bentuk komunikasi pembinaan muallaf daarut

advertisement
BENTUK KOMUNIKASI
PEMBINAAN MUALLAF DAARUT TAUHID
JAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
S
Oleh
Washilatur Rahmi
NIM : 103051028520
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008 M.
i
ABSTRAK
Washilatur Rahmi: Bentuk Komunikasi pembinaan Muallaf di Daarut
Tauhiid Jakarta
Komunikasi merupakan kebutuhan untuk menampakkan aktualisasi diri.
Oleh sebab itu komunikasi sangat dibutuhkan untuk memperoleh dan memberi
informasi yang dibutuhkan, mempertimbangkan solusi alternatif atas masalah dan
mengambil keputusan. Seperti halnya muallaf yang mengambil keputusan untuk
berpindah agama ke agama Islam dari agama sebelumnya. Bagi muallaf
pendidikan agama sangat penting untuk ditanamkan pada awal mengenal Islam.
Adapun kebutuhan pertama yang harus diperkenalkan adalah bidang tauhid dan
aqidah, misalnya, setiap muallaf harus ditanamkan dahulu keimanan dan keesaan
Allah lalu aspek syari’ah yaitu kaitannya dengan ibadah-ibadah yang dilakukan
sehari-hari, misalnya dalam belajar praktek menjalankan sholat, dan belajar
membaca Al-Qur’an.
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui bentuk
komunikasi pembina terhadap muallaf, bentuk komunikasi apa yang paling sering
digunakan oleh ustadz, serta apa saja hambatan-hambatan yang terjadi ketika
pelaksanaan bentuk komunikasi tersebut. Bentuk komunikasi yang digunakan
oleh pembina terhadap muallaf yaitu dengan menggunakan bentuk komunikasi
kelompok, komunikasi antarpribadi, komunikasi verbal dan komunikasi non
verbal. Metode yang digunakan tidak hanya ceramah, tanya jawab serta konsultasi
pribadi dengan segala permasalahannya tetapi juga dilakukan praktek ibadah dan
belajar Al-Qur’an sehingga muallaf tidak hanya diberikan materi berupa teori,
tetapi juga dipraktekkkan. Hambatan-hambatan yang terjadi ialah hambatan
bahasa, hambatan pola fikir serta hambatan psikologis yaitu terkait dengan adanya
perpindahan agama ke Islam dari agama sebelumnya.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu memaparkan seluruh
data yang diperoleh dari hasil penelitian ini. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif, yakni penulis ikut terjun langsung ke lapangan, dalam hal
ini mengikuti Kajian Bina Islam di Daarut Tauhiid Jakarta untuk memperoleh
data-datanya. Kajian ini merupakan salah satu wadah bagi muallaf untuk
menambah pengetahuan seputar Islam. Berdasarkan penelitian, semua bentuk
komunikasi yang digunakan berhasil dilakukan pembina terhadap muallaf. Hasil
yang diperoleh cukup baik, hal ini diketahui dari pengetahuan keagamaan para
muallaf serta kemampuan muallaf yang baru belajar membaca Al-Qur’an. Kajian
Bina Islam muallaf menyuguhkan siraman materi tentang agama Islam yang
cukup dengan adanya pembinaan di dalamnya. cukup memberikan banyak
pengetahuan agama serta menjadi wadah bagi muallaf di Jakarta untuk tempat
menimba ilmu seputar Islam dan ruang lingkupnya.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah Rabbul Izzati yang telah memberikan nikmat
kasih sayang-Nya, yang dengannya penulis memiliki kekuatan dan kesabaran
untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurah kepada Nabi Muhammad saw, keluarganya, sahabatnya, dan para
generasi penerus hingga akhir zaman.
Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak. Do’a, perhatian, semangat atau dalam bentuk apapun adalah suatu
hal yang sangat berharga bagi penulis dalam meraih cita. Dalam kesempatan kali
ini, penulis mengucapkan untaian terima kasih kepada:
1.
Bapak Dr. Murodi, MA. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi
dan Dosen Pembimbing yang dengan tekun dan sabar dalam memberikan
nasihat dan menyempatkan waktu untuk membimbing penulis.
2.
Ketua dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bapak Drs.
Wahidin Saputra, M.Ag dan Ibu Umi Musyarrofah, MA atas segala
perhatian dan nasihat yang sangat berharga bagi penulis.
3.
Bapak Dr. Murodi, MA. selaku dosen pembimbing, yang dengan tekun dan
sabar dalam memberikan nasihat dan menyempatkan waktu untuk
membimbing penulis.
4.
Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah dan
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, yang telah memberikan pelayanan dan
fasilitas buku-buku referensi.
iii
5.
Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi, atas kesabaran selama
memberikan ilmu yang sangat berharga.
6.
Ustadz Hari Sanusi selaku Pimpinan Daarut Tauhid Jakarta atas bimbingan
dan pengarahannya dalam memberikan informasi sekitar muallaf.
7.
Keluarga besar Tim Kajian Bina Islam Daarut Tauhid Jakarta, Ustadz
Diaudin, Ustadz Ade Rizal, Teh Iis Aisyah AA Aris Gunawan, Aa Hendik
Sugiyanto dan Teh Dewi, Teh Lia Octavia, team muallaf dan jajaran
pengurus lainnya serta teman-teman muallaf, yang telah mmberikan
kesempatan, dan kemudahan dalam penyelesaikan skripsi ini.
8.
Kedua orangtua tercinta, Bapak Saifullah dan Ibu Usmah Maryam.tercinta,
adikku tersayang Ihsanul Hakim, atas doa dan dukungan yang diberikan
untuk mewujudkan cita-cita.
9.
Suami tersayang Kiki Marjuki, S.Kom dan keluarga besar Bapak Sabeni,
atas dukungan yang diberikan.
10.
Keluarga Besar Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Syahid UIN Jakarta dan
Komisariat Fakultas Dakwah dan Komunikasi , atas anugerah yang begitu
indah dapat mengenal dan bersama kalian di jalan dakwah.
11.
Sahabat berbagi cerita, suka duka, cinta selama di kampus Erika Komartiana
Rahayu, Maryana, Ikcha Maulidya, Nur Azizah, Ratna Sari atas bimbingan,
dukungan, dan motivasi. Serta banyak kisah selama bersama yang menjadi
bagian dari perjalanan hidup penulis.
12.
Teman-teman kos As-Salam, Ainul, kak Eem yang telah memberi keceriaan
untuk mengerjakan skripsi ini.
iv
Semoga Allah swt meridhoi setiap detik waktu, langkah dan pengorbanan
yang telah dilakukan selama penyelesaian skripsi ini. Amiin.
Jakarta, 18 Oktober 2008
Washilatur Rahmi
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A.
Latar Belakang Masalah.............................................................................. 1
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah.......................................................... 5
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................................................... 5
D.
Metodologi Penelitian ................................................................................. 6
E.
Sistematika Penulisan ................................................................................. 9
BAB II KERANGKA TEORI ...............................................................................10
A.
Komunikasi dan Ruang Lingkupnya........................................................ 10
B.
Muallaf dan Ruang Lingkupnya............................................................... 25
C.
Pembinaan dan Ruang Lingkupnya.......................................................... 28
BAB III GAMBARAN UMUM DAARUT TAUHIID JAKARTA......................35
A.
Sejarah dan Perkembangan Daarut Tauhiid Jakarta ............................... 35
B.
Visi Misi Daarut Tauhiid Jakarta .............................................................. 39
C.
Kepengurusan dan Struktur Organisasi Daarut Tauhiid Jakarta.............. 39
D.
Program Kajian Bina Islam Daarut Tauhiid ............................................. 40
BAB IV BENTUK KOMUNIKASI PEMBINAAN MUALLAF DI DAARUT
TAUHIID JAKARTA............................................................................................43
A.
Bentuk-Bentuk Komunikasi Pembina Terhadap Muallaf ......................... 43
B.
Hambatan-Hambatan Komunikasi dalam Pembinaan Muallaf ................ 53
vi
BAB V PENUTUP ................................................................................................57
A.
Kesimpulan ............................................................................................... 57
B.
Saran-Saran ............................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................59
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................60
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan terhadap agama, sehingga
manusia disebut makhluk yang beragama. Agama di wahyukan Tuhan diyakini
sebagai jalan keselamatan dan mengajarkan kepentingan akhirat, serta kehidupan
yang normatif di dunia ini. Terkadang hadir masa dimana manusia merasa tidak
tenang, merasa tidak puas terhadap agama yang dianutnya sehingga timbul
konflik, pertentangan batin, kekecewaan, dan kegelisahan yang biasanya
menyebabkan orang tersebut mudah putus asa.
Setelah kekecewaan mencapai puncaknya, terjadi perubahan sikap yang
sering disebut dengan konversi yang membawa perubahan keyakinan pada diri
seseorang. Menurut Zakiah Dradjat dalam buku Ilmu Jiwa Agama, konversi
berasal dari bahasa Inggris conversion, yang berarti berlawanan arah. Secara
istilah, konversi agama adalah terjadinya perubahan keyakinan yang berlawanan
arah dengan keyakinan semula.1
Perubahan keyakinan pada diri seseorang, dari segi ilmu jiwa agama
bukanlah suatu hal yang terjadi secara kebetulan, tetapi suatu kejadian yang
didahului oleh berbagai proses dan kondisi yang dapat diteliti dan dipelajari.
Keputusan yang diambil oleh para muallaf adalah keputusan paling sulit
dalam hidup mereka, karena menyangkut nasib mereka di dunia juga di akhirat.
Mereka memilih agama melalui ketekunan dan pengorbanan. Berbagai tekanan
1
Zakiah Dradjat, Ilmu Jiwa agama, ( Jakarta: PT Bulan Bintang, 1996), h. 137
1
mereka rasakan baik dari keluarga, karib kerabat dan kawan-kawan non muslim
yang menentang keputusan mereka dan tekanan untuk mempelajari agama baru
dalam waktu singkat.
Dua kalimat syahadat merupakan pintu gerbang untuk memasuki agama
Islam. Sebagai orang yang baru masuk Islam sangat penting untuk mengetahui
agama yang baru dianutnya. Semakin banyak pengetahuan agama yang
diperolehnya, maka akan banyak pula manfaat yang akan diraihnya. Oleh sebab
itu, para muallaf dapat mengikuti kegiatan pemberdayaan atau pembinaan dalam
bidang keislaman yang membantu proses memperkenalkan Islam sebagai agama
rahmatal lil’alamin yakni agama rahmat bagi seluruh alam.
Dalam kegiatan pemberdayaan atau pembinaan terhadap muallaf menjadi
suatu hal yang tidak kalah penting. Karena sebagai orang yang menjalani
keyakinan baru haruslah memahami prinsip-prinsip ajarannya, karena merupakan
pedoman hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Suatu hal
yang mustahil apabila seseorang dapat memetik manfaat dari suatu ajaran
sedangkan tidak mempelajari dan memahami ajaran tersebut.2
Berbicara masalah pembinaan muallaf tidak jauh berbeda ketika kita
berbicara masalah pembinaan terhadap orang Islam lainnya, dimana hal tersebut
dapat dilaksanakan oleh siapapun dan lembaga apapun. Akan tetapi selama ini
yang menjadi masalah adalah banyak lembaga-lembaga seperti Masjid maupun
Majlis Ta’lim yang menangani permasalahan muallaf hanya sebatas mengadakan
prosesi pengislaman saja tanpa ada tindak lanjutnya. Padahal banyak muallaf yang
2
Anwar R. Prawira, Petunjuk Praktis Bagi Calon Pemeluk Agama Islam, (Jakarta:YPI
Al-Azhar; 2001), h.1.
2
merasa malu atau tidak percaya diri dalam mempelajari agama ketika mereka
harus bergabung dengan muslim lain yang sudah lama masuk Islam. Sebagai
orang baru pindah agama, muallaf membutuhkan perhatian, kasih sayang, ajakan,
bimbingan dari orang-orang atau lembaga yang perhatian terhadap kondisi
tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan lembaga yang khusus menangani masalah
tersebut.
Kajian Bina Islam adalah salah satu yang bergerak di bidang dakwah yang
mempunyai peran strategis dalam meningkatkan pemahaman ajaran agama
muallaf. Kajian ini juga sebagai fasilitator dan mediator guna membantu muallaf
memberikan pengertian yang lebih dalam tentang Islam yang mereka pilih
menjadi agama yang mereka yakini dan memantapkan keyakinan mereka dengan
Manajemen Qolbu serta sebagai sarana sillaturrahmi kepada para muallaf dan
yang mau akan mengenal Islam di bawah divisi Layanan Umat Daarut Tauhiid
Jakarta.
Untuk memenuhi kebutuhan muallaf dalam pembinaa agar lebih optimal
suatu hal yang tidak mudah. Diperlukan strategi, dan metode yang baik dengan
melalui strategi komunikasi yang efektif dapat menjadi daya tarik sendiri bagi
muallaf dengan sistem pembinaan berupa kajian dan program-program yang lain.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Deddy Mulyana, dalam bukunya Ilmu
Komunikasi Suatu Pengantar, bahwa komunikasilah yang memungkinkan
individu membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya sebagai
panduan untuk menafsirkan situasi apa pun yang di hadapi. Komunikasi pula yang
3
memungkinkannya mempelajari dan menerapkan strategi-strategi adaptif untuk
mengatasi situasi-situasi problamatik yang ia masuki.3
Untuk itu dituntut tidak hanya memahami prosesnya, tapi juga mampu
menerapkan pengetahuan kita secara kreatif. Menurut Onong Uchyana dalam
bukunya Dinamika Komunikasi, Komunikasi yang efektif adalah komunikasi
dalam makna yang distimulasikan serupa atau sama dengan yang dimaksudkan
komunikator, pendeknya komunikasi efektif adalah makna bersama.4
Perwujudan komunikasi juga digunakan dalam pembinaan muallaf di
Kajian Bina Islam Daarut Tauhiid Jakarta. Dalam pembinaan, para pengelola
mentransfer segala ilmu dan informasi seputar Islam kepada para muallaf. Proses
pembinaan diperlukan adanya bentuk komunikasi untuk membantu para muallaf
dalam mempelajari Islam.
Oleh sebab itu orang-orang yang mengerti tentang ajaran Islam
mengajarkan dengan sungguh-sungguh pengetahuan keislamannya, memberi
contoh teladan yang baik dan benar dalam sikap dan tindakan sehari-harinya. Hal
itu bisa dijadikan panduan bagi para muallaf yang baru melek akan islam.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka peniliti tertarik untuk melakukan
penelitian dalam penulisan skripsi: “Bentuk Komunikasi Pembinaan Muallaf di
Daarut Tauhiid Jakarta”.
3
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, , 2007), cet ke-9, h. 6
4
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT. RosdaKarya, 2004),
Cet. Keenam, h. 5.
4
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penelitian ini dibatasi pada:
a. Melakukan penelitian di batasi hanya pada pembina dan muallaf.
b. Waktu pembinaan dilaksanakan pada minggu ke- 1 dan ke 3 tiap
bulannya.
c. Penelitian dimulai sejak tahun Juli 2007- Maret 2008.
2. Perumusan Masalah
a. Bagaimana bentuk komunikasi yang digunakan pembina dengan
muallaf ?
b. Apa saja hambatan dalam pelaksanaan bentuk komunikasi
pembinaan muallaf?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang ada sebagaimana tersebut di atas, maka tujuan
tulisan sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui bentuk komunikasi apa saja yang digunakan
dalam pembinaan muallaf.
b. Untuk mengetahui bentuk komunikasi yang sering digunakan
dalam pembinaan muallaf.
5
2. Manfaat Penelitian
Adapun Manfaat dari penelitian ini adalah
a. Manfaat Akademis
Menerapkan ilmu komunikasi secara teoritis dalam hasil penelitian
dan dapat menunjang dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang
diterapkan di bidang ilmu dakwah dan komunikasi.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi para
teoritis, praktisi dan pemikir komunikasi dalam mengelola cara efektif
dan efisien berkomunikasi dalam pembinaan muallaf untuk
keselanjutannya.
D.
Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam mengungkapkan permasalahan yang ada, maka peneliti
menggunakan pendekatan (kualitatif), adapun penulis menganalisis data
adalah metode deskriptif, yaitu metode yang meneliti suatu sekelompok
manusia, objek, kondisi, sistem pemikiran ataupun kelas pada masa
sekarang.
Metode ini memungkinkan peneliti untuk menggambarkan secara
sistematis, aktual dan akurat mengenai bentuk komunikasi di Kajian Bina
Islam Daarut Tauhid Jakarta sehingga dapat melaksanakan pemudahan
informasi keislaman kepada para muallaf. Adapun yang dilakukan peneliti
dalam menganalisis yaitu:
6
a. Data yang diperoleh melalui pengamatan, observasi dan wawancara
dijadikan sebagai bahan untuk menggambarkan objektivitas dari
pembinaan muallaf di Kajian Bina Islam Daarut Tauhid Jakarta,
kemudian diolah menjadi uraian pembahasan.
b. Dokumentasi, sebagai bahan kerangka analisis dalam menimbang dan
memperkuat hasil penelitian ke dalam skripsi ini.
2. Objek dan Subjek Penelitian
Objek penelitian ialah pembinaan muallaf di Kajian Bina Islam
terdiri dari para pembina dan para muallaf. Subjek penelitian ini ialah 11
orang pembina dan 30 orang muallaf yang berjumlah yang mengikuti
Kajian Bina Islam Daarut Tauhiid Jakarta.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperolah data dari penelitian ini, penulis menggunakan
beberapa teknik yaitu sebagai berikut:
a. Observasi yaitu penulis langsung mendatangi Kajian Bina Islam secara
berkala dan mengikuti kegiatan-kegiatannya, guna memperoleh data yang
lebih akurat tentang hal-hal yang menjadi objek penelitian. Pada tanggal 6
Mei 2007, 3 Juni 2007, 8 Juli 2007, 20 Januari 2008, dan 3 Februari 2008.
b. Wawancara, peneliti mengadakan wawancara langsung kepada pembina
dan beberapa muallaf di Kajian Bina Islam, guna mendapatkan informasi
tentang bentuk komunikasi yang ada.
c. Dokumenter, dalam hal ini dikumpulkan file-file dan dokumen-dokumen
yang berkaitan dengan penelitian ini. Untuk melengkapi teori yang
7
digunakan dalam penyusun skripsi ini juga di lakukan dengan melalui
buku-buku yang berkaitan.
4. Teknik Analisa Data
Setelah data terkumpul dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi,
maka data-data tersebut kemudian diolah menjadi bentuk verbal (kata-kata)
sehingga kata-kata/kalimat tersebut menjadi bermakna dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Analisis data adalah proses mengatur urutan data mengorganisasikannya
ke dalam suatu pola, kategori dan satuan dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan dapat dirumuskan hipotesis kerjanya.
Teknik yang digunakan peneliti adalah analisis deskriptif, dengan jalan ini
dari data yang terkumpul, peneliti jabarkan dengan memberikan analisaanalisa berupa paparan yang didapat dari hasil penelitian dan wawancara ke
beberapa muallaf yaitu sebanyak lima orang sebagai representatif dari sampel
30 orang muallaf berkaitan dengan bentuk komunikasi yang terjadi selama
mengikuti Kajian Bina Islam muallaf.
Sebagai memperkuat data dalam observasi juga disertakan data-data tabel
selama ikut terjun lansung dalam penelitian. Setelah pemaparan data yang ada
dapatlah ditarik kesimpulan dari bentuk komunikasi yang digunakan antara
pembina dengan muallaf dalam Kajian Bina Islam Daarut Tauhiid Jakarta.
8
E. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini bersifat sistematis, maka penulis membaginya menjadi
lima bab, yang pada tiap-tiap babnya terdiri dari sub-sub bab. Adapun
sistematikanya adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan Masalah dan
Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian
dan Sistematika Penelitian.
BAB II KERANGKA TEORI
Berisi tentang Pengertian Komunikasi, Bentuk komunikasi, Muallaf dan
Ruang Lingkupnya, Pembinaan dan Ruang Lingkupnya.
BAB III GAMBARAN UMUM DAARUT TAUHIID JAKARTA
Berisi tentang Sejarah dan Perkembangan Daarut Tauhiid Jakarta, Visi
Misi Daarut Tauhiid Jakarta, Kepengurusan dan Struktur Organisasi Daarut
Tauhiid Jakarta, Program Kajian Bina Islam.
BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN
Berisi tentang Bentuk komunikasi yang digunakan pembina dengan
muallaf, Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan bentuk komunikasi pembinaan
muallaf.
BAB V PENUTUP
Berisi Kesimpulan dan saran-saran berkaitan dengan pembinaan muallaf di
Daarut Tauhiid Jakarta.
9
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Komunikasi dan Ruang Lingkupnya
1. Pengertian Komunikasi
Untuk memperoleh pengertian suatu istilah secara lengkap pengertian
komunikasi perlu dilihat dari dua sisi, yaitu kajian secara etimologi atau bahasa
dan secara terminilogi atau istilah.
Secara etimologis atau bahasa kata komunikasi berasal dari bahasa Latin
yaitu communicatio yang berarti sama atau sama makna mengenai suatu hal.
Komunikasi akan berlangsung apabila antara komunikan dan komunikator
terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan.1
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia term “Komunikasi” mengandung
arti adanya pengiriman dan penerimaan pesan atau berita secara tepat yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih, dimaksudkan pesan itu dapat dipahami,
hubungan dan kontaknya.2
Deddy Mulyana menjelaskan, kata komunikasi atau communication dalam
bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti sama, communico,
communictio, atau communicare yang berarti membuat sama (to make common).
Istilah communis adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal usul kata
komunikasi yang merupakan akar kata dari bahasa latin yang mirip. Komunikasi
1
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT. RosdaKarya, 2004),
Cet. Keenam, h. 3-4.
2
Departemen Pendididkan dan Kebudayaan Balai Pustaka, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. Pertama, h. 454.
10
menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara
sama.3
Secara terminologis komunikasi berarti proses penyampaian suatu
pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.4
Adapun menurut Carl I Hovland, komunikasi adalah proses dimana
seorang individu mengoper stimuli (biasanya lambang kata-kata) untuk merubah
tingkah laku individu lainnya.57
Dengan demikian dapat dikatakan ketika ada seseorang yang
berkomunikasi berarti dia mengharapkan perubahan pada dirinya, atau
mengharapkan orang lain ikut berpartisipasi, mengikuti, bertindak sesuai dengan
harapan dan isi pesan yang disampaikan. Sesuai dengan arti komunikasi yaitu
sama makna, maka orang yang melakukan kegiatan komunikasi harus mempunyai
kesamaan arti, sama-sama mengetahui hal yang sedang dikomunikasikan. Jika
tidak demikian, maka kegiatan komunikasi tersebut tidak bisa berjalan dengan
baik.
Ruang lingkup komunikasi dilihat dari komponennya terdiri dari :
komunikator, pesan, media, komunikan, efek. Dari prosesnya terdiri dari proses
secara primer, dan proses secara sekunder. Adapun bentuk-bentuk komunikasi
terdiri dari komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi
organisasi, komunikasi massa, komunikasi media. Menurut sifatnya komunikasi
terdiri dari komunikasi tatap muka, bermedia, verbal, non verbal. Dari modelnya
3
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2007),
Cet. Kesembilan, h. 46.
4
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2004),
Cet. Keenam, h.4.
5
Ibid, h.3
11
komunikasi terdiri dari komunikasi satu tahap (one step flow communication),
komunikasi dua tahap (two step flow communication), komunikasi multi tahap
(multi step flow communication).6
Berdasarkan fokus penelitian ini, peneliti akan mencoba mengupas bentuk
dari kegiatan komunikasi yang terjadi pada proses komunikasi, baik itu
komunikasi personal, komunikasi kelompok, maupun komunikasi massa.
2. Prinsip Dasar Proses Komunikasi
Proses komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pesan yang
dilakukan seorang komunikator kepada komunikan. Pesan yang disampaikan
komunikator adalah pernyataan sebagai panduan pikiran dan perasaan, dapat
berupa ide, informasi, keluhan, keyakinan, imbauan, anjuran dan sebagainya.7
Pernyataan tersebut dibawakan oleh lambang, umumnya bahasa, lambang lain
yang sering dipergunakan untuk menyatakan suatu pernyataan ialah gerakan
anggota tubuh, gambar, warna, dan sebagainya.
Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat
ditransformasikan secara efektif, maka komunikasi dapat terjadi kalau didukung
oleh beberapa unsur, yaitu:
- Sender : Komunikator yang menyampaikan pesan kepada seeorang atau
sejumlah orang.
- Encoding : Penyandian, yakni proses pengalihan pikiran ke dalam bentuk
lambang.
6
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2002), Cet. Ketujuhbelas, h. 6-7.
7
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, h.. 6.
12
- Massage : Pesan yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang
disampaikan oleh komunikator.
- Decoding : Pengawasandian, yaitu proses di mana komunikan menetapkan
makan pada lambang yang disampaikan oleh komunikator
kepadanya.
- Receiver : Komunikan yang menerima pesan dari komunikator.
- Response : Tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan setelah diterpa
pesan.
- Feedback : Umpan balik, tanggapan komunikan apabila tersampaikan atau
disampaikan kepada komunikator.
- Noise : Gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi
sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang
berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator
kepadanya.
3. Bentuk-Bentuk Komunikasi
Dalam proses pembinaan muallaf yang terjadi pada Kajian Bina Islam
terjadi komunikasi yang melibatkan pembina sebagai komunikator dan muallaf
sebagai komunikan, penyampaian pesan dilakukan secara langsung, tatap muka
dan secara lisan. Dalam hal ini peneliti melihat bentuk komunikasi yang dipakai
pada interaksi yang ada, diantaranya:
a. Komunikasi Pribadi (Interpersonal Communication)
Dalam komunikasi pribadi terdiri dari dua jenis, yakni komunikasi
intrapribadi dan komunikasi antarpribadi.
13
1. Komunikasi Intrapribadi
Adalah komunikasi yang berlangsung dalam diri seseorang. Orang itu
berperan baik sebagai komunikator maupun sebagai komunikan. Dia berbicara
kepada dirinya sendiri. Dia bertanya kepada dirinya dan dijawab oleh dirinya.
Sedangkan menurut Deddy Mulyana “komunikasi intrapribadi adalah
komunikasi dengan diri kita sendiri, baik kita sadari atau tidak. Contohnya
berfikir. Komunikasi ini merupakan landasan komunikasi pribadi dan
komunikasi dalam konteks yang lainnya, meskipun dalam disiplin komunikasi
tidak dibahas secara rinci dan tuntas. Dengan kata lain, komunikasi
intrapribadi ini melekat pada komunikasi dua-orang, tiga orang, dan
seterusnya, karena sebelum berkomunikasi dengan orang lain biasanya
berkomunikasi dengan diri sendiri (mempersepsi dan memastikan makna
pesan oran lain), hanya saja caranya sering tidak disadari. Keberhasilan
komunikasi kita dengan orang lain bergantung pada keefektifan komunikasi
kita dengan diri sendiri.8
2. Komunikasi Antarpribadi
Adalah komunikasi antar orang lain dengan orang lain yang seorang
diri juga secara pribadi. Komunikasi anatarpribadi merupakan pengiriman
pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok
orang lain dengan efek dan umpan balik langsung.9 Dari pengertian
komunikasi antar pribadi tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam komunikasi
8
,
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Bandung: PT. Rosdakarya, 2007),
Cet. Kesembilan, h.80
9
Alo Liliweri, Komunikasi Antarpribadi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), Cet.
Ke-1, h. 72.
14
antar pribadi setiap orang yang berkomunikasi akan membuat prediksi tentang
efek atau perilaku komunikasi.
Dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi
antarpribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap,
kepercayaan, opini dan perilaku komunikan.
Alasannya adalah Komunikasi berlangsung tatap muka. Komunikasi
antarpribadi umumnya berlangsung secara tatap muka (face to face).10 Oleh
karena komunikator dengan komunikan itu saling bertatap muka, maka
terjadilah kontak pribadi (personal contact). Ketika menyampaikan pesan,
umpan balik berlangsung seketika (immediate feedback), komunikator
mengetahui pada saat itu tanggapan komunikan terhadap pesan yang
dilontarkan.
Menurut sifatnya, dikutip dari Onong Ucyana dalam bukunya Ilmu
Teori dan Filsafat Komunikasi memaparkan bahwa komunikasi antarpribadi
dapat dibedakan atas dua macam, yakni;
a.
Komunikasi diadik ialah proses komunikasi antara dua orang
dalam situasi tatap muka. Komunikasi diadik dilakukan dalam tiga bentuk,
yakni percakapan, dialog, dan wawancara. 11
Pentingnya komunikasi antarpribadi karena prosesnya
memungkinkan berlangsung secara dialogis. Komunikasi yang
berlangsung secara dialogis selalu lebih baik daripada secara monologis.
10
11
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikas Suatu Pengantar , h. 81.
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat, h. 62-63
15
Dialog adalah bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukkan
terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini
berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara
bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis nampak adanya upaya dari
para pelaku komunikasi untuk terjadi pengertian bersama (Mutual
Understanding) dan empati.
b.
Komunikasi
triadik
ialah
komunikasi
antarpribadi
yang
perilakunya terdiri dari tiga orang yakni seorang komunikator dan seorang
komunikan atau lebih.12
Adapun karakteristik komunikasi antarpribadi, yaitu antara lain
1.
Sifatnya yang dua arah/timbalbalik. Karena dilakukannya secara
langsung, sehingga masalah cepat dapat diatasi dan dipecahkan
bersama.
2.
Feed back-nya langsung tidak tertunda. Karena berlangsungnya
komunikasi tersebut langsung, maka umpan baliknya dapat diketahui
seketika itu juga.
3.
Komunikator dan komunikan dapat bergantian fungsi, sekali waktu
menjadi komunikator begitupun sebaliknya.
4.
Bisa dilakukan secara spontanitas, maksudnya tanpa direncanakan
terlebih dahulu.
12
Ibid, h. 63.
16
5.
Tidak berstruktur, maksudnya yang dibahas tidak mesti terfokus,
melainkan mungkin hal-hal yang tidak terencana, juga masuk dalam
pembicaraan.
6.
Komunikasi ini lebih banyak terjadi antara dua orang, tetapi tidak
menutup kemungkinan terjadi pada sekelompok kecil orang.13
Sebagai pembina seharusnya mampu menciptakan nuansa
komunikasi yang terbuka, adanya empati, melakukan dukungan dan rasa
positif. Karena dengan nuansa komunikatif, terbuka muallaf akan merasa
nyaman dan disambut dengan hangat. Para muallaf merasa bahwa
kebutuhannya akan perhatian dan ilmu pengetahuan tentang agama Islam
bisa terakomodir dengan adanya teman-teman pembina dengan fasilitas
berupa media syiar Islam bisa mereka dapatkan dengan mudah.
b. Komunikasi Kelompok (Group Communication)
Onong mengartikan komunikasi kelompok adalah komunikasi antara
seseorang dengan sejumlah orang yang berkumpul bersama-bersama dalam
bentuk kelompok. Komunikasi kelompok (Group Communication) termasuk
komunikasi tatap muka, karena komunikator dan komunikan berada dalam
situasi saling berhadapan dan saling melihat. Komunikasi kelompok
menimbulkan arus balik langsung. Komunikator mengetahui tanggapan
komunikan pada saat sedang berkomunikasi sehinggga, apabila disadari
13
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (UIN Press: Jakarta, 2007), h. 113-114.
17
bahwa komunikasinya kurang atau tidak berhasil, ia dapat segera mengubah
gayanya.14
Adapun karakteristik komunikasi kelompok antara lain:
1. Langsung dan tatap.
2. Lebih berstruktur.
3. Formal/rasional.
4. Dilakukan secara sengaja.
5. Para peserta lebih sadar akan peranan dan tanggung jawab mereka
masing-masing.15
Bentuk-bentuk Komunikasi kelompok dapat diklasifikasikan kedalam dua
macam, yaitu:
1. Kelompok Kecil (Micro Group)
Adalah kelompok komunikasi yang dalam situasi komunikasi
terdapat kesempatan untuk memberikan tanggapan secara verbal atau
dalam komunikasi kelompok komunikator dapat melakukan komunikasi
anatpribadi dengan salah seorang anggota kelompok. Contoh kelompok
kecil dalam diskusi, kelompok belajar, seminar dan lain-lain.
2. Komunikasi Kelompok Besar (Macro Group)
Adalah sekumpulan orang yang sangat banyak dan komunikasi
antarpribadi (kontak pribadi) jauh lebih kurang (sulit) untuk dilaksanakan,
14
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat, h. 55.
15
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 113-114.
18
karena terlalu banyaknya orang yang berkumpul, seperti halnya yang
terjadi pada acara tablig akbar, kampanye dan lain-lainnya.
Dalam komunikasi kelompok besar ini sukar terjadi komunikasi
antarpribadi. Kecil kemungkinan untuk terjadi dialog seperti halnya pada
komunikasi kelompok kecil.16
Sebagaimana yang telah di paparkan oleh Sasa Djuarsa Sendjaja dalam
Modul 3 Teori Komunikasi bahwa keberadaan suatu kelompok dalam
masyarakat dicerminkan oleh adanya fungsi-fungsi yang akan
dilaksanakannya. Fungsi-fungsi tersebut mencangkup fungsi :
a. Fungsi Hubungan Sosial : Suatu kelompok mampu memelihara dan
memantapkan hubungan sosial di antara para anggotanya, bisa berupa
aktivitas yang informal, santai dan menghibur.
b. Fungsi Pemecahan Masalah dan Pemberatan Keputusan : Pemecahan
masalah (problem solving) berkaitan dengan penemuan alternatif atau
solusi yang tidak diketahui sebelumnya. Sedangkan pembuatan keputusan
berhubungan dengan pemilihan antar dua atau lebih solusi. Jadi
pemesahan masalah menghasilkan materi atau bahan untuk pembuatan
keputusan.
c. Fungsi Terapi
Kelompok terapi memiliki perbeadan dengan kelompok lainnya, karena
kelompok terapi tidak memiliki tujuan. Objek dari kelompok terapi adalah
membantu setiap individu mencapai perubahan personalnya. Tentunya
16
Ibid, h. 128.
19
membantu setiap individu tersebut harus berinteraksi dengan kelompok
lainnya guna mendapatkan manfaat, namun usaha utamanya adalah
membantu dirinya sendiri, bukan membantu kelompok mencapai
konsesus, contoh dari kelompok terapi ini kelompok konsultasi
perkawinan, kelompok muallaf, kelompok penderita narkoba.
Tindak komunikasi dalam kelompok-kelompok terapi dikenal dengan
nama “pengungkapan diri” (self disclosure). Artinya dalam suasana yang
mendukung setiap anggota dianjurkan untuk berbicara secara terbuka
tentang apa yang menjadi permasalahannya. Jika muncul konflik antar
anggota dalam diskusi yang dilakukan, orang menjadi pemimpin atau yang
memberi terapi yang akan mengaturnya.
d. Fungsi Persuasi : Seorang anggota kelompok berupaya mempersuasi
anggota lainnya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
e.
Fungsi Pendidikan : Sebuah kelompok baik secara formal maupun
informal bekerja untuk mencapai dan mempertukarkan pengetahuan.17
c. Komunikasi Massa (Mass Communication)
Adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa atau komunikasi yang
menggunakan media massa. Massa adalah kumpulan orang-orang yang
berhubungan antar sosialnya tidak jelas dan tidak mempunyai struktur
tertentu. Komunikasi massa sangat efisien karena dapat menjangkau daerah
yang luas dan audiensi yang praktis dan tak terbatas, namun komunikasi
17
Sasa Djuarsa Sendjaja, Modul 3 Teori Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1994),
Cet. Ke-1, h. 95.
20
massa kurang efektif dalam pembentukan sifat personal karena komunikasi
massa tidak dapat langsung diterima oleh massa. Tetapi melalui opinion
leader; ialah yang kemudian menerjemahkan apa yang disampaikan dalam
komunikasi massa itu kepada komunikan.18
Komunikasi massa mempunyai beberapa karakteristik, yang antara lainya:
1. Pesan komunikasi massa sifatnya, yakni pesan komunikasi sifatnya
terbuka untuk semua orang menyangkut kepentingan orang banyak.
2. Audience komunikasi massa bersifat heterogen.
3. Penyampaian pesan komunikasi massa menimbulkan keserempakan,
yakni kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang
sangat jauh, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam
keadaan tempat terpisah.
4. Hubungan komunikan dengan komunikator bersifat non pribadi,
maksudnya diantara mereka tidak ada yang saling kenal, karena
teknologi dari penyebaran yang massal.
5. Biasanya komunikasi massa berlangsung satu arah.
6. Kegiatan komunikasi melalui media massa dilakukan secara terencana,
terjadwal dan terorganisir.
7. Penyampaian pesan komuniksi massa dilakukan secara berkala.19
18
H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengatar Studi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), h.
19
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 113-114.
37
21
d. Komunikasi Media (Media Communication)
Adalah komunikasi yang maknanya sama dengan media umum, yaitu
media yang dapat digunakan oleh segala bentuk komunikasi, contohnya ialah
surat, telepon, pampflet, spanduk, brosur telegraf, telex, dan OHP.20
4. Komunikasi Verbal
Ada satu faktor yang dengan jelas membedakan manusia dengan hewan,
yaitu kemampuan manusia untuk berkomunikasi secara verbal.Komunikasi
verbal adalah komunikasi yang menggunakan symbol-simbol atau kata-kata ,
baik yang dinyatakan secara oral atau lisan maupun secara tulisan.
Komunikasi verbal ternyata tidak semudah yang kita bayangkan. Simbol atau
pesan verbal adalah semua jenis symbol yang menggunakan satu kata atau
lebih.
Kemampuan menggunakan komunikasi verbal secara efektif adalah
penting bagi Pembina dan muallaf. Dengan adanya komunikasi vebal
memungkinkan pengidentifikasian tujuan, pengembangan strategi dan tingkah
laku untuk mencapai tujuan. Suatu sistem kode verbal disebut bahasa. Bahasa
dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk
mengkombinasikan symbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami
suatu komunitas. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan
pikiran, perasaan, dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata
yang mempresentasikan berbagai aspek realitas individual kita.
20
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek,(Bandung: PT Remaja
Rosdakarya,2002), h. 126.
22
Komunikasi verbal dapat dibedakan atas komunikasi lisan dan komunikasi
tulisan. Komunikasi lisan dapat didefinisikan sebagai suatu proses seorang
pembicara berinteraksi secara lisan dengan pendengar untuk memepengaruhi
tingkah laku penerima. Adapun komunikasi tulisan yaitu komunikasi yang
disampaikan berupa symbol-simbol. Komunikasi tertulis ini dapat berupa
surat, memo, buku petunjuk, gambar, laporan. Sedangkan komunikasi lisan
dapat berupa percakapan interpersonal secara tatap muka, atau melalui
telephone, radio, televisi, dan lain-lain.
5. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal sama pentingnya dengan komunikasi verbal
karena keduanya itu saling bekerja sama dalam proses komunikasi. Dengan
adanya komunikasi non verbal dapat memberikan penekanan, pengulangan,
melengkapi dan mengganti komunikasi verbal, sehingga lebih mudah
ditafsirkan maksudnya.
Komunikasi non verbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan
tidak menggunakan kata-kata seperti komunikasi yang menggunakan gerak
tubuh, sikap tubuh, vocal yang bukan kata-kata, kontak mata, ekspresi muka,
kedekatan jarak dan sentuhan. Atau dapat juga dikatakan bahwa semua
kejadian disekeliling situasi komunikasi yang tidak berhubungan dengan katakata yang diucapkan atau dituliskan.
Ada beberapa bentuk perilaku non verbal yakni:
23
1. Kinesik, adalah yang berkaitan dengan bahasa tubuh, yang terdiri dari
posisi tubuh, orientasi tubuh, tampilan wajah, gambaran tubuh, dll.
Tampaknya ada perbedaan antara arti dan makna dari gerakan-gerakan
tubuh atau anggota tubuh yang ditampilkan tersebut.
2. Okulesik, adalah studi tentang gerakan mata dan posisi mata.
3. Haptik, adalah tentang perabaan atau memeperkenankan sejauh mana
seseorang memegang dan merangkul orang lain.
4. Proksemik, adalah tentang hubungan antar ruang, antar jarak, dan
waktu berkomunikasi.
5. Kronemik, adalah tentang konsep waktu.
6. Tampilan, adalah cara bagaimana seorang menampilkan diri telah
cukup menunjukkan atau berkolerasi sangat tinggi dengan evaluasi
tentang pribadi.
7. Posture, adalah tampilan tubuh waktu sedang berdiri dan duduk.
8. Pesan-pesan paralinguistic antarpribadi adalah pesan komunikasi yang
merupakan gabungan antar perilaku verbal dan non verbal.21
Ada tiga fungsi yang diperankan pesan non verbal, yaitu:
1. Sebagai pengganti pesan verbal, seperti aba-aba yang dipakai dalam
melaksanakan upacara-upacara, pesta olah raga.
2. Sebagai fungsi memperkuat pesan verbal, contoh selain diucapkan
“Mohon perhatian dan pengertian terhadap persoalan tersebut seraya
bersalaman atau menundukkan kepala.
21
Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar
2007), h. 34.
24
3. Mempunyai tujuan menindakkan kata-kata yang diucapkan, contoh
seorang Bapak yang memberi komentar terhadap nilai buruk
anaknya”kamu ini memang anak yang rajin sekali belajar! Tetapi
wajah Bapak merah dan menakutkan.
B. Muallaf dan Ruang Lingkupnya
1. Pengertian Muallaf
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian muallaf, antara lain:
a. Dalam Ensikopedi Dasar Islam, muallaf ialah seseorang yang
semula kafir dan baru memeluk islam.22
b. Dalam Ensilkopedi Hukum Islam, muallaf (Ar.: mu’allaf qalbuh;
jamak; mu’allaf qulubuhum = orang yang hatinya dibujuk dan
dijinakkan). Orang yang dijinakkan hatinya agar cenderung kepada
islam.23
c. Dalam Ensilkopedi Islam Indonesia dipaparkan bahwa muallaf
yaitu orang-orang yang sedang dijinakkan atau dibujuk hati
mereka. 24
Kata muallaf sendiri berasal dari bahasa Arab yang merupakan maf’ul
dari kata alifa yang artinya menjinakkan, mengasihi. Sehingga kata
muallaf dapat diartikan sebagai orang yang dijinakkan atau dikasihi.
Seperti tertera dalam firman Allah surat At-Taubah ayat 60:
22
Achmad Roestandi, Ensiklopedia Dasar Islam, (Jakarta: PT. Pradaya Paramitia, 1993), h.
173
23
“Muallaf”, dalam Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ictiar
Baru Van Hoeve, 1997), h. 1187
24
“Muallaf”, dalam Harun Nasution, dkk, Ensiklopedi Islamb Indonesia, (Jakarta:
Djambatan, 1992), h. 130
25
☺
☺
⌧
☺
⌧ ☺
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan
Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Dalam ayat di atas terdapat kata muallafah qulubuhum yang artinya orangorang yang sedang digunakan atau dibujuk hatinya. Mereka dibujuk
adakalanya karena merasa baru memeluk agama Islam dan imannya belum
teguh. Karena belum teguhnya iman seorang muallaf, maka mereka termasuk
golongan yang berhak menerima zakat. Hal ini dimaksudkan agar lebih
meneguhkan iman para muallaf terhadap agama Islam.
2. Kedudukan Muallaf dalam Islam
Berdasarkan pengertian muallaf yang telah dijelaskan di atas bahwa
muallaf ialah orang yang hatinya dibujuk dan dijinakkan hatinya agar
cenderung kepada Islam. Mereka adalah orang yang baru mengetahui dan
26
belum memahami ajaran Islam. Oleh karena itu mereka berada pada posisi
yang membutuhkan pembinaan, bimbingan seputar agama Islam.
“Pada masa Nabi SAW para muallaf tersebut diposisikan sebagai
penerima zakat untuk menjamin kelestarian mereka kepada Islam dengan terus
memberikan pembinaan dan pengajaran tentang agama Islam. Salah satu
alasan Nabi SAW memberikan zakat kepada mereka adalah menyatukan hati
mereka pada Islam. Oleh karena itu mereka dinamakan al-Muallafah
Qulubuhum.25 Pada masa pemerintahan Abu Bakar para muallaf tersebut
masih menerima zakat seperti yang dicontohkan Nabi SAW.
Namun tidak demikian pada masa Khalifah Umar bin Khatab, beliau
memperlakukan ketetapan penghapusan bagian untuk para muallaf karena
umat Islam telah kokoh dan kuat. Para muallaf tersebut juga telah
menyalahgunakan pemberian zakat dengan enggan melakukan syariat dan
menggantungkan kebutuhan hidup dengan zakat sehingga mereka enggan
berusaha.26
“Pada masa pemerintahan Umar bin Khatab, ada dua orang muallaf
dengan menemui Umar yaitu Uyainah bin Hisa dan Aqra’ bin Habis meminta
hak mereka dengan menunjukkan surat yang telah direkomendasikan oleh
Khalifah Abu Bakar pada masa pemerintahannya. Tatapi Umar merobek surat
itu dengan mengatakan: “Allah sudah memperkuat Islam dan tidak
memerlukan kalian. Kalian tetap dalam Islam atau hanya pedang yang ada.”
25
Syarif Hade Masyah, Hikmah di Balik Hukum Islam, (Jakarta: Mustaqim, 2002), cet ke-1
h. 306-307
26
Haidar Barong, Umar bin Khatab dalam Perbincangan, (Yayasan Cipta Persada
Indonesia), h.294
27
Ini adalah suatu ijtihad Umar dalam menerapkan suatu nas Al-Qur’an yaitu
Qur’an At-Taubah ayat 60 yang menunjukkan pembagian zakat kepada
muallaf. Umar melihat pada berlakunya tergantung pada keadaan, kepada
siapa harus diberlakukan. Jika keperluan itu sudah tidak ada lagi, ketentuan
itupun tidak berlaku, inilah jiwa nas tadi”.
Dari penjelasan di atas penulis menarik kesimpulan bahwa muallaf itu
orang yang baru memeluk Islam dan dirangkul serta diteguhkan hati mereka
dalam keislaman. Karena mereka baru memeluk Islam dan baru mengetahui
agama Islam maka, mereka berada pada posisi pihak yang membutuhkan
pembinaan dan bimbingan agama Islam. Agar mereka dapat mengetahui
syariat Islam untuk kemudian dapat mengamalkan syariat itu dalam seharihari.
C. Pembinaan dan Ruang Lingkupnya
1. Pengertian Pembinaan
pembinaan terjemahan dari kata inggris training, yang berarti latihan,
pendidikan, pembinaan. Secara istilah, pembinaan adalah “suatu proses belajar
dengan melepaskan hal-hal baru yang belum dimiliki, dengan tujuan
membantu orang yang menjalaninya, untuk membetulkan dan
mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada serta
28
mendapatkan pengetahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup
yang sedang dijalani secara lebih efektif”.27
pembinaan, merupakan program dimana para peserta berkumpul untuk
memberi, menerima dan mengolah informasi, pengetahuan dan kecakapan,
entah dengan memperkembangkan yang sudah ada dengan menambah yang
baru. pembinaan diikuti oleh sejumlah peserta yang diperhitungkan dari tujuan
dan efektifitasnya.
Adapun fungsi pokok pembinaan mencakup tiga hal:
a. Penyampaian informasi dan pengetahuan
b. Perubahan dan pengembangan sikap
c. Latihan dan pengembangan sikap28
Dalam pembinaan ketiga hal itu dapat diberi tekanan sama, atau diberi
tekanan berbeda dengan mengutamakan salah satu hal. Ini tergantung dari
macam dan tujuan pembinaan.
2. Program Pembinaan
Program pembinaan adalah prosedur yang dijadikan landasan untuk
menetukan isi dan urutan acara-acara pembinaan yang akan dilaksanakan. 29
Program pembinaan menyangkut: sasaran, isi, pendekatan, metode
pembinaan.
27
Mangunhardjana, Pembinaan arti dan Metodenya, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), h. 11-
28
Ibid, h. 11
Ibid, h.16
12
29
29
a. Sasaran Program
Tidak jarang terjadi bahwa sasaran, objektif, program pembinaan tidak
dirumuskan dengan tegas dan jelas. Hal ini terjadi karena berbagai sebab,
antara lain
1. pembinaan tidak tahu kepentingan perumusan sasaran program
pembinaan, sehingga dia tidak membuat.
2. pembina terlalu yakin diri, sehingga dia tidak merasa perlu untuk
membuatnya.
3. Penyelenggara tidak mampu membedakan antara isi dan sasaran
program pembinaan.
4. Program pembinaan sudah biasa dijalankan, tahun demi tahun, sehingga
sudah menjadi tujuan tersendiri dan tidak lagi dipersoalkan sasarannya.
Apa pun alasannya, suatu pembinaan yang tidak mempunyai sasaran jelas,
mengandung bahaya besar tidak mempunyai arah dan tujuan yang jelas pula.
Kecuali itu tanpa sasaran yang dirumuskan, suatu pembinaan sulit dinilai
berhasil tidaknya. Oleh karena itu sasaran harus dirumuskan dengan jelas dan
tegas. Agar sungguh menjadi sasaran pembinaan, sasaran itu harus ada
hubungan dengan minat dan kebutuhan para peserta.30
Dalam penelitian ini peneliti mengambil sasaran dalam pembinaan di
Daarut Tauhiid adalah para muallaf dan yang belum muallaf tapi berniat
mempelajari Islam.
30
Ibid, h. 16
30
b. Isi Program
Isi, content, program pembinaan berhubungan dengan sasarannya. Maka
betapapun baiknya suatu acara itu sebagai isi program pembinaan yang
dipimpinnya, kalau tidak mendukung tercapainya sasaran program. Agar dapat
sejalan dengan sasaran program, waktu merencanakan isi program, pembina
sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut.
1. Isi sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan para peserta
pembinaan dan berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman
mereka.
2. Isi tidak melulu teoritis, tetapi praktis dalam arti dapat dibahas dan
dikembangkan dari berbagai pandangan dan pengalaman para peserta,
serta dapat dipraktekkan dalam hidup nyata.
3. Isi tidak terlalu banyak, tetapi disesuaikan dengan “daya tangkap” para
peserta dan waktu yang tersedia.
c. Pendekatan Program
Kita mengenal beberapa pendekatan utama dalam program pembinaan,
antara lain
1. Pendekatan Informatif
Dengan pendekatan informatif, informatif approach, pada dasarnya
orang menjalankan program dengan menyampaikan informasi kepada
para peserta. Dengan pendekatan informatif biasanya program
pembinaan diisi dengan ceramah atau kuliah oleh berbagai pembicara
tentang berbagai hal yang dianggap perlu bagi para peserta. Dengan
pendekatan itu partisipasi para peserta dalam pembinaan kecil saja.
31
Partisipasi para peserta terbatas pada permintaan penjelasan atau
penyampaian pertanyaan mengenai hal yang belum dimengerti benarbenar.
2. Pendekatan Partisipatif
Pendekatan partisipatif, participative approach, berlandaskan
kepercayaan bahwa para peserta sendiri merupakan sumber pembinaan
yang utama. Maka dalam pembinaan, pengetahuan, pengalaman, dan
keahlian mereka dimanfaatkan.lebih merupakan situasi belajar bersama,
dimana pembina dan para peserta belajar satu sama lain. Pendekatan ini
banyak melibatkan para peserta. pembina tidak sebagai guru, tetapi
sebagai koordinator dalam proses belajar, meskipun dia juga wajib
memberikan masukan, input, sejauh dibutuhkan oleh tujuan program.
3. Pendekatan Eksperiensial
Pendekatan eksperiensial, experiencial approach, berkeyakianan
bahwa belajar yang sejati terjadi karena pengalaman pribadi dan
langsung. Dalam pendekatan eksperiensial para peserta langsung
langsung dilibatkan dalam situasi dan pengalaman dalam bidang yang
dijadikan pembinaan. Untuk itu dituntut keahlian tinggi dari
pembinanya. 31
31
Ibid, h.17
32
3. Metode-Metode Pembinaan
Metode-metode pokok pembinaan : informatif, partisipatif, dan
eksperiensial dipergunakan untuk mengolah acara-acara pembinaan yang utama.
Dalam praktek pelaksanaan pembinaan, sebelum masuk mengolah acara-acara
utama para peserta dibantu untuk mengenal satu sama lain dan membentuk
kekompakkan. Untuk itu dipergunakan berbagai metode perkenalan. Kemudian
pada saat memasuki tahap inti para peserta siap-siap diajak untuk ikut terlibat
aktif. Untuk itu dipergunakan berbagai metode pemanasan .
a) Metode perkenalan
Adalah metode untuk membantu para peserta agar mengenal satu sama
lain mengenai pribadi dan latar belakang kehidupan mereka. Dengan tujuan
sebagai langkah awal untuk membentuk kekompakkan kelompok.
b) Metode Pemanasan
Adalah acara pembinaan berupa kegiatan atau permainan yang bertujuan
menarik perhatian, membantu untuk sebagai permualaan aktif terlibat pada
acara, membantu melepaskan beban mental pada keikutsertaannya dan
membantu para peserta terlibat satu sama lain.
c) Metode informatif
Adalah metode yang menekankan penyampaian informasi dari pembina
kepada para peserta. Adapun yang temasuk dalam metode ini, yaitu: kuliah,
bacaan terarah, diskusi panel, simposium.
d) Metode partisipatif
33
Adalah metode yang dapat melibatkan para peserta, yang termasuk dalam
metode ini, yaitu:1. pernyataan; 2. pengumpulan gagasan; 3. brainstorming;
audio visual; 4, diskusi kelompok; 5. kelompok berbincang-bincang; 6. forum;
7. kuis; 8. studi kasus; 9. peristiwa; 10. peragaan peran.
e) Metode partisipatif-eksperisial
Adalah metode-metode ini pada dasarnya menyangkut permainan peran
yang menghubungkan langsung para peserta dengan pengalaman,
mempergunakan metode yang mendukung. Maka unsur eksperiensianya
tergantung dari keterlibatan peserta pada proses permainann peran yang ada.
Metode itu antara lain: 1. pertemuan; 2. latihan simulasi, dalam berbagai
bentuk; 3. demonstrasi.
f) Metode eksperisial
Adalah metode yang memberi kemungkinan kepada para peserta untuk
“belajar” melalui pengalaman langsung dan nyata, antara lain: 1. ungkapan
kreatif; 2. berjalan buta; 3. penugasan; 4. lokakarya; 5. kunjungan ke lapangan;
6. kerja proyek; 7. tinggal di tempat.32
Untuk dapat mempergunakan metode-metode pembinaan secara efektif,
dalam pemilihan metode itu perlu diperhitungkan dengan bahan dan acara, para
peserta, waktu, sumber/peralatan, program pembinaan.
32
Ibid, h. 37
34
BAB III
GAMBARAN UMUM DAARUT TAUHIID JAKARTA
A. Sejarah dan Perkembangan Daarut Tauhiid Jakarta
Sejak tahun 1993-1994 santri Daarut Tauhiid yang berasal dari Jakarta
mulai memperkenalkan dakwah AA Gym melalui ceramah, kaset, striker serta
tulisan-tulisan. Sambutan terhadap dakwahnya pun disambut hangat seperti
masyarakat di Pasar Minggu, Jakarta Selatan yang menyambut positif dakwah
yang dilakukan oleh AA Gym. Dakwah yang dilakukan AA Gym tidak hanya
terhenti pada pengajian di Jakarta tetapi pengajian tersebut juga di tindak lanjuti
dengan pembinaan di Ponpes Daarut Tauhiid Bandung.
Untuk memperlebar sayap dakwahnya pada tahun 1994-1996, AA Gym
sering mengunjungi Jakarta untuk kegiatan tausiyah-tausiyah di kantor-kantor dan
masjid-masjid. Kegiatan ini mengakibatkan jamaah Daarut Tauhiid Jakarta
semakin bertambah banyak. Selain itu, penambahan jamaah ini disebabkan
adanya ketertarikan masyarakat Jakarta terhadap dakwah Pesantren Daarut
Tauhiid di kota Bandung. Ketertarikan tersebut diperoleh dari informasi aktivitas
Daarut Tauhiid, tulisan surat kabar maupun pemeran-pameran rutin di Pekan Raya
Jakarta (PRJ), Pameran Buku di Balai Sidang Senayan dan lain-lain. Pada masa
ini walaupun jamaah sudah semakin besar, tetapi masih terpencar-pencar. Masingmasing jamaah juga telah banyak upaya memperkenalkan Aa Gym kepada
lingkungannya dengan cara mengadakan pengajian-pengajian yang memberi
kesempatan Aa Gym untuk memberikan taushiah-taushiahnya yang khas dan
sangat disukai masyarakat banyak.1
Selain kunjungan dari AA Gym, Daarut Tauhiid juga mengadakan pertemuan
rutin. Pertemuan rutin warga DT di Jakarta dilakukan atas prakarsa Palgunadi T.
Setyawan di penghujung tahun 1996. Bertempat di kediaman beliau di Lebak
Bulus, pertemuan rutin yang dilakukan ini dimaksudkan untuk menghimpun
jamaah DT di Jakarta yang belum punya wadah kegiatan khusus. Pertemuan
jamaah disetiap kali kajian AA Gym secara tidak langsung menambah keakraban
antar jamaah.
Sekitar bulan Februari 1997 atas permintaan Aa Gym, warga DT di
Jakarta dipercaya membantu menangani proyek sembako PT Pos Indonesia. Atas
musyawarah bersama, dibuatlah Koperasi Pondok Pesantren DT Unit Usaha
Jakarta (Kopontren DT Jakarta) yang dikepalai oleh H.M. Rusdi Samad dengan
penasehat Palgunadi T. Setyawan. Saat itu Kopontren DT Jakarta adalah sebuah
aktivitas ekonomi dengan basis bisnis distribusi sembako dan perdagangan umum
dengan kekuatan karyawan enam orang. Meskipun pada dasarnya sebuah industri
bisnis, Kopontren DT Jakarta juga berperan mengembangkan kegiatan dakwah
DT seperti dukungan terhadap kegiatan taushiah Aa Gym, perwakilan dan pusat
informasi Pesantren DT, dan lain sebagainya.
1
Daarut Tauhiid. “Menyesuaikan Atmosfir Warga Jakarta”. Artikel diakses
Pada 12 Juni 2007 dari http:// www.dtjakarta.or.id:
36
Seiring dengan kondisi krisis berkepanjangan yang melanda Indonesia
pada tahun 1998 menyebabkan perekonomian Indonesia mengalami penurunan.
Demikian juga dengan perekonomian kopontren. Krisis ekonomi Indonesia
membuat aktivitas bisnis kopontren DT Jakarta menjadi lesu. Tetapi justru di
saat-saat sulit ekonomi, dakwah Islamiah di DT Jakarta semakin menggebu, maka
pada hari Ahad tanggal 1 Muharam 1419 H diresmikan kegiatan dakwah DT
Jakarta dalam musyawarah di Lebak Bulus Jakarta Selatan. Pada musyawarah
tersebut disepakati H. Firman Affandie sebagai ketua dan Palgunadi sebagai
penasehat dengan beberapa staf yang lainnya.
Menyadari bahwa dengan mendengarkan dan mengamalkan taushiah Aa
Gym itu bermanfaat, para santri lama ini pun berpikir bagaimana agar ceramah ini
bisa berlangsung di Jakarta. Dengan dukungan Haris Lohot M., MBA, H. Yahya
Rosita, Hj. Ningrum Maurice N., H. Bambang Suhardjo serta jamaah lainnya
dimulailah penyelenggaraan Pengajian Qolbun Salim dengan pemberi materi
tausiah Aa Gym. Pengajian ini mendapat dukungan dari berbagai kalangan
masyarakat. Selain bentuk pengajian tersebut, DT Jakarta juga menyelenggarakan
kajian Islam tematik dengan pemberi materi Dr. Ir. M. Imadduddin Adurrohim,
MSc. Bahasannya tentang Tauhiid bertempat di Menara Sudirman.
Kegiatan dakwah DT Jakarta pun semakin beragam bukan hanya untuk
masyarakat umum tetapi juga ada yang khusus seperti untuk mahasiswa. Pada
akhir tahun 1999, terbentuklah Keluarga Mahasiswa Daarut Tauhiid (GAMADA)
yang menampung kegiatan Mahasiswa yang tertarik dengan kegiatan di Daarut
Tauhiid Jakarta. Pelebaran sarana dakwah tidak hanya program pengajian dua
37
mingguan di Al Azhar akan tetapi juga pengajian-pengajian di kantor-kantor
instansi serta tiga radio swasta Jakarta dan televisi swasta. Di sisi lain, kegiatan
bisnis dan pengembangan ekonomi membuat Kopontren DT Jakarta mulai bangkit
lagi menghadapi masa depan yang lebih menantang. Keberadaan Kopontren DT
Jakarta diupayakan semakin mengokohkan terkonsentrasinya kekuatan jamaah di
Jakarta.
Perbedaan antara DT Jakarta dengan DT Bandung adalah
kecenderungannya menyesuaikan demografi wilayah yakni atmosfir (budaya
masyarakat) dan tata lakunya. Programnya masih menyesuaikan dengan
keinginan jamaah. Trademark Qolbun Salim membentuk Manajemen Qolbu
dapat ditransfer ke dalam pola fikir masyarakat Jakarta dan berkembangnya
metropolitan. DT Jakarta mencoba memadukan MQ ke dalam pola qolbu jamaah
secara pribadi. Untuk mengimplementasikan virtual yang diformatkan DT, DT
Jakarta mencoba untuk membaca kemajuan iptek dan ilmu pengetahun sehingga
seperti Amoeba, ia harus peka terhadap perkembangan zaman.
Pengembangan dakwah DT Jakarta yang beralamat di Jl. Cipaku I No.43
Kebayoran Baru Jakarta Selatan pada saat ini diupayakan dengan menguatkan
strategi dakwah yang sistematik dengan sebanyak-banyaknya mengoptimalkan
partisipasi jamaah agar dakwah dapat dirasakan oleh seluas-luasnya. DT berusaha
memberikan spektrum kebaikan dan bisa mengakomodir akan kebutuhan spiritual
masyarakat Jakarta yang heterogen.
38
B. Visi Misi Daarut Tauhiid Jakarta
Adapun visi-misi Daarut Tauhiid, yakni:
Visi
: Membentuk ahli zikir, fikir dan ikhtiar.
Misi
: Mewujudkan metodologi manajemen qolbu untuk menciptakan
masyarakat yang bermartabat (bersih dan bersahabat).
Visi Misi ini berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Badan
Pelaksana Harian Daarut Tauhiid Jakarta di kutip bahwa:
Pertanyaan: Apa visi misi dari DT itu?
Jawaban: untuk visi DT membentuk ahli dzikir, fikir dan ikhtiar sesuai
dengan yang tertera. itu bahasa logo sederhananya. Sedangkan misinya
mewujudkan metodologi manajemen qolbu untuk menciptakan
masyarakat yang bermartabat, bermartabat singkatan dari bermartabat,
bersih dan bersahabat.2
C. Kepengurusan dan Struktur Organisasi Daarut Tauhiid Jakarta
Dalam penelitian ini peneliti melakukan focus penilitian di Kajian Bina
Islam. Kajian ini diadakan untuk menangani pembinaan dan pemahaman tentang
dasar-dasar keislaman dengan Manajemen qolbu serta sebagai sarana
shilaturrahim kepada para sahabat yang baru mengenal Islam di bawah divisi
Layanan Umat dalam tanggungjawab Badan pelaksana Pesantren.
2
Hari Sanusi, Kepala Yayasan Daarut Tauhiid, (Wawancara Pribadi,
Jakarta: Rabu, 23 Januari 2008)
39
Kajian Bina Islam yang menangani kajian untuk muallaf mulai terbentuk
sekitar pertengahan tahun 2000 yang tercetuskan dalam suatu pertemuan rutin
Renbang dan berkoordinasi rutin dengan Divisi layanan Umat oleh para
anggotanya santri hikmat (freelancer) dan santri karya. Untuk mempermudah
dalam pelaksanaan koordinasi pembinaan ini Kajian ini mempunyai struktur
sederhana, yaitu:
Koordinator
: Iis Aisyah
Humas
: Aris Gunawan dan Rita Sitorus
Sekretatis
: Lia Octavia dan Eriani Pudyastuti
Bendahara
: Siti Nurhayati dan Dewi
Program
: Ade rizal dan Hendik Sugiyatno
Adapun struktur organisasi Yayasan Daarut Tauhiid Cabang Jakarta secara
garis besar terlampir pada bagian belakang.
D. Program Kajian Bina Islam Daarut Tauhiid
Untuk pembahasan program kali ini peneliti lebih mengfokuskan tentang
program yang dijalankan tim pembinaan di Kajian Bina Islam. Program
pembinaan muallaf difokuskan pada dua hal yaitu:
A. Kegiatan Reguler
Melakukan pembinaan dasar kepada para muallaf selama 2 bulan yang
dilakukan 2 kali sebulan yaitu setiap hari ahad pekan I dan III
Waktu pembinaan pada setiap hari ahad (minggu) ke 1 dan 3
Sessi 1: 09.00 -10.30 WIB = Belajar Iqro dan praktek ibadah
40
Sessi 2 : 10.30 -12.00 WIB = Kajian Dasar Islam
Sessi 3 : 12.30 -13.30 WIB = Konsultasi Private
B. Kegiatan Insidentil
Adapun kegiatan insidentil Kajian Bina Islam berupa kegiatan-kegiatan
Besar Hari Islam. Disini akan di paparkan kegiatan insidentil yang pernah
dilakukan diantaranya, yaitu;
1. Tarhib Ramadhan Muallaf
Dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan, DT Jakarta mengadakan Tarhib
Ramadhan Muallaf yang diikuti oleh 32 orang sahabat –sahabat muallaf dengan
tema “Syukur Nikmat dengan Berpuasa di Bulan Ramadhan” pada Ahad, 17
september 2006, pukul 08.00-16.00 WIB bertempat di ruang Kelas DT Cipaku
Jakarta, Jl. Cipaku I No.43 Jakarta.
Pemateri:
a. Bunda Ningrum
b. Ustadz H. Ade Badri
c. Ustadz Diaudin
Materi:
Ice Breaking dan kultum oleh Ustadz H. Ade Badri
Indahnya Ramadhan dengan MQ oleh Bunda Ningrum
Keutamaan Bulan Suci Ramadhan oleh Ustadz Diaudin
41
2. Gema Ramadhan Muallaf
DT Jakarta mengadakan Gema Ramadhan Muallaf dengan tema “ Tebarkan
Kepedulian dengan semangat Ramadhan” yang diikuti oleh sahabat-sahabat
muallaf baik yang sudah berikrar syahadat dan yang belum berikrar beserta
pendampingnya.
Diadakan pada jum’at 29 September 2006 s/d ahad 1 Oktober 2006 bertempat di
Andara Resort, Cisarua, Jawa Barat dengan berbagai kegiatan antara lain:
•
Buka puasa dan sahur bersama
•
Tahajjud, Muhasabah, Witir dan doa
•
Hapalan doa dan belajar Al-qur’an
•
Praktek ibadah
3. Malam Rindu Rosul
Tim Bina Islam Daarut Tauhiid Jakarta menyelenggarakan Malam Rindu Rosul
dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Acara ini mengambil
tema “ Shirah Nabawiyah dalam Untaian Kisah Dakwah dan Nada” dengan judul
kegiatan “ Rindu Kami Padamu, Ya Rasul” diadakan pada Sabtu, 14 april 2007
pukul 18.00-21.30 WIB bertempat di Masjid Daarut Tauhiid dengan dihadiri oleh
67 orang. Acara berisi seputar kisah Nabi dan perjalanannya dalam Islam. Acara
ini disiarkan secara streaming melalui webradio internet.
42
BAB IV
BENTUK KOMUNIKASI PEMBINAAN MUALLAF
DI DAARUT TAUHIID JAKARTA
A.
Bentuk-Bentuk Komunikasi Pembina Terhadap Muallaf.
Pentingnya komunikasi yang digunakan pembina terhadap para muallaf
sangat berpengaruh pada perubahan pandangan dan adanya penambahan
pengetahuan tentang keislaman. Interaksi yang berlangsung antara pembina
dengan muallaf dalam pelaksanan pembinaan tentang pengetahuan Islam sangat
perlu, dengan berkomunikasi maka pesan yang disampaikan pembina kepada
muallaf dapat terlealisasikan dengan baik.
Dalam penyampaian pesan-pesan yang sarat keislaman baik yang bersifat
verbal maupun nonverbal serta bentuk-bentuk komunikasi terjadinya interaksi dan
pertukaran informasi.
Bentuk komunikasi yang paling efektif digunakan pembina dalam
menyampaikan pesan dakwahnya kepada muallaf, baik dalam kegiatan keislaman
yakni menggunakan bentuk komunikasi kelompok berupa ceramah dari ustadz
kepada para muallaf, dalam menggunakan bentuk komunikasi kelompok (Group
Communication) adanya sekelompok komunitas muallaf, mereka bisa saling
berinteraksi, saling Tanya jawab antara pembina dengan muallaf dan sebaliknya,
juga bisa saling berbagi (sharing) baik masalah pribadi maupun sifatnya umum.
Adapun dalam pendekatan secara pembinaan digunakan pendekatan
Informatif dan partisipatif. Dengan pendekatan informatif biasanya materi
keislaman dari pembinaan diisi dengan ceramah oleh ustadz tentang berbagai hal
yang dianggap perlu bagi para peserta. Dengan pendekatan ini partisipasi muallaf
43
dalam kajian terbatas pada permintaan penjelasan atau penyampaian pertanyaan
mengenai hal yang belum dimengerti benar-benar.
Pendekatan secara partisipatif berlandaskan kepercayaan bahwa para
muallaf sendiri merupakan sumber pembinaan yang utama. Maka dalam
pembinaan, pengalaman muallaf dalam menganut agama dan adanya konversi
agama di ceritakan kisahnya untuk berbagi. Lebih merupakan situasi belajar
bersama dimana pembina dan para muallaf belajar dan saling berbagi cerita dan
pengalaman satu sama lain.
Dari hasil wawancara dan pengamatan yang telah dilakukan, didapat bahwa
bentuk komunikasi yang digunakan di pembinaan Muallaf Daarut Tauhiid Jakarta
adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi Verbal
Pembina berinteraksi dengan muallaf menggunakan bahasa, kata-kata yang
lemah lembut, secara lisan maupun tulisan. Penyusunan pesan yang bersifat
informative lebih banyak ditujukan pada wawasan muallaf tentang agama Islam
dan segala macam perintah dan larangan Allah SWT. Banyak mad’u yang
menyukai komunikasi verbal ini, karena dengan komunikasi verbal pesan yang
disampaikan dapat langsung dipahami oleh muallaf apalagi penyampaiannya jelas,
bahasa yang mudah dipahami. Berikut hal yang diutarakan muallaf, “ Dengan
mendengar pengajian tentang keislaman yang disampaikan oleh Ustadz Diauddin,
komunikasi yang disampaikan sangat mudah dan kerapkali pengajiannya itu
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.”33
33
Meta, Muallaf, (Wawancara Pribadi, Jakarta: Minggu 3 Februari 2008)
44
Dalam proses komunikasi untuk penyampaian pesan (Message) yang
dilakukan pembina sebagai komunikator secara verbal, maka secara langsung
dengan lisan ataupun tulisan dengan informasi pengetahuan tentang keagamaan.
Bentuk lisan yang disampaikan pembina berupa bahasa, dalam penyampaian
pelajaran Al-Qur’an dan materi-materi keislaman. Dengan lisan ini para muallaf
lebih cepat menangkap dan mengerti apa yang disampaikan para pembina dan
ustadz hal ini juga digunakan dalam setiap kali diskusi antara pembina dengan
muallaf dan konsultasi secara pribadi dengan ustadz, penggunaan bahasa sangat
membantu untuk penyampaian masalah yang dihadapi.
2. Komunikasi Non Verbal
Proses interaksi pembina dengan muallaf menggunakan gerak kepala, postur
tubuh, ekspresi wajah, tatapan mata, perilaku, dan sentuhan terhadap muallaf.
sikap, perilaku, dan tindakan seorang pembina sering menjadi pusat perhatian
muallaf, karena muallaf melihat langsung sikap yang dilakukan pembina dan bisa
menjadi cerminan bagi yang lain.
Pencerminan itu bisa dilihat dari pembina yang memberikan prektek sholat
sebelum kegiatan pengajian dimulai pada sesi pertama. Selain pemberian materi
praktek sholat juga diajarkan bagi muallaf yang baru mengenal Islam. Sholat juga
mereupakan hal yang paling mendasar yang harus dikuasai oleh umat Islam,
karena sholat merupakann perwujudan simbol ritual dari umat Islam.
Praktek ibadah yang diperkenalkan dan diajarkan oleh pembina kepada
muallaf dilakukan secara bertahap dan dengan penuh kesabaran. Meskipun temanteman muallaf tidak semua yang bisa menguasainya tetapi pembina dengan telaten
45
mengajarkannya. dalam tahap pengajaran yang baru diberikan oleh pembina baru
ditahap pengenalan gerakan sesekali diselingi dengan bacaan bagi yang sudah
cukup akrab dengan bacaan sholat. Kebaikan dan keteguhan para pembina
dirasakan positif oleh muallaf “ Teman-teman pembina sangat sabar dalam
membantu muallaf untuk mengajarkan kami yang belum terlalu bisa menguasai
gerakan dan bacaan sholat”. Ujar salah satu muallaf.34 Bentuk komunikasi ini juga
dapat membantu melengkapi dan mengiringi komunikasi verbal, misalnya dalam
menyampaikan materi tentang bagaimana cara shalat, berwudhu, tidak hanya
diberikan teori kepada muallaf, tetapi ustadz juga mencontohkan gerakan-gerakan
tersebut, sehingga lebih dapat dipahami.
Komunikasi pembina dengan muallaf tidak lepas dari komunikasi verbal
dan non verbal, karena itu merupakan dari suatu kesatuan bentuk komunikasi
dalam proses penyampaiann pesan dengan berkomunikasi. Proses komunikasi
verbal dan non verbal yang terjadi selama penelitian di kajian Bina Islam Muallaf
di Daarut Tauhiid Jakarta dapat kita lihat dari tabel 1 di bawah ini:
Tabel .1
Tempat/Tgl
DT 6-5-2007
Komunikasi Verbal
Lisan
Tulisan
Ceramah&Diskusi
Materi
DT 3-6-2007
Ceramah&Sharing
Huruf Arab
DT 8-7-2008
Ceramah&Diskusi
Materi
DT20-1-2008
Ceramah&Sharing
Tafsir Surat
34
Kom Non Verbal
Kinesik,
Okulesik
Kinesik,
Okulesik, Haptik
Kinesik,
Okulesik, Haptik
Hambatan
Pengucapan ustad
yang kurang jelas
dalam bahasa
Ada beberapa
Suhartini, Muallaf, (Wawancara Langsung, Jakarta: Ahad, 3 Februari 2008)
46
Al-Fatihah
bag I
DT 3-2-2008
Ceramah&Sharing
Tafsir Surat
Al-Fatihah
bag II
Kinesik,
Okulesik
Kinesik,
Okulesik,
Proksemik,
Posture,
tampilan
muallaf yang
belum bisa
menulis Arab dan
mengenalnya
Ada beberapa
muallaf yang
belum bisa
menulis Arab dan
mengenalnya,
sehingga hanya
dapat menulis isi
kandungan tafsir
berupa tulisan
latin.
Keterangan:
Tempat dan tanggal merupakan jadwal peneliti melakukan observasi lansung
ke Daarut Tauhiid Jakarta. Dalam pengamatan adanya komunikasi verbal dan non
verbal yang terjadi selama mengikuti kajian muallaf, komunikasi verbal meliputi
lisan (ceramah dan diskusi) dan tulisan sedangkan komunikasi non verbal
dijelaskan di bawah ini. Adapun hambatan-hambatan yang terjadi pada bahasa dan
tulisan yang terjadi pada muallaf.
o Kinesik, adalah yang berkaitan dengan bahasa tubuh, yang terdiri dari
posisi tubuh, orientasi tubuh, tampilan wajah, gambaran tubuh. Di dalam
kajian
ada muallaf dan Pembina yang dengan cara seksama
memperhatikan apa isi dari ceramah yang disampaikan oleh ustadz.
o Okulesik, adalah studi tentang gerakan mata dan posisi mata. Dalam
pembinaan posisi mata yang selalu tertuju pada kajian dan fokusnya para
muallaf saat mendengarkan ceramah.
o Haptik, adalah tentang perabaan atau memperkenankan sejauh mana
seseorang memegang dan merangkul orang lain. Dalam hal ini antara
47
pembina dengan muallaf saling bersalaman pada saat ketemu, ini
memperlihatkan ukhuwah islamiyah antar sesama pembina dan muallaf.
o Proksemik, adalah tentang hubungan antar ruang, antar jarak, dan waktu
berkomunikasi. Di pembinaan adanya informasi-informasi yang diberikan
baik itu tentang jadwal kajian ataupun kegiatan-kegiatan di luar Kajian
Bina Islam.
o Tampilan, adalah cara bagaimana seorang menampilkan diri. Ini
menunjukkan bahwa dalam mengikuti kajian ada beberapa muallaf yang
menghargai kajian dengan berpenampilan menggunakan kerudung saat
kajian.
o Posture, adalah tampilan tubuh waktu sedang berdiri dan duduk. Suasana
akrab yang dibentuk dengan mengadakan kajian secara lesehan.
3. Komunikasi Antarpribadi Pembina dengan Muallaf
Komunikasi antarpribadi dilakukan oleh pembina terhadap muallaf secara
pribadi dilakukan pada sesi ke tiga, yaitu sesi konsultasi pada saat kajian sudah
berakhir, muallaf bisa bertanya kepada pembina khususnya ustadz. Pada
konsultasi ini muallaf dapat mengutarakan permasalahan, keluhan tentang
permasalahan hidup yang dihadapi, seperti yang diutarakan oleh ustadz bahwa ada
seorang muallaf yang menceritakan tentang kepindahan agamanya dengan respon
keluarganya, “Ustadz, Bagaimana sikap saya terhadap orangtua yang tidak
mendukung akan kepindahan agama saya dari Kristen ke Islam? apakah saya
masih harus bersikap baik atau menjauh karena tidak mendukung agama yang
baru saya anut?”.35
35
Andra, Muallaf, (Pengamatan Langsung, Jakarta: Ahad, 3 Februari 2008)
48
Kemudian ustadz memberikan solusi jawaban bahwa, “Islam mengajarkan
kebaikan dan saling tolong-menolong antar sesama meskipun Anda sudah pindah
agama dari Kristen ke Islam kita harus tetap berbuat baik kepada siapapun,
apalagi kepada orang tua yang telah membesarkan kita. Hubungan orang tua dan
anak itu tidak akan putus sampai kapanpun. Justru kita sebagai seorang muslim
jika ada anggota keluarga kita berbeda keyakinan kita berusaha dan berdoa
semoga anggota keluarga senantiasa mendapat hidayah dari Allah SWT”.36
Bentuk komunikasi ini dengan orang lain yang dampaknya dapat dirasakan
pada waktu itu juga, oleh pihak muallaf yang terlibat. Hubungan langsung dengan
kedua belah pihak ini menciptakan arus balik dimaksudkan reaksi sebagaimana
diberikan oleh komunikan (muallaf) reaksi ini dapat berupa positif maupun
negatif dan dapat diberikan atau dikirimkan kepada komunikator secara langsung
maupun tidak langsung. arus balik demikian akhirnya akan dapat pula
mempengaruhi komunikator (pembina) lagi, sehingga ia akan menyesuaikan diri
dengan penyesuaian ini dengan harapan ada arus balik yang lebih positif. Dalam
hubungan antarpribadi, proses komunikasi semakin jelas dan dalam komunikasi
antarpribadi, komunikan dapat memberi arus balik secara langsung kepada
komunikator.
4. Komunikasi Kelompok (Group Communication)
Komunikasi yang dilakukan pembina terhadap muallaf berupa bentuk
komunikasi kelompok kecil (Small Group Communication) yaitu sebatas
komunitas muallaf yang mengikuti kegiatan pembinaan keagamaan yang
36
Diaudin, Ustadz, ( Pengamatan Lansung, Jakarta: Minggu, 20 Januari 2008)
49
dilakukan setiap hari. Dalam kegiatan pembinaan ini jelas adanya komunikasi
kelompok kecil yang sesuai dengan ciri-ciri komunikasi kecil, diantaranya, antara
muallaf satu dengan muallaf yang lainnya yang terlibat dalam suatu proses
komunikasi yang berlangsung secara tatap muka, seluruh muallaf atau pembina
dapat berbicara mengeluarkan aspirasinya dalam kedudukan yang sama.
Komunikasi kelompok kecil dilakukan di pembinaan ini yaitu pada saat
memulai kajian para muallaf akan di bagi-bagi menjadi dua kelompok. Jadi setiap
muallaf dikelompokkan muallaf perempuan dan muallaf laki-laki. Dilakukannya
pengelompokkan ini bertujuan agar memudahkan interaksi dengan pembina
dengan muallaf ataupun sebaliknya.
Dalam komunikasi kelompok tidak ada pembicaraan tunggal yang
mendominasi situasi keadaan tertentu, dalam situasi seperti ini, muallaf dan
pembina bisa berperan sebagai komunikator dan komunikan. Secara bergantian
terkadang situasi kelompok kecil dapat berubah menjadi komunikasi antarpribadi
dengan setiap muallaf. misalnya para muallaf bercerita tentang pengalaman
religiusnya serta hal-hal yang baru mereka pelajari dalam Islam.
Selain secara lisan penggunaan tulisan juga diterapkan pembina dalam
interaksi kajian.
a.
Bentuk-bentuk komunikasi yang digunakan dalam pembinaan muallaf
ialah komunikasi kelompok, komunikasi antar pribadi, komunikasi
verbal dan komunikasi non verbal
b.
Dengan bentuk pertanyaan melalui ceramah, diskusi, dan tanya jawab
kepada ustadz dan teman-teman pembinaan dan langsung diberikan
50
jawaban,
begitu
juga
sebaliknya.
Terkadang
tim
pembinaan
memberikan kesempatan kepada teman-teman muallaf untuk saling
berbagi cerita serta pengalaman berkaitan tentang bagaimana mereka
memeluk Islam.
c.
Selain bentuk komunikasi kelompok (Group Communication) yang
digunakan, pembinaan ini juga menggunakan bentuk komunikasi antar
pribadi (Interpersonal Communicaton), yaitu komunikasi yang terjadi
antara seorang muallaf dengan pembina, dalam hal ini pembina yang
dimaksud adalah ustadz. Dalam kegiatan pembinaan ini diberikan sesi
konsultasi pada akhir kajian. Adapun permasalahan yang dibahas
beragam dari masalah pribadi, keluarga, keyakinan, dan hal-hal yang
berkaitan tentang keislaman. Komunikasi yang terbentuk dalam bentuk
sharing ini selain menceritakan permasalahan juga saling menemukan
solusi yang terbaik.
d.
Dari bentuk komunikasi kelompok dan komunikasi antar pribadi
didukung dengan adanya komunikasi verbal yakni komunikasi
menggunakan lisan, tulisan. Penyampaian secara lisan digunakan
dalam hal penyampaian materi dan pembelajaran Al-Qur’an pada
muallaf.untuk tulisan digunakan pada penguatan materi-materi
keislaman dan cara penulisan huruf-huruf Arab.
Penggunaan bentuk-bentuk komunikasi dalam Kajian Bina Islam Muallaf dapat
dilihat dari Tabel 2 di bawah ini:
Tabel . 2
Tempat/Tgl
Bentuk Komunikasi
Komunik
ator
Komuni
kan
Pesan
Materi
51
DT 6-5-2007
Prakt Diskusi Ceramah Konsultasi
ek
Iqro
Rudi,
Azizah,
D
D
Miki
Pembina
Muallaf
DT 3-6-2007
Iqro
Suhartini,
Miki,
sugeng
Pembina
Muallaf
Eva, Miki,
Pembina
Muallaf
Miki, Eva,
Novianto
Pembina
Muallaf
Suhartini,
Niar, Miki
Pembina
Muallaf
D
DT 8-7-2008
Iqro
D
DT20-12008
D
Iqro
D
DT 3-2-2008
D
D
Iqro
D
D
Pengertian
dan
pembagian
kufur I
Keharaman
bersumpah
selain
nama Allah
Pembagian
Iman &
mukmin
Tafsir surat
Al-Fatihah
I
Tafsir surat
Al-Fatihah
II
Keterangan:
Pada tabel ini penentuan tempat dan tanggal disesuaikan dengan
kedatangan peneliti dalam obsesrvasi ke Daarut Tauhiid Jakarta. Bentuk
komunikasi di atas mewakili dari bentuk komunikasi yang ada antara psembina
dengan muallaf, seperti: praktek merupakan komunikasi antarpribadi dan
kelompok, diskusi dan ceramah dari komunikasi kelompok, konsultasi dari
komunikasi antarpribadi. Adapun pesan materi yang ada merupakan isi materi
yang disampaikan ustad dalam sesi ceramah.
B. Hambatan-Hambatan Komunikasi dalam Pembinaan Muallaf
Kerap kali kita alami dalam komunikasi, lain yang dituju tapi lain yang
diperoleh. Dengan perkataan lain apa yang diharapkan tidak sesuai dengan
kenyataan. Masalah komunikasi biasanya merupakan suatu gejala bahwa ada
52
sesuatu yang tidak beres. Masalah itu bisa disebut hambatan dalam komunikasi,
hambatan dapat pula dikatakan kendala atau gangguan yang terjadi pada proses
komunikasi akan tetapi tidak membuat komunikasi itu terhenti. Kendala yang
menimbulkan kesulitan pada aliran pesan yang disampaikan.
Dalam proses pembinaan keislaman oleh pembina terhadap muallaf
dengan tujuan untuk mencapai suatu keberhasilan, pasti mengalami suatu
hambatan yang harus diatasi, agar proses komunikasi dapat berjalan dengan baik,
sesuai dengan harapan komunikator (pembina) dan komunikan (muallaf).
Berdasarkan hasil pengamatan, ditemukan beberapa hambatan dalam
komunikasi yang terjadi di pembinaan muallaf, yaitu:
1. Hambatan Bahasa
Istilah lain dari hambatan ini disebut ganngguan sematik ialah ganggguan
komunikasi yang disebabkan karena kesalahan pada bahasa yang digunakan.37
Hambatan sematik sering kali dijumpai dalam proses komunikasi yang sedang
berlangsung antara pembina dengan muallaf. hal ini terjadi ketika pembina
mengunakan istilah dalam bahasa Arab. Dalam hal ini pada saat ustad
membacakan surat Al-Fatihah beserta tafsirnya di pertemuan 20 Januari 2008, ada
muallaf yang hanya bisa memahami isi kandungan tafsir berupa bahasa latin dan
belum ada gambaran yang jelas pada huruf Arab yang ada di Al-Fatihah.
Penggunaan bahasa arab selain pada pemberian materi dalam berupa
Hadist dan ayat-ayat Al-Qur’an juga diterapkan dalam praktek baca Al-Qur’an
dan sholat. Untuk itu sering kali pembina dan ustad mengulang kembali apa yang
diucapkan berupa ucapan Arab atau isi kandungan dari Al-Qur’an dan Hadist
37
Hafied Canggara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007),
h.154.
53
sambil membimbing secara perlahan-lahan diharapkan agar mad’u dapat
memahaminya.
2. Hambatan Kerangka Berfikir
Rintangan yang disebabkan adanya perbedaan persepsi antara komunikator
dan khalayak terhadap pesan yang digunakan dalam berkomunikasi, misalnya
latar belakang pengalaman dan pendidikan yang berbeda.38 Setiap muallaf
mempunyai daya tangkap yang berbeda-beda, ada yang mudah memahami apa
yang disampaikan ini dilihat dari perbedaan latarbelakang dari muallaf. Banyak
muallaf yang belum mengerti agama dan akan belajar untuk memahami agama
islam. Ada yang mudah memahami apa yang disampaikan oleh pembina dan ada
juga yang lambat sehingga kesulitan untuk menerima materi.
Seperti berdasarkan hasil wawancara dengan kooerdinator kajian muallaf
mengenai hambatan yang timbul dalam memberikan materi, mengatakan: “dilihat
dari latar belakang para muallaf yang berbeda melahirkan pola fikir yang berbedabeda. Adapun maksud dari pola pikir yang bebeda-beda dilihat dari pola pikir
masing-masing muallaf yang sedikit terpengaruh dari agama yang dianut sebelum
masuk agama Islam. Seperti halnya muallaf yang mengikuti kajian di DT ada
yang beragama Kristen, untuk kristen pun banyak macamnya diantaranya Kristen
Protestan, Katolik, Pantekosta, Ortodok dan lain-lain, ada Hindu, Budha,
Konguchu dan Atheis. Pola fikir dari muallaf yang baru belajar dan akan
mengenal Islam memiliki daya tangkap serta pemahaman terhadap materi
pelajaran yang diterima berbeda-beda sehingga ada saja terjadi salah penafsiran.
Adanya perbedaan pola pikir pada muallaf tentang cara memahami materi dan
38
Ibid, h. 156.
54
sikap aktualisasi seorang muslim yang akan dipahami, sehingga ada pertanyaanpertanyaan dari muallaf yang dilontarkan kepada para pembina dan ustadz.”39
3. Hambatan Psikologi (Kejiwaan)
Terjadi karena adanya gangguan yang disebabkan oleh persoalanpersoalan dalam diri individu, misalnya rasa curiga penerima kepada sumber,
situasi berduka atau karena gangguan kejiwaan sehingga dalam penerimaan dan
pemberian informasi tidak sempurna.40
Pada muallaf hambatan secara kejiawaan ada yang mengalami ketakutan,
kecemasan, rasa minder yang dihadapi pada saat perpindahan agama yang dianut
Islam berbeda dengan agama yang sebelumnya tidak dapat diterima oleh keluarga
dan lingkungannya. Rasa kecemasan itu bisa dihadapi dengan berkonsultasi
kepada ustad untuk segala permasalahan yang dihadapi dan adanya dukungan,
cerita, pengalaman serta motivasi yang positif dari sesama muallaf yang
berpengalaman serta pembina yang memberikan dapat menjadi suatu keyakinan
bagi muallaf untuk tetap teguh pada keyakinan beragama Islam dan menjalankan
aktivitas-aktivitas seorang muslim dalam keluarga dan lingkungan.
39
Iis Aisyah, Koordinator Kajian Bina Islam, (Wawancara Pribadi, Jakarta: Minggu, 3
Maret 2007)
40
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 155.
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data-data yang telah diperoleh kemudian dilakukan
analisa, maka hasil uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab
sebelumnya tentang bentuk komunikasi pembina terhadap muallaf di
Daarut Tauhiid Jakarta, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Bentuk-bentuk
komunikasi yang digunakan dalam pembinaan
muallaf ialah komunikasi kelompok, komunikasi antarpribadi,
komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal.
2. Keefektifan penyampaian pengetahuan Islam kepada muallaf lebih
di fokuskan pada sesi ke-2 yaitu pada saat pemberian ceramah oleh
ustadz. Adapun bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam
proses pembinaan
ialah bentuk komunikasi kelompok berupa
memberikan pesan-pesan keislamannya melalui ceramah, diskusi,
dan tanya jawab kepada ustadz dan teman-teman pembinaan dan
langsung diberikan jawaban, begitu juga sebaliknya. Serta sesi
berbagi cerita sesama muallaf berkaitan tentang pengalaman dan
permasalahan tentang keislaman. Pemberian ceramah pada sesi ke2 merupakan bentuk aplikasi dari komunikasi kelompok yang
didukung oleh komunikasi verbal dan non verbal yang terjadi di
56
dalam interaksi antara pembina dengan para muallaf di Kajian Bina
Islam Daarut Tauhiid Jakarta.
3. Adanya komunikasi yang baik dan efektif tertuju pada sasarannya
berupa muallaf dalam pembinaan tentang seputar Islam sangat
didukung dengan cara penyampaian masalah-masalah seputar
Islam dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan
mudah disampaikan serta adanya pendekatan partisipatif muallaf
dalam setiap kajian.
B. Saran-Saran
Dari kesimpulan diatas, maka ada beberapa saran yang ingin penulis
sampaikan agar dapat memberikan inspirasi baru yang akan dilakukan
demi kemajuan Kajian Bina Islam Daarut Tauhiid Jakarta dalam membina
muallaf sebagai orang pemula yang ingin menimba ilmu tentang
keislaman, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
baru bagi pembina terhadap karakter muallaf yang berbeda-beda. Sebagai
saran yang dapat membangun untuk kebaikan bersama ialah:
1. Hendaklah para pembina lebih memperhatikan adanya pemisahan
antara jamaah muallaf yang lama dan yang baru dalam mengikuti
pembinaan ini.
2. Adanya jaringan komunikasi berkaitan tentang informasi tentang
kajian yang lebih solid antara tim pembina dengan muallaf.
3. Agar para muallaf tidak jenuh dengan segala bentuk kegiatan,
maka lebih inovatif dalam mengaplikasikan pengetahuan islamnya
dengan menggunakan media film dan observasi ke tempat-tempat
57
bernuasa islam untuk menambahkan kecintaan dan pengetahuan
tentang Islam.
Dalam praktek ibadah shalat serta baca Al-Qur’an hendaknya lebih
diintensifkan lagi karena tidak hanya pada pengetahuan teori saja tetapi
aplikasi ilmu yang didapat juga merupakan hal penting.
58
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Arifin, Ilmu Kominikasi Sebuah Pengantar Ringkas, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1998.
Anwar R. Prawira, Petunjuk Praktis Bagi Calon Pemeluk Agama Islam,
Jakarta:YPI Al-Azhar; 2001.
Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007.
Canggara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi (Edisi Revisi), Jakarta: PT. Raja
Gafindo Persada, 2007.
Dahlan, Abdul Azis. Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Intermasa, 1997.
Departemen Pendididkan dan Kebudayaan Balai Pustaka, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988, Cet. Ke-1.
Drajat, Zakiah. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1996.
Mangun Hardjana. pembinaan Arti dan Metodenya, Yogjakarta: Kanisius, 1980.
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007.
Nasution, Harun Dr. dan Tim Penulis IAIN. Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta:
Djambatan, 1992.
Nurhadi, Ahmad. Majalah Mimbar Pendidikan Agama: Da’wah Kepada Muallaf,
Jakarta. 1984.
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2002, Cet. Ke-17.
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, Bandung: PT. RosdaKarya,
2004, Cet. Ke-6.
59
Purwanto, Djoko. Komunikasi Bisnis, Jakarta: Erlangga, 2003.
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, UIN Press: Jakarta, 2007.
Subakir, Imam. Majalah Mimbar Pendidikan Agama: Da’wah Kepada Muallaf,
Jakarta. 1985.
Syarif Hade Masyah, Hikmah di Balik Hukum Islam, Jakarta: Mustaqim, 2002
Tim Penulis dan Editor Idris Thaha, Pedoman Penulisa Karya Ilmiah, Jakarta:
CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007, Cet. Ke-1.
Widjaja, H.A.W. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2000.
--------- http: //dtjakarta.or.id/2008/01/Lintas Kegiatan Muallaf Jakarta.html.
60
DAFTAR LAMPIRAN
61
Download