BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki millennium ketiga, dunia mengalami proses globalisasi yang wujud nyatanya adalah liberalisasi pasar yang terbuka dan bebas. Liberalisasi adalah sebuah upaya besar ( grand design ) yang sulit dibendung oleh negara negara di dunia karena kuatnya pengaruh negara negara pro-globalisasi dan liberalisasi yang secara ekonomi dan politik amat kuat dan berpengaruh. Ide dasar liberalisasi adalah untuk menghapuskan semua hambatan dalam perdagangan dan ekonomi, sehingga semua pelaku bisnis dari berbagai negara bisa melakukan perdagangan di dunia tanpa ada diskriminasi. Bagi Indonesia liberalisasi merupakan tantangan berat sekaligus peluang untuk mengefisienkan dan mengefektifkan perekonomiannya. Implikasi globalisasi juga berkaitan dengan dunia keuangan dimana pasar modal menjadi bagiannya. Pasar modal dengan sendirinya akan terintegrasi karena proses liberalisasi dan kemajuan teknologi informasi. Secara umum, bagi negara negara yang sedang berkembang, terintegrasinya pasar modal akan memberikan beberapa manfaat seperti meningkatkan kapitalisasi pasar dan aktivitas perdagangan, meningkatkan partisipasi pemodal asing dalam pasar domestic dan meningkatkan akses ke pasar internasional. Sejarah pembentukan pasar modal di Indonesia bermula pada zaman VOC yang berlanjut hingga pada pada masa Indonesia modern. Pemerintah Indonesia pascaOrde Lama berkonsentrasi pada pembangunan secara lebih sistematis sejak akhir 1960-an. Kenyataan yang dihadapi pemerintah saat itu adalah keperluan dana untuk pembangunan dengan berbagai cara terutama melalui pinjaman. Namun bagi pemerintah pinjaman luar negeri bukan merupakan cara yang strategis untuk pembangunan, potensi dana masyarakat Indonesia harus bisa dioptimalkan untuk digunakan. Untuk itu dibentuklah pasar modal yang dimaksud sebagai wahana untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan. Fungsi stategis dan penting pasar modal membuat pemerintah amat berkepentingan atas perkembangan dan kemajuan pasar modal, karena berpotensi untuk penghimpunan dana secara massif, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbesar volume kegiatan pembangunan. Salah satu sumber dana investasi yang besar di pasar modal adalah reksa dana. Pada awalnya, reksa dana dimulai didirikan di Belgia dengan adanya perusahaan investasi tertutup (closed-end investment companies) pada pertengahan abad 1800. Pada tahun 1868, perusahaan Reksa Dana dengan nama Foreign & colonial Investment Trust (F&CIT) didirikan di Inggris dengan pencetus Mr. Lord Westbury. (Adler, 2002:17). Reksa dana muncul karena umumnya pemodal mengalami kesulitan untuk melakukan investasi sendiri pada surat-surat berharga. Kesulitan yang dihadapi pemodal antara lain adalah perlunya melakukan berbagai analisa dan memonitor kondisi pasar secara terus-menerus yang sangat menyita waktu. Kesulitan lain adalah dibutuhkannya dana yang relatif besar untuk dapat melakukan investasi pada surat-surat berharga. Oleh karena itu muncullah permintaan dari masyarakat pemodal yang hendak berinvestasi kepada individu atau lembaga yang dapat senantiasa memonitoring dan memberi keuntungan dari investasi pemodal tersebut. Permintaan ini dengan cepat ditangagapi oleh individu atau lembaga yang ahli di bidang tersebut dengan menawarkan produk yang disebut reksa dana. Dilihat dari asal katanya, reksa dana berasal dari kosa kata “reksa” yang berarti jaga atau pelihara dan kata “dana” yang berarti (kumpulan) uang, sehingga reksa dana dapat diartikan sebagai kumpulan uang yang dipelihara (bersama untuk suatu kepentingan ). Reksa dana merupakan salah satu bentuk dari perusahaan investasi (investment company) sehingga merupakan buy side (sisi beli/permintaan). Pada prinsipnya, investasi pada reksa dana adalah melakukan investasi yang menyebar pada sekian instrumen investasi yang diperdagangkan di pasar modal, seperti saham biasa, obligasi pemerintah, obligasi swasta, dan lain lain dan juga di pasar uang seperti commercial paper, valas, SBI (Sertifikat Bank Indonesia), dan yang lainnya. Namun demikian, investor tidak perlu membeli sekian banyak instrumen investasi tersebut. Investor cukup memiliki surat berharga yang disebut sertifikat reksa dana, yang diterbitkan oleh manajer investasi (fund manager). Dengan demikian, investor dimungkinkan mendapat keuntungan yang sama dengan investasi pada berbagai macam surat berharga, tetapi risiko yang dihadapi tidak sebesar apabila investor melakukan investasi langsung pada surat surat berharga tersebut. Manajer investasi selaku pengelola reksa dana akan menginvestasikan dana yang berhasil dihimpun ke dalam potofolio efek yang telah mendapat izin dari Bappepam. Mengacu kepada Undang Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pasal 1 ayat (27) didefenisikan bahwa reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio Efek oleh manajer investasi. Reksa dana mulai lahir di Indonesia pada tahun 1995 ketika muncul BDNI reksa dana yang merupakan reksa dana tertutup. Seiring dengan hadirnya UU Pasar Modal pada tahun 1996, mulailah reksa dana tumbuh secara aktif, hal tersebut karena landasan hukum dan berbagai mekanisme seputar reksa dana telah diakomodasi undang undang tersebut. Reksa dana yang tumbuh dan berkembang pesat adalah reksa dana terbuka. Jika pada tahun 1995 hanya hadir 1 reksa dana dengan dana yang dikelola sebesar Rp 356 milliar, maka pada tahun 1996 tercatat ada 25 reksa dana dimana sebanyak 24 merupakan reksa dana terbuka atau reksa dana yang berupa KIK (kontrak investasi kolektif), dengan total dana yang dikelola sebesar Rp 5,02 trilliun. Disamping perkembangan dalam jumlah, terjadi juga kenaikan total dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat atau biasa disebut total nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana. Nilai aktiva bersih (NAB) atau net asset value merupakan alat ukur kinerja reksa dana. Nilai aktiva bersih berasal dari nilai portofolio reksa dana yang bersangkutan. Aktiva atau kekayaan reksa dana dapat berupa kas, deposito, SBPU, SBI, surat berharga komersial, saham, obligasi, right dan Efek lainnya. Sementara pada kewajiban reksa dana dapat berupa fee manajer investasi yang belum dibayar, fee Bank Kustodian yang belum dibayar, pajak pajak yang belum dibayar, fee broker yang belum dibayar serta pembelian Efek yang belum dilunasi. Nilai aktiva bersih ( NAB ) merupakan jumlah aktiva setelah dikurangi kewajiban kewajiban yang ada. Sedangkan NAB Per Unit Penyertaan merupakan jumlah NAB dibagi dengan jumlah nilai unit Penyertaan yang beredar (outstanding). Jadi jika nilai NAB akan mengalami kenaikan atau penurunan, karena nilai NAB tersebut sangat tergantung akan kinerja aset yang merupakan portofolio reksa dana tersebut. Kalau harga pasar aset aset suatu reksa dana mengalami kenaikan maka NAB nya tentu akan mengalami kenaikan, demikian juga sebaliknya. NAB per saham/unit dihitung setiap hari oleh Bank Kustodian setelah mendapat data dari Manajer Investasi dan nilai tersebutlah yang kemudian setiap hari dapat dilihat keesokan harinya di media massa. Secara Umum untuk membeli reksa dana (KIK) maka dana investasi awal minimum berkisar Rp 250.000 sampai Rp 500.000. Ada pula beberapa reksa dana yang menetapkan persyaratan investasi minimum Rp 100.000. Penyertaan tambahan berikutnya pada umumnya ditetapkan lebih rendah dari nilai investasi pertama. Sepanjang tahun 2007, pertumbuhan industri memang ditopang oleh pertumbuhan dari reksa dana saham, yang bertumbuh secara signifikan. Beberapa hal yang memasuki babak baru pada tahun ini adalah mulai dikenalnya Reksa Dana Indeks dan ETF. NAB Reksadana terus naik sejalan dengan kinerja positif underlying asset-nya. Reksadana dengan porsi equity yang tinggi antara lain indeks, Exchange Traded Fund (ETF) saham, dan saham, merupakan produk dengan kinerja paling baik. Meskipun demikian, reksadana jenis pendapatan tetap yang memiliki porsi NAB terbesar di pasar reksadana kembali menjadi faktor penyumbang terbesar dalam kinerja reksadana secara keseluruhan. Sampai dengan September 2010, NAB reksadana telah mencapai Rp131,2 triliun4 atau tumbuh sebesar 14,9%. Berdasarkan jenisnya, reksadana saham menduduki posisi pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan reksadana pendapatan tetap, pasar uang dan campuran. Pada September 2010, reksadana saham, pendapatan tetap, pasar uang dan campuran masing-masing tumbuh sebesar 9,4%, 6,4%,0,8% dan 7,8%. (Tinjauan Kebijakan Moneter Bank Indonesia,2010). Keberadaan reksa dana bukan hanya memberi manfaat kepada investor individu. Investor institusi seperti dana pensiunan, perusahaan asuransi, bank dan lembaga yang memiliki dana investasi dapat melakukan diversifikasi investasinya dengan cara yang sangat mudah melalui reksa dana atau perusahaan yang memerlukan dana investasi melalui penerbitan surat surat berharga seperti saham, obligasi, dan surat berharga lainnya. Selain itu, reksa dana juga memberikan manfaat bagi pemerintah, secara tidak langsung, reksa dana akan memberikan manfaat bagi industri pasar modal serta bagi pertumbuhan ekonomi. Hampir sama seperti industri perbankan, industri pasar modal merupakan salah satu penopang berputarnya roda perekonomian, yakni sebagai perantara yang menyediakan sumber dana bagi kegiatan investasi. Hal tersebut menjadikan masyarakat mulai menyadari bahwa tingkat pengembalian (yield) investasi di reksa dana ternyata lebih tinggi dari investasi deposito atau produk perbankan lainnya dimana tingkat pengembalian industri reksa dana ini didukung oleh faktor makroekonomi seperti tingkat suku bunga deposito, tingkat kurs, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), dan laju inflasi. Berdasarkan data statistik data Ekonomi Keuangan dan Moneter Bank Indonesia, kenaikan suku bunga deposito pada bank bank umum, baik deposito dalam bentuk rupiah maupun deposito yang didominasi dalam bentuk dollar AS, dipicu oleh meningkatnya suku bunga SBI dan tekanan inflasi. Di sisi suku bunga perbankan, penurunan suku bunga deposito dan suku bunga kredit masih terus berlangsung. Pada September 2010, rata-rata suku bunga deposito 1 bulan sebagai sumber dana utama perbankan menurun sebesar 3 bps menjadi 6,72%. Sementara itu, rata-rata suku bunga deposito untuk seluruh tenor menurun sebesar 14 bps. Penurunan suku bunga deposito tersebut terutama terjadi pada tenor 24 bulan yang menurun signifikan sebesar 67 bps. Berdasarkan kelompok bank, penurunan suku bunga deposito 1 bulan terutama dilakukan oleh kelompok bank swasta sebesar 10 bps. Sementara itu, kelompok bank asing dan campuran, BPD dan kelompok bank persero menurunkan suku bunga depositonya lebih terbatas yakni sebesar 5 bps, 5 bps dan 4 bps. Berbagai perkembangan di atas merefleksikan respons penurunan suku bunga perbankan yang masih terus berlanjut. Hal tersebut memberikan dampak positif bagi penyaluran kredit yang diperkirakan akan terus meningkat hingga akhir tahun 2010. ( Tinjauan Kebijakan Moneter Bank Indonesia : 2010 ) Reksadana mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, total dana yang berhasil dihimpun pada akhir tahun 2001 hanya Rp 8 triliun dan meningkat mencapai Rp 61,25 triliun pada April 2003. Pertumbuhan yang pesat ini selain disebabkan oleh penurunan suku bunga SBI, juga dipengaruhi oleh besarnya keterlibatan perbankan dalam distribusi reksa dana. (Hadi Sasana : 2003, ) Nilai tukar (exchange rate) juga memiliki pengaruh terhadap nilai aktiva bersih reksa dana. Hal ini terlihat pada krisis ekonomi 1997 yang berdampak pada pertumbuhan reksa dana yaitu krisis yang mulanya berasal dari permasalah tingkat kurs yang menyebar ke aspek aspek lainnya termasuk pasar modal. Reksa dana yang pada hakikatnya terkait dengan instrumen pasar uang dan pasar modal mengalami imbasnya. Bahkan ada menejer investasi yang terpaksa harus menutup reksa dana karena kondisi perekonomian yang tidak kondusif. (Eko PP dan Ubaidillah N: 2009,11 ) Nilai tukar adalah nilai suatu mata uang dimana negara negara melakukan pertukaran di pasar dunia. Nilai tukar rupiah terutama terhadap dollar AS merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi perkembangan dunia usaha. Fluktuasi nilai tukar yang berlebihan (over fluctuation) merupakan kendala operasional yang paling ditakuti oleh para pengusaha, karena di dalam dunia usaha sangat diperlukan kestabilan dan kepastian dalam perencanaan usaha dan investasi. Nilai tukar mata uang suatu negara dikatakan mengalami apresiasi jika nilai mata uangnya meningkat relative terhadap mata uang negara lain dan dikatakan depresiasi jika nilai mata uangnya menurun relative terhadap mata uang negara lain. Apresiasi rupiah terhadap mata uang dollar AS menggambarkan bahwa perekonomian negara mengalami perbaikan. Hal ini akan meningkatkan ekspektasi dalam berinvestasi sehingga meningkatkan permintaan terhadap instrumen reksa dana, akibatnya NAB reksa dana juga akan meningkat, dan sebaliknya. Perkembangan nilai tukar selama Oktober 2010 didominasi oleh faktor eksternal. Likuiditas global yang melimpah, akselerasi pemulihan ekonomi global, dan perbedaan stance kebijakan antara negara maju dengan negara berkembang berimplikasi pada berlanjutnya aliran dana asing ke kawasan Asia. Selain itu, penguatan mata uang juga tidak terlepas dari kondisi dolar AS yang mengalami tekanan depresiasi terkait sentimen dari rencana peluncuran quantitative easing tahap 2. Di tengah kuatnya faktor pendorong eksternal tersebut, solidnya fundamental ekonomi domestik dan terjaganya faktor risiko berinvestasi di instrumen rupiah menjadi faktor penarik bagi aliran modal masuk. Rata-rata nilai tukar rupiah selama Oktober 2010 tercatat sebesar Rp8.929 per dolar AS atau menguat 0,6% (mtm) dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Pada akhir Oktober 2010, rupiah dituutup pada level Rp8.938 per dolar AS atau melemah 0,15% (ptp) dibandingkan akhir bulan sebelumnya. Adapun pergerakan nilai tukar rupiah selama Oktober 2010 cenderung lebih stabil tercermin dari menurunnya tingkat volatilitas. Tingkat volatilitas pergerakan nilai tukar rupiah selama Oktober 2010 mencapai 0,1% dari 0,2% pada bulan sebelumnya. Dari sisi domestik, membaiknya kondisi pasar keuangan global serta minimnya gangguan eksternal berimbas pada indikator risiko investasi Indonesia yang semakin membaik. Selain itu, membaiknya kepercayaan asing juga terindikasi dari perilaku investor yang sudah memperhitungkan prospek peningkatan rating Indonesia menjadi kategori investment grade. Dari sisi eksternal, derasnya arus modal asing ke kawasan emerging markets, termasuk Indonesia, menyebakan mata uang kawasan terus terapresiasi. Perkembangan indikator ekonomi AS dan negara-negara maju semakin mempertegas keyakinan pasar bahwa stance kebijakan moneter. (Tinjauan Kebijakan Moneter Bank Indonesia :2010) Selain itu, produk domestik bruto (PDB) juga memiliki pengaruh terhadap nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana. Produk Domestik Bruto/PDB berpengaruh positif terhadap pertumbuhan reksa dana Indonesia yang artinya jika produk domestik Bruto/PDB ditingkatkan maka secara cateris paribus pertumbuhan reksa dana akan ikut juga meningkat. (Sitorus, 2009,48) Produk domestik bruto (PDB) merupakan ukuran dasar atas penggunaan produk (out put) yang tercipta dari suatu proses ekonomi. Berbagai data agregat yang dapat diturunkan diantaranya permintaan konsumsi akhir, pembentukan modal tetap (investasi fisik), ekspor dan impor, berbagai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan tersebut ditujukan untuk memenuhi permintaan akhir berbagai pelaku ekonomi domestik maupun luar negri. Pada tahun 2008, saat perekonomian (PDB) riil tumbuh 6,1 persen. PDB nominal justru tumbuh 25 persen. Kuartal pertama 2009, pertumbuhan PDB nominal sebesar 16,9 persen dan pada kuartal kedua menjadi 10,9 persen. Dengan prospek pertumbuhan lebih tinggi pada kuartal ketiga dan keempat, diyakini PDB nominal akan naik sehingga secara keseluruhan pertumbuhan tahun 2009 berada sekitar 15 persen. Jika ini terjadi, PDB nominal kita akan mencapai sekitar Rp 5.700 triliun. Angka ini kurang lebih sama dengan prediksi PDB nominal sekitar 570 miliar dollar AS, seperti disebutkan sebelumnya. (Hagemman: 2010,2) Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan skripsi dengan judul “ Analisis Pengaruh Suku Bunga Deposito, Kurs (Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar AS) dan Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap Pertumbuhan Reksa Dana di Indonesia”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaruh tingkat suku bunga deposito terhadap pertumbuhan Reksa Dana di Indonesia? 2. Bagaimanakah pengaruh Kurs (nilai tukar rupiah terhadap dollar AS) terhadap pertumbuhan Reksa Dana di Indonesia? 3. Bagaimanakah pengaruh produk domestic bruto (PDB) terhadap pertumbuhan Reksa Dana di Indonesia? 1.3 Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan masalah diatas, maka hipotesisnya sebagai berikut : 1. Suku bunga deposito berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan Reksa Dana di Indonesia. 2. Kurs (Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS) berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan Reksa Dana di Indonesia. 3. PDB berpengaruh positif terhadap pertumbuhan Reksa Dana di Indonesia. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat suku bunga deposito terhadap pertumbuhan Reksa Dana di Indonesia. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kurs terhadap pertumbuhan Reksa Dana di Indonesia. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh produk domestik bruto (PDB) terhadap pertumbuhan Reksa Dana di Indonesia. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Dapat menjadi informasi mengenai perkembangan yang terjadi di pasar modal Indonesia. 2. Untuk meningkatkan pembelajaran mengenai Reksa Dana terhadap masyarakat luas baik individu maupun institusi juga bagi semua pihak yang merasa berkepentingan dengan Reksa Dana. 3. Diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis sebagai penambah pengetahuan dan bagi pihak lain yang berhubungan dengan penelitian ini.