ANALISIS PENGARUH KRISIS MONETER TAHUN 1997 TERHADAP TINGKAT PERTUMBUHAN TEKNOLOGI DI INDONESIA OLEH: AGUS TRI PRASETYO A. PENDAHULUAN Menurut Hal Hill, Indonesia adalah laboratorium paling tepat untuk mempelajari sebab-sebab terjadinya pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pada tahun 1966, sebagian besar peneliti ekonomi sangat pesimis terhadap kemampuan perekonomian Indonesia untuk mencapai stabilitas dan menciptakan pertumbuhan. Saat itu, perekonomian Indonesia dalam kondisi hyperinflasi, tingginya pengangguran dan meratanya kemiskinan. Para peneliti tersebut memperkirakan bahwa ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh setelah stabilitas ekonomi tercapai, dalam jangka waktu yang panjang. Tetapi, dugaan mereka tidak terbukti. Pemerintah Orde Baru yang mulai berkuasa pada tahun 1966 segera memperbaiki keadaan dengan memberikan prioritas utama pada usaha pemulihan roda perekonomian. Berikut ini, komentar Anne Booth dan Peter McCawley dalam buku “Ekonomi Orde Baru”1: “Menjelang tahun 1969 stabilitas moneter sudah tercapai dengan cukup baik, dan pada bulan April tahun itu Repelita I dimulai. Dasawarsa setelah itu penuh dengan peristiwa-peristiwa penting bagi perkembangan ekonomi di Indonesia. Perekonomian tumbuh lebih cepat dan lebih mantap dibandingkan tahun-tahun sebelumnya…” Dari tahun 1970 hingga 1997, perekonomian Indonesia memang tumbuh dengan cepat dan mantap. Hanya saja, pada tahun 1997, terjadi interupsi berupa krisis moneter yang berujung pada krisis politik. Krisis tersebut mengakhiri kekuasaan Presiden Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun. Krisis tidak segera teratasi karena labilnya kondisi politik dan pemerintahan. Dari tahun 1998 sampai dengan 2004, telah dilaksanakan 2 pemilu dan telah menghasilkan 4 presiden pengganti Soeharto. Anne Booth dan Peter McCawley, ”Ekonomi Orde Baru”, Terjemahan Boediono, Jakarta: LP3ES, 1985, hal. 1. 1 Tahun 2005, Ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 4,9 persen dengan tingkat inflasi sebesar 17,1 persen.2 Dari tahun 1970 hingga 1997, perekonomian tumbuh sekitar 6 – 8 persen dengan tingkat inflasi rata-rata sekitar 10 persen. Kondisi ini mengindikasikan bahwa Indonesia masih dalam tahap pemulihan ekonomi. Hal ini disebabkan kondisi politik dan sosial Indonesia yang masih labil. Kepercayaan masyarakat kepada pemerintah belum pulih. Tantangan politik terbesar pemerintah Indonesia saat ini adalah penegakan hukum dan keamanan terkait masalah korupsi dan terorisme. Paper ini akan memfokuskan pembahasan pada salah satu penyebab pertumbuhan ekonomi Indonesia yaitu kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi adalah salah satu penyebab pertumbuhan ekonomi yang dialami Indonesia dari tahun 1970 hingga sekarang. Tetapi, ada 2 pendapat yang berbeda tentang kemajuan teknologi ini. Sebagian berpendapat bahwa kemajuan teknologi benar-benar telah terjadi di Indonesia, tetapi sebagian yang lain berpendapat bahwa kemajuan teknologi yang terjadi adalah kemajuan yang bersifat semu, karena kedatangan teknologi tersebut hanya terkait dengan kedatangan investasi asing. Menurut pendapat kedua, saat ini Indonesia akan sulit memulihkan ekonominya, karena labilnya kondisi politik dan sosial, menyebabkan investasi asing tidak terjadi sebesar sebelum krisis. Tidak masuknya investasi asing ini menyebabkan tingkat kemajuan teknologi menurun. Untuk melihat permasalahan sebenarnya dari perkembangan teknologi ini, paper ini akan menyusun model untuk membuktikan apakah terjadi tingkat kemajuan teknologi yang berbeda antara sebelum dan setelah krisis. Jika memang terjadi penurunan tingkat kemajuan teknologi, maka pemerintah perlu berusaha meningkatkan teknologi yang tidak tergantung pada investasi asing. Tujuan akhirnya adalah meningkatkan kemandirian perekonomian dan menjaga stabilitas pertumbuhan. Ari Kuncoro dan Budi P. Resosudarmo, “Survey of Recent Developments”, BIES Volume 42 Nomor 1, April 2006, hal. 11. 2 2 B. SPESIFIKASI MODEL Fungsi produksi yang digunakan sebagai dasar pembentukan model adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi ini dapat dituliskan sebagai berikut: Yt = Tt.Ktα.Ltβ (1) dimana: Yt = tingkat produksi tahun t Tt = tingkat teknologi tahun t Kt = jumlah stok modal pada tahun t Ltβ = jumlah tenaga kerja pada tahun t α = pertambahan produksi yang diciptakan oleh pertambahan 1 unit modal β = pertambahan produksi yang diciptakan oleh pertambahan 1 unit tenaga kerja Persamaan (1) di atas dapat diubah menjadi persamaan berikut: Log Yt = Log Tt + α Log Kt + β Log Lt (2) Kalau persamaan (2) didiferensiasikan akan diperoleh: d Log Yt / dt = d Log Tt / dt + α (d Log Kt / dt) + β (d Log Lt / dt) (3) Selanjutnya persamaan (3) tersebut disederhanakan menjadi:3 rY = rT + α.rK + β.rL (4) dimana: rY = tingkat pertambahan pendapatan nasional rT = tingkat perkembangan teknologi α. = pertambahan produksi yang diciptakan oleh pertambahan 1 unit modal rK = tingkat pertambahan stok modal β = pertambahan produksi yang diciptakan oleh pertambahan 1 unit tenaga kerja rL = tingkat pertambahan tenaga kerja Persamaan (4) ini akan diestimasi untuk melihat terjadi tidaknya penurunan tingkat kemajuan teknologi setelah krisis. C. ESTIMASI TINGKAT PERTUMBUHAN TEKNOLOGI Berdasarkan Persamaan (4) tersebut dapat disusun fungsi estimatornya sebagai berikut: Sadono Sukirno, “Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan”, Edisi Kedua, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006. 3 3 Y = β0 + β1.D + β2.X1 + β3.X2 + e (5) dimana: Y = pertumbuhan GDP D = variabel dummy (sebelum 1997 = 0, setelah 1997 = 1) X1 = pertumbuhan investasi tahun t X2 = pertambahan tenaga kerja β0, β1, β2, β3, = konstanta Persamaan (5) tersebut diestimasi menggunakan data perekonomian Indonesia tahun 1977 sampai dengan 2003, seperti terlihat pada Lampiran 1. Data perekonomian tersebut diolah dari buku ”Makro Ekonomi Indonesia” yang disusun oleh Lembaga Penelitian Ekonomi IBII.4 Perlu diperhatikan bahwa pertumbuhan stok modal tidak diukur secara langsung, mengingat keterbatasan data, tetapi dihitung dengan indikator pertumbuhan investasi. Jadi diasumsikan depresiasi stok modal adalah tetap atau diabaikan. Variabel dummy (D) ditambahkan pada intercept untuk melihat ada tidaknya perubahan nilai intercept sebelum dan sesudah tahun 1997. Jika terjadi perubahan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perubahan tingkat kemajuan teknologi setelah krisis. Hipotesis yang diuji adalah: H0 : β1 < 0 Ha : β1 > 0 Hipotesis tersebut memiliki arti bahwa jika H0 diterima, maka terjadi penurunan pertumbuhan teknologi setelah krisis. Sedangkan jika Ha diterima, maka tidak terjadi penurunan pada pertumbuhan teknologi setelah krisis. Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai t hitung variabel dummy dengan t kritisnya pada tingkat kepercayaan (α) = 0.05. Jika t hitung > t kritis, maka H0 ditolak. Jika Jika t hitung < t kritis, maka H0 tidak ditolak. Estimasi Persamaan (5) dilaksanakan menggunakan teknik ekonometrik metode Ordinary Least Square (OLS) berbantuan program Eviews versi 3.0 dengan output sebagai berikut: Lembaga Penelitian Ekonomi IBII, “Makro Ekonomi Indonesia”, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004, halaman 147 -163. 4 4 Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 06/13/06 Time: 05:49 Sample: 1977 2003 Included observations: 27 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C DUMMY X1 X2 4.627465 -2.395670 0.281818 -0.322151 0.959283 1.385433 0.050106 0.220044 4.823877 -1.729185 5.624400 -1.464028 0.0001 0.0972 0.0000 0.1567 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.719768 0.683216 2.385622 130.8974 -59.62213 2.691547 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 5.237037 4.238573 4.712750 4.904726 19.69158 0.000002 Dari output tersebut dapat dinyatakan hal-hal sebagai berikut: 1. Hasil estimasi Persamaan (5) sebelum krisis tahun 1997 adalah: Y = 4.627465 + 0.281818 X1 – 0.322151 X2 t (4.82387) (5.624400) (6) (-1.464028) R-squared = 0.719768 Jadi tingkat pertumbuhan teknologi sebelum krisis adalah sebesar 4.63% dan probabilitas koefisien tersebut (Prob.) adalah 0.0001 yang berarti signifikan untuk α = 5%. Nilai R-squared yang tinggi (= 0.719768) menunjukkan bahwa Persamaan (6) cukup baik untuk memprediksi pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependennya. 2. Hasil estimasi Persamaan (5) setelah krisis tahun 1997 adalah: Y = 4.627465 – 2.3956370 + 0.281818 X1 – 0.322151 X2 t (4.82387) (-1.729185) (5.624400) (7) (-1.464028) R-squared = 0.719768 atau Y = 2,231828 + 0.281818 X1 – 0.322151 X2 (7) Jadi tingkat pertumbuhan teknologi sebelum krisis adalah sebesar 2,23%. Tetapi uji hipotesis terhadap koefisien variabel dummy adalah sebagai berikut: t hitung = -1.729185; t kritis dengan α = 5% dan df = 24, maka t kritis = 1.711; karena t hitung > t kritis, maka H0 ditolak. Artinya, variabel dummy berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan teknologi sebesar = - 5 2.3956370, tetapi secara statistik pengaruh tersebut tidak signifikan, atau tidak ada pengaruh signifikan dari krisis terhadap tingkat pertumbuhan teknologi. D. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil analisis di atas, dapat diambil kesimpulan dan disarankan hal-hal sebagai berikut: 1. Tidak ada pengaruh signifikan terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 terhadap tingkat pertumbuhan teknologi. Tetapi, besarnya penurunan nilai estimasi tingkat pertumbuhan teknologi tersebut sebelum 1997 adalah sebesar 4,62% menjadi 2,23% setelah terjadinya krisis, menunjukkan kecenderungan yang perlu diantisipasi. Penurunan ini terutama disebabkan menurunnya tingkat pertumbuhan rata-rata perekonomian Indonesia. 2. Pertumbuhan teknologi telah terjadi di Indonesia, jika dilihat dari tahun 1977 hingga 2003, sebesar 4,62%. Sebagian besar pertumbuhan ekonomi selama tahun 1977 hingga 2003 dipengaruhi oleh pertumbuhan teknologi dan pertumbuhan modal. Pertumbuhan tenaga kerja perlu mendapat perhatian mengingat kecilnya pengaruh pertumbuhan tenaga kerja ini terhadap pertumbuhan ekonomi. 3. Pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan sangat dipengaruhi oleh kinerja pemerintah untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan teknologi. Peluang meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan modal dan tenaga kerja terbuka untuk mengkompensasi penurunan yang mungkin terjadi pada tingkat pertumbuhan teknologi. Saat ini tingkat investasi sangat rendah dan pengangguran tinggi, jadi keduanya berpotensi untuk ditingkatkan sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil dapat tercipta. --oOo-- 6 DAFTAR PUSTAKA Anne Booth dan Peter McCawley, ”Ekonomi Orde Baru”, Terjemahan Boediono, Jakarta: LP3ES, 1985. Ari Kuncoro dan Budi P. Resosudarmo,“Survey of Recent Developments”, BIES Volume 42 Nomor 1, April 2006. Sadono Sukirno, “Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan”, Edisi Kedua, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006. Lembaga Penelitian Ekonomi IBII, “Makro Ekonomi Indonesia”, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004. 7