bab ii landasan teori - Perpustakaan Universitas Mercu Buana

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Iklan
Iklan merupakan media informasi yang dibuat sedemikian rupa
agar dapat menarik minat konsumen, memiliki orisinalitas serta
karakteristik tertentu dan persuasif, sehingga khalayak secara sukarela
terdorong untuk melakukan suatu tindakan sesuai dengan yang
diinginkan pengiklan (Merliani pratiwi 2011).
Kata iklan (advertising) berasal dari bahasa Yunani yang artinya
kurang lebih adalah “menggiring orang pada gagasan”. Adapun
periklanan secara komprehensif adalah semua bentuk aktifitas untuk
menghadirkan dan mempromosikan ide, barang, atau jasa secara non
personal yang dibayar oleh sponsor tertentu (Puspitasari, 2009).
Menurut Sutisna (2012), “terdapat tiga tujuan utama dari
periklanan yaitu menginformasikan, membujuk serta mengingatkan.”
Pertama, iklan yang bertujuan untuk menginformasikan berarti pengiklan
harus dapat menyampaikan informasi-informasi penting mengenai suatu
produk atau jasa agar konsumen mengetahui dan memahami hal-hal
yang hendak disampaikan oleh pengiklan dalam isi pesan iklan tersebut.
Kedua, iklan yang bersifat membujuk biasannya dipakai oleh
perusahaan-perusahaan dengan tingkat persaingan yang tinggi.
13
14
Iklan yang bersifat membujuk tersebut akan berusaha meyakinkan
konsumen bahwa merek yang mereka iklankan adalah pilihan yang tepat.
Ketiga, tujuan iklan yaitu untuk mengingatkan konsumen. Biasanya
iklan seperti ini dipakai oleh para produsen yang telah mapan. Para
produsen ini telah memiliki konsumen yang loyal. Atau telah memiliki
kelompok konsumen
tertentu. Para produsen
hanya mengingatkan
konsumen mengenai merek mereka sehingga para konsumen tidak
terbujuk
oleh pesan iklan produk lain. Berbagai tujuan periklanan
menurut (Kotler, Keller 2012) :
1. Untuk Menginformasikan :
a. Memberitahukan pasar tentang suatu produk yang baru
b. Menjelaskan pelayanan yang tersedia
c. Mengusulkan kegunaan baru suatu produk
d. Mengkoreksi kesan yang salah
e. Memberitahukan pasar tentang perubahan harga
f. Mengurangi kecemasan diri
g. Menjelaskan cara kerja suatu produk
h. Membangun citra perusahaan
2. Untuk membujuk
a. Membentuk preferensi merek
b. Mendorong ahli merek
c. Mengubah persepsi pembeli tentang atribut merek
d. Membujuk pembeli untuk membeli sekarang
15
e. Membujuk pembeli untuk menerima kunjungan penjualan
3. Untuk mengingatkan
a. Mengingatkan pembeli bahwa produk tersebut mungkin
akan dibutuhkan di kemudian hari
b. Mengingatkan pembeli dimana dapat membelinya
c. Membuat pembeli tetap ingat produk itu walau tidak sedang
musimnya
d. Mempertahankan kesadaran produk
Efektifitas iklan dapat dilihat dari dua sudut pandang hasil/dampak,
dampak komunikasi dari suatu iklan yang meliputi pengaruhnya pada
kesadaran, pengetahuan dan preferensi, dan yang kedua adalah dampak
terhadap penjualan dimana dampak ini lebih sulit untuk diukur karena
penjualan dipengaruhi oleh banyak faktor (Kotler, Keller 2012).
Iklan yang menarik adalah iklan yang mempunyai daya tarik, yaitu
memiliki kemampuan untuk menarik pasar (audience) sasaran. Pesanpesan yang akan disampaikan dapat dapat disajikan dalam gaya
penyampaian yang berbeda-beda yaitu dengan menampilkan : cuplikan
kehidupan individu atau kelompok, gaya hidup individu, fantasi tentang
produk, suasana hati (mood) atau citra seputar produk, musik untuk lebih
menghidupkan pesan, simbol kepribadian untuk menciptakan karakter
yang
mempersonifikasikan
produk,
memamerkan
keahlian
dan
pengalaman perusahaan dalam menghasilkan produk, bukti-bukti ilmiah
16
keunggulan produk, bukti kesaksian dari orang-orang terkenal (Fandi
Tjiptono, 2012)
Dalam menampilkan gaya penyampaian tersebut dapat digunakan
tiga jenis pendekatan daya tarik, yaitu :
a. Pendekatan rasional yang secara logis membuktikan kelebihan atau
manfaat produk.
b. Pendekatan emosional, berusaha membangkitkan emosi positif atau
negatif yang dapat memotivasi pembelian. Emosi positif berupa rasa
bangga, senang, cinta jika menggunakan produk yang diiklankan.
Sedangkan emosi negatif berupa perasaan takut, bersalah, malu yang
membuat orang merasa perlu menggunakan merek yang diiklankan.
c. Pendekatan moral, pendekatan ini berkaitan dengan apa yang benar,
apa yang tepat, atau apa yang seharusnya (Kotler & Amstrong, 2012).
Kotler dan Amstrong (2012), menjelaskan bahwa daya tarik iklan
harus mempunyai tiga sifat: Pertama, iklan harus bermakna
(meaningfull), menunjukkan manfaat-manfaat yang membuat produk
lebih diinginkan atau lebih menarik bagi konsumen. Kedua, pesan
iklan harus dapat dipercaya (believable), konsumen percaya bahwa
produk tersebut akan memberikan manfaat seperti yang dijanjikan
dalam pesan iklan. Ketiga, (distinctive), bahwa pesan iklan lebih baik
dibanding iklan merek pesaing.
17
2.1.2 Anggaran Periklanan
Menurut Kotler dan Keller (2012: 246) ada lima faktor khusus
yang harus dipertimbangkan pada saat menetapkan anggaran iklan antara
lain :
1. Tahap dalam siklus produk. Produk baru biasanya mendapat anggaran
iklan yang besar guna membangun kesadaran dan mengupayakan
pelanggan mencobanya.
2. Pangsa pasar dan basis konsumen. Merek yang berpangsa pasar tinggi
biasanya membutuhkan lebih sedikit pengeluaran iklan, dengan hanya
sekian persen dari penjualan, guna mempertahankan pangsa pasarnya
Berdasarkan biaya per-impresi, akan lebih murah menjangkau
konsumen suatu merek yang sudah digunakan secara luas daripada
untuk menjangkau konsumen merek berpangsa kecil.
3. Persaingan dan gangguan
4. Frekuensi iklan
5. Daya substitusi produk. Merek-merek dalam kelas komoditas (rokok,
bir, minuman ringan) memerlukan iklan besar-besaran untuk
membangun citra yang berbeda.
Perusahaan biasanya menggunakan suatu metode tertentu dalam
menetapkan suatu anggaran periklanan. Metode anggaran periklanan yang
sering digunakan antara lain sebagai berikut :
1. Pendekatan subyektif. Metode ini dipakai untuk menyusun
anggaran berdasarkan pendapat dan pengalaman dari seseorang
18
ataupun menurut kemampuan dari suatu perusahaan dalam
mengusahakan biaya periklanan.
2. Pendekatan Pedoman Tatap Pendekatan Tugas. Pendekatan ini
menyangkut
penentuan anggaran periklanan dalam
bentuk
prosentase dari penjualan, jumlah tetap per unit atau seperti yang
ditentukan perusahaan saingan.
3. Pendekatan Tugas. Pendekatan ini dimulai dengan menentukan
tujuan untuk periklanan terlebih dahulu kemudian perusahaan
menentukan pelaksanaan untuk mencapai tujuan tersebut.
4. Pendekatan
Normatif.
Pendekatan
ini
menggunakan
dasar
penjualan karena penjualan ini dapat memaksimalkan laba.
Pemilihan pendekatan normatif ini tergantung pada ada atau
tidaknya faktor pengaruh.
2.1.3 Pemilihan Media Iklan
Suatu program periklanan yang dilaksanakan akan mampu
menjalin komunikasi yang baik dengan konsumen dan masyarakat apabila
iklan dapat ditampilkan dalam suatu media yang tepat. Pemilihan media
yang tepat sangat diperlukan mengingat kemampuan jenis media dalam
penyampaian pesan sangat berbeda. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam menggunakan media periklanan adalah :
a.
Sasaran iklan. Pemilihan media harus dilihat tujuan iklan yang
bersangkutan. Jika periklanan akan menghimbau diambilnya tindakan
dalam satu-dua hari mendatang maka akan menggunakan surat kabar
19
atau radio sebagai media. Majalah kurang tepat dengan maksud ini
karena iklan harus masuk berminggu-minggu sebelum tanggal terbit.
b.
Peredaran media. Peredaran media harus cocok dengan pola distribusi
produk. Karenanya lingkup geografis pasaran sangat mempengaruhi
pemilihan media yang digunakan.
c.
Persyaratan pesan
d.
Lokasi
e.
Biaya media
A. Media televisi
Harold D. Laswell (dalam Efendi, 2012, dikutip oleh Soemanagara,
2009 : 80) mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan
komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan “ who says what, in which
channel to whom, with what effect, and in which channel ”, dalam
penjelasan ini Laswell menunjukkan sebuah kegiatan komunikasi yang
menggunakan saluran-saluran komunikasi. Saluran-saluran ini yang
kemudian diwujudkan melalui penggunaan sebuah media.
Salah satu saluran komunikasi yang saat ini mempunyai keunggulan
kompetitif dan bahkan mampu menggeser peran media massa lainnya
dalam meraih di bidang iklan adalah televisi ( Sumartono, 2012 ). Hal ini
karena kecepatan dan daya tarik televisilah yang menyebabkan media ini
menjadi
banyak
pilihan
perusahaan
dalam
mengkomunikasikan
20
produknya. Ada tiga kekuatan yang menyebabkan televisi menjadi pilihan
dalam beriklan ( Kasali, 2012 ), yaitu :
1. Dampak yang kuat
Dengan tekanan pada sekaligus dua indera : penglihatan dan pendengaran,
televisi mampu menciptakan kelenturan bagi pekerjaan-pekerjaan kreatif
dengan mengkombinasikan gerakan, kecantikan, suara, warna, drama dan
humor.
2. Pengaruh yang kuat
Televisi mempunyai pengaruh yang kuat untuk mempengaruhi persepsi
audiens. Kebanyakan calon pembeli lebih “percaya” pada perusahaan yang
mengiklankan produknya di televisi daripada yang tidak sama sekali. Ini
adalah cerminan bonafiditas perusahaan.
3. Efisiensi Biaya
Kemampuan untuk menjangkau khalayak sasaran yang sangat luas
merupakan salah satu keunggulan yang tidak dimiliki oleh media lainnya.
Jangkauan massal inilah yang menimbulkan efisiensi biaya untuk
menjangkau setiap kepala.
Menurut Trimarsanto (2008:2), sebagai alat untuk menawarkan
produk kepada masyarakat, iklan diproduksi dalam sebuah proses yang
panjang. Upaya menampilkan produk, menawarkan produk, mengemas
produk dengan gambar yang bagus, jingle yang ritmis, dan memakai
bintang-model cantik/tampan menawan tidaklah cukup. Ada hal yang lebih
21
penting, yaitu mengupayakan bagaimana sebuah produk bisa akrab, dekat,
dan lantas dikonsumsi oleh masyarakat umum. Itu sebabnya disain
komunikasi persuasif yang dirancang, sudah tentu harus matang.
Kematangan merancang desain besar konsep persuasi produk pada iklan di
televisi, paling tidak akan mengkonfrontasikan ide-ide dalam proses praproduksinya. Proses riset
dalam masyarakat
dengan menghitung
kompetitor produk yang sama, serta mencari tahu idiom-idiom bahasa
dalam masyarakat yang dijadikan target konsumennya teramat penting.
Durasi iklan televisi tidak boleh terlalu lama. Ini karena iklan
televisi adalah bahasa visual. Setiap gambar dan suara biasanya berisikan
ajakan dan persuasi. Kompilasi gambar-gambar iklan begitu cepat
bergerak, berganti terus menerus dalam komposisi, frame yang indah.
Tingkat kepadatan yang tinggi inilah yang menjadikan iklan dengan
hitungan detik, paling lama 60 detik sudah tergolong lama. Ada sebuah
kontradiksi pemikiran. Dalam hitungan detik saja iklan sudah mampu
menciptakan homogenitas perilaku, sementara program-program televisi
standar lain dengan mengambil durasi lebih dari 30 menit sangat sulit
membentuk kesetaraan pola (Sutherland & Silvester, 2009 : 236) .
Resepnya memang terletak pada tingkat kontinuitas dan intensitas iklan
televisi ditayangkan. Sebuah iklan akan mampu menciptakan satu trend
bahasa, perilaku konsumtif yang setara, akibat ditayangkan berulangulang.
22
Arus besar bahwa iklan televisi begitu mencekoki pemirsanya
dalam satu batas besar perilaku konsumtif yang sama, tak lain dikarenakan
pesan yang disampaikan tersebut memang telah mengendap dalam alam
bawah sadar. Setelah mengalami proses refleksi, maka akan menjadi satu
patron, pedoman pola tindak dalam menyeleksi dan memilih produk.
Sangat beralasan, jika pola-pola konsumtif terhadap satu produk lebih
banyak memakai logika iklan televisi. Seorang ibu memilih satu sabun
pencuci pakaian dengan alasan (seperti yang diiklankan di televisi) bahwa
sabun tersebut mampu menjaga warna pakaian tetap utuh, atau tidak
membuat luntur warnanya. Sementara para konsumen belum membuktikan
benar-tidaknya asumsi tersebut, maka pesan iklanlah yang dijadikan
patokan, pedoman, dan patron ( Trimarsanto, 2008 : 2).
Logika-logika iklan televisi memang telah menjadi satu referensi
dalam keseharian hidup masyarakat. Logika ini senantiasa dipakai sebagai
acuan. Karena tampilan persuasi visual iklan televisi seakan telah menjadi
'bukti'. Apalagi iklan sering mengutip hasil penelitian atau memakai sosok
yang mirip dokter untuk iklan obat. Logika iklan televisi dalam ruang
keseharian masyarakat muncul karena intensitas tinggi penayangannya.
Intensitas tayang ini tak ubahnya peyakinan dengan proses persuasif yang
matang. Ada bukti : bentuk visual filmis adegan iklannya. Ada statement:
yang dibawakan model iklannya. Seperti seorang penjual obat, maka iklan
televisi seakan tampil lebih 'mewah', menarik, dan menghibur untuk
ditonton.
23
Iklan televisi mampu mendorong satu trend berbahasa. Pesannya
menjadi mudah diingat, karena bentuk pesan yang disampaikan memang
pendek. Slogan iklan jarang yang membentuk kalimat. Kata-kata iklan
yang paling mengena tak bisa menjadi sebuah kalimat.
Namun lebih
banyak didasarkan pada pengemasan bahasa agar enak didengar, atau
mengikuti arus trend berbahasa yang tengah muncul. Iklan televisi dengan
daya pikatnya telah menciptakan satu efisiensi dalam menjual produk. Ini
memang tak lepas dari karakter media televisi. Televisi agaknya telah
menjadi agen pemasaran yang fungsi dan efektivitasnya dalam
mempersuasi konsumen telah terbukti ampuh. Hanya dalam hitungan
detik, iklan televisi namun mampu menciptakan dampak yang kuat
( Trimarsanto, 2008 : 3). Hal ini tidak terlepas dari kelebihan yang dimiliki
oleh televisi, televisi bertumbuh lebih cepat dibandingkan dengan media
yang lain. Kemampuan bertumbuh ini ternyata oleh Jefkins (2000:78),
dianggap bahwa televisi mempunyai beberapa kelebihan, yaitu :
1. Kesan realistik
Sifatnya yang visual, serta kombinasi warna, suara dan gerakan
menyebabkan iklan televisi tampak lebih hidup dan nyata. Kelebihan
yang dimiliki oleh televisi inilah yang tidak dimiliki oleh media
komunikasi yang lain, selain itu pengiklan dapat menunjukkan serta
memamerkan kelebihan atau keunggulan produk yang ditawarkan
secara detail.
24
2. Masyarakat lebih tanggap
Masyarakat lebih siap untuk memberikan perhatian karena kemampuan
iklan televisi yang disiarkan di rumah-rumah dalam suasana yang
santai (bandingkan dengan iklan reklame yang dipasang di tengah
jalan).
3. Repetisi/Pengulangan
Kemampuan untuk ditayangkan berkali-kali dalam satu hari hingga
dipandang cukup bermanfaat yang memungkinkan sejumlah audiens
untuk menyaksikannya. Untuk menghindari kebosanan penonton
dalam melihat iklan, dewasa ini iklan dibuat sesingkat dan semenarik
mungkin sehingga menimbulkan rasa penasaran.
4. Adanya
pemilahan
area
siaran
(zoning)
dan
jaringan
kerja
(networking) yang mengefektifkan penjangkauan masyarakat.
Keunggulan lain dari iklan televisi adalah kemampuan untuk
menggunakan satu atau kombinasi banyak stasiun sekaligus, sehingga
iklannya akan ditayangkan secara serentak oleh semua stasiun televisi.
5. Ideal bagi para pedagang eceran
Kemampuan untuk menjangkau konsumen secara luas ternyata
membantu usaha pedagang eceran. Dengan adanya iklan, pedagang
eceran jadi tahu tentan permintaan konsumen terhadap barang yang
diiklankan, sehingga persediaan barang dagangan mereka akan jauh
lebih mudah terjual.
25
6. Terkait erat dengan media lain
Walaupun dianggap bahwa tayangan iklan lebih mudah dilupakan,
akan tetapi ternyata kelemahan ini bisa diatasi dengan memadukannya
dengan media iklan yang lain. Apabila konsumen membutuhkan
informasi yang lain, maka iklan televisi dapat dipadukan dengan iklan
di majalah mingguan, atau bisa juga iklan yang dimuat di surat kabar.
Penonton paling banyak ada selama prime time, dan jaringan-jaringan
TV akan mengenakan harga tertinggi untuk periklanan di prime time.
a. Siang hari (day time)
Periode yang dimulai dengan tayangan berita di pagi hari (Subuh)
berlangsung sampai 16.30 dikenal sebagai siang hari (day time).
Daytime diawali dengan program-program berita untuk orang
dewasa, kemudian dilanjutkan dengan program-program khusus
yang didesain untuk anak-anak. Program di sore hari, dengan
tekanan khusus pada opera sabun, talk show, dan berita keuangan
ditujukan pada orang-orang yang bekerja di rumah, pensiunan, dan
juga para pelajar dan mahasiswa.
b. Waktu utama (prime time)
Periode antara jam 20.00 dan 23.00 (antara jam 19.00 dan 22.00 di
beberapa Negara bagian) dikenal sebagai prime time. Program
yang terbaik dan termahal ditayangkan selama periode ini.
Penonton paling banyak ada selama prime time, dan jaringanjaringan TV akan mengenakan harga tertinggi untuk periklanan di
26
prime time. Program prime time yang popular kadang-kadang
menjangkau 20-25 juta keluarga.
c. Waktu tambahan (fringe times)
Masa sebelum dan sesudah waktu utama disebut sebagai fringe
times. Awal fringe times dimulai pada sore hari dan khususnya
ditujukan kepada anak-anak tetapi menjadi lebih berorientasi pada
orang dewasa bilamana waktu utama mendekat. Waktu tambahan
di larut malam ditujukan untuk para dewasa muda.
2.1.4 Peran Para Pendukung Dalam Periklanan
Produk-produk di dalam banyak iklan mendapat dukungan
(edorsement) eksplisit dari berbagai tokoh umum yang populer. Selain
dukungan kaum selebriti produk-produk juga meminta dukungan eksplisit
atau secara terselubung dari para non selebriti. Para selebriti (bintang
televisi, aktor film, para atlet terkenal) digunakan secara luas di dalam
iklan-iklan majalah, radio, dan iklan televisi untuk mendukung produk.
Menurut definisi selebriti adalah tokoh (aktor, penghibur, atau atlet) yang
dikenal masyarakat karena prestasinya di dalam bidang-bidang yang
berbeda dari golongan produk yang didukung. Para selebriti banyak
diminta sebagai juru bicara produk. Kemungkinan, sebanyak ¼ dari semua
iklan menggunakan dukungan selebriti.
Menurut Shimp (2010: 459) para pengiklan dan biro-biro
periklanan bersedia membayar harga tinggi kepada kaum selebriti tersebut
yang disukai dan dihormati oleh khalayak yang menjadi sasaran dan yang
27
diharapkan akan mempengaruhi sikap dan perilaku kosumen yang baik
terhadap produk yang didukung. Untuk sebagian besar, investsai yang
demikian dibenarkan. Misalnya, persepsi dan sikap konsumen terhadap
kualitas produk meningkat bila para selebriti mendukung produk. Lebih
jauh,
harga
barang
akan
meningkat
saat
perusahaan-perusahaan
mengumumkan kontrak dukungan selebriti. Tentu saja, janganlah
diasumsikan bahwa para pendukkung itu efektif untuk semua merek dan
dalam segala situasi.
Menurut Sumarwan (2010 : 259) beberapa fungsi selebriti adalah
seperti yang digambarkan dalam tabel berikut :
Beberapa fungsi selebriti dalam iklan
Peran
Penjelasan
Kesaksian
Berdasarkan pengalaman selebriti dalam menggunakan produk
Penguatan
Selebriti meminjamkan namanya digunakan untuk promosi
produk, walaupun selebriti tersebut bukan ahli.
Aktor
Selebriti menyampaikan produk atau jasa sebagai bagian dari
penguatan karakter.
Juru bicara
Selebriti menjadi juru bicara perusahaan dalam waktu yang lama.
Menurut urutan tingkat kepentingannya, pertimbangannya terdapat
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih selebriti pendukung merek
produk, yaitu :
28
a. Kredibitas selebriti
Menurut Shimp (2010: 470) kredibilitas pendukung adalah keahlian dan
kepercayaan. Keahlian (expertise) mengacu pada pengetahuan, pengalaman,
atau keterampilan yang dimiliki seorang pendukung yang berhubungan
dengan topik iklannya. Kepercayaan (trustworthiness) mengacu pada
kujujuran, integritas dan dapat dipercayainya seorang sumber. Sementara
keahlian dan kepercayaan tidak saling berhubungan timbal balik, sering kali
seorang pendukung tertentu dianggap sangat dapat dipercaya padahal bukan
orang yang ahli di bidang tersebut. Dapat dipercaya dan keahlian seorang
selebriti merupakan alasan utama untuk memilih selebriti sebagai pendukung
periklanan. Orang yang dapat dipercaya dan dianggap memiliki wawasan
tentang isu tertentu, seperti kehandalan merek, akan menjadi orang yang
paling mampu meyakinkan orang lain untuk mengambil suatu tindakan.
Menurut Royan (2010: 43) dua sub atribut yang penting dalam kredibilitas.
Seorang bintang iklan adalah kepercayaan yang merujuk kepada orang yang
dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Selebriti mendapat kepercayaan dari
prestasinya dalam film, oleh raga, kantor-kantor pelayanan publik dan lainlain.
Mowen dan Minor (2010: 402) menyatakan bahwa kepercayaan sumber
merujuk sejauh mana sumber dapat memberikan informasi yang tidak
memihak dan jujur. Sumber yang dirasakan dapat dipercaya dapat
mempengaruhi pemirsa, meskipun sumber tersebut memiliki keahlian yang
relatif sedikit.
29
b. Kecocokan selebriti dengan khalayak dan merek
Shimp (2010 : 464) mengatakan bahwa kesamaan ini merupakan atribut
yang penting karena penonton cenderung lebih menyukai seseorang yang
sedang berbagi dengan karakteristik yang sama. Seorang selebriti yang sedang
membintangi iklan produk tertentu sepertinya dianggap sosok yang terpercaya
yang mempunyai kesamaan karakter dengan para penonton dalam hal gender,
umur, etnis dan kelas sosial. Para eksekutif menuntut agar citra selebriti, nilai,
dan perilakunya sesuai dengan kesan yang diinginkan untuk merek yang
diiklanlan. Seorang pendukung yang menarik tidak akan memberikan manfaat
bagi suatu produk bila kecocokannya (match up) kurang antara pendukung
dan produk.
c. Daya tarik selebriti
Menurut Shimp (2010 : 468) daya tarik bukan hanya berarti daya tarik
fisik meskipun daya tarik bisa menjadi artibut yang sangat penting - tetapi
meliputi sejumlah karakteristik yang dapat dilihat khalayak dalam diri
pendukung; sifat-sifat kepribadian, gaya hidup, keatletisan postur tubuh dan
sebagainya. Konsep umum dari daya tarik terdiri dari tiga ide yang
berhubungan: persamaan (similarity), pengenalan (familiarity), dan penyukaan
(liking). Yaitu, seorang pendukung dianggap menarik oleh para khalayak bila
mereka bisa membagi rasa similarity atau familiarity dengannya atau bila
mereka hanya menyukai si pendukung tanpa melihat apakah keduanya serupa
di dalam segala hal. Dalam memilih selebriti sebagai pembicara, para
eksekutif periklanan mengevaluasi aspek yang berbeda yang dapat disatukan
30
di bawah sebutan umum daya tarik. Daya tarik meliputi keramahan,
menyenangkan, fisik, dan pekerjaan sebagai beberapa dari dimensi penting
dari konsep daya tarik.
2.1.5 Preferensi konsumen
Kotler dan Keller (2012) mengatakan bahwa konsumen memproses
informasi tentang produk didasarkan pada pilihan merek untuk membuat
keputusan terakhir, timbulnya pembelian suatu produk terlihat dimana
konsumen mempunyai kebutuhan yang ingin dipuaskan. Konsumen akan
mencari informasi tentang manfaat produk dan selanjutnya mengevaluasi
atribut produk tersebut. Konsumen akan memberikan bobot yang berbeda
untuk setiap atribut produk sesuai dengan kepentingannya, dari sini akan
menimbulkan preferensi konsumen terhadap merek yang ada.
Menurut Rosenberg (2012), preferensi konsumen adalah sesuatu
yang lebih disukai dan dipilih oleh konsumen sebagai pilihan utamanya.
Preferensi tersebut adalah bergantung pada barang dan layanan yang baik.
Sedangkan menurut Lilien, Kotler dan Moriathy (2012) dan Kotler (2012)
dalam Simamora (2012), ada beberapa langkah yang harus dilalui sampai
konsumen membentuk preferensi :
a. Diasumsikan bahwa konsumen melihat produk sebagai sekumpulan
atribut.
b. Tingkat kepentingan atribut berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan
dan keinginan masing-masing. Konsumen meiliki penekanan yang
berbeda-beda dalam menilai atribut apa yang paling penting.
31
Konsumen yang daya belinya terbatas kemungkinan besar akan
memperhitungkan atribut harga sebagai yang utama.
c. Konsumen mengembangkan sejumlah kepercayaan tentang letak pada
setiap atribut. Sejumlah kepercayaan mengenai merek tertentu disebut
kesan merek.
d. Tingkat kepuasan konsumen terhadap produk akan beragam sesuai
dengan perbedaan atribut.
e. Konsumen akan sampai pada sikap terhadap merek yang berbeda
melalui prosedur evaluasi.
Hawkins, Best dan Coney (2009) mengatakan bahwa berdasarkan
faktor yang dipertimbangkan, pada dasarnya pengambilan keputusan
dibagi dua yaitu, pengambilan keputusan berdasarkan atribut produk dan
pengambilan keputusan berdasarkan sikap. Pengambilan keputusan yang
didasarkan kepada atribut produk memerlukan pengetahuan atribut apa
saja yang melekat pada produk tersebut, dengan asumsi bahwa keputusan
tersebut diambil secara rasional dengan mengevaluasi atribut yang menjadi
pertimbangan konsumen.
Preferensi merek merupakan salah satu bentuk apresiasi konsumen
terhadap merek dan menjadi penting karena merupakan tahapan yang
dilalui menuju loyalitas merek (Kotler, Keller 2012). Sedangkan menurut
Lau dan Lee, 2012) preferensi merek adalah keadaan dimana konsumen
menyukai merek karena merek tersebut menyenangkan.
32
Loudon dan Della Bitta (2012) mengembangkan sebuah model
proses pemilihan merek sebagai sebuah fungsi dari self image congruence .
Model ini mengajukan bahwa makin tinggi self image congruence , sebuah
merek akan semakin disukai. Pilihan pembelian atau preferensi merek
terhadap suatu produk mempertimbangkan banyak faktor yang bersifat
personal dan tingginya rasa memiliki (possessive) terhadap merek yang
digunakan. Konsumen dimungkinkan juga memakai produk untuk
mendorong selfimage-nya ketika memperlakukannya sebagai kepemilikan
yang bersifat pribadi.
Bourne (2012) dikutip dalam Bearden dan Etzel (2010)
mengusulkan bahwa kelompok referensi berpengaruh pada pengambilan
keputusan produk maupun merek yakni suatu fungsi dari dua bentuk
Conspicuousness yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.
Kondisi pertama, kelompok referensi berpengaruh pada pengambilan
keputusan atas produk, yakni suatu produk seharusnya menjadi
eksklusif dalam berbagai cara. Bagaimanapun caranya produk ini
terlihat, jika secara jelas semua orang memilikinya, maka dalam hal
ini produk tersebut tidak Conspicuous karena tidak menunjukkan
status konsumen. Hal ini yang membedakan antara produk luxuries
dan necessity, Necessity dimiliki perbandingan preferensi merek, merek
yang tidak diterima secara jelas oleh setiap orang, sedangkan luxuries
memiliki tingkat derajat eksklusifitas.
33
2.
Kondisi
kedua,
kelompok
referensi
berpengaruh
terhadap
pengambilan keputusan merek, dalam hal ini suatu produk dapat
dilihat ataupun diidentifikasikan oleh orang lain. Hal tersebut dapat
berlaku pada situasi dimana suatu produk dikonsumsi. Produk yang
dikonsumsi secara umum( publicly consumed ) dapat dilihat oleh
orang lain, sedangkan secara pribadi ( privately consumed ) tidak. Pada
kasus ini pengambilan keputusan merek sebuah produk yang mudah
diperhatikan dan diidentifikasikan akan lebih mudah dipengaruhi
oleh kelompok referensi.
Pengkombinasian konsep konsumsi public-private maupun produk
luxurynecessity menciptakan empat kondisi sebagai berikut : (1) publicly
onsumed luxuries / produk mewah yang dikonsumsi secara publik,
(2) publicly consumed necessity / produk kebutuhan yang dikonsumsi
secara publik,
(3) privately consumed luxuries/
produk
mewah
dikonsumsi secara pribadi, dan (4) privately consumed necessity
yang
produk
kebutuhan yang dikonsumsi secara pribadi. Ketika diterapkan pada
pengambilan keputusan produk dan merek, kondisi ini menciptakan
berbagai hubungan, untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dapat
diuraikan sebagi berikut :
a.
Publicly consumed luxuries (PUL), suatu produk yang dikonsumsi /
digunakan di muka umum dan tidak dimiliki oleh setiap orang
(misalnya, golf club). Pada kasus ini produk dan merek yang dibeli
dipengaruhi oleh orang lain, sebab digunakan untuk menunjukkan
34
status konsumen atau pemiliknya (Bourne, 2010 dikutip oleh
Bearden dan Etzel, 2010). Hubungan pengambilan keputusan
konsumen dengan pengaruh kelompok referensi adalah sebagai
berikut :
1) Karena produk ini luxury, pengaruh pengambilan keputusan
konsumen pada produk kuat.
2) Karena produk ini dapat dilihat oleh orang lain, pengaruh
pengambilan keputusan konsumen pada merek menjadi kuat.
a. Privately consumed luxuries (PRL), suatu produk yang dikonsumsi /
digunakan bukan di muka umum, serta tidak biasa dimiliki atau
digunakan seperti trash compactor (pemadat sampah). Secara umum,
merek yang digunakan tidak conspicuous atau kurang penting untuk
diketahui, dalam hal ini merupakan pilihan individu namun
kepemilikannya dapat menggambarkan atau menyampaikan pesan dan
menunjukkan status tertentu pemiliknya. Hubungan pengambilan
keputusan konsumen dengan pengaruh kelompok referensi sebagai
berikut :
1) karena produk ini luxury, pengaruh pengambilan keputusan
konsumen pada produk kuat.
2) karena produk ini tidak dilihat orang lain, pengaruh pengambilan
keputusan konsumen pada merek rendah.
b. Publicly consumed necessity (PUN), produk yang dikonsumsi / digunakan
di muka umum dan secara jelas banyak orang yang memiliki produk
35
ini yaitu jam tangan. Produk yang pada dasarnya seluruh orang
ataupun dalam proporsi yang tinggi menggunakan produk tersebut,
meskipun berbeda merek. Bourne (2010) dikutip dalam Bearden dan
Etzel (2010). Hubungan pengambilan keputusan konsumen dengan
pengaruh kelompok preferensi adalah sebagai berikut :
1) karena produk ini necessity / kebutuhan pengaruh pengambilan
keputusan konsumen pada produk lemah.
2) karena produk ini dapat dilihat orang lain, pengaruh pengambilan
keputusan konsumen merek produk adalah kuat.
c. Privately Consumed Necessity (PRN), produk yang dikonsumsi /
digunakan tidak di depan umum atau publik, yang secara jelas setiap
orang mengetahui kalau semua orang memilikinya (misalnya, kasur).
Perilaku pembelian secara luas dipengaruhi oleh berbagai atribut
produk sebanding pengaruh dari orang lain. Produk maupun merek
dalam hal ini akan cenderung tidak conspicuous dan dimiliki oleh
hampir semua orang (Bourne, 2012 dikutip dalam Bearden dan Etzel,
2012). Hubungan pengambilan keputusan konsumen dengan pengaruh
kelompok referensi sebagai berikut :
1) Arena produk ini necessiyt / kebutuhan, pengaruh pengambilan
keputusan konsumen pada produk lemah.
2) Karena produk ini tidak dilihat orang lain, pengaruh pengambilan
keputusan konsumen pada merek dari suatu produk lemah.
Motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan oleh
36
konsumen. Kebutuhan sendiri muncul karena konsumen merasakan
ketidak nyamanan (state of tension) antara yang seharusnya
dirasakan dan yang sesungguhnya dirasakan. Kebutuhan yang
dirasakan tersebut mendorong seseoranguntuk melakukan tindakan
memenuhi kebutuhan tersebut. Inilah yang disebut sebagai
motivasi.
Pengenalan kebutuhan akan menyebabkan tekanan (tension)
kepada konsumen sehingga adanya dorongan pada dirinya (drive
state) untuk melakukan tindakan yang bertujuan (goal-directed
behavior). Tindakan tersebut bisa berupa pencarian informasi,
berbicara kepada teman, saudara,atau mendatangi toko, serta dapat
pula membeli produk atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
tersebut.
a. Kebutuhan (Needs)
Kebutuhan yang dirasakan konsumen (felt need) yang
dimunculkan oleh faktor diri konsumen itu sendiri (fisiologis),
misalnya rasa lapar, haus. Kebutuhan juga dimunculkan oleh
faktor luar konsumen, misalnya aroma makanan. Iklan dan
komunikasi pemasaran lainnya bisa membangkitkan kebutuhan
yang dirasakan konsumen. Kebutuhan yang dirasakan sering
kali dibedakan berdasarkan manfaat yang diharapkan dari
pembelian dan penggunaan produk. Pertama adalah kebutuhan
utilitarian, yang mendorong konsumen membeli produk karena
37
manfaat fungsional dan karakteristik objektif dari produk
tersebut. Kedua adalah kebutuhan ekspresive atau hedonik,
yaitu kebutuhan yang bersifat psikologis seperti rasa puas,
gengsi, emosi, dan perasaan subjektif lainnya.
b. Tujuan (Goals)
Tujuan adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan. Tujuan
ada karena adanya kebutuhan. Tujuan dibedakan ke dalam
tujuan generik, yaitu tujuan umum dari tujuan yang dipandang
sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan. Kedua adalah tujuan
produk khusus, yaitu produk atau jasa dengan merek tertentu
yang dipilih oleh konsumen sebagai tujuannya.
Bauran komunikasi pemasaran jika dikaitkan dengan preferensi
konsumen, merupakan penyampaian sejumlah pesan dan penggunaan
visual yang tepat sebagai syarat utama keberhasilan dari sebuah program
promosi. Tahapan-tahapan komunikasi dan strategi pesan disusun
berdasarkan pencapaian kesadaran atas keberadaan sebuah produk atau
jasa (awareness), menumbuhkan sebuah keinginan untuk memiliki atau
mendapatkan produk (interest), sampai dengan mempertahankan loyalitas
pelanggan. Dalam kajian komunikasi tahapan tersebut dikenal dengan
model AIDA. Model AIDA adalah salah satu model hirarki respon yang
cukup popular bagi pemasar sebagai pedoman dalam melaksanakan
kegiatan pemasaran. Menurut model ini, alat promosi harus menarik
38
perhatian, mendapatkan dan mendorong minat, membangkitkan keinginan,
dan menghasilkan tindakan. Dalam membangun program komunikasi yang
efektif, aspek terpenting adalah memahami proses terjadinya respon dari
konsumen, misalnya dalam hal konsumen melakukan pembelian suatu
produk, maka diperlukan pemahaman mengenai usaha promosi yang dapat
mempengaruhi respon konsumen tersebut (Kotler, Keller 2012 : 163)
Teori keputusan pembelian dalam model AIDA dijelaskan dalam empat
tahap sebagai berikut :
1. Tahap Menaruh Perhatian (Attention)
2. Tahap Ketertarikan (Interest)
3. Tahap Berhasrat/Berniat (Desire)
4. Tahap Memutuskan untuk aksi beli (Action)
Menurut Nickles (Dharmmesta, 2010 : 56), komunikasi pemasaran
merupakan kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh pembeli dan penjual
yang sangat membantu dalam pengambilan keputusan di bidang
pemasaran, serta mengarahkan pertukaran agar lebih memuaskan dengan
cara menyadarkan semua pihak untuk berbuat lebih baik. Definisi ini
menyatakan
bahwa komunikasi pemasaran
merupakan pertukaran
informasi dua arah antara pihak-pihak atau lembaga - lembaga yang
terlibat dalam pemasaran. Pihak-pihak yang terlibat akan mendengarkan,
beraksi dan berbicara sehingga tercipta hubungan pertukaran yang
memuaskan.
39
Dalam upaya memasarkan produk, perusahaan perlu menjalin komunikasi
yang baik dengan konsumen dan perantara melalui komunikasi pemasaran.
Seorang pemasar suatu produk harus memahami bagaimana komunikasi
itu berlangsung. Secara umum, suatu model komunikasi pemasaran akan
menjawab beberapa hal yang meliputi siapa pengirimnya, apa yang akan
dikatakan (dikirimkan), saluran komunikasi atau media apa yang akan
digunakan,
ditujukan
untuk
siapa
dan
apa
akibat
yang
akan
ditimbulkannya. Dalam proses komunikasi, kewajiban seorang pengirim
(komunikator) adalah berusaha agar pesan-pesannya dapat diterima oleh
penerima sesuai dengan kehendak pengirim. Model proses komunikasi
dapat memberi gambaran kepada pemasar bagaimana mempengaruhi atau
mengubah sikap konsumen melalui desain, implementasi dan komunikasi
yang bersifat persuasif (Kotler, 2012 : 250).
Kotler (2012 : 250), mengembangkan delapan langkah dalam program
komunikasi dan promosi total yang efektif. Dimana komunikator
pemasaran harus : (1) mengidentifikasikan audiensnya; (2) menentukan
tujuan komunikasi; (3) merancang isi pesan; (4) memilih saluran
komunikasi; (5) menentukan anggaran promosi; (6) membuat keputusan
atas bauran pemasaran; (7) mengukur hasil promosi tersebut; dan (8)
mengelola dan mengkoordinasi proses komunikasi pemasaran yang
terintegrasi. Dari tahapan tersebut, diharapkan bahwa tanggapan terakhir
dari audiens adalah berupa pembelian, kepuasan yang tinggi dan cerita dari
mulut ke mulut yang baik.
40
Ada empat model hierarki tanggapan audiens yang paling terkenal, yaitu
model AIDA, Hierarki Efek, model Inovasi Adopsi dan model Komunikasi
(Kotler, Keller, 2012 : 253). Keempat model tersebut mengasumsikan bahwa
pembelian melewati tahapan kognitif, pengaruh dan perilaku secara berturut-turut.
Urutan “mempelajari-merasakan-melakukan” dikatakan sebagai urutan yang
dianggap tepat apabila pendengar tersebut mempunyai keterlibatan yang tinggi
dengan kategori produk yang dianggap memiliki perbedaan yang tinggi. Urutan
alternatifnya “melakukan-merasakan-mempelajari” akan relevan jika pendengar
tersebut memiliki keterlibatan yang tinggi tetapi memahami hanya sedikit atau
tidak ada perbedaan kategori produk. Urutan ketiga “mempelajari-melakukanmerasakan” akan relevan apabila pendengar tersebut memiliki keterlibatan yang
rendah dan memahami hanya sedikit perbedaan dalam kategori produk tersebut.
2.2
Sumber Literatur
2.2.1. Methalia (2010) telah melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Iklan
Pond’s di Televisi Terhadap Preferensi Konsumen (Studi Kasus Mahasiswi
Jurusan Manajemen Universitas Methodist Indonesia, Medan)”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh iklan Pond’s di televisi terhadap
preferensi konsumen pada mahasiswa Jurusan Manajemen Universitas Methodist
Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif dan metode
analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 39,1%
preferensi konsumen terhadap produk Pond’s pada mahasiswi Jurusan Manajemen
Universitas Methodist Indonesia dapat dijelaskan oleh video, audio, talent, props,
setting, lighting, dan pacing dari iklan Pond’s dan sisanya 60,9% dapat dijelaskan
41
oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian tersebut. Hasil uji F
menyatakan variabel video, audio, talent, props, setting, lighting, dan pacing secara
serentak berpengaruh positif dan signifikan terhadap preferensi konsumen pada
mahasiswi Jurusan Manajemen Universitas Methodist Indonesia.
2.2.2
Suhaila (2008). Analisis Penayangan Iklan Pond’s di Televisi Terhadap Minat
Beli Mahasiswa S1 Ekstensi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara.
Hipotesis penelitian ini adalah Pesan Iklan, Pengenalan Merek, Sikap
Konsumen, dan Kepercayaan Konsumen berpengaruh positif dan signifikan terhadap
minat beli Mahasiswa S1 Ekstensi Manajemen Fakultas Ekonomi USU. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui variabel Pesan Iklan, Pengenalan Merek,
Sikap Konsumen, dan Kepercayaan Konsumen berpengaruh positif dan signifikan
Universitas Sumatera Utara. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis
deskriptif, analisa kuantitatif yang terdiri dari uji validitas dan realibilitas, uji
asumsi klasik, uji regresi linear berganda, uji f, uji t dan uji determinasi. Hasil
penelitian yaitu bahwa secara bersama-sama variabel Pesan Iklan, Pengenalan
Merek, Sikap Konsumen, dan Kepercayaan Konsumen berpengaruh positif dan
signifikan terhadap minat beli mahasiswa terhadap produk Pond’s. Hasil
pengujian secara parsial menunjukkan dari 4 (empat) variabel ada 2 (dua) variabel
yang signifikan (Sikap Konsumen dan Kepercayaan Konsumen) dan 2 (dua)
variabel tidak signifikan (Pesan Iklan dan Pengenalan Merek). Variabel yang
paling dominan yang mempengaruhi minat beli mahasiswa terhadap produk
Pond’s adalah variabel Kepercayaan Konsumen.
42
2.2.3. Penelitian lain adalah Bangun (2009) dengan judul “Pengaruh Iklan
Melalui Media Televisi Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen pada
Produk GSM AXIS (Studi Kasus di Pasar 1 Padang Bulan)”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh periklanan
melalui media televisi terhadap keputusan pembelian konsumen pada produk GSM
AXIS pada warga Pasar 1 Padang Bulan Medan. Pada penelitian ini, penulis
menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif (analisis regresi sederhana). Data
yang digunakan adalah data primer dan skunder. Peneliti menggunakan 31 orang
sebagai sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa periklanan melalui media
televisi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap keputusan
pembelian produk GSM AXIS di Pasar 1 Padang Bulan Medan. Dari koefisien
determinasi diketahui bahwa variabel bebas memberi penjelasan pada Universitas
Sumatera Utara keputusan pembelian konsumen sebesar 68,7% dan sisanya 32,3%
dipengaruhi oleh variabel lain.
2.2.4 Penelitian Howard, Shay dan Green ( 2004 )
Penelitian yang dilakukan oleh Jhon A. Howard, Robert P. Shay dan
Christopher A. Green berjudul Measuring The Effect of Marketing Information on
Buying Intentions, yang dimuat pada Journal of Servise Marketing. Pada jurnal
tersebut ditunjukkan desain dan aplikasi ukuran ABC melalui pengalaman empat
lembaga keuangan yang mana masing-masing dari lembaga tersebut mempunyai
pasar dengan pengelolaan rekening kas. Data yang terkumpul merupakan hasil
wawancara dengan 105 responden yang merupakan pembeli di Galeria Mall
43
White Plains New York, dengan pendapatan keluarga lebih besar dari $50.000 per
tahun dan berusia antara 20 – 70 tahun.
Dalam jurnal ini ditunjukkan proses bagaimana konsumen mencapai
keputusan untuk membeli sebuah produk dan melihat bagaimana antara variabel
tersebut saling berinteraksi untuk menghasilkan pembelian. Dimulai dengan
konsumen menerima informasi (F) yang menyebabkan terbentuknya tiga efek
yaitu sikap (A), membangun pengenalan merek (B), dan membangun kepercayaan
(C). Selanjutnya pengenalan merek (B) memberikan kontribusi terhadap
pembentukan sikap (A) dan kepercayaan (C) yang pada akhirnya memperkuat
pada minat pembelian (I). Pada beberapa faktor minat pembelian akan mengarah
pada pembelian (P). Secara sederhana, model tersebut berusaha untuk
mempengaruhi konsumen melalui pemberian informasi yang kemudian dapat
mempengaruhi sikap konsumen melalui pengenalan merek dan pada akhirnya
membangun keparcayaan konsumen akan kualitas suatu produk.
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa informasi
pemasaran sebagai ukuran efektivitas adalah lebih baik, dan jika dibutuhkan
pemasar dapat mengevaluasi anggaran informasi pasar mereka dan mendiagnosis
penyebab kurangnya respon yang memadai terhadap informasi. Penelitian yang
dilakukan ini hanya merupakan studi ilustratif bukan sebuah studi definitif.
Meskipun demikian untuk hal ini dapat menggambarkan perbedaan efektivitas
informasi yang disediakan oleh keempat lembaga keuangan.
44
2.2.5 Joost Loef, Gerrit Antonides and W. Fred Van Raaij (2001)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Joost Loef, Gerrit Antonides and W.
Fred Van Raaij ( Erasmus Research Institute of Management ) yang berjudul The
Effectiveness of Advertising Matching Purchase Motivation : An Experimental
Test, pernah dimuat pada Journal of Marketing, November 2001. Tujuan dari
penelitian yang dijelaskan dalam artikel ini adalah bahwa
tergantung
kepada
tipe
motivasi
pembeliannya
efektifitas iklan
(informational
vs
transformational) dan tingkat keterlibatannya. Lokasi penelitian dilakukan di
Belanda dengan sampelnya adalah mahasiswa psikologi sejumlah 81 orang yang
menerima kredit dari partisipasinya. Subyek dibagi menjadi kelompok-kelompok
dengan masing-masing anggotanya berjumlah 8 orang. Data dikumpulkan pada
bulan Oktober dan November 2000 dan Januari 2001. Produk yang digunakan
sebagai eksperimen adalah permen karet (hedonic product) dan deodorant
(utilatarian product). Pemilihan produk dilakukan dengan pretest, dimana permen
karet dan deodorant adalah produk yang mempunyai isyarat diharapkan
terbentuknya motivasi pembelian. Model yang dikembangkan pada penelitian ini
adalah dikenal dengan Rossiter and Percy’s Advertising Grid , yaitu sebuah model
merekomendasikan bahwa daya tarik iklan seharusnya sesuai dengan motivasi
pembelian atau didasarkan atas sikap.
Menurut model RP, sikap mengarah kepada pertimbangan merek yang
menjadi indikator utama dari efektifnya sebuah iklan, dengan terbentuknya
kesadaran akan sebuah merek. Ketika motivasi secara tranformational berlaku
sikap yang mengarah kepada iklan mungkin menengahi sikap yang mengarah
45
pada merek, terutama kepada merek dengan tingkat keterlibatan yang rendah.
Artinya bahwa proses dari pesan yang disampaikan oleh iklan lebih menentukan
sikap terhadap merek itu sendiri, dibandingkan sikap yang mengarah ke iklan.
Pada taktik iklan Rossiter merekomendasikan bahwa iklan untuk produkproduk informational dengan tingkat keterlibatan yang rendah sebaiknya
menggunakan format penyelesaian masalah secara sederhana dan memasukkan
satu atau dua keuntungan. Untuk produk-produk informational dengan tingkat
keterlibatan yang tinggi, tuntutan atas keuntungan seharusnya cukup meyakinkan
untuk mengubah sikap awal yang mengarah kepada merek untuk menghasilkan
persepsi yang positif. Sedangkan iklan untuk produk-produk transformational
dengan
tingkat keterlibatan yang rendah
sebaiknya ditampilkan asli secara
emosional, yang sesuai dengan asosiasi dari merek tersebut. Untuk produk-produk
transformational dengan tingkat keterlibatan yang tinggi, baik keaslian emosional
dan identifikasi dengan produk merupakan iklan yang disarankan.
Penelitian ini menggunakan eksperimen test dengan tujuan, pertama untuk
mengetahui tipe iklan (informational or transformational) , kedua untuk
mendeskripsikan merek didasarkan atas pengalaman atau didasarkan alternatif
motivasi pembelian, selanjutnya untuk mengevaluasi stimulus merek dan
terindikasi bahwa proses karakteristik sensor konsisten dengan deskripsi merek
yang didasarkan atas pengalaman mencoba. Meskipun merupakan sebuah
penelitian yang bersifat eksperimen, akan tetapi penelitian ini juga ingin
mengetahui bagaimana hubungan antara motivasi pembelian dan tipe iklan
dengan mengukur interaksi antara produk dan persepsi iklan melalui proses yang
46
terjadi (persepsi merek, persepsi iklan, persepsi kesesuaian, evaluasi iklan,
evaluasi merek dan proses kognitif). Alat analisis yang digunakan adalah dengan
uji ANOVA untuk mengukur tipe iklan sedangka uji hipotesisnya dengan
menggunakan uji MANOVA.
Hasil studi ini memperlihatkan meskipun berada di bawah keadaan dimana
persepsi merek menyolok (tes produk), iklan ternyata tidak hanya terhubung
dengan bagan merek akan tetapi juga dengan bagan iklan. Lebih jauh dijelaskan
bahwa penggunaan bagan dimaksudkan untuk menilai bahwa iklan tergantung
kepada seting dimana konsumen melihat iklan tersebut. Jika konsumen
terorientasi langsung pada pembelian merek produk tertentu, bagan merek akan
lebih menyolok dibandingkan dengan iklan yang memperlihatkan produk tersebut.
Akan tetapi, ketika konsumen melihat iklan saat menonton televisi, maka bagan
iklan dari kategori produk akan terlihat lebih menyolok.
2.2.6 Lukia Zuraida dan Uswatun ( 2001 )
Penelitian ini pernah dimuat pada Usahawan, No.04 Th. XXX, April
2001, yang berjudul Analisis Efektivitas Iklan Rinso, Soklin dan Attack dengan
Menggunakan Consumer Decision Model (CDM ). Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis pengaruh variabel pesan iklan, pengenalan merek ,
keyakinan dan sikap terhadap niat beli serta untuk mengidentifikasi variabel
bukan antara yang mempengaruhi niat beli. Penelitian ini dilakukan di Yogyakarta
dengan metode pengambilan sampelnya dengan menggunakan purposive
47
sampling sebanyak 200 orang. Alat analisis yang digunakan adalah regresi linier
dan analisis korelasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk produk Rinso, SoKlin dan
Attack efektivitas pesan iklan dengan menggunakan konsep CDM akan menjadi
efektif jika melalui variabel pengenalan merek dan sebaliknya tidak efektif jika
melalui variabel keyakinan konsumen dan sikap konsumen. Karena tanpa melalui
kedua variabel tersebut yaitu pesan iklan dan niat beli dapat berpengaruh secara
langsung dengan efektif. Dengan demikian konsep CDM tidak dapat diterapkan
sepenuhnya baik untuk iklan Rinso, SoKlin dan Attack.
Download