korelasi antara tingkat kinerja btn syariah dengan

advertisement
STRATEGI IMPLEMENTASI NEW WAVE MARKETING
PADA PERBANKAN SYARIAH
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
Hidayat
NIM : 103046128261
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
STRATEGI IMPLEMENTASI NEW WAVE MARKETING
PADA PERBANKAN SYARIAH
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.E.Sy)
Oleh:
Hidayat
NIM : 103046128261
Menyetujui,
Pembimbing
Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag.,M.Si.
NIP. 197412132003121002
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif (UIN) Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif (UIN) Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif (UIN) Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 30 Desember 2010
Hidayat
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi Berjudul “Strategi Implementasi New Wave Marketing Pada Perbankan
Syariah” telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 01 Februari
2011. Skripsi ini telah diteriam sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi Syariah (SE. Sy) pada Program studi Muamalat (Ekonomi Islam).
Jakarta, 01 Februari 2011
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM
NIP. 1955 0505 1982 0310 12
PANITIA UJIAN
1. Ketua
: Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH., MA., MM
NIP. 1955 0505 1982 0310 12
(…………………)
2. Sekretaris
: Mu’min Rauf, MA
NIP. 150281979
(…………………)
3. Pembimbing
: Fahmi Ahmadi, S.Ag, M.Si
NIP. 197412132003121002
(…………………)
4. Penguji I
: Drs.H. Abdul Malik, MM
(…………………)
5. Penguji II
: Mu’min Rauf, MA
NIP. 150281979
(…………………)
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim.
Penulis Memanjatkan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang
senantisa memberi rahmat, taufiq dan hidayahNya kepada kita semua. Shalawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita semua Nabi Muhammad Saw.
Dengan taufiq dan hidayah Allah SWT, serta dilakukan dengan sungguhsungguh, penulis dapat menyusun skripsi hingga selesai yang berjudul “Strategi
Implementasi New Wave Marketing Pada Perbankan Syariah”. Dalam menyusun
skripsi ini, penulis banyak menemukan berbagai kesulitan yang dirasakan
menghambat penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M, selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang secara langsung maupun tidak langsung membimbing penulis dalam
setiap pertemuan, sehingga bias terselesaikannya skripsi ini.
2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag, dan Bapak Mu’min Rauf, MA selaku Ketua dan
Sekretaris Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) yang telah memberi
semangat dan dorongan serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag.,M.Si., Selaku Dosen Pembimbing
yang dengan penuh kesabaran telah banyak memberi semangat dan dorongan
serta arahan dalam membimbing baik secara lahir maupun batin, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
iv
4. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan kontribusi pemikiran
ekonomi Islam dalam perkuliahan.
5. Seluruh Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah meluangkan waktu, memberikan
fasilitas dan beberapa referensi untuk penyelesaian skripsi ini.
6. Kedua orang tuaku yang tercinta “Bapak Rohmani (alm) dan Ibu Khodijah”
yang selalu membimbingku dengan segala kasih dan sayangnya dimanapun
ananda berada, begitu juga Kakak tersayang “Kholid, Munani, Herman, ” dan
untuk adik-adik ku tersayang “Shinta Oktalita, Irfan, Yusri, dan keponakan
ku, “Mas Syafei, dan seluruh karyawan PT.BAF yang selalu memotivasiku
secara langsung maupun secara tidak langsung.
7. Rekan-rekan angkatan 2003 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah menggoreskan banyak
kenangan
manis,
canda
serta
tawa
selama
menjalankan
perkuliah
diantaranya.Lala latifa, Badi’u Rajab, Candra, Cipta, Nuril, Saidil Mursalin,
Ocim, Rini, Yayang, Habib, Remaja Perisai,
Akhirnya tiada untaian kata yang berharga kecuali ucapan Alhamdulillahi
Robbil ‘Alamin atas rahmat dan karunia serta ridho Allah SWT. Besar harapan
penulis, dengan hadirnya skripsi ini semoga bermanfaat khususnya bagi penulis dan
bagi pembaca pada umumnya, sekian dan terima kasih.
Jakarta, 17 Januari 2011
Penulis
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
iv
DAFTAR ISI
vii
BAB I.
BAB II.
BAB III,
BAB IV,
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
9
D. Review Terdahulu
11
E. Metode Penelitian
13
F. Sistematika Penulisan
14
NEW WAVE MARKETING
A. Pengertian New Wave Marketing
15
B. Tren New Wave Marketing
16
C. Strategi New Wave Marketing
20
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
37
B. Definisi Pemasaran
40
C. Strategi Pemasaran Perbankan Syariah
50
ANALISA TERHADAP MARKETING PERBANKAN SYARIAH
A. Strategi Pengembangan Perbankan Syariah di Era New Wave
Marketing
57
vii
B. Menyusun Strategi Marketing Perbankan Syariah di era New Wave
Marketing
BAB V.
59
C. Implementasi Strategi Taktik Pemasaran Perbankan Syariah
64
D. Implementasi Strategi Value Pemasaran Perbankan Syariah
68
PENUTUP
A. Kesimpulan
75
B. Saran-saran
76
DAFTAR PUSTAKA
78
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk–bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak. Berdasarkan fungsi bank tersebut, maka dana yang dihimpun seharusnya
disalurkan ke masyarakat dalam bentuk kredit/pembiayaan untuk modal kerja,
investasi maupun untuk konsumsi. Berdasarkan kegiatan usahanya, Bank Umum
terdiri dari bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan
bank berdasarkan prinsip Syariah.
Pada saat ini, perkembangan perbankan syariah sebagai bagian dari aplikasi
sistem ekonomi syariah di Indonesia telah memasuki babak baru. Pertumbuhan
industri
perbankan
syariah
telah
bertransformasi
dari
hanya
sekedar
memperkenalkan suatu alternatif praktik perbankan syariah menjadi bagaimana
bank syariah menempatkan posisinya sebagai pemain utama dalam percaturan
ekonomi di tanah air. Bank syariah memiliki potensi besar untuk menjadi pilihan
utama dan pertama bagi nasabah dalam pilihan transaksi mereka.
Setelah diakomodasi Bank Syariah pada Undang–Undang Perbankan No.
10/1998, dan UU No. 21 tentang Perbankan Syariah dapat dirasakan pertumbuhan
Bank Syariah cukup tinggi. Bahkan pada tahun 2010 Bank Indonesia (BI)
1
2
mencatat industri perbankan syariah nasional pada ini menunjukkan pertumbuhan
yang solid yaitu naik 47% dengan total aset bank syariah per Desember 2010
mencapai Rp 100,26 triliun.1 Secara rinci jumlah asset tersebut adalah asset bank
umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) sebesar Rp 97,52 triliun dan
aset Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) sebesar Rp 2,74 triliun. Adapun
jumlah nasabah syariah pada tahun 2010 ini mencapai 6 juta orang dan jumlah
tenaga kerja yang diserap mencapai lebih dari 20 ribu orang. Bahkan saat ini
terdapat 2 bank syariah yang masuk dalam kelompok 25 bank terbesar di tanah
air. Secara keseluruhan jaringan operasional bank syariah meliputi 3321 kantor
dari 11 BUS, 23 UUS dan 151 BPRS. Jaringan operasional tersebut juga telah
didukung oleh lebih dari 6 ribu jaringan ATM Bersama, ATM Prima, dan 7 ribu
jaringan ATM BCA, "Sehingga kemudahan dan kenyamanan bertransaksi yang
ditawarkan tidak lagi berbeda dengan yang ditawarkan bank-bank konvensional.2
Bank Indonesia, sebagai pemegang kebijakan moneter, dan para stakeholder
yang terlibat lainnya yakin bahwa pengembangan Bank Syariah dianggap masih
mempunyai prospek yang tinggi. Hal tersebut diyakini karena peluang yang besar
dan dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:
1. Respon masyarakat yang antusias dalam melakukan aktivitas ekonomi dengan
menggunakan prinsip-prinsip syariah;
1
Choir, Target Kenaikan Market share Perbank Syariah, http://zonaekis.com di akses 10
Februari 2011
2
Nina Dwiantika, Bernadette C Munthe, Industri Bank Syariah, http: //keuangan.kontan.
co.id di akses 10 Februari 2011
3
2. Kecenderungan yang positif di sektor non-keuangan/ekonomi, seperti sistem
pendidikan, hukum dan lain sebagainya yang menunjang pengembangan
ekonomi syariah nasional.
3. Pengembangan instrumen keuangan syariah yang diharapkan akan semakin
menarik investor/pelaku bisnis masuk dan membesarkan industri Perbankan
Syariah Nasional;
4. Potensi investasi dari negara-negara Timur Tengah dalam industri Perbankan
Syariah Nasional.
Walaupun demikian, terdapat hal-hal yang masih menjadi kendala dalam
pengembangan Bank Syariah di samping imbas kondisi makro-ekonomi, juga
dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Jaringan kantor pelayanan dan keuangan syariah masih relatif terbatas;
2. Sumber Daya Manusia yang kompeten dan professional masih belum optimal;
3. Pemahaman masyarakat terhadap bank syariah sudah cukup baik, namun
minat untuk menggunakannya masih kurang;
4. Sinkronisasi kebijakan dengan institusi pemerintah lainnya berkaitan dengan
transaksi keuangan, seperti kebijakan pajak dan aspek legal belum maksimal;
5. Fluktuasi suku bunga masih berpengaruh terhadap loyalitas nasabah syariah;3
Menurut Ahmad dan Sudin (2002), pangsa pasar bank syariah (baik dari sisi
total asset, pendanaan dan pembiayaan) merupakan refleksi penerimaan
3
Merza Gamal, Tantangan Bank Syariah Ke Depan, (http://www.ekonomisyariah.net
diposting 3 November 2006), diakses 23 Desember 2010
4
masyarakat terhadap sistim perbankan Islam, yaitu dengan terlihatnya data yang
menunjukkan masih rendahnya total asset bank syariah terhadap total asset
perbankan Nasional. Dengan kata lain, masyarakat belum dapat sepenuhnya
meninggalkan produk perbankan konvensional. Persaingan ketat baik antara
sesama bank syariah maupun dengan bank konvensional, meningkatkan standar
ekspektasi nasabah terhadap layanan jasa perbankan. Masyarakat yang sudah
terbiasa dengan sistim konvensional dan memiliki image bahwa layanan bank
konvensional lebih baik daripada bank syariah menjadi tantangan tersendiri untuk
bank syariah dalam menemukan strategi yang lebih tetap untuk mempertahankan
nasabah dan meningkatkan pangsa pasar.4
Pemulihan ekonomi global pasca resesi di akhir tahun 2009 memberikan out
look yang optimis terhadap perkembangan perekonomian dunia di tahun 2010.
Meskipun sempat dilanda oleh krisis Yunani yang terjadi di awal triwulan II pada
tahun 2010 namun krisis tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
industri perbankan syariah di tanah air. Kondisi perbankan syariah nasional yang
masih belum terintegrasi secara global terhadap sistem finansial dunia. Jumlah
eksposur valas yang dimiliki belum terbilang signifikan berdampak pada terhindar
nya bank syariah dari pengaruh langsung krisis tersebut. Kiprah industri
perbankan syariah di Indonesia sungguh fantastis.
Sepanjang tahun 2010 perbankan syariah tumbuh dengan volume usaha
yang tinggi sebesar 43.99% (yoy). Meningkat pada periode yang sama pada tahun
4
Norafifah Ahmad dan Sudin Haron, Perceptions Of Malaysian Corporate Customers
Towards Islamic Banking Products & Services, (International Journal of Islamic Financial, Vol. 3, No.
4, January - March 2002)
5
sebelumnya yaitu sebesar (26.55%) dengan pertumbuhan funding dan juga
financing yang cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.5 Pertumbuhan
bisnis perbankan syariah jauh lebih baik dibandingkan perbankan konvensional
secara Nasional. Untuk pertumbuhan DPK perbankan syariah pada triwulan III
2010 mencapai 22.27% pada periode yang sama tahun sebelumnya dibandingkan
perbankan konvensional yang hanya mencapai pertumbuhan di kisaran 8.67%.
Sedangkan pertumbuhan pembiayaan bank syariah mencapai 30.04% dan bank
konvensional hanya mencapai 15.38%.
Pertumbuhan yang lebih tinggi ini didukung oleh meningkatnya pelaku
bisnis di industri perbankan syariah, yang berjumlah 10 Bank Umum Syariah
(BUS), 23 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 145 Bank Perkreditan Rakyat Syariah
(BPRS), serta 1388 jumlah kantor BUS dan UUS (Statistik Perbankan Syariah
Bank Indonesia, 2010). Selain itu pertumbuhan bank syariah tidak lepas dari
meningkatnya kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya untuk diolah
secara syariah. Hal ini dapat dilihat dari low cost fund dan deposito bank syariah
yang tumbuh lebih tinggi dari bank konvensional. Untuk giro tumbuh sebesar
19.43%, tabungan tumbuh sebesar 18.12%, dan deposito tumbuh sebesar 25.17%
periode Desember 2009 sampai dengan September 2010 (ytd). Bahwa ini
merupakan suatu prestasi yang luar biasa apabila melihat pertumbuhan DPK bank
konvensional secara nasional masih di bawah 10%.
5
Bank Indonesia, Outlook Perbankan Syariah 2011: Penguasaan Pasar Domestik Dengan
Kualitas Pelayanan Berstandar Internasional, Direktorat Islamic Banking BI
6
Selain itu efektivitas intermediasi bank syariah juga lebih baik. FDR
(Financing to Deposit Ratio) sebesar 95% dan secara geografis telah mencapai
masyarakat di lebih dari 103 Kabupaten dan 33 Propinsi di Indonesia. Walaupun
porsi pembiayaan terbesar masih berada di DKI Jakarta sebesar Rp 24.46T dari
total pembiayaan perbankan syariah yang diberikan secara nasional setidaknya
untuk efektivitas intermediasi perbankan syariah sudah cukup bagus. Apabila
dibandingkan dengan LDR perbankan nasional yang masih hanya berkisar di
range 60-70%. Walaupun ratio FDR bank syariah cukup tinggi perlu diperhatikan
agar bank syariah tetap harus berhati-hati dalam menyalurkan dananya serta
pengelolaan risiko yang harus ditingkatkan agar Non Performing Financing
(NPF) bisa dijaga pada level yang reasonable. Selain itu CAR (Capital Adequacy
Ratio) harus tetap dijaga di atas level 12% agar perbankan Syariah tetap dapat
menyalurkan pembiayaan ke sektor-sektor produktif secara agresif dan sehat.6
Pada awal abad-21 ini, dunia teknologi semakin memberikan interaksi,
partisipasi, dan peluang untuk berkolaborasi, sehingga membawa kita untuk
melakukan praktek pemasaran yang bertumpu pada jejaring yang saling
terhubung.7 Jaringan yang terhubung secara terus menerus ini akan bisa merubah
segala sesuatu yang dahulu di anggap tidak mungkin bisa terjadi, namun sekarang
6
Andy Rio Wijaya MBA, Strategi Pengembangan Bisnis Pasca 2010, (Jakarta:
Suarapembaca.detik.com, 2010), http://suarapembaca.detik.com
7
Hermawan Kartajaya,Waizly Darwin, Selamat Datang ke Orde Baru Dunia Pemasaran,
(KOMPAS.com: Rabu, 9 Desember 2009 | 10:16 WIB), http://bisniskeuangan. kompas.com/
read/2009/12/09/10164560/ Selamat. Datang. ke.Orde.Baru.Dunia.Pemasaran.
7
sudah terbukti bisa terjadi. Mulai dari yang dewasa sampai dengan anak-anak bisa
terhubung dimanapun dan kapanpun.
Terdapat beberapa perubahan paradigma dalam perkembangan dewasa ini,
salah satunya adalah pergeseran fokus perbankan dari “alpha-market” ke “betamarket”. Alpha merupakan istilah untuk produk yang mempunyai profil high
return / high risk. Menurut New York Times pada laporannya tanggal 16 April
2009, industri perbankan di Amerika Serikat telah menunjukkan tanda-tanda
pemulihan, termasuk dua bank yang mendapat dampak sangat besar dari krisis
ekonomi global, Citigroup dan Bank of America. Walaupun dikatakan beberapa
sektor masih banyak mengalami kesulitan, antara lain layanan kartu kredit dan
private equity.8
Marketing dan sharing marketing ideas dengan mencoba menerapkan new
wave
marketing
dalam
mendukung
perkembangan
perbankan
syariah.
Perkembangan yang juga harus menjadi perhatian kita adalah pasar atau
pelanggan itu sendiri. Thomas L. Friedman, dalam bukunya mengungkapkan
“The World is Flat” untuk menggambarkan dunia sebagai “level playing field” di
mana semua kompetitor mempunyai kesempatan yang sama di pasar global.
Kemudian Hermawan Kartajaya dalam bukunya “New Wave Marketing”
mengungkapkan, “the world is still round, but the market is already flat”.
Konsekuensinya terdapat perubahan paradigma dalam pemasaran menuju “many
8
JP Morgan Chase, Investors Remain Worried Over Citi, (New York: New Yok Times,
2009), diakses tanggal 20 Desember 2010.
8
to many marketing” atau New Wave Marketing”, di mana interaksi antar
pelanggan menjadi penting. Interaksi ini sebelumnya dikenal dengan istilah words
of mouth atau buzz. Fenomena buzz menjadi lebih dominan dengan adanya
perkembangan telekomunikasi yang memungkinkan interaksi yang luar biasa,
terutama didukung oleh perkembangan internet.
Karakter perbankan syariah yang spesifik dan citra layanan yang
menentukan tingkat kepercayaan masyarakat memungkinkannya untuk lebih
cepat diterima di beberapa komunitas, terutama di Indonesia. Sehingga seperti
yang dirilis gulfnews.com pada tanggal 1 Agustus 2009, market share perbankan
syariah Indonesia diprediksi akan mampu menggeser Malaysia di kawasan Asia
Tenggara. Dalam many to many marketing, peran komunitas menjadi sangat
penting. Potensi besar ini menjadi tantangan perbankan syariah untuk menerapkan
New Wave Marketing. Melihat tantangan perbankan syariah tersebut maka
penulis ingin membahas tentang: “Strategi Implementasi New Wave Marketing
Pada Perbankan Syariah”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Karena
terlalu
luasnya
permasalahan
yang
ada
maka
demi
terselesaikannya penulisan ini maka, penelitian ini hanya membahas tentang New
wave marketing yang diimplementasikan kepada perbankan syariah. Yang
kemudian penelitiannya dibatasi hanya pada Strateginya saja.
9
Berdasarkan batasan masalah dan batasan penelitian di atas, maka untuk
mempermudah pembahasan, penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana Perbankan Syariah menjawab tantangan perubahan di pasar?
2. Bagaimana implementasi spesifik dari konsep new wave marketing dalam
Perbankan Syariah?
3. Apa potensi spesifik yang bisa membedakannya dengan bank konvensional
dalam menerapkan New Wave Marketing?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang penulis lakukan ini adalah:
a. Mengetahui
bagaimana
Perbankan
Syariah
menjawab
tantangan
perubahan di pasar;
b. Mengetahui implementasi spesifik dari konsep new wave marketing dalam
Perbankan Syariah;
c. Mengetahui potensi spesifik yang bisa membedakannya dengan bank
konvensional dalam menerapkan New Wave Marketing.
2. Manfaat Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat membawa daya guna bagi
kedua belah pihak yang inheren berkaitan, yakni sebagai berikut:
10
a. Bagi Mahasiswa
1) Memperoleh tambahan pengetahuan yang relevan untuk meningkatkan
kompetensi, kecerdasan intelektual dan emosionalnya.
2) Memperoleh kesempatan untuk menerapkan pengetahuan teoritis yang
diperoleh di perkuliahan dalam berbagai kasus riil di dunia kerja.
b. Bagi Institusi
1) Sebagai bahan masukan untuk perusahaan perbankan syariah.
2) Memberikan masukan yang relevan dengan perubahan iklim kerja
modern bagi perusahaan perbaknakn syariah.
3) Dapat memberikan gambaran terhadap langkah-langkah yang strategis
yang harus diambil dalam menghadapi persaingan dan perubahan
jaman.
4) Dapat dipergunakan sebagai referensi dalam mengambil keputusan
strategi pemasaran pada bank syariah.
c. Bagi pihak lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dan bahan referensi untuk penelitian di masa yang akan
datang.
11
D. Review Studi Terdahulu
Penelitian Tentang Manajemen Strategi Sudah banyak dilakukan terutama
penelitian yang membahas tentang strategi marketing, beberapa tulisan tersebut
adalah:
1. Skripsi Putri Kamilah NIM 206046103863 dengan judul Strategi Pemasaran
Produk Pembiayaan Talangan Haji Pada Bank Syariah Mandiri Cabang
Rawamangun. Adapun yang dibahas dalam skripsi ini antara lain adalah.
Strategi yang dilakukan oleh Bank Syariah mandiri dalam memasarkan
produk talangan haji. Prosedur dan operasional pada produk talangan haji di
Bank Syariah Mandiri cabang Rawamangun. Peluang dan tantangan produk
talangan Haji pada Bank Syariah Mandiri cabang Rawamangun. Adapun
hasil yang diperoleh pada skripsi ini adalah. Memasarkan produk pembiayaan
talangan haji, BSM menggunakan strategi pemasaran yang sederhana yaitu
pertama, memberikan informasi kepada nasabah melalui brosur dengan
design dan inovesi yang unik dan menarik, yang kedua BSM meminimalisir
harga serelatif mungkin agar terjangkau oleh masyarakat, yang ketiga
sosialisasi secara langsung dan juga menggunakan media informasi. Prosedur
dan operasinal pembiayaan talangan haji yang pertama adalah nasabah
mendatangi BSM untuk membuka tabungan haji kemudian mengajukan
pembiayaan talangan haji dengan mingisi formilir danmenyetorkan uang
minimal Rp 500.000,- ditambah Rp 200.000,- untuk bagian administrasi,
setelah itu bank melakukan proses pencairan dana yang kemudian disetorkan
12
ke Kementrian Agama. Setelah itu nasabah datang kembali untuk dibuatkan
bukti setoran biaya penyelenggaraan haji dengan membawa buku tabungan
haji
danyang
terakhir
BSM
meregristrasi
bukti
setoran
Baiaya
Penyelenggaraan Haji ke Kementrian Agama. Peluang yang ada untuk produk
talangan haji adalah sangat banyak karena ibadah haji merupakan rukun Islam
yang kelima. Dan tantangan pada produk ini adalah banyak bank syariah lain
yang mengeluarkan produk yang sama.
2. Skripsi Rabiah Adawiah NIM 204046100636 dengan judul Setrategi
Pemasaran BSM dalam meningkatkan Jumlah Nasabah Gadai Syariah (Studi
Kasus Bank Syariah Mandiri Cabang Tanjung Priok). Pada skripsi ini di
jelasakan tentang. Strategi pemasaran Eksternal dalam meningkatkan jumlah
nasabah Gadai Syariah. Strategi Internal Bank Syariah Mandiri dalam
meningkatkan jumlah nasabah. Faktor dominan yang mempengaruhi
peningkatan jumlah nasabah gadai syariah. Tantangan dan peluang Bank
Syariah Mandiri Cabang Tanjung Priok dalam meningkatkan jumlah Nasabah.
Adapun pengaruh strategi pemasaran dalam meningkatkan jumlah nasabah
gadai syariah. Hasil yang didapat dalam penelitian skripsi ini adalah (1) Pada
BSM cabang Tanjung Priok ini ada 2 strategi eksternal yang dipergunakan
yaitu strategi lingkungan mikro yang terdiri dari Nasabah, perantara bank,
masyarakat serta pesaing; dan yang kedua adalah lingkungan makro yang
terdiri dari lingkungan demografis, ekonomi, teknologi, politik dan kultur; (2)
Strategi Pemasaran internal pada BSM cabang Tanjung Priok adalah keadaan
13
dimana dapat dikendalikan oleh manajemen secara internal yaitu lokasi,
produk, pemasaran harga, dan promosi produk; (3) Strategi pemasaran bank
dalam meningkatkan jumlah nasabah adalah didominasi oleh strategi Internal;
(4) Tantangan yang dihadapi oleh bank adalah kurangnya SDM yang
mempunyai keahlian dibidang Syariah, masyarakat juga kurang mengetahui
tentang ekonomi syariah; (5) sehingga pihak perbankan melakukan strategi
pemasaran dengan menggunakan promosi sehingga masyarakat mengetahui
tentang gadai Syariah.
Dari beberapa skripsi tersebut penulis mendapatkan beberapa strategi
dalam memasarkan produk perbankan syariah dan Asuransi, Namun pada skripsiskripsi tersebut hanya salah satu strategi yang yaitu Strategi Produk yang hal ini
adalah salah satu strategi dalam Marketing Mix yaitu Product. Padahal pada
marketing mix ada 4 tiga lagi yaitu: Price (Harga), Place (Tempat) dan Promition
(Promosi).
E. Metode Penelitian
Penelitian dalam skripsi ini merupakan penelitian Deskriptif. Penelitian
deskriptif karena data-data yang digunakan berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari seorang dan perilaku yang diamati tanpa menggunakan perhitungan dan
bertujuan menemukan teori dari data.
14
F. Sistematika Penulisan
Adapun penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I,
PENDAHULUAN
Yaitu
meliputi
latar
belakang
masalah,
identifikasi
masalah
selanjutnya pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II,
NEW WAVE MARKETING
Penulis membahas tentang pengertian New Wave Marketing, tren New
Wave Marketing, dan Strategi New Wave Marketing.
BAB III, METODE PENELITIAN
Pada bab ini membahas tentang Metode penelitian untuk skripsi ini
kemudian membahas pengertian pemasaran dan yang terakhir strategi
pemasaran pada bank syariah.
BAB IV, ANALISA TERHADAP MARKETING PERBANKAN SYARIAH
Bab ini membahas tentang strategi implementasi new wave marketing,
serta potensi yang bisa membedakan dengan bank konvensional
BAB V,
PENUTUP
Meliputi kesimpulan dan saran.
BAB II
NEW WAVE MARKETING
A. Pengertian New Wave Marketing
Pengertian secara bahasa New Wave marketing adalah: New artinya Baru,
Wave Artinya Gelombang, Marketing Artinya Pemasaran. Namun Istilah new
wave muncul berawal dari kata I Nyoman G. Wiryanata (Direktur Konsumer PT
Telkom Indonesia) yang melihat adanya pergeseran-pergeseran dari era ke era
selanjutnya. Sehingga Beliau Menyatakan bahwa Era Legacy telah bergeser
menjadi era New Wave.1 Hal ini terjadi karena Dunia Pemasaran saat ini tengah
bergerak dan mengalami transformasi Besar-besaran akibat berbagai krisis dan
juga akibat pergerakan dan perubahan yang sangat cepat.
Perkembangan Teknologi Informasi dan komunikasi, terutama dalam era
Internet Web 2.0 dan berbagai kemajuan teknologi gadget yang ada telah
mengubah praktek pemasaran dari yang tadinya bersifat top to down dan vertikal
menjadi serba sejajar dan horizontal. Sebagai contoh nya Internet yang dahulunya
ada google, yahoo dan lainnya kemudian bertambah lagi dengan Friendster dan
yang sekarang populer adalah Facebook. Dari berbagai perubahan tersebut maka
praktek pemasaran pada era ini oleh Hermawan Kertajaya di sebut dengan New
Wave Marketing.
1
Hermawan Kertajaya, New Wave Marketing The World Is Still Round the Market is Already
Flat, (Jakarta: Gramedia, 2010), Cet. 5, H. 3
15
16
B. Tren New Wave Marketing
1. Perubahan Kekuatan Teknologi (“From (one-to-many) Broadcasting to
(many-to-many) networking)
Teknologi informasi dan komunikasi telah bergeser dari yang tadinya
One-to-Many ke One-to-One dan sekarang di era Many-to-Many. Internet
terus berubah dengan adanya teknologi Web 2.0 yang menyebabkan
pertambahnya aplikasi berbasiskan jejaring Many-to-Many.
Di era New Wave, tekhnologi broadcasting yang bersifdat dari satu ke
banyak (One-to-Many) tidak mati. Lewat Facebook, Twiter, Plurk, Blog,
Online Forum, dan lain sebagainya, kita masih bisa menyiarkan atau
membombardir sebuah pesan. Hanya saja kini teknologi broadcasting lebih
canggih karena memberikan fasilitas platform untuk networking dalam
jejaring pula.
Dulu di era One-to-Many, kita memang menyebarkan satu message ke
mana-mana dengan tujuan hanya untuk mem-broadcast suatu hal. Sekarang,
tujuannya bukan hanya sekedar untuk broadcast namun juga sekaligus bernetworking lewat jejaring sosial. Trickle down effect dari sebuah pesan
menjadi sangat luar biasa karena ia kini dapat diteruskan secara real-time oleh
siapa saja yang menerima, mendengar atau melihat.2
2
Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2010), h. 35- 36
17
2. Perubahan Kekuatan Politik legal
New Wave adalah era ketika dunia politik juga ikut berubah. Pertama,
menjual ideologi partai ke konstituen sudah tidak cukup lagi karena yang juga
tak kalah penting adalah bagaimana tampil memesona dengan karakter yang
kuat dan diferensiasi yang memang mengakar dalam DNA-nya dan bukan
dibuat-buat. Ideologi partai tentu tetap diperlukan, terutama karena ia
merupakan pooling factor untuk menjaring dan mengomunitaskan konstituen
yang memiliki keyakinan yang sama.
Kedua, pendekatan yang sifatnya vertikal semakin lama semakin tidak
laku karena yang dapat dijual adalah sikap politik yang horizontal. Pendekatan
yang bersifat transaksional sekarang semakin bergeser menjadi relasional
untuk menjamin adanya loyalitas dari para konstituen.3
Perkembangan internet dengan Web 2.0 telah melahirkan dunia politik
baru, Politics 2.0. berkembangnya teknologi juga telah membuka dunia politik
dan birokrasi yang lebih transparan. Sejak adanya televisi berita 24 jam sehari,
7 hari seminggu dan ditambah lagi internet, kini kita lebih mempunyai akses
melihat gambaran politik secara nyata.
3. Perubahan Kekuatan Ekonomi
Perkembangan teknologi terus mempercepat proses globalisasi
ekonomi, dimana kita semakin hidup dalam dunia yang serba terinterkoneksi.
Resesi perekonomian global yang dimulai pada tahun 2008 lalu adalah contoh
3
Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h.38-39
18
bagaimana sakitnya perekonomian dan sistem finansial di AS secara
horizontal menular ke negara-negara lain yang terhubung di jaringan
perekonomian dan finansial global.
Oleh sebab itu, di dalam kondisi perekonomian global seperti sekarang
kelompok G7 tampil lebih horizontal, menunjukkan sikap kompromi, dan
kolaboratif dengan negara-negara berkembang. Semakin kompetitifnya
negara-negara berkembang, permasalahan dunia global harus diselessaikan
bersama-sama melalui G20. sebab di era globalisasi, kita semua saling
terhubung. Satu tumbang, semua bisa-bisa ikut tumbang.
Pergesaran dari G7
ke G20 menunjukkan bahwa kekuatan
perekonomian dunia diseimbangi oleh negara-negara maju dan berkembang,
sehingga terjadi pula pergeseran kekuatan dari yang tadinya didominasi secara
vertikal oleh G7 menjadi lebih horizontal.4
4. Perubahan Kekuatan Sosial dan Budaya
Di tengah berkembangnya dunia teknologi informasi dan komunikasi,
kita semua saling terjaring dalam dunia sosial dan budaya baru dan lebih
humanis. Contoh, dunia maya sudah membuktikan pula bahwa agama (belief)
yang bersifat vertikal bisa hidup berdampingan dengan aspek kemanusiaan
(humanity) dan sosial-budaya yang bersifat horizontal.
Di era New Wave, dengan segala platformnya yang kita gunakan, kita
dapat menjelajah galaksi dan membuka cakrawala baru dimana manusia
4
Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h. 43-44
19
semakin kecil dan tidak berarti. Pertentangan agama dan etnik yang sangat
vertikal menjadi tidak ada artinya. Karena di era ini, embel-embel suku,
agama, ras, dan etnis lantas nyaris tidak kelihatan lagi secara nyata. Yang
terlihat adalah semangat horizontal yang berlandaskan kemanusiaan dan rasa
persaudaraan.5
5. Perubahan Kekuatan Pasar
Penelitian yang baru-baru ini dilakukan mengungkapkan bahwa iklan
bisnis disitus Web sebesar 27% dari total belanja iklan pada tahun 2002, naik
dari 17% di tahun 1999.6 Dengan internet pasar global telah menjadi datar dan
semua marketer memiliki kesempatan yang sama. Dengan adanya teknologi
teruatama didorong oleh berbagai macam platform yang ada di dunia online
dan mobile, penjual dapat menjangkau pembeli tanpa batas. Dan disisi lain,
pembeli mendapatkan keleluasaan untuk memilih berbagai penawaran dari
manapun untuk mendapatkan value yang terbaik. Pasar, secara gampang,
dapat diartikan sebagai tempat ketemunya penjual dan pembeli, dimana ia
diatur oleh hukum dan mekanisme supply dan demand.7
5
Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h.47-48
6
David Fred F, Konsep-konsep Manajemen Strategis(terj),(Jakarta: Indeks, 2004), h.392
7
Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h. 51-52
20
C. Strategi New Wave Marketing
Marketing terdiri atas tiga komponen yaitu Strategy, Tactic, dan Value. Di
dalam pemasaran era legacy,8 marketing terdiri atas unsur utamanya yaitu Pada
masa New wave marketing ada perubahan yaitu:
1. Segmentation is Communitization
Segmentasi adalah kegiatan membagi pasar yang bersifat heterogin
dari suatu produk kedalam satuan-satuan pasar (segmen pasar) yang bersifat
homogen.9 Di era New Wave seperti sekarang, kita melakukan praktik
segmentasi yang lebih horizontal yaitu mengomunitisasikan konsumen
8
Awalnya, untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, manusia berperan sebagai pemburu
binatang atau pengumpul tumbuh-tumbuhan. Karena itu mereka hidup berpindah-pindah alias
nomaden, tergantung ada di mana hewan buruannya itu atau di mana tumbuh-tumbuhan yang bisa
dimakan. Di tahap ini manusia hanya mengenal teknologi yang sangat primitif seperti tombak, panah,
pisau, dan sebagainya, yang dipakai untuk aktivitasnya tadi. Kemudian, di tahap kedua, manusia mulai
menetap dan bercocok tanam. Manusia sudah mengenal sistem pengairan dan cara membiakkan hewan
ternak. Manusia sudah mampu mengolah lahan agar bisa subur untuk bercocok tanam. Pekerjaan
manusia yang dominan di sini adalah bertani. Sampai pada masa inilah yang dikenal sebagai Era
Agrikultural. Era agrikultural ini berlangsung kira-kira sampai pertengahan abad ke-19. Di tahap
ketiga perkembangan peradabannya, mulai tumbuh berbagai industri dengan mesin-mesinnya.
Revolusi industri yang dipelopori oleh penemuan mesin uap oleh James Watt pada pertengahan abad
ke-18 menandai hal ini. Pada Era Industrial inilah orang mulai banyak yang bekerja di pabrik. Orang
juga mulai sering bepergian jauh setelah dibangunnya kapal yang modern dan juga diciptakannya
pesawat udara. Era Industrial ini berlangsung kira-kira sejak pertengahan abad ke-18 sampai
pertengahan abad ke-20. Kemudian di tahap selanjutnya, mulai tumbuh adanya kebutuhan yang
berbasis jasa (service-based) dan pengetahuan (knowledge-based). Karena itulah muncul berbagai
bidang pekerjaan yang berhubungan dengan hal tersebut. Di bidang jasa tumbuh sektor perbankan
untuk mendukung industri manufaktur dan juga bisnis penginapan/hotel untuk memenuhi kebutuhan
orang yang mulai sering bepergian. Setelah itu, pada dasawarsa 1980-an, bidang teknologi informasi
mulai berkembang pesat yang ditandai dengan kehadiran personal computer (PC). Kehadiran PC ini
membuat pengetahuan berkembang dengan sangat pesat karena PC memudahkan orang untuk
mengakses informasi. Perkembangan peradaban manusia yang ditandai oleh lahirnya sektor jasa dan
teknologi informasi inilah yang disebut sebagai Era Informasi, yang berlangsung dari pertengahan
abad ke-20 sampai awal abad ke-21. Era Informasi inilah yang juga disebut dengan era Legacy.
Haikal, The 12 Cs of New Wave Marketing, (http://haikalworld.multiply.com/ journal/item/6/ The 12
Cs of New Wave Marketing) di akses 24 Desember 2010
9
Drs. Basu Swastha DH, MBA, Azas-azas Marketing, (Yogyakarta: Liberty, 2002, cet. 5, h.
65
21
sebagai kelompok orang yang saling peduli satu sama lain, dan memiliki
kesamaan purposes, values, dan identity.
Kalau dalam Legacy Marketing langkah pertama untuk menyusun
strategi marketing adalah dengan melakukan segmentasi. Di era New Wave
ini, komunitisasi adalah langkah pertama dalam strategi. Dalam segmentasi,
motivasi perusahaan adalah untuk memilah konsumen ke dalam satu kotak
pasar dimana semua konsumen punya karakteristik yang sama dalam hal
kenapa mereka membeli. Tujuan akhirnya adalah untuk mendapatkan
gambaran langsung peta konsumen secara demografis, psikografis, dan
perilakunya. Indikator yang digunakan adalah persamaan yang homogen dari
segi preferensi dan kebutuhan dari si konsumen.10
Beda halnya dalam komunitasisi, motivasi perusahaan adalah untuk
menyatukan atau bersatu dengan konsumen yang terkelompok atau
dikelompokan karena mereka semua memiliki tujuan, nilai-nilai dan identitas
yang sama satu sama lainnya. Tujuan akhir yang hendak dicapai oleh
perusahaan dalam hal ini adalah bagaimana komunitas yang diciptakan baik
secara by-default atau by-design tersebut bisa menjadi relevan dengan
karaktert merek perusahaan. Indikator yang digunakan bukan lagi sekedar
kesamaan yang homogen antar konsumen, tapi lebih dari itu, sejauh mana
masing-masing anggota komunitas tersebut betul-betul kohesif, artinya saling
lengket satu sama lain.
10
67-68
Drs. Basu Swastha DH, MBA, Azas-azas Marketing, (Yogyakarta: Liberty, 2002, cet. 5, h.
22
Perbedaan yang signifikan antara segmentasi dan komunitisasi adalah
paradigmanya. Mindset yang digunakan oleh pemasar pada saat mensegmen
pasar adalah bagaimana menjadikan mereknya sebagai pusat gravitasi. Karena
intensinya adalah bagaimana pemasar dapat memuaskan preferensi dan
kebutuhan dari masing-masing segmen yang dibidik atau yang pas untuk
dieksploitasi.
Dalam komunitasisasi, pemasar meletakkan konsumen sebagai pusat
gravitasinya, bukan sekedar mereknya yang menjadi sentral. Karena pada
dasarnya langkah komunitisasi adalah bagaimana konsumen dalam komunitas
ini diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dan berinteraksi dengan
perusahaan yang berkarakter horizontal dan lebih humanis.
Dalam segmentasi, sebelum kita melakukan targeting atau pemilihan
pasar mana yang mau kita tuju langkah yang digunakan adalah identifikasi.11
Sedangkan dalam komunitisasi, prosesnya adalah bagaimana kita melakukan
eksplorasi yang mendalam terhadap konsumen-konsumen yang ada atau
berpotensi untuk dibentuk. Setelah itu, karena sifatnya horizontal, perusahaan
tidak lagi asal menarget atau membidik konsumen-konsumennya dalam
komunitas, namun ia sekiranya “permisi” atau memohon izin terlebih dahulu
sebelum mengajak mereka untuk bekerjasama dan berkolaborasi. Kalau sudah
11
Rambat Lupiyoadi, Manajemen Pemasaran Jasa: Teori dan Praktek, (Jakarta: Salemba
empat, 2001), h. 40
23
dapat “izin” barulah bisa di-confirm bahwa komunitas tersebut menjadi
confirmed community, bukan lagi target segment.12
2. Targeting is Confirmation
Targeting sesungguhnya adalah strategi mengalokasikan sumber daya
perusahaan secara efektif. Hal karena sumber daya dalam perusahaan selalu
terbatas. Ini menyangkut bagaimana melakukan „fitting‟ perusahaan ke dalam
segmen target market yang dipilih .
Sekadar mengulas sekilas mengenai konsep targeting, biasanya ada tiga
kriteria yang harus dipenuhi perusahaan manapun pada saat mengevaluasi dan
menentukan segmen mana yang mau dibidik. Yang pertama adalah memastikan
bahwa segmen pasar yang dipilih itu cukup besar dan menguntungkan bagi
perusahaan dan juga potensi pertumbuhan pasarnya. Kriteria kedua adalah strategi
targeting ini harus didasarkan pada keunggulan kompetitif perusahaan yang
bersangkutan. Keunggulan kompetitif merupakan cara untuk mengukur apakah
perusahaan itu memiliki kekuatan dan keahlian yang memadai untuk
mendominasi segmen pasar yang dipilih. Kriteria ketiga adalah bahwa segmen
pasar yang dibidik itu harus didasarkan pada situasi persaingannya.
Dari penjelasan diatas, sudah terlihat betul bahwa praktik targeting tidak
lagi relevan di era New Wave ini. Kenapa? Pertama, alasan yang paling mendasar
adalah karena prinsip targeting tidak sejalan dengan nilai horizontal. Targeting
12
Hermawan Kertajaya, Cnnect! Surfing New Wave Marketing, h. 88-89
24
adalah langkah yang dilakukan oleh perusahaan. Jadi suka atau tidak suka,
seseorang bia menjadi target market sebuah perusahaan.
Kedua, langkah strategi awal yang dilakukan oleh perusahaan di era New
Wave ini bukan lagi sekedar mensegmen atau memetakan kelompok konsumen
(segmentation), namun melakukn praktik komunitisasi (communitization).
Artinya, kita melakukan eksplorasi dan meninjau lebih dalam komunitas
konsumen yang sekiranya pas untuk diajak berhubungan secara horizontal dan
strategis.13
3. Positioning is Clarification
Di tengah dunia yang berubah dari legacy ke New Wave seperti sekarang,
langkah positioning sudah tidak lagi relevan. Karena sudah jelas. Positioning
adalah praktik yang company-driven, artinya langkahnya dilakukan oleh
perusahaan yang mencoba untuk membangun persepsi untuk merasuki benak
konsumen.
Padahal dunia New Wave adalah dunia yang horizontal, dimana
konsumen semakin kuat, semakin komunal dan tidak lagi dapat dipaksa untuk
membeli. Di era yang syarat dengan teknologi yang canggih dan dunia yang
connected seperti sekarang, perusahaan tidak lagi memegang kendali brand nya.
Persepsi suatu merek akan cepat kabur, apalagi yang namanya positioning
statement sebuah merek mungkin bisa diciptakan oleh siapapun yang
menyebarkannya lewat Wikipedia, YouTube, Blog dan situs jejaring lainnya.
13
Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h. 99-101
25
Dengan demikian, apa yang harus dilakukan bukanlah positioning lagi,
tapi clarification. Perusahaan bukan lagi memosisikan merek mereka kepada
target market, namun melakukan klarifikasi bersama dan terhadap komunitas
dimana ia berada. Dengan melakukan klarifikasi, berarti kita memperjelas persona
atau karakter kita kepada komunitas yang sudah kita konfirmasikan sebelumnya.14
4. Differentiation is Codification (of DNA15)
Di era New Wave ini, menonjolkan diferensiasi saja tidak cukup. Untuk
menang, pemasar harus dapat mengidentifikasi aspek darinya yang betul-betul
berbeda sampai ke tingkat DNA, bukan hanya dipermukaan. Kami sendiri
berpendapat bahwa, differentiation is codification of DNA. Perusahaan juga harus
mampu lebih terkoneksi dengan pelanggan sehingga mampu membuat produk
yang benar-benar sangat personal bagi pelanggan sehingga tidak satu pun produk
lainnya yang menyerupai produk tersebut.
Seperti yang dikatakan sebelumnya di era New Wave, yang menjadi
nyawanya perusahaan adalah codification dari DNA-nya. Kode DNA ini adalah
yang dicari konsumen. Karena mereka pada akhirnya akan melihat sejauh mana
authenticity dari sebuah produk, merek atau perusahaan. Jika pelanggan
14
15
Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h. 112
DNA dalam bahasa Inggris: deoxyribonucleic acid, adapun pengertian dalam bahasa
Indonesia DNA adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul utama penyusun berat kering
setiap organisme. Di dalam sel, DNA umumnya terletak di dalam inti sel. Secara garis besar, peran
DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi genetik; artinya, DNA menyimpan cetak biru bagi
segala aktivitas sel. Ini berlaku umum bagi setiap organisme (http://id.wikipedia.org/wiki
/Asam_deoksiribonukleat, di akses tanggal 15 Februari 2011). Adapun maksud DNA dalam
pengertian skripsi ini adalah Inti sel pembentuk perusahaan baik dari produk sampai dengan pemasaran
produk perusahaan.
26
mempersepsikan apa yang pemasar tawarkan ke mereka sebagai tiruan atau palsu,
pemasar akan kehilangan kredibilitas, pelanggan dan pada akhirnya penjualan pun
akan turun.
Di dunia yang serba horizontal seperti sekarang, peluang menjadi tidak
terbatas dan terbuka bagi setiap orang. Pesaing bisa bermunculan kapan saja
dengan keunggulan-keunggulan yang mirip dengan yang kita miliki. Menonjolkan
diferensiasi dan keunikan menjadi tidak cukup karena yang perlu ditonjolkan
adalah kode DNA kita yang betul-betul autantik dan tidak bisa ditiru oleh para
pesaing. Dengan demikian, kita tidak hanya di-respect oleh komunitas kita,
namun juga dapat menjaga kredibilitas, integritas, dan autentisitas karakter
mereka.16
5. Product is Co-Creation
Proses pengembangan produk baru selalu menarik untuk dikaji. Seperti
proses melahirkan seorang bayi, pengembangan produk baru merupakan tahapan
proses yang penuh tantangan dan resiko tinggi. Karena begitu beresikonya, proses
pengembangan baru diperusahaan biasanya melibatkan berbagai lintas divisi atau
departemen. Tidak hanya divisi pemasaran saja, tapi juga sampai bagian
operasional lain.
Lain halnya dengan era New Wave dimana proses pengembangan produk
tidak lagi dilakukan secara vertikal, namun secara horizontal. Di sini perusahaan
memberikan peluang yang sebesar-besarnya kepada konsumen untuk ikut aktif
16
Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h. 124-130
27
dalam pengembangn produk baru. Artinya produk adalah kreasi bersama antara
perusahaan dan konsumennya. Prahalad dan Ramaswamy berpendapat apabila
perusahaan sudah menjalankan proses co-creation seperti ini dengan baik, value
dari produk tersebut akan lebih baik dari pada produk yang dihasilkan melalui
NPD biasa di legacy.
Dalam menerapkan co-creation, ada beberapa hal yang harus dipenuhi.
Pertama, identifikasi perilaku konsumen anda dalam membeli, yang mana secara
umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu high involvement dan low involvement.
Konsumen dengan proses pembelian produk high involvement adalah konsumen
yang ketika membeli produk tersebut harus memperhatikan dengan teliti setiap
fitur yang ada dalam produk tersebut dan biasanya proes pembeliannya
membutuhkan waktu yang lama, sementara low involvement adalah produkproduk yang proses pembeliannya relatif singkat dan lebih bersifat “beli putus”.
Kedua, pilihlah konsumen terbaik yang akan dibatalkan dalam cocreation, atau konsumen yang memiliki kombinasi kriteria konsumen dengan
tingkat loyalitas tinggi yang disebut sebagai promoters dan konsumen dengan
sifat kreatif dan inovatif yang disebut sebagai innovator. Memang tipe konsumen
yang co-creator ini tidak banyak.17
6. Price is Currency
Pricing atau harga merupakan komponen pemasaran yang langsung
mempengaruhi persepsi konsumen, reaksi pemerintah, permintaan dan penawaran
17
Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h. 132-133
28
serta berujung pada pencapaian sasaran profit perusahaan.18 Orang bisa beli
karena harga. Dari yang tadinya tidak mau beli malah jadi beli karena melihat
harganya yang menggiurkan. Orang bisa juga tidak jadi beli karena setelah lihat
harganya yang tidak pas. Tapi, ada juga orang yang membeli karena harganya
meskipun kemahalan ya nggak apa-apa, karena membantu meningkatkan
statusnya dimata temannya.
Pricing adalah masalah antar fungsi dalam internal perusahaan. Untuk
orang keuangan di perusahaan, pricing menjadi perhatian karena keterkaitannya
untuk costing. Buat orang marketing, pricing menjadi perhatian orang marketing
karena keterkaitannya dengan praktik promosi pemasaran di lapangan. Buat orang
sales, pricing tentunya menjadi perhatian tersendiri karena harga menentukan
penjualan.
Di era New Wave, praktek pricing juga berubah karena tiga hal. Pertama,
new wave adalah era yang horizontal bukan lagi vertikal. Praktik perusahaan
melakukan pricing akan lebih horizontal dengan melewati proses negosiasi
dengan pelanggan. Di era legacy, pemasar dapat bergerak dari price taker menjadi
price maker. Maka, di era new wave seperti ini, tugas dari pemasar adalah
bagaimana bergerak dari price maker menjadi price facilitator, karena pada
akhirnya, price akan ditentukan secara bersama dan tidak lagi satu pihak.
18
M. Ismail Yusanto dan MK. Widjajakusuma, Manajemen Strategis Perspektif Syariah,
(Jakarta: Khairul Bayaan, 2003), H.80
29
Kedua, karena adanya Connect! (C kelima), dinamika harga dan biaya
akan semakin naik turun secara transparan. Konsumen akan tahu harga yang pas
sebetulnya berapa. Dan bukan itu saja, mereka pun akan tahu bahwa sedikit
banyak elemen-elemen biaya yang sesungguhnya. Informasi tentang harga dan
biaya toh sudah semakin gampang dilacak.
Ketiga, pemasar menjual produknya yang co-create bersama komunitas
pelanggan. Artinya, produk yang di jual bisa saja di-customized sesuai dengan
keinginan pelanggan dan bisa juga diciptakan sendiri oleh konsumen yang
semakin komunal. Produk seperti ini pada akhirnya menjadi milik bersama, bukan
yang sifatnya mass, namun milik komunitas tertentu.
Karena ketiga hal itu harga menjadi kian relatif, layaknya currency, yang
nilai tukarnya ditentukan oleh lima hal yakni: supply dan demand, spekulasi,
kekuatan fundamental, asumsi-asumsi, dan intervensi. Persis seperti dalam
kondisi makro itulah harga sebuah produk akan bergerak-gerak bebas dari Nol
sampai tak terhingga. From Free to Priceless! Semuanya tergantung pada kelima
hal tadi yang diadopsi dari fenomena makro ke mikro.19
7. Place is Communal Activation
Place dalam new wave marketing mix adalah communal activation.
Karena produknya melalui proses Co-create bersama dengan komunitas
pelanggan untuk komunitas, sudah lumrah kalau distribusinya lewat komunitas
pula. Communal activation bisa dilakukan selama Anda punya connecting
19
Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h.142-146
30
platform yang sifatnya mobile, experential dan juga sosial, yang ada di dunia
online dan offline.
Dari sini kita lihat bahwa antara strategi dan implementasi pemasaran
yang new wave adalah saling terkait dan singkron. Strateginya dimulai dengan
communitilization atau langkah pemasar dalam melakukan praktik komunitisasi.
Artinya, kita melakukan eksplorasai dan meninjau lebih dalam komunitas
konsumen yang sekiranya pas untuk diajak berhubungan secara horizontal dan
strategis. Setelah menemukan komunitas-komunitas konsumen yang ada, langkah
selanjutnya adalah melakukan aktivitas pemasaran bersama mereka.
Place is Communal Activation, di mana perusahaan berusaha untuk
mengaktifkan komunitasnya lewat connector yanga da di physical (offline) dan
virtual (online). Kalau sudah ada connector untuk komunitas, tentunya melakukan
aktivitas pemasaran apa saja akan lebih mudah.20
8. Promotion is Conversation
Promosi lebih luas dari sekedar iklan. Komponen ini menetapkan strategi
komunikasi produk dan perusahaan dengan konsumen.21 Di era seperti sekarang,
konsumen semakin memegang kendali dalam segi konteks dan juga konten.
Mereka kini punya media. Mereka bisa bikin konten sendiri. Mereka bisa kasih
input untuk pengembangan produk baru. Mereka bisa bikin iklan, yang mungkin
20
21
h.80
Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h. 151-152
M. Ismail Yusanto dan MK. Widjajakusuma, Manajemen Strategis Perspektif Syariah,
31
lebih baik daripada biro iklan. Mereka bisa jadi reporter. Mereka bisa jadi
promotor. Konsumen juga semakin komunal, saling terhubung di jaringannya dan
lebih sosialis.
Beberapa perusahaan sudah semakin sadar akan berbagai perubahan yang
terjadi di lanskap bisnis ini. Mulai dari Starbucks sampai Ducati, perusahaan
tersebut adalah contoh bahwa berapa pemasar sudah semakin paham bahwa
praktik promosi pemasaran yang sifatnya horizontal dan relasional akan lebih
ampuh ditengah dunia yang berubah ini.
Pada dasarnya mereka juga paham bahwa langkah pemasaran akan lebih
mudah apabila ia bisa masuk kedalam media yang dikendalikan dan dimiliki
konsumen. Ataupun jika tidak masuk ke medianya konsumen, mereka juga bisa
membuat connecting platform tersendiri dimana ia bisa menjadi penghubung
antara masing-masing konsumen. Semua hal itu, dilandasi bukan atas orientasi
untuk berpromosi yang sifatnya membujuki, namun untuk “berbincang-bincang”
dengan konsumen, dan menjadikan brand-nya sebagai ide bahan perbincangan
antara satu konsumen dengan yang lain.22
9. Selling is Commercialization
Setidaknya ada dua kompetensi utama yang harus dimiliki oleh seorang
salesman di era New Wave ini. Pertama, kemampuan untuk memetakan dan
membangun network yang efektif dalam mendukung proses penjualan (mapping
and building effective network). Dan yang kedua, mengoptimalkan network
22
Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h. 165
32
tersebut
untuk
mendapatkan
penjualan
melalui
rekomendasi
(“commercializing”the network).
Untuk mempertegas pentingnya dua kompetensi tersebut, terminologi
selling perlu kita ubah menjadi Commercialization. Dan jika saat ini sedang
berpikir untuk mencari tenaga penjualan baru, ada dua hal yang perlu
diperhatikan saat memasang iklan. Pertama, jangan hanya mensyaratkan
mempunyai kendaraan, tapi tegaskan juga bahwa kandidat tersebut harus
memiliki sekian network atau aktif disekian komunitas. Dan yang kedua, mungkin
ini juga harus mengganti ”judul” iklannya menjadi: Dicari, seorang commercial
executive.23
10. Brand is Character
Dulu istilah brand dianggap lebih suci dibanding marketing. Brand
rasanya lebih abstrak, agung, dan magis.24 Tetapi, istilah brand juga sudah mulai
dianggap negatif. Ada yang berpikir branding adalah kegiatan menghias diri dan
mengosmetikkan sesuatu.
Konsep
dasar
dari
peralihan
segitiga
PDB
(brand-positioning-
differentiation) menuju triple C (character-clarification-codification) mengacu
pada pola pikir new wave di mana kebohongan tidak dapat lagi dilakukan di era
yang serba transparan dan saling terhubung. Pertama, Tidak lagi bisa bohong,
23
24
Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h. 176
Isita Lahiri; Amitava Gupta, Brand Extensions in Consumer Non-durables, Durables and
Services: A Comparatif study, (South Asian Journal of Management; Oct-Dec 2005; 12, 4;
ABI/INFORM Global), h.25
33
karena informasi benar atau salah mudah didapat. Kedua, konsekuensi dari
berbohong semakin parah, nilai setitik rusak susu sebelanga.
Di era New Wave, Brand adalah karakter. Karakter ini adalah isi
sesungguhnya(“the true self”). Brand adalah “the cover” atau bungkus. Contoh
yang paling gampang, entitas dengan karakter playful dan free thinking seperti
Google, MTV, Nickelodeon, W Hotels, Absolut, dan sebagainya tidak membatasi
diri pada brand tertentu. Selama jiwa mereka tetap konsisten, brand atau
bungkusnya itu bisa saja diubah-ubah. Logo-logo mereka terus berganti-ganti.
Bahkan jika ke goglogo.com, otomatis bisa mengganti logo Google dengan
(misalnya) Gogon, dan itu akan terlihat bukan seperti Gogon, tapi melainkan
jiwanya Google.
Di era New Wave, Positioning adalah pengklarifikasian persona anda.
Pola pikir sebelumnya adalah dalam positioning, kita didorong untuk
mengucapkan janji karena positioning adalah bagaimana kita memposisikan diri
kita kepada konsumen dan janji tersebut kelak akan ditagih oleh konsumen.
Dalam
clarification,
yang
penting
bukan
janjinya,
tapi
siapa
anda
sesungguhnya.25
11. Service is Care
Dalam sebuah penelitian, telah ditemukan urutan elemen-elemen dari yang
paling berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, yaitu pertama, reliability,
responsivesness, assurance, emphaty, dan terakhir baru tangibles. Model yang
25
Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h. 188-189
34
sederhana ini banyak mempermudah analisis kualitatif dari kualitas pelayanan,
sehingga sangat populer digunakan di berbagai industri untuk mencapai service
exellence.
Care yang disebut pada era new wave marketing, bukan sekedar service
dengan bama berbeda, tapi ada perbedaan fundamental antara keduanya. Yang
pertama, seperti disebutkan sebelumnya, fokusnya adalah pada “kebutuhan”
konsumen, bukan “permintaan” mereka.
Perbedaan kedua adalah mengenai bagaimana pelaksanaanya. Dalam
service, perusahaan diharapkan untuk melebihi ekspektasi pelanggan. Dalam care
fokusnya adalah memberikan layanan yang paling relevan dengan kebutuhan dan
hasrat konsumen. Ini akan menciptakan efek “Wow”, yang menjadikan konsumen
benar-benar merasa terbantu oleh perusahaan.
Terakhir adalah mengenai pengukuran keberhasilan. Service seringkali
dikaitkan dengan tingkat re-purchase. Sejauh mana konsumen akan tetap menjadi
pelanggan, dan membeli lebih sering atau lebih banyak dari perusahaan. Care
lebih fokus pada memberikan yang terbaik bagi konsumen sehingga mereka
menjadi konsumen yang dengan sukarela merekomendasikan perusahaan tersebut
ke orang lain. Disini, rekomendasi jauh lebih penting daripada repeat buying.
Ini tentunya tidak berarti bahwa RATER tidk lagi berguna. Model ini
masih sangat baik digunakan untuk analisis umum terhadap kualitas layanan.
Namun, di era New Wave, konsep ini tidaklah cukup. Perusahaan harus mulai
35
menerapkan konsep Care, yang kami percayai sebagai salah satu faktor kunci
dalam persaingan di lanskap bisnis yang semakin horizontal.26
12. Process is Collaboration
Proses merupakan salah satu faktor pemasaran terpenting. Di dunia
pemasaran, proses pada hakikatnya menentukan kualitas (quality), biaya (cost),
dan pengiriman produk (delivery) dari perusahaan kepada pelangganya. Kualitas
produk dan jasa merupakan buah hati proses yang baik, dimulai dari produksi
sampai delivery kepada pelanggan secara tepat waktu, efektif, dan biaya yang
efisien.
Dalam konteks kualitas, proses adalah bagaimana perusahaan mampu
menciptakan suatu sistem yang pada akhirnya dapat memberikan nilai lebih bagi
pelanggan. Dalam konteks cost, perusahaan perlu menciptakan efisiensi secara
finansial dengan tetap mengedepankan kualitas yang terbaik bagi pelanggan.
Sedangkan dalam konteks delivery proses adalah bagaimana melakukan
penyampaian produk atau jasa secara tepat dan benar sehingga mampu
memuaskan pelanggan. Proses delivery yang tepat waktu jelas dapat membawa
nilai lebih tinggi bagi para pelanggan.
Untuk terciptanya kualitas yang baik, biaya yang efisien, dan delivery
yang tepat waktu, diperlukan sebuah proses value chain yang tertata dan dikelola
secara baik. Maka dari itu, elemen proses didalam pemasaran Legacy terkait
dengan berbagai aktivitas yang terkait dengan penciptaan value yang
26
Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h.196-200
36
mengkoneksi supply (bahan baku, logistik ke dalam, proses produksi) dan sisi
demand (logistik keluar dan langkah operasional pemasaran lainnya). Di era New
Wave, aktivitas perusahaan dalam mendesain, membeli, membuat, dan mengirim
sebuah barang atau jasa, tentunya akan lebih horizontal karena didukung oleh
kekuatan connectivity dari teknologi informasi.27
Bagan dari era legacy ke era new wave marketing dibawah ini adalah hasil
ilustrasi penulis.
Tabel 2.1
Era Legacy
Segmentation
Marketing Strategic Targeting
Positioning
Differentiation
Product
Price
Tactic
Place
Promotion
Selling
Brand
Value
Secvice
Proces
27
Era New Wave
Communitization
Confirmation
Clarification
Codification
Co-Creation
Currency
Communal Activation
Conversation
Commercialization
Character
Care
Collaboration
Hermawan Kartajaya, Connect! Surfing New Wave Marketing, h. 208
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dari segi tujuannya penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
karena data-data yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari seorang dan
perilaku yang diamati tanpa menggunakan perhitungan dan bertujuan
menemukan teori dari data.
Menurut Marzuki penelitian deskriptif adalah penelitian yang
dilakukan dengan melukiskan keadaan obyek atau persoalan yang tidak
dimaksudkan untuk mengambil atau menarik kesimpulan yang berlaku
umum.1
Penelitian deskriptif (descriptive research) ini adalah metode
penelitian yang bertujuan untuk membuat pemaparan secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat pada objek penelitian
sesuai dengan permasalahan yang diteliti Penelitian Deskriptif yang dilakukan
adalah Penelitian Deskriptif Eksploratif.
Menurut Suharsimi Arikunto, penelitian deskriptif eksploratif adalah
metode penggambaran dan penafsiran data mengenai keadaan di lapangan
atau di tempat penelitian. Tujuan dari penelitian deskriptif eksploratif adalah
1
Marzuki, Metodologi Riset, (Yogyakarta: BPFE-UII, 2001), hal. 8.
37
38
untuk membuat gambaran secara sistematis dan akurat mengenai fakta, sifat,
dan hubungan antar aspek yang diteliti baik secara kualitatif maupun
kuantitatif.2
Oleh
karena
itu,
penelitian
dilakukan
dalam
upaya
mengidentifikasi faktor lingkungan perusahaan baik internal maupun
eksternal.
2. Objek penelitian
Pada penelitian ini yang menjadi objeknya adalah perbankan syariah,
yang selanjutnya adalah strategi yang digunakan dalam implementasi new
wave marketing.
3. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis data
Data ini bersifat kualitatif. Data kualitatif ini didasarkan pada isi
atau mutu suatu fakta, seperti data-data yang berdasarkan buku-buku,
koran serta artikel yang dikumpulkan penulis yang berhubungan dengan
new wave marketing yang dianalisa supaya bisa menjawab permasalahan
yang ada.3
b. Sumber Data
Sumber data primer dalam penulisan ini adalah buku yang ditulis
oleh Hermawan Kertajaya yang berjudul Conect! Surfing new wave
2
Arikonto Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta, 2002), Edisi Revisi V, hal. 209.
3
Husein umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis, Jakarta: P.T. Raja Grafindo
Persada. 2003), h. 22. lihat juga lexy J. Maleong, Metode Penelitian kualitatif, (Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, 2002). H.18
39
marketing, Hermawan Kertajaya dengan Judul New Wave Marketing The
World Is Stil Round, The Marketing Is Already Flat, M. Nur Ruanto alArif, SE, M.Si dengan judul Dasar-dasar Pemasaran Bank Syariah,
Kasmir dengan Judul Pemasaran Bank,
bersifat
sekunder, Penulis
mengambil
Sedangkan sumber data yang
karya-karya
lainnya
yang
berbuhungan dengan masalah penulisan ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data merupakan salah satu tahapan dalam
penelitian yang menentukan tingkat keakuratan hasil penelitian. Proses
pengumpulan data yang sistematis akan membantu dalam proses penelitian
selanjutnya.4
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah
study
documenter, yakni melakukan studi literatur terhadap buku-buku yang
relevan, surat kabar, majalah, jurnal, artikel maupun penelitian atau tulisan
ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dibahas pada skripsi.
5. Teknik Analisis Data
Untuk menganalisa data yang telah terkumpul maka penulis memakai
metode Contens analisis (riset dokumentasi), karena pengumpulan data dan
informasi akan dilakukan pengujian arsip dan dokumen.
4
Marzuki, h.12.
40
B. Definisi Pemasaran
Apabila terdengar kata pemasaran seringkali dikaitkan oleh banyak pihak
dengan penjualan (sales), sales promotion girl, iklan promosi, atau produk.
Bahkan seringkali orang menyamakan profesi marketer (pemasar) dengan sales
(penjual). Namun sebenarnya pemasaran tidaklah sesempit yang diidentikkan oleh
banyak orang, karena pemasaran berbeda dengan penjualan. Pemasaran lebih
merupakan “suatu seni menjual produk”, sehingga pemasaran proses penjualan
yang dimulai dari perancangan produk sampai dengan setelah produk tersebut
terjual. Berbeda dengan penjualan yang hanya berkutat pada terjadinya transaksi
penjualan barang atau jasa.
Dunia pemasaran sering pula diidentikkan dengan dunia yang penuh janji
manis namun belum tentu terbukti apakah produknya sesuai dengan apa yang
telah dijanjikan. Inilah yang harus dibuktikan dalam suatu manajemen pemasaran
syariah baik pada penjualan produk barang atau jasa, bahwa pemasaran syariah
bukanlah dunia yang penuh dengan tipu menipu. Sebab pemasaran syariah
merupakan tingkatan paling tinggi dalam pemasaran, yaitu spiritual marketing, di
mana etika, nilai-nilai dan norma dijunjung tinggi. Hal-hal inilah yang seringkali
dilanggar oleh dalam pemasaran konvensional, sehingga menyebabkan konsumen
pada akhirnya banyak yang kecewa pada produk barang atau jasa yang telah
dibeli karena berbeda dengan apa yang telah dijanjikan oleh para pemasar.
Pemasaran
berhubungan
dan
berkaitan
dengan
suatu
proses
mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan masyarakat. Salah satu
41
dari definisi pemasaran yang terpendek adalah “memenuhi kebutuhan secara
menguntungkan”. Asosiasi Pemasaran Amerika memberikan definisi formal5
yaitu: “pemasaran adalah satu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk
menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan
mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi
dan para pemilik sahamnya”.
Kotler memberikan definisi bahwa6 “manajemen pemasaran sebagai
suatu seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga, dan
menumbuhkan
pelanggan
dengan
menciptakan,
menyerahkan,
dan
mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul”. Kotler dan AB Susanto
(2000) memberikan definisi pemasaran adalah7 “suatu proses sosial dan
manajerial di mana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan
keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan, dan bertukar sesuatu yang
bernilai satu sama lain”. Definisi ini berdasarkan pada konsep inti: kebutuhan,
keinginan, dan permintaan; produk; nilai, biaya, dan kepuasan; pertukaran,
transaksi, dan hubungan; pasar; pemasaran dan pemasar.
Sehingga secara umum pemasaran dapat diartikan sebagai suatu proses
sosial yang merancang dan menawarkan sesuatu yang menjadi kebutuhan dan
5
Philip Kotler. Marketing Management. New Jersey: Prentice Hall. 2000, h. 8.
6
Philip Kotler. Marketing Management, h.8
7
Philip Kotler dan AB Susanto. Manajemen Pemasaran di Indonesia. Jakarta: Salemba
Empat. 2000, h. 7
42
keinginan dari pelanggan dalam rangka mem-berikan kepuasan yang optimal
kepada pelanggan.
Konsep pemasaran muncul pada pertengahan tahun 1950-an. Sebagai
ganti filosofi “buat dan jual” yang berpusat pada produk, bergeser ke filosofi
“pahami dan tanggapi” yang berpusat pada konsumen. Filosofi “buat dan jual”
bertitik tolak bahwa konsumen akan membeli seluruh barang yang diproduksi
oleh perusahaan, namun kelemahan dari filosofi ini adalah seringkali produk yang
dibuat perusahaan tidak terserap oleh pasar, karena produk yang dibuat tidak
berdasarkan kebutuhan dan keinginan konsumen. Hal ini mengakibatkan
banyaknya produk perusahaan yang tidak laku dipasaran, meskipun betapa
canggih dan bagusnya produk tersebut karena tidak sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan masyarakat.
Sementara filosofi “pahami dan tanggapi” bertitik tolak bahwa pembuatan
suatu produk haruslah berdasarkan apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan
dari konsumen, sehingga produk yang dibuat benar-benar menjadi kebutuhan
konsumen. Riset pasar menjadi kunci utama dalam filosofi ini, agar pembuatan
produk benar-benar berdasarkan pada kebutuhan dan keinginan konsumen.
Seorang pemasar mampu memahami pelanggan secara emosi, sehingga
kebutuhan dan keinginan konsumen dapat dipahami oleh pemasar dan akhirnya
mampu menghasilkan produk yang dibutuhkan konsumen.
Konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai tujuan
organisasi yang ditetapkan adalah perusahaan tersebut harus menjadi lebih efektif
43
dinbandingkan
para
pesaing
dalam
menciptakan,
menyerahkan,
dan
mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang terpilih.
Konsep inti dari kegiatan pemasaran adalah8:
1. Kebutuhan, keinginan, dan permintaan
Konsep paling mendasar yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan
manusia. Manusia mempunyai banyak kebutuhan yang kompleks. Kebutuhan
secara umum terbagi atas kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Semua ini
termasuk kebutuhan fisik dasar akan makanan, pakaian, keamanan; kebutuhan
sosial akan rasa memiliki dan kasih sayang; dan kebutuhan individual akan
pengetahuan dan mengekspresikan diri. Semua kebutuhan ini tidak diciptakan
oleh pemasar, semuanya merupakan bagian mendasar manusia. Sifat dari
kebutuhan adalah sunatullah, artinya sudah built-in dalam setiap diri manusia.
Keinginan adalah bentuk kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh
budaya dan kepribadian individual. Manusia mempunyai keinginan yang
nyaris tanpa batas tetapi sumber daya yang dimiliki terbatas. Jadi, mereka
ingin memilih produk yang memberi nilai dan kepuasaan paling tinggi untuk
sumber daya yang mereka miliki, manusia menciptakan permintaan akan
produk dengan manfaat yang mampu memberikan kepuasaan paling tinggi
untuk sumber daya yang mereka miliki. Dengan keinginan dan sumber daya
yang mereka miliki, manusia menciptakan permintaan akan produk dengan
manfaat yang mampu memberikan kepuasaan paling tinggi. Sehingga setiap
8
Philip Kotler dan Kevin Lane Keller, Manajemen Pemasaran. (Jakata: Indeks. 2007), h. 7.
44
orang mempunyai keinginan yang dapat berbeda antar individu satu dengan
yang lainnya. Masalah yang muncul dalam ilmu ekonomi adalah keinginan
yang tak terbatas namun dibatasi oleh sumber daya yang terbatas, sehingga
timbulah masalah kelangkaan akibat lag yang terjadi antara keinginan dan
sumber daya.
Permintaan adalah keinginan manusia yang didukung oleh daya beli.
Keinginan dapat berubah menjadi permintaan bilamana disertai dengan daya
beli. Konsumen memandang produk sebagai kumpulan manfaat dan memilih
produk yang memberikan kumpulan terbaik untuk uang yang mereka
keluarkan. Setiap orang dapat memiliki banyak keinginan, namun tidak semua
keinginan tersebut menjadi suatu permintaan apabila tidak disertai dengan
daya beli atas keinginan tersebut. Kita mungkin bisa menginginkan punya
mobil sekelas “ferrari”, namun karena kita tidak mempunyai daya beli atas
keinginan produk tersebut belum dapat dikatakan sebgai permintaan. Jadi
dalam hal ini, pemasaran merupakan proses sosial dan manajerial yang
menjadi sarana bagi individu dan kelompok untuk memperoleh apa yang
mereka butuhkan dan inginkan lewat pendapatan dan pertukaran produk serta
nilai dengan pihak lain.
2. Produk (jasa dan barang)
Manusia memuaskan kebutuhan dan keinginan dengan produk. Produk
adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan,
dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan
45
dan kebutuhan. Istilah produk mencakup barang fisik, jasa, dan berbagai
sarana lain yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.
Proses pendefinisian produk ini akan mempengaruhi strategi pemasaran yang
akan digunakan, sebab pemasaran barang akan berbeda dengan pemasaran
jasa. Dalam pembahasan mengenai pemasaran bank, strategi pemasaran
produk yang digunakan adalah strategi pemasaran jasa.
Perusahaan harus mampu menciptakan suatu produk yang mampu
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen serta yang mampu
memberikan kepuasan paling tinggi terhadap konsumen. Produk yang
berkualitas tinggi akan mampu memberikan kepuasaan lebih tinggi kepada
konsumen. Produk yang dijual pada industri perbankan adalah produk yang
sifatnya jasa, sehingga pemasar harus mampu melakukan inovasi pemasaran
yang cocok untuk pemasaran jasa.
3. Nilai, biaya, dan kepuasaan
Setelah mengetahui keinginan dan kebutuhan akan barang dan jasa,
konsumen akan dihadapkan pada jajaran produk dan jasa yang beraneka
ragam. Kepuasaan pelanggan berkaitan erat dengan nilai kegunaan. Nilai
kegunaan mempunyai dampak langsung pada prestasi produk dan kepuasan
pelanggan. Nilai dapat didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai yang
dinikmati pelanggan karena memiliki serta menggunakan suatu produk dan
biaya untuk memiliki produk tersebut. Dan ada nilai intristik yaitu nilai guna
46
dari produk tersebut. Sementara kepuasan pelanggan adalah apa yang didapat
oleh konsumen dibandingkan dengan persepsi konsumen atas produk tersebut.
4. Pertukaran, transaksi, dan hubungan
Pemasaran terjadi ketika orang
memutuskan untuk memuaskan
kebutuhan dan keinginan lewat pertukaran. Pertukaran yang merupakan
konsep inti dari pemasaran, mencakup perolehan produk yang diinginkan dari
seseorang dengan menawarkan sesuatu sebagai gantinya. Sifat pertukaran
merupakan sifat yang sunatullah dari manusia, terlihat dari bentuk pertukaran
yang dilakukan mulai dari barter-pertukaran barang dengan barang- sampai
dengan pertukaran barang dengan uangyang kita lakukan saat ini dalam
transaksi sehari-hari. Pertukaran disini dapat pula bermakna pertukaran
manfaat produk yang dimiliki perusahaan kepada konsumen. Supaya muncul
suatu potensi pertukaran, lima persyaratan berikut harus dipenuhi:
a. Sekurang-kurangnya ada dua pihak yang melakukan pertukaran
b. Masing-masing pihak memiliki sesuatu produk yang bernilai untuk
ditukarkan dengan pihak lain.
c. Masing-masing pihak mampu berkomunikasi dan menyerahkan sesuatu.
d. Masing-masing pihak bebas untuk menerima atau menolak tawaran untuk
melakukan pertukaran.
e. Masing-masing pihak yakin bertransaksi merupakan cara yang tepat dan
diinginkan.
47
5. Pasar
Konsep pertukaran mengerah ke konsep suatu pasar, dimana pasar
adalah perangkat pembeli yang aktual dan potensial dari sebuah produk.
Ukuran suatu pasar tergantung pada jumlah orang yang menunjukkan
kebutuhan, mempunyai sumber daya untuk terlibat dalam pertukaran dan
bersedia menawarkan sumber daya. Untuk mencapai pasar sasaran, ada tiga
jenis saluran pemasaran yang dapat digunakkan, yatu saluran komunikasi,
saluran distribusi, dan saluran jasa. Saluran komunikasi digunakan untuk
menyerahkan dan menerima pesan dari pembeli sasaran. Saluran komunikasi
meliputi surat kabar, radio, reklame, dan berbagai media lainnya. Saluran
distribusi digunakan untuk memamerkan atau menyerahkan produk fisik atau
jasa kepada pembeli atau pengguna, termasuk distributor, subdistributor,
groir, agen, dan pengecer. Saluran jasadigunakan untuk melakukan transaksi
dengan pembeli potensial, mencakup pergudangan, perusahaan angkutan,
perban-kan, dan perusahaan asuransi yang memudahkan transaksi.
6. Pemasaran, pemasar, dan prospek
Pemasaran berarti mengolah pasar untuk menghasilkan pertukaran
dengan tujuan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Dalam situasi
biasa pemasaran mencakup melayani pasar pengguna akhir bersama pesaing.
Perusahaan dan pesaing mengirimkan produk dan pesan mereka langsung
kepada konsumen atrau lewat perantara pemasaran kepada pengguna akhir.
Sehingga pemasaran titik kuncinya adalah proses pertukaran yang terjadi
48
antara dua pihak atau lebih. Suatu proses pemasaran tidak dapat berjalan
apabila adanya kehadiran seorang tenaga pemasar. Jika suatu pihak lebih aktif
dalam mengusahakan terjadinya pertukaran dibandingkan dengan pihak lain,
kita menamakan pihak pertama sebagai pemasar dan pihak kedua sebagai
prospek atau calon pembeli. Pemasar adalah pihak yang memasarkan atau
menawarkan manfaat suatu produk kepada pihak lain yang menjadi pasar
sasaran dari produk tersebut. Sementara prospek adalah pihak yang
merupakan target pasar potensial dari produk yang ditawarkan oleh pemasar.
Model komunikasi pemasaran secara garis besar ada dua jenis yaitu
above the line- yaitu strategi komunikasi pemasaran menggunakan iklan baik
iklan di media massa baik media elektronik, media catak atau media lainnya
seperti papan reklame. Sementara model komunikasi kedua yaitu below the
line, yaitu strategi komunikasi pemasaran menggunakan event atau kegiatan
yang berkaitan dengan masyarakat, sehingga lebih menyentuh masyarakat.
Bagi perusahaan kegiatan pemasaran merupakan suatu hal yang pokok
dalam mencapai tujuan karena kegiatan pemasaran diarahkan untuk
menciptakan pertukaran yang memungkinkan perusahaan untuk memperoleh
laba. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut perusahaan harus dapat
menganalisa faktor permintaan yang mempengaruhi penjualan. Secara garis
besar faktor permintaan terdiri dari faktor yang tidak dapat dikendalikan dan
faktor yang dapat dikendalikan. Faktor yang tidak dapat dikendalikan yaitu
faktor yang tidak dapat dikuasai oleh perusahaan, misalnya faktor konsumen,
49
pesaing, teknologi, peraturan pemerintah, kedua yaitu faktor yang dapat
dikendalikan perusahaan yaitu yang dapat dikuasai oleh perusahaan misalnya
malsalah harga, produk, promosi, dan lokasi (tempat). Rangkaian faktorfaktor yang dapat dikendalikan perusahaan pada saat tertentu sering dikenal
sebagai marketing mix atau bauran pemasaran dalam ilmu pemasaran modern.
Setelah kita mengetahui definisi awal mengenai pemasaran secara
umum yang tidak hanya berupa proses menjual, iklan, dan promosi.
Melainkan keseluruhan proses dalam perusahaan yang mem-pertukarkan
produk atau nilai dengan pihak lain termasuk proses riset pemasaran,
pelayanan purna jual, branding, perilaku konsumen, dan lain sebagainya.
Selanjutnya kita akan coba membahas apakah yang dimaksid dengan
pemasaran bank, agar kita dapat mengerti hal-hal apakah yang menjadi
komponen dalam manajemen pemasaran suatu bank syariah. Secdara umum
pemasaran bank dapat diartikan9 sebagai suatu proses untuk menciptakan dan
mempertukarkan produk atau jasa bank yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan nasabah dengan cara memberikan kepuasaan kepada
nasabah.
Produk atau jasa bank yang dimaksud disini antara lain produk
penghimpunan dana bank berupa giro, tabungan, dan deposito; produk
penyaluran bank berupa pembiayaan baik pembiayaan yang bersifat
konsumtif maupun produktif baik dengan menggunakan akad murabahah,
9
Kasmir, Pemasaran Bank. Jakarta: Kencana. 2004, h. 63.
50
bagi hasil, sewa ataukah akad pelengkap alinnya; ataupun jasa bank
pendukung lainnya seperti transfer, bank garansi, kafalah, inkaso, save deposit
box, kartu kredit, letter of credit, dsb.
Pada dasarnya pengertian konsep pemasaran mempunyai persamaan
dengan konsep pemasaran bank. Konsep pemasaran (produksi) berorientasi
pada kebutuhan konsumen, sedangkan konsep pemasaran berorientasi pada
konsumen (nasabah). Dasar pemikirannya bagaimana caranya aktivitas
pemasaran bank dapat dilaksanakan berdasarkan suatu falsafah yang mantap,
yang mengungkapkan pemasaran yang tanggap, bertanggung jawab, dan
selalu memberikan kepuasan pada nasabah serta menguntungkan perusahaan.
Konsep pemasaran bank mengandung arti:
a. Mempunyai falsafah yang mantap dan bertanggung jawab
b. Berorientasi pada nasabah di satu pihak
c. Menguntungkan perusahaan di lain pihak10
C. Stratregi Pemasaran Perbankan Syariah
Strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan serta
aturan yang memberi arah kepada Usaha-usaha pemasaran dari waktu kewaktu
pada masing-masing tingkatan serta lokasinya. Pasar untuk produk perbankan
sangatlah luas, sehingga perusahaan atau bank tidak mudah untuk memasuki
10
Herry Achmad Buchory dan Djaslim Saladin. Dasar-dasar Pemasaran Bank. Bnadung:
Linda Karya. 2006, h. 9.
51
pasar yang sedemikian luas dan kalaupun bisa kemungkinan berhasil sangatlah
kecil. Pasar yang luas ini perlu untuk di pilah-pilah agar memudahkan perusahaan
dalam melakukan kegiatan pemasarannya. Karena pasar yang luas maka sebelum
melakukan kegiatan pemasaran produk harus dilakukan terlebih dahulu riset
pasar, yang bertujuan untuk mangetahui seberapa besar pasar yang akan
dimasuki, siapa yang menjadi konsumen produk tersebut dan seberapa besar
kompetititor.
Kegiatan memilahmilah pasar ini dikenal dengan segmentasi pasar.
Segmentasi pasar akan memberikan kemudahan kepada bank untuk menentukan
pasar sasaran atau konsumen yang akan dituju. Segmentasi pasar dapat dilakukan
berdasarkan geografi, demografi, psikografi, atau berdasarkn perilaku.
Setelah dilakukan segmentasi pasar maka selanjutnya adalah menetapkan
pasar sasaran (targeting). Kegiatan penetapan pasar sasaran ini setelah pasar
disegmen menjadi beberapa bagian. Penetapan pasar sasaran harus dilakukan
dengan berbagai pertimbangan sesuai dengan kemampuan bank. Sehingga harus
dilakukan secara hati-hati, sebab bila salah perhitungan maka akan fatal resiko
yang harus ditanggung. Penetapan pasar sasaran dimuali dari evaluasi terhadap
segmen yang ada, kemudian baru dilakukan pemiliahn segmen yang dinggap
memenuhi syarat.
Lengkah terakhir adalah menetapkan posisi pasar (Positioning). Penetapan
pasar harus dilakukan secara hati-hati dengan pertimbangan yang matang.
Penentuan posisi pasar dapat dilakukan atas dasar atribut, kesempatan
52
penggunaan, kesempatan pengguna, kelas produk atau langsung menghadapi
pesaing.11
Strategi yang digunakan pada perbankan baik perbankan Konvensional
dan perbankan Syariah hampir sama saja. Salah satu strategi marketing yang
dilakukan oleh perbankan antara lain adalah menggunakan strategi marketing
mix. Strategi marketing mix tersebut adalah sebagai berikut:
1. Strategi Produk (Product)
Pengertian Produk Menurut Philip Kotler adalah Sesuatu yang dapat
ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatiah untuk dibeli, untuk
digunakan,
atau
dikonsumsi
yang dapat
memenuhi
keinginan
dan
Kebutuhan.12 Pengertian umum produk adalah segala sesuatu yang dapat
ditawarkan kepasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan atau
dikonsumsi dan yang dapat memuaskan kebutuhan atau keinginan.13
Agar produk yang dibuat dapat diterima pasar, maka penciptaan
produk haruslah memperhatikan tingkat kualitas yang sesuai dengan
keinginan nasabahnya. Dan dalam perbankan syariah strategi produk yang
dilakukan adalah mengembangkan suatu produk Yaitu: (1) Penentuan logo
dan moto, (2) Menciptakan Merk, (3) Menciptakan kemasan, (4) Keputusan
11
M. Nur Rianto Al-Arif, SE., M.Si, Dasar-dasar Pemasaran Bank Syariah, (Jakarta:
Alfabeta, 2010), H. 83-83
12
Philip Kotler, Marketing Management, (New Jersey: Prentice Hall, 2000), h. 394
13
Kasmir, Pemasaran Bank, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 136
53
Label.14 Dan produk mempunyai siklus hidup yang berarti menegaskan empat
hal yaitu:
a. Produk memiliki umur yang terbatas sehingga ada waktunya produk
tersebut tidak dapat diserap oleh pasar lagi
b. Penjualan produk melalui berbagai tahapan yang khas dan masing-masing
tahapan memberikan tantangan, peluang dan masalah berbeda bagi
penjualnya. Sehingga penjual harus memiliki berbagai macam strategi
yang berbeda pada setiap fase atau tahapan yang dilalui.
c. Fluktuasi laba Naik dan turun pada berbagai tahap yang berbeda selama
siklus hidup produk.
d. produk memerlukan strategi pemasaran, keuangan, manufaktur pembelian
dan sumber daya manusia yang berbeda dalam tiap tahap siklusnya.15
2. Strategi Harga (Price)
Keputusan harga pada produk bank dapat dibuat berdasarkan beberapa
pendekatan antara lain:
a. Pendekatan keputusan harga bank tradisional. Penetapan harga secara
tradisional ini berdasarkan pada dua mekanisme, yaitu: (1) bundling
mechanis yang dilakukan dengan menambah seluruh biaya produk/jas
sebagai suatu kelompok (bundle) baik jasa/produk kredit maupun non
kredit dan menambah prosentase tertentu. Penetapan harga ini cukup
14
Kasmir, Pemasaran Bank, h. 141-142
15
M. Nur Rianto Al Arif, M.Si, Dasar-dasar Pemasaran Bank Syariah, h. 148
54
sederhana mengingat yang perlu diketahui adalah biaya totalnya saja.
Akibat yang sering terjadi adalah subsidi silang. Pada umumnya produk
peminjaman/kredit (lending product) menutup biaya jasa produk
pendanaan (funding product) seperti giro, deposito dan tabungan. (2)
Auction mechanism. Dalam strategi penetapan harga kedua ini bank
menetapkan tingkat harga produknya dengan cara semacam pelelangan
yang dilakukan pada pasar terbatas. Harga ditetapkan dengan mengikuti
harga yang dipatok bank-bank besar, tetapi ditambah dengan memasukkan
komponen kelayakan konsumen, jumlahdana nasabahyang dititipkan pada
bank tersebut, dan hubungan yang diinginkan oleh bank terhadap nasabah
tersebut. Mekanisme ini kebanyakan diberlakukan untuk produk-produk
kredit.
Penentuan harga berdasarkan tujuan perusahaan. Strategi pentapan
harga sangat ditentukan pada tujuan (apa yang ingin dicapai oleh bank
tersebut). Strategi tersebut antara lain: (1) Penetapan harga untuk
menggalakkan penggunaan (pricing to en-courage use). Strategi ini
digunakan jika bank memiliki berbagai produk dan ingin meningkatkan
penggunaan produk yang lebih efisian dan profitable. Contoh dengan
menggunakan electronic funds transfer akan lebih efisien dan menghemat
biaya dari sistem dengan menggunakan kertas (paper based system); (2)
pada industri perbankan perhitungan yang paling mudah adalah dengan
konsep pengumpulan dana tunggal (a single pool of funds concept) yaitu
55
merata-ratakan biaya sebagai dasar perhitungan profitabilitas produk; (3)
Penetapan
harga
sebagai
suatu
komponen
jasa.
Penetapan
ini
menggunakan persyaratan deposit minimum/ blanket mecanism. Faktor
penetapan harga dari penetapan harga ini harus berdasarkan: a. biaya
perawatan untuk jasa dasar (maintenance charger for a basic service), b.
Jasa rekening (account service), c. posisi neraca (balance position), d.
penanganan pengacualian (exception handling); (4) penetapan harga
berdasarkan keuntungan yang ditetapkan. Penetapan harga ini dilakukan
pada level fungsional. Misalnya keputusan harga berdasarkan pengenalan
produk baru, perubahan penetapan harga produk karena reaksi terhadap
pesaing. 5) hubungan klien karena banyak konsumen yang memerlukan
nasehat (advice) sehingga karakteristik 3, 4 dan 5 mensyaratkan sistem
distribusi yang paling cocok untuk produk perbankan ini adalah saluran
distribusi langsung. 16
3. Strategi distribusi
Pada industri perbankan saluran distribusi jasa dipengaruhi oleh pola
pembelian jasa konsumen yaitu kapan, dimana, oleh siapa dan bagaimana jasa
dibeli. Karakteristik tersebut antara lain: a) intangibility (jasa perbankan tidak
dapat dilihat, diraba, atau didengar); b) Inseparability (Jasa perbankan tidak
dapat dipisahkan dari person penjual. Oleh karena itu perlu penciptaan
kegunaan waktu dan harga sehingga penjualan langsung ke konsumen(direct
16
Donelly, 1974, h. 149
56
channel of distribution) adalah distribusi yang paling meungkinkan
(Feasible); c) sistem pemasaran yang sangat individualis; d) tidak
memerlukan fungsi logistik.
4. Strategi Promosi (Promotion)
Pengeluaran untuk promosi merupakan faktor yang paling signifikan
bagi bank jika seluruh proses komunikasi yang menjadi pertimbangan. Tidak
perlu menyesuaikan budget dengan budget pesaing yang setara assetnya.
Metode penentu budget promosi ini tidak pula mempertimbangkan pangsa
pasar, posisi persaingan kekuatan dan kelemahan perusahaan. Penentu budget
yang terbaik untuk promosi adalah dengan menentukan formula yang tidak
tetap (dapat berubah-ubah sesuai dengan tujuan bank tersebut) sebagai contoh
jika bank bertujuan untuk meningkatkan penjualan sebesar 10% maka bank
dapat mengurangi kapasitas menganggur dari deposit boxnya sampai dengan
0, atau meningkatkan jumlah pemegang kartu kreditnya. Oleh karena itu iklan
dapat dihubungkan dengan tujuan tersebut.
BAB IV
ANALISA STRATEGI NEW WAVE MARKETING
PADA BANK SYARIAH
A. Strategi Pengembangan Perbankan Syariah di era New Wave Marketing
Strategi pengembangan industri perbankan syariah seharusnya didukung
oleh dua pihak. Regulator dan juga pelaku bisnis Syariah. Dalam hal ini bank
induk yang memiliki anak Perbankan Syariah. Pertama, untuk regulator dalam hal
ini BI, harus melihat dan membuat kebijakan pengembangan perbankan syariah
secara efisien, memberikan syariah service excellent, dan berkontribusi bagi
perekonomian nasional. Untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi halhal yang bisa dilakukan oleh BI antara lain bekerja sama dengan beberapa
perguruan tinggi untuk melakukan penelitian dan mempersiapkan kurikulum
dalam mengembangkan SDM berkualitas tinggi yang tidak hanya paham ilmu
fiqh tetapi juga mendalami ilmu perbankan dan keuangan.
Selain itu regulasi dan supervisi yang efektif harus dijalankan dan juga
aliansi strategis yang berupa working group dengan beberapa pihak seperti Ikatan
Akuntansi Indonesia dan Dewan Syariah Nasional agar dapat berjalan dengan
baik sehingga inovasi dan pengembangan produk perbankan Syariah dapat
berjalan dengan cepat dan efektif1. Selain daripada itu untuk mendorong investor
asing agar tertarik menamkan modalnya di sektor keuangan Syariah Indonesia
1
Mulya E Siregar, , (BI: Seminar Akhir Tahun perbankan Syariah November 2010)
57
58
diperlukan kerja sama dengan Dirjen Perpajakan agar tidak hanya memberikan
kebijakan pajak yang mendukung saja. Tetapi, juga menyiapkan instrumeninstrumen investasi syariah yang menarik serta payung hukum yang kuat agar
investor asing merasa nyaman untuk berinvestasi di sektor keuangan syariah
nasional.
Sosialisasi kepada masyarakat tentang produk-produk syariah serta
pengembangan infratruktur dan network yang merata dapat diinisiasi oleh BI
melalui kebijakan dan inisiatif strategis. Agar hal ini bisa diimplementasikan
kepada pelaku bisnis syariah sehingga fasilitas perbankan syariah ini bisa
menjangkau masyarakat luas di seluruh Indonesia. Kedua, dukungan dari
Perbankan Syariah induk yang memiliki anak Perbankan Syariah juga tidak kalah
pentingnya. Dalam hal ini mengambil contoh komitmen Bank Mandiri sebagai
Perbankan Syariah induk dalam mengembangkan Bank Syariah Mandiri (BSM).
Bank Mandiri tidak melihat BSM sebagai kompetitor tetapi melihatnya sebagai
mitra dengan tumbuhnya BSM menjadi pemain besar di perbankan nasional. Ini
juga akan berdampak secara positif untuk bank induknya.
Bank Mandiri memang tidak setengah-setengah dalam mengembangkan
anak Perbankan Syariahnya. BSM merupakan salah satu anak Perbankan Syariah
Mandiri yang menyumbangkan laba terbesar yang mencapai Rp 360 miliar per
oktober 2010. Selain itu suntikan modal terus diberikan untuk menjaga CAR
BSM di atas 12%, dan Bank Mandiri mempunyai harapan dan visi yang besar
59
kepada BSM di dalam corporate plannya, yaitu untuk bisa menduduki posisi Top
Ten bank dengan total aset terbesar secara nasional di tahun 2015 nanti.2
Industri perbankan syariah ke depannya akan lebih sukses dan akan
menunjukkan pertumbuhan dan performance yang lebih signifikan. Dengan
catatan regulator harus terus membuat kebijakan yang supportive dan juga
beberapa Perbankan Syariah induk yang memiliki bisnis perbankan syariah untuk
tetap berkomitmen secara serius dalam membuat strategi pengembangan seperti
contoh kasuk Bank Mandiri sebagai benchmark.
B. Menyusun Strategi Marketing Perbankan Syariah di era New Wave
Marketing
Salah satu tantangan terbesar dalam implementasi New Wave Marketing
adalah perubahan cara berpikir atau mindset. Konsep baru tersebut melibatkan
perubahan paradigma dalam beberapa aspek pemasaran, mulai dari tahap strategis
sampai taktis. Selanjutnya dalam membangun strategi marketing di era new wave
marketing yang dilakukan bukanlah segmentasi, targeting, dan positioning.
Namun, communitization, conforming, dan clarifying.
1. Segmentation is Communitization
Strategi Komunitas ini bisa digunakan untuk perbankan syariah.
Karena karakter perbankan syariah yang spesifik dan citra layanan yang
2
Andi Rio Wijaya MBA, Strategi Pengembangan Bisnis Perbankan Syariah Pasca 2010 ,
(Detikcom: Suara pembaca, Selasa, 21/12/2010) di akses 27 Desember 2010
60
menentukan tingkat kepercayaan masyarakat memungkinkannya untuk lebih
cepat diterima di beberapa komunitas, terutama di Indonesia. Sehingga seperti
yang dirilis gulfnews.com pada tanggal 1 Agustus 2009, market share
perbankan syariah Indonesia diprediksi akan mampu menggeser Malaysia di
kawasan Asia Tenggara. Dalam many to many marketing, peran komunitas
menjadi sangat penting. Potensi besar ini menjadi tantangan perbankan
syariah untuk menerapkan New Wave Marketing.3
Salah satu contoh keuntungan dengan strategi komunitas antara lain
adalah kedekatan perbankan syariah dengan komunitas-komunitas tertentu
bisa merupakan potensi bagi inovasi produk yang mempunyai diferensiasi
terhadap produk bank konvensional terutama pada segmen beta-market. Ini
adalah strategi efektif yang low budget-high impact daripada Bank
Syariah membayar mahal iklan di media-media seperti televisi dan koran,
tetapi tidak menjamin dapat meningkatkan jumlah nasabah baru Bank
Syariah. Contoh konkritnya seperti, pihak Bank Syariah mengajak para
anggota komunitas untuk membuat kartu anggota atas komunitas tersebut.
Kartu anggota itu juga sekaligus berfungsi sebagai kartu ATM untuk Bank
Syariah tersebut. Dengan demikian secara tidak langsung setiap anggota
komunitas akan membuka rekening di Bank Syariah tersebut sehingga
nasabah Bank Syariah dapat bertambah.
3
Arif, Mencapai Keunggulan Bank Syariah melalui new wave marketing, (Kopicoklat.com:
13 Agustus 2010), di Akses 29 Desember 2010
61
Dari sisi komunitasnya, bank dapat menawarkan berbagai macam
benefit/ kelebihan kepada komunitas tersebut agar mereka terdorong untuk
bersedia menerima tawaran kerjasama ini. Benefit yang mungkin dapat
ditawarkan kepada komunitas tersebut antara lain:
a. Pembuatan kartu member sekaligus kartu ATM secara gratis dari Bank
Syariah ,
b. Saldo minimum yang terjangkau,
c. Prosedur pembukaan rekening yang mudah,
d. Penggunaan beberapa fasilitas bank secara gratis selama setahun, seperti
mobile banking dan online banking,
e. Dapat memberikan layanan informasi saldo organisasi secara reguler
kepada tiap member melalui email atau SMS, bagi organisasi yang
menganut trasparansi keuangan,
f. Kartu anggota dapat berfungsi sebagai kartu diskon pada merchantmerchant tertentu,
g. Fasilitas auto-debet dari rekening anggota untuk iuran wajib yang dapat
langsung dipindah buku kan ke rekening organisasi.4
2. Targeting is Confirmation
Setelah communitization, yang harus dilakukan bukanlah targeting
melainkan confirming (konfirmasi). Setelah di Identifikasikan sejumlah
4
Rhanu Jiwandaru, Gaet Nasabah Bank Syariah dengan Strategi Jaring Ikan, (http://ibbloggercompetition.kompasiana.com: 22 May 2010) diakses 29 Desember 2010
62
komunitas, Perbankan Syariah melakukan confirm, ke komunitas mana
Perbankan Syariah akan bergabung. dengan konfirmasi, berarti Perbankan
Syariah berupaya menguji kebenaran dari sesuatu. Konfirmasi dilakukan
untuk menemukan sweet spot dalam komunitas tersebut. Jadi Perbankan
Syariah harus mampu menemukan komunitas yang mampu memberikan
manfaat secara optimum.
Confirming sifatnya horizontal. Jika ada yang mau bergabung dengan
suatu komunitas entah itu individu atau Perbankan Syariah, komunitas
tersebut punya dua pilihan, apakah mau meng-confirm atau mengabaikannya.
Orang yang hendak bergabung ini tidak bisa berbuat apa-apa kalau diabaikan
oleh komunitas tersebut. Ini menunjukkan bahwa komunitas sama kuatnya
dengan sebuah Perbankan Syariah. Untuk melakukan konfirmasi terhadap
komunitas ada tiga kriteria yang perlu diperhatikan yaitu: relevance
(kesamaan minat atau nilai), active level (tingkat keaktifan) dan number of
community network (jumlah jaringan yang dimiliki). Jadi pertama-tama,
Perbankan Syariah perlu melihat relevansi komunitas dengan Perbankan
Syariah apakah ada relasi atau kesamaan interest atau values antara Perbankan
Syariah dengan komunitas tersebut. Selanjutnya, diamati active levelnya yaitu
seberapa besar tingkat keaktifan komunitas tersebut. Apakah di dalam
komunitas tersebut anggotanya memang aktif, atau malah isinya cuma daftar
nama saja sehingga hanya menjadi database saja. Terakhir adalah
memperhatikan number of community network yaitu berapa banyak jaringan
63
yang dimiliki atau yang potensial bisa terjadi antara suatu komunitas dan
komunitas lainnya. Jadi, bukan sekadar berapa banyak jumlah anggota
komunitas tersebut. Ini terkait dengan Reed’s community law yang
menyatakan bahwa dengan memanfaatkan jaringan antar komunitas, terutama
social networking, dapat secara eksponensial meningkatkan nilai jaringan
tersebut (Jika N adalah audience, nilainya adalah 2n).5 Jadi pada saat
Perbankan Syariah melakukan confirming, akan dipilih komunitas yang punya
relevansi dengan Perbankan Syariah, aktif dan jaringannya luas. Dari
confirming the community, Perbankan Syariah akan mendapatkan confirmed
community.
3. Positioning is Clarificarion
Setelah itu melakukan confirming Perbankan Syariah bukan lagi
melakukan positioning tetapi clarifying6 (klarifikasi) pada confirmed
community. Clarifying bermakna memperjelas posisi brand dalam benak
pelanggan. Dengan melakukan klarifikasi berarti Perbankan Syariah
memperjelas pesona atau karakternya kepada komunitas yang sudah diconfirm sebelumnya. Dalam clarifying, Perbankan Syariah harus dapat
menjawab, siapakah Perbankan Syariah yang sebenarnya, what is our color.
5
Reed’s Law ini pertama kalinya dikemukakan oleh David Reed, profesor di MIT Media Lab
serta juga berperan penting dalam pengembangan TCP/IP, dalam artikelnya yang berjudul “The Law
of the Pack” di Harvard Business Review edisi Februari 2001. Evan Hendrata Subagijo, S.E., ICPM,
The Value of Community: From Sarnoff's Law to Reed's Law, (http://duniapemasaran.com: 15
December 2009) diakses 29 Desember 2010
6
Hermawan Kartajaya, New Wave Marketing; The World is stil round the market is already
flat, (Jakarta: Gramedia, 2010), cet.5, h. 178
64
Jadi clarifying adalah upaya yang lebih tajam dan berkelanjutan. Hal ini perlu
dilakukan karena persepsi atau positioning tentang brand terbentuk dari
berbagai pihak yaitu: Perbankan Syariah, pelanggan, media massa, dan
bahkan dari pesaing. Dengan melakukan clarifying, Perbankan Syariah
memperjelas makna karakternya kepada suatu komunitas. Setelah itu,
klarifikasi ini akan berjalan di antara para anggota komunitas itu dengan
sendirinya tanpa perlu melibatkan Perbankan Syariah lagi karena produk
sudah memiliki identitas.
C. Implementasi Strategi Taktik Pemasaran Perbankan Syariah
Dalam membangun taktik di era new wave marketing Perbankan Syariah
melakukan tak hanya diferensiasi, marketing mix, dan selling namun juga coding,
crowd-combo (co-creation, currency, communal activation, dan conversation),
commercialization.7
1. Differentiation is Codification
Hal ini perlu dilakukan karena pesaing di landskap new wave semakin
tidak terbatas. Perbankan Syariah semakin sulit membangun positioning dan
diferensiasi yang unggul dan sulit ditiru oleh pesaing dan sekaligus selalu
diingat pelanggan. Langkah pertama membangun taktik ini yaitu coding
dengan memasukan diferensiasi ke dalam “DNA” mereknya maupun
pelanggannya. Perbankan Syariah harus benar-benar dapat mengidentifikasi
7
Hermawan Kartajaya, Connect!Surfing New Wave Marketing, h. 121
65
perbedaan yang ada sampai ke “tingkat DNA” bukan hanya di permukaan
saja. Perbankan Syariah pun dituntut untuk lebih terkoneksi dengan pelanggan
sehingga mampu membuat produk yang benar-benar sangat personal bagi
pelanggan sehingga tidak ada satu pun produk lainnya yang menyerupai
produk tersebut. Artinya bahwa produk ini harus sangat horizontal dengan
membuat produk yang sesuai dengan identitas setiap orang. Coding perlu
dirancang baik dengan memperhatikan otentisitas dari produk atau layanan
Perbankan Syariah. Inilah yang sebenarnya dicari pelanggan. Jika pelanggan
mempunyai persepsi offering Perbankan Syariah sebagai tiruan atau palsu,
Perbankan Syariah akan kehilangan kredibilitas, pelanggan, dan pada
akhirnya penjualan.
2. Product is Co-Creation
Di era new wave, produk disebut sebagai co-creation8 karena
bersifat statis, satu arah, dan berasal dari satu sumber. Sementara, co-creation
(kreasi pelanggan/pelanggan terlibat langsung dalam proses pembuatan)
maknanya cenderung lebih dinamis, interaktif, dan berasal dari multisumber.
Pelanggan bisa memodifikasi sendiri. Jadi, produk yang ada di tangan
pelanggan bisa tidak sama persis dengan produk yang dihasilkan produsen. Ini
menunjukkan kedinamisan. Bahkan pelanggan bisa memberikan masukan ke
8
Hermawan Kartajaya, New Wave Marketing; The World is stil round the market is already
flat, h. 213
66
produsen, produk seperti apa yang mereka inginkan. Ini menunjukkan adanya
interaksi.
Terjadinya proses horizontalisasi merupakan ciri-ciri new wave
marketing. Perbankan Syariah lebih berperan sebagai fasilitator. Kreativitas
pembuatan produk diserahkan kepada pelanggan, terserah apa pun yang
mereka inginkan, ikatan emosional yang terjadi sangat kuat. Pelanggan
memiliki sense of belonging dan sense of ownership terhadap hasil kreasinya
itu karena merupakan “bayinya” sendiri. Selain itu, komponen dan fitur
produk juga bisa berasal bukan dari satu produsen. Desainnya bisa berasal
dari sebuah negara di Eropa, namun komponen-komponennya dari Tiongkok,
dan software-nya buatan Indonesia. Inilah yang dimaksud berasal dari
multisumber. Konsep ini sebenarnya sesuai dengan salah satu pilar dari
Arsitektur Perbankan Indonesia (API), yaitu “Mewujudkan pemberdayaan dan
perlindungan konsumen jasa perbankan”.
3. Price is Currency
Saat ini harga bukan istilah yang tepat, tapi diganti dengan currency.9
Harga mempunyai makna cenderung tetap sementara currency lebih fleksibel.
Jadi, produk atau co-creation yang dibuat tidak bernilai harga yang tetap.
Untuk produk yang sama, nilainya bisa naik, bisa pula turun. Tergantung
bagaimana orang mengapresiasi produk atau co-creation tersebut. Ini
9
Hermawan Kartajaya, New Wave Marketing; The World is stil round the market is already
flat, h. 222
67
menunjukkan adanya proses horizontalisasi antara produsen dengan
pelanggan. Harga yang dulu pada era legacy marketing bisa ditetapkan secara
sepihak, di era new wave marketing ini nilainya bisa berubah-ubah layaknya
currency. Pelanggan juga punya kekuatan untuk menentukan seberapa besar
nilai yang harus dibayarkan untuk sebuah produk alias co-creation
4. Place is Communal Activation
Dalam era new wave marketing, saluran distribusi ini bentuknya bukan
lagi Perbankan Syariah Perbankan Syariah distributor atau peritel.10 Saluran
distribusi kini berupa communal activation11 (aktivis komunal). Communal
activation ini berarti mengaktifkan sebuah komunitas lewat para pemimpin
atau aktivis komunitas itu. Orang-orang seperti inilah yang mampu
memasarkan produk atau co-creation kepada para anggota komunitas lainnya.
Untuk memasarkan co-creation dalam komunitas, Perbankan Syariah
membutuhkan orang-orang yang menjadi simpul-simpul atau aktivis-aktivis di
situ. Orang-orang seperti inilah yang akan bicara soal co-creation. Orangorang inilah yang akan mempromosikan co-creation. Dan pada akhirnya
orang-orang inilah yang akan menjual co-creation. Simpul-simpul ini
merupakan orang-orang yang berpengaruh besar dalam komunitasnya.
Perkataan dan tindak-tanduk mereka akan dipatuhi. Merekalah yang menjadi
10
Ali Hasan, Marketing Bank Syariah: cara jitu menignkatkan pasar bank syariah, (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2010), cet. 1, h.142
11
flat, h. 230
Hermawan Kartajaya, New Wave Marketing; The World is stil round the market is already
68
pemimpin dalam komunitas tersebut. Mengelola para aktivis komunitas ini
bagi produsen akan lebih efektif dan efisien ketimbang saluran distribusi
tradisional. Para aktivis ini sangat memahami anxiety dan desire yang ada
dalam komunitas. Biaya untuk mengelola para aktivis ini juga relatif tidak
terlalu besar. Bagi pelanggan alias anggota komunitas sendiri, para aktivis ini
memang lebih dipercaya ketimbang peritel karena memang kepentingan
komunitaslah yang diutamakan. Reputasi dan integritas sebagai aktivis atau
pemimpin komunitas seperti menjadi jaminan bagi anggota komunitas
lainnya.
Di era new wave marketing, para pemimpin atau aktivis komunitas
memang akan semakin berperan sebagai perantara antara produsen dan
pelanggan. Communal activation menjadi salah satu langkah kunci untuk bisa
sukses mengarungi galaksi new wave yang tanpa batas ini. Para simpul atau
pemimpin komunitas inilah yang harus menjadi perhatian new wave marketer
untuk melakukan communitization. Perbankan Syariah membutuhkan para
aktivis komunitas itu agar benar-benar bisa “masuk” ke dalam komunitas.
Para aktivis komunitas inilah yang bisa menjadi “kepanjangan tangan
pertama” bagi Perbankan Syariah dalam komunitas. Suara para aktivis
komunitas inilah yang akan didengarkan oleh anggota komunitas lainnya
5. Promotion is Conversation
Promosi merupakan kegiatan terakhir marketing mix. Dalam kegiatan
ini bank berusaha untuk mempromosikan seluruh produk dan jasa yang
69
dimilikinya baik langsung maupun tidak langsung.12 Di era new wave elemen
terakhir dari crowd-combo adalah conversation. Sifat promosinya searah, topdown dan one to many. Conversation13 itu horizontal: dua arah, peer to peer
dan many to many. Dalam conversation terjadi diskusi alias interaksi antara
dua pihak yang kedudukannya setara. Di sini, “kebenaran” merupakan
kebenaran bersama (common truth). Dengan demikian, pelanggan akan lebih
bisa menerima kebenaran bersama itu daripada kebenaran satu versi saja. Hal
ini karena conversation pelanggan bisa mengklarifikasi hal-hal yang
diutarakan Perbankan Syariah. Dengan demikian, dari sisi penerimaan
pelanggan terhadap informasi yang disampaikan Perbankan Syariah,
conversation akan menjadi lebih dipercaya ketimbang promosi. Di sisi
anggaran, conversation merupakan praktik low budget, high impact
marketing. Conversation dilakukan dengan membentuk communitization.
Perlu diperhatikan bahwa conversation bukan sekadar word of mouth atau
buzz marketing. Dalam conversation, pelanggan tidak harus bicara soal merek
atau merekomendasikan sesuatu. Conversation dalam era new wave marketing
merupakan kebutuhan bagi seseorang untuk menjadi manusia yang lebih
berpengetahuan dan beradab (knowledgeable and civilized).
12
Kasmir, Pemasaran Bank, (Jakarta: Kencana, 2008), Ed. Rev, cet. 3, h. 155
13
Hermawan Kartajaya, New Wave Marketing; The World is stil round the market is already
flat, h. 239
70
D. Implementasi Strategi Value Pemasaran Perbankan Syariah
Selanjutnya dalam membangun value di era new wave marketing, yang
dilakukan Perbankan Syariah bukan lagi brand, service, dan proses. Perbankan
Syariah perlu melakukan character, caring, dan collaboration. Hal ini bisa
dilakukan juga oleh perbankan syariah. untuk lebih jelasnya sebagai berikut.
1. Selling is Commercialization
Pembahasan terakhir dari taktik ini bukan lagi selling (capture tactic)
tapi commercialization.14 Proses selling terkesan satu arah, dari Perbankan
Syariah ke pelanggan. Perbankan Syariah punya produk, ditawarkan kepada
pelanggan. Pelanggan membelinya dan setelah itu selesai. Tidak ada relasi
lebih lanjut antara Perbankan Syariah dengan pelanggan. Commercialization
bersifat dua arah, terjadi proses pertukaran value antara Perbankan Syariah
dengan pelanggan. Tidak seperti selling, commercialization tidak dilakukan
secara “langsung”. Artinya, pelanggan tidak begitu saja disodori produk.
Perbankan Syariah harus berupaya melakukan engagement dengan pelanggan
sebagai pihak yang setara. Dalam era new wave marketing, commercialization
harus dilakukan atas dasar kesadaran bahwa relasi jangka panjang yang
dibangun akan sama-sama menguntungkan kedua belah pihak yaitu
Perbankan Syariah dan pelanggan.
14
flat, h. 248
Hermawan Kartajaya, New Wave Marketing; The World is stil round the market is already
71
2. Brand is Character
Layaknya manusia, karakter pada dasarnya sama dan tetap sesuai
dengan DNA-nya. Seseorang bisa gonta-ganti baju, mengubah potongan
rambut atau bahkan melakukan operasi plastik, namun tetap saja DNA-nya
tidak bisa berubah. Begitu juga merek. Merek bisa saja berubah-ubah atribut
luarnya (logo, warna, tagline, dan sebagainya) namun karakternya akan tidak
berubah dan konsumen akan tetap bisa mengenali karakternya. Untuk
mengetahui bahwa produk sudah memiliki karakter yang kuat adalah dengan
melepas semua atribut atau simbol yang melekat pada merek tersebut. Kalau
kita masih tetap mengenalinya, berarti karakternya memang sudah kuat.
Mungkin tidak lagi diperlukan brand book atau brand manual. Biarkan
kemasan merek berubah-ubah yang penting karakternya tetap. Kedinamisan
ini sekaligus menunjukkan semangat muda. “Muda” dan “dinamis” inilah
yang menunjukkan paradigma horizontal di era new wave marketing.
Di era legacy marketing ada istilah brand equity dari David Aaker
yang terdiri atas brand awareness, brand associations, perceived quality,
other proprietary assets, dan brand loyalty. Sedangkan di era new wave
marketing istilahnya menjadi character meaning, terdiri dari character
presence, character connection, perceived relevance, other ownership assets,
dan character advocacy.15 Orang bukan hanya harus sadar (aware) terhadap
15
Evan Hendrata Subagijo, S.E., ICPM, "Citizens" or "Criminals"?: The BBC World Case,
(http://duniapemasaran.com: 16 December 2009) diakses 29 Desember 2010
72
merek itu, namun juga harus merasakan kehadirannya (presence). Bukan
hanya bisa melihat asosiasi, namun juga merasakan koneksi dengan merek
tersebut. Bukan hanya bisa menilai kualitas, namun juga merasakan
relevansinya dengan kehidupan sehari-hari. Dan bukan hanya loyal, namun
juga mampu menjadi pendukung setia merek tersebut. Sebuah merek memang
akan bergerak secara dinamis dari waktu ke waktu.
Di era new wave marketing ini, Perbankan Syariah tidak bisa lagi
membangun mereknya sendirian, namun harus melibatkan pelanggan untuk
membangun karakternya. Sebuah merek harus melihat konsumen sebagai
seorang manusia yang tidak hanya butuh kualitas semata, tetapi juga
membutuhkan merek yang bisa memberikan ketenangan dan kontribusi bagi
perkembangan lingkungan sekitar dan dunia secara keseluruhan. Inilah yang
menunjukkan terjadinya proses horizontal di era new wave marketing.
Karakter seperti inilah yang akan mampu bertahan selama bertahun-tahun.
Karakter ini akan dijaga bukan hanya oleh Perbankan Syariah namun juga
pelanggannya sendiri. Kalau misalnya saja sebuah merek melakukan aktivitasaktivitas yang dianggap melenceng dari karakternya maka pelanggan akan
langsung memprotesnya. Masyarakatlah yang menentukan seperti apa
karakter sebuah merek.
3. Service is Care
Setelah membangun karakter suatu produk, selanjutnya adalah caring
(sepenuh hati). Servis itu sudah taken for granted, sudah jadi sesuatu yang
73
memang seharusnya ada. Semua perusahaan melakukannya. Semua pelanggan
juga mengharapkannya. Caring is beyond service. Caring ini bukan sekadar
servis yang mangandalkan RATER (Reliability, Assurance, Tangible,
Empathy dan Responsiveness) atau experience16 semata. Namun, bagaimana
pemasar bisa benar-benar memperhatikan pelanggan layaknya manusia.
Jadi, kalau untuk servis, Perbankan Syariah belajar dari hospitality
business, untuk caring ini Perbankan Syariah belajar pada hospital business.
Inilah bedanya. Dalam hospitality industry, kalau Perbankan Syariah tidak
melakukan servis dengan baik, akibat terjeleknya adalah pelanggan akan
merasa tidak puas dan mungkin saja menjadi tidak loyal. Namun, dalam
hospital industry, kalau Perbankan Syariah tidak melakukan servis dengan
baik, nyawa pasienlah yang menjadi taruhannya. Di hospital business ini,
pelanggan alias pasien sedang sakit sehingga dalam kondisi yang sangat
tertekan. Pelanggan juga bukan sekadar mampir layaknya di toko, namun
malah bisa menginap di tempat. Layanan terhadap pelanggan di hospital
business ini juga harus sangat personal; bukan sekadar kondisi kesehatannya
yang diperhatikan, namun juga faktor-faktor usia, status mental, kepribadian,
preferensi, pendidikan, situasi keluarga, dan kendala keuangan juga harus
diperhatikan. Dengan cara pandang seperti ini, new wave marketer akan
benar-benar memperhatikan pelanggannya dengan sepenuh hati. Tiap-tiap
orang akan berupaya menjadi “dokter” dan “perawat” bagi pelanggannya. Dan
16
Hermawan Kartajaya, Connect!Surfing New Wave Marketing, h. 198
74
yang tidak kalah penting, Perbankan Syariah akan membangun dirinya
menjadi sebuah service organization layaknya sebuah rumah sakit. Dengan
menerima caring, pelanggan bukan hanya akan merasa puas, melainkan juga
bisa menjadi “manusia baru” layaknya seorang pasien yang baru selesai
menjalani perawatan
4. Process is Collaboration
Elemen terakhir dari value marketing bukan lagi proses melainkan
collaboration.17 Hal ini disebabkan proses tidak lagi bisa dijalankan secara
vertikal oleh satu Perbankan Syariah, namun harus dijalankan secara
horizontal dengan memanfaatkan banyak sumber. Perbankan Syariah harus
menjalin kolaborasi dengan banyak pihak agar bisa lebih kompetitf dan
menawarkan value yang lebih tinggi kepada pelanggan. Oleh karena itulah,
collaboration akan memegang peranan penting di era new wave marketing.
Kemampuan Perbankan Syariah untuk memilih dan menjalin kerja sama
dengan mitra yang tepat akan menentukan daya saingnya di lanskap new wave
yang seperti galaksi tanpa batas ini.
17
flat, h. 280
Hermawan Kartajaya, New Wave Marketing; The World is stil round the market is already
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam Perbankan Syariah tantangan perubahan di pasar bisa di didukung oleh
dua pihak. Regulator dan juga pelaku bisnis Syariah. BI sebagai regulator
bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi untuk melakukan penelitian
dan mempersiapkan kurikulum dalam mengembangkan SDM berkualitas
tinggi yang tidak hanya paham ilmu fiqh tetapi juga mendalami ilmu
perbankan dan keuangan. Selain itu pelaku bisnis melakukan working group
dengan beberapa pihak seperti Ikatan Akuntansi Indonesia dan Dewan Syariah
Nasional agar dapat berjalan dengan baik sehingga inovasi dan pengembangan
produk perbankan Syariah dapat berjalan dengan cepat dan efektif.
2. Perbankan Syariah bisa mengimplementasikan secara spesifik konsep new
wave marketing diantaranya dengan strategi komunitas maka segmentasi
pasar lebih fokus sebagai contohnya Tabungan Haji untuk komunitas dosen di
UIN, setelah itu Di konfirmasikan kepada komunitas dosen tersebut, setelah
itu di klarifikasi tentang bagaimana tingkat minat komunitas tersebut dalam
talangan haji, sehingga produk tersebut bisa ditemukan Coding-nya atau
DNA-nya yang kemudian benar menjadi produk yang tidak bisa ditiru oleh
yang lain. Tidak berhenti disitu bank syariah mengkreasikan produk tersebut,
75
76
dan membuat karakter tersendiri dengan currency sehingga lebih fleksibel.
Untuk penjualannya dengan komunikasi secara interaktif (Conversation)
dengan komunitas tersebut.
3. Potensi spesifik yang bisa membedakannya dengan bank konvensional dalam
menerapkan New Wave Marketing yang pertama adalah DNA-nya perbankan
syariah ternyata memang sudah berbeda dengan karena DNA dan roh dari
Perbankan Syariah berawal dari Agama. Yang agama itu sendiri adalah
rahmat untuk seluruh alam. Secara produk DNA yang bisa dijadikan contoh
adalah produk Shar-e. Produk ini sangat berbeda dengan produk perbankan
yang lainnya. Sehingga tidak akan ditiru oleh perusahaan yang lainnya,
tinggal pengelolaan dan kreatifitas dari Bank Muamalat untuk menjaga
produk tersebut.
B. Saran-saran
Dikarenakan Strategi Pemasaran perbankan syariah yang masih mengikuti
strategi konvensional, padahal perubahan zaman atau era terus terjadi maka
penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Strategi baru dari hermawan kartajaya dengan 12 Cs untuk era baru ini
sangatlah relefan dan bisa diterapkan dalam strategi pemasaran Bank Syariah.
bagi para akademisi diharapkan bisa mengelupas lebih dalam dengan strategi
baru tersebut.
77
2. Pada Lembaga Keuangan Syariah dalam hal ini Perbankan Syariah diharapkan
para praktisi bisa menganalisa dan meneliti lebih lanjut lagi strategi
pemasaran yang telah dilakukan untuk menghadapi era baru yang menakin
kompetitif ini.
3. Bagi pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia diharapkan memberikan
kebijakan yang tepat sehingga bisa membantu berkembangnya perbankan
Syariah minimal berjalan seimbang dengan bank konvensional.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Alma, Buchari, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, Bandung: Alfabeta,
2004
Antonio, M. Syarfii, Bank Syariah: Teori dan Praktik, Jakarta: Gema Insani
Press, 2001
Arifin, Zainul, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Alfabet, 2006
Buchory, Herry Achmad dan Djaslim Saladin. Dasar-dasar Pemasaran Bank.
Bnadung: Linda Karya. 2006
Candra, Gregorius, Strategi Program Pemasaran, Yogyakarta: Andi Ofset, 2002
Karim, Adiwarman Azwar, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta:
Rajawali Press, 2004
Kartajaya, Hermawan dan Waizly Darwin, Connect! Surfing New Wave
Marketing, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010
Kartajaya, Hermawan, New Wave Marketing: Theworld is Still Round The Market
Is Already Flat., Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010, Cet. 5
Kasmir, Pemasaran Bank. Jakarta: Kencana, 2008, Ed.rev., cet.3
Kertajaya, Hermawan, New Wave Marketing The World Is Still Round the Market
is Already Flat, Jakarta: Gramedia, 2010
Kotler, Philip dan AB Susanto. Manajemen Pemasaran di Indonesia. Jakarta:
Salemba Empat. 2000
Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. Manajemen Pemasaran. Jakata: Indeks.
2007
Kotler, Philip. Marketing Management. New Jersey: Prentice Hall. 2000
Lupiyadi, Rambat, Manajemen Pemasaran Jasa, Jakarta: Gramedia, 2002
78
79
Maleong, lexy J., Metode Penelitian kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2002
Marzuki, Metodologi Riset, Yogyakarta: BPFE-UII, 2001
Perwataatmadja, Karnaen dan Muhammad Syafii Antonio, Apa dan Bagaimana
Bank Islam, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima yasa, 2002
Rianto Al-Arif, M. Nur, SE., M.Si, Dasar-dasar Pemasaran Bank Syariah,
Jakarta: Alfabeta, 2010
Suharsimi, Arikonto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta, 2002, Edisi Revisi V
Sula, M. Syakir dan Hermawan kertajaya, Syariah Marketing, Jakarta: Mizan,
2006
Sumarni, Murti, Marketing Perbankan, Yogyakarta: Penerbit Liberty, 1996
Tjahjono, Fandy, Strategi Pemasaran, Yogyakarta: Andi Offset, 2002
Tjiptono, Strategi Pemasaran, Yogyakarta: Andi Offset, 2000
Umar, Husein, Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis, Jakarta: P.T.
Raja Grafindo Persada. 2003)
B. Internet
Arif, Mencapai Keunggulan Bank Syariah melalui new wave marketing,
(Kopicoklat.com: 13 Agustus 2010), di Akses 29 Desember 2010
Haikal, The 12 Cs of New Wave Marketing, (http://haikalworld.multiply.com/
journal/item/6/) di akses 24 Desember 2010
Jiwandaru, Rhanu, Gaet Nasabah Bank Syariah dengan Strategi Jaring Ikan,
(http://ib-bloggercompetition.kompasiana.com: 22 May 2010) diakses 29
Desember 2010
Kartajaya, Hermawan,Waizly Darwin, Selamat Datang ke Orde Baru Dunia
Pemasaran, (KOMPAS.com: Rabu, 9 Desember 2009, 10:16 WIB),
http://bisniskeuangan. kompas.com, Diakses 21 Desember 2010
80
Subagijo, Evan Hendrata, S.E., ICPM, "Citizens" or "Criminals"?: The BBC
World Case, (http://duniapemasaran.com: 16 December 2009) diakses 29
Desember 2010
Subagijo, Evan Hendrata, S.E., ICPM, The Value of Community: From Sarnoff's
Law to Reed's Law, (http://duniapemasaran.com: 15 December 2009)
diakses 29 Desember 2010
Wijaya MBA, Andy Rio, Strategi Pengembangan Bisnis Pasca 2010,
(http://suarapembaca.detik.com/) diakses 21 Desember 2010
Download