PERANAN AGAMA DALAM PEMBENTUKAN BANGSA Islam di Indonesia, baik ajarannya, namun lebih pada praktik dari ajaran tersebut oleh para penganutnya, belakangan ini sedang menuai sentimen kebencian, hujat dan caci-maki. Bagaimana mungkin agama yang (katanya) mengajarkan damai (sa-lâm) dan kepasrahan kepada Allah (is-lâm) serta menjunjung tinggi semangat kemanusiaan (habl min al-nâs) bisa sedemikian dinodai citra luhurnya oleh segelintir penganutnya yang melakukan tindakan-tindakan kejahatan melawan kemanusiaan (crime against humanity), entah itu berupa perusakan tempat-tempat hiburan malam, pengeboman gereja dan pemberlakuan syariat Islam dengan ancaman hukuman yang tidak main-main bagi mereka yang melanggarnya. Apakah Islam sedang meruntuhkan dirinya sendiri dengan tindakan-tindakan destruktif semacam itu? Apakah bisa dikatakan bahwa pilihan untuk memasuki arena publik bagi mayoritas pemeluk Islam di Indonesia masih memegang world-view at the state level, yang dalam telaah Casanova di atas sudah tidak cocok lagi dengan trend modern sekular sekarang ini? Kita bisa bertanya lebih jauh, keterlibatan publik macam apa yang semestinya diupayakan oleh kaum Muslim di Indonesia supaya ia tidak semakin terpuruk dan dijauhkan dari pergaulan internasional? Menjawab pertanyaan ini tidaklah mudah. Banyak sekali pertimbangan yang harus diikutsertakan di dalamnya guna mendapatkan jawaban yang komprehensif dan bermutu. Namun, setidaknya, saya mendapatkan kesan bahwa ada sejumlah pemikir Islam yang tidak terjebak dalam arus “Islam yang destruktif dan intoleran” sebagaimana sering kita tangkap dan amati. Satu di antara sejumlah pemikir yang berwawasan luas itu ialah Azyumardi Azra yang dalam bukunya Islam Substantif Agar Umat Tidak Jadi Buih mengedepankan keyakinan bahwa Islam dapat terlibat dalam arena publik di Indonesia dengan masuk ke dalam gelanggang politik. Namun, politik semacam apa? Bukan lagi politik formalisme yang mengedepankan simbol-simbol keagamaan dan jargon-jargon religius, melainkan politik Islam yang lebih substantif. Jadi, apabila Islam mau berperan dalam politik---yang dimengerti sebagai tata urusan kenegaraan, hal-ihwal kekuasaan, dan kesejahteraan masyarakat luas---perannya adalah peran substantif, yaitu mengembangkan pesan-pesan moral dan tema-tema sentral seperti keadilan dan egalitarianisme. Dalam salah satu bagian kritiknya terhadap umat Islam sendiri, “terpecahnya kelompok Muslim akibat kepentingan yang berbeda-beda,” Azyumardi mengatakan: “ketika terjadi Tragedi Jumat Hitam pada 13 November 1998 yang lalu, para mahasiswa yang ebrdemonstrasi menunaikan shalat di jalanan. Sementara itu, pamswakarsa dukungan pemerintah yang menentang keberadaan mereka, menyerukan nama Allah; sedangkan polisi-polisi meneriakkan ‘Allahu Akbar’ sebelum menembaki para demonstran. Itulah perwujudan terburuk penyalahgunaan dan penyelewengan simbol-simbol keagamaan dalam politik. Simbol-simbol keagamaan khusus bisa dengan mudah disalahgunakan oleh kelompok-kelompok politik yang bertikai. Fenomena ini membuat citra Islam menjadi buruk karena penggunaan bambu runcing dan senjata-senjata primitif lainnya dengan mengatasnamakan Islam telah menciptakan citra yang menakutkan. Sudah sering saya sampaikan bahwa kelompok-kelompok politik seharusnya menggunakan ajaran-ajaran Islam yang mempunyai kedalaman makna, seperti keadilan, demokrasi dan pertimbangan mendalam sebagai pedoman kegiatan politik mereka. Semua itu jauh lebih penting daripada sekedar simbol-simbol keagamaan.” Ada Dua hal yang Mendasar Yang Saya Garis Bawahi Tentang Peranan Agama Dalam Pembentukan Bangsa • Pembentukan Dalam Bidang pendidikan Pendidikan agama harus dimulai dari rumah tangga, sejak si anak masih kecil. pendidikan tidak hanya berarti memberi pelajaran agama kepada anak-anak yang belum lagi mengerti dan dapat menangkap pengertian-pengertian yang abstrak. Akan tetapi yang terpokok adalah penanaman jiwa percaya kepada Tuhan, membiasakan mematuhi dan menjaga nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang ditentukan oleh ajaran agama. Menurut pendapat para ahli jiwa, bahwa yang mengendalikan kelakuan dan tindakan seseorang adalah kepribadiannya. Kepribadian tumbuh dan terbentuk dari pengalamanpengalaman yang dilaluinya sejak lahir. Bahkan mulai dari dalam kandungan ibunya sudah ada pengaruh terhadap kelakuan si anak dan terhadap kesehatan mentalnya pada umumnya. Dengan memberikan pengalaman-pengalaman yang baik, nilai-nilai moral yang tinggi, serta kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama sejak lahir, maka semua pengalaman itu akan menjadi bahan dalam pembinaan kepribadian. Dengan demikian, pendidikan Agama Islam berperan membentuk manusia Indonesia yang percaya dan takwa kepada Allah SWT, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-sehari, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersamasama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. “Dan demi nafs dan yang menciptakannya, maka diilhamkan-Nya kepada jiwa tersebut kefasikan dan ketakwaanya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan merugilah orang yang mengotorinya” (Asy-Syam:7-10) “Berkata orang-orang tiada beriman:” Mengapa tiada diturunkan kepadanya (Muhammad) sebuah mukjizat (dari Tuhannya?” Jawablah :”Allah memberikan sesat siapa yang ia kehendaki, dan membimbing orang yang bertobat kepada-Nya.” (Ar-Ra’d :27) Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa ada jiwa yang menjadi fasik dan adapula jiwa yang menjadi takwa, tergantung kepada manusia yang memilikinya. Ayat ini menunjukan agar manusia selalu mendidik diri sendiri maupun orang lain, dengan kata lain membimbing kearah mana seseorang itu akan menjadi, baik atau buruk. Proses pendidikan dan pengajaran agama tersebut dapat dikatakan sebagai “bimbingan” dalam bahasa psikologi. Nabi Muhammad SAW, menyuruh manusia muslim untuk menyebarkan atau menyampaikan ajaran agama Islam yang diketahuinya, walaupun satu ayat saja yang dipahaminya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nasihat agama itu ibarat bimbingan (guidance) dalam pandangan psikologi. Para pembimbing dan konselor perlu mengetahui pandangan filsafat Ketuhanan (Theologie), manusia disebut “homo divians” yaitu mahluk yang berke-Tuhan-an, berarti manusia dalam sepanjang sejarahnya senantiasa memiliki kepercayaan terhadap Tuhan atau hal-hal gaib yang menggetarkan hatinya atau hal-hal gaib yang mempunyai daya tarik kepadanya (mysterium trimendum atau mysterium fascinans). Hal demikian oleh agama-agama besar di dunia dipertegas bahwa manusia adalah mahluk yang disebut mahluk beragama (homo religious), oleh karena itu memiliki naluri agama (instink religious), sesuai dengan firman Allah SWT : “Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama Allah (tetaplah atas) fitrah (naluri) Allah yang telah menciptakan manusia menurut naluri itu, tidak ada perubahan pada naluri dari Allah itu. • Pembentukan Dalam Bidang perekonomian Bahkan orientalis barat pun masih mengakui tentang peran agama dalam perekonomian, menurut Wallace, agama akan mempunyai fungsi berupa “obat” yang dapat mengurangi kegelisahan, memantapkan kepercayaan akan eksistensi diri serta memberikan oreintasi hidup lebih panjang. Dengan demikian, ada beberapa “kawasan” kehidupan manusia yang membutuhkan peran agama. Kawasan tersebut adalah: Pertama, kawasan yang memandang bahwa kebutuhan manusia akan dapat dipenuhi dengan kekuatan manusia sendiri. Manusia tidak perlu lari kepada kekuatan adi kodrati. Kedua, meliputi wilayah yang manusia merasa aman secara moral. Tingkah laku dan tata pergaulan manusia diatur lewat norma-norma rasional yang dibenarkan agama, seperti norma sopan santun, norma hukum serta aturan-aturan dalam masyarakat. Ketiga, merupakan wilayah yang manusia secara total mengalami ketidakmampuannya. Usaha manusia di daerah ini mengalami suatu titik putus yang tidak dapat dilalui. Hal ini mendorong manusia mencari kekuatan lain di luar dirinya, yaitu kekuatan adikodrati. Maka terciptalah beberapa upara ritual untuk berkomuniasi dengan kekuatan itu. Dengan itu, manusia meyakinkan dirinya, bahwa dia sanggup mengatasi problem yang paling mendasar berupa ketidakpastian, ketidakmampuan dan kelangkaan sehingga manusia merasa menemukan kepastian, keamanan dan jaminan (Hendropuspito, 1983: 39). Keterkaitan antara agama dan struktur sosial, terutama yang bersentuhan dengan kepentingan sosial ekonomi, bagi weber, adalah keniscayaan. Religion is really economics, politics is really religion and economics is really politics Dari penjelasan ini, ternyata keterkaitan agama dengan ekonomi dan sosial adalah merupakan implikasi dari keterkaitan agama dengan pola pikir, prilaku dan tindakan manusia. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dalam kondisi masyarakat yang masih cenderung feodal, di mana ketertindasan dan ketidakadilan masih menimpa sebagian besar masyarakat seperti yang diuraikan pada awal makalah ini, peran agama yang lebih jelas untuk ikut serta melakukan perubahanperubahan keadaan merupakan hal yang urgen untuk diwujudkan. Terkecuali jika agama memang memiliki prinsip untuk menutup mata terhadap kesadaran-kesadaran palsu yang berkembang, dan atau memilih menjadi pengawet tradisi-tradisi yang dianggap given yang memang telah diterima secara naif oleh masyarakat pada umumnya. Untuk itu agar agama memiliki peranan yang siqnifikan terhadap perkembangan masyarakat dan pembangunan bangsa, khususnya perannnya terhadap pengembangan perekonomian, pendidikan rakyat maka kami merekomendasikan agama untuk: 1. Agama Harus memiliki RENSTRA Artinya agama harus memiliki rencana pengembangan kedepan, baik itu dalam jangka pendek dan jangka menengah dan jangka panjang yang terukur dan terdokumentasi, yang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat. 2. Agama Harus menjalin Komunikasi dengan lembaga pendidikan “sekuler” agama saatnya mengembangkan dengan membangun jaringan dengan lembaga lain guna membandingkan, mengkopilasi sistem pendidikan dan membangun kompetisi yang sehat, guna membangun melahirkan pemikir pemikir handal yang bisa bersaing di segala bidang. 3. Agama Harus Akomodatif dengan segala kepentingan masyarakat Satu fungsi mutlak yang harus di penuhi agama adalah mengakomodasi kepentingan masyarakat, jika tidak maka pelan tapi pasti akan di tinggalkan oleh masyarakat. Namun demikian jangan sampai kepentingan masyarakat (khususnya yang kurang ideal bagi pesantren) menunggai pesantren, untuk tujuan tujuan khusus. 4. Agama harus memiliki standart Pesantren(salah satu lembaga islam) telah lama menjadi lembaga yang memiliki kontribusi yang penting dalam ikut serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia, serta besarnya jumlah siswa pada tiap pesantren menjadikan pesantren lembaga yang layak diperhitungkan dalam kaitannya dengan pembangunan bangsa di bidang pendidikan dan moral. Perbaikanperbaikan yang secara terus menerus dilakukan terhadap pesantren, baik dari segi manajemen, akademik (kurikulum) maupun fasilitas menjadikan pesantren keluar dari kesan tradisional dan kolot yang selama ini disandangnya. Beberapa pesantren bahkan telah menjadi model dari lembaga pendidikan yang leading. Salah satu yang menyebabkan pesantren menjadi penting untuk dibicarakan dan diperhitungkan dalam dunia pendidikan adalah karena jangkauannya yang tidak sekadar merambah ranah pesekolahan yang umumnya dijangkau oleh sekolahsekolah. Pesantren memiliki jangkauan yang lebih luas dari sekadar training di dalam kelas. Saran Membangun bangsa adalah kewajiban kita selaku warga negara sekaligus sebagai umat beragama .marilah kita junjung tinggi pembangunan bangsa agar menjadi bangsa yang damai dan sejahtera .amin. DAFTAR PUSTAKA http://www.findarticles.com/cf_0/m0SOR/4_62/82477973/p1/article.jhtml?term=%2BGl obalization+%2BReligious+%2Baspects Zamakhsyari Dhofier, 1985, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, LP3ES, Jakarta. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia:Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, 1999; PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, (hl 24-27, 138-161) Zuhairini, dll., Sejarah Pendidikan Islam, 1997; Bumi Aksara, Jakarta. PERAN AGAMA DALAM PEMBANGUNAN BANGSA Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Interpersonal Skill OLEH : Adi khofifulyadi Aldi tri rinaldi Arif munawir Dede iskandar Eno hanata 206700092 206700101 206700110 JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG