AKTIVITAS DAKWAH PERGURUAN PENCAK SILAT BEKSI BETAWI CIGANJUR Jl. Sadar IV, Rt. 002/02 no. 4 Ciganjur Jagakarsa, JAKARTA SELATAN 12630 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) Oleh Afifah NIM: 204051002869 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1428 H/2007 M AKTIVITAS DAKWAH PERGURUAN PENCAK SILAT BEKSI BETAWI CIGANJUR Jl. Sadar IV, Rt. 002/02 no. 4 Ciganjur Jagakarsa, JAKARTA SELATAN 12630 Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Oleh: Afifah NIM: 204051002869 Dibawah Bimbingan : Drs. M. Luthfi Jamal M.Ag. NIP : 150 268 782 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H./2009 M. AKTIVITAS DAKWAH PERGURUAN PENCAK SILAT BEKSI BETAWI CIGANJUR Jl. Sadar IV, Rt. 002/02 no. 4 Ciganjur Jagakarsa, JAKARTA SELATAN 12630 Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Oleh: Afifah NIM: 204051002869 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H./2009 M. PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul “Aktivitas Dakwah Perguruan Pencak Silat Beksi Ciganjur” telah di ujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 03 Maret 2009 Skripsi Ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana program strata satu (S-I) pada Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI). Jakarta 03 Maret 2009 Sidang Munaqosyah Ketua Sidang Sekertaris Dr. Murodi, MA Nip: 150254102 Penguji I Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, MA Nip: 150299324 Penguji II Drs. Suhaimi,M.Si Nip : 150270810 Dra. Hj. Asriati Jamil, M. Hum Nip : 150244766 Pembimbing Drs. M. Lutfi, MA Nip: 150268782 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul “Aktivitas Dakwah Perguruan Pencak Silat Beksi Betawi Ciganjur” telah di ujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 03 Maret 2009 Skripsi Ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana program strata satu (S-I) pada Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI). Jakarta 03 Maret 2009 Sidang Munaqosyah Ketua Sidang Sekertaris Dr. Murodi, MA Nip: 150254102 Penguji I Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, MA Nip: 150299324 Penguji II Drs. Suhaimi,M.Si Nip : 150270810 Dra. Hj. Asriati Jamil, M. Hum Nip : 150244766 Pembimbing Drs. M. Lutfi, MA Nip: 150268782 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 5 September 2008 Afifah ABSTRAK Afifah Aktivitas Perguruan Pencak Silat Beksi Betawi di Ciganjur. Dakwah sebagai bahasa yang universal, ternyata tidak hanya dapat diterjemahkan kedalam kegiatan yang dilakukan didalam ruangan yang identik dengan pakaian formal seperti baju kurung ataupun baju koko. Dakwah kali ini dilakukan dengan memadukan dakwah itu sendiri dengan seni bela diri, hal tersebut yang membuat penulis tertarik untuk meneliti dan menjadikannya sebagai bahan skripsi. Pencak Silat Beksi yang merupakan kebudayaan asli masyarakat betawi, memiliki keunikan dibandingkan dengan bela diri daerah lain. Beksi identik dengan permainan tangan yang melindungi dari empat arah, sehingga seseorang akan dapat terlindung dengan baik. Sebagai olah raga yang menyehatkan ternyata Beksi berguna sebagai pembinaan mental dan spiritual. Pengembangan mental dicapai karena gerakan yang terdapat dalam Beksi dilakukan dengan sepenuh hati bukan untuk melukai seseorang tetapi untuk melindungi diri dari setiap serangan lawan ataupun dari kejahatan. Dengan prisip utama bahwa Beksi digunakan bukan untuk melukai tetapi untuk melindungi. Pembentukan spiritual melalui Beksi, hal tersebut terlihat dari gerakan dan jurus yang diajarkan memiliki kekuatan yang diambil dari ajaran Islam. Hal tersebut terlihat dari ajian-ajian yang berlafazkan kalimatkalimat yang berasal dari al-Qur’an dan al-Hadits. Setiap orang yang belajar beksi diwajibkan unjuk mengamalkan ajaran Islam sebaik mungkin. Selain dalam jurus dan gerakan, pendidikan spriritual diperkuat dengan adanya pengajian yang dilakukan seminggu sekali setiap malam jum’at. Ustd. Abdul Azis sebagai pengisi pengajian menggunakan metode pembelajaran kitab. Kitab yang digunakan adalah Fathhul Qorib yang didalamnya banyak memuat hukum-hukum Fiqh. Dakwah dalam Perguruan Beksi ternyata dapan memeberikan efek yang luar biasa kepada masyarakat sekitar, hal tesebut yang membuat penulis tetarik untuk meneliti dan menjadikan bahan skripsi. Sedangkan metode yang digunakan penelitian deskriktif kualitatif. Dari penelitian penulis didapati bahwa pengajian yang diadakan tidak hanya dihadiri oleh murid perguruan tetapi terbuka untuk umum, di sini terlihat bahwa dakwah yang dilakukan bukan hanya bertujuan untuk kalangan tertentu tatapi untuk semua masyarakat. KATA PENGANTAR Alhamdulillah, penulis merendahkan kepala dan menyerahkan jiwa raga kepada Sang Agung Yang Maha Pencipta Allah SWT, karena-Nya dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat kepada Pengeran rupawan berhati indah, Nabi Mumammad SAW yang mengajarkan manusia berakhlaq mulia. Penulis berharap karya tulis skripsi ini dapat menjadi tulisan yang berguna bagi orang banyak pada umumnya dan penulis pribadi khsusnya. Amiin. Skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya bantuan dari banyak pihak yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk membantu penulis, oleh karenanya penulis ingin mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Murodi, MA. Sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatillah Jakarta. 2. Bapak Drs. M. Luthfi Jamal M.Ag Selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan perhatian dan meluangkan waktunya untuk mengarahkan dan memberi masukan-masukan yang sangat berharga bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Dra. Hj. Asriati Jamil, M.Hum. selaku Kordinator Teknis Program Non Reguler Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Ibu Dra. Hj. Musyfiroh Nurlaily, M.Ag. sebagai Sekretaris pada Program Non Reguler Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Serta Fatoni sebagai Staf Program Non Reguler. 4. Segenap Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi, yang telah memberikan kontribusi ilmunya kepada penulis, semoga ilmu yang diberikan selalu bermanfaat di setiap waktu. 5. Pimpinan serta segenap Staf Karyawan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Kedua Orang Tuaku yang tercinta ayahanda H. M. Shofi dan ibunda Hj. Neneng Saidah. yang telah memberikan kasih sayang dan cintanya kepada penulis sehingga mengispirasi penulis dalam pembuatan skripsi ini. 7. Kakakku tercinta Hj. Nevy Hilyah Lc., adikku Widad, Kikip dan Iqbal yang telah banyak memberikan dukungan dan semangat dikala susah. 8. Perguruan Silat Beksi Ciganjur, Ustd. Solihin, Ustd. Cholid, Ustd Abdul Azis, Nurman, Deni, Gina, Bpk Muhammad dan Ummi Kulsum yang memberikan kemudahan kepada penulis untuk meneliti Perguruan Silat Beksi. 9. Teman-teman KPI Angkatan 2003 Program Non Reguler yang telah banyak memberikan bantuan moril kepada penulis. 10. Teman-teman As-Syafi’iyyah Jatiwaringin terutama buat Atiq, Mahfuz, Poppy, dll yang selama ini telah banyak memberikan motivasi dalam menyalesaikan skripsi ini. Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, semoga Allah dapat membalas semua kebaikan yang telah diberikan dan menjadi amal saleh disisi-Nya. Dengan segala kerendahan hati, penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun, guna kesempurnaan skripsi ini. Karena penulis menyadari bahwa didalamnya masih banyak kekuranagan-kekurangan. Semoga karya ilmiah yang sederhana ini dapat bermanfaat. Amin. Jakarta, 5 September 2008 Penulis DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................... i ABSTRAK .................................................................................................. ii KATA PENGANTAR ............................................................................... iii ............................................................................................. vi DAFTAR ISI BAB BAB I II PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah................................................. 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................. 4 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................... 5 D. Tinjauan Pustaka .............................................................. 6 E. Metodologi Penelitian....................................................... 7 F. Sistematika Penulisan ....................................................... 9 LANDASAN TEORI A. Aktifitas Dakwah .............................................................. 11 1. Pengertian Aktifitas ...................................................... 12 2. Pengertian Dakwah....................................................... 13 3. Unsur-Unsur Dakwah ................................................... 18 B. Silat ................................................................................... 30 1. Pengertian Silat ............................................................. 30 2. Sejarah Silat .................................................................. 33 3. Silat Sebagai Media Dakwah........................................ 36 BAB III GAMBARAN UMUM PERGURUAN PENCAK SILAT BEKSI BETAWI CIGANJUR JAKARTA SELATAN A. Sejarah dan Latar Belakang ............................................ 39 B. Landasan, Tujuan dan Prinsip Dasar ................................. 40 C. Visi dan Misi 41 ..................................................................... D. Struktur Organisasi ........................................................... 42 E. Prestasi ............................................................................... 44 F. Profil Penceramah .............................................................. 45 BAB IV ANALISIS AKTIVITAS DAKWAH PERGURUAN PENCAK SILAT BEKSI BETAWI CIGANJUR JAKARTA SELATAN A. Unsur-Unsur Dakwah Perguruan Silat Beksi ................... 47 B. Aktivitas Dakwah Pencak Silat Beksi ………………….. 48 C. Analisis Aktivitas Dakwah Pencak Silat Beksi ……..…… 49 D. Ruang Lingkup Kegiatan................................................... 56 E. Hambatan dan Kendala yang Dihadapi................................ 58 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................ 60 B. Saran ................................................................................... 60 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Islam adalah agama yang berisi dengan petunjuk-petunjuk agar manusia secara individual menjadi manusia yang baik, beradab dan berkualitas. selalu berbuat baik, sehingga mampu membangun sebuah peradaban yang maju dan sebuah tatanan kehidupan yang manusiawi dalam arti penindasan dan berbagai kehawatiran.1 Kehadiran dakwah dalam kehidupan sehari-hari kini memiliki porsi yang besar, terlebih ketika media elektronik mulai melirik untuk menayangkan beberapa acara yang bersifat dakwah seperti sinetron maupun pengajian Ramadhan. yang Walaupun tidak hanya demikian, bukan ditayangkan berarti pada dakwah bulan dengan menggunakan metode tradisional ditinggalkan. Justeru dakwah dengan metode tradisional tradisional dalam memiliki porsi berdakawah tersendiri diantaranya didalamnya. dengan Metode mengadakan penngajian dari rumah-kerumah maupun yang menggunakan media masjid atau majlis sebagai tempat berdakwah. Para ulama terdahulu menggunakan metode dakwah dengan mendatangi tempat-tempat 1 Moh. Ali Azis, Ilmu Dakwah, (Jakarta : Kencana, 2004), Cet. Ke-1, h..1. yang dapat digunakan untuk berdakwah sehigga dapat langsung berhadapan dengan mad'unya. Apabila melihat ke belakang, Kh. Abdullah Syafi’i menggunakan metode berdakwah berpidah-pindah tanpa terbatas ruang dan waktu. Salah satu yang dilakukan beliau adalah ketika berdakwah dipasar-pasar ataupun ditempat umum. Hal tersebut membuktikan bahwa dakwah adalah kegiatan yang dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja 1 tanpa harus melihat kepada siapa dakwah itu disampaikan. Pada dasarnya dakwah adalah segala bentuk aktivitas penyampaian ajaran Islam kepada orang lain dengan1 berbagai cara yang bijaksana, untuk menciptakan individu dan masyarakat yang menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dalam semua tatanan kehidupan2 Agar ajaran Islam dapat tersebar kepada seluruh manusia sehingga apa yang yang di inginkan tentunya dapat tercapai hingga sampai pada maksud yang dinamakan dakwah, dengan masuknya Islam dalam sejarah agama umat manusia mencoba meyakinkan umat manusia tentang kebenaran dan meyeru manusia agar menjadi penganutnya. Dakwah berupaya agar manusia selalu berubah menjadi kaum yang lebih baik, dalam makna selalu meningkatkan situasi dan kondisinya baik lahir maupun batinnya. Berupa kegiatan yang masuk ke dalam kerangka 2 Ibid, h. 11. ibadah dan diharapkan dapat mencapai kesejahteraan, kebahagiaan lahir dan memperoleh ridha Allah SWT.3 Dalam berdakwah ternyata tidak hanya dilakukan dengan berceramah, melainkan dapat pula dilakukan dengan mendalami seni bela diri terutama oleh anak lelaki merupakan sebuah hal yang menjadi keharusan, oleh karenanya bukanlah hal yang aneh jika dahulu banyak anak lelaki yang mengisi waktunya dengan belajar bela diri. Hal tersebut yang mendorong para guru silat memasukkan nilai-nilai islam dalam latihan yang diberikan kepada muridnya. Sehingga bela diri tidak hanya bertujuan untuk melindungi diri, tetapi juga sebagai salah satu alat untuk melindungi diri dari perbuatan negatif yang melanggar agama dan dibenci masyarakat. Dakwah dapat menggunakan media apa saja tanpa terkecuali Seni Beladiri Beksi, oleh karenanya olah raga Seni Beladiri Beksi yang merupakan khasanah betawi dan merupakan budaya bangsa. Silat Beksi mengandung banyak nilai-nilai luhur di dalamnya, diantaranya dengan banyak memasukkan nilai-nilai Islam dalam pengajarannya. Misalnya; selalu berwudhu sebelum melakukan latihan silat. Di dalam silat Beksi mereka menemukan spiritual yang lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, dapat pula melatih kepekaan 3 DR. Wardi Bachtiar, Metedologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta : Logos, 1997), Cet. Ke-1, h. 38. indrawi, mengolah kelebihan dan kelenturan anatomi tubuh dan mempelajari sebanyak-banyaknya pertanda alam yang ada disekeliling. Banyak hal positif yang di dapat dari Beksi, pembentukan mental yang kuat dengan kepribadian yang baik menjadi tujuan utama. Pada dasarnya Beksi merupakan sebuah seni, yang banyak mengajarkan kepada kita tentang hidup yang seimbang dan sederhana. Ada beberapa kegiatan yang memiliki nilai luhur diantranya: pengajian setiap malam Jum’at yang menjadi jadwal rutin setiap minggunya. Hal yang positif inilah yang membuat masyarakat umumnya dan anak-anak Betawi khususnya merasa harus mendalami silat Beksi, selain untuk melindungi diri dari kemungkinan terburuk tetapi juga menjaga jiwa dari perbuatan yang dilarang agama. Di dalam kegiatan tersebut termasuk paradigma yang dinamakan “Syumuliyatud dakwah” yang artinya kelengkapan berdakwah, dikarenakan Islam tidak pernah memilah-milah objek dan sasaran dakwah, asalkan saja hal itu dapat menghasilkan nilai-nilai yang positif yang menunjang suksesnya dakwah. 4 Berdasarkan uraian latar belakang dan pokok pikiran di atas, penulis tertarik untuk melakukan pengkajian dan penelitian secara mendalam dan selanjutnya dijadikan sebagai pembahasan skripsi dengan judul : 4 Mustafa Mansur, Jalan Dakwah, (Jakarta : Pustaka Utama, 1994), Cet. Ke-1. h.. 23. “AKTIVITAS DAKWAH PERGURUAN PENCAK SILAT BEKSI BETAWI di CIGANJUR” B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah 1. Perumusan Masalah Sekarang, banyak orang yang menyampaikan dakwahnya dengan berbagai caranya, salah satunya terdiri dari Billisan, bil qalam, bil hal, kemudian mengelola hasil dakwah yang di dapatkan ke dalam lembaga-lembaga Islam secara efisien dan efektif agar tepat kepada sasaran yang akan dituju. Hal tersebut memudahkan dalam menganalisa dakwah yang dilakukan. 2. Pembatasan Masalah Dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis membatasi permasalahnnya pada aktivitas dakwah yang dilakukan perguruan Pencak Silat Beksi terhadap anggotanya yang berlokasi di wilayah Ciganjur, Jakarta-Selatan agar tidak melebarnya permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka secara spesifik penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: a. Apa unsur-unsur dakwah Perguruan Silat Beksi? b. Aktivitas dakwah apa saja yang dilakukan Perguruan Silat Beksi di Ciganjur? c. Analisis aktivitas dan kegiatan Perguruan Silat Beksi yang berhubungan dengan dakwah Islam? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Sesuai dengan pembatasan dan perumusan yang sudah dipaparkan di atas maka tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dari penelitian skripsi ini sebagai berikut: a. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui dan menggambarkan aktivitas Dakwah yang dilakukan Perguruan Pencak Silat Beksi di Ciganjur. 2. Untuk mengetahui dan mendapatkan informasi yang objektif mengenai hambatan dan kendala terhadap aktivitas dakwah yang dilakukan Pencak Silat Beksi di Ciganjur. b. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis, hasil penelitian diharapkan mampu memberikan kontribusi positif dalam menunjang berbagai analisis studi-studi kesenian dan bela diri dalam era sekarang ini, yang mana studi dan analisis itu dikaitkan dengan aktivitas dakwah pada masyarakat seperti di perguruan Pencak Silat Beksi Ciganjur. 2. Secara Praktis, dengan adanya penelitian ini semoga dapat maningkatkan mutu dan kualitas dalam kegiatan dakwah di Perguruan Pencak Silat Beksi. Selain itu hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritis bagi pengembangan sarana penyampaian dakwah melalui seni bela diri. D. Tinjauan Pustaka Penulis menggunakan beberapa rujukan skripsi terdahulu dalam mendapatkan informasi tentang hal yang berkaitan dengan skripsi yang sedang ditulis, hal tersebut bertujuan agar tidak adanya kesalahan dalam mengolah data dan menganalisisnya. Penulis mengmbil beberapa judul yang berkaitan dengan materi yang diambil oleh penulis, diantaranya: Gina Fasya, NIM: 102051025455 dengan judul, Aktivitas Hotel Sofyan Betawi, Jl. Cut Mutia Jakarta-Pusat. Kemudian Syarmuji, NIM: 103035102515 dengan judul, Aktivitas Dakwah Bil-Lisan Ustad. Muhammad Fauzi. E. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis metode kualitatif, yaitu suatu pendekatan metode yang berfungsi sebagai prosedur penelusuran masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan subjek dan objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain). Berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagai mana adanya.5 Metode ini diambil agar tercapainya hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan. 2. Teknik Pengumpulan Data a. Interview Interview merupakan suatu alat pengumpulan informasi yang langsung tentang beberapa jenis data. Penulis menggunakan teknik interview bebas terpimpin. Yaitu peneliti persiapkan, kemudian setelah dijawab memberi data dengan bebas dan terbuka. Interview dilakukan dengan Ketua Perguruan Silat Beksi Ciganjur dan Penceramah pengajian mingguan untuk melengkapi data. b. Observasi Observasi adalah berupa kegiatan mengenai yang berhubungan dengan pengawasan, peninjauan, penyelidikan, dan riset. Teknik yang peneliti gunakan dalam observasi ini adalah yang sifatnya pengamatan. Observasi dilakukan langsung oleh 5 Hadawi Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1998), cet. Ke-8, h.63 penulis untuk mendapatkan data mengenai pengajian yang diakukan pada setiap malam jumat. Penulisan melakukan pengamatan langsung di Perguruan Silat Beksi Ciganjur Jakarta Selatan, diantaranya dengan mengikuti pengajian pada setiap minggunya dan melakukan pencatatan sistematis terhadap gaya bahasa, materi, intonasi, dan body languence yang digunakan Ustad Cholid dalam menerapkan dakwahnya kepada murid-murid Perguruan dan masyarakat umum, sehingga peneliti mendapatkan data yang diperlukan. c. Dokumentasi Teknik pengumpulan data dengan menginvestasi dokumendokumen yang relevan dan terkait dengan permasalahan yang di teliti. Yaitu mempelajari dan menganalisa bahan-bahan berupa tulisan atau gambar yang diambil dari buku, arsip-arsip, fhoto-fhoto dan yang lain sebagainya untuk penguat atas kebenaran data yang diperoleh melalui observasi dan interview. d. Subjek dan Obyek Penelitian Subjek penelitian adalah sumber-sumber tempat memperoleh keterangan.6 Dalam penelitian ini yang menjadi subjek adalah Perguruan Silat Beksi Ciganjur. Sedangkan objeknya adalah pengajian 6 mingguan. Dan untuk itu, penulis mengadakan Tatang M. Arifin, Menyusun Rencana Penelitian (Jakarta: Rajawali Press, 1968), h. 92. kunjungan langsung ke Perguruan Silat Beksi Ciganjur Jakrta Selatan tepatnya. e. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan selama dua bulan atau sekitar empat belas kali pertemuan. Penelitian ini dilaksanakan dalam rentang waktu selama 3 bulan, yakni dari tanggal 10 april sampai 10 juni 2007. Yang bertempat di: Jl. Sadar IV, Rt. 002/02 no. 4 Ciganjur Jagakarsa, JAKARTA SELATAN 12630. f. Teknik Penulisan Mengenai teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press, tahun 2007. 3. Jenis Penelitian Dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif., yakni penelitian yang dilalui dengan proses observasi, pengumpulan data yang akurat berdasarkan fakta di lapangan di sertai wawancara dengan narasumber. Adapun metode yang digunakan adalah analisis deskriptif, yaitu menggambarkan keadaan yang sebenarnya dan dianggap akurat serta menuangkannya dalam konteks penulisan skripsi ini. F. Sistematika Penulisan Setelah penulis mendapatkan dan menganalisa data dan inforamasi sesuai permasalahan penelitian, maka selanjutnya diuraikan dalam bentuk tulisan dan pemaparan tulisan dan pemaparan tersebut secara sistematika disusun melalui beberapa sub bab. Bab Pertama, pendahuluan akan membahas tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab Kedua, Tinjauan teoritis yang terdiri dari pengertian aktivitas, pengertian dakwah, unsur-unsur dakwah, pengertian silat, tujuan dan fungsi silat, dan bentuk-bentuk silat. Bab Ketiga, Gambaran Umum Perguruan Silat Beksi, yang terdiri dari sejarah dan latar belakang berdirinya, visi,misi, dan tujuan, struktur organisasi. Bab Keempat, Analisis Dakwah Perguruan Silat Beksi di Ciganjur, materi dakwah, meteri Beksi, hambatan dan tantangan Dan yang terakhir Bab Kelima, yang merupakan bagian penutup di kemukakan mengenai kesimpulan hasil penelitian dan saran, kemudian secara keseluruhan penyusunan skripsi ini diawali dengan lembar pernyataan, abstrak, kata pengantar dan daftar isi, serta diakhiri dengan daftar pustaka dan lampiran. BAB II LANDASAN TEORI A. Aktivitas Dakwah Istilah-istilah dakwah dalam al-Quran yang di pandang paling popular adalah yad’una ila al-khyr ya muruna bil ma’ruf dan yahhayna an almunkar. Dalam konteks ini seorang muslim secara khusus, mempunyai tanggung jawab moral untik hadir di tengah-tengah kehidupan masyarakat sebagai figure bukti dan saksi kehidupan islami, umat pilihan yang mampu merealisasikan nilai-nilai pesan Illahi, yaitu menyatakan dan menyerukan al-khayr, sebagai kebenaran prinsipil dan universal, melaksanakan dan menganjurkan al-ma’ruf, yakni nilai-nilai kebenaran cultural serta menjauhi dan mencegah kemunkaran. Di samping istilah lain yang dipandang berkaitan dengan tema umum dakwah seperti tabliqh (penyampaian), tarbiyah (pendidikan), ta’lim (pengajaran), tabsyir (penyampaian serta gembira), tandzim (penyampaian ancaman). Tausyhiah (nasehat), tadzkir dan tanbih (peringatan). Adanya istilah-istilah ini terdapat pesan-pesan moral Illahi yang perlu terus menerus di perjuangkan. Dari uraian diatas aktivitas dakwah dapat diartikan sebagai benrtuk kegiatan yang mengarah kepada perubahan terhadap sesuatu yang belum baik agar menjadi baik dan kepada sesuatu yang sudah baik agar menjadi lebih baik lagi. 11 1. Pengertian Aktivitas Aktivitas menurut kamus besar bahasa Indonesia “aktivitas” adalah keaktifan, kegiatan atau kesibukan atau bias juga salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan dalam tiap bagian sesuatu organisasi.7 Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali aktivitas, kegiatan atau kesibukan yang dilakukan manusia, namun berarti atau tidaknya kegiatan tersebut bergantung pada individu tersebut. Karena menurut Samuel Soehoe sebenarnya aktivitas bukan hanya sekedar kegiatan, beliau mengatakan bahwa aktivitas dipandang sebagai usaha mencapai atau memenuhi kebutuhan. Salah satu kebutuhan manusia adalah menuntut ilmu untuk menjadi pintar dan pandai. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka manusia harus belajar dengan cara bersekolah, mengunjungi majelis atau tempattempat ilmu atau bisa juga dengan cara membaca buku, berdiskusi dan 7 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1990), Cet. Ke-3. h.17. lain sebagainya. Ternyata untuk memenuhi satu kebutuhan saja manusia harus melakukan berbagai kegiatan atau melakukan aktivitas. Seseorang yang ingin mendalami ilmu agama dan ingin membangun atau berinteraksi dengan masyarakat yang islami misalnya, tentu ia harus melakukan aktivitas yang membantu tercapainya keinginan tersebut. Seperti membaca buku-buku Keagamaan, mengikuti pengajian- pengajian atau melakukan diskusi-diskusi tentang keagamaan dan kemasyarakatan.mengkaji norma-norma ajaran islam tentang hubungan sesame manusia dan tak kalah pentingnya adalah mengadaptasikan atau menerapkan ajaran ilmu yang telah diperoleh kedalam kehidupan yang nyata. 2. Pengertian Dakwah Pengertian Dakwah dalam bahasa Arab merupakan bentuk masdar dari kata kerja (fi’il) da’a, yad’u, da’watan yang berarti menyeru, memanggil, dan mengajak.8 Kemudian Toha Yahya Oemar juga sependat mengatakan kata dakwah berasal dari bahasa arab, dan dalam bahasa Indonesia dipahami sebagai “ajakan, seruan, panggilan, dan undangan kepada ajaran Tuhan”.9 Bila dipahami dari berbagai sudut pandang terlihat bahwa esensi dakwah Islam sesungguhnya kegiatan dan upaya mengajak manusia atau orang lain agar kembali kepada 8 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989), h. 127. 9 Toha Yahya Oemar, Ilmu Dakwah, (Jakarta : Widjaya, 1992), cet. Ke-5, h. 1. kasucian, agar menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya secara utuh dan menyeluruh (kaffah). Secara terminologis (istilah), para pakar memiliki pengertian yang berbeda-beda dalam mengartikan apa itu dakwah. Namun pada dasarnya mereka memiliki dasar yang sama yaitu: "Menyerukan agar umat Islam melakukan perbuatan amar ma'ruf dan menjauhkan yang mungkar". Berikut pengertian yang diberikan oleh Syed Qutb, dakwah adalah; "Mangajak atau menyerukan lain masuk kedalam sabilillah (jalan Allah), bukan untuk mengikuti da'i atau bukan pula untuk mengikuti kelompok orang.10 Kata dakwah yang berarti memanggil, menyeru, mengajak terdapat dalam al-Qur'an, seperti dalam surat al-Baqarah ayat 221: " ! #$%&' -#.#/'012 ()#*'☺'! -#.#7!8 3456! ;<3=:> 9%:# CDDEF )?@⌧B7 Artinya: "mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke syurga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya(perintah-perintah-Nya) kepada manusia agar mereka mengambil pelajearan. (Qs. Al-Baqarah: 221). Kemudian dalam surat an-Nahl ayat 125 disebutkan:: 10 Syed Quth, FiDhilal al-Qur'an, (Beirut: Ihya al-Turatsi al-Araby, 1976), Jilid V, h. 110. 2! FKBLM J 8GI #$☺O#'P2 #$!RS$'P #$Q#;☺'! Y#Z VWX?2 T3='#U! !>Z \2! J 3[RS. [ KRE [☺2 ]T: ]T: !>Z! -#BLM CEDF 4^#7=3☺'2 Artinya: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. Al-Nahl: 125). Menurut KH. Didin Hafifuddin: dakwah adalah sebagai proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju kepribadian yang islami. Suatu proses yang berkesinambungan adalah suatu yang bukan insidental atau kebetulan, melainkan benar-benar direncanakan, dilaksanakan, dievaluasi secara terus menerus oleh para pelaku dakwah dalam rangka merubah perilaku sasaran dakwah dengan tujuan-tujuan yang dirumuskan.11 Asmuni Syukir membagi pengertian dakwah ke dalam dua sudut pandang, yaitu pengertian dakwah yang bersifat pembinaan dan pengertian yang bersifat pengembangan. Pengertian dakwah yang 11 Didin Hafifuddin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), Cet. Ke-1, h. 77. bersifat pembinaan adalah suatu usaha mempertahankan, melestarikan, dan menyempurnakan umat manusia agar mereka tetap beriman kepada Allah. Dengan menjalankan syari'at-Nya sehingga, mereka menjadi manusia yang hidup paling bahagia di dunia dan akhirat. Pengertian yang bersifat pengembangan adalah usaha mengajak manusia yang beriman agar mentaati syariat Islam (memeluk agama Islam), supaya nantinya dapat hidup bahagia sejahtera di dunia dan akhirat.12 M. Natsir memberikan pengertian tentang dakwah adalah; usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia yang meliputi amar ma'ruf nahi munkar. Dengan berbagai macam media dan cara yang diperbolehkan Allah SWT dan membimbing pengalamannya dalam perikehidupan perseorangan, berumah tangga, bermasyarakat dan bernegara.13 H. Endang S. Anshari mengatakan, dakwah dalam arti terbatas ialah menyampaikan Islam kepada manusia secara lisan, maupun secara tulisan, ataupun secara lukisan (panggilan, seruan, ajakan, kepada manusia pada Islam). Sedangkan dakwah dalam arti luas ialah penjabaran, penterjemahan, dan pelaksanaan Islam dalam kehidupan dan penghidupan menusia (termasuk didalamnya politik, ekonomi, sosial, 12 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: al-Ikhlas, 1983), h. 20. 13 Muhammad Natsir, “Fiqh Dakwah” Dalam Majalah Kiblat, (Jakarta, 1971) h. 7. pendidikan, ilmu pengetahuan, kesenian, kekeluargaan, dan sebagainya).14 S.M. Nasaruddin Latif memberikan pengertian dakwah yaitu: ”usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan dan lainya yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan menaati Allah SWT sesuai dengan garis-garis aqidah syariat serta akhlaq Islamiah.15 Lain hal lagi dengan Syekh Ali Mukti yang memberikan pengertian dakwah sebagai upaya yang mendorong manusia agar berbuat kebajikan dan menuruti petunjuk, menyerukan mereka berbuat kebajikan dan melarang dari perbuatan munkar agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat.16 Sementara itu Prof. Dr. Quraisy Syihab mendefinisikan dakwah sebagai seruan atau ajakan kepada keinsyafan, atau usaha mengubah situasi tertentu kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat dan dakwah seharusnya berperan dalam pelaksanaan ajaran Islam sacara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan.17 14 15 Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1986), h. 31-32. Nasaruddin Latif, Teori dan Praktek Dakwah Islamiah, (Jakarta: Firman Dara, 1979) h.11. 16 Syekh Ali Mahfuz, Hidayat al-Mursyidin, Terjemahan: Chadijah Nasution, (Yogyakarta: Tiga A, 1970). H.17. 17 Quraisy Syihab, Membumikan al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan , 1998), Cet. Ke-17, h. 194. Istilah-istilah dakwah dalam al-Qur’an yang dipandang paling popular adalah menyerukan kemungkaran. Dalam kepada kebaikan konteks ini dan seorang melarang muslim kepada secara khusus, mempunyai tanggung jawab moral untuk hadir di tengah-tengah kehidupan masyarakat sebagai bukti dan saksi kehidupan islami, umat pilihan yang mampu merealisasikan nilai-nilai pesan dalam ajaran Islam, yaitu menyatakan dan menyerukan al-khayr, sebagai kebenaran prinsipil dan universal, melaksanakan dan menganjurkan al-ma’ruf. Yakni nilai-nilai kebenaran kultural serta menjauhi dan mencegah kemunkaran. Di samping istilah lain yang dipandang berkaitan dengan tema umum dakwah seperti tabliqh (penyampaian), tarbiyah (pendidikan), ta’lim (pengajaran), tabsyir (penyampaian berita gembira), tandzim (penyampaian ancaman). Tausyhiah (nasehat), tadzkir dan tanbih (peringatan). Adanya istilah-istilah ini terdapat pesan-pesan moral. Dari uraian di atas aktivitas dakwah dapat diartikan sebagai benrtuk kegiatan yang mengarah kepada perubahan terhadap sesuatu yang belum baik agar menjadi baik dan kepada sesuatu yang sudah baik agar menjadi lebih baik lagi. Allah telah menggariskan dakwah di dalam alQur'an dan as-Sunnah sebagai landasan berfikir dan hukum dalam berdakwah. Dakwah bertujuan untuk memanggil kepada syariat dan memecahkan persoalan hidup, baik persoalaan hidup perseorangan atau persoalan rumah tangga, berjamaah, bermasyarakat, berbangsa, bersuku bangsa, bernegara dan antar Negara. Dakwah juga bertujuan memanggil kepada fungsi hidup manusia sebagai hamba Allah di atas dunia yang berbentang luas ini yang berisikan manusia berbagai jenis dan bermacam kepercayaannya, yakni fungsi sebagai syuhada ala annas, menjadi pelopor dan pengawas bagi umat manusia. Dakwah juga dapat memanggil kepada tujuan hidup yang hakiki, yakni menyembah Allah.18 Dakwah merupakan satu rangkaian kegiatan atau proses dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu, tujuan ini dimaksudkan untuk memberi arah atau pedoman bagi serak langkah kegiatan dakwah. Sebab tanpa tujuan yang jelas seluruh aktivitas dakwah akan sia-sia.19 Dari keterangan di atas penulis melihat dakwah sebagai bahasa yang universal, dimana dakawah dapat dilakukan dengan banyak orang ataupun dengan perorangan. Indonesia sebagai bangsa yang memiliki jumlah muslim terbesar populasinya di dunia menjadi sorotan banyak mata. Terlebih lagi banyak pihak yang ingin menggoyah Islam di Indonesia, melihat hal tersebut dakwah memiliki porsi yang sangat penting. Bukan hanya sebagai menjaga agama tetapi juga untuk menjaga negara. 3. Unsur-Unsur Dakwah 18 M. Natsir, Dakwah dan Pemikirannya, (Jakarta: Gema Insanj Pres,1999). Cet. Ke-1, hal.70. 19 Hafi Anzhari, Pemahaman dan Pengalaman Dakwah, (Surabaya, al-Ikhlas), hal.140. Unsur-unsur dalam dakwah tidak dapat dipisahkan begitu saja mengingat banyaknya pembagian yang menjadi bagian penting dalam dakwah. Penulis melihat, bahwa ada kesamaan yang amat sangat mendasar antara teori yang digunakan oleh para ulama atau pun para cendikiawan muslim dengan Laswell tentang unsur komunikasi atau dakwah. Jika Laswell mengatakan S-M-C-R=Ef, maka dalam dakwah ada istilah da'i (pelaku dakwah), mad'u (mitra dakwah), maddah (materi dakwah), wasilah (media dakwah), thariqah (pesan dakwah) dan atsar (efek). Berikut merupakan pembagian unsur-unsur dakwah: a. Da'i (Pelaku Dakwah) Rasanya sebutan da'i bukanlah hal yang asing bagi sebagian besar masyarakat saat ini, hal tersebut dapat dilihat ketika beberapa media menggunakan kata da'i dalam pengistilahan seorang penceramah. Namun, yang dimaksud dengan da'i itu sendiri adalah; “orang yang melaksanakan dakwah baik menggunakan media tulisan ataupun lisan dan biasanya disertai dengan perbuatan”. Pengaplikasian dari dakwah yang disampaikan seorang da'i dapat bersifat personal (individu) atau kelompok (organisasi, lembaga dll). Seorang da’i sebagai pelaku ceramah menyampaikan pesan dakwah kepada penyampaian mad’u. pesan Apabila dilakukan dalam sedemikian proses rupa komunikasi sehingga menimbulkan dampak tertentu (dampak kognitif, afektif, behavioral), maka aktivitas dakwah bertujuan langsung mengajak manusia untuk mengenal Tuhannya, mempercayai-Nya sekaligus mengikuti petunjukNya.20 Pandangan yang paling khas dalam komunikasi manusia adalah konsep tentang mekanistis, dalam artian, umpan balik merupakan pesan yang dikirimkan kembali dari seorang penerima kepada narasumber.21 Ceramah adalah bagian dari teknik dakwah, yang secara bahasa merupakan salah satu yang mengundang makna percakapan, ceramah (retorika) atau pidato atau suatu teknik dan metode dakwah yang banyak diwarnai karakteristik bicara oleh seorang da’i pada suatu aktivitas dakwah.22 Ceramah tidak terlepas dari pengertian dakwah bahkan ceramah adalah bagian dari teknik dakwah, yang secara bahasa merupakan salah satu yang mengandung makna percakapan, ceramah (retorika). Ceramah artinya seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha untuk mengubah situasi yang baik kepada yang lebih baik dan sempurna. Baik kepada pribadi maupun kepada masyarakat. Secara terminologi, ceramah merupakan suatu metode dakwah yang banyak diwarnai karakteristik bicara seorang khatib (komunikator) 20 Jamaluddin Kafie, Psikologi Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), h. 66. Jalaluddin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1989), h. 406. 22 Ahmad Subandi, Ilmu Dakwah Pengantar ke Arah Metodologi, (Bandung: Yayasan Syahidah, 1995), h. 134. 21 atau da’i pada suatu aktivitas dakwah.23 Oleh karena itu penguasaan keterampilan bicara di depan orang banyak merupakan hal pokok untuk mempengaruhi para pendengar agar menerima, mengikuti dan mengamalkan isi pesan yang disampaikan oleh khatib. Nassaruddin Lathief mendefinisikan bahwa da'i itu ialah "muslim dan muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi tugas ulama. Ahli dakwah ialah wa'ad. Mubaligh Mustama'in (juru penerang) yang menyeru mengajak dan memberi pengajaran dan pelajaran agama Islam".24 Menurut penulis, bahwa seseorang da’i tidak hanya dibatasi pada perkerjaan dakwah semata tetapi aapabila seseorang mengajak kepada kebaikan dan kemaslahatan. Maka orang tersebut dapat dikatakan da’i. M. Natsir, "Pembawa dakwah memperingatkan atau memanggil merupakan orang yang supaya memilih jalan yang membawa pada keuntungan".25 Hasyimi, juru dakwah adalah penasihat, para pemimpin dan pemberi ingat, yang memberi nasihat dengan baik yang mengarahkan dan berkhotbah, yang memusatkan jiwa dan raganya dalam wa'ad dan wa'id (berita gembira dan berita siksa) dan dalam 23 Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 104. Nassaruddin Lathief, Teori dan Praktek Dakwah, (Jakarta: Firma Dara, tt), h. 20. 25 M. Natsir, Fiqhud Dakwah, (Jakarta: Dewan Islamiyah Indonesia) h. 125. 24 membicarakan tentang kampung akhirat untuk melepaskan orangorang yang karam dalam gelombang dunia.26 Namum pada dasarnya semua pribadi muslim itu berperan secara otomatis sebagai mubaligh atau orang yang menyampaikan atau dalam bahasa komunikasi dikenal sebagai komunikator. Untuk itu dalam komunikasi dakwah yang berperan sebagai da'i atau mubaligh ialah: a. Secara umum setiap muslim yang baligh, berakal, sehat jasmani dan menyampaikan pengetahuanya rohaninya. segala agar Memiliki kewajiban sesuatu berguna bagi yang orang dalam menjadi yang ada disekitarnya. b. Secara khusus, kita dapat menyebutkan bahwa panggilan ulama. Merupakan sebutan yang diberikan kepada orang yang memiliki keahlian khusus sebagai pendakwah, tentunya harus dipenuhi dengan pengetahuan agama yang mendalam. 27 Penulis mengambil pemahaman dari dua pengertian atas, bahwa pengertian di atas memiliki satu tujuan yang sama diantaranya adalah menyampaikan apa-apa yang menjadi pengetahuan tentang Islam kepada semua masyarakat tanpa terkecuali. Dalam 26 27 A. Hasyimi, Dustur Dakwah Menurut al-Qur'an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), h. 162. Toto Tasmara, Ibid, h. 41-42. betasan baligh penulis agak kesulitan melihat saat ini banyak anakanak yang belum baligh menyampaikan pesan dakwah dalam bentuk ceramah. Namun bukan berarti seorang da’i dapat menyampaikan apa saja kepada masyarakat, tetapi penyampaian harus disertai dengan dalil yang kuat dan cukup. b. Mad'u (Penerima Dakwah) Mad'u, atau sasaran dakwah merupakan target yang menjadi objek utama dalam berdakwah. A. H. Hasanuddin berpendapat bahwa: "Orang yang diseru, dipanggil, atau diundang".28 Berdasarkan pengertian di atas penulis dapat memahami, bahwa yang dinamakan dengan mad'u memiliki berbagai kelas yang terbagi dalam sosial, ekonomi, geografis, profesi, bahkan sampai kepada tingkatan usia dan pengetahuan. H. M Arifin dalam bukunya Psikologi Dakwah, menjabarkan tingkatan yang ada, yaitu: 1) Sosiologis, meliputi berbagai lapisan masyarakat yaitu masyarakat terasing, pedesaan, perkotaan, kota kecil serta masyarakat marjinal dari kota besar. 2) Struktur kelembagaan, biasanya dikenal dengan istilah priyayi, abangan dan santri. Hal ini banyak ditemukan di daerah masyarakat Jawa. 28 A. H. Hasanuddin, Rethorika Dakwah dan Publistik Dalam Kepemimpinan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), Cet. Ke-1, h. 33. 3) Tingkatan Usia, mulai dari yang muda hingga yang tua. Hal ini terjadi karena dipengaruhi tingkat kedewasaan yang seiring dengan usia. 4) Profesi, tingkatan ini bisanya mencakup petani hingga eksekutif. 5) Ekonomi, struktur antara yang kaya hingga yang miskin. 6) Jenis kelamin (Pria dan Wanita) 7) Masyarakat khusus, tunasusila, tunawisma, tunakarya, narapidana dan sebagainya.29 Muhammad Abduh memilah mad'u menjadi tiga golongan, yaitu: 1) Cerdik Cendikiawan yang cinta kebenaran, dan dapat berfikir secara kritis, cepat menangkap persoalan. 2) Awam, yaitu kebanyakan orang yang belum dapat berfikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi. 3) Golongan yang senang membahas sesuatu tetapi hanya dalam batasan tertentu, tidak sanggup mendalam benar. 4) Penerima pesan dakwah tidak dapat dibatasi dari umur ataupun golongan yang akan menerimanya, tetapi kepada siapa saja yang mau menerima dakwah seseorang. Pada hakikatnya dakwah tidak dakan berhenti pada tataran penyampaian saja, tetapi juga pada hal pelaksanaan atau pengaplikasian dari dakwah itu sendiri. 29 H. M. Arifin, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 13-14. c. Maddah (Pesan Dakwah) Materi yang dimaksud dalam dakwah, adalah sesuatu yang berkaitan erat dengan ajaran Islam. Yang biasanya berupa pesan yang disampaikan oleh seorang da'i, hal tersebut meliputi akidah, syariah dan akhlaq. Dari ketiga hal tadi, semuanya berlandaskan kepada al-Qur'an dan Hadits sebagai pedoman dan acuan. Alasan di ataslah yang menjadi sebuah tolak ukur, mengapa pengajian mingguan menjadi layak sebagai sebuah media yang efektif dalam menyampaikan ajaran islam. Pesan dakwah yang disampaikan haruslah dengan keilmuan yang cukup dan mendalam, kerena bagaimanapun juga kesalahan yang dilakukan oleh penerima dakwah karena penyampaian yang tidak seharusnya akan menjadi beban pada sang da’i. Isi dalam setiap dakwah haruslah memuat tentang ilmu keTuhanan, hukum, Aqidah dan Akhlaq, hal itu dirasakan penting kerena masyarakat awam akan mudah terjerumus jikan penyampaian pesan dakwah tidak dilakukan dengan seimbang. d. Wasilah (Media Dakwah) Arti media bila dilihat dari asal katanya berasal dari kata latin yaitu “median” yang berarti alat perantara. Sedangkan kata media merupakan jamak dari pada kata “median” tersebut. Pengertian media secara istilah berarti segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat (perantara) untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Media yaitu segala sesuatu yang dapat membantu juru dakwah dalam menyampaikan dakwahnya secara efektif dan efisien. Jadi media dakwah adalah perantara atau penghubung yang digunakan oleh da’i untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah kepada mad’u. Fungsi media massa dalam dakwah adalah untuk menyiarkan informasi, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi. Pada dasarnya media dakwah terbagi pada media cetak dan media elektronik misalnya seperti surat kabar, buku dan majalah. Sementara media elektronik dicontohkan dengan radio, tv, dan internet. Media ialah segala sesuatu yang membantu juru dakwah dalam menyampaikan dakwahnya secara efektif dan efisien.30 Penulis menafsirkan apa yang dimaksudkan dengan media, tidak hanya terbatas pada materil atau faktor kebendaan. Tetapi juga menafsirkan sesuatu yang menjadi alat bantu bagi seorang da'i merupakan media. Menurut M. Bahri Ghazali, "kepentingan dakwah terhadap adanya media atau alat yang tepat dalam berdakwah sangat urgen sekali, sehingga dapat dikatakan dengan media dakwah akan lebih mudah diterima oleh komunikan (mad'unya)".31 Luasnya media dakwah yang dapat digunakan oleh seorang da’i membuat dakwah itu sendiri menjadi amat menarik, tidak hanya di 30 Abdul Karim Zaidan, Dasar-dasar Ilmu Dakwah 2, (Jakarta: Media Dakwah, 1984), Cet. Ke-2, h. 225. 31 M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997), h. 12. dalam ruangan dakwah dapat dilakukan di luar ruangan. Terlebih lagi media elektronik baik televisi maupun radio memiliki bagian (program) yang banyak memuat tentang dakwah, tidak hanya ceramah pada pagi hari tetapi sudah merambah pada sinetron yang bernafaskan keagamaan. Bahkan beberapa sineas muda Indonesia membuat beberapa layar lebar yang bernafaskan ke-Islaman. Media cetak tidak mau ketinggalan dalam berdakwah, fenomena itu dapat terlihat dari banyaknya majalah, tabloid atau pun surat kabar yang bernafaskan ke-Islaman. Terutama pada Bulan Ramadhan, semua media mengelurkan acara yang bernafaskan Islam. e. Metode Dakwah Kata methode berasal dari bahasa Latin yaitu methodus yang berarti cara. Dalam bahasa Yunani, methodus berarti cara atau jalan. Sedangkan dalam bahasa Inggris method dijelaskan metode atau cara.32 Abdul Kadir Munsyi, mengartikan metode sebagai cara untuk menyampaikan susuatu.33 Sedangkan dalam metodologi pengajaran ajaran Islam disebutkan bahwa metode adalah: "suatu cara yang 32 Sorjono Soemargono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Nur Cahaya, 1983), h. 17. 33 Abd. Kadir Munsyi, Metode Diskusi dalam Dakwah, (Surabaya: al-Ikhlas, 1982), Cet. Ke-1, h. 29. sistematis dan umum terutama dalam mencari kebenaran ilmiah".34 Metode adalah cara yang sistematis dan teratur untuk pelaksanaan suatu cara kerja.35 Ayat di atas menunjukan bahwa metode dakwah yang digunakan selama proses dakwah berlangsung ada tiga yaitu arif bijaksana (hikmah), pelajaran yang baik (mau’izah hasanah), dan bantahan yang baik (jadalah hasanah). Dengan demikian maka teciptalah pengertian yang sesungguhnya bahwa islam adalah rahmat bagi semesta alam. Dari banyaknya pengertian di atas, penulis mengambil kesimpulan atau menarik sebuah garis lurus tentang metode, adalah: "Sebuah cara yang digunakan dalam menyampaikan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan agar tercapainya apa yang akan disampaikan". Mengingat banyaknya cara yang digunakan dalam menyampaikan dakwah maka penulis memakai uraian yang ditulis oleh Rafifuddin dan M. Abdul Djalil. yaitu: 1) Qoulan Ma'rufan, Dakwah bil lisan dengan bicara dalam pergaulannya sehari-hari yang disertai dengan misi agama seperti penyebarluasan salam. 34 Soeleman Yusuf, Slamet Susanto, Pengantar Pendidikan Sosial, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), h. 38. 35 Paus A. Partanto, M. Dahlan al-Barri, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Usaha, 1994), h. 461. 2) Dakwah bil qalam dengan menggunakan keterampilan tulis menulis berupa artikel. 3) Dakwah dengan alat-alat elektronika seperti radio, televisi, komputer, dan alat lainnya yang dapat menunjang. 4) Dakwah bil hal dengan melakukan berbagai kegiatan yang langsung menyentuh kepada masyarakat.36 Dalam skripsi ini penulis meneliti metode ceramah sebagai suatu teknik atau metode dakwah yang banyak diwarnai oleh karakteristik bicara (retorika) oleh seorang da’i pada suatu aktivitas dakwah. Dengan demikian khitabah merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mengkaji cara berkomunikasi dengan menggunakan seni atau kepandaian berbicara (ceramah). Dahulu Rasulullah menggunakan metode dakwah dengan sembunyi-sembunyi, hingga turunnya ayat yang memerintahkan beliau untuk berdakwah secara terang-terangan. Semenjak itulah umat Islam mulai berdakwah secara penuh, ada pun medianya sangat banyak, seperti musholla, mesjid, sekolah maupun lingkungan sekitar masyarakat tinggal. Kini perkembangan teknologi dan pola pikir manusia semakin maju, sehingga didapatkan media dakwah yang semakin beragam. f. Materi Dakwah 36 Rafifuddin, Muhammad Abdul Djalil, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Pustaka Setia, 1997), Cet. Ke-1, h. 25. Materi dakwah tidak lain adalah al-Islam yang bersumber dari alQuran dan hadits sebagai sumber utama yang meliputi akidah, syariah, dan akhlak dengan berbagai macam cabang yang diperoleh darinya. Materi yang disampaikan oleh seorang da’i harus cocok keahliannya. Materi juga harus sesuai dengan metode dan media serta objek dakwahnya. Penulis menilai bahwa kini materi yang disampaikan, harus mengajarkan banyak hal yang berkaitan dengan aqidah dan fiqh. Sehingga memberikan perbaikan pola hidup kepada masyarakat. Islam telah mengajarkan banyak hal tentang bagaimana seseorang dalam menjalani kehidupan, semuanya hanya tinggal dipelajari dan dijalankan. g. Efek Dakwah Setiap aksi dakwah akan menimbulkan reaksi. Demikian jika dakwah telah dilakukan oleh seorang da'i dengan materi dakwah, wasilah, thariqoh tertentu maka akan timbul respon dan efek (atsar) pada mad'u (mitra/penerima dakwah).37 Efek yang ditimbulkan oleh seorang da'i bukanlah hal yang kecil, karena akan dibawa dan diinformasikan kembali oleh para penerima pesan kepada orang lain yang belum mengetahuinya atau mendengarnya. Untuk menjaga itu semua Jalaluddin Rahmat menyatakan: 37 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 363. 1) Efek kognitif, terjadi bila ada perubahan pada apa yang dikehendaki, dipahami, atau persepsi orang banyak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan dan informasi. 2) Efek afektif, timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak, yang berhubungan dengan emosi, sikap serta nilai. 3) Efek Behavioural, merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan perilaku.38 Dari ketiga efek diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa: ketelitian para kolumnis amat sangat diutamakan, mengingat efek yang besar jika terjadi kesalahan dalam penulisan. Sehingga mungkin saja terjadinya perselisihan di masyarakat terutama yang berkaitan dengan religi. Efek yang ditimbulkan dapat memberikan berbagai macam reaksi, oleh karenanya seorang da’i harus dapat mengarahkan respon pendengar kepada satu pemahaman. B. Silat 1. Pengertian Silat 38 Jalaluddin Rahmat, Retorika Moderen: Sebuah Kerangka Teori dan Praktek Berpidato, (Bandung: Akamedia, 1982), h.269. Apa itu silat? masih banyak orang yang berlatih silat, tetapi tidak tahu arti yang sebenarnya, banyak orang yang berlatih silat bertahuntahun tanpa memahami kedalamaan dan dimensinya dan tanpa tujuan yang jelas dalam latihan mereka. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka, silat berarti “permainan” (keahlian) dalam mempertahankan diri dengan kepandaian menangkis, menyerang, dan membela diri, baik dengan atau tanpa senjata. Setiap daerah memiliki pengertian tentang silat yang berbedabeda, berikut beberapa pengertian yang berkaitan dengan silat: Menurut guru pencak silat Bawean, Abdus Syukur: Pencak adalah gerakan keindahan dengan menghindar, yang disertakan gerakan berunsur komedi. Pencak dapat dipertontonkan sebagai sarana hiburan. Sedangkan, silat adalah unsur teknik bela diri menangkis, menyerang dan mengunci yang tidak dapat diperagakan didepan umum. Penjelasan serupa diajukan pula oleh guru besar Hasan Habudin, yang juga pendiri Perguruan Pamur di Madura: Pencak adalah seni beladiri yang diperagakan dengan diatur, padahal silat sebagai inti sari dari pencak silat tidak dapat diparagakan. Di kalangan suku Madura pencak dianggap berakar dari bahasa Madura ”apengkarepanng laju alonjak”, yaitu bergerak tanpa aturan sambil meloncat. Sedangkan silat berasal dari “se amaen alat mancelat”, yaitu sang pemain berloncat kian kemari seperti kilat. Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), memiliki pengertian sebagai berikut: Pencak adalah gerakan serang bela yang berupa tari dan berirama dengan peraturan adat kesopanan tertentu, yang biasa dipertunjukkan di depan umum. Silat adalah inti sari dari pencak, ilmu untuk perkelahian atau membela mati-matian yang tidak dapat dipertunjukkan di depan umum. Pendapat yang juga dilontarkan oleh Sukowandi, pendiri Perpi Harimukti, sebuah perguruan yang bertempat di Yogyakarta: Pada waktu itu di tanah jawa istilah silat tidak terkenal. Rakyak hanya mengetahui istilah pencak. Pencak berasal dari istilah ‘pen’ yang berarti titik atau tujuan, dan ‘cak’ yang berarti tindakan. Yaitu tindakan yang memiliki tujuan, karena tindakan tanpa tujuan tidak ada artinya dalam bela diri. Istilah silat banyak diperkenalkan oleh penyadur Kho Ping Ho. Mulai menyebarkan komiknya mulailah istilah silat dikenal di jawa. Sekarang kebanyakan orang mencampurbaurkan silat dengan pencak sehingga sepertinya mereka bersatu. Perguruan Phasadja Mataram di Yogyakarta mendefinisikan kedua istilah tersebut sebagai berikut: Pencak adalah gerakan bela-serang, yang teratur menurut sistem, waktu, tempat dan iklim dengan selalu menjaga kehormatan masingmasing dengan kesatria, tidak mau melukai perasaan. Jadi pencak lebih menunjuk kepada segi lahiriah. Silat adalah gerakqan belaserang yang erat hubungannya dengan rohani, sehingga menghidupsubukkan naluri, menggerakan hati nurani manusia, langsung menyerah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam kata pengamat pencak silat dan dosen ASKI Padang Panjang, Indra Utama: Di Minangkabau ada ‘Pencak’ dan ada pula ‘silek’. Keduanya adalah serupa tetapi tidah sama. ‘pencak’ tangko lape, artinya kunci dapat dilepas karena permainan sudah diatur sebagai pertunjukkan. Sedangkan ‘silek’ menangkap mati, artinya kuncian tidak dapat dibuka, lawan ditangkap untuk dibunuh. Silek ini tidak dapat dipertunjukkan karena sangat berbahaya.39 Silat lebih banyak menitik beratkan pembentukan sikap dan watak kepribadian pesilat yang sesuai dengan falsafah budi pekerti luhur, karena ajaran falsafah budi pekerti luhur tersebut di perlukan agar silat sebagai ilmu “berkelahi” tidak di salah gunakan oleh orang-orang tertentu untuk membahayakan masyarakat dan menggangu ketentraman masyarakat di sekitarnya. Empat aspek dalam gerakan-gerakan khas silat yang terdiri dari beberapa komponen utama atau dasar, secara garis besar dapat sibedakan menjadi empat macam, yaitu pembentukan sikap pasang, gerak langkah, serangan dan belaan dengan membentuk sikap pasang pesilat mengekspresikan status siaga dan waspada yang 39 O’ong Maryono, Pencak Silat Merentang Waktu, (Yogyakarta: Galang Press, 2000), cet. Ke-2, hal, 4-8 sewaktu-waktu dapat diubah untuk melaksanakan tindakan taktis tertentu, dan sikap pasang ini biasanya menggunakan kaki maupun tangan. Dalam praktek, tehnik-tehnik dasar akan dikombinasikan sedemikian rupa bahwa mereka membentuk suatu kaidah yang sangat khas dimana mereka membentuk suatu kaidah yang sangat khas dimana gerak olah raga dan bela diri menyatu dengan unsur seni maupun nafas dan perasaan batin. 2. Sejarah Silat Silat diperkirakan menyebar di kepulauan nusantara semenjak abad ke-7 masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat dipastikan. Meskipun demikian, silat saat ini telah diakui sebagai budaya suku Melayu dalam pengertian yang luas, yaitu para penduduk daerah pesisir pulau Sumatera dan Semenanjung Malaka, serta berbagai kelompok etnik lainnya yang menggunakan lingua franca bahasa Melayu di berbagai daerah di pulau-pulau Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lainnya juga mengembangkan sebentuk silat tradisional mereka sendiri. Sheikh Shamsuddin (2005) berpendapat bahwa terdapat pengaruh ilmu beladiri dari Cina dan India dalam silat. Bahkan sesungguhnya tidak hanya itu. Hal ini dapat dimaklumi karena memang kebudayaan Melayu (termasuk Pencak Silat) adalah kebudayaan yang terbuka yang mana sejak awal kebudayaan Melayu telah beradaptasi dengan berbagai kebudayaan yang dibawa oleh pedagang maupun perantau dari India, Cina, Arab, Turki, dan lainnya. Kebudayaan-kebudayaan itu kemudian berasimilasi dan beradaptasi dengan kebudayaan penduduk asli. Maka kiranya historis pencak silat itu lahir bersamaan dengan munculnya kebudayaan Melayu. Dalam historisasi pencak silat dapat disimpulkan bahwa terdapat dua kategori akar aliran pencak silat, yaitu: a. Aliran bangsawan b. Aliran rakyat Aliran bangsawan, adalah aliran pencak silat yang dikembangkan oleh kaum bangsawan (kerajaan). Ada kalanya pencak silat ini merupakan alat pertahanan dari suatu negara (kerajaan). Sifat dari pencak silat yang dikembangkan oleh kaum bangsawan umumnya tertutup dan mempertahankan kemurniannya. Aliran rakyat, adalah aliran pencak silat yang dikembangkan oleh kaum selain bangsawan. Aliran ini dibawa oleh para pedagang, ulama, dan kelas masyarakat lainnya. Sifat dari aliran ini umumnya terbuka dan beradaptasi. Bagi setiap suku di Melayu, pencak silat adalah bagian dari sistem pertahanan yang dimiliki oleh setiap suku/kaum. Pada jaman Melayu purba, pencak silat dijadikan sebagai alat pertahanan kaum/suku tertentu untuk menghadapi bahaya dari bagi serangan binatang buas maupun dari serangan suku lainnya. Lalu seiring dengan perjalanan masa pencak silat menjadi bagian dari adat istiadat yang wajib dipelajari oleh setiap anak laki-laki dari suatu suku/kaum. Hal ini mendorong setiap suku dan kaum untuk memiliki dan mengembangkan silat daerah masing-masing. Sehingga setiap daerah di Melayu dibanggakan. umumnya Sebagai contoh, memiliki bangsa tokoh persilatan Melayu yang terutama di Semenanjung Malaka meyakini legenda bahwa Hang Tuah dari abad ke-14 adalah pendekar silat yang terhebat. Hal seperti itu juga yang terjadi di Jawa, yang membanggakan Gajah Mada. Adapun sesungguhnya kedua tokoh ini benar-benar ada dan bukan legenda semata, dan keduanya hidup pada masa yang sama. Perkembangan dan penyebaran Silat secara historis mulai tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh kaum Ulama, seiiring dengan penyebaran agama Islam pada abad ke-14 di Nusantara. Catatan historis ini dinilai otentik dalam sejarah perkembangan pencak silat yang pengaruhnya masih dapat kita lihat hingga saat ini. Kala itu pencak silat telah diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di surau-surau. Silat lalu berkembang dari sekedar ilmu beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah. Disamping itu juga pencak silat menjadi bagian dari latihan spiritual. Terdapat 4 aspek utama dalam pencak silat, yaitu: a. Aspek Mental Spiritual: Pencak silat membangun dan mengembangkan kepribadian dan karakter mulia seseorang. Para pendekar dan maha guru pencak silat jaman dahulu seringkali harus melewati tahapan semadi, tapa, atau aspek kebatinan lain untuk mencapai tingkat tertinggi keilmuannya. b. Aspek Seni Budaya: Budaya dan permainan "seni" pencak silat ialah salah satu aspek yang sangat penting. Istilah Pencak pada umumnya menggambarkan bentuk seni tarian pencak silat, dengan musik dan busana tradisional. c. Aspek Bela Diri: Kepercayaan dan ketekunan diri ialah sangat penting dalam menguasai ilmu bela diri dalam pencak silat. Istilah silat, cenderung menekankan pada aspek kemampuan teknis bela diri pencak silat. d. Aspek Olah Raga: Ini berarti bahwa aspek fisik dalam pencak silat ialah penting. Pesilat mencoba menyesuaikan pikiran dengan olah tubuh. Kompetisi ialah bagian aspek ini. Aspek olah raga meliputi pertandingan dan demonstrasi bentukbentuk jurus, baik untuk tunggal, ganda atau regu. 40 3. Silat Sebagai Media Dakwah Silat sebagai seni budaya yang sudah adal sejak dahulu memberikan cerita tersendiri, diantaranya adalah silat sebagai media dakwah oleh para ulama dalam menyebarkan ajaran Islam di bumi Nusantara. Salah satu bukti dakwah dengan silat adalah bagaimana 40 www.wikipedia/silat/pencaksilat.htm. 12/08/2008 para Ulama yang pada umumnya memiliki ilmu silat sebagai media menjaga diri untuk menarik masyarakat, dalam silat yang diajarkan oleh para ulama umum memiliki muatan nilai ke-Islaman. Salah saktu bukti nyata adalah bagaimana legenda Si Pitung yang selalu membela orang kecil hingga akhir hayatnya, pesan yang selalu disampaikan Pitung adalah bahwa manusia sama dihadapan Tuhan dan harus selalu menjalankan ajaran islam dengan benar.41 41 www.kampoengbetawi.htm/dakwah 12/08/2008 BAB III GAMBARAN UMUM Perguruan Pencak Silat Beksi Batawi Ciganjur Sejarah silat Beksi secara pasti tidak dapat penulis temui, namun penulis mendapatkan dua versi sejarah yang berkembang kuat dimasyarakat, Yaitu: Versi pertama: cerita ini berasal dari H. Atang yang berasal dari kampung Rawajati, Kosambi, Tangerang. Beksi mulai mencuat kepermukaan sekitar abad 19 atau antara tahun 1850-1860. pada masa itu ranah Betawi masih dikuasai oleh para tuan tanah di bawah pengaruh kolonial Belanda. Salah satu tuan tanah yang terkenal saat itu, adalah Gow Hok Boen yang berdomisili di wilayah Tangerang. Sebagai peranakan Cina sang tuan tanah sangat menyukai seni bela diri. Sebagai tuan tanah pastinya memiliki centeng yang bernama Ki Kenong, kesaktiannya sudah teruji dan tak terkalahkan. Perihal itulah yang memudahkan tuan tanah dalam memungut upeti dari penduduk. Sebagai tuan tanah dengan harta yang melimpah, ia mengadakan sayembara untuk mengalahkan centeng yang dimilikinya. Hasilnya tetap saja Ki Kenong tetap saja tak terkalahkan. Selama sayembara berlangsung ada seorang penjual singkong yang selalu mengikuti pertandingan dari pertama hingga usai. Namanya pak Jidan, ia tinggal di hutan sebatang kara dan mengambil singkong untuk bahan jualannya dari hutan. Pada suatu masa Pak Jindan dikejutkan karena ada orang yang menghampirinya seraya berkata bahwa ia telah kehilangan singkongnya, dengan tangan yang gemetar ketakutan Pak Jidan mengukuinya dan meminta maaf. Orang itu tidak marah malah memberikan wasiat yang akan menjadi cikal-bakal Beksi, wasiat yang diberikan berupa jurus dan mantera berbahasa sunda.42 A. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya Perguruan Pencak Silat Beksi Betawi Ciganjur Pada tahun 2000, tepatnya di Perkampungan Cagar Budaya Betawi yang terletak di Setu Babakan lahirlah sebuah Perguruan Pencak Silat Betawi yang diberi nama Beksi. Abdul Azis sebagai pendiri perguruan bertujuan melestarikan kesenian asli betawi yang kini mulai ditinggalkan oleh para pemudanya, mengingat arus globalisasi yang sangat deras. Lahir dan besar di Kebayoran Lama, Abdul Azis melebarkan sayapnya kepinggiran Jakarta. Perguruan yang didirikan oleh Abdul Azis amat diminati oleh para pemuda setempat yang merupakan warga betawi, kiah hari semakin banyak peserta yang mengikuti latihan tersebut. Banyaknya peserta latihan yang bertambah setiap minggunya, mendorong beberapa pemuda yang dimotori 42 Catatan pribadi Ustad Cholid, guru Silat Beksi Ciganjur oleh Adi Suryadi, Alimuddin Usman, Jazuli Taufik, Nurman dan Denny Irawan. Mendirikan padepokan yang tentunya melalui kesepakan dengan para sesepuh dan orang tua didaerah Ciganjur, padepokan tersebut diberi nama “Padepokan Pencak Silat Betawi Beksi”. Tanggal 24 Desember 2004 Padepokan Pencak Silat Beksi diresmikan oleh Camat Jagakarsa yang dihadiri oleh seluruh masyarakat Ciganjur.43 Pencak Silat Beksi sebagai sosial budaya kedaerahan yang sudah ada sejak dahulu kini hadir kembali sebagai mempererat persaudaraan dan tolong menolong sesama manusia, selain itu Beksi menciptakan pemuda yang kuat mental dan spiritual agar terhindar dari pengaruh budaya asing dan perbuatan yang menjurus pada hal-hal negatif. Beksi sebagai alat pemersatu di masyarakat, banyak mengikuti kegiatan sosial di wilayah setempat sebagai wujud kepedulian sosial. Dengan gerakan yang lembut dan pasti beksi mulai naik keatas pentas setiap acara kelurahan maupun kecamatan sebagai promosi beksi ke masyarakat. Beksi merupakan seni bela diri yang banyak mengandung nilai kultural yang dipadu-padankan dengan agama Islam sebagai pijakan dalam melangkah ke masyarakat. Beksi pun digunakan dalam pertunjukan lenong, palang pintu dalam ritual pernikahan. Unsur moral dan agama dalam beksi memberikan nilai yang amat banyak diantanya keterkaitan 43 Wawancara pribadi dengan Ketua Beksi Ciganjur, 27 Juli 2007 Beksi itu sendiri dengan Islam, sehingga dalam pengajaran dan jurus-jurus banyak yang berkaitan dengan Islam sebagai agama yang universal. Selain latihan pada malam rabu, Perguruan Pencak Silat Beksi mengadakan pengajian rutin pada malam jum’at yang tidak hanya dihadiri oleh anggota perguruan tetapi terbuka untuk umum. Hal tersebut yang menunjukkan bahwa Beksi bukan hanya milik anggota perguruan, tetapi merupakan milik dari masyarakat luas. Metode pengajian yang ada di Perguruan Pencak Silat Beksi Ciganjur ini yang membuat masyarakat merasa memiliki, unsur moral dan agama dalam Beksi itu sendiri diterapkan oleh seseorang yang selalu memberikan nasihat-nasihat setelah selesai latihan. Nasehat yang selalu di ingatkan adalah “jaga akhlaq mu, hormati yang lebih tua dan hargai yang lebih muda” melalui pengajian yang diadakan setiap malam jum’at dengan menggunakan kitab Fathul Qarib. Karena didalamnya terdapat nilai-nilai yang baik, diantaranya adalah “beksi adalah sarana untuk mengumpulkan orang, setelah berkumpul ajarilah mereka mengaji”. B. Landasan, Tujuan dan Prinsip Dasar Perguruan Pencak Silat Beksi sebagai pengokoh Perguruan Pencak Silat Beksi maka dibuatlah Landsan Dasar, Tujuan dan Prinsip dasar organisasi. a. Landasan Dasar Perguruan Pencak Silat Betawi Beksi Ranting Ciganjur 1. al-Qur’an dan al-Hadits 2. Pancasila dan UUD 45 3. Garis Besar dan AD/ART Beksi Jakarta b. Tujuan Dasar Perguruan Pencak Silat Betawi Beksi Ranting Ciganjur dengan olah jasmani, rohani, jiwa dan raga melalui jurus silat khususnya agama pada umumnya, untuk: 1. Persatuan dan Kesatuan 2. Bela Agama, Bangsa, Tanah Air dan Keluarga 3. Mengembalikan dan Menjaga Citra Kota Jakarta Tercinta 4. Melestarikan Budaya Betawi c. Prinsip Dasar Perguruan Pencak Silat Betawi Beksi Ranting Ciganjur 1. BEKSI milik Jakarta, Jakarta milik BEKSI 2. BEKSI berdiri sendiri, tidak di bawah panji politik 3. BEKSI untuk membela diri dan Agama untuk menjaga diri 4. BEKSI saudara bagi seni bela diri lainnya 5. BEKSI amar ma’ruf nahi mungkar d. Ikrar Beksi Ranting Ciganjur: 1. Bertaqwa kepada Allah SWT 2. Berbakti kepada Orang Tua 3. Berbakti kepada Guru 4. Berbakti kepada Perguruan 5. Berbakti kepada agama, bangsa, negara dan keluarga 6. Laahaula Walakuawwata Illabillaahil ‘Aliyil Adzhim C. Visi dan Misi Seperti pada organiasasi pada umumnya Perguruan Pencak Silat Beksi memiliki Visi dan Misi sebagai tujuan dan prinsip dasar Perguruan. 1. Visi: a. Memelihara dan mendorong tumbuh kembangnya Seni Pencak Silat Beksi khas budaya Betawi di Jakarta. b. Menjalin hubungan yang erat dan produktif dengan sesama organisasi pencak silat yang tergabung dalam IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) c. Menjadi mediator dan fasilitator bagi semua anggota perguruan pencak silat beksi dalam berhubungan dengan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (PEMDA DKI) pada khususnya dan Pemerintah Pusat umumnya. 2. Misi: a. Membina kepedulian, kemandirian dan kemajuan seluruh anggota perguruan pencak silat beksi dalam kehidupan seharihari mereka. b. Mempererat tali persaudaraan sesama anggota Perguruan Pencak Silat Beksi, antara anggota Perguruan Pencak Silat Beksi dengan masyarakat Betawi. c. Menjadi konseptor, inisiator serta motor pendorong bagi masyarakat jakarta dalam menciptakan suasana kota Jakarta yang bersih, aman dan nyaman.44 D. Struktur Organisasi. Semenjak berdiri hingga saat ini, Perguruan Pencak silat Beksi telah beberapa kali mengalami pergantian struktur organisasi yang dilakukan setiap tiga tahun sekali. Periode pertama 2000-2003 diketuai oleh Ady Suryadi, periode kedua 2003-2006 diketuai oleh Alimuddin Usman dan periode ketiga 2006-2009 diketuai oleh Nurman.45 Struktur organisasi yang sedang berjalan saat ini adalah: Dewan Pelindung : - Camat Jagakarsa - Lurah Ciganjur dan Perangkatnya Dewan Penasehat : - Ustadz. Abdul Cholid - Drs. H. Amin Muhammad - Drs. M. Syakur 44 45 Buku Besar Pedoman Perguruan Pencak Silat Beksi Ciganjur, h.3 Wawancara pribadi dengan Ketua Beksi Ciganjur, 27 Juli 2007 - H. Muhidin - Adi Suryadi - Hasan Husaini Dewan Guru : Abdul Azis Dewan Pelatih : - Jazuli Taufik - Alimuddin Usman Ketua : Nurman Wakil Ketua : Denny Irawan Sekretaris Umum : Muchlis Muttaqin Sekretaris I : Candra Yoga Swara Sekretaris II : Ariyanto Bendahara Umum : Raya Bendahara I : Berry Mardiwana Bendahara II : Ahmad Firdiansyah Seksi Bidang : Fauzan Arief Kerohanian : Hadi Syaifullah Seni dan Budaya : - Ahmad Sony - Ubaydillah Ekonomi : Ery Gunawan Perlengkapan : - Ahmad Said Baidowi - Janwar Awaludin - Angga Mardiwana Humas : - Abdul Gofhar - Rohmat Supriatin E. Prestasi - Juara I lomba Pencak Silat Beksi se-DKI dalam Festival Kemang. Thn 2001 - Juara harapan I dalam Festival Palang Pintu piala Wakil Gubernur DR. Ing Fauzi Wibowo. Thn 2005 - Juara I lomba Pencak Silat Seni Betawi tingkat Provinsi DKI Jakarta, dalam katagori “rampak bersenjata”. Thn 2003 - Juara III lomba Pencak Silat Seni Betawi tingkat Provinsi DKI Jakarta, dalam katagori “jurus perorangan putra”. Thn 2004 - Juara harapan I Pencak Silat Seni Betawi tingkat Provinsi DKI Jakarta, dalam katagori “pasangan tangan kosong”. Thn 2007 - Juara III lomba Pencak Silat Seni Betawi tingkat Provinsi DKI Jakarta, dalam katagori “rampak tangan kosong”. Thn 2006 - Bintang tamu pada acara Good Morning di TRANS TV. Thn 2007 - Bintang Tamu pada acara Redaksi Malam dengan tema Pencak Silat Betawi di TRANS 7. Thn 2007 F. Profil Penceramah Lahir di kampung Rawa Lindung Petukangan Selatan, 17 Juni 1974 di berimana Abdul Azis. Ayahanda bernama Saadih dan ibunda Siti Zaharian. Ia anak ke-2 dari tiga bersaudara. Kegiatannya semasa anakanak adalah mengembala kerbau dan kambing, sorenya Azis mengaji di langgar (mushollah) yang dekat dengan rumahnya. Sejak kecil ia menyenangi bermain dengan binatang melata, pedang-pedangan, dan permainan paku-pakuan. Ternyata kesenagan dan hobi semasa kecil amat sangat berpengaruh pada kehidupan di saat ini. Berlatarbelakang pendidikan Ibtidaiyyah (MI) selama enam tahun membuat Azis muda mulai mendalami Islam dengan serius, dan pada saat menginjak kelas eman MI Azis mulai mempelajari Beksi. Sebagai putra Betawi asli Azis melanjutkan pendidikan MTs di Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta Selatan, Azis menyelesaikan pendidikan terakhir di SMAN 90 Petukangan. Guru Beksi yang pertama disinggahi adalah Miftahul Jannah, sampai pada jurus Tingkes. Di usia 15 tahun ia pindah guru kepada Kong Nur hingga beberapa tingkatan, ditingkat selanjutnya ia dianjurkan untuk belajar kepada Tonganih yang merupakan putra dari Kong Nur. Kepada Tonganih inilah, ia banyak menerima pelajaran di luar jurusjurus beksi diantaranya adalah pelajaran tentang Islam. Azis banyak belajar mengamalkan isim-isim yang berasal dari al-Qur’an dan asSunnah serta dimasukkan beberapa hal tentang kejawenan. Sejak usia 19 tahun ia sudah mulai mengajar Beksi di beberapa tempat sekitar Jakarta. Abdul Azis banyak menggunakan kitab dalam mengajarkan agama kepada murid-muridnya, beliau menganggap ilmu yang didapatkan dari kitab memiliki kepastian dan penjelasan yang jelas dan mudah dimengerti.46 Berikut merupakan data murid Ustad Abdul Aziz: 1. Nama Usia : Ahmad Said Baidowi : 24 Tahun Masuk sejak : 2001 Tingkatan 2. Nama Usia 46 : Mahir : Janwar Awaludin : 21 Tahun Wawancara pribadi dengan Ustd. Abdul Azis, padepokan Beksi Ciganjur, 25 Juli 2007 Masuk sejak : 2001 Tingkatan 3. Nama Usia : Mahir : Angga Mardiwana : 23 Tahun Masuk sejak : 2000 Tingkatan 4. Nama Usia : Mahir : Abdul Gofhar : 20 Tahun Masuk sejak : 2003 Tingkatan 5. Nama Usia : Menengah : Rohmat Supriatin : 22 Tahun Masuk sejak : 2001 Tingkatan 6. Nama Usia : Mahir : Raya Zulkifli : 22 Tahun Masuk sejak : 2001 Tingkatan 7. Nama Usia : Mahir : Ariayanto Apriyadi : 23 Tahun Masuk sejak : 2001 Tingkatan 47 : Mahir 47 Wawancara pribadi dengan Ketua Beksi Ciganjur, 27 Juli 2007. BAB IV Analisis Aktivitas Dakwah Perguruan Silat Beksi Ciganjur A. Unsur-Unsur Dakwah Perguruan Pencak Silat Beksi di Ciganjur Dakwah yang dilakukan oleh perguruan silat Beksi tidak hanya dilakukan untuk para anggotanya saja tetapi kepada masyarakat luas, mengingat bahwa dakwah merupakan seruan atau ajakan kepada kebaikan. Dengan itu perguruan silat Beksi menjadikan malam jum’at sebagai malam pengajian, bukan hanya itu pada hari besar Islam pun beksi mengadakan acara yang berkaitan dengan hari besar tersebut. Pemilihan malam jum’at sebagai malam pengajian bukan diputuskan bagitu saja, tetapi banyak aspek yang telah dipertimbangkan secara matang diataranya: karena malam jum’at merupakan malam dimana apabila seseorang beribadah maka pahala yang diterima akan lebih besar dari hari biasa, pertimbangan lainnya adalah malam jum’at waktu yang tepat untuk tawasullan.48 Materi yang disampaiakan oleh penceramah tidak hanya sekedar ceramah saja atau one way communication tetapi diisi dengan prihal tanya jawab. Metode seperti inilah, yang rupanya banyak menarik perhatian masyarakat yang ini belajar agama seutuhnya. Pengajian dimulai dengan sholat maghrib yang kemudian dilanjutkan dengan 48 Tawasullan adalah istilah yang dipakai oleh orang-orang Betawi untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan beribadah melalui perantara yang disampaikan kepada para Nabi. 48 pembacaan surat Yaasin, kemudian disambung dengan tahlih dan pembacaan Rawi Barjanzi karangan Habib Ali.49 Setelah shalat isya pengajian dilanjutkan kembali dengan ceramah agama, yang disampaiakan oleh Ust. Abdul Azis. Selama satu jam dengan membagi menjadi dua sesi, yaitu: tigapuluh menit pertama di isi dengan ceramah (belajar) dengan menggunakan kitab Fathul Qarib, kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Disinilah peserta pengajian diajak untuk interaktif secara aktif untuk bertanya tentang apa yang mereka belum dapat pahami di tutup dengan pembacaan doa. Kentalnya Beksi dengan dakwah, membuat Perguruan Pencak Silat Beksi aktif dalam mengadakan acara yang berkaitan dengan hari-hari besar Islam. Hal tersebut ditujukan agar Beksi dapat berbagi tidak hanya materi tetapi moril. Pengajian yang diadakan tidak hanya sebagai dakwah tetapi juga sebagai alat mempererat talil silaturahmi antar sesama umat Islam. B. Aktivitas Dakwah Pencak Silat Beksi Dalam perguruan Silat Beksi Ciganjur penulis melihat banyaknya ajaran Islam yang dihembuskan kedalam setiap materi pengajaran, salah satunya adalah dengan membaca doa sebelum memulai latihan. Memasukkan nilai ke-Islaman dengan memberikan pengertian kepada 49 Wawancara pribadi dengan Ketua Beksi Ciganjur, 27 Juli 2007 setiap murid Beksi bahwa “beksi adalah persaudaraan dan sarana untuk berbuat baik kepada sesama”. Pengertian itu sangat seimbang dengan ajaran Islam tentang berbuat baik dan silaturahmi. Dalam setiap jurus yang diajarkan ada beberapa bacaan yang berasal dari al-Quran dan hadits. Hal tersebut dilakukan sebagai ungkapan syukur kerena pada dasarnya bacaan tersebut barsifat doa.50 Aktivitas dakwah yang ada dalam Beksi tidak hanya itu, kegiatan lainya seperti mengadakan perhelatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW, Isra’ Mi’raj, dan kegiatan ke-Islaman lainya. C. Analisis Aktivitas Dakwah Pencak Silat Beksi Dalam pengajian, Ust. Abdul Azis menggunakan kitab Fathul Qorib sebagai bahan cearamah yang akan disampaikan kepada masyarakat. Berikut merupakan sedikit pengertian tentang Fathul Qorib, materi yang disampaikan hingga pertanyaan yang kerap kali timbul: a. Fathul Qorib Kitab Fathul Qorib merupakan salah satu dari sekian banyak literatur fiqih (baca: aturan hukum islam dalam hal ibadah dan muamalah (hubungan antar manusia)) Madzhab Syafi’i yang dikaji di lembaga pendidikan di Indonesia, terutama di kalangan 50 Penulis tidak dapat mengetahui bacaan yang diajarkan karena bersifat rahasia dan hanya diajarkan kepada murid-murid beksi saja. pesantren, baik pesantren salaf maupun modern. Dapat diketahui bersama bahwa hampir seluruh masyarakat muslim di Indonesia (untuk tidak mengatakan seluruhnya) menganut Madzhab Syafi’i dalam hal Fiqih. Begitu banyak alasan mengapa Madzhab Syafi’i menjadi “madzhab resmi” masyarakat muslim Indonesia. Akan tetapi hal yang menarik untuk di analisa adalah bahwa animo masyarakat Indonesia (terutama masyarakat Jawa) dalam mempelajari kitab ini begitu besar, mengingat tidak sedikit kitab Fiqih Syafi’i yang diterbitkan penerbit lokal dengan karakteristik yang sama dengan kitab Fathul Qarib, yakni segmen pembacanya adalah pemula (mubtadi’in). Sebelum menganalisa alasan mengapa kitab fathul qarib ini begitu digandrungi, perlu diketahui bahwa struktur isi kitab ini memuat dua bagian tak terpisahkan, yakni: 1. Matan atau kitab induk. Kitab Fathul Qarib menginduk pada kitab “Ghayah al-Ikhtishar” atau lebih dikenal dengan nama “At-Taqrib”. Penulisnya adalah Abu Syuja’ Ahmad bin al-Husain bin Ahmad al- Ashfihaniy. Posisi kitab ini berada di pinggir (khususnya untuk penerbit indonesia) dan berfungsi sebagai rujukan utama. 2. Syarah atau kitab penjelas. Kitab ini disebut Fathul Qarib yang menjelaskan kitab induknya. Oleh karena itulah kitab ini dikenal pula dengan nama Syarah Fathul Qarib. Format penulisan semacam ini sangat lazim digunakan oleh para pengarang kitab karena dianggap efektif dalam memberi pemahaman secara komprehensif. Kemudian ada beberapa alasan mengapa kitab ini begitu digandrungi. Tanpa bermaksud takabbur dan mencoba menghindar dari sikap berlebihan, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Dari sisi bahasa, kitab ini termasuk dalam kategori ijaz, yakni kalimatnya pendek namun sarat makna (Ma Qalla Lafdzuhu Wa Katsuro Ma’nahu). Dengan demikian mudah untuk dipahami semua kalangan dan memberi peluang kepada pengajar untuk menjelaskan lebih lanjut dari kitab yang lebih luas. 2. Silsilah. Pengarang kitab ini secara silsilah tasalsul (bersambung atau memiliki silsilah guru yang sampai kepada peletak madzhab). Cara terampuh memperkenalkan madzhab atau konsep alur fikir dalam satu bidang ilmu adalah dengan mempertemukannya secara langsung dengan peletak dasarnya. Dan kitab ini adalah langkah awal memperkenalkan madzhab secara terbuka agar dapat dilaksanakan dengan sebaik mungkin karena dalam bermadzhab dalam fikih tidak diperkenankan talfiq (berpindah madzhab dalam satu rangkaian ibadah) tanpa mengetahui madzhab dasar yang sehari-hari ia pakai dan gunakan. 3. Keberkahan. Tabarruk dalam Islam diperbolehkan. Para sahabat mengambil berkah dengan Atsar (peninggalan) Rasulullah, shalat di tempat di mana Rasulullah Shalat, dan banyak sekali bentuk Tabarruk yang dilakukan para sahabat terhadap Rasulullah. Begitupun mengambil berkah dengan para Wali Allah dan para Sholihin juga diperkenankan. Membaca kitab Fathul Qarib pun bisa digunakan sebagai media mengambil keberkahan. Bukan dengan fisik kitab tetapi dengan keberkahan ilmu dan keikhlasan pengarang kitab ini menjadi keberkahan karena Fiqih adalah jalan menuju keabsahan suatu ibadan dan keabsahan suatu ibadah adalah pijakan awal menuju ridha Allah. Dengan membaca kitab Fiqih, plus keikhlasan pengarangnya berarti membuka peluang menggapai ridha Allah. 4. Enak dibaca dan simpel dalam struktur bahasanya. Hal ini penting karena dalam ranah pendidikan keislaman di Indonesia, khususnya kalangan pesantren, ilmu nahwu (Ilmu tata bahasa Arab) merupakan komponen penting, bahkan paling utama dalam proses memahami literatur berbahasa Arab. Dengan struktur kalimat yang mudah dipahami maka ilmu nahwu bisa langsung diprektekkan. Struktur bahasa seperti ini pun menguntungkan pembaca awam yang tidak mengerti ilmu nahwu secara baik sehingga sangat wajar jika kitab ini mendapat hati pembacanya. 5. Jumlah literatur penjelas terhitung banyak. Dalam proses pembelajaran dalam mempelajari ilmu-ilmu keislaman terdapat jenjang tertentu yang menentukan tingkat pemahaman seseorang. Seperti dalam ilmu hadits ada matan Baiquni atau Alfiyyah Al-Iraqi. Dalam ilmu nahwu ada al- Ajurumiyyah atau Alfiyyah Ibnu Malik, atau dalam fiqih terdapat matan Zubad. Kesemuanya adalah matan dan tersegmentasi untuk pelajar pemula yang biasanya porsi hafalannya lebih banyak ketimbang pemahaman isi. Ini adalah tahap pertama atau pemula (Mubtadi’in). Kemudian tingkat yang lebih tinggi adalah kitab Syarah, seperti Syarah Fathul Qarib dalam ilmu fiqih atau Syarah Baiquniyyh dalam ilmu hadits. Selanjutnya adalah hasyiyah. Biasanya ia adalah penjelasan lebih lanjut atau lebih panjang dan detail dari apa yang telah dijelaskan dalam kitab Syarah atau Syarih, seperti kitab al-bayjury yang menjeskan lebih panjang dari yang dijelaskan kitab Fathul Qarib. Jumlah kitab penjelas yang banyak memungkinkan pengajar kitab fathul qarib untuk menjawab beberapa masalah yang dilontarkan tanpa keluar dari matan Fathul Qarib itu sendiri (baca: kitab At-taqrib) 6. Untuk pembaca pemula kitab ini tergolong lengkap dengan penjelaan yang cukup.51 b. Materi yang disampaikan Pada saat penelitian dilakukan oleh penulis materi yang dibahas adalah tentang bab toharoh yang diantara lainnya membahas tentang air atau pun bersuci. Berikut merupakan materi yang disampaikan: Kata-kata toharoh berasala dari bahasa Arab yang berarti “bersih atau suci”, banyak pakar fiqh yang mendefinisikan toharoh kedalam banyak pengertian diantaranya “suatu perkara yang menyebabkan seseorang diperbolehkan mengerjakan shalat, seperti wudhu, mandi tayammum dan menghilangkan najis. Pemahaman akan bersici dianggap penting mengingat bahwa jalan dalam melaksanakan ibadah adalah bersih dan suci, bersih bukan berarti suci. Namum jika suci sudah merupakan bersih, oleh kerenanya ada beberapa hal yang dapat menyucikan. Air yang merupakan alat yang digunakan untuk bersuci memiliki berbagai macam yang dapat dipergunakan diantaranya: air hujan, air laut, air sungai, mata air, air sumur, air es, air embun. 51 Wawancara pribadi dengan Ayahanda H. Shafie LC, 29 Juli 2007 Jenis-jenis tersebut dapat dipergunakan untuk bersuci dan mensucikan diri dari hadats dan najis. Islam sebagai agama yang memiliki keluwesan, tidak hanya menjadikan air dalam bersuci. Tetapi memiliki beberapa cara jika memang tidak ada air untuk bersuci yaitu dangan tayammum yang menggunakan media debu dalam bersuci. Sebelumnya ada beberapa pembagian dalam air untuk bersuci yaitu: air mutlak, air suci mensucikan tetapi makruh memakainya, air suci yang tidak dapat dipakai mensucikan, air najis. Dari macam-macam pembagian air dalam bersuci ternyata tidak samua air dapat digunakan begitu saja, karena harus melihat dari keadaan air dan kondisi air agar dapat digunakan dengan benar dan menyucikan. Sebelum melakukan toharoh seseorang harus dapat memastikan bahwa air yang digunakan dalam kondisi baik atau mencapai ukurannya. Air yang dapat digunakan untuk bersuci diantaranya tidaklah berubah menjadi bau, memiliki rasa, berubah warnanya dan berubah isinya. Beberapa ulama berpandapat bahwa jumlah air minimal yang digunakan adalah dua kullah. Islam memberikan alat berupa air dalam bersuci ternyata memuliki arti yang mendalam jika kita lihat dalam berabagai sudut pandang, air merupakan komposisi terbesar dalam kehidupan manusia. Salah satunya adalah manusia, sebagian besar tubuhnya di dominasi oleh air yang kurang lebih 75 persen dari lebih bayak jika dibandingkan dengan organ lain yang ada didalam tubuh. Ilmu kedokteranpun mengakui bahwa kedudukan air amatlah penting dalam kehidupan, karena selain makan, air memiliki porsi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan komposisi konsumsi lainnya. Kegunaan air dalam bersuci yang pertama adalah dalam hal berwudhu dan mandi bersuci dari hadast besar seperti junub, yang tentunya dilakukan sesuai dengan rukun dan syarat sahnya. c. Pertanyaan yang kerap timbul Pertanyaan pengajian, yang dilontrarkan kebanyakan kapada oleh pendengar jenis-jenis air yang dalam dapat digunakan dalam bersuci dan alat-alat yang dapat digunakan untuk bersuci. ketidaktahuan Tatacara mereka berwudhu dirasakan dan sangat mandi junub, mendasar karena penjelasan fiqh tidak dipelajari dalam sekolah. Tata cara berwudhu dan mandi junub menjadi pembahasan yang menarik dan cukup panjang, mengingat pentingnya pemahaman akan syarat dan rukun dalam bersuci. Kebanyakan masyarakat hanya melaksakan bersuci hanya membasuk dengan air tanpa mengetahui batasan-batasan yang harus dibasuh. d. Efek Setelah pengajian dilaksanakan, Ustd. Abdul Azis melihat ada perbedaan yang nampak dalam tata cara berwudhu yang dilakukan oleh muridnya. Dimana sebelumnya hanya membasuh secara “sembarang” dan tidak beraturan, kini dirasa adanya perbaikan dalam pelaksanaannya. Ditambah lagi Ustd. Abdul Azis juga mengajarkan faedah yang didapatkan dari bersuci disertakan dengan doa-doa yang berkaitan dengan bersuci.52 D. Ruang Lingkup Kegiatan Ruang lingkup kegiatan Beksi tidak terbatas pada olah jurus saja, akan tetapi meliputi: 1. Kegiatan sosial masyarakat, seperti: bakti sosial kepada kaum dhuafa, kerja bakti lingkungan, kegiatan yang bersifat sosial. 2. Kegiatan keagamaan, seperti: pengajian rutin mingguan, peringatan hari besar Islam dan kegiatan agama lainnya. 3. Kegiatan pemerintahan, seperti: mengikuti kegiatan yang di canagkan oleh pemerintah mulai dari tingkat kelurahan hingga nasional termasuk memberantas narkoba. 52 Wawancara pribadi dengan Ustd. Abdul Aziz, 25 Juli 2007 4. Kegiatan olah raga. 5. Kegiatan seni budaya, seperti: pertunjukan lenong, palang pintu perkawinan, atraksi bela diri pada event tertentu. 6. Kegiatan ekonomi dan keuangan (usaha) untuk memenuhi AD/ART dan kesejahteraan anggota. Penentuan materi yang diajarkan kepada murid-murid ini ditentukan oleh seorang guru. Dengan cara membagi dua yaitu senior dan junior, waktu latihan pun dipisahkan. Hal tersebut dilakukan agar senior dapat mengajarkan kepada juniornya tentang apa yang telah diajarkan oleh sang guru. Pada tahapan awal pemula diwajibkan menguasai senam dasar jurus, kemudian dilanjutkan dengan tahapan jurus yang terbagi menjadi dua belas jurus. Yaitu: • Jurus pertama : Beksi • Jurus kedua : Geding • Jurus ketiga : Tancep • Jurus keempat • Jurus kelima • Jurus keenam • Jurus ketujuh : Tingkes • Jurus kedelapan : Timpung • Jurus kesembilan : Kebut • Jurus kesepuluh : Galang Tiga : Gandem : Bandut : Broneng • Jurus kesebelas : Janda Berias • Jurus keduabelas : Gebal Untuk mencapai tingkatan-tingkatan dalam jurus ditentukan oleh guru yang diukur melalui kemampuan dan kematangan dalam menguasai jurus. E. Hambatan dan Kendala yang Dihadapi Penulis mencoba membagi masalah yang dihadapi oleh Perguruan Silat Beksi menjadi beberapa bagian, diantaranya: a. Pemerintah Sebagai salah satu cagar budaya nusantara, Beksi memiliki keunikan kebudayaan yang seharusnya dapat dilestarikan dan diperhatikan. Salah satu yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah dengan mengenalkan kepada amasyarakat umum maupun luar negri sebagai wisata kebudayaan. Dengan dijadikannya sebagai wisata budaya memungkinkan Beksi dapat berkembang dan mandiri, sehingga adanya pemasukan dari wisata selain mengandalkan mengandalkan iuran yang donatur yang berasal dari ada. Jika hanya anggota, maka perkembangan Beksi hanya jalan ditempat. Ironi yang terjadi kini perhatian pemerintah lebih kepada keuntungan yang didapat pemerintah sendiri. b. Masyarakat Perkembangan kebudayaan yang terjadi di masyarakat kini, lebih pesatnya kebudayaan luar yang diadopsi dalam kehidupan seharihari, terutama masyarakat betawi yang mulai jarang menggunakan kebudayaannya dalam perkawinan. Misalkan menggunakan palang pintu dalam ritual perkawinan, lenong betawi hingga ondel-ondel yang hanya keluar ketika ulang tahun Jakarta. Beksi yang merupakan olah seni asli masyarakat Betawi kini dalam masa kelam dimana dianggap kuno, maka bukanlah hal yang aneh jika perguruan Beksi sulit ditemukan di Jakarta kini. Beksi pada hakikatnya tidak hanya mengajarkan tentang bela diri yang identik dengan kekerasan, tetapi juga pada pembentukan mental dan sriritual dari setiap orang. Beksi memiliki filosofis yang dapat diterapkan kepada kehidupan sehari-hari. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan beberapa kesimpulan yang berkenaan dengan dakwah yang dilakukan di dalam Perguruan Bela Diri Beksi. Dari kesimpulan tersebut, penulis dapat melihat bentuk dakwah yang dilakukan dadn media apa yang digunakan dalam menyampaikan dakwah. Diantaranya sebagai berikut: 1. Dakwah yang dilakukan dengan menggunakan metode pangajian mingguan pada setiap malam jum’at yang dikemas dengan pembacaan Surat Yaasin, tahlil dan dilanjutkan dengan ceramah yang menggunakan kitab Fathul Qorib. 2. Kajian kitab yang disampaikan oleh Ustad. Abdul Azis sangat mengena kepada pendengar/peserta pengajian, yang datang dari berbagai golongan. Kitab yang disajikan membahas tentang Fiqh, hal tersebut amat sangat berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Terutama bab tentang toharoh dan sholat, memberikan pemahaman akan tata cara menyucikan diri dan alat yang digunakan (air/debu) hingga pada tataran rukun dan syarat sah sholat yang benar dan baik. Pamahaman yang didapatkan selain berasal dari penjelasan yang disampaikan juga terbangun dari pertanyaan yang timbul. B. SARAN Animo masyarakat terhadap pengajian yang diadakan sangat mengena kedalam kehidupan masyarakat, baik secara langsung ataupun tidak. Efek langsung yang dirasakan dapat terlihat jelas dimana adanya perubahan yang dilakukan mulai dari bersuci hingga sholat. namun untuk lebih meningkatkan dan mempertahankan animo masyarakat, penulis menyampaikan saran sebagai berikut: 1. Pengajian yang dilakukan hendaknya lebih ditingkatkan, baik dari segi materi maupun waktu yang digunakan. Sehingga penerimaan oleh masyarakat akan semakin mengena. 2. Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi hendaknya lebih memperhatikan perkembangan dakwah yang terjadi di masyarakat, hal itu terkait dengan masuknya kebudayaan dari luar yang masyarakat kini. 3. Saran penulis kepada mahasiswa KPI khususnya dan seluruh Mahasiswa UIN Jakarta agar setidak pernah berhenti berdakwah kepada masyarakat luas. DAFTAR PUSTAKA Anzhari, Hafi, Pemahaman dan Pengalaman Dakwah, (Surabaya, alIkhlas). Arifin, H. M., Psikologi Dakwah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977). Azis, Moh Ali., Ilmu Dakwah, (Jakarta : Kencana, 2004), Cet. Ke-1. Bachtiar, Wardi., Metedologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta : Logos, 1997), Cet. Ke-1. Ghazali, Bahri M., Dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997). Hafifuddin, Didin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), Cet. Ke-1. Hasanuddin., Rethorika Dakwah dan Publistik Dalam Kepemimpinan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), Cet. Ke-1. Hasyimi A., Dustur Dakwah Menurut al-Qur'an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974). Kafie, Jamaluddin, Psikologi Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993). Lathief, Nassaruddin, Teori dan Praktek Dakwah, (Jakarta: Firma Dara, tt). Mahfuz, Ali Syekh, Hidayat al-Mursyidin, Terjemahan Chadijah Nasution, (Yogyakarta: Tiga A, 1970). Mansur, Mustafa, Jalan Dakwah, (Jakarta : Pustaka Utama, 1994), Cet. Ke1. Maryono, O’ong, Pencak Silat Merentang Waktu, (Yogyakarta: Galang Press, 2000), cet. Ke-2. Munsyi, Kadi Abd. r, Metode Diskusi dalam Dakwah, (Surabaya: al-Ikhlas, 1982), Cet. Ke-1. Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998). Natsir, Muhammad, “Fiqh Dakwah” Dalam Majalah Kiblat, (Jakarta, 1971). Natsir, Muhammad., Dakwah dan Pemikirannya, (Jakarta: Gema Insani Pres,1999). Cet. Ke-1. Natsir, Muhammad., Fiqhud Dakwah, (Jakarta: Dewan Islamiyah Indonesia). Partanto, A Paus., al-Barri, Dahlan M., Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Usaha, 1994). Quth, Syed, FiDhilal al-Qur'an, (Beirut: Ihya al-Turatsi al-Araby, 1976), Jilid V. Rafifuddin, Djalil Abdul Muhammad, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Pustaka Setia, 1997), Cet. Ke-1. Rahmat, Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1989). Rahmat, Jalaluddin, Retorika Moderen: Sebuah Kerangka Teori dan Praktek Berpidato, (Bandung: Akamedia, 1982). Saputra, A Yahya., Syafi’i, Irwan H., Beksi Maen Pukul Khas Bertawi, (Jakarta: Gunung Jati, 2002). Soemargono, Sorjono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Nur Cahaya, 1983). Subandi, Ahmad, Ilmu Dakwah Pengantar ke Arah Metodologi, (Bandung: Yayasan Syahidah, 1995). Syihab, Quraisy, Membumikan al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan , 1998), Cet. Ke-17. Syukir, Asmuni, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: al-Ikhlas, 1983). Tasmara, Toto, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1986). Wawancara dengan Ayahanda H. M. Shofi LC, 29 Juli 2008. Wawancara dengan Ustd. Abdul Azis, 25 Juli 2007. www.kampoengbetawi.htm/dakwah 12/08/2008. www.wikipedia/silat/pencaksilat.htm. 12/08/2008. Yusuf Soeleman, Susanto Slamet, Pengantar Pendidikan Sosial, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981). Zaidan, Karim Abdul, Dasar-dasar Ilmu Dakwah2, (Jakarta: Media Dakwah, 1984).