BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Economic Value Added (EVA) 2.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Economic Value Added (EVA)
2.1.1 Pengertian Economic Value Added (EVA)
Metode EVA pertama kali dikembangkan oleh Stewart & Stern, yaitu dua
orang analis keuangan dari perusahaan Stern Stewart & Co.pada tahun
1993(Jones, 2007). Model EVA menawarkan parameter yang cukup objektif
karena berangkat dari konsep biaya modal (cost of capital), yakni mengurangi
laba dengan beban biaya modal, dimana beban biaya modal ini mencerminkan
tingkat resiko perusahaan. Beban biaya modal ini juga mencerminkan tingkat
kompensasi atau return yang diharapkan investor atas sejumlah investasi yang
ditanamkan di perusahaan. Hasil perhitungan EVA yang positif merefleksikan
tingkat return yang lebih tinggi daripada tingkat biaya modal. Di Indonesia
metode tersebut dikenal dengan metode NITAMI (Nilai Tambah Ekonomi).
EVA/NITAMI adalah metode manajemen keuangan untukmengukur laba
ekonomi dalam suatu perusahaan yang menyatakan bahwakesejahteraan hanya
dapat tercipta manakala perusahaan mampu memenuhi semua biaya operasi dan
biaya modal (Tunggal,2001).
Ada beberapa pengertian EVA menurut beberapa ahli.Menurut Utomo
(1999), EVA adalah nilai tambah ekonomis yang diciptakan perusahaan dari
kegiatan atau strateginya selama periode tertentu. Prinsip EVA memberikan
sistem pengukuran yang baik dalam menilai kinerja dan prestasi keuangan
19
manajemen perusahaan karena EVA berhubungan langsung dengan nilai pasar
suatu perusahaan.
Menurut Tunggal (2001), economic value added didapatkan dengan rumus
“Economic value (also conomic value added) – Revenue - Direct cost (Including
taxes)- Opportunity cost of using capital= After tax profit – Opportunity cost of
using capital.”Economic Value Added (EVA) merupakan sebuah varian
keuntungan ekonomis, yang merupakan istilah modern untuk pendapatan residual
(residual income). Keuntungan ekonomis untuk suatu periode adalah jumlah uang
yang diperoleholeh pebisnis setelah mengurangi semua biaya operasi dan biaya
kesempatan dari modal yang digunakan.
EVA merupakan tujuan perusahaan untuk meningkatkan nilai atau added
value
dari
modal
yang
telah
ditanamkan
pemegang
saham
dalam
operasiperusahaan. Oleh karena itu, EVA merupakan selisih laba operasi setelah
pajak(Net Operating Profit After Tax atau NOPAT) dengan biaya modal (cost of
capital). Laba operasi perusahaan dapat ditingkatkan tanpa penambahan modal,
berarti manajemen dapat menggunakan aktiva perusahaan secara efisien untuk
mendapatkan keuntungan yang optimal. Selain itu, dengan berinvestasi
padaproyek-proyek yang memberikan return yang lebih besar dari biaya modal
(cost of capital), berarti perusahaan hanya menerima proyek yang bermutu dan
dapat meningkatkan nilai perusahaan tersebut. EVA juga mendorong manajemen
untuk berfokus pada proses dalam perusahaan yang menambah nilai dan
mengeliminasi aktivitas atau kegiatan yang tidak menambah nilai. Perhitungan
EVA pada suatu perusahaan merupakan proses yang kompleks dan terpadu karena
20
perusahaan harus menentukan biaya modalnya terlebih dahulu. Menurut
Youngdan O’Bryne (2001), peningkatan EVA dan penciptaan nilai dapat terjadi
ketika suatu perusahaan dapat mencapai hal berikut:
a. Meningkatnya pengembalian atas modal yang ada. Jika NOPAT
meningkat sedangkan WACC dan modal yang diinvestasikan tetap,
maka EVA akan meningkat.
b. Pertumbuhan yang menguntungkan, karena nilai diciptakan ketika
pertumbuhan NOPAT melebihi WACC.
c. Pelepasan dari aktiva yang memusnahkan nilai. Jika pengurangan modal
lebih mengganti kerugian dengan peningkatan perbedaan NOPAT dan
WACC, maka EVA meningkat.
d.Periode lebih panjang di mana diharapkan NOPAT lebih tinggi
dibandingkan WACC.
e. Pengurangan biaya modal.
Abdullah (2003) menjelaskan tujuan dan manfaat penerapan metode
EVAsebagaiberikut :
1. Tujuan penerapan metode EVA
Dengan perhitungan EVA, diharapkan akan mendapatkan hasil
perhitungan nilai ekonomis perusahaan yang lebih realistis. Hal ini
disebabkan oleh EVA dihitung berdasarkan perhitungan biaya
modal (cost of capital) yang menggunakan nilai pasar berdasarkan
kreditur, terutama pemegang saham, dan bukan menggunakan nilai
buku yang bersifat historis. Perhitungan EVA juga diharapkan
21
mendukung penyajian laporan keuangan yang akan mempermudah
pengguna laporan keuangan seperti investor, kreditur, karyawan,
pemerintah, pelanggan, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan
lainnya.
2. Manfaat Penerapan Model EVA
Manfaat yang diperoleh dalam penerapan model EVA bagi suatu
perusahaan adalah :
a. Penerapan model EVA sangat bermanfaat sebagai alat ukur
kinerja perusahaan di mana fokus penilaian kinerja adalah
penciptaan nilai (value creation).
b. Penilaian kinerja keuangan dengan menerapkan model EVA
menyebabkan perhatian manajemensesuai dengan kepentingan
pemegang saham. Dengan EVA, para manajer akan bertindak
seperti halnya pemegang saham, yaitu memilih investasi yang
dapat memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan
tingkat
biaya
modal
sehingga
nilai
perusahan
dapat
dimaksimalkan.
c. EVA mendorong perusahaan untuk lebih memperhatikan
kebijakan struktur modalnya.
d. EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasi proyek atau
kegiatan yang memberikan tingkat pengembalian yang lebih tinggi
dari biaya modalnya.
22
Kegiatan atau proyek yang memberikan nilai sekarang dari total EVA yang
positif menunjukkan adanya penciptaan nilai dari proyek tersebut dengan
demikian sebaiknya diambil, begitu juga sebaliknya.
Menurut Tunggal (2001), beberapa manfaat EVA dalam mengukur kinerja
perusahaan antara lain:
a. EVA merupakan suatu ukuran kinerja perusahaan yang dapat berdiri sendiri
tanpa memerlukan ukuran lain, baik berupa perbandingan dengan
menggunakan perusahaan sejenis atau menganalisis kecenderungan (trend).
b.
Hasil perhitungan EVA mendorong pengalokasian dana perusahaan untuk
investasi dengan biaya modal yang rendah.
Fischer dan Rosenzweigg (1995) menyatakan bahwa manajemen
seharusnya
bekerja
keras
untuk
meningkatkan
nilai
perusahaan.
Pada
kenyataannya, manajemen dapat melakukan sebuah investasi dalam sebuah
proyek yang menghasilkan tingkat keuntungan tertentu dan menghasilkan nilai
bersihnya, tetapi pada saat yang sama dapat mengurangi nilai perusahaan. Hal ini
terjadi karena sebenarnya perusahaan dapat menggunakan modal yang dimilikinya
untuk diinvestasikan
ke dalam sebuah proyek yang menghasilkan tingkat
keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan proyek sebelumnya. EVA
menyediakan informasi mengenai hal ini. EVA mengindikasikan apakah suatu
bisnis menciptakan kesejahteraan atau menurunkan modal.
2.1.2 Metode Perhitungan Economic Value Added
Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur EVA.
Menurut Brigham & Houston(2004), apabila dalam struktur modalnya perusahaan
23
hanya menggunakan modal sendiri, secara matematis EVA dapat ditentukan
sebagai berikut:
EVA = Net Operating Profit After Taxes (NOPAT) - (capitalxcost of capital)
di mana : NOPAT= NetOperatingProfitAfterTaxes
capital= modal
cost of capital = biaya modal
Namun manakala dalam struktur perusahaan terdiri dari hutang dan modal sendiri,
secara matematis EVA dapat dirumuskan sebagai berikut:
EVA = NOPAT – (WACC x TA)
di mana : NOPAT = NetOperatingProfitAfterTaxes
WACC = WeightedAverageCostofCapital(biaya rata-rata tertimbang modal)
TA = Total Asset (total modal)
Dari perhitungan, akan diperoleh kesimpulan dengan interprestasi hasil sebagai
berikut:
a. Jika EVA > 0, hal ini menunjukkan terjadi nilai tambah ekonomis bagi
perusahaan.
b. Jika EVA < 0, hal ini menunjukkan tidak terjadi nilai tambah ekonomis
bagi perusahaan.
c. Jika EVA = 0, hal ini menunjukkan posisi impas karena laba telah
digunakan untuk membayar kewajiban kepada penyandang dana, baik
kreditur maupun pemegang saham.
24
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai EVA dan FVA ini pernah dilakukan oleh Napitupulu
(2008), yang berjudul ”Analisis Perbandingan EconomicValueAdded (EVA)dan
FinancialValueAdded (FVA) Sebagai Alat Ukur Penilaian Kinerja Keuangan
Pada PT. Sumbetri Megah”. Hasil dari penelitiannya adalah PT. Sumbetri Megah
telah mampu meningkatkan nilai perusahaannya, dilihat dari nilai EVA dan FVA
yang selalu positif selama periode tahun 2003 sampai dengan 2007. Penelitian
lain adalah yang dilakukan Nasution (2009) yang berjudul “Analisis Kinerja
Keuangan Berdasarkan Economic Value Added (EVA) dan Financial Value
Added (FVA) pada PT Perkebunan Nusantara IV Medan”. Hasil dari
penelitiannya adalah PT Perkebunan Nusantara IV telah mampu meningkatkan
nilai perusahaannya, dilihat dari nilai EVA dan FVA yang selalu positif selama
periode tahun 2003 sampai dengan 2007, kecuali FVA pada tahun 2006.
Penelitian lain juga pernah dilakukan oleh Iramani (2005). Penelitiannya berjudul
”FinancialValue Added: Suatu Paradigma dalam Pengukuran Kinerja dan Nilai
Tambah Perusahaan”. Hasil dari penelitian tersebut adalah kinerja FVA lebih baik
dibanding EVA, terutama dalam hal sinkronisasi hasil pengukurannya dengan
hasil NPV.
Studi Tinneke (2007) menganalisis pengaruh EVA (Economic Value
Added), ROE (Return on Equity), PER (Price to Earning Ratio), DER (Debt to
Equity Ratio), dan PBV (Price to Book Value) terhadap Return Saham. Hasil
penelitian membukt ikan bahwa PER berpengaruh negatif secara signifikan
terhadap return saham, PBV berpengaruh positif secara signifikan terhadap return
25
saham, EVA berpengaruh positif terhadap return saham tetapi tidak signifikan,
dan DER berpengaruh positif terhadap return saham tetapi tidak signifikan,
sementara ROE harus dikeluarkan dari analisis karena multikolinear dengan PBV.
Studi Sa’adah (2009) diadakan untuk menguji pengaruh rasio profitabilitas
dan leverage terhadap return saham syari’ah di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dari
hasil uji hipotesis, ditemukan bahwa rasio profitabilitas (ROA dan ROE)
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham syari’ah. Sedangkan
rasio leverage (debt ratio) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
return saham syari’ah. Hasil uji hipotesis F test menunjukkan bahwa rasio
profitabilitas (ROA dan ROE) dan leverage (debt ratio) secara bersama-sama
(simultan) berpengaruh signifikan terhadap return saham syari’ah, sehingga ROA,
ROE, dan debt ratio dapat dipergunakan secara bersama-sama dalam mengambil
keputusan investasi di saham syari’ah yang menjadi komponen Jakarta Islamic
Index di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian.
Studi Pertiwi (2010) diadakan untuk mengetahui secara empiris pengaruh
earnings management terhadap nilai perusahaan, praktek corporate governance
terhadap nilai perusahaan, dan pengaruh praktek corporate governance terhadap
hubungan antara earnings management dan nilai perusahaan, serta memahami
peranan praktek corporate governance terhadap praktek earnings management
yang dilakukan oleh perusahaan dalam upaya meningkatkan nilai perusahaan.
Hasil penelitian membuktikan praktek corporate governance berpengaruh secara
signifikan terhadap nilai perusahaan dengan variabel komisaris independen dan
kepemilikan institusional. Kepemilikan manajerial akan menurunkan nilai
26
perusahaan, sedangkan kualitas audit akan meningkatkan nilai perusahaan.
Komisaris independen, kualitas audit, dan kepemilikan institusional merupakan
variabel pemoderasi antara earnings management dan nilai perusahaan,
sedangkan kepemilikan manajerial bukan merupakan variabel moderasi. Earnings
management dapat diminimumkan dengan mekanisme monitoring oleh komisaris
independen, kualitas audit, dan institusional ownership.
2.3. Laba
2.3.1
Pengertian Laba
Laba atau keuntungan dapat didefinisikan dengan dua cara.Rahmat
(2009) mengatakan bahwa laba dalam ilmu ekonomimurni didefinisikan sebagai
peningkatan kekayaan seorang investor sebagai hasil penanam modalnya, setelah
dikurangi biaya-biaya yang berhubungan dengan penanaman modal tersebut
(termasuk di dalamnya, biaya kesempatan).
Menurut Belkaoui (1993), laba merupakan “suatu pos dasar dan penting
dari ikhtisar keuangan yang memiliki berbagai kegunaan dalam berbagai
konteks”. Laba pada umumnya dipandang sebagai suatu dasar bagi perpajakan,
determinan pada kebijakan pembayaran dividen, pedoman investasi, dan
pengambilan keputusan, dan unsur prediksi.
Pengertian laba yang dianut oleh struktur akuntansi sekarang ini adalah laba
akuntansi yang merupakan selisih pengukuran pendapatan dan biaya. Besar
kecilnya laba sebagai pengukur kenaikan aktiva sangat bergantung pada ketepatan
pengukuran pendapatan dan biaya. Jadi dalam hal ini, laba hanya merupakan
angka artikulasi dan dan tidak didefinisikan tersendiri secara ekonomik seperti
27
halnya aktiva atau hutang. Chariri dan Ghozali (2007) menyatakan bahwa “pada
dasarnya ada tiga konsep laba yang umum dibicarakan dan digunakan dalam
ekonomi. Ketiga konsep tersebut semuanya penting, meskipun pengukuran
terhadap psychic income sulit untuk dilakukan”. Ketiga konsep tersebut adalah:
1. Psychic income, yang menunjukan konsumsi barang/jasa yang dapat
memenuhi kepuasan dan keinginan individu.
2. Real income, yang menunjukan kenaikan dalam kemakmuran
ekonomi yang ditunjukan oleh kenaikan biaya hidup (cost of living).
3. Money income, yang menunjukan kenaikan nilai sumber-sumber
ekonomi yang digunakan konsumsi yang sesuai dengan biaya hidup
(cost of living).
Di sisi lain, akuntan mendefinisikan laba dari sudut pandang perusahaan
sebagai suatu kesatuan. Laba akuntansi (accounting income) sebagai secara
operasional didefinisikan sebagai perbedaan pendapatan yang direalisasikan dari
transaksi yang terjadi selama satu periode dengan biaya yang berkaitan dengan
pendapatan tersebut. Belkaoui (2000) menyebutkan bahwa laba akuntansi
mempunyai lima karakteristik sebagai berikut:
1. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi aktual terutama yang berasal dari
penjualan barang atau jasa.
2. Laba akuntansi didasarkan pada postulat periodisasi dan mengacu pada kinerja
perusahaan selama satu periode tertentu.
3. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan
pemahaman khusus mengenai definisi, pengukuran, dan pengakuan pendapatan.
28
4. Laba akuntansi merlukan pengukuran tentang biaya (expenses) dalam bentuk
cost historis.
5. Laba akuntansi menghendaki adanya perbandingan (matching) antara
pendapatan dengan biaya yang relevan dan berkaitan dengan pendapatan tersebut.
2.3.2
Kinerja Perusahaan
Kinerja perusahaan adalah suatu tampilan perusahaan selama periode
waktu tertentu. Untuk mengetahui kondisi kinerjanya, maka perusahaan dapat
melakukannya dengan menilai kinerja perusahaannya. Menurut Mulyadi (2001),
penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas suatu organisasi,
bagan organisasi, dan karyawannya (berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya). Penilaian kinerja dilakukan untuk menekan
perilaku yang tidak semestinya, merangsang dan menegakkan perilaku yang
semestinya diinginkan melalui umpan balik hasil dari kinerja pada waktunya,
serta penghargaan baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik. Tujuan pokok
penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran
organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan
sebelumnya, agar merubah baik tindakan dan hasil yang diinginkan.
Ukuran kinerja perusahaan dapat dibedakan berdasarkan sumber
informasi yang dipakai untuk mengukur kinerja. Informasi yang digunakan
sebagai dasar pengukuran kinerja bisa berupa informasi keuangan maupun nonkeuangan, dan dapat didasarkan pada pengukuran internal dan eksternal. Tipe
informasi keuangan internal antara lain berupa penjualan, profit margin,
pendapatan operasi, dan data aktiva yang merupakan data akuntansi. Sedangkan
29
tipe informasi eksternal adalah informasi keuangan yang diperoleh dari luar
perusahaan, seperti harga saham perusahaan di bursa saham dan tingkat
pertumbuhan industri yang berkaitan dengan jenis usaha perusahaan. Tipe yang
lain yaitu tipe informasi non-keuangan yang dapat berupa informasi nonkeuangan internal maupun eksternal.
2.3.3 Analisis Fundamental
Analisis
fundamental menyatakan bahwa setiap
investasi saham
mempunyai landasan yang kuat yang disebut nilai intrinsik yang dapat ditentukan
melalui suatu analisis yang sangat hati-hati terhadap kondisi perusahaan pada saat
sekarang dan prospeknya di masa mendatang. Nilai intrinsik merupakan suatu
fungsi dari faktor-faktor perusahaan yang dikombinasikan untuk menghasilkan
suatu keuntungan (return) yang diharapkan dengan suatu risiko (risk) yang
melekat pada saham tersebut. Nilai inilah yang diestimasi para pemodal atau
analis, dan hasil dari estimasi ini dibandingkan dengan nilai pasar sekarang
(current market price), sehingga dapat diketahui saham-saham yang overprice
maupun underprice (Sunariyah, 2004). Halim (2005) menyatakan bahwa para
analis fundamental mencoba memperkirakan harga saham di masa yang akan
datang dengan cara:
1. Mengestimasi nilai dari faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga
saham di masa datang.
2. Menerapkan hubungan faktor-faktor tersebut sehingga diperoleh taksiran harga
saham.
30
Untuk memperkirakan harga saham dapat
menggunakan analisis
fundamental yang menganalisis kondisi keuangan dan ekonomi perusahaan yang
menerbitkan saham tersebut (Anastasia dkk., 2003). Analisisnya dapat meliputi
tren penjualan dan keuntungan perusahaan, kualitas produk, posisi persaingan
perusahaan di pasar, hubungan kerja pihak perusahaan dengan karyawan, sumber
bahan mentah, peraturan-peraturan perusahaan, dan beberapa faktor lain yang
dapat mempengaruhi nilai perusahaan tersebut.
Menurut Sunariyah (2004), ada dua pendekatan fundamental yang
umumnya digunakan dalam melakukan penilaian saham, yaitu pendekatan laba
(price earning ratio) dan pendekatan nilai sekarang (present value approach).
Keterangannya adalah sebagai berikut.
1. Penilaian saham dengan pendekatan laba (price earning ratio approach)
Pendekatan ini paling banyak digunakan oleh para investor dan analisis
sekuritas. Pendekatan ini didasarkan hasil yang diharapkan pada perkiraan laba
perlembar saham di masa yang akan datang, sehingga dapat diketahui berapa lama
investasi saham akan kembali. Hasil yang diharapkan dapat ditulis dengan
formula berikut:
Hasil yang diharapkan =
Keterangan:
𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷1+(𝑃𝑃1−𝑃𝑃0)
𝑃𝑃0
Div1
= Dividen yang diharapkan perlembar saham
P1
= Harga yang diharapkan pada akhir tahun
P0
= Harga saham sekarang
31
Lebih dari itu, analisis nilai saham juga dimaksudkan untuk menemukan
kesalahan penetapan harga saham biasa. Para analis tertarik pada harga saham
yang berlaku di bursa pada hari yang bersangkutan. Metode kapitalisasi
pendapatan menyatakan bahwa nilai kekayaan didasarkan pada harapan investor
berupa return saham yang diharapkan. Jadi analisis yang dilakukan menyangkut
ramalan dividen, harga saham mendatang, dan return yang diharapkan dari saham
sejenis. Formula untuk menentukan harga saham yang wajar yang berlaku sebagai
berikut:
P0 =
𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷1+𝑃𝑃1
1+π‘Ÿπ‘Ÿπ‘Ÿπ‘Ÿπ‘Ÿπ‘Ÿπ‘Ÿπ‘Ÿπ‘Ÿπ‘Ÿπ‘Ÿπ‘Ÿ 𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦𝑦 𝑑𝑑𝑑𝑑 β„Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Žπ‘Ž
Keterangan:
Div1
= Dividen yang diharapkan perlembar saham
P1
= Harga yang diharapkan pada akhir tahun
P0
= Harga saham sekarang
2. Pendekatan nilai sekarang (present value)
Dalam pendekatan ini, nilai suatu saham diestimasikan dengan cara
merekapitulasi
pendapatan,
sehingga
pendekatan
ini
disebut
juga
capitalizationincome method. Nilai sekarang suatu saham adalah sama dengan
nilai sekarang dari arus kas dimasa yang akan datang yang investor harapkan
untuk diterima dari investasi pada saham tersebut. Secara matematis, formula
untuk nilai intrinsik adalah sebagai berikut:
V (value) = ∑
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 β„Ž 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓
(𝐼𝐼+𝐾𝐾)
32
di mana : K=tingkatreturn yang diharapkan (Risk free rate of return + Risk
premium)
Dalam metode ini, dividen digunakan sebagai dasar model analisis.
Asumsinya adalah bahwa hanya dividen dapat diterima secara langsung dari
perusahaan, sehingga dividen merupakan arus kas yang diharapkan dapat diterima
setiap tahun pada masa yang akan datang.
2.3.4 Nilai Perusahaan
Dalam penilaian perusahaan dikandung unsur proyeksi, asuransi,
perkiraan, dan judgement. Ada beberapa konsep dasar menilai, yaitu: nilai
ditentukan untuk suatu waktu atau periode tertentu; nilai harus ditentukan pada
harga yang wajar; dan penilaian tidak dipengaruhi oleh kelompok pembeli
tertentu. Sugiri (1999) menyatakan bahwa secara umum terdapat banyak metode
dan teknik yang telah dikembangkan dalam penilaian perusahaan, di antaranya
adalah:
1. Pendekatan laba, antara lain metode rasio tingkat laba atau price earnings ratio.
2. Pendekatan arus kas, antara lain metode diskonto arus kas.
3. Pendekatan dividen, antara lain pertumbuhan dividen.
4. Pendekatan aktiva, antara lain metode penilaian aktiva.
5. Pendekatan harga saham.
Emery, dkk. (2007) mengatakan bahwa jika analisis cash flow diterapkan
dengan benar, maka dapat membantu investor dalam menentukan nilai
perusahaan. Metode cash flow dianggap sebagai metode yang paling akurat
karena metode ini mencakup semua analisis informasi. Untuk mengerti nilai yang
33
sesungguhnya, seorang penilai harus memiliki pandangan jangka panjang,
mengerti arus kas perusahaan dengan baik, dari segi neraca maupun laporan laba
rugi, dan mengerti bagaimana membandingkan arus kas untuk masing-masing
periode waktu dengan menyesuaikan pada tingkat resiko pada masing-masing
periode.
Dalam hubungannya dengan kinerja, laporan keuangan sering dijadikan
dasar untuk penilaian kinerja perusahaan. Salah satu jenis laporan keuangan yang
mengukur keberhasilan operasi suatu perusahaan pada periode tertentu adalah
laporan laba rugi. Akan tetap, angka laba yang dihasilkan dalam laporan laba rugi
sering kali dipengaruhi oleh metode akuntansi yang digunakan, sehingga laba
yang tinggi belum tentu mencerminkan kas yang besar. Dalam hal ini, arus kas
mempunyai nilai yang lebih untuk menjamin kinerja perusahaan di masa
mendatang. Pradhono dan Yulius (2004) menyatakan bahwa arus kas
menunjukkan hasil operasi yang dananya telah diterima tunai oleh perusahaan
serta dibebani oleh dana yang bersifat tunai dan benar-benar sudah dikeluarkan
oleh perusahaan.
Nilai perusahaan dapat dilihat melalui nilai pasar atau nilai buku
perusahaan dari ekuitasnya. Dalam neraca keuangan, ekuitas menggambarkan
total modal perusahaan. Selain itu, nilai pasar bisa menjadi ukuran nilai
perusahaan. Penilaian terhadap perusahaan tidak hanya mengacu pada nilai
nominal. Suatu perusahaan dikatakan memiliki nilai yang baik jika kinerja
perusahaannya juga baik. Nilai perusahaan dapat tercermin dari harga sahamnya.
Jika nilai perusahaan tinggi maka dapat disimpulkan bahwa nilai perusahaan
34
tersebut juga baik. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai
perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham
(Brigham dan Gapenski, 2000).
2.3.5 Pelaku Pasar Saham
Fahmi (2012)mengatakan bahwa para pelaku di pasar saham disamping
perusahaan yang bersangkutan juga turut melibatkan pihak lainnya, yaitu:
a. Emiten, yaitu perusahaan yang terlibat dalam menjual sahamnya di pasar
modal.
b. Underwriter/penjamin,yaituyang
menjamin
perusahaan
tersebut
dalam
menjual sahamnya di pasar modal.
c. Broker atau pialang.
Shook (2002) menjelaskan bahwa broker adalah perantara antara pembeli
dengan penjual sekuritas. Lebih jauh lagi ia menekankan bahwa broker, yang
biasanya mengenakan komisi sebagai imbalan atas jasa yang ia berikan, harus
terlebih dahulu terdaftar pada bursa sebelum bisa berdagang pada bursa yang
dimaksud.
2.3.5.1 Penilaian Saham dari Segi Perspektif Investor
Perspektif investor adalah jauh lebih sederhana dalam memberikan
penilaian terhadap kondisi suatu saham. Adapun penilaian seorang investor
terhadap suatu saham menurut Fahmi (2012) adalah:
a. Prospek usaha atau bisnis yang menjanjikan
b. Kinerja keuangan dan non keuangan adalah bagus.
35
c. Penyajian laporan keuangan jelas atau bersifat disclosure (pengungkapan
secara terbuka dan jelas).
d. Terlihatnya sisi keuntungan yang terus meningkat.
2.3.5.2Kategori Saham Per Sektor Industri
Reilly dan Brown (2003) mengategorikan saham-saham per sektor industri
menjadi lima, yaitu:
1. Saham-saham sektor finansial (financial stocks excel).
2. Saham-saham sektor barang-barang konsumen tahan lama (consumer durables
excel).
3. Saham-saham sektor barang modal (capital goods excel).
4. Saham-saham sektor industri dasar (basic industries excel).
5. Saham-saham sektor barang-barang kebutuhan pokok (consumer staples
excel).
Mengenai industri, ada empat bentuk atau kategori industri yang harus
dipahami oleh para pialang dalam memutuskan pembelian saham, yaitu
sebagaimana dikatakan oleh Haryajid, dkk.(2010) di bawah ini.
a. Industri yang sedang bertumbuh terjadi pada perusahaan muda usianya dimana
perusahaan itu masih aktif untuk melakukan ekspansi.
b. Industri matang adalah industri yang kondisinya sudah stabil sehingga lebih
cenderung untuk mempertahankan posisi yang sudah ada.
36
c. Industri yang mulai menurun adalah industri dimana telah sangat mapan dan
pasarnya telah terbentuk sehingga perlu adanya inovasi bagus untuk menarik
pasar yang baru.
d. Industri yang sedang berkembang adalah industri yang baru saja berdiri dan
masih berupaya untuk mempertahankan hidupnya.
2.3.6Menghitung Keuntungan yang Diharapkan dari Saham
Adapun rumus menghitung keuntungan yang diharapkan dari saham adalah:
r=
Keterangan:
𝐷𝐷1
𝑃𝑃0
+
𝑃𝑃1− 𝑃𝑃 0
𝑃𝑃0
r
= keuntungan yang diharapkan dari saham
D1
= dividen tahun 1
P0
= harga beli
P1
= harga jual
2.3.7Menghitung Nilai Buku Per Lembar Saham
Adapun rumus untuk menghitung nilai buku perlembar saham adalah:
Nbp =
𝑇𝑇𝑒𝑒
𝐽𝐽 𝑠𝑠𝑠𝑠
37
Keterangan:
N bp
= nilai buku perlembar saham
Te
= total ekuitas
J sb
= jumlah saham yang beredar
2.3.8Menghitung Pembiayaan Dividen yang tidak Teratur
Dalam kondisi tertentu perusahaan kadang kala melakukan pembayaran
dividen yang tidak teratur setiap waktunya, dan itu terjadi bukan disengaja namun
tentunya didasarkan dengan berbagai alasan. Adapun rumus untuk menghitung
pembayaran dividen yang tidak teratur adalah:
Po=
D
(1 + k)1
+
D
(1 + k)2
+…+
D∞
(1 = K)∞
2.3.9Price Earning Ratio (PER)
Bagi para investor, semakin tinggi price earning ratio maka pertumbuhan
leba yang diharapkan juga akan mengalami kenaikan. Dengan begitu price
earning ratio (ratio harga terhadap laba) adalah perbandingan antara market price
pershare (harga pasar perlembar saham) dengan earning pershare (laba perlembar
saham). Adapun menurut van Horne dan Wachowicz (2005),“price earning ratio
adalah market price pershare dari saham sebuah perusahaandibagi earning per
share dua belas bulan terbaru dari perusahaan tersebut”.
38
Adapun rumus PER adalah:
PER =
Keterangan :
PER
= Price earning ratio
MPS
= Market price pershare
EPS
= Earning pershare
𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀
𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸
2.4 Corporate Governance
Berkaitan dengan masalah keagenan, corporate governance yang
merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa
berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa
mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan.
Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa
manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak
akanmencuri/menggelapkan/menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang
tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/capital yang telah ditanamkan oleh
investor, serta berkaitan dengan bagaimana para investor mengkontrol para
manajer (Shleifer dan Vishny, 1997).
Salah satu mekanisme dari corporate governance adalah pembentukan
dewan komisaris, dimana dewan komisaris berfungsi melakukan monitoring atau
pengawasan dalam memecahkan permasalahan agensi yang terjadi antara pihak
manajemen puncak dan pemegang saham. Dengan adanya dewan komisaris
39
independen, maka diharapkan dapat menjamin terlaksananya praktik perusahaan
yang adil (fair) dan transparan (transparent) sehingga akan menghambat praktik
manajemen laba.
Boediono
(2005)
mendefinisikan
corporate
governance
sebagai
seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham,
pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan
internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka,
atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.
Shleifer dan Vishny (1997) mendefinisikan corporate governance sebagai seluruh
sistem dari hak-hak (rights), proses, dan pengendalian yang dibentuk di dalam dan
di luar manajemen secara menyeluruh dengan tujuan untuk melindungi
kepentingan stakeholder. Hak-hak adalah wewenang yang dimiliki oleh
stakeholder untuk mempengaruhi manajemen. Proses merupakan mekanisme dari
implementasi hak-hak tersebut. Sedangkan pengendalian merupakan mekanisme
yang memungkinkan stakeholderuntuk mendapatkan informasi mengenai aktivitas
perusahaan, misalnya mengenai laporan audit.
Lebih jauh, Shleifer dan Vishny (1997) mengemukakan bahwa corporate
governance merupakan suatu mekanisme yang dapat
digunakan untuk
memastikan bahwa supplier keuangan atau pemilik
modal perusahaan
memperoleh pengembalian atau return dari kegiatan yang dijalankan oleh
manajer, atau dengan kata lain bagaimana supplier keuangan perusahaan
melakukan pengendalian terhadap manajer. Salah satu cara yang paling efisien
dalam rangka untuk mengurangi terjadinya konflik kepentingan dan memastikan
40
pencapaian tujuan perusahaan, diperlukan keberadaan peraturan dan mekanisme
pengendalian yang secara efektif mengarahkan kegiatan operasional perusahaan
serta kemampuan untuk
mengidentifikasi pihak-pihak
yang
mempunyai
kepentingan yang berbeda (Boediono, 2005).
Prinsip-prinsip good corporate governance menurut OECD (2004) dalam
Aldridge dan Sutojo (2008) adalah:
1.
Fairness (keadilan), yaitu menjamin perlindungan hak-hak para
pemegang saham termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para
pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan
para investor.
2.
Transparency (transparansi), yaitu mewajibkan adanya suatu sistem
informasi terbuka, tepat waktu, jelas, dan dapat diperbandingkan yang
menyangkut
keadaan
keuangan,
pengelolaan
perusahaan,
dan
kepemilikan perusahaan.
3.
Accountability (akuntabilitas), yaitu menjelaskan peran dan tanggung
jawab,
serta
mendukung
usaha
untuk
menjamin
penyeimbang
kepentingan manajemen dan pemegang saham sebagaimana diawasi oleh
dewan komisaris.
4.
Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu memastikan dipatuhinya
peraturanserta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya
nilai-nilai sosial.
Selanjutnya Aldridge dan Sutojo (2008) menulis bahwa good corporate
governance mempunyai lima macam tujuan utama, yaitu :
41
1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham;
2. Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholders nonpemegang saham;
3. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham;
4. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja dewan komisaris dan
manajemen perusahaan;
5. Meningkatkan mutu hubungan dewan komisaris dengan manajemen
perusahaan.
Mekanisme internal governance meliputi struktur dewan direksi,
kepemilikan manajerial, dan kompensasi eksekutif. Sedangkan mekanisme
external governance terdiri dari institutional ownership, pasar untuk kontrol
perusahaan, dan tingkat pendanaan dengan hutang (debt financing) (Barnhart dan
Rosenstein, 1998).
2.5 Komisaris Independen
Dewan komisaris bertanggung jawab dan mempunyai kewenangan untuk
mengawasi kebijakan dan kegiatan yang dilakukan direksi dan manajemen atas
pengelolaan sumber daya perusahaan agar dapat berjalan secara efektif, efisien,
dan ekonomis dalam rangka mencapai tujuan organisasi, serta memberikan
nasihat bilamana diperlukan (Wedari, 2004). Karena posisinya yang sangat
penting dalam perusahaan, kemampuan dan pemahaman komisaris terhadap
bidang usaha dan emiten akan sangat mempengaruhi persetujuan dan keputusan
yang dibuat, sehingga komisaris harus memiliki dan menguasai latar belakang
pendidikan di bidang ekonomi.
42
Dewan komisaris sebagai puncak dari sistem pengelolaan internal
perusahaan memiliki peranan dalam aktivitas pengawasan. Vafeas dan
Afxentiou(2000) menyatakan bahwa selain kepemilikan manajerial, peran dewan
komisaris juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba dengan membatasi
tingkat manajemen laba melalui fungsi monitoring atas pelaporan keuangan.
Fungsi monitoringyang dilakukan oleh dewan komisaris dipengaruhi oleh jumlah
atau ukuran dewan komisaris.
Dalam membangun sebuah model corporate governance, perusahaan
harus memiliki dewan komisaris yang kredibel serta memiliki independensi.
Menurut Sugiri(1999), ada beberapa faktor yang harus dicermati, yaitu :
1.Faktor kuantitas. Yang harus ditata pertama kali adalah menentukan jumlah
komisaris yang efektif. Jumlah tidak boleh terlalu sedikit karena akan
mengganggu kinerja dewan direksi itu sendiri, tetapi juga tidak boleh terlalu
banyak karena akan berdampak pada efisiensi.
2. Faktor pendidikan, di mana tugas-tugas dewan komisaris adalah berkaitan erat
dengan hal-hal yang bersifat strategi. Oleh karena itu, dukungan latar belakang
yang memadai akan sangat menentukan kualitas keahlian, pengetahuan, dan
pengelolaan informasi sehingga akan berdampak pada kedalaman pengawasan
yang diberikan.
3. Faktor pengalaman, di mana anggota komisaris yang memiliki latar belakang
pendidikan yang baik akan lebih baik apabila didukung oleh pengalaman yang
cukup. Dengan memiliki pengalaman yang cukup, maka bobot dari keluasan
43
pandangannya dan ketajaman analisisnya akan menambah kredibilitas anggota
komisaris.
Proporsi dewan komisaris harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan
pengambilan keputusan yang efektif, tepat, dan cepat, serta dapat bertindak secara
independen. Menurut pencatatan Peraturan Nomor tentang Ketentuan Umum
Pencatatan Efek bersifat Ekuitas di Bursa, jumlah komisaris minimum 30%.
Dalam pola penyelenggaraan perusahaan yang baik (good corporate governance),
perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris independen yang jumlah
proposionalnya sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan
pemegang saham pengendali, dengan ketentuan jumlah komisaris independen
sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris (Wedari, 2004).
2.6Return Saham
Ang (1997) menulis bahwa setiap investor, baik jangka panjang atau
jangka pendek, memiliki tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang disebut
return, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung.Return merupakan
hasil yang diperoleh dari investasi (Hartono, 2007).Return saham diperoleh dari
selisih kenaikan (capital gain) atau selisih penurunan (capital loss). Capital
gainatau capital loss sendiri diperoleh dari selisih harga investasi sekarang relatif
dengan harga periode yang lalu. Dari sini dapat disimpulkan bahwa return saham
adalah hasil atau keuntungan dari suatu investasi berbentuk saham yang diperoleh
dari selisih kenaikan harga atau selisih penurunan harga. Return saham dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
44
1. Return realisasi (realized return) merupakan return yang telah terjadi yang
dihitung berdasarkan data historis.
2. Return ekspektasi (expected return) merupakan return yang diharapkan akan
diperoleh investor di masa mendatang. Dengan demikian return ekspektasi
merupakan return yang sifatnya belum terjadi. Dalam penelitian ini return yang
digunakan sebagai perhitungan adalah return realisasi.
Secara sederhana investasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan
menempatkan dana pada satu atau lebih suatu aset selama periode tertentu dengan
harapan dapat memperoleh penghasilan atau mendapatkan peningkatan nilai
investasi (Husnan dan Pudjiastuti, 1998). Dalam berinvestasi, investor yang
rasional akan mempertimbangkan dua hal, yaitu pendapatan yang diharapkan
(expectedreturn) dan resiko (risk) yang terkandung dalam alternatif investasi yang
dilakukan. Returnsaham adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal
atas suatu investasi yang dilakukannya. Tanpa ada tingkat keuntungan yang
dinikmati dari suatu investasi, tentunya investor tidak akan melakukan investasi.
Menurut Ang (1997), setiap investasi baik jangka panjang maupun jangka
pendek mempunyai tujuan utama mendapatkan keuntungan yang disebut return,
baik langsung maupun tidak langsung. Lebih lanjut, Ang (1997) menyatakan
bahwa komponen return terdiri dari dua jenis, yaitu current return dan capital
gain (keuntungan selisih harga). Hal yang sama diungkapkan Zainuddin dan
Hartono (1999), yang menulis bahwa current income merupakan keuntungan yang
diperoleh melalui pembayaran yang bersifat periodik seperti bunga deposito,
bunga obligasi, dividen, dan sebagainya.
45
Komponen kedua dari return adalah capital gain, yaitu keuntungan yang
diterima karena adanya selisih harga antara harga beli dengan harga jual saham
yang diperdagangkan di pasar modal (dalam hal ini di Indonesia jual beli saham
publik di Bursa Efek Jakarta). Dengan adanya jual beli, maka akan timbul
perubahan nilai harga suatu saham berupa capital gain. Besarnya capital gain
dihitung dengan menggunakan analisis return historis yang terjadi pada periode
sebelumnya, sehingga dapat dihitung besarnya tingkat kembalian yang diinginkan
(expectedreturn) (Hartono, 2000). Expected return merupakan return (kembalian)
yang diharapkan oleh investor atas suatu investasi yang akan diterima pada masa
yang akan datang.
Ang (1997) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi return suatu
investasi meliputi faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal
perusahaan meliputi kualitas dan reputasi manajemen, struktur permodalan,
struktur utang, tingkat laba yang dicapai,serta kondisi-kondisi internal perusahaan
yang lain. Faktor eksternal perusahaan meliputi pengaruh kebijakan moneter dan
fiskal, perkembangan sektor industri, faktor ekonomi, dan sebagainya.Zainuddin
dan Hartono (1999) membedakan konsep return menjadi dua kelompok, yaitu
return tunggal dan return portofolio. Return tunggal merupakan return yang
diperoleh dari investasi yang berupa return realisasi dan return ekspektasi. Return
realisasi merupakan return yang terjadi berdasarkan data historis dan berfungsi
sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan. Return realisasi juga berguna
sebagai dasar penentuan return ekspektasi di masa yang akan datang.
46
Returnekspektasi merupakan return yang diharapkan akan diperoleh di masa yang
akan datang (Hartono, 1998). Return realisasi dihitung dengan formula:
R it
R it
=
(𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 −𝑃𝑃𝑃𝑃(𝑑𝑑𝑑𝑑 −1)+𝐷𝐷𝐷𝐷
𝑃𝑃𝑃𝑃 (𝑑𝑑𝑑𝑑 −1)
: Return saham i pada saat t
Merupakan hasil saham secara individual perusahaan yang
diperoleh pada saat tertentu. Hasil saham diukur dalam
proporsi,
semakin
menunjukkan
besar
kemampuan
hasil
saham
saham
individual
menghasilkan
keuntungan.
P it
:Harga saham i pada saat t
Merupakan harga saham individual perusahaan saat
tertentu atau penutupan.
P i(tt-1)
:Harga Saham i pada saat t -1
Merupakan harga saham individual perusahaan pada satu
periode sebelumnya atau harga awal periode.
D1
:Dividen Saham i
Merupakan dividen saham individual perusahaan yang
dibagikan perusahaan pada saat perusahaan membagikan
dividen. Dividen ini biasanya dibagikan sesuai dengan
kebijakan perusahaan. Jika pada bulan tertentu perusahaan
tidak membagikan dividen, maka dividen = 0.
47
2.7
Kerangka Konseptual
Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya serta
permasalahan yang dikemukakan, berikut disajikan kerangka pemikiran teoritis
yang dituangkan dalam model penelitian seperti yang ditunjukkan pada gambar
berikut ini:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
EVA (economic value added)
ROA (return on assets)
Return saham
ROE (return on equity)
Independensi Dewan Komisaris
Tingkat EVA (economic value added) yang baik mengartikan bahwa
perusahaan mampu menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih besar dari
biaya modalnya. Hal ini menandakan bahwa perusahaan berhasil menciptakan
nilai bagi pemilik modal, oleh karena itu hal ini menarik minat investor dan atau
calon investor untuk menanamkan dananya karena ke dalam perusahaan tersebut.
Hal ini juga mendorong terjadinya permintaan terhadap saham yang bersangkutan
semakin banyak,sehingga harga saham cenderung meningkat di pasar modal.
Berdasarkan hal tersebut diatas dan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Lehn and Makhija (1996) dan penelitian Chen dan Dodd (1997) yang menemukan
bahwa terdapat hubungan positif dengan return saham, maka dapat ditarik
kesimpulan
bahwa
terdapat
hubungan
positif
antara
EVA
dan
48
returnsaham.Artinya bahwa semakin tinggi nilai EVA yang diciptakan
perusahaan, maka harga saham akan mengalami kenaikan yang pada akhirnya
memberikan return saham yang tinggi.
ROA (return on assets) memberikan informasi mengenai pendapatan apa
yang dihasilkan dari modal yang diinvestasikan. ROA untuk perusahaan publik
dapat bervariasi secara substansial dan dapat dengan sangat bergantung pada
industri itu sendiri. Cara terbaik saat menggunakan ROA sebagai pengukuran
komparatif adalah dengan membandingkannya dengan nilai ROA pada periode
sebelumnya atau dengan nilai ROA dari perusahaan yang sejenis dengan
perusahaan yang diukur itu. Aset perusahan yang diukur ialah hutang maupun
ekuitas. Kedua tipe aset keuangan ini digunakan untuk mendanai proses operasi
perusahaan. ROA memberi ide kepada investor mengenai seberapa efektif
perusahaan mengubah uang yang diinvestasikan menjadi pendapatan bersih.
Semakin tinggi nilai ROA, makaakan semakin baik bagi perusahaan, karena
perusahaan tersebut memperoleh lebih banyak uang pada investasi yang lebih
sedikit nilainya.
ROE (return on equity) yang tinggi mencerminkan kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan keuntungan tinggi bagi pemegang saham.
Semakin mampu perusahaan memberikan keuntungan bagi pemegang saham,
maka saham tersebut dikehendaki untuk dibeli. Hal ini menyebabkan permintaan
akan saham tersebut meningkat dan selanjutnya akan menyebabkan harga saham
tersebut naik. ROE yang tinggi akan mempengaruhi perubahan harga saham,
selanjutnya perubahan harga saham tersebut menghasilkan return saham yang
49
tinggi. ROE dapat digunakan untuk mengukur seberapa efektif ekuitas yang
diberikan oleh para pemodal dikelola oleh pihak manajemen untuk beroperasi
menghasilkan keuntungan. Setiap rupiah modal sendiri menghasilkan keuntungan
netto yang tersedia bagi pemegang saham (Riyanto, 2010).
Pengertian rentabilitas modal sendiri yang digunakan sebagai pengukur
efisiensi adalah besarnya laba bersih dari jumlah modal sendiri yang digunakan
dalam perusahaan yang bersangkutan. Hal ini berarti rentabilitas modal sendiri
merupakan tingkat hasil pengembalian investasi bagi pemegang saham. ROE yang
tinggi mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan
tinggi bagi pemegang saham. Semakin mampu perusahaan memberikan
keuntungan bagi pemegang saham, maka saham tersebut dikehendaki untuk dibeli.
Hal ini menyebabkan permintaan akan saham tersebut meningkat dan selanjutnya
akan menyebabkan harga saham tersebut naik. ROE yang tinggi akan
mempengaruhi perubahan harga saham, selanjutnya perubahan harga saham
tersebut menghasilkan return saham yang tinggi.
Proporsidewan komisaris harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan
pengambilan keputusan yang efektif, tepat, dan cepat, serta dapat bertindak secara
independen. Menurut pencatatan Peraturan Nomor tentang Ketentuan Umum
Pencatatan Efek bersifat Ekuitas di Bursa, jumlah komisaris minimum adalah
30%. Dalam pola penyelenggaraan perusahaan yang baik (good corporate
governance), perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris independen yang
jumlah proposionalnya sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan
50
pemegang saham pengendali, dengan ketentuan jumlah komisaris independen
sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris (Wedari, 2004).
Hipotesis
2.8
Menurut Erlina (2008),”hipotesis menyatakan hubungan yang diduga
secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan proposisi yang dapat
diuji secara empiris”. Hipotesis adalah jawaban sementara yang masih harus
dibuktikan kebenarannya dan untuk membuktikan kebenarannya, maka hipotesis
tersebut harus diuji secara empiris. Hipotesis akan diterima apabila terbukti
kebenarannya melalui penelitian yang dilakukan.
Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian diatas, maka hipotesis yang
dapat diajukan sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian ini
adalah :
H1
: Tingkat EVA (economic value added)mempunyai hubungan positif
dengan return saham perusahaan.
H2
: Tingkat ROA (return on assets)mempunyai hubungan positif dengan
return saham perusahaan.
H3
: Tingkat ROE (return on equity)mempunyai hubungan positif dengan
return
H4
saham perusahaan.
: Independensi dewan komisaris memiliki hubungan positif dengan return
saham perusahaan.
51
Download