Laporan Praktikum Elektronika Dasar I ARUS LISTRIK SEARAH NAMA : ARINI QURRATA A’YUN NIM : H21114307 KELOMPOK : LIMA (V) ASISTEN : RAHMI JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pada alam sendiri ada penunjukkan listrik yang sangat popular seperti kilat dan api St. Elmo yang merupakan sinar yang muncul pada tiang layar kapal pada saat badai. Kenyataan bahwa fenomena ini merupakan salah satu fenomena listrik asli tidak diketahui sampai abad ke delapan belas. Sebagai contoh baru pada tahun 1752 Franklin dengan eksperimen layangannya yang terkenal menunjukkan bahwa kilat merupkan pelepasan muatan listrik- pecikan listrik raksasa (Giancoli, 2001). Akhirnya pada tahun 1800, sebuah peristiwa penting terjadi dimana Alessandro Volta (1752-1827) dapat membuat batrai listrik, dn dengan baterai tersebut menghasilkan aliran uatan listrik tetap yang pertama yaitu arus listrik searah (tetap). Diamana teknologi selnjutnya berdasarkan arus listrik (Giancoli, 2001). Di zaman sekarang ini listrik sudah berlimpah dan dikenal beragam rangkaian listrik didalamnya. Yang merupakan bagian dasar dari semua alat elektronik dari pesawat radio dan televisi sampai komputer dan bahkan mobil. Bahkan pengukuran ilmiah dari fisika mencakup pula ilmu biologi dan kedokteran, menggunakan rangkaian listrik. Setelah diketahui mengenai prinsip dasar dari arus listrik maka selanjutnya untuk penerapanprinsip tersebut pada rangkaian DC (Direct Current) dan untuk memahami cara kerja berbagai instrumen listrik lainnya (Giancoli, 2001). Terkhususkan untuk penganalisisan mengenai arus dan tegangan yang dibahas pada praktikum kali ini yaitu besarnya arus dan tegangan yang mengalir pada tiap tiap titik percabangan dari rangkaian listrik Dc. Yaitu, dapat berupa rangkaian listrik seri, paralel, seri-paralel atau rangkaian listrik setara. Dahulu ketika lampu pohon Natal jenis tertentu terbakar, seluruh rangkaian lampu akan padam. Dewasa ini ketika salah satu lampu pada yang lainnya masih dapat menyala. Bagaimanapun untuk rangkaian lainnya dengan bola lampu, apabila anda melepaskan sebuah lampu maka seluruh lampu dalam rangkaian tersebut akan ikut padam. Semua hal ini berkaiatan dengan rangkaian listrik yang digunakan padanya. Sehingga selanjutnya perlu mengetahui hubungan antara rangkaian listrik tersebut dengan sifat sifat dari arus dan tegangan yang melewatinya (Giancoli, 2001). Pada rangkaian arus searah ini tidak aka nada rangkaian transiien sebagai mana diketahui rangkaian transien merupakan rangkaian pada arus bolak-balik (Winarsih, 2002). I.2 Ruang Lingkup Pada praktikum kali ini membahas hal hal mengenai rangkaian pada arus searah, sebagaimana diketahui bahwa rangkaian dalam arus searah ini dapat berupa rangkaian seri, parallel, seri-paralel, maupun rangkaian setara. Dimana selanjutnya pada tiap tiap rangkaian akan ditinju nilai dari besar arus dan tegangan yang melewatinya. I.3 Tujuan Praktikum Setelah melakukan praktikum ini maka mahasiswa akan mampu: 1. Mengukur beda potensial pada rangkaian listrik 2. Memerapkan hukum Kirchoff pada rangkaian listrik 3. Menganalisa rangkaian listrik seri dan parallel 4. Membuat dan menganalisa rangkaian Thevenin 5. Membuat dan menganalisa rangkaian Norton BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Arus Listrik Ketika terminal baterai dihubungkan dengan jalur penghantar yang kontiniu, maka akan didapatkan rangkaian listrik. Biasanya batrai dalam rangkaian listrik digambarkan seperti (Giancoli, 2001): + - Gambar II.1 Simbol baterai Garis pendek menunjukkan terminal negatif dan garis panjang menunjukkan terminal positif. Biasanya baterai digunakan sebagai salah satu sumber listrik dari bola lampu, pemanas, radio, dan lainnya. Ketika rangkaian ini terbentuk, muatan akan mengalir melewati kawat rangkaian. Aliran muatan seperti inilah yang disebut arus listrik. Lebih tepat lagi arus listrik dalam suatu rangkaian didefinisikan sebagai jumlah total muatan yang melewatinya persatuan waktu dalam satu titik. Dengan demikian dapat dirumuskan nilai aus rata-rata sebagai (Giancoli, 2001): Dimana nilai adalah jumlah muatan yang melewati konduktor pada suatu lokasi dalam jangka waktu . Arus listrik selanjutnya dihitung dalam coloumb per detik yang diberi satuan ampere (Giancoli, 2001). Selanjutnya arus listrik dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu arus listrik searah dan arus listrik bolak-balik (Jati, 2010). Dalam pembahasan kali ini akan dibahas mengenai arus listrik searah. II.2 Arus Listrik Searah (DC) Arus searah atau DC disebabkan oleh sumber arus berkutub tetap. Pada arus searah dikenl kutub positif dan kutub negatif tidak seperti pada arus listrik bolakbalik. Seperti yang sudah dijelakan sebelumnya bahwa arus dapat difenisikan sebagai total muatan yang mengairi suatu kawat penghantar dalam satu waktu tertentu. Selanjutnya dikenal pula besran rapat arus listrik ⃑ ) yang merupakan besaran vektor menyatakan arus listrik persatuan luas. Arus listrik ( ) merupakan besaran skalar, sebab merupakan hasil dari proyeksi penampang penghantar , sehingga (jati, 2010): terhadap vektor luas ∫ Rumus ini berarti pada kawat berdiameter penampang sempit, selalu memberikan arah sejajar dengan sehingga rapat arus listik berarah ke sepanjang sumbu kawat itu (Jati, 2010). Hal ini perlu diperhatikan ketika arah searah dengan perpindahan muatan positif, sehingga arh arus listrik sejajar dengan arah aliran lubang (hole). Hole yang dimaksud ini adalah sebuah atom yang kehilangan satu elektronnya sehingga memiliki sebuah lubang. Berhubungan bahwa kawat itu sempit sehingga sejajar dengan normal luas penampangnya, selanjutnya dapat dipandang sebagai (Jati, 2010) : Selanjutnya pada arangkaian dapat ditinjau besar kuat medan listrik yang muncul dalam sebuah konduktor diamana besarnya panjang kawat dan bebanding terbalik dengan dalam kaitannya menjadi (Jati, 2010): Sehingga dari persamaan diatas didapatkan nilai arus listrik: Selain itu besarnya kuat arus yang mengalir dalam konduktor juga bergantung dari jenis konduktornya itu, yang dinyatakan oleh tahanan jenis atau resistivitas konduktor yang bersatuan ohmmeter, atau besaran konduktivitas memenuhi hubungan yang yang bersatuan1/ohm, selanjutnya nilai arus dapar dirumuskan sebagai (Jati, 2010): Hal ini juga bermakna: II.3 Hukum Ohm dan Hukum Kirchoff Untuk menghasilkan arus listrik dalam sebuah rangkaian maka akan diperlukan beda potensial, salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghasilkan beda potensial adalah dengan menggunakan baterai. Georg Simon Ohm (1787-1854) menentukan dengan melakukan eksperimen bahwa arus pada kawat logam sebanding dengan besarnya beda potensial V yang diberikan ke ujung-ujungnya (Giancoli, 2001): pada kenyataannya besarnya aliran arus listrik pada kawat tidak hanya dipengaruhi oleh tegangan, tetapi juga hambatan yang diberikan kawat terhadap aliran elektron. Maka elektron pada kawat akan diperlambat karena adanya interaksi dengan atom-atom kawat. Makin tinggi hambatan yang ditimbulkan menyebabkan makin kecilnya besar arus yang dapat melewati kawat tersebut dengan besar beda potensial V. Maka akan didapatkan nilai (Giancoli, 2001): Selanjutnya untuk menyelesaikan rangkaian yang lebih rumit akan digunakan hukum kirchoff. Dimana terdapat dua hukum kirchoff yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu hukum satu kirchoff dan hukum dua kirchoff. Kedua hukum ini dibuat oleh G. R. Kirchoff (1824-1887) di pertengahan abad sembilan belas. Hukum-hukum ini merupakan penerapan yang berguna dari hukum kekekalan muatan dan energi (Giancoli, 2001). Hukum pertama kirchoff atau hukum titik cabang berdasarkan pada kekekalan muatan. Dimana hukum ini menyatakan bahwa pada setiap titik cabang, jumlah semua arus yang memasuki cabang harus sama dengan semua arus yang meninggalkan cabang tersebut (Giancoli, 2001). Sedangkan untuk hukum keduanya (hukum loop) didasarkan pada kekekalan energi yang menyatakan bahwa jumlah perubahan potensial mengelilingi lintasan tertutup pada suatu rangkaian harus sam dengan nol (Giancoli, 2001). Gambar II.2 Hukum II Kirchoff Berdasarkan hukum II Kirchoff tentang tegangan bahwa jumlah tegangan dalam rangkaian tertutup sama dengan nol. Berdasarkan rangkaian diatas maka persamaan tegangan dapat ditulis (Tim Fakultas teknik UNY, 2001): II.4 Komponen dalam Arus Searah 1. Resistor Gambar II.3 Resistor Resistansi merupakan sifat material yang cenderung menghambat arus listrik. Resistor sendiri merupakan komponen yang mempunyai sifat resistansi tersebut. Komponen ini akan mengubah energi listrik menjadi energi panas (Adi, 2010). Umumnya resistor ini terbuat dari karbon. Dalam hukum ohm diketahui bahwa resistansi berbanding terbalik dengan jumlah arus yang mengalir melaluinya. Satuan resistansi sendiri adalah ohm disimbolkan (Ahmad, 2007). Bentuk-bentuk resistor konvesional mengikuti sebuah hukum yaitu hukum garis lurus atau straight line law yaitu ketika tegangan di plot terhadap arus sehingga ini akan memungkinkan penggunaan resistor sebagi suatu sarana untuk mengkonversi arus menjadi jatuh tegangan dan sebaliknya. Karena itulah resistor merupakan komponen untuk mengontrol arus dan tegangan yang bekerja dalam rangkaian elektronika. Selain itu resistor juga dapat berfungsi sebagai beban untuk menstimulasi keberadaan suatu rangkaian dalam sebuah percobaan (Tooley,2002). Tegangan Kemiringan besar = resistansi tinggi Kemiringan kecil = resistansi rendah Arus Gambar II.4 Tegangan diplot terhadap arus untuk dua nilai resistor yang berbeda. Dimana kemiringan grafik sebanding dengan nilai resistansi. Berdasarkan jenis dan bahan yang digunakan resistor digunakan menjadi beberapa yaitu resistor kawat, resistor arang, dan resistor oksida logam. Namun demikian dalam perdagangan resistor dibedakan menjadi resistor tetap dan resistor tidak tetap/ variabel. Resistor tetap contohnya seperti metal film resistor, metal oxide resistor, carbon film resistor, dan ceramic encased wirewound, dan sebagainya. Sedangkan beberapa contoh kapasitor variabel seperti potensiometer, trimerpotensiometer, termister, DR, dan Vdr (Ahmad, 2007). Gambar (II.5) memperlihatkan hubungan antara resistor dan suhu. Karena resistansi dari sebuah bahan bertambah besar seiring dengan kenaikan suhu, sehingga memiliki koefisien suhu positif (PTC). Tidak semua bahan memiliki karakteristik PTC. Resistansi dari konduktor berbahan karbon mengecil dengan kenaikan suhu sehingga disebut memiliki koefisien suhu negatif (NTC) (Tooley, 2002). Resistansi dari suhu konduktor pada suhu t diberikan oleh persamaan: Rt = R0(1+ t+ t2+ t3.....) ... ... ... ... (2.11) Dimana merupakan koefisien suhu dari sebuah resistansi. Resistansi Suhu 0°C Gambar II.5 Variasi resistansi terhadap perubahan suhu untuk sebuah konduktor logam. Resistansi Rt R0 Suhu 0°𝐶 t°𝐶 Gambar II.6 Aproksimasi garis lurus Tipe resistor pada umumnya adalah berbentuk tabung dengan dua kaki tembaga dikiri dan dikanannya. Pada bagian badan terdapat lingkaran warna berbentuk gelang untuk memudahkan pemakai mengetahui besar resistansi tanpa perlu mengukur menggunakan ohmmeter. Kode warna tersebut adalah standar manufaktur yang dikeluarkan oleh EIA (Electronic Industries Association) seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut (Zaki, 2005): Tabel II.1 Kode Warna pada Resistor NO WARNA NILAI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Hitam Coklat Merah Jingga Kuning Hijau Biru Violet Abu-abu Putih Emas Perak Tanpa Warna 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 - FAKTOR PENGALI 1 10 102 103 104 105 106 107 108 109 10-1 10-2 - - 13 2. TOLERANSI Induktor Gambar II.7 Induktor Induktor merupakan alat untuk menyimpan energi listrik dalam medan-magnetik. Pengaplikasiannya berupa perangkat choke, filter dan rangkaian pemilih frekuensi. Karakteristik dari sebuah induktor biasanya ditentukan oleh bahan inti, jumlah lilitan dan dimensi-dimensi kumparannya (Tooley, 2002). Inti induktor biasanya berupa inti udara besi atau ferit. Induktor memiliki karakteristik yang berbeda dengan kapasitor yaitu menahan arus AC dan meneruskan arus DC. Satuan induktor adalah Henry (H) (Adi, 2010). Fungsi utama dari sebuah induktor dalam sebuah rangkaian yaitu untuk melawan fluktuasi arus yang melewatinya. Pengaplikasiannya dalam rangkaian DC bertujuan untuk menghasilkan tegangan DC yang konstan terhadap fluktuasi beban arus. Sedangkan pengaplikasian pada rangkaian bertegangan AC bertujuan agar meredam perubahan fluks arus yang tidak diinginkan, selain itu induktor juga mampu diaplikasikan pada rangkaian filter dan tunner (Zaki, 2005). Karakteristik listrik dari sebuah induktor ditentukan oleh bebeapa faktor seperti, bahan inti, jumlah lilitan, dan dimensi-dimensi fisik kumparannya. Dalam praktejnya setiap kumparan memiliki induktansi (L) maupun resistansinya (Rs) sendiri. Walaupun induktansi dan resistansi pada induktor terlihat terpisah tetapi pada kenyataannya keduanya terdistribusi merata pada seluruh baguan komponen. Untuk memudahkan dalam menganalisis komponen maka resistansi dan induktansi diperlakukan secara terpisah (Tooley,2002). II.5 Daya dan Energi Arus Searah Jika suatu sumber tegangan V diberikan beban R sehingga arus yang mengalir pada rangkaian sebesar I, maka sumber tegangan menyalurkan daya listrik sedangkan R menyerap daya listrik. Kedua daya ini akan memiliki besar yang sama (Tim Fakultas Teknik UNY, 2001). Gambar II.8 Rangkaian dengan sumber tegangan V dan beban R Besarnya daya yang mengalir dapat dikatakan memiliki nilai sebanding dengan perklian anatara besarnya arus yang mengalir pada rangkaian dan besarnya tegangan yang diperlukan/ ditimbulkan rangkaian. Sehingga dapat dirumuskan sebagai (Tim Fakultas Teknik UNY, 2001): Dimana diketahui dari hukum ohm bahwa besarnya tegangan akan sebanding dengan besarnya arus yang melewati rangkaian dn besarnya hamabtan pada rangkaian , sehingga selanjutnya dpat diruuskan besar daya (Tim Fakultas Teknik UNY, 2001): Sehingga keseluruhan akan diperoleh hubungan : Selanjutnya akan didapatkan nilai atau besarnya energi listrik yang disalurkan oleh sumber tegangan sama dengan energi listrik yang diserap oleh R. Besarnya energi listrik yang disalurkan akan bergantung pada besanya daya dan waktu, dapat dirumuskan sebagai (Tim Fakultas Teknik UNY, 2001): Dalam sistem internasional satuan daya adalah watt, dan satuan waktu adalah sekon, sehingga didapatkan satuan energi adalah watt. Sekon atau joule. Selanjutnya dalam penggunaan sehari-hari satuan energi listrik dinyatakan dengan KWH(Kilo Watt Hours). Dimana (Tim Fakultas Teknik UNY, 2001) II.6 Rangkaian Arus Listrik Searah 1. Rangkaian Pembagi Tegangan Dalam rangkaian listrik arus searah untuk memperoleh suatu tegangan tertentu, rangkaian seperti ini disebut sebagai rangkaian pembagi tegangan. Rangkaian pembagi tegangan ini dapat ditunjukkan seperti pada gambar (II.9) (Tim Fakulta Teknik UNY, 2001): Gambar II.9 Rangkaian pembagi tegangan Besarnya arus yang mengalir pada rangkaian yaitu: Tegangan pada R2 adalah : Dan dengan cara yang sama akan didapatkan nilai tegangan pada R1: 2. Rangkaian Pembagi Arus Dalam rankaian pembagi tegangan tahanan disusun secara seri, sedangkan dalam rangkaian pembagi arus tahanan akan disusun secara parallel. Seperti ditunjukkan pada gambar berikut (Tim Fakultas Teknik UNY, 2001): Gambar II.10 Rangkaian pembagi arus Jika dinyatakan dalam konduktansi (Tim Fakultas Teknik UNY, 2001): Gambar II.11 Rangkaian dengan konduktansi Maka akan didapatkan persamaan: 3. Rangkaian seri Ketika dua atau lebih resistor dihubungkan dari ujung ke ujung seperti pada gambar (2.12) maka rangkaian ini disebut rangkaian seri. Dimana resistor tersebut selanjutnya akan dilewati muatan sehingga arus I yang melewati setiap resistor memiliki nilai yang sama. Jika tidak maka hal ini berarti muatan terakumulasi pada beberapa titik pada rangkaian, yang tidak terjadi dalam keadaan stabil (Giancoli, 2001). Gambar II.12 Rangkaian seri Ditentukan bahwa V menyatakan tegangan pada ketiga resistor dan dianggap semua resistor yang lain pada rangkaian dapat diabaikan sehingga V sama dengan tegangan batri sebagai sumber. Tentukan merupakan beda potensial berurut-urut pada resistor . Maka dengan menggunakan hukum ohm didapatkan nilai . Karena resitor tersebutdihubungkan dari ujung keujung, kekekalan energi menyatakan bahwa tegangan total V sama dengan jumlah dari masing-masing tegangan pada masing-masing resistor, sehingga didapatkan sifat-sifat dari rangkaian seri yaitu (Giancoli, 2001): 4. Rangkaian Paralel Pada rangkaian paaralel ini aus dari sumber terbagi menjadi cabng-cabang yang terpisah. Perkabelan pada rumah-rumah dan gedung-gedung diatur sehingga semua peralatan listrik tersusun secara paralel. Dengan perkabelan paralel ini jiak diputuskan satu alat maka arus ke alat yang lian tidak terganggu. Berbeda dengan rangkaian seri dimana apabila diputus satu alat maka distribusu arus kealat lainnya akan terganggu (Giancoli, 2001). Gambar II.13 Rangkaian paralel Pada rangkaian paralel berdasarkan gambar (II.13) arus total I yang meninggalkan baterai akan terbagi menjadi tiga cabang. Ditentukan sebagai aru yang berturut-turut melalui resistor . Dikarenakan besar muatan listrik kekal, arus yang masuk ke dalam titik cabang harus sama besarnya dengan arus yang keluar dari titik cabang, dengan demikian dapat dirumuskan besrnya arus sebagai berikut (Giancoli, 2001): Ketika resistor terhubung secara paralel, maka pada masing masing resistor akan mengalami tegangan yang sama (Giancoli, 2001). Sehingga dari hukum ohm ( ) akan didapatkan nilai dai hambatan total pada resistor yaitu (Giancoli, 2001): 5. Rangkaian Seri-Paralel Susunan R (Resistor) pada sebuah untaian juga bias merupakan kombinasi antara rangkaian paralel dan rangkaian seri. Maka penyelesaian selanjutnya akan digunakan gabunan dari kedua rumus dari rangkaian seri maupun parallel. Sebagai contoh dapat dilihat gambar di bawah (Arifin, 2015): Gambar II.14 Rangkaian seri-paralel Pada gambar (II.14) arus yang memulai dari tiap resistor dalam rangkaian parallel tersebut umumnya berbeda, tetapi beda potensial pada ujung ujung resistor haruslah sama (Arifin, 2015). Selanjutnyanilai hambatan pada rangkaian diatas dapat diselesaikan sebagai berikut: 6. Rangkaian Setara Rangkaian setara berfungsi untuk menyederhanakan rangkaian. Ada dua macam rangkaian setara yaitu rangkaian setara Norton dan rangkaian setara Thevenin (Arifin, 2015). Rangkaian setara Thevenin adalah rangkaian setara yang menggunakan sumber tegangan tetap, yakni sebuah sumber tegangan ideal dengan tegangan keluarannya yang tidak berubah, berapapun besarnya arus yang diambil darinya (Arifin, 2015). Sedangkan rangkaian setara Norton menggunakan sumber arus tetap, yang dapat menghasilkan arus, berapapun hambatan yang dipasang pada keluarannya (Arifin, 2015). Sebuah rangkaian dengan terminal keluaran yang menghubungkan kesebuah alat eksternal (rangkaian lain), kedua ujung terminal akan membentuk suatu gerbang tunggal yaitu gerbang keluaran (Arifin, 2015). Gambar II.15 Rangkaian pembagi tegangan (a) tanpa diberi beban (b) diberi beban Rangkaian pada gambar (II.15.a) mempunyai keluaran terbuka, oleh karena gelombang keluaran a dan b tidak diambil arus. Ada keadaan ini disebut sebagai tegangan keluaran terbuka yaitu Vob (Arifin, 2015). Pada gambar (II.15.b) ujung a dan b dihubungkan dengan suatu hambatan beban, RL=1K . demgan adanya hambatan beban RL, arus loop menjadi (Arifin, 2015): Dengan adanya rangkaian beban, maka rangkaian pembagi tegangan mengalami jatuh tegangan (Arifin, 2015). BAB III METODOLOGI PERCOBAAN III.1 Waktu dan Tempat Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 21Oktober 2015, hari Rabu pukul 13.00 Wita sampai dengan 15.00 Wita di Laboratorium elektronika Fisika Dasar Fakultas MIPA Universitas Hasanuddi, tanggal. III. 2 Alat dan Bahan III. 2. 1 Alat Beserta Fungsinya Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini ialah: a) Papan PCB Gambar III.1 Papan PCB Berfungsi sebagai tempat perakitan rangkaian parallel, seri, parallel-sei dan rangkaian setara. b) Kabel Jumper Gambar III.2 Kabel Jumper Kabel ini berfungsi untuk menghubungkan komponen dalam rangkaian pada papan PCB. a) Multimeter Gambar III.3 Multimeter Berfungsi untuk mengukur tegangan masukan, tegangan keluaran (DC), arus, dan hambatan dari rangkaian elektronika. b) Catu Daya Gambar II.4 Catu Daya Berfungsi sebagai sumber tegangan pada percobaan ini. III.2.2 Bahan Beserta Fungsinya Bahan yang digunakan pada praktikum ini ialah: a) Resistor Gambar III.5 Resistor Tetap Berfungsi sebagai komponen penyusun rangkaian. b) Induktor Gambar III.6 Induktor Berfungsi sebagai salah satu komponen penyusun rangkaian. III.3 Prosedur Percobaan III.3.1 Prosedur Percobaan perhitungan Nilai Resistansi resistor 1. Menyiapkan alat dan bahan. 2. Mengambil lima buah resistor yang memiliki nilai resistansi yang berbeda. 3. Membaca nilai resistasi kapasitor bedasarkan warna cicin resistor. 4. Mengukur nilai hambatan masing-masing resistor menggunakan multimeter. 5. Menuliskan hasil yang didapatkan ke dalam suatu table hasil percobaan. III.3.2 Prosedur Percobaan pada Rangkaian Seri Gambar III.7 Rangkaian Seri 1. Menyiapkan alat dan bahan. 2. Membuat rangkaian seperti pada gambar diatas dengan nilai komponen R yang ditentukan sendiri. 3. Menyambungkan rangkaian dengan sumber tegangan. 4. Mengukur arus yng masuk pada rangkaian dengan menghubungkan multimeter pada titik a dan d. 5. Mengukur nilai tegangan tiap tiap titiknya yaitu titik a-b,b-c,c-d dan a-d. 6. Membandingkan dengan nilai yang didapatkan melalui perhitungan teori. III.3.3 Prosedur Percobaan pada Rangkaian Paralel Gambar III.8 Rangkaian Paralel 1. Menyiapkan alat dan bahan. 2. Membuat rangkaian seperti pada gambar diatas dengan nilai komponen R yang ditentukan sendiri. 3. Menyambungkan rangkaian dengan sumber tegangan. 4. Mengukur arus yang masuk pada rangkaian tersebut. 5. Mengukur arus yang mengalir pada tiap tiap tegangan yang ada. 6. Mengukur nilai tegangan tiap tiap hambatan yang dilewati. 7. Membandingkan dengan nilai yang didapatkan melalui perhitungan teori. III.3.4 Prosedur Percobaan pada Rangkaian Seri-Paralel Gambar III.9 Rangkaian seri-paralel 1 Menyiapkan alat dan bahan. 2 Membuat rangkaian seperti pada gambar diatas dengan nilai komponen R yang ditentukan sendiri. 2. Menyambungkan rangkaian dengan sumber tegangan. 3. Mengukur arus yang masuk pada rangkaian dengan menghubungkan multimeter pada titik a dan e. 4. Mengukur arus yang mengalir pada tip tiap tegangan yang ada yaitu arus untuk titik a-b,b-c,c-d,b-e dan a-e. 5. Mengukur nilai tegangan tiap tiap titiknya yaitu titik a-b,b-c,c-d,b-e dan ae. 6. Membandingkan dengan nilai yang didapatkan melalui perhitungan teori. III.3.5 Prosedur Percobaan pada Rangkaian Setara Gambar III.10 Rangkaian Setara 1. Menyiapkan alat dan bahan. 2. Membuat rangkaian seperti pada gambar diatas dengan nilai komponen R yang ditentukan sendiri. 3. Dimana rangkaian pertama tanpa diberi beban. 4. Menyambungkan rangkaian dengan sumber tegangan. 5. Mengukur arus yang masuk pada rangkaian dengan menggunakan multimeter. 6. Mengukur nilai tegangan pada rangkaian. 7. Menambahkan nilai beban pada rangkaian dan melakukan pecobaan sesuai urutan 4 dan 5. 8. Menuliskan hasil yang didapatkan pada table hasil percobaan. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil IV.1.1 Tabel Data IV.1.1.1 Data Nilai Resistansi Resistor Kode Warna A B C D Resistansi Secara Teori (Ω) 1 Hijau Biru Coklat Emas 560 ± 5 % 500 ± 5 % 2 Biru Abu-abu Hitam Emas 68 ± 5 % 60 ± 5 % 3 Coklat Hijau Coklat Emas 150 ± 5 % 142 ± 5 % 4 Coklat Merah Coklat Emas 120 ± 5 % 111 ± 5 % 5 Orange Hitam Coklat Emas 300 ± 5 % 300 ± 5 % No Resistansi Secara Praktek (Ω) IV.1.1.2 Data Nilai Arus dan Tegangan dalam Rangkaian Seri No Hambatan (Ω) 1 R1 2 R2 3 R3 Vcc (V) I (A) Itot (A) V (V) Vtot (V) Kode Catu Daya 10,79896 CD/DC-03 7,5 9 Keterangan: R1 = 500 Ω R2 = 60 Ω R3 = 142 Ω 0,0129 0,01282 1,3 2 IV.1.1.3 Data Nilai Arus dan Tegangan dalam Rangkaian Paralel No Hambatan (Ω) 1 R1 2 R2 3 R3 Vcc (V) I (A) Itot (A) V (V) 0,1968 8,5 Kode Catu Daya Vtot (V) 0,0177 7,65758 9 0,1333 CD/DC03 0,0642 Keterangan: R1 = 500 Ω R2 = 60 Ω R3 = 142 Ω IV.1.1.4 Data Nilai Arus dan Tegangan dalam Rangkaian Seri Paralel No Hambatan (Ω) 1 R1 0,0156 8,76 2 R2 0,011 0,47 3 R3 4 R4 0,00616 0,81 5 R5 0,0027 0,81 Keterangan: R1 = 500 Ω R2 = 60 Ω R3 = 142 Ω R4 = 111 Ω R5 = 300 Ω Vcc (V) 9 I (A) 0,0042 Itot (A) 0,01772 V (V) 1,28 Vtot (V) Kode Catu Daya 10,03679 CD/DC03 IV.1.1.5 Data Nilai Arus dan tegangan dalam Rangkain Setara Perlakuan IA (A) IB (A) VA (V) VB (V) 3,33 3,37 2,5 2,5 4,9 11 5 5 Diberi Beban Tidak diberi Beban IV.1.2 Pengolahan Data IV.1.2.1 Nilai Resistansi Resistor a. Secara Teori Persamaan R = ab x ±DΩ 1. Warna Resistor : Hijau, Biru, Coklat, dan Emas R1 = 56 + ± 5 % = 560 Ω ± 5 % 2. Warna Resistor : Biru, Abu-abu, Hitam, dan Emas R2 = 68 + ± 5 % = 68 Ω ± 5 % 3. Warna Resistor : Coklat, Hijau, Coklat, dan Emas R3 = 15 + ± 5 % = 150 Ω ± 5 % 4. Warna Resistor : Coklat, Merah, Coklat, dan Emas R4 = 12 + ± 5 % = 120 Ω ± 5 % 5. Warna Resistor : Orange, Hitam, Coklat, dan Emas R5 = 30 + ± 5 % = 300 Ω ± 5 % b. Secara Praktikum 1. R1 = 500 Ω ± 5 % 2. R2 = 60 Ω ± 5 % 3. R3 = 142 Ω ± 5 % 4. R4 = 111 Ω ± 5 % 5. R5 = 300 Ω ± 5 % IV.1.2.2 Rangkaian Seri IV.1.2.2.1 Nilai Hambatan pada Rangkaian Seri a. Hambatan Rangkaian Seri Secara Teori Rtot = R1 + R2 + R3 = 560 Ω + 68 Ω + 150 Ω = 778 Ω b. Hambatan Rangkaian Seri Secara Praktikum Rtot = R1 + R2 + R3 = 500 Ω + 60 Ω + 142 Ω = 702 Ω IV.1.2.2.2 Nilai Arus pada Rangkaian Seri a. Arus Rangkaian Seri secara Teori I= I1 = = = 0,01339 A 0,01 A I2 = = = 0,01911 A 0,01 A I3 = = = 0,01333 A 0,01 A Itot = = 0,01156 A 0,01 A Catatan: Sesuai teori dimana nilai arus total pada rangkaian seri sama dengan besar tiap tiap arus pada hambatan. b. Arus Rangkaian Seri secara Praktikum I= I1 = = = 0,01500 A 0,01 A I2 = = = 0,02166 A 0,02 A I3 = = = 0,01408 A 0,01 A 0,01282 A 0,01 A Itot = = Catatan: Sesuai teori dimana nilai arus total pada rangkaian seri sama dengan besar tiap tiap arus pada hambatan. IV.1.2.2.3 Nilai Tegangan pada Rangkaian Seri a. Tegangan Rangkaian Seri secara Teori V = IR V1 = I1.R1 = (0,01339 A)(560 Ω) = 7,4984 V V2 = I2.R2 = (0,01912 A)(68 Ω) = 1,30016 V V3 = I3.R3 = (0,01333 A)(150 Ω) = 1,9995 V Vtot = V1 + V2 + V3 = (7,4984 + 1,30016 + 1,9995) V = 10,79806 V b. Tegangan Rangkaian Seri secara Praktikum V = IR V1 = I1.R1 = (0,01500 A)(500 Ω) = 7,5000 V V2 = I2.R2 = (0,02166 A)(60 Ω) = 1,2996 V V3 = I3.R3 = (0,01408 A)(142 Ω) = 1,9993 V Vtot = V1 + V2 + V3 = (7,5000 + 1,2996 + 1,9993) V = 10,79896 V IV.1.2.3 Rangkaian Paralel IV.1.2.3.1 Nilai Hambatan pada rangkaian paralel a. Hambatan rangkaian Paralel secara Teori = + + = 43,20587 Ω b. Hambatan rangkaian Paralel secara Praktikum = + + = 38,91050 Ω IV.1.2.3.2 Nilai Arus pada Rangkaian Paralel a. Arus pada Rangkaian Paralel secara Teori I= I1 = = I2 = = = 0,01607 A = 0,13235 A I3 = = = 0,06000 A Itot = I1 + I2 + I3 = (0,01607 + 0,13235 + 0,06000) A = 0,20842 A b. Arus pada Rangkaian Paralel secara Praktikum I= I1 = = = 0,01517 A I2 = = = I3 = = = 0,0567 A 0,125 A Itot = I1 + I2 + I3 = (0,01517 + 0,125 + 0,0567) A = 0,1968 A IV.1.2.3.3 Nilai Tegangan pada Rangkaian Paralel a. Tegangan pada Rangkaian Paralel secara Teori V = IR V1 = I1.R1 = (0,01607 A)(560 Ω) = 8,99920 V 9V V2 = I2.R2 = (0,13235 A)(68 Ω) = 8,99980 V 9V V3 = I3.R3 = (0,06000 A)(150 Ω) =9V Vtot = = (0,20842 A)(43,20587 9V ) = 9,00495 V 9 V Catatan: Sesuai teori dimana nilai tegangan total pada rangkaian paralel sama dengan besar tiap tiap tegangan pada hambatan. b. Tegangan pada Rangkaian Paralel secara Praktikum V = IR V1 = I1.R1 = (0,01517 A)(500 Ω) = 7,585 V V2 = I2.R2 = (0,125 A)(60 Ω) = 7,5 V V3 = I3.R3 = (0,0567 A)(142 Ω) = 8,05 V Vtot = Catatan: = (0,1968 A)(38,91050 8V 8V 8V ) = 7,65758 V 8V Sesuai teori dimana nilai tegangan total pada rangkaian paralel sama dengan besar tiap tiap tegangan pada hambatan. IV.1.2.4 Rangkaian Seri-Paralel IV.1.2.4.1 Nilai Hambatan pada Rangkaian Seri-Paralel a. Hambatan pada Rangkaian Seri-Paralel secara Teori = Rp = 85,71428 Ω Rs = R2 + Rp = (68 + 85,71428) Ω = 153,71428 Ω = = 75,91721 Ω Rtot = R1 + Rp = (560 + 75,91721) Ω = 635,91721 Ω b. Hambatan pada Rangkaian Seri-Paralel secara Praktikum = Rp = 81,02189 Ω Rs = R2 + Rp = (60 + 81,02189) Ω = 141,02189 Ω = = 70,75462 Ω Rtot = R1 + Rp = (500 + 70,75462) Ω = 570,75462 Ω IV.1.2.4.2 Nilai Arus pada Rangkaian Seri-Paralel a. Arus pada Rangkaian Seri-Paralel secara Teori I= I1 = = = 0,01564 A I2 = = = 0,00691 A I3 = = = 0,00853 A I4= = = 0,00675 A I5 = = = 0,00270 A I4-5 = I4 + I5 = (0,00675 + 0,00270) = 0,00945 A I2-45 = = = 0,00818 A I3-245 = I3 + I2-45 = (0,00853 + 0,00818) A = 0,01671 A Itot = = = 0,016175 A b. Arus pada Rangkaian Seri-Paralel secara Praktikum I= I1 = = = 0,01752 A I2 = = = 0,00783 A I3 = = = 0,00901 A I4= = = 0,00729 A I5 = = = 0,00270 A I4-5 = I4 + I5 = (0,00729 + 0,00270) = 0,00999 A I2-45 = = = 0,00891 A I3-245 = I3 + I2-45 = (0,00901 + 0,00891) A = 0,01792 A Itot = = = 0,01772 A IV.1.2.4.3 Nilai Tegangan pada Rangkaian Seri-Paralel a. Tegangan pada Rangkaian Seri-Paralel secara Teori V = IR V1= I1.R1 = (0,01564 A)(560 Ω) = 8,75840 V V2 = I2.R2 = (0,00691 A)(68 Ω) = 0,46988 V V3 = I3.R3 = (0,00853 A)(150 Ω) = 1,27950 V V4 = I4.R4 = (0,00675 A)(120 Ω) = 0,81000 V V5 = I5.R5 = (0,00270 A)(300 Ω) = 0,81000 V V4-5 = = = 0,81000 V V2-45 = V2 + V45 = (0,46988 + 0,81000) V = 1,27988 V V3-245 = = = 1,27969 V Vtot = V1 + V3-245 = (8,75840 + 1,27969) = 10,03809 V b. Tegangan pada Rangkaian Seri-Paralel secara Praktikum V = IR V1= I1.R1 = (0,01752 A)(500 Ω) = 8,76000 V V2 = I2.R2 = (0,00783 A)(60 Ω) = 0,46980 V V3 = I3.R3 = (0,00901 A)(142 Ω) = 1,27942 V V4 = I4.R4 = (0,00729 A)(111 Ω) = 0,80919 V V5 = I5.R5 = (0,00270 A)(300 Ω) = 0,81000 V V4-5 = = = 0,80959 V V2-45 = V2 + V45 = (0,46980 + 0,80959) V = 1,27939 V V3-245 = = = 1,27679 V Vtot = V1 + V3-245 = (8,76000 + 1,27679) = 10,03679 V IV.1.3 Gambar Rangkaian IV.1.3.1 Gambar Rangkaian Seri Gambar IV.1 Rangkaian seri IV.1.3.2 Gambar Rangkaian Paralel Gambar IV.2 Rangkaian paralel IV.1.3.3 Gambar Rangkaian Seri-Paralel Gambar IV.3 Rangkaian seri-paralel IV.1.3.4 Gambar Rangkaian Searah Gambar IV.4 Rangkaian searah IV.4 Pembahasan Pada perhitungan mengenai resistansi pada resistor didapatkan sedikit adanya perbedaan antara nilai resistansi resistor dari teori dan praktikum. Hal ini dapat dikarenakan kesalahan dalam pengamatan skala pada ohmmeter atau disebabkan oleh keadaan resistor sendiri yang kurang baik. Tetapi, resistor yang digunakan masih dapat dikatakan bagus apabila nilai yang ditunjukkan pada perhitungan sesuai praktikum tidak melebihi nilai toleransi dari sebuah kapasitor. Selanjutnya pada perakitan rangkaian seri dimana diketahui pada rangkaian ini nilai arus yang mengalir tetap (teori). Dan teorema ini dapat dibuktikan dalam praktikum ini dimana didapatkan bahwa nilai arus yang melewati rangkaian, rata rata bernilai 0,01 A disetiap titiknya dan dapat dilihat pula bahwa nilai arus total yang mengalir dalam rangkaian juga memiliki nilai yang sama dengan arus yang mengalir pada tiap tiap hambatan. Sedangkan untuk nilai tegangan pada rangkaian seri ini didapatkan bahwa berdasarkan praktik nilai yang didapatkan yaitu 10,79896 V dan berdasarkan teori didapatkan nilai tegangan sebesar 10,79806 V. dapat dilihat bahwa kedua nilai tersebut hamper sama ( jadi dapat disimpulakan bahwa praktikum yang dilakukan memiliki hasil yang bagus karena sesuai dengan teori yang ada. Selanjutnya pada perakitan rangkaian paralel. Dimana pada rangkaian ini nilai tegangannyalah yang memiliki nilai yang sama pada tiap tiap titik hambatan yang ada (teori). Berdasarkan praktikum didapatkan nilai tegangan yang kesemuanya mendekati nilai 8 V sedangkan nilai tegangan pada teori menunjukkan nilai 9 V. hal ini masih dapat ditoleransi dikarenakan interval antara kedua nilai tidak jauh berbeda sehinga dapat dikatakan praktikum ini mendapatkan nilai yang sesuai dengan teori pula. Perbedaan nilai ini mungkin dikarenakan oleh adanya akumulasi muatan pada beberapa titik di rangkaian. Besarnya arus yang mengalir pada rangkain parallel sesuai teri yaitu sekitar 0,6198 A dan berdasarkan teori besarnya arus adalah 0,20842 A. Sehingga apabila dibulatkan nilai dai arus yang terukur pada praktikum dan nilai arus yang terukur pada teori adalah mendekati ( sehingga dapat dikatakan sesuai dengan teori. Tak jauh berbeda pula pada rangkaian seri-paralel dimana nilai arus berdasarkan praktikum juga memiliki nilai yang mendekati nilai arus berdasarkan teori ( dan untuk nilai tegangan yang diukur berdasarkan praktikum juga mendekati nilai tegangan berdasarkan teori ( Sehigga dapat dikatakan pada praktikum kali ini kesalahan pengukuran dan alat yang digunakan sangat kecil. Hal ini dikarenakan nilai yang didapatkan dalam praktikum selalu mendekati nilai yang diketahui dalam praktikum. Pada rangkaian terakhir yaitu rangkaian setara dapat dilihat bahwa sebelum diberi beban nilai arus dan tegangan yang mengalir selalu lebih besar dari rnilai tegangan dan arus yang mengalir setelah diberi beban hal ini sesuai dengan teori dimana dengan diberikannya beban pada suatu rangkaian akan menyebabkan nilai tegangan membesar. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan Dalam percobaan ini dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1. Pada rangkaian listrik baik seri, parallel, maupun seri-paralel dapat diketahui nilai beda potensialnya. 2. Pada perhitungan yang dilakukan pada rangkaian listrik yang bersangkutan dengan nilai arus, tegangan dan hambatan akan digunakan hokum ohm dan kirchoff. 3. Dapat menganalisis rangkaian seri dan parallel. 4. Membuat dan menganalisis rangkaian Thevenin. 5. Membuat dan menganalisis rangkaian setara Norton. V.2 Saran V.2.1 Saran untuk Laboratorium Untuk laboratorium diharapkan agar memperbaiki multimeter yang ada sehingga pengukuran yang dilakukan dalam praktikum lebih akurat. V.2.2 Saran untuk asisten Agar selalu menjadi yang terbaik. DAFTAR PUSTAKA Adi, Agung Nugroho. 2010. Mekatronika. Yogyakarta. Graha Ilmu Ahmad, Jayadi. 2007. Eldas Ilmu Elektronika. Jayadin.wordpess.com Arifin. 2015. Penuntun Praktiku Elektronika Dasar I. Makassar. UNHAS Giancoli. 2001. Fisika. Jakarta. Erlangga Jati, Bambang Murdaka Eka, Tri Kuntoro Priyambodo. 2010. Fisika Dasar. Yogyakarta. Penerbit Andi Tim Fakultas Teknik UNY. 2001. Rangkaian Listrik Arus Searah. Yogyakarta. UNY Tooley, Mike. 2002. Rangkaian Elektronik Prinsip dan Aplikasi. Jakarta. Erlangga Winarsih, Irda, 2002, ‘Pengamatan Perilaku Transien’, Universitas Trisakti, vol.1, no.2, hal.1. Zaki. 2005. Cara Mudah Belajar Merangkai Elektronika Dasar. Yogyakarta. Absolut