6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jantung

advertisement
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Jantung adalah organ berongga, berotot, yang terletak di tengah toraks, dan
ia menempati rongga antara paru dan diafragma. Beratnya sekitar 300 g (10,6
oz), meskipun berat dan ukurannya dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat
badan, beratnya latihan dan kebiasaan fisik dan penyakit jantung. Fungsi jantung
adalah memompa darah ke jaringan, menyuplai oksigen dan zat nutrisi lain
sambil mengangkut karbondioksida dan sampah hasil metabolisme( Brunner &
Suddarth, 2002).
Aritmia merupakan :
a. Aritmia merupakan abnormalias kecepatan jantung (ritmi)
b. Aritmia merupakan gangguan daya atau konduksi impuls listrik di dalam
jantung.
c. irama yang berasal bukan dari nodus SA
d. frekuensi kurang dari 60 x/menit(sinus bradikardi)atau lebih dari 100
x/menit (sinus takikardi), buku ajar ilmu penyakit dalam.
2.2 Etiologi
Etiologi dari aritmia jantung dalam garis besarnya adalah dapat disebabkan
oleh:
a. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard
(miokarditis karena infeksi).
b. Gangguan sirkulasi koroner (arterosklerosis koroner / spasire arteri koroner),
misalnya iskemia miokard, infark miokard.
c. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat
antiritmia lainnya.
d. Gangguan keseimbangan elektrolit6 (hiperkalemia, hipokalemia)
e. Gangguan pada pengaturan susunan saraf otonom yang mempengaruhi kerja
dan irama jantung.
7
f. Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
g. Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
h. Gangguan endokrin (hiperthyroidisme, hypothyroidisme).
i. Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.
j. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung.
k. Gangguan tumor jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system
konduksi jantung).
l. Hambatan pada hantaran (konduksi) aliran rangsang yang disebut Blokade.
2.3 Klasifikasi Aritmia
a. Irama berasal dari nodus SA
1) Irama sinus normal, yaitu irama jantung normal pada umumnya
2) Sinus aritmia, baik yang disebabkan pernapasan ataupun tidak
3) Sinus takikardi,peningkatan aktivitas node SA 100x/menit atau lebih
b. Aritmia Atrial
1) Fibrilasi atrial dengan respon ventrikel cepat, normal atau lambat
2) Fluter atrial
3) Atrial takikardi
4) Ekstrasistol atrial yaitu bila denyut dari atrial tersebut hanya datang
satu persatu, mungkin dari satu focus (unifokal) atau lebih.
c. Aritmia jungsional
Ada yang timbul pasif, yaitu karena nodus SA kurang aktif sehingga
diambil alih:
1) Irama jungsional, biasanya bradikardi: bisa tinggi, sedang atau rendah
2) AV jungsional takikardi non paroksismal, yaitu irama ad 1 dg HR yang
cepat ( 70- 130/menit). Tapi ada pula yang secara aktif mendominasi
nodus SA dan focus lainnya.
d. Aritmia supra ventricular(SV) lainnya
1) Aritmia SV multifocal
8
2) Multifocal SV takikardi
3) Multifocal SV takikardi dengan blok
4) SV ekstrasistol”non conducted”
e. Aritmia ventrikuler
f. Gangguan hantaran pada sekitar berkas his dan percabangan Bundle
Branch
2.4 Atrium Fibrilasi
Fibrilasi atrium adalah disritmia atrium yang terjadi sewaktu atrium
berdenyut dengan kecepatan lebih dari 350-600x/menit. Depolarisasi ventrikel
menjadi ireguler dan mungkin dapat mengikuti depolarisasi atrium mungkin
pula tidak. Pengisian ventrikel tidak secara total bergantung pada kontraksi
atrium yang terorganisasi, sehingga aliran darah yang masuk dan keluar
ventrikel biasanya cukup kecuali pada waktu-waktu terjadi peningkatan
kebutuhan misalnya, selama berolahraga (Corwin, 2009).
Fibrilasi atrium adalah depolarisasi muncul di banyak tempat di atrium,
menyebabkan depolarisasi yang tidak terkoordinasi dengan frekuensi tinggi.
Sentakan fokus ektopik pada struktur vena yang dekat dengan atrium
(biasanya vena pulmonal) merupakan penyebab tertinggi (Dharma, 2012).
Fibrilasi atrium didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal. Aktivitas
listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan mengakibatkan atrium bekerja
terus menerus menghantarkan impuls ke nodus AV sehingga respon ventrikel
menjadi ireguler. Atrial fibrilasi dapat bersifat akut maupun kronik dan
umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun (Berry and Padgett, 2012).
2.5 Etiologi
a. Penyebab penyakit kardiovaskuler
1) Penyakit jantung iskemik
2) Hipertensi kronis
3) Kelainan katup mitral (stenosis mitral)
4) Perikarditis
5) Kardiomiopati, gagal jantung, Sindrome WPW, dan LVH
6) Tumor intracardiac
9
b. Penyebab non kardiovaskuler
1) Kelainan metabolik :
a) Tiroksikosis
b) Alkohol akut/kronis
2) Penyakit pada paru
a) Emboli paru
b) Pneumonia
c) PPOM
d) Kor pulmonal
3) Gangguan elektrolit : Hipokalemia, Magnesium, dan Calsium
4) Simpatomimetik obat-obatan dan listrik
2.6 Klasifikasi
Banyak tipe atau klasifikasi atrial fibrilasi yang umum dibahas. Beberapa
hal diantaranya berdasarkan waktu timbulnya dan keberhasilan intervensi,
berdasarkan ada tidaknya penyakit lain yang mendasari, dan terakhir
berdasarkan bentuk gelombang P. Beberapa kepustakaan tertulis ada beberapa
sistem klasifikasi atrial fibrilasi yang telah dikemukakan, seperti:
a. Berdasarkan laju respon ventrikel, atrial fibrilasi dibagi menjadi :
1) AF respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel lebih dari 100
kali permenit.
2) AF respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel lebih kurang
dari 60 kali permenit.
3) Af respon normal (normo response) dimana laju ventrikel antara 60-100
kali permenit.
b. Berdasarkan keadaan Hemodinamik saat AF muncul, maka dapat
diklasifikasikan menjadi :
1) AF dengan hemodinamik tidak stabil (gagal jantung, angina atau infark
miokard akut).
2) AF dengan hemodinamik stabil.
c. Klasifikasi menurut AmericanHeartAssociation(AHA), atrialfibriasi (AF)
dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :
1) AF deteksi pertama yaitu tahap dimana belum pernah terdeteksi AF
sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.
2) AF paroksimal bila atrial fibrilasi berlangsung kurang dari 7 hari.
Lebih kurang 50% atrial fibrilasi paroksimal akan kembali ke irama
sinus secara spontan dalam waktu 24 jam. Atrium fibrilasi yang
episode pertamanya kurang dari 48 jam juga disebut AF Paroksimal.
10
3) AF persisten bila atrial fibrilasi menetap lebih dari 48 jam tetapi
kurang dari 7 hari. Pada AF persisten diperlukan kardioversi untuk
mengembalikan ke irama sinus.
4) AF kronik atau permanen bila atrial fibrilasi berlangsung lebih dari 7
hari. Biasanya dengan kardioversi pun sulit untuk mengembalikan ke
irama sinus (resisten).
2.7 Tanda dan gejala
a. Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau “berdebar”
dalam dada).
b. Perasaan tidak nyaman di dada (nyeri dada).
c. Sesak napas/dispnea.
d. Pusing, atau sinkop (pingsan mendadak) yang dapat terjadi akibat
peningkatan laju ventrikel atau tidak adanya pengisian sistolik ventrikel.
e. Kelelahan, kelemahan/kesulitan berolahraga/beraktifitas.
Namun, beberapa kasus atrial fibrilasi bersifat asimptomatik (National
Collaborating Center for Chronic Condition, 2006). Trombus dapat
terbentuk dalam rongga atrium kiri atau bagian lainnya karena tidak adanya
kontraksi atrium yang mengakibatkan stasis darah. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya emboli pada sirkulasi sistemik terutama otak dan
ekstremitas sehingga atrial fibrilasi menjadi salah satu penyebab terjadinya
serangan stroke (Philip and Jeremy, 2007).
2.8 Patofisiologi
Adanya regangan akut dinding atrium dan fokus ektopik di lapisan dinding
atrium diantara vena pulmonalis atau vena cavajunctionsmerupakan pencetus
AF.Daerah ini dalam keadaan normal memiliki aktifitas listrik yang sinkron,
namun pada regangan akut dan aktifitas impuls yang cepat, dapat menyebabkan
timbulnya after-depolarisation lambat dan aktifitas triggered. Triggered yang
dijalarkan kedalam miokard atrium akan menyebabkan inisiasi lingkaranlingkaran gelombang reentry yang pendek (wavelets of reentry) dan multiple.
Lingkaran reentry yang terjadi pada AF tedapat pada banyak tempat (multiple)
dan berukuran mikro, sehingga menghasilkan gelombang P yang banyak dalam
berbagai
ukuran
dengan
amplitudo
yang
rendah
(microreentrant
11
tachycardias).Berbeda halnya dengan flutter atrium yang merupakan suatu
lingkaran reentry yang makro dan tunggal di dalam atrium (macroreentrant
tachycardias).
AF dimulai dengan adanya aktifitas listrik cepat yang berasal dari lapisan
muskular dari vena pulmonalis. Aritmia ini akan berlangsung terus dengan
adanya lingkaran sirkuit reentry yang multipel. Penurunan masa refrakter dan
terhambatnya konduksi akan memfasilitasi terjadinya reentry. Setelah AF
timbul secara kontinu, maka akan terjadi remodeling listrik (electrical
remodeling) yang selanjutnya akan membuat AF permanen. Perubahan ini pada
awalnya reversibel, namun akan menjadi permanen seiring terjadinya
perubahan struktur, bila AF berlangsung lama.
Atrium tidak adekuat memompa darah selama AF berlangsung. Walaupun
demikian, darah akan mengalir secara pasif melalui atrium ke dalam ventrikel,
dan efisiensi pompa ventrikel akan menurun hanya sebanyak 20 – 30 %. Oleh
karena itu, dibanding dengan sifat yang mematikan dari fibrilasi ventrikel,
orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan
fibrilasi atrium, walaupun timbul penurunan efisiensi dari seluruh daya pompa
jantung. Atrial fibrilasi (AF) biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi
lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup
waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk memompa ke paru-paru
dan tubuh.
Terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada
atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. trombus ini meningkatkan
resiko terjadinya stroke emboli dan gangguan hemostasis. Kelainan tersebut
mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya
tromboemboli pada AF. Kelainan-kelainan tersebut adalah peningkatan faktor
von Willebrand ( faktor VII ), fibrinogen, D-dimer, dan fragmen protrombin
1,2. AF akan meningkatkan agregasi trombosit, koagulasi dan hal ini
dipengaruhi oleh lamanya AF.
2.9 Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan Fisik :
12
1) Tanda vital :Denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya,
tekanan darah, dan pernapasan meningkat.
2) Tekanan vena jugularis.
3) Ronkhi pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung
kongestif.
4) Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan
terdapat gagal jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi
kemungkinan adanya penyakit katup jantung.
5) Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan.
6) Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.
b. Laboratorium :
1) Darah rutin : Hb, Ht, Trombosit.
2) TSH (Penyakit gondok)
3) Enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung.
4) Elektrolit : K, Na, Ca, Mg.
5) PT/APTT.
c. Pemeriksaan EKG :
Merupakan standar baku cara diagnostik AF
1) Irama EKG umumnya tidak teratur dengan frekuensi bervariasi (bisa
normal/lambat/cepat). Jika kurang dari 60x/menit disebut atrial
fibrilasi slow ventricular respons (SVR), 60-100x/menit disebut atrial
fibrilasi normo ventricular respon (NVR) sedangkan jika >100x/menit
disebut atrial fibrilasi rapid ventricular respon (RVR).
2) Gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi
cepat dan kecil sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan.
3) Interval segmen PR tidak dapat diukur.
4) Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat
d. Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOM, kor
pulmonal.
e. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium
dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi
outflow.
f. TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di
atrium kiri.
2.10 Penatalaksanaan
AF paroksimal yang singkat, tujuan strategi pengobatan adalah dipusatkan
pada kontrol aritmianya (rhytm control).Namun pada pasien dengan AF yang
13
persisten, terkadang kita dihadapkan pada dilema apakah mencoba
mengembalikan ke irama sinus (rhytm control) atau hanya mengendalikan laju
denyut ventrikular (rate control) saja.Terdapat 3 kategori tujuan perawatan AF
yaitu :
a. Terapi profilaksis untuk mencegah tromboemboli
b. Mengembalikan kerja ventrikuler dalam rentang normal
c. Memperbaiki irama yang tidak teratur.
Berikut penatalaksanaan AF berdasarkan Standar Pelayanan Medik (SPM) RS
Harapan Kita Edisi III 2009, yaitu:
a. Farmakologi
1) Rhythm control. Tujuannya adalah untuk mengembalikan ke irama
sinus / irama jantung yang normal.Diberikan anti-aritmia gol. I
(quinidine, disopiramide dan propafenon). Untuk gol.III dapat
diberikan amiodaron. Dapat juga dikombinasi dengan kardioversi
dengan DC shock.
2) Rate control.Rate
control bertujuan
untuk
mengembalikan
/
menurunkan frekwensi denyut jatung dapat diberikan obat-obat yang
bekerja pada AV node seperti :digitalis, verapamil, dan obat penyekat
beta (β bloker) seperti propanolol. Amiodaron juga dapat dipakai
untuk rate control.
3) Profilaksis tromboemboli.Tanpa melihat pola dan strategi pengobatan
AF yang digunakan, pasien harus mendapatkan anti- koagulan untuk
mencegah
terjadinya
tromboemboli.Pasien
yang
mempunyai
kontraindikasi terhadapwarfarin dapat di berikan antipletelet.
b. Non-farmakologi
1) Kardioversi. Kardioversi eksternal dengan DC shock dapat dilakukan
pada setiap AF paroksismal dan AF persisten. Untuk AF sekunder,
seyogyanya penyakit yang mendasari dikoreksi terlebih dahulu.
Bilamana AF terjadi lebih dari 48 jam, maka harus diberikan
antikoagulan selama 4 minggu sebelum kardioversi dan selama 3
14
minggu setelah kardioversi untuk mencegah terjadinya stroke akibat
emboli. Konversi dapat dilakukan tanpa pemberian antikoagulan, bila
sebelumnya sudah dipastikan tidak terdapat trombus dengan
transesofageal ekhokardiografi.
2) Pemasangan pacu jantung (pacemaker). Beberapa tahun belakangan ini
beberapa pabrik pacu jantung (pacemaker) membuat alat pacu jantung
yang khusus dibuat untuk AF paroksismal.Penelitian menunjukkan
bahwa pacu jantung kamar ganda (dual chamber), terbukti dapat
mencegah masalah AF dibandingkan pemasangan pacu jantung kamar
tunggal (single chamber).
3) Ablasi kateter. Ablasi saat ini dapat dilakukan secara bedah (MAZE
procedure) dan transkateter.Ablasi transkateter difokuskan pada venavena pulmonalis sebagai trigger terjadinya AF. Ablasi nodus AV
dilakukan pada penderita AF permanen, sekaligus pemasangan pacu
jantung permanen.
2.11
Komplikasi
a. Cardiac arrest / gagal jantung
b. Stroke
c. Demensia
2.12 Asuhan keperawatan secara teori
a. Pengkajian
1) Aktivitas / istirahat
Keluhan kelemahan fisik
secara
umum
dan
keletihan
berlebihan.Temuan fisik berupa disritmia, perubahan tekanan darah
dan denyut jantung saa aktivitas.
2) Sirkulasi
Melaporkan adanya riwayat penyakit jantung koroner (90 -95 %
mengalami
disritmia),
kardiomiopati,
dan
penyakit
CHF. Riwayat
katup
insersi
jantung,
hipertensi,
pacemaker. Nadi
cepat/lambat/tidak teratur,palpitasi.Temuan fisik meliputi hipotensi
15
atau hipertensi selama episode disritmia.Nadi ireguler atau denyut
berkurang.Auskultasi jantung ditemukan adanya irama ireguler, suara
ekstrasisitole. Kulit mengalami diaforesis,pucat, sianosis.Edema
dependen, distensi vena jugularis,penurunan urine output.
3) Neurosensori
Keluhan pening hilang timbul, sakit kepala,pingsan. Temuan fisik :
status mental disorientasi,confusion,kehilangan memori, perubahan
pola bicara,stupor dan koma. Letargi (mengantuk), gelisah,
halusinasi; reaksi pupil berubah.Reflek tendon dalam hilang
menggambarkan disritmia yang mengancam jiwa (ventrikuler
tachicardi atau bradikardia berat).
4) Kenyamanan
Keluhan nyeri dada sedang dan berat (infark miokard) tidak hilang
dengan pemberian obat anti angina. Temuan fisik gelisah.
5) Respirasi
Keluhan sesak nafas, batuk, (dengan atau tanpa sputum ), riwayat
penyakit paru,riwayat merokok.Temuan fisik perubahan pola nafas
selam periode disritmia. Suara nafas krekels mengindikasikan oedem
paru atau fenomena thromboemboli paru.
6) Cairan dan Nutrisi
Keluhan berupa intoleransi terhadap makanan, mual, muntah.Temuan
fisik berupa tidak nafsu makan,perubahan turgor atau kelembapan
kulit. Perubahan berat badan akibat odema.
7) Apakah ada riwayat pengguna alkohol.
8) Keamanan : Temuan fisik berupa hilangnya tonus otot.
9) Psikologis : Merasa cemas, takut, menarik diri, marah, menangis, dan
mudah tersinggung.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Penurunan curah jantung
b/d gangguan irama
jantung,
Rencana keperawatan
Tujuan dan
Kriteria Hasil
NOC :
Setelah dilakukan
asuhan
Intervensi
NIC :
1. Evaluasi adanya nyeri
dada
16
stroke volume, pre load
dan
afterload, kontraktilitas
jantung.
Selama3 x 24 jam
penurunan
kardiak output klien
teratasi dengan criteria
hasil:
1. Tanda Vital dalam
rentang
normal
(Tekanan
darah,
Nadi,
respirasi)
Dapat mentoleransi
aktivitas, tidak ada
kelelahan
2. Tidak ada edema
paru, perifer, dan
tidak ada asites
3. Tidak ada penurunan
kesadaran
4. AGD dalam batas
normal
5. Tidak ada distensi
vena leher
6. Warna kulit normal
2. Catat adanya disritmia
jantung
3. Catat adanya tanda
dan gejala penurunan
cardiac putput
4. Monitor
status
pernafasan
yang
menandakan
gagal
jantung
5. Monitor
balance
cairan
6. Monitor respon pasien
terhadap
efek
pengobatan
antiaritmia
7. Atur periode latihan
dan istirahat untuk
menghindari
kelelahan
8. Monitor
toleransi
aktivitas pasien
9. Monitor
adanya
dyspneu,
fatigue,
tekipneu dan ortopneu
10. Anjurkan
untuk
menurunkan stress
11. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
12. Monitor VS saat
pasien
berbaring,
duduk, atau berdiri
13. Monitor TD, nadi,
RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
14. Monitor
jumlah,
bunyi
dan
irama
jantung
15. Monitor
pola
pernapasan abnormal
16. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
17. Monitor
adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
17
bradikardi,
peningkatan sistolik)
18. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
19. Jelaskan pada pasien
tujuan dari pemberian
oksigen
20. pemberian obat anti
aritmia,
inotropik,
nitrogliserin
dan
vasodilator
untuk
mempertahankan
kontraktilitas jantung
21. Minimalkan
stress
lingkungan
Pola Nafas tidak efektif
berhubungan dengan :
Hiperventilasi, Penurunan
energi/kelelahan,
perusakan/pelemahan
muskulo-skeletal,
Kelelahan otot pernafasan
NOC:
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
………..pasien
menunjukkan
keefektifan pola nafas,
dibuktikan dengan
kriteria
hasil:
1. Mendemonstrasikan
batuk efektif dan
suara nafas yang
bersih,
tidak ada sianosis
dan dyspneu
(mampu
mengeluarkan
sputum,
2. mampu bernafas dg
mudah, tidakada
pursed lips)
3. Menunjukkan jalan
nafas yang paten
NIC
Airway Management :
1. Buka jalan nafas,
gunakan teknik chin
lift atau jaw thrust bila
perlu
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan
ventilasi
3. Identifikasi
pasien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan
fisioterapi
dada
6. Keluarkan
secret
dengan batuk atau
suction
7. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
8. Lakukan suction pada
mayo
9. Berikan bronkodilator
18
Nyeri akut berhubungan
(klien tidak merasa
tercekik, irama
nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal,
tidak ada suara
nafas abnormal)
4. Tanda Tanda vital
dalam rentang
normal (tekanan
darah, nadi,
pernafasan)
bila perlu
10.Berikan
pelembab
udara
11.Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
12.Monitor espirasi dan
status O2
Respiratory Monitoring
1. Monitor
rata-rata
kedalaman, irama dan
usaha espirasi
2. Catat pergerakan dada,
amati
kesimetrisan,
penggunaan
otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular
dan
intercostal
3. Monitor suara nafas
seperti dengkur
4. Monitor pola nafas :
bradipnea, takipnea,
kusmaul,
hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot
diafragma
(gerakan
paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi
atau suara tambahan
8. Tentukan
kebutuhan
suction
dengan
mengauskultasi
crakles dan ronkhi
pada jalan nafas utama
9. Auskultasi suara
paru setelah tindakan
untuk mengetahui hasil
NOC :
NIC :
19
dengan:
Agen injuri (biologi, kimia,
fisik, psikologis), kerusakan
jaringan
Setelah
dilakukan
tinfakan
keperawatan selama ….
Pasien tidak mengalami
nyeri, dengan kriteria
hasil:
1. Mampu mengontrol
nyeri (tahu
penyebab nyeri,
mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
nyeri, mencari
bantuan)
2. Melaporkan bahwa
nyeri berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri
3. Mampu mengenali
nyeri (skala,
intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam
rentang normal
6. Tidak mengalami
gangguan tidur
1. Lakukan pengkajian
nyeri secara
komprehensif
termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi
2. Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
3. Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
4. Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
5. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
6. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan
intervensi
7. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi:
napas dala, relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/ dingin
8. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri:
9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
20
Intoleransi
aktivitas
Berhubungan dengan :
Tirah
Baring
atau
imobilisasi,
Kelemahan
Menyeluruh,
Ketidakseimbangan antara
suplen oksigen dengan
kebutuhan Gaya hidup yang
dipertahankan.
NOC :
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama ….
Pasien bertoleransi
terhadap
aktivitas dengan
Kriteria
Hasil :
1. Berpartisipa si
dalam aktivitas fisik
tanpa disertai
peningkatan tekanan
darah, nadi dan RR
2. Mampu melakukan
aktivitas sehari hari
(ADLs)
secaramandiri
3. Keseimbangan
aktivitas dan
istirahat
11. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
NIC :
1. Observasi
adanya
pembatasan
klien
dalam
melakukan
aktivitas
2. Kaji adanya faktor
yang
menyebabkan
kelelahan
3. Monitor nutrisi dan
sumber energi yang
adekuat
4. Monitor pasien akan
adanya kelelahan fisik
dan
emosi
secara
berlebihan
5. Monitor
respon
kardivaskuler terhadap
aktivitas
(takikardi,
disritmia, sesak nafas,
diaporesis,
pucat,
perubahan
hemodinamik)
6. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
7. Kolaborasikan dengan
Tenaga
Rehabilitasi
Medik
dalam
merencanakan progran
terapi yang tepat.
8.
Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
dilakukan
9. Bantu untuk memilih
aktivitas
konsisten
yang sesuai dengan
kemampuan
fisik,
psikologi dan social
10. Bantu
untuk
21
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas
yang
diinginkan
11. Bantu
untuk
mendpatkan
alat
bantuan
aktivitas
seperti kursi roda, krek
12. Bantu
untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
13. Bantu klien untuk
membuat
jadwal
latihan diwaktu luang
Download