BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan semakin

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perusahaan semakin lama akan semakin berkembang seiring dengan
meningkatnya produktivitas dan performa perusahaan. Modal investasi dulunya
dapat dipenuhi dengan utang ataupun investasi pemilik. Seiring berkembangnya
perusahaan maka kewajiban akan pendanaan juga semakin besar jumlahnya. Hal
ini dibutuhkan untuk berinvestasi guna lebih meningkatkan produktivitas, daya
saing perusahaan, ekspansi, pengembangan produk melalui riset, dan lain
sebagainya. Meningkatnya kebutuhan akan pendanaan membuat perusahaan harus
dapat memperoleh dana dengan cepat dan menerbitkan saham untuk dijual di pasar
modal menjadi opsi yang sering ditempuh oleh perusahaan.
Perusahaan yang menerbitkan saham di pasar modal sering disebut dengan
istilah perusahan go public atau masyarakat Indonesia sering menyebutnya dengan
istilah perusahaan terbuka. Perusahaan go public secara istilah dapat diartikan
sebagai penawaran saham atau obligasi oleh pihak penerbit (perusahaan emiten)
kepada masyarakat umum (Asmalidar 2011). Penerbitan saham sangat membantu
perusahaan yang membutuhkan dana cepat, dengan catatan mereka rela melepaskan
persentase kepemilikan saham perusahaan kepada investor yang membeli saham
mereka. Semakin hari semakin banyak perusahaan yang memutuskan untuk go
public. Hal ini juga diikuti dengan semakin banyaknya investor yang melakukan
jual beli saham di pasar modal. Mulai dari investor dengan dana investasi miliaran
1
maupun jutaan rupiah. Sehingga keberadaan pasar modal dapat sangat membantu
kebutuhan pendanaan suatu perusahaan.
Pasar modal di Indonesia atau biasa disebut Bursa Efek Indonesia juga
mengalami perkembangan yang cukup pesat dimulai pada tahun 1989. Husnan
(2001) menyatakan bahwa banyak faktor yang menyebabkan perkembangan pasar
modal antara lain perkembangan ekonomi yang cukup baik dan tingkat bunga relatif
rendah, tetapi kebijakan pemerintah nampaknya mempunyai peran yang sangat
besar. Selain itu Bursa Efek Indonesia juga mengalami proses belajar dari
investornya hal ini terlihat dengan pasar modal yang semakin efisien.
Perusahaan yang akan go public pada awalnya akan menawarkan sahamnya
ke pasar perdana atau biasa disebut dengan initial public offering (IPO). Perusahaan
emiten bertindak sebagai issuer yang menawarkan persentase kepemilikan
sahamnya kepada investor yang ingin membeli saham perusahaannya. Pasar
perdana tentunya akan menarik minat investor untuk membeli saham perusahaan,
hal ini dikarenakan investor dapat memperoleh keuntungan berupa capital gain
seketika setelah saham perusahaan ditawarkan di pasar sekunder dengan catatan
harga di pasar perdana underpricing. Kebanyakan kasus menunjukan bahwa saham
yang ditawarkan pada pasar perdana cenderung memiliki harga saham yang lebih
murah
sehingga
investor
akan
memperoleh
keuntungan
disaat
saham
diperdagangkan di pasar sekunder.
Saat menerbitkan saham di pasar perdana, perusahaan bekerja sama dengan
penjamin emisi atau underwriter. Underwriter adalah perusahaan efek yang
mendapatkan izin untuk bergerak di bidang penjaminan emisi yang memiliki fungsi
2
untuk menjamin terjualnya efek yang ditawarkan saat pasar perdagangan saham
perdana sebagaimana yang telah disepakati dengan pihak emiten.
Harga saham yang ditawarkan di pasar perdana merupakan kesepakatan
antara underwriter dan emiten. Keberadaan underwriter bermanfaat karena mereka
memiliki cukup informasi mengenai permintaan terhadap saham-saham emiten di
pasar perdana. Dengan adanya kerja sama ini harga kesepakatan yang optimal akan
terbentuk. Harga yang disepakati diharapkan dapat menarik minat investor,
sehingga dapat memperkecil risiko keharusan bagi underwriter untuk membeli
saham yang tidak laku terjual. Hal ini sesuai dengan sifat underwriter yang
melakukan penjaminan secara penuh (full commitment).
Perusahaan memperoleh nilai wajar saham yang semakin tinggi jika kinerja
perusahaan baik. Kinerja perusahaan yang baik tercermin dari laporan
keuangannya. Laporan keuangan merupakan dasar yang digunakan untuk menilai
kelayakan harga suatu saham perusahaan. Sehingga laporan keuangan tersebut
merupakan sumber informasi yang digunakan oleh pihak-pihak seperti calon
investor, emiten, dan underwriter untuk menilai perusahaan yang akan go public.
Semakin baik angka-angka yang tertera pada laporan keuangan maka perusahaan
akan dapat menawarkan harga saham semakin tinggi karena kinerja keuangan yang
bagus menginterpretasikan kondisi perusahaan. Namun agar lebih independen dan
dapat dipertanggungjawabkan maka laporan keuangan harus terlebih dulu diaudit
oleh Kantor Akuntan Publik sebagaimana yang tertera pada keputusan menteri
keuangan RI No.589/KMK.01/1997. Perusahaan juga wajib untuk membuat
prospektus perusahaan yang berisi informasi akuntansi dan non-akuntansi.
Informasi akuntansi berisi ikhtisar laporan keuangan yang terdiri dari neraca,
3
laporan laba/rugi, laporan arus kas, dan penjelasan laporan keuangan. Informasi
non-akuntansi terdiri dari informasi selain laporan keuangan seperti profil
perusahaan, analisis pasar, kompetitor, informasi underwriter, informasi auditor,
jumlah saham yang ditawarkan, dan informasi lainnya.
Saat perusahaan melakukan penawaran saham perdana sering terjadi
fenomena menarik yaitu fenomena underpricing. Underpricing merupakan kondisi
di mana harga penawaran saham pada pasar perdana lebih murah dibandingkan
setelah dijual di pasar sekunder. Hal ini bagi beberapa pihak yang terlibat memiliki
pengaruh yang berbeda-beda. Bagi pihak investor, terjadinya underpricing akan
menarik minat mereka untuk membeli saham yang dijual oleh emiten. Bagi pihak
emiten, fenomena ini membuat mereka kehilangan kesempatan untuk memperoleh
dana maksimal dari penerbitan saham mereka.
Sudah banyak peneliti yang mencari tahu penyebab terjadinya fenomena
underpricing saat IPO. Peneliti menggunakan berbagai macam variabel untuk
menganalisis apa yang sebenarnya mempengaruhi terjadinya underpricing. Berikut
beberapa peneliti yang melakukan penelitian mengenai faktor penyebab terjadinya
underpricing.
Abdullah dan Mohd (2004) melakukan penelitian mengenai undepricing
IPO di Kuala Lumpur Stock Exchange pada periode 1991 hingga 1998. Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 70 perusahaan dari 9 jenis industri.
Hasil analisis statistik menunjukan variabel SIZE, NATIVE, VALUELOST, dan
OWNERSHIP berpengaruh signifikan terhadap underpricing IPO pada emerging
market seperti di Malaysia.
4
Tian (2012) melakukan penelitian kejadian underpricing IPO di London
Stock Exchange. Penelitian dilakukan menggunakan sampel sebanyak 117
perusahaan pada periode Januari 2002 hingga Januari 2012. Hasil yang diperoleh
variabel issue size, resiko, dan debt ratio berpengaruh signifikan dalam
mempengaruhi underpricing IPO.
Astuti dan Syahyunan (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
return on asset (ROA), debt to equity ratio (DER), earning per share, dan variabel
nonkeuangan lainnya yakni ukuran penawaran saham, umur perusahaan, reputasi
underwriter, reputasi auditor, inflasi, dan suku bunga secara serempak berpengaruh
signifikan terhadap underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO di BEI
pada tahun 2007- Juni 2012. Sedangkan secara parsial hanya reputasi underwriter
yang berpengaruh signifikan.
Seorang investor yang berorientasi jangka panjang tentu akan melakukan
analisis terhadap perusahaan tempat ia akan berinvestasi dan biasanya hal yang
dianalisis ialah kinerja keuangan perusahaan. Faktor finansial seperti variabel
fundamental yang terdiri dari rasio solvabilitas, rasio likuiditas, rasio profitabilitas,
dan rasio aktivitas dapat digunakan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan.
Sehingga walaupun harga ditawarkan underpricing tidak serta merta memberikan
pandangan yang pantas bagi investor tersebut. Oleh sebab itu informasi faktor
fundamenal dapat dijadian acuan bagi investor.
Fenomena underpricing pada saat melakukan IPO juga dapat dikaitkan
dengan signaling theory. Signaling theory merupakan tindakan rasional yang
dilakukan perusahaan untuk memberikan sinyal positif bagi calon investor
5
khususnya yang akan membeli saham di pasar perdana. Hal ini dikarenakan dengan
melakukan underpricing saat IPO dapat menjadi sinyal atas kinerja perusahaan
yang memiliki prospek baik ke depannya karena pemberian diskon terhadap saham
menggambarkan kondisi keuangan perusahaan yang kuat, selain itu hanya
perusahaan dengan kinerja keuangan yang baik yang mampu menawarkan harga
saham perdana secara underpricing.
Pada kasus perusahaan yang melakukan go public, perusahaan akan
menerbitkan prospektus yang dapat memberikan informasi mengenai harga ideal
untuk saham perusahaan tersebut. Namun kenyataanya masih banyak perusahaan
yang masih menerbitkan harga saham di pasar perdana lebih rendah bahkan di
bawah harga wajar saham yang dapat di analisis melalui prospektus yang telah
disusun serta diaudit. Sehingga akan muncul pertanyaan “Mengapa perusahaan
tetap menerbitkan saham secara underpricing?”, “Apakah informasi pada
prospektus dapat mencerminkan harga saham yang wajar?”, “Apakah faktor
fundamental perusahaan mempengaruhi underpricing IPO?”, serta ”Apakah
perusahaan yang melakukan underpricing untuk kepentingan dalam melakukan
signaling theory?”
Penelitian mengenai fenomena underpricing sudah banyak dilakukan
namun hasil empiris yang muncul sering tidak konsisten. Sehingga hal ini menarik
untuk diteliti, khususnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
underpricing saat IPO. Hal ini menarik perhatian penulis untuk melakukan
penelitian dengan judul “Analisis pengaruh faktor fundamental perusahaan
terhadap tingkat underpricing saat IPO di Bursa Efek Indonesia”. Penelitian ini
akan melakukan studi empiris terhadap perusahaan go public yang terdaftar di
6
Bursa Efek Indonesia periode tahun 2009-2014. Faktor fundamental yang akan
digunakan dalam penelitian ini sebagai variabel independen ialah return on asset
(ROA), return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), debt ratio (DR), dan
current ratio (CR). Sedangkan variabel dependen ialah tingkat underpricing price
saham perusahaan IPO.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut terdapat inkonsistensi mengenai
penyebab terjadinya underpricing IPO pada beberapa penelitian sebelumnya. Oleh
sebab itu penulis merumuskan masalah terkait penelitian yang akan dilakukan, yaitu
apakah faktor fundamental perusahaan mempengaruhi terjadinya underpricing di
saat IPO? Kemudian rumusan masalah tersebut dipecah menjadi beberapa poin
yang setiap poinnya mewakilkan faktor fundamental perusahaan, berikut
pemaparannya:
1. Apakah return on asset (ROA) berpengaruh signifikan terhadap tingkat
underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO?
2. Apakah return on equity (ROE) berpengaruh signifikan terhadap tingkat
underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO?
3. Apakah debt to equity ratio (DER) berpengaruh signifikan terhadap tingkat
underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO?
4. Apakah debt ratio berpengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing
pada perusahaan yang melakukan IPO?
5. Apakah current ratio berpengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing
pada perusahaan yang melakukan IPO?
7
6. Apakah faktor fundamental perusahaan (return on asset, return on equity,
debt to equity ratio, debt ratio, dan current ratio) secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing pada perusahaan
yang melakukan IPO?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, dapat diperoleh
tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis hubungan antara
return on asset terhadap
underpricing.
2. Untuk menganalisis hubungan antara return on equity terhadap
underpricing.
3. Untuk menganalisis hubungan antara debt to equity ratio terhadap
underpricing.
4. Untuk menganalisis hubungan antara debt ratio terhadap underpricing.
5. Untuk menganalisis hubungan antara current ratio terhadap underpricing.
6. Untuk menganalisis dan membuktikan secara simultan pengaruh faktor
fundamental perusahaan (return on asset, return on equity, debt to equity
ratio, debt ratio dan current ratio) terhadap underpricing.
1.4
Lingkup Penelitian
Untuk membuktikan rumusan masalah yang telah dirumuskan pada
penelitian ini, lingkup penelitian yang digunakan ialah perusahaan yang mengalami
underpricing disaat melakukan initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia
pada tahun 2009-2014.
8
1.5
Manfaat Penelitian
Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada pihak-pihak yang terkait, yaitu:
1. Investor.
Penelitian ini diharapkan dapat membantu investor atau calon investor
memperoleh informasi mengenai faktor fundamental dalam mengambil
keputusan investasi pada pasar perdana.
2. Perusahaan.
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan bila ingin
melakukan initial public offering (IPO) agar memperoleh hasil yang optimal
dalam implementasinya.
3. Akademisi.
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana untuk menambah
wawasan dan referensi serta literatur dalam bidang keuangan, sehingga
memberikan manfaat untuk penelitian berikutnya.
1.6
Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, lingkup penelitian, dan sistematika penulisan. Pada bagian ini
memberikan gambaran penelitian sehingga diharapakan dapat mempermudah
pembaca untuk memahami isi dari penelitian ini.
BAB II : TINJAUAN LITERATUR DAN TEORI DASAR
9
Menjelaskan tentang teori-teori yang berkaitan dengan penelitian,
penjelasan penelitian terdahulu, serta pengembangan hipotesis atas penelitian ini.
BAB III : METODE PENELITIAN
Menjelaskan tentang metode yang akan digunakan, variabel penelitian, data
dan sampel, serta metode analisis.
BAB IV : PEMBAHASAN
Menjelaskan tentang analisa deskriptif serta tabel maupun grafik dari hasil
penelitian atas pengujian sampel faktor fundamental terhadap underpricing IPO.
BAB V : SIMPULAN DAN SARAN
Menjelaskan tentang kesimpulan dari penelitian, keterbatasn dalam
penelitian yang dilakukan, serta saran untuk kemajuan penelitian selanjutnya.
10
Download