bab ii tinjauan pustaka

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Pemasaran
Salah satu cabang ilmu ekonomi adalah ilmu pemasaran, seiring dengan
perubahan waktu ilmu pemasaran mengalami perkembangan. Para ahli pemasaran
memliki pengertian dan definisi yang berbeda mengenai pemasaran, namun pada
intinya pemasaran mempunyai maksud dan tujuan yang sama yaitu bagaimana
barang atau jasa dapat dengan waktu yang tepat dan dengan biaya efisien nantinya
dapat diminati oleh konsumen.
Pemasaran menurut Kotler dan Keller (2009:5) pengertian pemasaran
adalah sebagai berikut :
“Pemasaran adalah sebuah proses kemasyarakatan dimana individu dan
kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
menciptakan, menawarkan,dan secara bebas mempetukarkan produk dan
jasa yang bernilai dengan orang lain”.
Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian di atas mengatakan bahwa
pemasaran berdasarkan pada kepuasan yang diperoleh serta produk yang mereka
beli dari produsen dalam jangka waktu yang panjang. Dengan demikian
pemasaran bukan hanya untuk komersial perusahaan yang mengadakan
pemasaran saja, tetapi juga untuk kegiatan sosial dalam rangka memuaskan
konsumen.
2.1.1
Manajemen Pemasaran
Manajemen pemasaran adalah suatu proses yang berkaitan dengan analisa,
perencanaan dan kontrol yang mencakup ide-ide, barang-barang,dan jasa-jasa.
Menurut Kotler (2007:6) dalam bukunya Manajemen Pemasaran mengatakan
bahwa :
“Manajemen pemasaran adalah seni dan ilmu untuk memilih pasar sasaran
serta mendapatkan, mempertahankan, dan menambah jumlah pelanggan
melalui penciptaan, penyampaian, dan pengkomunikasikan nilai pelanggan
yang unggul”
13
14
2.1.2
Pemasaran Jasa
Di dalam memasarkan suatu produk baik barang maupun jasa, perusahaan
akan melakukan kegiatan pemasaran. Namun kegiatan pemasaran yang dilakukan
perusahaan terhadap produk barang, tentunya akan berbeda dengan pemasaran
jasa. Alasan yang mendasari perbedaan tersebut adalah bahwa jasa berbeda
dengan barang. Terdapat beberapa pendapat dan pakar pemasaran mengenai jasa.
Diantaranya yang menyatakan definisi jasa Philip Kotler seperti yang dikutip J.
Supranto (2001, p227) adalah sebagai berikut:
“Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu
pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau
tidak dikaitkan pada satu produk fisik”.
Berdasarkan definisi di atas, dapat kita ketahui bahwa jasa adalah produk
yang dapat ditawarkan namun tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan apapun. Keadaan tersebut pada dasarnya merupakan sebagian dari
beberapa karakteristik utama jasa yang sangat mempengaruhi rancangan program
pemasaran. Jasa memiliki 4 (empat) karakteristik utama, Menurut Kotler dan
Amstrong (2001, p376-377), perusahaan harus mempertimbangkan empat
karakteristik jasa tertentu ketika merancang program pemasaran antara lain:
1.
Tidak Berwujud Jasa (Intangibility)
Jasa tidak bisa dilihat, dicicipi, dirasakan, didengar atau dibaui sebelum
dibeli. Untuk mengurangi ketidakpastian, pembeli mencari “tanda” dari kualitas
jasa pelayanan. Mereka mengambil kesimpulan mengenai kualitas dari tempat,
orang, harga, peralatan, dan konsumsi yang dapat mereka lihat. Oleh karena itu,
tugas penyedia jasa adalah membuat jasa dapat berwujud dalam satu atau
beberapa cara. Jasa berbeda dengan barang. Jika barang merupakan suatu objek,
alat, atau benda, maka jasa suatu perbuatan, kinerja (performance), atau usaha.
Bila barang dapat dimiliki, maka jasa hanya dapat dikomsumsi tetapi tidak dapat
dimiliki. Jasa bersifat tidak berwujud, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba,
dicium atau didengar sebelum dibeli. Konsep tidak berwujud ini sendiri memiliki
dua pengertian, yaitu :
15
1) Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan dirasa
2) Sesuatu yang tidak mudah didefinisikan, diformulasikan atau dipahami secara
rohaniah
2.
Ketidakterpisahan Jasa atau Tidak Terpisahkan (Inseparability)
Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu di konsumsi.
Sedangkan jasa biasanya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan
dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan
merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa. Keduanya mempengaruhi hasil dari
jasa tersebut. Dalam hubungan penyedia jasa dan pelanggan ini, efektivitas
individu yang menyampaikan jasa merupakan unsur penting. Dengan demikian,
kunci keberhasilan bisnis jasa dan proses rekruitmen, kompensasi, pelatihan, dan
pengembangan karyawannya. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah
pemberian perhatian khusus pada tingkat partisipasi atau keterlibatan pelanggan
dalam proses jasa. Demikian pula halnya dengan fasilitas arti dekat dan mudah
dicapai pelanggan juga perlu dipertimbangkan. Hal ini berlaku untuk jasa, dimana
pelanggan yang mendatangi penyedia jasa maupun sebaliknya penyedia jasa yang
mendatangi pelanggan.
Jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedianya, apakah penyedia tadi adalah
orang atau mesin. Bila karyawan jasa menyediakan jasa, maka karyawan itu
merupakan bagian dari jasa. Karena pelanggan turut hadir saat jasa itu diproduksi
sebagai Co-producer, interaksi penyedia jasa maupun pelanggan akan
mempengaruhi hasil jasa.
3.
Keragaman Jasa (Service Variability)
Kualitas jasa bergantung pada siapa yang menyediakan jasa, waktu,
tempat, dan bagaimana cara mereka disediakan. Menurut Bovee, Housten, dan
Thill (Tjiptono, 1997, p17), ada tiga faktor yang menyebabkan variabilitas
kualitas jasa, yaitu kerjasama atau partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa,
moral atau motivasi karyawan dalam melayani pelanggan, dan beban kerja
perusahaan. Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan nonstandardized
output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa,
kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan.
16
Ada tiga faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa, yaitu kerja
sama atau partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa, moral atau motivasi
karyawan dalam melayani pelanggan, dan beban kerja perusahaan. Pada industri
jasa yang bersifat people – based komponen manusia yang terlibat jauh lebih
banyak daripada jasa yang bersifat equipment-based. Implikasinya adalah bahwa
hasil
dari operasi
jasa
yang bersifat
people-based cenderung kurang
terstandarisasi dan seragam dibandingkan hasil dari jasa yang bersifat equipmentbased maupun operasi manufaktur. Para pembeli jasa sangat peduli terhadap
variabilitas yang tinggi ini dan seringkali mereka meminta pendapat orang lain
sebelum memutuskan untuk memilih penyedia jasa.
4.
Tidak Tahan Lamanya Jasa (Perishability)
Jasa tidak dapat disimpan untuk penjualan atau pemakaian yang akan
datang. Tidak tahan lamanya jasa bukanlah masalah apabila permintaan selalu
ada. Tapi ketika permintaan berfluktuasi, perusahaan jasa sering kali mengalami
masalah sulit. Oleh karena itu perusahaan jasa sering kali merancang strategi agar
lebih baik lagi menyesuaikan permintaan dengan penawaran. Jasa merupakan
komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Bila suatu jasa tidak
digunakan, maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja. Hal tersebut tidak akan
menjadi masalah jika permintaannya konstan.
2.2
Citra (Image)
Citra adalah persepsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya.
citra dipengaruhi oleh banyak faktor yang di luar kontrol perusahaan. Citra yang
efektif melakukan 3 (tiga) hal:
1.
Memanfaatkan karakter produk.
2.
Menyampaikan karakter itu dengan cara yang berbeda sehingga tidak
dikacaukan dengan karakter pesaing.
3.
Memberikan kekuatan emosional yang lebih dari sekedar citra mental.
17
Citra merupakan seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh
seseorang terhadap suatu objek (Kotler & Keller, 2012 : 274). Mengembangkan
citra yang kuat membutuhkan kreatifitas dan inovasi. Citra itu perlu disampaikan
melalui tiap sarana komunikasi yang tersedia dan disebarkan secara terusmenerus.
Untuk
berhasil
memperoleh
dan
mempertahankan
konsumenmya
maka
perusahaan harus berusaha semaksimal mungkin untuk menampilkan produk
dengan memiliki citra merek yang positif di mata konsumen. Dengan
menampilkan produk yang memiliki citra merek yang positif dapat mempertinggi
kepercayaan konsumen terhadap produknya dan mendorong konsumen semakin
lama akan menjadi konsumen yang loyal terhadap produk tersebut.
Citra menurut Kotler (2007 : 15), adalah sebagai berikut :
“Image is the set of beliefs, ideas and impression a person hold regarding
an object. People’s attitude and actions toward an object are highly
conditioned by that objects image.”
Suatu citra (image) dapat sangat kaya makna atau bahkan bisa sederhana saja,
citra dapat berubah dari waktu ke waktu atau sebaliknya dapat berubah dinamis
dan diperkaya sesuai perkembangan zaman. Setiap orang melihat citra suatu objek
berbeda-beda tergantung perspektif yang ada pada pribadinya mengenai objek
tertentu atau sebaliknya citra dapat diterima relatif sapa pada masyarakat umum
yang biasa disebut dengan opini publik.
2.3
Merek (Brand)
The
American
Marketing
Association
(2006:430)
mendefinisikan merek sebagai berikut :
“a brand as name, term, sign, symbol, or design, or combination of them,
intended to identify the goods or service of one seller or group of seller
and to differentiate them form those of competitors.”
Dapat diartikan sebagai berikut : “nama, istilah, tanda, lambang,
kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa
dari salah satu penjual atau kelompok penjual dan mendiferensiasikan mereka dari
pesaing”.
18
Maka Merek adalah produk atau jasa yang dimensinya mendiferensiasikan
merek tersebut dengan beberapa cara dari produk atau jasa lainnya yang dirancang
untuk memuaskan kebutuhan yang sama. Perbedaan ini bisa fungsional, rasional
dan nyata, berhubungan dengan kinerja produk dari merek. Perbedaan ini bisa
juga lebih bersifat simbolis, emosional, atau tidak nyata, berhubungan dengan apa
yang dipresentasikan oleh merek (Kotler & Keller, 2012:263).
Konsumen dapat mengevaluasi produk yang sama secara berbeda-beda
tergantung pada bagaimana merek produk tersebut. Mereka belajar tentang merek
melalui
pengalaman masa lalu dengan produk tersebut
dan program
pemasarannya, menemukan merek mana yang memuaskan kebutuhan meraka dan
mana yang tidak. Ketika hidup konsumen menjadi semakin rumit, terburu-buru
dan kehabisan waktu, kemampuan merek untuk menyederhanakan pengambilan
keputusan dan mengurangi risiko adalah sesuatu yang berharga (Kotler & Keller,
2012:264).
Merek juga melaksanakan fungsi yang berharga bagi perusahaan. Pertama
merek
menyederhanakan
penanganan
atau
penelusuran
produk.
Merek
menawarkan perlindungan hukum kepada perusahaan untuk fitur-fitur atau aspek
unik produk. Nama merek dilindungi melalui nama dagang terdaftar; proses
manufaktur dapat dilindungi melalui hak paten; dan kemasan dapat dilindungi
melalui hak cipta dan rancangan hak milik. Hak milik intelektual ini memeastikan
bahwa perusahaan dapat berinvestasi dengan aman dalam merek tersebut dan
mendapatkan keuntungan dari sebuah aset yang berharga (Kotler & Keller, 2012)
2.3.1
Kriteria Merek yang Baik
Menurut Kotler (2007:94) mutu yang diinginkan konsumen dari suatu
merek diantaranya adalah :
1.
Merek tersebut harus menyatakan sesuatu tentang manfaat produk.
2.
Merek tersebut harus menyatakan mutu produk seperti tindakan atau warna.
3.
Merek tersebut harus menyatakan produk atau jasa itu.
4.
Merek tersebut harus mudah diucapkan, dikenal dan diingat.
19
5.
Merek tersebut harus jelas berbeda.
6.
Merek tersebut seharusnya tidak boleh memiliki makna buruk di negara dan
bahasa lain.
2.3.2
Kategori Merek
Menurut Keller di dalam buku Fandy Tjiptono & Gregorius Chandra
(2008:359) terdapat 4 (empat) kategori merek, yaitu :
(a) Merek perusahaan, yaitu menggunakan nama perusahaan (baik perusahaan
induk maupun anak perusahaan atau kantor cabangnya) sebagai merek
produk.
(b) Merek keluarga, yaitu nama merek yang digunakan di lebih dari satu kategori
produk, tetapi tidak harus sel
(c) Merek merupakan nama perusahaan pemiliknya.
(d) Merek individu, yakni merek yang dibatasi hanya untuk satu kategori produk,
meskipun dapat digunakan untuk beberapa tipe produk berbeda dalam
kategori yang sama.
2.3.3
Manfaat Merek
Menurut Keller di dalam buku Fandy Tjiptono (2008:355) merek
bermanfaat bagi konsumen dan produsen. Bagi produsen merek bermanfaat
sebagai :
1.
Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan
produk bagi perusahaan.
2.
Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik.
3.
Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas sehingga mereka bisa
dengan mudah memilih dan membelinya lagi lain waktu.
4.
Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari
para pesaing.
5.
Sumber keunggulan kompetitif terutama perlindungan hukum.
20
Manfaat merek bagi para konsumen (Fandy Tjiptono, 2008:357) yaitu :
1.
Identifikasi yaitu bisa dilihat dengan jelas.
2.
Jaminan yaitu memberikan jaminan bagi konsumen bahwa mereka bisa
mendapatkan kualitas yang sama sekalipun pembelian dilakukan pada waktu
dan tempat berbeda.
3.
Optimisasi yaitu memberikan kepastian bahwa konsumen dapat membeli
alternative terbaik dalam kategori produk tertentu dan pilihan terbaik.
4.
Karakterisasi yaitu mendapatkan konfirmasi menganai citra diri konsumen
atau citra diri yang ditampilkannya kepada orang lain.
5.
Kontinuitas yaitu kepuasan terwujud dari produk yang dikonsumsi pelanggan
selama bertahun-tahun.
6.
Etis yaitu kepuasan berkaitan dengan perilaku bertanggung jawab terhadap
merek bersangkutan dalam hubungannya dengan masyarakat.
Selain untuk memberikan identifikasi produk perusahaan, pemberian
merek juga akan memberikan nilai tambah bagi sebuah produk atau jasa. Pada
saat ini merek merupakan aset penting yang dimiliki perusahaan sehingga
nantinya memberikan keunggulan kompetitif apabila dibandingkan dengan merek
lainnya.
2.3.4
Tingkatan Merek
Menurut Kotler (2012:272) tingkatan merek dapat di bagi menjadi 6
yaitu:
1.
Atribut
Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan di ciptakan agar
pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang
terkandung dalam suatu merek.
2.
Manfaat
Selain atribut, merek juga memiliki serangkaian manfaat. Konsumen tidak
saja memberi atribut tetapi juga membeli manfaat.
21
3.
Nilai
Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Merek yang
memiliki nilai tinggi dan dihargai oleh konsumen sebagai merek yang
berkualitas dan berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna
merek tersebut.
4.
Budaya
Merek memiliki budaya tertentu yang dapat mempengaruhinya.
5.
Kepribadian
Merek memiliki kepribadian, yaitu kepribadian bagi para penggunanya. Jadi
diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian si pengguna akan
tercermin dengan merek yang digunakan.
6.
Pemakai
Merek menunjukan jenis konsumen pemakai merek tersebut. Itulah sebabnya
para pemasar selalu menggunakan orang-orang yang terkenal untuk
penggunaan mereknya.
2.3.5
Elemen Merek
Menurut Kotler & Keller (2006:264), brand elements memiliki enam
kriteria :
1.
Memorable
Mudah diingat, mudah diterima, cocok untuk dibeli atau dikonsumsi.
2.
Meaningful
Dapat memberikan suatu penjelasan mengenai komponen dalam produk/jasa
atau tipe konsumen yang sesuai memakai produk tersebut. Dapat memberikan
penjelasan kemampuan produk yang dapat dilihat dari nama merek.
3.
Likeability
Konsumen dapat memilih produk atau jasa dari bentuk yang indah yang
mengandung ketertarikan secara visual, verbal dan semacamnya.
4.
Transferable
22
Suatu merek dapat digunakan untuk memberikan pengenalan pada produk
baru yang berkatagori sama atau tidak.
5.
Adaptable
Sejauh mana merek dapat beradaptasi dalam mencerminkan kepribadian
konsumen.
6.
Protecible
Seberapa besar merek dapat melindungi dari pesaing, dam tidak mudah ditiru
oleh pesaing.
2.4
Citra Merek (Brand image) (X)
Kotler & Keller (2012:262-264) mengemukakan definisi citra merek
yaitu:
“Perception and beliefs held by consumer. As reflected in the associations
held in consumer memory”
Maksud dari kalimat di atas adalah persepsi dan kepercayaan yang dianut
oleh konsumen. Sebagaimana tercermin dalam asosiasi yang ada di ingatan
konsumen.
Sementara itu, menurut pendapat yang dikemukakan Aaker (2001:69)
mengenai brand image adalah bagaimana konsumen dan yang lainnya memahami
atau menerima suatu merek. Sedangkan menurut Schiffman dan kanuk
(2007:982) menyatakan brand image sebagai sekumpulan asosiasi mengenai
suatu merek yang tersimpan dalam benak atau ingatan konsumen.
Dalam penelitian ini, dimensi atau indikator dari variabel citra merek
dikemukakan oleh Hamel dan Prahalad (2011), yang dikembangkan menjadi 4
dimensi sebagai berikut :
1.
Pengakuan (Recognition), merupakan kemampuan konsumen untuk mengenal
dan mengingat suatu merek dalam benak dan pikiran mereka. Pengakuan
akan dapat menciptakan suatu keuntungan yang bernilai dibandingkan dengan
memasang iklan yang sering.
23
2.
Reputasi (Reputation), merupakan kekuatan merek yang dapat membangun
status yang cukup tinggi bagi sebuah merek karena dimata konsumen
suatu merek memiliki suatu track record yang baik.Sebuah produk dengan
merek terkenal akan lebih mudah dijual dan sebuah produk yang
dipersepsikan memiliki kualitas tinggi akan memiliki reputasi yang baik.
Seperti kualitas produk, pelayanan serta informasi yang jelas mengenai brand
image tersebut.
3.
Hubungan Emosional (Affinity), merupakan merek produk yang dapat
membentuk asosiasi positif yang membuat konsumen menyukai suatu
produk. Hubungan emosional yang timbul antara sebuah merek dengan
konsumennya. Seperti rasa aman, gaya hidup (life style) Membuat konsumen
menyukai produk atau jasa yang dihasilkan oleh brand image.
4.
Lingkup (Domain), merupakan diferensiasi produk, menyangkut seberapa
besar lingkup dari suatu produk yang mau atau tertarik menggunakan merek
yang bersangkutan. Sangat berhubungan erat dengan skala lingkup.
Brand image pada dasarnya adalah hasil pandangan atau persepsi
konsumen terhadap suatu merek tertentu, yang didasarkan kepada pertimbangan
dan perbandingan dengan beberapa merek lainnya. Brand image memperlihatkan
suatu persepsi yang akurat bagi suatu merek. Serta mempresentasikan keseluruhan
persepsi terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu
terhadap merek tersebut.
Brand image tidak semata ditentukan oleh pemberian nama yang baik
kepada sebuah produk, tetapi dibutuhkan juga bagaimana cara memperkenalkan
sebuah produk tersebut agar dapat menjadi sebuah memori bagi konsumen dalam
membentuk suatu persepsi akan sebuah produk. Brand image juga berpatokan
pada pemahaman, kepercayaan, dan pandangan atau persepsi konsumen terhadap
suatu merek.
Brand image yang positif akan membuat konsumen menyukai suatu
produk dengan merek yang bersangkutan dikemudian hari, sedangkan bagi
produsen brand image yang baik akan menghambat pemasaran pesaing. Brand
image merupakan faktor penting yang dapat membuat konsumen mengeluarkan
24
keputusan untuk mengkonsumsi bahkan sampai pada tahap loyalitas di dalam
menggunakan merek tertentu, karena brand image mempengaruhi hubungan
emosional antara konsumen terhadap suatu merek.
2.4.1
Tolak Ukur Brand Image
Faktor-faktor yang menjadi pendukung brand image (Aaker, 2001:196),
adalah :
1.
Product Attributes
Sebuah brand dapat memunculkan sejumlah produk tertentu dibenak
konsumen, yang mengingatkan pada karakteristik brand tersebut.
2.
Consumer Benefits
Sebuah brand harus bisa memberikan suatu value tersendiri bagi
konsistennya
yang
akan
dilihat
oleh
konsumen
sebagai
benefits
yang diperoleh ketika ia membeli atau mengkonsumsi produk atau jasa
tersebut.
Consumer benefits terdiri dari :
a.
Functional benefits
Merupakan serangkaian benefits yang didapatkan karena produk dapat
melaksanakan fungsi utamanya.
b.
Emotional benefits
Merupakan serangkaian benefits yang didapatkan karena produk dapat
memberikan perasaan yang positif terhadap konsumen.
c.
Self expressive benefits
Merupakan serangkaian benefits yang didapatkan ketika sebuah brand
dianggap mewakili ekspresi pribadi seseorang.
3.
Brand Personality
Brand Personality dapat didefinisikan sebagai perangkat karakter personal
yang akan diasosiasikan oleh konsumen terhadap sebuah brand tertentu.
4.
User Imagery
User Imagery dapat didefinisikan sebagai serangkaian karakteristik manusia
yang diasosiasikan dengan ciri-ciri tipikal dari konsumen yang menggunakan
atau mengkonsumsi brand tertentu.
25
5.
Organizational Association
Konsumen seringkali menghubungkan merek yamg dibelinya dengan
kredibelitas perusahaan yang membuatnya. Hal ini yang kemudian
mempengaruhi persepsinya terhadap sebuah brand yang dihasilkan oleh
perusahaan tersebut.
6.
Brand Costumer Relationship
Sebuah brand harus bisa menciptakan hubungan dengan konsumennya. Hal
ini dapat diukur dengan tujuh dimensi, yaitu:
a.
Behavior interdependence, seperti : konsumen sangat tergantung
terhadap brand tertentu
b.
Personal comitment, seperti ; konsumen merasa loyal pada brand tertentu
c.
Love and Passion seperti ; konsumen akan kecewa jika brand tidak dapat
ditemukan ketika ia membutuhkannya.
d.
Self concept, yaitu mengingatkan dirinya tentang dirinya sendiri.
e.
Nostalgic Connection, yaitu mengingatkan konsumen akan sesuatu hal
atau pengalaman di masa lalu.
f.
Intimacy, yaitu konsumen merasa familiar dengan brand
g.
Partner quality, yaitu konsumen merasa suatu brand dapat mengerti
kebutuhan dan keinginannya.
2.5
Keputusan Pembelian Ulang (Kunjung Ulang) dalam Proses
Pengambilan Keputusan
2.5.1
Model Lima Tahap
Para ahli telah mencoba mengembangkan “model tahapan-tahapan”
yang bisa menggambarkan
sebuah keputusan pembelian. Dalam model ini
terlihat dengan jelas bahwa proses pembelian dimulai jauh sebelum pembelian,
dan memiliki konsekuensi sesudahnya. Model ini dapat dilihat dari Gambar
berikut :
26
Problem
Recognition
Information
search
Evaluation
of alterative
Purchase
desicion
Post
Purchase
behavior
Sumber: Kotler & Keller (2006:181)
Gambar 2.1
Model Lima-Tahap Proses Pembelian
Menurut model ini, konsumen setidaknya melewati lima tahapan ketika
sedang dalam suatu proses pengambilan keputusan pembelian. Tahapan- tahapan
tersebut yaitu identifikasi masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif,
keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Berikut tahapannya :
1.
Identifikasi masalah
Sebuah proses pembelian bermula ketika pembeli menyadari adanya sebuah
masalah atau kebutuhan dan keinginan. Keinginan ini dapat dipicu oleh
rangsangan internal ataupun eksternal. Dengan rangsangan internal, keinginan
secara normal dimiliki seseorang seperti rasa lapar, haus dll, Timbul hingga
pada satu level tertentu dan menjadi sebuah faktor pendorong bagi timbulnya
keinginan seseorang.
2.
Pencarian informasi
Ketika konsumen sudah menyadari keinginan dan kebutuhan yang ingin
dipenuhinya, maka konsumen tersebut akan terdorong untuk mencari
informasi mengenai produk-produk yang dapat memenuhi keinginannya
tersebut. Ada beberapa sumber informasi yang harus diketahui bagi
perusahaan dan para manajer pemasaran, sumber informasi tersebut secara
garis besar terbagi dalam empat kelompok ialah sebagai berikut :
a.
Sumber-sumber pribadi (personal resources) : keluarga, teman, kerabat,
kenalan dll.
b.
Sumber-sumber komersial (commercial resources) : iklan, sales atau
tenaga penjual, dealer, kemasan, display produk
c.
Sumber-sumber publik (public resources) : media massa, pemerintah
d.
Sumber-sumber pengalaman : percobaan, pengguanaan produk
27
3.
Evaluasi alternatif
Ketika ingin membeli suatu produk, konsumen kemungkinan besar akan
dihadapkan dalam berbagai pilihan alternatif merek produk yang dapat
memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Banyak ahli berpendapat konsumen
dalam memilih suatu produk berdasarkan penilaian atas dasar kesadaran dan
rasionalitas.
4.
Keputusan pembelian
Dalam tahap evaluasi alternatif, konsumen membentuk prefensi diantara
berbagai merek yang ada di dalam pilihan yang mereka miliki. Konsumen
juga dapat memiliki sebuah keinginan untuk membeli merek yang
paling mereka ingin miliki. Terdapat dua faktor yang dapat menghalangi
antara keinginan untuk membeli dan keputusan membeli. (Kolter & Keller,
2006 : 187).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar berikut ini :
Attitudes of
others
Evaluation of
Alterative
Purchase
Intetion
Purchase
desicion
Unaticipated
situational
factors
Sumber : Kolter & Keller (2006 : 187)
Gambar 2.2
Tahapan-tahapan Antara Evaluasi Alternatif dan Keputusan Pembelian
a.
Attitudes of others, keputusan seseorang ketika ingin mengambil
keputusan untuk membeli dapat dipengaruhi oleh sikap orang lain.
Sejauh mana sikap keputusan seorang konsumen dipengaruhi oleh dua
hal, yaitu :
(1) Intensitas dari sikap negatif orang lain terhadap produk yang menjadi
pilihan seorang konsumen.
(2) Motivasi konsumen untuk mengikuti keinginan orang lain.
28
Semakin tinggi intensitas kesan negatif yang dikeluarkan oleh orang lain,
dan semakin dekat dengan konsumen tersebut, maka semakin besar
kemungkinan konsumen tersebut akan menyesuaikan keinginannya
membeli. Sebaliknya, jika orang yang berpengaruh di sekitar konsumen
tersebut setuju terhadap pilihan produknya, maka pilihannya akan
semakin tertuju pada produk tersebut. Pengaruh dari orang-orang terdekat
ini akan menjadi kompleks jika beberapa orang yang dekat dengan
konsumen tersebut menunjukan sikap yang berbeda-beda terhadap
produk pilihannya.
b.
Unanticipated situational factors, faktor ini dapat terjadi dan mengubah
keinginan membeli seorang konsumen. Kehilangan pekerjaan atau
adanya produk lain yang lebih penting untuk dibeli merupakan beberapa
contoh termasuk dalam faktor ini.
5.
Perilaku pasca-pembelian
Setelah melakukan pembelian, proses keputusan pembelian konsumen masih
memiliki satu tahapan lagi yaitu perilaku pasca pembelian. Dalam tahapan ini
terjadi
kepuasan
pasca
pembelian,
tindakan
pasca-pembelian,
dan
penggunaan produk pasca-pembelian.
a.
Kepuasan pasca-pembelian
Seorang konsumen akan merasa puas jika harapannya terhadap
produk dapat dipenuhi. Jika harapannya tidak terpenuhi oleh performa
produk yang dikonsumsinya, maka konsumen tersebut akan merasa
kecewa dan tidak puas hingga memberi tahu kepada orang lain
dengan image negatif yang sangat cepat. Sebaliknya jika harapannya
terpenuhi maka akan merasa puas bahkan merekomendasikan terhadap
orang lain.
b.
Tindakan pasca-pembelian
Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terhadap sebuah produk dapat
mempengaruhi perilaku konsumen tersebut di masa yang akan datang.
Jika konsumen puas kemungkinan besar konsumen akan melakukan
pembelian ulang atau kunjung ulang. Sebaliknya, jika tidak merasa puas
konsumen akan merasa kapok dan bahkan tidak akan membelinya lagi,
29
mengembalikannya, dan mengabaikannya serta memberitahukan kepada
sumber informasi yang penting tersebut. Konsumen yang tidak puas juga
dapat melakukan tindakan publik dengan menyampaikan keluhannya
kepada perusahaan, melakukan tindakan hukum, mengadukan ke
kelompok-kelompok lain seperti lembaga perlindungan konsumen,
lembaga pemerintah dsb. Bisa berdampak tindakan yang hanya bersifat
individu dapat berupa keputusan untuk berhenti mengkonsumsi produk
tersebut dan tidak akan kembali lagiatau biasa disebut (exit option), atau
yang lebih membahayakan bagi perusahaan karna akan berdampak
kehilangan lebih pelanggan yakni dengan memperingati orang lain untuk
tidak memakai produk/jasa tersebut (voice option).
c.
Penggunaan produk pasca-pembelian
Setelah konsumen melakukan pembelian, konsumen tersebut dapat
menggunakannya, menyimpan, menikmati, meminjamkannya atau
bahkan menjual dan membuang produk itu.
2.5.2
a.
b.
Perilaku Setelah Pembelian
Setelah pembelian, konsumen akan mengalami:
-
Kepuasan
-
Ketidakpuasan
Kepuasan/ketidakpuasan akan mempengaruhi perilaku selanjutnya Pemasar
perlu mengambil langkah untuk mengurangi ketidakpuasan dengan
komunikasi Kepuasan
c.
Perbandingan antara harapan dan kinerja/ kenyataan
-
Harapan > Kinerja akan KECEWA
-
Harapan = Kinerja akan PUAS
-
Harapan < Kinerja akan SANGAT PUAS
Setelah membeli produk tersebut, konsumen akan melakukan evaluasi
apakah produk tersebut sesuai dengan harapannya. Dalam hal ini, terjadi kepuasan
dan ketidakpuasan konsumen. Konsumen akan puas jika produk tersebut sesuai
dengan harapannya dan selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan merek
30
produk tersebut pada masa depan. Sebaliknya, konsumen akan merasa tidak puas
jika produk tersebut tidak sesuai dengan harapannya dan hal ini akan menurunkan
permintaan konsumen pada masa depan.
2.5.3
Model Pengambilan Keputusan Konsumen
Model dalam pengambilan keputusan mempunyai tiga komponen utama
yaitu:
1.
Masukan (input), komponen ini mempunyai berbagai pengaruh luar
yang berlaku sebagai sumber informasi mengenai produk tertentu
dan mempengaruhi nilai-nilai, sikap dan perilaku konsumen yang
berkaitan dengan produk. Yang utama dalam faktor masukan ini adalah
berbagai kegiatan bauran pemasaran dan pengaruh sosial budaya di luar
pemasaran.
2.
Proses, komponen ini berhubungan dengan cara konsumen mengambil
keputusan. Tindakan pengambilan keputusan konsumen terdiri dari tiga
tahap, yaitu:
(a) Pengenalan kebutuhan,
(b) Pencarian informasi, dan
(c) Penilaian berbagai alternatif.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan pencarian informasi sebelum
pembelian, yaitu:
(a) Faktor-faktor produk (lamanya waktu antar pembelian, perubahan model
produk, perubahan harga, jumlah pembelian, harga yang tinggi, merk
alternatif yang banyak, berbagai macam keistimewaan),
(b) Faktor situasi (pengalaman, dapat diterima secara sosial, pertimbangan
yang berhubungan dengan nilai), dan
(c) Faktor produk (karakteristik demografis konsumen, kepribadian).
31
Berbagai isu dalam mengevaluasi alternatif, yaitu:
(a) Rangkaian merek yang diminati, mengacu pada merk-merk khusus yang
dipertimbangkan konsumen dalam melakukan pembelian dalam kategori
produk tertentu,
(b) Kriteria yang Dipakai untuk Mengevaluasi Merek, merupakan rangkaian
merk yang mereka minati biasanya dinyatakan dari sudut sifat-sifat
produk yang penting,
(c) Gaya Hidup sebagai Suatu Strategi Pengambilan Keputusan Konsumen,
berpengaruh pada berbagai perilaku khusus konsumen sehari-hari.
3.
Keluaran (output), komponen ini menyangkut dua kegiatan pasca pembelian
yang berhubungan erat: perilaku pembelian dan penilaian pasca pembelian.
Tujuan dari dua kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kepuasan konsumen
terhadap pembeliannya.
Kepuasan konsumen merupakan fungsi dari seberapa dekat antara harapan
pembeli atas suatu produk dengan daya guna yang dirasakan dari produk tersebut.
Jika daya guna dari produk tersebut berada di bawah harapan pelanggan, maka
pelanggan tersebut merasa dikecewakan (tidak puas) dan jika memenuhi
harapannya maka pelanggan tersebut merasa puas.
2.5.4
Model Sederhana
Model ini mencoba untuk menggabungkan secara menyeluruh berbagai
pendapat mengenai proses pengambilan keputusan dan perilaku konsumen. Secara
garis besar, model pengambilan keputusan ini terbagi ke dalam tiga komponen
utama yaitu input, proses dan output. (Schiffman & Kanuk, 2007:8). Secara
lebih jelas model ini dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini:
32
Pengaruh Lingkungan Luar
Input
Usaha Pemasaran
Perusahaan
1. Produk
2. Promosi
3. Harga
4. Saluran
Distribusi
Lingkungan Sosial Budaya
1. Keluarga
2. Sumber Informal
3. Sumber nonkomersial
4. Kelas sosial
5. Sub budaya & budaya
Pengambilan Keputusan Konsumen
Pengenalan
kebutuhan
Proses
Pencarian Informasi
Lingkup Psikologis
1. Motivasi
2. Persepsi
3. Pembelajaran
4. Kepribadian
5. Sikap
Evaluasi dari
Alternatif
Pengalaman
Perilaku Penempatan Keputusan
Output
1.
2.
Pembelian
Percobaan
Pembelian ulang
Evaluasi Pembelian
Sumber : Schiffman & Kanuk (2007:8), Perilaku Kosumen
Gambar 2.3
Model Sederhana Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Konsumen
2.6
Kunjungan Ulang (Y)
Menurut Umar (2003), kunjungan ulang merupakan perilaku yang muncul
sebagai respon terhadap objek yang menunjukkan keinginan pelanggan untuk
melakukan pembelian ulang. Proses keputusan pembelian ulang terbentuk sesudah
tahapan purna beli. Dalam siklus pembelian menunjukkan ada dua hal yang
memengaruhi seseorang pelanggan melakukan pembelian ulang, yaitu evaluasi
33
pasca pembelian dan keputusan melakukan pembelian ulang. Pelanggan secara
sadar dan tidak sadar dalam tahap purna beli, akan mengevaluasi transaksi yang
telah dilakukan. Tingkat kepuasan atau ketidakpuasan konsumen yang akan
memengaruhi perilakunya.
Jika konsumen merasa puas karena brand image yang baik, ia akan
memperlihatkan peluang yang besar untuk melakukan pembelian ulang. Serta
pelanggan yang merasa puas juga akan cenderung menyatakan hal-hal baik
tentang organisasi tersebut kepada orang lain (Bayus dalam Kotler, et al., 1997).
Hal ini ditegaskan oleh Tjiptono (2002) bahwa terciptanya kepuasan pelanggan
dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya hubungan antara organisasi
pemberi layanan dan pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar baik
bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu
rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth) yang menguntungkan bagi
perusahaan. Singkatnya, brand image yang baik dapat dilihat dari minat
pembelian ulang yang muncul pada diri pelanggan. Sementara konsumen yang
merasa tidak puas akan bereaksi dengan tindakan-tindakan negatif seperti
mendiamkan saja, melakukan komplain, bahkan merekomendasikan negatif
kepada orang lain.
Keputusan
membeli
kembali
Kesadaran
Pembelian awal
Sumber : Griffin (2005:13)
Gambar 2.4
Siklus Pembelian
Lingkaran
Pembelian
Ulang
Evaluasi
Pasca
Pembelian
Pembelian
kembali
34
Menurut Griffin (2005:13), setiap kali pelanggan membeli maka ia akan
bergerak melalui siklus pembelian. Pembeli pertama kali akan bergerak melalui
lima langkah: pertama, mencari produk, dan kedua melakukan pembelian awal.
Kemudian pembeli melalui dua tahap pembentukan sikap, yang satu disebut
evaluasi pasca pembelian dan yang lainnya disebut dengan keputusan membeli
kembali. Bila keputusan membeli kembali telah disetujui maka langkah kelima,
pembelian kembali akan mengikuti. Urutan dari pembelian denga demikian akan
membentuk lingkaran pembelian kembali yang berulang beberapa kali seperti
gambar di atas, selama terjalin hubungan antara pelanggan dengan perusahaan dan
produk serta jasanya.
2.7
Hubungan Brand Image terhadap Kunjung Ulang
Dalam persaingan bisnis saat ini perusahaan wajib mengutamakan
kepuasan pelanggan agar konsumen melakukanpembelian ulang atau kunjung
ulang
pada
produk/jasa
perusahaan.Pemberian
merek
diharapkan
dapat
memudahkan konsumen untuk mengidentifikasi produk perusahaan. Kemampuan
dan kepercayaan konsumen untuk menghasilkan citra (image) bagi produk
tersebut dimata konsumen. Citra merek yang baik atau positif akan menjadi daya
tarik konsumen untuk membeli ulang produk/jasa perusahaan dan setidaknya
menggiring konsumen untuk melakukan pembelian kembali terhadap merek
perusahaan.
Kotler & Keller (2012:262-264) mengemukakan definisi citra merek
yaitu:
“Perception and beliefs held by consumer. As reflected in the associations
held in consumer memory”
Maksud dari kalimat di atas adalah persepsi dan kepercayaan yang dianut
oleh konsumen. Sebagaimana tercermin dalam asosiasi yang ada di ingatan
konsumen. Brand image merupakan pemahaman konsumen mengenai merek
secara keseluruhan, kepercayaan konsumen terhadap merek dan bagaimana
konsumen memandang suatu merek.
35
Yudha (2009), pada skripsi yang berjudul, “Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi
pembelian
ulang
terhadap
ponsel
merek
Nokia”.
Mengungkapkan Kepuasan pelanggan, kompetisi bersaing dengan harga, brand
image dan pengalaman pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pembelian ulang. Brand image dapat mempengaruhi kepercayaan konsumen
sehingga, brand image memegang peran penting bagi kelangsungan hidup
perusahaan.
Zeithaml (2003) di sisi lain mendefinisikan konsep pembelian ulang atau
disebut juga dengan repurchase intentions sebagai konsekuensi positif dari
kepuasan konsumen yang mengarah ke loyalitas konsumen yang membuat
konsumen rela untuk membeli kembali bahkan melakukan promosi word-ofmouth akan produk atau jasa tertentu secara suka rela. Pemasar pada umumnya
menginginkan pelanggan yang diciptakan dapat dipertahankan selamanya.
Brand image yang baik atau buruk di mata konsumen akan mempengaruhi
konsumen untuk membeli lagi produk/jasa perusahaan. Oleh karena itu apabila
suatu perusahaan memiliki brand image yang positif maka konsumen akan
cenderung membeli ulang produk tersebut. Menurut Umar (2003), kunjungan
ulang merupakan perilaku yang muncul sebagai respon terhadap objek yang
menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian ulang.
Download