bab ii landasan teori

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Pemasaran
Menurut Kotler (1997) Pemasaran adalah suatu proses sosial dan
manajerial, individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan
dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk
yang mereka miliki dengan pihak lain.
Definisi pemasaran menurut Drucker dalam Kotler (1997) adalah
“Social and managerial process by which individuals and organizations
obtain what they need and want through creating and exchanging value with
others”.
Menurut American Marketing Association (AMA), pemasaran adalah
“Process of planning and executing the conception, pricing, promotion, and
distribution of ideas, goods, and services to create exchange that satisfy
individual and organizational objectives”.
Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pemasaran merupakan proses sosial dan manajerial, baik pada individu dan
kelompok yang berusaha memuaskan keinginan dan kebutuhan melalui proses
pertukaran.
12 13 Perusahaan yang sukses harus memikiran strategi - strategi pemasaran
yang lebih baik dari pesaingnya untuk memuaskan konsumen sasarannya.
Jadi, strategi pemasaran harus disesuaikan dengan kebutuhan kosumen dan
memperhitungkan pula strategi pesaing. Menurut Rangkuti (2002) yang
dikutip dari Humdiana (2005), dalam mengembangkan strategi pemasaran
produsen harus menghadapi keputusan pemberian merek (branding).
Pemberian merek merupakan masalah utama dalam strategi produk.
2.2
Brand
2.2.1
Pengertian Brand
Definisi brand (merek) menurut para ahli adalah :
•
Brand atau merek adalah janji penjual untuk menyampaikan
kumpulan sifat, manfaat, dan jasa spesifik secara konsisten
kepada pembeli (Kotler, Armstrong, 1997).
•
Brand adalah ide, kata, desain grafis dan suara atau bunyi yang
mensimbolisasikan
produk,
jasa,
dan
perusahaan
yang
memproduksi produk dan jasa tersebut (Janita, 2005).
•
Stephen King dalam Temporal, Lee (2002) menyatakan bahwa
produk adalah sesuatu yang dibuat di dalam pabrik, merek
adalah sesuatu yang dibeli oleh konsumen. Produk dapat ditiru
pesaing, merek adalah unik.
14 •
American
Marketing
Association
mendefinisikan
brand
sebagai nama, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari
hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi
barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan
untuk membedakannya dari produk pesaing (Kotler, 2002).
Berdasarkan definisi brand di atas dapat disimpulkan brand
adalah identitas tambahan dari suatu produk yang tak hanya
membedakannya dari produk pesaing, namun merupakan janji
produsen atau kontrak kepercayaan dari produsen kepada konsumen
dengan menjamin konsistensi bahwa sebuah produk akan selalu dapat
menyampaikan nilai yang diharapkan konsumen dari sebuah produk.
Merek dapat memiliki 6 level pengertian (Rangkuti, 2002), yaitu:
•
Atribut
Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola
dan diciptakan agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti
atribut-atribut apa saja yang terkandung dalam satu merek.
•
Manfaat
Selain atribut, merek juga memiliki serangkaian
manfaat. Konsumen tidak membeli atribut, mereka membeli
manfaat. Produsen harus dapat menterjemahkan atribut
menjadi manfaat fungsional maupun manfaat emosional.
15 Atribut
”aman”
dapat
diterjemahkan
menjadi
manfaat
fungsional.
•
Nilai
Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi
produsen. Merek yang memiliki nilai tinggi akan dihargai oleh
konsumen
sebagai
merek
berkelas,
sehingga
dapat
mencerminkan siapa pengguna merek tersebut.
•
Budaya
Merek juga mewakili budaya tetentu. Misalnya
Mercedes mewakili budaya Jerman yang terorganisasi dengan
baik, memiliki cara kerja yang efisien dan selalu menghasilkan
produk yang berkualitas tinggi.
•
Kepribadian
Merek
juga
mencerminkan
kepribadian,
yaitu
kepribadian bagi para penggunanya. Jadi diharapkan dengan
menggunakan merek, kepribadian si pengguna akan terjamin
bersamaan dengan merek yang ia gunakan.
•
Pemakai
Merek menunjukan jenis konsumen yang membeli atau
menggunakan produk tersebut. Itulah sebabnya para pemasaran
selalu menggunakan analogi orang-orang terkenal untuk
penggunaan mereka.
16 Mengacu kepada Kotler (2007) merek dapat dilihat sampai
pada enam tingkatan arti yaitu:
•
Atribut (Attributes)
Suatu merek mengingatkan akan atribut yang menempel tertentu.
•
Manfaat(Benefits)
Atribut harus diterjemahkan kedalam keuntungan fungsional.
•
Nilai (Value)
Suatu merek juga mengatakan sesuatu tentang nilai produsennya.
•
Budaya (Culture)
Suatu merek mewakili suatu kebudayaan tertentu.
•
Personal (Personality)
Suatu merek dapat memproyeksikan suatu kepribadian tertentu.
•
Pemakai (User)
Suatu merek menyarankan jenis pelanggan yang membeli produk
tersebut.
Menurut Rangkuti (2002), merek dapat juga dibagi dalam
pengertian lain:
•
Brand Name: merupakan bagian dari yang dapat diucapkan.
•
Brand Mark: merupakan sebagaian dari merek yang dapat dikenali
namun tidak dapat diucapkan.
17 •
Trade Mark: merupakan merek atau sebagaian dari merek yang
dilindungi hukum, karena kemampuannya untuk menghasilkan
sesuatu yang istimewa.
•
Copyright: yang merupakan hak istimewa dilindungi oleh undang
– undang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual.
2.2.2
Manfaat Brand
Belakangan ini, hampir semua produk diberi merek. Bahkan
produk yang sebelumnya tidak mempunyai merek kini sudah memakai
merek. Brand mempunyai peran yang penting bagi perusahaan.
Hampir semua produk dapat ditiru, tetapi merek mempunyai keunikan
yang tidak bisa ditiru oleh pesaing.
Menurut Simamora (2001), selain memiliki nilai bila mereknya
kuat, merek juga bermanfaat bagi pelanggan, perantara, produsen
maupun publik:
a. Bagi pembeli:
•
Menceritakan sesuatu kepada pembeli tentang mutu.
•
Membantu perhatian pembeli terhadap produk-produk baru
yang bermanfaat bagi mereka.
b. Bagi penjual:
•
Memudahkan penjual mengolah pesanan dan menelusuri
masalah-masalah yang timbul.
18 •
Memberikan perlindungan hukum atas keistimewaan atau
ciri khas produk.
•
Memungkinkan untuk menarik sekelompok pembeli yang
setia dan menguntungkan.
•
Membantu penjual melakukan segmentasi pasar.
c. Bagi masyarakat:
•
Pemberian merek memungkinkan mutu produk lebih
terjamin dan lebih konsisten.
•
Meningkatkan efisiensi pembeli karena merek dapat
menyediakan informasi tentang produk dan dimana
membelinya
•
Meningkatnya
innovasi-inovasi
produk
baru,
karena
produsen terdorong untuk menciptakan keunikan-keunikan
baru guna mencegah peniruan oleh pesaing.
Menurut Temporal dan Lee (2002), alasan merek merupakan
hal penting bagi konsumen adalah:
•
Merek memberikan pilihan
Manusia menyenangi pilihan dan merek memberi
mereka kebebasan untuk memilih. Sejalan dengan semakin
terbaginya pasar, perusahaan melihat pentingnya memberi
pilihan yang berbeda kepada segmen konsumen yang berbeda.
19 Merek dapat memberikan pilihan, memungkinkan konsumen
untuk membedakan berbagai macam tawaran perusahaan.
Dalam keadaan seperti ini, manusia condong pada merek.
Merek memberi kita pilihan, membuat proses pembuatan
keputusan menjadi jauh lebih mudah.
•
Merek memudahkan keputusan
Merek membuat keputusan untuk membeli menjadi
lebih mudah. Konsumen mungkin tidak tahu banyak mengenai
suatu produk yang membuatnya tertarik, tetapi merek dapat
membuatnya lebih mudah untuk memilih. Dengan makin
meningkatnya
kesamaan
produk,
merek
memudahkan
konsumen untuk memutusakan produk yang akan dibeli.
Merek yang terkenal lebih menarik banyak perhatian dibanding
yang tidak, umumnya karena merek tersebut dikenal dan bisa
dipercaya.
•
Merek memberikan jaminan berkualitas
Para konsumen akan memilih produk dan jasa yang
berkualitas dimana pun dan kapan pun mereka mampu. Sekali
mereka mencoba suatu merek, secara otomatis mereka akan
menyamakan pengalaman ini dengan tingkat kualitas tertentu.
Pengalaman yang menyenangkan akan menghasilkan ingatan
yang baik terhadap merek tersebut. Oleh karena itu, konsumen
20 akan condong terhadap merek yang mereka tahu akan
memberikan standar kualitas yang tinggi. Pengalaman terhadap
merek yang berbeda membantu konsumen untuk membedakan
standar kualitas terhadap produk-produk tersebut.
•
Merek memberikan pencegahan risiko
Sebagian besar konsumen menolak risiko. Mereka tidak
akan membeli suatu produk, jika ragu terhadap hasilnya.
Pengalaman terhadap suatu merek, jika positif, memberi
keyakinan serta kenyamanan untuk membeli sekalipun mahal.
Merek membangun keercayaan, dan merek yang besar benarbenar dapat dipercaya.
•
Merek memberikan alat untuk mengekspresikan diri
Merek menghasilkan kesempatan pada konsumen untuk
mengekspresikan diri dalam berbagai cara. Merek dapat
membantu konsumen untuk mengekspresikan, di antara
kebutuhan sosial - psikologi, yaitu: status sosial, keberhasilan,
aspirasi, sifat, cinta dan persahabatan.
Merek memungkinkan konsumen mengekspresikan
diri, hal-hal yang merek pikirkan, hal-hal yang mereka beri
nilai dan cintai, pola hidup mereka, dan mimpi-mimpi mereka.
Merek ada dalam pikiran manusia, dan kadang kala dapat
berbicara lebih dari kata - kata.
21 2.3
Brand Equity
2.3.1
Pengertian Brand Equity
Menurut Aaker (1997), brand equity adalah seperangkat aset
dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan
simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh
sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan
perusahaan.
Simamora (2001) berpendapat brand equity adalah kekuatan
merek atau kesaktian merek yang memberikan nilai kepada konsumen.
Brand equity sangat berkaitan dengan seberapa banyak pelanggan
suatu merek merasa puas dan merasa rugi bila berganti merek (brand
switching), menghargai merek itu dan menganggapnya sebagai teman,
dan merasa terikat kepada merek itu (Kotler, 2002).
Kotler memberikan pengertian: “Brand Equity is the value of a
brand, based on the extent to which it has high brand loyalty, name
awareness, perceived quality, strong brand associations, and other
assets such as patents, trademarks, and channel relationships.”
Pengertian ini menyatakan bahwa ekuitas merek merupakan nilai dari
merek, yang jumlahnya didasarkan atas tingkat loyalitas merek,
kesadaran nama, kesan kualitas, kekuatan asosiasi merek, dan aset-aset
lainnya seperti paten, cap, dan saluran distribusi.
22 Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan brand
equity adalah kekuatan merek yang menjanjikan nilai yang diharapkan
konsumen atas suatu produk sehingga akhirnya konsumen akan
merasa mendapatkan kepuasan yang lebih bila dibanding produkproduk lainnya.
2.3.2
Manfaat Brand Equity
Menurut Simamora (2001), brand equity dapat memberikan
manfaat bagi perusahaan dan konsumen.
Manfaat brand equity bagi konsumen:
•
Aset brand equity membantu konsumen menafsirkan, memproses,
dan menyimpan informasi dalam jumlah besar mengenai produk
dan merek.
•
Brand equity memberikan rasa percaya diri kepada konsumen
dalam mengambil keputusan pembelian, baik karena pengalaman
masa lalu dalam karakteristiknya.
•
Persepsi kualitas dan asosiasi merek bisa menguatkan kepuasan
konsumen dengan pengalaman menggunakannya.
Manfaat brand equity bagi perusahaan:
•
Brand equity bisa menguatkan program memikat para konsumen
baru atau merangkul kembali konsumen lama.
•
Kesadaaran merek, persepsi kualitas, asosiasi merek, dan aset-aset
merek lainnya mampu menguatkan loyalitas merek, yaitu bisa
23 memberikan alasan untuk membeli dan mempengaruhi kepuasan
penggunaan.
•
Brand equity biasanya akan memungkinkan margin yang lebih
tinggi dengan memungkinkan harga optimum (premium pricing)
dan mengurangi ketergantungan pada promosi.
•
Memberikan landasan untuk pertumbuhan melalui perluasan
merek.
•
Dapat memberikan dorongan dalam saluran distribusi.
•
Aset-aset brand equity memberikan keuntungan kompetitif yang
seringkali menghadirkan rintangan nyata terhadap para kompetitor.
2.3.3
Elemen Brand Equity
Brand equity tidak terjadi dengan sendirinya tetapi ditunjang
oleh elemen-elemen pembentuk brand equity (Simamora, 2001) yaitu:
•
Brand Awareness (Kesadaran Merek)
•
Brand Asociation (Asosiasi Merek)
•
Perceived Quality (Persepsi Kualitas)
•
Brand Loyalty (Loyalitas Merek)
•
Other Proprietary Brand Assets (Aset-aset Merek lainnya)
24 Gambar 2.1 Konsep Brand Equity
Sumber: Durianto, Sugiarto, Sitinjak (2001)
2.3.3.1 Brand Awareness (Kesadaran Merek)
Menurut Tjiptono (2005), kesadaran merek adalah
kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa
sebuah merek merupakan anggota dari kategori produk
tertentu.
Menurut Aaker, brand awareness adalah ukuran
kekuatan
eksistensi
merek
dibenak
pelanggan.
Brand
awareness mencakup Brand Recognition (merek yang pernah
25 diketahui pelanggan); Brand Recall (merek yang pernah
diingat pelanggan untuk suatu kategori produk tertentu); Top of
Mind
(merek pertama apa yang disebut oleh pelanggan
sebagai salah satu kategori produk tertentu); hingga Dominant
Brand (satu-satunya merek yang diingat pelanggan).
Kesadaran (awareness) menggambarkan keberadaan
merek di dalam pikiran konsumen, yang dapat menjadi penentu
dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan
kunci dalam brand equity. Meningkatkan kesadaran adalah
suatu mekanisme untuk memperluas pasar merek. Kesadaran
juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku. Kesadaran
merek merupakan key of brand asset atau kunci pembuka
untuk masuk ke elemen lainnya. Jadi jika kesadaran itu sangat
rendah maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga
rendah (Durianto et al., 2001).
26 Gambar 2.2 Piramida Brand Awareness
Sumber: Durianto, Sugiarto, Sitinjak (2001)
Tingkatan brand awareness adalah sebagai berikut:
•
Unware of brand (tidak menyadari merek)
Kategori ini termasuk merek yang tetap tidak
dikenal walaupun sudah dilakukan pengingatan kembali
lewat bantuan (aided recall).
•
Brand Recognition (pengenalan merek)
Kategori ini meliputi merek produk yang dikenal
konsumen setelah dilakukan pengingatan kembali lewat
bantuan (aided recall).
27 •
Brand Recall (pengingatan kembali merek)
Kategori ini meliputi merek dalam kategori suatu
produk yang diingat konsumen tanpa harus dilakukan
pengingatan kembali, diistilahkan dengan pengingatan
kembali tanpa bantuan (unaided recall).
•
Top of Mind (puncak pikiran)
Kategori ini meliputi merek produk yang pertama
kali muncul dibenak konsumen pada umumnya.
2.3.3.2 Brand Association
Brand association adalah segala kesan yang muncul di
benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai
suatu merek. (Durianto, Sugiarto, Sitinjak, 2001).
Menurut Tjiptono (2005), brand association adalah
segala sesuatu yang terkait dengan memori terhadap suatu
merek. Brand association berkaitan erat dengan brand image,
yang didefinisikan sebagai serangkaian asosiasi merek dengan
makna tertentu. Asosiasi merek memiliki tingkat kekuatan
tertentu dan akan semakin kuat seiring dengan bertambahnya
pengalaman konsumsi atau eksposur dengan merek spesifik.
Nilai yang mendasari merek seringkali didasarkan pada
asosiasi-asosiasi spesifik yang berkaitan dengannya. Menurut
Aaker (1997), asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan
28 dengan ingatan mengenai sebuah merek. Asosiasi itu tidak
hanya eksis namun juga mempunyai suatu tingkatan kekuatan.
Kaitan pada merek akan lebih kuat jika dilandasi pada
pengalaman untuk meng-komunikasikan-nya. Juga akan lebih
kuat apabila kaitan itu didukung dengan suatu jaringan dari
kaitan-kaitan lain. Sebuah merek adalah seperangkat asosiasi,
biasanya terangkai dalam bentuk yang bermakna.
Asosiasi dan pencitraan, keduanya mewakili berbagai
persepsi yang dapat mencerminkan realita obyektif. Suatu
merek yang telah mapan akan mempunyai posisi yang
menonjol dalam suatu kompetisi karena didukung oleh
berbagai asosiasi yang kuat. Suatu brand positioning
mencerminkan bagaimana orang memandang suatu merek.
Positioning dan positioning strategy dapat juga digunakan
untuk merefleksikan bagaimana sebuah perusahaan sedang
berusaha dipersepsikan.
29 Membantu proses penyusunan informasi Diferensiasi atau perbedaan BRAND ASSOCIATION (Asosiasi Merek) Alasan untuk melakukan pembelian Menciptakan sikap/ perasaan positif Basis perluasan Gambar 2.3 Nilai Brand Association
Sumber: Tuominen (1999)
2.3.3.3 Perceived Quality (Persepsi Kualitas)
Perceived quality adalah persepsi pelanggan terhadap
kualitas atau keunggulan suatu produk atau layanan ditinjau
dari fungsinya secara relatif dengan produk-produk lain
(Simamora, 2001).
Menurut Tjiptono (2005), perceived quality adalah
penilaian konsumen terhadap keunggulan atau superioritas
produk secara keseluruhan, Oleh karena itu perceived quality
didasarkan pada evaluasi subyektif konsumen terhadap kualitas
produk.
Perceived
quality
didefinisikan
sebagai
persepsi
pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu
produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang
30 diharapkan pleh pelanggan (Durianto, Sugiarto, Sitinjak,
2001).
Jika sebuah produk memiliki perceived quality tinggi,
banyak manfaat yang bisa diperoleh. Diungkapkan oleh Aaker
(1997) bahwa umumnya perusahaan yang memiliki perceived
quality yang tinggi memiliki return of investment (ROI) yang
tinggi pula. Tanpa meneliti ROI pun, sebenarnya banyak
manfaat yang diberikan perceived quality (Durianto, Sugiarto,
Sitinjak, 2001) yaitu:
•
Reason to Buy (Alasan Membeli)
Perceived quality merupakan alasan kenapa sebuah merek
dipertimbangkan dan dibeli.
•
Diferentiation (Pembeda)
Konsumen ingin memilih aspek tertentu sebagai keunikan
dan kelebihan produk. Aspek yang memiliki perceived
quality tinggi yang akan dipilih konsumen.
•
Premium Pice (Harga Optimum)
Sebuah merek yang memiliki perceived quality tinggi
memiliki alasan untuk menetapkan harga tinggi bagi
produknya.
31 •
Channel Members Interest (Perluasan Saluran Distribusi)
Perceived quality juga mempunyai arti penting bagi para
pengecer, distributor, dan berbagai pos saluran distribusi
lainnya. Distributor lebih mudah menerima produk yang
oleh konsumen dianggap berkualitas tinggi.
•
Brand Extension (Perluasan Merek)
Sebuah merek yang memiliki perceived quality dapat
digunakan sebagai merek produk lain yang berbeda.
Alasan untuk membeli Diferensiasi / posisi PERCEIVED QUALITY (Persepsi Kualitas)
Harga premium Perluasan Saluran Distribusi Perluasan Merek Gambar 2.4 Nilai Perceived Quality
Sumber: Tuominen (1999)
2.3.3.4 Brand Loyalty (Loyalitas Merek)
Loyalitas merek merupakan ukuran inti dari brand
equity. Menurut Aaker (1997), loyalitas merek merupakan satu
ukuran keterkaitan seseorang pelanggan pada sebuah merek.
32 Lima tingkatan loyalitas merek, yaitu (Durianto, Sugiarto,
Sitinjak, 2001):
•
Switcher/price buyer merupakan tingkatan loyalitas yang
paling dasar. Pembeli tidak loyal sama sekali terhadap
suatu merek. Bagi pembeli tersebut, merek apapun
dianggap memadai. Dalam hal ini merek memainkan peran
yang kecil dalam keputusan pembelian. Apapun yang
diobral atau menawarkan kenyamanan akan lebih disukai.
•
Habitual buyer adalah pembeli yang puas dengan produk,
atau setidaknya tidak mengalami ketidakpuasan, dan
membeli merek produk tertentu karena kebiasaan. Untuk
pembeli seperti ini, tidak terdapat dimensi ketidakpuasan
yang cukup untuk menstimulasi suatu peralihan merek
terutama jika peralihan tersebut membutuhkan usaha,
karena
tidak
ada
alasan
bagi
mereka
untuk
memperhitungkan berbagai alternatif.
•
Satisfied buyer adalah orang-orang yang puas, namun
mereka memikul biaya peralihan (switching cost), yaitu
biaya dalam waktu, uang, atau resiko kinerja sehubungan
dengan
tindakan
beralih
merek.
Mungkin
mereka
melakukan investasi dalam mempelajari suatu sistem yang
berkaitan dengan suatu merek. Untuk menarik minat para
33 pembeli yang termasuk dalam golongan ini, para
kompetitor perlu mengawasi biaya peralihan dengan
menawarkan bujukan untuk beralih atau dengan tawaran
suatu manfaat yang cukup besar sebagai kompensasi.
•
Liking the brand adalah pembeli yang sungguh-sungguh
menyukai
merek-merek
tersebut.
Preferensi
mereka
mungkin dilandasi pada suatu asosiasi, seperti simbol,
rangkaian pengalaman dalam menggunakan produk, atau
perceived quality yang tinggi. Dan mereka menganggap
merek sebagai sahabat.
•
Committed buyer adalah pelanggan yang setia. Mereka
mempunyai suatu kebanggaan dalam menemukan atau
menjadi pengguna dari suatu merek. Merek tersebut sangat
penting bagi mereka, baik dari segi fungsi maupun sebagai
suatu ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya. Rasa
percaya mereka mendorong mereka me-rekomendasi-kan
merek tersebut kepada orang lain.
2.4
Segmenting, Targeting, dan Positioning
Menurut Kotler (2007), karena banyaknya jenis konsumen yang
berbeda-beda dengan beragam macam kebutuhan yang berbeda juga, maka
perusahaan harus membagi pasar, memilih segmen terbaik, dan merancang
34 strategi untuk melayani pilihan segmen yang menghasilkan laba dari
pesaingnya.
Proses ini terdiri tiga langkah, yaitu: segmentasi pasar (market
segmenting), menetapkan sasaran pasar (market targeting), menempatkan
posisi pasar (market positioning).
2.4.1
Segmenting
Segmentasi pasar (market segmenting) adalah pembagian pasar
menjadi beberapa kelompok konsumen yang berbeda berdasarkan
kebutuhan, perilaku konsumen atau karakteristik yang memungkinkan
perlu produk dan bauran yang terpisah.
Sebuah pasar terdiri dari konsumen yang beraneka-ragam
(heterogen), sehingga agar kegiatan pemasaran baik dan mencapai
tujuan pemasaran, perlu dilakukan pengelompokan konsumen yang
homogen. Kelompok konsumen ini disegmentasikan berdasarkan
kesamaan (Kotler, 2003) yaitu:
•
Geographic, pembagian pasar menjadi kelompok berdasarkan
geografis yang berbeda, seperti: Negara, iklim, kota, dan
sebagainya.
35 •
Demographic,
pembagian
pasar
menjadi
kelompok
berdasarkan variable demografis seperti: jenis kelamin, usia,
pendidikan, dan sebagainya.
•
Psycographic,
berdasarkan
pembagian
kesamaan
pasar
variable
menjadi
seperti:
kelompok
gaya
hidup,
kepribadian atau nilai, dan kelas sosial.
•
Behavioral, pembagian pasar menjadi kelompok berdasarkan
kesamaan variable seperti: respon konsumen terhadap produk,
pengetahuan produk, dan pemakainan produk tersebut.
2.4.2
Targeting
Menetapkan
sasaran
pasar
dilakukan
dengan
proses
mengevaluasi daya tarik dari masing-masing segmen pasar dan
memilih satu atau lebih lebih segmen untuk dimasuki.
Menurut Kotler (2007) market targeting adalah “A set of
buyers sharing common needs or characteristics that the company
decides to serve”. Setiap konsumen memiliki keinginan dan ciri yang
berbeda, setelah membagi konsumen menjadi kelompok yang
homogen, perusahaan perlu memilih segmen pasar yang akan
dimasuki (targeting). Hal ini akan mempermudah penyusunan strategi
pemasaran yang akan digunakan.
36 Menurut Kotler (2007) terdapat empat strategi pemilihan
sasaran/target pasar, yaitu:
•
Undifferentiated Marketing
Sering disebut juga “mass marketing”, strategi ini perusahaan
tidak menetapkan segmen tertentu, melainkan menjalankan
usahanya ke semua pasar yang tersedia.
•
Differentiated Marketing
Strategi pemilihan pasar dimana perusahaan memilih beberapa
segmen pasar dan menetapkan strategi yang berbeda untuk tiap
segmen pasar tersebut.
•
Concentrated Marketing
Concentrated marketing sering disebut juga sebagai niche
marketing, yaitu strategi dimana perusahaan memfokuskan
usahanya pada satu segmen, dengan maksud menguasai
sebagian besar pangsa pasar segmen tersebut.
•
Micromarketing
Dalam strategi ini, perusahaan memfokuskan secara khusus
pada selera lokal dari tiap individunya.
37 2.4.3
Positioning
Menempatkan posisi pasar adalah mengatur sebuah produk
agar mendapatkan tempat yang jelas, dapat dibedakan, dan diharapkan
lebih ada di dalam benak konsumen dibandingkan dengan pesaing.
Menurut Kotler (2007), product positioning adalah “the way the
product is defined by consumers on important attributes – the place
the product occupies in consumer’s mind relative to competing
product”.
Tujuan positioning adalah mendapatkan persepsi atas merek
dari tiap target segmen yang berbeda serta lebih menjadi pilihan
dibandingkan merek pesaing.
Download