9 BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1
Corporate Action
Corporate action merupakan aktivitas emiten yang berpengaruh terhadap
jumlah saham beredar dan berpengaruh terhadap harga saham di pasar, aktivitas ini
menjadi perhatian pihak-pihak yang terkait di pasar modal, khususnya para
pemegang saham. Keputusan mengenai corporate action harus disetujui dalam suatu
rapat umum, baik RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) maupun RUPSLB (Rapat
Umum Pemegang Saham Luar Biasa). Corporate action umumnya mengacu pada
aktivitas penerbitan rights, pemecahan saham (stock split), saham bonus, dan
pembagian dividen. Selain itu juga terdapat jenis corporate action lainnya yang tidak
berpengaruh terhadap harga yang terjadi di pasar, kecuali berupa pencatatan
penambahan saham baru seperti penawaran perdana (initial public offering-IPO) dan
additional listing. Tujuan emiten melakukan corporate action antara lain untuk
meningkatkan modal perusahaan, meningkatkan likuiditas perdagangan saham, atau
tujuan-tujuan
lainnya.
Corporate
action
berpengaruh
signifikan
terhadap
kepentingan pemegang saham karena aktivitas ini berpengaruh terhadap jumlah
saham yang beredar, komposisi kepemilikan saham, jumlah saham yang akan
dipegang oleh pemegang saham, serta pengaruhnya terhadap pergerakan harga
saham (Darmadji dan Fakhruddin, 2011).
2.2
Dividen
Menurut Ross et al. (2008) definisi dividen adalah bagian dari laba (earning)
yang dibagikan oleh perusahaan kepada pemiliknya, baik dalam bentuk kas maupun
dalam bentuk lainnya. Dividen merupakan konsekuensi yang muncul karena pilihan
pendanaan dengan menerbitkan saham.
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi pembagian dividen menurut
Fakhruddin (2008), diantaranya adalah:
1.
Memberikan return ke investor
Salah satu pertimbangan investor yang berorientasi jangka panjang untuk
membeli saham adalah apakah saham tersebut memberikan dividen yang
memadai dalam arti sesuai dengan required rate of return sang investor.
9
10
Kebijakan tentang dividen (dividend policy) dan rasio dividen yang dibayarkan
(dividend payout ratio) akan sangat dipertimbangkan oleh investor tipe ini. Oleh
karena itu, salah satu cara perusahaan memikat investor adalah dengan membuat
kebijakan dividen yang menarik dan memberikan dividend payout ratio yang
reasonable.
2.
Sebagai pemenuhan janji di prospektus
Ketika menjual saham perdananya ke publik, emiten biasanya menyatakan
kebijakan dividennya dalam prospektus dan tentunya emiten harus memenuhi
apa yang dijanjikannya dalam prospektus tersebut. Namun dalam praktiknya,
dividen yang dibagikan akan ditentukan dalam forum Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) yang merupakan forum tertinggi untuk memutuskan dividen.
3.
Emiten membukukan keuntungan dan memiliki sumber dana yang cukup untuk
dibagi dalam bentuk dividen
Jika emiten membukukan keuntungan yang cukup besar dan memiliki sumber
dana yang cukup, biasanya emiten tersebut akan membagi dividen, kecuali
RUPS menentukan lain, misalnya keuntungan yang diperoleh tidak dibagikan
dalam bentuk dividen tetapi dimasukkan sebagai laba ditahan untuk
pengembangan usaha emiten.
2.2.1 Jenis-jenis Dividen
Menurut Wibowo dan Arif (2005) ada lima jenis-jenis dividen, antara lain:
1.
Dividen tunai (cash dividend)
Jenis dividen yang sangat umum dikenal adalah dividen tunai. Dividen tunai
merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham yang berbentuk uang
kas.
2.
Dividen properti (property dividend)
Dividen properti merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham
yang bukan berupa kas, melainkan berupa properti seperti merchandise, real
estate, investment, dan lain-lain. Besarnya dividen dicatat sebesar nilai pasar
wajar (fair market value) dari properti pada saat pengumuman dividen, selisih
antara nilai pasar wajar dan nilai perolehan diakui sebagai laba atau rugi dari
apresiasi terhadap properti tersebut.
3.
Dividen surat wesel (scrip dividend)
11
Dividen surat wesel merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham
oleh perseroan dengan cara menerbitkan surat wesel khusus kepada para
pemegang saham yang akan dibayarkan pada waktu yang akan datang
ditambah dengan bunga tertentu.
4.
Dividen likuidasi (liquidating dividend)
Dividen likuidasi merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham
yang didasarkan kepada modal disetor (pain in capital) bukan didasarkan
kepada laba ditahan. Oleh karena itu dividen seperti ini lebih tepat dikatakan
sebagai pengembalian investasi (return on investment) kepada para pemegang
saham.
5.
Dividen saham (stock dividend)
Dividen saham merupakan distribusi laba kepada para pemegang saham
berupa saham bukan berupa aktiva. Transaksi tersebut dikatakan sebagai
nonreciprocal transaction. Ada dua pendapat mengenai dasar pencatatan
dividen saham, yaitu apakah didasarkan pada nilai pasar saham atau
didasarkan pada nilai pari saham. Akan tetapi, profesi akuntansi sepakat jika
small stock dividend yaitu dividen saham yang jumlahnya lebih kecil dari 2025% saham yang beredar, maka pencatatannya didasarkan pada nilai pasar
saham.
Selain mendistribusikan kelebihan kas dalam bentuk dividen tunai, ada
beberapa bentuk kebijakan lain yang dilakukan oleh perusahaan seperti yang
diungkapkan oleh Ross et al. (2008), antara lain:
1. Stock Repurchase
Stock repurchase merupakan pembelian kembali saham yang dimiliki
pemegang saham oleh perusahaan. Saham yang dibeli kembali tersebut
disebut dengan treasury stock. Metode ini adalah metode yang digunakan
untuk membagikan laba perusahaan kepada pemegang saham dimana metode
ini memberikan perlakuan pajak yang lebih baik dibandingkan dengan
dividen. Berdasarkan hukum pajak saat ini, repurchase memiliki keuntungan
pajak yang signifikan daripada dividen tunai. Dividen sepenuhnya dikenakan
pajak sebagai ordinary income, dan pemegang saham tidak memiliki pilihan
untuk menerima atau tidak menerima dividen. Sedangkan dalam repurchase,
pemegang saham membayar pajak hanya jika (1) pemegang saham memilih
12
untuk menjual saham dan (2) pemegang saham memperoleh capital gain atas
penjualan saham.
2. Stock Dividend
Stock dividend merupakan jenis dividen yang dibagikan dalam bentuk saham.
Perusahaan biasanya memilih dividen jenis ini untuk menghemat arus kas
keluar. Setiap pemegang saham akan mendapatkan tambahan saham tertentu
sesuai dengan yang ditetapkan oleh manajemen. Namun karena jumlah saham
yang beredar juga meningkat sama banyaknya, pemegang saham tidak
mendapatkan penambahan persentase kepemilikan atas perusahaan sehingga
penambahan jumlah saham secara nominal menjadi tidak berarti.
3. Stock Split
Stock split pada dasarnya memiliki dampak yang sama dengan stock dividend
bagi perusahaan dan pemegang saham, yaitu menambah jumlah saham yang
beredar dan mengurangi nilai per saham. Mekanisme terjadinya stock split
adalah dengan memecah setiap saham untuk menciptakan saham tambahan.
Tujuannya adalah untuk menjaga agar harga saham tetap berada pada rentang
harga optimum karena harga saham yang terlalu tinggi akan menyebabkan
kesulitan bagi investor sehingga dikhawatirkan akan mengurangi permintaan
dan menurunkan harga saham.
2.2.2 Dividen Tunai dan Metode Standar Pembayaran
Jenis dividen yang paling umum adalah dividen tunai. Menurut Weygant et
al. (2010) dalam Kusumah (2013) terdapat tiga hal yang harus dimiliki perusahaan
untuk membayarkan dividen tunai yaitu:
1. Memiliki saldo laba
Aturan mengenai sumber dana untuk pembagian dividen tunai beragam.
Saldo laba digunakan untuk membayar dividen tunai merupakan hal yang
legal.
2. Memiliki uang kas yang cukup
Sebelum mengumumkan dividen tunai, perusahaan akan mengevaluasi posisi
uang kas yang tersedia dan jumlah estimasi kebutuhan kas jangka pendek.
Perusahaan akan membagikan dividen tunai jika uang kas yang dimiliki
perusahaan memadai. Apabila perusahaan mempunyai saldo laba yang besar
13
namun tidak mempunyai kecukupan uang kas maka dividen tunai tidak dapat
dibagikan kepada para pemegang saham.
3. Pengumuman dividen
Pembagian dividen kepada pemegang saham merupakan keputusan dari
dewan direksi. Dewan direksi dapat menentukan jumlah laba yang akan
dibagikan
dalam
bentuk
dividen
dan
jumlah
laba
ditahan
untuk
mengembangkan perusahaan.
Menurut Ross et al. (2008), jenis-jenis dividen tunai antara lain (1) reguler
cash dividends (2) extra dividends (3) special dividends dan (4) liquidating
dividends. Terkadang perusahaan akan membayar dividen tunai reguler dan dividen
tunai ekstra dimana kata ’ekstra’ menunjukkan bahwa dividen ini tidak harus
dibagikan lagi di masa mendatang. Begitu pula dengan special dividend dimana
dividen ini dipandang sebagai kejadian yang hanya berlangsung satu kali dan tidak
akan terulang. Sedangkan liquidating dividend biasanya diartikan bahwa sebagian
atau seluruh bisnis telah dilikuidasi. Pembayaran dividen tunai akan mengurangi kas
dan laba ditahan perusahaan, kecuali untuk liquidating dividend.
Keputusan untuk membayar dividen ditentukan oleh dewan direksi
perusahaan. Ketika dividen telah diumumkan, hal ini berarti dividen telah menjadi
utang perusahaan dan tidak dapat dihapuskan dengan mudah. Kronologi pembayaran
dividen adalah sebagai berikut (Ross et al., 2008):
1.
Declaration date: tanggal dimana dewan direksi mengumumkan pembagian
dividen.
2.
Ex-dividend date: dua hari sebelum tanggal pencatatan, memastikan orangorang berhak atas dividen.
3.
Date of record: tanggal dimana pemegang harus dicatat agar ditunjuk untuk
menerima dividen.
4.
2.3
Date of payment: tanggal dimana cek dividen dibayarkan.
Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan
kebijakan pendanaan perusahaan. Kebijakan dividen merujuk pada pilihan
perusahaan untuk mendistribusikan laba yang diperoleh perusahaan kepada
pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal
guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang. Menurut Horne dan
14
Wachowicz (2007), stabilitas pembayaran dividen merupakan daya tarik bagi banyak
investor. Stabilitas berarti mempertahankan posisi pembayaran dividen perusahaan
yang berhubungan dengan garis tren, khususnya garis dengan kecondongan ke atas.
Saham dapat memiliki harga yang lebih tinggi jika saham tersebut memberikan
pembayaran dividen yang stabil sepanjang waktu daripada jika saham memberikan
pembayaran persentase tertentu dari laba. Tapi di sisi lain, perusahaan yang akan
membagikan dividen dihadapkan pada berbagai macam pertimbangan seperti
perlunya menahan laba untuk reinvestasi yang lebih menguntungkan, kebutuhan
dana perusahaan, likuiditas perusahaan, dan faktor lain yang berhubungan dengan
kebijakan dividen. Oleh karena itu keputusan mengenai kebijakan dividen
memerlukan pertimbangan yang serius.
2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen perusahaan menggambarkan rencana atas tindakan yang
akan diikuti kapanpun keputusan mengenai dividen telah dibuat. Faktor-faktor yang
menjadi pertimbangan dalam menetapkan kebijakan dividen menurut Gitman dan
Zutter (2015) antara lain:
a. Legal constraints
Kebanyakan negara melarang perusahaan dari pembayaran dividen tunai yang
merupakan bagian dari legal capital, yang dihitung dengan par value dari
saham biasa. Negara-negara lain menetapkan legal capital untuk tidak hanya
memasukkan par value dari saham biasa, tapi juga paid-in capital in excess of
par. Perusahaan terkadang menentukan persyaratan untuk membatasi jumlah
dividen. Dengan batasan ini, perusahaan tidak dapat membayar dividen tunai
lebih dari total retained earnings. Jika perusahaan memiliki keterlambatan
kewajiban atau secara legal dinyatakan bangkrut, kebanyakan negara
melarang pembayaran atas dividen tunai. Internal Service Revenue melarang
perusahaan untuk mengakumulasikan pendapatan untuk mengurangi pajak
owners.
b. Contractual constraints
Kemampuan perusahaan untuk membayar dividen tunai sering dibatasi oleh
ketentuan yang sangat ketat dari perjanjian hutang. Pada umumnya, batasan
ini melarang pembayaran dividen tunai sampai perusahaan telah mencapai
level tertentu dari pendapatan, atau mereka dapat membatasi dividen pada
15
jumlah dolar tertentu atau persentase dari pendapatan. Batasan atas dividen
membantu melindungi kreditor dari kerugian karena perusahaan tidak mampu
untuk membayar.
c.
Growth prospects
Kebutuhan keuangan perusahaan berhubungan secara langsung dengan
ekspektasi pertumbuhan dan perolehan aset. Perusahaan harus mengevaluasi
profitabilitas dan risiko untuk mengembangkan wawasan mengenai
kemampuan untuk meningkatkan modal eksternal. Perusahaan harus
menentukan cost dan kecepatan untuk memperoleh pembiayaan. Umumnya,
perusahaan besar memiliki akses yang memadai untuk new capital,
sedangkan perusahaan yang berkembang pesat bisa saja tidak memiliki dana
yang cukup untuk mendukung proyek yang telah disetujui. Perusahaan yang
sedang berkembang sangat bergantung kepada pendanaan internal melalui
retained earnings, sehingga mereka membagikan dividen yang lebih kecil.
d.
Owner considerations
Perusahaan harus menetapkan kebijakan yang berpengaruh baik terhadap
kekayaan mayoritas pemiliknya. Salah satu pertimbangannya adalah status
pajak dari pemilik perusahaan. Jika mayoritas pemilik adalah stockholders
kaya dengan penghasilan cukup besar, perusahaan dapat memutuskan untuk
membayar dengan persentase yang lebih rendah atas pendapatannya agar
pemilik dapat menunda pembayaran pajak sampai saham telah terjual.
Pemegang
saham
yang
memiliki
penghasilan
lebih
rendah
yang
membutuhkan pendapatan atas dividen akan lebih memilih pembayaran yang
lebih tinggi atas pendapatan.
Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah kesempatan investasi yang
dimiliki owners. Jika owners memiliki kesempatan eksternal yang lebih baik,
perusahaan harus membayar dengan persentase yang lebih tinggi atas
pendapatannya.
Yang menjadi pertimbangan terakhir adalah dilusi
kepemilikan yang potensial. Jika perusahaan membayar persentase yang
tinggi atas pendapatannya, modal ekuitas yang baru harus dinaikkan dengan
saham biasa. Hasil dari penerbitan saham baru dapat melemahkan control dan
pendapatan bagi owners.
16
e.
Market considerations
Salah satu teori yang paling baru yang menjelaskan tentang keputusan
kebijakan perusahaan adalah catering theory. Menurut teori ini, permintaan
investor atas dividen berfluktuasi dari waktu ke waktu. Contohnya, selama
ledakan ekonomi yang disertai dengan meningkatnya pasar saham, investor
lebih tertarik kepada saham yang menawarkan capital gain yang tinggi.
Ketika ekonomi sedang mengalami resesi dan pasar saham jatuh, investor
lebih memilih dividen. Catering theory menunjukkan bahwa perusahaan lebih
cenderung untuk memulai pembayaran dividen atau untuk meningkatkan
pembayaran yang ada saat investor menunjukkan preferensi yang kuat untuk
dividen.
2.3.2 Jenis-jenis Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen yang diambil oleh perusahaan berbeda-beda, tergantung
pada keputusan dewan direktur dalam rapat umum pemegang saham. Ada tiga jenis
kebijakan dividen menurut Gitman dan Zutter (2015), antara lain:
1.
Constant payout ratio dividend policy
Dividend payout ratio menunjukkan persentase dari setiap dolar yang
diperoleh
yang
didistribusikan
kepada
pemilik
dalam
bentuk
kas.
Perhitungannya dilakukan denganmembagi dividend per share dengan
earnings per share. Dengan constant payout ratio dividend policy,
perusahaan menetapkan persentase tertentu dari pendapatan yang akan
dibayarkan kepada pemilik dalam setiap periode dividen. Masalah yang ada
pada kebijakan jenis ini adalah jika pendapatan perusahaan jatuh atau jika
kerugian terjadi pada periode yang ditentukan, dividen dapat menjadi rendah
atau bahkan tidak ada. Kondisi dan status perusahaan yang akan datang sering
menjadi indikator yang dipertimbangkan dalam menentukan dividen sehingga
dapat berpengaruh negatif terhadap harga saham perusahaan.
2.
Regular dividend policy
Kebijakan ini didasari oleh pembayaran atas fixed dollar dividend dalam
setiap periode. Perusahaan yang menggunakan kebijakan ini sering
meningkatkan
regular
dividend
apabila
terjadi
peningkatan
yang
berkelanjutan pada pendapatandan umumnya di bawah kebijakan ini dividen
hampir tidak pernah mengalami penurunan.
17
3.
Low regular and extra dividend policy
Kebijakan ini didasari oleh pembayaran low regular dividend, ditambah
dengan dividen ekstra ketika pendapatan lebih tinggi dari biasanya pada
periode yang ditentukan. Perusahaan menghindari ekspektasi bahwa
peningkatan dividen permanen dengan menyebut dividen tambahan sebagai
dividen ekstra. Dengan menetapkan low regular dividend, perusahaan
memberikan investor penghasilan yang stabil yang berguna untuk
membangun kepercayaan diri dalam perusahaan, dan dividen ekstra
memungkinkan mereka untuk berbagi pendapatan khususnya pada periode
yang baik. Perusahaan yang menggunakan dividen ini harus meningkatkan
regular dividend sewaktu peningkatan pendapatan telah terbukti tercapai.
Dividen ekstra tidak harus rutin dibagikan agar tetap menjadi sesuatu yang
berarti.
2.3.3 Teori Kebijakan Dividen
Ada beberapa teori yang dapat digunakan perusahaan sebagai landasan dalam
menetapkan kebijakan dividen, diantaranya adalah:
1. Irrelevance Theory
Menurut Modigliani dan Miller (MM) dalam Brigham dan Houston (2007)
menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak mempunyai efek baik
terhadap harga saham perusahaan maupun biaya modalnya. Teori ini
berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan ditentukan pada kemampuan
perusahaan dalam memperoleh laba, bukan pada bagaimana laba tersebut
dibagi menjadi dividen dan laba ditahan. Oleh karena itu kebijakan dividen
merupakan sesuatu yang tidak relevan untuk dipersoalkan. Teori MM
menyatakan bahwa nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya
dividend payout ratio, tetapi hanya ditentukan oleh profitabilitas dasar dan
risiko usahanya. Asumsi yang digunakan oleh MM dalam teori ini adalah
tidak ada pajak yang dibayarkan atas dividen, saham dapat dibeli dan dijual
tanpa adanya biaya transaksi, semua pihak baik manajer maupun pemegang
saham memiliki informasi yang sama tentang laba perusahaan di masa yang
akan datang.
MM berpendapat bahwa pemegang saham dapat membangun kebijakan
dividen mereka sendiri. Sebagai contoh, jika perusahaan tidak membayar
18
dividen,
pemegang
saham
yang
menginginkan
5%
dividen
dapat
melakukannya dengan menjual 5% dari saham mereka. Sebaliknya, jika
perusahaan membayar dividen lebih tinggi daripada yang mereka inginkan,
investor dapat menggunakan kelebihan tersebut untuk membeli saham
tambahan dari saham perusahaan. Dalam dunia nyata, investor yang
menginginkan dividen tambahan harus membayar biaya transaksi untuk
menjual saham, sedangkan investor yang tidak menginginkan dividen harus
membayar pajak terlebih dahulu atas dividen yang tidak diinginkan dan
kemudian membayar biaya transaksi untuk membeli saham dengan dividen
setelah pajak. Karena pajak dan biaya transaksi pasti terjadi, kebijakan
dividen dapat menjadi relevan dan investor dapat memilih kebijakan yang
membantu mereka mengurangi pajak dan biaya transaksi.
2.
Bird in The Hand Theory
Gordon dan Lintner (1963) dalam Gitman dan Zutter (2015) berpendapat
bahwa pada kenyataannya terdapat hubungan langsung antara kebijakan
dividen perusahaan dengan nilai pasarnya. Argumen ini menyatakan bahwa
investor melihat dividen lebih baik daripada capital gain karena dividen
dianggap
kurang
berisiko.
Pembayaran
dividen
akan
mengurangi
ketidakpastian investor, menyebabkan investor memotong laba perusahaan
pada tingkat yang lebih rendah sehingga meningkatkan nilai saham
perusahaan. Sebaliknya, jika terjadi penurunan dividen atau dividen tidak
dibayarkan, ketidakpastian investor akan meningkat sehingga menaikkan
required return dan menurunkan nilai saham. Investor lebih merasa aman
memperoleh pendapatan berupa pembayaran dividen daripada menunggu
capital gain yang belum tentu akan diperoleh pada masa mendatang. Menurut
teori ini, pemegang saham memiliki preferensi terhadap pembayaran dividen
dibandingkan dengan saldo laba sehingga kebijakan dividen relevan terhadap
nilai dari suatu perusahaan.
Teori ini disanggah oleh Modigliani dan Miller yang berpendapat bahwa
investor yang menginginkan aliran kas langsung dari perusahaan yang tidak
membayarkan dividen dapat menjual bagian dari saham mereka. Dengan
menjual sebagian saham setiap tiga bulan atau setiap tahun, investor dapat
mengulangi aliran arus kas yang sama dengan yang akan mereka terima
19
apabila perusahaan memutuskan untuk membagikan dividen daripada
menahan laba. MM menyebut teori ini sebagai bird in the hand fallacy.
3.
Tax Differential Theory
Teori ini merujuk pada pengenaan pajak yang diberlakukan bagi setiap
investor yang mendapatkan capital gain atau dividen. Menurut Brigham dan
Houston (2007), tax code mendorong banyak investor individual untuk lebih
memilih capital gain dibandingkan dengan dividen. Sebelum tahun 2003,
dividen dikenakan tarif pajak penghasilan yang mencapai 38% sedangkan
capital gain dikenakan tarif pajak sebesar 20%. Namun sejak tahun 2003,
tarif pajak maksimum atas dividen dan long-term capital gain ditetapkan
sebesar 15%. Dengan adanya perubahan ini, maka kerugian atas dividen
menjadi berkurang, tapi reinvestasi dan capital gain tetap memiliki dua
keuntungan dibandingkan dengan dividen. Pajak atas dividen harus
dibayarkan saat tahun dividen diterima, sedangkan pajak atas capital gain
baru dibayarkan pada saat saham terjual. Hal ini memberikan efek time value,
yaitu dolar atas pajak yang dibayarkan di masa datang memiliki effective cost
yang lebih rendah dibandingkan dengan pajak yang dibayarkan hari ini.
Selain itu, jika saham dipegang oleh seseorang sampai dia meninggal, tidak
ada pajak capital gain yang dikenakan.
4.
Signaling Hypothesis Theory
Ada bukti empiris bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan
kenaikan harga saham, sedangkan penurunan dividen pada umumnya
menyebabkan penurunan harga saham. Fenomena ini dapat dianggap sebagai
bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen daripada capital gains.
Tapi Modigliani dan Miller berpendapat bahwa suatu kenaikan dividen yang
di atas biasanya merupakan suatu sinyal kepada para investor bahwa
manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik dimasa
yang akan datang. Sebaliknya, suatu penurunan dividen atau kenaikan dividen
yang di bawah kenaikan normal biasanya diyakini investor sebagai suatu
sinyal bahwa perusahaan menghadapi masa sulit dividen waktu mendatang.
Manajer umumnya memiliki informasi yang lebih baik dibandingkan
pemegang saham mengenai prospek dividen di masa datang, oleh karena itu
jelas terdapat informasi dalam pengumuman dividen. Bagaimanapun, sulit
dikatakan bahwa apakah kenaikan dan penurunan harga setelah adanya
20
kenaikan dan penurunan dividen semata-mata disebabkan oleh efek sinyal
dan preferensi terhadap dividen (Brigham dan Houston, 2007).
Dividen merupakan signalling device yang relatif mahal sehingga sulit bagi
perusahaan yang memiliki kinerja lemah untuk menggunakannya. Perusahaan
yang memiliki kinerja yang bagus tetap dapat menghasilkan laba dan
mendanai kegiatan investasinya walaupun perusahaan itu membagikan
dividen yang cukup besar, sedangkan perusahaan dengan kinerja yang lemah
akan mengalami penurunan laba apabila terus-menerus membagikan dividen
karena tidak dapat mendanai kegiatan investasinya. Investor akan
memberikan nilai lebih kepada perusahaan yang membagikan dividen yang
tinggi karena mereka memahami sinyal yang diberikan perusahaan melalui
pembagian dividen. Penilaian yang berbeda ini disebut dengan separating
equilibrium (Arifin, 2005).
5.
Clientele Effects Theory
Clientele adalah kelompok pemegang saham yang memilih kebijakan dividen
yang berbeda. Jika perusahaan menahan dan menginvestasikan kembali
penghasilan daripada membayar dividen, maka hal ini akan merugikan
pemegang saham yang membutuhkan current income. Nilai saham mereka
akan meningkat, tetapi mereka dapat mengalami masalah dan pengeluaran
atas penjualan beberapa saham mereka untuk memperoleh kas. Sebaliknya,
pemegang saham yang lebih memilih untuk saving daripada membagikan
dividen akan lebih menyukai kebijakan dividen yang rendah. Oleh karena itu,
kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini
akan menanamkan dananya pada perusahaan dengan kebijakan dividen yang
tinggi.
Sebaliknya
kelompok
pemegang
saham
yang
tidak
begitu
membutuhkan uang saat ini akan menanamkan dananya pada perusahaan
dengan kebijakan dividen yang rendah. Berdasarkan penjelasan tersebut,
menunjukkan bahwa terjadi clientele effect yang berarti perusahaan memiliki
clientele yang berbeda-beda yang memiliki preferensi berbeda, dan oleh
sebab itu perubahan kebijakan dividen tidak akan disukai oleh clientele yang
dominan sehingga berdampak negatif terhadap harga saham. Perusahaan
harus mempertahankan kestabilan atas kebijakan dividen agar tidak
mengganggu clientele mereka (Brigham dan Houston, 2007).
21
2.4
Dividen dan Teori Keagenan
Teori keagenan dipopulerkan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976
dimana dasar teori ini adalah hubungan antara agen dan prinsipal. Teori keagenan
memunculkan hubungan antara manajemen sebagai agen dan pemegang saham
sebagai prinsipal. Dalam hal ini direktur dan manajer yang kemudian disebut sebagai
pihak manajemen, berperan sebagai agen dari pemilik perusahaan, yang mengelola
jalannya perusahaan dan diharapkan akan bertindak atas nama shareholder, dengan
tujuan memaksimumkan nilai perusahaan sehingga kemakmuran shareholder akan
tercapai. Namun pada kenyataannya, tindakan manajemen sering menyimpang dari
apa yang diharapkan oleh shareholder. Mereka tidak memaksimumkan kemakmuran
shareholder, tetapi justru memaksimumkan kesejahteraannya sendiri (Almilia dan
Silvy, 2006 dalam Purdwiastuti dan Nofiyanti, 2012). Kondisi seperti inilah yang
akan memicu timbulnya perbedaan kepentingan antara pihak manajemen dan
pemegang saham yang kemudian disebut dengan konflik keagenan (agency conflict).
Konflik
keagenan
dapat
diminimumkan
dengan
suatu
mekanisme
pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan tersebut. Namun
mekanisme pengawasan ini akan memunculkan biaya yang disebut dengan biaya
keagenan (agency cost), yaitu biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk
mengatasi adanya konflik keagenan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah
dengan membayar dividen untuk menurunkan biaya keagenan tersebut. Menurut
Crutchley dan Hansen (1989) dalam Purdwiastuti dan Nofiyanti (2012), pembayaran
dividen akan mempengaruhi kebijakan pendanaan karena dengan pembayaran
dividen yang tinggi akan mengurangi aliran kas perusahaan sehingga perusahaan
dalam memenuhi kebutuhan operasinya akan mencari alternatif sumber pendanaan
yang relevan.
2.5
Dividend Payout Ratio (DPR)
Menurut Horne dan Wachowicz (2007) dividend payout ratio adalah dividen
tunai tahunan yang dibagi dengan laba tahunan atau dividen per lembar saham dibagi
dengan laba per lembar saham. Rasio tersebut menunjukkan persentase laba
perusahaan yang dibayarkan kepada pemegang saham secara tunai.
Penetapan DPR harus dirasakan manfaatnya bagi kepentingan perusahaan
maupun pemegang saham. Bagi perusahaan, informasi yang terkandung dalam DPR
akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan jumlah pembagian
22
dividen dan besarnya laba ditahan untuk mendukung operasionalisasi dan
perkembangan perusahaan. Apabila perusahaan memutuskan untuk membagikan
dividen, maka hal itu berarti akan mengurangi sumber pendanaan intern. Sebaliknya
apabila perusahaan memutuskan untuk menahan laba dalam jumlah besar, maka laba
yang akan dibayarkan sebagai dividden menjadi lebih kecil. Sedangkan bagi
pemegang saham, informasi yang terkandung dalam DPR akan dijadikan sebagai
bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan investasi, apakah mereka akan
menanamkan dananya atau tidak pada suatu perusahaan dengan harapan akan
mendapatkan keuntungan investasi.
Menurut Abdul Kadir (2010), dividend payout ratio banyak digunakan
sebagai penilaian sebagai cara untuk mengestimasi dividen di masa yang akan
datang, sedangkan kebanyakan analisis mengestimasikan pertumbuhan menggunakan
laba ditahan dengan lebih baik daripada dividen.
2.6
Return on Asset (ROA)
ROA
digunakan
untuk
mengukur
kemampuan
perusahaan
dalam
menghasilkan laba atas aset yang dimiliki (Darmadji dan Fakhruddin, 2011). ROA
merupakan rasio keuangan yang banyak digunakan untuk mengukur kinerja
perusahaan, khususnya menyangkut profitabilitas perusahaan. Menurut Gitman
(2009), profitabilitas adalah hubungan antara pendapatan dan biaya yang dihasilkan
dengan menggunakan aset perusahaan, baik lancar maupun tetap dalam aktivitas
produksi. Profitabilitas merupakan tingkat keuntungan bersih yang berhasil diperoleh
perusahaan dalam menjalankan operasinya. Perusahaan akan membagikan dividen
apabila perusahaan memperoleh keuntungan karena dividen merupakan sebagian dari
laba bersih perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham. Keuntungan yang
akan dibagikan sebagai dividen adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi
seluruh kewajiban tetapnya yaitu beban bunga dan pajak (earning after tax).
Kemampuan dalam menghasilkan laba inilah yang menjadi dasar pembagian dividen.
Menurut Brigham dan Houston (2007), ROA dihitung dengan cara
membandingkan laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham biasa dengan total
aktiva. Laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham biasa merupakan laba
bersih operasi perusahaan dikurangi dengan bunga pinjaman dan pajak. Sedangkan
total aktiva mencakup semua aktiva perusahaan, baik aktiva lancar, aktiva tetap
maupun aktiva lain-lain perusahaan.
23
2.7
Debt to Equity Ratio (DER)
Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2011), DER merupakan rasio yang
mengukur sejauh mana besarnya utang dapat ditutupi oleh modal sendiri. DER
merupakan salah satu dari rasio manajemen utang atau yang sering disebut dengan
rasio leverage. Apabila perusahaan menentukan bahwa pelunasan utangnya akan
diambil dari laba ditahan, maka itu berarti perusahaan harus menahan sebagian besar
dari pendapatannya untuk keperluan tersebut dalam arti hanya sebagian kecil dari
pendapatan yang akan dibayarkan sebagai dividen. Selain itu, peningkatan utang
akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang tersedia bagi pemegang saham,
hal ini berarti semakin tinggi kewajiban perusahaan, akan semakin menurunkan
kemampuan perusahaan membayar dividen.
DER dihitung dengan membandingkan total utang dengan total ekuitas. Total
utang yang dimaksud adalah seluruh total utang perusahaan baik utang jangka
pendek maupun utang jangka panjang dalam satu periode akuntansi. DER
mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya,
yang ditunjukkan oleh berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar
utang. Oleh karena itu, semakin rendah DER maka berarti semakin tinggi
kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajibannya.
2.8
Cash Position
Cash position adalah jumlah kas yang ada di perusahaan, dana investasi atau
bank yang dilimiki dalam suatu waktu tertentu. Posisi kas merupakan salah satu rasio
likuiditas yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban
jangka pendek. Semakin besar rasio ini menunjukkan kekuatan bagi perusahaan
karena kas sangat dibutuhkan untuk pembiayaan operasional. Selain itu juga posisi
kas yang tinggi menunjukkan kinerja perusahaan yang baik.
Cash position merupakan rasio kas akhir tahun dibandingkan dengan laba
bersih setelah pajak. Cash position perusahaan merupakan faktor yang penting yang
harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya
dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena dividen
merupakan “cash outflow”, maka makin kuat cash position perusahaan, berarti
makin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen (Riyanto, 2001 dalam
Anjani, 2015).
24
2.9
Firm Size
Perusahaan medium-to-large-size dengan catatan kinerja yang baik secara
relatif mempunyai akses yang mudah untuk masuk ke pasar modal. Perusahaan
seperti itu bersedia untuk membayar dividen saat ini karena mereka tahu bahwa
mereka dapat menjual common stock baru atau bonds di masa depan jika mereka
membutuhkan dana. Beberapa perusahaan bahkan mungkin menerbitkan debt atau
saham sekarang dan menggunakan bagian dari dana untuk memastikan pemeliharaan
dividen saat ini. Meskipun kebijakan ini tampaknya berbeda dengan konsep dividen
sebagai reward, manajemen mungkin membenarkan tindakan ini atas dasar menjaga
stabilitas dividen. Pada era akhir 1980 dan 1990, hanya sebagian kecil perusahaan
yang memiliki kemudahan untuk masuk ke pasar modal untuk mengubah kebijakan
dividen mereka dalam hal ini. Banyak perusahaan kecil sebenarnya dapat menunda
pembayaran dividen, karena mereka tahu mereka akan mengalami kesulitan dalam
meningkatkan dana dalam pasar modal (Stanley dan Geoffrey, 2005).
Menurut Riyanto (1995) dalam Anjani (2015), suatu perusahaan besar yang
sahamnya tersebar luas, setiap perluasan modal saham hanya akan mempunyai
pengaruh yang kecil terhadap kemungkinan hilangnya atau tergesernya pengendalian
dari pihak yang dominan terhadap perusahaan bersangkutan. Sebaliknya, perusahaan
yang kecil dimana sahamnya hanya tersebar di lingkungan kecil, penambahan jumlah
saham akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemungkinan hilangnya
control pihak dominan terhadap perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu,
kemudahan akses ke pasar modal dapat diartikan sebagai fleksibilitas karena
kemampuan untuk memperoleh dana akan lebih besar yang mengakibatkan
perusahaan dapat membayar dividen yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perusahaan yang lebih kecil. Ukuran perusahaan dapat dihitung dengan log natural
dari total aset.
2.10
Investment Opportunity Set (IOS)
Beberapa perusahaan menghasilkan kas yang banyak tetapi memiliki
kesempatan investasi yang terbatas. Perusahaan seperti itu biasanya mendistribusikan
persentase kas yang besar untuk pemegang saham sehingga menarik kelompok
investor yang lebih memilih dividen yang tinggi. Sedangkan perusahaan lain yang
menghasilkan kas yang sedikit atau tidak memiliki kelebihan kas tetapi memiliki
kesempatan investasi yang besar akan meningkatkan earnings dan harga saham
25
sehingga menarik kelompok investor yang lebih memilih capital gains. Menurut
model dividen residual, jumlah dividen yang dibayarkan sama dengan net income
dikurangi dengan jumlah laba ditahan yang dibutuhkan untuk membiayai semua
investasi yang menguntungkan (Brigham dan Houston, 2007).
Investment Opportunity Set menurut Myers (1977) dalam Sarmento et al.
(2014) merupakan komponen dari nilai perusahaan sebagai akibat dari pilihan untuk
melakukan investasi di proyek yang memiliki net present value positif di masa
depan. Selama satu tahun perusahaan mungkin membayar dividen bernilai nol karena
perusahaan membutuhkan uang untuk mendanai peluang investasi yang baik tetapi
pada tahun berikutnya perusahaan mungkin membayarkan dividen dalam jumlah
besar karena peluang investasi yang buruk dan tidak perlu menahan banyak uang
(Brigham dan Houston, 2007). Apabila kondisi perusahaan sangat baik maka pihak
manajemen akan cenderung lebih memilih investasi baru daripada membayar dividen
yang tinggi. Dana yang seharusnya dapat dibayarkan sebagai dividen tunai kepada
pemegang saham akan digunakan untuk pembelian investasi yang menguntungkan,
bahkan untuk mengatasi masalah underinvestment. Sebaliknya, perusahaan yang
mengalami pertumbuhan lambat cenderung membagikan dividen lebih tinggi untuk
mengatasi masalah overinvestment (Suharli, 2008). Proksi berbasis harga merupakan
suatu pengukuran untuk IOS. Menurut Kallapur dan Trombley (2001) dalam
Sarmento et al. (2014), rasio nilai pasar terhadap nilai buku ekuitas dapat menangkap
sebagian besar informasi penting tentang IOS.
2.11
Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai bahan perbandingan
dan referensi dalam penelitian ini dapat dilihat di Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No.
Nama
1
Pribadi
dan
Sampurno
(2012)
Judul
Penelitian
Analisis
Pengaruh Cash
Position, Firm
Size, Growth
Opportunity,
Ownership,
dan Return on
Asset
Variabel
Independen
Cash position,
firm size,
growth
opportunity,
ownership,
dan return on
asset (ROA)
Variabel
Dependen
Dividend
payout
ratio
(DPR)
Hasil Penelitian
Ownership dan
ROA berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap DPR,
firm size dan cash
position
berpengaruh
26
No.
Nama
Judul Penelitian
Variabel
Independen
Variabel
Dependen
Terhadap
Dividend Payout
Ratio
2
Rehman
(2012)
Determinants of
Dividend Payout
Ratio: Evidence
from Karachi
Stock Exchange
(KSE)
3
Putri
(2013)
4
Anjani
(2015)
Pengaruh
Investment
Opportunity Set,
Kebijakan Utang
dan Ukuran
Perusahaan
Terhadap
Kebijakan
Dividen Pada
Perusahaan
Manufaktur yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia (BEI)
Pengaruh Cash
Position, Firm
Size, Debt to
Equity Ratio, dan
Return on Assets
Terhadap
Dividend Payout
Ratio Pada
Perusahaan
Manufaktur yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
Profitability,
operating
cash flow per
share
(CFPS),
corporate tax
(TAX),
current ratio
(CR),
market-tobook value
(MTBV), dan
debt to equity
ratio (DER)
Market to
book value of
equity ratio
(MVE/BVE),
debt to equity
ratio (DER),
dan ukuran
perusahaan
Dividend
payout
ratio
(DPR)
Cash
position, firm
size, debt to
equity ratio
(DER), dan
return on
assets (ROA)
Dividend
payout
ratio
(DPR)
Dividend
payout
ratio
(DPR)
Hasil Penelitian
negatif dan
signifikan terhadap
DPR, growth
opportunity
berpengaruh negatif
dan tidak signifikan
terhadap DPR.
Profitability, DER,
CR, dan TAX
berpengaruh positif
terhadap DPR.
Sementara CFPS dan
MTBV berpengaruh
negatif terhadap
DPR. Variabel
profitability, DER,
dan MTBV
berpengaruh
signifikan terhadap
DPR.
Investment
opportunity set
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap DPR,
kebijakan utang
berpengaruh negatif
dan signifikan
terhadap DPR.
Sementara ukuran
perusahaan
berpengaruh positif
dan tidak signifikan
terhadap DPR.
Cash position tidak
berpengaruh
terhadap DPR. Firm
size, DER, dan ROA
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap DPR.
27
No.
Nama
Judul Penelitian
5
Imran
(2011)
6
Zumrotun Analisis FaktorNafi’ah
Faktor yang
(2013)
Mempengaruhi
Kebijakan Dividen
dan Dampaknya
Terhadap Nilai
Perusahaan Pada
Perusahaan
Manufaktur yang
Tercatat di Bursa
Efek Indonesia
Tahun 2008-2010
2.12
Determinants of
Dividend Payout
Policy: A Case of
Pakistan
Engineering Sector
Variabel
Independen
Last year’s
dividend per
share,
earnings per
share (EPS),
profitability,
cash flow,
sales growth,
dan firm size
Struktur
kepemilikan,
pertumbuhan
perusahaan,
ukuran
perusahaan,
dan laba
Variabel
Dependen
Dividend
per share
Hasil Penelitian
Last year’s dividend
per share, EPS,
profitability, sales
growth, dan size
berpengaruh positif
terhadap dividend per
share. Sementara cash
flow berpengaruh
negatif terhadap
dividend per share.
Kebijakan Struktur kepemilikan
dividen
berpengaruh negatif
dan signifikan
dan nilai
perusahaan terhadap kebijakan
dividen, pertumbuhan
perusahaan tidak
berpengaruh terhadap
kebijakan dividen,
laba tidak
berpengaruh terhadap
kebijakan dividen, dan
ukuran perusahaan
tidak berpengaruh
terhadap
kebijakan dividen.
Pengembangan Hipotesis dan Kerangka Pemikiran Teoritis
Dalam sub bab ini, akan dibahas pengembangan hipotesis berdasarkan
landasan teori dan hasil penelitian terdahulu terkait pengaruh return on asset, cash
position, debt to equity ratio, investment opportunity set, dan size terhadap dividend
payout ratio.
2.12.1 Pengaruh Return On Asset Terhadap Dividend Payout Ratio
Salah satu teori yang menjelaskan mengapa perusahaan membagikan dividen
adalah Signaling Hypothesis, yaitu teori yang menyatakan bahwa investor
menganggap perubahan dividen sebagai sinyal atas perkiraan laba manajemen di
masa datang. Efek signaling ini perlu dipertimbangkan ketika perusahaan ingin
melakukan perubahan kebijakan dividen. Oleh karena itu profitabilitas menjadi
variabel independen dalam penelitian ini yang diproksikan dengan return on asset
(ROA). ROA merupakan rasio keuangan yang banyak digunakan untuk mengukur
kinerja perusahaan, khususnya menyangkut profitabilitas perusahaan.
28
ROA
digunakan
untuk
mengukur
kemampuan
perusahaan
dalam
menghasilkan laba atas aset yang dimiliki. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja
perusahaan yang semakin baik, karena tingkat pengembalian investasi (return) yang
semakin besar. Oleh karena itu peningkatan ROA yang terjadi menunjukkan kondisi
tingginya keuntungan perusahaan yang akan berpengaruh pada meningkatnya
ketersediaan dana yang akan dialokasikan untuk dividen. Hal ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Pribadi dan Sampurno (2012) serta Anjani (2015)
yang menunjukkan bahwa return on assets berpengaruh positif dan signifikan
terhadap dividend payout ratio. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah:
H1 : Return on assets berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio.
2.12.2 Pengaruh Cash Position Terhadap Dividend Payout Ratio
Dividen kas mengharuskan ketersediaan saldo kas di tangan sehingga
likuiditas juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen. Sebuah
perusahaan yang berkembang pesat dan memiliki keuntungan yang tinggi sering
terganggu oleh kekurangan uang tunai dan biasanya mereka lebih memilih untuk
menetapkan dividend payout ratio yang rendah. Faktor likuiditas dalam penelitian ini
diproksikan dengan cash position yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendek. Semakin kuat posisi kas perusahaan dapat
memberikan kemudahan bagi perusahaan dalam mengatur keuangannya untuk
keperluan pembayaran dividen. Tapi di sisi lain, keberadaan kas perusahaan juga
digunakan untuk keperluan lain dalam rangka mengembangkan perusahaan, seperti
untuk melakukan investasi apabila terdapat peluang yang menguntungkan.
Besar kecilnya dividen yang dibagikan akan sangat dipengaruhi oleh
besarnya posisi kas perusahaan. Tapi terkadang posisi kas yang besar tersebut
dianggap sebagai sinyal negatif bagi para investor karena perusahaan dianggap tidak
dapat memanfaatkan kas dengan maksimal. Hal ini akan berakibat pada kecilnya
return yang diterima perusahaan dan pada akhirnya berdampak pada besarnya
dividend payout ratio. Penelitian yang dilakukan oleh Pribadi dan Sampurno (2012)
menunjukkan bahwa cash position berpengaruh negatif terhadap dividend payout
ratio. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
H2 : Cash position berpengaruh negatif terhadap dividend payout ratio.
29
2.12.3 Pengaruh Debt to Equity Ratio Terhadap Dividend Payout Ratio
Debt to equity ratio (DER) merupakan rasio yang mengukur sejauh mana
besarnya utang dapat ditutupi oleh modal sendiri. DER merupakan salah satu dari
rasio manajemen utang atau yang sering disebut dengan rasio leverage. Semakin
besar rasio utang yang dimiliki perusahaan, maka semakin tinggi juga risiko yang
harus ditanggung karena beban perusahaan semakin besar. Besarnya utang suatu
perusahaan akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang tersedia bagi para
pemegang saham. Hal ini yang menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam
memutuskan kebijakan mengenai besarnya dividen yang akan dibagikan karena
perusahaan lebih memprioritaskan kewajiban utangnya daripada dividen. Oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kewajiban perusahaan, maka akan
semakin menurunkan kemampuan perusahaan dalam membayarkan dividen. Hal ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Putri (2013) yang menunjukkan bahwa
kebijakan utang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap DPR. Berdasarkan
uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H3 : Debt to equity ratio berpengaruh negatif terhadap dividend payout ratio.
2.12.4 Pengaruh Investment Opportunity Set Terhadap Dividend Payout Ratio
Investment Opportunity Set (IOS) merupakan kombinasi antara aktiva yang
dimiliki (assets in place) dan pilihan investasi dimasa yang akan datang dengan Net
Present Value positif. Semakin tinggi IOS berarti menunjukkan bahwa perusahaan
memiliki banyak kesempatan investasi yang menguntungkan sehingga perusahaan
membutuhkan uang untuk mendanai peluang investasi tersebut. Tetapi hal ini bukan
berarti pembagian dividen untuk pemegang saham menjadi lebih rendah karena
dengan investasi yang dilakukan perusahaan justru akan memberikan tingkat
keuntungan yang lebih besar sehingga dana yang tersedia untuk pembagian dividen
juga semakin besar. Selain itu dengan peluang investasi yang tinggi, pihak
manajemen perusahaan ingin memperlihatkan kondisi perusahaan yang baik kepada
masyarakat sehingga dapat menarik perhatian investor untuk menanamkan modalnya
di perusahaan tersebut. Dengan demikian perusahaan memperoleh modal yang lebih
besar untuk membiayai peluang investasi yang menguntungkan sehingga laba atau
keuntungan yang tersedia untuk dividen juga semakin besar. Hal ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Putri (2013) yang menunjukkan bahwa investment
opportunity set berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividend payout ratio.
30
Investment opportunity set dalam penelitian ini diproksikan dengan rasio nilai pasar
terhadap nilai buku ekuitas. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah:
H4 : Investment opportunity set berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio.
2.12.5 Pengaruh Size Terhadap Dividend Payout Ratio
Ukuran perusahaan menunjukan skala besar kecilnya suatu perusahaan yang
ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan dan rata-rata total aktiva yang
dimiliki perusahaan. Perusahaan besar atau yang sudah mapan yang memiliki catatan
kinerja yang baik secara relatif akan memiliki akses yang lebih mudah untuk
memasuki pasar modal sehingga dapat memperoleh dana yang lebih besar untuk
dibagikan sebagai dividen daripada perusahaan yang masih kecil. Banyak perusahaan
kecil yang menunda pembayaran dividen, karena mereka tahu mereka akan
mengalami kesulitan dalam meningkatkan dana dalam pasar modal. Hal ini berarti
ukuran perusahaan menjadi faktor untuk menentukan besarnya dividen. Penelitian
yang dilakukan oleh Putri (2013), Anjani (2015), dan Imran (2011) menunjukkan
bahwa firm size berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio. Berdasarkan
uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H5 : Size berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio.
Dari landasan teori dan hubungan antara setiap variabel-variabel penelitian
diatas, maka dapat digambarkan sebuah kerangka pemikiran teoritis yang
ditunjukkan dalam Gambar 2.1.
31
Variabel Independen
Variabel Dependen
H1
Return on Asset
H2
Cash Position
Debt to Equity Ratio
Investment Opportunity
Set
H3
Dividend Payout Ratio
H4
H5
Size
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
32
Download