II. 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Struktur Modal Modal menurut Munawir dalam Prabanasari dan Kusuma (2005) adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan yang ditujukan dalam pos modal (modal saham), surplus dan laba ditahan atau kelebihan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan terhadap seluruh hutanghutangnya. Menurut Sugihen (2003) teori struktur modal adalah teori yang menjelaskan bahwa kebijakan pendanaan (financing mix) perusahaan dalam menentukan bauran (mix) antara hutang dan ekuitas bertujuan untuk memaksimumkan nilai perusahaan (value of the firm). Sumber dari modal adalah apa yang dapat dilihat berupa hutang lancar, hutang jangka panjang dan modal sendiri. Modal menggambarkan hak pemilik atas perusahaan, yang timbul sebagai akibat penanaman (investasi) yang dilakukan oleh pemilik atau para pemilik. Menurut Brigham dan Houston (2001) struktur modal adalah bauran dari hutang, saham preferen, dan saham biasa. Struktur modal dalam perusahaan berkaitan erat dengan investasi sehingga dalam hal ini akan menyangkut sumber dana yang akan digunakan untuk membiayai proyek investasi tersebut. Sumber dana tersebut pada dasarnya terdiri dari penerbitan saham (equity financing), penerbit obligasi (debt financing) dan laba ditahan (retained earning). Penerbitan saham dan obligasi sering disebut dengan sumber dana yang berasal dari luar perusahaan atau external financing sedang laba untuk laba ditahan sering disebut dengan retained earning atau sumber dana sebagai pembelanjaan yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri atau internal financing. Keputusan struktur modal perusahaan yang jelek dapat menimbulkan biaya modal yang tinggi, sehingga menurunkan net present benefit proyek yang akhirnya hanya dapat menerima sedikit proyek. Keputusan keuangan yang efektif dapat membuat biaya modal menjadi rendah, dan menghasilkan net present benefit yang lebih tinggi, dapat menerima lebih banyak proyek, yang akhirnya dapat meningkatkan nilai perusahaan. 8 Christianti (2006) berpendapat bahwa seorang manajer keuangan dalam mengambil keputusan pendanaan harus mempertimbangkan secara teliti mengenai sifat dan biaya dari sumber dana yang akan dipilih. Static Tradeoff Theory yang dikemukakan oleh Stiglitz (1969) menjelaskan bahwa suatu perusahaan mempunyai tingkat hutang yang optimal dan berusaha untuk menyesuaikan tingkat hutang ke arah titik optimal tersebut ketika perusahaan tersebut berada pada tingkat hutang yang terlalu tinggi (overlevered) atau terlalu rendah (underlevered). Pada kondisi yang stabil, perusahaan akan menyesuaikan tingkat hutangnya kepada tingkat rata-rata hutangnya dalam jangka panjang. Titik optimal ini terjadi karena adanya pajak, yaitu sebagai faktor yang mendorong perusahaan untuk meningkatkan hutangnya. Sedangkan biaya kebangkrutan merupakan faktor yang mendorong perusahaan untuk membatasi tingkat hutangnya. Struktur modal menjelaskan pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan. Nilai perusahaan dapat diartikan sebagai ekspektasi nilai investasi pemegang saham atau ekspektasi nilai total perusahaan. Pemilihan sumber dana eksternal (hutang dan ekuitas) harus berhati-hati, karena masing-masing sumber dana tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan. 2.1.1 Perkembangan Teori Struktur Modal Penelitian secara teoritis dan empiris menemukan bahwa ada sebaran struktur modal yang optimal bagi suatu perusahaan. Kecenderungan perusahaan yang makin banyak menggunakan hutang, tanpa disadari secara berangsur-angsur, akan menimbulkan kewajiban yang makin berat bagi perusahaan saat harus melunasi (membayar kembali) hutang tersebut. Tidak jarang perusahaanperusahaan yang akhirnya tidak mampu memenuhi kewajiban tersebut, dan bahkan dinyatakan pailit. Hingga kini belum ada rumus matematik yang tepat untuk menentukan jumlah optimal dari hutang dan ekuitas dalam struktur modal (Seitz, 1984). Teori struktur modal dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu: 1. Teori Struktur Modal Tradisional yang terdiri dari: 9 a. Pendekatan laba bersih (Net Income Approach) b. Pendekatan laba operasi bersih (Net Operating Income Approach = NOI Approach), c. Pendekatan tradisional (Traditional Approach). Ketiga pendekatan struktur modal tradisional pada mulanya dikembangkan oleh David Durand pada tahun 1952. 2. Teori Struktur Modal Modern yang terdiri dari : a. Model Modigliani-Miller (MM) Tanpa Pajak, b. Model Modigliani-Miller (MM) Dengan Pajak, c. Model Miller, d. Financial Distress dan Agency Costs, e. Model Trade Off (Model gabungan antara Model Modigliani-Miller, Model Miller, dan Financial Distress dan Agency Costs), f. Teori Informasi Tidak Simetris (Asymetric Information Theory). (Sjahrial D, 2010) 2.1.2 Faktor-faktor Penentu Struktur Modal Salah satu tugas manajer keuangan adalah memenuhi kebutuhan dana. Di dalam melakukan tugas tersebut manajer keuangan dihadapkan adanya suatu variasi dalam pembelanjaan, dalam artian terkadang perusahaan lebih baik menggunakan dana yang bersumber dari hutang (debt), dan terkadang perusahaan lebih baik kalau menggunakan dana yang bersumber dari modal sendiri (Equity). Oleh karena itu manajer keuangan didalam operasinya perlu berusaha untuk memenuhi suatu sasaran tertentu mengenai perimbangan antara besarnya hutang jumlah modal sendiri yang tercermin dalam struktur modal perusahaan, perlu diperhitungkan berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal, yang dapat diuraikan antara lain: 1. Struktur Aktiva : Kebanyakan perusahaan industri dimana sebagian besar daripada modalnya tertanam dalam aktiva 10 tetap (fixed assets), akan mengutamakan pemenuhan modalnya dari modal yang permanen, yaitu modal sendiri, sedang hutang sifatnya sebagai pelengkap. Hal ini dapat dihubungkan dengan adanya aturan struktur finansial konservatif horizontal yang menyatakan bahwa besarnya modal sendiri hendaknya paling sedikit dapat menutup jumlah aktiva tetap plus aktiva lain yang sifatnya permanen. Dan perusahaan yang sebagian besar dari aktivanya terdiri atas aktiva lancar akan mengutamakan kebutuhan dananya dengan hutang. Jadi dapat dikatakan bahwa struktur aktiva mempunyai pengaruh terhadap struktur modal. 2. Tingkat Pertumbuhan Penjualan : Brigham dan Houston mengatakan bahwa perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. 3. Tingkat Pertumbuhan Aktiva : Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang cepat harus lebih banyak mengandalkan pada modal eksternal. Floating cost pada emisi saham biasa adalah lebih tinggi dibanding pada emisi obligasi. Dengan demikian perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung (obligasi) lebih dibanding banyak menggunakan perusahaan yang hutang lambat pertumbuhannya. 4. Profitabilitas : Brigham dan Hauston (2001) mengatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan hutang yang relatif kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. (Prabansari dan Kusuma, 2005) 11 2.2 Teori Struktur Modal Modigliani-Miller (MM) Franco Modigliani dan Merton Miller adalah bapak dari teori struktur modal. Pada tahun 1958, dalam American Economic Review 48 (1958, June) yang berjudul The Cost of Capital, Corporate Finance, and the Theory of Investment, mereka mengemukakan teori struktur modal dengan berbagai asumsi yang tidak mungkin terjadi, akan tetapi sangat membantu dalam memahami bagaimana perusahaan menentukan bauran pendanaan yang berasal dari hutang dan ekuitas secara benar (Siaw, 1999). Asumsi-asumsi yang mendasari adalah (Megginson, 1997): a. Semua aktiva berwujud dimiliki oleh perusahaan. b. Pasar modal sempurna (tidak ada pajak, tidak ada biaya transaksi, dan tidak ada biaya kebangkrutan). c. Perusahaan hanya dapat menerbitkan dua macam sekuritas, yakni ekuitas yang berisiko dan hutang bebas (tanpa) risiko. d. Individu maupun perusahaan dapat meminjam atau meminjamkan uang dengan tingkat suku bunga bebas risiko. e. Para investor mempunyai ekspektasi yang sama (homogen) terhadap keuntungan perusahaan di masa mendatang. f. Semua perusahaan tidak mengalami pertumbuhan (arus kas diasumsikan konstan dan perpetual, dan semua laba dibagikan dalam bentuk dividen). g. Semua perusahaan dapat dikelompokkan dalam satu kelompok kembalian, dan kembalian saham dari semua perusahaan dalam kelompok tersebut adalah proporsional. 2.2.1 Modigliani-Miller Model 1 (MM Model without corporate taxes) Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, maka nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang (unlevered firm) sama persis dengan perusahaan yang menggunakan hutang (levered firm). Apabila nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang diberi notasi VU dan nilai perusahaan yang menggunakan hutang diberi notasi VL, maka VU = VL. 12 Semua laba dibagikan dalam bentuk dividen dan laba diperkirakan konstan untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Jadi, saham biasa dianggap sama seperti saham preferen. Model tersebut dikenal sebagai model MM Proposisi 1 tanpa pajak. Proposisi tersebut mengakui bahwa nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh strategi pendanaan. Dengan kata lain, nilai perusahaan bergantung pada bagaimana bisnis itu dijalankan dan tidak pada bagaimana uang itu diperoleh. Ketika nilai unlevered firm sama persis dengan levered firm, menurut model MM (tanpa pajak), biaya modal rata-rata tertimbang (WACC = weighted average cost of capital) kedua perusahaan juga identik. Sesuai dengan Proposisi 1, perubahan keputusan pendanaan (struktur modal) tidak akan mempengaruhi nilai perusahaan. Dengan kata lain, pemegang saham dihadapkan pada peningkatan risiko keuangan tanpa kompensasi dari meningkatnya nilai perusahaan. Jadi, pemegang saham akan menuntut kembalian (return) yang lebih tinggi sebagai kompensasi dari meningkatnya risiko, dan hal ini disebut biaya penggunaan saham biasa yang lebih tinggi bagi levered firm. Pada umumnya biaya hutang lebih murah daripada biaya saham biasa, sehingga perusahaan memperoleh “penghematan” ketika perusahaan mengalihkan pendanaan ekuitas ke pendanaan hutang. Mengacu pada proposisi 1 bahwa WACC unlevered firm dan levered firm adalah identik, maka “penghematan” dari penggunaan hutang tercermin pada peningkatan biaya saham biasa tersaji pada Gambar 2. 13 Gambar 2. Hubungan Cost Of Capital dengan Debt Equity Ratio (Sumber: Brigham dan Ehrhardt, 2005) Dari model MM-1 (model MM tanpa pajak) yang dikemukakan oleh Franco Modigliani dan Merton Miller, dapat dipetik dua hal utama yaitu: 1. Dalam situasi tanpa pajak, nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur modal. Jadi, nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh jumlah hutang, sehingga WACC juga tidak dipengaruhi oleh struktur modal. 2. Kecenderungan perusahaan yang makin banyak menggunakan hutang akan lebih berisiko, sebab harus membayar biaya bunga yang lebih banyak pula. Perusahaan tidak dapat mengabaikan pembayaran biaya bunga, sehingga pemegang saham “menuntut” kembalian yang lebih tinggi yang tercermin pada biaya ekuitas yang lebih tinggi. Dalam kondisi demikian, perusahaan memperoleh “penghematan” yang makin banyak dengan menggunakan hutang yang lebih banyak karena lebih murah daripada ekuitas. Meskipun demikian, biaya ekuitas akan meningkat selaras dengan penambahan hutang. “Penghematan” yang dihasilkan dari penggunaan hutang otomatis akan meningkatkan biaya ekuitas, sehingga WACC tidak berubah. 2.2.2 Modiliani-Miller Model 2 (MM Model with corporate taxes) Pada tahun 1963, Modigliani dan Miller mempublikasikan sebuah artikel dalam American Economic Review 53 (1963, June) yang berjudul Corporate Income Taxes an the Cost of Capital: A Correction, untuk memperbaiki model awal mereka dengan 14 memperhitungkan adanya pajak perseroan (akan tetapi tetap mengabaikan pajak perorangan). Untuk selanjutnya model tersebut dikenal dengan sebutan model MM-2 atau model MM dengan pajak perseroan (Brigham dan Ehrhardt, 2005). Dari model MM-2, dapat dipetik dua hal utama yang berbeda dengan model MM-1 sebelumnya adalah: 1. Dalam Proposisi 1, struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Dalam kenyataan, struktur modal mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan: bertambahnya penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan. Dengan kata lain, pajak memberi manfaat dalam pendanaan yang berasal dari hutang. Manfaat pajak dari penggunaan hutang diperoleh dari beban hutang yang dapat diperhitungkan sebagai elemen biaya yang mengurangi besaran laba kena pajak, sedangkan pembayaran dividen tidak dapat diperhitungkan sebagai elemen biaya. Jadi, perusahaan seperti menerima subsidi dari pemerintah atas penggunaan hutang untuk menambah modal. 2. Dengan adanya pajak perseroan, maka perhitungan cost of equity (rs) dari perusahaan yang menggunakan debt levered akan lebih tinggi dibandingkan dari perusahaan yang unlevered. Perhitungan cost of capital (r wacc) akan menurun seiring dengan penambahan debt pada struktur modal karena penambahan debt juga meningkatkan keuntungan dari tax shield. 15 Gambar 3. Biaya Modal dan Nilai Perusahaan Model MM-2 (Sumber : Brigham dan Ehrhardt, 2005) 2.3 Financial Distress dan Agency Theory Setelah model MM dan Miller, muncul model lainnya yang memperhitungkan biaya diantaranya yaitu model biaya beban keuangan (financial distress) dan biaya keagenan (Agency Theory), kedua biaya tersebut ditanggung perusahaan ketika perusahaan mengambil keputusan untuk menggunakan hutang. 2.3.1 Financial Distress Perusahaan dapat memilih menghemat pajak dari perolehan bertambahnya hutang, namun perusahaan dihadapi dengan peningkatan kemungkinan terjadinya kebangkrutan dikarenakan bertambahnya beban bunga yang harus dibayarkan akibat penggunaan hutang. Perusahaan dapat menangguhkan pembayaran dividen, akan tetapi perusahaan tidak dapat menangguhkan pembayaran bunga. Perusahaan tidak dapat menanggung beban bunga diakibatkan kas yang dimiliki tidak cukup, sehingga perusahaan harus menanggung beban keuangan. Beban keuangan yang paling berat yaitu kebangkrutan. Biaya beban terbagi menjadi dua jenis yaitu: 1. Biaya beban keuangan langsung Biaya yang ditanggung perusahaan yaitu biaya pengesahan secara hukum dan biaya administrasi yang berkaitan dengan kebangkrutan. 16 2. Biaya beban keuangan tidak langsung Biaya ini bersifat implisit. Biaya yang termasuk dalam kategori ini adalah biaya dalam situasi yang sangat berat (tetapi tidak bangkrut). 2.3.2 Biaya keagenan (Agency Theory) Selain biaya kebangkrutan yang berpengaruh terhadap struktur modal dan nilai perusahaan adalah biaya keagenan. Dimana perusahaan bertindak sebagai agen, dimana para pemegang saham mengharapkan agen melakukan kepentingan pemegang saham. Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling pada tahun 1976, manajemen merupakan agen dari pemegang saham, sebagai pemilik perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Untuk dapat melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan insentif dan pengawasan yang memadai. Kegiatan pengawasan tentu saja membutuhkan biaya yang disebut dengan biaya agensi. Biaya agensi adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen bertindak manajemen untuk konsisten sesuai meyakinkan bahwa dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditor dan pemegang saham. Biaya pengawasan berfungsi sebagai disinsentif dalam penerbitan obligasi, terutama dalam jumlah yang besar. 2.4 Pecking Order Theory Menurut Myers (1984) menyatakan bahwa ada semacam tata urutan (pecking order) bagi perusahaan dalam menggunakan modal. Apabila perusahaan membutuhkan pendanaan eksternal, pertama kali akan menerbitkan hutang sebelum menerbitkan saham baru. Penerbitan saham baru menduduki urutan terakhir sebab penerbitan saham baru merupakan tanda atau sinyal bagi pemegang saham dan calon investor tentang kondisi perusahaan saat sekarang dan prospek mendatang yang tidak baik. Kontra 17 terhadap Trade off theory, maka yang paling menarik dari the pecking order theory menurut Myers (1984) adalah: 1. Perusahaan akan lebih mengutamakan internal financing, karena pecking order theory membedakan ekuitas yang diperoleh dari laba ditahan dan penerbitan saham baru karena urutan pilihan atau prioritas sumber pendanaan menempatkan laba ditahan pada posisi yang paling atas, sedangkan penerbitan saham baru berada pada urutan terbawah. 2. Perusahaan menyesuaikan target pembayaran dividen terhadap peluang investasi. Hal ini membawa implikasi bahwa kebijakan dividen lebih relevan dengan keputusan investasi daripada dengan keputusan pendanaan. 3. Kebijakan deviden bersifat sticky, sehingga dampak fluktuasi profitabilitas dan peluang pada aliran kas internal bisa lebih besar atau lebih kecil dari pengeluaran investasi. 4. Bila dana eksternal dibutuhkan, maka barulah perusahaan memilih sumber dana dari utang karena dipandang lebih aman dari ekuitas. Ekuitas merupakan pilihan terakhir dari Pecking order theory sebagai sumber untuk memenuhi kebutuhan investasi. 2.5 Analisis Laporan Keuangan Agar laporan keuangan menjadi lebih berarti maka dilakukan analisis keuangan. Bagi pihak pemilik dan manajemen perusahaan analisis keuangan dilakukan agar mengetahui posisi keuangan perusahaan. Dalam praktiknya terdapat dua macam metode dalam menganalisis laporan keuangan, yaitu: 1. Analisis Vertikal (statis) merupakan analisis yang dilakukan terhadap hanya satu periode laporan keuangan saja. Analisis dilakukan antara pos-pos pada satu periode saja. Informasi yang diperoleh juga hanya untuk satu periode. 2. Analisis Horizontal (Dinamis) merupakan analisis yang dilakukan dengan membandingkan laporan keuangan untuk beberapa periode. 18 Selain kedua metode di atas, ada pula teknik analisis keuangan yang dapat digunakan perusahaan. Terdapat sembilan teknik analisis yang dapat dilakukan yaitu analisis perbandingan antar laporan keuangan, analisis trend, analisis persentase per komponen, analisis sumber dan penggunaan dana, analisis sumber dan penggunaan kas, analisis rasio, analisis kredit, analisis laba kotor, serta analisis titik pulang pokok. 2.5.1 Rasio Keuangan Pengertian rasio keuangan menurut James C Van Home dalam Kasmir (2010) merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka dengan angka lainnya. Rasio keuangan digunakan untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Dari hasil rasio keuangan ini akan terlihat kondisi kesehatan perusahaan yang bersangkutan. Adapun jenis dari rasio keuangan adalah sebagai berikut: 1. Rasio Likuiditas : menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Selain itu juga menunjukkan atau mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo, baik kewajiban kepada pihak luar perusahaan maupun didalam perusahaan. 2. Rasio Aktivitas : rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi pemanfaatan sumber daya perusahaan atau rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. 3. Rasio Solvabilitas : rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Artinya besarnya jumlah hutang yang digunakan perusahaan untuk membiayai kegiatan usahanya jika dibandingkan dengan menggunakan modal sendiri. 4. Rasio Profitabilitas : rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan atau laba dalam suatu periode tertentu. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat 19 efektivitas menajemen suatu perusahaan yang ditunjukkan dari laba yang dihasilkan dari penjualan atau dari pendapatan investasi. 2.5.2 Analisis Tren Analisis tren merupakan analisis laporan keuangan yang biasanya dinyatakan dalam presentase tertentu. Dalam analisis tren perbandingan analisis dapat dapat dilakukan dengan menggunakan analisis horisontal atau dinamis. Selain menggunakan analisis rasio penelitian ini juga menggunakan analisis tren bertujuan untuk melihat tren dari struktur modal. Dalam analisis trend harus ditentukan terlebih dahulu tahun dasar sebagai pembanding, baru dicarikan angka indeksnya (Kasmir, 2010). Dalam analisis tren dalam presentase, penganalisis tidak dapat membandingkan atau tidak dapat memperoleh gambaran tentang perubahan dalam masing-masing unsur dari tahun ke tahun dalam hubungannya dengan total aktiva, total utang, dan modal sendiri, dan jumlah atau nilai penjualan neto. (Jumingan, 2008) 2.6 Regresi dan Korelasi Linear Sederhana Salah satu tujuan analisis data ialah untuk memperkirakan / memperhitungkan besarnya efek kuantitatif dari perubahan suatu kejadian terhadap kejadian lainnya. Regresi sederhana adalah suatu alat ukur yang juga digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya korelasi antar variabel. Analisis regresi lebih akurat dalam melakukan analisis korelasi, karena pada analisis itu kesulitan dalam menunjukkan slop. Jadi dengan analisis regresi, peramalan atau perkiraan nilai variabel terikat pada nilai variabel bebas lebih akurat pula. Regresi linear adalah regresi yang variabel bebasnya berpangkat paling tinggi satu. Dalam regresi sederhana akan dibahas hanya dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas merupakan variabel yang nilai-nilainya tidak bergantung pada variabel lainnya, biasanya disimbolkan dengan X, sedangkan variabel terikat adalah variabel yang 20 nilai-nilainya bergantung pada variabel lainnya, biasanya disimbolkan dengan Y. Analisis korelasi merupakan cara untuk mengetahui ada atau tidak adanya hubungan antar variabel misalnya hubungan dua variabel. Korelasi yang terjadi pada dua variabel dapat berupa korelasi positif, korelasi negatif, tidak ada korelasi, ataupun korelasi sempurna. Korelasi positif adalah korelasi dari dua variabel, yaitu apabila variabel satu meningkat atau menurun maka variabel lainnya cenderung untuk meningkat atau menurun pula. Korelasi negatif yaitu apabila variabel yang satu meningkat atau menurun maka variabel lainnya cenderung menurun atau meningkat. Tidak ada korelasi yaitu kedua variabel tidak menunjukkan adanya hubungan. Sedangkan korelasi sempurna yaitu apabila kenaikan atau penurunan variabel yang satu berbanding dengan kenaikan atau penurunan variabel lainnya. (Hasan I, 2008) 2.7 Biaya Modal Biaya modal merupakan tingkat pengembalian yang harus dihasilkan oeh perusahaan atas investasi proyek untuk mempertahankan nilai pasar sahamnya. Biaya modal juga dapat dianggap sebagai tingkat pengembalian yang diharapkan oleh penggalang dana atas investasi yang ditanamkan. (Ridwan. S, dkk, 2003) 2.7.1 Biaya Modal Rata-rata Tertimbang Perusahaan dalam membiayai proyek investasinya dapat dilakukan dengan modal sendiri, sehingga cost of capital sebesar cost of rate sebesar biaya modal sendiri. Terkadang perusahaan seringkali tidak hanya menggunakan satu sumber dana melainkan dari berbagai sumber dana. Apabila perusahaan menggunakan kombinasi beberapa jenis sumber dana, maka cost of capital yang diperlukan diperhitungkan adalah keseluruhan biaya modal atau disebut sebagai weighted average cost of capital atau biaya modal rata-rata tertimbang. Biaya modal rata-rata tertimbang sering digunakan dalam perhitungan cost of capital, dengan formula sebagai berikut: 21 RWACC = (B/(B+S)) x rB x (1-Tc) + (s/(B+S)) x rS ............... (2.1) rs = cost of equity rB = cost of debt rWACC = weighted average cost of capital B = The value of Debt S = The value of equity Tc = Pajak Perusahaan Nilai estimasi untuk cost of debt dapat ditentukan melalui perhitungan tingkat rata-rata suku bunga pinjaman yang digunakan perusahaan. Apabila pinjaman perusahaan tidak dapat dinilai market value nya, maka dapat dinilai dari book value. 2.7.2 Cost of Equity Biaya ekuitas merupakan biaya yang mengacu pada hak investor atas investasi yang ditanamkannya. Dalam subyek cost of capital secara keseluruhan, maka cost of equity ini adalah yang paling sulit, karena tidak ada cara untuk mengamati atau mengetahui secara langsung tingkat return yang diharapkan oleh investor. Biaya ekuitas dipengaruhi oleh tingkat disclosure, risiko (BETA) dan nilai pasar ekuitas. Profesi keuangan mengalami kesulitan dalam mengembangkan suatu pendekatan dalam menghitung tingkat pengembalian yang diinginkan oleh investor. Namun ada satu metode yang sering digunkan untuk mengitung tingkat pengembalian investor yaitu model CAPM (capital asset pricing model). Model ini merupakan suatu persamaan yang menyamakan tingkat pengembalian yang diharapkan dengan tingkat premi ditambah dengan premi asuransi untuk resiko sistematis. Model ini tergantung pada tiga hal: (Keown, 2008) 1. Tingkat bebas resiko, krf, 2. Resiko sistematis dari pengembalian saham biasa relatif teradap pasar secara kesulurahan. 22 3. Premi resiko pasar, yang sama dengan perbedaan tingkat pengembalian yang diharapkan untuk pasar secara keseluruhan.( km – krf) Dengan CAPM, tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor dapat ditulis sebagai berikut: kc = krf + β(km – krf) ............................................................... (2.2) kc = Cost of equity krf = risk free interest rate km = expected market return β = Beta coeficient Persamaan diatas menggambarkan pengembalian risiko yang ada di pasar, dimana resiko ditetapkan dengan istilah beta. Tingkat bebas resiko merupakan instrumen keuangan yang tidak memiliki resiko, biasanya adalah tingkat suku bunga obligasi pemerintah. Robert S Hamada memperkenalkan suatu formulasi yang mengkombinasikan antara teori MM (setelah pajak) dengan CAPM untuk mencari perkiraan nilai cost of equity pada perusahaan leverage (Brigham & Gapensky, 1997). Dalam trade off theory faktor financial risk termasuk kedalam financial distress cost yang akan mengurangi nilai perusahaan. Untuk mengetahui hubungan beta unleverage dengan beta leverage dapat dilihat sebagai berikut: βL = βu[1+(1-Tc) x (D/E)] ...................................................... (2.3) 2.8 Hutang Hutang merupakan sumber dana eksternal yang sangat diperlukan apabila perusahaan mengalami pertumbuhan. Keputusan penggunaan dana ekternal diambil setelah sumber dana internal tidak mampu membiayai keseluruhan dana yang diperlukan perusahaan. Sumber dana dari hutang menimbulkan kewajiban membayar bunga dan pokok pinjaman. Pembayaran bunga dan pokok pinjaman memiliki prioritas sebelum sisa keuntungan tersedia untuk para pemegang saham. Perusahaan dikatakan mempunyai financial leverage apabila perusahaan tersebut menggunakan 23 sumber dana dengan beban tetap (salah satu diantaranya adalah hutang). Tujuan financial leverage adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan (value of the firm) yang lebih tinggi. Untuk mewujudkan tujuan tersebut diperlukan strategi penentuan struktur modal. (Sugihen SG, 2003) Pajak penghasilan badan usaha merupakan biaya bisnis yang utama bagi hampir kebanyakan perusahaan. Akibatnya perusahaan menghabiskan banyak waktu dan usaha untuk meminimalkan beban pajaknya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan memilih pendanaan melalui hutang karena sifat bunga yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman yang bersifat deductible atas laba usaha sehingga mengurangi beban pajak perusahaan. Brigham dan Houston (2001) mengemukakan bahwa bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan dengan tujuan perpajakan, dan pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak yang tinggi. Karena itu, makin tinggi tarif pajak perusahaan makin besar penggunaan hutang (Siahaan, Lubis dan Bahri, 2009). Manfaat dari hutang dapat terlihat pada perolehan laba seperti berikut ini. EBT = EBIT - Beban bunga.............................................................. (2.4) EAT = EBT – Beban Pajak ............................................................... (2.5) Perhitungan beban pajak dihitung berdasarkan nilai dari earning before tax (EBT) sehingga apabila beban bunga semakin tinggi maka akan mengurangi nilai EBT yang akan mengakibatkan beban pajak semakin kecil. Dengan kata lain penggunaan hutang akan mengurangi beban pajak perusahaan. Namun pada suatu titik tertentu beban bunga (hutang) yang terlalu tinggi akan berdampak pada ketidakstabilan kondisi perusahaan dan mengakibatkan resiko terjadi kebangkrutan. Beban bunga yang terjadi karena adanya hutang merupakan prioritas pertama dalam segi pembayaran dibandingkan dengan beban pajak, selain itu juga perusahaan tidak bisa menangguhkan beban bunga. Oleh karena itu dibutuhkan kondisi penggunaan hutang yang tepat. 2.9 Struktur Modal Optimal Dalam memahami struktur modal optimal dapat dilihat dari hubungan dasar keuangan. Dapat dikatakan bahwa nilai perusahaan dapat 24 optimal ketika biaya modal minimal. Dengan menggunakan nilai sederhana pertumbuhan nol maka nilai perusahaan dapat dihitung sebagai berikut: ............................................................................. (2.6) N = Nilai Perusahaan EBIT = Laba sebelum bunga dan pajak Tax = Tarif Pajak rWACC = Biaya modal rata-rata tertimbang Jika EBIT dianggap konstan maka nilai perusahaan dapat maksimal dengan cara meminimalkan biaya modal rata-rata tertimbang. Umumnya semakin rendah biaya modal rata-rata tertimbang, semakin besar perbedaan antara biaya dari hasil proyek, dan menyebabkan semakin besar penghasilan pemilik. Dengan meminimalkan biaya modal rata-rata tertimbang memungkinkan manajemen untuk dapat mengambil lebih banyak proyek yang menguntungkan dan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Dalam kenyataannya, WACC perusahaan akan meningkat dan nilai perusahaan akan menurun setelah mencapai titik tertentu, seperti terlihat pada Gambar 4 sebagai berikut ini: Gambar 4. Biaya Modal dan Nilai Perusahaan (dalam kenyataan) (Sumber : Siaw, 1999) Dari gambar tersebut, terlihat ada kombinasi hutang dan ekuitas tertentu yang menghasilkan biaya modal minimum dan nilai perusahaan maksimum. Salah satu perhatian utama dari manajer keuangan adalah menetukan struktur modal optimal yang akan meminimumkan biaya modal dan memaksimumkan nilai perusahaan. 25 Pada kenyataannnya sulit untuk mendapatkan struktur modal yang optimal, hal ini dikarenakan tidak mungkin untuk mengetahui posisi pasti dimana struktur modal yang optimal. Pada umumnya perusahaan hanya berada pada struktur modal yang diyakini mendekati optimal. Kenyataannya laba ditahan dan segala sumber serta jumlah pembiayaan baru akan mengakibatkan perubahan pada struktur modal, hal inilah yang mengakibatkan struktur modal selalu berubah dan tidak akan pernah berada pada suatu kondisi struktur modal yang optimum, melainkan berada pada sebaran struktur modal. Dalam pemilihan pendanaan dengan hutang dan ekuitas, tidak ada teori yang berlaku umum, karena masing-masing perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Ada beberapa teori keuangan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan pendanaan. Menurut balanced theory, perusahaan mendasarkan keputusan pendanaan pada struktur modal yang optimal. Struktur modal yang optimal dibentuk dengan menyeimbangkan manfaat dari penghematan pajak atas penggunaan hutang terhadap biaya Stephen A. Ross menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan manufacturing umumnya memiliki komposisi hutang jangka panjang antara 0%-50% dari total kapitalisasi, sedangkan perusahaan utilities sekitar 30%-60%. Sementara banyak studi mengenai struktur modal yang menyimpulkan aturan umum bahwa cost of capital akan minimum dalam komposisi hutang berbanding ekkuitas 1:2 berbeda data struktur modal untuk perusahaan di beberapa Negara dan Amerika Serikat diberikan dalam Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2. Perbandingan Struktur Modal di Beberapa Negara Negara Persentase debt terhadap Nilai pasar Amerika 48% Jepang 72% Jerman 49% Kanada 45% Perancis 58% Italia 59% Sumber : Ross SA (1997) 26 Tabel 3. Struktur modal beberapa industri di Amerika Serikat Perusahaan Presentase Debt terhadap nilai pasar Leverage tinggi Konstruksi bangunan 60,2% Industri perhotelan 55,4% Transportasi udara 38,8% Logam Dasar 29,1% Kertas 28,2 Leverage Rendah Industri kimia dan obat 4,80% Elektronika 9,10% Jasa manajemen 12,30% Komputer 9,60% Pelayanan Kesehatan 15,20% Sumber : Ross SA(1997) 2.10 Valuasi Tujuan dilakukannya penilaian bisnis (valuasi bisnis) adalah disamping untuk melakukan aktivitas merger dan akuisisi, tetapi juga untuk 1) divestasi ataupun penambahan ekuitas dari mitra baru dalam perusahaan, 2) penjualan sebagian saham kepada publik. Dengan business valuation, pelaku bisnis dapat mengetahui nilai wajar ekuitas suatu perusahaan untuk perolehan pendanaan dan investor perlu mengukur berapa capital gain dari saham untuk menilai perkembangan kekayaannya (Nurhayati E, 2009). Melakukan valuasi perusahaan berarti mengukur tidak hanya kekayaan (aset) tetapi juga keterkaitannya dengan utang dan ekuitas. Secara umum dikenal tiga pendekatan dalam melakukan valuasi yaitu metode discounted cash flow, metode penilaian relatif (relative valuation) dan metode contingent claim valuation. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing dari ketiga model tersebut (Prasetyo AH, 2011): 1. Metode Discounted Cash Flow: metode ini menekankan penerapan time value of money pada setiap variabel yang digunakan. Di satu 27 sisi, metode ini dapat digunakan untuk memprediksi nilai perusahaan beberapa periode kedepan. Di sisi lain, metode ini dipandang sebagai salah satu metode yang termasuk dalam kategori cukup realistis. 2. Metode Penilaian Relatif : Metode ini mendasarkan perhitungan pada keterkaitan antara aset yang divaluasi dengan aset yang menjadi benchmark. Metode ini juga mendasarkan nilai aset pada nilai pasarnya. 3. Contingent Claim Valuation : Metode ini umumnya digunakan untuk menilai sekuritas yang diterbitkan oleh perusahaan. Sekuritas tersebut dapat berupa saham biasa, warrant, maupun obligasi. Dari metode yang telah dijelaskan sebelumnya, setiap metode memiliki jenis metodenya masing-masing yang dapat dilihat pada Gambar 5 sebagai beikut: Gambar 5. Metode Valuasi (Sumber : Damodaran Aswath, 2002) Untuk menilai perusahaan maka digunakan metode discounted cash flow, dalam metode DCF nilai dari suatu aset merupakan present value dari expected cash flow asset tersebut yang kemudian didiskontokan pada suatu nilai discount rate yang menggambarkan tingkat risiko dari expected cash flow tersebut (Damodaran, 2001). Metode DCF dalam 28 aplikasinya tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangan. Hal inilah yang membuat terjadinya perkembangan valuasi dalam dunia keuangan. Menurut Mun dalam Baroto (2008) terdapat kelebihan dari metode DCF yaitu: 1. Jelas serta konsisten dalam decision criteria untuk seluruh proyek. 2. Terdapat faktor time value of money yang menunjukkan nilai sesungguhnya sekarang. Serta struktur risiko yang sudah terkandung didalam time value of money. 3. Mudah dalam menjelaskan kepada pihak manajemen. Namun diantara kelebihan tersebut, metode DCF juga memiliki banyak kekurangan seperti: 1. Ketidakpastian dimasa yang akan datang membuat hasil dari metode DCF yang statis menjadi kurang dinamis. 2. Proyek-proyek yang dinilai berdasarkan metode DCF bersifat lebih pasif. 3. Seluruh tingkat risiko diasumsikan sudah diwakilkan oleh factor discount rate, padahal dalam kenyataan tingkat risiko tersebut dapat berubah tiap waktu. 4. Metode DCF mengasumsikan cash flow dimasa depan dapat diramalkan dengan tepat. Metode DCF memiliki kelemahan dalam kasus terjadi perubahan struktur modal perusahaan, yang berdampak juga pada nilai perusahaan. Hal ini diantisipasi oleh metode Adjusted Present Value (APV), metode ini memisahkan free cash flow atas arus kas dari operasi dan arus kas dari sumber lain-lain yang umumnya didominasi oleh perlindungan pajak (tax shield). Pendekatan APV, dimulai dengan nilai perusahaan tanpa hutang. Dengan menambah hutang perusahaan, Damodaran mempertimbangkan efek pada nilai bersih dengan mempertimbangkan baik manfaat dan biaya pinjaman. Untuk melakukan ini, Damodaran mengasumsikan bahwa manfaat dari pinjaman adalah risiko tambahan kebangkrutan. (Damodaran A, 2002) 29 2.11 Penelitian Terdahulu Penelitian ini merujuk kepada penelitian terdahulu mengenai analisis optimasi struktur modal. Skripsi yang disusun oleh Mohamat Emir Ferdian (2008) yang berjudul Analisa Optimasi Struktur Modal dan Manajemen Kas PT Indonesia Power Dalam Usahanya Untuk Memenuhi Ekspansi Usaha yang Dimiliki menggunakan model MM dengan perhitungan WACC dan asumsi optimasi struktur modal didapat ketika WACC minimum. Hasil valuasi pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan masih memiliki prospek yang sangat baik untuk berkembang. Dari aspek optimasi struktur modal, struktur modal yang paling optimal dengan rasio hutang sebesar 30% . Selain penelitian oleh Ferdian (2008) terdapat rujukan berupa tesis yang disusun oleh Dini S. Mardiani (2001) dengan judul penelitian yaitu Analisis Struktur Modal yang Optimal LASMO PLC. Pada penelitian tersebut menggunakan anlisis sensitivitas dengan melihat pengaruh perubahan struktur modal LASMO terhadap biaya modal dan nilai perusahaan. Adapun hasil penelitian tersebut memberikan dua alternatif struktur modal optimal yaitu pada saat rasio hutang 60% dan 40%.