PENGGUNAAN STRATEGI SELF-MANAGEMENT UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN DIRI DI LINGKUNGAN PESANTREN Sunahwa1 dan Hadi Warsito2 Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji penggunaan strategi self management untuk meningkatkan penyesuaian diri di lingkungan pesantren pada siswa kelas VII SMP Putri Ma`had Al-Ittihad Al-Islami Camplong Sampang Madura. Penelitian ini menggunakan pre test post test one group design. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah angket untuk memperoleh data tentang penyesuaian diri siswa di lingkungan pesantren. Dari hasil angket, terdapat 7 siswa yang mengalami penyesuaian diri di lingkungan pesantren kategori rendah. Sedangkan untuk mengukur pengaruh penggunaan strategi self management terhadap penyesuaian diri siswa di lingkungan pesantren menggunakan analisis statistik non parametrik dengan uji jenjang bertanda Wilcoxon. Hasil perhitungan N = 7 dengan T = 0. berdasarkan tabel nilai T untuk uji jenjang bertanda Wilcoxon dengan taraf signifikansi 5 % dan N = 7 diperoleh Ttabel = 2 sehingga Thitung lebih kecil dari Ttabel (0 ≤ 2). Jadi, hipotesis yang diajukan peneliti yang berbunyi “strategi self management dapat meningkatkan penyesuaian diri di lingkungan pesantren pada siswa kelas VII B Putri Ma`had Al-Ittihad Al-Islami Camplong Sampang Madura” dapat diterima. Kata kunci: Strategi self management, penyesuaian diri di lingkungan pesantren 1 2 Alumni Prodi BK FIP Unesa Staf Pengajar prodi BK FIP Unesa Pendahuluan Lingkungan baru bagi beberapa orang menjadi sebuah stimulus yang terkadang menjadi penyebab munculnya berbagai permasalahan, salah satunya adalah penyesuaian diri. Begitu pula halnya dengan siswa yang baru mengenal lingkungan pesantren, dimana lingkungan ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan lingkungan yang ditemui anak sebelumnya. Kondisi yang jauh dari rumah, orang tua, teman dan orang-orang yang dikenalnya, serta padatnya jadwal yang diterima siswa dengan berbagai kegiatan,mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali diatur sedemikian rupa dan berbagai pekerjaan yang harus diselesaikan sendiri. Hal ini membuat anak harus mampu menyesuaikan diri agar dapat bertahan dan bisa menyelesaikan pendidikannya di pesantren tersebut. Namun tidak sedikit siswa yang tidak mampu dan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kehidupan sistem asrama tersebut sehingga tidak jarang siswa yang keluar dari pesantren sebelum lulus, atau jika tidak demikian akan mengalami penyesuaian diri negatif yang justru mengakibatkan berbagai permasalahan dalam kehidupan anak di pesantren dan dapat mempengaruhi kehidupan anak kelak ketika sudah di luar pesantren. Bahkan dari hasil penelitian Yuniar dkk(2005) menunjukkan setiap tahunnya lima sampai sepulu dari siswa baru di pondok pesantren Assalam Surakarta mengalami masalah dalam melakukan proses penyesuaian diri. Fenomina di atas juga ditemui di pesantren Ma`had Al-ittihad Al-islami Camplong Sampang Madura, seperti yang dituturkan oleh pengurus pesantren mengenai siswa yang kurang mampu menyesuaikan diri biasanya ``memperlihatkan beberapa perilaku tertentu seperti, sering di kamar dan jarang bergaul, lebih suka menyendiri, sering melamun dan terkadang menangis, sering tidak makan, diam dan kurang merespon orang lain baik guru maupun teman, tidak mengikuti pelajaran di kelas atau tidak memperhatikan penjelasan guru, tidak punya minat, tidak berpartisipasi dalam kelompok, perasaan rindu yang sangat terhadap rumah dan keluarga dan tidak mengerjakan tanggung jawabnya. Gambaran perilaku tersebut merupakan indikasi adanya permasalahan dalam penyesuaian diri, seperti yang diungkapkan oleh Schneders (1964) bahwa penyesuaian diri pada prinsipnya adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan antara diri dan lingkungannya. Selain itu, Willis (1994:43) juga menyebutkan bahwa penyesuaian diri adalah kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul secara wajar terhadap lingkungannya sehingga ia merasa puas terhadap diri dan lingkunannya. Penyesuaian diri ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti yang disebutkan oleh Fatimah (2006:199) bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri, yaitu faktor fisiologis, psikologis, perkembangan dan kematangan, faktor lingkungan serta budaya dan agama. Sedangkan menurut Desmita (2009:196) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri dapat dilihat dari konsep psikogenik yang meliputi hubungan dengan orang tua, iklim intelektual keluarga, dan iklim emosional keluarga, dan konsep sosiopsikogenik, yang termasuk dalam konsep ini antara lain hubungan siswa dengan guru dan iklim intelektual sekolah. Dengan berbagai faktor apapun yang melatar belakangi, pihak pesantren tetap mengupayakan dengan berbagai cara untuk membantu siswa agar mampu menyesuaikan diri dengan baik di lingkungan pesantren, antara lain dengan memberikan kesempatan bagi calon siswa baru untuk melihat kondisi dan suasana pesantren, dan berusaha menciptakan asrama yang cukup nyaman serta program kegiatan yang bertahap. Meskipun demikian, masih banyak siswa yang mengalami masalah dalam menyesuaikan diri terutama pada tahun pertama, sehingga hampir setiap tahun selalu ada siswa yang keluar sebelum lulus atau tetap bertahan namun dalam kondisi terpaksa sehingga sering mengakibatkan individu menunjukkan perilaku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik dan prestasi akademik yang buruk. Oleh karena itu penting sekali permasalahan ini untuk segera diselesaikan. Atas pertimbangan inilah penulis sebagai salah satu alumni dari pesantren ini akhirnya termotivasi untuk ikut menyelesaikan permasalahan penyesuaian diri santri di lingkungan pesantren dengan menggunakan strategi self management, yaitu suatu strategi dalam bimbingan dan konseling yang bermanfaat untuk mereduksi suatu perilaku yang tidak diinginkan serta meningkatkan dan mengarahkan pada perilaku yang hendak dicapai. Hal ini didasarkan pada kajian teori maupun hasil penelitian sebelumnya yang mendukung bahwa strategi tersebut efektif untuk meningkatkan penyesuaian diri. Dalam hal ini, Soekadji (1983:96) mengatakan bahwa manfaat self management yaitu dapat mengatasi beberapa masalah dalam kehidupan seharihari. Selanjutnya, Prijosaksono dan Roy Sembel (2003:8) menyebutkan bahwa tujuan strategi self management adalah mempersiapkan diri untuk menghadapi perubahan. Selain itu, beberapa hasil penelitian sebelumnya juga dapat mendukung teori tentang keefektifan strategi self management yaitu Tri Yulianingsih (2004), Unik Asmaul Faridah (2009), Wiji Retnani Rahayu (2008), dan Siti Alfiah Nashiroh (2008). Dari hasil keempat penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh positif dari strategi self management, dalam artian memberikan peningkatan suatu perilaku yang diinginkan dan mereduksi perilaku yang tidak diinginkan. Penyesuaian Diri Pengertian penyesuaian diri adalah Dari beberapa pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul terhadap lingkungan secara wajar dengan berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik dan frustasi yang dialaminya sehingga merasa puas terhadap diri dan lingkungannya dengan dua aspek, yaitu penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Adapun factor yang mempengaruhi antara lain adalah fisiologis, psikologis, faktor perkembangan dan kematangan, lingkungan, budaya dan agama.sedangkan cirri-ciri dari penyesuaian diri yang baik adalah tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional, tidak menunjukkan adanya mekanisme psikologis, memiliki konsep diri yang sehat, memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri, mampu menerima tanggung jawab dan berpartisipasi dalam kegiatan yang sesuai dengan usianya, mampu mengatasi perubahan sosial dan perubahan diri yang fleksibel, dapat menanggapi frustasi dan konflik batin dengan mekanisme yang sehat, serta bersikap realistis dan objektif. Sebaliknya, cirri-ciri dari penyesuaian diri yang buruk adalah Tidak bertanggung jawab, bersikap agresif, ada perasaan tidak aman, merasa rindu dan ingin pulang jika jauh dari lingkungan yang dikenalnya, perasaan menyerah, banyak berkhayal, mundur ke tingkat sebelumnya untuk menarik perhatian, menggunakan mekanisme pertahanan diri. Pengertian lingkungan pesantren adalah lingkungan pesantren adalah segala sesuatu yang ada di dalam pesantren yang meliputi lembaga pendidikan atau sekolah dan asrama dengan empat tipologi, yaitu Pesantren yg mempertahankan kemurnian identitas asli sebagai tempat mendalami ilmu-ilmu agama bagi para santrinya, Pesantren yang memasukkan materi-materi umum dalam pengajaran namun dengan kurikulum yang disusun sendiri menurut kebutuhan dan tidak mengikuti kurikulum yang ditetapkan pemerintah secara nasional sehingga ijazah yagg dikeluarkan tidak mendapatkan pengakuan dari pemerintah sebagai ijazah formal, Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan umum di dalam, baik berbentuk madrasah maupun sekolah umum dalam berbagai jenjang, dan Pesantren yang merupakan asrama pelajar Islam dimana para santri belajar di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi diluarnya. Selain itu ada beberapa komponen yang ada didalamnya, yaitu kyai, masjid, asrama, santri dan pembacaan kitab kuning. Serta berbagai program kegiatan yang diatur oleh pengurus yang ada di dalam pesantren. Pengertian strategi self management adalah suatu prosedur dimana klien mengarahkan dan mengatur perubahan tingkah laku mereka sendiri dengan menggunakan satu strategi atau kombinasi strategi, dengan tujuan memberikan keterangan klien, uraian kejadian, dan penggunaan monitor diri untuk klien sendiri, mengajarkan klien bagaimana memantau dan memonitor diri sebagai salah satu strategi, menggambarkan uraian kejadian, menggambarkan bagaimana klien menggunakan stimulus kontrol, metode pengawasan untuk mengurangi atau menambah standar tingkah laku, menggambarkan uraian kejadian dan gambaran penggunaan penguat pada diri klien, mengajarkan klien bagaimana menggunakan penguat pada diri sendiri. Adapun manfaat self management yaitu dapat mengatasi beberapa masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pada prosedur penggunaan strategi tersebut ada tiga macam strategi yaitu Self-Monitoring, stimulus control, Self-reward yang dalam penelitian ini digunakan ketiga strategi tersebut. Sedangkan tahap-tahap yang perlu dilaksanakan oleh klien adalah Klien mengidentifikasi dan mencatat perilaku sasaran dan mengendalikan antisident dan konsekuensi kemudian mengidentifikasi perilaku yang diharapkan, selanjutnya Konselor menjelaskan kemungkinan strategi Self-Management dan Klien memilih salah satu atau lebih strategi. Selanjutnya Klien menyatakan komitmen untuk melaksanakan langkah kedua dan keempat secara verbal, setelah itu Konselor menginstruksikan dan memodelkan strategi yang dipilih kemudian menginstruksikan kepada klien untuk melaksanakan strategi tersebut dan Klien mempraktekkan strategi yang dipilih di bawah arahan konselor, kemudian yang klien menggunaan strategi pilihan dalam situasi nyata. Selanjutnya Analisis atau pemetaan hasil penguatan diri dan lingkungan untuk kemajuan klien. Dalam hal ini klien memiliki kesempatan untuk mengevaluasi kemajuan dan pencapaian tujuan dengan cara mereview data yang telah direkam dan dikumpulkan selama implementasi strategi dan yang terakhir data direview oleh konselor dan klien, kemudian klien melaksanakan atau membuat revisi, membuat peta data hasil penguatan diri di lingkungan untuk kemajuan klien. Supaya penggunaan strategi ini efektif, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu, 1) Menggunakan kombinasi strategi, 2) Menggunakan strategi secara konsisten, 3) Adanya bukti dari klien tentang pelaksanaan strategi, 4) Menggunakan penguat diri, 5) Adanya dukungan dari lingkungan Metode Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian pre eksperiment jenis pre-test post-test one group designe, yaitu eksperimen yang dilakukan pada satu kelompok saja tanpa kelompok pembanding. Adapun untuk analisis data digunakan uji jenjang bertanda Wilcoxon disamping tandanya, besar beda juga diperhitungkan. Teknik ini digunakan untuk menguji signifikansi hipotesis komparatif dua sampel yang berkorelasi bila datanya berbentuk ordinal atau berjenjang dan mengetahui efek suatu treatmen tertentu(Djarwanto, 2003:260) Penggunaan analisis statistik ini didasarkan atas pertimbangan (1) sampel diambil secara purposive, (2) sampel kecil, (3) selain melihat perubahan tanda (positif atau negatif) juga besarnya beda. Hasil dan Pembahasan Setelah data terkumpul sesuai dengan metode yang digunakan, maka langkah berikutnya adalah menganalisa data. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hasil penelitian yang telah dilakukan dengan cermat dan teliti supaya terhindar dari kesalahan dalam penarikan kesimpulan. Untuk mengetahui benar tidaknya hipotesis yang diajukan, maka digunakan analisis statistik non parametrik dengan uji jenjang bertanda Wilcoxon. Pada uji jenjang bertanda wilcoxon, nilai T yang paling kecil menjadi Thitung , maka Thitung = 0, sedangkan untuk mengetahui besarnya Ttabel , maka dapat dilihat pada tabel uji jenjang bertanda wilcoxon dengan N=7 dengan taraf signifikansi 5% maka Ttabel = 2. dari hasil tersebut, maka dapat diketahui bahwa Thitung lebih kecil dari Ttabel (0 < 2). Pada uji jenjang bertanda wilcoxon , bila Thitung lebih Ttabel , maka H 0 ditolak dan H a yang berbunyi”ada peningkatan skor penyesuaian diri di lingkungan pesantren sesudah penggunaan strategi self management pada siswa kelas VII SMP putri Ma`had Al-Ittihad Al-Islami Camplong Sampang Madura”diterima. dengan demikian, hipotesis penelitian yang diajukan yang berbunyi “strategi self management efektif untuk meningkatkan penyesuaian diri di lingkungan pesantren pada siswa kelas VII SMP putri Ma`had Al-Ittihad Al-Islami Camplong Sampang Madura ” terbukti. Berikut ini akan dijelaskan mengenai hasil dari perlakuan strategi self management: 1. FLN FLN adalah salah satu subyek dalam penelitian ini dengan permasalahan penyesuaian diri terhadap tata tertib asrama dalam bentuk perilaku sering melanggar tata tertib yang ada di asrama, seperti memakai sandal orang lain, berada di kamar orang di siang hari, berbahasa daerah dan lain sebagaainya. Perilaku ini muncul sebagai akibat dari tidak adanya pengaturan diri yang baik dalam aktivitas sehari-hari, seperti waktu mencuci baju, menyetrika, bermain dengan teman-teman daan lain-lain. Dengan seringnya FLN melanggar tata tertib tersebut, akibatnya dia sering mendapat sanksi berupa membersihkan lingkungan asrama dan persepsi negatif dari ustadzah, kakak kelas dan teman-teman sekelas. Oleh karena itu dalam kesempatan ini subyek sangat ingin mengubah perilaku tersebut. Sebelum diberikan perlakuan dengan strategi self management hasil pengukuran tentang tingkat penyesuaian diri di lingkungan pesantren adalah 259, dengan jumlah skor tersebut maka FLN berada pada posisi rendah. Namun setelah FLN menggunakan strategi self managemen mulai dari bulan agustus sampai dengan bulan oktober melalui beberapa langkah yang dilakukan oleh subyek, yaitu yang pertama dilakukan adalah melakukan penentuan perilaku yang ingin diubah dan arah yang perubahan yang hendak dicapai. Kemudian dilanjutkan dengan memonitor kemunculan perilaku yang ingin diubah pada situasi tertentu sehingga subyek dapat berlatih menemukan perilaku tersebut dalam satu minggu. Kemudian setelah subyek mampu mengenali perilaku yang ingin diubah tersebut dilanjutkan dengan memonitor perilaku tersebut dan berlatih untuk mengendalikannya dengan suatu stimulus. Pada minggu pertama terlihat konseli belum bisa mengendalikan perilaku tersebut, kemudian pada minggu kedua subyek juga masih belum bisa mengarahkan perilaku tersebut dan setiap harinya tidak sama, ini dikarenakan situasi dan kondisi yang melatar belakangi perilaku tersebut tidak sama. Kemudian pada minggu ketiga sudah terlihat adanya penurunan frekwensi munculnya perilaku tersebut. Hal ini semakin terlihat dengan adanya peningkatan skor pada pengukuran yang dilakukan setelah subyek menggunakan strategi self management dalam periode yang telah ditetapkan. Adapun peningkatan skor sebanyak 14 poin. Ini menunjukkan bahwa FLN mengalami perubahan yang cukup baik. Hal tersebut karena dalam penggunaan strategi self manamenent subyek berlatih mengamati dan mencatat bentuk-bentuk tingkah laku pelanggaran tata tertib di asrama dan mengendalikannya dengan stimulus yang sudah ditetapkan sebelumnya serta memberikan reward untuk memberikan penguat dan memotivasi diri dalam pelaksanaan strategi tersebut sehingga subyek mampu sedikit demi sedikit mengendalikan, mengontrol dan mengarahkan tingkah lakunya. Dengan demikian dapat mereduksi tingkah laku pelanggaran yang dilakukannya, sehingga frekuensi pelanggarannya terhadap tata tertib di asrama mengalami penurunan dan perilaku baru mulai terbentuk dan kemudian menjadi sebuah kebiasaan baru yang dapat meningkatkan penyesuaian dirinya di lingkungan pesantren terutama terhadap tata tertib yang ada di asrama. 2. NAM NAM juga termasuk siswa yang menjadi subyek dalam penelitian ini dengan karakteristik permasalahan penyesuaian diri terhadap kegiatan yang ada di asrama dalam bentuk perilaku yang tidak tertib selama mengikuti kegiatan seperti mengantuk, terlambat mengikuti kegiatan, atau bahkan tidak mengikuti kegiatankegiatan yang dirasakan sulit untuk diikuti. Perilaku tidak tertib ketika kegiatan disebabkan oleh banyak faktor yang diakibatkan oleh hal yang situasional sampai dengan kebiasaan dirinya yang buruk sehingga mengakibatkan perilakuperilaku yang merugikan subyek, yaitu subyek tidak dapat mengikuti kegiatan dengan konsentrasi dan tertib, bahkan jika sampai berulang-ulang bisa mendapat sanksi. Atas pertimbangan inilah subyek ingin mengubah perilaku tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut subyek harus melewati beberapa tahap dalam strategi yang digunakan yaitu strategi self management. Yang pertama kali dilakukan oleh subyek adalah menentukan perilaku yang ingin diubah dan arah perubahan yang dikehendaki dan dilanjutkan dengan menentukan suatu stimulus sebagai pengganti pada saat perilaku yang ingin diubah itu muncul atau dengan menghilangkan hal-hal yang dapat mengacu pada munculnya perilaku tersebut. Tahap kedua adalah dengan melihat situasi-situasi munculnya perilaku yang tidak diinginkan dalam waktu satu minggu dan mencatatnya dalam catatan yang sudah disiapkan oleh peneliti. Setelah subyek mampu mengenali perilaku tersebut dalam kehidupan sehari-hari maka dilanjutkan dengan berlatih mengendalikan perilaku tersebut dan mengrahkan pada perilaku yang diinginkan dengan menggunakan stimulus yang sudah yang sudah ditentukan oleh subyek sendiri. Pada minggu pertama belum terlihat adanya kemampuan subyek untuk mengarahkan perilaku-perilaku tersebut, kemudian pada minggu kedua mulai terlihat meskipun setiap harinya belum menunjukkan semakin semakin baik tapi setidaknya frekwensi kemunculan perilaku tersebut sudah mulai berkurang. Dalam pertemuan konseling peneliti terus meningkatkan motivasi dan mendorong untuk subyek supaya semakin berkembang dengan baik. Setelah minggu ketiga subyek semakin terlihat peningkatan perilaku positifnya dalam mengikuti kegiatan di asrama dan mengendalikan perilaku yang tidak diinginkan dengan mengkondisikan dirinya untuk tidak berada pada situasi yang dapat memunculkan perilaku yang tidak diinginkan tersebut. Hal ini terlihat dalam catatn harian yang dibuat oleh subyek dan pembahasan selama konseling. Dari hasil pre test NAM memiliki skor 260, namun setelah menggunakan strategi self management, skor NAM menjadi 279. hasil tersebut menunjukkan bahwa NAM mengalami perubahan yang cukup baik yang dapat dilihat dari peningkatan skor sebanyak 19 poin dan hasil catatan harian yang menunjukkan adanya penurunan frekuensi kemunculan perilaku yang tidak diinginkan tersebut. Dengan demikian, strategi self management dapat menurunkan frekwensi kemunculan perilaku tidak tertib dalam mengikuti kegiatan pesantren tersebut melalui proses pemantuan perilaku dan mengarahkannya pada perilaku baru yang ingin dicapai dengan pengendalian rangsang, dan untuk memperkokoh perilaku yang baru terbentuk tersebut maka digunakan reward yang dilakukan oleh dirinya sendiri. Dengan latihan yang terus menerus dalam waktu sekitar satu bulan maka perilaku yang tidak diinginkan dapat diganti dengan perilaku baru yang diinginkan yang selanjutnya bisa menjadi sebuah perilaku tetap dalam diri siswa. 3. IRS Seperti halnya siswa yang lain, IRS juga mengalami masalah penyesuaian diri dilingkungan pesantren dalam bentuk sikapnya yang tidak tepat dengan fasilitas yang disediakan oleh pesantren disebabkan karena kurang puas dan tidak sesuai dengan seleranya, misalnya tidak mau makan dari makanan yang disediakan peantren, tidur dan beraktivitas di masjid, tidak mengantri mandi pada tempatnya dan sebagainya. Tujuan utama NAM ingin segera menghentikan kebiasaan tersebut karena hal itu dapat merugikan dirinya sendiri. Oleh karena itu subyek bersedia untuk meggunakan strategi self management yang peneliti tawarkan sebagai cara untuk mengubah perilaku tersebut melalui beberapa tahap. Langkah awal yang harus diikuti sebagai prosedur strategi self managemnet adalah dengan menentukan sikap atau perilaku yang ingin diubah dan perilaku target yang diinginkan. Kemudian dilanjutkan dengan menetapkan suatu stimulus yang bisa mengarahkan dan mengendalikan perilaku yang tidak diinginkan tersebut ke arah tujuan yang ingin dicapai yang kemudian dilanjutkan dengan latihan penerapan stimulus control terhdap perilaku yang tidak diingkan tersebut, selanjutnya diakhiri dengan reward yang diberikan oleh dirinya sendiri ketika berhasil melakukan baik berupa pengendalian diri ataupun pengendalian rangsang untuk mengarahkan perilaku. Meskipun hal itu diakui sedikit sulit oleh subyek tapi pada minggu terakhir dari penggunaan stimulus tersebut untuk mengarahkan perilaku dapat dilakukan. Hal itu dapat dilihat dari catatan harian pada minggu pertema, kedua dan ketiga yang menunjukkan adanya penurunan frekwensi kemunculan meskipun tidak beraturan selama periode tersebut. Keberhasilan itu semakin nampak setelah dibuktikan dengan adanya peningkatan skor penyesuaian diri di lingkungan pesantren pada pengukuran yang terakhir atau post test. Skor pada pre test adalah 260 sedangkan pada post test adalah 285. dengan demikian, IRS mengalami peningkatan skor sebanyak 25 poin, yang artinya adanya penurunan frekwensi kemunculan perilaku yang diubah, sehingga dengan demikian penyesuaian diri terhadap beberapa fasilitias di pesantren meningkat melaui proses strategi self management yang melatih siswa untuk cermat dalam memantau perilaku yang tidak diinginkan kemudian dikendalikan dengan beberapa perilaku baru dan untuk memperkokoh kebiasaan baru tersebut maka digunkan reward setiap kali siswa berhasil melakukan prosedur sesuai strategi. Dengan demikian, siswa mulai dapat mengurangi perilaku yang tidak diinginkan dan membuat perilaku baru yang ingin dicapai. 4. WDK Permasalah pada subyek ini adalah masalah penyesuaian diri terhadap pelajaran di pesantren yang sedikit berbeda dengan sekolah umum, jumlah pelajaran yang bertambah dan waktu belajar yang lebih lama membuat subyek kesulitan dalam mengikuti pelajaran dengan baik. Adapun bentuk perilakunya adntara lain adalah mengantuk di kelas, ijin keluar jika ada tugas mengerjakan di kelas, malas dan bingung mengerjakan tugas atau PR dan lain sebagainya. Perilaku tersebut lebih cenderung pada pelajaran yang masih dirasakan asing seperti menghafal alqur`an setiap pagi, dan bebberapa pelajaran agama yang menuntut banyak menghafal. Subyek ingin memperbaiki kondisinya dengan menggunakan strategi self management yang diajukan oleh peneliti dengan mengidentifikasi perilaku yang ingin diubah dan arah perubahan yang hendak dicapai serta stimulusstimulus yang dapat mengarahkan perilaku, kemudian dilanjutkan dengan berlatih menemukan perilaku tersebut dalam satu minggu dengan menggunakan alat self monitoring situasi dan dlanjutkan dengan menemukan dan mengendalikan perilaku dengan stimulus yang sudah dirancang sebelumnya. Berdasarkan hasil catatan harian tersebut subyek diketahui perkembangan keberhasilan dalam mengarahkan perilakunya, dan diperoleh gambaran frekwensi kemunculan dalam satu hari selama satu minggu. Dari catatan harian minggu pertama, kedua dan ketiga terus mengalami penurunan frekwensi kemunculan perilaku bermasalah. Seperti halnya pada subyek yang lain, peningkatan kearah perilaku target itu tidak beraturan selama satu minggu namun yang pasti jumlah frekwensi perilaku bermasalah itu menurun. Hal ini disebabkan subyek berusaha untuk selalu mengawasi berilaku tersebut dan mencoba mengarahkannya sedikit demi sedikit sehingga secara perlahan perilaku negatif itu mulai terhapus dan menggantinya dengan kebiasaan baru. Seperti yang telah disebutkan bahwa peningkatan itu dapat dilihat dari hasil catatan harian yang menunjukkan adanya penurunan frekwensi kemunculan perilaku bermasalah selama tiga minggu dan dilanjutkan dengan data pre test dan post test dalam analisis data dengan uji jenjang bertanda Wilcoxon setelah menggunakan strategi self management diperoleh kesimpulan bahwa subyek mengalami peningkatan penyesuaian dirinya terhadap pelajaran di pesantren melalui bebarapa tahap. Sebagai langkah awal subyek mengidentifikasi perilaku bermasalah yang ingin diubah, kemudian menetapkan tujuan yang ingin dicapai dan dilanjutkan dengan membuat stimulus yang kira-kira bisa mencegah munculnya perilaku bermasalah tersebut. Berkaitan dengan hal ini, subyek mencatat situasi kemunculan perilaku bermasalah tersebut selama satu minggu dengan alat self monitoring situasi. Dengan demikian, subyek bisa memahami perilaku itu muncul pada suatu situasi dan mengidentifikasi penyebab dan akibatnya sehingga terbentuk rangkaian pemahaman terhadap munculnya perilaku bermasalah tersebut. Setelah itu, dilanjutkan dengan memonitor perilaku bermasalahnya dan berlatih mengendalikan, mengontrol dan mengarahkan dengan menggunakan stimulus yang sebelumnya sudah ditetapkan dalam bentuk catatan harian. Dengan latihan yang terus menerus ini maka perilaku yang tidak diinginkan dapat diganti dengan perilaku baru yang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan oleh siswa untuk meningkatkan penyesuaian dirinya dengan beberapa pelajaran di pesantren. 5. JND Siswa JND juga mengalami masalah penyesuaian diri di lingkungan asrama terkait dengan sikap subyek yang berlebihan dalam merespon suatu konflik sehingga dapat menyinggung perasaan orang lain meskipun tanpa sengaja yang dapat menyebabkan pertengkaran. Misalnya, marah, berkata dengan nada suara tinggi, mengomel, ketus dan sebagainya, sebenarnya hal ini sudah disadari hanya saja sulit untuk mengubah kebiasaan itu. Kemudian selama proses pelaksanaan strategi self management yang telah diajarkan peneliti, subyek berusaha untuk sebaik mungkin menjalaninya karena berharap akan berhasil. Dan ternyata dari anlisis hasil catatan harian dan diskusi selama konseling subyek mengakui bahwa ternyata hampir setiap hari perilaku itu muncul padahal sebelumnya subyek mengira tidak seperti itu. Jika dibandingkan antara hasil catatan harian selama tiga minggu selalu ada penurunan frekwensi kemunculan perilaku tersebut, hal ini disebabkan semakin lama perilaku itu dihapus maka semakin lupa dan secara otomatis mereduksi kemunculannya apalagi dengan adanya perilaku baru sebagai pengganti. Dengan demikian, terjadi penurunan frekwensi perilaku bermasalah melalui penggunaan strategi self management, karena dalam strategi siswa dilatih untuk mampu memberi kontrol dan pengawasan yang kuat terhadap perilaku yang ingin diubah sehingga dapat ditekan kemunculannya, didukung oleh adanya prosedur self reward yang memotivasi dan memperkokoh perilaku baru tersebut, maka perilaku yang tidak diinginkan tersebut mulai terhapus dan tergantikan oleh perilaku baru yang dirancang sebelumnya. Dari hasil catatan harian subyek selama tiga minggu didapatkan bahwa ada penurunan frekwensi perilaku bermasalah dalam setiap minggunya. Demikian juga dengan hasil analisis perbandingan yang diperoleh pada saat pre test dan post test didapatkan selisih 15 poin. Artinya skor meningkat sebesar 15 poin dari besar 260 menjadi 275. 6. SRM Adapun permasalahan yang dihadapi oleh subyek ini adalah penyesuaian dengan teman, terutama teman sekamar dan lingkungannya. Perilaku yang ditunjukkan adalah perilaku yang bersikap pasif dan cuek terhdap kondisi orang lain dan jarang cocok dengan teman sehingga dia lebih sering memilih sendirian dari pada merasa tidak nyaman jika berkumpul dengan mereka yang dirasakan tidak cocok dengan dirinya. Subyek juga kurang begitu antusias ketika peneliti menjelaskan tentang pentingnya penyesuaian diri di lingkungan pesantren pada awal pertemuan sebelum memasuki perlakuan, namun setelah peneliti memberikan beberapa contoh nyata dari pentingnya penyesuaian diri ini subyek sedikit terbuka dengan mau menjelaskan alasan-alasan dari perilakunya tersebut dan berkeinginan untuk bisa lebih bisa menerima kondisi orang lain dengan cara yang positif. Selama penggunaan strategi tersebut, subyek mengaku pada awalnya sulit namun setelah berlangsung lama sudah bisa mulai meningkatkan hubungannya dengan teman-temannya. Dan yang paling berkesan dan menambah semangatnya adalah ketika rujaan bareng dengan teman seanggota kelompok konseling, subyek merasa lebih bahagia dan tertawa dengan teman-teman. Berdasarkan catatan harian yang dilakukan selama tiga minggu menunjukkan adanya penurunan perilaku bermasalah dengan terbentuknya perilaku baru sebagai pengganti, Demikian juga dari data hasil post test diketahui bahwa SRM meningkat sebanyak 20 poin dari hasil pre test. Ini menunjukkan bahwa terdapat perubahan yang positif dari adanya perlakuan strategi self management. Hal ini dikarenakan siswa dalam strategi ini dilatih mampu mengamati dan mencatat bentuk-bentuk sikap terhadap teman yang kurang bisa diterima oleh temannya dan merancang petunjuk untuk menambah atau mengurangi tingkah laku tersebut serta memberikan reward untuk memberikan penguat dan memotivasi diri dalam pelaksanaan strategi tersebut, dengan demikian siswa mampu sedikit demi sedikit mengendalikan, mengontrol dan mengarahkan tingkah lakunya. 7. IFD Adapun permasalahan yang dihadapi pada siswa IFD adalah penyesuaian diri terhadap teman dalam bentuk sering tersinggung dan sering tidak suka dengan perilaku dan perkataan teman ataupun kakak yang tidak sesuai dengan dirinya. Perilaku-perilaku tersebut ingin diubah dengan menggunakan strategi self management yang mengajarkan siswa untuk menemukan perilaku yang ingin diubah dan tujuan yang diharapkan, kemudian berlatih menemukan perilaku tersebut selama satu minggu dengan menggunakan lat self monitoring situasi yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan pengendalian rangsang yang ditetapkan sebelumnya untuk mengarahkan dan mengontrol perilaku bermasalah subyek dengan alat catatan harian dan self reward yang berfungsi sebagai motivasi dan penguat perilaku yang baru terbentuk. Berdasarkan catatan harian yang dibuat oleh subyek didapatkan bahwa subyek setiap Minggunya selalu mengalami penurunan frekwensi kemunculan perilaku bermasalah dan meningkatnya penyesuaian diri terhadap semua teman yang bersifat unik. Dan untuk mendukung informasi tersebut maka dlakukan post test setelah subyek menggunakan strategi self management dan dianalisis melalui uji jenjang bertanda Wilcoxon. Dari analisis data diatas didapatkan bahwa subyek mengalami penurunan frekwensi kemunculan sikap bermasalah (sering tersinggung dengan teman, mudah sedih, sering tersindir dll, hal ini menunjukkan bahwa subyek mengalmi peningkatan penyesuaian diri terhadap teman. Karena dalam penggunaan strategi self management ini, siswa dilatih untuk menentukan bentuk perilaku konkret dari perilaku bermasalah yang dimaksud oleh siswa dan menentukan tujuan yang ingin dicapai. Dengan hal tersebut kemudian subyek berlatih untuk menemukan bentuk perilaku yang ingin diubah tersebut dalam kehidupan seharihari selama satu Minggu dengan menggunakan sebuah catatan yang menggambarkan waktu dan situasi munculnya perilaku yang bermasalah. Dengan demikian subyek dapat memahami hal-hal yang dapat mendorong munculnya perilaku bermasalah dan akibat dari hal tersebut, oleh karena itu pada latihan berikutnya siswa berusaha untuk menekan sekecil mungkin hal-hal yang dapat memunculkan perilaku bermasalah dan segera menggantinya dengan stimulus yang dapat mengalihkan perilaku tersebut ke arah perilaku yang diinginkan. Adapun hasil perhitungan statistik pada instrumen pengumpul data dilakukan sebelum perlakuan, diketahui terdapat 7 orang siswa di kelas VII B SMP putri Ma`had Al-Ittihad Al-Islami Camplong Sampang Madura yang teridentifikasi mengalami permasalahan dengan penyesuaian dirinya di lingkungan pesantren yaitu dengan masing-masing skor: FLN memperoleh skor 259, NAM memperoleh skor 260, IRS memperoleh skor 260, WDK memperoleh skor 256, JND memperoleh skor 260, SRM memperoleh skor 252 dan IFD memperoleh skor 253. Dari hasil skor siswa, selanjutnya dilakukan penentuan kategori, yaitu kategori rendah, sedang dan tinggi. Dari hasil perhitungan, diperoleh skor kategori rendah yaitu nilai dibawah 261.126 dan kategori sedang yaitu antara 261.126 sampai dengan 298.752 serta kategori tinggi yaitu dengan nilai diatas 298.752. siswa dengan skor penyesuaian diri di lingkungan pesantren rendah kemudian diberi bantuan untuk meningkatkan penyesuaian diri tersebut dengan menggunakan strategi self management. Hasil yang diperoleh berupa ada tidaknya peningkatan penyesuaian diri di lingkungan pesantren setelah menggunakan strategi self management diketahui dari instrumen pengumpul data yang diberikan kepada subjek di akhir penelitian (pos test). Adapun skor yang dihasilkan setelah diberikan bantuan dengan penggunaan straegi self mangement adalah sebagai berikut: FLN memperoleh skor 273, NAM memperoleh skor 279, IRS memperoleh skor 285, WDK memperoleh skor 280, JND memperoleh skor 275, SRM memperoleh skor 272 dan IFD memperoleh skor 283. Berdasarkan hasil post test yang dilakukan diketahui bahwa masing-masing subjek mengalami peningkatan skor penyesuaian diri yang cukup beragam, yaitu FLN mengalami peningkatan skor sebesar 14 angka, NAM mengalami peningkatan skor sebesar 19 angka, IRS mengalami peningkatan skor sebesar 25 angka, WDK mengalami peningkatan skor sebesar 24 angka, JND mengalami peningkatan skor sebesar 15 angka, SRM mengalami peningkatan skor sebesar 20 angka, dan IFD mengalami peningkatan skor sebesar 30 angka. Data hasil post test tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji jenjang bertanda Wilcoxon. Dari hasil perhitungan didapatkan adanya perbedaan skor penyesuaian diri siswa di lingkungan pesantren yang cukup signifikan, dimana Thitung lebih kecil dari Ttabel ( 0 < 2 ). Dengan demikian, maka H 0 ditolak dan H a diterima. Dari hasil tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa strategi self management dapat membantu meningkatkan penyesuaian diri siswa di lingkungan pesantren. Dengan demikian, hipotesis peneliti yang berbunyi “Strategi self management efektif untuk meningkatkan penyesuaian diri di lingkungan pesantren pada siswa kelas VII SMP putri Ma`had Al-Ittihad Al-Islami Camplong Sampang Madura,” diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa strategi self management dapat digunakan sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa di lingkungan pesantren, dimana siswa dilatih dalam waktu tertentu untuk mengenali perilaku-perilaku yang tidak diinginkan, kemudian dikontrol dengan suatu stimulus yang sudah ditetapkan baik dengan menambah atau mengurangi stimulus tersebut, kemudian diikuti dengan pemmberian hadiah oleh diri sendiri terhadap keberhasilan yang dicapai untuk memperkokoh perilaku-perilaku yang baru dipelajari tersebut yang selanjutnya bisa menjadi kebiasaan dan perilaku yang menetap di dalam diri siswa. Disini siswa dilatih untuk mengatur dan mengarahkan perilakunya sehingga tercapai perilaku yang diinginkan, dalam hal ini perilaku sehari-hari di lingkungan pesantren. Hal ini sesuai dengan pendapat Cormier (1985:519) bahwa strategi self management adalah proses dimana klien mengatur sendiri tingkah laku mereka dengan menggunakan satu strategi atau kombinasi strategi. Adapun landasan dari penggunaan strategi ini adalah pernyataan Soekadji (1983:96) mengatakan bahwa manfaat self management yaitu dapat mengatasi beberapa masalah dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya Skinner (dalam Corey,2005:218) menyatakan bahwa penguat positif jauh lebih efektif dalam mengendalikan tingkah laku karena hasil-hasilnya lebih dapat diramalkan serta kemungkinan timbulnya tingkah laku yang tidak diinginkan lebih kecil. Pernyataan ini mengacu pada salah satu prosedur strategi self management pada bagian self reward. Hasil penelitian ini juga didukung oleh beberapa penelitian yang lain, Yulianingsih (2004), Faridah (2009), Rahayu (2008), Nashiroh (2008). Dari hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat penyesuaian diri siswa di lingkungan pesantren sebelum dan sesudah diberikan strategi self management. Perbedaan itu ditunjukkan dengan adanya perbedaan positif dari hasil analisis yaitu tingkat penyesuaian diri siswa di lingkungan pesantren sesudah penggunaan strategi self management adalah meningkat dibanding sebelum digunakan strategi tersebut. Artinya, penyesuaian diri siswa di lingkungan pesantren yang rendah dengan ditandai sikap yang keliru terhadap berbagai komponen dalam pesantren, kemudian dari masing-masing siswa diminta untuk untuk mencari sikap yang keliru, yang paling dominan dalam menghadapi lingkungan pesantren dengan semua hal yang ada didalamnya. Selanjutnya siswa dilatih untuk meningkatkan sikap-sikap positif, mengarahkan sikap yang kurang tepat dan mengurangi kebiasaan-kebiasaan yang salah dengan mengganti dan mengontrol dengan suatu kondisi dan sikap yang telah ditentukan dan disepakati bersama. Kemudian untuk memperkokoh perilaku baru tersebut digunakan prosedur pemberian hadiah oleh diri mereka sendiri setelah mereka berhasil. Dengan pembiasaan tersebut, dari hari ke hari perilaku yang keliru terhadap lingkungan pesantren mulai berkurang dan menghilang dengan adanya perilaku baru sebagai pengganti. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa strategi self management dapat meningkatkan penyesuaian diri di lingkungan pesantren pada siswa kelas VII B SMP Putri Ma`had A-Ittihad Al-Islami Camplong Sampang Madura. Hal ini dapat diketahui dari hasil analisis statistik yang menunjukkan adanya peningkatan skor penyesuaian diri di lingkungan pesantren pada siswa kelas kelas VII B SMP Putri sebelum dan sesudah diberikan strategi self management. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang berbunyi ”Strategi self management dapat meningkatkan penyesuaian diri di lingkungan pesantren pada siswa kelas VII B SMP Putri Ma`had Al-Ittihad Al-Islami Camplong Sampang Madura,” diterima. Saran Dalam rangka perbaikan dan pengembangan, maka ada beberapa saran bagi pihak-pihak terkait yaitu; 1) Hasil penelitian ini menjadi salah satu alternatif bantuan yang dapat diberikan kepada siswa terutama siswa yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri di lingkungan pesantren, dan supaya konselor dapat meningkatkan kemampuannya dalam memahami dan mengaplikasikan penggunaan strategi self management melalui berbagai literatur yang telah ada, 2) Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan oleh peneliti lain yang ingin menggunakan strategi self management untuk meningkatkan penyesuaian diri di lingkungan pesantren karena terdapat indikator-indikator yang belum tercakup dalam penelitian ini, 3) Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan laporan bagi pihak pesantren, dan dapat terus diterapkan dalam kehidupan siswa di lingkungan pesantren untuk saat ini dan selanjutnya. Daftar Rujukan Atmodjo, Tri J. 2008. Modul 5 Penelitian Korelasional, (Online). http://pksm.mercubuana.id/new/learn ing/files modul/94010-5570595907575.pdf.diakses 27 desember 2010 Cormier, W.H & Cormier, L.S. 1985. Interviewing Strategies For Helpers. Monterey California: Brooks/ Cole Publishing Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Diah adji Fatayat. 2009. Perbedaan Penyesuaian diri di Pesantren Tradisional dan Modern. http://etd.eprints.ums.ac.id/4796/1/F 100040088.pdf. di akses pada tanggal 21 januari 2010 Faridah, Unik Asmaul. 2009. Penggunaan Strategi Self-Management untuk meningkatkan disiplin belajar di rumah pada siswa kelas VIII D SMPN 5 Lamongan. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: BK FIP UNESA Fatimah, Enung. 2006. Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta didik). Bandung: CV Pustaka Setia Harlock. 1993. Perkembangan Anak. Jakarta: PT Erlangga Kartini, Kartono. 1989. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti Mappiere, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional Nashiroh, Siti Alfiah. 2008. Efektifitas strategi Self-Management untuk membantu siswa yang mempunyai kebisaan makan yang buruk. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: BK FIP UNESA Prijosaksono, Ariwibowo & Roy Sembel. 2003. self management (Control Life). Jakarta: Gramedia Rahayu, Wiji Retnani. 2008. Penggunaan strategi Self-Management untuk mengurangi malas belajar siswa pada siswa kelas XI IA-8 SMA Negeri 16 Surabaya. Skipsi tidak diterbitkan. Surabaya: BK FIP UNESA Rahmad. Pengertian Pondok Pesantren (online). http://blog.re.or.id/pondokpesantren-sebagai-lembagapendidikan-islam.htm diakses tanggal 21 januari 2010 Sardjo. 1994. Psikologi. Pasuruan: PT. Gaoeda Buana Indah Soetarlinah, Soekadji. 1983. Modifikasi Perilaku Penerapan Sehari-hari dan Penerapan Profesional. Yogyakarta: Liberty Sofyan, Willis. 1994. Problema Remaja dan Pemecahannya. Bandung: Angkasa Uharsputra. 2007. Dunia Pesantren (online). http://uharsputra.wordpress.com/200 7/06/08/dunia-pesantren/ diakses tanggal 21 Januari 2010 Yulianingsih, Tri. 2004. Pengaruh Strategi Self-Management terhadap pelanggaran tata tertib di sekolah pada siswa kelas II SMU PGRI 23 Surabaya. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: BK FIP UNESA Yusuf, Syamsu. 2009. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya