Efektifitas Slow Sand Filter Dalam Menurunkan Kekeruhan, Salinitas

advertisement
1
Efektifitas Slow Sand Filter Dalam Menurunkan
Kekeruhan, Salinitas, Total Dissolved Solid (TDS), serta
COD Pada Pengolahan Air Payau Menjadi Air Bersih
Ikafiyanna Ayu Puteri Andini dan Alfan Purnomo
Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: [email protected]
Abstrak—Masyarakat daerah pesisir sulit dalam mendapatkan
air bersih dikarenakan sumber air yang melimpah merupakan air
payau dimana kadar salinitas serta TDS pada air payau cukup
tinggi. Unit Slow Sand Filter yang digunakan pada penelitian ini
divariasikan dengan adanya penambahan media berupa media
geotekstil dengan ketebalan 6 cm serta penggunaan 2 jenis rate
filtrasi yakni rate filtrasi 0,1 m3/m2.jam dan 0,3 m3/m2.jam. Air
baku yang digunakan pada penelitian ini air baku payau serta air
tawar. Parameter yang dianalisa pada penelitian ini kadar
salinitas, TDS, kekeruhan serta COD. Pada tahap 1
pengoperasian unit Slow Sand Filter dilakukan dengan
penambahan media geotekstil setebal 6 cm dan 2 jenis rate filtrasi
yakni 0,1 m3/m2.jam dan 0,3 m3/m2.jam. Pada tahap 2
pengoperasian unit Slow Sand Filter dilakukan dengan tanpa
penambahan media geotekstil dan 2 jenis rate filtrasi yakni 0,1
m3/ m2.jam dan 0,3 m3/ m2.jam. Pengoperasian unit Slow Sand
Filter Unit SSF dengan variabel penambahan media geotekstil
ketebalan 6 cm dan rate filtrasi 0,1 m3/m2.jam mampu
menurunkan kadar kekeruhan hingga sebesar 0,32 NTU, salinitas
sebesar 16,76 Ppt, TDS sebesar 14,23 gr/L dan COD sebesar 1374
mg/L. Unit SSF dengan penambahan media geotekstil ketebalan 6
cm dan rate filtrasi 0,3 m3/m2.jam mampu menurunkan kadar
kekeruhan hingga sebesar 0,17 NTU, salinitas sebesar 16,83 Ppt,
TDS sebesar 14,38 gr/L dan kadar COD hingga sebesar 1046
mg/L. Pada tahap kedua unit SSF diperlakukan tanpa
penambahan media geotekstil. Unit SSF dengan variabel tanpa
penambahan media geotekstil dan rate filtrasi 0,1 m3/m2.jam
mampu menurunkan kadar kekeruhan hingga sebesar 0,42 NTU,
salinitas sebesar 16,99 Ppt, TDS sebesar 14,36 gr/L dan COD
sebesar 505 mg/L. Untuk unit SSF dengan variabel tanpa
penambahan media geotekstil dan rate filtrasi 0,3 m3/m2.jam
mampu menurunkan kadar kekeruhan hingga sebesar 0,37 NTU,
salinitas sebesar 16,98 Ppt, TDS sebesar 14,39 gr/L dan COD
sebesar 759 mg/L.
Kata Kunci— Slow Sand Filter, Air Payau, Air Bersih
I. PENDAHULUAN
A
IR payau merupakan campuran antara air tawar dan air
laut oleh karena itu kadar salinitas dari air payau tidak
terlalu tinggi. Air tawar memiliki kadar salinitas sebesar
0‰ sedangkan untuk air payau kadar salinitas memiliki
rentang dari 1‰ hingga 30‰. Untuk air laut kadar salinitasnya
mencapai lebih dari 30‰ [10]. Untuk satu liter air payau
terkandung kadar garam antara 0,5 hingga 30 gram [4]. Range
kadar total zat padat terlarut (TDS) dari air payau berkisar
1000 hingga 10.000 mg/L [5]. Dengan tingginya kadar garam
yang ada pada air payau tersebut maka air tersebut tidak bisa
digunakan sebagai air minum. Metode yang dapat dilakukan
untuk mengurangi kadar garam pada air payau disebut
desalinasi. Umumnya teknologi desalinasi air laut
menggunkana metode reverse osmosis karena teknologi ini
efektif dalam mengurangi kadar garam pad air payau [3].
Dalam teknologi reverse osmosis zat organik maupun
inorganik yang terdapat pada air baku diusahakan sedikit agar
dapat meminimalisasi terjadinya fouling pada membran
reverse osmosis. Oleh sebab itu dibutuhkan adanya pretreatment terhadap air baku sebelum menuju pengolahan
dengan reverse osmosis. Dalam hal ini digunakan Slow Sand
Filtration sebagai pre treatment dalam pengolahan air payau.
Air baku yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan
air payau yang berasal dari air sumur di Kelurahan Keputih
Tegal. Kandungan organik COD pada air baku masih cukup
tinggi yakni sebesar 1700. Kandungan bahan organik serta
organisme patogen secara efektif dapat dihilangkan dengan
menggunakan filter pasir lambat [8]. Dengan menggunakan
unit Slow Sand Filter diharapkan kualitas pada air baku akan
lebih baik sehingga dalam pengolahan selanjutnya hasil effluen
yang dikeluarkan akan lebih baik. Dalam penelitian ini
penggunaan unit
slow sand filter dioperasikan untuk
memperbaiki kandungan salinitas, TDS, kekeruhan serta COD
pada air payau. Tujuan dari penelitian ini yakni menentukan
pengaruh dari rate filtrasi dan penggunaan geotekstil terhadap
unit slow sand filter dalam pengolahan air payau. Lokasi dari
penelitian akan dilakukan di 2 lokasi berbeda yakni di
Kelurahan Keputih Tegal dan Kelurahan Sidosermo.
II. METODE PENELITIAN
A. Air Baku
Air baku yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari
air sumur payau yang berada di Kelurahan Keputih Tegal,
Kecamatan Sukolilo, Surabaya. Untuk unit slow Sand Filter
kontrol digunakan air baku tawar. Lokasi pengambilan air
baku tawar berada di Kelurahan Sidosermo.
2
B. Unit Slow Sand Filter
Dalam penelitian ini dilakukan 2 tahapan serta digunakan 4
buah reaktor dengan panjang 20 cm, lebar 20 cm dan tinggi 20
cm. Dari 4 buah reaktor slow sand filter yang digunakan, 2
buah akan digunakan sebagai unit slow sand filter kontrol.
Unit slow sand filter kontrol menggunakan air baku berupa air
tawar. Untuk penelitian utama digunakan air baku payau.
Variabel yang digunakan adalah perbedaan rate filtrasi 0,1
m3/m2.jam dan 0,3 m3/m2.jam serta digunakan penambahan
media berupa media geotekstil dengan ketebalan 6 cm. Tahap
pertama penelitian ini dilakukan dengan penggunaan 2 jenis
rate filtrasi serta adanya penambahan media geotekstil dengan
ketebalan 6 cm. Tahap kedua penelitian dilakukan dengan
menggunakan variasi tanpa penambahan media dan 2 jenis rate
filtrasi.
penambahan media geotekstil menghindari dilakukannya
scrapping terhadap media pasir dimana metode scrapping itu
dapat merusak lapisan biofilm yang terdapat pada bagian atas
media. Penggunaan media geotekstil dengan ketebalan 6 cm
disebabkan karena dengan penambahan media geotesktil
dengan ketebalan itu dapat mengurangi jumlah patogen pada
air baku [2].
C. Analisis dan Pembahasan
Analisis dan pembahasan dilkaukan terhadap data yang
diperoleh berdasarkan hasil penelitian. Data yang didapatkan
meliputi data hasil analisa kekeruhan, salinitas, COD serta
TDS pada air baku yang merupakan air payau. Data hasil
analisa tersebut didasarkan pada penelitian unit slow sand
filter dengan menggunakan beberapa variabel diantaranya
penggunaan variasi pada rate filtrasi serta ditambahkannya
media berupa media geotekstil dengan ketebalan 6 cm. Data
dari penggunaan variabel tersebut dimaksudkna untuk melihat
tingkat efektifitas unit slow sand filter dalam meremoval
parameter kekeruhan, salinitas, COD serta TDS pada air baku.
Dalam penelitian ini dilihat pengaruh dari penggunaan
penambahan media geotekstil pada unit slow sand filter serta
dengan perbedaan rate filtrasi pada unit slow sand filter.
III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Gambar 1. Unit Slow Sand Filter dengan Penambahan media Geotekstil
Gambar 2. Rangkaian Alat
Untuk pengoperasian unit slow sand filter dala penelitian ini
digunakan 2 jenis debit berdasarkan dari 2 jenis rate filtrasi
yang berbeda. Untuk unit slow sand filter dengan rate filtrasi
0,1 m3/m2.jam digunakan debit sebesar 1,1 ml/detik sementara
untuk unit slow sand filter dengan rate filtrasi 0,3 m3/m2.jam
digunakan debit dengan besar 3,3 ml/detik. Adanya
penambahan media berupa media geotekstil dalam penelitian
ini merujuk pada penelitian sebelumnya dimana dengan
penambahan media geotekstil dapat memperlambat waktu
clogging pada unit slow sand filter [2]. Disamping itu dengan
A. Karakteristik Air Baku
Penelitian ini menggunakan 2 jenis air baku yakni air baku
payau dan air baku tawar. Air baku payau berasal dari air
sumur yang berada di Kelurahan Keputih Tegal, sementara
untuk air baku tawar didapatkan dari air sumur yang berada di
Kelurahan Sidosermo. Pada air baku payau dilakukan analisa
kadar awal sesuai dengan parameter yang meliputi :
Kadar salinitas : 17 Ppt
Kadar TDS
: 14 g/liter
Kadar Kekeruhan : 2,6 NTU
Kadar COD
: 1700 mg/l
B. Penelitian Pendahuluan
Sebelum dilakukan penelitian utama terlebih dahulu
dilakukan uji kadar salinitas pada air baku untuk air sumur
payau. Pengujian kadar salinitas pada air sumur payau
merupakan salah satu tahapan pada penelitian pendahuluan.
Untuk kadar salinitas pada air sumur payau di Kelurahan
Keputih sebesar 18 Ppt sementara untuk kadar salinitas pada
air sumur tawar sebesar 0,55 Ppt. Uji kadar salinitas pada air
baku dimaksudkan agar kadar salinitas dapat sesuai dengan
kadar air payau pada umumnya yakni dengan rentang 0,5 Ppt
hingga 30 Ppt.
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui
kesesuaian kadar salinitas dari air baku yang akan digunakan,
selain itu juga digunakan untuk tahapan aklimatisasi pada
media filter yang akan digunakan. Tahap aklimatisasi
dilakukan pada media geotextile saja sebab dalam
pengoperasian tahap pertama variabel yang digunakan
3
merupakan variasi penambahan geotextile dengan ketebalan 6
cm. Untuk media pasir tahap aklimatisasi dilakukan ketika
penelitian utama tahap pertama dilakukan.
Tahap aklimatisasi merupakan tahapan sebagai proses
adaptasi media terhadap air baku yang digunakan. Aklimatisasi
pada media geotextile dilakukan dengan merendam media
geotextile pada ember dan mengganti air untuk merendam
setiap hari. Penggantian air pada media geotekstil difungsikan
untuk menumbuhkan biofilm pada media geotextile dan
dilakukan penggantian setiap hari dimaksudkan agar tidak
terjadi proses anaerobik pada media geotextile. Untuk
aklimatisasi pada media pasir dilakukan selama masa
pengoperasian tahap pertama. Pada tahap pertama dilakukan
pengoperasian unit SSF selama 14 hari.
C. Pengoperasian Unit Slow Sand Filter
Dalam pengoperasian unit slow sand filter dilakukan 2
tahapan. Pada masing-masing tahap dilakukan penggunaan 2
jenis Rate Filtrasi pada unit Slow Sand Filter (SSF) yakni
penggunaan Rate Filtrasi 0,1 m/jam dan 0,3 m/jam.
Pengoperasian dilakukan pada unit SSF untuk air baku payau
dan air baku tawar. Terdapat 2 reaktor pada masing masing air
baku. Reaktor pertama digunakan untuk pengoperasian Rate
Filtrasi 0,1 m/jam sedangkan reaktor kedua digunakan untuk
pengoperasian Rate Filtrasi 0,3 m/jam. Pada tahap pertama ini
menggunakan variasi penambahan geotextile dengan ketebalan
6 cm. Penambahan geotextile dengan ketebalan 6 cm
didasarkan pada penelitian terdahulu dimana untuk
mempermudah proses scrapping atau proses pembersihan
ketika terjadi clogging (penyumbatan). Geotextile yang
dipasang memiliki ketebalan 0,5 cm untuk tiap lembarnya.
Pada masing masing reaktor dipasang geotextile dengan
ketebalan 0,5 cm sebanyak 12 lembar.
Pengoperasian tahap pertama dilakukan selama 14 hari
secara berturut turut. Pada masing masing air baku diambil 3
titik sampling. Untuk air baku sumur payau diambil 3 titik
yang berasal dari titik inlet, titik outlet dari variasi Rate
Filtrasi 0,1 m3/m2.jam dan titik outlet dari variasi Rate Filtrasi
0,3 m3/m2.jam. Begitu pula untuk air baku sumur tawar,
pengambilan sampling air pada titik inlet, titik outlet dari
variasi Rate Filtrasi 0,1 m3/m2.jam dan titik outlet dari variasi
Rate Filtrasi 0,3 m3/m2.jam. Perbedaan variasi Rate Filtrasi
pada masing masing reaktor didasarkan pada perbedaan debit
yang diatur untuk masing-masing Rate Filtrasi. Dimana untuk
Rate Filtrasi 0,1 m3/m2.jam debit dari reaktor akan di atur
menjadi 1,1 ml/detik sementara itu untuk variasi Rate Filtrasi
0,3 m3/m2.jam debit pada reaktor akan diatur menjadi 3,3
ml/detik. Pengaturan dari debit sendiri menggunakan alat gelas
ukur untuk perhitungan volume serta stopwatch untuk
perhitungan waktu.
Pada pengoperasian tahap kedua penggunaan jenis Rate
Filtrasi pada unit Slow Sand Filter (SSF) yakni penggunaan
Rate Filtrasi 0,1 m3/m2.jam dan 0,3 m3/m2.jam. Pengoperasian
tahap kedua dilakukan pada unit SSF untuk air baku payau dan
air baku tawar. Terdapat 2 reaktor pada masing masing air
baku. Reaktor pertama digunakan untuk pengoperasian Rate
Filtrasi 0,1 m3/m2.jam sedangkan reaktor kedua digunakan
untuk pengoperasian Rate Filtrasi 0,3 m3/m2.jam. Pada tahap
kedua ini tidak menggunakan variasi penambahan geotextile.
Untuk media pasir yang akan digunakan tidak diaklimatisasi
terlebih dahulu dikarenakan sudah melalui proses pembiasaan
terhadap air baku pada saat tahap pertama dilakukan.
Pengoperasian unit SSF tahap 2 dilakukan selama 14 hari.
Perlakuan sampling pada unit SSF sama dengan tahap pertama
dimana pengambilan sampling dilakukan pada 3 titik untuk
masing-masing sumber air baku. Untuk sumber air baku
berupa air payau maupun untuk air tawar, titik 1 pengambilan
sampling terletak pada titik inlet, titik 2 pengambilan pada
outlet dari variasi Rate Filtrasi 0,1 m3/m2.jam dan titik 3
pengambilan terletak pada titik outlet dari variasi Rate Filtrasi
0,3 m3/m2.jam.
Untuk setiap tahapan terdapat 4 parameter yang dianalisa
yakni parameter salinitas, kekeruhan, Total Dissolved Solid
(TDS), serta Chemical Oxygen Demand (COD). Parameter
salinitas dan TDS dianalisis untuk mengetahui efektifitas dari
unit Slow Sand Filter dalam mengurangi kadar salinitas serta
TDS pada air baku payau.
D. Penyisihan Kekeruhan, Salinitas, TDS, COD
Kekeruhan merupakan sifat optis dari suatu larutan, yaitu
membran dan adsorpsi cahaya yang melaluinya, sehingga
kekeruhan mempunyai sifat menghamburkan cahaya.
Berdasarkan sifat kekeruhan yang menghamburkan cahaya
tersebut, dalam pengukuran kekeruhan jika semakin tinggi
cahaya yang dibaurkan maka kekeruhan dari air tersebut
semakin tinggi [11]. Faktor penyebab kekeruhan disebabkan
karena adanya zat tersuspensi seperti lumpur, lempung, zat
organik ataupun zat halus lainnya.
Air payau sendiri merupakan air yang salinitasnya lebih
rendah daripada salinitas rata-rata air laut normal (< 30‰) dan
lebih tinggi daripada 0,5‰ yang terjadi karena pencampuran
antara air laut dan air tawar baik secara alamiah maupun
buatan. Komposisi kimia utama air payau pada umumnya
yakni Natrium (Na+), Kalsium (Ca+), Magnesium, Khlorida,
sulphate, Karbonat, dan Bikarbonat [11]. Parameter salinitas
dianalisis untuk mengetahui adanya penurunan kadar salinitas
pada unit SSF dengan air baku air payau. Pada uji salinitas alat
yang digunakan untuk menguji adalah salinometer.
Parameter Total Dissolved Solid (TDS) berhubungan dengan
kadar salinitas. Dengan semakin tinggi kadar salinitas pada air,
maka meningkat pula kadar TDS pada air tersebut [1]. Range
kadar total zat padat terlarut (TDS) dari air payau berkisar
1000 hingga 10.000 mg/L sedangkan untuk air tawar
umumnya kurang dari 1000 mg/L. Dalam penelitian ini kadar
TDS awal pada air baku payau berkisar 14 gr/L atau 14000
mg/L. Namun kadar dari TDS pada air baku payau fluktuaktif.
Hal ini disebabkan daerah sumber air baku yang berada di
wilayah yang dekat dengan tambak sehingga memungkinkan
adanya intrusi air yang masuk ke dalam sumur. Uji kandungan
TDS pada air baku dilakukan dengan alat TDS meter.
Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah
4
oksigen yang dibutuhkan dalam mengoksidasi secara kimia
materi organik/senyawa yang ada dalam 1 liter sampel air,
dimana sumber oksigen (oxidizing agent) menggunakan
pengoksidasi K2Cr2O7. COD sendiri menjadi paramer utama
dalam mengestimasi kandungan organik pada air limbah.
Angka COD sendiri merupakan ukuran bagi pencemaran air
oleh zat-zat organik yang secara alami dapat dioksidasikan
melalui
proses
mikrobiologis
dan
mengakibatkan
berkurangnya oksigen terlarut dalam air [7]. Analisis yang
digunakan untuk analisis COD dalam penelitian ini
menggunakan metode close refluks. Metode ini menggunakan
tabung reaksi dengan tutup untuk mengoksidasi campuran
sampel dengan K2Cr2O7 dan larutan silver.
Pada gambar a dinunjukkan kenaikan serta penurunan dari
persentase efisiensi removal kekeruhan pada unit SSF dengan
variasi rate filtrasi 0,1 m3/m2.jam. Untuk air baku air tawar
terjadi penurunan efisiensi removal pada unit SSF pada hari ke
3 dimana angka efisiensi removal pada unit SSF hanya sebesar
7,41%.
Gambar a Grafik Efisiensi Removal Kekeruhan pada Unit SSF
dengan Variasi Penambahan Geotekstil dan Rate Filtrasi 0,1 m3/m2.
Jam
Pada unit SSF sendiri terjadi proses fisik yakni proses
mechanical streaning serta proses sedimentasi. Pada proses
mechanical streaning bahan pencemar berupa partikulat halus
ataupun partikulat yang berukuran besar dapat tersisihkan.
Partikulat dengan ukuran besar tersaring pada media geotekstil
serta media pasir. Penambahan media geotekstil pada unit SSF
juga dapat berfungsi sebagai penyaring partikel besar yang
berasal dari air baku dengan kekeruhan tinggi. Apabila
kekeruhan pada air baku rendah maka media geoekstil dapat
difungsikan sebagai tempat tumbuh mikroorganisme [6].
Pada tabel b digambarkan kenaikan serta penurunan efisiensi
removal salinitas pada unit slow sand filter.
Gambar b Grafik Efisiensi Removal Salinitas pada Unit SSF
dengan Variasi Penambahan Geotekstil dan Rate Filtrasi 0,1 m3/m2.
Jam
Pada gambar b hasil efisiensi removal pada air baku payau
menunjukkan bahwa tidak terdapat efisiensi removal. Tidak
adanya efisiensi removal pada unit SSF dengan air baku air
payau disebabkan hasil nilai analisa salinitas pada outlet yang
memiliki nilai sama dengan inlet. Yakni tidak ada perubahan
atau pengurangan kadar salinitas pada unit SSF untuk air baku
air payau. Tidak berubahnya kadar salinitas pada air baku
payau juga dapat disebabkan oleh kondisi media yang sudah
jenuh. Dimana apabila peroses penyaringan sudah berlangsung
cukup lama, endapan akan mengurangi ukuran efektif pori dan
kecepatan turunnya air akan bertambah. Hal ini akan membuat
tergerusnya endapan sehingga terbawa ke effluen [11]. Karena
itu efisiensi penyisihan unit SSF pada air baku payau
cenderung menurun seiring dengan lamanya waktu operasi.
Hasil efisiensi removal kadar TDS pada effluen unit slow
sand filter digambarkan pada gambar c. Pada grafik tersebut
digambarkan bahwa untuk outlet 0,1 m3/m2.jam unit SSF air
payau hari ke 7 menuju hari ke 9 terputus. Hal ini disebabkan
tidak didapatkannya hasil sampling dari unit SSF pada hari ke
8. Pada hari ke 9 terdapat kenaikan pada persentase removal
untuk air baku berupa air payau. Naiknya efisiensi removal
pada air payau dipengaruhi pada tingginya hasil analisa TDS
pada inlet unit SSF air baku payau.
Gambar c Grafik Efisiensi Removal TDS pada Unit SSF dengan
Variasi Penambahan Geotekstil dan Rate Filtrasi 0,1 m3/m2. Jam
Unit SSF dapat membantu meremoval kandungan TDS yang
ada pada air payau. Penurunan kadar TDS pada air payau
terjadinya proses adsorpsi yang ada pada unit SSF. Adsorpsi
5
sendiri merupakan peristiwa fisika pada media filter yang
tergantung dari gaya traik menarik antara zat yang
mengadsorpsi dengan zat yang diadsorpsi. Pada proses ini
mampu menghilangkan partikel yang lebih kecil dari partikel
tersuspensi seperti partikel koloid, molekul dan kotoran
kotoran terlarut [11].
Berdasarkan data hasil analisa COD pada unit slow sand
filter dengan variabel penambahan media geotesktil dan rate
filtrasi 0,1 m3/m2. jam yang telah didapatkan. Digambarkan
grafik dari efisiensi removal COD pada unit Slow sand filter
seperti pada gambar d.
Gambar d Grafik Efisiensi Removal COD pada Unit SSF dengan
Variasi Penambahan Geotekstil dan Rate Filtrasi 0,1 m3/m2. Jam
Berdasarkan grafik yang ditunjukkan dalam gambar d
terlihat bahwa efisiensi removal pada unit SSF dengan variasi
rate filtrasi 0,1 m3/m2.jam untuk air baku air payau dan air
tawar sempat mengalami peningkatan angka COD.
Meningkatnya angka COD pada hasil analisis untuk outlet unit
SSF bisa disebabkan oleh banyak faktor. Faktor yang
mempengaruhi diantaranya kesalahan pada saat analisis
dimana angka titrasi dengan larutan Standard Ferrous
Amonium Sulfate pada air sampel kecil, sehingga angka COD
pada air sampel lebih besar. Dengan tingginya angka COD
pada outlet unit SSF berakibat pada minusnya persentase
efisiensi removal pada unit SSF. Terlihat pada outlet air payau
untuk hari 11 dan outlet air tawar hari ke 6 dan hari ke 14.
Efisiensi removal COD tertinggi pada unit SSF dengan air
baku payau terjadi pada hari ke 5 dimana angka efisiensi
removal pada unit SSF mencapai 39%. Sementara persentase
efisiensi removal tertinggi pada unit SSF kontrol juga terjadi
pada hari ke 5 dimana angka efisiensi removal pada unit SSF
mencapai 85%. Angka COD sendiri merupakan ukuran bagi
pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alami dapat
dioksidasikan
melalui
proses
mikrobiologis
dan
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air[6].
IV. KESIMPULAN/RINGKASAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Unit slow sand filter dengan variabel penambahan media
geotekstil dengan ketebalan 6 cm dan rate filtrasi 0,1
m3/m2.jam mampu menurunkan kadar kekeruhan hingga
sebesar 0,32 NTU, kadar salinitas sebesar 16,76 Ppt, kadar
TDS sebesar 14,23 gr/L dan kadar COD sebesar 1374
mg/L. Unit SSF dengan penambahan media geotekstil
ketebalan 6 cm dan rate filtrasi 0,3 m3/m2.jam mampu
menurunkan kadar kekeruhan hingga sebesar 0,17 NTU,
kadar salinitas sebesar 16,83 Ppt, kadar TDS sebesar 14,38
gr/L dan kadar COD hingga sebesar 1046 mg/L. Pada
tahap kedua unit SSF diperlakukan tanpa penambahan
media geotekstil. Unit SSF dengan variabel tanpa
penambahan media geotekstil dan rate filtrasi 0,1
m3/m2.jam mampu menurunkan kadar kekeruhan hingga
sebesar 0,42 NTU, kadar salinitas sebesar 16,99 Ppt, kadar
TDS sebesar 14,36 gr/L dan kadar COD sebesar 505 mg/L.
Untuk unit SSF dengan variabel tanpa penambahan media
geotekstil dan rate filtrasi 0,3 m3/m2.jam mampu
menurunkan kadar kekeruhan hingga sebesar 0,37 NTU,
kadar salinitas sebesar 16,98 Ppt, kadar TDS sebesar 14,39
gr/L dan kadar COD sebesar 759 mg/L.
2. Berdasarkan parameter yang dikaji, unit Slow Sand Filter
(SSF) dengan penambahan geotextile dengan ketebalan 6
cm dan rate filtrasi 0,3 m3/m2.jam mampu menurunkan
kadar salinitas serta kekeruhan pada air payau, sementara
untuk unit SSF dengan penambahan geotextile dengan
ketebalan 6 cm dan rate filtrasi 0,1 m3/m2.jam mampu
menurunkan kadar COD pada air baku payau. Kadar TDS
pada air payau mampu diturunkan dengan penggunaan unit
SSF dengan rate filtrasi 0,3 m3/m2.jam tanpa penambahan
media geotekstil.
LAMPIRAN
Hasil foto SEM (Scanning Electron Microscope) lapisan
biofilm pada media geotesktil outlet unit SSF air baku tawar
dengan variasi penambahan media geotekstil dan rate filtrasi
0,1 m3/m2.jam.
6
DAFTAR PUSTAKA
[1] Afzah, R.A. 2011.”Studi Awal Reverse Osmosis Tekanan
Rendah untuk Air Laut dengan Kadar Salinitas dan SS
Rendah”. Surabaya: Tugas Akhir Mahasiswa Jurusan
Teknik Lingkungan FTSP-ITS Surabaya.
[2] Ayuningtyas. 2014.” Pengaruh Ketebalan Media
Geotextile dan Arah Aliran Slow Sand Filter Rangkaian
Seri Untuk Menyisihkan P Total dan N Total”. Surabaya:
Tugas Akhir Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan
FTSP-ITS Surabaya.
[3] Edward, H. S., Pinem, J. A., Adha, M. H. 2009.” Kinerja
Membran Reverse Osmosis TerhadapRejeksi Sintetis”.
Pekanbaru: Jurnal Sains dan Teknologi 8 (1) 2009 1-5.
[4] Febriwahyudi, C.T. 2012. “Resirkulasi Air Tambak
Bandeng Dengan Slow Sand Filter”. Jurnal Teknik
POMITS Vol.1, No. 1, (2012) Hal. 1-5.
[5] Greenlee, L.F., Lawler, D.F., Freeman, B.D., Marrot, B.,
and Moulin, P. 2009. “Reverse osmosis desalination :
Water sources, technology, and today’s Challenges”.
Water Research 43. 2317-2348.
[6] Hendrayani, D. 2014. Pengaruh Ketebalan Media
Geotekstil dan Arah Aliran Terhadap Penyisihan
kekeruhan dan Total Coli Pada Slow Sand Filter
Rangkaian Seri. Surabaya: Tugas Akhir Mahasiswa
Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS Surabaya.
[7] Kasam., Yulianto, A., Sukma, T. 2005. “Penurunan COD
(Chemical Oxygen Deman) Dalam Limbah Cair
Laboratorium Menggunakan Filter Karbon Aktif Arang
Tempurung Kelapa”. LOGIKA Vol. 2, No 2, (2005) Hal.
3-16.
[8] Masduqi, A., Assomadi, A.F. 2011.”Operasi dan Proses
Pengolahan Air”. Surabaya: ITS Press.
[9] Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010
tentang
Persyaratan
Kualitas Air Minum.
[10] Praseno, O., Kretiawan, H., Asih, S., dan Sudrajat, A.
2010. “Uji Ketahanan Salinitas Beberapa Strain Ikan
Mas yang Dipelihara di Akuarium”. Pusat Riset Budidaya
Perikanan : Prosiding Forum Inovasi Teknologi
Akuakultur Jurnal 93-100.
[11] Santosa, I. 2006. Analisis Kinerja Mikrofiltrasi dan
Saringan Pasir Lambat Sebagai Pengolah Pendahuluan
Proses Desalinasi Air Payau Pada Metoda Reverse
Osmosis. Surabaya: Program Magister Program Studi
Teknik Lingkungan Bidang Keahlian Rekayasa
Pengendalian Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya.
Download