Penganggaran Partisipatif dan Pemberdayaan Partisipasi

advertisement
Edisi 20, Vol. I. Oktober 2016
Penganggaran
Partisipatif dan
Pemberdayaan
Partisipasi
Masyarakat
Utang Luar
Negeri dan
Dampaknya
terhadap
Perekonomian
p. 02
p. 06
Buletin APBN
Pusat Kajian Anggaran
Badan Keahlian DPR RI
www.puskajianggaran.dpr.go.id
ISSN 2502-8685
1
Dewan Redaksi
Penanggung Jawab
Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.
Pemimpin Redaksi
Slamet Widodo, S.E., M.E.
Redaktur
Robby Alexander Sirait, S.E., M.E.
Dahiri, S.Si., M.Sc
Adhi Prasetyo S. W., S.M.
Dwi Resti Pratiwi, S.T., MPM.
Editor
Marihot Nasution, S.E., M.Si.
Ade Nurul Aida, S.E.
Daftar Isi
Update APBN.......................................................................................................................p.01
Penganggaran Partisipatif dan Pemberdayaan Partisipasi Masyarakat...............................p.02
Utang Luar Negeri dan Dampaknya terhadap Perekonomian.............................................p.06
Terbitan ini dapat diunduh di halaman website www.puskajianggaran.dpr.go.id
Update APBN
Posisi utang Pemerintah Pusat per Agustus 2016 sebesar Rp3.438,29 triliun.
Utang tersebut terdiri atas Pinjaman Luar Negeri sebesar Rp751,04 triliun,
Pinjaman Dalam Negeri sebesar Rp4,08 triliun dan Surat Berharga Negara (SBN)
sebesar Rp2.410,01 triliun.
Sumber: Derektorat Jenderal Pengelolaan Utang, Kementerian Keuangan, 2016
2
Penganggaran Partisipatif dan Pemberdayaan
Partisipasi Masyarakat
Slamet Widodo1)
onsep Penganggaran Partisipatif
K
(Participatory Budgeting), disingkat
PP, mulai diperkenalkan pada tahun 1989
1.program berdasarkan proyek publik yang
terfokus pada proyek-proyek sarana
publik tertentu, dari pembangunan jalan
sampai dengan pembangunan pusat-pusat
perawatan kesehatan. Cara ini berupaya
menarik sebagian besar kepentingan
masyarakat yang menyangkut distribusi
sumber daya untuk proyek-proyek tertentu,
yang outputnya lebih dapat diukur.
2.program tematik yang terfokus pada
kebijakan umum belanja publik. Pada
jenis ini, pemerintah daerah menetapkan
kebijakan awal dan pengalokasiannya
dilakukan melalui proses partisipatif seperti
meningkatkan alokasi untuk jenis program
perawatan kesehatan tertentu.
Pilihan atas kedua opsi tersebut tergantung
pada beberapa faktor seperti, sejauh mana
keleluasaan akan diberikan kepada masyarakat
baik dalam belanja dan perumusan kebijakan.
Program berdasarkan proyek sarana publik
akan memudahkan masyarakat untuk
mengukur kinerja pemerintah karena secara
langsung akan terkait dengan hasil outputnya.
Ini juga akan mendorong masyarakat untuk
berpartisipasi karena menyadari bahwa
keterlibatan mereka dalam proses telah
memperoleh hasil yang bermanfaat. Seiring
waktu, ketika masyarakat sudah terbiasa dan
belajar dari proses dan dengan tumbuhnya
kepercayaan pada semua aktor, mereka bisa
bergerak lebih maju dengan mengusulkan
kebijakan baru berdasarkan masing-masing
program tematik.
Selain itu, juga penting untuk dicatat
bahwa tidak perlu dilakukan institusionalisasi
atau kelembagaan dari proses PP ini. Secara
umum hal ini tidak dipandang sebagai suatu
kerugian - terutama karena dinamika prosesnya
dapat dipertahankan secara lebih baik dan
mencegah ekses birokrasi serta campur tangan
politik.
Penerapan Penganggaran Partisipatif di
Indonesia
Di Indonesia, partisipasi masyarakat
dalam proses perencanaan pembangunan
telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 08/2008 tentang Tahapan, Tata Cara,
Pengendalian dan Evaluasi pelaksanaan
Perencanaan Pembangunan Daerah. Dalam
peraturan tersebut secara jelas dinyatakan
bahwa proses perencanaan pembangunan
harus melibatkan para pemangku kepentingan
yang secara langsung dan tidak langsung
di kotamadya Porto Alegre, ibukota negara
bagian selatan Brazil, Rio Grande do Sul.
PP dimaksudkan sebagai sarana bagi warga
miskin dan lingkungannya dalam menerima
alokasi belanja publik yang lebih besar.
Kondisi disparitas pendapatan dan kualitas
hidup antara si kaya dan miskin menjadi
latar belakang gagasan dan tantangan bagi
pemerintah saat itu. Masyarakat diberi
kewenangan untuk menentukan prioritas
penganggaran di lokasi yang telah disepakati
bersama. Penentuan prioritas dilakukan dalam
diskusi publik dan berlangsung secara regular
setiap tahun dengan mengedepankan prinsip
transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas.
Pemerintah daerah setempat memfasilitasi
jalannya diskusi dan memberikan advokasi
kepada masyarakat mengenai anggaran.
Selama kurun waktu pelaksanaan (antara
tahun 1989 – 1996), model PP ini telah
membawa perbaikan sejumlah perbaikan
yang signifikan dalam bidang keuangan dan
pembangunan di Porto Allegre. Pencapaian
meliputi:
•Peningkatan persentase akses air minum
rumah tangga, dari 80 persen menjadi 98
persen;
•Peningkatan persentase sanitasi penduduk,
dari 46 persen menjadi 85 persen;
•Jumlah anak yang terdaftar di sekolah
umum meningkat 2 kali lipat;
•pengaspalan 30 kilometer jalan per tahun;
•Peningkatan 50 persen dalam pendapatan
pajak, sebagai hasil dari peningkatan
transparansi dalam tarif pajak dan
pembayaran yang diterima, yang telah
mendorong pembayaran pajak.
Meskipun tidak ada definisi khusus
tentang penganggaran partisipatif, pada
prinsipnya ini merupakan proses partisipasi
masyarakat secara langsung dan demokratis
dalam permusyawarahan dan proses
pengambilan keputusan alokasi anggaran
untuk meningkatkan kesejahteraan sosial.
Salah satunya mendefinisikan PP sebagai:
“masyarakat lokal memutuskan tentang
bagaimana mengalokasikan sebagian dari
anggaran publik yang tersedia.”
Ada dua jenis PP yang diadopsi di
beberapa negara yang terfokus pada:
1) Dewan Redaksi Buletin APBN
1
akan merasakan dampak dari kebijakan ini.
Berdasarkan peraturan ini pula, mekanisme
Musrenbang dilakukan dari tingkat yang paling
bawah, yaitu desa, kelurahan, kecamatan,
sampai tingkatan yang lebih tinggi yaitu
Musrenbang Kabupaten/Kota, Propinsi dan
tingkat Nasional. Beberapa model partisipasi
mulai dari tahap perencanaan pembangunan
sampai dengan tahap penetapan program
prioritas anggaran SKPD dilakukan dengan
melibatkan berbagai lapisan masyarakat,
antara lain:
1.Partisipasi publik untuk menentukan
perencanaan pembangunan jangka
panjang di Kediri. Penerapan partisipasi
masyarakat dalam forum bersama
antara pemerintah daerah, diwakili
oleh Bappeda, dan masyarakat telah
dilakukan di Kediri pada tahun 2006 untuk
merumuskan perencanaan jangka panjang.
Beberapa kelompok kerja dibentuk untuk
mengidentifikasi dan melakukan diskusi
dengan berbagai pemangku kepentingan
tentang arah dan prioritas pembangunan
jangka panjang, sesuai dengan bidang
tugas masing-masing kelompok kerja.
Hasil dari diskusi awal ini kemudian
dirumuskan oleh sebuah Tim Besar yang
terdiri dari perwakilan dari LSM, pemuka
agama, akademisi, pers media dan
pejabat pemerintah. Proses identifikasi
permasalahan dan prioritas ditindak lanjuti
oleh Bappeda dengan dukungan dari LGSP
(Local Government Support Program USAID)
dengan menyampaikan kuesioner publik
tentang komponen dasar perencanaan
untuk memudahkan penentuan prioritas
utama daerah. Sekitar 1.500 kuesioner
sederhana yang terdiri dari 2 halaman
disebar, dan hasilnya bidang pendidikan
dan pengembangan usaha kecil merupakan
prioritas utama yang harus dicantumkan
dalam perencanaan pembangunan jangka
panjang Pemerintah Daerah Kediri.
2.Perumusan program prioritas Rencana
Kerja Anggaran SKPD di Jepara. Sejak
tahun 2001, LAKPESDAM (Lembaga Kajian
dan Pengembangan SDM ) NU di Jepara
telah membentuk forum masyarakat
yang memobilisasi kepentingan bersama
dan berada diluar institusi politik formal.
Pada Januari 2008, forum ini mengadakan
pertemuan dengan pejabat pemda dan
anggota DPRD untuk mengevaluasi APBD
TA 2008 dan persiapan penyusunan APBD
TA 2009. Forum ini dihadiri oleh 400
anggota masyarakat yang terdiri dari petani,
nelayan, dan pedagang kaki lima. Diskusi
dilakukan secara partisipatif dan setiap
orang terdorong untuk mengungkapkan
gagasannya. Serangkaian rekomendasi
dihasilkan bagi pemerintah daerah
untuk merealokasikan anggaran bagi
pembangunan pertanian dan perikanan.
Melalui penggunaan software Analisis
Anggaran Daerah (SIMRANDA) ditemukan
bahwa alokasi anggaran pembangunan
untk bidang perikanan dan pertanian lebih
banyak diperuntukan bagi pembelian
laptop, proyektor dan motor untuk para staf,
sementara yang dibutuhkan sesungguhnya
adalah mesin-mesin pertanian, pupuk,
jaring nelayan dan perangkap ikan untuk
meningkatkan produksi pertanian dan
perikanan. Beberapa rekomendasi tersebut
kemudian diakomodir dalam revisi APBD TA
2008 dan sebagian lagi ditampung dalam
APBD TA 2009.
3.Penetapan Prioritas melalui Diskusi
Kelompok Terbatas di Surakarta. Model PP
telah diterapkan di Surakarta sejak tahun
2000. Melalui konsep kemitraan antara
Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi dan
LSM. Gagasan ini berawal dari realita bahwa
partisipasi masyarakat melalui mekanisme
Musrenbang dirasakan belum memadai
karena tidak melibatkan komunitas sektoral
(PKL, pengamen, pengemudi becak, PRT,
PSK, pedagang asongan, seniman jalanan,
penata parkir, buruh, dan pemulung). Forum
SKPD yang berlangsung hanya melibatkan
pemangku kepentingan tertentu dan
hanya menggunakan mekanisme internal
saja dalam perumusan anggarannya. Di
sisi lain, seringkali usulan masyarakat
seringkali tidak muncul ketika masuk pada
tahapan perumusan KUA/ PPAS, RKPD,
RKA SKPD dan RAPBD. Untuk menjawab
kebutuhan keterlibatan komunitas sektoral,
miskin dan marginal dalam perencanaan
pembangunan tahunan (Musrenbang), Kota
Surakarta telah berani membuat terobosan
mengeluarkan Perwalikota Surakarta No.
27-A Tahun 2010 tentang tata pelaksanaan
Musrenbang yang mengatur pelaksanaan
Musrenbang secara wilayah/ teritorial
(Musrenbangkel/cam/kot), dan secara
khusus mengatur mekanisme keterlibatan
komunitas sektoral sejak tahun 2010,
sebagai bentuk respon cepat terhadap
dikeluarkannya Permendagri No. 54 Tahun
2010. Pemerintah kota Surakarta mencoba
untuk menyelenggarakan Musrenbang
melalui dua jalur, jalur teritorial dan
sektoral (Diskusi Kelompok Terbatas/DKT).
Jalur sektoral ini mewajibkan semua SKPD/
Dinas untuk melalui tahapan-tahapan DKT,
seperti identifikasi komunitas sektoral
yang menjadi tanggung-jawabnya untuk
memastikan Komunitas apa saja yang harus
dilibatkan, menyediakan ruang penyerapan
aspirasi, dan masing-masing Komunitas
sektoral menyelenggarakan pertemuan
untuk merumuskan masalah dan solusinya.
Elemen Penting Penganggaran Partisipatif
Model PP lebih disesuaikan dengan
karakteristik di masing-masing wilayah. Dalam
tatanan nasional, maka model ini juga harus
disesuaikan dengan sistem politik dan sistem
perencanaan pembangunan yang berlaku.
Penerapannya tidak dimaksudkan untuk
2
mengganti sistem perencanaan pembangunan
yang ada atau mendistorsi sistem politik
yang berlaku, namun keberadaannya untuk
melengkapi sistem yang sudah berjalan
agar manfaatnya dapat dirasakan secara
optimal. Yang menjadi benang merah
dari berbagai praktek PP di seluruh dunia
adalah ditegakkannya penerapan prinsip
transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dari
seluruh aktor yang terlibat.
Beberapa elemen penting yang menjadi
prasyarat adalah sebagai berikut:
1. Kemauan politik dari semua aktor; semua
aktor yang terlibat (pemerintah daerah,
lembaga legislatif daerah dan masyarakat)
harus menyetujui aturan proses dan
prosedur penganggaran partisipatif.
Penyerahan kewenangan daerah untuk
melaksanakan urusannya harus digunakan
secara optimal untuk memperkuat
pemanfaatan sumber daya secara efisien.
Tujuan dari PP harus jelas dimengerti oleh
semua pihak yaitu untuk meningkatkan
transparansi, partisipasi dan akuntabilitas.
2. Aturan pemerintah daerah; dalam beberapa
kasus, diperlukan aturan formal untuk
mendukung pelaksanaannya. Pemerintah
Kota Surakarta menerbitkan Peraturan
Walikota yang mewajibkan seluruh SKPD
untuk melibatkan masyarakat/komunitas
sektoral (PKL, pengamen, pengemudi
becak, PRT, PSK, pedagang asongan,
seniman jalanan, penata parkir, buruh, dan
pemulung) dalam penyusunan prioritas
programnya.
3. Penyebaran informasi anggaran; informasi
sederhana tentang anggaran bermanfaat
untuk menarik minat masyarakat dalam
proses penganggaran partisipatif.
Formatnya berisi informasi dasar tentang
kondisi hidup mereka sehari-hari, seperti
berapa banyak orang (dalam persentase)
yang memiliki akses ke kesehatan dasar,
pendidikan dan penyediaan air bersih. PP di
Porto Allegre, menggunakan ilustrasi kartun
untuk menggambarkan informasi anggaran
ini. Informasi anggaran ini tidak harus
berisikan tabel dan grafik yang menyulitkan
masyarakat awam untuk memahaminya,
melainkan dalam bentuk sederhana,
menarik dan menyolok untuk menarik
minat masyarakat mengikuti forum diskusi.
4. Siklus anggaran dan proses pengambilan
keputusan; titik kritis dari PP adalah
masyarakat cenderung memiliki
ketidakpercayaan pada proses Musrenbang
karena proses ini tidak lebih dari “rutinitas
tahunan” dan pemerintah daerah seringkali
menggunakan pendekatan teknokrat
dalam proses perencanaan pembangunan.
Dalam beberapa kasus Musrenbang, sering
ditemui hilangnya atau tidak diakomodirnya
usulan masyarakat dalam prioritas program
SKPD. Harus ada kampanye tentang
proses baru pembahasan anggaran yang
memastikan keterlibatan masyarakat pada
seluruh tahapan penganggaran bagi prioritas
pembangunan mereka serta komitmen dari
pemerintah daerah untuk mengakomodasi
forum ini.
5. Badan Penganggaran Partisipatif yang
bertugas utama dari badan ini adalah
untuk menentukan prioritas utama dari
berbagai prioritas yang dihasilkan dari
forum diskusi. Selain memberikan bobot
yang lebih besar bagi daerah yang kurang
beruntung dibanding daerah lain, penentuan
prioritas utama juga dapat dilakukan melalui
tinjauan langsung ke lapangan untuk melihat
secara lebih dekat tingkat urgensinya.
Badan ini memiliki tugas utama, antara lain
menentukan prioritas utama dari sejumlah
prioritas yang ada dan memastikan bahwa
usulan prioritas/program akan diakomodir di
masing-masing SKPD.
6. Kegiatan pengawasan merupakan titik kritis
lain ketika program direalisasikan secara
transparan dan akuntabel. Ini bisa menjadi
tugas Badan PP atau badan lain yang
ditunjuk.
Pada prinsipnya, proses PP tidak
dimaksudkan untuk menggantikan mekanisme
formal pembahasan anggaran yang berlaku
juga tidak dimaksudkan untuk mengurangi
fungsi legislatif. Keberadaannya untuk
meningkatkan proses demokrasi melalui
keterlibatan masyarakat. Dalam beberapa
kasus, ada peningkatan kepercayaan
masyarakat kepada anggota legislatif yang
terlibat langsung dalam proses ini dan
meningkatkan elektabilitas mereka pada
periode berikutnya. Konsep PP berupaya untuk
memberikan porsi kesempatan dan prioritas
yang lebih besar bagi wilayah-wilayah yang
kurang beruntung. pelaksanaannya akan sangat
tergantung pada komitmen dari seluruh aktor
yang terlibat didalamnya dalam merumuskan
aturan main yang disepakati bersama.
Best Practise Penganggaran Partisipatif di
Jerman
PP mulai diterapkan di Jerman pada tahun
1998 dengan tujuan untuk memodernisasi
pemerintah daerah dan meningkatkan
kualitas pelayanan umum kepada masyarakat.
Keberadaannya antara tahun 2000-2004
diperkuat oleh inisiatif dari otoritas pemerintah
kotamadya yang bekerjasama dengan Yayasan
Bertelsmann dan enam kotamadya lainnya
(Castrop Rauxel , Hamm, Hilden, Monheim am
Rhein, Voltho dan Emsdetten).
Jerman secara teratur menerbitkan
laporan tentang perkembangan PP di beberapa
kotamadya. Laporan ini memuat gambaran
menyeluruh tentang daftar seluruh wilayah
di Jerman yang mengeksplorasi berbagai
kemungkinan penganggaran partisipatif (PP)
atau yang telah menerapkan proses tersebut
3
Hingga tahun 2013, sebanyak 403
kotamadya telah mengadopsi konsep ini.
Penganggaran partisipatif ini dilakukan di level
pemerintah kotamadya. Model partisipasinya
juga beragam dari pendekatan kuesioner
untuk memberikan nilai bobot atas program
usulan pemerintah, atau melalui diskusi
publik yang diinisiasi oleh oleh pemerintah
untuk melahirkan usulan-usulan baru dari
masyarakat. Mayoritas pemerintah kotamadya
menggunakan internet sebagai media utama,
disamping pemanfaatan perpustakaan atau
balaikota untuk penyebaran kuesioner/brosur.
Semua pelaksanaan PP di Jerman memiliki
kesamaan dalam tiga fase pelaksanaan,
yaitu: ‘penyampaian Informasi - konsultasi akuntabilitas’. Keputusan atas usulan tetap
menjadi kewenangan DPRD.
Ada beberapa alasan yang membuat PP
terus berkembang di Jerman yaitu, tuntutan
warga untuk lebih berpartisipasi, adanya
inisiatif dari organisasi masyarakat sipil,
dorongan untuk mengatasi krisis keuangan
dan meningkatnya beban utang, dan adanya
tren baru tata kelola pemerintahan seperti
e-government, e-democratic, e-participation.
Manfaat dari Penganggaran Partisipatif
Di samping memberikan peluang
bagi seluruh warga untuk terlibat dalam
merespon permasalahan di wilayahnya,
PP juga memberikan manfaat lain, yaitu
meningkatkan pengetahuan dan keahlian para
pejabat pemerintah daerah; meningkatkan
transparansi; dan membangun kepercayaan
melalui keterlibatan seluruh pihak yang
berkepentingan dengan kebijakan anggaran.
Di sisi lain, tak dapat dipungkiri bahwa proses
ini memiliki hambatan, antara lain: diperlukan
waktu lama untuk mengkoordinir warga,
dan beragamnya pemahaman anggaran
yang dimiliki warga. Untuk mengatasinya,
diperlukan keterlibatan organisasi masyarakat
sipil seperti Zebralog yang terus membantu
pemerintah dalam melaksanakan proses
penganggaran partisipatif di beberapa negara
bagian seperti di Troisdorf, Bonn, Solingen,
Essen, Cologne, dan Bergheim.
Dalam kunjungan ke Postdam, ibukota
dari negara bagian Bradenburg, penganggaran
partisipatif telah diikuti oleh kurang lebih 20
ribu orang. Dalam pelaksanaannya pemerintah
mengajukan saran kegiatan yang disampaikan
melalui internet dan perpustakaan. Dari
1.400 saran kegiatan, pemerintah menseleksi
120 usulan yang layak ditindaklanjuti, dan
menyampaikannya kepada masyarakat untuk
dinilai. Dari 120 usulan, terpilih sebanyak 40
usulan dan masyarakat kembali memberikan
penilaian melalui pembobotan. Pada akhirnya
terpilihlah 40 usulan saran mencakup bidang
investasi (10 usulan), penghematan belanja
(10 usulan), dan anggaran belanja (20 usulan).
Usulan yang telah mendapatkan prioritas dari
warga akan disampaikan ke DPR untuk dibahas
dan ditetapkan.
Rekomendasi
Mekanisme PP menjadi salah satu pilihan
untuk mengatasi berbagai masalah yang terjadi
dalam system perencanaan pembangunan,
seperti ketidak-sinkronan antara kebutuhan
daerah dengan prioritas nasional. Masyarakat
menentukan prioritasnya sendiri berdasarkan
kebutuhannya, karena masyarakatlah
yang lebih memahami berbagai persoalan
di wilayahnya dan menentukan prioritas
bagi permasalahan mereka. Pola ini dapat
diterapkan, dengan berbagai penyesuaian
yang diperlukan, dalam mewujudkan
misi dan tugas anggota parlemen untuk
memperjuangkan daerah pemilihannya.
Berdasarkan porsi alokasi anggaran yang
telah disepakati, anggota parlemen dapat
mendistribusikan ke wilayah dapilnya secara
proporsional. Penentuan prioritas penggunaan
anggaran berdasarkan porsi tertentu
diserahkan sepenuhnya melalui mekanisme
PP. Namun demikian, efektifitas proses ini
menuntut kemauan politik dari berbagai pihak
yang berkepentingan dalam pengelolaan
keuangan negara, tidak hanya parlemen
tapi juga pemerintah selaku lembaga yang
melaksanakan kebijakan tersebut.
Daftar Pustaka
Fennell, Emily et al., Participatory
Budgeting and the Art, http://www.
participatorybudgeting.org.uk/documents/
Participatory%20budgeting%20and%20
the%20arts%20-%20Involve%20research%20
report%20for%20Arts%20CouncilEngland.pdf,
tanggal akses 2 November 2012
Antlöv, Hans & Anna Wetterberg.(2011).
Citizen Engagement, Deliberative Spaces and
the Consolidation of a Post-Authoritarian
Democracy: The Case of Indonesia, Working
Paper No. 8, ICLD
Franzke, Jochen.(2010). Best Practice of
Participatory Budgeting in Germany – Chances
and Limits. University of Potsdam.
Bart, Jutha and Laura Grunewald.(2011).
Participatory Budgeting: An effective
instrument for strengthening good local
(financial) governance. GIZ
World Bank. (2007). Publik Sector Governance
and Accountability Series: Participatory
Budgeting, The International Bank for
Reconstruction and Development, World Bank
World Bank. Tools and Practices 6:
Participatory Budgeting, http://siteresources.
worldbank.org/INTEMPOWERMENT/
Resources/486312-1098123240580/tool06.
pdf, tanggal akses 30 November 2012
4
Utang Luar Negeri dan Dampaknya terhadap
Perekonomian
Martha Carolina1)
Abstrak
Perkembangan jumlah utang luar negeri Indonesia untuk membiayai pembangunan
dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Hal ini tentu saja menimbulkan
berbagai konsekuensi bagi bangsa Indonesia, baik dalam periode jangka pendek maupun
jangka panjang. Dalam periode jangka pendek, utang luar negeri telah memberikan
kontribusi yang cukup berarti bagi pembiayaan pembangunan ekonomi seperti pinjaman
proyek untuk pembangunan infrastruktur dan pinjaman program untuk pembiayaan
defisit. Sementara dalam jangka panjang, semakin bertambahnya utang luar negeri
pemerintah berarti juga memberatkan posisi APBN karena utang luar negeri harus
dibayarkan dengan bunganya, sehingga Pemerintah perlu melakukan upaya pengelolaan
utang luar negeri dengan efektif dan cermat.
U
tang luar negeri sebagai sumber
pembiayaan pembangunan sudah
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
pembangunan ekonomi. Berdasarkan
gambar 1, tren defisit APBN tahun 20102017 terus mengalami peningkatan.
Untuk menutupi defisit anggaran tersebut
pemerintah melakukan kebijakan utang
luar negeri guna membiayai kegiatan
perekonomiannya.
Perkembangan Utang Luar Negeri
Berdasarkan gambar 2, tren
perkembangan utang luar negeri tahun
2010-2016 terus mengalami peningkatan.
Tahun 2010-2011 utang luar negeri lebih
besar dilakukan oleh Pemerintah dan
Bank Sentral daripada swasta akan tetapi
Gambar 1. Perkembangan Defisit Anggaran dan
Utang Luar Negeri (triliun Rupiah)
Gambar 2. Perkembangan Utang Luar Negeri
Indonesia 2010-2016 (juta USD)
Sumber: LKPP 2010-2015, BPK RI; Nota Keuangan
APBNP-P, Kementerian Keuangan; RAPBN 2017 ,
Kementerian Keuangan (data diolah)
Sumber: BI; DJJPR (Kemenkeu), data diolah
1) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian DPR RI. e-mail: [email protected]
5
5 tahun terakhir sejak tahun 2012 hingga
Juli 2016 proporsi utang luar negeri
lebih besar dilakukan oleh swasta. Utang
luar negeri swasta tahun 2010 sebesar
USD83.789 juta meningkat hampir dua kali
lipat hanya dalam waktu 7 tahun terakhir
pada bulan Juli 2016 menjadi sebesar
USD164.503 juta, sementara utang luar
negeri pemerintah tahun 2010 sebesar
USD118.624 juta mengalami peningkatan
yang lebih lambat dibandingkan swasta
yang pada bulan Juli 2016 mencapai
sebesar USD159.7 juta.
Pada bulan Juli tahun 2016 negaranegara kreditur dengan jumlah utang
luar negeri terbesar yaitu Singapura
sebesar USD54.695 juta, Jepang sebesar
USD33.470 juta, Tiongkok/China sebesar
USD14.169 juta, Amerika sebesar
USD10.537 juta, dan Belanda sebesar
USD9.946 juta. Utang luar negeri
bilateral seperti dari negara-negara
kreditur biasanya diikuti persyaratan
sangat ketat menyangkut penggunaan
komponen, barang, jasa, konsultan, dan
kontraktor untuk pelaksanaan proyek
harus berasal dari negara tersebut.
Negara kreditur selain bisa menginvestasi
dana yang ada dalam negerinya juga
bisa menggerakkan perusahaan dalam
negeri yang lesu lewat pembiayaan
utang. Dana utang yang dikeluarkan
kreditur juga akan dikembalikan dalam
jumlah yang lebih besar karena adanya
beban bunga. Menurut Kwik Kian Gie
(1996), ketergantungan utang luar negeri
membuat kita tidak dapat melepaskan
kenyataan bahwa yang memerintah
negara kita sudah bukan Indonesia saja.
Kita sudah kehilangan kedaulatan dan
kemandirian dalam mengatur kondisi
negara kita sendiri. Kondisi ini merupakan
lingkaran yang tak ada habisnya karena
terjebaknya pemerintah kita dalam
jebakan utang. Sejak tahun 2015 dari
lima negara kreditur utang luar negeri
terbesar, Tiongkok/China yang mengalami
peningkatan utang luar negeri terbesar.
Jumlah utang luar negeri Indonesia
kepada Tiongkok/China tahun 2015
sebesar USD13.657 juta meningkat
73,54 persen dibandingkan tahun 2014
yaitu USD7.869 juta. Jumlah utang luar
negeri Indonesia kepada Jepang tahun
2015 sebesar USD31.189 juta meningkat
Gambar 3. Posisi Utang Luar Negeri Menurut
Kreditor 2010-2016 (juta USD)
Sumber: BI; DJJPR (Kemenkeu), data diolah
sebesar 2,38 persen dibandingkan tahun
2014 sebesar USD30.463 juta. Sedangkan
jumlah utang luar negeri pemerintah
Indonesia kepada negara-negara kreditur
terbesar lainnya seperti Singapura,
Amerika, dan Belanda mengalami
penurunan.
Utang luar negeri secara multilateral
atau pada organisasi Internasional tahun
2010-2016 mengalami peningkatan. Pada
bulan Juli tahun 2016, utang luar negeri
yang terbesar yaitu IBRD dengan jumlah
sebesar USD15.110 juta, ADB sebesar
USD8.752 juta, dan IMF sebesar USD2.753
juta. Utang luar negeri pada organisasi
Internasional seharusnya dikurangi karena
utang luar negeri secara multilateral
biasanya diikuti dengan persyaratan letter
of intent seperti pada saat Indonesia
meminta bantuan kepada IMF untuk
menghadapi krisis 1997. IMF memaksakan
kehendaknya untuk mengintervensi
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam letter of intent (LoI) terdapat
1.243 tindakan yang harus dilaksanakan
pemerintah Indonesia di berbagai
bidang seperti perbankan, desentralisasi,
lingkungan fiskal, kebijakan moneter,
bank sentral, privatisasi BUMN, dan jaring
pengaman sosial.
6
Gambar 4. Posisi Utang Luar Negeri Multilateral/
Organisasi Internasional 2010-2016 (juta USD)
Gambar 5. Utang luar Negeri Pemerintah terhadap
Penerimaan APBN Tahun 2011-2015
Sumber: BI; DJJPR (Kemenkeu), data diolah
Sumber: LKPP 2010-2015, BPK RI, data diolah
Peranan Utang Luar Negeri Pada Sektor
Penerimaan APBN
Penerimaan Hibah Pinjaman Luar Negeri
untuk pembiayaan anggaran infrastruktur
dilakukan dengan pinjaman proyek.
Namun tahun 2015 pinjaman luar negeri
pemerintah untuk bantuan program
sebesar Rp55,08 triliun yang digunakan
untuk menutup defisit anggaran melebihi
pinjaman proyek yang digunakan untuk
pembiayaan anggaran infrastruktur sebesar
Rp28,74 triliun.
Tindakan pemerintah menarik
pinjaman atau utang luar negeri dalam
jangka pendek untuk menutup defisit
APBN jauh lebih baik dibandingkan
mencetak uang baru karena
melaksanakan pembangunan dengan
dukungan modal yang lebih besar
tanpa disertai efek peningkatan tingkat
harga umum (inflationary effect) yang
tinggi. Dengan demikian pemerintah
dapat melakukan ekspansi fiskal untuk
mempertinggi laju pertumbuhan ekonomi
nasional. Berdasarkan gambar 5, tren
pinjaman luar negeri atau utang luar
negeri pemerintah tahun 2011-2015,
rata-rata menyumbang 3,58 persen pada
sektor penerimaan APBN RI. Persentase
utang luar negeri terhadap penerimaan
APBN terbesar pada tahun 2015 artinya
dari total realisasi penerimaan APBN
tahun 2015 sebesar Rp1.508,20 triliun
atau sebesar 5,56 persen dibiayai utang
luar negeri. Trend pinjaman luar negeri
pemerintah tahun 2011-2014 lebih
banyak digunakan untuk pinjaman proyek
dibandingkan dengan pinjaman program.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan
Rasio Utang Luar Negeri Indonesia
Berdasarkan gambar 6, tren GDP ratio
atau rasio utang terhadap produk domestik
bruto/PDB tahun 2011-2016 mengalami
peningkatan. Rasio utang terhadap PDB
pada tahun 2011 sebesar 23,1 persen
mengalami peningkatan sebesar 3,7
persen atau sebesar 27 persen pada tahun
2016. Peningkatan rasio utang terhadap
PDB masih di bawah batas maksimal
yang ditetapkan dalam Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara yaitu sebesar 60 persen namun
tidak sesuai dengan Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 113/
KMK.08/2014 tentang Strategi Pengelolaan
Utang Negara tahun 2014-2017. Dalam
keputusan tersebut, pemerintah
berkeinginan untuk secara perlahan
menurunkan rasio utang terhadap PDB
7
Gambar 6. Perkembangan Rasio Utang Terhadap PDB
Sumber: Profil Utang Pemerintah, Kemenkeu RI
*)Angka Proyeksi Menggunakan PDB berdasarkan Asumsi APBN-P; **)Angka APBN 2016
-Angka PDB 2010-2015 menggunakan tahun dasar 2010 atas harga berlaku
dari sebesar 23-24 persen ditahun 2014
menjadi sebesar 22 persen di tahun 2017.
penerimaan transaksi berjalan lainnya
untuk menutupi pembayaran utang luar
negeri. Kondisi DER yang terus meningkat
dapat menguras cadangan devisa,
sehingga cadangan devisa yang menipis
dapat meningkatkan kerentanan bagi
rupiah kita.
Debt Export Ratio (DER) menunjukkan
seberapa besar total utang luar negeri
dibandingkan hasil penerimaan ekspor.
Berdasarkan gambar 7, tren DER tahun
2010-2015 mengalami peningkatan yang
menyebabkan utang luar negeri semakin
berat dan serius. DER tahun 2010 sebesar
114,92 persen mengalami peningkatan
sebesar 42,75 persen menjadi sebesar
157,67 persen namun masih di bawah
batas ideal DER sebesar 200 persen.
Trend DER tahun 2010-2015 tersebut
menunjukkan total utang luar negeri
melampaui hasil penerimaan ekspornya
sehingga perlu digunakan sumber
Debt service ratio (DSR) adalah
jumlah pembayaran bunga dan cicilan
pokok utang luar negeri jangka panjang
dibagi dengan jumlah penerimaan ekspor.
Berdasarkan gambar 7, tren DSR tahun
2010-2015 mengalami peningkatan yang
menyebabkan utang luar negeri semakin
berat dan serius. DSR tahun 2010 sebesar
17,49 persen mengalami peningkatan
sebesar 1,93 persen menjadi sebesar
Gambar 7. Perkembangan Rasio Debt Export Ratio dan Debt Service Ratio
Sumber: BI (Statistik Utang Luar Negeri Indonesia) Vol. VII, Januari 2016
- Tahun 2015 berdasarkan data kuartal 3 (Q3) tahun 2015
8
19,42 persen namun masih di bawah
batas ideal DSR sebesar 20 persen.
Namun, makna dari besarnya angka DSR
tidak mutlak sebab ada negara yang
DSR-nya 40 persen tetapi relatif tidak
menemui kesulitan dalam perekonomian
nasionalnya. Sebaliknya, bisa terjadi suatu
negara dengan DSR yang hanya sebesar
kurang dari 10 persen menghadapi
kesulitan yang cukup serius dalam
perekonomiannya. Selama ada keyakinan
dari negara kreditur dan investor
bahwa telah terjadi perkembangan
ekonomi yang baik di negara debiturnya,
maka pembayaran kembali pinjaman
diprediksikan akan dapat diselesaikan
dengan baik oleh negara debitur.
amnesty untuk menyelamatkan anggaran,
tetapi melakukan upaya ekstensifikasi
untuk mencari wajib pajak orang pribadi
maupun badan baru serta tindakan untuk
melakukan penguatan kelembagaan
insitusi pajak, revisi Undang-Undang
Perbankan serta meningkatkan koordinasi
dengan para penegak hukum. Pemerintah
juga perlu melakukan efisiensi dalam
pelaksanaan belanja kementerian.
Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
Tentang Keuangan Negara. Jakarta.
Kementerian Keuangan. (2016). Profil
Utang Pemerintah Pusat (Pinjaman dan
Surat Berharga Negara). Jakarta
Rekomendasi
Kementerian Keuangan. (2014). Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 113/KMK.08/2014 Tentang Strategi
Pengelolaan Utang Negara tahun 20142017. Jakarta.
Upaya pemerintah dalam mengelola
utang luar negeri harus dilakukan dengan
efektif dan cermat yaitu menggunakan
utang luar negeri dengan prinsip kehatihatian untuk kegiatan produktif dan
menjaga keseimbangan makro ekonomi
dengan mempertahankan rasio-rasio
utang luar negeri dalam batas aman
agar mampu mendorong pembangunan.
Pemerintah sebaiknya melunasi utang
luar negeri pada saat jatuh tempo dan
tidak memperpanjangnya. Pemerintah
juga harus memperketat utang luar
negeri swasta kecuali yang berorentasi
ekspor dan investasi yang berdampak
luas bagi pembangunan. Pemerintah juga
perlu melakukan transaksi lindung nilai
(hedging) untuk memperhatikan resiko
utang luar negeri terhadap nilai tukar
valuta asing. Di samping itu, Pemerintah
juga harus meningkatkan sektor
penerimaan pajak untuk menutup defisit
APBN tidak hanya mengandalkan tax
Kementerian Keuangan dan Bank
Indonesia. (2016). Statistik Utang Luar
Negeri Indonesia Vol. VII September 2016.
Jakarta.
Kementerian Keuangan RI. (2016). Nota
Keuangan APBN-P Tahun Anggaran 2016.
Indonesia.
Kementerian Keuangan RI. (2016). Nota
Keuangan RAPBN Tahun Anggaran 2016.
Indonesia.
Badan Pemeriksa Keuangan. Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat tahun 20102014. www.bpk.go.id
Kwik Kian Gie. (1996). Praktek Bisnis dan
Orientasi Ekonomi Indonesia. PT. Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta
9
Buletin APBN
Pusat Kajian Anggaran
Badan Keahlian DPR RI
www.puskajianggaran.dpr.go.id
Telp. 021-5715635/5715528, Fax. 021-5715528
e-mail [email protected]
10
Download