BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Green marketing
Konsep green marketing diawali oleh Bell, Emeri, dan Feldman sejak tahun
1971, yang menyatakan bahwa konsep pemasaran telah salah penempatan. Karena
hanya sebatas memuaskan keinginan konsumen tetapi mengabaikan kepentingan
masyarakat dan lingkungan dalam jangka panjang (McDaniel dan Rylander, 1993).
Istilah green marketing mulai diperkenalkan oleh American Marketing
Association (AMA) yang menyelenggarakan workshop perdana dengan tema
ecological marketing pada tahun 1975. Menurut American Marketing Association
(AMA), green marketing merupakan pemasaran produk-produk yang telah
diasumsikan aman terhadap lingkungan (Pillai, 2013).
Peattie pada tahun 1995 mendefinisikan green marketing sebagai proses
manajemen holistic yang bertanggung jawab untuk mengidentifikasi, mengantisipasi
dan memuaskan keinginan konsumen dan masyarakat dengan jalan yang
menguntungkan dan berkelanjutan (Karna et al., 2003)
Menurut Bhatnagar dan Himani (2012) green marketing adalah fenomena yang
telah berkembang penting terutama di pasar modern. Konsep ini telah memungkinkan
untuk memulihkan kembali arti dari pemasaran. Selain itu, green marketing telah
11
membuka pintu kesempatan bagi perusahaan untuk membuat merek produk mereka
menjadi berbeda dibandingkan produk lainnya.
Green marketing mengintegrasikan aktivitas-aktivitas yang luas, termasuk
didalamnya adalah modifikasi produk, perubahan pada proses produksi, perubahan
kemasan, hingga perubahan pada periklanannya (Jaolis, 2011). Konsep hijau
bertujuan ke arah untuk berkomunikasi bahwa merek atau perusahaan adalah peduli
lingkungan hidup (Noviardy dan Mellita, 2014).
Tujuan green marketing diantaranya adalah mengembangkan produk yang lebih
aman dan ramah lingkungan, meminimalkan limbah bahan baku dan energi,
membedakan produk dari persaingan, mengurangi kewajiban akan masalah
lingkungan hidup dan meningkatkan efektifitas biaya dengan memenuhi peraturan
lingkungan hidup agar dikenal sebagai perusahaan yang baik (Heizer dan Render,
2006:224). Sedangkan menurut Grant (2007:64) tujuan green marketing dibagi dalam
tiga tahap yaitu, green, yang memiliki tujuan ke arah komunikasi bahwa merek atau
perusahaan memiliki sikap peduli terhadap lingkungan hidup. Kedua adalah greener,
yang memiliki tujuan komersialisasi dan mengubah gaya konsumen dalam
mengonsumsi atau memakai produk perusahaan. Ketiga adalah greenest, yang
memiliki tujuan untuk mengubah budaya konsumen ke arah yang lebih peduli
terhadap sumber daya alam.
12
2.1.2 Green advertising
Menurut Kotler dan Keller (2008:150) periklanan adalah semua bentuk terbayar
dari presentasi nonpribadi dan promosi ide, barang atau jasa oleh sponsor tertentu.
Iklan dapat didefinisikan sebagai sebuah pengiriman pesan melalui suatu media yang
dibayar sendiri oleh pemasang iklan. Iklan bisa membantu mencapai hampir semua
sasaran komunikasi. Iklan merupakan sarana ampuh untuk membangun kesadaran
konsumen. Iklan tentunya harus dapat membujuk, membangun reputasi, dan
preferensi kondisi serta meyakinkan kepada siapapun yang telah membeli produk
tersebut. (Brannan, 2005:51). Tujuan atau sasaran umum dari periklanan menurut
Saladin (2003:129), yaitu: untuk menyampaikan informasi, untuk membujuk, untuk
mengingatkan, untuk pemantapan (reinforcement).
Green advertising menurut Zinkan dan Carlson (dalam Zhu, 2013) sebagai
penarik yang mencoba untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan aspirasi mengenai
masalah kepedulian lingkungan dan kesehatan dari perspektif yang berbeda termasuk
ekologi, keberlanjutan, dan pesan bebas polusi. Siswanto dan Rumambi (2013)
mengatakan bahwa green advertising atau environmental advertising merupakan
aktivitas periklanan yang di dalamnya menghubungkan antara produk/layanan yang
ditawarkan dengan lingkungan, gaya hidup, dan citra perusahaan yang perduli
lingkungan, dimana tujuannya dalah memberi informasi kepada konsumen,
membujuk, mengingatkan kembali, sehingga konsumen akan termotivasi untuk
mengambil keputusan pembelian.
13
Menurut Sharma (2011) ada tiga jenis iklan hijau: (1) iklan yang membahas
hubungan antara produk / jasa dan lingkungan, (2) iklan yang mempromosikan gaya
hidup hijau dengan atau tanpa menyoroti produk atau jasa, (3) iklan yang
menghadirkan citra perusahaan tanggung jawab lingkungan.
Khan (2007:250) menjelaskan bahwa iklan memiliki tiga dimensi yaitu:
1. Dimensi materialis atau ekonomi.
iklan membutuhkan anggaran yang besar, sehingga pengukuran efektivitasnya bisa
dilihat dari kemampuan iklan untuk menyadarkan konsumen terhadap adanya produk
dan layanan dan menyediakan informasi untuk membuat keputusan yang benar.
Artinya, periklanan akan meningkatkan tingkat konsumsi dan pertumbuhan ekonomi.
2. Dimensi budaya.
Dimensi budaya dalam iklan dijelaskan bahwa sebuah iklan adalah produk budaya,
dan perubahan budaya akan tercermin dalam iklan. Leiss et al (2007) menjelaskan
bahwa periklanan bukan hanya pengeluaran bisnis yang diharapkan bisa
mempengaruhi pembelian konsumen, tetapi juga merupakan bagian integral dalam
budaya modern, sehingga: a) Pembuatan iklan harus memadai dan mampu
menyampaikan tingkatan simbol dan gagasan. b) Iklan harus unsurpassed kekuatan
komunikasi yang mewakili model budaya. c) Iklan harus bisa menjadi referensi
melalui jaringan interaksi sosial. d) Iklan harus menyatukan objek yang mampu
mengikat
secara
bersama-sama
dengan
kesejahteraan.
14
citra
orang/karakter,
produk,
dan
3. Dimensi sosial
Periklanan dengan dimensi sosial dijelaskan oleh Bloom dan Gundlach (2001) bahwa
periklanan dengan dimensi ini berkebalikan dengan minat dan tujuan perusahaan.
Dimensi sosial sebagai bagian dari periklanan didesain untuk mempertahankan
reputasi dan untuk mengomunikasikan nilai-nilai dan minat, dan bukan semata untuk
menjual produk.
2.1.3 Eco brand
Merek adalah suatu nama, istilah, simbol, desain atau gabungan keempatnya
yang mengidentifikasikan produk para penjual dan membedakannya dari produk
pesaing (Lamb et al 2001:421). Merek merupakan produk atau jasa yang dimensinya
dapat membedakan merek tersebut dengan produk atau jasa lain yang dirancang
untuk memuaskan kebutuhan yang sama (Kotler dan Keller 2009:258). Pendapat ke
dua pakar pemasaran tersebut menjelaskan bahwa eco brand merupakan identifier
dan differentiator atas suatu produk yang berkomitmen pada lingkungan.
1) Eco brand pada dasarnya merupakan identifier yakni sebuah konstruksi yang
dipilih oleh pemiliknya berupa logo, nama, simbol, karakter dan lainnya yang
dapat melambangkan komitmennya pada lingkungan (Lamb et al., 2001:421).
2) Eco brand sebagai differentiator merupakan suatu merek yang dapat
membedakan produk dan jasa lain yang sejenis atas perbedaan dalam
berkomitmen terhadap pelestarian lingkungan (Lamb et al., 2001:421). Kotler
15
dan Keller (2009:265) juga menyatakan bahwa diferensiasi merek adalah
ukuran sejauh mana merek dianggap berbeda dengan merek lain.
2.1.4 Green trust
Trust adalah tingkat kepercayaan diri di mana anggota golongan yang lain akan
bertindak sesuai yang telah dipikirkan (Hart dan Saunders, 1997). Rousseau et al.,
(1998) menyatakan bahwa trust adalah keinginan untuk menerima kekurangan
berbasis pada pemikiran yang positif terhadap perilaku ataupun ketertarikan pada
orang lain. Adji dan Samuel (2014) menyatakan bahwa trust adalah suatu komitmen
pihak tertentu terhadap yang lain dalam melakukan hubungan transaksi, dimana hal
tersebut berdasarkan suatu keyakinan bahwa orang yang dipercayainya tersebut akan
memenuhi segala kewajibannya secara baik, sesuai yang diharapkan.
Ganesan (1994) mendefinisikan green trust sebagai sebuah kemauan untuk
bergantung pada sebuah produk, jasa atau merek berbasis pada kepercayaan yang
dihasilkan dari kredibilitas, kebaikan dan kemampuan produk tersebut atas
kepedulian terhadap lingkungan. Kepercayaan terhadap tenaga penjual, produk dan
perusahaan sangat penting dalam menjaga hubungan jangka panjang antara
perusahaan dengan konsumen karena kepercayaan adalah keyakinan secara
menyeluruh dari buyer terhadap tenaga penjual, merek, dan perusahaan terhadap
pemenuhan penawaran sesuai pengetahuan pelanggan. Tingkat kepercayaan dapat
membuat seseorang konsisten terhadap sesuatu yang mereka anggap sesuai dengan
harapan mereka, termasuk juga dapat membuat konsumen setia terhadap satu merek.
16
2.1.5 Teori perilaku konsumen
Perilaku manusia sangat kompleks dan untuk mempelajarinya dibutuhkan
perhatian yang cukup serius. Perilaku pembeli sendiri (konsumen) akan timbul jika
kebutuhan yang terangsang menimbulkan keinginan di dalam diri konsumen
(Maharani, 2010). Kotler dan Keller (2009:166) berpendapat bahwa perilaku
konsumen adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi
memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman
untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Prasetijo dan Ihalauw (2005:9)
berpendapat bahwa perilaku konsumen merupakan studi tentang bagaimana pembuat
keputusan, baik individu, kelompok, ataupun organisasi, membuat keputusankeputusan
beli
atau
melakukan
transaksi
pembelian
suatu
produk
dan
mengkonsumsinya.
Perilaku konsumen melibatkan berbagai aktivitas, baik yang sifatnya mental,
emosi, dan fisik. Berpikir merupakan satu aktivitas mental, misalnya pengolahan
informasi yang melibatkan memori otak ketika seseorang menerima suatu stimuli
pemasaran. Aktivitas emosi menyangkut evaluasi terhadap suatu produk atau jasa
sehingga menimbulkan perasaan senang atau tidak senang terhadap produk atau jasa
tersebut. Aktivitas fisik misalnya kegiatan memilih atau memutuskan satu produk
yang akan dibeli diantara beberapa produk yang tersedia di pasar (Suprapti, 2010:3).
17
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen
Semakin besarnya kekuatan konsumen menunjukkan semakin pentingnya
produsen untuk memahami konsumen. Pemahaman terhadap konsumen dapat
dilakukan melalui penelusuran terhadap perilakunya. Terdapat empat faktor pokok
yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu (Simamora, 2004:6) :
1. Faktor kebudayaan
Faktor kebudayaan mempunyai pengaruh yang paling luas dan paling dalam terhadap
perilaku konsumen. pemasar harus memahami peran yang dimainkan oleh kutlur,
sub-kultur, dan kelas sosial pembeli.
2. Faktor sosial
Perilaku konsumen juga akan dipengaruhi oleh faktor sosial seperti kelompok kecil,
keluarga, peran dan status sosial dari konsumen. Faktor-faktor ini sangat
mempengaruhi tanggapan konsumen, oleh karena itu pemasar harus benar-benar
memperhitungkannya untuk menyusun strategi pemasaran.
18
3. Faktor personal (pribadi)
Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur
dan tahap daur-hidup pembeli, jabatan, keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian
dan konsep diri pembeli yang bersangkutan.
4. Faktor psikologis
Pada suatu tertentu seseorang mempunyai banyak kebutuhan baik yang bersifat
biogenik maupun biologis. Kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan fisiologis
tertentu, seperti ; rasa lapar, haus dan sebagainya. Sedangkan kebutuhan yang bersifat
psikologis adalah kebutuhan yang timbul dari keadaan fisiologis tertentu seperti
kebutuhan untuk diakui, harga diri, atau kebutuhan untuk diterima oleh
lingkungannya. Pilihan pembeli seseorang juga dipengaruhi oleh faktor psikologis
yang utama, yaitu ; motivasi, persepsi, proses belajar, serta kepercayaan dan sikap.
2.1.6 Perilaku pembelian produk hijau
Perilaku pembelian produk hijau adalah sikap seseorang dalam mengkonsumsi
atau melakukan pembelian pada produk yang memiliki dampak minimal bagi
lingkungannya (Putra dan Suryani, 2015). Menurut Li Jiaxin (dalam Yan, 2013)
perilaku pembelian produk hijau mengacu pada pengambilan pertimbangan
konsumen tentang atribut lingkungan yang terkait atau karakteristik suatu produk
dalam proses pembelian mereka, terutama mengacu pada perilaku pembelian orangorang yang berkaitan dengan produk yang ramah lingkungan atau produk organik.
19
Mustafa (2007) mengungkapkan bahwa perilaku pembelian hijau mengacu pada
konsumsi produk yang:
1. baik/bermanfaat bagi lingkungan,
2. dapat didaur ulang/conversable,
3. peka/tanggap terhadap masalah ekologi.
Menurut Kaufmann et al. (2012) dalam melakukan perilaku pembelian produk
hijau dipengaruhi oleh:
1. Environmental knowledge, merupakan pengetahuan umum tentang fakta, konsep,
dan hubungan seputar lingkungan natural dan ekosistem utama.
2. Altruisme, merupakan suatu sikap yang memikirkan kepentingan orang lain selain
dirinya.
3. Evironmental awareness, mengetahui dampak yang akan timbul kepada
lingkungan dari perbuatan manusia.
4. Environmental concern and attitude, environmental concern didefinisikan sebagai
sikap yang kuat terhadap pelestarian lingkungan. Attitude didefinisikan sebagai
perasaan positif atau negatif tentang beberapa orang, benda, atau masalah.
5. Beliefe about product safety for use and avaiability of product information and
product availability, ketersediaan produk hijau diperlukan untuk membuat konsumen
terlibat dalam perilaku ramah lingkungan. Tersedianya informasi tentang produk
hijau dapat memberikan pengetahuan kepada konsumen. Diperlukan promosi besar-
20
besaran pada produk untuk menggambarkan masalah keselamatan dan kesehatan
atribut ramah lingkungan kepada konsumen.
6. Percieved consumer effectiveness, merupakan sejauh mana individu percaya bahwa
tindakan yang dilakukan dapat menyelesaikan masalah.
7. Collectivism, individu yang kolektif cenderung terlibat dalam perilaku daur ulang
karena mereka lebih kooperatif, bersedia untuk membantu orang lain, dan
menekankan tujuan kelompok daripada pribadi.
8. Transparency / fairness on trade practices (keadilan pada membangun praktek
perdagangan)
yang
disebut
sebagai
masalah
mikro
konsumerisme
mempertimbangkan berbagai masalah praktik bisnis eksploitatif yaitu iklan yang
menyesatkan, kemasan menipu, harga yang tidak adil, pemalsuan produk, pemasaran
hitam, dan lainnya.
2.2
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan apa yang sudah dipaparkan pada kajian pustaka yang sudah dikaji
diatas, maka dalam penelitian ini akan dapat dibuat jawaban sementara atas hasil
penelitian sebelumnya yang disesuaikan dengan rumusan masalah yang dipilih untuk
diuji, yaitu sebagai berikut:
2.2.1 Pengaruh green advertising terhadap perilaku pembelian produk hijau
Menurut Baldwin (1993) green advertising membantu untuk membentuk nilainilai konsumen dan menerjemahkan nilai-nilai ini ke dalam pembelian produk hijau.
Konsumen
mengemukakan
bahwa
green
21
advertising
lebih
efektif
dalam
meningkatkan pengetahuan mereka tentang produk hijau dan membantu membuat
keputusan berdasarkan informasinya (Akehurst et al., 2012). Oleh karena itu, green
advertising dapat membantu meningkatkan motivasi terhadap pembelian produk hijau
(Hartmann dan Ibanez, 2006).
Delafrooz et al., (2014) yang meneliti pengaruh dari green marketing yaitu ecolabel, eco-brand, dan green advertising terhadap perilaku pembelian konsumen
menemukan bahwa iklan lingkungan memiliki efek terbesar pada perilaku pembelian.
Boztepe (2012) menemukan hubungan yang positif dan siginifkan antara green
promotion dan perilaku pembelian produk hijau. Qader dan Zainuddin (2011)
menemukan bahwa paparan media (televisi, radio, surat kabar, dan billboard)
memiliki pengaruh positif yang signifikan pada niat pembelian hijau. Kianpour et al
(2014) menemukan bahwa alat promosi adalah motivator terpenting bagi konsumen
untuk membeli produk hijau. Bagheri (2014) menemukan ada hubungan yang positif
dan signifikan antara green products features, green promotion, green pricing dan
green distributing dengan perilaku pembelian produk hijau. Namun, Rahbar dan
Wahid (2011) menemukan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara green
advertising dengan perilaku pembelian konsumen di Penang.
Berdasarkan kajian teoritis dan empiris tersebut, maka dapat disusun hipotesis
sebagai berikut:
H1
: Green advertising berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku
pembelian produk hijau
22
2.2.2 Pengaruh eco brand terhadap perilaku pembelian produk hijau
Rahbar dan Wahid (2011) menemukan bahwa eco brand memiliki hubungan
yang positif dan signifikan terhadap perilaku pembelian aktual konsumen di Penang,
Malaysia. Delafrooz et al., (2014) menemukan bahwa eco brand memiliki hubungan
positif dan signifikan terhadap perilaku pembelian konsumen. Putranto (2014)
menemukan bahwa eco brand memiliki hubungan positif signifikan terhadap perilaku
pembelian aktual konsumen lampu hemat energi Philips di Yogyakarta. Lestari et al.,
(2015) menemukan bahwa green brand berpengaruh positif dan signifikan terhadap
keputusan membeli Aqua di Kabupaten Jember. Almaulidta et al., (2015)
menemukan bahwa green brand memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
keputusan pembelian produk Sony pada mahasiswa program S-1 Ilmu Adiministrasi
Universitas Brawijaya.
Berdasarkan kajian empiris tersebut, maka dapat disusun hipotesis sebagai
berikut:
H2
: Eco brand berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku pembelian
produk hijau
2.2.3 Pengaruh green trust terhadap perilaku pembelian produk hijau
Kepercayaan pelanggan adalah penentu fundamental jangka panjang pada
perilaku konsumen (Lee et al., 2011). Literatur sebelumnya mengemukakan bahwa
23
kepercayaan pelanggan merupakan penentu niat pembelian konsumen (Schlosser et
al., 2006). Jika pembeli memiliki pengalaman kepercayaan dengan penjual, mereka
akan memiliki niat pembelian yang semakin tinggi. Dengan demikian, kepercayaan
konsumen merupakan anteseden niat pembelian konsumen (van der Heijden et al.,
2003).
Abid dan Latif (2015) menemukan bahwa green trust berpengaruh positif dan
signifikan terhadap perilaku pembelian hijau. Putra dan Suryani (2015) menemukan
bahwa green trust berpengaruh positif dan signifikan terhadap green purchase
behavior pada produk organik di Kota Denpasar. Hasil penelitian Yan (2013)
menemukan hasil bahwa terdapat hubungan yang positif antara trust dengan green
purchase behavior pada produk yang memiliki label ramah lingkungan. Rizwan et
al., (2014) menemukan bahwa green perceived trust memiliki hubungan yang positif
dan signifikan terhadap niat pembelian hijau. Pratama (2014) menemukan bahwa
green trust berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat pembelian hijau lampu
Phillips di Surabaya.
Berdasarkan kajian teoritis dan empiris tersebut, maka dapat disusun hipotesis
sebagai berikut:
H3
: Green trust berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku pembelian
produk hijau
24
2.3
Model Penelitian
Berdasarkan rumusan hipotesis penelitian tersebut, diperoleh bentuk model
penelitian yang disajikan pada Gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1 Model Penelitian
Green
Advertising
(X1)
H1
Eco Brand
(X2)
H2
Green Trust
(X3)
H3
Sumber :Pengembangan Peneliti, 2016
25
Perilaku
Pembelian
Produk Hijau
(Y)
Download