Pin = Intennsitas x A (11) dimana A adalah luass sel surya yang disinari. 3.3.8 Pengukuran Respon R Dina amik abilan Tega angan Dan Kesta Penngukuran respon dinnamik dilakukan dengan menghhubungkan sell surya dengan alatt data studioo yang terhuubung dengan PC secara paraleel. Sel dikonddisikan m cahaya atau berada b agar tidak mendapatkan dalam lingkkungan gelapp selama 30 detik. Setelah itu disinari denngan cahya lampu selama 60 detik kemuddian cahaya lampu k dimatikan kembali. BAB 4 HASIL L DAN PEM MBAHASA AN D TiO O2 4.1 Hasil Deposisi TiO O2 berhasil dideposisikan d pada substrat ITO O dengan ukkuran 1x1 cm m2 dan siap dianealing pada suhhu 200 0C dengan d H deposissi ini jumlah 2 sampel. Hasil d i dengan XRD D dan kemudian dikarakterisasi dianalisis strruktur kristalnnya. 47.798, 54.8290, 62.0640, 68,6880, 70,,10 dan b 74,8590 yaang bersesuaiian dengan bidang orientasi paada (101), (103), (004), (112), (200), (2111), (213),(1166), (220) dan (107) sesuai dataa JCPDS N No. 21-1276 pada Lampiran 2. 2 Sedangkann, fase rutilee bisa dilihat darri sudut 2θ selain nilaai-nilai tersebut di atas, diantaranya pada 27 7.2040, 0 0 0 dann 54.829 36.751 , 41.032 yang bersesuaiann dengan orieentasi kristal (110), (101), (1111) dan (211) sesuai dengaan data JCPDS No. 21-1272 padaa Lampiran 3.. TiO O2 anatase memiliki sistem kristal tetraagonal dengann sumbu a = b ≠ c dan α = β = 90o. U Untuk menen ntukan parameter kisi k dari samppel TiO2 digu unakan metode Cohen C pada Persamaan n (4), perhitungannnya dapat dillihat pada Lam mpiran 5. Berdasarrkan hasil perhitungan dik ketahui sampel TiO O2 memiliki pparameter kissi a = 3.701085 Ǻ dan c = 9.2388342 Ǻ. Ukkuran kristal bbisa diamati secara kasar dari bentuk b puncakk pada kurva XRD. Jika benttuk puncak semakin lebar, menandakann ukuran kriistal semakin kecil. Puncak yanng teramati dari sampel TiO2 relatif lebaar sehingga uukuran kristaal dari partikel TiO O2 pada bubuuk ini relatiff kecil. Ukuran kristal didapatkaan dari perhittungan s menggunakkan persamaann (5) adalah sebesar 37.344 nm. 4.3 Hasil Perendaman P n Dalam Dy ye 4.2 Analisiis XRD Lap pisan TiO2 Hasil analisis XRD ditamppilkan pada Gambbar 8. Dari hasil h tersebut dapat dilihat bahw wa puncak yang paling banyak b dimiliki olehh fase anatase, yakni padaa sudut 2θ pada 25..0720, 36.7510, 37.5860, 388.3080, Haasil perendam man sampel TiO2 menggunakkan larutan ddye ruthenium m 535 selama 18 jam menjaddikan sampell TiO2 berubah waarna menjadi w warna ungu. Hal H ini menunjukkaan bahwa dyee telah terserap p pada sampel TiO O 2. Intensitas (cps) 600 500 400 300 200 100 0 10 3 30 2 theta 50 Gambar 8. Hasil Karaktterisasi XRD TiO T 2 70 9 4.4 Karakteristik Absorbansi 4.5 Hasil Deposisi Elektrolit Spektrum serapan sampel TiO2, dye ruthenium dan TiO2 tersensitisasi dye ditunjukkan pada Gambar 9, dari hasil karakterisasi spektrum serapan menunjukkan bahwa panjang gelombang serapan maksimum (λmax) untuk sampel TiO2 tersensitisasi dye adalah 480 nm dengan nilai absorbansi 1.8 dan daerah spektrum serapannya sekitar 300 - 580 nm. Spektrum serapan untuk TiO2 yaitu pada rentang 360 – 450 nm, sedangkan spektrum serapan maksimum dye ruthenium adalah sekitar 530 dengan nilai absorbansi 1.779. Hal ini menunjukkan bahwa dye ruthenium yang diukur memiliki serapan maksimum pada kisaran panjang gelombang cahaya hijau (500 - 575nm). Spektrum serapan sampel menunjukkan bahwa sampel memiliki daerah spektrum serapan yang kurang luas, karena hanya mencakupi daerah spektrum UV hingga cahaya hijau. Nilai efisiensi konversi sel surya lebih bergantung pada panjang gelombang cahaya yang diabsorbsi, dibandingkan dengan intensitas cahaya yang diterima. Kurva TiO2 setelah direndam dye menunjukkan pergeseran spektrum absorbansi, ini menunjukkan dye mempengaruhi penyerapan cahaya pada TiO2. Elektrolit polimer yang dibuat menggunakan bahan PEG, asam asetat, kitosan, dan elektrolit KI menghasilkan gel yang transparan. Deposisi elektrolit pada sampel TiO2/dye menghasilkan sampel yang dapat merekatkan substrat ITO dan juga berperan sebagai elektroda counter. Absorbansi 2.5 TiO2 2 Dye Ruthenium 535 Dye + TiO2 1.5 1 0.5 0 300 500 700 λ (nm) Gambar 9. Spektrum serapan TiO2/dye 4.6 Karakteristik Arus Tegangan Sel Surya Karakterisasi arus-tegangan (I-V) dilakukan pada sampel prototipe sel surya. Sel surya dirangkai paralel dengan sebuah voltmeter dan dirangkai seri dengan sebuah amperemeter dan sebuah reostat atau potensiometer. Sel surya ditempatkan pada daerah yang terkena cahaya matahari. Resistansi mula-mula yaitu pada 4 x 106 Ω, kemudian diturunkan resistansinya hingga minimum sebesar 0 Ω. Pada saat resistansi reostat maksimum, tidak ada arus yang melewati amperemeter, seluruh arus melewati voltmeter, arus yang melalui voltmeter ini menghasilkan tegangan rangkaian terbuka (Voc). Pada saat nilai resistansi minimum, tidak ada arus yang melewati voltmeter, seluruh arus melewati ampermeter, arus yang melalui amperemeter ini merupakan arus rangkaian pendek (Isc). Luas penampang sel surya TiO2 tersensitisasi dye yang disinari adalah 1 cm2. Sumber cahaya yang digunakan adalah cahaya matahari yang dilakukan antara pukul 11.00-12.00 WIB dengan intensitas 145 mW/cm2. Pengukuran ini dilakukan sebanyak dua kali pengulangan agar data yang didapat lebih baik. Data hasil pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 7. Untuk menentukan besar nilai arus yang dihasilkan, dilakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan (6). Data dari kedua pengulangan kemudian dihitung nilai rata - ratanya. Kurva I-V yang diperoleh dari hasil pengukuran ditunjukkan pada Gambar 10. Dari kurva I-V tersebut didapat parameter-parameter sel surya yang ditunjukkan pada Tabel 2. 10 Daya maksimum yang dihasilkan oleh prototipe sel surya ini sebesar 0.019 mW. Kurva hasil karakterisasi arustegangan masih jauh dari kurva sel surya ideal. Kurva sampel terlihat sangat landai menunjukkan kecilnya nilai fill factor. Nilai fill factor yang kecil mengurangi nilai efisiensi sel surya, selain juga karena Isc yang sangat kecil. Hal ini disebabkan resistansi dari sel surya masih cukup besar. Arus 0.00035 0.0003 0.00025 0.0002 0.00015 0.0001 0.00005 0 0 100 200 300 Tegangan Gambar 10. Kurva I/V sel surya Tabel 2. Parameter- parameter sel surya Karakterisasi I - V Sel Surya Vmax (mV) 131.1000 Imax (mA) 0.000131 Pmax (mW) 0.017187 Isc (mA) 0.000325 Voc (mV) 207.0000 Fill Factor 0.02500 Karakterisasi arus tegangan yang dilakukan pada prototipe sel surya yang menggunakan sumber cahaya matahari ternyata sesuai dengan karakterisasi sel surya pada umumnya, hanya saja tidak menunjukkan pola dioda yang ideal, karena kurva yang terbentuk terlalu landai dengan nilai ff (fill factor) yang rendah. Bila tegangan yang terbaca pada volt meter semakin besar maka arusnya akan semakin kecil, hal ini mirip dengan kurva dioda. Tegangan tertinggi dicapai pada saat tegangan sirkuit terbuka (Voc) adalah 207 mV, sedangkan nilai arus tertinggi yaitu pada saat arus sirkuit singkat (Isc) adalah 0.000131 mA. Tinggi rendahnya kualitas sel surya di tentukan oleh nilai ff dengan nilai maksimum dari ff =1 (100%). Nilai ff dari sel surya ini sebesar 0.32. Nilai yang dihasilkan masih kecil dibanding dengan parameter komersil yang berkisar dari 0.40.7. 4.7 Hasil Perhitungan Efisiensi Konversi Efisiensi konversi merupakan aspek yang menjadi perhatian utama dalam sel surya, yaitu kemampuan sebuah piranti sel surya untuk mengkonversi energi cahaya menjadi energi listrik dalam bentuk arus dan tegangan listrik, efisiensi konversi (η) dari sel surya ini dari hasil perhitungan pada Lampiran 8 adalah 0.012 %. 4.8 Respon Dinamik Dan Kestabilan Tegangan Pengukuran respon dinamik dan kestabilan tegangan sel surya ketika disinari oleh cahaya dilakukan tiga kali pengulangan, namun dalam perhitungan untuk mencari konstanta waktu digunakan data pada pengulangan pertama. Respon dinamik dan kestabilan tegangan ditunjukkan oleh Gambar 11. Penurunan tegangan pada kondisi penyinaran menunjukkan bahwa sampel memiliki tingkat kestabilan yang kurang baik. Penurunan tegangan tersebut cukup drastis, yakni dari tegangan 492 mV menjadi 285 mV atau sebanyak 207 mV dalam waktu 56 detik. Penurunan tegangan disebabkan oleh tidak sempurnanya proses rekombinasi prematur muatan yang dilakukan oleh masing-masing komponen sel surya. Kenaikan tegangan saat awal penyinaran serta penurunan tegangan yang cepat saat penyinaran dihentikan menunjukkan bahwa sel surya memiliki respon dinamik yang cepat. Perhitungan pada Lampiran 9 didapat Konstanta waktu sebesar 2.3 detik. Sel dengan konstanta waktu yang kecil akan memiliki kecepatan kenaikan tegangan yang tinggi ketika sel elektrolit polimer. Sedangkan penggunaan polietilen glikol berfungsi sebagai perekat. Elektrolit polimer bersifat konduktif ionik sehingga dapat menjadi media hole transfer. V(Volt) 0.6 0.5 terang 0.4 0.3 0.2 0.1 gelap 0 -0.1 0 30 60 90 120 150 t ( detik ) Gambar 11. Kurva tegangan terhadap waktu. disinari dan penurunan tegangan yang tinggi ketika penyinaran dihentikan. Data yang digunakan pada perhitungan diambil pada saat detik ke 90 yakni saat cahaya lampu dipadamkan. Berdasarkan kurva arus-tegangan, sampel ini memiliki nilai Voc sebesar 207 mV, nilai Isc sebesar 0.000131 mA. Daya maksimum yang dihasilkan oleh prototipe sel surya ini sebesar 0.017 mW. efisiensi konversi (η) dari sel surya ini adalah 0.012%, dengan fill factor 0.25. Berdasarkan kurva tegangan-waktu sampel memiliki tingkat kestabilan yang kurang baik, namun sampel memiliki respon dinamik yang cepat yakni nilai konstanta waktunya 2.3. Sel surya yang dihasilkan ini memiliki kualitas yang kurang baik, kerena memiliki efisiensi konversi yang masih rendah. Efisiensi konversi sel surya tersensitisasi dye untuk saat ini telah mencapai 10 - 11%.17 5.2 Saran BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada penelitian ini dibuat sebuah sel surya dengan ukuran 1x1 cm2. Karakterisasi XRD TiO2 menunjukkan bahwa pada sampel TiO2 yang dibuat membentuk kristal anatase dan rutile, namun yang paling dominan terbentuk adalah kristal anatase. Parameter kisi yang ditunjukkan a = 3.701 Ǻ dan c = 9.238 Ǻ dan ukuran kristalnya adalah 37.344 nm. Daerah serapan optik untuk TiO2 yaitu pada derah 360 – 450 nm, dye ruthenium 535 adalah 530 dengan nilai absorbansi 1.779. Sedangkan daerah serapan optik untuk sampel TiO2 tersensitisasi dye adalah 300 - 580 nm dengan serapan maksimuma 440 nm dan nilai absorbansi 1.8. Ini menujukkan bahwa dye memberikan pengaruh pada daerah penyerapan TiO2 yang ditunjukkan oleh pergeseran dan penambahan luas area penyerapan. Penggunaan kitosan pada pembuatan prototipe sel surya tersensitisasi dye dapat berfungsi sebagai matriks bagi Pada penelitian selanjutnya perlu diperhatikan teknik pendeposisian dan ketebalan lapisan TiO2 sehingga lapisan TiO2 cukup transparan. Dibuat kontak yang lebih baik lagi untuk mendapatkan data pengamatan I-V yang baik. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai desain sel surya tersensitisasi dye yang lebih optimal untuk menjaga tingkat kestabilan tegangan terhadap waktu. DAFTAR PUSTAKA 1. Herzog, A. V., Lipman, T. E. Kammen, D. M. (2002). Renewable Energy Sources. United Kingdom, EOLSS. 2. Archer, M. D., Nozik, A. J. (2008). Nanostructured And PhotoelectroChemical Systems For Solar Photon Convertion. London, Imperial College Press. 3. Schmidt, Mende, L. & Gratzel, M. (2006). Thin Solid Films. 500: 296. 4. Lestari, Verawati. (2009). Struktur dan Karakterisasi Optik Lapisan Semikonduktor Cu2O (Cuprous Oxide)