PENGGUNAAN STRATEGI SELF

advertisement
PENGGUNAAN STRATEGI SELF-MANAGEMENT UNTUK MENINGKATKAN
PENYESUAIAN DIRI DI LINGKUNGAN PESANTREN
Sunahwa1 dan Hadi Warsito2
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji penggunaan strategi self
management untuk meningkatkan penyesuaian diri di lingkungan pesantren pada siswa kelas
VII SMP Putri Ma`had Al-Ittihad Al-Islami Camplong Sampang Madura. Penelitian ini
menggunakan pre test post test one group design. Metode pengumpulan data yang digunakan
adalah angket untuk memperoleh data tentang penyesuaian diri siswa di lingkungan
pesantren. Dari hasil angket, terdapat 7 siswa yang mengalami penyesuaian diri di lingkungan
pesantren kategori rendah. Sedangkan untuk mengukur pengaruh penggunaan strategi self
management terhadap penyesuaian diri siswa di lingkungan pesantren menggunakan analisis
statistik non parametrik dengan uji jenjang bertanda Wilcoxon. Hasil perhitungan N = 7
dengan T = 0. berdasarkan tabel nilai T untuk uji jenjang bertanda Wilcoxon dengan taraf
signifikansi 5 % dan N = 7 diperoleh Ttabel = 2 sehingga Thitung lebih kecil dari Ttabel (0 ≤ 2).
Jadi, hipotesis yang diajukan peneliti yang berbunyi “strategi self management dapat
meningkatkan penyesuaian diri di lingkungan pesantren pada siswa kelas VII B Putri Ma`had
Al-Ittihad Al-Islami Camplong Sampang Madura” dapat diterima.
Kata kunci: Strategi self management, penyesuaian diri di lingkungan pesantren
1
2
Alumni Prodi BK FIP Unesa
Staf Pengajar prodi BK FIP Unesa
Pendahuluan
Lingkungan baru bagi beberapa
orang menjadi sebuah stimulus yang
terkadang menjadi penyebab munculnya
berbagai permasalahan, salah satunya
adalah penyesuaian diri. Begitu pula
halnya dengan siswa yang baru mengenal
lingkungan pesantren, dimana lingkungan
ini memiliki karakteristik yang berbeda
dengan lingkungan yang ditemui anak
sebelumnya. Kondisi yang jauh dari
rumah, orang tua, teman dan orang-orang
yang dikenalnya, serta padatnya jadwal
yang diterima siswa dengan berbagai
kegiatan,mulai dari bangun tidur hingga
tidur kembali diatur sedemikian rupa dan
berbagai
pekerjaan
yang
harus
diselesaikan sendiri. Hal ini membuat anak
harus mampu menyesuaikan diri agar
dapat bertahan dan bisa menyelesaikan
pendidikannya di pesantren tersebut.
Namun tidak sedikit siswa yang tidak
mampu dan mengalami kesulitan dalam
menyesuaikan diri dengan kehidupan
sistem asrama tersebut sehingga tidak
jarang siswa yang keluar dari pesantren
sebelum lulus, atau jika tidak demikian
akan mengalami penyesuaian diri negatif
yang justru mengakibatkan berbagai
permasalahan dalam kehidupan anak di
pesantren dan dapat mempengaruhi
kehidupan anak kelak ketika sudah di luar
pesantren. Bahkan dari hasil penelitian
Yuniar dkk(2005) menunjukkan setiap
tahunnya lima sampai sepulu dari siswa
baru di pondok pesantren Assalam
Surakarta mengalami masalah dalam
melakukan proses penyesuaian diri.
Fenomina di atas juga ditemui di
pesantren Ma`had Al-ittihad Al-islami
Camplong Sampang Madura, seperti yang
dituturkan oleh pengurus pesantren
mengenai siswa yang kurang mampu
menyesuaikan
diri
biasanya
``memperlihatkan
beberapa
perilaku
tertentu seperti, sering di kamar dan jarang
bergaul, lebih suka menyendiri, sering
melamun dan terkadang menangis, sering
tidak makan, diam dan kurang merespon
orang lain baik guru maupun teman, tidak
mengikuti pelajaran di kelas atau tidak
memperhatikan penjelasan guru, tidak
punya minat, tidak berpartisipasi dalam
kelompok, perasaan rindu yang sangat
terhadap rumah dan keluarga dan tidak
mengerjakan tanggung jawabnya.
Gambaran
perilaku
tersebut
merupakan indikasi adanya permasalahan
dalam penyesuaian diri, seperti yang
diungkapkan oleh Schneders (1964) bahwa
penyesuaian diri pada prinsipnya adalah
suatu proses yang mencakup respon
mental dan tingkah laku, dimana individu
berusaha untuk dapat berhasil mengatasi
kebutuhan-kebutuhan
dalam
dirinya,
ketegangan-ketegangan, konflik-konflik,
dan frustasi yang dialaminya, sehingga
terwujud tingkat keselarasan antara diri
dan lingkungannya. Selain itu, Willis
(1994:43) juga menyebutkan bahwa
penyesuaian diri adalah kemampuan
seseorang untuk hidup dan bergaul secara
wajar terhadap lingkungannya sehingga ia
merasa
puas
terhadap
diri
dan
lingkunannya.
Penyesuaian
diri
ini
dapat
dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti
yang disebutkan oleh Fatimah (2006:199)
bahwa ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi penyesuaian diri, yaitu
faktor
fisiologis,
psikologis,
perkembangan dan kematangan, faktor
lingkungan serta budaya dan agama.
Sedangkan menurut Desmita (2009:196)
menyatakan
bahwa
faktor
yang
mempengaruhi penyesuaian diri dapat
dilihat dari konsep psikogenik yang
meliputi hubungan dengan orang tua, iklim
intelektual keluarga, dan iklim emosional
keluarga, dan konsep sosiopsikogenik,
yang termasuk dalam konsep ini antara
lain hubungan siswa dengan guru dan
iklim intelektual sekolah.
Dengan berbagai faktor apapun yang
melatar belakangi, pihak pesantren tetap
mengupayakan dengan berbagai cara
untuk membantu siswa agar mampu
menyesuaikan diri dengan baik di
lingkungan pesantren, antara lain dengan
memberikan kesempatan bagi calon siswa
baru untuk melihat kondisi dan suasana
pesantren, dan berusaha menciptakan
asrama yang cukup nyaman serta program
kegiatan yang bertahap. Meskipun
demikian, masih banyak siswa yang
mengalami masalah dalam menyesuaikan
diri terutama pada tahun pertama, sehingga
hampir setiap tahun selalu ada siswa yang
keluar sebelum lulus atau tetap bertahan
namun dalam kondisi terpaksa sehingga
sering
mengakibatkan
individu
menunjukkan perilaku yang serba salah,
tidak terarah, emosional, sikap yang tidak
realistik dan prestasi akademik yang
buruk. Oleh karena itu penting sekali
permasalahan
ini
untuk
segera
diselesaikan.
Atas pertimbangan inilah penulis
sebagai salah satu alumni dari pesantren
ini akhirnya termotivasi untuk ikut
menyelesaikan permasalahan penyesuaian
diri santri di lingkungan pesantren dengan
menggunakan strategi self management,
yaitu suatu strategi dalam bimbingan dan
konseling
yang
bermanfaat
untuk
mereduksi suatu perilaku yang tidak
diinginkan serta meningkatkan dan
mengarahkan pada perilaku yang hendak
dicapai. Hal ini didasarkan pada kajian
teori maupun hasil penelitian sebelumnya
yang mendukung bahwa strategi tersebut
efektif untuk meningkatkan penyesuaian
diri.
Dalam hal ini, Soekadji (1983:96)
mengatakan
bahwa
manfaat
self
management yaitu dapat mengatasi
beberapa masalah dalam kehidupan seharihari. Selanjutnya, Prijosaksono dan Roy
Sembel (2003:8) menyebutkan bahwa
tujuan strategi self management adalah
mempersiapkan diri untuk menghadapi
perubahan. Selain itu, beberapa hasil
penelitian
sebelumnya
juga
dapat
mendukung teori tentang keefektifan
strategi self management yaitu Tri
Yulianingsih (2004), Unik Asmaul Faridah
(2009), Wiji Retnani Rahayu (2008), dan
Siti Alfiah Nashiroh (2008). Dari hasil
keempat penelitian ini menunjukkan
adanya pengaruh positif dari strategi self
management, dalam artian memberikan
peningkatan
suatu
perilaku
yang
diinginkan dan mereduksi perilaku yang
tidak diinginkan.
Penyesuaian Diri
Pengertian penyesuaian diri adalah
Dari beberapa pendapat para ahli, maka
dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri
adalah kemampuan seseorang untuk hidup
dan bergaul terhadap lingkungan secara
wajar dengan berusaha untuk dapat
berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan
dalam dirinya, ketegangan-ketegangan,
konflik-konflik
dan
frustasi
yang
dialaminya sehingga merasa puas terhadap
diri dan lingkungannya dengan dua aspek,
yaitu penyesuaian pribadi dan penyesuaian
sosial. Adapun factor yang mempengaruhi
antara lain adalah fisiologis, psikologis,
faktor perkembangan dan kematangan,
lingkungan, budaya dan agama.sedangkan
cirri-ciri dari penyesuaian diri yang baik
adalah tidak menunjukkan adanya
ketegangan emosional, tidak menunjukkan
adanya mekanisme psikologis, memiliki
konsep diri yang sehat, memiliki
pertimbangan rasional dan pengarahan
diri, mampu menerima tanggung jawab
dan berpartisipasi dalam kegiatan yang
sesuai dengan usianya, mampu mengatasi
perubahan sosial dan perubahan diri yang
fleksibel, dapat menanggapi frustasi dan
konflik batin dengan mekanisme yang
sehat, serta bersikap realistis dan objektif.
Sebaliknya, cirri-ciri dari penyesuaian diri
yang buruk adalah Tidak bertanggung
jawab, bersikap agresif, ada perasaan tidak
aman, merasa rindu dan ingin pulang jika
jauh dari lingkungan yang dikenalnya,
perasaan menyerah, banyak berkhayal,
mundur ke tingkat sebelumnya untuk
menarik
perhatian,
menggunakan
mekanisme pertahanan diri.
Pengertian lingkungan pesantren
adalah lingkungan pesantren adalah segala
sesuatu yang ada di dalam pesantren yang
meliputi lembaga pendidikan atau sekolah
dan asrama dengan empat tipologi, yaitu
Pesantren yg mempertahankan kemurnian
identitas asli sebagai tempat mendalami
ilmu-ilmu agama bagi para santrinya,
Pesantren yang memasukkan materi-materi
umum dalam pengajaran namun dengan
kurikulum yang disusun sendiri menurut
kebutuhan dan tidak mengikuti kurikulum
yang ditetapkan pemerintah secara
nasional sehingga ijazah yagg dikeluarkan
tidak mendapatkan pengakuan dari
pemerintah sebagai
ijazah formal,
Pesantren
yang
menyelenggarakan
pendidikan umum di dalam, baik
berbentuk madrasah maupun sekolah
umum dalam berbagai jenjang, dan
Pesantren yang merupakan asrama pelajar
Islam dimana para santri belajar di
sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan
tinggi diluarnya. Selain itu ada beberapa
komponen yang ada didalamnya, yaitu
kyai, masjid, asrama, santri dan
pembacaan kitab kuning. Serta berbagai
program kegiatan yang diatur oleh
pengurus yang ada di dalam pesantren.
Pengertian strategi self management
adalah suatu prosedur dimana klien
mengarahkan dan mengatur perubahan
tingkah laku mereka sendiri dengan
menggunakan satu strategi atau kombinasi
strategi, dengan tujuan memberikan
keterangan klien, uraian kejadian, dan
penggunaan monitor diri untuk klien
sendiri, mengajarkan klien bagaimana
memantau dan memonitor diri sebagai
salah satu strategi, menggambarkan uraian
kejadian, menggambarkan bagaimana
klien menggunakan stimulus kontrol,
metode pengawasan untuk mengurangi
atau menambah standar tingkah laku,
menggambarkan uraian kejadian dan
gambaran penggunaan penguat pada diri
klien, mengajarkan klien bagaimana
menggunakan penguat pada diri sendiri.
Adapun manfaat self management
yaitu dapat mengatasi beberapa masalah
dalam kehidupan sehari-hari. Pada
prosedur penggunaan strategi tersebut ada
tiga macam strategi yaitu Self-Monitoring,
stimulus control, Self-reward yang dalam
penelitian ini digunakan ketiga strategi
tersebut. Sedangkan tahap-tahap yang
perlu dilaksanakan oleh klien adalah Klien
mengidentifikasi dan mencatat perilaku
sasaran dan mengendalikan antisident dan
konsekuensi kemudian mengidentifikasi
perilaku yang diharapkan, selanjutnya
Konselor
menjelaskan
kemungkinan
strategi Self-Management dan Klien
memilih salah satu atau lebih strategi.
Selanjutnya Klien menyatakan komitmen
untuk melaksanakan langkah kedua dan
keempat secara verbal, setelah itu
Konselor
menginstruksikan
dan
memodelkan
strategi
yang
dipilih
kemudian menginstruksikan kepada klien
untuk melaksanakan strategi tersebut dan
Klien mempraktekkan strategi yang dipilih
di bawah arahan konselor, kemudian yang
klien menggunaan strategi pilihan dalam
situasi nyata. Selanjutnya Analisis atau
pemetaan hasil penguatan diri dan
lingkungan untuk kemajuan klien. Dalam
hal ini klien memiliki kesempatan untuk
mengevaluasi kemajuan dan pencapaian
tujuan dengan cara mereview data yang
telah direkam dan dikumpulkan selama
implementasi strategi dan yang terakhir
data direview oleh konselor dan klien,
kemudian klien melaksanakan atau
membuat revisi, membuat peta data hasil
penguatan diri di lingkungan untuk
kemajuan klien.
Supaya penggunaan strategi ini
efektif, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu, 1) Menggunakan
kombinasi strategi, 2) Menggunakan
strategi secara konsisten, 3) Adanya bukti
dari klien tentang pelaksanaan strategi, 4)
Menggunakan penguat diri, 5) Adanya
dukungan dari lingkungan
Metode
Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian kuantitatif. Penelitian ini
dikategorikan sebagai penelitian pre
eksperiment jenis pre-test post-test one
group designe, yaitu eksperimen yang
dilakukan pada satu kelompok saja tanpa
kelompok pembanding. Adapun untuk
analisis data digunakan uji jenjang
bertanda Wilcoxon disamping tandanya,
besar beda juga diperhitungkan. Teknik ini
digunakan untuk menguji signifikansi
hipotesis komparatif dua sampel yang
berkorelasi bila datanya berbentuk ordinal
atau berjenjang dan mengetahui efek suatu
treatmen tertentu(Djarwanto, 2003:260)
Penggunaan
analisis
statistik
ini
didasarkan atas pertimbangan (1) sampel
diambil secara purposive, (2) sampel kecil,
(3) selain melihat perubahan tanda (positif
atau negatif) juga besarnya beda.
Hasil dan Pembahasan
Setelah data terkumpul sesuai dengan
metode yang digunakan, maka langkah
berikutnya adalah menganalisa data. Hal
ini dilakukan untuk mengetahui hasil
penelitian yang telah dilakukan dengan
cermat dan teliti supaya terhindar dari
kesalahan dalam penarikan kesimpulan.
Untuk mengetahui benar tidaknya
hipotesis yang diajukan, maka digunakan
analisis statistik non parametrik dengan uji
jenjang bertanda Wilcoxon. Pada uji
jenjang bertanda wilcoxon, nilai T yang
paling kecil menjadi Thitung , maka Thitung =
0, sedangkan untuk mengetahui besarnya
Ttabel , maka dapat dilihat pada tabel uji
jenjang bertanda wilcoxon dengan N=7
dengan taraf signifikansi 5% maka Ttabel =
2. dari hasil tersebut, maka dapat diketahui
bahwa Thitung lebih kecil dari Ttabel (0 < 2).
Pada uji jenjang bertanda wilcoxon , bila
Thitung lebih Ttabel , maka H 0 ditolak dan
H a yang berbunyi”ada peningkatan skor
penyesuaian diri di lingkungan pesantren
sesudah penggunaan
strategi self
management pada siswa kelas VII SMP
putri
Ma`had
Al-Ittihad
Al-Islami
Camplong Sampang Madura”diterima.
dengan demikian, hipotesis penelitian yang
diajukan yang berbunyi “strategi self
management efektif untuk meningkatkan
penyesuaian diri di lingkungan pesantren
pada siswa kelas VII SMP putri Ma`had
Al-Ittihad Al-Islami Camplong Sampang
Madura ” terbukti.
Berikut ini akan dijelaskan mengenai
hasil dari perlakuan strategi self
management:
1. FLN
FLN adalah salah satu subyek dalam
penelitian ini dengan permasalahan
penyesuaian diri terhadap tata tertib
asrama dalam bentuk perilaku sering
melanggar tata tertib yang ada di asrama,
seperti memakai sandal orang lain, berada
di kamar orang di siang hari, berbahasa
daerah dan lain sebagaainya. Perilaku ini
muncul sebagai akibat dari tidak adanya
pengaturan diri yang baik dalam aktivitas
sehari-hari, seperti waktu mencuci baju,
menyetrika, bermain dengan teman-teman
daan lain-lain. Dengan seringnya FLN
melanggar tata tertib tersebut, akibatnya
dia sering mendapat sanksi berupa
membersihkan lingkungan asrama dan
persepsi negatif dari ustadzah, kakak kelas
dan teman-teman sekelas. Oleh karena itu
dalam kesempatan ini subyek sangat ingin
mengubah perilaku tersebut. Sebelum
diberikan perlakuan dengan strategi self
management hasil pengukuran tentang
tingkat penyesuaian diri di lingkungan
pesantren adalah 259, dengan jumlah skor
tersebut maka FLN berada pada posisi
rendah. Namun setelah FLN menggunakan
strategi self managemen mulai dari bulan
agustus sampai dengan bulan oktober
melalui beberapa langkah yang dilakukan
oleh subyek, yaitu yang pertama dilakukan
adalah melakukan penentuan perilaku
yang ingin diubah dan arah yang
perubahan yang hendak dicapai. Kemudian
dilanjutkan
dengan
memonitor
kemunculan perilaku yang ingin diubah
pada situasi tertentu sehingga subyek dapat
berlatih menemukan perilaku tersebut
dalam satu minggu. Kemudian setelah
subyek mampu mengenali perilaku yang
ingin diubah tersebut dilanjutkan dengan
memonitor perilaku tersebut dan berlatih
untuk mengendalikannya dengan suatu
stimulus.
Pada minggu pertama terlihat konseli
belum bisa mengendalikan perilaku
tersebut, kemudian pada minggu kedua
subyek
juga
masih
belum
bisa
mengarahkan perilaku tersebut dan setiap
harinya tidak sama, ini dikarenakan situasi
dan kondisi yang melatar belakangi
perilaku tersebut tidak sama. Kemudian
pada minggu ketiga sudah terlihat adanya
penurunan frekwensi munculnya perilaku
tersebut. Hal ini semakin terlihat dengan
adanya peningkatan skor pada pengukuran
yang
dilakukan
setelah
subyek
menggunakan strategi self management
dalam periode yang telah ditetapkan.
Adapun peningkatan skor sebanyak 14
poin. Ini menunjukkan bahwa FLN
mengalami perubahan yang cukup baik.
Hal tersebut karena dalam penggunaan
strategi self manamenent subyek berlatih
mengamati dan mencatat bentuk-bentuk
tingkah laku pelanggaran tata tertib di
asrama dan mengendalikannya dengan
stimulus
yang
sudah
ditetapkan
sebelumnya serta memberikan reward
untuk
memberikan
penguat
dan
memotivasi diri dalam pelaksanaan
strategi tersebut sehingga subyek mampu
sedikit demi sedikit mengendalikan,
mengontrol dan mengarahkan tingkah
lakunya.
Dengan
demikian
dapat
mereduksi tingkah laku pelanggaran yang
dilakukannya,
sehingga
frekuensi
pelanggarannya terhadap tata tertib di
asrama mengalami penurunan dan perilaku
baru mulai terbentuk dan kemudian
menjadi sebuah kebiasaan baru yang dapat
meningkatkan penyesuaian dirinya di
lingkungan pesantren terutama terhadap
tata tertib yang ada di asrama.
2. NAM
NAM juga termasuk siswa yang menjadi
subyek dalam penelitian ini dengan
karakteristik permasalahan penyesuaian
diri terhadap kegiatan yang ada di asrama
dalam bentuk perilaku yang tidak tertib
selama mengikuti kegiatan seperti
mengantuk, terlambat mengikuti kegiatan,
atau bahkan tidak mengikuti kegiatankegiatan yang dirasakan sulit untuk diikuti.
Perilaku tidak tertib ketika kegiatan
disebabkan oleh banyak faktor yang
diakibatkan oleh hal yang situasional
sampai dengan kebiasaan dirinya yang
buruk sehingga mengakibatkan perilakuperilaku yang merugikan subyek, yaitu
subyek tidak dapat mengikuti kegiatan
dengan konsentrasi dan tertib, bahkan jika
sampai berulang-ulang bisa mendapat
sanksi. Atas pertimbangan inilah subyek
ingin mengubah perilaku tersebut. Untuk
mencapai tujuan tersebut subyek harus
melewati beberapa tahap dalam strategi
yang digunakan yaitu strategi self
management. Yang pertama kali dilakukan
oleh subyek adalah menentukan perilaku
yang ingin diubah dan arah perubahan
yang dikehendaki dan dilanjutkan dengan
menentukan suatu stimulus sebagai
pengganti pada saat perilaku yang ingin
diubah itu muncul atau dengan
menghilangkan hal-hal yang dapat
mengacu pada munculnya perilaku
tersebut. Tahap kedua adalah dengan
melihat situasi-situasi munculnya perilaku
yang tidak diinginkan dalam waktu satu
minggu dan mencatatnya dalam catatan
yang sudah disiapkan oleh peneliti. Setelah
subyek mampu mengenali perilaku
tersebut dalam kehidupan sehari-hari maka
dilanjutkan dengan berlatih mengendalikan
perilaku tersebut dan mengrahkan pada
perilaku
yang
diinginkan
dengan
menggunakan stimulus yang sudah yang
sudah ditentukan oleh subyek sendiri. Pada
minggu pertama belum terlihat adanya
kemampuan subyek untuk mengarahkan
perilaku-perilaku tersebut, kemudian pada
minggu kedua mulai terlihat meskipun
setiap harinya belum menunjukkan
semakin semakin baik tapi setidaknya
frekwensi kemunculan perilaku tersebut
sudah mulai berkurang. Dalam pertemuan
konseling peneliti terus meningkatkan
motivasi dan mendorong untuk subyek
supaya semakin berkembang dengan baik.
Setelah minggu ketiga subyek semakin
terlihat peningkatan perilaku positifnya
dalam mengikuti kegiatan di asrama dan
mengendalikan perilaku yang tidak
diinginkan
dengan
mengkondisikan
dirinya untuk tidak berada pada situasi
yang dapat memunculkan perilaku yang
tidak diinginkan tersebut. Hal ini terlihat
dalam catatn harian yang dibuat oleh
subyek dan pembahasan selama konseling.
Dari hasil pre test NAM memiliki
skor 260, namun setelah menggunakan
strategi self management, skor NAM
menjadi 279. hasil tersebut menunjukkan
bahwa NAM mengalami perubahan yang
cukup baik yang dapat dilihat dari
peningkatan skor sebanyak 19 poin dan
hasil catatan harian yang menunjukkan
adanya penurunan frekuensi kemunculan
perilaku yang tidak diinginkan tersebut.
Dengan demikian, strategi self
management dapat menurunkan frekwensi
kemunculan perilaku tidak tertib dalam
mengikuti kegiatan pesantren tersebut
melalui proses pemantuan perilaku dan
mengarahkannya pada perilaku baru yang
ingin dicapai dengan pengendalian
rangsang, dan untuk memperkokoh
perilaku yang baru terbentuk tersebut
maka digunakan reward yang dilakukan
oleh dirinya sendiri. Dengan latihan yang
terus menerus dalam waktu sekitar satu
bulan maka perilaku yang tidak diinginkan
dapat diganti dengan perilaku baru yang
diinginkan yang selanjutnya bisa menjadi
sebuah perilaku tetap dalam diri siswa.
3. IRS
Seperti halnya siswa yang lain, IRS juga
mengalami masalah penyesuaian diri
dilingkungan pesantren dalam bentuk
sikapnya yang tidak tepat dengan fasilitas
yang disediakan oleh pesantren disebabkan
karena kurang puas dan tidak sesuai
dengan seleranya, misalnya tidak mau
makan dari makanan yang disediakan
peantren, tidur dan beraktivitas di masjid,
tidak mengantri mandi pada tempatnya dan
sebagainya. Tujuan utama NAM ingin
segera menghentikan kebiasaan tersebut
karena hal itu dapat merugikan dirinya
sendiri. Oleh karena itu subyek bersedia
untuk
meggunakan
strategi
self
management yang peneliti tawarkan
sebagai cara untuk mengubah perilaku
tersebut melalui beberapa tahap. Langkah
awal yang harus diikuti sebagai prosedur
strategi self managemnet adalah dengan
menentukan sikap atau perilaku yang ingin
diubah dan perilaku target yang
diinginkan. Kemudian dilanjutkan dengan
menetapkan suatu stimulus yang bisa
mengarahkan dan mengendalikan perilaku
yang tidak diinginkan tersebut ke arah
tujuan yang ingin dicapai yang kemudian
dilanjutkan dengan latihan penerapan
stimulus control terhdap perilaku yang
tidak diingkan tersebut, selanjutnya
diakhiri dengan reward yang diberikan
oleh dirinya sendiri ketika berhasil
melakukan baik berupa pengendalian diri
ataupun pengendalian rangsang untuk
mengarahkan perilaku. Meskipun hal itu
diakui sedikit sulit oleh subyek tapi pada
minggu terakhir dari penggunaan stimulus
tersebut untuk mengarahkan perilaku dapat
dilakukan. Hal itu dapat dilihat dari catatan
harian pada minggu pertema, kedua dan
ketiga
yang
menunjukkan
adanya
penurunan
frekwensi
kemunculan
meskipun tidak beraturan selama periode
tersebut. Keberhasilan itu semakin nampak
setelah
dibuktikan
dengan
adanya
peningkatan skor penyesuaian diri di
lingkungan pesantren pada pengukuran
yang terakhir atau post test. Skor pada pre
test adalah 260 sedangkan pada post test
adalah 285. dengan demikian, IRS
mengalami peningkatan skor sebanyak 25
poin, yang artinya adanya penurunan
frekwensi kemunculan perilaku yang
diubah, sehingga dengan demikian
penyesuaian diri terhadap beberapa
fasilitias di pesantren meningkat melaui
proses strategi self management yang
melatih siswa untuk cermat dalam
memantau perilaku yang tidak diinginkan
kemudian dikendalikan dengan beberapa
perilaku baru dan untuk memperkokoh
kebiasaan baru tersebut maka digunkan
reward setiap kali siswa berhasil
melakukan prosedur sesuai strategi.
Dengan demikian, siswa mulai dapat
mengurangi perilaku yang tidak diinginkan
dan membuat perilaku baru yang ingin
dicapai.
4. WDK
Permasalah pada subyek ini adalah
masalah penyesuaian diri terhadap
pelajaran di pesantren yang sedikit berbeda
dengan sekolah umum, jumlah pelajaran
yang bertambah dan waktu belajar yang
lebih lama membuat subyek kesulitan
dalam mengikuti pelajaran dengan baik.
Adapun bentuk perilakunya adntara lain
adalah mengantuk di kelas, ijin keluar jika
ada tugas mengerjakan di kelas, malas dan
bingung mengerjakan tugas atau PR dan
lain sebagainya. Perilaku tersebut lebih
cenderung pada pelajaran yang masih
dirasakan asing seperti menghafal alqur`an setiap pagi, dan bebberapa
pelajaran agama yang menuntut banyak
menghafal. Subyek ingin memperbaiki
kondisinya dengan menggunakan strategi
self management yang diajukan oleh
peneliti dengan mengidentifikasi perilaku
yang ingin diubah dan arah perubahan
yang hendak dicapai serta stimulusstimulus yang dapat mengarahkan
perilaku, kemudian dilanjutkan dengan
berlatih menemukan perilaku tersebut
dalam satu minggu dengan menggunakan
alat self monitoring situasi dan dlanjutkan
dengan menemukan dan mengendalikan
perilaku dengan stimulus yang sudah
dirancang sebelumnya.
Berdasarkan hasil catatan harian
tersebut subyek diketahui perkembangan
keberhasilan
dalam
mengarahkan
perilakunya, dan diperoleh gambaran
frekwensi kemunculan dalam satu hari
selama satu minggu. Dari catatan harian
minggu pertama, kedua dan ketiga terus
mengalami
penurunan
frekwensi
kemunculan perilaku bermasalah. Seperti
halnya pada subyek yang lain, peningkatan
kearah perilaku target itu tidak beraturan
selama satu minggu namun yang pasti
jumlah frekwensi perilaku bermasalah itu
menurun. Hal ini disebabkan subyek
berusaha untuk selalu mengawasi berilaku
tersebut dan mencoba mengarahkannya
sedikit demi sedikit sehingga secara
perlahan perilaku negatif itu mulai
terhapus dan menggantinya dengan
kebiasaan baru. Seperti yang telah
disebutkan bahwa peningkatan itu dapat
dilihat dari hasil catatan harian yang
menunjukkan adanya penurunan frekwensi
kemunculan perilaku bermasalah selama
tiga minggu dan dilanjutkan dengan data
pre test dan post test dalam analisis data
dengan uji jenjang bertanda Wilcoxon
setelah
menggunakan
strategi
self
management diperoleh kesimpulan bahwa
subyek
mengalami
peningkatan
penyesuaian dirinya terhadap pelajaran di
pesantren melalui bebarapa tahap. Sebagai
langkah awal subyek mengidentifikasi
perilaku bermasalah yang ingin diubah,
kemudian menetapkan tujuan yang ingin
dicapai dan dilanjutkan dengan membuat
stimulus yang kira-kira bisa mencegah
munculnya perilaku bermasalah tersebut.
Berkaitan dengan hal ini, subyek mencatat
situasi kemunculan perilaku bermasalah
tersebut selama satu minggu dengan alat
self monitoring situasi. Dengan demikian,
subyek bisa memahami perilaku itu
muncul
pada
suatu
situasi
dan
mengidentifikasi penyebab dan akibatnya
sehingga terbentuk rangkaian pemahaman
terhadap munculnya perilaku bermasalah
tersebut. Setelah itu, dilanjutkan dengan
memonitor perilaku bermasalahnya dan
berlatih mengendalikan, mengontrol dan
mengarahkan
dengan
menggunakan
stimulus
yang
sebelumnya
sudah
ditetapkan dalam bentuk catatan harian.
Dengan latihan yang terus menerus ini
maka perilaku yang tidak diinginkan dapat
diganti dengan perilaku baru yang sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan oleh siswa
untuk meningkatkan penyesuaian dirinya
dengan beberapa pelajaran di pesantren.
5. JND
Siswa JND juga mengalami masalah
penyesuaian diri di lingkungan asrama
terkait dengan sikap subyek yang
berlebihan dalam merespon suatu konflik
sehingga dapat menyinggung perasaan
orang lain meskipun tanpa sengaja yang
dapat
menyebabkan
pertengkaran.
Misalnya, marah, berkata dengan nada
suara tinggi, mengomel, ketus dan
sebagainya, sebenarnya hal ini sudah
disadari hanya saja sulit untuk mengubah
kebiasaan itu. Kemudian selama proses
pelaksanaan strategi self management
yang telah diajarkan peneliti, subyek
berusaha
untuk
sebaik
mungkin
menjalaninya karena berharap akan
berhasil. Dan ternyata dari anlisis hasil
catatan harian dan diskusi selama
konseling subyek mengakui bahwa
ternyata hampir setiap hari perilaku itu
muncul padahal sebelumnya subyek
mengira
tidak
seperti
itu.
Jika
dibandingkan antara hasil catatan harian
selama tiga minggu selalu ada penurunan
frekwensi kemunculan perilaku tersebut,
hal ini disebabkan semakin lama perilaku
itu dihapus maka semakin lupa dan secara
otomatis
mereduksi
kemunculannya
apalagi dengan adanya perilaku baru
sebagai pengganti. Dengan demikian,
terjadi penurunan frekwensi perilaku
bermasalah melalui penggunaan strategi
self management, karena dalam strategi
siswa dilatih untuk mampu memberi
kontrol dan pengawasan yang kuat
terhadap perilaku yang ingin diubah
sehingga dapat ditekan kemunculannya,
didukung oleh adanya prosedur self
reward
yang
memotivasi
dan
memperkokoh perilaku baru tersebut,
maka perilaku yang tidak diinginkan
tersebut mulai terhapus dan tergantikan
oleh perilaku baru yang dirancang
sebelumnya.
Dari hasil catatan harian subyek
selama tiga minggu didapatkan bahwa ada
penurunan frekwensi perilaku bermasalah
dalam setiap minggunya. Demikian juga
dengan hasil analisis perbandingan yang
diperoleh pada saat pre test dan post test
didapatkan selisih 15 poin. Artinya skor
meningkat sebesar 15 poin dari besar 260
menjadi 275.
6. SRM
Adapun permasalahan yang dihadapi oleh
subyek ini adalah penyesuaian dengan
teman, terutama teman sekamar dan
lingkungannya. Perilaku yang ditunjukkan
adalah perilaku yang bersikap pasif dan
cuek terhdap kondisi orang lain dan jarang
cocok dengan teman sehingga dia lebih
sering memilih sendirian dari pada merasa
tidak nyaman jika berkumpul dengan
mereka yang dirasakan tidak cocok dengan
dirinya. Subyek juga kurang begitu
antusias ketika peneliti menjelaskan
tentang pentingnya penyesuaian diri di
lingkungan
pesantren
pada
awal
pertemuan sebelum memasuki perlakuan,
namun setelah peneliti memberikan
beberapa contoh nyata dari pentingnya
penyesuaian diri ini subyek sedikit terbuka
dengan mau menjelaskan alasan-alasan
dari perilakunya tersebut dan berkeinginan
untuk bisa lebih bisa menerima kondisi
orang lain dengan cara yang positif.
Selama penggunaan strategi tersebut,
subyek mengaku pada awalnya sulit
namun setelah berlangsung lama sudah
bisa mulai meningkatkan hubungannya
dengan teman-temannya. Dan yang paling
berkesan dan menambah semangatnya
adalah ketika rujaan bareng dengan teman
seanggota kelompok konseling, subyek
merasa lebih bahagia dan tertawa dengan
teman-teman. Berdasarkan catatan harian
yang dilakukan selama tiga minggu
menunjukkan adanya penurunan perilaku
bermasalah dengan terbentuknya perilaku
baru sebagai pengganti, Demikian juga
dari data hasil post test diketahui bahwa
SRM meningkat sebanyak 20 poin dari
hasil pre test. Ini menunjukkan bahwa
terdapat perubahan yang positif dari
adanya
perlakuan
strategi
self
management. Hal ini dikarenakan siswa
dalam strategi ini dilatih mampu
mengamati dan mencatat bentuk-bentuk
sikap terhadap teman yang kurang bisa
diterima oleh temannya dan merancang
petunjuk
untuk
menambah
atau
mengurangi tingkah laku tersebut serta
memberikan reward untuk memberikan
penguat dan memotivasi diri dalam
pelaksanaan strategi tersebut, dengan
demikian siswa mampu sedikit demi
sedikit mengendalikan, mengontrol dan
mengarahkan tingkah lakunya.
7. IFD
Adapun permasalahan yang dihadapi pada
siswa IFD adalah penyesuaian diri
terhadap teman dalam bentuk sering
tersinggung dan sering tidak suka dengan
perilaku dan perkataan teman ataupun
kakak yang tidak sesuai dengan dirinya.
Perilaku-perilaku tersebut ingin diubah
dengan menggunakan strategi self
management yang mengajarkan siswa
untuk menemukan perilaku yang ingin
diubah dan tujuan yang diharapkan,
kemudian berlatih menemukan perilaku
tersebut selama satu minggu dengan
menggunakan lat self monitoring situasi
yang kemudian dilanjutkan dengan
penggunaan pengendalian rangsang yang
ditetapkan
sebelumnya
untuk
mengarahkan dan mengontrol perilaku
bermasalah subyek dengan alat catatan
harian dan self reward yang berfungsi
sebagai motivasi dan penguat perilaku
yang baru terbentuk. Berdasarkan catatan
harian yang dibuat oleh subyek didapatkan
bahwa subyek setiap Minggunya selalu
mengalami
penurunan
frekwensi
kemunculan perilaku bermasalah dan
meningkatnya penyesuaian diri terhadap
semua teman yang bersifat unik. Dan
untuk mendukung informasi tersebut maka
dlakukan post test setelah subyek
menggunakan strategi self management
dan dianalisis melalui uji jenjang bertanda
Wilcoxon. Dari analisis data diatas
didapatkan bahwa subyek mengalami
penurunan frekwensi kemunculan sikap
bermasalah (sering tersinggung dengan
teman, mudah sedih, sering tersindir dll,
hal ini menunjukkan bahwa subyek
mengalmi peningkatan penyesuaian diri
terhadap teman. Karena dalam penggunaan
strategi self management ini, siswa dilatih
untuk menentukan bentuk perilaku konkret
dari perilaku bermasalah yang dimaksud
oleh siswa dan menentukan tujuan yang
ingin dicapai. Dengan hal tersebut
kemudian
subyek
berlatih
untuk
menemukan bentuk perilaku yang ingin
diubah tersebut dalam kehidupan seharihari selama satu Minggu dengan
menggunakan sebuah catatan yang
menggambarkan waktu dan situasi
munculnya perilaku yang bermasalah.
Dengan demikian subyek dapat memahami
hal-hal yang dapat mendorong munculnya
perilaku bermasalah dan akibat dari hal
tersebut, oleh karena itu pada latihan
berikutnya siswa berusaha untuk menekan
sekecil mungkin hal-hal yang dapat
memunculkan perilaku bermasalah dan
segera menggantinya dengan stimulus
yang dapat mengalihkan perilaku tersebut
ke arah perilaku yang diinginkan.
Adapun hasil perhitungan statistik
pada instrumen pengumpul data dilakukan
sebelum perlakuan, diketahui terdapat 7
orang siswa di kelas VII B SMP putri
Ma`had Al-Ittihad Al-Islami Camplong
Sampang Madura yang teridentifikasi
mengalami
permasalahan
dengan
penyesuaian dirinya di lingkungan
pesantren yaitu dengan masing-masing
skor: FLN memperoleh skor 259, NAM
memperoleh skor 260, IRS memperoleh
skor 260, WDK memperoleh skor 256,
JND memperoleh skor 260, SRM
memperoleh
skor
252
dan
IFD
memperoleh skor 253.
Dari hasil skor siswa, selanjutnya
dilakukan penentuan kategori, yaitu
kategori rendah, sedang dan tinggi. Dari
hasil perhitungan, diperoleh skor kategori
rendah yaitu nilai dibawah 261.126 dan
kategori sedang yaitu antara 261.126
sampai dengan 298.752 serta kategori
tinggi yaitu dengan nilai diatas 298.752.
siswa dengan skor penyesuaian diri di
lingkungan pesantren rendah kemudian
diberi bantuan untuk meningkatkan
penyesuaian
diri
tersebut
dengan
menggunakan strategi self management.
Hasil yang diperoleh berupa ada
tidaknya peningkatan penyesuaian diri di
lingkungan
pesantren
setelah
menggunakan strategi self management
diketahui dari instrumen pengumpul data
yang diberikan kepada subjek di akhir
penelitian (pos test). Adapun skor yang
dihasilkan setelah diberikan bantuan
dengan
penggunaan
straegi
self
mangement adalah sebagai berikut: FLN
memperoleh skor 273, NAM memperoleh
skor 279, IRS memperoleh skor 285,
WDK memperoleh skor 280,
JND
memperoleh skor 275, SRM memperoleh
skor 272 dan IFD memperoleh skor 283.
Berdasarkan hasil post test yang
dilakukan diketahui bahwa masing-masing
subjek mengalami peningkatan skor
penyesuaian diri yang cukup beragam,
yaitu FLN mengalami peningkatan skor
sebesar 14 angka, NAM mengalami
peningkatan skor sebesar 19 angka, IRS
mengalami peningkatan skor sebesar 25
angka, WDK mengalami peningkatan skor
sebesar 24 angka, JND mengalami
peningkatan skor sebesar 15 angka, SRM
mengalami peningkatan skor sebesar 20
angka, dan IFD mengalami peningkatan
skor sebesar 30 angka.
Data hasil post test tersebut selanjutnya
dianalisis dengan menggunakan uji jenjang
bertanda Wilcoxon. Dari hasil perhitungan
didapatkan adanya perbedaan skor
penyesuaian diri siswa di lingkungan
pesantren yang cukup signifikan, dimana
Thitung lebih kecil dari Ttabel ( 0 < 2 ).
Dengan demikian, maka H 0 ditolak dan
H a diterima. Dari hasil tersebut, dapat
ditarik kesimpulan bahwa strategi self
management
dapat
membantu
meningkatkan penyesuaian diri siswa di
lingkungan pesantren. Dengan demikian,
hipotesis peneliti yang berbunyi “Strategi
self
management
efektif
untuk
meningkatkan
penyesuaian
diri
di
lingkungan pesantren pada siswa kelas VII
SMP putri Ma`had Al-Ittihad Al-Islami
Camplong Sampang Madura,” diterima.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
strategi self management dapat digunakan
sebagai salah satu strategi untuk
meningkatkan penyesuaian diri siswa di
lingkungan pesantren, dimana siswa dilatih
dalam waktu tertentu untuk mengenali
perilaku-perilaku yang tidak diinginkan,
kemudian dikontrol dengan suatu stimulus
yang sudah ditetapkan baik dengan
menambah atau mengurangi stimulus
tersebut, kemudian diikuti dengan
pemmberian hadiah oleh diri sendiri
terhadap keberhasilan yang dicapai untuk
memperkokoh perilaku-perilaku yang baru
dipelajari tersebut yang selanjutnya bisa
menjadi kebiasaan dan perilaku yang
menetap di dalam diri siswa. Disini siswa
dilatih untuk mengatur dan mengarahkan
perilakunya sehingga tercapai perilaku
yang diinginkan, dalam hal ini perilaku
sehari-hari di lingkungan pesantren. Hal
ini sesuai dengan pendapat Cormier
(1985:519)
bahwa
strategi
self
management adalah proses dimana klien
mengatur sendiri tingkah laku mereka
dengan menggunakan satu strategi atau
kombinasi strategi. Adapun landasan dari
penggunaan strategi ini adalah pernyataan
Soekadji (1983:96) mengatakan bahwa
manfaat self management yaitu dapat
mengatasi beberapa masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Selanjutnya Skinner
(dalam Corey,2005:218) menyatakan
bahwa penguat positif jauh lebih efektif
dalam mengendalikan tingkah laku karena
hasil-hasilnya lebih dapat diramalkan serta
kemungkinan timbulnya tingkah laku yang
tidak diinginkan lebih kecil. Pernyataan ini
mengacu pada salah satu prosedur strategi
self management pada bagian self reward.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh
beberapa
penelitian
yang
lain,
Yulianingsih (2004), Faridah (2009),
Rahayu (2008), Nashiroh (2008).
Dari
hasil
analisis,
dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
tingkat penyesuaian diri siswa di
lingkungan pesantren sebelum dan sesudah
diberikan strategi self management.
Perbedaan itu ditunjukkan dengan adanya
perbedaan positif dari hasil analisis yaitu
tingkat penyesuaian diri siswa di
lingkungan pesantren sesudah penggunaan
strategi self management adalah meningkat
dibanding sebelum digunakan strategi
tersebut. Artinya, penyesuaian diri siswa di
lingkungan pesantren yang rendah dengan
ditandai sikap yang keliru terhadap
berbagai komponen dalam pesantren,
kemudian dari masing-masing siswa
diminta untuk untuk mencari sikap yang
keliru, yang paling dominan dalam
menghadapi lingkungan pesantren dengan
semua hal yang ada didalamnya.
Selanjutnya
siswa
dilatih
untuk
meningkatkan
sikap-sikap
positif,
mengarahkan sikap yang kurang tepat dan
mengurangi kebiasaan-kebiasaan yang
salah dengan mengganti dan mengontrol
dengan suatu kondisi dan sikap yang telah
ditentukan dan disepakati bersama.
Kemudian untuk memperkokoh perilaku
baru
tersebut
digunakan
prosedur
pemberian hadiah oleh diri mereka sendiri
setelah
mereka
berhasil.
Dengan
pembiasaan tersebut, dari hari ke hari
perilaku yang keliru terhadap lingkungan
pesantren
mulai
berkurang
dan
menghilang dengan adanya perilaku baru
sebagai pengganti.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat
disimpulkan
bahwa
strategi
self
management
dapat
meningkatkan
penyesuaian diri di lingkungan pesantren
pada siswa kelas VII B SMP Putri Ma`had
A-Ittihad Al-Islami Camplong Sampang
Madura. Hal ini dapat diketahui dari hasil
analisis statistik yang menunjukkan
adanya peningkatan skor penyesuaian diri
di lingkungan pesantren pada siswa kelas
kelas VII B SMP Putri sebelum dan
sesudah
diberikan
strategi
self
management. Dengan demikian, hipotesis
penelitian yang berbunyi ”Strategi self
management
dapat
meningkatkan
penyesuaian diri di lingkungan pesantren
pada siswa kelas VII B SMP Putri Ma`had
Al-Ittihad Al-Islami Camplong Sampang
Madura,” diterima.
Saran
Dalam rangka perbaikan dan
pengembangan, maka ada beberapa saran
bagi pihak-pihak terkait yaitu; 1) Hasil
penelitian ini menjadi salah satu alternatif
bantuan yang dapat diberikan kepada
siswa terutama siswa yang mengalami
kesulitan dalam penyesuaian diri di
lingkungan pesantren, dan supaya konselor
dapat
meningkatkan
kemampuannya
dalam memahami dan mengaplikasikan
penggunaan strategi self management
melalui berbagai literatur yang telah ada,
2) Penelitian ini diharapkan dapat
dikembangkan oleh peneliti lain yang
ingin
menggunakan
strategi
self
management
untuk
meningkatkan
penyesuaian diri di lingkungan pesantren
karena terdapat indikator-indikator yang
belum tercakup dalam penelitian ini, 3)
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
laporan bagi pihak pesantren, dan dapat
terus diterapkan dalam kehidupan siswa di
lingkungan pesantren untuk saat ini dan
selanjutnya.
Daftar Rujukan
Atmodjo, Tri J. 2008. Modul 5 Penelitian
Korelasional,
(Online).
http://pksm.mercubuana.id/new/learn
ing/files
modul/94010-5570595907575.pdf.diakses
27
desember 2010
Cormier, W.H & Cormier, L.S. 1985.
Interviewing Strategies For Helpers.
Monterey California: Brooks/ Cole
Publishing
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan
Peserta didik. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Diah adji Fatayat. 2009. Perbedaan
Penyesuaian diri di Pesantren
Tradisional
dan
Modern.
http://etd.eprints.ums.ac.id/4796/1/F
100040088.pdf. di akses pada
tanggal 21 januari 2010
Faridah, Unik Asmaul. 2009. Penggunaan
Strategi Self-Management untuk
meningkatkan disiplin belajar di
rumah pada siswa kelas VIII D
SMPN 5 Lamongan. Skripsi tidak
diterbitkan. Surabaya: BK FIP
UNESA
Fatimah,
Enung.
2006.
Psikologi
Perkembangan
(Perkembangan
Peserta didik).
Bandung: CV
Pustaka Setia
Harlock. 1993. Perkembangan Anak.
Jakarta: PT Erlangga
Kartini, Kartono. 1989. Komunikasi Antar
Pribadi. Bandung: Citra Aditya
Bakti
Mappiere, Andi. 1982. Psikologi Remaja.
Surabaya: Usaha Nasional
Nashiroh, Siti Alfiah. 2008. Efektifitas
strategi Self-Management untuk
membantu siswa yang mempunyai
kebisaan makan yang buruk. Skripsi
tidak diterbitkan. Surabaya: BK FIP
UNESA
Prijosaksono, Ariwibowo & Roy Sembel.
2003. self management (Control
Life). Jakarta: Gramedia
Rahayu, Wiji Retnani. 2008. Penggunaan
strategi Self-Management untuk
mengurangi malas belajar siswa pada
siswa kelas XI IA-8 SMA Negeri 16
Surabaya. Skipsi tidak diterbitkan.
Surabaya: BK FIP UNESA
Rahmad. Pengertian Pondok Pesantren
(online). http://blog.re.or.id/pondokpesantren-sebagai-lembagapendidikan-islam.htm
diakses
tanggal 21 januari 2010
Sardjo. 1994. Psikologi. Pasuruan: PT.
Gaoeda Buana Indah
Soetarlinah, Soekadji. 1983. Modifikasi
Perilaku Penerapan Sehari-hari dan
Penerapan Profesional. Yogyakarta:
Liberty
Sofyan, Willis. 1994. Problema Remaja
dan
Pemecahannya.
Bandung:
Angkasa
Uharsputra. 2007. Dunia Pesantren
(online).
http://uharsputra.wordpress.com/200
7/06/08/dunia-pesantren/
diakses
tanggal 21 Januari 2010
Yulianingsih, Tri. 2004. Pengaruh Strategi
Self-Management
terhadap
pelanggaran tata tertib di sekolah
pada siswa kelas II SMU PGRI 23
Surabaya. Skripsi tidak diterbitkan.
Surabaya: BK FIP UNESA
Yusuf,
Syamsu.
2009.
Landasan
Bimbingan dan Konseling. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
Download