analisis belanja daerah provinsi di indonesia

advertisement
Efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Desember 2012
Vol. 3, No. 2, Desember 2012, 101 - 110
Henry Sarnowo
101
ANALISIS BELANJA DAERAH PROVINSI DI INDONESIA
TAHUN 2010
Henry Sarnowo
Fakultas Ekonomi Universitas Janabadra Yogyakarta
ABSTRACT
The aim of this research is to measure the effect of Local Revenue (PAD), the General Allocation
Fund (GAF), and Gross Regional Domestic Product (GRDP) of the provinces in Indonesia
Expenditure. In addition to knowing the difference between Expenditure (BD) provinces in Eastern
Indonesia and Expenditure (BD) province in Indonesian West Region used a dummy variable.
The results of this study are revenue (PAD) obtained Provinces in the study period did not affect
the Provincial Expenditure in Indonesia. In addition, the Expenditure in eastern Indonesia and the
Expenditure in the West Region Indonesia, on average, there was no difference. General Allocation
Fund (GAF) received by the Provincial and Regional Gross Domestic Product (GDP) during the
period of research has a positive effect of Provincial Expenditure in Indonesia
Keywords: Expenditures, PAD, DAU, GDP, Dummy Variable.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Menurut
Undang-undang
nomor
32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, kewenangan pemerintahan daerah
adalah menyelenggarakan seluruh fungsi
pemerintahan, kecuali dalam bidang politik
luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi,
moneter dan fiskal nasional, dan agama,
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, pelayanan umum, dan daya
saing daerah. Penyelenggaraan pemerintahan
di daerah dilaksanakan berdasarkan pada
asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas
pembantuan. Pemerintahan daerah yang
dimaksud adalah pemerintahan daerah propinsi
dan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
Untuk membiayai pelaksanaan fungsi
pemerintahan, Pemerintah Daerah mempunyai
sumber-sumber penerimaan daerah yang
tercantum dalam Undang-undang nomor 33
tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, yaitu Pendapatan Daerah dan
Pembiayaan. Pendapatan Daerah terdiri atas
Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan,
dan Lain-lain Pendapatan. Pembiayaan terdiri
atas Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah,
Penerimaan Pinjaman Daerah, Dana Cadangan
Daerah, dan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan.
Adanya kewenangan Pemerintah Daerah,
khususnya Pemerintah Daerah Propinsi untuk
menyelenggarakan hampir seluruh fungsi
pemerintahan menyebabkan kebutuhan dana
yang besar untuk mendanai Belanja Daerah.
Menurut Undang-undang nomor 33 tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
Belanja Daerah diklasifikasikan menjadi 10
(sepuluh) jenis, yaitu Belanja Pegawai, Barang
dan Jasa, Modal, Belanja Bunga, Belanja
Subsidi, Belanja Hibah, Belanja Bantuan
Sosial, Belanja Bagi Hasil, Belanja Bantuan
Keuangan, dan Belanja tak Terduga. Belanja
Daerah diprioritaskan untuk melindungi dan
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
dalam upaya memenuhi kewajiban Daerah.
Perlindungan dan peningkatan kualitas
kehidupan masyarakat diwujudkan dalam
bentuk
peningkatan
pelayanan
dasar,
pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan
102
Efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Desember 2012
kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum
yang layak, serta mengembangkan sistem
jaminan sosial (Kaho, 2012).
Belanja Daerah (BD) provinsi di
Kawasan Barat Indonesia.
Belanja Daerah setiap provinsi mempunyai
besaran yang berbeda-beda. Sebagai ibukota
negara, Provinsi DKI Jakarta menempati urutan
pertama dalam jumlah Belanja Daerah, yaitu
sebesar Rp24.285.347.454.000,00, sedangkan
daerah dengan jumlah Belanja Daerah paling
kecil adalah Provinsi Gorontalo, yaitu sebesar
Rp568.217.886.558,00.
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
1. Perencanaan Pembangunan Ekonomi
Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah
suatu proses, di mana pemerintah daerah
dan masyarakatnya mengelola sumber dayasumber daya yang ada, dan membentuk
suatu pola kemitraan antara pemerintah
daerah dengan sektor swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru dan
merangsang perkembangan kegiatan ekonomi
(pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah
tersebut (Arsyad, 1999). Untuk melaksanakan
pembangunan ekonomi daerah diperlukan
perencanaan agar dapat berhasil. Melalui
perencanaan pembangunan ekonomi daerah,
suatu daerah dilihat sebagai suatu unit ekonomi
(economic entity) yang di dalamnya terdapat
berbagai unsur yang berinteraksi satu dengan
yang lain.
Dilihat dari Pendapatan Asli Daerah
(PAD), Propinsi Kalimantan Barat menempati
urutan pertama dalam jumlah PAD, yaitu
sebesar Rp63.054.027.087.169,00, sedangkan
daerah dengan jumlah PAD paling kecil
adalah Provinsi Maluku, yaitu sebesar
Rp73.454.872.755,00.
2. Perumusan Masalah
Memperhatikan latar belakang tersebut
di muka, maka perumusan masalah yang
berkaitan dengan belanja daerah provinsi
dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya
dapat dibentuk menjadi pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Seberapa besar pengaruh Pendapatan
Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi
Umum (DAU), dan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) terhadap
Belanja Daerah provinsi di Indonesia?
2. Apakah ada perbedaan antara Belanja
Daerah (BD) provinsi di Kawasan
Timur Indonesia dan Belanja Daerah
(BD) provinsi di Kawasan Barat
Indonesia?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin
penelitian ini adalah:
dicapai
dalam
1.
Mengetahui besarnya pengaruh
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Alokasi Umum (DAU), dan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB)
terhadap Belanja Daerah provinsi di
Indonesia;
2.
Mengetahui
adanya
perbedaan
antara Belanja Daerah (BD) provinsi
di Kawasan Timur Indonesia dan
Terdapat 3 (tiga) unsur dasar perencanaan
pembangunan ekonomi daerah jika dikaitkan
dengan hubungan pusat dan daerah (Kuncoro,
2012).
a. Perencanaan pembangunan ekonomi
daerah yang realistis memerlukan
pemahaman tentang hubungan antara
daerah dengan lingkungan nasional,
di mana daerah tersebut merupakan
bagian darinya, keterkaitan secara
mendasar antara keduanya, dan
konsekuensi akhir dari interaksi
tersebut.
b. Sesuatu yang tampaknya baik secara
nasional belum tentu baik untuk
daerah. Sebaliknya, yang baik untuk
daerah belum tentu baik secara
nasional.
c.
Perangkat
kelembagaan
yang
tersedia untuk pembangunan daerah
biasanya sangat berbeda pada tingkat
daerah dengan yang tersedia pada
tingkat pusat. Selain itu, derajat
pengendalian
kebijakan
sangat
berbeda pada dua tingkat tersebut.
Oleh karena itu, perencanaan daerah
Desember 2012
Henry Sarnowo
yang efektif harus dapat membedakan
apa yang seyogianya dilakukan
dan apa yang dapat dilakukan
dengan menggunakan sumberdayasumberdaya pembangunan sebaik
mungkin yang benar-benar dapat
dicapai, dan mengambil manfaat
dari informasi lengkap yang tersedia
pada tingkat daerah karena kedekatan
perencananya
dengan
obyek
perencanaan.
2.
Strategi
Pembangunan
Ekonomi
Daerah
Menurut Sjafrizal (2008), ada beberapa
strategi yang perlu dilakukan untuk
meningkatkan pembangunan ekonomi daerah,
baik provinsi maupun kabupaten/kota.
a.
Strategi
Berbasis
Keunggulan
Kompetitif Daerah
b. Pengembangan Komoditi Unggulan
c. Peningkatan Kemampuan Teknologi
Daerah
d.Peningkatan Kualitas Sumberdaya
Manusia Daerah
e.Pengembangan
Kewirausahaan
Daerah
f. Pengembangan Kawasan Ekonomi
Terpadu
g.Peningkatan Kerjasama Ekonomi
antar Daerah
h. Pembangunan Ekonomi Kota
i. Pengembangan Ekonomi Desa
3. Strategi Pembangunan Seimbang
Strategi
pembangunan
seimbang
diartikan sebagai pembangunan berbagai jenis
industri secara bersamaan sehingga industri
tersebut saling menciptakan pasar bagi yang
lain. Selain itu dapat juga diartikan sebagai
keseimbangan pembangunan di berbagai
sektor (Arsyad, 1999). Menurut Abipraja,
pembangunan seimbang dalam hubungannya
dengan
pembangunan
daerah
adalah
pembangunan yang dilaksanakan secara
merata di berbagai daerah sehingga setiap
daerah mencapai tingkat laju pembangunan
yang sama (Wardana, 2007).
4. Konsep Desentralisasi
Untuk mendefinisikan
desentralisasi
103
tidaklah mudah, karena menyangkut berbagai
aspek, terutama aspek fiskal, politik,
administrasi, dan pembangunan ekonomi.
Desentralisasi akan diwujudkan dalam
pelimpahan kewenangan kepada pemerintahan
pada tingkat yang lebih rendah (Sidik, 2002).
Dalam
proses
pembangunan
di
suatu negara sering ditemukan berbagai
permasalahan yang sangat kompleks.
Pembangunan ekonomi secara keseluruhan
yang dijabarkan dalam pembangunan daerah
akan terancam kesinambungannnya apabila
basis ekonomi daerah sangat dipengaruhi
oleh fluktuasi ekonomi makro. Namun
demikian bukan berarti setiap daerah harus
benar-benar swadaya, tetapi yang terpenting
adalah agar pembangunan harus kritis dan
peka dalam mencermati suatu masalah yang
dapat menimbulkan risiko yang berlebihan
(Carrol and Stanfield, 2001). Dengan demikian
tidak semua kewenangan pemerintah pusat
dilimpahkan kepada pemerintah daerah.
Dorongan desentralisasi yang terjadi
terutama di negara-negara sedang berkembang,
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain latar belakang atau pengalaman suatu
negara, peranannya dalam globalisasi dunia,
kemunduran dalam pembangunan ekonomi,
tuntutan terhadap perubahan tingkat pelayanan
masyarakat, tanda-tanda adanya disintegrasi,
dan respon terhadap kegagalan yang banyak
dialami oleh pemerintah sentralistik dalam
memberikan pelayanan yang efektif kepada
masyarakat (Sidik, 2002).
Pendapat yang mendukung desentralisasi
mengatakan bahwa pelayanan publik yang
paling efisien diselenggarakan oleh wilayah
yang memiliki pengawasan geografis yang
minimum, dengan alasan (Sidik, 2002):
a. pemerintah daerah sangat menghayati
kebutuhan masyarakatnya;
b. keputusan pemerintah daerah sangat
responsif
terhadap
kebutuhan
masyarakat, sehingga mendorong
pemerintah daerah untuk melakukan
efisiensi dalam penggunaan dana
yang berasal dari masyarakat;
c. persaingan antar daerah dalam memberikan pelayanan kepada masya-
104
Efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
rakat akan mendorong pemerintah
daerah untuk meningkatkan inovasi.
5. Teori Pengeluaran Pemerintah
Secara makro teori mengenai pengeluaran
pemerintah dapat digolongkan menjadi 3 (tiga)
golongan (Mangkusubroto, 1996).
a. Model Pembangunan tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Model
yang
dikembangkan
oleh Rostow dan Musgrave ini
menghubungkan antara perkembangan pengeluaran pemerintah
dengan tahap-tahap pembangunan
ekonomi yang terdiri atas tahap
awal, tahap menengah, dan tahap
lanjut. Model ini didasarkan pada
pengamatan
terhadap
proses
pembangunan yang dialami oleh
banyak negara.
Pada tahap awal, persentase investasi
pemerintah terhadap total investasi
besar, karena pemerintah harus
menyediakan
berbagai
macam
prasarana. Pada tahap menengah,
investasi swasta semakin besar,
namun demikian investasi pemerintah
tetap dibutuhkan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi agar dapat
tinggal landas. Pada tahap lanjut,
aktivitas pemerintah beralih dari
penyediaan prasarana ke pengeluaran
untuk aktivitas sosial.
b. Hukum Wagner
Wagner mengemukakan suatu teori
mengenai perkembangan pengeluaran
pemerintah yang didasarkan pada
pengamatan di negara Eropa, Amerika
Serikat, dan Jepang pada abad ke-19.
Di samping itu pandangan Wagner
didasarkan pada suatu teori yang
disebut organic theory of the state
(teori organis mengenai pemerintah),
dan tidak didasarkan pada teori
mengenai pemilihan barang-barang
publik.
Adapun hukum Wagner tersebut
dinyatakan sebagai berikut. Dalam
suatu perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat, secara
relatif pengeluaran pemerintah pun
Desember 2012
akan meningkat. Dalam hal ini
Wagner menjelaskan bahwa peranan
pemerintah yang semakin meningkat
disebabkan oleh pemerintah yang
harus mengatur hubungan yang
muncul dalam masyarakat.
c. Teori Peacock dan Wiseman
Teori Peacock dan Wiseman
didasarkan pada suatu pandangan
bahwa pemerintah selalu berusaha
memperbesar
pengeluarannya,
sedangkan masyarakat tidak senang
membayar pajak yang semakin besar,
yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran
pemerintah
yang
semakin besar tersebut. Teori ini juga
didasarkan pada suatu pandangan
bahwa masyarakat mempunyai tingkat
toleransi pajak, yaitu tingkat kesediaan
masyarakat untuk membayar pajak
yang dibutuhkan pemerintah untuk
membiayai pengeluarannya. Tingkat
toleransi ini merupakan kendala
bagi pemerintah untuk menaikkan
pajak secara semena-mena, namun
demikian Peacock dan Wiseman
tidak menyebutkan besarnya tingkat
toleransi tersebut.
Adapun teori Peacock dan Wiseman
dinyatakan sebagai berikut: perkembangan
ekonomi menyebabkan pemungutan pajak
semakin meningkat, meskipun tarif pajak tidak
berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak
menyebabkan pengeluaran pemerintah juga
semakin meningkat.
6. Model Pengeluaran Pemerintah Daerah
a. Model Median-voter
Pemikiran
mengenai
permintaan
masyarakat terhadap pelayanan p e m e r i n t a h
diangkat dari model median-voter. Dalam
model tersebut pengeluaran
pemerintah
dipengaruhi oleh pendapatan, pajak, dan
populasi penduduk, yang dirumuskan sebagai
berikut (Fisher, 1996).
E = a + bY + cP + dN + eD + u
di mana:
E = pengeluaran pemerintah;
Y= pendapatan;
(1)
Desember 2012
Henry Sarnowo
105
7.Kajian Penelitian Sebelumnya di
Beberapa Negara
a. Amerika Serikat
Penelitian di Amerika Serikat ini
menggunakan 2 (dua) negara bagian (state)
sebagai daerah penelitian, yaitu Georgia,
yang terdiri atas 158 county, dan New York,
yang terdiri atas 57 county. Variabel yang
digunakan adalah expenditures per capita
sebagai dependent variable, serta population
density, percent school aged children, dan per
capita personal income sebagai independent
variabel (Bahl and Wallace, 2001).
P = pajak;
N= jumlah penduduk;
D= kepadatan penduduk.
b. Model Pindyck-Rubinfeld
Pindyck-Rubinfeld telah mengembangkan
model pengeluaran pemerintah
daerah
di Amerika Serikat dengan model persamaan
sebagai berikut (Gujarati, 1995).
EXP = β1 + β2AID + β3INC + β4POP
+ mi (2)
di mana:
EXP= pengeluaran pemerintah;
AID= sumbangan;
INC = pendapatan;
POP= jumlah penduduk.
b.Rusia
Penelitian di Rusia ini meliputi 77 daerah.
Variabel yang digunakan adalah per capita
expenditures sebagai dependent variable,
serta per capita GRP, percent of population
under working age, percent of pensioners, dan
percent of poor farmers sebagai independent
variable (Bahl and Wallace, 2001).
Tabel 1. Hasil Regresi dengan OLS di Negara Bagian Georgia dan New York, menurut
County, 1992
Constant
Population
density
Percent school
aged children
Per capita
personal income
R2
Georgia
Expenditure per
capita
2.82
0.057
0.887
0.776
(-1.04)
(1.41)
(2.58)
(2.91)
4.57
-0.001
-0.041
0.364
(-0.02)
(-0.14)
(2.32)
0.16
New York
Expenditure per
capita
(2.40)
Sumber: Bahl and Wallace, 2001.
0.22
Tabel 2. Hasil Regresi dengan OLS di 77 Daerah di Rusia, 1998
Constant
Per
Expenditures
Per capita GRP
capita
Sumber: lihat Tabel 2.1.
Percent
population
of
age
under working
R2
0.67
-10.95
0.85
1.22
(-10.52)
(12.21)
(5.32)
106
Efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
c.Cina
Penelitian di Cina ini dilakukan di Provinsi
Jiangsu, yang terdiri atas 64 county dan 11
city (kota). Variabel yang digunakan adalah
per capita expenditure sebagai dependent
variable, serta per capita GDP, dan dummy
variable (D=1 untuk kota) sebagai independent
variable ( Bahl and Wallace, 2001).
Tabel 3. Hasil Regresi dengan OLS di
Provinsi Jiangsu, 1995
Constant
Per capita
GDP
Per capita
Expenditure
Dummy
variable
0.38
R2
0.86
0. 57
(12.76)
(8.66)
Sumber: lihat tabel 2.1.
d.Korea
Penelitian di Korea menggunakan data
time-series dengan kurun waktu 1981-1998.
Variabel yang digunakan adalah rasio antara
pengeluaran pemerintah daerah dengan GDP
(LE) sebagai dependent variable, dan ukuran
desentralisasi fiskal, yang ditunjukkan oleh
rasio antara pengeluaran pemerintah daerah
dengan total pengeluaran pemerintah (DEC)
sebagai independent variable, serta real per
capita disposable income (INCOME) dan
population (POP) sebagai control variable
(Kwon, 2002).
Tabel 4. Hasil Regresi dengan OLS di
Korea, 1981-1998
Intercept
LE -1.983
(-2.129)
DEC
INCOME
POP
Adjusted
R2
0.27
7 . 4 0 8 E - 1.550E- 0.885
07
08
(0.430)
(1.207)
(0.603)
Sumber: Kwon, 2002.
HIPOTESIS
Berdasarkan permasalahan tersebut di
muka, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Alokasi Umum (DAU), dan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB)
Desember 2012
secara signifikan berpengaruh positif
terhadap Belanja Daerah (BD)
provinsi di Indonesia;
2. ada perbedaan antara Belanja Daerah
(BD) propinsi di Kawasan Timur
Indonesia dan Belanja Daerah (BD)
provinsi di Kawasan Barat Indonesia.
METODE PENELITIAN
1. Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dependent variable dan
independent variable. Sebagai dependent
variable adalah Belanja Daerah (BD),
sedangkan sebagai independent variable
adalah
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD);
b. Dana Alokasi Umum (DAU);
c.Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB);
d. Dummy variable (DM).
2. Data
Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data cross section pada tahun 2010,
data sekunder yang diperoleh dari Direktorat
Jenderal Keuangan Daerah Kementerian
Dalam Negeri (www.djkd.depdagri.go.id) dan
Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id).
3. Alat Analisis dan Model
Alat analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah regresi berganda dengan
persamaan modelnya sebagai berikut
BD = a0 + a1PAD + a2DAU + a3PDRB
+ a5DM + u
(3)
di mana:
BD : Belanja Daerah (Rp);
PAD : Pendapatan Asli Daerah (Rp);
DAU : Dana Alokasi Umum (Rp);
PDRB : Produk Domestik Regional Bruto (Rp);
DM : dummy variable.
di mana DM = 1 jika daerah provinsi berada
di Kawasan Barat Indonesia, dan DM = 0 jika
daerah provinsi berada di Kawasan Timur
Indonesia;
Desember 2012
Henry Sarnowo
: konstanta;
a0
a1,2,3,4,5: koefisien independent
variable;
u: error terms.
4. Uji Statistik dan Uji Asumsi Klasik
Uji Statistik terdiri atas uji t, uji F, dan
koefisien determinasi (R2), sedangkan uji
asumsi klasik terdiri atas uji multikolinieritas,
uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
1. Definisi Operasional
a. Belanja Daerah (BD) adalah semua
kewajiban Daerah yang diakui
sebagai pengurang nilai kekayaan
bersih dalam periode tahun anggaran
yang bersangkutan;
b. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah
pendapatan yang diperoleh Daerah
yang dipungut berdasarkan Peraturan
Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
c. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah
dana yang bersumber dari pendapatan
107
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar Daerah untuk
mendanai kebutuhan Daerah dalam
rangka pelaksanaan Desentralisasi;
d. Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) adalah Produk Domestik
Regional Bruto Provinsi di Indonesia;
dan
e. Dummy variable (DM) adalah
variabel di mana DM = 1 jika daerah
propinsi berada di Kawasan Barat
Indonesia, dan DM = 0 jika daerah
provinsi berada di Kawasan Timur
Indonesia.
2. Hasil Uji Regresi
Regresi hanya dilakukan terhadap data
dari 31 provinsi di Indonesia, karena dari 2
provinsi lainnya terdapat data outlier, sehingga
data tersebut tidak digunakan. Hasil regresi
dengan variabel dependen BD dan variabel
independen PAD, DAU, PDRB, dan DM
terlihat dalam Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Hasil Regresi Ordinary Least Squares (OLS)
Dependent Variable: BD
Method: Least Squares
Date: 11/22/12 Time: 21:29
Sample: 1 31
Included observations: 31
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
-2.30E+11
9.25E+11
-0.248347
0.8058
PAD
-0.007279
0.023407
-0.310990
0.7583
DAU
2.653169
1.500827
1.767805
0.0888
PDRB
0.014220
0.004885
2.910683
0.0073
DM
9.85E+11
5.92E+11
1.664503
0.1080
R-squared
0.669520
Mean dependent var
2.67E+12
Adjusted R-squared
0.618677
S.D. dependent var
2.27E+12
S.E. of regression
1.40E+12
Akaike info criterion
58.92119
Sum squared resid
5.10E+25
Schwarz criterion
59.15248
Log likelihood
-908.2784
F-statistic
13.16834
Durbin-Watson stat
1.555261
Prob(F-statistic)
0.000005
Sumber: Hasil olah data dengan E-Views
108
3. Uji Statistik
a. Koefisien determinasi (R2)
Dari hasil regresi diperoleh R2 sebesar
0,6695. Artinya 66,95% variasi dalam variabel
dependen (BD) dapat dijelaskan oleh variabel
independen dalam model tersebut, sedangkan
sisanya (33,05%) dijelaskan oleh variabel
independen lain di luar model.
b. Uji t
Hasil regresi tersebut di atas menunjukkan
bahwa angka t-statistik untuk variabel PAD dan
DM tidak signifikan karena angka probabilitas
(prob.) lebih dari a (pada a = 0,05), yaitu
sebesar 0,7583 dan 0,1080. Angka t-statistik
untuk variabel DAU dan PDRB signifikan
karena angka probabilitas (prob.) kurang dari
a, yaitu sebesar 0,0888 (pada a = 0,10) dan
0,0073 (pada a = 0,05). Artinya pengujian t
dikatakan tidak signifikan secara statistik untuk
variabel PAD dan DM, sedangkan pengujian
t dikatakan signifikan secara statistik untuk
variabel DAU dan PDRB.
c. Uji F
Hasil regresi tersebut di muka
menunjukkan angka F-statistik signifikan
karena angka probabilitas (prob.) kurang dari
a (pada a = 0,05), yaitu sebesar 0,000005.
Artinya pengujian F dikatakan signifikan
secara statistik untuk semua variabel.
4. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Korelasi antar variabel independen
yang terlihat dalam Tabel 6 menunjukkan
bahwa angka korelasinya kurang dari 0,8
(rule of tumbs 0,8) maka dikatakan tidak ada
multikolinieritas.
Tabel 6. Hasil Uji Multikolinieritas
PAD
PAD
1.000000
DAU
0.179995
PDRB
0.063777
DM
Desember 2012
Efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
DAU
0.179995
PDRB
DM
0.063777
-0.131421
1.000000
0.658084
0.658084
1.000000
-0.131421 0.011468
0.396529
Sumber: lihat Tabel 4.1.
0.011468
0.396529
1.000000
b. Uji Autokorelasi
Hasil uji Breusch-Godfrey dalam tabel
7 menunjukkan bahwa angka Obs*R-squared
secara statistik tidak signifikan karena
probabilitas lebih dari a (dengan a = 0,05). Hal
ini menunjukkan tidak adanya autokorelasi.
Tabel 7. Hasil Uji Breusch-Godfrey
F-statistic
0.391208
O b s * R - 0.978714
squared
Probability
Probability
0.680473
0.613020
Sumber: lihat tabel 4.1.
c. Uji Heteroskedastisitas
Hasil uji White dalam tabel 8 menunjukkan
bahwa angka Obs*R-squared secara statistik
tidak signifikan karena probabilitas lebih dari
a (dengan a = 0,05). Hal ini menunjukkan
tidak adanya heteroskedastisitas.
Tabel 8. Hasil Uji White
F-statistic
0.404900
Probability
0.947882
Obs*Rsquared
7.329188
Probability
0.884400
Sumber: lihat Tabel 4.1.
Interpretasi Hasil Regresi
Berdasarkan hasil regresi tersebut di
muka dapat diinterpretasikan pengaruh
variabel-variabel independen terhadap variabel
dependen sebagai berikut
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan
Asli
Daerah
tidak
berpengaruh terhadap Belanja Daerah. Hasil
ini menunjukkan bahwa kenaikan Pendapatan
Asli Daerah provinsi tidak diikuti kenaikan
Belanja Daerah provinsi di Indonesia. Hal ini
tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan.
b. Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Umum berpengaruh positif
terhadap Belanja Daerah. Hal ini sesuai dengan
hipotesis yang diajukan. Nilai koefisien regresi
variabel DAU sebesar 2,653169 mempunyai
arti bahwa setiap kenaikan DAU sebesar
Rp1.000.000,00 akan menyebabkan kenaikan
Belanja Daerah sebesar Rp2.653.169,00. Hal
Desember 2012
Henry Sarnowo
ini menunjukkan bahwa kenaikan pemberian
DAU kepada provinsi akan menaikkan Belanja
Daerah propinsi di Indonesia.
c. Produk Domestik Regional Bruto
per Kapita (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto
berpengaruh positif terhadap Belanja Daerah
propinsi di Indonesia. Hal ini sesuai dengan
hipotesis yang diajukan. Nilai koefisien regresi
variabel PDRB sebesar 0,014220 mempunyai
arti bahwa setiap kenaikan PDRB sebesar
Rp1.000.000,00 akan menyebabkan kenaikan
Belanja Daerah sebesar Rp14.220,00. Hal ini
menunjukkan bahwa kenaikan PDRB provinsi
akan menaikkan Belanja Daerah provinsi di
Indonesia.
d. Dummy Variable (DM)
Dummy Variable tidak berpengaruh
terhadap Belanja Daerah provinsi di Indonesia.
Hasil ini menunjukkan bahwa antara Belanja
Daerah di Kawasan Timur Indonesia dengan
Belanja Daerah di Kawasan Barat Indonesia
secara rata-rata tidak ada perbedaan. Hal ini
tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan.
109
Alokasi Umum (DAU) sebagai salah
satu sumber Pendapatan Daerah yang
digunakan untuk Belanja Daerah.
b. Meskipun Pendapatan Asli Daerah
(PAD) tidak berpengaruh terhadap
Belanja
Daerah,
Pemerintah
Provinsi di Indonesia perlu selalu
meningkatkan PAD karena merupakan
sumber utama Pendapatan Daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo, 2011. Pembiayaan
Pembangunan Daerah. Edisi
Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Lincolin,
1999.
Pengantar
Perencanaan dan Pembangunan
Ekonomi
Daerah.
BPFE,
Yogyakarta.
Arsyad,
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
a. Besarnya Pendapatan Asli Daerah
(PAD) yang diperoleh Daerah
Provinsi pada periode penelitian tidak
mempengaruhi besarnya Belanja
Daerah Provinsi di Indonesia. Di
samping itu antara Belanja Daerah
di Kawasan Timur Indonesia dengan
Belanja Daerah di Kawasan Barat
Indonesia secara rata-rata tidak ada
perbedaan.
b. Dana Alokasi Umum (DAU) yang
diterima oleh Daerah Provinsi
pada periode penelitian mendorong
kenaikan Belanja Daerah Provinsi di
Indonesia. Di samping itu besarnya
Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) mempengaruhi besarnya
Belanja Daerah Provinsi di Indonesia.
Saran
a. Pemerintah Provinsi di Indonesia
perlu selalu mengajukan Dana
Bahl,
Roy
and Wallace, Sally. 2001.
“Fiscal Decentralization: The
Provincial-Local
Dimension”.
Public Finance in Developing
and Transition Countries: A
Conference in Honor of Richard
Bird Conference Papers. April 3.
Georgia State University, Atlanta,
Georgia.
Carrol, Michael C. and Stanfield, James R.
2001.“Sustainable
Regional
Economic Development”. Journal
of Economic Issues. Vol. XXXV,
No. 2.
Davey, K.J., 1988. Pembiayaan Pemerintah
Daerah. UI-Press. Jakarta.
Devas,
Nick, dkk., 1989. Keuangan
Pemerintah Daerah di Indonesia.
UI-Press. Jakarta.
Elmi, Bachrul, 2002. Keuangan Pemerintah
Daerah Otonom di Indonesia. UIPress. Jakarta.
Fisher, Ronald C. 1996. State and Local
Public Finance. 2nd edition.
Irwin, Chicago.
Gujarati,
Damodar N. 1995. Basic
Econometrics.
3rd
edition.
McGraw-Hill, Singapore.
110
Efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Kaho, Josef Riwu, 2012. Analisis Hubungan
Pemerintah Pusat dan Daerah di
Indonesia, PolGov, Yogyakarta.
Kwon, Osung. 2002. “The Effect of Fiscal
Decentralization
on
Public
Spending: The Korean Case”.
13th
Annual
Conference
on Public Budgeting and
Financial Management. Januari.
Washington, DC.
Kuncoro,
Mudrajad, 2012. Perencanaan
Daerah, Bagaimana Membangun
Ekonomi Lokal, Kota dan
Kawasan.
Salemba
Empat.
Jakarta.
Mangkoesoebroto, Guritno.1996. Ekonomi
Publik. Edisi ke-3. BPFE,
Yogyakarta.
Musgrave, Richard A. and Peggy A. Musgrave.
1989. Public Finance in Theory
and Practice. 5th edition.
McGraw-Hill Inc., New York.
Nachrowi, D. N. dan Hardius Usman, 2005.
Penggunaan Teknik Ekonometri.
Edisi Revisi. PT RajaGrafindo
Persada. Jakarta
Reksohadiprodjo, Sukanto. 2001. Ekonomika
Publik. Edisi Pertama. BPFE,
Yogyakarta.
Saragih, Juli Panglima, 2003. Desentralisasi
Fiskal dan Keuangan Daerah
dalam Otonomi. Penerbit Ghalia
Indonesia. Jakarta.
Sidik,
Machfud.
2002.
“Kebijakan,
Implementasi dan Pandangan ke
Depan Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah”. Seminar
Nasional: Menciptakan Good
Governance demi Mendukung
Otonomi
Daerah
dan
Desentralisasi Fiskal. 20 April,
Yogyakarta.
Sjafrizal, 2008. Ekonomi Regional, Teori dan
Aplikasi. Baduose Media. Padang.
Desember 2012
Wardana, I Made. 2007. Analisis Strategi
Pembangunan Provinsi Bali
Menuju Balance Growth. Buletin
Studi Ekonomi. Volume 12,
Nomor 2.
Wei, Yehua. 1998. “Economic Reforms and
Regional Development in Coastal
China”. Journal of Contemporary
Asia, Vol. 28, No. 4.
Widodo,
Tri.
2006.
Perencanaan
Pembangunan:
Aplikasi
Komputer (Era Otonomi Daerah).
UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
Winarno,
Wing Wahyu. 2007. Analisis
Ekonometrika dan Statistika
dengan E-Views. UPP STIM
YKPN. UPP STIM YKPN.
Yogyakarta
www.bps.go.id
www.djkd.depdagri.go.id
Download