BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masalah keuangan perusahaan dapat terjadi dengan berbagai penyebab,
misalnya saja perusahan mengalami rugi terus-menerus, penjualan yang
tidak laku, bencana alam yang membuat aset perusahaan rusak, sistem tata kelola
perusahaan (corporate governance) yang kurang baik atau dikarenakan oleh
kondisi perekonomian negara yang kurang stabil yang memicu timbulya krisis
keuangan
Krisis yang terjadi tahun 1997 pada perusahaan-perusahaan yang berada
di Asia menunjukkan kegagalan penerapan corporate governance. Pada
masa-masa tersebut perusahaan banyak yang mengalami kebangkrutan karena
gagal membayar utang yang disebabkan perubahan nilai kurs rupiah terhadap
mata uang asing (Wallace dan Zinkin dalam Harmawan, 2013). Suatu
perusahaan mengalami financial distress apabila perusahaan tersebut tidak dapat
memenuhi kewajiban finansialnya dengan dilanggarnya persyaratan utang (debt
covenants) disertai penghapusan atau pengurangan pembiayaan deviden. Selain
itu, keadaan krisis moneter pada tahun tersebut merupakan contoh perusahaan
yang mengalami financial distress.
Menurut Platt dan Platt (dalam Almilia, 2004) financial distress merupakan
tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan
ataupun likuidasi. Suatu perusahaan yang dikategorikan mengalami financial
distress adalah jika perusahaan tersebut mengalami laba operasi negatif selama
dua tahun berturut–turut.
Financial distress dapat diakibatkan oleh beberapa penyebab yang
bermacam–macam. Hasmy (dalam Hadi, 2014) dalam penelitiannya menentukan
dan menganalisis faktor yang mempengaruhi financial distress adalah faktor
internal dan faktor eksternal dan menurutnya faktor penyebab kesulitan keuangan
secara internal adalah meliputi: kesulitan arus kas, besarnya jumlah hutang,
kerugian dari kegiatan operasi perusahaan sedangkan faktor eksternalnya adalah
meliputi: kenaikan harga bahan bakar, kenaikan tingkat bunga pinjaman.
Sedangkan menurut Fachrudin (dalam Hadi, 2014) penyebab utama adalah faktor
ekonomi (37%) dan faktor keuangan (47,3%), selain itu disebabkan oleh
kelalaian dan kecurangan yaitu sebanyak (14 %) serta faktor-faktor lain yang
tidak dirinci yaitu sebanyak 16%.
Prediksi kebangkrutan perusahaan pada umumnya dilakukan oleh pihak
eksternal, misalnya peneliti, investor, kreditor, auditor, pemerintah dan pemilik
perusahaan. Untuk memprediksikan adanya financial distress yang dialami oleh
perusahaan, pihak-pihak eksternal tersebut biasanya bereaksi terhadap sinyal
distress, misalnya, penundaan pengiriman, masalah kualitas produk, tagihan dari
bank, dan lain sebagainya. Dengan diketahuinya kondisi financial distress maka
perusahaan diharapkan dapat melakukan tindakan untuk memperbaiki situasi ini
mulai dini karena sulitnya mendefinisikan secara obyektif permulaan adanya
financial distress agar mampu tetap eksis dalam mempertahankan persaingan
yang sangat ketat saat ini.
Akar penyebab timbulnya krisis ekonomi di Indonesia dan juga di berbagai
negara Asia lainnya adalah buruknya pelaksanaan good corporate governance
dihampir semua perusahaan yang ada, baik perusahaan yang dimiliki pemerintah
(BUMN) maupun yang dimiliki oleh swasta.
Corporate governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan
hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah
dan kinerja perusahaan (Santoso, 2014). Mekanisme corporate governance
bertujuan untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan.
Terjadinya krisis ekonomi menyadarkan semua pihak
tentang
dampak
praktek good corporate governance terhadap perekonomian secara keseluruhan.
Secara umum, perusahaan akan lebih produktif jika perusahaan dalam
keadaaan stabil, baik dari segi keuangannya, personel, maupun iklim politik dan
sosial dari negara tempat perusahaan tinggal. Alasan mengapa perusahaan sukses
atau gagal mungkin lebih disebabkan oleh strategi yang diterapkan oleh
perusahaan. Artinya, kesuksesan suatu perusahaan banyak ditentukan oleh
karakteristik stategis dan manajerial perusahaan tersebut. Strategi tersebut
diantaranya juga mencakup strategi penerapan sistem
good corporate
governance (GCG) dalam perusahaan.
Saat ini, pelaku-pelaku usaha seperti investor, pemberi pinjaman, dan
stakeholders
kian
menyadari
pentingnya
implementasi
good corporate
governance dalam perusahaan akibat meningkatnya kondisi persaingan dan
globalisasi. Hal ini dikarenakan good corporate governance merupakan salah
satu faktor penting dalam menilai kinerja suatu perusahaan. Penerapan praktek
good corporate governance yang baik dapat meningkatkan nilai (valuation)
perusahaan dengan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, mengurangi
resiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan-keputusan yang
menguntungkan diri sendiri, dan umumnya dapat meningkatkan kepercayaan
investor (Nur DP, 2007).
Isu good corporate governance di latarbelakangi oleh agency theory yang
menyatakan bahwa permasalahan agency muncul ketika kepengurusan suatu
perusahaan
terpisah
dari
kepemilikannya. Pemilik atau pemegang saham
sebagai principal, sedangkan manajemen sebagai agent. Agency Theory
mendasarkan hubungan kontrak antar anggota-anggota dalam perusahaan,
dimana principal dan agent sebagai pelaku utama. Principal merupakan pihak
yang memberikan mandat kepada agent untuk bertindak atas nama principal,
sedangkan agent merupakan pihak yang diberi amanat oleh principal untuk
menjalankan perusahaan. Agent berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan
apa yang telah diamanahkan oleh principal kepadanya. Apabila agent dan
principal berupaya memaksilmalkan utilitasnya masing–masing, serta memiliki
keinginan dan motivasi yang berbeda, maka agen (manajemen) tidak selalu
bertindak sesuai keinginan principal (Jensen and Meckling dalam Santoso,
2014). Pandangan teori keagenan ini dapat memicu munculnya potensi konflik
yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan (Bodroastuti, 2009). Dari sinilah
diperlukan adanya suatu mekanisme pengendalian yang dapat mensejajarkan
perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak. Mekanisme good corporate
governance bertujuan untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang
berkepentingan, sehingga tidak terjadi konflik antara pihak agent dan principal
yang nantinya akan berdampak pada penurunan agency cost.
Good corporate governance memiliki mekanisme pembentuk didalamnya.
Merujuk pada penelitian sebelumnya yaitu dalam penelitian Bodroastutik (2009)
mekanisme corporate governance terdiri dari jumlah dewan direksi, jumlah
dewan komisaris, kepemilikan publik, jumlah direksi keluar, kepemilikan
institusional, kepemilikan dewan direksi dan dewan komisaris. Dalam penelitian
Fuad (2013) mekanisme corporate governance terdiri dari jumlah dewan direksi,
proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan
manajerial, komite audit, leverage, likuiditas.dan dalam penelitian Andre (2013)
mendeteksi financial distress dengan menggunakan rasio profitabilitas, likuiditas
dan leverage. Maka dalam penelitian ini, peneliti ingin meneliti kembali
variabel–variabel keuangan dan good corporate governance yaitu kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, jumlah dewan direksi, jumlah dewan
komisaris, jumlah komite audit, likuiditas, leverage, operating capcity, dan
profitabilitas.
Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan yang
dimiliki oleh institusi seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi,
dan kepemilikan institusi lain (Hadi, 2014). Dengan adanya kepemilikian
institusional, investor cenderung akan percaya terhadap perusahaan tersebut dan
hal inilah yang menjadi nilai tambah tersendiri bagi perusahaan tersebut. Selain
itu menurut Jensen dan Meckling (dalam Hadi, 2014) menyatakan bahwa
kepemilikan
institusional
memiliki
peran
yang
sangat
penting
dalam
meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang
saham.
Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham perusahaan yang
dimiliki oleh manajemen (Hadi, 2014). Menurut Handayani dan Hadinugroho
(dalam Hendriani, 2011) menyatakan bahwa dengan adanya kepemilikan saham
oleh pihak manajemen akan ada suatu pengawasan terhadap kebijakan–kebijakan
yang akan diambil oleh manajemen perusahaan. Hal ini mampu menyatukan
kepentingan antara pemegang saham dan manajer, manajer diharapkan
menghasilkan kinerja yang baik sehingga dapat terhindar dari masalah kesulitan
keuangan.
Dewan Direksi merupakan organ perusahaan yang menentukan kebijakan
dan strategi yang diambil perusahaan. Dewan direksi pada suatu perusahaan akan
menentukan kebijakan atau strategi yang akan diambil baik jangka pendek
maupun jangka panjang.
Dewan komisaris adalah pihak yang bertanggung jawab dan memiliki
otoritas penuh dalam pembuatan keputusan tentang bagaimana melakukan
pengawasan atas pengelolaan sumber daya yang sesuai dengan tujuan
perusahaan. Adanya dewan komisaris adalah sebagai bentuk pemecahan yang
efektif terhadap masalah keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang
saham.
Komite audit adalah komite yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada
dewan komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsi dewan
komisaris.
Likuiditas adalah rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan
membayar kewajiban jangka pendek (utang lancar) pada saat jatuh tempo dengan
menggunakan aktiva lancar.
Leverage merupakan rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan
dibiayai oleh kewajiban atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang
digambarkan oleh ekuitas. Setiap penggunaan utang akan berpengaruh terhadap
utang dan pengembalian (Harahap dalam Hadi, 2004). Apabila suatu perusahaan
pembiayaannya lebih banyak menggunakan utang, maka dapat beresiko
terjadinya financial distress dimasa yang akan datang akibatnya utang lebih besar
daripada aset.
Operating capacity merupakan rasio perputaran total aktiva. Rasio
perputaran total aktiva yang tinggi menunjukkan semakin efektif suatu
perusahaan dalam penggunaan aktivanya untuk menghasilkan penjualan.
Semakin efektif perusahaan menggunakan aktivanya untuk menghasilkan
penjualan diharapkan dapat memberikan keuntungan yang besar bagi perusahaan
(Ardiyanto dalam Hadi, 2014).
Profitabilitas merupakan pengukuran kemampuan dalam memperoleh laba
dengan menggunakan aset atau modal perusahaan. Rasio ini mungukur seberapa
besar efektifitas atau eksekutif perusahaan yang dibuktikan dengan kemampuan
menciptakan keuntungan.
Penerapan Good corporate governance dalam suatu perusahaan dapat
menentukan nilai perusahaan dan tingkat kesehatan perusahaan. Selain itu,
kinerja suatu perusahaan juga dapat diketahui dari hasil analisis laporan
keuangannya. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian
apakah good corporate governance (Kepemilikan institusional, kepemilikan
manajerial, jumlah dewan direksi, jumlah dewan komisaris, jumlah komite audit)
dan rasio keuangan (likuiditas, leverage, operating capacity dan profitabilitas)
berpengaruh terhadap financial distress.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diidentifikasi rumusan
masalahnya sebagai berikut :
1. Apakah good corporate governance berpengaruh terhadap financial distress ?
2. Apakah rasio keuangan berpengaruh terhadap financial distress ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk menguji pengaruh good corporate governance terhadap financial
distress.
2. Untuk menguji pengaruh rasio keuangan terhadap financial distress.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian di atas diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan literatur sebagai referensi dan bahan
pembanding pada penelitian selanjutnya, sehingga dapat memberikan
kontribusi dan pemahaman lebih mendalam mengenai penerapan good
corporate governance dan rasio keuangan terhadap financial distress.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi perusahaan untuk
mengevaluasi sedini mungkin terhadap kondisi financial distress, pengaruh
penerapan
good
corporate
governance
dan
rasio
keuangan
untuk
mengantisipasi agar terhindar dari kondisi financial distress.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini meliputi good corporate
governance dan rasio keuangan. Menurut Seog (dalam Ellen dan Juaniarti, 2013)
good coporate governance adalah sebuah sistem yang banyak digunakan oleh
perusahaan – perusahaan besar untuk meningkatkan value-nya dan memperbaiki
kinerja perusahaan. Dan juga menghilangkan konflik yang timbul antara
keinginan
untuk
mensejahterahkan
masyarakat
atau
mensejahterahkan
shareholders (Sneirson, 2009, dalam Ellen dan Juaniarti, 2013). Sedangkan rasio
keuangan dinyatakan sebagai persen atau sebagai kali per periode (Santoso,
2014). Sebuah rasio dapat dihitung dari pasang angka. Laporan keuangan berisi
laporan baik pada posisi perusahaan di suatu titik waktu dan juga operasi selama
beberapa periode sebelumnya. Namun, nilai ril laporan keuangan terletak dalam
kenyataan bahwa mereka dapat digunakan untuk memprediksi laba masa depan
dan deviden. Dengan demikian rasio keuangan dapat digunakan untuk
memprediksi kinerja perusahaan atau kondisi keuangan dimasa yang akan datang.
Download