjauh dari Pemberi nikmat tersebut yakni Allah SWT. Ayat tersebut menggambarkan bahwa manusia sebagai makhluk yang sangat lemah, hina, merasa puas dan cenderung melupakan pencipta-Nya tatkala ia menerima nikmat dan bencana. Hal ini juga bisa lihat dalam surat al-Infithar: 6-8,6 Artinya: Hai manusia, apakah yang Telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah.Yang Telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang, Dalam bentuk apa saja yang dia kehendaki, dia menyusun tubuhmu.(QS.al-Infithar[82]: 6-8). Ayat ini menggugah manusia atau mengecam mereka yang terpedaya (hilang kesadaran) sehingga mendurhakai Allah SWT. Ayat terebut juga memperingatkan manusia agar mensyukuri anugerah Allah yang demikian besar.7 Untuk itu, apabila manusia lupa terhadap sesuatu hal, maka itu disebabkan karena kehilangan kesadaran dirinya terhadap hal tersebut. Hal ini berbeda dengan pengertian lupa dalam kehidupan agama, jika seseorang lupa sesuatu kewajiban yang seharusnya dilakukannya, maka ia tidak berdosa, karena ia kehilangan kesadaran terhadap kewajiban itu. Kata insan juga menunjukkan makna makhluk mukalaf (ciptaan Allah yang dibebabani tanggung jawab), oleh karenanya manusia di 5 Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Qur’an alKarim, (al-Qahirah, Dar al-Hadis, 2001), hlm 115 6 Tim Penyusun Dewan Insiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtar Baru Van Hoeve, 2003), cet IV, jilid 3, hlm 162 7 M. Quraish Shihab, al-Lubaab, (Tangerang: Lentera Hati, 2008), cet 1, hlm. 81 95 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 berikan anugerah akal untuk berfikir, sehingga dapat melaksanakan amanah dengan sebaik-baiknya dari kewajiban itu. Ayat yang berkaitan dengan pengertian ini antara lain: Artinya: Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang Dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan Dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. (QS.al-Insan[76]: 1-3). Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh,(QS.alAhzab[33]: 72) Ayat 1-3 surah al-Insan di atas memerintahkan manusia untuk memperhatikan dan menggunakan akalnya untuk memikirkan bagaimana ia diciptakan pada awal mulanya, agar ia bisa mengerti dan menyadari siapa sesungguhnya yang memberi kehidupan pada dirinya. 8 Dengan demikian, kata insan digunakan dalam al-Quran untuk menunjukkan kepada manusia dengan seluruh totalitasnya jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lain akibat perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan. 9 Sedangkan pada ayat 72 surah al-Ahzab, menjelaskan dengan jelas beban dan tanggung jawab al-insan (manusia) sebagai makhluk yang lemah dan dhalim dalam mengemban amanah Allah SWT.10 Kata al-nas, al-unas merupakan bentuk jamak dari kata insan yang artinya sudah disebutkan. Kata-kata al-nas dalam al-Quran yang lain total berjumlah kurang lebih 242, 11 yang menunjukkkan arti keseluruhan atau kelompok besar. Kelompok ayat yang menunjukkan makna ini antara lain: 8 Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Mesir: Maktabah Musthofa alBabi al-Halbi, 1946), Juz 29, cet.1, hlm 161 9 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2000), hlm 280 10 Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Op.Cit, Juz.22, hal.46. 11 Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras lialfadz al-Qur’an alKarim, hlm. 188 96 Muhamad Ali Mustofa Kamal - Konsep Manusia dalam Al-Qur’an Artinya: Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia. Dari (golongan) jin dan manusia. (QS.An-Nas[14]: 1-6) Pengertian al-Nas dengan makna ini diebutkan juga dalam hadis antara lain,12 اَّللُ َعلَْي يه َو َسلَّ َم يِف َأو َس يط أَََّّييم التَّ ْش ير ي َّ صلَّى ال َ َ ق: قال, يق ْ ََع ْن أيَِب ن َ َع َم ْن َشهد ُخطْبَ َة النيَِّب، ض َرَة أَالَ وإي َّن أََب ُكم و ي، اح ٌد أَالَ إي َّن ربَّ ُكم و ي، أَيُّها النَّاس: اَّلل علَي يه وسلَّم ض َل ُ َر ُس ْ َ أَالَ الَ ف، اح ٌد َ َ َ َ ْ َ َُّ صلَّى َ ول َ ْ َ َ َ ْ َ ُ ي ي إيالَّ يَبلتَّ ْق َوى، َس َو َد ْ َوالَ أ، َْحََر ْ َس َو َد َعلَى أ ْ َْحََر َعلَى أ ْ َوالَ أ، َوالَ ل َع َج يم ِيي َعلَى َع َرييِِب، ل َع َرييِِب َعلَى َع َج يم ِيي Adapun kata ins, merupakan bentuk tunggal, sedangkan untuk jamaknya dipakai kata unas, terambil dari akar kata anisa, yang mempunyai arti jinak.13 Dikatakan demikian, karena manusia pada dasarnya dapat menyesuaikan dengan realitas hidup dan lingkungannya. Manusia mempunyai kemampuan adaptasi yang cukup tinggi, untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupannya, baik perubahan sosial maupun alamiah. Manusia menghargai tata aturan etik, sopan santun, dan sebagai makhluk yang berbudaya, ia tidak liar baik secara sosial maupun alamiah. 14 Dalam alQur’an terdapat 18 tempat yang menyebarkan kata ini, dan senantiasa dipertentangkan dan disandingkan dengan kata al-jinn.15 Kata ins dalam al-Qur’an menunjukkan arti sebagai makhluk yang mudah diatur (jinak). Ayat yang menunjukkan makna ini antara lain: Artinya: Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan. (QS. Al-Rahman [55]: 33) Dalam ayat lain Allah berfirman: 12 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, (Kairo: Muasisah al-Qurthubah, t.t.), jilid V, hlm. 411 13 Ahmad Warson al-Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka progressif, 1997), cet XIV, hlm. 43 14 Musa Asy’ari, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam al-Qur’an, (Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam, 1992), hlm. 20 15 Bila dilihat secara kebahasaan kata al-jinn merupakan lawan kata dari al-ins, yang berarti jinak atau harmonis, sedangkan jin menunjukkan makhluk yang liar (sulit ditundukkan). Ibrahim Anis, et. All, al-Mu’jam al-Wasith, (Mesir: Dar al-Ma’arif, 1672), hlm. 29 97 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS.Al-Dzariat[51]: 59) Adapun kata basyar dipakai untuk tunggal dan jamak. Kata basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk baik laki-laki ataupun perempuan, baik satu ataupun banyak.16 Kata basyar adalah jamak dari kata basyarah yang berarti kulit. “Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas, dan berbeda dengan kulit binatang yang lain”. 17 Al-Qur’an menggunakan kata ini sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna [dua] untuk menunjukkan manusia dari sudut lahiriyahnya serta persamaannya dengan manusia seluruhnya. Karena itu Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk menyampaikan bahwa: Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". ..(QS. Al-Kahfi [18] : 110) Di sisi lain kalau diamati bahwa banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menggunakan kata basyar yang mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia sebagai basyar, melalui tahapan-tahapan sehingga mencapai tahapan kedewasaan. Firman Allah: Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan kamu dari tanah, Kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak. (QS. Al-Rum [30]: 20) Bertebaran di sini bisa diartikan berkembang biak akibat hubungan seks atau bertebaran mencari rezki. 18 Penggunaan kata basyar disini dikaitkan dengan aspek kedewasaan dalam kehidupan manusia, yang menjadikannya mampu memikul tanggung jawab. Musa Asy’ari mengatakan bahwa manusia dalam pengertian basyar tergantung sepenuhnya pada alam, pertumbuhan dan perkembangan fisiknya tergantung pada apa yang dimakan. Sedangkan manusia dalam pengertian insan mempunyai pertumbuhan dan perkembangan yang sepenuhnya tergantung pada kebudayaan, pendidikan, penalaran, kesadaran, dan sikap hidupnya. Untuk itu, pemakaian kedua kata insan dan basyar untuk menyebut manusia mempunyai pengertian yang berbeda. Insan dipakai untuk menunjuk pada kualitas pemikiran dan kesadaran, sedangkan basyar dipakai untuk menunjukkan pada dimensi Ibrahim Anis, et.all, hlm 58 Abu Hilal al-‘Askari, Furuq al-Lughawiyyah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.t.), hlm. 227 18 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, hlm. 279 16 17 98 Muhamad Ali Mustofa Kamal - Konsep Manusia dalam Al-Qur’an alamiahnya, yang menjadi ciri pokok manusia pada umumnya, makan , minum, dan mati.19 Manusia disebut Bani Adam atau Dzurriyat Adam,20 karena dia menunjukkan pada asal-usul manusia yang bermula dari Nabi Adam as sehingga dia bisa tahu dan sadar akan jati dirinya. Misalnya dari mana dia berasal-usul, untuk apa dia hidup, dan harus kemana dia kembali. 21 Ayat yang menunjukkan pengertian ini diantaranya, Artinya: Hai anak Adam, Sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. (QS. Al-A’raf [7]: 26) Penggunaan istilah Bani Adam menunjukkan bahwa manusia bukanlah merupakan hasil evolusi dari makhluk anthoropus (sejenis kera).22 Hal ini diperkuat lagi dengan panggilan-panggilan Adam dalam Musya Asy’arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam al-Qur’an, hlm. 21 Kata Bani Adam dalam al-Qur`an disebutkan 7 tempat, dzurriyat Adam 1 tempat, dan kata Adam sendiri ada 25 tempat. Fuad Abdul Baqi, hlm. 30 21 Umar Shahab, Op.Cit, hlm.107 22 Teori evolusi ini dipelopori oleh seorang ahli zoologi bernama Charles Robert Darwin (1809-1882). Dalam teorinya ia mengatakan : "Suatu benda (bahan) mengalami perubahan dari yang tidak sempurna menuju kepada kesempurnaan". Kemudian ia memperluas teorinya ini hingga sampai kepada asal-usul manusia. Menurutnya manusia sekarang ini adalah hasil yang paling sempurna dari perkembangan tersebut secara teratur oleh hukum-hukum mekanik seperti halnya tumbuhan dan hewan. Kemudian lahirlah suatu ajaran(pengertian) bahwa manusia yang ada sekarang ini merupakan hasil evolusi dari kera-kera besar (manusia kera berjalan tegak) selama bertahun-tahun dan telah mencapai bentuk yang paling sempurna. Tetapi dalam hal ini Darwin sendiri kebingungan karena ada beberapa jenis tumbuhan yang tidak mengalami evolusi dan tetap dalam keadaan seperti semula. Walaupun pernyataan Darwin dalam bukunya yang berjudul "The Origin of Species" dapat dikatakan sukses besar karena membahas masalah yang menyangkut asal usul manusia, namun hal ini hanyalah bersifat dugaan belaka. Hal ini diantaranya merupakan kelemahan teori yang dikemukakan oleh Darwin. Tidak ada titik temu antara teori yang ada dengan kenyataan. Sebagai contoh, para ahli zoologi sangat akrab dengan suatu species yang bernama panchronic yang tetap sama sepanjang masa. Juga ganggang biru yang diperkirakan telah ada lebih dari satu milyar tahun namun hingga sekarang tetap sama. Yang lebih jelas lagi adalah hewan sejenis biawak/komodo yang telah ada sejak berjuta-juta tahun yang lalu dan hingga kini tetap ada. Di dalam teorinya Darwin berpendapat bahwa manusia berasal dari perkembangan makhluk sejenis kera yang sederhana kemudian berkembang menjadi hewan kera tingkat tinggi sampai akhirnya menjadi manusia. Makhluk yang tertua yang ditemukan dengan bentuk mirip manusia adalah Australopithecus yang diperkirakan umurnya antara 350.000 - 1.000.000 tahun dengan ukuran otak sekitar 450 - 1450 cm3. 19 20 99 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 al-Qur’an oleh Allah dengan huruf nida’ (Ya Adam!). Demikian pula penggunaan kata ganti yang menunjukkan kepada Nabi Adam, Allah selalu menggunakan kata tunggal (anta) dan bukan jamak (antum), sebagaimana terdapat didalam surat al-Baqarah ayat 35, Artinya: Dan kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah [2]: 35) C. Proses Kejadian Manusia Sebelum para cendekiawan meneliti mengenai proses kejadian manusia, al-Qur’an sebagai kitab suci yang telah ada sejak 15 abad silam, telah memberikan isyarat ilmiah dan penjelasan yang jelas mengenai tahapan-tahapan dan asal-usul kejadian umat manusia. a) Proses Kejadian Manusia Pertama (Adam) Di dalam al-Qur’an dijelaskan mengenai produksi dan reproduksi manusia. Ketika berbicara tentang penciptaan manusia pertama (Adam), al-Qur’an menunjukkan kepada Sang Pencipta dengan menggunakan pengganti nama bentuk tunggal: Artinya: (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah". (QS. Shad [38]: 71) Dalam ayat lain, menjelaskan secara rinci tentang penciptaan manusia pertama itu adalah surat al-Hijr ayat 28 dan 29: Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk, Maka apabila Aku Telah menyempurnakan kejadiannya, dan Telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”. (QS. Al-Hijr[15]: 28-29) Perkembangan dengan perubahan volume otak ini besar pengaruhnya bagi kecerdasan otak manusia. Australopithecus yang mempunyai volume otak rata-rata 450 cm3 berevolusi menjadi manusia kera (Neandertal) yang mempunyai volume otak 1450 cm3. Dari penelitian ini diperkirakan dalam waktu antara 400.000-500.000 tahun volume otak itu bertambah 1000 cm 3. Tetapi anehnya perkembangan dari Neandertal berkembang. Teori ini tidak mengemukakan alasannya. Jadi secara jujur dapat kita katakan bahwa teori yang dianggap ilmiah itu ternyata tidak mutlak karena antara teori dengan kenyataan tidak dapat dibuktikan. Lihat www.f-adikusumo.staff.ugm.ac.id/artikel/manusia2.html. Diakses hari senin, tanggal 10 Januari 2011. 100 Muhamad Ali Mustofa Kamal - Konsep Manusia dalam Al-Qur’an Hal itu menunjukkan proses kejadian manusia pertama tidak terdapat keterlibatan pihak lain (bapak dan ibu), berbeda dengan proses kejadian manusia pada umumnya, melalui proses keterlibatan Tuhan bersama selain-Nya, yaitu bapak dan ibu.23 Didalam sebuah hadis Rasulullah Saw bersabda: َّ َو َخلَ َق, َوالنَّاس بَنُو آ َدم اَّلل آ َدم يم ْن تُ َراب “Sesungguhnya manusia itu berasal dari Adam dan Adam itu diciptakan dari tanah. (HR, al-Tirmidzi: 3270)24 Dari uraian al-Qur’an dan hadis diatas tidak dijelaskan secara terperinci proses kejadian manusia pertama (Adam). Yang disampaikannya dalam konteks ini hanya : a). Bahan awal manusia adalah tanah, b). bahan tersebut disempurnakan, c). setelah proses penyempurnaannya selesai ditiupkan dengan ruh. 25 b) Proses Kejadian Manusia Kedua (Siti Hawa) Pada dasarnya segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah di dunia ini selalu dalam keadaan berpasang-pasangan. Demikian halnya dengan manusia, Allah berkehendak menciptakan lawan jenisnya untuk dijadikan kawan hidup (isteri). Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam salah satu firmannya: Artinya: Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasanganpasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.(QS.Yasin[36]: 36) Adapun proses kejadian manusia kedua ini oleh Allah dijelaskan didalam surat an-Nisa’ ayat 1: Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu. (QS. Al-Nisa` [4] : 1) M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran, hlm. 280-281 Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, (Beeirut: Dar Ihya` al-Turats, t.t.), hlm.389 25 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran, hlm. 281 23 24 101 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Pengertian kalimat “telah menciptakan kamu dari seorang diri” adalah Adam, dan kalimat “dari padanya Allah menciptakan pasangannya” menurut riwayat Mujahid, pasangan maksudnya adalah Hawa.26 Mengenai penciptaan Hawa juga dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim: ي ت يمن ي ضلَ يع ْ ْ إي َّن ال َْم ْرأَةَ ُخل َق “Sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk Adam…”(HR. al-Bukhari: 315, Muslim: 3709).27 Apabila kita amati proses kejadian manusia kedua ini, maka secara tak langsung hubungan manusia laki-laki dan perempuan melalui perkawinan adalah usaha untuk menyatukan kembali tulang rusuk yang telah dipisahkan dari tempat semula dalam bentuk yang lain. Dengan perkawinan itu maka akan lahirlah keturunan yang akan meneruskan generasinya. c) Proses kejadian Nabi Isa a.s Seperti telah kita ketahui bersama, Nabi Isa a.s diciptakan oleh Allah dengan proses yang agak berbeda dengan kejadian manusia biasa. Penciptaan nabi Isa ini tidak melalui pembauran antara sel telur (ovum) dengan sel sperma, namun proses kehidupan embrio-nya di dalam rahim berjalan normal seperti biasa, yaitu kelahiran nabi Isa a.s dari seorang wanita yang bernama Maryam. Proses kejadian Nabi Isa a.s ini secara lengkap dijelaskan oleh Allah di dalam Surat Maryam [19] ayat 16 s/d 40. Di dalam Al Qur’an Allah berfirman : Artinya: Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti penciptaan Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya : ‘Jadilah’ (seorang manusia) maka jadilah dia" (QS. Ali Imran[3] : 59) Ayat ini memberi gambaran kepada manusia bahwa Allah Maha Kuasa menciptakan segala sesuatu baik yang dapat diterima oleh akal maupun tidak akibat dari keterbatasan akal manusia. Hal ini juga dijelaskan oleh Allah di dalam firman-Nya : 26 565. Muhammad al-Syaukani, Fath al-Qadir, (al-Qahirah: Dar al-Hadis, 2007), hlm. 27 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar Ibnu Katsir, hlm. 1212. Muslim, Sahih Muslim, (Beirut: Dar al-Jil, t.t.), hlm. 178. ada perbedaan penafsiran mengenai kata “daripadanya”, yang menjelaskan hawa berasal dari tulang rusuk Adam dengan berdasar pada hadis al-Bukhari dan Muslim ini. Pertama, tulang rusuk hanyalah sebuah simbol yang tentunya mempunyai makna lain. Pandangan ini berpendapat bahwa tulung rusuk hanyalah perumpamaan dari wanita itu lemah (perasa). Kedua, tulang rusuk sebagai bagian tubuh yang berada di bagian rusuk. Pandangan ini secara gamblang dijelaskan dalam Perjanjian Lama. Firdaus Syam, Khalifah dan Pemimpin, (Jakarta: Puspita Sari Indah, 1997), hlm. 44 102 Muhamad Ali Mustofa Kamal - Konsep Manusia dalam Al-Qur’an Artinya: Jibril berkata : ‘Demikianlah’. Tuhanmu berfirman : ‘Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai ramat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan.(QS. Maryam[19] : 21) d) Proses Kejadian Manusia Ketiga (Semua keturunan Adam dan Hawa) Kejadian manusia ketiga adalah kejadian semua keturunan Adam dan Hawa atau asal-usul manusia pada umumnya, kecuali nabi Isa as. Dalam proses ini disamping ditinjau menurut al-Qur’an dan al-Hadis, dapat pula ditinjau secara ilmu pengetahuan. Didalam al-Qur`an proses kejadian manusia secara biologis dijelaskan secara terperinci melalui firman-firman Nya: Artinya: Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya kami Telah menjadikan kamu dari tanah, Kemudian dari setetes mani, Kemudian dari segumpal darah, Kemudian dari segumpal daging yang Sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu ….. (QS. Al-Hajj [22]: 5) Dalam ayat lain, Artinya: Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (QS. Al-Mu`minun [23]: 1214) Dari keterangan diatas kita bisa mengetahui proses asal-usul kejadian manusia yang mengalami tahapan-tahapan. Seorang ilmuwan muslim Dr. Samil Abdul halim dalam bukunya al-I’jaz al-Qur’an menguraikan tentang proses kejadian manusia pada umumnya melalui beberapa marhalah (tahapan),28 sebagaimana disebutkan dalam ayat 28 Menurut Dr. Samil proses kejadian manusia itu ada tujuh tahapan, pada asalnya dari tanah, air mani, segumpal darah, sepotong daging, dibentuknya tulangbelulang, pembungkus tulang (daging), kemudian disempurnakan dengan panca indera. Samir Abdul Halim, al-Mausu’ah fi al-I’jaz al-Qurani, (Beirut: Maktabah al-Ahbabi, 2000), hlm. 68. 103 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 diatas; pertama, Allah menciptakan manusia bahan bakunya berasal dari tanah. Karena manusia pertama (Adam) diciptakan langsung oleh Allah dari tanah. Proses atau tahapan kedua diciptakan dari mani ( ) من نطفةyaitu bertemunya air mani dengan ovum dengan menggunakan media perantara suami istri, kecuali dalam kasus Nabi Adam as. dan Isa as. Pada tahap ini, ketika sperma keluar, berjuta sel saling bersaing menuju ovum, mereka yang tidak mampu bertahan harus rela berguguran ditengah jalan dan hanya pemenang yang berhak melanjutkan proses berikutnya. Sejalan dengan penemuan ilmiah yang menginformasikan bahwa pancaran mani ynag menyembur dari alamat kelamin pria mengandung sekitar dua ratus juta benih manusia, sedang yang berhasil bertemu dengan indung telur wanita hanya satu saja. 29 Proses ketiga dari penciptaan itu adalah pertumbuhan dari air mani dan ovum, kemudian keduanya bercampur dan menetap di rahim setelah berubah menjadi embrio (‘alaqah). Keempat, proses menjadi segumpal daging (mudghah). Segumpal daging ini merupakan proses yang berasal dari ‘alaqah. Segumpal daging yang sempurna (mudghah mukhallaqah) itulah yang kelak berproses menjadi bayi yang sempurna panca inderanya. Sedangkan segumpal daging yang tidak sempurna (mudghah ghairu mukhallaqah) itulah yang nantinya berproses menjadi bayi yang tidak sempurna panca inderanya. Kelima, proses menjadi tulang belulang (izham). Proses ini merupakan kelanjutan dari mudghah. Dalam hal ini bentuk embrio sudah mengeras dan menguat sedikit demi sedikit sampai berubah menjadi tulang belulang. Keenam, proses menjadi daging (lahmah). Lahmah merupakan fase embrio sesudah ‘izham (tulang belulang). Jadi, sebuah fase di mana tulang belulang manusia sudah terbungkus oleh daging, sehingga embrio sudah menyerupai ekor kecil yang perutnya buncit, dan merupakan fase terakhir dari embrio. Ketujuh, proses peniupan ruh. Pada tahap inilah Allah menyempurnakannya dengan meniupkan ruh padanya. Peniupan ruh ini menandai kesempurnaan seseorang. 30 Hal ini ditegaskan dalam sabda Rasulullah Saw: ِ ِ ِِ ك َعلَ َق ًة َ ني يَ ْوًما ُُثَّ يَ ُكو ُن ِِف َذل َ َح َد ُك ْم ُُْي َم ُع َخ ْل ُقهُ ِِف بَطْ ِن أُمه أ َْربَع َ إِ َّن أ ِ ِ ِ ك فَيَ ْن ُف ُخ ْ ك ُم ُ َك ُُثَّ يُْر َس ُل الْ َمل َ ضغَةً ِمثْ َل َذل َ ك ُُثَّ يَ ُكو ُن ِِف َذل َ ِمثْ َل َذل M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2003), hlm. 167 Nurwadjah Ahmad, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Bandung: Penerbit Marja, 2007), hlm. 20 29 30 104 Muhamad Ali Mustofa Kamal - Konsep Manusia dalam Al-Qur’an ٍ الروح وي ؤمر ِِبَرب ِع َكلِم ِ ِ ِ ات بِ َكْت ِِ َجلِ ِه َو َع َملِ ِه َو َش ِق ٌّى أ َْو َ ب ِرْزقه َوأ َ َ ْ ُ َ ْ ُ َ َ ُّ فيه َسعِيد “Sesungguhnya manusia diantara kamu dikumpulkannya (pembentukan/kejadian) dalam rahim ibunya (embrio) selama empat puluh hari. Kemudian selama itu pula (40 hari) dijadikan segumpal darah. Kemudian selama itu pula (40 hari) dijadikan sepotong daging. Kemudian diutuslah beberapa malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya (untuk menuliskan/menetapkan) empat kalimat: rezeki, ajal (umur), amal dan buruk baik (nasibnya),” (HR. al-Bukhari dan Muslim)31 Adalah fase kehidupan mulai bergerak. Setelah dilengkapi pendengaran, penglihatan dan hati, pada fase ini embrio sudah berubah menjadi bayi. Mulailah ia bergerak.32 Ungkapan ilmiah dari al-Qur’an dan hadis 15 abad silam telah menjadi bahan penelitian bagi para ahli biologi untuk memperdalam ilmu tentang organ-organ jasad manusia. Selanjutnya yang dimaksud alQur’an dengan “saripati berasal dari tanah” sebagai substansi dasar kehidupan manusia adalah protein, sari-sari makanan yang kita makan yang semua berasal dan hidup dari tanah. Yang kemudian melalui proses metabolisme yang ada didalam tubuh diantaranya menghasilkan hormon (sperma), kemudian hasil dari pernikahan (hubungan seksual), maka terjadilah pembauran antara sperma (lelaki) dan ovum (sel telur wanita) di dalam rahim. Kemudian berproses hingga mewujudkan bentuk manusia yang sempurna (seperti dijelaskan dalam ayat di atas). Para ahli dari barat baru menemukan masalah pertumbuhan embrio secara bertahap pada tahun 1940 dan baru dibuktikan pada tahun 1955, tetapi dalam al-Qur’an dan hadis yang diturunkan 15 abad yang lalu hal ini sudah tercantum. Ini sangat mengagumkan bagi salah seorang embriolog terkemuka dari Amerika yaitu Prof. Dr. Keith Moore, beliau mengatakan: “Saya takjub pada keakuratan ilmiah pernyataan al-Qur’an yang diturunkan pada abad ke-7 M itu”. Selain itu, beliau juga mengatakan “Dari ungkapan al-Qur’an dan hadis banyak mengilhami para scientist (ilmuwan) sekarang untuk mengetahui perkembangan hidup manusia yang diawali dengan sel tunggal (zygote) yang terbentuk ketika ovum (sel kelamin betina) dibuahi oleh sperma (sel kelamin jantan). Kesemuanya itu belum diketahui oleh Spalanzani sampai dengan eksperimennya pada abad ke-18, demikian pula ide tentang perkembangan yang dihasilkan dari perencanaan genetic dari kromosom Lihat CD Mausu’ah al-Hadits al-Syarif, edisi 2, Global Islamic Software 19911997, kutub al-tis’ah digital, Riwayat Muslim No.hadis 4781, Bukhari No.hadis 2666. 32 Umar Shahab, hlm. 106. 31 105 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 zygote belum ditemukan sampai akhir abad ke-19. Tetapi jauh sebelumnya al-Qur’an telah menegaskan dari nutfah Dia (Allah) menciptakannya dan kemudian (hadis menjelaskan bahwa Allah) menentukan sifat-sifat nasibnya.33 D. Fungsi dan Tugas diciptakan Manusia Dalam al-Qur’an, manusia berulang kali diangkat derajatnya karena aktualisasi jiwanya secara positif. Al-Qur’an mengatakan bahwa manusia itu pada prinsipnya condong kepada kebenaran (hanif) sebagai fitrah dasar manusia. Allah menciptakan manusia dengan potensi kecenderungan, yaitu cenderung kepada kebenaran, cenderung kepada kebaikan, cenderung kepada keindahan, cenderung kepada kemuliaan, dan cenderung kepada kesucian. Firman Allah Swt : Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Al-Rum [30]:30) Menurut Abbas Mahmud al-Aqqad manusia diciptakan mempunyai fungsi dan tugas sebagai khalifah 34 Allah di muka bumi ini untuk memakmurkan bumi dengan segala isinya. Manusia mempunyai tugas beramal saleh untuk menjaga keseimbangan bumi, sesuai dengan 33 www.f-adikusumo.staff.ugm.ac.id/artikel/manusia2.html. Artikel diakses tgl 10 Januari 2011. 34 Khalifah berasal dari akar kata khalafa yang berarti mengganti. Diartikan pengganti karena ia menggantikan yang di depannya. Allah menjandikan manusia sebagai khalifah di bumi, berati Allah menyerahkan pengelolaan dan pemakmuran bumi kepada manusia. Kedudukan manusia sebagai khalifah dengan arti ini dinyatakan dalam al-Quran. “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." ..dalam ayat ini Allah menjadikan bani Adam (manusia) sebagai khalifah di bumi. Di samping arti ini, kata khalifah juga menunjuk arti pemimpin negara atau kaum, seperti terdapat dalam ayat, 26. Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah Keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, Karena mereka melupakan hari perhitungan. (QS. Shad [38]: 26) Ayat ini merupakan pengangkatan Nabi Daud as. Sebagai khalifah di bumi untuk memimpin umat manusia dengan adil dan tidak mengiktui hawa nafsu. Khalifah pada ayat pertama bertugas mengelola dan memakmurkan bumi, sedangkan khlaifah pada ayat kedua bertugas menegakkan hukum Allah di bumi dan menciptakan kemashlahatan bagi manusia. DEPAG RI, al-Quran dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006), hlm.. 64 106 Muhamad Ali Mustofa Kamal - Konsep Manusia dalam Al-Qur’an tuntunan yang diberikan Allah melalui al-Qur’an. Bumi dengan segala isinya diserahkan sebagai amanah bagi manusia untuk mengagungkan dan mengabdi pada kebesaran Allah Swt. 35 Karena itu tujuan akhir manusia tidak lepas orientasi hidup dengan menggunakan potensi intelektif serta potensi selektifnya harus ditumpahkan untuk mengabdi semata kepada Allah Swt, sebab esensi dasar diciptakan manusia dan jin untuk mengabdi kepada Allah, sebagaimana ditegaskan dalam firmanNya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Al-Dzariyat [51] : 56) Mengenai tujuan manusia A. Malik Fadjar, menyatakan bahwa manusia sebagai makhluk pengemban atau pemegang amanah kekhalifahan mempunyai potensi yang luar biasa besarnya, sehingga dapat mendayagunakan alam dan sesama manusia dalam rangka membangun peradaban berdasarkan nilai-nilai ilahiyah. Potensi (fitrah) bawaan manusia itu, menyangkut dengan potensi ilahiyah (ketuhanan) dan potensi kehidupan yang dilengkapi dengan hati nurani, akal pikirannya (cipta), rasa, karsa, serta dilengkapi dengan kemampuan kebebasan. Manusia juga memiliki kemampuan kebebasan untuk berbuat sesuatu sesuai dengan pilihan-pilihannya (taqwa dan fujur) yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, makhluk fungsional, makhluk bercirikan etika-religius, makhluk berbudaya, yang kesemuanya itu merupakan nilai-nilai yang akan terkonstruksi dalam hidup dan kehidupan manusia itu sendiri.36 Selain menjadi khalifah di bumi, tujuan manusia diciptakan adalah untuk mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi mungkar), Allah berfirman, Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Ali Imran [3]: 110) 35 Tim Penyusun Dewan Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtar Baru Van Hoeve, 2003), cet. IV, jilid 3, hlm. 163. 36 Lihat www.sanaky.com/wp.../02/konsep_manusia_berkualitas_menurut_al.pdf. Artikel diakses pada hari senin, tgl 10 Januari 2011. 107 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Ayat ini mengajak kepada kaum mukminin khususnya agar tetap menjaga sifat-sifat utama yaitu mengajak kebaikan serta mencegah kemungkaran, dan senantiasa beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. E. Perbedaan Manusia dengan Makhluk Lain Sebagai makhluk yang paling sempurna, manusia memiliki keistimewaan-keistimewaan dan kelebihan-kelebihan, yang disebut maziyyah dan fadhilah, apabila dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain.37 Keistimewaan yang dimilikinya bukan saja terletak pada kejadian fisiknya (jasmaniah), tetapi juga pada kejadian rohaniahnya. Kesempurnaan dan kelebihan manusia dalam fisik telah banyak dikaji dan dijelaskan oleh berbagai disiplin ilmu, dalam berbagai uraian yang membandingkannya dengan makhluk lain.38 Makhluk sempurna yang diciptakan oleh Allah SWT adalah manusia, sebagai makhluk yang berakal. 39 Akal merupakan substansi dan esensi untuk memahami segala sesuatu secara rasional. Sedangkan kalbu merupakan penentu kualitas manusia. 40 Ia memiliki kedudukan yang sangat menentukan dalam sistem kehidupan manusia. Kalbu menentukan diri seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya. Oleh karenanya, kalbu diberi beban pertanggungjawaban terhadap apa yang diputuskannya. Dalam perspektif agama, akal dan kalbu merupakan anugerah Tuhan yang sangat agung dan luhur, yang dapat membedakan manusia dengan makhluk lain.41 Kesempurnaan manusia dalam kejadian fisik dan mental banyak disebutkan dalam ayat-ayat al-Qur`an, di antaranya termaktub dalam surat al-Tin, 1. Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun. Dan demi bukit Sinai. Dan demi kota (Mekah) Ini yang aman, Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya . (QS. Al-Tin, [95] : 1-4) 38 Zakky Mubarak, Akal dan Kalbu dalam Pandangan al-Ghazali, Disertasi UIN Jakarta 2004, hlm. 79 39 Pernyataan tentang potensi akal diungkapkan al-Ghazali dengan menukil hadis Nabi dalam kitab Ihya` Ulum al-Din, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), jilid I, hlm, 83. 40 Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah Saw., 37 ت فَ َس َد ا ْْلَ َس ُد ُكلُّهُ أَالَ َوِه َى ْ صلَ َح ْ أَالَ َوإِ َّن ِِف ا ْْلَ َس ِد ُم ْ اْلَ َس ُد ُكلُّ ُه َوإِ َذا فَ َس َد ْ صلَ َح َ ت َ ضغَ ًة إِ َذا ب ُ الْ َق ْل “Ketahuilah, bahwa dalam tubuh manusia ada suatu organ, bila organ itu sehat maka sehatlah seluruh tubuhnya dan jika ia rusak, maka rusak pulalah seluruh tubuhnya, ketahuilah bahwa organ itu adalah kalbu (qalb)”. (HR. al-Bukhari dan Muslim) 41 Allah berfirman: 179. Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai 108 Muhamad Ali Mustofa Kamal - Konsep Manusia dalam Al-Qur’an F. Kelemahan-kelemahan Manusia Selain mempunyai keistimewaan-keistimewaan, manusia juga terdapat kelemahan-kelemahan. Al-Qur’an juga menyebutkan sifat-sifat tersebut diantaranya manusia banyak dicela, manusia dinyatakan luar biasa keji dan bodoh. Al-Qur’an mencela manusia disebabkan kelalaian manusia akan kemanusiaannya, kesalahan manusia dalam mempersepsi dirinya, dan kebodohan manusia dalam memanfaatkan potensi fitrahnya sebagai khalifah Allah di muka bumi ini. Manusia dicela karena kebanyakan dari mereka tidak mau melihat kebelakang (al’aqiba), tidak mau memahami atau tidak mencoba untuk memahami tujuan hidup jangka panjang sebagai makhluk yang diberi dan bersedia menerima amanah. Manusia tidak mampu memikul amanah yang diberikan Allah kepadanya, maka manusia bisa tak lebih berarti dibandingkan dengan setan dan binatang buas sekalipun-derajat manusia direndahkan. Firman Allah Swt, Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh, (QS. Al-Ahzab [33]: 72) Selanjutnya dalam firman Allah: QS. At-Tin (95): 5-6 “Kemudian Kami (Allah) kembalikan dia (manusia) kekondisi paling rendah, kecuali mereka yang beriman kepada Allah dan beramal saleh”. Selain itu, al-Qur’an juga mengingat manusia yang tidak menggunakan potensi hati, potensi mata, potensi telinga, untuk melihat dan mengamati tanda-tanda kekuasaan Allah. Pernyataan ini ditegaskan dalam firman Allah QS. Al-A’raf: 176 sebagai berikut, Artinya: Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al-A’raf [7]: 179). mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al-A’raf [7]: 176) 109 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Untuk itu, manusia yang diciptakan Allah sebagai makhluk yang paling canggih, mampu menggunakan potensi yang dimilikinya dengan baik, yaitu mengaktualisasikan potensi iman kepada Allah, menguasai ilmu pengetahuan, dan melakukan aktivitas amal saleh, maka manusia akan menjadi makhluk yang paling mulia dan makhluk yang berkualitas di muka bumi ini sesuai dengan rekayasa fitrahnya. Sebaliknya, apabila tidak bisa memanfaat maziyah dan anugerah tersebut manusia akan terperosok menjadi makhluk yang paling hina, naudzubillaah. G. Epilog Dari pembahasan tentang konsep manusia menurut al-Qur’an, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Dalam al-Qur’an ada beberapa kata yang sering digunakan untuk menunjukkan arti manusia, yaitu kata insan, kata an nas, kata ins, kata unas, kata basyar, dan kata Bani Adam atau Dzuriyat Adam. Yang mempunyai makna dan pengertian yang berbeda-beda. 2. Manusia yang diciptakan Allah melalui beberapa tahap bukan sebuah evolusi. Manusia yang pertama diciptakan adalah Nabi Adam, yang bahan bakunya dari tanah, kemudian Hawa, selanjutnya cucu-cucu Adam. 3. Tujuan dan fungsi manusia diciptakan adalah menjadi khalifah dan hamba Allah (‘Abdullah). 4. Manusia memiliki keistimewaan-keistimewaan yang tidak dimilki oleh makhluk lain yaitu akal dan kalbu. Dengan akal dan kalbu manusia bisa menjadi makhluk yang tinggi derajatnya di sisi Allah dan makhlukNya. 5. Manusia juga mempunyai kelemahan-kelemahan yang bisa merendahkan derajatnya, jika tidak menggunakan potensi akal dan kalbu sebaik-baiknya 110 Muhamad Ali Mustofa Kamal - Konsep Manusia dalam Al-Qur’an DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Nurwadjah, 2007, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, Bandung: Penerbit Marja, Anis,Ibrahim et., All, 1972, al-Mu’jam al-Wasith, Mesir: Dar al-Ma’arif. Asy’ari, Musa, 1662, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam al-Qur’an, Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam. Al-‘Askari, Abu Hilal, t.t, Furuq al-Lughawiyyah, Beirut: Dar al-Kutub alIlmiyah. Baqi, Muhammad Fuad ‘Abdul, 2001, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz alQur’an al-Karim, Kairo: Dar al-Hadis. Basyir, Ahmad Azhar, 1984, Falsafah Ibadah dalam Islam, Perpustakaan Pusat UII, Yogyakarta. Al-Bukhari, tt, Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar Ibnu Katsir. CD Mausu’ah al-Hadits al-Syarif, edisi 2, Global Islamic Software 19911997, kutub al-tis’ah digital Departemen Agama RI, 2006, al-Quran dan Tafsirnya, Jakarta: Departemen Agama RI. Al-Ghazali , tt, Ihya` Ulum al-Din, Beirut: Dar al-Fikr, jilid I. Hadliri,Chairuddin, 1993, Klasifikasi Kandungan al-Qur’an, Jakarta: Gema Insani Press, cet viii Halim, Samir Abdul, 2000, al-Mausu’ah fi al-I’jaz al-Qurani, Beirut: Maktabah al-Ahbabi. Hanbal, Ahmad bin, t.t, Musnad Ahmad, Kairo: Muasisah al-Qurthubah, jilid v Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa, 1946, Tafsir al-Maraghi, Mesir: Maktabah Musthofa al-Babi al-Halbi. Mubarak, Zakky, 2004, Akal dan Kalbu dalam Pandangan al-Ghazali, Disertasi UIN Jakarta. Al-Munawwir, Ahmad Warson, 1997, Kamus al-Munawwir, Surabaya: Pustaka progresif, cet xiv. Muslim, t.t, Sahih Muslim, Beirut: Dar al-Jil. Nasution, Muhammad Yasir, 1996, Manusia Menurut al-Ghazali, Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet 1. Al-Syaukani, Muhammad, 2007, Fath al-Qadir, al-Qahirah: Dar al-Hadis. Shihab, M. Quraish, 2008, al-Lubaab, Tangerang: Lentera Hati, cet 1 _________, 2000, Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan. _________, 2006, Tafsir al-Misbah, Jakarta : Lentera Hati. _________, 2005, Logika Agama, Jakarta: Lentera Hati. Shihab,Umar, 2005, Kontekstualitas al-Qur’an, Jakarta: Permadani, cet iii Syam, Firdaus, 1997, Khalifah dan Pemimpin, Jakarta: Puspita Sari Indah. 111 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Tim Penyusun Dewan Insiklopedi Islam, 2003, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtar Baru Van Hoeve, cet iv, jilid 3. Al-Tirmidzi, tt, Sunan al-Tirmidzi, Beirut: Dar Ihya` al-Turats. www.sanaky.com/wp.../02/konsep_manusia_berkualitas_menurut_al.pd f. Diakses senin, tgl 10 Januari 2011. www.f-adikusumo.staff.ugm.ac.id/artikel/manusia2.html. Artikel diakses pada hari Diakses senin, tgl 10 Januari 2011. 112 NILAI-NILAI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI DALAM AL-QUR’AN Muhtar Sofwan Hidayat1 Dosen UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara kritis tentang pemahaman pendidikan multikultural yang ada di dalam al-Quran. Hal ini penting untuk dapat meredam berbagai persoalan yang sekarang dihadapi bangsa Indonesia. Seperti separatisme dan radikalisme, ketika tidak ada upaya pencegahan dari sejak dini akan membawa dampak negatif bagi masa depan dalam berbangsa dan bernegara. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, melalui penelitian perpustakaan (library research) yang meneliti pesan teks dari al-Quran. Dalam melakukan analisis, penulis menggunakan metode deskriptif analisis, di mana bahan-bahan yang terkumpul diuraikan, ditafsirkan, dibandingkan persamaan dan perbedaannya dengan fenomena tertentu yang diambil bentuk kesamaannya, serta menarik kesimpulan. Oleh karena itu, maka lebih tepat jika dianalisa menurut dan sesuai dengan isinya, atau menggunakan metode analisis isi, yang kemudian merefleksikan teks berupa pesan atau simbolsimbol tersebut dengan metodologi penafsiran untuk melakukan pembacaan hermeneutika tentang pemahaman pendidikan multikultural yang ada dalam al-Quran yang lebih menekankan aspek humanitas, toleransi, berbaik sangka dan keadilan diatas segala-galanya. Hasil penelitian ini menunjukkan: didalam al-Qur’an terdapat konsep pendidikan multikultural yang megajarkan sikap saling menghargai heterogenitas dan pluralitas antar sesama manusia, multikulturalisme yang terkandung didalam al-qur’an menganjurkan untuk menjunjung tinggi keragaman budaya, etnis, dan aliran agama. Dalam al-Qur’an perbedaan adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari, dan merupakan sunnah Allah. Perbedaan laki-laki dan perempuan, perbedaan suku bangsa adalah realitas pluralitas yang harus dipandang secara positif dan optimis, perbedaan itu harus diterima sebagai kenyataan dan berbuat sebaik mungkin atas dasar kenyataan itu. Bahkan kita disuruh untuk menjadikan pluralitas tersebut sebagai instumen untuk menggapai kemulian di sisi Allah. Sehingga terdapat keselarasan antara nilai pesan teks yang disampaikan oleh al-Qur’an dengan multikulturalisme dalam pengembangan sikap saling menghargai heterogenitas dan pluralitas antar sesama manusia. Kata kunci: Multikulturalisme, Toleransi, Keragaman Abstract This study aims to describe and analyze critically on understanding multicultural education that is in the Koran. It is important to be able to drown out the various problems now facing the nation Indonesia. Such as separatism and radicalism, when there is no prevention from early on will bring negative impact on the future of the nation. This study is a qualitative research, through the library research, which examined the text messages from the Koran. In conducting the analysis, the author uses descriptive method of analysis, where the materials are collected described, interpreted, compared 1 Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UNSIQ Wonosobo 113 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 similarities and differences with certain phenomena that take shape similarity, and draw conclusions. Therefore, it is more appropriate if analyzed according to and in accordance with its contents, or using content analysis method, which then reflects the text in the form of messages or symbols with the methodology of interpretation to do the reading hermeneutic understanding of multicultural education that exist in the Koran that more emphasis on the humanity, tolerance, kind thought and justice above everything. The results showed: In the Koran there is the concept of multicultural education that includes mutual respect of heterogeneity and plurality among humans, multiculturalism contained in the Qur'an advocate for upholding the diversity of cultures, ethnicities, and religions. In the Qur'an the difference is a matter that can not be avoided, and the sunnah of Allah. Differences in men and women, the difference ethnic plurality is a reality that must be viewed in a positive and optimistic, that difference must be accepted as fact and do their best on the basis of that fact. In fact we were told to make the plurality as instrument to reach the glory of Allah. So that there is harmony between the values of text messages delivered by the Qur'an with multiculturalism in the development of mutual respect of heterogeneity and plurality among humans. Keywords: Multiculturalism, Tolerance, Diversity A. Latar Belakang Wacana multikulturalisme begitu menarik untuk dikaji di republik ini. Karena wacana multikulturalisme sangat sesuai dengan keadaan sosio geografis Indonesia. Indonesia merupakan negara yang mempunyai keragaman, baik dari sisi etnis, agama maupun budaya. Kebenaran dari pernyatan ini bisa dilihat dari kondisi sosiokultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. 2 Dari sisi etnisitas di Indonesia terdiri lebih dari 101 etnis dengan beragam bahasa yang mereka miliki. Etnis tersebut tersebar dari sabang sampai merauke. Keragaman tersebut merupakan potensi yang sangat besar untuk kemajuan bangsa, akan tetapi disisi lain rawan terhadap terjadinya konflik sosial. Sisi, pertama multikulturalisme yang dimiliki Indonesia bisa menjadi sebuah aset bangsa dan bisa menjadi sebuah kekuatan. Seperti yang telah di cetuskan oleh Empu Tantular “Bhenika Tunggal Ika”, apabila keragaman bangsa ini bisa disatukan maka Indonesia akan menjadi bangsa yang kuat serta kaya akan ragam kebudayaan. Kedua, apabila keanekaragaman (Multikultur) Indonesia tidak dimaknai sebagai sebuah kekayaan yang saling melengkapi antara satu dengan yang lain maka terjadilah sentimen antar suku, ras, dan agama, yang mengakibatkan perpecahan (disintegrasi bangsa). Pemahaman tentang multikulturalisme merupakan keniscayaan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Ditambah lagi dengan phenomena yang akhir-akhir ini menjadi perhatian serius, yaitu M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural: Cross Cultural Understanding Untuk Demokrasi Dan Keadilan (Jogjakarta, Pilar Media, 2005), hal. 4. 2 114 Muhtar Sofwan Hidayat - Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural di dalam Al-Qur’an konflik antar suku, ras, dan agama. Maka sangatlah urgen multikulturalisme ini untuk dikaji dan dijalankan dari prinsip-prinsip multikulturalisme tersebut. Awal munculnya konsep multikulturalisme adalah dari barat, Menurut Bhikhu Parekh, baru sekitar 1970-an gerakan multikultural muncul pertama kali di Kanada dan Australia, kemudian di Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan lainnya. 3 Berawal dari sini maka ada sebuah pertanyaan, apakah didalam Islam (al-Qur’an) juga ada nilai multkiulturalisme seperti halnya konsep dari barat? Maka dalam makalah ini pemakalah membahas, konsep multikulturalise, pendidikan multikultural, setelah jelas pemaparan dari kedua konsep tersebut lalu dicari nilai-nilai pendidikan multikultural yang terkandung didalam al-Qur’an. B. Kajian Literatur 1. Konsep Multikulturalisme Multikulturalisme berasal dari dua kata; multi (banyak/beragam) dan cultural (budaya atau kebudayaan), yang secara etimologi berarti keberagaman budaya. Multikulturalisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan.4 Budaya yang mesti dipahami, adalah bukan budaya dalam arti sempit, melainkan mesti dipahami sebagai semua dialektika manusia terhadap kehidupannya. Dialektika ini akan melahirkan banyak wajah, seperti sejarah, pemikiran, budaya verbal, bahasa dan lain-lain. Konsep mutikulturalisme, sebagaimana konsep ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan yang bebas nilai, tidak luput dari pengayaan maupun penyesuaian ketika dikaji untuk diterapkan. Demikian pula ketika konsep ini masuk ke Indonesia, yang dikenal dengan sosok keberagamannya. Muncul konsep multikulturalisme yang dikaitkan dengan agama, yakni ”multikulturalisme religius” yang menekankan tidak terpisahnya agama dari negara, tidak mentolerir adanya paham, budaya, dan orang-orang yang atheis. Dalam konteks ini, multukulturalisme dipandangnya sebagai pengayaan terhadap konsep kerukunan umat beragama yang dikembangkan secara nasional. 3 Bikhu Parekh, Rethinking Multiculturalisme Cultural Diversity and Political Theory, (Harvard University Press Cambridge, Massacussetts, 2002). Hlm. 5 Jary David dan Julia Jary, Multiculturalism. Dictionary of Sociology. (Terj), (New York: Harper, 1991), hal. 319. 4 115 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Dari sisi historisnya konsep multikulturalisme bukan hanya sebuah wacana tetapi sebuah ideologi yang harus diperjuangkan, karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya demokrasi, HAM, dan kesejahteraan hidup masyarakatnya. 5 Multikulturalisme bukan sebuah ideologi yang berdiri sendiri terpisah dari ideologi-ideologi lainnya, dan multikulturalisme membutuhkan seperangkat konsep-konsep yang merupakan bangunan konsep-konsep untuk dijadikan acuan untuk memahaminya dan mengembang-luaskannya dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsepkonsep yang relevan dengan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. 6 Bangunan konsep-konsep ini harus dikomunikasikan diantara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang multikultutralisme sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kesukubangsaan, kebudayaan suku bangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan.7 Oleh Suparlan multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun secara kebudayaan. Oleh karena itu konsep multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman secara suku bangsa (ethnic) atau kebudayaan suku bangsa yang menjadi ciri khas masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan8. Apabila pluralitas sekadar merepresentasikan adanya kemajemukan (yang lebih dari satu), multikulturalisme memberikan penegasan bahwa dengan segala perbedaannya itu mereka adalah sama di dalam ruang publik.9 5 Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet IV, 2010), hal. 97. 6 Ibid, hal. 98. 7 Ibid, hal. 98. 8 Parsudi Suparlan, "Kesetaraan Warga dan Hak Budaya Komuniti dalam Masyarakat Majemuk Indonesia", Jurnal Antropologi Indonesia, (no. 6, 2002), hal. 98. 9 Zainal Abidin dan Neneng Habibah (ed), Pendidikan Agama Islam Dalam Prespektif Multikulturalisme, (Jakarta: Balai Litbang Jakarta, 2009), hal. 7. 116 Muhtar Sofwan Hidayat - Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural di dalam Al-Qur’an Dengan demikian, multikulturalisme bukan sekedar langkah menyuguhkan warna-warni identitas etnik dan budaya. Tetapi membangun kesadaran tentang pentingnya kelompok-kelompok etnik dan budaya itu memiliki kemampuan untuk berinteraksi dalam ruang bersama. Multikulturalisme menekankan pada usaha lebih sistematis untuk menyertakan pendekatan struktural politik dan ekonomi dalam proses itu. Hal ini berarti bahwa multikulturalisme membutuhkan pengintegrasian pendekatan lainnya selain budaya untuk memungkinkan tema-tema yang relevan di sekitar keadilan ekonomi, persamaan hak, dan toleransi dapat menjadi faktor yang ikut memperkuat multikulturalisme. 2. Pendidikan Multikultural Pendidikan multikultural adalah pendidikan tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan. Pendidikan multikultural sebagai upaya untuk melatih dan membangun karakter siswa agar mampu bersikap demokratis, humanis dan pluralis dalam lingkungan mereka. Pendidika multikultural memandang manusia sebagai makhluk makro dan sekaligus makhluk mikro yang tidak akan terlepas dari akar budaya dan kelompok etnisnya. 10 Secara generik, pendidikan multikultural memang sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural adalah untuk membantu semua sisiwa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperoleh dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokratik-pluralistik,serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi dan komunikasi dengan warga kelompok lain agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama.11 Pendidikan multikultural mengakui adanya keragaman etnik dan budaya masyarakat suatu bangsa. Terdapat tiga prinsip pendidikan multikultural yang dikemukakan oleh Tilaar. Pertama, pendidikan multikultural didasarkan pada pedagogik kesetaraan manusia (equity pedagogy). Kedua, pendidikan multikultural ditujukan kepada terwujudnya manusia Indonesia yang cerdas dan mengembangkan pribadi-pribadi Indonesia yang menguasai ilmu pengetahuan dengan sebaik-baiknya. Ketiga, prinsip globalisasi tidak 10 11 Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural....., hal. 187. Ibid., hal. 202-203. 117 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 perlu ditakuti apabila bangsa ini mengetahui arah serta nilai-nilai baik dan buruk yang dibawanya.12 Menurut Zakiyuddin Baidhawi, pendidikan multikultural adalah suatu cara mengajarkan keragaman. Pendidikan multikultural menghendaki rasionalisasi etnis, intelektual, sosial dan pragmatis secara inter-relatif: yaitu mengajarkan ideal-ideal inklusivisme, pluralisme, dan saling menghargai semua orang dan kebudayaan merupakan imperatif humanistik yang menjadi prasyarat bagi kehidupan etis dan dunia manusia yang beragam, mengintegrasikan studi tentang fakta-fakta, sejarah, kebudayaan, nilai-nilai, struktur, prespektif, dan kontribusi semua kelompok kedalam kurikulum sehingga dapat membangun pengetahuan yang lebih kaya, kompleks, dan akurat tentang kondisi kemanusiaan di dalam dan melintasi konteks waktu, ruang dan kebudayaan tertentu. 13 Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan: a. Pendidikan multikultural didasarkan pada pedagogik kesetaraan manusia (equity pedagogy). b. Pendidikan multikultural menghendaki adanya pengakuan terhadap keragaman dan perbedaan sehingga dalam interaksi sesama manusia dapat terjalin secara harmonis. c. Pendidikan multikultural membangun karakter siswa agar mampu bersikap demokratis, humanis dan pluralis dalam lingkungan mereka. 3. Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural dalam al-Qur’an Al-Qur’an sebagai teks hidup telah melakukan perannya berupa kritik sosial.14 Masyarakat pra Islam sebelum al-Qur’an turun mereka tidak lain adalah komunitas diluar batas, kultur yang dibarengi dogma kebodohan mengubur anak perempuan yang tidak berdosa dengan alasan gender, pembunuhan, fitnah, peperangan etnis, suku dan kabilah karena perbedaan kultur yang dilakoni Khazraj dan ‘Aus, mengakibatkan masyarakat arab mengalami H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme; Tantangan-Tantangan Global Masa Depan Dalam Transformasi Pendidikan Nasional, (Jakarta: Grasindo, 2004), hal. 216-221. 13 Zakiyuddin Baidhawi, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta: Erlangga, 2005), hal. 8. 14 Kritik sosial al-Qur’an menggambarkan dasar dari cita-cita sosial yang tercantum secara tersurat atau tersirat dalam al-Qur’an. Gambaran lebih jelas mengenai cita-cita sosial al-Qur’an tercantum dalam ayat-ayat yang mengandung kritik sosila, baik dlm surah yang turun di mekah pada awal periode kenabian maupun yang turun di madinah. Kritik pertama lebih ditujukan kepada penduduk mekah, terutama kalangan masyarakat elit. Sedang krritik kedua ditujukan kpd masyarakat padang pasir dan orang yahudi. Lihat M. Dawam Raharjo. Paradigma Al-Qur’an; Metodologi Tafsir Dan Kritik Sosial (Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2005), hlm. 143. 12 118 Muhtar Sofwan Hidayat - Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural di dalam Al-Qur’an disequilibrium sosial, titik kondisi masyarakat arab yang tidak lagi merasakan perdamaian, persamaan, dan kebebasan sosial. Disinilah peran penting al-Qur’an dalam menjawab persoalanpersoalan sosial yang ada. Karena pada hakekatnya al-Qur’an turun tidak anti realitas. Al-Qur’an turun berada dalam suatu kultur dan budaya tertentu dan berada pada kondisi manusia yang tertentu pula. Namun al-Qur’an mampu untuk diterpkan dalam segala kondisi masyarakat (multikultur) dengan menggunakan tafsir al-Qur’an yang disesuaikan dengan kondisi kultur tertentu. Dalam menentukan ayat-ayat yang mengandung prinsip-prinsip multikulturalisme, pemakalah memakai konsep definisi yang diutarakan oleh Will Kimlicka bahwa multikulturalisme adalah sebuah realitas keragaman kultural yang sudah pasti terjadi, tiap kelompok kultural memiliki hak dan keadilan kultural yang sama yang saling memenuhi. 15 masing-masing kultural menurut Kimlicka berpotensi dapat menciptakan konflik jika tidak dijaga dan disikapi secara wajar.16 Keberadaan dan asal manusia yang mulikultural menjadi sebuah kekayaan ilmu pengetahuan bagi ummat Islam untuk dikaji lebih mendalam. Perbedaan-perbedaan yang ada di sekitar kehidupan manusia telah tertulis dalam al-Qur’anul Karim sebagaimana Allah SWT. telah berfirman di Q.S ar-Rum/24;22 “Dan diantara tanda-tanda kekuasaanya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lain bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.17 Pada ayat diatas disebutkan secara tegas bahwa manusia memiliki perbedaan dalam berbagai hal baik secara fisik ataupun tidak, karena perbedaan ini tidak lain adalah dinamika perkembangan kehidupan diantara manusia dengan beragam ras, 15 Bikhu Parekh, Rethinking Multiculturalism (Yogyakarta : Kanisius, 2008), hlm. 142 Ibid. 145 Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemaahnya, (Jakarta; Pronyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an, 1683), hlm 644. 16 17 119 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 warna kulit, umat, agama, bangsa, kabilah, bahasa, nasionalisme dan peradaban.18 Islam sangat memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan agar satu sama lain bisa hidup berdampingan dalam suasana aman dan nyaman terhindar dari konflik, hal ini sejak semula salah satu yang dijunjung tinggi oleh Islam adalah martabat manusia dalam menempatkannya dalam status supremasi diantara makhluk Allah yang lain.19 Sesungguhnya dalam kebudayaan Indonesia telah lama menerapkan konsep multikulturalisme ini, dan bahkan multikulturalisme yang diterapkan jauh lebih maju dan sesuai dengan konteks keindonesiaan. Terbukti sampai saat ini dengan adanya candi borobudur yang bercorak agama Budha dan candi prambanan yang bercorak agama Hindu. Seandainya pemahaman multikulturalisme itu tidak ada maka bisa dipastikan Indonesia tidak akan berdiri tegak hingga saat ini. Namun, yang menjadi persoalan adalah masyarakat Indonesia telah kehilangan jati dirinya dan kurang memahami nilai-nilai luhur yang ada. Konsep pedidikan multikultural perlu secara terus-menerus untuk disampaikan kepada masyarakat melalui berbagai forum atau media. Hal tersebut bertujuan agar tumbuh dalam diri setiap orang kesadaran hidup dalam sebuah bangsa yang mempunyai keragaman budaya, pada akhirnya bisa saling menghargai dan menghormati setiap perbedaan. Multikulturalisme dalam pengertian yang lebih sesuai dan diterima untuk kebutuhan kontemporer adalah orang-orang dari berbagai kebudayaan yang beragam secara permanen hidup berdampingan satu dengan yang lainnya. Banyak versi multikulturalisme menekankan pentingnya belajar tentang kebudayaan-kebudayaan lain mencoba memahami mereka secara penuh dan empatik. Multikulturalisme mengimplikasikan suatu keharusan untuk mengapresiasi kebudayaan-kebudayaan lain, dengan kata lain menilainya positif. Multikulturalisme muncul kapan dan dimanapun ketika perdagangan dan kaum diaspora yang hidup darinya menjadi penting, dan ini menghendaki saling adaptasi (mutual adaption) sehingga semua kelompok memperoleh kemajuan dari pertukaran yang sifatnya material dan manufaktural maupun 18 Lihat al-Mawardi, “Tafsir al-Mawardi” Dalam Al-Maktabah Syamilah (Solo: Ridwana Press, 2005), hlm. 406. 19 Nilai-nilai kemanusiaan yang terdapat dalam kehidupan sosial manusia adalah nilai-nilai positif, dengan nilai positif itu manusia memiliki martabat dan hargadirinya, nilai positif merupakan anugrah yang sengaja diberikan dari perwujudan penciptaan manusia dibanding penciptaan yang lain. Lihat M. Tolhah Hasan, Islam Dalam Perspektif Sosio Kultural (Jakarta: Latambora, 2005), hlm 175. 120 Muhtar Sofwan Hidayat - Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural di dalam Al-Qur’an kultural berupa gagasan-gagsan dari berbagai penjuru dunia.20Dengan menerapkan nilai-nilai multikulturalisme ini Indonesia akan kembali toto tentrem kertoraharjo, seperti semboyan yang didengungkan pada masa lampau. Karena Indonesia mempunyai kemampuan untuk menuju masyarakat yang harmonis. Karekteristik pendidikan multikultural tersebut meliputi tujuh komponen, yaitu belajar hidup dalam perbedaan, membangun tiga aspek mutual (saling percaya, pengertian, dan menghargai), terbuka dalam berfikir, apresiasi dan interdependensi, serta resolusi konflik dan rekonsiliasi nirkekerasan. Dari beberapa karakteristik tersebut, diformulasikan dengan ayat-ayat al-Qur’an sebagai dalil, bahwa konsep pendidikan multikultural ternyata selaras dengan ajaranajaran Islam dalam mengatur tatanan hidup manusia di muka bumi ini, terutama sekali dalam konteks pendidikan. 21 a. Nilai belajar hidup dalam perbedaan Pendidikan selama ini lebih diorientasikan pada tiga pilar pendidikan, yaitu menambah pengetahuan, pembekalan keterampilan hidup (life skill), dan menekankan cara menjadi “orang” sesuai dengan kerangka berfikir peserta didik. Realitasnya dalam kehidupan yang terus berkembang, ketiga pilar tersebut kurang berhasil menjawab kondisi masyarakat yang semakin mengglobal. Maka dari itu diperlukan satu pilar strategis yaitu belajar saling menghargai akan perbedaan, sehingga akan terbangun relasi antara personal dan intra personal. Dalam terminology Islam, realitas akan perbedaan tak dapat dipungkiri lagi, sesuai dengan Q.S. Al-Hujurat (49) :13 yang menekankan bahwa Allah SWT menciptakan manusia yang terdiri dari berbagai jenis kelamin, suku, bangsa, serta interprestasi yang berbeda-beda. Artinya: Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa 20 Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural,................, 21 Ibid., hlm. 74-84. hlm. 5 121 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal.22 Ayat ini menjadi landasan realitas kehidupan majemuk, pembacaan secara kritis dan terbuka terhadap ayat tersebut akan melahirkan kesimpulan bahwa sesungguhnya Allah sendiri secara tegas telah menyatakan tentang suatu kehidupan manusia yang penuh keragaman etnis, ras, bangsa, gender, dan bahasa masingmasing yang berisifat multikultur. Berbangsa dan bersuku bukanlah sebuah kesalahan, melainkan sebuah kenyataan historis manusia yang seharunya dimanfaatkan untuk kesejahteraan kehidupannya, bukan membatasi gerak-gerinya. Manusia boleh berbangsa dan bersuku, namun perhatian kepada manusia lain yang berda diluarnya tidka boleh berkurang.23 Membatasi diri pada orang-orang segolongan, apalagi sekeluarga atau hanya kepentingan diri sendiri merupakan tindakan dehumanisasi dan ahistoris. Al-qur’an telah memberikan peringatan kepada orangorang terdahulu bahwa perhatian ditujukan kepada seluruh umat manusia. Sehingga perlakukan yang merugikan sesama baik berupa diskriminasi maupun pembunuhan secara fisik sangat dikecam oleh al-Qur’an. Memang ada perintah dalam al-Qur’an untuk memerangi orang-orang kafir, namun bukan kekafiran mereka yang diperangi tetapi tindakan yang dilakukan oleh mereka yang membahayakan kehidupan manusi yang diperangi. Untuk menegakkan keharmonisan tiap bangsa mempunyai cara dan metode sendiri, jadi tidak bisa disamakan antara model Timur Tengah dengan Indonesia. Peperangan mungkin cocok untuk negara Arab, karena watak bangsa arab yang keras, namun untuk Indonesia tidak demikian. Seperti halnya masuknya agama Islam di Indonesia tidak dengan cara peperangan namun dengan “penetration pacifique, tolerance et constructive”.24 b. Nilai Positif Thinking (Berpikir Positif) Implementasi menghargai perbedaan dimulai dengan sikap saling menghargai dan menghormati dengan tetap menjunjung tinggi rasa persatuan dan persaudaraan. Hal tersebut 22Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemaahnya,......., hlm.847. Machasin, Islam Dinamis Islam Harmonis; Lokalitas, Pluralisme, Terorisme, (Yogyakarta: LkiS, 2011),hlm. 168. 24 Masroer Ch. Jb, The History Of Java; Sejarah Perjumpaan Agama-agama di Jawa, (Yogyakarta: Arruz Media, 2004), hlm. 40. 23 122 Muhtar Sofwan Hidayat - Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural di dalam Al-Qur’an dalam Islam lazim disebut tasamuh (toleransi).25 Namun kesemuanya itu perlu adanya saling adanya kepercayaan/ positif thinking terhadap sesama. Ayat-ayat al-Qur’an yang menekankan akan pentingnya saling percaya, pengertian, dan menghargai orang lain, diantaranya ayat yang menganjurkan untuk menjauhi berburuk sangka dan mencari kesalahan orang lain yaitu Q.S. al-Hujurat (49): 12 : Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain.26 Tidak mudah menjatuhkan vonis dan selalu mengedepankan klarifikasi (tabayyun) dalam Q.S. al-Hujurat (49): 6: Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.27 Melihat pesan dari ayat ini berati manusia dilarang untuk terlalu mudah menjustifikasi kepada orang lain. banyak sekali sebuah konflik yang disebabkan oleh prasangka yang salah kepada orang lain. bahkan dengan berprasangka yang berlebihan bisa menjadikan orang mudah mengkafirkan. 25 Mundzier Suparta, Islamic Multicultural Education: Sebuah Refleksi atas Pendidikan Agama Islam di Indonesia, cet. ke-1 (Jakarta: Al-Ghazali Center, 2008), hlm. 55-57. 26 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an, hlm. 847. 27 Ibid., hlm. 846 123 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Orang Islam hendaknya menjadikan ayat ini sebagi landasan untuk berpikir secara rasional, dan meneliti semua informasi yang diterima agar tidak mudah menjustifikasi. Walaupun yang berikan informasi kepada kita orang yang yang fasik. c. Saling Menghargai. Tidak akan pernah berhasil sebuah usaha perdamain tanpa adanya saling pengertian dan menghargai. Maka dari itu, Allah melalui al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 11, memberikan peringatan bagi manusia agar mereka saling menghargai antar sesamanya. Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan janganlah sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan jangan suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-burk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.28 Sudah sangat jelas sekali, bagaimana al-Qur’an memberikan contoh agar manusia saling menghargai antar manusia itu sendiri. Baik secara individu maupun kelompok. Selain itu didalam al-Qur’an juga menanmkan nilai untuk tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, hal ini dapat kita lihat dalam QS. al-Baqarah (1): 256 yang berbunyi : ............. 28 124 Ibid.. Muhtar Sofwan Hidayat - Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural di dalam Al-Qur’an Artinya : Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah.29....... Telah ditegaskan pula dalam Q.S surat al-Kafirun ayat 6: Artinya: Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.30 Maka sangatlah salah besar dan melampaui batas bagi mereka yang suka memaksakan kehendak kepada orang lain. Baik untuk mengikuti agama, kepercayaan, organisasi maupun sekte tertentu. Karena setiap manusia diberikan kebebasan oleh Allah untuk memilih jalan hidupnya. Membiarkan orang lain untuk berpegang dengan apa yang diyakininya sebagai kebenaran. Selain (لَُ ةينَُ ولي ةينbagi kamu agamamu dan bagiku agamaku) dan َُ(لن اعمصن ولَُ اعم لbagi kami amal perbuatan kami, dan bagi kalian amal perbuatan kalian)terdapat juga ayat-ayat yang sesuai dengamn sikap ini. Diantaranya adalah ayat yang disebutkan diatas الاكراه لي الد ين (tidak ada paksaan dalam agama) dan ayat-ayat yang berkaitan dengan kebebasan orang untuk memilih keyakinan dan perbuatan.31 Konsekwensi logis dari ayat tersebut adalah, tidak ada seorang pun yang berhak atas keyakinan dan tindakan orang lain. Manusia hanya sebatas mengingatkan, tidak sampai kepada memaksakan bahkan membuat seseorang beriman. Contoh yang sangat jelas ketika Nabi Muhammad ingin mengislamkan pamannya Abu Thalib, namun ditegus oleh allah. Sudah jelas kiranya pedoman kerukunan antar umat beragama bagi umat Islam, sehingga ketika ada orang-orang yang membuat kekerasan yang mengatasnamakan agama Islam sesungguhnya mereka tidak memahami Islama sama sekali. d. Nilai terbuka dalam berfikir. Pendidikan seyogyanya memberi pengetahuan baru tentang bagaimana berfikir dan bertindak, bahkan mengadopsi dan beradaptasi terhadap kultur baru yang berbeda, kemudian direspons dengan fikiran terbuka dan tidak terkesan eksklusif. Peserta didik didorong untuk mengembangkan kemampuan Ibid., hlm. 63. Ibid, 31 Machasin, Islam Dinamis, hlm. 190. 29 30 125 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 berfikir sehingga tidak ada kejumudan dan keterkekangan dalam berfikir. Penghargaan al-Qur’an terhadap mereka yang mempergunakan akal, bisa dijadikan bukti representatif bahwa konsep ajaran Islam pun sangat responsif terhadap konsep berfikir secara terbuka. Salah satunya ayat yang menerangkan betapa tingginya derajat orang yang berilmu yaitu Q.S. alMujaadillah(11): Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.32 Ayat yang menjelaskan bahwa Islam tidak mengenal kejumudan dan dogmatisme, hal ini dijelaskan dalam Q.S. alBaqarah (1):170 yang berbunyi : Artinya : Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?”33 Ayat ini mengisyaratkan bagi manusia untuk selalu mengunakan akal pikiranya dalam menatap realitas kehidupan. Jangan hanya melakukan taklid, buta. Yang sebenarnya apa yang diikuti tersebut adalah sebuah kesesatan. 126 32 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an, hlm. 910. 33 Ibid., hlm. 41. Muhtar Sofwan Hidayat - Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural di dalam Al-Qur’an e. Nilai apresiasi dan interdependensi. Karakteristik ini mengedepankan tatanan sosial yang care (peduli), dimana semua anggota masyarakat dapat saling menunjukan apresiasi dan memelihara relasi, keterikatan, kohesi, dan keterkaitan sosial yang rekat, karena bagaimanapun juga manusia tidak bisa survive tanpa ikatan sosial yang dinamis. Konsep seperti ini banyak termaktub dalam al-Qur’an, salah satunya Q.S. al-Maidah (5): 2 yang menerangkan betapa pentingnya prinsip tolong menolong dalam kebajikan, memelihara solidaritas dan ikatan sosial (takwa), dengan menghindari tolong menolong dalam kejahatan. ش ِد ْي ُد اْل ِعقَا َ َهللا اِنَّ هللا َ اونُ ْوا َ اونُ ْوا َ َع َلى اْلبِ ِ ِّر َوالتَّ ْق َوى َو َالتَع َ ََوتَع َ ان َواتَّقُوا ِ علَى اْ ِالثْ ِم َواْلعُد َْو ......... Artinya : ........Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Q.S. al-Maidah (5): 2).34 Redaksi ayat tersebut mengisyaratkan bahwa tolong menolong yang dapat mengantarkan manusia, baik sebagai individu atau kelompok, kepada sebuah tatanan masyarakat yang kokoh dalam bingkai persatuan dan kebersamaan adalah tolong menolong dalam hal kebaikan, kejujuran dan ketaatan.35 f. Nilai resolusi konflik dan rekonsiliasi nirkekerasan. Konflik dalam berbagai hal harus dihindari, dan pendidikan harus mengfungsikan diri sebagai satu cara dalam resolusi konflik. Adapun resolusi konflik belum cukup tanpa rekonsiliasi, yakni upaya perdamaian melalui sarana pengampunan atau memaafkan (forgiveness). Pemberian ampun atau maaf dalam rekonsiliasi adalah tindakan tepat dalam situasi konflik komunal. Dalam ajaran Islam, seluruh umat manusia harus mengedepankan perdamaian, cinta damai dan rasa aman bagi seluruh makhluk. Juga secara tegas al-Qur’an menganjurkan untuk memberi maaf, membimbing kearah kesepakatan damai dengan cara musyawarah, duduk satu meja dengan prinsip kasih sayang. Hal tersebut terdapat dalam Q.S. asy-Syuura (42): 40 yang berbunyi : 34 35 Ibid., hlm. 157 Mundzier Suparta, Islamic, hlm. 64 127 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Artinya : Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka Barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang lalim.36 Apabila terjadi perselisihan, maka Islam menawarkan jalur perdamaian melalui dialog untuk mencapai mufakat. Hal ini tidak membedakan ras, warna kulit, etnik, kebudayaan dan bahkan agama.37 Kesadaran terhadap kehidupan yang multikultural pada akhirnya akan menjelma menjadi suatu kesatuan yang harmonis yang memberi corak persamaan dalam spirit dan mental. 38 Untuk memperoleh keberhasilan bagi terealisasinya tujuan mulia yaitu perdamaian dan persaudaraan abadi di antara orang-orang yang pada realitasnya memang memiliki agama dan iman berbeda, perlulah kiranya adanya keberanian mengajak pihak-pihak yang berkompenten melakukan perubahan-perubahan di bidang pendidikan terutama sekali melalui kurikulumnya yang berbasis keanekaragaman. Paradigma tentang pendidikan multikultural dan upayaupaya untuk penerapannya di Indonesia kini mendapat perhatian yang semakin besar karena relevansi dan urgensinya yang tinggi. Pengembangan pendidikan multikultural tersebut diharapkan dapat mewujudkan masyarakat multikultural, yaitu suatu masyarakat yang majemuk dari latar belakang etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai tekad dan cita-cita yang sama dalam membangun bangsa dan negara. g. Egaliterianisme (al-Musawwah) Tema egaliterianisme dalam al-Qur’an dibahasakan melalui term Sawa dengan beragam derivasi yang menunjukkan pemaknaan terhadap nilai persamaan. Sawa dalam bahasa arab berarti sama, lurus perkaranya, sama rat, adil, seimbang. 39 semua pengertian ini pada dasarnya memiliki kesamaan makna dalam Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an, hlm. 789 Mundzier Suparta, Islamic, hlm. 59. 38 Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, cet. ke-1 (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 11 39 Munawir hlm 681. 36 37 128 Muhtar Sofwan Hidayat - Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural di dalam Al-Qur’an menunjukkan maksud sawa sebagai sama atau seimbang. Almusawah dalam al-Qur’an juga dibahasakan dalam term lain yaitu adil, al-Qist, dan al-Mizan. Penyebutan sawa sendiri dalam al-Qur’an hanya terulang sekali tepatnya pada Q.S al-Kahfi/18:96. Artinya: Berilah aku potongan-potongan besi, “hingga apabila besi itu sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah zulkarnain: tiuplah (api itu). “hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata. “berilah aku tembaga (yang menindih) agar kutuangkan keatas besi panas itu”. Disebutkan pula dalam Q.S an-Nisa’: 124 Artinya: Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.40 Sangat jelas sekali nilai keadilan itu tidak memandang perbedan antara laki-laki ataupun perempuan. Siapapun mereka dan darimana asalnya apa golongannya, tidaklah menjadi perbedaan dalam menegakan keadlian. Maka janganlah kita memandang latarbelakang dari siapapun dalam menegakkan keadilan. 4. Faktor Pendukung dan Penghambat Wawasan Multikultural dalam PAI Sebagai sebuah wacana baru, pendidikan Agama Islam berwawasan multikultural tentunya memiliki faktor pendukung dan penghambatnya. Diantara faktor pendukung dikembangkannya pendidikan Agama Islam berwawasan multikultural adalah: (1) adanya landasan kultural dan theologis dari al-Qur’an maupun alHadits terhadap nilai-nilai multikultural, yaitu: nilai kejujuran dan tanggungjawab (al-amanah), keadilan (al-adalah), persamaan (almusâwah), permusyawaratan dan demokrasi (al-syurâ atau almusyawarah), nilai solidaritas dan kebersamaan (al40 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an, 129 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 ukhuwwah), kasih sayang (al-tarâkhim atau al-talathuf), memaafkan (al-’afw), perdamaian (al-shulh atau al-silm), toleransi (al-tasamûh) dan kontrol sosial (amr al-ma’rûf nahy ‘an al-munkar); (2) nilai-nilai multikultural tersebut telah lama dikenal dan diajarkan di lembaga pendidikan Islam, terutama penjelasannya dalam teks-teks klasik (alkutub al-mu’tabarâh) yang lazim digunakan di pondok pesantren; (3) rakyat Indonesia telah memiliki sejarah yang panjang mengenai pluralisme dan multikulturalisme karena bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius dan multikultur, dan; (4) terbentuknya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) sebagai tempat untuk memecahkan kebekuan komunikasi dan kerjasama antar umat beragama di beberapa daerah menjadi angin segar terhadap pemahaman agama yang inklusif, toleran dan sejalan dengan semangat pendidikan multikultural. Sementara yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pendidikan Agama Islam berbasis multikultural adalah: (1) masih terbangunnya mindset (kerangka berpikir) yang keliru dalam memahami paham/aliran-aliran kontemporer terkait dengan ajaran agama. Munculnya fatwa MUI (Majelis Ulama’ Indonesia) tentang larangan / haramnya paham pluralisme sedikit banyak menghambat upaya pencapaian pendidikan multikultural tersebut; (2) masih merebaknya konflik, baik antarumat agama maupun interumat agama itu sendiri serta fundamantalisme pemikiran yang masih bertahan pada pemikiran lama yang ekslusif – fundamentalis dan berpandangan bahwa kelompok (agama) lain adalah sesat sehingga harus disatukan; (3) lebih menonjolnya semangat ke-ika-an dari pada ke-bhineka-an dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta kurangnya pengakuan terhadap keberadaan dan hak agama, suku dan golongan lain; (4) belum tertanamnya kesadaran bahwa menganggap agama, kelompok/suku yang satu “lebih baik” dari yang lain adalah pandangan sempit yang offensive, dan karenanya harus ditinggalkan; (5) pengajaran PAI berwawasan multikultural belum terkonsep dengan jelas terkait dengan kurikulum dan metodenya; (6) guru-guru agama Islam di sekolah yang berperan sebagai ujung tombak pendidikan agama nyaris kurang tersentuh oleh gelombang pergumulan pemikiran dan diskursus pemikiran keagamaan di seputar isu pluralisme, multikulturalisme dan dialog antarumat beragama, dan; (7) kurangnya pemahaman terhadap multikulturalisme dan pluralisme sebagai desain Tuhan (design of God) yang harus diamalkan berupa sikap dan tindakan yang menjunjung tinggi multikulturalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 130 Muhtar Sofwan Hidayat - Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural di dalam Al-Qur’an Lepas dari faktor pendukung ataupun penghambatnya, pendidikan Agama Islam berwawasan multikultural merupakan sebuah keniscayaan yang mendesak untuk segera diimplementasikan untuk mewujudkan –istilah Gus Dur- “republik surga di bumi”, yaitu tatanan kehidupan yang penuh dengan harmonisasi, keramahan, kesantunan, kerukunan dan kedamaian. 5. Kesimpulan Dari paparan di atas, keanekaragaman budaya adalah sebuah keniscayaan dalam hidup. Kehidupan yang tenang dan damai diantara bermacam perbedaan dalam bermasyarakat perlu disosialisasikan agar benar-benar terwujud, salah satunya melalui pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural pada dasarnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam, khususnya al-Qur’an yang menjadi sumber hukum agama Islam. Keanekaragaman yang ada justru menjadi kekayaan intelektual untuk dikaji, sebagaimana beberapa ayat alQur’an yang menjelaskan hal tersebut. Dengan pendidikan multikultural diharapkan setiap individu atau kelompok bisa menerima dan menghargai setiap perbedaan, hidup berdampingan dengan damai dan tenang walaupun berbedabeda. Sehingga terbentuk sebuah negara dan bangsa yang damai dan sejahtera. Konsep Bhenika Tunggal Ika merupakan Ruh dari Nilai agama Islam dalam mengatur kehidupan manusia. 131 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 DAFTAR PUSTAKA Abidin, Zainal dan Habibah, Neneng (ed). Pendidikan Agama Islam Dalam Prespektif Multikulturalisme., Jakarta: Balai Litbang Jakarta, 2009. Baidhawi, Zakiyuddin. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural. Jakarta: Erlangga, 2005. Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an Departemen Agama, 1978/1979. David, Jary dan Jary, Julia. Multiculturalism. Dictionary of Sociology. (Terj), New York: Harper, 1991. Fahmi, Asma Hasan. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. cet. ke-1. Jakarta: Bulan Bintang, 1979. Machasin, Islam Dinamis Islam Harmonis; Lokalitas, Pluralisme, Terorisme, Yogyakarta: LkiS, 2011. Mahfud, Choirul. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet IV, 2010. Masroer Ch. Jb, The History Of Java; Sejarah Perjumpaan Agama-agama di Jawa, Yogyakarta: Arruz Media, 2004. Parekh, Bikhu. Rethinking Multiculturalisme Cultural Diversity and Political Theory. Harvard University Press Cambridge, Massacussetts, 2002. Raharjo, M. Dawam. Paradigma Al-Qur’an; Metodologi Tafsir Dan Kritik Sosial. Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2005. Suparlan, Parsudi. "Kesetaraan Warga dan Hak Budaya Komuniti dalam Masyarakat Majemuk Indonesia", Jurnal Antropologi Indonesia, No. 6, 2002. Suparta, Mundzier. Islamic Multicultural Education: Sebuah Refleksi atas Pendidikan Agama Islam di Indonesia. cet. ke-1. Jakarta: Al-Ghazali Center, 2008. Tilaar, H.A.R. Multikulturalisme; Tantangan-Tantangan Global Masa Depan Dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo, 2004. Yaqin, M. Ainul. Pendidikan Multikultural: Cross Cultural Understanding Untuk Demokrasi Dan Keadilan. Jogjakarta, Pilar Media, 2005. 132 PERAN MANAJEMEN TERHADAP MUTU PENDIDIKAN DI SEKOLAH/MADRASAH Nur Farida Dosen UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo Abstrak Manajemen merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan di sekolah/madrasah yang dapat diwujudkan secara optimal, efektif dan efisien. Manajemen yang baik ialah manajemen yang tidak jauh menyimpang dari konsep manajemen yang sudah ada. Dalam rangka inilah, sekolah/madrasah harus mempunyai manajemen untuk mengatur pendidikan dan pengajaran, merencanakan, mengorganisasi, mengawasi, mempertanggungjawabkan, mengatur serta memimpin sumberdaya daya-sumber daya insani serta barang-barang untuk membantu pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan madrasah/sekolah. Manajemen sekolah/madrasah juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan minat peserta didik, guru-guru, serta kebutuhan masyarakat setempat. Untuk itu perlu dipahami fungsifungsi pokok manajemen, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pembinaan. Jika fungsi pokok manajemen itu berjalan dengan baik, maka akan menghasilkan sebuah pendidikan yang berkualitas bagi peserta didik dan juga lembaga. Kata kunci : Pendidikan, Manajemen pendidikan, Mutu Pendidikan Abstract Management is a component that cannot be separated from the process of education as a whole in schools / madrasah who can be manifested optimally, effective and efficient.Management is good management not far deviate from the concept of management it already is.In order to this schools and madrasah should have management to set education and teaching, plan, organize, watch, for, set and lead resources daya-sumber power insani and goods to assist in the performance of learning consistent with the objectives of madrasah / school. Management schools and madrasah also a need to adapt to the needs and participant interest kids teachers, and needs of the local people.This needs to understood basic functions management, including planning, the implementation, supervision and training.If basic function management was good, so will produce a quality education for school tuition and also institutions. A. Latar Belakang Peningkatan kualitas pendidikan di setiap jenjang pendidikan merupakan langkah strategis yang perlu dilakukan jika bangsa kita berkeinginan memenangkan kompetisi di berbagai bidang kehidupan di era global. Konsep mutu (kualitas) telah menjadi suatu kenyataan dan fenomena dalam seluruh aspek dan dinamika masyarakat global memasuki persaingan pasar bebas dewasa ini. Jika sebelumnya kualitas produk dan jasa hanya menjadi target dari dunia bisnis dan industry yang bergantung pada kepuasan pelanggan atau konsumen, maka kini dunia pendidikan mulai tertantang untuk menerapkan hal yang sama dalam menghasilkan kualitas lulusan yang mampu menjawab kebutuhan 133 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 pasar kerja. Mengapa yang ditingkatkan kualitas pendidikan? Salah satu alasannya, pendidikan selalu berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia. Tillar (1998) mengatakan bahwa pendidikan sebagian dari usaha untuk meningkatkan taraf kesejahteraan kehidupan manusia merupakan bagian dari pembangunan nasional. Hal ini juga terjadi di bidang pembelajaran. Kajian, penelitian, dan pengembangan terhadap bidang pembelajaran, baik teori maupun praktik tidak akan pernah berhenti atau statis. Dinamisasi kajian ini diperkirakan akan hidup sepanjang hayat, selagi orang masih membutuhkan kegiatan pendidikan. AECT dan Sattler (Seels dan Richey, 1664) mengatakan “….instruction is considered by many as a part of education ….”. Bidang pembelajaran senantiasa akan dimutakhirkan sesuai dengan perkembangan IPTEKS serta kebutuhan masyarakat. Kegiatan pembelajaran semakin bervariasi mengikuti tuntutan kebutuhan masyarakat dan temuan-temuan yang terjadi di bidang pendidikan dan non pendidikan. Seolah-olah tiada hari tanpa ada inovasi pembelajaran. 1 Sekolah merupakan sebuah sistem yang memiliki tujuan. Berkaitan dengan upaya mewujudkan tujuan tersebut, serangkaian masalah dapat muncul. Masalah-masalah itu dapat dikelompokkan sesuai dengan tugastugas administratif yang menjadi tanggungjawab administrator sekolah, sehingga merupakan subtansi tugas-tugas administratif kepala sekolah selaku administrator. Di antaranya adalah tugas yang dikelompokkkan menjadi subtansi perlengkapan sekolah. Dalam rangka melaksanakan tugas-tugas yang dikelompok sebagai subtansi perlengkapan sekolah itu, di gunakan suatu pendekatan administrasif tertentu yang disebut juga manajemen (management), merupakan istilah yang cukup populer. Manajemen merupakan proses pendayagunaan semua sumber daya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendayagunaan melalui tahapan proses yang meliputi perencanaan, pengorganisasian pengarahan, dan pengawasan disebut manajemen (Sergiovsnni, 1987). Manajemen perlengkapan sekolah merupakan salah satu bagian kajian dalam administrasi sekolah (school administration), atau administrasi pendidikan (educational administration) dan sekaligus menjadi bidang garapan kepala sekolah selaku administrator sekolah. Sebagai salah satu bagian dalam kajian administrasi pendidikan, manajemen perlengkapan sekolah mengkaji administrasi pendidikan ditinjau dari sisi bagaimana memberikan layanan secara profesional dalam bidang perlengkapan atau fasilitas kerja bagi personel sekolah. Anik Ghufron, Makalah Seminar Regional “ Peranan Teknologi Pembelajaran dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan” di Kampus UNSIQ Jateng Wonosobo, 10 Mei 2006.(Dosen FIP PPs UNY) 1 134 Nur Farida - Peran Manajemen Terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah/Madrasah Dengan manajemen yang efektif dan efisiensi, kinerja personel sekolah akan semakin menunjang keberhasilan sebuah pendidikan. Dalam pendidikan manajemen itu dapat diartika sebagai aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya. 2 Dari segi bahasa manajemen berasal dari bahasa Inggris yang merupakan terjemahan langsung dari kata “management” yang berarti pengelolaan, ketatalaksanaan, atau tata pimpinan. Sementara dalam kamus Inggris Indonesia karya John M. Echolls dan Hasan Shadily (1995: 372) management berasal dari akar kata to manage yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola, dan memperlakukan. 3 Dalam Kamus bahasa Indonesia hampir sama bahwa Manajemen berasal dari bahasa Inggris, yaitu “management” artinya kepemimpinan dan memimpin kelancaran jalannya pekerjaan dalam mencapai tujuan dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya.4 Dari pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan manajemen di sini adalah kepemimpinan sekolah/madrasah untuk mengatur dan menjamin kelancaran proses belajar mengajar.5 Pendidikan madrasah diharapkan mampu menghsilkan manusia dan masyarakat bangsa indonesia yang memiliki sikap agamis, ilmiah amaliah, terampil, trampil dan profesional, sehingga akan senantiasa sesuai dengan tatanan kehidupan. Tujuan yang demikian mulia ini, mempersyaratkan kepedulian semua pihak, dari mulai keluarga, masyarakat, serta organisasi dan institusi pendidikan madrasah yang unggul. Selanjutnya untuk memberikan bobot yang relevan dengan tatanan kehidupan, maka dapat ditambahkan bahwa pendidikan madrasah/sekolah semestinya berorientasi lokal agar tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat sekitar, berwawasan nasional agar secara sentri petal tetap mengarah kepada tercapainya misi nasional, serta berwawasan global agar dalam jangka panjang memiliki kemampuan untuk bersaing secara internasional. Manajemen merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan di madrasah/sekolah dapat diwujudkan secara optimal, efektif dan efisien. Dalam rangka inilah, madrasah harus mempunyai menejemen untuk mengatur pendidikan dan pengajaran, merencanakan, mengorganisasi, mengawasi, Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Bina Akasra 1988, hal 4. Bafadal, Seri peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah, MANAJEMEN PERLENGKAPAN SEKOLAH Teori dan Aplikasinya, Bumi Aksara 2003, hal. 1-2. 4Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1999, Cet. Ke-9, hal. 747.5 5Ninda Arti, Manajamen Kepala Madrasah. www.ssep.net/director.htm/13 2009 diambil 20 desember 2009, hal 27. 2 3Ibrahim 135 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 mempertanggungjawabkan, mengatur serta memimpin sumberdaya daya-sumber daya insani serta barang-barang untuk membantu pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan madrasah/sekolah. Manajemen madrasah juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan minat peserta didik, guru-guru, serta kebutuhan masyarakat setempat. Untuk itu perlu dipahami fungsi-fungsi pokok manajemen, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pembinaan. Dalam prakteknya, keempat fungsi tersebut merupakan suatu proses yang berkesinambunagan. 6 Salah satu peranan manajemen yang sangat penting adalah untuk menyusun program belajar mengajar dan menentukan langkah-langkah dalam meningkatkan mutu pendidikan, baik yang menyangkut dengan administrasi, supervise, maupun tugas dan keperluan yang lain. Hubungan kepala sekolah/madrasah dengan guru-guru, siswa komite, dan warga madrasah harus baik, tanggung jawab harus didasari dengan kejujuran, kesetiaan, keikhlasan, dan kerja sama, Jika diibaratkan dalam satu keluarga maka hubungan antara kepala madrasah dengan guru-guru lainnya ibarat hubungan satu saudara dengan lainnya. Dan hubungan kepala madrasah dengan siswa harus seperti hubungan ayah dengan anaknya. Madrasah yang efektif senantiasa berkomunikasi secara efektif, baik ke dalam maupun keluar, guru-guru berbagai pengalaman dan gagasan, berdiskusi berbagai masalah baik secara formal maupun informal. Kepala madrasah, guru dan staf masyarakat madrasah selalu memiliki hubungan yang erat dengan orang tua dan masyarakat luas.7 Suatu kenyataan kehidupan organisasi bahwa pemimpin suatu organisasi memainkan peranan yang amat penting, dan sangat menentukan dalam usaha pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Seorang pemimpin baok individu maupun sebagai suatu kelompok tidak mungkin dapat bekerja dengan sendiri. Pimpinan membutuhkan kelompok orang lain yang disebut bawahan yang digerakkan sedemikian rupa sehingga para bawahan itu memberikan pengapdian dan sumbangsihnya kepada organisasi.Pengabdian tersebut dapat direalisaikan dengan cara bekerja yang efisien, efektif produktif. Menurut Kamus Bahasa Inggris kepemimpinan diambil dari kata lead yang berarti memimpin, sedangkan leader adalah seorang pemimpin dan leadership adalah kepemimpinan8 Manajemen di 6Abdul Choliq, Manajemen Madrasah dan Pembinaan Santri, Lkis, Yogyakarta 20011, hal 38-40 7Op.cit, hal. 30 8John. M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : Gramedia) hal. 351 136 Nur Farida - Peran Manajemen Terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah/Madrasah madrasah hampir sama dengan lembaga ataupun instansi yang lain, karena pada prinsipnya adalah memimpin dan mengarahkan staf atau bawahannya agar dapat menjalankan tugasnya yang berdaya guna dan berhasil guna. Di lembaga madrasah manajemen yang harus dilaksanakan harus bersifat sosial dan memperhatikan faktor psikologis, karena yang dihadapi adalah sejumlah individu yang terdiri dari latar belakang yang berbeda, baik ditinjau dari latar belakang ekonomi maupun lingkungan sosial. Kepala madrasah sebagai pemimpin, maka dia harus berhadapan dengan guru, siswa, dan sejumlah elemen masyarakat yang notabenenya berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan itu tidak menjadikan ukuran, hanya saja kepala madrasah harus bisa mengambil sikap yang positif dalam menyikapi hal tersebut. Semua bentuk kegiatan yang dilaksanakan kepala madrasah merupakan manajemen. Karena manajemen sebagai salah satu tugas penting bagi setiap pemimpin. Dari pandangan ini akan diteliti apakah pengaruh manajemen kepala Madrasah terhadap mutu pendidikan. Dalam pengertian umum, mutu mengandung makna derajat keunggulan suatu produk atau hasil kerja, baik berupa barang maupun jasa.9 Barang dan jasa pendidikan itu bermakna dapat dilihat, dan tidak dapat dilihat tapi dapat dirasakan. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mengacu pada masukan, proses, keluaran dan dampaknya. Seorang pemimpin mutu didefinisikan sebagai orang yang mengukur keberhasilan individu-individu di dalam organisasi. Piramida kepemimpinan Mutu menggambarkan perubahan peran para profesional pendidikan sekarang ini. Dewan sekolah, pengawas dan administrator berperan dalam memfokuskan dan memberi arahan pada wilayah dan sekolah. Merekalah yang memiliki visi itu sebagai miliknya. Ini mengacu pada konsep tanggung jawab bersama. Para guru dan staf memiliki komitmen untuk mewujudkan visi tersebut. Di sini gambar segitiga Piramid : Masya rakat Siswa orang tua Guru staf administrator pengawas Dewan Sekolah Gambar Piramida Kepemimpinan Mutu 9Prof. Dr. Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah Dari unit Birokrasi ke Lembaga Akademik, Ditbinlitabmas Ditjen Dikti, Depdiknas, Bengkulu. 137 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Tatkala model di atas dipresentasikan, banyak orang yang menentang posisi dewan sekolah, pengawas dan administrator sebagai pemilik visi untuk wilayah dan sekolah. Mereka menyatakan bahwa visi hendaknya dibuat oleh semua orang bukan hanya oleh manajemen lapis atas. Dalam dunia nyata, visi bagi setiap sistem pendidikan dibangun oleh semua orang bukan hanya oleh manajemen lapis-atas. Dalam dunia nyata, visi bagi setiap sistem pendidikan dibangun oleh dewan sekolah dan pengawas berdasar masukan dari komunitas dan staf. Pemimpin mutu dalam pendidikan memiliki kemampuan untuk menggambarkan visi dari para stafnya di wilayah atau sekolah tersebut dan mengilhami para stafnya untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna mewujudkan visi tersebut inilak konsep tanggung jawab bersama dan pemberdayaan. Pemimpin mutu yang mencerahkan mendorong para stafnya untuk mencapai tujuan utama organisasi-perbaikan mutu berkelanjutan. Memperbaiki mutu dan produktivitas, sehingga mengurangi biaya, dengan melembagakan proses “Rencanakan/periksa/ubah”. Gambaran proses untuk memperbaiki, mengidentifikasi bidang-bidang perbaikan, perubahan nilai dan ukur hasilnya, dan dokumentasikan serta standarisasikan proses. Awali siklusnya dari awal lagi untuk mencapai standar yang lebih tinggi lagi. 10 B. Pentingnya Peralatan dalam Meningkatkan Mutu Sekolah Dalam pengertian yang luas, Peralatan pendidikan adalah semua yang digunakan guru dan murid dalam proses pendidikan. Ini mencakup perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras misalnya gedung sekolah dan alat laboratorium; perangkat lunak umpamanya kurikulum, metode, dan administrasi pendidikan. Peralatan yang berupa gedung, perpustakaan, alat-alat yang digunakan tatkala belajar di kelas, amat erat hubungannya dengan mutu sekolah, apalagi bila alat-alat peraga, alat bantu seperti pengajaran fisika, biologi, anatomi, atau geografi dan banyak lagi konsep pengetahuan yang harus dipelajari oleh murid yang amat sulit, bahkan tidak mungkin dipahami tanpa bantuan alat pelajaran. Bagaimana Anda membayangkan pengajaran anatomi manusia tanpa bantuan alat berupa tiruan tubuh manusia? Pengajaran tentang haji dapat dilakukan efektif dan efisien dengan bantuan rekaman video; pengajaran salat demikian juga. Sekalipun sederhana, tokoh-tokoh pendidikan Islam dahulu sudah mengetahui pentingnya alat-alat bagi peningkatan mutu pendidikan. Dimulai dari yang amat sederhana, sampai penggunaan alat Jerome S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal. 16- 20. 10 138 Nur Farida - Peran Manajemen Terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah/Madrasah yang amat modern, dilihat dari sudut perkembangan teori pendidikan ketika itu. Pada masa permulaan Islam, alat-alat yang digunakan dalam pengajaran amat sederhana. Pengajaran diberikan di rumah. Kadangkadang di masjid atau halaman masjid. Rumah Rasulullah pernah digunakan untuk tempat belajar. Rumah Arqam bin abi Arqam pernah digunakan untuk tempat belajar. Rumah Arqam bin Abi Arqam pernah digunakan oleh para sahabat untuk mempelajari pokok-pokok ajaran Islam dan pengajaran hafalan al-Qur’an Bila semua alat pendidikan di kalangan umat Islam amat sederhana, maka pada zaman pertengahan Islam sudah ada ruangan yang luas untuk tempat perkuliahan, sudah ada asrama untuk mahasiswa, juga ada rumah-rumah pengajar, dilengkapi pula dengan tempat-tempat rekreasi, kamar mandi, dapur dan ruang makan (AlAbrasyi, 1974:82). Orang Islam Indonesia sekarang ini sudah mengetahui perlunya tersedia alat-alat pendidikan untuk membangun sekolah yang bermutu. Akan tetapi, alat itu bukan berarti pengetahuan itu cukup teliti, juga belum berarti bahwa teori-teori tentang itu sudah benar-benar dikuasai mereka. Alat-alat Pendidikan yang mendasar, seperti tempat belajar dan alat-alat belajar yang sederhana, memang sudah dikenal mereka. Akan tetapi, untuk yang ini pun kita sudah menyaksikan begitu sederhananya pikiran orang Islam Indonesia. Kita masih menyaksikan adanya pembangunan sarana belajar yang kelihatannya kurang direncanakan dengan baik. Kendala yang sudah jelas dan sering dikemukakan, ialah kekurangan biaya. Alasan ini tidak selalu benar. Alasan yang lebih meyakinkan ialah penguasaan teori-teori tentang peralatan memang kurang dikuasai dengan baik. Dalam menghadapi masalah ini, satu sarana perlu diberikan, yaitu rencanakanlah pembangunan gedung dengan hati-hati, dan buatlah rencana menyeluruh.. Dengan perencanaan yang menyeluruh dan teliti, penghematan dana dapat dilakukan. Dengan kata lain, penghamburan dana secara mubazir dapat saja terjadi karena keliru dalam membuat rencana pembangunan peralatan. Pengadaan alat-alat belajar selain gedung tidak kalah pelik dan mahal dibandingkan dengan pengadaan tempat belajar tersebut. Peralatan laboratorium ada yang harganya mahal sekali. Akan tetapi, ada juga peralatan yang cukup murah. Papan tulis, kapur tulis, penghapus papan tulis, misalnya. Tetapi anehnya, sering juga kita saksikan peralatan yang kita saksikan ini kurang diperhatikan dengan sungguhsungguh. Pengadaan alat-alat sekolah secara keseluruhan sebenarnya tidak sulit. Yang terjadi selama ini ialah yayasan kurang memperhatikan 139 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 unsur-unsur perencanaan itu. Atau ada perencanaan itu, tetapi kurang teliti. Jika memang yayasan tidak punya tenaga ahli dalam membuat rencana pengadaan alat-alat itu, yayasan dengan mudah mencari konsultan untuk itu. Hal lain yang perlu mendapat perhatian ialah salah satunya WC. Merupakan kebutuhan siswa harus mencukupi sesuai kebutuhan jumlah siswa, WC pelajar putri harus dibedakan dengan pelajar putra. WC kepala sekolah, guru dan pegawai juga disediakan secara khusus. WC harus cukup airnya, juga harus bersih. Penerangan pada WC yang kurang terang kecenderungan mengajak kurang bersih. WC yang kotor menimbulkan citra yang buruk terhadap sekolah itu. 11 Bila kita perhatikan pengertian manajemen di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa manajemen merupakan sebuah proses pemanfaatan semua sumber daya melalui bantuan orang lain dan bekerja sama dengannya agar tujuan bersama bisa dicapai secara efektif, efisien, dan produktif. Sedangkan Pendidikan Islam merupakan proses transinternalisasi nilai-nilai islam kepada peserta didik sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.12 C. Analisis Manajemen Pendidikan Islam dalam rangka untuk lebih mudah dalam memahami tentang implementasi manajemen Pendidikan Islam, maka penulis berupaya untuk memasuki muatan implementasi melalui fungsi-fungsi. Sehingga implementasinya akan menjadi mudah diterakan. Manajemen pendidikan islam tidaklah bisa terlepas dari fungsi manajemen secara umum seperti yang dikemukakan Henry Fayol seorang industriawan Prancis, dia mengatakan bahwa fungsi-fungsi manajemen itu adalah merancang mengorganisasikan, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan Fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang. Sementara itu Robbin dan Coulter mengatakan bahwa fungsi dasar manajemen yang paling penting adalah merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan, senada dengan itu Mahdi bin Ibrahim (1997:61) menyatakan bahwa fungsi manajemen atau tugas kepemimpinan dalam pelaksanaannya meliputi berbagai hal yaitu: Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan 13 11 Ahmad Tafsir Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Rosdakarya, Bandung, 2005, hal. 90-95 12 Sondang P Siagian, Filsafah Administrasi, CV Masagung, Jakarta, 1990, 13 Mahdi bin Ibrahim, Amanah dalam Manajemen, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 1997 140 Nur Farida - Peran Manajemen Terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah/Madrasah Untuk mempermudah pembahasan mengenai manajemen pendidikan Islam dan implementasinya, maka akan mulai dengan fungsi manajemen pendidikan Islam sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Robbin dan Coulter yaitu : 1. Fungsi Perencanaan (Planning) Perencanaan adalah sebuah proses perdana ketika hendak melakukan pekerjaan baik dalam bentuk pemikiran maupun kerangka kerja agar tujuan yang hendak dicapai mendapatkan hasil yang optimal. Demikian pula halnya dalam pendidikan Islam. Sebab perencanaan pendidikan Islam akan berakibat sangat fatal bagi keberlangsungan pendidikan Islam. Allah memberikan arahan kepada setiap orang yang beriman untuk mendesain sebuah rencana apa yang akan dilakukan di kemudian hari, sebagaimana Firman Allah dalam AL-Qu’ran Surat Al-Hasyr: 18 ُ َّللا َولت َن ََبير ِبما ت َع َملون ٌ َّللا خ ٌ ظر ن َ َّ َّللا ۚ ِإ َّن َ َّ َفس ما قَ َّد َمت ِلغَ ٍد ۖ َواتَّقُوا َ َّ يا أَيُّ َها الَّذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Ketika menyusun sebuah perencanaan dalam pendidikan Islam tidaklah dilakukan hanya untuk mencapai tujuan dunia semata, tapi harus jauh lebih dari itu juga untuk mencapai target kehidupan duniawi. Arahkanlah perencanaan itu juga untuk 14 mencapai target kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga keduaduanya bisa dicapai secara seimbang Mahdi bin Ibrahim (1997:63) mengemukakan bahwa ada lima perkara penting untuk diperhatikan demi keberhasilan sebuah perencanaan, yaitu: a. Ketelitian dan kejelasan dalam membentuk tujuan b. Ketepatan waktu dengan tujuan yang hendak dicapai c. Keterkaitan antara fase-fase operasional rencana dengan penanggung jawab operasional, agar mereka mengetahui fase-fase tersebut dengan tujuan yang hendak dicapai. d. Perhatian terhadap aspek-aspek amaliah ditinjau dari sisi penerimaan masyarakat, mempertimbangkan perencanaan, kesesuaian perencanaan dengan tim yang bertanggung jawab terhadap operasionalnya atau dengan 14 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalamulia, Jakarta, 2008. 141 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 mitra kerjanya, kemungkinan-kemungkinan yang bisa dicapai, dan kesiapan perencanaan melakukan evaluasi secara terus menerus dalam merealisasikan tujuan. e. Kemampuan organisasi penanggung jawab operasional. Ramayulis menyatakan bahwa pengertian yang sama dengan hakikat manajemen adalah al-tadbir (pengaturan) Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang banyak terdapat dalam Al-Qur’an seperti Firman Allah SWT: َلف َسنَ ٍة ِمما تَعُدون ِ مر ِمنَ الس ُ وم كانَ ِم ٍ َعر ُج إِلَي ِه في ي ُ َرض ث ُ َّم ي ِ َ َّماء إِلَى ال َ َ يُ َدبِ ُر ال َ َ قدارهُ أ Artinya: Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu (Al-Sajdah: 05) Dari isi kandungan ayat di atas dapatlah diketahui bahwa Allah SWT adalah pengatur alam (manajer). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah SWT adalah dalam mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini. Sementara manajemen menurut istilah ialah proses mengordinasikan aktivitas-aktivitas kerja sehingga dapat selesai secara efisien dan efektif melalui perencanaan , pengorganisasian, penempatan, pengarahan dan pengontrolan sumber daya organisasi. Pendidikan Nasional sedang mengalami berbagai perubahan yang cukup mendasar, terutama berkaitan dengan UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional (Undang-Undang SISDIKNAS), manajemen dan kurikulum yang diikuti oleh perubahan-perubahan teknis lainnya. Perubahan-perubahan tersebut diharapkan dapat memecahkan berbagai permasalahan pendidikan, baik masalah-masalah konvensional maupun masalah-masalah yang muncul bersamaan dengan hadirnya ideide baru (masalah inovatif). Di samping itu, melalui perubahan tersebut diharapkan terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan kualitas pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia untuk mempersiapkan bangsa Indonesia memasuki era kesejagatan dalam kesemrawutan global. Perubahan-perubahan di atas, menuntut berbagai tugas yang harus dikerjakan oleh para tenaga kependidikan sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing, melalui dari level makro sampai pada level mikro, yakni tenaga kependidikan di 142 Nur Farida - Peran Manajemen Terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah/Madrasah Madrasah. Dalam perspektif globalisasi, otonomi, daerah dan desentralisasi pendidikan serta untuk menyukseskan tujuan Pendidikan Nasional (TPN), kepala madrasah merupakan figur sentral yang harus menjadi teladan bagi para tenaga kependidikan lain di sebuah lembaga pendidikan. Oleh karena itu untuk menunjang keberhasilan dalam perubahan-perubahan yang dilakukan dan diharapkan perlu dipersiapkan kepala madrasah profesional, yang mau dan mampu melakukan perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi terhadap berbagai kebijakan dan perubahan yang dilakukan secara efektif dan efisien. Kepala Madrasah sebagai pemegang komando di lembaga madrasah, maka harus menguasai dan mampu mengambil kebijaksanaan serta keputusan yang bersifat memperlancar dan meningkatkan kualitas pendidikan. Secara langsung kepala madrasah berhubungan erat terhadap proses belajar mengajar, dalam prosesnya kepala madrasah harus bisa berinteraksi dengan baik terhadap guru-guru dan kepada siswa. Penguasaan bidang manajemen adalah suatu kunci sukses dalam mengemban suatu jabatan pemimpin. Manajemen tidak hanya di jumpai di perusahaan atau instansi tertentu, melainkan juga di lembaga sekolah atau madrasah. Manajemen juga sangat besar peranannya, terutama untuk menyusun program atau mengambil keputusan yang harus diterapkan dalam kelangsungan proses belajar mengajar dan menentukan langkahlangkah dalam meningkatkan mutu pendidikan, baik yang menyangkut dengan administrasi, supervisi, maupun tugas dan keperluan lain. Hubungan kepala madrasah dengan guru-guru, Siswa, komite, dan warga madrasah harus baik, tanggung jawab harus didasari dengan kejujuran, kesetiaan, keikhlasan, dan kerja sama. Jika diibaratkan dalam satu keluarga maka hubungan antara kepala madrasah dengan guru-guru lainya ibarat hubungan satu saudara dengan lainnya. Dan Hubungan kepala madrasah dengan siswa harus seperti hubungan ayah dengan anaknya. Madrasah yang efektif senantiasa berkomunikasi secara efektif, baik ke dalam maupun keluar, guru-guru berbagi pengalaman dan gagasan, berdiskusi berbagi masalah baik secara formal maupun informal. Kepala madrasah, guru dan staf masyarakat madrasah selalu memiliki hubungan yang erat dengan orang tua dan masyarakat luas.15 15 Ninda Arti, “Manajemen Kepala Sekolah. “ www.ssep.net/direktor.htm 143 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Manajemen di madrasah hampir sama dengan lembaga ataupun instansi yang lain, karena pada prinsipnya adalah memimpin dan mengarahkan staf atau bawahannya agar dapat menjalankan tugasnya yang berdaya guna dan berhasil guna. Di lembaga madrasah manajemen yang harus dilaksanakan harus bersifat sosial adapun memperhatikan faktor psikologis, karena yang dihadapi adalah sejumlah individu yang terdiri dari latar belakang yang berbeda, baik ditinjau dari latar belakang ekonomi maupun lingkungan sosial. Kepala madrasah sebagai pemimpin, maka harus berhadapan dengan guru, siswa, dan sejumlah elemen masyarakat yang notabenenya berbeda-beda. Perbedaanperbedaan itu tidak menjadikan ukuran, hanya saja kepala madrasah harus bisa mengambil sikap yang positif dalam menyikapi hal tersebut. Semua bentuk kegiatan yang dilaksanakan kepala madrasah merupakan manajemen. Karena manajemen sebagai salah satu tugas penting bagi setiap pemimpin. 16 Maka ada beberapa unsur yang terdapat dalam manajemen Yaitu : a. Unsur Kepemimpinan. b. Unsur pengaturan. c. Unsur Menjamin kelancaran. d. Unsur Mencapai tujuan. e. Unsur pengorbanan. Kelima unsur di atas sebagai pengertian dari manajemen adalah bagian-bagian dari tugas yang harus dilaksanakan dengan tanggung jawab. Manajemen pendidikan juga dapat di artikan segala sesuatu yang harus dilaksanakan dengan tanggung jawab. Manajemen pendidikan juga dapat diartikan segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan, baik tujuan jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.17 Dari ungkapan di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa manajemen atau pengelolaan merupakan komponen integral dan tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Alasannya tanpa manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan secara optimal, efektif, dan efisien. Konsep tersebut berlaku di sekolah yang memerlukan manajemen yang efektif dan efisien. Sedangkan dalam tugas memimpin dan mengatur menuntut adanya tanggung jawab, sehingga terjamin kelancaran Tim penyusun Kamus pembinaan dan pengembangan bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta, 1999 Cet. Ke-9, hal 747.5 17 Ninda Arti, Manajemen 16 144 Nur Farida - Peran Manajemen Terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah/Madrasah program kegiatan yang dilaksanakan, demikian juga dalam tugas memimpin harus ada pengorbanan baik dalam bentuk moril demikian juga materiil. Apabila semua unsur-unsur telah dilaksanakan dengan sendirinya, apa tujuan yang telah diprogramkan akan mudah tercapai. Apabila dengan muncul program pemerintah manajemen berbasis sekolah (MBS) yang merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai unggulan masyarakat bangsa dalam ilmu teknologi. Tujuannya utamanya adalah meningkatkan efisien, mutu, dan pemerataan pendidikan Dalam kaitannya MBS menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas agar dapat membangkitkan motivasi kerja yang terampil dan berkualitas agar dapat membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif dan memperdayakan otoritas daerah setempat. Dan semua itu diberikan kewenangan kepada kepala sekolah selaku pemimpin dalam sekolah. Dalam kaitan ini sebagai modal utama bagi kegiatan manajemen ialah kemampuan manusianya, yaitu terbentuknya sumber daya manusia yang baik dan terarah. Antara manajemen sumber daya manusia dengan personil manajemen terdapat dalam ruang lingkup dan tingkatannya. Manajemen sumber daya manusia baik yang berada dalam hubungan kerja maupun yang berusaha sendiri Personal manajemen mencakup sumber daya manusia yang berada dalam perusahaan-perusahaan modern yang dikenal dengan sector formal. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa manajemen tidak terlepas dari sumber daya manusia, karena manajemen berlangsung di dalam organisasi manusia, Jelaslah apabila orangorang yang bergabung dalam organisasi tidak dimenej atau dipimpin secara baik, mereka akan kurang berkembang dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu atau mungkin saja mengalami kesulitan dan problem-problem lainnya. Maka sejumlah manusia yang mau diarahkan dan dikembangkan secara optimal, sehingga sumber daya yang mereka miliki dapat berfungsi secara terarah dan optimal. Manajemen sering disejajarkan dengan pengertian kepemimpinan. Pada dasarnya manajemen belum bisa dikatakan sebagai teori, karena teori harus terdiri dari konsep-konsep yang secara sistematis dapat menjelaskan dan meramal apa yang akan terjadi dan membuktikan ramalan itu dengan penelitian. Setelah dipelajari beberapa zaman, manajemen telah memenuhi persyaratan sebagai bidang ilmu pengetahuan yang secara 145 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 sistimatis berusaha memahami mengapa dan bagaimana orangorang yang bekerja sama. manajemen memiliki syarat sebagai ilmu pengetahuan karena memiliki serangkaian teori, miskipun teori-teori itu masih terlalu umum dan subyektif. Selanjutnya dikatakan bahwa perjalanan suatu ilmu, teori-teori manajemen yang ada diuji dengan pengalaman. Tahun 1500 Machiaveli membuat pedoman pemanfaatan kekuasaan. Tahun 1776 Adam Smith menyatakan bahwa pembagian kerja merupakan titik kunci badan usaha. Kemudian 1841-1925 Henry Fayol mengemukakan pentingnya administrasi, Follet (1868-1933) dengan prilaku dinamikanya, Mac Weber dengan birokrasinya. Menurut Gulick manajemen menjadi suatu ilmu, jika teoriteorinya mampu menuntun manajer dengan memberi kejelasan bahwa apa yang harus dilakukan pada situasi tertentu dan memungkinkan mereka meramalkan dari akibat-akibat dari tindakannya. Pada masa yang akan datang ada kemungkinan bidang manajemen akan lebih banyak merupakan seni dari pada ilmu. Semakin banyak belajar tentang manajemen, dalam banyak hal maka akan memperoleh informasi tentang seperangkat tindakan. Demikian pula dalam hal hubungan antar manusia, struktur sosial, dan organisasi menurut seorang manajer atau pemimpin untuk memahami ilmu tentang prilaku yang mendasari tentang manajemen. Akan tetapi sebelum pengetahuan itu dikuasai, manajer harus tergantung pada intuisinya sendiri dan melakukan penilaian sendiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hanya aspek manajemen telah menjadi ilmiah, tetapi masih banyak unsur-unsur manajemen yang tetap merupakan kiat bagi seorang manajer. Kerja sama atau profesi adalah suatu pekerjaan yang menuntut persyaratan tertentu, persyaratan suatu pekerjaan menghendaki berbagai kompetensi sebagai keahlian khusus, diakui dan dihargai oleh masyarakat dan memiliki kode etik. Demikian halnya manajemen sebagai proses kerja sama atau profesi dituntut persyaratan tertentu. Seseorang yang profesional menurut Arobert L. Katz harus memiliki kemampuan atau kompetensi : Konseptual Sosial dan teknikal. Kemampuan konsep adalah kemampuan konsep adalah kemampuan mempersepsi organisasi sebagai suatu sistem, memahami perubahan pada setiap bagian yang berpengaruh terhadap keseluruhan organisasi, kemampuan ini diperlukan agar menejer dapat bekerja sama dan dapat memimpin kelompoknya dengan memahami setiap anggota kelompoknya. Sedangkan kemampuan teknik adalah kemampuan 146 Nur Farida - Peran Manajemen Terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah/Madrasah menggunakan alat prosedur dan teknik bidang khusus, misalnya teknik penyusunan program anggaran. Seorang manajer profesional sangat dibutuhkan masyarakat dan pemerintahan karena prestasinya sehingga atas dasar prestasinya itu ia dibayar sebagai dasar penghargaan dan pengakuan terhadap eksistensinya. Demikian pula dengan manajemen profesional memerlukan kode etik untuk ditaati. Kode etik itu untuk dimaksudkan untuk melindungi masyarakat yang dilayani dan melindungi anggota atas perlakuan dari luar yang merugikan atau mengganggu. Menurut Schien, banyak indikator yang menunjukkan bahwa manajemen sedang bergerak ke arah peningkatan yang profesionalisme, baik dalam dunia bisnis maupun dunia organisasi. Implikasi dari peningkatan ini semakin perlu peningkatan suatu program pengembangan suatu program sebagai sokoguru profesionalisme. Dan menurut Stoner, persyaratan lainnya adalah komitmen dan dedikasi yang menghubungkan kehidupan dan pekerjaan. 18 Dari berbagai macam sumber daya pendidikan di sekolah, yang paling penting adalah sumber daya manusia. Dapat dibayangkan, suatu sekolah yang memiliki sarana dan sarana memadai, tersedia dana yang cukup, namun tanpa didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang professional itu tidak ada artinya, karena sumber daya manusia di sekolah harus senantiasa dilakukan. Kita tahu bahwa sumber daya manusia di sekolah harus senantiasa dilakukan. Di sekolah ada guru dan non guru, namun di antara sumber daya manusia di sekolah ada guru dan non guru, namun diantara sumber daya manusia di sekolah tersebut, guru merupakan sumber daya sekolah yang utama dan potensial untuk menciptakan lulusan (output) yang berkualitas. Karena itu, peningkatan kompetensi guru harus dilakukan secara terus menerus, dan dalam hal ini, kepala sekolah selaku pimpinan berkewajiban untuk melakukannya. Kepala sekolah perlu memahami proses-proses psikologikal apabila berkeinginan berhasil dalam membina sumber daya manusia sekolahnya dalam upaya mencapai tujuan sekolah. Itulah sebabnya kepala sekolah harus memahami teori-teori motivasi yang selanjutnya diimplementasikan kedalam pelaksanaan kepemimpinannya. Proses memotivasi yang selanjutnya diimplementasikan ke dalam pelaksanaan kepemimpinannya. Proses memotivasi dalam kepemimpinan tersebut dinamakan Abdul Kholiq, MT Manajemen Madrasah dan Pembinaan Santri, PT. LkIS Yogyakarta, 2011, hal. 57-61 18 147 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 pemotivasian. Mengapa motivasi demikian penting dalam kepemimpinan kepala sekolah?, karena motivasi berkaitan erat dengan perubahan prilaku seseorang, dari yang belum baik menjadi lebih baik, dari yang kurang bersemangat menjadi lebih semangat dan berkualitas. Ada berbagai teori motivasi dari negeri Barat yang dapat dijadikan rujukan seperti Crider, Maslow, Alderfer, McClelland, McGroger, dan lain-lain. Di Indonesia yang mempunyai budaya sendiri terdapat teori motifasi yang begitu arif yang dilahirkan oleh Ki Hajar Dewantara. Bila kepala sekolah selaku pimpinan organisasi di sekolah dapat menerapkan teori motivasi Kihajar Dewantara, niscaya SDM sekolahnya akan termotifasi dengan sendirinya. Meskipun demikian, bukan berarti teori motivasi dari Maslow dan lain-lain itu tidak bermanfaat. Teori motivasi dari Barat merupakan pelengkap dari teori motivasi Ki Hajar dewantara. Paduan antara keduanya tentu dapat melahirkan teknik motivasi yang hebat. Schermerhom menjelaskan bahwa motivasi untuk bekerja merupakan istilah yang digunakan dalam bidang prilaku organisasi (Organization Behavior + OB), guna menerangkan kekuatan-kekuatan yang terdapat pada diri seorang individu, yang menjadi penyebab timbulnya tingkat, arah, dan persistensi upaya yang dilaksanakan dalam bekerja Penjelasan tersebut bisa dimaknakan, bahwa motivasi merupakan kekuatan pada diri seseorang atau individu yang menjadi penyebab timbulnya gairah untuk melakukan sesuatu. Crider (1983: 118), menyebutkan bahwa motivation can defined as the desirest that arause or activate an organismand direct it a specific goals. Moslow mencetuskan teori motivasi yang diwujudkan dalam bentuk “herarki kebutuhan manusia”, yang terdiri dari atas kebutuhan fisiologis, keamanan, social, penghargaan/prestise, aktualisasi diri (physiological, safety, social, esteem and self actualization needs) (Koontz, 1984: 482). Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan untuk mempertahankan hidup, misalnya kebutuhan keamanan atau rasa aman mencakup keamanan fisik maupun psikis, misalnya tidak ada perasaan takut terhadap sesama bawahan maupun terhadap atasan, ada suasana yang menggairahkan untuk bekerja, kebebasan mengeluarkan pendapat, dan lain-lain. Kebutuhan sosial dalam manifestasinya antara lain diterima lingkungannya, memperoleh kesempatan untuk maju, dan lain-lain. Kebutuhan/prestise biasanya diwujudkan dalam bentuk ruang kerja yang bagus, ada fasilitas 148 Nur Farida - Peran Manajemen Terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah/Madrasah kerja yang memadai, dan lain-lain. Adapun kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan untuk mewujudkan dirinya agar seluruh potensi yang dimilikinya menjadi kenyataan, misalnya memperoleh kedudukan yang layak, berkesempatan untuk mengikuti seminar, dan bentuk-bentuk pengembangan diri yang lain. Menurut McClelland, Kekuasaan, afiliasi, dan prestasi (power, affiliation, and achievementa0 merupakan motivasi yang kuat pada setiap individu. Makna dari teori ini adalah sebagai berikut: 1. Need for Power Need For Power adalah orang yang mempunyai motivasi kekuasaan yang tinggi. Ada dua macam motivasi kekuasaan tersebut, yaitu: a. Kekuasaan menurut selera tertentu, dengan ciri-ciri: membesar-mbesarkan diri, meremehkan pengikut, dan memperlakukan bawahan sebagai p[ion atau sebagai budak. b. Kekuasaan yang disosialisasikan, dengan ciri-ciri: digunakan demi kepentingan pengikut, merumuskan tujuan yang menguntungkan kelompok, mengilhami kelompok untuk menyelesaikan permasalahan kecil demi kebaikan, berkonsultasi dengan bawahan dan mencari Cara yang paling baik untuk mencapai tujuan dan evaluasi, serta bekerja sebagai katalisator. c. Secara individual, orang yang motivasinya kekuasaannya tinggi mempunyai ciri-ciri: berbicara lancar, keras kepala, penuh tuntutan, senang mengajar dan berbicara di depan publik. Dengan merujuk pada teori-teori motivasi para ahli, asumsi dasar yang melandasi motivasi, dan karakteristik orang berprestasi tinggi sebagaimana disampaikan di atas, oleh kepala sekolah dapat memilih teori motivasi mana yang dapat digunakan untuk memotivasi SDM di sekolahnya, apakah akan memilih teori McClelland ataukah McGregor dengan teori X dan Y-nya, tentunya tergantung dari kondisi dan situasi SDM di sekolahnya, dan citacita yang akan diraih oleh sekolah. Namun sekali lagi bahwa motivasi dan motivasian ini sangat penting dan harus di lakukan oleh kepala sekolah, karena pada hakikatnya motivasi dan pemotivasian merupakan upaya-upaya menggerakkan SDM 149 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 sekolah untuk meningkatkan kompetensi, profesionalisme dan kinerja SDM sekolah sehingga cita-cita sekolah dapat terwujud.19 Persyaratan-persyaratan di atas adalah sikap yang mampu mempermudah kegiatan manajemen, sehingga fungsinya dapat dirasakan oleh semua personil. Di sekolah fungsi manajemen sangat besar sekali karena di sekolah banyak aspek yang harus digerakkan, fungsi terpenting bagi seorang yang menduduki posisi pemimpin di dalam suatu kelompok ialah hak uang diperolehnya karena menduduki sebuah jabatan. Yang memegang menduduki jabatan sebagai pelaksana manajemen di sekolah ialah kepala sekolah. Tidak terbatas hanya di perusahaan atau proyek-proyek tertentu manajemen dapat berfungsi. Apabila setiap organisasi telah mempunyai struktur masalah yang baru, yaitu bagaimana menjalankan atau mengoperasikan program tersebut. Ini adalah sebagai fungsi utama dari seorang manajer. Dalam kaitannya dengan fungsi manajemen sekolah tidak terlepas dari upaya menciptakan suasana yang mendukung dari semua unsur atau aspek yang berkaitan dengan kelangsungan pendidikan di sekolah. Perlu dilihat unsur-unsur apa saja yang ada di sekolah, yang tergolong unsur pokok. 1. Peserta didik 2. Pendidik 3. Tujuan Pendidikan 4. Alat-alat pendukung 5. Lingkungan Sedangkan apabila ditinjau secara terperinci maka unsur tersebut menjadi sangat luas. Semakin luas unsur tersebut semakin besar pula fungsi manajemen di sekolah. Apabila dilihat dari unsur pertama, yaitu peserta didik maka fungsi utama dari manajemen ialah memberikan arah dan jalan kepada anak didik agar siap dan mampu mengikuti kegiatan pendidikan di sekolah tersebut. Demikian juga terhadap unsur kedua yaitu mampu menciptakan suasana akrab, kerja sama dan saling pengertian antara pimpinan sekolah dengan guru-guru. Ini apabila dikaitkan kepada pandangan Islam, banyak sekali teori dan dalil yang menganjurkan agar seorang pemimpin mampu bekerja sama dan menjalankan suasana akrab dengan semua anggotanya. Dalam kehidupan masyarakat, khususnya yang tergabung dalam suatu lembaga, katakanlah lembaga pendidikan baik Dr. H. Abdul Choliq, MT., MA Kunci Sukses Kepemimpinan Pendidikan Melalui Peningkatan Manajemen Sumber Daya Manusia, Trust Media, Yogyakarta 2011 hal 7382 19 150 Nur Farida - Peran Manajemen Terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah/Madrasah sekolah maupun madrasah maka setiap personil harus mampu menciptakan suasana kekeluargaan, khususnya pimpinan sebagai penggerak utama dari roda pendidikan di satuan pendidikan, maka dia harus menjalin persaudaraan dengan semua bawahannya, termasuk pegawai, guru-guru dan para siswa. Karena melalui kekeluargaan ini akan melahirkan saling kerja sama saling mengisi dan melengkapi untuk mencapai tujuan secara mudah 20 Hal yang paling penting dalam implementasi manajemen madrasah adalah manajemen terhadap komponen-komponen madrasah itu sendiri. Setidaknya terdapat tujuh komponen madrasah yang harus dikelola dengan baik, yaitu kurikulum dan program pengajaran, tenaga kependidikan, kesiswaan, keuangan sarana dan prasarana pendidikan, pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat, serta manajemen pelayanan khusus lembaga pendidikan meliputi: a. Pentingnya kurikulum bagi kemajuan madrasah adalah rencana program pengajaran atau pendidikan yang akan diberikan kepada anak didik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Ibarat orang yang akan membangun rumah, kurikulum adalah ‘blue print’ atau gambar cetak birunya. Kurikulum atau program pendidikan inilah yang sebenarnya ditawarkan atau ‘dijual’ oleh suatu lembaga pendidikan kepada masyarakat. b. Pendidikan Sebagai Suatu Sistem untuk memudahkan pemahaman mengenai pengembangan kurikulum di madrasah, ada baiknya kita memandang proses pendidikan sebagai suatu Sistem. Inilah sering disebut sebagai ‘ pendekatan sistem dalam pendidikan’. Di Indonesia, pendekatan sistem dilakukan sejak tahun 1975 ketika diperkenalkan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI) c. Aspek kurikulum yang perlu dikembangkan untuk menentukan aspek kurikulum mana yang perlu dikembangkan, kita perlu tau terlebih dahulu apa tujuan dan pengembangan kurikulum itu. Bahwa tujuan pengembangan kurikulum adalah untuk menghasilkan lulusan yang lebih berkualitas agar, dengan demikian, minat masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke madrasah kita semakin meningkat. 20 Ninda Arti, Manajemen 151 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 d. Pentingnya visi madrasah dalam pengembangan kurikulum berdasarkan pemahaman sistem ini, maka, untuk mengembangkan kurikulum, kepala madrasah harus terlebih dahulu menetapkan sasaran apa yang ingin dicapai oleh madrasah. Karena tujuan suatu proses pendidikan adalah untuk menghasilkan lulusan dengan kualitas e. tertentu, maka yang harus ditetapkan terlebih dulu adalah kualitas yang bagaimana ia inginkan dimiliki oleh lulusannya itu. D. SIMPULAN Dalam upaya membaca persoalan-persoalan yang dihadapi oleh para pimpinan/kepala madrasah dan semua pihak yang bertanggung jawab dengan pendidikan di Indonesia pada umumnya dan madrasah ibtidaiyah pada khususnya, dengan pembenaran manajemen dan mutu pendidikan sebagai bentuk penyikapan yang dapat dilakukan. Karena kondisi adalah hal yang dapat direncanakan dan diciptakan walaupun tidak secara mutlak, maka kepada semua pihak yang berkompeten dalam meningkatkan mutu sekolah atau dunia pendidikan yang meliputi pemerintah Indonesia, kepala sekolah, dewan guru, pengurus, komite sekolah, wali murit, masyarakat. Bahwa peningkatan mutu pendidikan bukanlah hal yang mudah, dan serta-merta terjadi tanpa memerlukan banyak upaya dan pengorbanan, akan tetapi merupakan hasil kerjasama yang baik dan maksimal dari berbagai pihak dalam sebuah tatanan sistem manajemen. Sehingga semua bisa berjalan berdampingan dalam mewujudkan misi dan visi bersama. Dedikasi, loyalitas dan etos kerja harus dijadikan teman yang baik dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya, dan teruslah berkembang secara dinamis yang pada akhirnya mampu membawa lembaga pendidikan sebagai sarana dan tempat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang dicita-citakan oleh semua Warga Negara Indonesia (WNI) Pengambilan keputusan yang baik harus dilakukan dengan cepat dan tepat, hal itu akan terwujud jika seorang pemimpin mengetahui beberapa teknik dalam pembuatan keputusan. Identifikasi masalah pencarian alternatif penyelesaian masalah, dan pemilihan keputusan, selain bertujuan untuk meningkatkan efisien dan efektivitas kerja organisasi. Manajemen Pendidikan Islam dalam implementasinya di lembaga Pendidikan Islam (Madrasah) sebagai upaya untuk membangun sistem atau keadaan yang lebih baik, rapi efisien dan seterusnya, dalam dunia pendidikan di pesantren/madrasah, dengan serangkaian planning, organizing, leading dan Controlling dan tindakan (tawayyun bain lisan al152 Nur Farida - Peran Manajemen Terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah/Madrasah maqal wa lisan al-hal) serta memberikan keteladanan praktis (qudwatun bain lisan al-maqal wa lisan al-hal) kata kunci “ikhlas”. Tanpa keteladanan dan keikhlasan, kecanggihan teori-teori manajemen dan keahlian manajerial kiranya hanya akan menjadi mitos-mitos atau idiologi-idiologi baru yang dipaksakan dari atas (top-down). Pendidikan yang didasari oleh nilai keikhlasan ini akhirnya akan menentukan dan membentuk akhlak atau karakter (character asset dan building) para santri anak-anak kita yang semuanya merupakan asset dan kader-kader yang telah tersebar di berbagai tempat. 153 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 DAFTAR PUSTAKA Abdul Choliq, Kunci Sukses Kepemimpinan Pendidikan Melalui Peningkatan Manajemen Sumber Daya Manusia, Trust Media, Yogyakarta, 2011. Abdul Kholiq, Manajemen Madrasah dan Pembinaan Santri, PT. LKiS Yogyakarta, 2011. Ahmad Tafsir Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Rosdakarya, Bandung, 2005. Anik Ghufron, Makalah Seminar Regional “ Peranan Teknologi Pembelajaran dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan” di Kampus UNSIQ Jateng Wonosobo, 10 Mei 2006.(Dosen FIP PPs UNY) Jerome S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005. M. Surya, dkk., Kapita Selekta Pendidikan SD, Pusat Penerbit UT, 2003 Mahdi bin Ibrahim, Amanah dalam Manajemen, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 1997. Ninda Arti, “Manajemen Kepala Sekolah. “ www.ssep.net/direktor.htm Pidarta, Made, Manajemen Pendidikan Indonesia, Bina Aksara, 1988 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2008 Sondang P Siagian, Filsafah Administrasi, CV Masagung, Jakarta, 1990, Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah Dari unit Birokrasi ke Lembaga Akademik, Ditbinlitabmas Ditjen Dikti, Depdiknas, Bengkulu. Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1999, Cet. Ke-9. 154 MODEL PENGELOLAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI KABUPATEN WONOSOBO 1 H. Zaenal Sukawi 2 Dosen UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo Abstrak Pada dasarnya semua agama itu mengajarkan dan mencintai kerukunan serta perdamaian antar umat beragama, menghormati dan menghargai kemanusiaan, serta melakukan hubungan harmonis dengan semua makhluk Tuhan, meskipun berbeda etnik dan latar belakangnya. Sedang Kearifan lokal terdiri dari dua kata yaitu : kearifan (wisdom) atau kebijaksanaan dan lokal (local) atau setempat, kearifan lokal (local wisdom) yang juga disebut dengan local knowledge atau seperangkat pengetahuan yang bisa terdiri dari nilai-nilai agama, budaya, peradaban, dan mitologi yang berkembang dan hidup dalam masyarakat sampai sekarang. Acuan atau dalil kearifan lokal bisa juga termanifestasikan kedalam bentuk yang amat beragam seperti gogon tuhon, pepatah, peribahasa, kisah pendek padat makna, dan sebagai pengetahuan lokal lainnya. Wonosobo sebagai kabupaten yang mempunyai keberagaman dalam beragama terkenal dengan kerukunannya. Hal ini salah satunya karena kaerifan localnya yang terkelola dengan model-model yang baik sehingga kerukunan umat Bergama berjalan dengan baik. Kata kunci : Kerukunan, kearifan lokal Abstract Basically all that religion teaches and love harmony and peace between religion honor and respect humanity, and do the harmonic relations with all the lord although different and ethnic background. And local knowledge consisting of two words that is: the or wisdom and local local knowledge ( local wisdom ) also called by local knowledge or set of knowledge could consist of religion, culture, of and mythology that 1. Hasil Kajian penulis tentang Wonosobo, yang kemudian Artikelnya disampaikan dalam acara Workshop Peningkatan Kerukunan Umat Beragama Berbasis Kearifan Lokal, Kerjasama Universitas Sains Al Qur’an (UNSIQ) Jawa Tengah di Wonosobo dengan PUSLITBANG PENDIDIKAN AGAMA DAN KEADAMAAN BALITBANG DIKLAT Kementerian Agama Republik Indonesia tanggal 25-26 Nopember 2015. 2. Penulis adalah Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Wonosobo dan sekaligus sebagai Wakil Rektor 1 Universitas Sains Al Qur’an (UNSIQ) Jawa Tengah di Wonosobo. 155 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 develops and live in a society until now. Nontechnical a postulate local knowledge can also termanifestasikan into the form of a very diverse as gogon tuhon, the saying, proverb; little story solid meaning, and as knowledge other local. Wonosobo as districts have the diversity in religious famousWith kerukunannya.This is because kaerifan localnya who terkelola with models that good that harmony nation bergama going well. Keyword: concord; local knowledge A. Latar Belakang Kerukunan umat beragama adalah suatu dinamika yang selalu bergerak, berobah, dan berkembang tiada henti sepanjang masa. Pergerakan, perobahan, dan perkembangan tersebut mengikuti jalur linier, sirkuler, dan dialektis kearah yang lebih baik, positif dan produktif; disisi lain bisa jadi plugtuatif yang cenderung negatif, kroudit, dan kebuntuan yang dapat mengancam sendi-sendi kehidupan manusia. Oleh karena itu diperlukan kewaspadaan, kepedulian, pengawalan dan usaha semua pihak untuk dapat bersama-sama mengelola, menjaga, memelihara, dan meningkatkan kerukunan umat beragama. Sehingga dengan kerukunan umat beragama keamanan bisa diwujudkan, harmonisasi sosial dapat direalisasikan, dan pembangunan akan dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Pada dasarnya semua agama itu mengajarkan dan mencintai kerukunan serta perdamaian antar umat beragama, menghormati dan menghargai kemanusiaan, serta melakukan hubungan harmonis dengan semua makhluk Tuhan, meskipun berbeda etnik dan latar belakangnya. Sejalan dengan ini menarik untuk disimak stetemen Han Kung bahwa kerukunan dan perdamaian dunia tidak akan dapat diwujudkan tanpa adanya kerukunan dan perdamaian antar agama. 3 Hal penting yang perlu mendapatkan perhatian semua pihak adalah bagaimana pemahaman, penghayatan dan pengamalan agama bagi para pemeluknya selalu ditingkatkan. Dengan demikian akan dapat merealisasikan hipotesis bahwa semakin dalam kualitas pemahaman agama seseorang, akan semakin baik ibadah dan kehidupan sosalnya. Agama telah memiliki posisi penting dan strategis dalam menginspirasi, memotivasi dan mengarahkan pada pemeluknya untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam 3. Hans Kung dan Karl-Josef Kuschel, A Global Ethic – The Declaration of the Parlemen of the World’s, Terj. (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 148. 156 H. Zaenal Sukawi - Model Pengelolaan Kerukunan Umat Beragama Berbasis Kearifan Lokal di Kabupaten Wonosobo kehidupan dengan baik, benar dan indah. Dalam hal ini juga perlu adanya optimalisasi fungsi agama dalam kehidupan. Sebagaimana dimaklumi bahwa agama memiliki beberapa fungsi antara lain adalah : Sebagai perekat sosial bagi para pemeluknya, memberikan nilai/makna dalam kehidupan, dukungan psikologis dan spiritual, kontrol sosial melalui ajaran, nilai-nilai dan hukum, harapan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Karena implementasi perkembangan agama itu ada dalam masyarakat, sementara setiap masyarakat memiliki identitas, sejarah dan latar belakang yang berbeda-beda, maka dalam meningkatkan kerukunan antar umat beragama dan harmonisasi sosial perlu memperhatikan kearifan lokal (local wisdom) yang ada pada masyarakatnya. Kemudian kaitannya dengan kondisi kerukunan umat beragama Kabupaten Wonosobo yang dikenal aman, damai, harmonis, dan religius semakin membaik dari tahun ketahun. Kondisi keagamaan dan keberagamaan Wonosobo yang semakin kondusif ini tidak terjadi tanpa adanya komitmen dan integritas semua pihak. Sehingga disaat daerah-daerah lain kelompok minoritas mendapatkan tekanan, ancaman, permusuhan dan bahkan pengusiran justru kelompok minoritas di Wonosobo menjadi semakin nyaman, harmonis, saling menghormati dan menyangi. Hal ini perlu kajian mendalam apakah karena kedewasaan masyarakat Wonosobo lebih baik, atau karena implementasi agama sebagai sumber kedamaian dan kasih sayang telah diamalkan, atau juga karena adanya penguatan reformulasi kearifan lokal yang ada di Wonosobo. Atas dasar pemikiran dan renungan tersebut, maka penulisan makalah dengan judul ”Mengelola Kerukunan Umat Beragama Berbasis Kearifan Lokal” menjadi sangat penting dan strategis, agar dapat dijadikan sebagai inspirasi pengelolaan dan penyelenggaraan kehidupan beragama di Indonbesia. B. Seputar Tentang Wonosobo Wonosobo dengan berbagai keunikan yang dimilikinya menjadi daya tarik masyarakat Indonesia maupun manca Negara, baik karena kondisi alamnya, budaya yang ditinggalkan, situs-situs dan juga keramahan penduduknya. Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu dari Kabupaten/Kota di Jawa Tengan yang secara geografis terletak pada 7”.43’.13” dan 7”.04’.40”. garis lintang selatan (LS) serta 109”.43’.16” dan 110”.04” garis bujur timur (BT), dengan luas 98.468 ha (984.68 km) atau 3.03 % luas Jawa Tengah. 4 4. Negeri Di Atas Awan – Country in the Clouds, Profil Potensi Ekonomi dan Investasi Daerah Kabupaten Wonosobo, 2015, hlm. 8. 157 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Wonosobo memiliki iklim sub tropis dengan curah hujannya lebih tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang berada di dataran rendah. Keunikan Wonosobo ini semakin menguat setelah dilakukan kajian dan penelitian prasasti-prasasti yang ada, dimana Wonosobo khususnya Dieng telah berkembang menjadi wanuawanua atau menjadi daerah sima (swatantra/swapraja) jauh sebelum abad ke vii. Dalam hal ini Wonosobo dengan pegunungan Dieng nya dikenal sebagai “Pingkalingganing Buwana” (menjadi pusatnya dunia) yang dipindahkan oleh Sang Hyang Jagadnata dari pegunungan Himalaya India ke pegunungan Dieng Wonosobo. 5 Dengan keunikan tersebut diatas, maka Wonosobo dimaknai secara etimologis berasal dari dua suku kata yaitu wanua dan seba, wanua artinya komunitas atau desa dan seba artinya sidang menghadap (raja). Kata seba dalam bahasa Kawi saba yang artinya purug (datang), pasamuan (perjamuan), panggenan (tempat). Oleh karena itu Wonosobo secara istilah dimaknai sebagai mendatangi tempat-tempat, komunitas atau desa. Disi lain juga ada pandangan bahwa Wonosobo diambil dari nama tokoh yang berperan disuatu daerah yang bernama Ki Gede Wonosobo. Kemudian terdapat sumber lain yang menjelaskan bahwa Wonosobo diambil dari sebuah dusun di Selomerto, berdasarkan sebuah tulisan yang berjudul “Dari Selomerto ke Wonosobo”. Hal lain yang lebih penting tentang sejarah Wonosobo tersebut adalah bahwa Wonosobo sebagai cikal bakal lahir dan berkembangnya kerajaan-kerajaan besar di tanah Jawa dan Nusantara. Pernyataan ini dapat ditelisik melalui wangsa-wangsa Jawa yang bermula dari Kerajaan Holing atau Kalingga kemudian melahirkan tokoh legendaris Ratu Sima. Wangsa Kalingga baik wangsa Sanjaya, Syaelendra menjadi cikal bakal dan leluhur geneologis wangsa-wangsa yang muncul berikutnya di Jawa Timur. Yaitu Kerajaan Dinaya, Kerajaan Kahuripan berturut-turut hingga melahirkan Kerajaan Jenggala (Singosari), Panjalu (Kediri), sampai Majapahit, Wengker, Demak, Pajang hingga Cirebon, Mataram II (Kota Gede, Pleret dan Kartasura) hingga menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Kemudian migrasi wangsa Syaelendra di Sumatra dalam hal ini Bala Putra Dewa kemudian membangun Kerajaan Sriwijaya di Sumatra. 6 5. Dennys Lombard, Nusa Jawa – Silang Budaya3. (Jakarta; Gramedia Pustaka Utama, 1996), hlm. 5. Lihat juga H.A. Kholiq Arif dan Otto Sukatno CR, Mata Air Peradaban Dua Millenium Wonosobo, (Yogyakarta, LkiS, 2010), hlm. 2 6. H.A. Kholiq Arif dan Otto Sukatno CR, Mata Air Peradaban Dua Millenium Wonosobo, (Yogyakarta, LkiS, 2010), hlm. 4. 158 H. Zaenal Sukawi - Model Pengelolaan Kerukunan Umat Beragama Berbasis Kearifan Lokal di Kabupaten Wonosobo Keunikan sejarah Wonosobo berlanjut sampai pada pertarungan Trunojoyo melawan VOC pada abad ke enam belas. Bahkan keunikan sejarah Wonosobo ini berlangsung sampai perang Diponegoro pada tahun 1825-1830, yang akhirnya semangat kepahlawanan dan kemenangan pasukan Diponegoro ini menjadi tonggak penting dalam menentukan sejarah hari jadi Wonosobo. Atas dasar keunikan sejarah, budaya, nilai, mitos dan adat istiadat tersebut menginspirasi lahir dan berkembangnya berbagai kekayaan kearifan lokal sebagai asset berharga dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. C. Menggali dan Mengeksplorasi Budaya dan Kearifan Lokal Wonosobo Kearifan local terdiri dari dua kata yaitu : kearifan (wisdom) atau kebijaksanaan dan lokal (local) atau setempat, kearifan lokal (local wisdom) yang juga disebut dengan local knowledge atau seperangkat pengetahuan adalah kekayaan budaya lokal yang mengandung kebijakan, pandangan hidup (way of life) yang mengakomodasi kebijakan (wisdom) dan kearifan hidup. Kearifan lokal itu tidak hanya berlaku secara lokal pada budaya atau teknik tertentu, tetapi juga bisa terjadi harmonisasi lintas budaya dan lintas etnik sehingga membentuk budaya yang bersifat nasional. 7 Diantara budaya lokal Nusantara yang dikenal sebagai kearifan lokal adalah gotong royong, toleransi, etos kerja dan seterusnya, dan kearifan lokal serta etika agama merupakan asset spiritual. Kearifan lokal bisa terdiri dari nilai-nilai agama, budaya, peradaban, dan mitologi yang berkembang dan hidup dalam masyarakat sampai sekarang. Acuan atau dalil kearifan lokal bisa juga termanifestasikan kedalam bentuk yang amat beragam seperti gogon tuhon, pepatah, peribahasa, kisah pendek padat makna, dan sebagai pengetahuan lokal lainnya. 8 Kearifan lokal tersebut dengan karakteristiknya adalah : (1) Memiliki kemampuan bertahan terhadap budaya luar, (2) kemampuan mengakomodasikan nilainilai yang datang dari luar, (3) kemampuan untuk mengintegrasikan unsur-unsur budaya luar dengan budaya asli, (4) kemampuan mengendalikan, dan (5) kemampuan memberikan arah dengan perkembangan budaya lokal. 7. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Revitalisasi Kearifan Lokal Sebagai Upaya Penguatan Identitas Keindonesiaan (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia), Diakses tanggal 16 Nopember 2015 8. Mudjahirin Thohir, eKearifan Lokal sebagai Modal Sosial Masyarakat Mendesain Kerukunan Hidup Beragama Guna Mereduksi Anarkisme, Materi Workshop Kerukunan Keagamaan, Wonosobo, 25 Nopember 2015, hlm.1. 159 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 Eksistensi kearifan lokal suatu daerah dapat dilihat melalui : (1) norma-norma lokal yang dikembangkan yang kemudian termanifestasikan kedalam masyarakat adanya pantangan dan kewajiban, (2) ritualitas rutin masyarakat yang menjadi tradisi, (3) lagu-lagu rakyat yang mengandung nilai-nilai edukasi, persuasi dan motivasi, (4) informasi data yang terkafer dari sesepuh, masyarakat, dan pemimpin spiritual, (5) manuskrip-manuskrip, (6)cinta dan agitasi perjuangan, (7) alat-alat dan bahan yang digunakan, dan (8) tutur tinular. Kemudian eksistensi kearifan lokal tersebut juga digunakan sebagai acuan untuk meramalkan (to predict), menjelaskan (to explain), merumuskan (to formulate) berbagai peristiwa, fenomena dan keadaan. Eksplorasi dan pengembangan kearifan lokal suatu bangsa, negara atau masyarakat perlu dilakukan secara serius dan berkesinambungan, karena dalam kearifan lokal tersebut terdapat identitas, kepribadian, spirit/semangat, ikatan emosional yang kuat, branding, ikon, kelebihan dan keunikan. 9 Hal ini sejalan dengan perkembangan global yang memberlakukan tiga hukum secara konsisten yaitu interdependensi, interkoneksi dan identity. Ada beberapa proses eksplorasi dan pengembangan yang dapat dilakukan antara lain adalah proses eksplorasi dengan cara menggali, memahami dan memaknai, proses internalisasi dengan cara mengidentifikasi nilai-nilai idiel, personil, institusionil, dan asset mental, spiritual dan finansialnya. Kemudian proses eksternalisasi, sosialisasi dan publikasi untuk lebih memberikan pengenalan, penerimaan dan sumber inspirasi pada pihak lain dan generasi yang akan datang. D. Kearifan Lokal Dalam Menjaga Dan Menguatkan Kerukunan Umat Beragama Sebagaimana dimaklumi bahwa setiap agama menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dengan komitmen keamanan, perdamaian, harmonisasi dan kebahagiaan lahir dan batin. Namun karena perkembangan tuntutan dan persoalan kehidupan kadang terganggu sehingga diperlukan kesadaran, kedewasaan beragama termasuk didalamnya kemampuan mengemas dan mengelola kearifan lokal. Kaitannya dengan Wonosobo yang keamanan, kenyamanan dan harmonisasi kehidupan beragama yang semakin membaik dan kondusif bahkan ketika daerah-daerah lain membenci, memusuhi dan mengusir kelompok minoritas. Kondisi kenyamanan dan harmonisasi kehidupan beragama tidak datang secara tiba-tiba 9. Peter Cheverton, If You’re Brilliant...How Came Your Brand Isn’t Working Hard Enough?, Terjemahan, (Jakarta, PT Gramedia, 2004), hlm. 9-26. 160 H. Zaenal Sukawi - Model Pengelolaan Kerukunan Umat Beragama Berbasis Kearifan Lokal di Kabupaten Wonosobo dan ada begitu saja melainkan memerlukan proses panjang dan pengelolaan yang lebih baik dengan kemasan kearifan lokal. Kemudian kaitannya dengan klasifikasi dan identifikasi kearifan lokal Wonosobo, dapat ditelusuri melalui peristiwa, kejadian, ajaran, nilai, mitologi yang ada dalam masyarakat, meskipun disadari adanya intervensi dan motif-motif ekonomi, politik secara pribadi maupun institusi. Adapun sumber-sumber pencarian, pengembangan dan modifikasi kearifan lokal di Wonosobo 10 antara lain adalah : Pertama, peristiwa sejarah yang terjadi pada abad vii-ix peninggalan sejarah peran penting masyarakat perkembangan klasik Hindu-Budha, setelah hadirnya Sang Hyang Jagadnata dengan menjadikan Dieng Wonosobo sebagai pusat dunia. Dari Dieng ini melahirkan tokoh legendaris dengan nama Ratu Sima, kemudian menurunkan wangsa Sanjaya dan wangsa Saelendra cikal bakal raja-raja nusantara. Kedua, peristiwa penting yang terjadi paa tahun 1681, peran masyarakat Wonosobo dalam perlawanan Trunjoyo VOC, menurut sumber babad dan VOC, Raja Namrud dari Salinga yang mendukung Pangeran Puger dan Kyai Kajoran yang pernah tinggal di daerah Ledok. Ketiga, peistiwa perang besar rakyat Wonosobo bersama pasukan Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajahan Belanda. Disamping peristiwa diatas ada beberapa hal yang juga dapat dijadikan sebagai sumber kearifan local antara lan adalah, budayabudaya luhur, peradaban dan keadaban, prasasti-prasasti, adatistiadat, mitologi, gugon tuhon, pepatah, peribahasa, kisah pendek padat makna, dan berbagai pengetahuan local lainnya. Dantara kearifan lokal Wonosobo yang dapat dijadikan sebagai dasar pijakan dan inspirasi pengelolaan kerukunan umat beragama adalah sebagai berikut : 1. Tradisi rempon, jagongan antar anggota masyarakat dalam menjaga keamanan dan kelestarian lingkungan. 2. Tradisi bagenen yang berlangsung di Wonbosobo terutama disekitar dataran tinggi Dieng, yang kemudian ditemukan oleh Dr. Heri Hermanto, MT, dengan konsep Tunggal Botol Bagenen, yang menghasilkan konsep keterhubungan, kemenyatuan, kebersamaan dan ketercepatan. 3. Nilai-nilaip luhur yang terdapat dalam seni tradisional emblek, jaranan, baronsay dan lain-lain. 10. Simak berbagai hal dan peristiwa dalam menentukan hari jadi Kabupaten Wonosobo, Tim Peneliti Jurusan Sejarah Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada tahun 1994/1995. 161 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 4. Tradisi merdi dusun, nyadran, ruwahan, nelung dino, mitung dino, petang puluh dino, seratus hari, mendak sepisan, mendak pindo, dan seribu hari, 5. Tradisi dan ritual ruwatan cukur gembel di sekitar dataran tinggi Dieng yang sudah terkenal tidak hanya di Wonosobo. 6. Mitos Macan Putih dalam menjaga dan melestarikan keasrian, keaslian dan keindahan pegunungan Dieng yang memiliki eksotisme, ekselensi dan keunggulan local yang sangat kuat. 7. Mitos gunung pupur di sebagian daerah Wonosobo (Wadaslintang, Kaliwiro, Kalibawang, dan daerah-daerah sekitar lainnya). 8. Upacara wiwit, lokasi punden, dalam menjaga fungsi kehidupan alam melalui oyot-oyotan, kekayonan, gegodongan, kekembangan, woh-wohan, dan lain-lain. Kemudian kaitannya dengan perubahan dan perkembangan jaman, ada tugas besar yang perlu dilakukan; bagaimana pemaknaan, pemahaman dan modifikasinya dalam membangun dan menguatkan kerukunan umat beragama berbasis kearifan lokal dengan berbagai inovasi dan kreatifitasnya. Dengan dinamika dan keunikan sejarah, budaya, tradisi, adat istiadat, mitos-mitos dan lingkungan fisik maupun non fisiknya yang dapat dirumuskan dan dikembangkan menjadi model kearifan lokal. Ada beberapa nilai penting yang bersemayam dalam historisitas, budaya, lingkungan dan mitos-mitos tentang Wonosobo yang dapat dijadikan sebagai model pengelolaan kerukunan umat beragama berbasis kearifan lokal. Nilai-nilai tersebut adalah kemenyatuan, kemanunggalan, kebersamaan, gotong royong, brayan, semangat, keramahan, ingklusif dan lain-lain Dalam hal ini bisa dilihat dari (1) tiga fenomena dan peristiwa sejarah Wonosobo sebelum abad vii dengan munculnya “pingkaliganing bawono” oleh Sang Hyang Jagadnata yang disinyalir melahirkan wangsa Syaelendra, wangsa Sanjaya dengan munculnya kerajaan-kerajaan nusantara, Perlawanan Trunojoyo abad xvi dalam melawan kesemenang-wenangan VOC, dan pada saat terjadinya perang Diponegoro tahun 1825-1830. (2) Budaya dan tradisi Wonosobo yang dingin melalui konsep “Tunggal Botol Botol Bagenen” di dataran tinggi Dieng, suran, nyadran, merdi dusun dan lain-lain. (3) Mitos-Mitos yang berfungsi menjaga kelestarian dan pemeliharaan lingkungan dengan konsep macan putih, gunung pupur, dan keseimbangan gunung Sindoro, Sumbing, Sungai Serayu dan Bogowonto. (4) Kepribadian Wonosobo yang ramah, hangat, senang bergaul, dan lain-lain. 162 H. Zaenal Sukawi - Model Pengelolaan Kerukunan Umat Beragama Berbasis Kearifan Lokal di Kabupaten Wonosobo Dalam konteks ini FKUB Wonosobo telah merumuskan nilainilai tersebut menjadi kegiatan antara lain adalah : Kemasan kemah kebangsaan, sekolah kebangsaan, nyadran massal, festival suran masal, dan lain-lain. Nilai-nilai luhur tersebut tertuang dalam ungkapan dan ucapan selamat pada setiap hari-hari besar semua agama dan keagamaan, hari besar nasional, dan hari jadi Wonosobo. Sehingga dengan demikian ada kemenyatuan dan kebersamaan dalam bahasa lisan, tulisan, ekspresi dan gesture sebagai basis kerukunan dan harmonisasi umat beragama. Demikian tulisan singkat ini semoga ada manfaatnya bagi kemajuan bangsa melalui pengelolaan dan penguatan kerukunan umat beragama di Kabupaten Wonosobo khususnya dan menginspirasi daerah-daerah lain. DAFTAR PUSTAKA Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Revitalisasi Kearifan Lokal Sebagai Upaya Penguatan Identitas Keindonesiaan (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia), Diakses tanggal 16 Nopember 2015. C.A. Van Peursen, Prof. Dr., Strategi Kebudayaan, Yogyakarta,Penerbit Kanisius, dan Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1976. Dennys Lombard, Nusa Jawa – Silang Budaya 3. Jakarta; Gramedia Pustaka Utama, 1996 Emile Durkheim, The Rules of Sosiological Method, New York; Collier Macmillan Publishing Co., Inc. 1966. Hans Kung dan Karl-Josef Kuschel, A Global Ethic – The Declaration of the Parlemen of the World’s, Terj. Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 1999. H.A. Kholiq Arif dan Otto Sukatno CR, Mata Air Peradaban Dua Millenium Wonosobo, Yogyakarta, LKiS, 2010. Julian H. Steward, Theory of Cultural Change - The Methodology of Multililear Evolution, London; University of Illinois Press Urbana Chicago, 1965. Peter Cheverton, If You’re Brilliant...How Came Your Brand Isn’t Working Hard Enough?, Terjemahan, (Jakarta, PT Gramedia, 2004) Talcott Parsons, The Social System, London; Routledge & Kegan Paul Ltd, 1976. Tim Peneliti Jurusan Sejarah Fakultas Sastra, Laporan Penelitian Penentuan Hari Jadi Kabupaten Wonosobo, Universitas Gajah Mada tahun 1994/1995. 163 Nomor 13 Tahun X, Januari - Juni 2016 164 PEDOMAN PENULISAN Adapun pedoman penulisan dalam Jurnal ini, baik dalam bentuk artikel maupun telaah buku adalah sebagai berikut: SUBSTANSI TULISAN 1. Tulisan orisinil (hak intelektual penulis) dan belum pernah diterbitkan/dipublikasikan. 2. Topik tulisan aktual dan sesuai dengan lingkup kajian jurnal. TEKNIS PENULISAN 1. 2. 3. 4. 5. Jumlah halaman antara 15-20 halaman untuk artikel dan 5-7 halaman untuk telaah buku, ukuran kertas A4, spasi 1,5, font Times New Roman size 12. Tulisan artikel harus menyertakan abstrak (berbahasa inggris dan/ atau arab), 150-200 kata dan 5 keywords (5 kata kunci). Tulisan artikel harus menyertakan naskah asli dalam bentuk hard file dan soft file. Semua tulisan menggunakan metode penulisan ilmiah dengan catatan kaki (footnote) dan mencantumkan daftar pustaka (bibliography) di belakang tulisan. Dalam daftar pustaka, aturan penulisan nama pengarang dibedakan sebagai berikut: Nama-nama asia ditulis lengkap apa adanya, tanpa ada perubahan. Contohnya: Muhammad Thahir bin Asyur, Maqashid asy-Syari’ah, (Cairo: Dar as-Salam, 2006). Nama-nama Eropa, Amerika, atau Australia, ditulis nama familinya (last name) terlebih dahulu. Contohnya: Giddens, Anthony, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern; Suatu Analisis karya Tulis Marx, Durkheim dan Max Weber, terjemahan Soeheba Kramadibrata (Jakarta: UI Press, 1986). LAIN-LAIN 1. 2. 3. 4. Tulisan dapat dikirim ke: [email protected] dengan menyertakan biodata penulis. Setiap tulisan yang masuk akan dinilai oleh Tim Redaksi dan dibaca oleh Mitra Bestari (yang kompeten sesuai dengan bidangnya). Dewan Redaksi dapat menyingkat dan memperbaiki tulisan yang akan dimuat tanpa mengubah maksud dan isi tulisan. Naskah tulisan yang belum dapat diterbitkan akan diberi pemberitahuan melalui email. 165