BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Mahasiswa sama halnya dengan peserta didik yang lain, mereka juga samasama memiliki permasalahan. Mulai dari masalah akademik, masalah dengan
orang tua, masalah dengan dosen, masalah dengan teman sebaya, dan masalah
dengan lingkungannya yang lain. Timbulnya permasalahan tersebut dapat
disebabkan mereka mengalami kecemasan khususnya kecemasan komunikasi.
Mahasiswa mengalami kecemasan komunikasi dapat terjadi didalam kelas, forum
tertentu, berhadapan dengan dosen dan teman, maupun kegiatan lainnya
dilingkungan kampus yang sangat erat dengan komunikasi. Mereka akan merasa
cemas ketika dalam hal penampilan diri seperti presentasi, bertanya kepada
dosen, mengungkapkan ide atau pendapat di forum, dll. Mereka menginginkan
kesan terbaik didepan teman-temannya dan juga dosen atau didepan oranglain.
Asumsi mengenai kecemasan komunikasi akan mempengaruhi pendidikan
dimasa yang akan datang, dalam karya Wiman pada tahun 1969 ia
mengungkapkan bahwa pendidikan di masa depan akan menyaksikan perubahan
yang signifikan dari komunikasi yang produktif didalam kelas. Beberapa tahun
ini, pandangan Wiman cukup realistis terhadap kecemasan komunikasi (Gümüş
& Geçer, 2008). Mahasiswa menjadi cemas untuk mengkomunikasikan sesuatu
Yanggi Arrini, 2012
Pengembangan Alat Ukur...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2
dikarenakan adanya standar nilai tertentu mengenai cara komunikasi mereka.
Mereka mengganggap komunikasi dalam pendidikan sangat berbeda dengan
komunikasi yang sering mereka gunakan dalam keseharian. Karena adanya
standar nilai tersebut, mereka tidak ingin mendapatkan kesan yang buruk bahkan
dibawah rata-rata standar yang ditetapkan. Kecemasan komunikasi sendiri
memiliki istilah tertentu dalam berbagai bidang ilmu.
Kecemasan
komunikasi
mahasiswa
seringkali
dianggap
gangguan
berbahasa. Gangguan berbahasa menurut Soetjiningsih (2010), orang yang
mengalami gangguan berbahasa tidak mengalami kesulitan dalam berbahasa
spontan tetapi ia mengalami masalah kesulitan dalam bahasa permintaan.
Maksudnya adalah orang yang sulit dalam berbahasa dengan menggunakan
bahasa baku karena sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Contohnya seperti
seorang mahasiswa diminta untuk mengungkapkan pendapat atau idenya didepan
kelas, akan tetapi ia tidak mampu untuk mengkomunikasikan idenya kepada
temannya dan juga kepada dosennya sedangkan untuk menjelaskan atau
mengkomunikasikan kepada hal tertentu diluar konteks lingkup kampus sangat
mudah dilakukan.
Mahasiswa yang dianggap memiliki tingkat kecemasan komunikasi yang
tinggi, dalam situasi atau kondisi mereka merasakan pengalaman belajar masa
lalu dalam komunikasi di lingkungan kelas (Gümüş & Geçer, 2008). Akan tetapi,
dalam penelitian ini komunikasi yang dilakukan oleh mahasiswa tidak hanya di
Yanggi Arrini, 2012
Pengembangan Alat Ukur...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
3
lingkungan kelas mereka saja melainkan keseluruhan aktivitas mereka di
lingkungan kampus secara keseluruhan baik di jurusan, fakultas, maupun
aktivitas di lingkungan kampus yang mengharuskan mereka untuk berinteraksi
dan berkomunikasi.
Mereka yang memiliki kecemasan komunikasi belum tentu kurang dalam
akademik, tetapi mereka kurang dalam keterampilan komunikasi yang
berdampak ke akademik mereka. Menurut Johnson dalam Supraktiknya (1995),
ada empat keterampilan dasar dalam berkomunikasi sebagai berikut: (1) saling
memahami, (2) mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kita secara
tepat dan jelas, (3) saling menerima atau menolong, dan (4) mampu memecahkan
konflik
dan
bentuk-bentuk
masalah
antar-pribadi.
Keterampilan
dasar
komunikasi inilah yang membuat seseorang mengalami hambatan dalam
berkomunikasi.
Hambatan berkomunikasi menurut Effendy (Rosmawaty, 2010) ada dua
yaitu hambatan secara objektif dan secara subjektif. Secara objektif hambatan
komunikasi terjadi karena situasional sedangkan hambatan secara subjektif
terjadi adanya permusuhan atau persaingan sehingga dapat menghambat
komunikasi. Istilah hambatan komunikasi sering disebut dengan communication
apprehension.
Yanggi Arrini, 2012
Pengembangan Alat Ukur...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
4
Istilah kecemasan komunikasi dalam bidang ilmu psikologi ada yang
menyebutnya communication anxiety, akan tetapi dari sekian banyak literatur
menggunakan communication apprehension atau disingkat CA. Jadi, penelitian
ini menggunakan istilah communication apprehension.
(Communication
apprehension/(CA))
adalah
ketakutan atau
kecemasan terkait dengan komunikasi langsung atau komunikasi yang akan dan
sedang dilakukan dengan orang lain (a sense of anxiety assosiated with either
real or anticipated communication with others) (McCroskey, 1984; Rakhmat,
2005). Kecemasan komunikasi merupakan suatu bentuk perilaku yang normal
bagi setiap orang (Santoso, HP dkk, 1998). Pengertian kecemasan sendiri adalah
semacam kegelisahan, kekhawatiran, dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak
jelas, yang difus atau baur, dan mempunyai ciri yang mengazab pada diri sendiri
(Kartono, 2011).
Selain itu, pengertian dari kecemasan komunikasi dari literatur yang lain
adalah
semacam
kecemasan
sosial yang
secara
khusus
membangun
komunikasi. Kecemasan sosial adalah pengalaman kecemasan dalam pengaturan
sosial dengan rasa takut tidak ingin meninggalkan kesan negatif pada orang lain
(Leary & Kowalski dalam Gumus & Gecer, 2008). Rasa cemas memiliki ciri-ciri
dari kepribadian seseorang yaitu rasa malu, enggan berkomunikasi, gugup, diam,
takut memberi kesan negatif kepada orang lain. Di kehidupan sehari-hari, rasa
malu atau enggan berkomunikasi sering kali terjadi. Berbagai studi literatur,
Yanggi Arrini, 2012
Pengembangan Alat Ukur...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
5
bahwa setiap orang akan berlaku untuk memberikan kesan positif bahkan
sempurna di setiap penampilan mereka khususnya komunikasi.
Kecemasan komunikasi yang terjadi pada mahasiswa termasuk komuniksai
verbal. Menurut Elias (Gümüş & Geçer, 2008) Kecemasan komunikasi memiliki
dua bentuk yaitu bentuk komunikasi tertulis dan lisan. Kecemasan komunikasi
tertulis adalah kecemasan mahasiswa dalam hal menulis tulisan seperti makalah.
Sedangkan kecemasan komunikasi lisan adalah kecemasan komunikasi yang
mengindikasikan bahwa seseorang enggan untuk berkomunikasi secara nyata.
Berikut hal yang dikemukakan oleh Elias:
There are two elements of communication apprehension: written
communication apprehension and oral communication apprehension.
Written communication apprehension is the unwillingness of students in
writing which is usually attributed to the student’s lack of writing skills. Oral
communication apprehension, on the other hand, is a real fear and expresses
the individual’s unwillingness to communicate with others (Elias dalam
Gümüş & Geçer, 2008).
Secara teoritik, kecemasan untuk berkomunikasi dengan orang lain dapat
dipilah menjadi dua bagian, yaitu kecemasan berkomunikasi yang muncul dalam
diri seseorang (trait) dan kecemasan yang timbul karena situasi sosial yang
menyebabkan seseorang tidak mampu menyampaikan pesannya secara jelas
(state) (Rakhmat, 2005). Menurut Rakhmat (2005) seseorang yang mengalami
kecemasan komunikasi meliputi tiga hal. Pertama, kecemasan komunikasi
berlangsung jika seseorang tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia tidak tahu
Yanggi Arrini, 2012
Pengembangan Alat Ukur...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
6
bagaimana harus memulai pembicaraannya. Apabila ini menimpa seorang
mahasiswa, maka dapat dipastikan ia tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
Kedua, kecemasan komunikasi berlangsung jika seseorang tahu ia akan dinilai.
Semua yang ditakutkan itu sebenarnya terdapat dalam persepsi kita daripada
dalam kenyataan. Misalnya pada mahasiswa, ia selalu cemas kalau-kalau dia
akan dimarahi, atau takut salah bicara sehingga berakibat buruk dengan nilainya
(Santoso,
dkk,1998).
Ketiga,
kecemasan
komunikasi
berlangsung
jika
berhadapan dengan situasi yang asing dan ia tidak siap. Misalnya harus
menyampaikan tentang persoalan yang sama sekali tidak dikuasainya, atau
persoalan yang tidak ia persiapkan terlebih dahulu (Santoso, dkk,1998).
Berdasarkan wawancara dan pengamatan terhadap mahasiswa Psikologi
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang dilakukan oleh peneliti bahwa
mahasiswa psikologi UPI setidaknya mengalami kecemasan komunikasi pada
waktu awal perkuliahan baru dimulai dan menanti masa ujian. Penelitian ini
dilakukan pada mata kuliah Psikodiagnostik III. Namun, hal tersebut belum
dibuktikan
secara
kuantitatif
dengan
besaran
tingkatan
kecemasan
komunikasinya. Selain itu, hasil penelitian Hurt dalam Wulandari (2004) yaitu
10-20% mahasiswa di berbagai Perguruan Tinggi Amerika menderita kecemasan
berkomunikasi. Masalah kecemasan komunikasi antar pribadi di Indonesia telah
diteliti oleh Mariani dalam Wulandari (2004). la menemukan sekitar 8% dari 189
subjek penelitian mengalami kecemasan komunikasi antar pribadi.
Yanggi Arrini, 2012
Pengembangan Alat Ukur...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
7
Penelitian lain dilakukan pada siswa di AS, kira-kira hampir 20% siswa
mengalami kecemasan komunikasi (McCroskey, Richmond & McCroskey dalam
Gumus & Gecer, 2008). Penelitian multikultural juga menemukan adanya
kecemasan komunikasi antar mahasiswa. Kecemasan komunikasi juga terjadi
pada mahasiswa dalam speaking/berbicara dan juga menulis. Walaupun
demikian, terdapat penelitian mengenai kecemasan komunikasi dilingkup
akademik dan hasilnya mahasiswa mengalami kecemasan komunikasi (Santoso,
dkk, 1998). Penelitian tersebut tidak menunjukkan hasil angka, namun hal
tersebut mengindikasikan bahwa mahasiswa mengalami kecemasan komunikasi
akademik.
Kecemasan komunikasi dari penelitian Santoso, dkk (1998) ditemukan
asumsi dari kecemasan komunikasi sebagai berikut, kecemasan komunikasi
bukan sifat bawaan dari lahir, namun dapat berkembang dan berubah seiring
bertambahnya usia seseorang. Selain itu, kecemasan dalam berkomunikasi bukan
pula suatu kondisi psikologis yang bersifat aksidental, tetapi sudah mempunyai
jalinan dengan latar belakang kejiwaan seseorang. Faktor internal yang muncul,
memang, bersifat bawaan namun yang lebih menentukan secara dominan adalah
lingkungan yang mengitarinya (milleu). Kedua, perubahan tingkat atau jenjang
pendidikan dari yang masih dalam taraf menengah (SMA) menuju level
perguruan tinggi (kampus) juga mempunyai faktor yang menentukan dalam
kehidupan psikologis seseorang. Dalam jenjang perguruan tinggi mahasiswa
Yanggi Arrini, 2012
Pengembangan Alat Ukur...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
8
dituntut untuk lebih mandiri. Kecemasan komunikasi tidak bersifat menetap
melainkan situasional. Pemberian citra terhadap dosen seperti killer atau yang
lainnya.
Penelitian lain mengenai kecemasan komunikasi juga banyak dilakukan
diberbagai perguruan tinggi dibelahan dunia. Penelitian yang dilakukan oleh
Gumus and Gecer (2008), mereka mengembangkan skala kecemasan komunikasi
dari tiga macam skala
salah satunya skala PRCA-24 dari Mc.Croskey.
Responden penelitian mereka berjumlah 210 mahasiswa dari dua fakultas di
universitas Kocaeli Turki. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Gillani,
S.W, dkk (2010), mereka menggunakan skala PRCA dengan jumlah responden
1079 mahasiswa di Malaysia.
Sedangkan Penelitian kecemasan komunikasi di Indonesia lebih banyak
meneliti kecemasan komunikasi interpersonal seperti efektifitas komunikasi
dengan stress (Gunawati, 2006), modifikasi perilaku untuk mengurangi
kecemasan komunikasi (Wulandari, 2006), self efficacy dengan kecemasan
berbicara didepan umum (Anwar, 2010). Rata-rata siswa dan mahasiswa yang
menjadi sampel/responden penelitian mereka mengalami kecemasan komunikasi
baik komunikasi interpersonal, berbicara didepan umum. Dari penelitian yang
ada di Indonesia, kebanyakan menggunakan alat ukur yang mereka rancang
sendiri sesuai dengan kebutuhan mereka. Akan tetapi, alat ukur mereka masih
dalam
taraf
untuk
penggunaan
peneltian
Yanggi Arrini, 2012
Pengembangan Alat Ukur...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
mereka
dan
masih
perlu
9
mengembangkan alat ukur yang valid dan reliabel dan cocok digunakan pada
berbagai kelompok usia.
Penelusuran literatur diatas belum dapat menemukan skala yang digunakan
untuk mengukur kecemasan komunikasi secara umum khususnya dalam
lingkungan akademik. Namun, ada berbagai skala yang dikembangkan dengan
tujuan untuk mengukur kecemasan komunikasi dalam dimensi yang berlainan.
Diantara pertimbangan alat ukur yang paling sering digunakan adalah alat ukur
kecemasan komunikasi dari Mc.Croskey (1984) yaitu Personal Report
Communication Apprehension yang sering disebut PRCA-24. Skala ini paling
banyak
digunakan untuk
mengukur kecemasan
komunikasi
terdiri
dari
pernyataan yang melibatkan perasaan terkait dengan komunikasi dengan orang
lain dan empat faktor situasional (kelompok diskusi, pertemuan/meeting,
interpersonal, dan public speaking).
Kekurangan untuk mengungkap kecemasan komunikasi yang sesuai,
sehingga peneliti menambahkan beberapa skala yang sama yaitu skala
Willingness to Communicate Scale (WTC) dan skala Communication
Apprehension Lecture Scale (CALS). Skala Willingness to Communicate Scale
(WTC)
dikembangkan
untuk
mengukur
kesediaan
seseorang
untuk
berkomunikasi termasuk pernyataan yang mencerminkan kesediaan peserta atau
keengganan untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu ataupun terhadap orang
yang sering bertemu. Skala Communication Apprehension Lecture Scale
Yanggi Arrini, 2012
Pengembangan Alat Ukur...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
10
(CALS), skala ini dikembangkan oleh Gumus dan Gecer (2008). Skala ini
mengukur tingkat kecemasan komunikasi mahasiswa terhadap dosen dikelas,
memiliki tiga dimensi (Gumus & Gecer, 2008).
Penelitian ini menjadi penting karena adanya kebutuhan skala yang valid
dan reliabel yang sesuai untuk kondisi budaya Indonesia. Selain itu, kecemasan
komunikasi
ini
sangat
berdampak
pada
perkembangan
mahasiswa
(Santoso,1998). Sekitar 29,3 % mahasiswa mengalami kecemasan komunikasi
dan meningkat menjadi stress. Oleh karena itu, perlu adanya alat ukur yang
akurat yang dapat mengukur tingkat kecemasan, sehingga apabila orang tersebut
tergolong rawan dalam kecemasan komunikasi maka orang tersebut dapat
memperbaiki diri atau berlatih. Dengan demikian, penelitian ini akan
memberikan kontribusi yang besar bagi seseorang khususnya mahasiswa untuk
mencapai kesuksesan. Skala penelitian ini dikembangkan menyesuaikan
kebutuhan pada mahasiswa yang ada di Indonesia khususnya mahasiswa
Universitas
Pendidikan
Indonesia.
Penelitian
ini
bermaksud
untuk
mengembangkan alat ukur sekaligus melakukan uji coba dan menyusun norma
mengenai “Kecemasan Komunikasi pada Mahasiswa”.
Yanggi Arrini, 2012
Pengembangan Alat Ukur...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
11
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Pengembangan alat ukur kecemasan komunikasi dalam lingkup kampus
atau sekolah belum terlalu popular dibandingkan dengan penelitian kecemasan
komunikasi interpersonal. Penelitian lain yang serupa belum mengungkapkan
kecemasan komunikasi secara umum dilingkungan kampus. Kurangnya aspek
tertentu untuk mengungkap kecemasan komunikasi secara umum. Seperti dalam
skala PRCA-24. Skala ini paling banyak digunakan untuk mengukur kecemasan
komunikasi terdiri dari pernyataan yang melibatkan perasaan terkait dengan
komunikasi dengan orang lain dan empat faktor situasional (kelompok diskusi,
pertemuan/meeting, interpersonal, dan public speaking).
Skala PRCA tidak mengungkapkan mengenai kesediaan komunikator
untuk berkomunikasi sehingga peneliti menambahkan dari skala yang berkaitan
dengan skala kesediaan berkomunikasi yaitu skala Willingness to Communicate
Scale (WTC). Skala Willingness to Communicate Scale (WTC) dikembangkan
oleh McCroskey, dan koleganya pada tahun 2002 untuk mengukur kesediaan
seseorang berkomunikasi termasuk pernyataan yang mencerminkan kesediaan
peserta atau keengganan untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu ataupun
terhadap orang yang sering bertemu. Ternyata, dua skala belum mencukupi apa
yang dikehendaki dari penelitian ini. Sehingga peneliti menambahkan dari skala
yang berkaitan dengan dosen dikelas yaitu skala Communication Apprehension
Lecture Scale (CALS). Skala Communication Apprehension Lecture Scale
Yanggi Arrini, 2012
Pengembangan Alat Ukur...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
12
(CALS), skala ini dikembangkan oleh Gumus dan Gecer pada tahun 2008. Skala
ini mengukur tingkat kecemasan komunikasi mahasiswa terhadap dosen dikelas
(Gumus & Gecer, 2008).
Skala pada penelitian ini menyempurnakan skala PRCA-24, WTC dan
CALS, sehingga skala kecemasan komunikasi mahasiswa secara umum
dilingkungan kampus. Skala ini dapat mengetahui dan mengidentifikasi tingkat
kecemasan komunikasi mahasiswa secara keseluruhan baik didalam kelas, diluar
kelas, didalam forum hingga berhadapan dengan dosen, dengan teman-temannya,
dengan pegawai dikampus serta orang-orang yang ada dilingkungan kampus.
Kecemasan komunikasi adalah suatu perasaan takut atau gelisah ketika
seseorang berinteraksi dengan orang lain bahkan dengan orang terdekat baik
secara komunikasi langsung atau komunikasi yang akan dan sedang dilakukan.
Kecemasan komunikasi dari literatur yang didapat dan skala yang serupa
yaitu (PRCA-24, WTC, CALS) memiliki tiga dimensi yaitu: pertama, ancaman
terhadap
lingkungan
kampus
definisi
operasionalnya
yaitu
kecemasan
komunikasi dapat berkembang karena terdapat ancaman dari perilaku teman,
dosen dan pihak kampus. Kedua, kepribadian seseorang definisi operasionalnya
yaitu yang berhubungan dengan kepribadian seseorang seperti rasa malu, diam,
dll. Ketiga, penghindaran yang khas definisi operasionalnya yaitu berusaha
Yanggi Arrini, 2012
Pengembangan Alat Ukur...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
13
menghindar dalam hubungan interpersonal, tidak mengajukan pertanyaan, tidak
berpartisipasi baik dikelas, hingga menghindar dari lingkungan kampus.
Berdasarkan permasalahan di atas maka rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana definisi konseptual dan operasional kecemasan komunikasi pada
mahasiswa?
2. Bagaimana reliabilitas alat ukur kecemasan komunikasi mahasiswa?
3. Bagaimana validitas isi dan konstruk alat ukur kecemasan komunikasi
mahasiswa?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengembangkan model alat ukur/skala kecemasan komunikasi pada mahasiswa
sesuai dengan kondisi di Indonesia.
2. Mengidentifikasi aspek-aspek yang digunakan dalam penyusunan alat ukur
kecemasan komunikasi pada mahasiswa.
3. Mengukur reliabilitas alat ukur kecemasan komunikasi pada mahasiswa yang
dapat diandalkan.
Yanggi Arrini, 2012
Pengembangan Alat Ukur...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
14
4. Mengukur gambaran tentang validitas alat ukur kecemasan komunikasi pada
mahasiswa.
5. Membuat norma skala kecemasan komunikasi mahasiswa.
D. Manfaat / Signifikansi Penelitian
Selain dari tujuan penelitian, pastinya adanya manfaat, berikut manfaat
penelitian ini.
1. Manfaat dari segi teoritis
a. Manfaat pengembangan skala kecemasan komunikasi ini secara teoritis
menyempurnakan alat ukur/skala yang lain dan yang hampir sama seperti
skala PRCA-24, WTC dan CALS.
b. Manfaat pengembangan skala kecemasan komunikasi ini secara teoritis
dapat menjadi input positif dengan menambah dan memperkaya
instrumen psikologi khususnya yaitu instrumen kecemasan komunikasi.
2. Manfaat dari segi praktis
a. Bagi pihak Universitas Pendidikan Indonesia. Melihat pada motto
kampus. Bahwa masalah kecemasan komunikasi dalam lingkup
pendidikan perguruan tinggi seringkali terjadi karena tuntutan mahasiswa
untuk tetap bersikap ilmiah dan mandiri. Sehingga kontribusi skala ini
diharapkan sangat besar.
Yanggi Arrini, 2012
Pengembangan Alat Ukur...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
15
b. Bagi ilmuwan Psikologi (baik mahasiswa, peneliti selanjutnya, dll) ,
diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dan sumbangan
ilmu pengetahuan tentang kecemasan komunikasi.
E. Struktur Organisasi Skripsi
Penelitian ini disajikan dalam lima bab dengan sistematika penulisan
sebagai berikut: BAB I pendahuluan meliputi latar belakang penelitian,
identifikasi dan rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, dan struktur
organisasi skripsi. BAB II kajian pustaka meliputi (1) Konsep kecemasan
komunikasi: pengertian komunikasi, tipe-tipe kecemasan komunikasi, konstruk
kecemasan komunikasi; (2) konsep pengembangan alat ukur: pengukuran
psikologis, skala likert, pengembangan alat ukur, standarisasi alat ukur; (3)
penelitian terdahulu. BAB III metode penelitian meliputi lokasi dan subjek
penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, kisi-kisi
penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data dan
analisis data. BAB IV hasil penelitian dan pembahasan meliputi hasil penelitian
dan juga pembahasan dengan menggunakan teori-teori yang tertera pada bab II.
BAB V kesimpulan dan saran meliputi kesimpulan hasil penelitian serta saran
metodologis dan praktis.
Yanggi Arrini, 2012
Pengembangan Alat Ukur...
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Download