prinsip-prinsip penataan keterpaduan

advertisement
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah IX (ATPW),
Surabaya, 02 Juni 2016, ISSN 2301-6752
PRINSIP-PRINSIP PENATAAN KETERPADUAN
PERKEMBANGAN PERUMAHAN WILAYAH SUBURBAN
TERHADAP PERKEMBANGAN JARINGAN JALAN
PERKOTAAN
(STUDI KASUS: WILAYAH SUBURBAN BAGIAN SELATAN
KOTA MAKASSAR)
Mimi Arifin , Shirly Wunas, Venny Veronica, dan Isfa Sastrawati
Program Studi Pengembangan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik UNHAS, Makassar
E-mail: [email protected]
Abstrak
Pembangunan perumahan berkembang pesat di wilayah suburban bagian Selatan
Kota Makassar. Permasalahan diawali dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan
urbanisasi yang tidak diimbangi dengan kemampuan pemerintah kota dalam
pemenuhan prasarana perkotaan. Hal ini menyebabkan terjadinya pertumbuhan
perumahan secara sporadis yang menimbulkan disefisiensi dan penurunan kualitas
lingkungan perkotaan. Tujuan penelitian
untuk mendapatkan prinsip-prinsip
penataan wilayah suburnban yang terpadu dengan perkembangan jaringan jalan.
Adapun lokasi penelitian adalah Bagian Selatan Kota Makassar terhubung dengan
jaringan jalan utama yaitu Jl. Hertasning Baru. Metode yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif, kuantitatif, spasial dan analisis skalogram.
Hasil penelitian; tidak terpadunya perkembangan perumahan wilayah suburban kota
Makassar terhadap perkembangan hirarki jaringan jalan. Prinsip-prinsip penataan
sebagai berikut : 1) mendekatkan cluster-cluster perumahan dengan fasilitas umum
(mixed use); 2) cluster-cluster perumahan dilayani dengan jaringan jalan yang sesuai
dengan fungsi jalan; 3) cluster perumahan dilayani smart transportation (transportasi
ramah lingkungan)
Kata kunci : Prinsip-prinsip Penataan , Perkembangan Perumahan, Suburban,
Jaringan Jalan.
1. Pendahuluan
Salah satu permasalahan yang sering
muncul dengan perkembangan suatu
kota adalah masalah perumahan dan
permukiman. Menurut Bintarto, 1983.
permukiman menempati areal paling
luas
dalam pemanfaatan
ruang,
mengalami perkembangan yang selaras
dengan perkembangan penduduk dan
mempunyai pola-pola tertentu yang
menciptakan bentuk dan struktur suatu
Perencanaan Wilayah Kota
kota yang berbeda dengan kota lain. Hal
ini menyebabkan pemerintah semakin
sulit
dalam
mengendalikan
perkembangan kota serta masalah
kebutuhan infrastruktur dan perumahan.
Lemahnya pengendalian tata ruang,
menyebabkan kota berkembang secara
spontan.
Sistem
transportasi
yang
lebih
berorientasi pada angkutan kendaraan
pribadi (jalan raya) mendorong kota
J-1
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah IX (ATPW),
Surabaya, 02 Juni 2016, ISSN 2301-6752
berkembang dengan kepadatan rendah
(urban sprawl).
Kemudahan transportasi dan kebutuhan
perumahan
cenderung
mendorong
penduduk untuk tinggal jauh dari pusat
kota, karena harga lahannya lebih
murah dan terbatasnya ketersediaan
ruang di wilayah perkotaan, maka
terjadi peningkatan kebutuhan ruang di
wilayah pinggiran kota. Fenomena
perkembangan wilayah sub urban
ditunjukkan
dengan
pertambahan
jumlah perumahan dan luas perumahan.
Akibatnya wilayah pinggiran kota harus
menampung
beban
pertambahan
penduduk yang cepat tanpa adanya
perencanan terlebih dahulu.
Pembangunan
perumahan
juga
berkembang pesat di wilayah suburban
bagian Timur maupun Selatan Kota
Makassar.
Permasalahan
tersebut
diawali dengan pesatnya pertumbuhan
penduduk dan urbanisasi yang tidak
diimbangi
dengan
kemampuan
pemerintah kota dalam pemenuhan
prasarana
perkotaan.
Hal
ini
menyebabkan terjadinya pertumbuhan
perumahan secara sporadis yang
menimbulkan
disefisiensi
dan
penurunan
kualitas
lingkungan
perkotaan.
2. Metodologi
Langkah pertama dalam penelitian ini
adalah pengumpulan data yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer
meliputi data pola perumahan, lokasi
pusat-pusat pelayanan, jenis-jenis pusat
pelayanan, penggunaan lahan serta
hirarki jaringan jalan. Data sekunder
meliputi data pola jaringan jalan, bentuk
perumahan setiap cluster, tipe bangunan
J-2
dan umlah rumah setiap cluster setiap 5
tahun.
Dari data tersebut akan dianalisa
struktur perkembangan kota, morfologi
perkembangan perumahan, serta strategi
untuk perkembangan perumahan secara
ekoligis di wilayah sub urban bagian
Selatan Kota Makassar Analisa yang
dilakukan akan menghasilkan langkahlangkah
untuk
menyelesaikan
permasalahan dengan menggunakan
solusi-solusi yang berdasarkan oleh
teori-teori dan studi literatur.
Teknik analisis data dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan metode
sebagai berikut:
a) Analisis deskriptif kualitatif
Dalam penelitian ini digunakan untuk
menjelaskan secara deskriptif kondisi
eksisting yang terdapat dilapangan.
Selain itu untuk mendukung akuransi
analisis, analisis deskriftif kualitatif
akan ditunjang dengan data-data
kualitatif berupa table dan diagram.
b) Analisis deskriftif kuantitatif.
Teknik analisis statistik deskriptif yang
dapat digunakan antara lain:
• Penyajian data dalam bentuk tabel
atau distribusi frekuensi dan tabulasi
silang(crosstab). Dengan analisis ini
akan diketahui kecenderungan hasil
temuan penelitian, apakah masuk
dalam kategori rendah, sedang atau
tinggi.
• Penyajian data dalam bentuk visual
seperti histogram, poligon, ogive,
diagrambatang, diagram lingkaran,
diagram pastel (pie chart), dan
diagram lambang.
Perencanaan Wilayah Kota
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah IX (ATPW),
Surabaya, 02 Juni 2016, ISSN 2301-6752
•
•
•
Penghitungan
ukuran
tendensi
sentral (mean, median modus).
Penghitungan ukuran letak (kuartil,
desil, dan persentil).
Penghitungan ukuran penyebaran
(standar deviasi, varians, range,
deviasikuartil, mean deviasi, dan
sebagainya).
c) Analisis Spasial
Analisis
ini
digunakan
untuk
menentukan sampel dalam penelitian ini
serta menjawab rumusan masalah
pertama pada penelitian ini yaitu
morfologi perkembangan perumahan di
wilayah sub urban kota Makassar.
Analisis spasial pada penelitian ini
dengan menggunakan peta citra yang
diambil dari google earth untuk
mengetahui
pola
perkembangan
perumahan. Analisis spasial dalam
penelitian ini menggunakan spatial
pattern atau pola spasial. Spasial
pattern akan menjelaskan bagaimana
fenomena geografis terdistribusi dan
bagaimana perbandingannya dengan
fenomena-fenomena
lainnya.Bentukbentuk
pola
spasial
dapat
dikelompokkan
menjadi:
acak
(random), seragam atau merata
(uniform),
dan
mengelompok
(clustered).
d) Analisis Skalogram
Analisis skalogram merupakan analisis
yang digunakan untuk menentukan
hierarki wilayah terhadap jenis dan
jumlah sarana dan prasarana yang
tersedia. Jenis data yang digunakan
dalam analisis ini meliputi data jumlah
sarana pendidikan, sarana kesehatan,
sarana peribadatan, sarana ekonomi
Perencanaan Wilayah Kota
serta data penunjang lain seperti data
jarak
wilayah,
penduduk
dan
sebagainya.
3. Hasil dan Pembahasan
Berikut akan dijelaskan mengenai
analisis hierarki pusat pelayanan,
analisis pola jaringan jalan, analisis
hirarki jalan, analisis morfologi
perkembangan perumahan di wilayah
suburban serta analisis pola perumahan.
a) Analisis Hierarki Pusat Pelayanan
Kelurahan yang berada di hierarki I
yaitu Kelurahan Gunung Sari karena
memiliki fasilitas pelayanan yang
lengkap seperti fasilitas pendidikan,
peribadatan, kesehatan meskipun tidak
memiliki rumah sakit umum tetapi
jumlah seluruh fasilitas pelayanan yang
ada cukup banyak yaitu berjumlah 89
buah.
Berdasarkan
analisis
pusat-pusat
pelayanan menurut besar jangkauan
pelayanan Kelurahan Gunung Sari
dapat dikatakan sebagai pusat distrik
karena dapat melayani 20.000-200.000
jiwa penduduk, rata-rata sebesar 50.000
jiwa,
dengan
radius
jangkauan
pelayanan sebesar 15-50 km dan luas
pelayanan antara 700-1.500 km2.
Pusat pelayanan hierarki II terdapat di
Kelurahan Banta-Bantaeng, Kelurahan
Kassi-Kassi, Kelurahaan Buakana,
Kelurahan
Karunrung,
Kelurahan
Ballaparang,
Kelurahan
Mappala,
Kelurahan Bonto Makkio, Kelurahan
Antang,
Kelurahan
Bangkala,
Kelurahan Batua, Kelurahan Manggala,
Kelurahan
Borong,
Kelurahan
Tamangapa, Kelurahan Sungguminasa,
J-3
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah IX (ATPW),
Surabaya, 02 Juni 2016, ISSN 2301-6752
Kelurahan Batangkaluku, Kelurahan
Tamarunan, Kelurahan Romangpolong,
Kelurahan Bonto-Bontoa, Kelurahan
Tombolo dan Kelurahan Paccinongan,
dimana pusat sub distrik ini melayani
antara 5.000-20.000 jiwa penduduk,
rata-rata sebesar 8.000 jiwa penduduk,
dengan radius jangkauan pelayanan
sebesar 7,5-15 km dan luas pelayanan
antara 200 - 700 km2.
Pusat pelayanan hierarki III terdapat di
Kelurahan
Tidung,
Kelurahan
Rappocini,
Kelurahan
Pandangpandang,
Kelurahan
Tomobalang,
Kelurahan Bontoramba, Kelurahan
Mawang,
Kelurahan
Kalegowa,
Kelurahan Katangka, dan Kelurahan
Samata. Dimana pusat pelayanan
hierarki III ini merupakan pusat lokal,
melayani antara 500-5.000 jiwa
penduduk, rata-rata sebesar 2.000 jiwa
penduduk, dengan radius jangkauan
pelayanan sebesar 2,5-7,5 km dan
dengan luas pelayanan antara 25-200
km2. Pusat pelayanan lokal merupakan
pusat pelayanan paling kecil yang
melayani batas administrasi wilayah
masing-masing. Meskipun Kelurahan
Tidung dan Kelurahan Samata terdapat
perguruan tinggi yang melayani skala
kota, tetapi kelurahan tersebut masih
memiliki pusat pelayanan yang minim
yang
hanya
mampu
melayani
wilayahnya sendiri.
Dari hasil skalogram dapat di tentukan
titik hierarki di setiap kelurahan.
Berikut adalah peta titik hierarki pusat
pelayanan di wilayah penelitian yaitu di
Kecamatan Rappocini, Kecamatan
Manggala, dan Kecamatan Somba Opu.
J-4
Gambar 1. Peta pusat pelayanan wilayah penelitian
Sumber: Hasil Analisis
Peta di atas menunjukkan, pola pusat
pelayanan di wilayah penelitian
berbentuk model multi centered
berdasarkan Sinulingga, 2005. Dimana
titik pusat pelayanannya terdiri dari satu
pusat dan beberapa sub pusat yang tidak
saling terhubung antara sub pusat yang
satu dengan sub pusat yang lain.
Perkembangan
kota
di
wilayah
penelitian juga berdasarkan Branch,
1995 berbentuk pola perkembangan
tidak menerus.
b) Analisis Pola Jaringan Jalan
Adapun pola jaringan jalan di wilayah
penelitian yang tepatnya berada di
Kecamatan Rappocini, Kecamatan
Manggala dan Kecamatan Somba Opu,
yaitu: pola jalan tidak teratur (Irregular
System), pola jalan konsentris (radial
concentric system), pola jalan grid atau
bersiku, pola jalan spinal, pola jalan
Perencanaan Wilayah Kota
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah IX (ATPW),
Surabaya, 02 Juni 2016, ISSN 2301-6752
culdesac, pola jalan taman, dan pola
jalan loop.
N
O
GAMBAR
JALAN
Jalan Hertasning
Raya
Jalan
Tamangapa
Raya
4
Jalan Kolektor
Sekunder
Jalan Raya
UVRI
5
Gambar 2. Peta Jaringan Jalan Wilayah Penelitian
Sumber: Google earth (februari 2016)
c) Hierarki Jaringan Jalan
Sistem jaringan jalan yang mengikat
dan
menghubungkan
pusat-pusat
pertumbuhan dengan wilayah yang
berada dalam pengaruh pelayanan
dengan suatu hubungan yang disebut
hierarki.
Tabel 1. Jalan berdasarkan hierarkinya
N
GAMBAR
KETERANGAN
O
JALAN
1 Jalan Arteri
• Lebar jalan 16 meter
Primer
• Terdapat median jalan
• Tipe jalan 2 jalur dengan 4 laju
dan 2 arah yang terbagi
• Tersedia jalur pejalan kaki
Jalan Sultan
• Dilengkapi dengan lampu jalan
Alauddin
di bahu jalan
• Terdapat tanaman di median
jalan
2 Jalan Arteri
• Lebar jalan 15 meter
Sekunder
• Terdapat median jalan
• Tipe jalan 2 jalur dengan 8
lajur dan 2 arah yang terbagi
• Tersedia jalur pejalan kaki
Jalan AP
• Dilengkapi dengan lampu jalan
Peterani
pada bahu jalan
• Terdapat pohon di median
jalan
3 Jalan Kolektor
• Lebar jalan 15 meter
Primer
• Terdapat median jalan
Perencanaan Wilayah Kota
6
Jalan lokal
primer
Jalan Baruga
Antang
Jalan lokal
sekunder
KETERANGAN
• Tipe jalan 2 jalur dengan 2
lajur dan 2 arah terbagi
• Tersedia jalur pejalan kaku
• Dilengkapi dengan lampu jalan
di median jalan
• Tersedia pohon di median jalan
• Lebar jalan 10 meter
• Tidak terdapat median jalan
• Tipe jalan 2 jalur dengan 2
lajur dan 2 arah tidak terbagi
• Tidak tersedia jalur pejalan
kaki
• Dilengkapi dengan lampu jalan
pada bahu jalan
• Lebar jalan 6 meter
• Tidak terdapat median jalan
• Tipe jalan 1 jalur dengan 2
lajur dan 2 arah tidak terbagi
• Tidak tersedia jalur pejalan
kaki
• Dilengkapi dengan lampu jalan
pada bahu jalan
• Lebar jalan 12 meter
• Terdapat jalur hijau jalan
• Tipe jalan 2 jalur dengan 2
lajur
• Tidak tersedia jalur pejalan
kaki
• Lebar jalan 2,5 meter
• Tipe jalan 1 jalur 1 lajur
• Jalan dari material paving
Sumber: Hasil Survey, 2016
Gambar 3. Peta hierarki jaringan jalan
Sumber: RTRW Kota Makassar dan RTRW Kabupaten
Gowa
J-5
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah IX (ATPW),
Surabaya, 02 Juni 2016, ISSN 2301-6752
d) Analisis Morfologi Perkembangan
Perumahan di Wilayah Suburban
Historis perkembangan perumahan ini
untuk
mengetahui
analisis
perkembangan perumahan dalam kurun
waktu 15 tahun terakhir yaitu
perumahan yang terbangun pada tahun
2001-2005, 2006-2010, dan 2011-2015.
Dari analisis tersebut dapat dilihat
persentase luas wilayah terbangun
perumahan dalam kurun waktu 15
tahun. Seta luas wilayah yang ada di
bagian Selatan Kota Makassar yaitu
Kecamatan Rappocini, Kecamatan
Manggala, dan Kecamatan Somba Opu
sebesar 6.146 ha.
Luas wilayah yang terbangun pada
tahun 2006-2010 seluas 247 ha yaitu
sebesar 33,33% dari total luas wilayah
terbangun dalam kurun waktu 20012015 serta 4,02% dari luas wilayah di
bagian Selatan Kota Makassar, dimana
luas wilayah terbangun pada tahun 2010
menjadi 2.382 ha di wilayah penelitian
bagian Selatan Kota Makassar.
Tabel 2. Luas wilayah terbangun dalam kurun waktu 15
tahun
Tahun
Luas
Persentase (%)
Terbangun
(Ha)
2001-2005
333
5,42
2006-2010
247
4,02
2011-2015
161
2,62
Jumlah
741
12,06
Sumber: Hasil Analisis
Berdasarkan gambar 4, luas wilayah
yang terbangun sebelum tahun 2000
seluas 1.802 ha di wilayah penelitian
bagian Selatan Kota Makassar yaitu
Kecamatan Rappocini, Kecamatan
Manggala, dan Kecamatan Somba Opu.
Luas wilayah yang terbangun pada
tahun 2001-2005 seluas 333 ha yaitu
sebesar 44,93% dari total luas wilayah
terbangun dalam kurun waktu 20012015 serta 5,42% dari luas wilayah di
bagian Selatan Kota Makassar, dimana
luas wilayah terbangun pada tahun 2005
menjadi 2.135 ha di wilayah penelitian
bagian Selatan Kota Makassar.
J-6
Gambar 4. Peta pembangunan perumahan tahun
2005-2015
Sumber: Google Earth (februari 2016)
e) Analisis Pola Perumahan
Pola perumahan di wilayah penelitian
terdiri dari 4 pola, yaitu: pola
memanjang atau linier pola grid berada
di Kecamatan Somba Opu, pola tidak
teratur berada di Kecamatan Rappocini
dan pola simpangan berada di
Kecamatan Manggala.
Aglomenasi dari pembentuk pola
perumahan adalah berawal dari pola
Perencanaan Wilayah Kota
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah IX (ATPW),
Surabaya, 02 Juni 2016, ISSN 2301-6752
spinal di sepajang jalan kolektor primer
kemudian merambat ke jalan lokal
dengan membentuk pola grid. Serta
pola spinal di sepanjang jalan arteri
sekunder kemudian merambat ke jalan
lokal dengan membentuk pola tidak
teratur dan pola simpangan.
Pola Tidak Teratur
Pola Simpangan
Pola Grid
Pola Linear/memanjang
Gambar 5. Pola Perumahan di Wilayah
Penelitian
Sumber: Google Earth (februari 2016)
Dari hasil analisa dan pembahasan
dapat disimpulkan beberapa hal antara
lain:
Struktur perkembangan kota di wilayah
sub urban ditinjau dari penggunaan
lahan dimana pusat pelayanannya
berbentuk model multi centered dan
polycentric tidak menerus. Terdapat
jaringan jalan dengan pola tidak teratur.
Morfologi perkembangan perumahan di
wilayah sub urban bagian Timur dan
Selatan Kota Makassar ditinjau dari
histori perkembangan kota luas wilayah
terbangun tertinggi terjadi pada tahun
2001-2005 seluas 333 ha.
Kondisi perkembangan perumahan
tersebut terjadi di sepanjang jalan A.
Peterani dengan pembangunan pusatpusat perdagangan dan perkantoran.
Serta pembangunan di sepanjang jalan
Perencanaan Wilayah Kota
Borong Raya, Antang Raya, dan
perumahan Bukit Baruga. Kuantitas
pembangunan perumahan terbanyak
terdapat pada tahun 2010-2015 dengan
total rumah terbangun pada 6 blok
sampel penelitian sebanyak 1.295 unit.
4. Kesimpulan
Prinsip-prinsip penataan keterpaduan
perkembangan perumahan wilayah
suburban
terhadap
perkembangan
jaringan jalan perkotaan antara lain:
a) Mendekatkan antara permukiman
dengan pusat pelayanan kota (mixed
landuse)
b) Meningkatkan penyediaan lahan di
untuk
memenuhi
kebutuhan
masyarakat
berpenghasilan
menengah ke bawah.
c) Meningkatkan budaya berjalan kaki
sejauh 500 meter pada masyarakat
dengan mengurangi penggunaan
kendaraan pribadi.
d) Penyediaan ruang-ruang buatan
penunjang fungsi ekologis (RTH,
waduk, saluran drainase, dll)
e) Optimalisasi pemanfaatan ruang
terbangun
Daftar Pustaka
Ewing,R. 1997. Transprot and Land
Use
Innovations.
American
Planning Association. Chicago
Bintarto,R.1993. Interaksi Desa –Kota
dan Permasalahannya, Jakarta:
Ghalia-Indonesia.
Branch, M. 1995. Perencanaan Kota
Komprehensif.
Pengantar
dan
PenjelasanTerjemahan
Achmad
Djunaidi. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
J-7
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah IX (ATPW),
Surabaya, 02 Juni 2016, ISSN 2301-6752
Jenks, M & Dempsey N. 2005. Future
Form and Design for Sustainable
Cities.
Architectural
Press.
Burlington.
Newman
&
Kenworthy.
1999.
Sustainability
and
Cities:
Overcoming
Automobile
Dependence.
Island
Press,
Washington DC. California.
Sinulingga, B.D. 2005. Pembangunan
Kota. Tinjauan Regional dan Lokal
Pustaka Sinar Harapan. Jakarta
Tamin, O. 2000. Perencanaan dan
Permodelan Transportasi. Edisi
Kedua. ITB. Bandung
Wunas, dkk. 2011. Redevelopment of
Poor Settlements With Green
Infrastructure
Concept
On
Suburban Makassar. Proceedings
International Seminar On Urban
And
Regional
Planning.
Hasanuddin Uniersity. Makassar,
Wunas, Dkk (2011), Integrated Spatial
Planning
And
Transportation
System To Reduce Mobility In
Suburban Area. The 14th Fstpt
International
Symposium,
Pekanbaru,
Wunas, 2011. Kota Humanis; Integrasi
Guna Lahan dan Transportasi di
Wilayah
Suburban.
Brilian
Internasional. Surabaya.
Yunus, H. 2008. Struktur Tata Ruang
Kota. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
J-8
Perencanaan Wilayah Kota
Download