BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran Salah satu cabang ilmu ekonomi adalah ilmu pemasaran, seiring dengan perubahan waktu ilmu pemasaran mengalami perkembangan. Para ahli pemasaran memliki pengertian dan definisi yang berbeda mengenai pemasaran, namun pada intinya pemasaran mempunyai maksud dan tujuan yang sama yaitu bagaimana barang atau jasa dapat dengan waktu yang tepat dan dengan biaya efisien nantinya dapat diminati oleh konsumen. Pemasaran menurut Kotler dan Keller (2009:5) pengertian pemasaran adalah sebagai berikut : “Pemasaran adalah sebuah proses kemasyarakatan dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan,dan secara bebas mempetukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan orang lain”. Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian di atas mengatakan bahwa pemasaran berdasarkan pada kepuasan yang diperoleh serta produk yang mereka beli dari produsen dalam jangka waktu yang panjang. Dengan demikian pemasaran bukan hanya untuk komersial perusahaan yang mengadakan pemasaran saja, tetapi juga untuk kegiatan sosial dalam rangka memuaskan konsumen. 2.1.1 Manajemen Pemasaran Manajemen pemasaran adalah suatu proses yang berkaitan dengan analisa, perencanaan dan kontrol yang mencakup ide-ide, barang-barang,dan jasa-jasa. Menurut Kotler (2007:6) dalam bukunya Manajemen Pemasaran mengatakan bahwa : “Manajemen pemasaran adalah seni dan ilmu untuk memilih pasar sasaran serta mendapatkan, mempertahankan, dan menambah jumlah pelanggan melalui penciptaan, penyampaian, dan pengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul” 13 14 2.1.2 Pemasaran Jasa Di dalam memasarkan suatu produk baik barang maupun jasa, perusahaan akan melakukan kegiatan pemasaran. Namun kegiatan pemasaran yang dilakukan perusahaan terhadap produk barang, tentunya akan berbeda dengan pemasaran jasa. Alasan yang mendasari perbedaan tersebut adalah bahwa jasa berbeda dengan barang. Terdapat beberapa pendapat dan pakar pemasaran mengenai jasa. Diantaranya yang menyatakan definisi jasa Philip Kotler seperti yang dikutip J. Supranto (2001, p227) adalah sebagai berikut: “Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik”. Berdasarkan definisi di atas, dapat kita ketahui bahwa jasa adalah produk yang dapat ditawarkan namun tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Keadaan tersebut pada dasarnya merupakan sebagian dari beberapa karakteristik utama jasa yang sangat mempengaruhi rancangan program pemasaran. Jasa memiliki 4 (empat) karakteristik utama, Menurut Kotler dan Amstrong (2001, p376-377), perusahaan harus mempertimbangkan empat karakteristik jasa tertentu ketika merancang program pemasaran antara lain: 1. Tidak Berwujud Jasa (Intangibility) Jasa tidak bisa dilihat, dicicipi, dirasakan, didengar atau dibaui sebelum dibeli. Untuk mengurangi ketidakpastian, pembeli mencari “tanda” dari kualitas jasa pelayanan. Mereka mengambil kesimpulan mengenai kualitas dari tempat, orang, harga, peralatan, dan konsumsi yang dapat mereka lihat. Oleh karena itu, tugas penyedia jasa adalah membuat jasa dapat berwujud dalam satu atau beberapa cara. Jasa berbeda dengan barang. Jika barang merupakan suatu objek, alat, atau benda, maka jasa suatu perbuatan, kinerja (performance), atau usaha. Bila barang dapat dimiliki, maka jasa hanya dapat dikomsumsi tetapi tidak dapat dimiliki. Jasa bersifat tidak berwujud, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium atau didengar sebelum dibeli. Konsep tidak berwujud ini sendiri memiliki dua pengertian, yaitu : 15 1) Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan dirasa 2) Sesuatu yang tidak mudah didefinisikan, diformulasikan atau dipahami secara rohaniah 2. Ketidakterpisahan Jasa atau Tidak Terpisahkan (Inseparability) Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu di konsumsi. Sedangkan jasa biasanya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa. Keduanya mempengaruhi hasil dari jasa tersebut. Dalam hubungan penyedia jasa dan pelanggan ini, efektivitas individu yang menyampaikan jasa merupakan unsur penting. Dengan demikian, kunci keberhasilan bisnis jasa dan proses rekruitmen, kompensasi, pelatihan, dan pengembangan karyawannya. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah pemberian perhatian khusus pada tingkat partisipasi atau keterlibatan pelanggan dalam proses jasa. Demikian pula halnya dengan fasilitas arti dekat dan mudah dicapai pelanggan juga perlu dipertimbangkan. Hal ini berlaku untuk jasa, dimana pelanggan yang mendatangi penyedia jasa maupun sebaliknya penyedia jasa yang mendatangi pelanggan. Jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedianya, apakah penyedia tadi adalah orang atau mesin. Bila karyawan jasa menyediakan jasa, maka karyawan itu merupakan bagian dari jasa. Karena pelanggan turut hadir saat jasa itu diproduksi sebagai Co-producer, interaksi penyedia jasa maupun pelanggan akan mempengaruhi hasil jasa. 3. Keragaman Jasa (Service Variability) Kualitas jasa bergantung pada siapa yang menyediakan jasa, waktu, tempat, dan bagaimana cara mereka disediakan. Menurut Bovee, Housten, dan Thill (Tjiptono, 1997, p17), ada tiga faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa, yaitu kerjasama atau partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa, moral atau motivasi karyawan dalam melayani pelanggan, dan beban kerja perusahaan. Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan nonstandardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan. 16 Ada tiga faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa, yaitu kerja sama atau partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa, moral atau motivasi karyawan dalam melayani pelanggan, dan beban kerja perusahaan. Pada industri jasa yang bersifat people – based komponen manusia yang terlibat jauh lebih banyak daripada jasa yang bersifat equipment-based. Implikasinya adalah bahwa hasil dari operasi jasa yang bersifat people-based cenderung kurang terstandarisasi dan seragam dibandingkan hasil dari jasa yang bersifat equipmentbased maupun operasi manufaktur. Para pembeli jasa sangat peduli terhadap variabilitas yang tinggi ini dan seringkali mereka meminta pendapat orang lain sebelum memutuskan untuk memilih penyedia jasa. 4. Tidak Tahan Lamanya Jasa (Perishability) Jasa tidak dapat disimpan untuk penjualan atau pemakaian yang akan datang. Tidak tahan lamanya jasa bukanlah masalah apabila permintaan selalu ada. Tapi ketika permintaan berfluktuasi, perusahaan jasa sering kali mengalami masalah sulit. Oleh karena itu perusahaan jasa sering kali merancang strategi agar lebih baik lagi menyesuaikan permintaan dengan penawaran. Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Bila suatu jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja. Hal tersebut tidak akan menjadi masalah jika permintaannya konstan. 2.2 Citra (Image) Citra adalah persepsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya. citra dipengaruhi oleh banyak faktor yang di luar kontrol perusahaan. Citra yang efektif melakukan 3 (tiga) hal: 1. Memanfaatkan karakter produk. 2. Menyampaikan karakter itu dengan cara yang berbeda sehingga tidak dikacaukan dengan karakter pesaing. 3. Memberikan kekuatan emosional yang lebih dari sekedar citra mental. 17 Citra merupakan seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek (Kotler & Keller, 2012 : 274). Mengembangkan citra yang kuat membutuhkan kreatifitas dan inovasi. Citra itu perlu disampaikan melalui tiap sarana komunikasi yang tersedia dan disebarkan secara terusmenerus. Untuk berhasil memperoleh dan mempertahankan konsumenmya maka perusahaan harus berusaha semaksimal mungkin untuk menampilkan produk dengan memiliki citra merek yang positif di mata konsumen. Dengan menampilkan produk yang memiliki citra merek yang positif dapat mempertinggi kepercayaan konsumen terhadap produknya dan mendorong konsumen semakin lama akan menjadi konsumen yang loyal terhadap produk tersebut. Citra menurut Kotler (2007 : 15), adalah sebagai berikut : “Image is the set of beliefs, ideas and impression a person hold regarding an object. People’s attitude and actions toward an object are highly conditioned by that objects image.” Suatu citra (image) dapat sangat kaya makna atau bahkan bisa sederhana saja, citra dapat berubah dari waktu ke waktu atau sebaliknya dapat berubah dinamis dan diperkaya sesuai perkembangan zaman. Setiap orang melihat citra suatu objek berbeda-beda tergantung perspektif yang ada pada pribadinya mengenai objek tertentu atau sebaliknya citra dapat diterima relatif sapa pada masyarakat umum yang biasa disebut dengan opini publik. 2.3 Merek (Brand) The American Marketing Association (2006:430) mendefinisikan merek sebagai berikut : “a brand as name, term, sign, symbol, or design, or combination of them, intended to identify the goods or service of one seller or group of seller and to differentiate them form those of competitors.” Dapat diartikan sebagai berikut : “nama, istilah, tanda, lambang, kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari salah satu penjual atau kelompok penjual dan mendiferensiasikan mereka dari pesaing”. 18 Maka Merek adalah produk atau jasa yang dimensinya mendiferensiasikan merek tersebut dengan beberapa cara dari produk atau jasa lainnya yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama. Perbedaan ini bisa fungsional, rasional dan nyata, berhubungan dengan kinerja produk dari merek. Perbedaan ini bisa juga lebih bersifat simbolis, emosional, atau tidak nyata, berhubungan dengan apa yang dipresentasikan oleh merek (Kotler & Keller, 2012:263). Konsumen dapat mengevaluasi produk yang sama secara berbeda-beda tergantung pada bagaimana merek produk tersebut. Mereka belajar tentang merek melalui pengalaman masa lalu dengan produk tersebut dan program pemasarannya, menemukan merek mana yang memuaskan kebutuhan meraka dan mana yang tidak. Ketika hidup konsumen menjadi semakin rumit, terburu-buru dan kehabisan waktu, kemampuan merek untuk menyederhanakan pengambilan keputusan dan mengurangi risiko adalah sesuatu yang berharga (Kotler & Keller, 2012:264). Merek juga melaksanakan fungsi yang berharga bagi perusahaan. Pertama merek menyederhanakan penanganan atau penelusuran produk. Merek menawarkan perlindungan hukum kepada perusahaan untuk fitur-fitur atau aspek unik produk. Nama merek dilindungi melalui nama dagang terdaftar; proses manufaktur dapat dilindungi melalui hak paten; dan kemasan dapat dilindungi melalui hak cipta dan rancangan hak milik. Hak milik intelektual ini memeastikan bahwa perusahaan dapat berinvestasi dengan aman dalam merek tersebut dan mendapatkan keuntungan dari sebuah aset yang berharga (Kotler & Keller, 2012) 2.3.1 Kriteria Merek yang Baik Menurut Kotler (2007:94) mutu yang diinginkan konsumen dari suatu merek diantaranya adalah : 1. Merek tersebut harus menyatakan sesuatu tentang manfaat produk. 2. Merek tersebut harus menyatakan mutu produk seperti tindakan atau warna. 3. Merek tersebut harus menyatakan produk atau jasa itu. 4. Merek tersebut harus mudah diucapkan, dikenal dan diingat. 19 5. Merek tersebut harus jelas berbeda. 6. Merek tersebut seharusnya tidak boleh memiliki makna buruk di negara dan bahasa lain. 2.3.2 Kategori Merek Menurut Keller di dalam buku Fandy Tjiptono & Gregorius Chandra (2008:359) terdapat 4 (empat) kategori merek, yaitu : (a) Merek perusahaan, yaitu menggunakan nama perusahaan (baik perusahaan induk maupun anak perusahaan atau kantor cabangnya) sebagai merek produk. (b) Merek keluarga, yaitu nama merek yang digunakan di lebih dari satu kategori produk, tetapi tidak harus sel (c) Merek merupakan nama perusahaan pemiliknya. (d) Merek individu, yakni merek yang dibatasi hanya untuk satu kategori produk, meskipun dapat digunakan untuk beberapa tipe produk berbeda dalam kategori yang sama. 2.3.3 Manfaat Merek Menurut Keller di dalam buku Fandy Tjiptono (2008:355) merek bermanfaat bagi konsumen dan produsen. Bagi produsen merek bermanfaat sebagai : 1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan. 2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. 3. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas sehingga mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi lain waktu. 4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesaing. 5. Sumber keunggulan kompetitif terutama perlindungan hukum. 20 Manfaat merek bagi para konsumen (Fandy Tjiptono, 2008:357) yaitu : 1. Identifikasi yaitu bisa dilihat dengan jelas. 2. Jaminan yaitu memberikan jaminan bagi konsumen bahwa mereka bisa mendapatkan kualitas yang sama sekalipun pembelian dilakukan pada waktu dan tempat berbeda. 3. Optimisasi yaitu memberikan kepastian bahwa konsumen dapat membeli alternative terbaik dalam kategori produk tertentu dan pilihan terbaik. 4. Karakterisasi yaitu mendapatkan konfirmasi menganai citra diri konsumen atau citra diri yang ditampilkannya kepada orang lain. 5. Kontinuitas yaitu kepuasan terwujud dari produk yang dikonsumsi pelanggan selama bertahun-tahun. 6. Etis yaitu kepuasan berkaitan dengan perilaku bertanggung jawab terhadap merek bersangkutan dalam hubungannya dengan masyarakat. Selain untuk memberikan identifikasi produk perusahaan, pemberian merek juga akan memberikan nilai tambah bagi sebuah produk atau jasa. Pada saat ini merek merupakan aset penting yang dimiliki perusahaan sehingga nantinya memberikan keunggulan kompetitif apabila dibandingkan dengan merek lainnya. 2.3.4 Tingkatan Merek Menurut Kotler (2012:272) tingkatan merek dapat di bagi menjadi 6 yaitu: 1. Atribut Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan di ciptakan agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang terkandung dalam suatu merek. 2. Manfaat Selain atribut, merek juga memiliki serangkaian manfaat. Konsumen tidak saja memberi atribut tetapi juga membeli manfaat. 21 3. Nilai Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Merek yang memiliki nilai tinggi dan dihargai oleh konsumen sebagai merek yang berkualitas dan berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut. 4. Budaya Merek memiliki budaya tertentu yang dapat mempengaruhinya. 5. Kepribadian Merek memiliki kepribadian, yaitu kepribadian bagi para penggunanya. Jadi diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian si pengguna akan tercermin dengan merek yang digunakan. 6. Pemakai Merek menunjukan jenis konsumen pemakai merek tersebut. Itulah sebabnya para pemasar selalu menggunakan orang-orang yang terkenal untuk penggunaan mereknya. 2.3.5 Elemen Merek Menurut Kotler & Keller (2006:264), brand elements memiliki enam kriteria : 1. Memorable Mudah diingat, mudah diterima, cocok untuk dibeli atau dikonsumsi. 2. Meaningful Dapat memberikan suatu penjelasan mengenai komponen dalam produk/jasa atau tipe konsumen yang sesuai memakai produk tersebut. Dapat memberikan penjelasan kemampuan produk yang dapat dilihat dari nama merek. 3. Likeability Konsumen dapat memilih produk atau jasa dari bentuk yang indah yang mengandung ketertarikan secara visual, verbal dan semacamnya. 4. Transferable 22 Suatu merek dapat digunakan untuk memberikan pengenalan pada produk baru yang berkatagori sama atau tidak. 5. Adaptable Sejauh mana merek dapat beradaptasi dalam mencerminkan kepribadian konsumen. 6. Protecible Seberapa besar merek dapat melindungi dari pesaing, dam tidak mudah ditiru oleh pesaing. 2.4 Citra Merek (Brand image) (X) Kotler & Keller (2012:262-264) mengemukakan definisi citra merek yaitu: “Perception and beliefs held by consumer. As reflected in the associations held in consumer memory” Maksud dari kalimat di atas adalah persepsi dan kepercayaan yang dianut oleh konsumen. Sebagaimana tercermin dalam asosiasi yang ada di ingatan konsumen. Sementara itu, menurut pendapat yang dikemukakan Aaker (2001:69) mengenai brand image adalah bagaimana konsumen dan yang lainnya memahami atau menerima suatu merek. Sedangkan menurut Schiffman dan kanuk (2007:982) menyatakan brand image sebagai sekumpulan asosiasi mengenai suatu merek yang tersimpan dalam benak atau ingatan konsumen. Dalam penelitian ini, dimensi atau indikator dari variabel citra merek dikemukakan oleh Hamel dan Prahalad (2011), yang dikembangkan menjadi 4 dimensi sebagai berikut : 1. Pengakuan (Recognition), merupakan kemampuan konsumen untuk mengenal dan mengingat suatu merek dalam benak dan pikiran mereka. Pengakuan akan dapat menciptakan suatu keuntungan yang bernilai dibandingkan dengan memasang iklan yang sering. 23 2. Reputasi (Reputation), merupakan kekuatan merek yang dapat membangun status yang cukup tinggi bagi sebuah merek karena dimata konsumen suatu merek memiliki suatu track record yang baik.Sebuah produk dengan merek terkenal akan lebih mudah dijual dan sebuah produk yang dipersepsikan memiliki kualitas tinggi akan memiliki reputasi yang baik. Seperti kualitas produk, pelayanan serta informasi yang jelas mengenai brand image tersebut. 3. Hubungan Emosional (Affinity), merupakan merek produk yang dapat membentuk asosiasi positif yang membuat konsumen menyukai suatu produk. Hubungan emosional yang timbul antara sebuah merek dengan konsumennya. Seperti rasa aman, gaya hidup (life style) Membuat konsumen menyukai produk atau jasa yang dihasilkan oleh brand image. 4. Lingkup (Domain), merupakan diferensiasi produk, menyangkut seberapa besar lingkup dari suatu produk yang mau atau tertarik menggunakan merek yang bersangkutan. Sangat berhubungan erat dengan skala lingkup. Brand image pada dasarnya adalah hasil pandangan atau persepsi konsumen terhadap suatu merek tertentu, yang didasarkan kepada pertimbangan dan perbandingan dengan beberapa merek lainnya. Brand image memperlihatkan suatu persepsi yang akurat bagi suatu merek. Serta mempresentasikan keseluruhan persepsi terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek tersebut. Brand image tidak semata ditentukan oleh pemberian nama yang baik kepada sebuah produk, tetapi dibutuhkan juga bagaimana cara memperkenalkan sebuah produk tersebut agar dapat menjadi sebuah memori bagi konsumen dalam membentuk suatu persepsi akan sebuah produk. Brand image juga berpatokan pada pemahaman, kepercayaan, dan pandangan atau persepsi konsumen terhadap suatu merek. Brand image yang positif akan membuat konsumen menyukai suatu produk dengan merek yang bersangkutan dikemudian hari, sedangkan bagi produsen brand image yang baik akan menghambat pemasaran pesaing. Brand image merupakan faktor penting yang dapat membuat konsumen mengeluarkan 24 keputusan untuk mengkonsumsi bahkan sampai pada tahap loyalitas di dalam menggunakan merek tertentu, karena brand image mempengaruhi hubungan emosional antara konsumen terhadap suatu merek. 2.4.1 Tolak Ukur Brand Image Faktor-faktor yang menjadi pendukung brand image (Aaker, 2001:196), adalah : 1. Product Attributes Sebuah brand dapat memunculkan sejumlah produk tertentu dibenak konsumen, yang mengingatkan pada karakteristik brand tersebut. 2. Consumer Benefits Sebuah brand harus bisa memberikan suatu value tersendiri bagi konsistennya yang akan dilihat oleh konsumen sebagai benefits yang diperoleh ketika ia membeli atau mengkonsumsi produk atau jasa tersebut. Consumer benefits terdiri dari : a. Functional benefits Merupakan serangkaian benefits yang didapatkan karena produk dapat melaksanakan fungsi utamanya. b. Emotional benefits Merupakan serangkaian benefits yang didapatkan karena produk dapat memberikan perasaan yang positif terhadap konsumen. c. Self expressive benefits Merupakan serangkaian benefits yang didapatkan ketika sebuah brand dianggap mewakili ekspresi pribadi seseorang. 3. Brand Personality Brand Personality dapat didefinisikan sebagai perangkat karakter personal yang akan diasosiasikan oleh konsumen terhadap sebuah brand tertentu. 4. User Imagery User Imagery dapat didefinisikan sebagai serangkaian karakteristik manusia yang diasosiasikan dengan ciri-ciri tipikal dari konsumen yang menggunakan atau mengkonsumsi brand tertentu. 25 5. Organizational Association Konsumen seringkali menghubungkan merek yamg dibelinya dengan kredibelitas perusahaan yang membuatnya. Hal ini yang kemudian mempengaruhi persepsinya terhadap sebuah brand yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. 6. Brand Costumer Relationship Sebuah brand harus bisa menciptakan hubungan dengan konsumennya. Hal ini dapat diukur dengan tujuh dimensi, yaitu: a. Behavior interdependence, seperti : konsumen sangat tergantung terhadap brand tertentu b. Personal comitment, seperti ; konsumen merasa loyal pada brand tertentu c. Love and Passion seperti ; konsumen akan kecewa jika brand tidak dapat ditemukan ketika ia membutuhkannya. d. Self concept, yaitu mengingatkan dirinya tentang dirinya sendiri. e. Nostalgic Connection, yaitu mengingatkan konsumen akan sesuatu hal atau pengalaman di masa lalu. f. Intimacy, yaitu konsumen merasa familiar dengan brand g. Partner quality, yaitu konsumen merasa suatu brand dapat mengerti kebutuhan dan keinginannya. 2.5 Keputusan Pembelian Ulang (Kunjung Ulang) dalam Proses Pengambilan Keputusan 2.5.1 Model Lima Tahap Para ahli telah mencoba mengembangkan “model tahapan-tahapan” yang bisa menggambarkan sebuah keputusan pembelian. Dalam model ini terlihat dengan jelas bahwa proses pembelian dimulai jauh sebelum pembelian, dan memiliki konsekuensi sesudahnya. Model ini dapat dilihat dari Gambar berikut : 26 Problem Recognition Information search Evaluation of alterative Purchase desicion Post Purchase behavior Sumber: Kotler & Keller (2006:181) Gambar 2.1 Model Lima-Tahap Proses Pembelian Menurut model ini, konsumen setidaknya melewati lima tahapan ketika sedang dalam suatu proses pengambilan keputusan pembelian. Tahapan- tahapan tersebut yaitu identifikasi masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Berikut tahapannya : 1. Identifikasi masalah Sebuah proses pembelian bermula ketika pembeli menyadari adanya sebuah masalah atau kebutuhan dan keinginan. Keinginan ini dapat dipicu oleh rangsangan internal ataupun eksternal. Dengan rangsangan internal, keinginan secara normal dimiliki seseorang seperti rasa lapar, haus dll, Timbul hingga pada satu level tertentu dan menjadi sebuah faktor pendorong bagi timbulnya keinginan seseorang. 2. Pencarian informasi Ketika konsumen sudah menyadari keinginan dan kebutuhan yang ingin dipenuhinya, maka konsumen tersebut akan terdorong untuk mencari informasi mengenai produk-produk yang dapat memenuhi keinginannya tersebut. Ada beberapa sumber informasi yang harus diketahui bagi perusahaan dan para manajer pemasaran, sumber informasi tersebut secara garis besar terbagi dalam empat kelompok ialah sebagai berikut : a. Sumber-sumber pribadi (personal resources) : keluarga, teman, kerabat, kenalan dll. b. Sumber-sumber komersial (commercial resources) : iklan, sales atau tenaga penjual, dealer, kemasan, display produk c. Sumber-sumber publik (public resources) : media massa, pemerintah d. Sumber-sumber pengalaman : percobaan, pengguanaan produk 27 3. Evaluasi alternatif Ketika ingin membeli suatu produk, konsumen kemungkinan besar akan dihadapkan dalam berbagai pilihan alternatif merek produk yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Banyak ahli berpendapat konsumen dalam memilih suatu produk berdasarkan penilaian atas dasar kesadaran dan rasionalitas. 4. Keputusan pembelian Dalam tahap evaluasi alternatif, konsumen membentuk prefensi diantara berbagai merek yang ada di dalam pilihan yang mereka miliki. Konsumen juga dapat memiliki sebuah keinginan untuk membeli merek yang paling mereka ingin miliki. Terdapat dua faktor yang dapat menghalangi antara keinginan untuk membeli dan keputusan membeli. (Kolter & Keller, 2006 : 187). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar berikut ini : Attitudes of others Evaluation of Alterative Purchase Intetion Purchase desicion Unaticipated situational factors Sumber : Kolter & Keller (2006 : 187) Gambar 2.2 Tahapan-tahapan Antara Evaluasi Alternatif dan Keputusan Pembelian a. Attitudes of others, keputusan seseorang ketika ingin mengambil keputusan untuk membeli dapat dipengaruhi oleh sikap orang lain. Sejauh mana sikap keputusan seorang konsumen dipengaruhi oleh dua hal, yaitu : (1) Intensitas dari sikap negatif orang lain terhadap produk yang menjadi pilihan seorang konsumen. (2) Motivasi konsumen untuk mengikuti keinginan orang lain. 28 Semakin tinggi intensitas kesan negatif yang dikeluarkan oleh orang lain, dan semakin dekat dengan konsumen tersebut, maka semakin besar kemungkinan konsumen tersebut akan menyesuaikan keinginannya membeli. Sebaliknya, jika orang yang berpengaruh di sekitar konsumen tersebut setuju terhadap pilihan produknya, maka pilihannya akan semakin tertuju pada produk tersebut. Pengaruh dari orang-orang terdekat ini akan menjadi kompleks jika beberapa orang yang dekat dengan konsumen tersebut menunjukan sikap yang berbeda-beda terhadap produk pilihannya. b. Unanticipated situational factors, faktor ini dapat terjadi dan mengubah keinginan membeli seorang konsumen. Kehilangan pekerjaan atau adanya produk lain yang lebih penting untuk dibeli merupakan beberapa contoh termasuk dalam faktor ini. 5. Perilaku pasca-pembelian Setelah melakukan pembelian, proses keputusan pembelian konsumen masih memiliki satu tahapan lagi yaitu perilaku pasca pembelian. Dalam tahapan ini terjadi kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca-pembelian, dan penggunaan produk pasca-pembelian. a. Kepuasan pasca-pembelian Seorang konsumen akan merasa puas jika harapannya terhadap produk dapat dipenuhi. Jika harapannya tidak terpenuhi oleh performa produk yang dikonsumsinya, maka konsumen tersebut akan merasa kecewa dan tidak puas hingga memberi tahu kepada orang lain dengan image negatif yang sangat cepat. Sebaliknya jika harapannya terpenuhi maka akan merasa puas bahkan merekomendasikan terhadap orang lain. b. Tindakan pasca-pembelian Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terhadap sebuah produk dapat mempengaruhi perilaku konsumen tersebut di masa yang akan datang. Jika konsumen puas kemungkinan besar konsumen akan melakukan pembelian ulang atau kunjung ulang. Sebaliknya, jika tidak merasa puas konsumen akan merasa kapok dan bahkan tidak akan membelinya lagi, 29 mengembalikannya, dan mengabaikannya serta memberitahukan kepada sumber informasi yang penting tersebut. Konsumen yang tidak puas juga dapat melakukan tindakan publik dengan menyampaikan keluhannya kepada perusahaan, melakukan tindakan hukum, mengadukan ke kelompok-kelompok lain seperti lembaga perlindungan konsumen, lembaga pemerintah dsb. Bisa berdampak tindakan yang hanya bersifat individu dapat berupa keputusan untuk berhenti mengkonsumsi produk tersebut dan tidak akan kembali lagiatau biasa disebut (exit option), atau yang lebih membahayakan bagi perusahaan karna akan berdampak kehilangan lebih pelanggan yakni dengan memperingati orang lain untuk tidak memakai produk/jasa tersebut (voice option). c. Penggunaan produk pasca-pembelian Setelah konsumen melakukan pembelian, konsumen tersebut dapat menggunakannya, menyimpan, menikmati, meminjamkannya atau bahkan menjual dan membuang produk itu. 2.5.2 a. b. Perilaku Setelah Pembelian Setelah pembelian, konsumen akan mengalami: - Kepuasan - Ketidakpuasan Kepuasan/ketidakpuasan akan mempengaruhi perilaku selanjutnya Pemasar perlu mengambil langkah untuk mengurangi ketidakpuasan dengan komunikasi Kepuasan c. Perbandingan antara harapan dan kinerja/ kenyataan - Harapan > Kinerja akan KECEWA - Harapan = Kinerja akan PUAS - Harapan < Kinerja akan SANGAT PUAS Setelah membeli produk tersebut, konsumen akan melakukan evaluasi apakah produk tersebut sesuai dengan harapannya. Dalam hal ini, terjadi kepuasan dan ketidakpuasan konsumen. Konsumen akan puas jika produk tersebut sesuai dengan harapannya dan selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan merek 30 produk tersebut pada masa depan. Sebaliknya, konsumen akan merasa tidak puas jika produk tersebut tidak sesuai dengan harapannya dan hal ini akan menurunkan permintaan konsumen pada masa depan. 2.5.3 Model Pengambilan Keputusan Konsumen Model dalam pengambilan keputusan mempunyai tiga komponen utama yaitu: 1. Masukan (input), komponen ini mempunyai berbagai pengaruh luar yang berlaku sebagai sumber informasi mengenai produk tertentu dan mempengaruhi nilai-nilai, sikap dan perilaku konsumen yang berkaitan dengan produk. Yang utama dalam faktor masukan ini adalah berbagai kegiatan bauran pemasaran dan pengaruh sosial budaya di luar pemasaran. 2. Proses, komponen ini berhubungan dengan cara konsumen mengambil keputusan. Tindakan pengambilan keputusan konsumen terdiri dari tiga tahap, yaitu: (a) Pengenalan kebutuhan, (b) Pencarian informasi, dan (c) Penilaian berbagai alternatif. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan pencarian informasi sebelum pembelian, yaitu: (a) Faktor-faktor produk (lamanya waktu antar pembelian, perubahan model produk, perubahan harga, jumlah pembelian, harga yang tinggi, merk alternatif yang banyak, berbagai macam keistimewaan), (b) Faktor situasi (pengalaman, dapat diterima secara sosial, pertimbangan yang berhubungan dengan nilai), dan (c) Faktor produk (karakteristik demografis konsumen, kepribadian). 31 Berbagai isu dalam mengevaluasi alternatif, yaitu: (a) Rangkaian merek yang diminati, mengacu pada merk-merk khusus yang dipertimbangkan konsumen dalam melakukan pembelian dalam kategori produk tertentu, (b) Kriteria yang Dipakai untuk Mengevaluasi Merek, merupakan rangkaian merk yang mereka minati biasanya dinyatakan dari sudut sifat-sifat produk yang penting, (c) Gaya Hidup sebagai Suatu Strategi Pengambilan Keputusan Konsumen, berpengaruh pada berbagai perilaku khusus konsumen sehari-hari. 3. Keluaran (output), komponen ini menyangkut dua kegiatan pasca pembelian yang berhubungan erat: perilaku pembelian dan penilaian pasca pembelian. Tujuan dari dua kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kepuasan konsumen terhadap pembeliannya. Kepuasan konsumen merupakan fungsi dari seberapa dekat antara harapan pembeli atas suatu produk dengan daya guna yang dirasakan dari produk tersebut. Jika daya guna dari produk tersebut berada di bawah harapan pelanggan, maka pelanggan tersebut merasa dikecewakan (tidak puas) dan jika memenuhi harapannya maka pelanggan tersebut merasa puas. 2.5.4 Model Sederhana Model ini mencoba untuk menggabungkan secara menyeluruh berbagai pendapat mengenai proses pengambilan keputusan dan perilaku konsumen. Secara garis besar, model pengambilan keputusan ini terbagi ke dalam tiga komponen utama yaitu input, proses dan output. (Schiffman & Kanuk, 2007:8). Secara lebih jelas model ini dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini: 32 Pengaruh Lingkungan Luar Input Usaha Pemasaran Perusahaan 1. Produk 2. Promosi 3. Harga 4. Saluran Distribusi Lingkungan Sosial Budaya 1. Keluarga 2. Sumber Informal 3. Sumber nonkomersial 4. Kelas sosial 5. Sub budaya & budaya Pengambilan Keputusan Konsumen Pengenalan kebutuhan Proses Pencarian Informasi Lingkup Psikologis 1. Motivasi 2. Persepsi 3. Pembelajaran 4. Kepribadian 5. Sikap Evaluasi dari Alternatif Pengalaman Perilaku Penempatan Keputusan Output 1. 2. Pembelian Percobaan Pembelian ulang Evaluasi Pembelian Sumber : Schiffman & Kanuk (2007:8), Perilaku Kosumen Gambar 2.3 Model Sederhana Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Konsumen 2.6 Kunjungan Ulang (Y) Menurut Umar (2003), kunjungan ulang merupakan perilaku yang muncul sebagai respon terhadap objek yang menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian ulang. Proses keputusan pembelian ulang terbentuk sesudah tahapan purna beli. Dalam siklus pembelian menunjukkan ada dua hal yang memengaruhi seseorang pelanggan melakukan pembelian ulang, yaitu evaluasi 33 pasca pembelian dan keputusan melakukan pembelian ulang. Pelanggan secara sadar dan tidak sadar dalam tahap purna beli, akan mengevaluasi transaksi yang telah dilakukan. Tingkat kepuasan atau ketidakpuasan konsumen yang akan memengaruhi perilakunya. Jika konsumen merasa puas karena brand image yang baik, ia akan memperlihatkan peluang yang besar untuk melakukan pembelian ulang. Serta pelanggan yang merasa puas juga akan cenderung menyatakan hal-hal baik tentang organisasi tersebut kepada orang lain (Bayus dalam Kotler, et al., 1997). Hal ini ditegaskan oleh Tjiptono (2002) bahwa terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya hubungan antara organisasi pemberi layanan dan pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan. Singkatnya, brand image yang baik dapat dilihat dari minat pembelian ulang yang muncul pada diri pelanggan. Sementara konsumen yang merasa tidak puas akan bereaksi dengan tindakan-tindakan negatif seperti mendiamkan saja, melakukan komplain, bahkan merekomendasikan negatif kepada orang lain. Keputusan membeli kembali Kesadaran Pembelian awal Sumber : Griffin (2005:13) Gambar 2.4 Siklus Pembelian Lingkaran Pembelian Ulang Evaluasi Pasca Pembelian Pembelian kembali 34 Menurut Griffin (2005:13), setiap kali pelanggan membeli maka ia akan bergerak melalui siklus pembelian. Pembeli pertama kali akan bergerak melalui lima langkah: pertama, mencari produk, dan kedua melakukan pembelian awal. Kemudian pembeli melalui dua tahap pembentukan sikap, yang satu disebut evaluasi pasca pembelian dan yang lainnya disebut dengan keputusan membeli kembali. Bila keputusan membeli kembali telah disetujui maka langkah kelima, pembelian kembali akan mengikuti. Urutan dari pembelian denga demikian akan membentuk lingkaran pembelian kembali yang berulang beberapa kali seperti gambar di atas, selama terjalin hubungan antara pelanggan dengan perusahaan dan produk serta jasanya. 2.7 Hubungan Brand Image terhadap Kunjung Ulang Dalam persaingan bisnis saat ini perusahaan wajib mengutamakan kepuasan pelanggan agar konsumen melakukanpembelian ulang atau kunjung ulang pada produk/jasa perusahaan.Pemberian merek diharapkan dapat memudahkan konsumen untuk mengidentifikasi produk perusahaan. Kemampuan dan kepercayaan konsumen untuk menghasilkan citra (image) bagi produk tersebut dimata konsumen. Citra merek yang baik atau positif akan menjadi daya tarik konsumen untuk membeli ulang produk/jasa perusahaan dan setidaknya menggiring konsumen untuk melakukan pembelian kembali terhadap merek perusahaan. Kotler & Keller (2012:262-264) mengemukakan definisi citra merek yaitu: “Perception and beliefs held by consumer. As reflected in the associations held in consumer memory” Maksud dari kalimat di atas adalah persepsi dan kepercayaan yang dianut oleh konsumen. Sebagaimana tercermin dalam asosiasi yang ada di ingatan konsumen. Brand image merupakan pemahaman konsumen mengenai merek secara keseluruhan, kepercayaan konsumen terhadap merek dan bagaimana konsumen memandang suatu merek. 35 Yudha (2009), pada skripsi yang berjudul, “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian ulang terhadap ponsel merek Nokia”. Mengungkapkan Kepuasan pelanggan, kompetisi bersaing dengan harga, brand image dan pengalaman pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian ulang. Brand image dapat mempengaruhi kepercayaan konsumen sehingga, brand image memegang peran penting bagi kelangsungan hidup perusahaan. Zeithaml (2003) di sisi lain mendefinisikan konsep pembelian ulang atau disebut juga dengan repurchase intentions sebagai konsekuensi positif dari kepuasan konsumen yang mengarah ke loyalitas konsumen yang membuat konsumen rela untuk membeli kembali bahkan melakukan promosi word-ofmouth akan produk atau jasa tertentu secara suka rela. Pemasar pada umumnya menginginkan pelanggan yang diciptakan dapat dipertahankan selamanya. Brand image yang baik atau buruk di mata konsumen akan mempengaruhi konsumen untuk membeli lagi produk/jasa perusahaan. Oleh karena itu apabila suatu perusahaan memiliki brand image yang positif maka konsumen akan cenderung membeli ulang produk tersebut. Menurut Umar (2003), kunjungan ulang merupakan perilaku yang muncul sebagai respon terhadap objek yang menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian ulang.