STRATEGI IMPLEMENTASI NEW WAVE MARKETING PADA PERBANKAN SYARIAH Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) Oleh : Hidayat NIM : 103046128261 KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M STRATEGI IMPLEMENTASI NEW WAVE MARKETING PADA PERBANKAN SYARIAH Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.E.Sy) Oleh: Hidayat NIM : 103046128261 Menyetujui, Pembimbing Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag.,M.Si. NIP. 197412132003121002 KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M ii LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif (UIN) Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif (UIN) Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif (UIN) Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 30 Desember 2010 Hidayat iii PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi Berjudul “Strategi Implementasi New Wave Marketing Pada Perbankan Syariah” telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 01 Februari 2011. Skripsi ini telah diteriam sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE. Sy) pada Program studi Muamalat (Ekonomi Islam). Jakarta, 01 Februari 2011 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM NIP. 1955 0505 1982 0310 12 PANITIA UJIAN 1. Ketua : Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH., MA., MM NIP. 1955 0505 1982 0310 12 (…………………) 2. Sekretaris : Mu’min Rauf, MA NIP. 150281979 (…………………) 3. Pembimbing : Fahmi Ahmadi, S.Ag, M.Si NIP. 197412132003121002 (…………………) 4. Penguji I : Drs.H. Abdul Malik, MM (…………………) 5. Penguji II : Mu’min Rauf, MA NIP. 150281979 (…………………) KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirahim. Penulis Memanjatkan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang senantisa memberi rahmat, taufiq dan hidayahNya kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita semua Nabi Muhammad Saw. Dengan taufiq dan hidayah Allah SWT, serta dilakukan dengan sungguhsungguh, penulis dapat menyusun skripsi hingga selesai yang berjudul “Strategi Implementasi New Wave Marketing Pada Perbankan Syariah”. Dalam menyusun skripsi ini, penulis banyak menemukan berbagai kesulitan yang dirasakan menghambat penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang secara langsung maupun tidak langsung membimbing penulis dalam setiap pertemuan, sehingga bias terselesaikannya skripsi ini. 2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag, dan Bapak Mu’min Rauf, MA selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) yang telah memberi semangat dan dorongan serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag.,M.Si., Selaku Dosen Pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah banyak memberi semangat dan dorongan serta arahan dalam membimbing baik secara lahir maupun batin, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. iv 4. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan kontribusi pemikiran ekonomi Islam dalam perkuliahan. 5. Seluruh Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah meluangkan waktu, memberikan fasilitas dan beberapa referensi untuk penyelesaian skripsi ini. 6. Kedua orang tuaku yang tercinta “Bapak Rohmani (alm) dan Ibu Khodijah” yang selalu membimbingku dengan segala kasih dan sayangnya dimanapun ananda berada, begitu juga Kakak tersayang “Kholid, Munani, Herman, ” dan untuk adik-adik ku tersayang “Shinta Oktalita, Irfan, Yusri, dan keponakan ku, “Mas Syafei, dan seluruh karyawan PT.BAF yang selalu memotivasiku secara langsung maupun secara tidak langsung. 7. Rekan-rekan angkatan 2003 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah menggoreskan banyak kenangan manis, canda serta tawa selama menjalankan perkuliah diantaranya.Lala latifa, Badi’u Rajab, Candra, Cipta, Nuril, Saidil Mursalin, Ocim, Rini, Yayang, Habib, Remaja Perisai, Akhirnya tiada untaian kata yang berharga kecuali ucapan Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin atas rahmat dan karunia serta ridho Allah SWT. Besar harapan penulis, dengan hadirnya skripsi ini semoga bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya, sekian dan terima kasih. Jakarta, 17 Januari 2011 Penulis v DAFTAR ISI KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI vii BAB I. BAB II. BAB III, BAB IV, PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 9 D. Review Terdahulu 11 E. Metode Penelitian 13 F. Sistematika Penulisan 14 NEW WAVE MARKETING A. Pengertian New Wave Marketing 15 B. Tren New Wave Marketing 16 C. Strategi New Wave Marketing 20 METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian 37 B. Definisi Pemasaran 40 C. Strategi Pemasaran Perbankan Syariah 50 ANALISA TERHADAP MARKETING PERBANKAN SYARIAH A. Strategi Pengembangan Perbankan Syariah di Era New Wave Marketing 57 vii B. Menyusun Strategi Marketing Perbankan Syariah di era New Wave Marketing BAB V. 59 C. Implementasi Strategi Taktik Pemasaran Perbankan Syariah 64 D. Implementasi Strategi Value Pemasaran Perbankan Syariah 68 PENUTUP A. Kesimpulan 75 B. Saran-saran 76 DAFTAR PUSTAKA 78 viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk–bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan fungsi bank tersebut, maka dana yang dihimpun seharusnya disalurkan ke masyarakat dalam bentuk kredit/pembiayaan untuk modal kerja, investasi maupun untuk konsumsi. Berdasarkan kegiatan usahanya, Bank Umum terdiri dari bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan bank berdasarkan prinsip Syariah. Pada saat ini, perkembangan perbankan syariah sebagai bagian dari aplikasi sistem ekonomi syariah di Indonesia telah memasuki babak baru. Pertumbuhan industri perbankan syariah telah bertransformasi dari hanya sekedar memperkenalkan suatu alternatif praktik perbankan syariah menjadi bagaimana bank syariah menempatkan posisinya sebagai pemain utama dalam percaturan ekonomi di tanah air. Bank syariah memiliki potensi besar untuk menjadi pilihan utama dan pertama bagi nasabah dalam pilihan transaksi mereka. Setelah diakomodasi Bank Syariah pada Undang–Undang Perbankan No. 10/1998, dan UU No. 21 tentang Perbankan Syariah dapat dirasakan pertumbuhan Bank Syariah cukup tinggi. Bahkan pada tahun 2010 Bank Indonesia (BI) 1 2 mencatat industri perbankan syariah nasional pada ini menunjukkan pertumbuhan yang solid yaitu naik 47% dengan total aset bank syariah per Desember 2010 mencapai Rp 100,26 triliun.1 Secara rinci jumlah asset tersebut adalah asset bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) sebesar Rp 97,52 triliun dan aset Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) sebesar Rp 2,74 triliun. Adapun jumlah nasabah syariah pada tahun 2010 ini mencapai 6 juta orang dan jumlah tenaga kerja yang diserap mencapai lebih dari 20 ribu orang. Bahkan saat ini terdapat 2 bank syariah yang masuk dalam kelompok 25 bank terbesar di tanah air. Secara keseluruhan jaringan operasional bank syariah meliputi 3321 kantor dari 11 BUS, 23 UUS dan 151 BPRS. Jaringan operasional tersebut juga telah didukung oleh lebih dari 6 ribu jaringan ATM Bersama, ATM Prima, dan 7 ribu jaringan ATM BCA, "Sehingga kemudahan dan kenyamanan bertransaksi yang ditawarkan tidak lagi berbeda dengan yang ditawarkan bank-bank konvensional.2 Bank Indonesia, sebagai pemegang kebijakan moneter, dan para stakeholder yang terlibat lainnya yakin bahwa pengembangan Bank Syariah dianggap masih mempunyai prospek yang tinggi. Hal tersebut diyakini karena peluang yang besar dan dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut: 1. Respon masyarakat yang antusias dalam melakukan aktivitas ekonomi dengan menggunakan prinsip-prinsip syariah; 1 Choir, Target Kenaikan Market share Perbank Syariah, http://zonaekis.com di akses 10 Februari 2011 2 Nina Dwiantika, Bernadette C Munthe, Industri Bank Syariah, http: //keuangan.kontan. co.id di akses 10 Februari 2011 3 2. Kecenderungan yang positif di sektor non-keuangan/ekonomi, seperti sistem pendidikan, hukum dan lain sebagainya yang menunjang pengembangan ekonomi syariah nasional. 3. Pengembangan instrumen keuangan syariah yang diharapkan akan semakin menarik investor/pelaku bisnis masuk dan membesarkan industri Perbankan Syariah Nasional; 4. Potensi investasi dari negara-negara Timur Tengah dalam industri Perbankan Syariah Nasional. Walaupun demikian, terdapat hal-hal yang masih menjadi kendala dalam pengembangan Bank Syariah di samping imbas kondisi makro-ekonomi, juga dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut: 1. Jaringan kantor pelayanan dan keuangan syariah masih relatif terbatas; 2. Sumber Daya Manusia yang kompeten dan professional masih belum optimal; 3. Pemahaman masyarakat terhadap bank syariah sudah cukup baik, namun minat untuk menggunakannya masih kurang; 4. Sinkronisasi kebijakan dengan institusi pemerintah lainnya berkaitan dengan transaksi keuangan, seperti kebijakan pajak dan aspek legal belum maksimal; 5. Fluktuasi suku bunga masih berpengaruh terhadap loyalitas nasabah syariah;3 Menurut Ahmad dan Sudin (2002), pangsa pasar bank syariah (baik dari sisi total asset, pendanaan dan pembiayaan) merupakan refleksi penerimaan 3 Merza Gamal, Tantangan Bank Syariah Ke Depan, (http://www.ekonomisyariah.net diposting 3 November 2006), diakses 23 Desember 2010 4 masyarakat terhadap sistim perbankan Islam, yaitu dengan terlihatnya data yang menunjukkan masih rendahnya total asset bank syariah terhadap total asset perbankan Nasional. Dengan kata lain, masyarakat belum dapat sepenuhnya meninggalkan produk perbankan konvensional. Persaingan ketat baik antara sesama bank syariah maupun dengan bank konvensional, meningkatkan standar ekspektasi nasabah terhadap layanan jasa perbankan. Masyarakat yang sudah terbiasa dengan sistim konvensional dan memiliki image bahwa layanan bank konvensional lebih baik daripada bank syariah menjadi tantangan tersendiri untuk bank syariah dalam menemukan strategi yang lebih tetap untuk mempertahankan nasabah dan meningkatkan pangsa pasar.4 Pemulihan ekonomi global pasca resesi di akhir tahun 2009 memberikan out look yang optimis terhadap perkembangan perekonomian dunia di tahun 2010. Meskipun sempat dilanda oleh krisis Yunani yang terjadi di awal triwulan II pada tahun 2010 namun krisis tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap industri perbankan syariah di tanah air. Kondisi perbankan syariah nasional yang masih belum terintegrasi secara global terhadap sistem finansial dunia. Jumlah eksposur valas yang dimiliki belum terbilang signifikan berdampak pada terhindar nya bank syariah dari pengaruh langsung krisis tersebut. Kiprah industri perbankan syariah di Indonesia sungguh fantastis. Sepanjang tahun 2010 perbankan syariah tumbuh dengan volume usaha yang tinggi sebesar 43.99% (yoy). Meningkat pada periode yang sama pada tahun 4 Norafifah Ahmad dan Sudin Haron, Perceptions Of Malaysian Corporate Customers Towards Islamic Banking Products & Services, (International Journal of Islamic Financial, Vol. 3, No. 4, January - March 2002) 5 sebelumnya yaitu sebesar (26.55%) dengan pertumbuhan funding dan juga financing yang cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.5 Pertumbuhan bisnis perbankan syariah jauh lebih baik dibandingkan perbankan konvensional secara Nasional. Untuk pertumbuhan DPK perbankan syariah pada triwulan III 2010 mencapai 22.27% pada periode yang sama tahun sebelumnya dibandingkan perbankan konvensional yang hanya mencapai pertumbuhan di kisaran 8.67%. Sedangkan pertumbuhan pembiayaan bank syariah mencapai 30.04% dan bank konvensional hanya mencapai 15.38%. Pertumbuhan yang lebih tinggi ini didukung oleh meningkatnya pelaku bisnis di industri perbankan syariah, yang berjumlah 10 Bank Umum Syariah (BUS), 23 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 145 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), serta 1388 jumlah kantor BUS dan UUS (Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2010). Selain itu pertumbuhan bank syariah tidak lepas dari meningkatnya kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya untuk diolah secara syariah. Hal ini dapat dilihat dari low cost fund dan deposito bank syariah yang tumbuh lebih tinggi dari bank konvensional. Untuk giro tumbuh sebesar 19.43%, tabungan tumbuh sebesar 18.12%, dan deposito tumbuh sebesar 25.17% periode Desember 2009 sampai dengan September 2010 (ytd). Bahwa ini merupakan suatu prestasi yang luar biasa apabila melihat pertumbuhan DPK bank konvensional secara nasional masih di bawah 10%. 5 Bank Indonesia, Outlook Perbankan Syariah 2011: Penguasaan Pasar Domestik Dengan Kualitas Pelayanan Berstandar Internasional, Direktorat Islamic Banking BI 6 Selain itu efektivitas intermediasi bank syariah juga lebih baik. FDR (Financing to Deposit Ratio) sebesar 95% dan secara geografis telah mencapai masyarakat di lebih dari 103 Kabupaten dan 33 Propinsi di Indonesia. Walaupun porsi pembiayaan terbesar masih berada di DKI Jakarta sebesar Rp 24.46T dari total pembiayaan perbankan syariah yang diberikan secara nasional setidaknya untuk efektivitas intermediasi perbankan syariah sudah cukup bagus. Apabila dibandingkan dengan LDR perbankan nasional yang masih hanya berkisar di range 60-70%. Walaupun ratio FDR bank syariah cukup tinggi perlu diperhatikan agar bank syariah tetap harus berhati-hati dalam menyalurkan dananya serta pengelolaan risiko yang harus ditingkatkan agar Non Performing Financing (NPF) bisa dijaga pada level yang reasonable. Selain itu CAR (Capital Adequacy Ratio) harus tetap dijaga di atas level 12% agar perbankan Syariah tetap dapat menyalurkan pembiayaan ke sektor-sektor produktif secara agresif dan sehat.6 Pada awal abad-21 ini, dunia teknologi semakin memberikan interaksi, partisipasi, dan peluang untuk berkolaborasi, sehingga membawa kita untuk melakukan praktek pemasaran yang bertumpu pada jejaring yang saling terhubung.7 Jaringan yang terhubung secara terus menerus ini akan bisa merubah segala sesuatu yang dahulu di anggap tidak mungkin bisa terjadi, namun sekarang 6 Andy Rio Wijaya MBA, Strategi Pengembangan Bisnis Pasca 2010, (Jakarta: Suarapembaca.detik.com, 2010), http://suarapembaca.detik.com 7 Hermawan Kartajaya,Waizly Darwin, Selamat Datang ke Orde Baru Dunia Pemasaran, (KOMPAS.com: Rabu, 9 Desember 2009 | 10:16 WIB), http://bisniskeuangan. kompas.com/ read/2009/12/09/10164560/ Selamat. Datang. ke.Orde.Baru.Dunia.Pemasaran. 7 sudah terbukti bisa terjadi. Mulai dari yang dewasa sampai dengan anak-anak bisa terhubung dimanapun dan kapanpun. Terdapat beberapa perubahan paradigma dalam perkembangan dewasa ini, salah satunya adalah pergeseran fokus perbankan dari “alpha-market” ke “betamarket”. Alpha merupakan istilah untuk produk yang mempunyai profil high return / high risk. Menurut New York Times pada laporannya tanggal 16 April 2009, industri perbankan di Amerika Serikat telah menunjukkan tanda-tanda pemulihan, termasuk dua bank yang mendapat dampak sangat besar dari krisis ekonomi global, Citigroup dan Bank of America. Walaupun dikatakan beberapa sektor masih banyak mengalami kesulitan, antara lain layanan kartu kredit dan private equity.8 Marketing dan sharing marketing ideas dengan mencoba menerapkan new wave marketing dalam mendukung perkembangan perbankan syariah. Perkembangan yang juga harus menjadi perhatian kita adalah pasar atau pelanggan itu sendiri. Thomas L. Friedman, dalam bukunya mengungkapkan “The World is Flat” untuk menggambarkan dunia sebagai “level playing field” di mana semua kompetitor mempunyai kesempatan yang sama di pasar global. Kemudian Hermawan Kartajaya dalam bukunya “New Wave Marketing” mengungkapkan, “the world is still round, but the market is already flat”. Konsekuensinya terdapat perubahan paradigma dalam pemasaran menuju “many 8 JP Morgan Chase, Investors Remain Worried Over Citi, (New York: New Yok Times, 2009), diakses tanggal 20 Desember 2010. 8 to many marketing” atau New Wave Marketing”, di mana interaksi antar pelanggan menjadi penting. Interaksi ini sebelumnya dikenal dengan istilah words of mouth atau buzz. Fenomena buzz menjadi lebih dominan dengan adanya perkembangan telekomunikasi yang memungkinkan interaksi yang luar biasa, terutama didukung oleh perkembangan internet. Karakter perbankan syariah yang spesifik dan citra layanan yang menentukan tingkat kepercayaan masyarakat memungkinkannya untuk lebih cepat diterima di beberapa komunitas, terutama di Indonesia. Sehingga seperti yang dirilis gulfnews.com pada tanggal 1 Agustus 2009, market share perbankan syariah Indonesia diprediksi akan mampu menggeser Malaysia di kawasan Asia Tenggara. Dalam many to many marketing, peran komunitas menjadi sangat penting. Potensi besar ini menjadi tantangan perbankan syariah untuk menerapkan New Wave Marketing. Melihat tantangan perbankan syariah tersebut maka penulis ingin membahas tentang: “Strategi Implementasi New Wave Marketing Pada Perbankan Syariah”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Karena terlalu luasnya permasalahan yang ada maka demi terselesaikannya penulisan ini maka, penelitian ini hanya membahas tentang New wave marketing yang diimplementasikan kepada perbankan syariah. Yang kemudian penelitiannya dibatasi hanya pada Strateginya saja. 9 Berdasarkan batasan masalah dan batasan penelitian di atas, maka untuk mempermudah pembahasan, penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimana Perbankan Syariah menjawab tantangan perubahan di pasar? 2. Bagaimana implementasi spesifik dari konsep new wave marketing dalam Perbankan Syariah? 3. Apa potensi spesifik yang bisa membedakannya dengan bank konvensional dalam menerapkan New Wave Marketing? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian yang penulis lakukan ini adalah: a. Mengetahui bagaimana Perbankan Syariah menjawab tantangan perubahan di pasar; b. Mengetahui implementasi spesifik dari konsep new wave marketing dalam Perbankan Syariah; c. Mengetahui potensi spesifik yang bisa membedakannya dengan bank konvensional dalam menerapkan New Wave Marketing. 2. Manfaat Penelitian Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat membawa daya guna bagi kedua belah pihak yang inheren berkaitan, yakni sebagai berikut: 10 a. Bagi Mahasiswa 1) Memperoleh tambahan pengetahuan yang relevan untuk meningkatkan kompetensi, kecerdasan intelektual dan emosionalnya. 2) Memperoleh kesempatan untuk menerapkan pengetahuan teoritis yang diperoleh di perkuliahan dalam berbagai kasus riil di dunia kerja. b. Bagi Institusi 1) Sebagai bahan masukan untuk perusahaan perbankan syariah. 2) Memberikan masukan yang relevan dengan perubahan iklim kerja modern bagi perusahaan perbaknakn syariah. 3) Dapat memberikan gambaran terhadap langkah-langkah yang strategis yang harus diambil dalam menghadapi persaingan dan perubahan jaman. 4) Dapat dipergunakan sebagai referensi dalam mengambil keputusan strategi pemasaran pada bank syariah. c. Bagi pihak lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan bahan referensi untuk penelitian di masa yang akan datang. 11 D. Review Studi Terdahulu Penelitian Tentang Manajemen Strategi Sudah banyak dilakukan terutama penelitian yang membahas tentang strategi marketing, beberapa tulisan tersebut adalah: 1. Skripsi Putri Kamilah NIM 206046103863 dengan judul Strategi Pemasaran Produk Pembiayaan Talangan Haji Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Rawamangun. Adapun yang dibahas dalam skripsi ini antara lain adalah. Strategi yang dilakukan oleh Bank Syariah mandiri dalam memasarkan produk talangan haji. Prosedur dan operasional pada produk talangan haji di Bank Syariah Mandiri cabang Rawamangun. Peluang dan tantangan produk talangan Haji pada Bank Syariah Mandiri cabang Rawamangun. Adapun hasil yang diperoleh pada skripsi ini adalah. Memasarkan produk pembiayaan talangan haji, BSM menggunakan strategi pemasaran yang sederhana yaitu pertama, memberikan informasi kepada nasabah melalui brosur dengan design dan inovesi yang unik dan menarik, yang kedua BSM meminimalisir harga serelatif mungkin agar terjangkau oleh masyarakat, yang ketiga sosialisasi secara langsung dan juga menggunakan media informasi. Prosedur dan operasinal pembiayaan talangan haji yang pertama adalah nasabah mendatangi BSM untuk membuka tabungan haji kemudian mengajukan pembiayaan talangan haji dengan mingisi formilir danmenyetorkan uang minimal Rp 500.000,- ditambah Rp 200.000,- untuk bagian administrasi, setelah itu bank melakukan proses pencairan dana yang kemudian disetorkan 12 ke Kementrian Agama. Setelah itu nasabah datang kembali untuk dibuatkan bukti setoran biaya penyelenggaraan haji dengan membawa buku tabungan haji danyang terakhir BSM meregristrasi bukti setoran Baiaya Penyelenggaraan Haji ke Kementrian Agama. Peluang yang ada untuk produk talangan haji adalah sangat banyak karena ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima. Dan tantangan pada produk ini adalah banyak bank syariah lain yang mengeluarkan produk yang sama. 2. Skripsi Rabiah Adawiah NIM 204046100636 dengan judul Setrategi Pemasaran BSM dalam meningkatkan Jumlah Nasabah Gadai Syariah (Studi Kasus Bank Syariah Mandiri Cabang Tanjung Priok). Pada skripsi ini di jelasakan tentang. Strategi pemasaran Eksternal dalam meningkatkan jumlah nasabah Gadai Syariah. Strategi Internal Bank Syariah Mandiri dalam meningkatkan jumlah nasabah. Faktor dominan yang mempengaruhi peningkatan jumlah nasabah gadai syariah. Tantangan dan peluang Bank Syariah Mandiri Cabang Tanjung Priok dalam meningkatkan jumlah Nasabah. Adapun pengaruh strategi pemasaran dalam meningkatkan jumlah nasabah gadai syariah. Hasil yang didapat dalam penelitian skripsi ini adalah (1) Pada BSM cabang Tanjung Priok ini ada 2 strategi eksternal yang dipergunakan yaitu strategi lingkungan mikro yang terdiri dari Nasabah, perantara bank, masyarakat serta pesaing; dan yang kedua adalah lingkungan makro yang terdiri dari lingkungan demografis, ekonomi, teknologi, politik dan kultur; (2) Strategi Pemasaran internal pada BSM cabang Tanjung Priok adalah keadaan 13 dimana dapat dikendalikan oleh manajemen secara internal yaitu lokasi, produk, pemasaran harga, dan promosi produk; (3) Strategi pemasaran bank dalam meningkatkan jumlah nasabah adalah didominasi oleh strategi Internal; (4) Tantangan yang dihadapi oleh bank adalah kurangnya SDM yang mempunyai keahlian dibidang Syariah, masyarakat juga kurang mengetahui tentang ekonomi syariah; (5) sehingga pihak perbankan melakukan strategi pemasaran dengan menggunakan promosi sehingga masyarakat mengetahui tentang gadai Syariah. Dari beberapa skripsi tersebut penulis mendapatkan beberapa strategi dalam memasarkan produk perbankan syariah dan Asuransi, Namun pada skripsiskripsi tersebut hanya salah satu strategi yang yaitu Strategi Produk yang hal ini adalah salah satu strategi dalam Marketing Mix yaitu Product. Padahal pada marketing mix ada 4 tiga lagi yaitu: Price (Harga), Place (Tempat) dan Promition (Promosi). E. Metode Penelitian Penelitian dalam skripsi ini merupakan penelitian Deskriptif. Penelitian deskriptif karena data-data yang digunakan berupa kata-kata tertulis atau lisan dari seorang dan perilaku yang diamati tanpa menggunakan perhitungan dan bertujuan menemukan teori dari data. 14 F. Sistematika Penulisan Adapun penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I, PENDAHULUAN Yaitu meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah selanjutnya pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II, NEW WAVE MARKETING Penulis membahas tentang pengertian New Wave Marketing, tren New Wave Marketing, dan Strategi New Wave Marketing. BAB III, METODE PENELITIAN Pada bab ini membahas tentang Metode penelitian untuk skripsi ini kemudian membahas pengertian pemasaran dan yang terakhir strategi pemasaran pada bank syariah. BAB IV, ANALISA TERHADAP MARKETING PERBANKAN SYARIAH Bab ini membahas tentang strategi implementasi new wave marketing, serta potensi yang bisa membedakan dengan bank konvensional BAB V, PENUTUP Meliputi kesimpulan dan saran. BAB II NEW WAVE MARKETING A. Pengertian New Wave Marketing Pengertian secara bahasa New Wave marketing adalah: New artinya Baru, Wave Artinya Gelombang, Marketing Artinya Pemasaran. Namun Istilah new wave muncul berawal dari kata I Nyoman G. Wiryanata (Direktur Konsumer PT Telkom Indonesia) yang melihat adanya pergeseran-pergeseran dari era ke era selanjutnya. Sehingga Beliau Menyatakan bahwa Era Legacy telah bergeser menjadi era New Wave.1 Hal ini terjadi karena Dunia Pemasaran saat ini tengah bergerak dan mengalami transformasi Besar-besaran akibat berbagai krisis dan juga akibat pergerakan dan perubahan yang sangat cepat. Perkembangan Teknologi Informasi dan komunikasi, terutama dalam era Internet Web 2.0 dan berbagai kemajuan teknologi gadget yang ada telah mengubah praktek pemasaran dari yang tadinya bersifat top to down dan vertikal menjadi serba sejajar dan horizontal. Sebagai contoh nya Internet yang dahulunya ada google, yahoo dan lainnya kemudian bertambah lagi dengan Friendster dan yang sekarang populer adalah Facebook. Dari berbagai perubahan tersebut maka praktek pemasaran pada era ini oleh Hermawan Kertajaya di sebut dengan New Wave Marketing. 1 Hermawan Kertajaya, New Wave Marketing The World Is Still Round the Market is Already Flat, (Jakarta: Gramedia, 2010), Cet. 5, H. 3 15 16 B. Tren New Wave Marketing 1. Perubahan Kekuatan Teknologi (“From (one-to-many) Broadcasting to (many-to-many) networking) Teknologi informasi dan komunikasi telah bergeser dari yang tadinya One-to-Many ke One-to-One dan sekarang di era Many-to-Many. Internet terus berubah dengan adanya teknologi Web 2.0 yang menyebabkan pertambahnya aplikasi berbasiskan jejaring Many-to-Many. Di era New Wave, tekhnologi broadcasting yang bersifdat dari satu ke banyak (One-to-Many) tidak mati. Lewat Facebook, Twiter, Plurk, Blog, Online Forum, dan lain sebagainya, kita masih bisa menyiarkan atau membombardir sebuah pesan. Hanya saja kini teknologi broadcasting lebih canggih karena memberikan fasilitas platform untuk networking dalam jejaring pula. Dulu di era One-to-Many, kita memang menyebarkan satu message ke mana-mana dengan tujuan hanya untuk mem-broadcast suatu hal. Sekarang, tujuannya bukan hanya sekedar untuk broadcast namun juga sekaligus bernetworking lewat jejaring sosial. Trickle down effect dari sebuah pesan menjadi sangat luar biasa karena ia kini dapat diteruskan secara real-time oleh siapa saja yang menerima, mendengar atau melihat.2 2 Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), h. 35- 36 17 2. Perubahan Kekuatan Politik legal New Wave adalah era ketika dunia politik juga ikut berubah. Pertama, menjual ideologi partai ke konstituen sudah tidak cukup lagi karena yang juga tak kalah penting adalah bagaimana tampil memesona dengan karakter yang kuat dan diferensiasi yang memang mengakar dalam DNA-nya dan bukan dibuat-buat. Ideologi partai tentu tetap diperlukan, terutama karena ia merupakan pooling factor untuk menjaring dan mengomunitaskan konstituen yang memiliki keyakinan yang sama. Kedua, pendekatan yang sifatnya vertikal semakin lama semakin tidak laku karena yang dapat dijual adalah sikap politik yang horizontal. Pendekatan yang bersifat transaksional sekarang semakin bergeser menjadi relasional untuk menjamin adanya loyalitas dari para konstituen.3 Perkembangan internet dengan Web 2.0 telah melahirkan dunia politik baru, Politics 2.0. berkembangnya teknologi juga telah membuka dunia politik dan birokrasi yang lebih transparan. Sejak adanya televisi berita 24 jam sehari, 7 hari seminggu dan ditambah lagi internet, kini kita lebih mempunyai akses melihat gambaran politik secara nyata. 3. Perubahan Kekuatan Ekonomi Perkembangan teknologi terus mempercepat proses globalisasi ekonomi, dimana kita semakin hidup dalam dunia yang serba terinterkoneksi. Resesi perekonomian global yang dimulai pada tahun 2008 lalu adalah contoh 3 Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h.38-39 18 bagaimana sakitnya perekonomian dan sistem finansial di AS secara horizontal menular ke negara-negara lain yang terhubung di jaringan perekonomian dan finansial global. Oleh sebab itu, di dalam kondisi perekonomian global seperti sekarang kelompok G7 tampil lebih horizontal, menunjukkan sikap kompromi, dan kolaboratif dengan negara-negara berkembang. Semakin kompetitifnya negara-negara berkembang, permasalahan dunia global harus diselessaikan bersama-sama melalui G20. sebab di era globalisasi, kita semua saling terhubung. Satu tumbang, semua bisa-bisa ikut tumbang. Pergesaran dari G7 ke G20 menunjukkan bahwa kekuatan perekonomian dunia diseimbangi oleh negara-negara maju dan berkembang, sehingga terjadi pula pergeseran kekuatan dari yang tadinya didominasi secara vertikal oleh G7 menjadi lebih horizontal.4 4. Perubahan Kekuatan Sosial dan Budaya Di tengah berkembangnya dunia teknologi informasi dan komunikasi, kita semua saling terjaring dalam dunia sosial dan budaya baru dan lebih humanis. Contoh, dunia maya sudah membuktikan pula bahwa agama (belief) yang bersifat vertikal bisa hidup berdampingan dengan aspek kemanusiaan (humanity) dan sosial-budaya yang bersifat horizontal. Di era New Wave, dengan segala platformnya yang kita gunakan, kita dapat menjelajah galaksi dan membuka cakrawala baru dimana manusia 4 Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h. 43-44 19 semakin kecil dan tidak berarti. Pertentangan agama dan etnik yang sangat vertikal menjadi tidak ada artinya. Karena di era ini, embel-embel suku, agama, ras, dan etnis lantas nyaris tidak kelihatan lagi secara nyata. Yang terlihat adalah semangat horizontal yang berlandaskan kemanusiaan dan rasa persaudaraan.5 5. Perubahan Kekuatan Pasar Penelitian yang baru-baru ini dilakukan mengungkapkan bahwa iklan bisnis disitus Web sebesar 27% dari total belanja iklan pada tahun 2002, naik dari 17% di tahun 1999.6 Dengan internet pasar global telah menjadi datar dan semua marketer memiliki kesempatan yang sama. Dengan adanya teknologi teruatama didorong oleh berbagai macam platform yang ada di dunia online dan mobile, penjual dapat menjangkau pembeli tanpa batas. Dan disisi lain, pembeli mendapatkan keleluasaan untuk memilih berbagai penawaran dari manapun untuk mendapatkan value yang terbaik. Pasar, secara gampang, dapat diartikan sebagai tempat ketemunya penjual dan pembeli, dimana ia diatur oleh hukum dan mekanisme supply dan demand.7 5 Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h.47-48 6 David Fred F, Konsep-konsep Manajemen Strategis(terj),(Jakarta: Indeks, 2004), h.392 7 Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h. 51-52 20 C. Strategi New Wave Marketing Marketing terdiri atas tiga komponen yaitu Strategy, Tactic, dan Value. Di dalam pemasaran era legacy,8 marketing terdiri atas unsur utamanya yaitu Pada masa New wave marketing ada perubahan yaitu: 1. Segmentation is Communitization Segmentasi adalah kegiatan membagi pasar yang bersifat heterogin dari suatu produk kedalam satuan-satuan pasar (segmen pasar) yang bersifat homogen.9 Di era New Wave seperti sekarang, kita melakukan praktik segmentasi yang lebih horizontal yaitu mengomunitisasikan konsumen 8 Awalnya, untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, manusia berperan sebagai pemburu binatang atau pengumpul tumbuh-tumbuhan. Karena itu mereka hidup berpindah-pindah alias nomaden, tergantung ada di mana hewan buruannya itu atau di mana tumbuh-tumbuhan yang bisa dimakan. Di tahap ini manusia hanya mengenal teknologi yang sangat primitif seperti tombak, panah, pisau, dan sebagainya, yang dipakai untuk aktivitasnya tadi. Kemudian, di tahap kedua, manusia mulai menetap dan bercocok tanam. Manusia sudah mengenal sistem pengairan dan cara membiakkan hewan ternak. Manusia sudah mampu mengolah lahan agar bisa subur untuk bercocok tanam. Pekerjaan manusia yang dominan di sini adalah bertani. Sampai pada masa inilah yang dikenal sebagai Era Agrikultural. Era agrikultural ini berlangsung kira-kira sampai pertengahan abad ke-19. Di tahap ketiga perkembangan peradabannya, mulai tumbuh berbagai industri dengan mesin-mesinnya. Revolusi industri yang dipelopori oleh penemuan mesin uap oleh James Watt pada pertengahan abad ke-18 menandai hal ini. Pada Era Industrial inilah orang mulai banyak yang bekerja di pabrik. Orang juga mulai sering bepergian jauh setelah dibangunnya kapal yang modern dan juga diciptakannya pesawat udara. Era Industrial ini berlangsung kira-kira sejak pertengahan abad ke-18 sampai pertengahan abad ke-20. Kemudian di tahap selanjutnya, mulai tumbuh adanya kebutuhan yang berbasis jasa (service-based) dan pengetahuan (knowledge-based). Karena itulah muncul berbagai bidang pekerjaan yang berhubungan dengan hal tersebut. Di bidang jasa tumbuh sektor perbankan untuk mendukung industri manufaktur dan juga bisnis penginapan/hotel untuk memenuhi kebutuhan orang yang mulai sering bepergian. Setelah itu, pada dasawarsa 1980-an, bidang teknologi informasi mulai berkembang pesat yang ditandai dengan kehadiran personal computer (PC). Kehadiran PC ini membuat pengetahuan berkembang dengan sangat pesat karena PC memudahkan orang untuk mengakses informasi. Perkembangan peradaban manusia yang ditandai oleh lahirnya sektor jasa dan teknologi informasi inilah yang disebut sebagai Era Informasi, yang berlangsung dari pertengahan abad ke-20 sampai awal abad ke-21. Era Informasi inilah yang juga disebut dengan era Legacy. Haikal, The 12 Cs of New Wave Marketing, (http://haikalworld.multiply.com/ journal/item/6/ The 12 Cs of New Wave Marketing) di akses 24 Desember 2010 9 Drs. Basu Swastha DH, MBA, Azas-azas Marketing, (Yogyakarta: Liberty, 2002, cet. 5, h. 65 21 sebagai kelompok orang yang saling peduli satu sama lain, dan memiliki kesamaan purposes, values, dan identity. Kalau dalam Legacy Marketing langkah pertama untuk menyusun strategi marketing adalah dengan melakukan segmentasi. Di era New Wave ini, komunitisasi adalah langkah pertama dalam strategi. Dalam segmentasi, motivasi perusahaan adalah untuk memilah konsumen ke dalam satu kotak pasar dimana semua konsumen punya karakteristik yang sama dalam hal kenapa mereka membeli. Tujuan akhirnya adalah untuk mendapatkan gambaran langsung peta konsumen secara demografis, psikografis, dan perilakunya. Indikator yang digunakan adalah persamaan yang homogen dari segi preferensi dan kebutuhan dari si konsumen.10 Beda halnya dalam komunitasisi, motivasi perusahaan adalah untuk menyatukan atau bersatu dengan konsumen yang terkelompok atau dikelompokan karena mereka semua memiliki tujuan, nilai-nilai dan identitas yang sama satu sama lainnya. Tujuan akhir yang hendak dicapai oleh perusahaan dalam hal ini adalah bagaimana komunitas yang diciptakan baik secara by-default atau by-design tersebut bisa menjadi relevan dengan karaktert merek perusahaan. Indikator yang digunakan bukan lagi sekedar kesamaan yang homogen antar konsumen, tapi lebih dari itu, sejauh mana masing-masing anggota komunitas tersebut betul-betul kohesif, artinya saling lengket satu sama lain. 10 67-68 Drs. Basu Swastha DH, MBA, Azas-azas Marketing, (Yogyakarta: Liberty, 2002, cet. 5, h. 22 Perbedaan yang signifikan antara segmentasi dan komunitisasi adalah paradigmanya. Mindset yang digunakan oleh pemasar pada saat mensegmen pasar adalah bagaimana menjadikan mereknya sebagai pusat gravitasi. Karena intensinya adalah bagaimana pemasar dapat memuaskan preferensi dan kebutuhan dari masing-masing segmen yang dibidik atau yang pas untuk dieksploitasi. Dalam komunitasisasi, pemasar meletakkan konsumen sebagai pusat gravitasinya, bukan sekedar mereknya yang menjadi sentral. Karena pada dasarnya langkah komunitisasi adalah bagaimana konsumen dalam komunitas ini diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dan berinteraksi dengan perusahaan yang berkarakter horizontal dan lebih humanis. Dalam segmentasi, sebelum kita melakukan targeting atau pemilihan pasar mana yang mau kita tuju langkah yang digunakan adalah identifikasi.11 Sedangkan dalam komunitisasi, prosesnya adalah bagaimana kita melakukan eksplorasi yang mendalam terhadap konsumen-konsumen yang ada atau berpotensi untuk dibentuk. Setelah itu, karena sifatnya horizontal, perusahaan tidak lagi asal menarget atau membidik konsumen-konsumennya dalam komunitas, namun ia sekiranya “permisi” atau memohon izin terlebih dahulu sebelum mengajak mereka untuk bekerjasama dan berkolaborasi. Kalau sudah 11 Rambat Lupiyoadi, Manajemen Pemasaran Jasa: Teori dan Praktek, (Jakarta: Salemba empat, 2001), h. 40 23 dapat “izin” barulah bisa di-confirm bahwa komunitas tersebut menjadi confirmed community, bukan lagi target segment.12 2. Targeting is Confirmation Targeting sesungguhnya adalah strategi mengalokasikan sumber daya perusahaan secara efektif. Hal karena sumber daya dalam perusahaan selalu terbatas. Ini menyangkut bagaimana melakukan „fitting‟ perusahaan ke dalam segmen target market yang dipilih . Sekadar mengulas sekilas mengenai konsep targeting, biasanya ada tiga kriteria yang harus dipenuhi perusahaan manapun pada saat mengevaluasi dan menentukan segmen mana yang mau dibidik. Yang pertama adalah memastikan bahwa segmen pasar yang dipilih itu cukup besar dan menguntungkan bagi perusahaan dan juga potensi pertumbuhan pasarnya. Kriteria kedua adalah strategi targeting ini harus didasarkan pada keunggulan kompetitif perusahaan yang bersangkutan. Keunggulan kompetitif merupakan cara untuk mengukur apakah perusahaan itu memiliki kekuatan dan keahlian yang memadai untuk mendominasi segmen pasar yang dipilih. Kriteria ketiga adalah bahwa segmen pasar yang dibidik itu harus didasarkan pada situasi persaingannya. Dari penjelasan diatas, sudah terlihat betul bahwa praktik targeting tidak lagi relevan di era New Wave ini. Kenapa? Pertama, alasan yang paling mendasar adalah karena prinsip targeting tidak sejalan dengan nilai horizontal. Targeting 12 Hermawan Kertajaya, Cnnect! Surfing New Wave Marketing, h. 88-89 24 adalah langkah yang dilakukan oleh perusahaan. Jadi suka atau tidak suka, seseorang bia menjadi target market sebuah perusahaan. Kedua, langkah strategi awal yang dilakukan oleh perusahaan di era New Wave ini bukan lagi sekedar mensegmen atau memetakan kelompok konsumen (segmentation), namun melakukn praktik komunitisasi (communitization). Artinya, kita melakukan eksplorasi dan meninjau lebih dalam komunitas konsumen yang sekiranya pas untuk diajak berhubungan secara horizontal dan strategis.13 3. Positioning is Clarification Di tengah dunia yang berubah dari legacy ke New Wave seperti sekarang, langkah positioning sudah tidak lagi relevan. Karena sudah jelas. Positioning adalah praktik yang company-driven, artinya langkahnya dilakukan oleh perusahaan yang mencoba untuk membangun persepsi untuk merasuki benak konsumen. Padahal dunia New Wave adalah dunia yang horizontal, dimana konsumen semakin kuat, semakin komunal dan tidak lagi dapat dipaksa untuk membeli. Di era yang syarat dengan teknologi yang canggih dan dunia yang connected seperti sekarang, perusahaan tidak lagi memegang kendali brand nya. Persepsi suatu merek akan cepat kabur, apalagi yang namanya positioning statement sebuah merek mungkin bisa diciptakan oleh siapapun yang menyebarkannya lewat Wikipedia, YouTube, Blog dan situs jejaring lainnya. 13 Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h. 99-101 25 Dengan demikian, apa yang harus dilakukan bukanlah positioning lagi, tapi clarification. Perusahaan bukan lagi memosisikan merek mereka kepada target market, namun melakukan klarifikasi bersama dan terhadap komunitas dimana ia berada. Dengan melakukan klarifikasi, berarti kita memperjelas persona atau karakter kita kepada komunitas yang sudah kita konfirmasikan sebelumnya.14 4. Differentiation is Codification (of DNA15) Di era New Wave ini, menonjolkan diferensiasi saja tidak cukup. Untuk menang, pemasar harus dapat mengidentifikasi aspek darinya yang betul-betul berbeda sampai ke tingkat DNA, bukan hanya dipermukaan. Kami sendiri berpendapat bahwa, differentiation is codification of DNA. Perusahaan juga harus mampu lebih terkoneksi dengan pelanggan sehingga mampu membuat produk yang benar-benar sangat personal bagi pelanggan sehingga tidak satu pun produk lainnya yang menyerupai produk tersebut. Seperti yang dikatakan sebelumnya di era New Wave, yang menjadi nyawanya perusahaan adalah codification dari DNA-nya. Kode DNA ini adalah yang dicari konsumen. Karena mereka pada akhirnya akan melihat sejauh mana authenticity dari sebuah produk, merek atau perusahaan. Jika pelanggan 14 15 Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h. 112 DNA dalam bahasa Inggris: deoxyribonucleic acid, adapun pengertian dalam bahasa Indonesia DNA adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul utama penyusun berat kering setiap organisme. Di dalam sel, DNA umumnya terletak di dalam inti sel. Secara garis besar, peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi genetik; artinya, DNA menyimpan cetak biru bagi segala aktivitas sel. Ini berlaku umum bagi setiap organisme (http://id.wikipedia.org/wiki /Asam_deoksiribonukleat, di akses tanggal 15 Februari 2011). Adapun maksud DNA dalam pengertian skripsi ini adalah Inti sel pembentuk perusahaan baik dari produk sampai dengan pemasaran produk perusahaan. 26 mempersepsikan apa yang pemasar tawarkan ke mereka sebagai tiruan atau palsu, pemasar akan kehilangan kredibilitas, pelanggan dan pada akhirnya penjualan pun akan turun. Di dunia yang serba horizontal seperti sekarang, peluang menjadi tidak terbatas dan terbuka bagi setiap orang. Pesaing bisa bermunculan kapan saja dengan keunggulan-keunggulan yang mirip dengan yang kita miliki. Menonjolkan diferensiasi dan keunikan menjadi tidak cukup karena yang perlu ditonjolkan adalah kode DNA kita yang betul-betul autantik dan tidak bisa ditiru oleh para pesaing. Dengan demikian, kita tidak hanya di-respect oleh komunitas kita, namun juga dapat menjaga kredibilitas, integritas, dan autentisitas karakter mereka.16 5. Product is Co-Creation Proses pengembangan produk baru selalu menarik untuk dikaji. Seperti proses melahirkan seorang bayi, pengembangan produk baru merupakan tahapan proses yang penuh tantangan dan resiko tinggi. Karena begitu beresikonya, proses pengembangan baru diperusahaan biasanya melibatkan berbagai lintas divisi atau departemen. Tidak hanya divisi pemasaran saja, tapi juga sampai bagian operasional lain. Lain halnya dengan era New Wave dimana proses pengembangan produk tidak lagi dilakukan secara vertikal, namun secara horizontal. Di sini perusahaan memberikan peluang yang sebesar-besarnya kepada konsumen untuk ikut aktif 16 Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h. 124-130 27 dalam pengembangn produk baru. Artinya produk adalah kreasi bersama antara perusahaan dan konsumennya. Prahalad dan Ramaswamy berpendapat apabila perusahaan sudah menjalankan proses co-creation seperti ini dengan baik, value dari produk tersebut akan lebih baik dari pada produk yang dihasilkan melalui NPD biasa di legacy. Dalam menerapkan co-creation, ada beberapa hal yang harus dipenuhi. Pertama, identifikasi perilaku konsumen anda dalam membeli, yang mana secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu high involvement dan low involvement. Konsumen dengan proses pembelian produk high involvement adalah konsumen yang ketika membeli produk tersebut harus memperhatikan dengan teliti setiap fitur yang ada dalam produk tersebut dan biasanya proes pembeliannya membutuhkan waktu yang lama, sementara low involvement adalah produkproduk yang proses pembeliannya relatif singkat dan lebih bersifat “beli putus”. Kedua, pilihlah konsumen terbaik yang akan dibatalkan dalam cocreation, atau konsumen yang memiliki kombinasi kriteria konsumen dengan tingkat loyalitas tinggi yang disebut sebagai promoters dan konsumen dengan sifat kreatif dan inovatif yang disebut sebagai innovator. Memang tipe konsumen yang co-creator ini tidak banyak.17 6. Price is Currency Pricing atau harga merupakan komponen pemasaran yang langsung mempengaruhi persepsi konsumen, reaksi pemerintah, permintaan dan penawaran 17 Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h. 132-133 28 serta berujung pada pencapaian sasaran profit perusahaan.18 Orang bisa beli karena harga. Dari yang tadinya tidak mau beli malah jadi beli karena melihat harganya yang menggiurkan. Orang bisa juga tidak jadi beli karena setelah lihat harganya yang tidak pas. Tapi, ada juga orang yang membeli karena harganya meskipun kemahalan ya nggak apa-apa, karena membantu meningkatkan statusnya dimata temannya. Pricing adalah masalah antar fungsi dalam internal perusahaan. Untuk orang keuangan di perusahaan, pricing menjadi perhatian karena keterkaitannya untuk costing. Buat orang marketing, pricing menjadi perhatian orang marketing karena keterkaitannya dengan praktik promosi pemasaran di lapangan. Buat orang sales, pricing tentunya menjadi perhatian tersendiri karena harga menentukan penjualan. Di era New Wave, praktek pricing juga berubah karena tiga hal. Pertama, new wave adalah era yang horizontal bukan lagi vertikal. Praktik perusahaan melakukan pricing akan lebih horizontal dengan melewati proses negosiasi dengan pelanggan. Di era legacy, pemasar dapat bergerak dari price taker menjadi price maker. Maka, di era new wave seperti ini, tugas dari pemasar adalah bagaimana bergerak dari price maker menjadi price facilitator, karena pada akhirnya, price akan ditentukan secara bersama dan tidak lagi satu pihak. 18 M. Ismail Yusanto dan MK. Widjajakusuma, Manajemen Strategis Perspektif Syariah, (Jakarta: Khairul Bayaan, 2003), H.80 29 Kedua, karena adanya Connect! (C kelima), dinamika harga dan biaya akan semakin naik turun secara transparan. Konsumen akan tahu harga yang pas sebetulnya berapa. Dan bukan itu saja, mereka pun akan tahu bahwa sedikit banyak elemen-elemen biaya yang sesungguhnya. Informasi tentang harga dan biaya toh sudah semakin gampang dilacak. Ketiga, pemasar menjual produknya yang co-create bersama komunitas pelanggan. Artinya, produk yang di jual bisa saja di-customized sesuai dengan keinginan pelanggan dan bisa juga diciptakan sendiri oleh konsumen yang semakin komunal. Produk seperti ini pada akhirnya menjadi milik bersama, bukan yang sifatnya mass, namun milik komunitas tertentu. Karena ketiga hal itu harga menjadi kian relatif, layaknya currency, yang nilai tukarnya ditentukan oleh lima hal yakni: supply dan demand, spekulasi, kekuatan fundamental, asumsi-asumsi, dan intervensi. Persis seperti dalam kondisi makro itulah harga sebuah produk akan bergerak-gerak bebas dari Nol sampai tak terhingga. From Free to Priceless! Semuanya tergantung pada kelima hal tadi yang diadopsi dari fenomena makro ke mikro.19 7. Place is Communal Activation Place dalam new wave marketing mix adalah communal activation. Karena produknya melalui proses Co-create bersama dengan komunitas pelanggan untuk komunitas, sudah lumrah kalau distribusinya lewat komunitas pula. Communal activation bisa dilakukan selama Anda punya connecting 19 Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h.142-146 30 platform yang sifatnya mobile, experential dan juga sosial, yang ada di dunia online dan offline. Dari sini kita lihat bahwa antara strategi dan implementasi pemasaran yang new wave adalah saling terkait dan singkron. Strateginya dimulai dengan communitilization atau langkah pemasar dalam melakukan praktik komunitisasi. Artinya, kita melakukan eksplorasai dan meninjau lebih dalam komunitas konsumen yang sekiranya pas untuk diajak berhubungan secara horizontal dan strategis. Setelah menemukan komunitas-komunitas konsumen yang ada, langkah selanjutnya adalah melakukan aktivitas pemasaran bersama mereka. Place is Communal Activation, di mana perusahaan berusaha untuk mengaktifkan komunitasnya lewat connector yanga da di physical (offline) dan virtual (online). Kalau sudah ada connector untuk komunitas, tentunya melakukan aktivitas pemasaran apa saja akan lebih mudah.20 8. Promotion is Conversation Promosi lebih luas dari sekedar iklan. Komponen ini menetapkan strategi komunikasi produk dan perusahaan dengan konsumen.21 Di era seperti sekarang, konsumen semakin memegang kendali dalam segi konteks dan juga konten. Mereka kini punya media. Mereka bisa bikin konten sendiri. Mereka bisa kasih input untuk pengembangan produk baru. Mereka bisa bikin iklan, yang mungkin 20 21 h.80 Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h. 151-152 M. Ismail Yusanto dan MK. Widjajakusuma, Manajemen Strategis Perspektif Syariah, 31 lebih baik daripada biro iklan. Mereka bisa jadi reporter. Mereka bisa jadi promotor. Konsumen juga semakin komunal, saling terhubung di jaringannya dan lebih sosialis. Beberapa perusahaan sudah semakin sadar akan berbagai perubahan yang terjadi di lanskap bisnis ini. Mulai dari Starbucks sampai Ducati, perusahaan tersebut adalah contoh bahwa berapa pemasar sudah semakin paham bahwa praktik promosi pemasaran yang sifatnya horizontal dan relasional akan lebih ampuh ditengah dunia yang berubah ini. Pada dasarnya mereka juga paham bahwa langkah pemasaran akan lebih mudah apabila ia bisa masuk kedalam media yang dikendalikan dan dimiliki konsumen. Ataupun jika tidak masuk ke medianya konsumen, mereka juga bisa membuat connecting platform tersendiri dimana ia bisa menjadi penghubung antara masing-masing konsumen. Semua hal itu, dilandasi bukan atas orientasi untuk berpromosi yang sifatnya membujuki, namun untuk “berbincang-bincang” dengan konsumen, dan menjadikan brand-nya sebagai ide bahan perbincangan antara satu konsumen dengan yang lain.22 9. Selling is Commercialization Setidaknya ada dua kompetensi utama yang harus dimiliki oleh seorang salesman di era New Wave ini. Pertama, kemampuan untuk memetakan dan membangun network yang efektif dalam mendukung proses penjualan (mapping and building effective network). Dan yang kedua, mengoptimalkan network 22 Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h. 165 32 tersebut untuk mendapatkan penjualan melalui rekomendasi (“commercializing”the network). Untuk mempertegas pentingnya dua kompetensi tersebut, terminologi selling perlu kita ubah menjadi Commercialization. Dan jika saat ini sedang berpikir untuk mencari tenaga penjualan baru, ada dua hal yang perlu diperhatikan saat memasang iklan. Pertama, jangan hanya mensyaratkan mempunyai kendaraan, tapi tegaskan juga bahwa kandidat tersebut harus memiliki sekian network atau aktif disekian komunitas. Dan yang kedua, mungkin ini juga harus mengganti ”judul” iklannya menjadi: Dicari, seorang commercial executive.23 10. Brand is Character Dulu istilah brand dianggap lebih suci dibanding marketing. Brand rasanya lebih abstrak, agung, dan magis.24 Tetapi, istilah brand juga sudah mulai dianggap negatif. Ada yang berpikir branding adalah kegiatan menghias diri dan mengosmetikkan sesuatu. Konsep dasar dari peralihan segitiga PDB (brand-positioning- differentiation) menuju triple C (character-clarification-codification) mengacu pada pola pikir new wave di mana kebohongan tidak dapat lagi dilakukan di era yang serba transparan dan saling terhubung. Pertama, Tidak lagi bisa bohong, 23 24 Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h. 176 Isita Lahiri; Amitava Gupta, Brand Extensions in Consumer Non-durables, Durables and Services: A Comparatif study, (South Asian Journal of Management; Oct-Dec 2005; 12, 4; ABI/INFORM Global), h.25 33 karena informasi benar atau salah mudah didapat. Kedua, konsekuensi dari berbohong semakin parah, nilai setitik rusak susu sebelanga. Di era New Wave, Brand adalah karakter. Karakter ini adalah isi sesungguhnya(“the true self”). Brand adalah “the cover” atau bungkus. Contoh yang paling gampang, entitas dengan karakter playful dan free thinking seperti Google, MTV, Nickelodeon, W Hotels, Absolut, dan sebagainya tidak membatasi diri pada brand tertentu. Selama jiwa mereka tetap konsisten, brand atau bungkusnya itu bisa saja diubah-ubah. Logo-logo mereka terus berganti-ganti. Bahkan jika ke goglogo.com, otomatis bisa mengganti logo Google dengan (misalnya) Gogon, dan itu akan terlihat bukan seperti Gogon, tapi melainkan jiwanya Google. Di era New Wave, Positioning adalah pengklarifikasian persona anda. Pola pikir sebelumnya adalah dalam positioning, kita didorong untuk mengucapkan janji karena positioning adalah bagaimana kita memposisikan diri kita kepada konsumen dan janji tersebut kelak akan ditagih oleh konsumen. Dalam clarification, yang penting bukan janjinya, tapi siapa anda sesungguhnya.25 11. Service is Care Dalam sebuah penelitian, telah ditemukan urutan elemen-elemen dari yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, yaitu pertama, reliability, responsivesness, assurance, emphaty, dan terakhir baru tangibles. Model yang 25 Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h. 188-189 34 sederhana ini banyak mempermudah analisis kualitatif dari kualitas pelayanan, sehingga sangat populer digunakan di berbagai industri untuk mencapai service exellence. Care yang disebut pada era new wave marketing, bukan sekedar service dengan bama berbeda, tapi ada perbedaan fundamental antara keduanya. Yang pertama, seperti disebutkan sebelumnya, fokusnya adalah pada “kebutuhan” konsumen, bukan “permintaan” mereka. Perbedaan kedua adalah mengenai bagaimana pelaksanaanya. Dalam service, perusahaan diharapkan untuk melebihi ekspektasi pelanggan. Dalam care fokusnya adalah memberikan layanan yang paling relevan dengan kebutuhan dan hasrat konsumen. Ini akan menciptakan efek “Wow”, yang menjadikan konsumen benar-benar merasa terbantu oleh perusahaan. Terakhir adalah mengenai pengukuran keberhasilan. Service seringkali dikaitkan dengan tingkat re-purchase. Sejauh mana konsumen akan tetap menjadi pelanggan, dan membeli lebih sering atau lebih banyak dari perusahaan. Care lebih fokus pada memberikan yang terbaik bagi konsumen sehingga mereka menjadi konsumen yang dengan sukarela merekomendasikan perusahaan tersebut ke orang lain. Disini, rekomendasi jauh lebih penting daripada repeat buying. Ini tentunya tidak berarti bahwa RATER tidk lagi berguna. Model ini masih sangat baik digunakan untuk analisis umum terhadap kualitas layanan. Namun, di era New Wave, konsep ini tidaklah cukup. Perusahaan harus mulai 35 menerapkan konsep Care, yang kami percayai sebagai salah satu faktor kunci dalam persaingan di lanskap bisnis yang semakin horizontal.26 12. Process is Collaboration Proses merupakan salah satu faktor pemasaran terpenting. Di dunia pemasaran, proses pada hakikatnya menentukan kualitas (quality), biaya (cost), dan pengiriman produk (delivery) dari perusahaan kepada pelangganya. Kualitas produk dan jasa merupakan buah hati proses yang baik, dimulai dari produksi sampai delivery kepada pelanggan secara tepat waktu, efektif, dan biaya yang efisien. Dalam konteks kualitas, proses adalah bagaimana perusahaan mampu menciptakan suatu sistem yang pada akhirnya dapat memberikan nilai lebih bagi pelanggan. Dalam konteks cost, perusahaan perlu menciptakan efisiensi secara finansial dengan tetap mengedepankan kualitas yang terbaik bagi pelanggan. Sedangkan dalam konteks delivery proses adalah bagaimana melakukan penyampaian produk atau jasa secara tepat dan benar sehingga mampu memuaskan pelanggan. Proses delivery yang tepat waktu jelas dapat membawa nilai lebih tinggi bagi para pelanggan. Untuk terciptanya kualitas yang baik, biaya yang efisien, dan delivery yang tepat waktu, diperlukan sebuah proses value chain yang tertata dan dikelola secara baik. Maka dari itu, elemen proses didalam pemasaran Legacy terkait dengan berbagai aktivitas yang terkait dengan penciptaan value yang 26 Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h.196-200 36 mengkoneksi supply (bahan baku, logistik ke dalam, proses produksi) dan sisi demand (logistik keluar dan langkah operasional pemasaran lainnya). Di era New Wave, aktivitas perusahaan dalam mendesain, membeli, membuat, dan mengirim sebuah barang atau jasa, tentunya akan lebih horizontal karena didukung oleh kekuatan connectivity dari teknologi informasi.27 Bagan dari era legacy ke era new wave marketing dibawah ini adalah hasil ilustrasi penulis. Tabel 2.1 Era Legacy Segmentation Marketing Strategic Targeting Positioning Differentiation Product Price Tactic Place Promotion Selling Brand Value Secvice Proces 27 Era New Wave Communitization Confirmation Clarification Codification Co-Creation Currency Communal Activation Conversation Commercialization Character Care Collaboration Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h. 208 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Dari segi tujuannya penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena data-data yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari seorang dan perilaku yang diamati tanpa menggunakan perhitungan dan bertujuan menemukan teori dari data. Menurut Marzuki penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan melukiskan keadaan obyek atau persoalan yang tidak dimaksudkan untuk mengambil atau menarik kesimpulan yang berlaku umum.1 Penelitian deskriptif (descriptive research) ini adalah metode penelitian yang bertujuan untuk membuat pemaparan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat pada objek penelitian sesuai dengan permasalahan yang diteliti Penelitian Deskriptif yang dilakukan adalah Penelitian Deskriptif Eksploratif. Menurut Suharsimi Arikunto, penelitian deskriptif eksploratif adalah metode penggambaran dan penafsiran data mengenai keadaan di lapangan atau di tempat penelitian. Tujuan dari penelitian deskriptif eksploratif adalah 1 Marzuki, Metodologi Riset, (Yogyakarta: BPFE-UII, 2001), hal. 8. 37 38 untuk membuat gambaran secara sistematis dan akurat mengenai fakta, sifat, dan hubungan antar aspek yang diteliti baik secara kualitatif maupun kuantitatif.2 Oleh karena itu, penelitian dilakukan dalam upaya mengidentifikasi faktor lingkungan perusahaan baik internal maupun eksternal. 2. Objek penelitian Pada penelitian ini yang menjadi objeknya adalah perbankan syariah, yang selanjutnya adalah strategi yang digunakan dalam implementasi new wave marketing. 3. Jenis dan Sumber Data a. Jenis data Data ini bersifat kualitatif. Data kualitatif ini didasarkan pada isi atau mutu suatu fakta, seperti data-data yang berdasarkan buku-buku, koran serta artikel yang dikumpulkan penulis yang berhubungan dengan new wave marketing yang dianalisa supaya bisa menjawab permasalahan yang ada.3 b. Sumber Data Sumber data primer dalam penulisan ini adalah buku yang ditulis oleh Hermawan Kertajaya yang berjudul Conect! Surfing new wave 2 Arikonto Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2002), Edisi Revisi V, hal. 209. 3 Husein umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis, Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada. 2003), h. 22. lihat juga lexy J. Maleong, Metode Penelitian kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002). H.18 39 marketing, Hermawan Kertajaya dengan Judul New Wave Marketing The World Is Stil Round, The Marketing Is Already Flat, M. Nur Ruanto alArif, SE, M.Si dengan judul Dasar-dasar Pemasaran Bank Syariah, Kasmir dengan Judul Pemasaran Bank, bersifat sekunder, Penulis mengambil Sedangkan sumber data yang karya-karya lainnya yang berbuhungan dengan masalah penulisan ini. 4. Teknik Pengumpulan Data Proses pengumpulan data merupakan salah satu tahapan dalam penelitian yang menentukan tingkat keakuratan hasil penelitian. Proses pengumpulan data yang sistematis akan membantu dalam proses penelitian selanjutnya.4 Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah study documenter, yakni melakukan studi literatur terhadap buku-buku yang relevan, surat kabar, majalah, jurnal, artikel maupun penelitian atau tulisan ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dibahas pada skripsi. 5. Teknik Analisis Data Untuk menganalisa data yang telah terkumpul maka penulis memakai metode Contens analisis (riset dokumentasi), karena pengumpulan data dan informasi akan dilakukan pengujian arsip dan dokumen. 4 Marzuki, h.12. 40 B. Definisi Pemasaran Apabila terdengar kata pemasaran seringkali dikaitkan oleh banyak pihak dengan penjualan (sales), sales promotion girl, iklan promosi, atau produk. Bahkan seringkali orang menyamakan profesi marketer (pemasar) dengan sales (penjual). Namun sebenarnya pemasaran tidaklah sesempit yang diidentikkan oleh banyak orang, karena pemasaran berbeda dengan penjualan. Pemasaran lebih merupakan “suatu seni menjual produk”, sehingga pemasaran proses penjualan yang dimulai dari perancangan produk sampai dengan setelah produk tersebut terjual. Berbeda dengan penjualan yang hanya berkutat pada terjadinya transaksi penjualan barang atau jasa. Dunia pemasaran sering pula diidentikkan dengan dunia yang penuh janji manis namun belum tentu terbukti apakah produknya sesuai dengan apa yang telah dijanjikan. Inilah yang harus dibuktikan dalam suatu manajemen pemasaran syariah baik pada penjualan produk barang atau jasa, bahwa pemasaran syariah bukanlah dunia yang penuh dengan tipu menipu. Sebab pemasaran syariah merupakan tingkatan paling tinggi dalam pemasaran, yaitu spiritual marketing, di mana etika, nilai-nilai dan norma dijunjung tinggi. Hal-hal inilah yang seringkali dilanggar oleh dalam pemasaran konvensional, sehingga menyebabkan konsumen pada akhirnya banyak yang kecewa pada produk barang atau jasa yang telah dibeli karena berbeda dengan apa yang telah dijanjikan oleh para pemasar. Pemasaran berhubungan dan berkaitan dengan suatu proses mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan masyarakat. Salah satu 41 dari definisi pemasaran yang terpendek adalah “memenuhi kebutuhan secara menguntungkan”. Asosiasi Pemasaran Amerika memberikan definisi formal5 yaitu: “pemasaran adalah satu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya”. Kotler memberikan definisi bahwa6 “manajemen pemasaran sebagai suatu seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga, dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menyerahkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul”. Kotler dan AB Susanto (2000) memberikan definisi pemasaran adalah7 “suatu proses sosial dan manajerial di mana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan, dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain”. Definisi ini berdasarkan pada konsep inti: kebutuhan, keinginan, dan permintaan; produk; nilai, biaya, dan kepuasan; pertukaran, transaksi, dan hubungan; pasar; pemasaran dan pemasar. Sehingga secara umum pemasaran dapat diartikan sebagai suatu proses sosial yang merancang dan menawarkan sesuatu yang menjadi kebutuhan dan 5 Philip Kotler. Marketing Management. New Jersey: Prentice Hall. 2000, h. 8. 6 Philip Kotler. Marketing Management, h.8 7 Philip Kotler dan AB Susanto. Manajemen Pemasaran di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. 2000, h. 7 42 keinginan dari pelanggan dalam rangka mem-berikan kepuasan yang optimal kepada pelanggan. Konsep pemasaran muncul pada pertengahan tahun 1950-an. Sebagai ganti filosofi “buat dan jual” yang berpusat pada produk, bergeser ke filosofi “pahami dan tanggapi” yang berpusat pada konsumen. Filosofi “buat dan jual” bertitik tolak bahwa konsumen akan membeli seluruh barang yang diproduksi oleh perusahaan, namun kelemahan dari filosofi ini adalah seringkali produk yang dibuat perusahaan tidak terserap oleh pasar, karena produk yang dibuat tidak berdasarkan kebutuhan dan keinginan konsumen. Hal ini mengakibatkan banyaknya produk perusahaan yang tidak laku dipasaran, meskipun betapa canggih dan bagusnya produk tersebut karena tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Sementara filosofi “pahami dan tanggapi” bertitik tolak bahwa pembuatan suatu produk haruslah berdasarkan apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan dari konsumen, sehingga produk yang dibuat benar-benar menjadi kebutuhan konsumen. Riset pasar menjadi kunci utama dalam filosofi ini, agar pembuatan produk benar-benar berdasarkan pada kebutuhan dan keinginan konsumen. Seorang pemasar mampu memahami pelanggan secara emosi, sehingga kebutuhan dan keinginan konsumen dapat dipahami oleh pemasar dan akhirnya mampu menghasilkan produk yang dibutuhkan konsumen. Konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan adalah perusahaan tersebut harus menjadi lebih efektif 43 dinbandingkan para pesaing dalam menciptakan, menyerahkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang terpilih. Konsep inti dari kegiatan pemasaran adalah8: 1. Kebutuhan, keinginan, dan permintaan Konsep paling mendasar yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia. Manusia mempunyai banyak kebutuhan yang kompleks. Kebutuhan secara umum terbagi atas kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Semua ini termasuk kebutuhan fisik dasar akan makanan, pakaian, keamanan; kebutuhan sosial akan rasa memiliki dan kasih sayang; dan kebutuhan individual akan pengetahuan dan mengekspresikan diri. Semua kebutuhan ini tidak diciptakan oleh pemasar, semuanya merupakan bagian mendasar manusia. Sifat dari kebutuhan adalah sunatullah, artinya sudah built-in dalam setiap diri manusia. Keinginan adalah bentuk kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh budaya dan kepribadian individual. Manusia mempunyai keinginan yang nyaris tanpa batas tetapi sumber daya yang dimiliki terbatas. Jadi, mereka ingin memilih produk yang memberi nilai dan kepuasaan paling tinggi untuk sumber daya yang mereka miliki, manusia menciptakan permintaan akan produk dengan manfaat yang mampu memberikan kepuasaan paling tinggi untuk sumber daya yang mereka miliki. Dengan keinginan dan sumber daya yang mereka miliki, manusia menciptakan permintaan akan produk dengan manfaat yang mampu memberikan kepuasaan paling tinggi. Sehingga setiap 8 Philip Kotler dan Kevin Lane Keller, Manajemen Pemasaran. (Jakata: Indeks. 2007), h. 7. 44 orang mempunyai keinginan yang dapat berbeda antar individu satu dengan yang lainnya. Masalah yang muncul dalam ilmu ekonomi adalah keinginan yang tak terbatas namun dibatasi oleh sumber daya yang terbatas, sehingga timbulah masalah kelangkaan akibat lag yang terjadi antara keinginan dan sumber daya. Permintaan adalah keinginan manusia yang didukung oleh daya beli. Keinginan dapat berubah menjadi permintaan bilamana disertai dengan daya beli. Konsumen memandang produk sebagai kumpulan manfaat dan memilih produk yang memberikan kumpulan terbaik untuk uang yang mereka keluarkan. Setiap orang dapat memiliki banyak keinginan, namun tidak semua keinginan tersebut menjadi suatu permintaan apabila tidak disertai dengan daya beli atas keinginan tersebut. Kita mungkin bisa menginginkan punya mobil sekelas “ferrari”, namun karena kita tidak mempunyai daya beli atas keinginan produk tersebut belum dapat dikatakan sebgai permintaan. Jadi dalam hal ini, pemasaran merupakan proses sosial dan manajerial yang menjadi sarana bagi individu dan kelompok untuk memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat pendapatan dan pertukaran produk serta nilai dengan pihak lain. 2. Produk (jasa dan barang) Manusia memuaskan kebutuhan dan keinginan dengan produk. Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan 45 dan kebutuhan. Istilah produk mencakup barang fisik, jasa, dan berbagai sarana lain yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Proses pendefinisian produk ini akan mempengaruhi strategi pemasaran yang akan digunakan, sebab pemasaran barang akan berbeda dengan pemasaran jasa. Dalam pembahasan mengenai pemasaran bank, strategi pemasaran produk yang digunakan adalah strategi pemasaran jasa. Perusahaan harus mampu menciptakan suatu produk yang mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen serta yang mampu memberikan kepuasan paling tinggi terhadap konsumen. Produk yang berkualitas tinggi akan mampu memberikan kepuasaan lebih tinggi kepada konsumen. Produk yang dijual pada industri perbankan adalah produk yang sifatnya jasa, sehingga pemasar harus mampu melakukan inovasi pemasaran yang cocok untuk pemasaran jasa. 3. Nilai, biaya, dan kepuasaan Setelah mengetahui keinginan dan kebutuhan akan barang dan jasa, konsumen akan dihadapkan pada jajaran produk dan jasa yang beraneka ragam. Kepuasaan pelanggan berkaitan erat dengan nilai kegunaan. Nilai kegunaan mempunyai dampak langsung pada prestasi produk dan kepuasan pelanggan. Nilai dapat didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai yang dinikmati pelanggan karena memiliki serta menggunakan suatu produk dan biaya untuk memiliki produk tersebut. Dan ada nilai intristik yaitu nilai guna 46 dari produk tersebut. Sementara kepuasan pelanggan adalah apa yang didapat oleh konsumen dibandingkan dengan persepsi konsumen atas produk tersebut. 4. Pertukaran, transaksi, dan hubungan Pemasaran terjadi ketika orang memutuskan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan lewat pertukaran. Pertukaran yang merupakan konsep inti dari pemasaran, mencakup perolehan produk yang diinginkan dari seseorang dengan menawarkan sesuatu sebagai gantinya. Sifat pertukaran merupakan sifat yang sunatullah dari manusia, terlihat dari bentuk pertukaran yang dilakukan mulai dari barter-pertukaran barang dengan barang- sampai dengan pertukaran barang dengan uangyang kita lakukan saat ini dalam transaksi sehari-hari. Pertukaran disini dapat pula bermakna pertukaran manfaat produk yang dimiliki perusahaan kepada konsumen. Supaya muncul suatu potensi pertukaran, lima persyaratan berikut harus dipenuhi: a. Sekurang-kurangnya ada dua pihak yang melakukan pertukaran b. Masing-masing pihak memiliki sesuatu produk yang bernilai untuk ditukarkan dengan pihak lain. c. Masing-masing pihak mampu berkomunikasi dan menyerahkan sesuatu. d. Masing-masing pihak bebas untuk menerima atau menolak tawaran untuk melakukan pertukaran. e. Masing-masing pihak yakin bertransaksi merupakan cara yang tepat dan diinginkan. 47 5. Pasar Konsep pertukaran mengerah ke konsep suatu pasar, dimana pasar adalah perangkat pembeli yang aktual dan potensial dari sebuah produk. Ukuran suatu pasar tergantung pada jumlah orang yang menunjukkan kebutuhan, mempunyai sumber daya untuk terlibat dalam pertukaran dan bersedia menawarkan sumber daya. Untuk mencapai pasar sasaran, ada tiga jenis saluran pemasaran yang dapat digunakkan, yatu saluran komunikasi, saluran distribusi, dan saluran jasa. Saluran komunikasi digunakan untuk menyerahkan dan menerima pesan dari pembeli sasaran. Saluran komunikasi meliputi surat kabar, radio, reklame, dan berbagai media lainnya. Saluran distribusi digunakan untuk memamerkan atau menyerahkan produk fisik atau jasa kepada pembeli atau pengguna, termasuk distributor, subdistributor, groir, agen, dan pengecer. Saluran jasadigunakan untuk melakukan transaksi dengan pembeli potensial, mencakup pergudangan, perusahaan angkutan, perban-kan, dan perusahaan asuransi yang memudahkan transaksi. 6. Pemasaran, pemasar, dan prospek Pemasaran berarti mengolah pasar untuk menghasilkan pertukaran dengan tujuan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Dalam situasi biasa pemasaran mencakup melayani pasar pengguna akhir bersama pesaing. Perusahaan dan pesaing mengirimkan produk dan pesan mereka langsung kepada konsumen atrau lewat perantara pemasaran kepada pengguna akhir. Sehingga pemasaran titik kuncinya adalah proses pertukaran yang terjadi 48 antara dua pihak atau lebih. Suatu proses pemasaran tidak dapat berjalan apabila adanya kehadiran seorang tenaga pemasar. Jika suatu pihak lebih aktif dalam mengusahakan terjadinya pertukaran dibandingkan dengan pihak lain, kita menamakan pihak pertama sebagai pemasar dan pihak kedua sebagai prospek atau calon pembeli. Pemasar adalah pihak yang memasarkan atau menawarkan manfaat suatu produk kepada pihak lain yang menjadi pasar sasaran dari produk tersebut. Sementara prospek adalah pihak yang merupakan target pasar potensial dari produk yang ditawarkan oleh pemasar. Model komunikasi pemasaran secara garis besar ada dua jenis yaitu above the line- yaitu strategi komunikasi pemasaran menggunakan iklan baik iklan di media massa baik media elektronik, media catak atau media lainnya seperti papan reklame. Sementara model komunikasi kedua yaitu below the line, yaitu strategi komunikasi pemasaran menggunakan event atau kegiatan yang berkaitan dengan masyarakat, sehingga lebih menyentuh masyarakat. Bagi perusahaan kegiatan pemasaran merupakan suatu hal yang pokok dalam mencapai tujuan karena kegiatan pemasaran diarahkan untuk menciptakan pertukaran yang memungkinkan perusahaan untuk memperoleh laba. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut perusahaan harus dapat menganalisa faktor permintaan yang mempengaruhi penjualan. Secara garis besar faktor permintaan terdiri dari faktor yang tidak dapat dikendalikan dan faktor yang dapat dikendalikan. Faktor yang tidak dapat dikendalikan yaitu faktor yang tidak dapat dikuasai oleh perusahaan, misalnya faktor konsumen, 49 pesaing, teknologi, peraturan pemerintah, kedua yaitu faktor yang dapat dikendalikan perusahaan yaitu yang dapat dikuasai oleh perusahaan misalnya malsalah harga, produk, promosi, dan lokasi (tempat). Rangkaian faktorfaktor yang dapat dikendalikan perusahaan pada saat tertentu sering dikenal sebagai marketing mix atau bauran pemasaran dalam ilmu pemasaran modern. Setelah kita mengetahui definisi awal mengenai pemasaran secara umum yang tidak hanya berupa proses menjual, iklan, dan promosi. Melainkan keseluruhan proses dalam perusahaan yang mem-pertukarkan produk atau nilai dengan pihak lain termasuk proses riset pemasaran, pelayanan purna jual, branding, perilaku konsumen, dan lain sebagainya. Selanjutnya kita akan coba membahas apakah yang dimaksid dengan pemasaran bank, agar kita dapat mengerti hal-hal apakah yang menjadi komponen dalam manajemen pemasaran suatu bank syariah. Secdara umum pemasaran bank dapat diartikan9 sebagai suatu proses untuk menciptakan dan mempertukarkan produk atau jasa bank yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan nasabah dengan cara memberikan kepuasaan kepada nasabah. Produk atau jasa bank yang dimaksud disini antara lain produk penghimpunan dana bank berupa giro, tabungan, dan deposito; produk penyaluran bank berupa pembiayaan baik pembiayaan yang bersifat konsumtif maupun produktif baik dengan menggunakan akad murabahah, 9 Kasmir, Pemasaran Bank. Jakarta: Kencana. 2004, h. 63. 50 bagi hasil, sewa ataukah akad pelengkap alinnya; ataupun jasa bank pendukung lainnya seperti transfer, bank garansi, kafalah, inkaso, save deposit box, kartu kredit, letter of credit, dsb. Pada dasarnya pengertian konsep pemasaran mempunyai persamaan dengan konsep pemasaran bank. Konsep pemasaran (produksi) berorientasi pada kebutuhan konsumen, sedangkan konsep pemasaran berorientasi pada konsumen (nasabah). Dasar pemikirannya bagaimana caranya aktivitas pemasaran bank dapat dilaksanakan berdasarkan suatu falsafah yang mantap, yang mengungkapkan pemasaran yang tanggap, bertanggung jawab, dan selalu memberikan kepuasan pada nasabah serta menguntungkan perusahaan. Konsep pemasaran bank mengandung arti: a. Mempunyai falsafah yang mantap dan bertanggung jawab b. Berorientasi pada nasabah di satu pihak c. Menguntungkan perusahaan di lain pihak10 C. Stratregi Pemasaran Perbankan Syariah Strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan serta aturan yang memberi arah kepada Usaha-usaha pemasaran dari waktu kewaktu pada masing-masing tingkatan serta lokasinya. Pasar untuk produk perbankan sangatlah luas, sehingga perusahaan atau bank tidak mudah untuk memasuki 10 Herry Achmad Buchory dan Djaslim Saladin. Dasar-dasar Pemasaran Bank. Bnadung: Linda Karya. 2006, h. 9. 51 pasar yang sedemikian luas dan kalaupun bisa kemungkinan berhasil sangatlah kecil. Pasar yang luas ini perlu untuk di pilah-pilah agar memudahkan perusahaan dalam melakukan kegiatan pemasarannya. Karena pasar yang luas maka sebelum melakukan kegiatan pemasaran produk harus dilakukan terlebih dahulu riset pasar, yang bertujuan untuk mangetahui seberapa besar pasar yang akan dimasuki, siapa yang menjadi konsumen produk tersebut dan seberapa besar kompetititor. Kegiatan memilahmilah pasar ini dikenal dengan segmentasi pasar. Segmentasi pasar akan memberikan kemudahan kepada bank untuk menentukan pasar sasaran atau konsumen yang akan dituju. Segmentasi pasar dapat dilakukan berdasarkan geografi, demografi, psikografi, atau berdasarkn perilaku. Setelah dilakukan segmentasi pasar maka selanjutnya adalah menetapkan pasar sasaran (targeting). Kegiatan penetapan pasar sasaran ini setelah pasar disegmen menjadi beberapa bagian. Penetapan pasar sasaran harus dilakukan dengan berbagai pertimbangan sesuai dengan kemampuan bank. Sehingga harus dilakukan secara hati-hati, sebab bila salah perhitungan maka akan fatal resiko yang harus ditanggung. Penetapan pasar sasaran dimuali dari evaluasi terhadap segmen yang ada, kemudian baru dilakukan pemiliahn segmen yang dinggap memenuhi syarat. Lengkah terakhir adalah menetapkan posisi pasar (Positioning). Penetapan pasar harus dilakukan secara hati-hati dengan pertimbangan yang matang. Penentuan posisi pasar dapat dilakukan atas dasar atribut, kesempatan 52 penggunaan, kesempatan pengguna, kelas produk atau langsung menghadapi pesaing.11 Strategi yang digunakan pada perbankan baik perbankan Konvensional dan perbankan Syariah hampir sama saja. Salah satu strategi marketing yang dilakukan oleh perbankan antara lain adalah menggunakan strategi marketing mix. Strategi marketing mix tersebut adalah sebagai berikut: 1. Strategi Produk (Product) Pengertian Produk Menurut Philip Kotler adalah Sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatiah untuk dibeli, untuk digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memenuhi keinginan dan Kebutuhan.12 Pengertian umum produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan atau dikonsumsi dan yang dapat memuaskan kebutuhan atau keinginan.13 Agar produk yang dibuat dapat diterima pasar, maka penciptaan produk haruslah memperhatikan tingkat kualitas yang sesuai dengan keinginan nasabahnya. Dan dalam perbankan syariah strategi produk yang dilakukan adalah mengembangkan suatu produk Yaitu: (1) Penentuan logo dan moto, (2) Menciptakan Merk, (3) Menciptakan kemasan, (4) Keputusan 11 M. Nur Rianto Al-Arif, SE., M.Si, Dasar-dasar Pemasaran Bank Syariah, (Jakarta: Alfabeta, 2010), H. 83-83 12 Philip Kotler, Marketing Management, (New Jersey: Prentice Hall, 2000), h. 394 13 Kasmir, Pemasaran Bank, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 136 53 Label.14 Dan produk mempunyai siklus hidup yang berarti menegaskan empat hal yaitu: a. Produk memiliki umur yang terbatas sehingga ada waktunya produk tersebut tidak dapat diserap oleh pasar lagi b. Penjualan produk melalui berbagai tahapan yang khas dan masing-masing tahapan memberikan tantangan, peluang dan masalah berbeda bagi penjualnya. Sehingga penjual harus memiliki berbagai macam strategi yang berbeda pada setiap fase atau tahapan yang dilalui. c. Fluktuasi laba Naik dan turun pada berbagai tahap yang berbeda selama siklus hidup produk. d. produk memerlukan strategi pemasaran, keuangan, manufaktur pembelian dan sumber daya manusia yang berbeda dalam tiap tahap siklusnya.15 2. Strategi Harga (Price) Keputusan harga pada produk bank dapat dibuat berdasarkan beberapa pendekatan antara lain: a. Pendekatan keputusan harga bank tradisional. Penetapan harga secara tradisional ini berdasarkan pada dua mekanisme, yaitu: (1) bundling mechanis yang dilakukan dengan menambah seluruh biaya produk/jas sebagai suatu kelompok (bundle) baik jasa/produk kredit maupun non kredit dan menambah prosentase tertentu. Penetapan harga ini cukup 14 Kasmir, Pemasaran Bank, h. 141-142 15 M. Nur Rianto Al Arif, M.Si, Dasar-dasar Pemasaran Bank Syariah, h. 148 54 sederhana mengingat yang perlu diketahui adalah biaya totalnya saja. Akibat yang sering terjadi adalah subsidi silang. Pada umumnya produk peminjaman/kredit (lending product) menutup biaya jasa produk pendanaan (funding product) seperti giro, deposito dan tabungan. (2) Auction mechanism. Dalam strategi penetapan harga kedua ini bank menetapkan tingkat harga produknya dengan cara semacam pelelangan yang dilakukan pada pasar terbatas. Harga ditetapkan dengan mengikuti harga yang dipatok bank-bank besar, tetapi ditambah dengan memasukkan komponen kelayakan konsumen, jumlahdana nasabahyang dititipkan pada bank tersebut, dan hubungan yang diinginkan oleh bank terhadap nasabah tersebut. Mekanisme ini kebanyakan diberlakukan untuk produk-produk kredit. Penentuan harga berdasarkan tujuan perusahaan. Strategi pentapan harga sangat ditentukan pada tujuan (apa yang ingin dicapai oleh bank tersebut). Strategi tersebut antara lain: (1) Penetapan harga untuk menggalakkan penggunaan (pricing to en-courage use). Strategi ini digunakan jika bank memiliki berbagai produk dan ingin meningkatkan penggunaan produk yang lebih efisian dan profitable. Contoh dengan menggunakan electronic funds transfer akan lebih efisien dan menghemat biaya dari sistem dengan menggunakan kertas (paper based system); (2) pada industri perbankan perhitungan yang paling mudah adalah dengan konsep pengumpulan dana tunggal (a single pool of funds concept) yaitu 55 merata-ratakan biaya sebagai dasar perhitungan profitabilitas produk; (3) Penetapan harga sebagai suatu komponen jasa. Penetapan ini menggunakan persyaratan deposit minimum/ blanket mecanism. Faktor penetapan harga dari penetapan harga ini harus berdasarkan: a. biaya perawatan untuk jasa dasar (maintenance charger for a basic service), b. Jasa rekening (account service), c. posisi neraca (balance position), d. penanganan pengacualian (exception handling); (4) penetapan harga berdasarkan keuntungan yang ditetapkan. Penetapan harga ini dilakukan pada level fungsional. Misalnya keputusan harga berdasarkan pengenalan produk baru, perubahan penetapan harga produk karena reaksi terhadap pesaing. 5) hubungan klien karena banyak konsumen yang memerlukan nasehat (advice) sehingga karakteristik 3, 4 dan 5 mensyaratkan sistem distribusi yang paling cocok untuk produk perbankan ini adalah saluran distribusi langsung. 16 3. Strategi distribusi Pada industri perbankan saluran distribusi jasa dipengaruhi oleh pola pembelian jasa konsumen yaitu kapan, dimana, oleh siapa dan bagaimana jasa dibeli. Karakteristik tersebut antara lain: a) intangibility (jasa perbankan tidak dapat dilihat, diraba, atau didengar); b) Inseparability (Jasa perbankan tidak dapat dipisahkan dari person penjual. Oleh karena itu perlu penciptaan kegunaan waktu dan harga sehingga penjualan langsung ke konsumen(direct 16 Donelly, 1974, h. 149 56 channel of distribution) adalah distribusi yang paling meungkinkan (Feasible); c) sistem pemasaran yang sangat individualis; d) tidak memerlukan fungsi logistik. 4. Strategi Promosi (Promotion) Pengeluaran untuk promosi merupakan faktor yang paling signifikan bagi bank jika seluruh proses komunikasi yang menjadi pertimbangan. Tidak perlu menyesuaikan budget dengan budget pesaing yang setara assetnya. Metode penentu budget promosi ini tidak pula mempertimbangkan pangsa pasar, posisi persaingan kekuatan dan kelemahan perusahaan. Penentu budget yang terbaik untuk promosi adalah dengan menentukan formula yang tidak tetap (dapat berubah-ubah sesuai dengan tujuan bank tersebut) sebagai contoh jika bank bertujuan untuk meningkatkan penjualan sebesar 10% maka bank dapat mengurangi kapasitas menganggur dari deposit boxnya sampai dengan 0, atau meningkatkan jumlah pemegang kartu kreditnya. Oleh karena itu iklan dapat dihubungkan dengan tujuan tersebut. BAB IV ANALISA STRATEGI NEW WAVE MARKETING PADA BANK SYARIAH A. Strategi Pengembangan Perbankan Syariah di era New Wave Marketing Strategi pengembangan industri perbankan syariah seharusnya didukung oleh dua pihak. Regulator dan juga pelaku bisnis Syariah. Dalam hal ini bank induk yang memiliki anak Perbankan Syariah. Pertama, untuk regulator dalam hal ini BI, harus melihat dan membuat kebijakan pengembangan perbankan syariah secara efisien, memberikan syariah service excellent, dan berkontribusi bagi perekonomian nasional. Untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi halhal yang bisa dilakukan oleh BI antara lain bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi untuk melakukan penelitian dan mempersiapkan kurikulum dalam mengembangkan SDM berkualitas tinggi yang tidak hanya paham ilmu fiqh tetapi juga mendalami ilmu perbankan dan keuangan. Selain itu regulasi dan supervisi yang efektif harus dijalankan dan juga aliansi strategis yang berupa working group dengan beberapa pihak seperti Ikatan Akuntansi Indonesia dan Dewan Syariah Nasional agar dapat berjalan dengan baik sehingga inovasi dan pengembangan produk perbankan Syariah dapat berjalan dengan cepat dan efektif1. Selain daripada itu untuk mendorong investor asing agar tertarik menamkan modalnya di sektor keuangan Syariah Indonesia 1 Mulya E Siregar, , (BI: Seminar Akhir Tahun perbankan Syariah November 2010) 57 58 diperlukan kerja sama dengan Dirjen Perpajakan agar tidak hanya memberikan kebijakan pajak yang mendukung saja. Tetapi, juga menyiapkan instrumeninstrumen investasi syariah yang menarik serta payung hukum yang kuat agar investor asing merasa nyaman untuk berinvestasi di sektor keuangan syariah nasional. Sosialisasi kepada masyarakat tentang produk-produk syariah serta pengembangan infratruktur dan network yang merata dapat diinisiasi oleh BI melalui kebijakan dan inisiatif strategis. Agar hal ini bisa diimplementasikan kepada pelaku bisnis syariah sehingga fasilitas perbankan syariah ini bisa menjangkau masyarakat luas di seluruh Indonesia. Kedua, dukungan dari Perbankan Syariah induk yang memiliki anak Perbankan Syariah juga tidak kalah pentingnya. Dalam hal ini mengambil contoh komitmen Bank Mandiri sebagai Perbankan Syariah induk dalam mengembangkan Bank Syariah Mandiri (BSM). Bank Mandiri tidak melihat BSM sebagai kompetitor tetapi melihatnya sebagai mitra dengan tumbuhnya BSM menjadi pemain besar di perbankan nasional. Ini juga akan berdampak secara positif untuk bank induknya. Bank Mandiri memang tidak setengah-setengah dalam mengembangkan anak Perbankan Syariahnya. BSM merupakan salah satu anak Perbankan Syariah Mandiri yang menyumbangkan laba terbesar yang mencapai Rp 360 miliar per oktober 2010. Selain itu suntikan modal terus diberikan untuk menjaga CAR BSM di atas 12%, dan Bank Mandiri mempunyai harapan dan visi yang besar 59 kepada BSM di dalam corporate plannya, yaitu untuk bisa menduduki posisi Top Ten bank dengan total aset terbesar secara nasional di tahun 2015 nanti.2 Industri perbankan syariah ke depannya akan lebih sukses dan akan menunjukkan pertumbuhan dan performance yang lebih signifikan. Dengan catatan regulator harus terus membuat kebijakan yang supportive dan juga beberapa Perbankan Syariah induk yang memiliki bisnis perbankan syariah untuk tetap berkomitmen secara serius dalam membuat strategi pengembangan seperti contoh kasuk Bank Mandiri sebagai benchmark. B. Menyusun Strategi Marketing Perbankan Syariah di era New Wave Marketing Salah satu tantangan terbesar dalam implementasi New Wave Marketing adalah perubahan cara berpikir atau mindset. Konsep baru tersebut melibatkan perubahan paradigma dalam beberapa aspek pemasaran, mulai dari tahap strategis sampai taktis. Selanjutnya dalam membangun strategi marketing di era new wave marketing yang dilakukan bukanlah segmentasi, targeting, dan positioning. Namun, communitization, conforming, dan clarifying. 1. Segmentation is Communitization Strategi Komunitas ini bisa digunakan untuk perbankan syariah. Karena karakter perbankan syariah yang spesifik dan citra layanan yang 2 Andi Rio Wijaya MBA, Strategi Pengembangan Bisnis Perbankan Syariah Pasca 2010 , (Detikcom: Suara pembaca, Selasa, 21/12/2010) di akses 27 Desember 2010 60 menentukan tingkat kepercayaan masyarakat memungkinkannya untuk lebih cepat diterima di beberapa komunitas, terutama di Indonesia. Sehingga seperti yang dirilis gulfnews.com pada tanggal 1 Agustus 2009, market share perbankan syariah Indonesia diprediksi akan mampu menggeser Malaysia di kawasan Asia Tenggara. Dalam many to many marketing, peran komunitas menjadi sangat penting. Potensi besar ini menjadi tantangan perbankan syariah untuk menerapkan New Wave Marketing.3 Salah satu contoh keuntungan dengan strategi komunitas antara lain adalah kedekatan perbankan syariah dengan komunitas-komunitas tertentu bisa merupakan potensi bagi inovasi produk yang mempunyai diferensiasi terhadap produk bank konvensional terutama pada segmen beta-market. Ini adalah strategi efektif yang low budget-high impact daripada Bank Syariah membayar mahal iklan di media-media seperti televisi dan koran, tetapi tidak menjamin dapat meningkatkan jumlah nasabah baru Bank Syariah. Contoh konkritnya seperti, pihak Bank Syariah mengajak para anggota komunitas untuk membuat kartu anggota atas komunitas tersebut. Kartu anggota itu juga sekaligus berfungsi sebagai kartu ATM untuk Bank Syariah tersebut. Dengan demikian secara tidak langsung setiap anggota komunitas akan membuka rekening di Bank Syariah tersebut sehingga nasabah Bank Syariah dapat bertambah. 3 Arif, Mencapai Keunggulan Bank Syariah melalui new wave marketing, (Kopicoklat.com: 13 Agustus 2010), di Akses 29 Desember 2010 61 Dari sisi komunitasnya, bank dapat menawarkan berbagai macam benefit/ kelebihan kepada komunitas tersebut agar mereka terdorong untuk bersedia menerima tawaran kerjasama ini. Benefit yang mungkin dapat ditawarkan kepada komunitas tersebut antara lain: a. Pembuatan kartu member sekaligus kartu ATM secara gratis dari Bank Syariah , b. Saldo minimum yang terjangkau, c. Prosedur pembukaan rekening yang mudah, d. Penggunaan beberapa fasilitas bank secara gratis selama setahun, seperti mobile banking dan online banking, e. Dapat memberikan layanan informasi saldo organisasi secara reguler kepada tiap member melalui email atau SMS, bagi organisasi yang menganut trasparansi keuangan, f. Kartu anggota dapat berfungsi sebagai kartu diskon pada merchantmerchant tertentu, g. Fasilitas auto-debet dari rekening anggota untuk iuran wajib yang dapat langsung dipindah buku kan ke rekening organisasi.4 2. Targeting is Confirmation Setelah communitization, yang harus dilakukan bukanlah targeting melainkan confirming (konfirmasi). Setelah di Identifikasikan sejumlah 4 Rhanu Jiwandaru, Gaet Nasabah Bank Syariah dengan Strategi Jaring Ikan, (http://ibbloggercompetition.kompasiana.com: 22 May 2010) diakses 29 Desember 2010 62 komunitas, Perbankan Syariah melakukan confirm, ke komunitas mana Perbankan Syariah akan bergabung. dengan konfirmasi, berarti Perbankan Syariah berupaya menguji kebenaran dari sesuatu. Konfirmasi dilakukan untuk menemukan sweet spot dalam komunitas tersebut. Jadi Perbankan Syariah harus mampu menemukan komunitas yang mampu memberikan manfaat secara optimum. Confirming sifatnya horizontal. Jika ada yang mau bergabung dengan suatu komunitas entah itu individu atau Perbankan Syariah, komunitas tersebut punya dua pilihan, apakah mau meng-confirm atau mengabaikannya. Orang yang hendak bergabung ini tidak bisa berbuat apa-apa kalau diabaikan oleh komunitas tersebut. Ini menunjukkan bahwa komunitas sama kuatnya dengan sebuah Perbankan Syariah. Untuk melakukan konfirmasi terhadap komunitas ada tiga kriteria yang perlu diperhatikan yaitu: relevance (kesamaan minat atau nilai), active level (tingkat keaktifan) dan number of community network (jumlah jaringan yang dimiliki). Jadi pertama-tama, Perbankan Syariah perlu melihat relevansi komunitas dengan Perbankan Syariah apakah ada relasi atau kesamaan interest atau values antara Perbankan Syariah dengan komunitas tersebut. Selanjutnya, diamati active levelnya yaitu seberapa besar tingkat keaktifan komunitas tersebut. Apakah di dalam komunitas tersebut anggotanya memang aktif, atau malah isinya cuma daftar nama saja sehingga hanya menjadi database saja. Terakhir adalah memperhatikan number of community network yaitu berapa banyak jaringan 63 yang dimiliki atau yang potensial bisa terjadi antara suatu komunitas dan komunitas lainnya. Jadi, bukan sekadar berapa banyak jumlah anggota komunitas tersebut. Ini terkait dengan Reed’s community law yang menyatakan bahwa dengan memanfaatkan jaringan antar komunitas, terutama social networking, dapat secara eksponensial meningkatkan nilai jaringan tersebut (Jika N adalah audience, nilainya adalah 2n).5 Jadi pada saat Perbankan Syariah melakukan confirming, akan dipilih komunitas yang punya relevansi dengan Perbankan Syariah, aktif dan jaringannya luas. Dari confirming the community, Perbankan Syariah akan mendapatkan confirmed community. 3. Positioning is Clarificarion Setelah itu melakukan confirming Perbankan Syariah bukan lagi melakukan positioning tetapi clarifying6 (klarifikasi) pada confirmed community. Clarifying bermakna memperjelas posisi brand dalam benak pelanggan. Dengan melakukan klarifikasi berarti Perbankan Syariah memperjelas pesona atau karakternya kepada komunitas yang sudah diconfirm sebelumnya. Dalam clarifying, Perbankan Syariah harus dapat menjawab, siapakah Perbankan Syariah yang sebenarnya, what is our color. 5 Reed’s Law ini pertama kalinya dikemukakan oleh David Reed, profesor di MIT Media Lab serta juga berperan penting dalam pengembangan TCP/IP, dalam artikelnya yang berjudul “The Law of the Pack” di Harvard Business Review edisi Februari 2001. Evan Hendrata Subagijo, S.E., ICPM, The Value of Community: From Sarnoff's Law to Reed's Law, (http://duniapemasaran.com: 15 December 2009) diakses 29 Desember 2010 6 Hermawan Kartajaya, New Wave Marketing; The World is stil round the market is already flat, (Jakarta: Gramedia, 2010), cet.5, h. 178 64 Jadi clarifying adalah upaya yang lebih tajam dan berkelanjutan. Hal ini perlu dilakukan karena persepsi atau positioning tentang brand terbentuk dari berbagai pihak yaitu: Perbankan Syariah, pelanggan, media massa, dan bahkan dari pesaing. Dengan melakukan clarifying, Perbankan Syariah memperjelas makna karakternya kepada suatu komunitas. Setelah itu, klarifikasi ini akan berjalan di antara para anggota komunitas itu dengan sendirinya tanpa perlu melibatkan Perbankan Syariah lagi karena produk sudah memiliki identitas. C. Implementasi Strategi Taktik Pemasaran Perbankan Syariah Dalam membangun taktik di era new wave marketing Perbankan Syariah melakukan tak hanya diferensiasi, marketing mix, dan selling namun juga coding, crowd-combo (co-creation, currency, communal activation, dan conversation), commercialization.7 1. Differentiation is Codification Hal ini perlu dilakukan karena pesaing di landskap new wave semakin tidak terbatas. Perbankan Syariah semakin sulit membangun positioning dan diferensiasi yang unggul dan sulit ditiru oleh pesaing dan sekaligus selalu diingat pelanggan. Langkah pertama membangun taktik ini yaitu coding dengan memasukan diferensiasi ke dalam “DNA” mereknya maupun pelanggannya. Perbankan Syariah harus benar-benar dapat mengidentifikasi 7 Hermawan Kartajaya, Connect!Surfing New Wave Marketing, h. 121 65 perbedaan yang ada sampai ke “tingkat DNA” bukan hanya di permukaan saja. Perbankan Syariah pun dituntut untuk lebih terkoneksi dengan pelanggan sehingga mampu membuat produk yang benar-benar sangat personal bagi pelanggan sehingga tidak ada satu pun produk lainnya yang menyerupai produk tersebut. Artinya bahwa produk ini harus sangat horizontal dengan membuat produk yang sesuai dengan identitas setiap orang. Coding perlu dirancang baik dengan memperhatikan otentisitas dari produk atau layanan Perbankan Syariah. Inilah yang sebenarnya dicari pelanggan. Jika pelanggan mempunyai persepsi offering Perbankan Syariah sebagai tiruan atau palsu, Perbankan Syariah akan kehilangan kredibilitas, pelanggan, dan pada akhirnya penjualan. 2. Product is Co-Creation Di era new wave, produk disebut sebagai co-creation8 karena bersifat statis, satu arah, dan berasal dari satu sumber. Sementara, co-creation (kreasi pelanggan/pelanggan terlibat langsung dalam proses pembuatan) maknanya cenderung lebih dinamis, interaktif, dan berasal dari multisumber. Pelanggan bisa memodifikasi sendiri. Jadi, produk yang ada di tangan pelanggan bisa tidak sama persis dengan produk yang dihasilkan produsen. Ini menunjukkan kedinamisan. Bahkan pelanggan bisa memberikan masukan ke 8 Hermawan Kartajaya, New Wave Marketing; The World is stil round the market is already flat, h. 213 66 produsen, produk seperti apa yang mereka inginkan. Ini menunjukkan adanya interaksi. Terjadinya proses horizontalisasi merupakan ciri-ciri new wave marketing. Perbankan Syariah lebih berperan sebagai fasilitator. Kreativitas pembuatan produk diserahkan kepada pelanggan, terserah apa pun yang mereka inginkan, ikatan emosional yang terjadi sangat kuat. Pelanggan memiliki sense of belonging dan sense of ownership terhadap hasil kreasinya itu karena merupakan “bayinya” sendiri. Selain itu, komponen dan fitur produk juga bisa berasal bukan dari satu produsen. Desainnya bisa berasal dari sebuah negara di Eropa, namun komponen-komponennya dari Tiongkok, dan software-nya buatan Indonesia. Inilah yang dimaksud berasal dari multisumber. Konsep ini sebenarnya sesuai dengan salah satu pilar dari Arsitektur Perbankan Indonesia (API), yaitu “Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan”. 3. Price is Currency Saat ini harga bukan istilah yang tepat, tapi diganti dengan currency.9 Harga mempunyai makna cenderung tetap sementara currency lebih fleksibel. Jadi, produk atau co-creation yang dibuat tidak bernilai harga yang tetap. Untuk produk yang sama, nilainya bisa naik, bisa pula turun. Tergantung bagaimana orang mengapresiasi produk atau co-creation tersebut. Ini 9 Hermawan Kartajaya, New Wave Marketing; The World is stil round the market is already flat, h. 222 67 menunjukkan adanya proses horizontalisasi antara produsen dengan pelanggan. Harga yang dulu pada era legacy marketing bisa ditetapkan secara sepihak, di era new wave marketing ini nilainya bisa berubah-ubah layaknya currency. Pelanggan juga punya kekuatan untuk menentukan seberapa besar nilai yang harus dibayarkan untuk sebuah produk alias co-creation 4. Place is Communal Activation Dalam era new wave marketing, saluran distribusi ini bentuknya bukan lagi Perbankan Syariah Perbankan Syariah distributor atau peritel.10 Saluran distribusi kini berupa communal activation11 (aktivis komunal). Communal activation ini berarti mengaktifkan sebuah komunitas lewat para pemimpin atau aktivis komunitas itu. Orang-orang seperti inilah yang mampu memasarkan produk atau co-creation kepada para anggota komunitas lainnya. Untuk memasarkan co-creation dalam komunitas, Perbankan Syariah membutuhkan orang-orang yang menjadi simpul-simpul atau aktivis-aktivis di situ. Orang-orang seperti inilah yang akan bicara soal co-creation. Orangorang inilah yang akan mempromosikan co-creation. Dan pada akhirnya orang-orang inilah yang akan menjual co-creation. Simpul-simpul ini merupakan orang-orang yang berpengaruh besar dalam komunitasnya. Perkataan dan tindak-tanduk mereka akan dipatuhi. Merekalah yang menjadi 10 Ali Hasan, Marketing Bank Syariah: cara jitu menignkatkan pasar bank syariah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), cet. 1, h.142 11 flat, h. 230 Hermawan Kartajaya, New Wave Marketing; The World is stil round the market is already 68 pemimpin dalam komunitas tersebut. Mengelola para aktivis komunitas ini bagi produsen akan lebih efektif dan efisien ketimbang saluran distribusi tradisional. Para aktivis ini sangat memahami anxiety dan desire yang ada dalam komunitas. Biaya untuk mengelola para aktivis ini juga relatif tidak terlalu besar. Bagi pelanggan alias anggota komunitas sendiri, para aktivis ini memang lebih dipercaya ketimbang peritel karena memang kepentingan komunitaslah yang diutamakan. Reputasi dan integritas sebagai aktivis atau pemimpin komunitas seperti menjadi jaminan bagi anggota komunitas lainnya. Di era new wave marketing, para pemimpin atau aktivis komunitas memang akan semakin berperan sebagai perantara antara produsen dan pelanggan. Communal activation menjadi salah satu langkah kunci untuk bisa sukses mengarungi galaksi new wave yang tanpa batas ini. Para simpul atau pemimpin komunitas inilah yang harus menjadi perhatian new wave marketer untuk melakukan communitization. Perbankan Syariah membutuhkan para aktivis komunitas itu agar benar-benar bisa “masuk” ke dalam komunitas. Para aktivis komunitas inilah yang bisa menjadi “kepanjangan tangan pertama” bagi Perbankan Syariah dalam komunitas. Suara para aktivis komunitas inilah yang akan didengarkan oleh anggota komunitas lainnya 5. Promotion is Conversation Promosi merupakan kegiatan terakhir marketing mix. Dalam kegiatan ini bank berusaha untuk mempromosikan seluruh produk dan jasa yang 69 dimilikinya baik langsung maupun tidak langsung.12 Di era new wave elemen terakhir dari crowd-combo adalah conversation. Sifat promosinya searah, topdown dan one to many. Conversation13 itu horizontal: dua arah, peer to peer dan many to many. Dalam conversation terjadi diskusi alias interaksi antara dua pihak yang kedudukannya setara. Di sini, “kebenaran” merupakan kebenaran bersama (common truth). Dengan demikian, pelanggan akan lebih bisa menerima kebenaran bersama itu daripada kebenaran satu versi saja. Hal ini karena conversation pelanggan bisa mengklarifikasi hal-hal yang diutarakan Perbankan Syariah. Dengan demikian, dari sisi penerimaan pelanggan terhadap informasi yang disampaikan Perbankan Syariah, conversation akan menjadi lebih dipercaya ketimbang promosi. Di sisi anggaran, conversation merupakan praktik low budget, high impact marketing. Conversation dilakukan dengan membentuk communitization. Perlu diperhatikan bahwa conversation bukan sekadar word of mouth atau buzz marketing. Dalam conversation, pelanggan tidak harus bicara soal merek atau merekomendasikan sesuatu. Conversation dalam era new wave marketing merupakan kebutuhan bagi seseorang untuk menjadi manusia yang lebih berpengetahuan dan beradab (knowledgeable and civilized). 12 Kasmir, Pemasaran Bank, (Jakarta: Kencana, 2008), Ed. Rev, cet. 3, h. 155 13 Hermawan Kartajaya, New Wave Marketing; The World is stil round the market is already flat, h. 239 70 D. Implementasi Strategi Value Pemasaran Perbankan Syariah Selanjutnya dalam membangun value di era new wave marketing, yang dilakukan Perbankan Syariah bukan lagi brand, service, dan proses. Perbankan Syariah perlu melakukan character, caring, dan collaboration. Hal ini bisa dilakukan juga oleh perbankan syariah. untuk lebih jelasnya sebagai berikut. 1. Selling is Commercialization Pembahasan terakhir dari taktik ini bukan lagi selling (capture tactic) tapi commercialization.14 Proses selling terkesan satu arah, dari Perbankan Syariah ke pelanggan. Perbankan Syariah punya produk, ditawarkan kepada pelanggan. Pelanggan membelinya dan setelah itu selesai. Tidak ada relasi lebih lanjut antara Perbankan Syariah dengan pelanggan. Commercialization bersifat dua arah, terjadi proses pertukaran value antara Perbankan Syariah dengan pelanggan. Tidak seperti selling, commercialization tidak dilakukan secara “langsung”. Artinya, pelanggan tidak begitu saja disodori produk. Perbankan Syariah harus berupaya melakukan engagement dengan pelanggan sebagai pihak yang setara. Dalam era new wave marketing, commercialization harus dilakukan atas dasar kesadaran bahwa relasi jangka panjang yang dibangun akan sama-sama menguntungkan kedua belah pihak yaitu Perbankan Syariah dan pelanggan. 14 flat, h. 248 Hermawan Kartajaya, New Wave Marketing; The World is stil round the market is already 71 2. Brand is Character Layaknya manusia, karakter pada dasarnya sama dan tetap sesuai dengan DNA-nya. Seseorang bisa gonta-ganti baju, mengubah potongan rambut atau bahkan melakukan operasi plastik, namun tetap saja DNA-nya tidak bisa berubah. Begitu juga merek. Merek bisa saja berubah-ubah atribut luarnya (logo, warna, tagline, dan sebagainya) namun karakternya akan tidak berubah dan konsumen akan tetap bisa mengenali karakternya. Untuk mengetahui bahwa produk sudah memiliki karakter yang kuat adalah dengan melepas semua atribut atau simbol yang melekat pada merek tersebut. Kalau kita masih tetap mengenalinya, berarti karakternya memang sudah kuat. Mungkin tidak lagi diperlukan brand book atau brand manual. Biarkan kemasan merek berubah-ubah yang penting karakternya tetap. Kedinamisan ini sekaligus menunjukkan semangat muda. “Muda” dan “dinamis” inilah yang menunjukkan paradigma horizontal di era new wave marketing. Di era legacy marketing ada istilah brand equity dari David Aaker yang terdiri atas brand awareness, brand associations, perceived quality, other proprietary assets, dan brand loyalty. Sedangkan di era new wave marketing istilahnya menjadi character meaning, terdiri dari character presence, character connection, perceived relevance, other ownership assets, dan character advocacy.15 Orang bukan hanya harus sadar (aware) terhadap 15 Evan Hendrata Subagijo, S.E., ICPM, "Citizens" or "Criminals"?: The BBC World Case, (http://duniapemasaran.com: 16 December 2009) diakses 29 Desember 2010 72 merek itu, namun juga harus merasakan kehadirannya (presence). Bukan hanya bisa melihat asosiasi, namun juga merasakan koneksi dengan merek tersebut. Bukan hanya bisa menilai kualitas, namun juga merasakan relevansinya dengan kehidupan sehari-hari. Dan bukan hanya loyal, namun juga mampu menjadi pendukung setia merek tersebut. Sebuah merek memang akan bergerak secara dinamis dari waktu ke waktu. Di era new wave marketing ini, Perbankan Syariah tidak bisa lagi membangun mereknya sendirian, namun harus melibatkan pelanggan untuk membangun karakternya. Sebuah merek harus melihat konsumen sebagai seorang manusia yang tidak hanya butuh kualitas semata, tetapi juga membutuhkan merek yang bisa memberikan ketenangan dan kontribusi bagi perkembangan lingkungan sekitar dan dunia secara keseluruhan. Inilah yang menunjukkan terjadinya proses horizontal di era new wave marketing. Karakter seperti inilah yang akan mampu bertahan selama bertahun-tahun. Karakter ini akan dijaga bukan hanya oleh Perbankan Syariah namun juga pelanggannya sendiri. Kalau misalnya saja sebuah merek melakukan aktivitasaktivitas yang dianggap melenceng dari karakternya maka pelanggan akan langsung memprotesnya. Masyarakatlah yang menentukan seperti apa karakter sebuah merek. 3. Service is Care Setelah membangun karakter suatu produk, selanjutnya adalah caring (sepenuh hati). Servis itu sudah taken for granted, sudah jadi sesuatu yang 73 memang seharusnya ada. Semua perusahaan melakukannya. Semua pelanggan juga mengharapkannya. Caring is beyond service. Caring ini bukan sekadar servis yang mangandalkan RATER (Reliability, Assurance, Tangible, Empathy dan Responsiveness) atau experience16 semata. Namun, bagaimana pemasar bisa benar-benar memperhatikan pelanggan layaknya manusia. Jadi, kalau untuk servis, Perbankan Syariah belajar dari hospitality business, untuk caring ini Perbankan Syariah belajar pada hospital business. Inilah bedanya. Dalam hospitality industry, kalau Perbankan Syariah tidak melakukan servis dengan baik, akibat terjeleknya adalah pelanggan akan merasa tidak puas dan mungkin saja menjadi tidak loyal. Namun, dalam hospital industry, kalau Perbankan Syariah tidak melakukan servis dengan baik, nyawa pasienlah yang menjadi taruhannya. Di hospital business ini, pelanggan alias pasien sedang sakit sehingga dalam kondisi yang sangat tertekan. Pelanggan juga bukan sekadar mampir layaknya di toko, namun malah bisa menginap di tempat. Layanan terhadap pelanggan di hospital business ini juga harus sangat personal; bukan sekadar kondisi kesehatannya yang diperhatikan, namun juga faktor-faktor usia, status mental, kepribadian, preferensi, pendidikan, situasi keluarga, dan kendala keuangan juga harus diperhatikan. Dengan cara pandang seperti ini, new wave marketer akan benar-benar memperhatikan pelanggannya dengan sepenuh hati. Tiap-tiap orang akan berupaya menjadi “dokter” dan “perawat” bagi pelanggannya. Dan 16 Hermawan Kartajaya, Connect!Surfing New Wave Marketing, h. 198 74 yang tidak kalah penting, Perbankan Syariah akan membangun dirinya menjadi sebuah service organization layaknya sebuah rumah sakit. Dengan menerima caring, pelanggan bukan hanya akan merasa puas, melainkan juga bisa menjadi “manusia baru” layaknya seorang pasien yang baru selesai menjalani perawatan 4. Process is Collaboration Elemen terakhir dari value marketing bukan lagi proses melainkan collaboration.17 Hal ini disebabkan proses tidak lagi bisa dijalankan secara vertikal oleh satu Perbankan Syariah, namun harus dijalankan secara horizontal dengan memanfaatkan banyak sumber. Perbankan Syariah harus menjalin kolaborasi dengan banyak pihak agar bisa lebih kompetitf dan menawarkan value yang lebih tinggi kepada pelanggan. Oleh karena itulah, collaboration akan memegang peranan penting di era new wave marketing. Kemampuan Perbankan Syariah untuk memilih dan menjalin kerja sama dengan mitra yang tepat akan menentukan daya saingnya di lanskap new wave yang seperti galaksi tanpa batas ini. 17 flat, h. 280 Hermawan Kartajaya, New Wave Marketing; The World is stil round the market is already BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Dalam Perbankan Syariah tantangan perubahan di pasar bisa di didukung oleh dua pihak. Regulator dan juga pelaku bisnis Syariah. BI sebagai regulator bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi untuk melakukan penelitian dan mempersiapkan kurikulum dalam mengembangkan SDM berkualitas tinggi yang tidak hanya paham ilmu fiqh tetapi juga mendalami ilmu perbankan dan keuangan. Selain itu pelaku bisnis melakukan working group dengan beberapa pihak seperti Ikatan Akuntansi Indonesia dan Dewan Syariah Nasional agar dapat berjalan dengan baik sehingga inovasi dan pengembangan produk perbankan Syariah dapat berjalan dengan cepat dan efektif. 2. Perbankan Syariah bisa mengimplementasikan secara spesifik konsep new wave marketing diantaranya dengan strategi komunitas maka segmentasi pasar lebih fokus sebagai contohnya Tabungan Haji untuk komunitas dosen di UIN, setelah itu Di konfirmasikan kepada komunitas dosen tersebut, setelah itu di klarifikasi tentang bagaimana tingkat minat komunitas tersebut dalam talangan haji, sehingga produk tersebut bisa ditemukan Coding-nya atau DNA-nya yang kemudian benar menjadi produk yang tidak bisa ditiru oleh yang lain. Tidak berhenti disitu bank syariah mengkreasikan produk tersebut, 75 76 dan membuat karakter tersendiri dengan currency sehingga lebih fleksibel. Untuk penjualannya dengan komunikasi secara interaktif (Conversation) dengan komunitas tersebut. 3. Potensi spesifik yang bisa membedakannya dengan bank konvensional dalam menerapkan New Wave Marketing yang pertama adalah DNA-nya perbankan syariah ternyata memang sudah berbeda dengan karena DNA dan roh dari Perbankan Syariah berawal dari Agama. Yang agama itu sendiri adalah rahmat untuk seluruh alam. Secara produk DNA yang bisa dijadikan contoh adalah produk Shar-e. Produk ini sangat berbeda dengan produk perbankan yang lainnya. Sehingga tidak akan ditiru oleh perusahaan yang lainnya, tinggal pengelolaan dan kreatifitas dari Bank Muamalat untuk menjaga produk tersebut. B. Saran-saran Dikarenakan Strategi Pemasaran perbankan syariah yang masih mengikuti strategi konvensional, padahal perubahan zaman atau era terus terjadi maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Strategi baru dari hermawan kartajaya dengan 12 Cs untuk era baru ini sangatlah relefan dan bisa diterapkan dalam strategi pemasaran Bank Syariah. bagi para akademisi diharapkan bisa mengelupas lebih dalam dengan strategi baru tersebut. 77 2. Pada Lembaga Keuangan Syariah dalam hal ini Perbankan Syariah diharapkan para praktisi bisa menganalisa dan meneliti lebih lanjut lagi strategi pemasaran yang telah dilakukan untuk menghadapi era baru yang menakin kompetitif ini. 3. Bagi pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia diharapkan memberikan kebijakan yang tepat sehingga bisa membantu berkembangnya perbankan Syariah minimal berjalan seimbang dengan bank konvensional. DAFTAR PUSTAKA A. Buku Alma, Buchari, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, Bandung: Alfabeta, 2004 Antonio, M. Syarfii, Bank Syariah: Teori dan Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001 Arifin, Zainul, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Alfabet, 2006 Buchory, Herry Achmad dan Djaslim Saladin. Dasar-dasar Pemasaran Bank. Bnadung: Linda Karya. 2006 Candra, Gregorius, Strategi Program Pemasaran, Yogyakarta: Andi Ofset, 2002 Karim, Adiwarman Azwar, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: Rajawali Press, 2004 Kartajaya, Hermawan dan Waizly Darwin, Connect! Surfing New Wave Marketing, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010 Kartajaya, Hermawan, New Wave Marketing: Theworld is Still Round The Market Is Already Flat., Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010, Cet. 5 Kasmir, Pemasaran Bank. Jakarta: Kencana, 2008, Ed.rev., cet.3 Kertajaya, Hermawan, New Wave Marketing The World Is Still Round the Market is Already Flat, Jakarta: Gramedia, 2010 Kotler, Philip dan AB Susanto. Manajemen Pemasaran di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. 2000 Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. Manajemen Pemasaran. Jakata: Indeks. 2007 Kotler, Philip. Marketing Management. New Jersey: Prentice Hall. 2000 Lupiyadi, Rambat, Manajemen Pemasaran Jasa, Jakarta: Gramedia, 2002 78 79 Maleong, lexy J., Metode Penelitian kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002 Marzuki, Metodologi Riset, Yogyakarta: BPFE-UII, 2001 Perwataatmadja, Karnaen dan Muhammad Syafii Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima yasa, 2002 Rianto Al-Arif, M. Nur, SE., M.Si, Dasar-dasar Pemasaran Bank Syariah, Jakarta: Alfabeta, 2010 Suharsimi, Arikonto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2002, Edisi Revisi V Sula, M. Syakir dan Hermawan kertajaya, Syariah Marketing, Jakarta: Mizan, 2006 Sumarni, Murti, Marketing Perbankan, Yogyakarta: Penerbit Liberty, 1996 Tjahjono, Fandy, Strategi Pemasaran, Yogyakarta: Andi Offset, 2002 Tjiptono, Strategi Pemasaran, Yogyakarta: Andi Offset, 2000 Umar, Husein, Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis, Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada. 2003) B. Internet Arif, Mencapai Keunggulan Bank Syariah melalui new wave marketing, (Kopicoklat.com: 13 Agustus 2010), di Akses 29 Desember 2010 Haikal, The 12 Cs of New Wave Marketing, (http://haikalworld.multiply.com/ journal/item/6/) di akses 24 Desember 2010 Jiwandaru, Rhanu, Gaet Nasabah Bank Syariah dengan Strategi Jaring Ikan, (http://ib-bloggercompetition.kompasiana.com: 22 May 2010) diakses 29 Desember 2010 Kartajaya, Hermawan,Waizly Darwin, Selamat Datang ke Orde Baru Dunia Pemasaran, (KOMPAS.com: Rabu, 9 Desember 2009, 10:16 WIB), http://bisniskeuangan. kompas.com, Diakses 21 Desember 2010 80 Subagijo, Evan Hendrata, S.E., ICPM, "Citizens" or "Criminals"?: The BBC World Case, (http://duniapemasaran.com: 16 December 2009) diakses 29 Desember 2010 Subagijo, Evan Hendrata, S.E., ICPM, The Value of Community: From Sarnoff's Law to Reed's Law, (http://duniapemasaran.com: 15 December 2009) diakses 29 Desember 2010 Wijaya MBA, Andy Rio, Strategi Pengembangan Bisnis Pasca 2010, (http://suarapembaca.detik.com/) diakses 21 Desember 2010