1 PENDAHULUAN Gout merupakan penyakit radang sendi karena menumpuknya kristal natrium urat pada tulang sendi akibat tingginya kadar asam urat dalam darah (Johnstone 2005). Penderita gout dalam dasawarsa terakhir ini baik di negaranegara maju maupun yang sedang berkembang semakin meningkat terutama pada pria usia 40–50 tahun. Di Amerika, gout menyerang lebih dari 5 juta penduduk (Yu 2006). Tercatat pada tahun 2001, penderita asam urat di Pulau Jawa berjumah 1.7% dari total populasi penduduk Jawa (Heryanto 2003). Pengobatan dan pencegahan komplikasi asam urat bisa dilakukan dengan beberapa cara, yaitu mengatur pola diet, seperti menghindari makanan kaya purin, menghindari alkohol, banyak minum air putih, pengobatan secara medis, dan dengan obat tradisional (Mansjoer 2004). Pengobatan secara medis dapat dilakukan dengan menghambat sintesis asam urat melalui pemberian alopurinol dan menghambat masuknya leukosit ke dalam sendi yang terkena deposit asam urat dengan kolkisin. Alopurinol adalah obat penting untuk gout pada pengobatan modern (Connor 2009), tetapi penggunaan yang berlebihan dapat menimbulkan efek samping seperti sakit kepala, kebotakan, gagal ginjal dan hati, hingga risiko kematian akibat adanya difusi vaskular (Sydpath 1999). Proses penyembuhan gout memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu, lebih baik bila menggunakan obat tradisional karena efek samping yang ditimbulkannya kecil. Tanaman obat yang sering digunakan untuk mengobati gout adalah alang-alang, belimbing wuluh, bangle, brotowali, cengkih, kumis kucing, gandarusa, daun sendok, kapulaga, kembang pukul empat, kemukus, seledri, sidaguri, dan tempuyung (Dalimartha 2006). Penelitian mengenai khasiat tanaman obat sebagai anti asam urat melalui mekanisme inhibisi enzim xantin oksidase telah banyak dilakukan seperti di Amerika Serikat (Owen & Timothy 1998), Cina (Kong et al. 2000), India (Behera et al. 2003; Umamaheswari et al. 2006), dan Taiwan (Tung & Chang 2010). Daya inhibisi enzim yang dilaporkan beragam dari 20% sampai 80%. Beberapa senyawa dan kelompok senyawa aktif yang telah diisolasi dari berbagai jenis tanaman obat diketahui memiliki aktivitas antigout seperti fenolik dan tanin dari Laric laricina (Owen & Timothy 1998), ekstrak metanol Cinnamomum cassia, Chrysanthemum indicum, Lycopus europaeuos (Kong et al. 2000), asam valoneat dilakton dari Lagerstroemia speciosa (Unno et al. 2003), sub keluarga Asteridae seperti Carthamus tinctorious (Zhang & Yatcilla 2004), ekstrak metanol Coccinia grandis, Datura metel, Strychnus nux-vomica, dan Vitex regundo (Umamaheswari et al. 2006), kuersetin, kaemferol, apigenin dari Pystacia integerrima (Ahmad et al. 2007), ekstrak Erythrina stricta (Umamaheswari et al. 2009), serta okanin dan melanoksetin dari Acacia confusa (Tung & Chang 2010). Selain itu, terdapat produk suplemen makanan yang mengandung seledri yang digunakan untuk mengatasi gangguan yang di sendi pada mamalia (in vivo), antaranya disebabkan oleh gout (Rose & Chrisope 2004), terdapat juga pangan fungsional untuk mengobati atau mencegah hiperurisemia dan mengobati gout yang mengandung kondroitin sulfat, protein kompleks, dan seledri (Murota et al. 2005). Beberapa tanaman asli Indonesia juga telah dilaporkan dapat menginhibisi enzim xantin oksidase di antaranya sidaguri (Iswantini & Darusman 2003) yang ekstrak flavonoidnya memiliki daya inhibisi terhadap xantin oksidase di atas 50%. Seledri merupakan salah satu tanaman yang dapat menginhibisi xantin oksidase (Ramdhani 2004). Gabungan ekstrak sidaguri dan seledri dapat menginhibisi enzim xantin oksidase melebihi alopurinol atau produk komersial lainnya secara in vivo serta menunjukkan efek yang signifikan terhadap penurunan kadar asam urat pada tikus dengan dosis 100, 200, dan 400 mg/kg BB (Iswantini et al. 2004). Formula ekstrak sidaguri dan seledri klinik telah ditentukan LD50-nya, (Iswantini et al. 2005). Wardani (2008) telah membuktikan bahwa ekstrak tempuyung dan meniran dapat menghambat kerja xantin oksidase dalam mengubah xantin menjadi asam urat. Izzah (2010) membuktikan bahwa gabungan ekstrak sidaguri, seledri, dan tempuyung berpotensi sebagai obat antigout melalui inhibisi enzim xantin oksidase secara in vitro sekaligus in vivo, inhibitor terkuat dibandingkan dengan kontrol positif (alopurinol). Hasil penelitian ini didukung oleh Chairul (1999) yang menyatakan bahwa tempuyung berkhasiat dalam mengobati penyakit gout melalui daya hambatnya terhadap kerja enzim xantin oksidase. Flavonoid tempuyung juga berpotensi sebagai komponen antiradang dan antihiperurisemia (Heryanto 2003). Tempuyung (Sonchus arvensis) sering dikonsumsi untuk obat, di antaranya berkhasiat 2 sebagai diuretik, penggempur batu ginjal, kencing batu, obat asma, bronkhitis, penurun tekanan darah tinggi, dan obat bengkak (Syukur & Hernani 2001). Penelitian yang mengungkap peran senyawa aktif pada tempuyung dalam menghambat enzim xantin oksidase pernah dilakukan [Chairul (1999), Wardani (2008) dan Izzah (2010)]. Akan tetapi, pengaruh ekstrak kasar tempuyung terhadap kecepatan reaksi enzimatis pada berbagai konsentrasi substrat belum pernah diketahui. Penelitian ini dilakukan sebagai dasar untuk menentukan jenis kinetika inhibisi, penting dilakukan untuk mengetahui mekanisme inhibisi obat. Mekanisme inhibisi selanjutnya dapat menjelaskan kekuatan ikatan antara enzim sebagai target dan senyawa calon obat, apakah bersifat sementara (inhibisi kompetitif dan unkompetitif) atau permanen (inhibisi nonkompetitif). Beberapa jenis flavonol, krisin, luteolin, kaemferol, kuersetin, mirisetin, dan isoramnetin dilaporkan menginhibisi xantin oksidase melalui mekanisme campuran (unkompetitif dan nonkompetitif) (Nagao & Kobaya 1999). Beberapa senyawa alam seperti flavonoid dan senyawa polifenol dilaporkan berperan sebagai inhibitor kompetitif terhadap enzim xantin oksidase, antara lain apigenin-4’-O-(2”-O-pkumaroil)-ß-D-glukopiranosida yang merupakan turunan apigenin (Jiao et al. 2006). Senyawa aktif dari tanaman seledri termasuk dalam golongan flavonoid, yaitu 5,7dihidroksi-2-(4-hidroksifenil)-4H-I-benzopiran -4-on dan asam 2,3-dihidro-6-hidroksi-5-benzofuran karboksilat, memiliki mekanisme inhibitor kompetitif (Nadinah 2007). Senyawa aktif pada sidaguri termasuk golongan flavonoid dengan mekanisme kerja kompetitif (Iswantini et al. 2009), melanoksetin dan okanin menunjukkan pola inhibisi campuran (nonkompetitif dan kompetitif) (Tung 2010). Karena gabungan ekstrak sidaguri, seledri, dan tempuyung telah terbukti berpotensi sebagai obat gout melalui inhibisi enzim xantin oksidase secara in vitro dan in vivo (Izzah 2010), sangat perlu dilakukan uji untuk mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi substrat terhadap kecepatan reaksi enzimatis. Dengan demikian inhibisi xantin oksidase oleh tempuyung dapat diketahui. TINJAUAN PUSTAKA Tempuyung (Sonchus arvensis) Tempuyung termasuk tanaman obat asli Indonesia dari famili Asteraceae. Tanaman ini merupakan tanaman herba menahun, tegak, mengandung getah, mempunyai akar tunggang yang kuat, tumbuh liar di Jawa, yaitu di daerah yang banyak hujan pada ketinggian 50-1650 m di atas permukaan laut. Tempuyung tumbuh di tempat terbuka seperti di pematang, dan di pinggir saluran air (Heyne 1987). Gambar 1 Tanaman tempuyung Kandungan kimia yang terdapat di dalam daun tempuyung adalah ion-ion mineral, antara lain silika, kalium, magnesium, natrium, dan senyawa organik seperti flavonoid (kaemferol, luteolin-7-O-glukosida, dan apigenin-7-Oglukosida), kumarin (skepolatin), taraksasterol, inosatol, serta asam fenolat (sinamat, kumarat, dan vanilat). Menurut Cos (1998), flavonoid apigenin-7-O-glukosida adalah salah satu golongan flavonoid yang berpotensi cukup baik untuk menghambat kerja enzim xantin oksidase dan superoksida. Xantin Oksidasi Xantin oksidase merupakan suatu kompleks enzim yang terdiri dari molekulmolekul protein yang tiap molekulnya tersusun atas 2 mol FAD, 2 mol atom Mo dan 8 mol atom Fe. Enzim xantin oksidase di dalam tubuh terdapat pada hati dan otot. Satu unit xantin oksidase dapat mengkonversi satu µmol substrat (xantin) menjadi asam urat tiap satu menit pada pH optimum (pH 7.5) dan suhu optimum (25oC). Enzim xantin oksidase berbentuk unimolekuler dengan sistem transport elektron yang multi komponen. Selain proses oksidasi molekul oksigen bertindak sebagai akseptor elektron menghasilkan radikal superoksida (O2*-) dan hidrogen. Enzim ini dapat